Selubung Makar Syi’ah Dibalik Blog Secondprince?

Selubung Makar Syi’ah Dibalik Blog Secondprince?

Ada orang aneh yang datang ke blog secondprince dan mempromosikan blog baru-nya dengan judul fitnah “selubung makar syi’ah dibalik nama secondprince”. Nampak bahwa yang bersangkutan memang mengidap waham paranoid seolah-olah kami blog secondprince adalah pengikut Syi’ah yang membuat makar. Orang seperti ini sudah jelas bukan orang yang berpikiran kritis dan ilmiah, bahkan nampak bahwa dia tidak mengerti apa itu “kaidah ilmiah”.

Para pembaca bisa melihat langsung tulisan pertamanya yang ia buat dengan tujuan membantah kami tapi ternyata hanya menunjukkan kerendahan kualitas akal pikirannya. Kami akan menunjukkan secara rinci kepada pembaca apa yang kami maksud dengan “kualitas akal pikirannya yang rendah” yaitu dengan menganalisis bantahan yang ia buat dalam tulisan pertamanya “Aqidah Syi’ah Meyakini Fir’aun Adalah Abu Bakar dan Haman Adalah Umar”. Tulisannya ini ia buat dengan tujuan membantah tulisan kami disini. Mari langsung kita lihat

.

.

Baru membaca kalimat awal sudah nampak kerendahan tulisan tersebut, penulis berkata “Inilah tulisan Jakfari dalam bentuk screen shoot”. Siapakah Jakfari yang ia maksud?. Apakah blog jakfari.wordpress.com?. Kalau begitu apa hubungannya dengan blog secondprince. Lucu, mau membantah blog secondprince kok salah alamat bawa-bawa jakfari. Apa menurutnya penulis blog jakfari dan blog secondprince adalah orang yang sama?. Apa buktinya atau paling tidak apa qarinah-nya?. Apa hanya karena blog jakfari yang merupakan blog syi’ah dan penulis tersebut menganggap bahwa blog secondprince juga syi’ah maka tidak bisa tidak kedua blog itu pasti ditulis orang yang sama. Wah cara berpikir yang maaf rendah sekali.

Inilah Faktanya, Pemilik blog secondprince bukan penganut mazhab Syi’ah Rafidhah. Blog secondprince tidak ada sangkut paut-nya dengan blog jakfari. Kami pribadi memang pernah mengunjungi blog jakfari dan yah cuma itu, kami tidak mengenal siapa penulis blog jakfari tersebut. Kemudian penulis tersebut berkata setelah menampilkan tulisan kami

Sebenarnya dari artikel mereka ini kita telah mengetahui bagaimana sebenarnya pemahaman para pendahulu kaum syi’ah terhadap para sahabat

Komentar yang ini agaknya salah sambung atau yang bersangkutan sedang menulis sambil berkhayal. Bukankah yang sedang ia bicarakan ini adalah tulisan kami, terus bagian mana dari tulisan kami tersebut menunjukkan “pemahaman para pendahulu Syi’ah terhadap para sahabat”. Yang kami bahas adalah kedudukan riwayat yang dikutip salah seorang ulama Syi’ah dalam kitabnya yaitu riwayat Syi’ah yang menyebutkan Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Pembahasan kami menunjukkan kedudukan riwayat ini berdasarkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah adalah dhaif. Jadi apanya yang ia maksud dengan pemahaman para pendahulu syi’ah terhadap para sahabat.

Atau mungkin yang ia maksud, ulama syi’ah Syaikh Ali Yazdiy Al Hairiy dan Al Majlisiy yang membawakan riwayat tersebut dalam kitab-nya. Itukah pendahulu syi’ah yang ia maksud, kalau begitu apa pemahaman mereka terhadap para sahabat dalam tulisan kami yang ia bantah. Mungkin saja keduanya punya pemahaman tertentu terhadap para sahabat tetapi ya itu mungkin dalam literatur atau tulisan-tulisan lain bukan dari tulisan kami yang ia kutip dan ia bantah. Makanya kami katakan saat ia menulis bantahan, penulis menyedihkan itu membantah sambil mengkhayalkan tulisan orang lain, makanya kata-kata yang digunakan gak kena alias salah sambung.

Sekaligus secondprince telah mengakui bahwa para pendahulunya adalah penganut agama yang didirikan diatas pencelaan kepada Sahabat

Sepertinya kami sedang berhadapan dengan orang yang sudah parah penyakit wahamnya. Bagian mana dari tulisan kami berisi pengakuan soal apa yang ia sebut “pendahulu kami”. Pendahulu kami yang mana?. Dan apa pula maksudnya agama yang didirikan atas pencelaan kepada sahabat?. Apa maksud kalimat itu kami mengakui bahwa pendahulu kami [yaitu ulama syi’ah] adalah penganut agama yang didirikan atas pencelaan kepada sahabat [yaitu agama Syi’ah]?. Ayolah fokus wahai penulis, apakah karena kami mengutip riwayat yang mencela Abu Bakar dan Umar dari kitab Ulama Syi’ah [walaupun faktanya kami tunjukkan riwayat tersebut dhaif] lantas anda dengan seenaknya menuduh yang bukan-bukan.

Kalau begitu bagaimana jadinya dengan tulisan kami yang lain dimana kami mengutip riwayat shahih pencelaan terhadap sahabat dari kitab Ulama Ahlus sunnah seperti berikut

  1. Riwayat Aisyah [radiallahu ‘anha] melaknat Amru bin ‘Ash
  2. Riwayat Hudzaifah [radiallhu ‘anhu] menyatakan Abu Musa munafik
  3. Riwayat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa Samurah bin Jundub masuk neraka
  4. Riwayat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa Walid bin Uqbah dan Umaarah bin Uqbah masuk neraka
  5. Riwayat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat Abul A’war As Sulamiy
  6. Riwayat Ibnu ‘Abbas [radiallahu ‘anhu] bahwa Mu’awiyah berdusta atas Allah dan Rasul-Nya
  7. Riwayat Mughirah bin Syu’bah yang mencela Aliy bin Abi Thalib [radiallahu ‘anhu]
  8. Riwayat Abu Bakrah [radiallahu ‘anhu] yang bersaksi bahwa Mughirah bin Syu’bah berzina
  9. Riwayat Urwah bin Zubair mencaci sahabat Nabi Hassan bin Tsabit
  10. Riwayat Mufadhdhal bin Ghassaan Al Ghulabiy [Ulama ahlus sunnah] menyatakan Al Harits bin Suwaid salah seorang sahabat Badar adalah munafik

Kalau menuruti jalan pikiran penulis tersebut maka tulisan-tulisan kami di atas menunjukkan bahwa pendahulu kami [salafus shalih] adalah penganut agama yang didirikan atas pencelaan kepada sahabat [yaitu Ahlus sunnah]. Inilah konsekuensi dari cara berpikir penulis tersebut.

.

.

Adapun pembelaan syi’ah dengan mendhaifkan riwayat tersebut tidak ada artinya sama sekali terhadap kedudukan syi’ah, karena toh dalam riwayat tersebut meskipun dhaif jiddan dan pastinya memang itu adalah tidak mungkin satu perkataan dari Imam Ja’far Ash Shaadiq, akan tetapi kemudian bukan dalam hal kedhaifannya yang dipermasalahkan, akan tetapi justru itu menjadi dalil bagi Ahlussunnah bahwa Ulama Syi’ah gemar mengais riwayat-riwayat palsu untuk membangun aqidan mereka atas pencelaan kepada para Sahabat terkhusus Abu Bakr dan Umar Radhiallahu Anhuma.

Penulis blog menyedihkan itu memang tidak mengerti mengapa kami menulis tulisan tersebut. Tulisan tersebut tidak kami buat sebagai pembelaan buta terhadap Syi’ah. Perkara ada ulama Syi’ah mencela Abu Bakar dan Umar, kami pribadi sudah pernah melihat tulisan yang menyebutkan demikian. Tetapi yang jadi inti permasalahan adalah munculnya orang-orang bodoh yang menyatakan bahwa Aqidah Syi’ah Rafidhah meyakini Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Walaupun kami bukan penganut Syi’ah tetapi kami pernah mempelajari Syi’ah dan bagaimana Aqidah mereka. Sejak kapan dalam aqidah Syi’ah terdapat keyakinan Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Itulah yang kami teliti dan ternyata si penuduh dan pencela membawakan riwayat tersebut sebagai bukti. Sebagai peneliti yang objektif maka riwayat yang dikutip itulah yang harus diteliti kebenarannya [tentu berdasarkan kaidah ilmu hadis Syi’ah]. Tujuan pembahasan kami adalah apa benar Syi’ah beraqidah demikian, terbukti bahwa riwayat yang dijadikan bukti itu adalah riwayat dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.

Adapun pernyataan penulis tersebut bahwa tulisan kami menunjukkan bahwa Ulama Syi’ah gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka atas celaan kepada para sahabat khususnya Abu Bakar dan Umar, maka itu adalah persepsi penulis itu sendiri. Faktanya ulama Syi’ah tersebut Syaikh Ali Yazdiy memang mengutip riwayat dhaif di atas dalam kitabnya tetapi kalau hanya dengan satu riwayat di atas kemudian dikatakan bahwa ia gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka yang mencela sahabat maka itu berlebihan. Anda tidak bisa menuduh seorang ulama gemar mengais riwayat palsu hanya dengan bukti satu riwayat.

Begitu pula Al Majlisiy, ia mengutip riwayat tersebut dalam kitab-nya Bihar Al Anwar yang merupakan kitab hadis-hadis ahlul bait di sisi Syi’ah. Adanya riwayat tersebut dalam kitabnya bukanlah bukti bahwa Al Majlisiy gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mencela sahabat. Lagipula tidak ada keterangan dalam kitab Al Majlisi bahwa ia hanya mengumpulkan riwayat yang shahih saja disisinya. Adanya riwayat dhaif palsu dalam kitab hadis tidak hanya terjadi dalam kitab Syi’ah tetapi juga banyak terjadi dalam kitab Ahlus Sunnah. Kalau hanya dengan satu riwayat dhaif di atas Al Majlisiy dikatakan gemar mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka maka banyak ulama ahlus sunnah [seperti Al Hakim] yang bisa dikatakan mengais riwayat palsu untuk membangun aqidah mereka.

Adapun jikalau ada pengikut-pengikutnya yang mencoba menutupi kebusukan ulamanya. dengan berbagai jalan termasuk apa yang dilakukan oleh secondprince, kami katakan bahwa sebelum kalian menyebutkan bahwa riwayat itu dhaif, kami telah terlebih dahulu meyakini bahwa periwayatan kaum rafidhah sebagaimana yang dijelaskan Ulama-ulama Ahlussunnah,tentang kedustaannya, dan bagaimana untuk mensikapinya, maka hal tersebut dikembalikan kepada perkataan beliau para Ulama Ahlussunnah tersebut, yaitu tidaklah diterima persaksian kaum rafidhah. sebagaimana yang dikatakan Imam Malik:

Ucapan ini juga tidak jelas arah dan tujuannya, kami disini tidak menutupi kebusukan siapapun. Apa yang kami tulis adalah pembahasan yang objektif dan ilmiah tanpa tendensi kearah mazhab tertentu. Bukankah kami dalam tulisan tersebut mengembalikan permasalahannya ke dalam kaidah ilmiah yang diakui dalam kitab Syi’ah yaitu kaidah ilmu Rijal Syi’ah. Bukankah cara berpikir ilmiah untuk membuktikan benar atau tidaknya tuduhan yang dinisbatkan terhadap mazhab tertentu adalah dengan memverifikasinya berdasarkan kaidah yang diakui mazhab tersebut. Kalau dalam hal ini Syi’ah maka tuduhan terhadap Syi’ah harus dinilai kebenarannya berdasarkan kaidah yang diakui di sisi keilmuan Syi’ah.

.

.

Adapun komentar penulis bahwa disisi Ahlus Sunnah bahwa kaum rafidhah adalah pendusta maka itu tidak ada hubungannya disini. Klaim sepihak mazhab yang satu terhadap mazhab yang lain hanya menjadi hujjah bagi mazhab itu sendiri tidak menjadi hujjah bagi mazhab yang dituduh. Ahlus Sunnah boleh saja menuduh Rafidhah pendusta dan sebaliknya Rafidhah boleh saja menuduh Ahlus Sunnah pendusta tetapi dalam diskusi ilmiah tuduhan tersebut tidak bernilai.

Kita Tanya pada pencela atau penulis blog tersebut, apa sebenarnya yang sedang anda bicarakan disini?. Bukankah anda sedang menuduh bahwa Aqidah Syiah meyakini Firaun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar sebagaimana yang nampak dalam judul tulisan anda. Apa bukti tuduhan anda?. Kalau anda katakan riwayat Mufadhdhal yang dikutip ulama Syi’ah tersebut, maka bukankah sangat wajar untuk membuktikan benar tidaknya tuduhan anda adalah dengan memverifikasi langsung riwayat tersebut dengan kaidah yang diakui di sisi Syi’ah. Itulah yang kami lakukan di atas. Kami menilai bagaimana kedudukan riwayat Syi’ah tersebut di sisi mazhab Syi’ah bukan menilai kedudukan riwayat Syi’ah tersebut di sisi mazhab Ahlus Sunnah. Ahlus Sunnah boleh saja mendustakan semua riwayat dalam kitab Syi’ah termasuk riwayat di atas tetapi kalau bicara soal bagaimana status riwayat Syi’ah tersebut di sisi mazhab Syi’ah maka berdasarkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah riwayat tersebut dhaif.

Kalau anda ujung-ujungnya cuma mau menuduh syiah pendusta sehingga menolak semua perkataan Syi’ah ya harusnya dari awal anda gak usah membawa-bawa riwayat Syi’ah. Toh bukankah di sisi anda syi’ah itu pendusta jadi bukti riwayat apapun yang anda kutip dari Syi’ah adalah dusta. Bagaimana mungkin anda menuduh Syiah begini begitu dengan bukti dusta.

.

.

Adapun apa yang dikutip penulis tersebut mengenai pandangan Imam Malik, maka inilah yang dinukil Ibnu Taimiyyah dalam kitab Minhaj As Sunnah

قال أبو حاتم الرازي سمعت يونس بن عبد الأعلى يقول قال أشهب بن عبد العزيز سئل مالك عن الرافضة فقال لا تكلمهم ولا ترو عنهم فإنهم يكذبون

Abu Hatim Ar Raaziy berkata aku mendengar Yunus bin ‘Abdul A’laa mengatakan Asyhab bin ‘Abdul ‘Aziiz berkata aku bertanya kepada Malik tentang Raafidhah maka ia berkata “Jangan berbicara kepada mereka dan jangan meriwayatkan dari mereka karena mereka sering berdusta” [Minhaj As Sunnah Ibnu Taimiyyah 1/26]

Atsar Imam Malik di atas dijadikan hujjah oleh penulis tersebut dimana ia berkata

Begitulah sikap Ahlussunnah terhadap syi’ah dalam menerima kabar darinya, dan apabila setiap yang menjelaskan kesesatan syi’ah kemudian disebut Wahhabi, maka berapa banyak Ulama-ulama ma’ruf dari kalangan Ahlussunnah telah masuk dalam lingkaran Wahhabi karena mereka telah mengkafirkan syi’ah, dan tentunya kami sangat bangga menjadi seorang Wahhabi.

Keterbatasan ilmu memang sering membuat seseorang berhujjah dengan cara yang konyol. Boleh saja Imam Malik mengatakan agar jangan berbicara dan meriwayatkan dari Rafidhah karena mereka pendusta tetapi jika menisbatkannya secara umum pada Ahlus Sunnah maka hal itu bertentangan dengan fakta. Apa faktanya? Banyak ulama hadis termasuk dalam kutubus sittah juga meriwayatkan hadis dari Rafidhah bahkan ada diantaranya yang dinyatakan tsiqat, seperti

  1. Abbad bin Ya’qub Ar Rawajiniy perawi Bukhariy, Ibnu Majah, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ahmad bin Hanbal
  2. Sulaiman bin Qarm Al Kuufiy perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi
  3. Harun bin Sald Al Ijliy perawi Muslim
  4. Abdul Malik bin A’yun perawi Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah
  5. Hasyim bin Barid Al Kuufiy perawi Abu Dawud dan Nasa’i
  6. Musa bin Qais Al Hadhraamiy perawi Abu Dawud

Dan seperti yang telah kami katakan sebelumnya, tidak ada masalah kalau Ahlus Sunnah berpandangan Syi’ah pendusta karena itu tidak ada hubungan langsung dalam pembahasan riwayat Mufadhdhal di atas. Kita kan bicara bagaimana status riwayat Mufadhdhal itu di sisi Syi’ah bukan di sisi Ahlus Sunnah.

.

.

Tidak hanya tulisan bahkan komentar kami di kolom komentar juga ia buat bantahannya tetapi sayang sekali ia sebenarnya tidak paham apa yang kami katakan dalam kolom komentar tersebut. Bagaimana bisa ia membantah padahal ia tidak memahami apa yang ia bantah?. Ia berkata

Kami juga sempat membaca sebuah komentar yang ditujukan kepada secondprince dalam tulisannya tersebut, dan sungguh tidak kami dapati jawaban yang ilmiah darinya, lihat

Lucu sekali, orang yang tidak paham apa itu ilmiah berlagak bicara “sungguh tidak kami dapai jawaban yang ilmiah”. Ilmiah macam apa yang ia maksud? Jangan-jangan ilmiah dalam pandangan penulis itu adalah waham khayal yang ada dalam pikirannya. Penulis itu mengutip komentar kami dan berlagak bicara begini begitu padahal kualitas akalnya tidak mampu untuk memahami apa yang kami tulis. Istilah kasarnya “otaknya belum nyampe kesana”. Buktinya dapat dilihat dari perkataannya

Nah dari jawaban secondprince,kita lihat bahwa dia mengakui / tidak mengingkari bahwa ada ulama-ulama mereka yang berkata demikian, apa artinya? apa yang dikatakannya ? tentunya kita semua tahu bahwa ulama mereka berkata tentang pencelaanya kepada Sahabat Abu Bakar dan Umar Radhiallahu anhum

Kami tidak mengingkari ada ulama Syi’ah yang mencela Abu Bakar dan Umar. Lagipula dari awal juga pokok masalahnya adalah bukan itu, yang kami bahas dalam tulisan kami adalah tuduhan bahwa Syi’ah beraqidah Firaun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Kalau tidak mengerti bedanya maka kami sarankan agar penulis tersebut belajar bahasa dan logika yang baik.

Lalu dia (secondprince) katakan kalau berhujjah yaitu dengan bukti bukan dengan klaim dan pengakuan, apa maksudnya perkataan dia ? Bukankah ulama mereka yang telah mengatakan demikian adalah hujjah atau bukti bahwa aqidah mereka adalah diatas pencelaan kepada Sahabat

Nah ini buktinya kalau kualitas akalnya tidak mampu memahami komentar kami sebelumnya. Komentar kami yang ia kutip tersebut dapat dilihat disini. Bukankah kami dengan jelas menuliskan kata-kata berikut di kolom komentar :

Maka saya katakan wahai pencela yang rendah akalnya. Apakah anda pikir seorang ulama itu pasti benar setiap perkataannya. Kami tidak menafikan ulama Syi’ah yang berkata demikian. Tetapi dalam berhujjah yang menjadi hujjah adalah bukti bukannya klaim atau pengakuan. Siapapun bisa mengatakan bahwa suatu hadis shahih tetapi hujjahny adalah apa bukti bahwa hadis itu shahih, maka begitu pula perkataan ulama di atas, justru perkataannya itu yang harus ditimbang dengan kaidah ilmu [dalam hal ini ilmu hadis Syi’ah], apakah benar ia berpegang pada riwayat shahih saja dan para perawi tsiqat seperti yang ia katakan.

Komentar kami di atas sedang menanggapi bantahan pencela [blog Jaser Leonheart] yang membawakan perkataan Syaikh Ali Yazdiy dalam kitabnya bahwa ia bersandar pada perawi tsiqat atau riwayat shahih. Kami tidak menafikan bahwa Syaikh Ali Yazdiy berkata demikian tetapi yang menjadi hujjah adalah bukti bukan klaim atau pengakuan. Apa benar Syaikh Ali Yazdiy tersebut berpegang pada riwayat shahih dan perawi tsiqat saja, jawabannya ternyata tidak karena faktanya riwayat Mufadhdhal yang ia kutip dhaif jiddan dan para perawinya dhaif. Itulah yang kami katakan yang menjadi hujjah adalah bukti. Perkataan ulama harus ditimbang dengan bukti dan dalil. Dalam hal ini apa yang disebutkan Syaikh Ali Yazdiy dalam kitabnya itu tidak terbukti.

Fenomena ini juga banyak dalam kitab Ahlus Sunnah seperti kami sebutkan sebelumnya Ibnu Abi Hatim dalam tafsir-nya juga mengklaim hal yang sama bahwa ia hanya bersandar pada riwayat shahih tetapi faktanya jika ditimbang dengan kaidah ilmu hadis ahlus sunnah terdapat juga riwayat dhaif. Al Hakim dalam kitab Mustadrak-nya banyak menshahihkan hadis yang jika ditimbang dengan kaidah ilmu hadis ternyata dhaif.

Lucunya setelah membaca komentar kami, penulis itu malah berbicara Bukankah ulama mereka yang telah mengatakan demikian adalah hujjah atau bukti bahwa aqidah mereka adalah diatas pencelaan kepada Sahabat. Lain yang kami katakan, lain pula yang dia sambung

.

.

Dan dalam jalan pikirannya yang tidak nyambung itu juga nampak sekali rusaknya. Apa yang akan ia katakan dengan berbagai riwayat shahih yang kami kutip sebelumnya dimana salafus shalih mencela para sahabat [seperti Aisyah, Hudzaifah, Ibnu Abbas, Urwah bin Zubair dan lainnya]. Sesuai dengan jalan pikirannya maka semua itu adalah hujjah atau bukti bahwa aqidah ahlus sunnah di atas pencelaan kepada sahabat. Inilah konsekuensi dari caranya berpikir dan berhujjah. Menggelikan, sok berhujjah tapi hanya menunjukkan kekacauan berpikir saja

Kalaupun kemudian mereka mengadakan pembelaan kepada Ulamanya dengan menyebutkan kedhaifan riwayat tersebut, maka itu justru memperkuat lagi bukti bahwa ulama-ulama mereka berdiri diatas dalil-dalil lemah dan palsu dalam mencela Sahabat, dan itu tidak membersihkan nama sang penhujat Sahabat tersebut.

Tidak ada yang perlu dibersihkan, siapapun yang menghujat tanpa dalil atau dengan dalil lemah dan palsu adalah keliru. Kami tidak sedang menjadi pengacara Syi’ah yang membela membabi buta terhadap ulama Syi’ah. Kami sedang berhujjah dengan objektif dan menunjukkan bahwa anda para penuduh tidak memiliki akal yang cukup dalam berhujjah. Mana buktinya Syi’ah beraqidah bahwa Firaun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar?. Apa seenaknya anda mau berkata lha itu ulama syi’ah seperti Syaikh Ali Al Yazdiy dan Al Majlisi mengatakannya?. Lho duduk persoalannya kan  mereka sedang membawakan riwayat Mufadhdhal bukan membawakan perkataan mereka sendiri maka riwayat itulah yang harus dibahas kedudukannya. Bagaimana kedudukannya di sisi Syi’ah?. Jawabannya dhaif jiddan. Maka tuduhan Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar merupakan tuduhan dusta.

Menyamakan atau menganalogikan ta’biyah busuk ulama-ulama mereka yang gemat berdalil dengan riwayat-riwayat dhaif dan palsu dengan Ulama-ulama Ahlussunnah yang kebetulan mengutif riwayat dhaif dalam kitab beliau adalah semakin menambah lucu argumentasi mereka.

Justru yang lucu adalah komentarnya. Dengan satu riwayat di atas ia menuduh ulama-ulama Syi’ah sebagai gemar berdalil dengan riwayat dhaif dan palsu. Terlepas benar tidak tuduhannya, yang jelas satu riwayat di atas tidak menjadi bukti untuk menyatakan ulama-ulama syiah gemar berdalil dengan riwayat dhaif dan palsu. Dan yang lebih lucu perkataan “ulama ahlus sunnah yang kebetulan mengutip riwayat dhaif”. Apa maksudnya dengan kebetulan?. Apa ulama-ulama ahlus sunnah itu seperti penulis tersebut yang mengidap waham khayal sering bicara ngelantur dan ketika menulis hadis atau riwayat mereka kebetulan mengutip riwayat dhaif.

Kami melihat perkara ini dengan objektif. Riwayat Mufadhdhal di atas membuktikan bahwa seorang ulama Syi’ah [dalam kasus di atas adalah Syaikh Ali Yazdiy] terkadang keliru dalam penilaiannya terhadap riwayat atau terkadang tidak konsisten dengan metode yang ia terapkan dalam kitabnya. Dan perkara ini banyak terjadi pada para ulama termasuk ulama Ahlus Sunnah seperti yang kami contohkan di atas Ibnu Abi Hatim dan Al Hakim.

Tidak hanya itu, bahkan berhujjah dengan riwayat dhaif sering dilakukan oleh sebagian ulama Ahlus Sunnah dan juga Syi’ah. Jadi kalau hal ini dikatakan busuk maka busuklah ulama-ulama tersebut. Mengapa ada pencela yang sok mencela Syi’ah dalam hal ini padahal perkara yang sama juga dilakukan Ahlus Sunnah. Kami pribadi tidak akan menyibukkan diri dengan tuduh menuduh, oleh karena itu kami lebih fokus pada perkara yang objektif yaitu perkataan ulama baik ahlus sunnah dan syi’ah harus ditimbang dengan kaidah ilmu yang diakui pada masing-masing mazhab. Apa susahnya memahami itu?. Kecuali jika memang penulis tersebut hakikatnya seperti yang kami katakan “otaknya belum nyampe kesana”.

Apakah bisa disamakan antara Ulama-ulama Ahlussunnah yang dalam tulisannya mungkin terdapat dalil dhaif untuk mendalili sebuah amalan, dengan tokoh-tokoh syi’ah yang MENCELA SAHABAT dengan dalil dhaif, sekali lagi…..MENCELA SAHABAT NABI dengan dalil dhaif

Bisa dong disamakan bahkan hakikatnya memang sama, baik ulama ahlus sunnah dan syi’ah yang berhujjah dengan dalil dhaif ya keliru. Soal perkara mencela sahabat maka kami katakan tidak perlu jauh-jauh mengurusi Syi’ah silakan urusi sebagian salafus shalih yang terbukti telah mencela sahabat dan dalilnya shahih di sisi Ahlus Sunnah.

Apakah sama pula antara seorang yang salah dalam mengamalan suatu amalan karena dalil yang dipakainya ternyata dhaif, dengan yang MENCELA SAHABAT yang ternyata kemudian salah menggunakan dalil, karena riwayat yang ia bawakan adalah dhaif

Ya sama-sama salah. Bagi kami, dalil yang dhaif tidaklah menjadi hujjah terserah apakah itu mau dipakai sebagai amalan, keyakinan, mencela sahabat atau yang lainnya. Kalau menurut anda wahai penulis itu berbeda ya silakan, persepsi anda tidak menjadi hujjah buat kami.

.

.

apakah berlaku qaidah pula wahai kaum rafidhah, orang-orang yang mencela Nabi yang dikemudian oleh para penerusnya diketahui bahwa dasar pijakan yang ia pakai adalah salah dan lemah, kemudian dimaafkan dalam syari’at. Maka kaum syi’ah adalah yang paling besar kedustaannya, dan makarnya kepada kaum Muslimin.

Wah ngelanturnya malah semakin jauh, kami lihat anda wahai penulis memang tendensius dalam membantah. Anda terlalu yakin atau bernafsu meyakini bahwa kami adalah syi’ah rafidhah, bahwa kami sedang mati-matian membela ulama syi’ah. Faktanya itu hanya ada dalam waham khayal anda sendiri sehingga ocehan anda melantur kemana-mana. Di sisi kami, siapapun yang mencela Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] jelas berdosa dan siapapun yang mencela sahabat Nabi tanpa dalil juga berdosa. Apa pernah kami membenarkan jika ada penganut Syi’ah mencela Abu Bakar dan Umar?. Tidak pernah bahkan kami berlepas diri dari mereka. Perkara anda mau mengatakan Syi’ah paling besar kedustaannya dan makarnya kepada kaum muslimin ya silakan saja, itu kan perkataan atau persepsi anda, benar dalam pandangan anda dan belum tentu benar dalam pandangan orang lain.

Kami katakan bahwa persaksian kalian untuk menutupi kebusukan syi’ah sama sekali tidak berarti apa-apa, bagi Ahlussunnah kecuali satu saja yaitu semakin kuatnya keyakinan kami terhadap agama kalian

Kami tidak peduli dengan ocehan anda soal kebusukan Syi’ah. Bagi kami yang namanya “busuk” akan ada saja diantara penganut mazhab dan agama tertentu. Dan saran kami tidak perlu sok mengatasnamakan Ahlus Sunnah apalagi dalam mencela Syi’ah. Sebelum anda beringasan menuduh Syi’ah mencela sahabat lebih baik anda palingkan mata anda pada sebagian Ahlus Sunnah yang mencela sahabat. Yah daripada anda malu di rumah orang lain lebih baik anda kejang-kejang di rumah sendiri.

.

.

Note : Tulisan ini adalah tanggapan terhadap blog aneh yang sepertinya bertujuan membantah kami tetapi yang nampak justru membuat fitnah terhadap kami. Perkataan pemilik blog tersebut adalah yang kami “blockquote” dalam tulisan di atas.

59 Tanggapan

  1. Ini bukanlah blog syiha. Ini adalah blog anak hasil mutah. jadi mohon dibedakan. sebab tidak semua yang diajak mutah itu adalah syiah :mrgreen:

  2. Jangan asal nuduh ente juga anak poligami tho 🙂

  3. Mengapa yach ketika kebenaran tampak melalui blog ini, banyak orang yang pandir menyangka bahwa blog ini syiah. Lalu apakah gak boleh kalau memang setelah dianalisa menggunakan akal sehat dan dalil yang shoheh ternyata syiah adalah ajaran yang logis sesuai sunnah dibandingkan dgn madhab lain yg kebanyakan menutup diri untuk dianalisa dan pengikutnya harus sumuhun dawuh saja apapun yang di katakan para Ustadnya. Pdhl Ustad juga manusia tdk lepas dr kesalahan memahami. Yang gak habis pikir mereka mencaci Syiah seenak hawa nafsunya kaya hanya golongannyalah yang pasti masuk syurga. Heraaaaaaannnnnn banget.

  4. Almukarrom Mas Secon mohon ijin untuk mengcopi semua artikelnya, saya adalah orang awam yg sangat haus akan kebenaran. Terus menulis walaupun sejuta orang pandir menuduh yang bukab-bukan. Anggap saja Anjiiiinggg mengonggong kapilah berlalu. Semoga semua amal kebaikan Mas Secon mendapat balasan keridhoan dan Syurga Alloh. Amiin.

  5. terimakis Mas Second bisa memberi tanggapan dengan lugas dan logic dan sangat ilmiah……….teruskan menulis tuk pencerahan ummat.

  6. Berbahagialah bung SP, ketika anda dibenci
    para nashibi salafy wahabi.

    Ketika anda dibenci mereka, itu merupakan
    hujjah bahwa anda berjalan di rel yg benar.

    Saat ini fitnah begitu merajela. Maka siapapun
    yg tidak sesuai dg pemahaman salafy wahabi
    nashibi pasti dituduh syiah.

    Bahkan jika ada kucing hilang pun, pasti
    dituduh syiah penyebabnya.

    Sekedar contoh.
    Dulu, ISIL, organisasi teroris suriah, begitu
    dipuja-puja salafy wahabi. Mereka dielu2kan
    sbg mujahidin.

    Namun ketika ISIL mendeklarasikan khilafah yg
    tidak mau tunduk kepada bandar bin sulthan,
    kepala Intel Saudi, dan tidak mau menuruti
    perintah al-qoida, Tiba-tiba ISIL dituduh sbg
    buatan Iran yg syiah. (?????)

    Nanti ketika ISIL rujuk kembali dgn Saudi dan
    AlQoida, maka ISIL dielu2kan sbg mujahidin
    kembali.

    Begituuuuuu terus kelakuan salafy wahabi nashibi.

    Tuduhan demi tuduhan mereka lontarkan
    kepada orang2 atau pihak yg tidak mau sejalan
    dengan mereka.

    Tidak ada yg bisa menggambarkan keadaan
    salafy wahabi kecuali kebodohan.

    Salafy wahabi nashibi saudi itu bodoh, bahkan
    paling bodoh diantara orang bodoh.

    Yesus as saja menyerah melawan orang bodoh.
    Yesus as mampu menghidupkan orang mati,
    menyembuhkan kusta, menyambung tangan yg
    putus, tapi Yesus as tidak kuasa menyembuhkan
    orang bodoh.

    Yesus as menyerah dg orang bodoh.

    Imam Ali as, adalah seorang orator ulung dan
    pendebat nomer satu. Tapi toh Imam Ali as,
    sebagaimana Yesus as, harus menyerah
    menghadapi orang bodoh. “Tidak ada obat bagi
    orang bodoh kecuali kematian”, kata Ali as.

    Jika Yesus as dan Imam Ali as saja harus
    “menyerah” menghadapi orang bodoh, apalagi
    kita?

    Ya sudahlah, menghadapi salafy wahabi nashibi,
    dibutuhkan kesabaran ekstra..

    Tingkatan bodoh mereka level-nya sudah puncak
    soalnya..

  7. Ada bantahan dari yang bersangkutan dan seperti yang sudah saya perkirakan sebelumnya, ia tidak memahami dengan jelas bantahan kami, ia mencampuradukkan apa yang kami tulis dengan waham khayal-nya kemudian ia begitu bersemangat membantah waham khayal-nya sendiri. Kami merasa kasihan dengan nasib orang seperti ini. Langsung saja, penulis itu berkata dalam bantahannya disini

    Inilah jalan pikiran kaum rafidhah, yang selalu haus untuk mencari-cari kesalahan para Sahabat. mereka menjadikan kisah-kisah perselisihan diantara mereka menjadi sasaran empuk untuk melegalkan aqidah keyakinan mereka, untuk mencela Sahabat.

    Kami tidak akan bosan mengulangi bahwa kami bukanlah syiah rafidhah. Adapun kami mengutip riwayat kesalahan sahabat dalam tulisan kami di atas adalah sebagai cara untuk mengetuk akal penulis tersebut bahwa riwayat yang menjelekkan sahabat juga terdapat dalam kitab Sunniy. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa ketika saya membuat tulisan yang memuat riwayat Syi’ah maka itu bukan berarti menunjukkan saya adalah Syi’ah dan Syi’ah terbukti berakidah mencela sahabat.

    Mengapa demikian?. Karena kalau dikatakan seperti itu maka ketika saya mengutip riwayat Sunni yang menjelekkan sahabat, konsekeunsinya berarti saya adalah seorang Sunni dan Sunni terbukti berakidah mencela sahabat. Itulah konsekeunsi cara berpikir anda sendiri wahai penulis. Anda tidak paham hal ini dan berkomentar menuruti waham khayal anda sendiri.

    Kisah-kisah perselisihan antar Sahabat yang terkadang muncul perkataan-perkataan keras, kemudian mereka maknakan sendiri dengan pemaknaan liar, yang mereka mengimejkan seolah bahwa para sahabat itu aktifitas kesehariaannya adalah saling melaknat antara satu dan yang lain. Yang lebih sadis dari itu bahwa itu kemudian mereka jadikan dalil tentang bolehnya mereka mencela Sahabat.

    Komentar anda di atas hanya omong-kosong, tidak ada isinya dan cuma luapan emosi anda saja. Anda bahkan tidak memperhatikan tulisan saya-tulisan saya yang anda kutip. Tidak semua yang saya nukilkan berupa perselisihan antar sahabat. Silakan lihat hadis shahih tentang Samurah bin Jundub dan Umaraah bin Uqbah itu adalah perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bukan perselisihan antar sahabat. Riwayat Urwah mencaci sahabat Nabi dan Mufadhdhal bin Ghassan Al Ghulabiy yang mengatakan ada sahabat badar munafik menunjukkan bahwa ada juga ulama sunni yang mencaci sahabat Nabi [terlepas apapun alasannya] bukan perselisihan antar sahabat.

    Dan perkataan anda “kemudian mereka maknakan sendiri dengan pemaknaan liar” juga omong-kosong. Apakah perkataan Aisyah yang melaknat ‘Amru bin Ash itu saya buat-buat sendiri. Apa laknat Aisyah itu yang anda katakan liar?. Kalau iya maka yang mengucapkan laknat itu adalah Aisyah [radiallahu ‘anha] bukannya saya. Apakah perkataan Huzaifah yang mengatakan Abu Musa munafik itu yang anda katakana liar?. Kalau iya maka yang mengucapkan itu adalah Huzaifah [radiallahu ‘anhu] bukannya saya. Saya tidak membuat makna sendiri seperti yang anda tuduhkan, justru andalah yang tidak bisa membaca dengan benar.

    Dan perkataan anda “yang mereka mengimejkan seolah bahwa para sahabat itu aktifitas kesehariaannya adalah saling melaknat antara satu dan yang lain” adalah waham khayal anda sendiri. Orang yang akalnya berkualitas rendah tentu cara menarik kesimpulannya juga rendah. Saya tidak pernah mengimejkan bahwa akitivitas keseharian sahabat adalah saling melaknat. Ketika saya menuliskan tulisan yang mengutip riwayat yang menjelekkan sahabat tertentu, saya tidak akan berkomentar melampaui apa yang tertulis dalam riwayatnya. Saya hanya akan mengatakan sebagaimana riwayat itu sendiri. Misalnya ketika Aisyah melaknat ‘Amru bin Ash maka bukan berarti saya mengatakan bahwa Aisyah setiap hari melaknat ‘Amru bin Ash, hanya orang gila yang berpikir seperti itu. Maka imej yang anda tangkap itu hanya muncul dari waham paranoid anda sendiri.

    Kemudian perkataan anda bahwa saya menjadikan dalil itu sebagai bolehnya mencela sahabat, maka saya katakan anda telah berdusta. Saya pribadi memuliakan dan menghormati sahabat tetapi saya juga tidak mengingkari bahwa para sahabat bisa salah, maka dari itu jika ada riwayat sunni yang mencela sahabat ya bagi saya biasa-biasa saja. Hal itu membuktikan bahwa para sahabat tidak semuanya mulia hanya karena mereka bertitle sahabat Nabi. Sedangkan anda sibuk menuduh mazhab syiah mencela sahabat padahal dalam mazhab sunni pun didapati juga salafus shalih yang mencela sahabat.

    mereka gemar mencomot hadist dari Ahlussunnah, akan tetapi buat apa mereka gunakan ?, ya untuk mereka jadikan pegangan untuk berhujjah “Jikalau sahabat saja boleh saling mencela dan melaknat, kenapa kita tidak boleh melaknat Mereka”

    Mungkin saja memang ada orang Syi’ah yang mengatakan hal demikian kepada anda. Tetapi itu tidak bisa anda pukul rata kepada pengikut syi’ah lainnya. Begitu pula anda tidak bisa mengkait-kaitkannya dengan saya. Apa yang saya tulis hanya menunjukkan bahwa di sisi sunni ada juga salafus shalih yang mencela shahabat. Perkara anda menuduh saya begini begitu bahkan menuduh saya Syi’ah Rafidhah, itu hanya waham anda sendiri.

    itulah budak-budak mut’ah jikalau berargumen menggunakan standard ganda, karena mereka memang bertujuan untuk bertaqiyah berlindung dengan hadist satu ke hadist yang lain, menurut hawa nafsunya sendiri.

    Silakan buktikan standar ganda mana yang anda maksud. Sekarang saya Tanya anda meyakini atau tidak riwayat-riwayat yang menjelekkan sahabat yang saya kutip. Kalau anda tolak seenaknnya bukankah anda yang lebih pantas dikatakan menuruti hawa nafsu anda sendiri. Kalau anda menerimanya maka begitu pula saya, dan pertanyaan selanjutnya adalah mengapa anda malah menghina saya.

    kami katakan, seandainya yang kalian maknakan itu benar, ayo tunjukkan di nama perkataan ulama Ahlussunnah yang memaknakan apa yang kalian bawakan dan sertakan sebagai makna pengkafiran ?.

    Saya tidak pernah mengkafirkan sahabat kecuali sebagian hadis shahih yang memang menunjukkan kekafiran sahabat seperti hadis Al Haudh. Silakan tuh anda boleh cek dalam tulisan saya di atas, bagian mana saya mengkafirkan sahabat “Abu Bakar dan Umar”. Kalau anda mau mencampur-adukkan dengan orang Syi’ah yang anda kenal mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, maka benarlah apa yang saya katakan bahwa anda hanya menuruti waham khayal anda dan mengait-ngaitkannya dengan saya.

    memanglah tidak diingkari bahwa antara para sahabat pernah terjadi perselisihan, tetapi berdasarkan kaidah Ahlussunnah, bahwa perselisihan tersebut bukanlah ajang untuk komoditas umat untuk mengungkit ungkit dan selalu mengingat-ingat terus perselisihan itu. hal tersebut sekaligus menjadi ibrah bagi kaum muslimin bahwa Sahabat tidaklah ma’sum, tidaklah seperti yang diyakini agama syi’ah yang mema’sumkan sebagian kecil sahabat dan mengkafirkan sebagian besar yang lain.

    Silakan, saya tidak mencegah anda untuk membuat apologi mengenai perselisihan sahabat. Mungkin anda punya dasar untuk itu di sisi mazhab anda. Tetapi saya cuma ingatkan bahwa orang Syi’ah itu kedudukannya sama seperti anda, mereka punya dalil sendiri di sisi mereka mengenai kedudukan sahabat. Anda bisa saja mendustakan Syi’ah sebagaimana Syi’ah pun bisa saja mendustakan anda. Tetapi bukan itu yang saya bahas dalam tulisan di atas. Yang saya bahas dalam tulisan saya di atas adalah anda berdusta ketika mengatakan Aqidah Syi’ah meyakini Fir’aun adalah Abu Bakar dan Hamam adalah Umar.

    Adapun mereka yang mencela Abu Bakar dan Umar, lihatlah mereka bukanlah orang-orang dari kalangan sahabat, mereka juga bukan tabi’in, melainkan mereka adalah generasi anak cucu abdullah bin saba’, mereka mencela Sahabat tentang agamannya, mereka mengkafirkannya.

    Terus apa hubungannya dengan saya. Bagian mana dalam tulisan saya yang mencela Abu Bakar dan Umar. Anda boleh saja punya sejuta keluhan dan tuduhan untuk orang Syi’ah yang anda kenal tetapi jangan coba-coba seenaknya mengaitkan dengan saya disini.

    Jelas sesuatu yang sangat berbeda dengan apa yang mereka bawakan, meskipun mereka berlagak ilmiah.

    Kalau yang anda katakan adalah saya maka biarkan para pembaca yang menilai siapa yang sebenarnya ilmiah. Sedangkan diri anda dalam pandangan saya benar-benar tidak ilmiah. Anda membuat tulisan di blog anda yang sia-sia dengan dasar bahwa saya seorang Syi’ah yang sedang membuat makar tetapi faktanya anda hanya sedang memfitnah orang yang tidak anda sukai. Apa yang anda tunjukkan dalam tulisan anda hanya cacian, bualan dan tuduhan yang anda tujukan pada orang-orang Syi’ah dan anda kait-kaitkan ke saya.

    Satu hal yang perlu saya luruskan, anda mengutip tulisan saya dari link orang syiah yaitu syiahmenjawab.com. Saya heran untuk apa anda mengutip dari sana, orang syi’ah itu hanya mengkopipaste tulisan saya kemudian menaruh di situs-nya seolah mau menjadikan itu sebagai perkataannya sendiri. Bukankah dari awal anda itu bertujuan membantah saya penulis blog secondprince.wordpress.com jadi ambillah bantahan saya dari blog saya. Saya tidak ada sangkut-pautnya dengan situs syiahmenjawab.com, bagi saya, ia tidak ada bedanya dengan anda yang memiliki waham khayal seolah bantahan yang saya tulis ia nisbatkan dengan seenaknya sebagai syiahmenjawab.

    Kemudian penulis tersebut membantah lagi dalam tulisannya yang lain dan dapat para pembaca lihat disitusnya. Kami akan mengutip apa yang ia katakan, ia berkata

    Benarlah yang dikatakan para imam Malik tentang syi’ah rafidhah, bahwa mereka adalah pendusta ynag nyata.

    Kalau yang anda maksud saya maka silakan tunjukkan kedustaannya, jangan seenaknya menuduh dusta terhadap orang yang seenaknya anda tuduh Syi’ah. Orang lain bisa mengatakan hal yang sama bahwa anda seorang nashibi dan benarlah bahwa nashibi tidak lain adalah munafik. Dan anda pasti tidak menyukai tuduhan seenaknya seperti itu

    untuk penilaian, sebenarnya cukuplah kita serahkan kepada pembaca mana yang lebih berkualitas antara tulisan abu shamil, ataukan kaum banci dengan bermacam-macam selubung makarnya, kadang memakai baju merah terkadang memakai baju hijau, kadang dia rela terlanjang, ya semua dalam rangka untuk menipu kaum Muslimin.

    Saya yakin pembaca yang objektif [bukan orang sejenis anda] akan tahu siapa yang lebih objektif. Anda tidak perlu sok seolah membela kaum muslimin padahal orang seperti andalah yang sering menyesatkan kaum muslimin dengan dalih dan tuduhan palsu. Orang yang kritis akan tahu caranya menempatkan diri akan sibuk dengan hujjah yang objektif dan meninggalkan prasangka dan tuduhan tetapi orang seperti anda malah disibukkan dengan tuduhan dan prasangka yang muncul dari waham khayal anda sendiri. Dan waham itupun menjadi dasar waham lainnya seolah apa yang anda lakukan dengan tuduhan anda itu adalah pembelaan bagi kaum muslimin. Alangkah menyedihkannya jika seorang muslim mendudukkan dirinya begitu rendah menuduh kesana kemari seenaknya seperti pesakitan yang kurang waras.

    Tidak ada yang samar atas makna dari apa yang tertuang dalam tulisan secondprince bahwa itu hanyalah sebagai usaha untuk mencuci nama baik ulama mereka, yang telah kadung terkuak kebusukannya dalam hal pencelaan mereka kepada Sahabat Abu Bakar dan Umar.

    Setelah saya jabarkan dengan rinci makna tulisan saya, andapun masih bersikeras dengan prasangka anda. Mana ada saya mencuci nama baik ulama Syi’ah. Saya mendustakan anda yang menyatakan bahwa Aqidah Syiah Meyakini Fir’aun adalah Abu Bakar dan Hamam adalah Umar. Riwayat yang menyatakan demikian sudah saya bahas kedudukannya dhaif di sisi Syi’ah maka anda tidak berhak menuduh Syi’ah beraqidah demikian.

    Adapun ulama Syi’ah yang menukil riwayat tersebut seperti Al Majlisiy dalam kitab Bihar Al Anwar memang sudah dikenal pencelaannya terhadap Abu Bakar dan Umar, hal itu bisa dilihat dalam kitab-kitabnya. Tidak ada urusannya saya membela Al Majlisiy. Anda mau mencaci Al Majlisiy maka itu urusan anda sendiri tetapi jika anda mengatakan saya sedang membela Al Majlisiy mengenai pencelaannya terhadap Abu Bakar dan Umar maka anda telah berdusta. Tidak ada dalam tulisan saya di atas yang menyebutkan demikian, saya lebih fokus pada riwayat Syi’ah karena untuk mengatasnamakan Aqidah Syi’ah [seperti yang anda lakukan] maka perkataan ulama Syi’ah harus ditimbang dengan kaidah keilmuan di sisi Syi’ah. Di mazhab manapun perkataan ulama tidak selalu benar, harus dilihat dalil-dalilnya apakah shahih atau tidak. Orang yang akrab dengan kaidah ilmu pasti akan memahami hal ini.

    apa beda ketika anda mengatakan bahwa “Yang kami bahas adalah kedudukan riwayat yang dikutip salah seorang ulama Syi’ah dalam kitabnya yaitu riwayat Syi’ah yang menyebutkan Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar”
    dengan apa yang kami katakan bahwa “Sebenarnya dari artikel mereka ini kita telah mengetahui bagaimana sebenarnya pemahaman para pendahulu kaum syi’ah terhadap para sahabat”

    Tentu saja beda, jika kedudukan riwayat yang dikutip ternyata dhaif atau maudhu’ maka bagaimana bisa anda menisbatkannya pada pemahaman Syi’ah. Apa dalam mazhab ahlus sunnah, anda tidak pernah melihat riwayat-riwayat dhaif atau maudhu’?. Apa riwayat-riwayat dhaif atau maudhu’ itu bisa dinisbatkan sebagai pemahaman ahlus sunnah?. Silakan dijawab dengan kepala dingin bukan dengan hawa nafsu. Masa’ perbedaan sejelas itu saja tidak bisa anda pahami.

    kami tanyakan kepada anda: apa maksud ulama syi’ah itu mengutip sesuatu riwayat yang mengandung pencelaan kepada Sahabat Abu Bakar dan Umar ?, …..

    Jawabannya sederhana, dalam tulisan saya ada dua ulama yang menukil riwayat itu. Pertama Syaikh Ali Yazdiy Al Hairiy dalam kitabnya dan kedua Al Majlisiy dalam Bihar Al Anwar. Saya yakin anda tidak membaca langsung riwayat tersebut dari kitab-kitab mereka. Kitab Syaikh Aliy Yazdiy tersebut secara umum berisi hujjah-hujjah mengenai Imam Mahdiy Syi’ah dan keghaibannya kemudian dalam salah satu riwayat yang ia nukil terdapat riwayat Al Mufadhdhal di atas yang merupakan riwayat yang sangat panjang, riwayat tersebut awalnya membicarakan tentang Imam Mahdiy kemudian setelah berpanjang-panjang ada frase berupa pertanyaan Mufadhdhal mengenai siapakah Fir’aun dan Hamam dan dijawab Abu Bakar dan Umar. Intinya Syaikh Ali Yazdiy menulis kitab tersebut tidak sedang membuat kitab khusus atau bab khusus mencela sahabat Abu Bakar dan Umar.

    Sedangkan mengenai kitab Bihar Al Anwar itu adalah kumpulan hadis ahlul bait yang ditulis oleh Al Majlisiy. Sebagaimana para pengumpul hadis ia memasukkan hadis apa saja yang ia ketahui dan ia dapatkan dalam kitabnya. Kedudukannya disini tidak jauh berbeda dengan para ulama ahlus sunnah yang mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab mereka seperti Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan yang lainnya. Saya kasih contoh seperti riwayat Aisyah melaknat ‘Amru bin Ash yang dikutip Al Hakim dalam kitabnya Al Mustadrak. Nah apakah anda akan mencela Al Hakim karena ia memasukkan riwayat Aisyah melaknat ‘Amru bin Ash dalam kitabnya. Bersikaplah dengan adil dan objektif, jangan karena kebencian anda terhadap suatu kaum maka anda berlaku tidak adil.

    jadi kami malah tidak mempermasalahkan status riwayat tersebut karena sedari awal kami telah meyakini bahwa riwayat yang dibawa seorang rafidhah adalah bathil.
    rupanya anda yang memilki daya paham rendah sehingga sulit untuk mencerna kata-kata kami diatas. dan ketidakterimaan anda disebut syi’ah telah terbantah dan terjawab sendiri oleh pembelaan-pembelaan anda kepada ulama-ulama penghujat Sahabat tersebut.

    Yah begitulah cara berpikir orang yang akalnya rendah, ia pikir ketika kami membela Syi’ah maka bisa seenaknya ia tuduh Syi’ah. Justru saya disini sedang membuktikan kedustaan anda yang menuduh Aqidah Syi’ah begini begitu padahal kenyataannya tidak demikian. Jika ada ulama syi’ah yang mengutip riwayat dhaif di atas maka itu tidak berarti begitulah pandangan Syi’ah. Begitu pula jika ada ulama sunni mengutip riwayat dhaif dalam kitab mereka maka bukan berarti begitulah pandangan Sunni. Anda tidak memahami hal ini malah menuduh kami yang bukan-bukan. Masa’ ketika ada yang membuktikan kedustaan anda maka anda menuduhnya Syi’ah.

    Dan nih saya kasih link yang menunjukkan ada ulama Syi’ah Syaikh Husain Raadhiy yang menyatakan bahwa riwayat yang dikutip oleh Syaikh Ali Yazdiy dan Al Majlisiy tersebut adalah dhaif maudhu’. Silakan baca baik-baik dan pahamilah bahwa perkara seperti ini dalam dunia ilmiah ya wajar-wajar saja dan terdapat dalam mazhab Sunni maupun Syi’ah

    MENGENAI KESALAHAN SAYA MENULISKAN NAMA JAKFARI, ITU BUKAN ESENSI, TOH TELAH ADA LINK YANG KAMI SERTAKAN, DAN ALHAMDULILLAH TELAH KAMI GANTI AGAR SEMAKIN JELAS ALAMAT-ALAMAT YANG DIDIAMI OLEH PENGHUNI SYI’AH.

    Anda mau menyebut itu sebagai kesalahan menuliskan nama ya silakan saja. Saya tidak akan memperpanjang apa yang tidak perlu. Saya hanya ingin menegaskan satu hal kepada anda, para nashibi dan para pembaca bahwa pemilik blog ini secondprince tidak ada kaitannya dengan pemilik blog jakfari.wordpress.com

  8. Penulis menyedihkan itu melanjutkan bantahannya dalam tulisannya disini. Langsung saja ia berkata

    Jikalau anda telah mengakui dan pernah melihat bahwa pencelaan kaum syi’ah kepada Sahabat adalah memanglah demikian, maka syukurlah bahwa sebenarnya inti permasalahan telah terang benderang tidak terbantah bahwa syi’ah memang berdiri diatas pencelaan para Sahabat.

    Saya tidak peduli dengan bagaimana cara pandang anda yang rendah dalam menarik kesimpulan. Saya memang pernah melihat sebagian ulama syi’ah dan sebagian pengikutnya mencela sahabat tetapi saya juga pernah melihat sebagian ulama syi’ah yang lain melarang mencela sahabat dan sebagian pengikut Syi’ah yang lain tidak mencela sahabat. Jadi saya tidak akan menunjukkan kerendahan cara berpikir yang anda tunjukkan dengan mengatakan bahwa Syi’ah berdiri di atas pencelaan sahabat.

    Dalam sudut pandang saya apa yang saya lihat tentang Syi’ah tersebut, kasusnya mirip dengan ahlus sunnah. Saya pernah melihat berbagai riwayat shahih yang membuktikan bahwa salafus shalih mencela sahabat [dan sebagian saya tunjukkan]. Di sisi lain saya pernah melihat para ulama ahlus sunnah mengharamkan mencela sahabat. Apakah dengan begitu langsung saja dikatakan bahwa Sunni atau Ahlus sunnah berdiri di atas pencelaan sahabat.

    Intinya anda tidak bisa mengatasnamakan keseluruhan mazhab baik Syi’ah ataupun Sunni hanya berdasarkan tindakan sebagian penganutnya. Bersikaplah objektif wahai penulis.

    Tetapi dalam sisi yang lain anda mengelak telah membabi buta melakukan pembelaan kepada syi’ah dengan berkata sok bijaknya seolah ingin berkata obyektif tentang permasalaan ini, akan tetapi taqiyah tetaplah taqiyah, dan suatu saat akan terbongkar kedustaan itu, dan kini tiba waktunya kulit-kulit taqiyah itu mulai terkelupas, dan kebusukan akan tercium dan terlihat.

    Saya memang terbukti tidak membabi-buta membela Syi’ah. Jika anda mengatakan sebagian ulama Syi’ah mencela sahabat Abu Bakar dan Umar maka saya katakan, saya pun pernah melihatnya diantaranya Al Majlisiy. Dan saya tidak akan repot-repot membela Al Majlisiy, dalam pandangan keyakinan saya perbuatan Al Majlisiy tergolong mungkar. Tetapi jika anda menuduh Syiah beraqidah meyakini Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar maka saya katakan anda berdusta dan sudah saya buktikan dalam tulisan saya sebelumnya bahwa riwayat tersebut di sisi Syi’ah dhaif maudhu’.

    Jikalau anda ingin mengkritisi riwayat tentang pencelaan ulama syi’ah kepada Abu Bakar dan Umar, seharusnya alamat itu anda tujukan kepada ulama syi’ah tersebut dan kepada para pengikutnya, sampaikan kepada mereka bahwa riwayat tersebut adalah palsu, supaya dengan itu sekaligus gugurlah pencelaan mereka kepada Sahabat Abu bakar dan Umar.

    Bukankah sudah saya katakan berulang-ulang, saya tidak akan membela ulama Syi’ah yang mencela Abu Bakar dan Umar. Yang saya bela disini adalah pembelaan terhadap Syi’ah dari tuduhan dusta anda dan para nashibi lainnya yang menuduh bahwa Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Riwayat yang dijadikan hujjah untuk tuduhan ini sudah pernah dinyatakan maudhu’ oleh salah seorang ulama Syi’ah seperti dalam link yang saya nukilkan dalam komentar sebelumnya.

    Akan tetapi, sekarang apa yang anda lakukan ? anda mengalamatkan kritikan tentang kedhaifan hadist itu kepada Ahlussunnah yang kalian tuduh sebagai Nashibi. seolah anda anggap ahlussunnah yang mengamalkan riwayat tersebut, sungguh aneh jalan pikiran anda.

    Oh tidak wahai penulis, andalah yang sebenarnya punya jalan pikiran yang aneh. Siapakah orangnya yang menuduh Syiah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar?. Andalah orangnya sebagaimana nampak jelas dalam tulisan anda. Tulisan saya hanyalah bantahan terhadap anda dan nashibi lainnya yaitu pada sisi tuduhan anda tersebut. Soal aib Syi’ah yang lain itu bukan urusan saya dan seperti yang saya katakan saya bukan pengacara Syi’ah yang membela Syi’ah dengan membabi buta.

    kami coba bantu anda untuk menganalisa permasalahan tersebut dengan sebuah analogi:

    Tahukah anda wahai penulis bahwa anda sebenarnya sedang mengidap waham kemudian anda tujukan waham itu kepada saya dan sekarang anda memaksa saya agar meyakini waham khayal yang ada dalam pikiran anda. Alangkah menyedihkannya nasib anda wahai penulis.

    Seorang yang mencela bapak dan ibu anda sebagai laki-laki dan perempuan yang tidak baik, kemudian dari kejadian itu andapun akhirnya berkeyakinan bahwa orang itu adalah pencela bapak dan ibu anda, maka pertanyaannya salahkan keyakinan anda bahwa orang tersebut adalah pencela bapak danibu anda……….Jikalau anda menjawab salah berarti anda orang yang bodoh dan tidak berbakti kepada orang tua anda
    Kemudian datang orang ketiga (saya misalnya) ingin mengungkap bahwa bukti yang dipakai oleh orang tersebut untuk mencela orang tua anda adalah bukti palsu, pertanyaan yang harus anda jawab, kepada siapa alamat kritikan itu harus saya tujukan:
    1. kepada seorang pencela itu untuk menggugurkan pencelaannya kepada orang tua anda ?
    2. atau kepada anda untuk menggugurkan keyakinan anda, bahwa orang itu adalah pencela orang tua anda ?
    Begitu pula permasalahan yang anda bawa. Ketika anda membawakan sebuah kritikan tentang kepalsuan dalil orang-orang yang telah mencela orang tua saya yaitu Abu Bakar dan Umar, anda salah jikalau mengalamatkan ke saya dengan tujuan menggugurkan keyakinan saya bahwa orang-orang itu adalah pencela Abu bakar dan Umar.
    berpikirlah !!!!!!

    Andalah yang harus berpikir wahai penulis. Tulisan yang saya buat sebelumnya bukanlah bertujuan untuk menggugurkan keyakinan anda dan nashibi lainnya terhadap sebagian Syi’ah yang nyata-nyata mencela Abu Bakar dan Umar. Saya hanya ingin menyatakan bahwa tuduhan anda dan nashibi lainnya bahwa Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar adalah tuduhan dusta. Mengapa? karena riwayat tersebut di sisi Syi’ah dhaif maudhu’, itulah yang saya buktikan dalam tulisan saya sebelumnya, tidak ada yang lain.

    Seandainya anda menemukan ada ulama Syi’ah yang menshahihkan riwayat Al Mufadhdhal tersebut dan berhujjah dengannya maka ulama Syi’ah tersebut keliru dan kritikan dalam tulisan saya juga tertuju pada ulama Syi’ah yang mengatakan demikian.

    Tulisan saya sebelumnya disini saya buat untuk membantah tuduhan dari salah seorang nashibi bahwa Syi’ah berkata Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Hanya itu saja yang saya bantah, perkara sebagian ulama Syi’ah seperti Al Majlisiy yang mencela Abu Bakar dan Umar maka saya berlepas diri darinya dan tidak ada pembelaan saya terhadapnya. Kemudian datanglah anda dengan waham khayal anda sendiri dan membuat tulisan bantahan terhadap saya tetapi sebenarnya anda sedang membantah waham khayal anda sendiri. Dan saya sangat heran sampai sekarangpun setelah saya menjelaskan dengan rinci anda masih saja mengikuti waham khayal anda sendiri.

    Analogi yang lebih pas tentang kedudukan saya dalam masalah ini adalah seperti ini. Misalkan ada orang yang mencela kedua orang tua anda bahwa mereka berakhlak buruk kemudian anda menuduh bahwa orang itu mengatakan kalau kedua orang tua anda adalah Fir’aun dan Haman. Nah datanglah saya yang tahu hakikat persoalannya, saya tidak menafikan bahwa orang itu mencela kedua orang tua anda tetapi andapun sebenarnya berdusta ketika menuduh orang itu mengatakan kalau kedua orang tua anda adalah Fir’aun dan Haman. Saya mah objektif saja dalam masalah ini, orang itu jelas salah dan tidak perlu dibela tetapi andapun ternyata berdusta apalagi jika anda menisbatkan tuduhan tidak hanya kepada orang itu tetapi kepada seluruh keluarganya. Seburuk apapun tindakan orang itu bukan berarti seluruh keluarganya seperti orang itu kan. Semoga anda paham analogi yang saya sampaikan. :mrgreen:

  9. Bantahan lanjutan lainnya dari penulis tersebut dapat para pembaca lihat disini. Ia berkata

    tidak dipungkiri bahwa adanya imam-imam ahli hadist yang membawa riwayat dari orang-orang yang condong kepada kesyi’ahannya, dan inilah sebenarnya alur yang anda giring untuk menggambarkan bahwa syi’ah bukanlah pendusta, sekaligus untuk menolak perkataan Imam malik dan Imam-imam yang lain yang memvonis bahwa rafidhah adalah pendusta, termasuk sikap Imam Bukhari kepada syi’ah, hingga beliau menyamakan shalat dibelakang mereka sama seperti dibelakang orang-orang yahudi. bahkan tidakpun hanya sekedar memberi salam.

    Saya heran darimana datangnya cara penarikan kesimpulan anda yang rendah seperti itu. Apa yang saya tulis di atas hanya ingin menunjukkan kepada anda bahwa baik perawi Sunni maupun perawi Syi’ah ada yang jujur dan ada pula yang pendusta. Anda tidak bisa mengatakan bahwa karena ia seorang Syi’ah maka ia sudah pasti pendusta. Itu adalah perkataan tidak benar. Bukankah sebelumnya saya sudah katakan Imam Malik boleh saja berkata bahwa jangan meriwayatkan dari Syi’ah karena mereka adalah pendusta tetapi faktanya para ulama lain seperti yang saya tunjukkan tetap meriwayatkan dari perawi Rafidhah [nama-nama yang saya kutip sebelumnya itu jelas-jelas dinyatakan ulama sebagai rafidhah].

    Hal ini membuktikan bahwa tidak semua ahlus sunnah seperti yang anda katakan setelah mengutip riwayat Imam Malik, dimana anda berkata Begitulah sikap Ahlussunnah terhadap syi’ah dalam menerima kabar darinya. Perkataan anda ini menunjukkan seolah semua ahlus sunnah seperti Imam Malik padahal faktanya tidak demikian. Jadi yang saya bantah cuma ocehan anda yang menisbatkannya atas nama Ahlus Sunnah padahal sebagian ulama ahlus sunnah yang lain juga meriwayatkan dari rafidhah yang memang tsiqat.

    apa yang anda sampaiakan berkenaan tentang perawi syi’ah yang masuk dalam periwayatan Ahlussunnah adalah melalui persyaratan yang ketat, dimana seperti apa yang telah disyaratkan oleh Imam-imam Ahli Hadist tersebut, dan tentunya itu justru menjadi hikmah bahwa Imam-imam ahli hadist Ahlussunnah bersikap sangat adil dalam menerapkan persyaratan tentang perawi hadist tersebut. jikalau memang dia telah masuk dalam syarat seperti yang ditetapkan oleh Beliau-beliau, maka diambilah periwayatan tersebut, hal yang sangat berbeda dengan perawi syi’ah yang menolak sebagian besar periwayatan dari sahabat karena mereka telah dikafirkan.

    Ngapain anda mengoceh tidak karuan. Bukankah sebelumnya anda mengutip Imam Malik yang berkata “jangan meriwayatkan dan berbicara kepada rafidhah karena mereka pendusta” kemudian anda lanjut berkata Begitulah sikap Ahlussunnah terhadap syi’ah dalam menerima kabar darinya. Bukankah dari perkataan tersebut anda menisbatkan bahwa semua ahlus sunnah bersikap seperti Imam Malik. Lho kok sekarang anda malah mengatakan bahwa ahlus sunnah yang meriwayatkan dari rafidhah adalah ulama yang adil. Anda kan sedang mendustakan apa yang anda katakan sendiri. Lucu ya begitulah orang yang lemah akalnya tidak mengerti bagaimana caranya berhujjah. Seolah berhujjah padahal sebenarnya sedang mendustakan dirinya sendiri

    Adapun kami mengunakan nukilan perkataan Imam Malik hal tersebut tidaklah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh Imam-imam hadist yang membawa riwayat dari orang yang condong kepada syi’ah.

    Apanya yang tidak bertentangan. Nih saya kutip apa yang Imam Malik katakan tentang Rafidhah [anda sendiri mengutipnya] “Jangan berbicara kepada mereka dan jangan meriwayatkan dari mereka karena mereka sering berdusta”. Kemudian sebagian ulama hadis terbukti meriwayatkan dari Rafidhah yang mereka anggap tsiqat. Imam Malik berkata jangan meriwayatkan dari Rafidhah dan sebagian ulama lain terbukti meriwayatkan dari Rafidhah. Orang yang berakal pasti paham bahwa pendapat Imam Malik bertentangan dengan pendapat ulama hadis lain. Kemudian anda malah mengatakan tidak bertentangan, maka saya tanya akal apa yang sedang anda pakai?

    Imam Bukhari dan Imam-imam yang lain memiliki keahlian tesebut dalam menyeleksi seorang perawi, meskipun kebanyakan kaum rafidhah adalah pendusta akan tetapi, berdasarkan keadilan sikap ulama Ahlussunnah telah memilih dengan sangat teliti keadaaan perawi yang ternyata berdasarkan persyaratan yang mereka terapkan memenuhi kriteria.

    Artinya tidak setiap rafidhah adalah pendusta maka perkataan Imam Malik jangan meriwayatkan dari Rafidhah karena mereka pendusta adalah keliru karena terbukti ada rafidhah yang tsiqat.

    Sementara kaum Muslimin yang awam yang sangat minim mengetahui seluk beluk perawi hadist sangatlah membutuhkan uslub berupa bimbingan dalam bersikap terhadap syi’ah yang dalam kondisi dari waktu-ke waktu sebagian besar dari mereka adalah pendusta, maka mencukupkan perkataan dari Imam Malik sebagai hujjah dalam bersikap kepada kaum syi’ah adalah jalan terbaik dan ternyata itu sesuai dengan Waqi’

    Silakan saja, untuk orang-orang awam seperti anda yang sangat minim dalam pembelajaran Ilmu hadis ya wajar-wajar saja untuk bertaklid pada ulama tertentu. Oleh karena itu saya sarankan kalau memang anda orang awam maka berlakulah seperti orang awam tidak perlu bicara berlebihan sok menisbatkan disri atas nama ahlus sunnah padahal ilmu tentang ahlus sunnah ternyata minim.

    Jadi tidak ada yang bertentangan antara sikap kami yang mengingat nasehat Imam Malik dalam bersikap ketika mendengarkan kesaksian seorang Syi’ah, dengan Imam Bukhari yang membawa riwayat dari seorang yang ada kecondongan tentang kesyi’ahannya.

    Kalau menurut anda tidak bertentangan ya silakan saja, anda mau berpikir dengan cara yang rendah pun itu juga urusan anda sendiri. Perawi Sunni juga banyak yang pendusta apa lantas karena itu bisa dikatakan jangan meriwayatkan dari Sunni karena mereka pendusta. Anda pasti menolak perkataan demikian jika ditujukan pada Sunni tetapi jika ditujukan pada Syi’ah maka anda akan menerimanya dengan senang hati. Apa begini sikap orang yang objektif?. Tentu saja tidak.

    Maka jikalau anda benar-benar orang yang obyektif tidak berpihak kepada syi’ah atau bukan seorang syi’ah, seharusnya anda bersyukur telah terbantu dalam meneliti periwayatan syi’ah dan untuk lebih berhati-hati ketika menemukan riwayat-riwayat syi’ah dalam pencelaannya kepada Sahabat.

    Apa urusannya anda bawa-bawa saya. Saya sih objektif saja, saya tidak pernah menuduh orang-orang Syi’ah sebagai pendusta hanya karena mereka bermazhab Syi’ah. Andalah yang berpikir seperti itu bukan saya. Dalam perselisihan Sunni dan Syi’ah, insya Allah saya akan selalu bersikap objektif. Sedangkan anda bahkan tidak mengerti apa makna bersikap objektif.

  10. Sebagai catatan akhir, penulis menyedihkan tersebut ingin menunjukkan bukti bahwa saya Syiah Rafidhah yang bertaqiyyah dan ia membawakan bukti-bukti aneh. Jujur saja melihat tulisannya yang ini benar-benar membuat saya tertawa. Orang seperti penulis ini memang kualitas akal pikirannya rendah sekali. Mari kita lihat ocehannya.

    Pertama : bukti tuduhannya bahwa saya Syi’ah Rafidhah adalah tulisan saya yang dikopipaste dan ditampilkan oleh orang Syi’ah di situs syiahmenjawab.com.

    Jawaban saya : Dari komentar sebelumnya sudah saya katakan, situs syiahmenjawab.com tidak ada kaitannya dengan saya. Situs itu hanya mengkopipaste tulisan saya dan menampilkan di situsnya kemudian ia tidak menuliskan bahwa ia menukil hal itu dari blog saya. Seolah ia ingin mengesankan bahwa itu adalah tulisannya sendiri.

    Apapun niat pemilik syiahmenjawab.com, maka apa yang ia lakukan jelas keliru, jika ia ingin mengesankan pada para pembacanya bahwa saya secondprince adalah seorang Syi’ah maka diapun sama seperti para nashibi yang mengidap waham khayal-nya sendiri kemudian dikait-kaitkan ke saya.

    Sedangkan anda wahai nashibiy, ulah anda yang mengutip dari situs tersebut kemudian mengait-ngaitkan ke saya menunjukkan cara kerja pikiran anda yang seenaknya. Setelah sebelumnya anda mengait-ngaitkan saya ke blog jakfari sekarang anda mengait-ngaitkan ke situs syiahmenjawab.com. Bukankah anda ingin membantah blog secondprince lantas mengapa anda malah menukil dari situs syiahmenjawab.com yang hanya kopipaste tulisan saya. Menyedihkan

    Kedua : nashibiy itu mengutip perkataan saya yang ini Apa hanya karena blog jakfari yang merupakan blog syi’ah dan penulis tersebut menganggap bahwa blog secondprince juga syi’ah maka tidak bisa tidak kedua blog itu pasti ditulis orang yang sama. Wah cara berpikir yang maaf rendah sekali.

    Jawaban : Tidak ada satupun dari perkataan saya di atas bukti bahwa saya seorang Syi’ah yang bertaqiyyah. Jelas-jelas saya mengatakan “dan penulis tersebut menganggap bahwa blog secondprince juga syi’ah”. kata “dan penulis tersebut” sebenarnya ditujukan kepada anda wahai nashibi yaitu penulis di situs selubungmakarsyiahdibaliknamasecondprince.wordpress.com. Andalah yang menganggap bahwa saya Syi’ah dan saya adalah orang yang sama dengan jakfariy. Tuduhan anda yang seenaknya itu adalah waham anda sendiri.

  11. sepertinya admin blog aneh itu banyak makan jus jengkol jd ngomongnya kaya og lg mabok 🙂

  12. Dalam tulisan disini, nashibi tersebut kembali mengoceh tidak karuan, ia berkata

    Sangat jelas dalam tulisan anda, bahwa ketika anda ingin menyampaikan kedhaifan hadist yang dibawa oleh penghulu anda dalam mencela Sahabat, anda sangat jelas terlihat ingin menutupi dan ingin membersihkan nama penghulu anda tersebut,

    Kalau menurut anda wahai nashibi “sangat jelas” maka silakan kutip satu kalimat saja dimana saya menutupi dan membersihkan nama penghulu yang anda maksudkan itu. Jika anda tidak bisa maka silakan akui bahwa anda sedang berdusta.

    Dan sekedar info buat anda wahai nashibi, dalam komentar-komentar sebelumnya di atas, saya bahkan dengan jelas menyalahkan Syaikh Ali Yazdiy yang mengutip riwayat di atas karena ia tidak konsisten dengan metodenya dalam kitabnya. Dan saya juga dengan jelas menyatakan bahwa perbuatan Al Majlisiy yang mencela Abu Bakar dan Umar adalah perbuatan yang mungkar.

    yang lebih parah lagi dengan anda menuduh Ahlussunnah dengan sebutan Nashibi, seolah-olah justru yang berbuat kesalahan ketika memandang penghulu anda sebagai kaum pencela Sahabat dengan mengatakan Abu Bakar sebagai Fir’aun dan Umar sebagai Hammam. itu adalah taqiyah bodoh.

    Orang yang saya katakan nashibiy adalah orang-orang yang menuduh saya rafidhah, ya termasuk anda. Kalau anda bisa bebas seenaknya menuduh orang lain Rafidhah maka orang lain tidak masalah dong menuduh anda nashibi.

    seharusnya , sekali lagi saya katakan seharusnya alamat yang kalian tujukan dalam mengkritik riwayat itu kepada para rafidhah, tetapi memang itu tidak akan anda lakukan, karena itu sama saja menghunuskan pedang pada leher anda sendiri, dan sama juga anda menelanjangi diri sendiri.

    Maaf ya bung nashibiy, anda dan para nashibiy lainnya yang sedang berdusta menuduh Syiah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Dalam kitab Syi’ah yang membahas Aqidah mereka mana ada orang Syi’ah menyebutkan aqidah mereka Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Apa karena anda mengaku ahlus sunnah maka anda bisa dengan bebas berdusta demi merendahkan Syi’ah?. Kalau anda merasa begitu maka tidak heran saya katakan anda bertingkah seperti pesakitan

    Tidak ada riwayat sunni yang mencela sahabat, yang ada mungkin riwayat dari Ahlussunnah yang disitu disebagian tempat terdapat kisah-kisah perselisihan antar Sahabat. dan sangat berbeda wahai rafidhah

    Nih saya bawakan wahai nashibiy dan buka mata anda baik-baik. Dalam kitab Al Mustadrak, Al Hakim juz 4 no 6744 Aisyah berkata

    فقالت لعن الله عمرو بن العاص فإنه زعم لي أنه قتله بمصر

    Aisyah berkata “Allah melaknat ‘Amru bin ‘Ash, karena ia mengaku kepadaku bahwa ia telah membunuhnya di Mesir”

    Riwayat di atas sanadnya shahih dan silakan tuh dilihat, perselisihan antar sahabat mana yang anda maksud?. Memangnya Aisyah itu sedang berselisih dengan ‘Amru bin Ash?. Nih contoh lain

    عن الحسن بن علي أنه قال لأبي الأعور ويحك ! ألم يلعن رسول الله صلى الله عليه و سلم رعلا و ذكوان و عمرو بن سفيان

    Dari Hasan bin Ali bahwa ia berkata kepada Abul A’war “celaka engkau, bukankah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah melaknat Ri’lan, Dzakwan dan ‘Amru bin Sufyan” [Musnad Abu Ya’la 12/138 no 6769, Husain Salim Asad berkata “sanadnya shahih”]

    Amru bin Sufyan itu adalah Abul A’war As Sulamiy seorang sahabat Nabi sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Al Ishabah.

    قال مسلم وأبو أحمد الحاكم في الكنى له صحبة وذكره البغوي وابن قانع وابن سميع وابن منده وغيرهم في الصحابة وقال عباس الدوري في تاريخ يحيى بن معين سمعت يحيى يقول أبو الأعور السلمي رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وكان مع معاوية قال يحيى وأرى اسمه عمرو بن سفيان

    Muslim dan Abu Ahmad Al Hakim berkata dalam Al Kuna “ia sahabat Nabi” dan disebutkan oleh Al Baghawi, Ibnu Qani’, Ibnu Samii’, Ibnu Mandah dan selain mereka bahwa ia sahabat Nabi. Abbas Ad Duury dalam Tarikh Yahya bin Ma’in berkata “aku mendengar Yahya mengatakan Abul A’war As Sulamiy seorang dari sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan ia bersama Muawiyah. Yahya berkata “namanya adalah ‘Amru bin Sufyan” [Al Ishabah 4/641 no 5855]

    Saya tanya anda wahai nashibi, riwayat di atas jelas melaknat ‘Amru bin Sufyan dan ia adalah sahabat Nabi. Apa anda mau mengatakan itu tentang perselisihan antar sahabat?. Pakai logika anda wahai nashibiy.

    sama misalkan anda membawakan riwayat tentang kekafiran Abu Bakar dan Umar, dibandingkan dengan seseorang yang membawakan riwayat perselisihan antara sahabat. maka ketika dalil yang anda bawakan terungkap kedhaifanya, itu tidak akan mengubah status anda sebagai seorang pencela Sahabat, karena inti tujuan dari anda membawakan riwayat itu adalah di atas pondasi mencela Sahab

    Sekarang saya tanya, anda tahu dari mana bahwa tujuan saya membawakan riwayat atau membahas riwayat di atas adalah untuk mencela Abu Bakar dan Umar. Kayaknya cuma orang idiot yang berkata begitu karena jelas-jelas saya mendhaifkan riwayat Syiah yang menyatakan Fir’aun dan Haman adalah Abu Bakar dan Umar. Dan silakan anda cek dalam kitab Syaikh Aliy Yazdiy tersebut apa ia ketika mengutip riwayat tersebut sedang bertujuan ingin mencaci Abu Bakar dan Umar?. Kalau belum baca kitabnya jangan cuma asal membual wahai pendusta.

    tidaklah sama ketika seseorang menyampaikan riwayat tentang perselisihan Sahabat, maka andaikan apa yang mereka bawakanpun shahih maka itu tidak melazimkan mengandung arti dia mencela Sahabat, karena dia tidak melandaskan pondasi ketika mengutip riwayat tersebut untuk mencela Sahabat

    Tidak perlu banyak omong kosong, apa Aisyah melaknat ‘Amru bin Ash itu bukan anda anggap cacian. Anda mau jungkir balik membual sana sini, riwayat shahih itu jelas menyatakan Aisyah melaknat ‘Amru bin Ash. Dan orang berakal waras akan paham bahwa melaknat itu adalah celaan yang paling parah.

    Kecuali kalau anda memang tidak waras maka anda akan menganggap bahwa laknat Aisyah itu adalah ungkapan kasih sayang. Jadi anda gak usah sok melucu membantah disini. Anda mau menjelekkan ulama syiah atau melaknat ulama syiah, silakan saja tetapi itu tidak menafikan bahwa anda sedang berdusta karena menuduh Syi’ah beraqidah Firaun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar.

  13. Ada komentar lain dari nashibi tersebut, yang dapat dilihat disini.

    Pembaca akan mengetahui siapa yang omong kosong disini, luapan emosi adalah berbicara tanpa dalil, membawa dalil dengan pemaknaan bodohnya sendiri, jikalau anda menolak hal ini, silahkan mengutip perkataan ulama Ahlussunnah yang memaknakan perkataan-perkataan para Sahabat tersebut sebagai makna pengkafiran, kemunafikan yang mengeluarkan Sahabat-sahabat itu dari Islam.
    Itulah yang kami maksud anda memakai standar ganda, mangambil dalil dari Ahlussunnah untuk menikam Ahlussunnah dengan menciptakan ajaran atau syari’at baru, bahwa dengan dalil tersebut maka itu adalah hujjah halalnya mencela Sahabat

    For your information, saya tidak menjadikan riwayat-riwayat pencelaan sahabat sebagai dalil halalnya mencela sahabat. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa mencela sahabat tidak membuat seseorang menjadi kafir. Dan seperti yang saya bilang perkara mencela sahabat itu ditemukan dalam riwayat Sunni dan riwayat Syi’ah. Saya pribadi juga tidak menyatakan semua sahabat itu kafir atau munafik. Jadi saya bersikap objektif saja kok. Oh iya nih saya kasih contoh

    حَدَّثَنِي ابن نمير حدثني أبي عن الأعمش عن شقيق قَال كنا مع حذيفة جلوسًا ، فدخل عبد الله وأبو موسى المسجد فقَال أحدهما منافق ثم قَال إن أشبه الناس هديًا ودلاً وسمتًا برسول الله صلى الله عليه وسلم عبد الله

    Telah menceritakan kepadaku Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Al A’masy dari Syaqiiq yang berkata kami duduk bersama Hudzaifah kemudian masuklah Abdullah dan Abu Musa kedalam masjid, Hudzaifah berkata “salah satu dari mereka berdua adalah munafik” kemudian ia berkata “orang yang menyerupai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hal petunjuk, ciri dan gerak geriknya adalah Abdullah” [Ma’rifat Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 2/771, sanadnya shahih]

    Hudzaifah itu paling ahlus sunnah dibanding semua ulama ahlus sunnah lainnya dan ia menyatakan dengan jelas bahwa Abu Musa Al Asy’ariy munafik. Kalau memang anda mengkafirkan orang yang mencela sahabat maka silakan cela dan kafirkan Hudzaifah.</p.

    Jiakalau sedikit saja anda memilki i’tiqad sebagai seorang Ahlussunnah maka tidak akan anda melakukan hal tersebut

    Tidak perlu sok mengatasnamakan ahlus sunnah, apa anda pikir para sahabat yang saling mencela itu bukan ahlus sunnah, dan nih saya kasih contoh ulama ahlus sunnah yang mencela sahabat.

    حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا أبو أسامة عن هشام عن أبيه أن حسان بن ثابت كان ممن كثر على عائشة فسببته فقالت يا ابن أختي دعه فإنه كان ينافح عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

    Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari Ayahnya [Urwah] bahwa Hassan bin Tsabit termasuk orang yang berlebihan membicarakan Aisyah maka aku mencacinya. Aisyah berkata “wahai keponakanku, biarkan saja dia karena sesungguhnya dia pernah membela Rasulullah SAW”. [Shahih Muslim 4/1933 no 2487]

    Urwah bin Zubair adalah ulama ahlus sunnah tabiin dan keilmuannya jauh lebih tinggi dibanding ulama-ulama ahlus sunnah kebanggan para nashibiy seperti Syaikh Al Albaniy, Bin Baaz dan Al Utsaimin. Dan Urwah bin Zubair terbukti mencaci sahabat Nabi yaitu Hasssan bin Tsabit. Padahal perkara Hassan bin Tsabit membicarakan Aisyah itu sudah lama berlalu dan selesai sebelum Urwah bin Zubair lahir. Apa anda mau mengkafirkan Urwah bin Zubair?.

    Sekali lagi saya membawakan riwayat-riwayat seperti ini sebagai bukti bahwa pencelaan sahabat itu ditemukan dalam mazhab Syi’ah dan mazhab Sunni. Bukan sebagai dalil halalnya mencaci sahabat

    fakta mengatakan bahwa dalil-dalil diatas anda sampaikan guna mencari legalitas dalam penghalalan mencela Sahabat.

    Mana ada saya mencari legalitas dalam penghalalan mencela sahabat. Anda kan suka sekali mengatasnamakan saya atas hal-hal yang tidak saya katakan, anda tidak lebih kualitasnya adalah pendusta dan pembuat fitnah.

    Silakan anda perhatikan tulisan saya di atas, bukankah anda menuduh Syiah sebagai agama yang didirikan atas dasar pencelaan sahabat berdasarkan riwayat pencelaan sahabat yang ada dalam mazhab Syi’ah. Nah saya katakan riwayat pencelaan sahabat juga ada dalam mazhab Sunni, saya bawakan banyak riwayat di atas nah konsekuensinya menurut akal anda maka Sunni juga agama yang didirikan atas dasar pencelaan sahabat. Tujuan saya mengutip riwayat pencelaan sahabat tidak lain untuk menunjukkan bahwa cara berpikir anda itu keliru. Eh anda malah ngeyel membantah yang tidak jelas. Kemudian berdalih itu hanya perselisihan sahabat. Lucunya, eh lucunya anda mau jungkir balik menafsirkan begini begitu tetap saja riwayat pencelaan sahabat juga ada di mazhab Sunni.

    anda memaksudkan kisah dari perkataan A’isyah tersebut sebagai jalan anda untuk melonggarkan kaum rafidhah dalam pencelaan kepada Sahabat.

    Apa anda pikir rafidhah itu mencaci sahabat dengan mengambil hadis dari Sunni?. Alangkah bodohnya pikiran anda, Saya yakin penganut rafidhah itu menganggap hadis-hadis ahlus sunnah itu tidak ada nilainya sama seperti anda menganggap riwayat rafidhah tidak ada nilainya. Jadi rafidhah itu tidak butuh dalil dari ahlus sunnah sama seperti anda tidak butuh dalil dari rafidhah.

    Adapun saya mengutip riwayat-riwayat tersebut agar orang seperti anda dan para nashibiy jangan kebablasan mengkafirkan Syi’ah dengan alasan Syi’ah mencela sahabat. Padahal terbukti ada sebagian salafus shalih dalam mazhab Sunni mencela sahabat, apa anda mau mengkafirkan mereka juga?. Pahami hujjah orang lain wahai nashibi, jangan sibuk dengan waham khayal anda saja.

    sungguh hanya orang bodoh yang akan percaya ketika seorang siang dan malam berjibaku untuk membela rafidhah, kemudian dia enggan disebut rafidhah

    Maaf ya, anda bukan orang yang punya kualitas untuk berkata begitu, karena kata-kata bodoh itu lebih tepat ditujukan buat anda sendiri. Tidak setiap orang yang membela Syi’ah disebut Syi’ah. Apa dalam logika anda, setiap pengacara bagi maling maka ia juga maling, setiap pengacara yang membela terdakwa pembunuh juga seorang pembunuh. Jelek sekali logika anda.</p.

    Apalagi saya, saya bahkan bukan pengacara Syi’ah, saya hanya membela Syi’ah dari tuduhan dusta orang-orang seperti anda. Tetapi Saya tidak membabi buta membela Syi’ah. Jika mereka salah saya katakan salah jika mereka benar saya katakan benar. Sedangkan anda dan para nashibiy hanyalah para pendusta yang berlindung atas nama “membantah Syi’ah”. Kalau mau membantah Syi’ah maka buatlah bantahan yang benar dan ilmiah bukannya malah membuat tuduhan dusta dan fitnah murahan. Kalau anda membantah Syi’ah dengan benar dan ilmiah maka saya tidak akan repot-repot membela Syi’ah

  14. Berikut tanggapan terhadap komentar nashibi tersebut disini

    HAH AKHIRNYA ANDA MEMPERLIHATKAN HAKEKAT SEJATINYA ANDA, BAHWA ANDA SEORANG RAFIDHAH.
    Dimana ada perkataan para ulama, “bahwa kita sebagai ahlussunnah juga harus yakin bahwa keyakinan syi’ah dalam mencela Sahabat juga berlandaskan dalil, yang kemudian harus kita maklumi bersama, biarlah mereka berjalan dengan keyakinan mereka yaitu mencela Sahabat.”

    Begitulah memang, orang bodoh jika hatinya sudah gelap maka semakin banyak ia bicara semakin tampaklah kebodohannya. Perhatikanlah wahai pembaca betapa bodohnya nashibi tersebut. Ia menyatakan bahwa hakikat saya rafidhah nampak dalam perkataan saya yang ini

    Silakan, saya tidak mencegah anda untuk membuat apologi mengenai perselisihan sahabat. Mungkin anda punya dasar untuk itu di sisi mazhab anda. Tetapi saya cuma ingatkan bahwa orang Syi’ah itu kedudukannya sama seperti anda, mereka punya dalil sendiri di sisi mereka mengenai kedudukan sahabat. Anda bisa saja mendustakan Syi’ah sebagaimana Syi’ah pun bisa saja mendustakan anda. Tetapi bukan itu yang saya bahas dalam tulisan di atas

    Hanya orang bodoh berhati busuk yang menganggap perkataan saya di atas sebagai bukti bahwa saya Rafidhah. Mengapa?. karena perkataan seperti itu akan dikatakan oleh siapapun yang bersikap objektif. Bukankah saya tekankan disana bahwa mazhab Syi’ah punya pandangan sendiri terhadap kedudukan sahabat. Mereka kan tidak seperti ahlus sunnah yang meyakini doktrin keadilan sahabat. Jadi anda boleh saja mencela dan mendustakan orang Syi’ah dan orang Syi’ah pun bisa saja mendustakan dan mencela anda. Silakan saja, bagi saya, anda dan orang Syi’ah pun tidak lebih adalah orang yang berusaha membela mazhab masing-masing. Bukankah begitu hakikatnya.

    Tentu saja ahlus sunnah tidak akan mengakui dalil dari kitab Syi’ah sebagaimana orang Syi’ah tidak akan mengakui dalil dari kitab ahlus sunnah. Dari sisi saya pribadi, pegangan saya adalah kitab-kitab ahlus sunnah maka apapun dalil dari kitab Syi’ah tidak menjadi hujjah buat saya. Jadi saya bersikap objektif ketika mengatakan bahwa Syi’ah punya dalil sendiri di sisi mazhab mereka mengenai kedudukan sahabat karena faktanya memang demikian. Adapun perkara dalil tersebut tidak menjadi hujjah bagi saya, maka itu tidak menafikan kalau Syi’ah memang punya dalil sendiri dalam mazhab mereka. Lucunya, semakin jelas kebodohan penuduh seperti anda.

    jikalau anda mengaku Ahlussunnah, maka kamipun juga bisa untuk menolak pengakuan anda, sekarang kita melihat bukti kongkrit bahwa anda adalah orang yang membela mati-,atian ajaran rafidhah. dan anda telah keluar dari segala sisi terhadap perkataan-perkataan para Ulama Ahlussunnah

    Saya tidak pernah tuh mengaku-ngaku ahlusssunah, saya akui bahwa kitab yang jadi pegangan saya selama ini memang kitab ahlus sunnah tetapi saya tidak akan menisbatkan apa yang saya pahami dari pembelajaran saya terhadap ahlus sunnah. Toh bagi saya nama itu tidak begitu penting karena yang paling penting itu hakikatnya. Pegangan saya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Qaul ulama itu harus dikembalikan pada dalil bukan seperti anda yang bertaklid pada para ulama, itu pun ulama yang anda akui saja atau yang sesuai dengan keyakinan anda. Ngomong-ngomong wahai pendusta, ajaran Rafidhah mana yang saya bela mati-matian. Jangan bicara kalau tidak bisa menunjukkan bukti, silakan tunjukkan bukti ajaran rafidhah mana yang saya bela wahai pendusta.

  15. @SP

    Tampaknya penulis blog tersebut bernafsu sekali untuk memaksakan prasangkanya kepada anda bahwa anda adalah seorang Rafidhah . . . padahal saya sendiri selaku salah seorang “penikmat setia” tulisan2 anda tidak begitu ambil peduli latar belakang mazhab yang anda anut. Nilai ilmiyah dari tulisan andalah yang menjadi ketertarikan saya, bukan yang lain. Bahkan bisa jadi tuduhan2 miring yg dialamatkan kepada anda menjadi daya tarik tersendiri bagi orang2 untuk mau membaca dan menelaah tulisan2 anda secara langsung.

  16. Luar biasa. Semoga Allah melimpahkan kesabaran pada antum dalam menghadapi orang-orang yang bebal….

  17. Ada tanggapan lagi dari tukang fitnah tersebut yang dapat dilihat disini

    begitupun orang yang sedang berdusta, maka semakin dia banyak bicara semakin dia berdusta, dimana kedustaan baru untuk menutupi kedustaan lamanya.

    Dan menyatakan seseorang berdusta harus dengan dasar bukti jika tidak maka itu namanya memfitnah dan membuktikan bahwa andalah yang sedang berdusta ketika menuduh orang lain dusta. Kita tidak perlu jauh-jauh, balik ke tulisan anda yang pertama dimana anda menyatakan Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar maka saya tanya mana bukti tuduhan anda bahwa Syi’ah beraqidah demikian?, Kalau anda menjadikan bukti riwayat Mufadhdhal yang saya bahas maka bukti anda itu sudah tertolak karena riwayat tersebut dhaif di sisi Syi’ah. Maka bagaimana anda bisa menisbatkan aqidah suatu mazhab dengan riwayat dhaif dalam kitab mereka. Kalau kita mau bicara aqidah di sisi Sunni maka kita tidak mungkin mengambil aqidah tersebut dari riwayat dhaif dalam kitab Sunni, nah ini kan logika yang sederhana.

    Jadi mana bukti anda, ketika saya membawakan atsar yang mencela sahabat. Anda malah menyerang saya dengan mengatakan mana ulama ahlus sunnah yang menyatakan halal mencela sahabat [padahal saya tidak sedang menghalalkan mencela sahabat]. Maka sekarang coba lihat diri anda mana ulama Syi’ah yang menyatakan bahwa termasuk aqidah Syi’ah meyakini Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar.

    Kalau anda mau bilang syaikh Ali Yazdiy dan Al Majlisiy yang mengutip riwayat tersebut dalam kitabnya dan anda katakan tidak lain mereka mengutip dengan tujuan mencela Abu Bakar dan Umar. Maka itu kan sama saja kalau dikatakan begitu pula Al Hakim, Yaqub bin Sufyan, Abu Ya’la dan ulama ahlus sunnah lainnya yang mengutip riwayat-riwayat mencela sahabat dalam kitab mereka dan bisa dikatakan pula mereka mengutip dengan tujuan mencela sahabat. Bukankah itu logika yang kacau sekali, jadi yang harus anda pahami adalah pengutipan suatu riwayat oleh ulama mazhab tertentu maka bukan berarti begitulah aqidah mazhab tersebut karena bisa saja riwayat tersebut dhaif sehingga tidak bisa berhujjah dengannya.

    Saya sudah bawakan ulama Syi’ah Syaikh Husain Radhiy yang mendhaifkan riwayat Mufadhdhal yang mengandung lafaz Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Maka hal itu menguatkan apa yang saya katakan bahwa riwayat tersebut dhaif maudhu’ di sisi mazhab Syi’ah. Jadi tuduhan anda bahwa Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar adalah tuduhan dusta. Maka silakan bawakan bukti tuduhan anda, jika tidak bisa maka itu membuktikan bahwa anda pendusta atau silakan akui bahwa anda salah ketika menuduh Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Tolong dijawab bagian yang ini ya, jangan cuma sibuk membicarakan saya begini saya begitu padahal hakikatnya anda cuma pendusta dan tukang fitnah

    saya tanyakan kepada anda, Dimana dalam kamus Ulama Ahlussunnah yang mengatakan bahwa obyektifitas adalah mengakui kesesatan-kesesatan sebagai pemahaman yang memilki dalil juga ?, apalagi firqah kafir syi’ah bahwa mereka juga melandaskan agamannya dengan dalil ?. Sebagaimana adakah seorang Ulama yang mengatakan bahwa Abu Lahab dan Abu Jahl adalah orang yang memilki keimanan sesuai dengan keyakinanya terhadap sesembahan mereka?

    Objektifitas bukanlah khusus milik ulama ahlus sunnah. Objektifitas itu melihat hakikat permasalah tanpa tendensi terhadap mazhab tertentu. Bukankah saya sudah katakan pada anda bahwa Syi’ah punya dalil sendiri di sisi mazhab mereka. Mengatakan bahwa mereka memiliki dalil adalah perkara yang objektif, mengingkari hal ini hanya menunjukkan kebodohan dan kedunguan. Nah soal apakah dalil tersebut benar atau tidak, diterima atau tidak, sesat atau tidak? ya itu masalah lain bung, anda boleh saja mengatakan bahwa dalil para nashibiy itu sesat tetapi itu tidak menafikan bahwa mereka punya dalil di sisi mazhab mereka.

    Kok begitu saja tidak mengerti. Orang kristen saja punya dalil untuk trinitas mereka nah perkara dalil mereka dengan injil mereka ternyata tidak benar atau sesat, itu sudah dibuktikan oleh beberapa orang seperti Ahmad Deedat, Zakir Naik dan yang lainnya. Orang yang objektif akan tetap mengakui bahwa orang kristen punya dalil tetapi ternyata dalil mereka rapuh, keliru atau sesat seperti yang dibuktikan oleh orang-orang tertentu

    Obyektifitas adalah berlandaskan dalil Al Qur’an dan Sunnah, dan keluar padanya adalah sesat.

    Nah ini benar sekali, tapi tahukah anda bahwa orang-orang Syi’ah pun juga demikian. Mereka juga mengaku berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. tentu saja As Sunnah di sisi mazhab mereka adalah sunah yang diriwayatkan dari imam ahlul bait mereka bukan sunah yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi sebagaimana di sisi Ahlus Sunnah. Perkataan saya ini adalah perkataan yang objektif. Jadi perselisihan utama Sunni dan Syi’ah terletak pada sunnah yang jadi pegangan mereka

    seorang yang sedikit saja punya kecondongan kepada Ahlussunnah, maka mereka akan cemburu ketika kaum syi’ah mengatakan bahwa Kekhalifahan Abu Bakar adalah bathil, begitu pula ketika syi’ah mengatakan bahwa Abu Bakar merampas harta Fadak hak dari Fatimah. maka yang barangsiapa yang memiliki keyakinan seperti keyakinan anda bahwa syi’ah juga memilki dalil tentang itu, maka hanya ada dua pilihan dalam pemahamannya, jikalau dia ngaku Ahlussunnah, maka dia Ahlusunnah yang pandir alias bodoh alias goblok, atau dia mengaku bahwa dia seorang rafidhah, maka tinggal pilih saja diantara dua pilihan itu !

    sudah saya bilang juga berulang kali, perkara orang sunni mau mendustakan orang syi’ah dan orang syi’ah mau mendustakan orang sunni ya silakan saja. Saya tidak akan terjebak dengan tendensi mazhab tertentu, saya tidak pernah mengaku ahlus sunnah tetapi saya akan berusaha berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. Itulah sikap objektif yang saya lakukan dan maaf saya tidak seperti anda yang taklid pada ulama, bagi saya apapun perkataan ulama harus ditimbang dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah.

    anda menolak dikatakan syi’ah, namun anda juga tidak mau disebut Ahlussunnah, itu semakin menguatkan bukti tentang kedustaan anda, anda jalas bertaqiyah.

    Lho pernyataan anda diatas malah membuktikan bahwa anda bodoh. kalau saya mengakui saya bukan Syi’ah dan saya tidak mau disebut ahlus sunnah kemudian anda mengatakan itu bukti saya taqiyyah. Maka saya taqiyyah dari apa, dan saya bertaqiyyah menjadi apa bung. Jelas-jelas saya jujur mengakui diri saya apa adanya. Cuma orang bodoh yang mengatakan saya taqiyyah

    Saya tidak mau disebut ahlus sunnah karena bagi saya ahlus sunnah itu pun hanya sebutan, yang penting itu adalah mengikuti dalil Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah yang shahih mengatakan bahwa Rasulullah berpesan agar supaya umat islam tidak sesat maka berpeganglah pada Al Qur’an dan Ahlul Bait. Dan maaf saya belum melihat ulama ahlus sunnah berpegang pada hadis Tsaqalain ini padahal hadis tersebut shahih bahkan sebagian ulama ahlus sunah menolak berpegang pada ahlul bait. Itu salah satu alasan mengapa saya tidak mau menisbatkan diri pada ahlus sunnah.

    sekarang saya tanya kepada anda, untuk mensikapi permasalahan pemahaman keabshahan kekhalifaan Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah, sudah jelas antara pemahaman sunni dan syi’ah, dimana sunni meyakini Abu Bakar adalah Khalifah yang sah, sedangkan syi’ah meyakini kekhalifahan Abu Bakar bathil, lalu anda berada pada pemahaman yang mana diantara kedua pemahaman tersebut ?

    Saya sederhana, saya tidak terikat dengan pandangan mazhab tertentu. Bagi saya dalil-nya jelas shahih. Ini diantaranya

    ثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى بن حماد عن أبي عوانة عن يحيى ابن سليم أبي بلج عن عمرو بن ميمون عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعلي أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنك لست نبيا إنه لا ينبغي أن أذهب إلا وأنت خليفتي في كل مؤمن من بعدي

    Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamad dari Abi ‘Awanah dari Yahya bin Sulaim Abi Balj dari ‘Amr bin Maimun dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda kepada Ali “KedudukanMu di sisiKu sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja Engkau bukan seorang Nabi. Sesungguhnya tidak sepatutnya Aku pergi kecuali Engkau sebagai KhalifahKu untuk setiap mukmin setelahKu. [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1188, sanadnya shahih]

    Atau anda bisa lihat dalam tulisan saya yang ini. Itu adalah hadis shahih dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Walaupun sebenarnya saya melihat anda bukanlah orang yang punya kualitas untuk diajak diskusi masalah dalil karena anda hanya sekedar orang awam yang suka mencela dan menuduh mazhab lain kafir

    Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mengatakan bahwa pemimpin sepeninggal Beliau adalah Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] maka itulah keyakinan saya dan ini saya ambil dari Sunah yang shahih.

    saya tahu kok tipikal orang seperti anda akan mengatakan mana ulama ahlus sunnah yang mengatakan demikian. Itu kan perkataan lucu, saya membawakan hadis shahih dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka anda malah mengatakan mana ulama yang mengatakan demikian. Kalau saya sih lebih berpegang pada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].

    siapa bilang nama tidak penting,
    bagi saya nama sangat penting untuk memberikan identitas kepada seseorang dengan berdasarkan pemahamannya yang telah maklum pada sebuah kaum.

    Silakan itu adalah keyakinan dan pandangan anda. Saya memang tidak begitu suka dinisbatkan pada ahlus sunnah tetapi saya bisa menyebut diri saya Islam yang berusaha berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. Walaupun agak lebih panjang tetapi itulah identitas yang lebih saya sukai dibanding sebutan ahlus sunnah.

    Pemahaman yang memuliakan seluruh Shabat Nabi, terutama adalah Khulafaur Rasyidin, dan tidak mencela mereka begitu pula menganggap pengganti Rasulullah yang sah adalah Abu Bakar, Abu Bakar telah berlaku benar terhadap permasalahan Fadak, maka itu adalah keyakinan kaum yang dinisbatkan dengan kaum Muslimin

    Wah maaf saja ya, bagi saya pribadi, orang-orang Syi’ah juga bagian dari kaum muslimin. Sebagian orang syi’ah memuliakan sahabat tetapi tidak seluruh sahabat. Ada sebagian sahabat yang mereka cela. Ini adalah perkara yang ma’ruf dalam mazhab Syi’ah dan walaupun mereka berselisih dengan ahlus sunnah dalam perkara kedudukan sahabat maka mereka tetaplah bagian dari kaum muslimin. Ataupun walaupun mereka ternyata sesat di sisi mazhab ahlus sunnah maka itu tetap tidak mengeluarkan mereka sebagai bagian dari kaum muslimin

    Pemahaman penentang dan pencela sahabat, dan menganggap Abu Bakar tidak sah kepemimpinannya, begitu juga pemahaman bahwa Abu Bakar telah merampas harta fadak, maka itu adalah keyakinan kaum yang dinisbatkan dengan agamanya kaum syi’ah

    saya tidak peduli dengan mazhab Syi’ah. Saya pribadi akan mengakui pandangan saya dalam masalah ini. Saya memuliakan para sahabat Nabi tetapi saya mengakui ada sahabat Nabi yang tercela. Saya mengakui kepemimpinan Imam Aliy tetapi saya tidak mengkafirkan Abu Bakar. Saya meneladani sikap Imam Aliy yang tetap memuliakan Abu Bakar. Masalah Fadak saya mengakui kebenaran ada pada Sayyidah Fathimah dan Abu Bakar keliru tetapi saya pun tidak mengkafirkan Abu Bakar dalam masalah ini. Jika saya lebih memihak kepada ahlul bait maka itulah yang dipesankan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hadis Tsaqalain. Itu adalah pandangan saya dan murni berdasarkan As Sunnah bukan saya ambil dari Syi’ah.

    Yang bermasalah adalah tidak mau disebut syi’ah akan tetapi aqidahnya adalah syi’ah, mencela kepemimpinan Abu Bakar, dan menganggap Abu Bakar sebagai perampas Harta Fadak,

    Faktanya saya memang bukan Syi’ah dan pandangan saya sudah saya sebutkan berlandaskan pada As Sunnah yang shahih. Kalau anda tidak sepakat ya silakan saja. Itu urusan anda, pandangan saya kan tanggung jawab saya sendiri.

    kalau aqidah semacam itu dianut oleh seorang yang mengaku beramal dengan kitab Ahlussunnah, saya tanya ahlussunnah yang mana mas ?

    Bukankah saya sudah katakan dalil-dalil yang saya ambil adalah dari kitab ahlus sunnah. Untuk apa anda tanya ahlus sunnah yang mana? dan pertanyaan itu tidak penting bagi saya tetapi mungkin penting bagi anda yang kualitasnya sebagai orang awam yang memang harus bertaklid pada ulama tertentu.Cukup bagi saya bahwa apa yang jadi pegangan saya adalah hadis yang shahih

    Sepertinya anda telah berdusta lagi, jikalau nama tidak penting bagi anda maka buat apa anda ngotot untuk tidak mau disebut rafidhah, sampai-sampai anda kepingin meyakinkan bahwa anda bukan rafidhah, meskipun ta’biat anda telah menunjukkan bahwa anda seorang rafidhah.

    Saya tidak tahu ya bagaimana isi kepala anda itu. Kalau saya katakan nama itu tidak penting maka hal itu benar karena saya pada hakikatnya hanya seorang Muslim yang ingin berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. Perkara saya tidak mau disebut rafidhah karena memang saya bukan seorang rafidhah. Bukankah anda juga demikian, kalau misalnya anda disebut nashibi dan ternyata dalam pandangan anda sendiri, anda bukanlah nashibi maka tentu anda akan menolak dikatakan nashibi bukan, meskipun mungkin tabi’at anda menunjukkan bahwa anda seorang nashibiy.

  18. Seputar permasalahan tanah fadak terdapat beberapa perkataan Ibn Taimiyyah

    sbb :

    فإن أبا بكر إمام لا يتصرف لنفسه بل للمسلمين والمال لم يأخذه لنفسه بل

    للمسلمين وفاطمة تطلب لنفسها

    1. “….Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang imam yang bertindak tidak untuk

    dirinya sendiri tapi untuk orang-orang Muslim, dan tidak karena uang, ia tidak

    mengambilnya untuk dirinya sendiri tetapi untuk Muslim, sementara Fathimah

    menuntut untuk dirinya sendiri….” (Minhaj as-Sunnah, 5/522)

    ومن طلب أن يحكم له بغير حكم الله ورسوله فغضب وحلف أن لا يكلم الحاكم ولا

    صاحب الحاكم لم يكن هذا مما يحمد عليه ولا مما يذم به الحاكم بل هذا إلى أن

    يكون جرحا أقرب منه إلى أن يكون مدحا

    2. Barangsiapa yang menuntut seseorang untuk memutuskan sebuah hukum yang

    tidak bersumber dari Allah dan RasulNya lalu (ketika penguasa itu menolaknya) ia

    marah dan bersumpah untuk tidak berbicara dengan penguasa tersebut dan

    temannya, padahal sikap tersebut (kemarahan dan berhenti bicara dengan

    penguasa serta sahabatnya) bukanlah sebuah tindakan yang mendatangkan pujian

    (bagi yang bersikap seperti itu) atau celaan bagi penguasa tersebut (karena

    menolaknya), bahkan sikap tersebut lebih pantas disebut perbuatan karena luka

    hati (karena ditolak) dan bukan sebuah sikap yang patut dipuji (minhaj Sunnah

    4/243)

    Ibnu Taimiyyah menyamakan Fatimah dgn orang munafiq :

    و ليس الله قد ذم المنافقين الذين قال فيهم ومنهم من يلمزك في الصدقات فإن

    أعطوا منها ورضا وإن .لم يعطوا منها إذا هم يسخطون ولو نهم رضوا ما اتاهم

    الله ورسوله وقالوا حسبنا الله سيوتينا الله من فضله ورسوله إنا إلى الله

    راغبون فذكر الله قوما رضوا إن اعطوا وغضبوا إن لم يعطوا فذمهم بذلك

    3. Tidakkah Allah mengkritik orang munafiq ketika Dia berkata “Dan di antara

    mereka ada orang yang memaksamu membagikan zakat jika mereka diberi

    sebagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi

    sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. Jikalau

    mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya

    kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan

    sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami

    adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”. Allah menyebutkan orang-orang

    yang jika mereka diberi, mereka akan senang, tetapi jika mereka tidak diberi

    mereka marah, dan mengutuk mereka. (Minhaj as-Sunnah 4/245)

    Ulama Sunni Mahmud Subaih dalam Akhta ibn Taymiyah mengatakan :

    خطأ جسيم لابن تيمية لا يغتفر إلا إذا تاب منه قبل رحيله وهو تشبيهه غضب

    السيدة فاطمة الزهراء رضي الله عنها من الصديق رضي الله عنه بغضب

    المنافقين

    Sebuah kesalahan besar Ibnu Taymiyah yang tak termaafkan kecuali ia bertobat

    sebelum kematian, adalah menyamakan kemarahan Sayyidah Fathimah az-Zahra

    ra terhadap Abu Bakar as-Sihddiq ra dengan kemarahan seorang munafik.

    ============
    Berdasarkan ungkapan di atas . . . bisakah kita katakan bahwa mazhab Ahlus

    Sunnah adalah mazhab yang tegak diatas pencelaan terhadap Ahlul Bait ? Gimana

    nih sikap dan tanggapan anda wahai pemilik blog

    @selubungmakarsyiahdibaliknamasecondprince ?

  19. Berikut tanggapan dari nashibiy tersebut, hanya bualan seperti biasanya, percuma sekali membuat tulisan sampai tiga puluh tetapi isinya cuma bualan. Tidak ada satupun bukti ilmiah dalam tulisannya, sungguh kasihan

    Sudah 30 bukti telah mengungkap bahwa anda adalah pendusta, dan semakin banyak anda berbicara, maka semakin banyak anda menambah kedustaan itu.

    Wah maaf ya jika anda sebut semua komentar anda itu sebagai bukti maka sudah jelas sekali kebodohan anda.Semua tulisan anda kan isinya omong-kosong, dusta,fitnah dan tuduhan busuk. Silakan Buktikan satu saja bagian mana saya berdusta. Kalau tidak bisa maka anda adalah tukang fitnah. silakan ambil satu kalimat saya dan buktikan bagian mana kedustaannya. Siapakah yang terbukti berdusta menyamakan jakfari dengan secondprince? tidak lain andalah orangnya. Siapakah yang terbukti berdusta menuduh saya pemilik situs syiahmenjawab.com?. Tidak lain andalah orangnya. anda yang berdusta tetapi menuduh orang lain dusta, sungguh tidak tahu malu

    balik kepada tulisan anda bahwa penghulu syi’ah telah terbukti memiliki keyakinan bahwa Abu Bakar adalah Fir’aun dan Umar adalah Hamman, bahkan dia mengklaim telah mengutip perkataan Imam Ja’far. telah saya sampaikan bahwa jikalau anda menolak maksud dari perkataan Ali Yazdiy adalah dalam rangka mencela Abu Bakar dan Umar,

    Sepertinya anda ini apa tidak mengerti bahasa manusia. Syaikh Aliy Yazdiy itu ketika mengutip riwayat tersebut ia sedang membawakan hujjah riwayat mengenai Imam Mahdiy jadi ia memang tidak sedang membahas pencelaan kepada Abu Bakar dan Umar. Dan status riwayat itu sebenarnya dhaif maudhu’ maka itu tidak bisa dijadikan hujjah. Makanya jangan cuma bisa kopipaste dan ikut-ikutan mencela padahal anda sendiri tidak membaca kitab Syaikh Aliy Yazdiy tersebut.

    lalu untuk apa dia mengangkat permasalahan tersebut, ataukan menurut anda Ali Yazdiy ingin menyampaikan bahwa Imam ja’farlah yang mencela Abu Bakar dan Umar, dan ia ingin mendustakannya, dengan maksud ingin memuji Abu Bakar dan Umar ? terangkan wahai rafidhah, jikalau engkau tidak bisa cukuplah engkau mengakui bahwa engkau pendusta.

    Wahai pendusta, maka baca dong riwayatnya secara utuh. Riwayat Mufadhdhal itu panjang sekali dan Syaikh Aliy Yazdiy mengutip riwayat tersebut sebagai pelengkap hujjahnya mengenai Imam Mahdi. Frase Firaun dan Hamam adalah Abu Bakar dan Umar hanya penggalan kalimat kecil dari semua keseluruhan riwayat tersebut dan itu tidak dibahas sedikitpun oleh Syaikh Aliy Yazdiy. Jadi Syaikh Aliy Yazdiy tersebut saat itu tidak sedang berhujjah dengan riwayat tersebut untuk mencela Abu Bakar dan Umar melainkan membahas masalah Imam Mahdiy yang juga ada dalam riwayat yang sama. Secara kelimuan di sisi Syi’ah riwayat Mufadhdhal tersebut dhaif maudhu’ sebagaimana sudah pernah saya bahas dan sudah pula dinyatakan oleh ulama syi’ah lainnya yaitu Syaikh Husain Radhiy.

    Pertanyaannya wahai pendusta mana bukti anda bahwa Syi’ah berakidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar?. mana buktinya wahai pendusta?. Mana ulama Syi’ah yang menyatakan seperti itu?.

    bagaimana dengan riwayat yang menceritakan tentang kisah perseteruan diantara para Sahabat hingga munculah pencelaan diantara mereka, pencelaan yang menurut anda sama seperti kasus pencelaan Ali Yazdiy kepada Abu Bakar dan Umar.

    Wahai pendusta apa anda juga ingin berlagak idiot, sudah pernah saya bawakan bukti riwayat ini

    عن الحسن بن علي أنه قال لأبي الأعور ويحك ! ألم يلعن رسول الله صلى الله عليه و سلم رعلا و ذكوان و عمرو بن سفيان

    Dari Hasan bin Ali bahwa ia berkata kepada Abul A’war “celaka engkau, bukankah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah melaknat Ri’lan, Dzakwan dan ‘Amru bin Sufyan” [Musnad Abu Ya’la 12/138 no 6769, Husain Salim Asad berkata “sanadnya shahih”]

    Amru bin Sufyan itu adalah Abul A’war As Sulamiy seorang sahabat Nabi sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Al Ishabah.

    قال مسلم وأبو أحمد الحاكم في الكنى له صحبة وذكره البغوي وابن قانع وابن سميع وابن منده وغيرهم في الصحابة وقال عباس الدوري في تاريخ يحيى بن معين سمعت يحيى يقول أبو الأعور السلمي رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وكان مع معاوية قال يحيى وأرى اسمه عمرو بن سفيان

    Muslim dan Abu Ahmad Al Hakim berkata dalam Al Kuna “ia sahabat Nabi” dan disebutkan oleh Al Baghawi, Ibnu Qani’, Ibnu Samii’, Ibnu Mandah dan selain mereka bahwa ia sahabat Nabi. Abbas Ad Duury dalam Tarikh Yahya bin Ma’in berkata “aku mendengar Yahya mengatakan Abul A’war As Sulamiy seorang dari sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan ia bersama Muawiyah. Yahya berkata “namanya adalah ‘Amru bin Sufyan” [Al Ishabah 4/641 no 5855]

    Apa Anda tidak paham bahasa manusia?. Abu Ya’la [ulama ahlus sunnah] mengutip riwayat dimana Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat Abul A’war dan ia adalah sahabat Nabi. Bagian mana dari riwayat di atas menunjukkan perseteruan antara sahabat?. Aduhai selain pendusta anda ternyata tidak bisa membaca.

    Kalau anda bisa menuduh Aliy Yazdiy ulama Syi’ah mengutip riwayat Mufadhdhal untuk mencela Abu Bakar dan Umar maka harusnya anda tuduh pula Abu Ya’la mengutip riwayat tersebut untuk mencela sahabat. Maka terbukti dalam pikiran anda bahwa ulama syi’ah dan ulama sunni sama-sama mencela sahabat.

    dari sisi mana mas seperti yang telah kami katakan bahwa anda sangat gemar sekali mencatut kisah-kisah tersebut sehingga anda memilki dalil untuk membenarkan mencela Abu Bakar dan Umar

    Yang saya salahkan adalah kebiasaan dusta anda wahai tukang fitnah. Saya tidak pernah mencari dalil untuk membenarkan mencela Abu Bakar dan Umar. Saya bahkan mendhaifkan riwayat Mufadhdhal tersebut dan menyatakan bahwa Syaikh Aliy Yazdiy ketika berhujjah maka ia keliru telah berhujjah dengan riwayat dhaif dan maudhu’ walaupun sebenarnya ia sedang berhujjah mengenai masalah Imam Mahdiy bukan masalah pencelaan Abu Bakar dan Umar.

    Saya mengutip riwayat pencelaan terhadap sahabat sebagai bukti bahwa dalam mazhab Sunni pun terdapat riwayat pencelaan sahabat, tidak hanya dalam Syi’ah. Kenapa anda malah menuduh saya membenarkan pencelaan sahabat?. Menuruti logika anda yang mencela ulama Syi’ah yang mengutip riwayat pencelaan sahabat dalam kitab mereka maka begitu pula seharusnya anda cela juga ulama ahlus sunnah yang mengutip riwayat pencelaan sahabat seperti Abu Ya’la, Al Hakim, dll dalam kitab-kitab mereka.

    Dari sisi manapun tidak ada bukti bahwa Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Kalau anda berani menuduh demikian, maka silakan bawakan buktinya wahai pendusta?. anda gak perlu sok bicara macam-macam bawakan bukti tuduhan dusta anda terhadap Syi’ah?. Anda berani mengatakan rafidhah pendusta tetapi ternyata anda sendiri kualitasnya sama yaitu pendusta juga.

  20. Lucu, pendusta itu malah emosi ketika dikatakan nashibiy, silakan lihat disini

    APA BEDA YANG ANDA BAWAKAN DENGAN PEMAKNAAN AHUSSUNNAH, JADI JIKALAU ANDA MENISBATKAN DENGAN PEMAKNAAN YANG DEMIKIAN MAKA ITU SAMA DENGAN ANDA MENISBATKAN SEBAGAI AHLUSSUNNAH. TETAPI MAKNA AHLUSSUNNAH TELAH MENOLAK PENISBATAN ANDA

    Lho ahlus sunnah itu sudah jelas adalah penisbatan. Anda boleh menisbatkan diri anda pada nama ahlus sunnah tetapi tentu saja yang menjadi hakikatnya adalah kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Orang awam seperti anda yang maaf saja minim ilmu tentu tidak tahu bedanya, bisanya cuma bertaklid saja pada ulama tertentu. Saya pribadi sebenarnya tidak mempersoalkan soal nama penisbatan tertentu bagi saya, yang penting pedoman saya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Kenapa anda jadi sewot, sangat lucu, sebaiknya anda belajar dulu ilmu hadis sana baru sok membantah apa yang saya tulis di blog ini karena semua yang saya tulis di blog ini berlandaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah bukan waham khayal seperti yang anda tulis.

    SUNGGUH SELAMA INI YANG ANDA GEMBAR-GEMBORKAN TENTANG ANDA SEBAGAI SEORANG YANG ILMIYAH, TETAPI AKHIRNYA KEDOK ANDA TERBONGKAR PADA TITIK ANTI KLIMAK YANG MENGGAMBARKAN BAHWA DIRI ANDA TIDAK LEBIH DARI SEORANG YANG IDEOT

    Kayaknya yang idiot itu anda deh. Saya sudah jauh-jauh hari sejak saya menulis di blog ini menyatakan bahwa pegangan saya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Dan anda lah yang datang-datang menuduh saya Syi’ah Rafidhah. Pendusta dan tukang fitnah itulah hakikat anda.

    SEKARANG SAYA MAU MENANYAKAN KEPADA ANDA WAHAI RAFIDHAH:
    APAKAH MEMBELA ABU BAKAR ADALAH NASHIBI ?, MEMBELA UMAR ADALAH NASHIBI ?, MEMBELA UTSMAN ADALAH NASHIBI ?, MENCINTAI AHLUL BAYT ADALAH NASHIBI ?, MEMULIAKAN ISTRI NABI ADALAH NASHIBI ?, MAKA KALAU YANG DEMIKIAN SAKSIKAN BAHWA AKU SEORANG NASHIBI.
    TETAPI NASHIBI BUKAN SEPERTI ITU WAHAI RAFIDHAH, TERNYATA ANDA TIDAK TAHU DEFINISI NASHIBI, SUDAH BEGITU JAUH BICARA MASALAH DALIL-DALIL DENGAN MEMBANTAH ULAMA BERALASAN TIDAK MAU TAQLID DENGAN ULAMA

    Sekarang anda tidak suka disebut nashibiy kemudian sok menanyakan kepada saya apa itu nashibiy. Ini bukan soal saya tahu definisi nashibiy atau tidak tetapi soal adab dalam berdiskusi. Kalau anda tidak keberatan menuduh seenaknya orang lain sebagai rafidhah maka harusnya anda tidak keberatan pula jika orang lain seenaknya menuduh anda nashibi. Dan sudah saya katakan kalau anda tidak suka dikatakan nashibiy maka jangan menuduh orang lain Rafidhah.

    Saya juga bisa bertanya kepada anda. Apakah ketika saya memuliakan sahabat Nabi yang memang mulia maka saya dikatakan rafidhah?. Apakah ketika saya memuliakan Ahlul bait Nabi, saya disebut Rafidhah?. Jangan sok bertanya pada orang lain, tanyakan pada diri anda mengapa anda seenaknya menuduh saya rafidhah. Mana bukti tuduhan anda, dari kemarin-kemarin saya tanya dan anda hanya menampilkan bualan, omong kosong dan waham anda tanpa menampilkan bukti bahwa saya rafidhah. Apa ada dalam tulisan saya, saya mencaci Abu Bakar dan Umar? rasanya tidak ada tuh, jadi mana bukti anda wahai pendusta.

  21. Berikut tanggapan komentar pendusta tersebut dalam tulisannya disini

    anda mengatakan,
    bahwa syi’ah juga memiliki dalil dalam mencela Sahabat, kemudian anda menggunakan analogi terhadap penilaian anda tentang ajaran kristen
    bahwa untuk mencapai penilaian obyektif terhadap ajaran dalam agama kristen, yaitu dengan mengakui bahwa dalam agama kristen juga punya dalil dalam keyakinan trinitas, sama halnya anda mengimani tentang obyektifitas keyakinan abu lahab dan abu jahl tentang agamannya karena mereka juga punya dalil.

    Anda mau mengakui atau tidak itu urusan anda, faktanya adalah mazhab Syi’ah memiliki dalil mengenai kedudukan sahabat di sisi mereka. Jika ada sahabat Nabi yang mereka cela mungkin karena mereka menemukan riwayat di sisi mereka yang mereka jadikan hujjah untuk mencela sahabat. Anda boleh saja mendustakan semua riwayat kitab Syi’ah tetapi faktanya mereka punya dalil tersebut [terlepas dari dhaif atau tidaknya dalil tersebut berdasarkan kaidah ilmu dalam mazhab Syi’ah].

    Apa yang saya katakan tentang agama kristen ya memang seperti itu, saya pribadi pernah dialog dengan orang kristen dan mereka membawakan dalil keyakinan mereka yang mereka ambil dari kitab Injil yang mereka percayai. Perkara anda mau mendustakan Injil tersebut itu tidak menafikan fakta bahwa mereka berdalil dengan injil tersebut. Artinya secara objektif mereka punya dalil terlepas dari apakah dalil tersebut benar atau sesat dan terlepas dari apakah dalil tersebut tidak berlaku bagi penganut agama lain

    Adapun ocehan anda soal Abu Lahab dan Abu Jahl punya dalil, maka silakan bawakan saya ingin tahu apa dalil mereka?. Saya pribadi tidak tahu kalau mereka punya dalil. Apa penyembah berhala seperti mereka juga punya kitab suci yang mereka jadikan dalil?. Maaf bung, idiot jangan dipelihara.

    maka jikalau penilaian tentang obyektifitas yang semacam itu yang ingin anda terapkan dalam menilai syi’ah, maka konsekuensinya anda menganggap tidak ada ajaran agama yang salah, dan itu adalah memaknaan orang-orang yang jauh dari Islam atau dia sama sekali tidak paham tentang cara beragama.
    kemudian jikalau anda kemudian menjelaskan bahwa, dalam agama kristen dalil telah terbantahkan oleh Ahmad Deedat, Zakir Naik telah membantahnya, maka anda telah membantah perkataan anda sendiri sebelumnya, karena itulah makna hakekat bahwa Ahmed Deedat dan Zakir Naik telah mengambil jalan obyektif terhadap Keyakinan Islam, artinya orang kristen itu hekekatnya tidak memiliki dalil dalam agama mereka.

    Kalau tidak mengerti perkataan orang lain jangan sok membantah bung. Ahmad Deedat dan Zakir Naik itu sangat paham mengenai objektifitas. Oleh karena itu ketika mereka berdialog dengan orang kristen mereka tidak berhujjah dengan membawakan ayat Al Qur’an dan hadis shahih. Mereka berhujjah dengan kitab Injil tersebut dan membuktikan bahwa dalil orang kristen yang katanya mereka ambil dari kitab Injil ternyata rapuh. Tentu saja bukan berarti mereka meyakini Injil orang kristen tetapi mereka paham bahwa dialog dengan orang kristen hanya bisa mengena pada mereka jika menggunakan kitab yang mereka jadikan pedoman.

    Apa salah ketika saya katakan orang Syi’ah punya dalil dari kitab-kitab mereka?. faktanya memang demikian, perkara anda mengatakan bahwa dalil itu sesat menyesatkan atau anda tidak menerima dalil tersebut karena berasal dari kitab Syi’ah ya itu tidak menafikan fakta kalau dalil orang Syi’ah itu ada. Lucu, anda malah sibuk membantah sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dibantah. Bantahan anda hanya menunjukkan anda orang yang bodoh dan dungu.

    Pahami analogi ini bung, ada orang memfitnah anda melakukan tindakan asusila, ia membawakan bukti foto anda melakukan tindakan tersebut. Foto tersebut bisa saja memang asli atau mungkin hanya rekayasa. Apa salah saya katakan bahwa orang yang menuduh anda itu punya dalil atau bukti untuk tuduhannya, yaitu foto tersebut. Perkara anda mau mendustakan foto tersebut atau perkara anda menganggap foto itu rekayasa, maka itu tidak menafikan fakta bahwa foto itu ada. Maka dalam pembuktian, yang dibahas adalah foto tersebut apakah valid atau rekayasa?.

    begitupun aqidah anda akan diketahui ketika anda menjadi pembela rafidhah dan anda meyakini bahwa rafidhah juga memiliki bukti dalam pencelaannya kepada Sahabat, maka terbuktilah bahwa anda adalah seorang rafidhah. itulah obyektifitas yang anda maui

    Sudah saya katakan sebelumnya bahkan jauh-jauh hari di blog ini bahwa Kitab-kitab Syi’ah tidak menjadi pegangan bagi saya. Jika saya membuat tulisan yang di dalamnya ada pembahasan riwayat Syi’ah maka itulah namanya pembahasan secara objektif, ketika saya meneliti tentang Syi’ah saya akan mengembalikannya berdasarkan kaidah ilmu yang ada dalam mazhab Syi’ah. Bukan seperti anda dan para nashibiy lainnya yang seenaknya membuat syubhat murahan, kalau orang Syi’ah berdalil sembarangan dengan hadis Sunni maka kalian mencela menuduh mereka dusta tetapi kalian sendiri para nashibiy malah melakukan hal yang seenaknya berdalil sembarangan dengan riwayat Syi’ah.

    sedangkan obyektifitas seorang ahlussunnah adalah memandang dengan apa adanya sesuai Dalilnya untuk mengetahui bahwa syi’ah itu tidak memilki dalil dalam mencela para Sahabat, dan syi’ah telah terbukti mencela Sahabat

    Anda mau pakai dalil dari ahlus sunnah maka bersikap objektiflah dan akan anda temukan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan salafus shalih ternyata ditemukan juga mencela sahabat. Maka apa yang akan anda katakan? anda membuat dalih-dalih palsu untuk menyatakan itu perselisihan antar sahabat padahal ada kasus dimana Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mencela sahabat.

    tetapi saya memaklumi bahwa anda begitu menggebu-gebu membela syi’ah karena engkau adalah bagian darinya

    Saya membela Syi’ah dari para pendusta seperti anda. Saya akui saya masih banyak menemukan hal yang aneh dan mengganjal dalam mazhab Syi’ah tetapi hal itu tidak menjadikan saya membuat tuduhan dusta kepada mereka. Berbeda dengan anda yang seenaknya berdusta atas mazhab Syi’ah. Saya katakan bung, mau Syi’ah atau ahlus sunnah pendusta tetaplah pendusta.

  22. Pendusta tersebut kembali melanjutkan bantahan tidak jelasnya. Silakan dicek disini

    anda tidak perlu membela diri, karena seperti apa yang saya katakan bahwa lebih dari 30 bukti mengatakan anda pendusta, biarlah pembaca dengan sabar mengikutinya utnuk kemudian memahami bahwa anda memang pendusta

    Maaf ya menurut saya cuma orang gila saja yang menganggap fitnah dan tuduhan sebagai bukti. Silakan para pembaca lihat 30 tulisan atau komentarnya yang isinya hanya fitnah dan tuduhan tanpa ada bukti. ketika diminta bukti maka ia mengatakan fitnah itu sebagai bukti.

    tidak sedang membahas pencelaan Abu Bakar dan Umar, tetapi dengan menyamakan beliau berdua sama seperti fir’aun dan hamman, itu bermakna apabila dia khusus membahas tentang pencelaan Sahabat pasti lebih dasyat dari itu

    Logika anda itu bisa dibilang parah sekali, anda ini sebenarnya tidak layak berbicara atas nama ahlus sunnah karena orang bodoh jika bicaranya terlalu banyak, tidak sadar akan kebodohannya sendiri bahkan sampai mendustakan atau merendahkan mazhabnya sendiri.

    Cara berpikir anda itu bisa diterapkan kepada Abu Ya’la. Abu Ya’la ketika mengutip riwayat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat Abul A’war sahabat Nabi, ia tidak khusus sedang mencela sahabat maka itu bermakna apabila dia khusus membahas tentang pencelaan sahabat pasti lebih dasyhat dari itu.

    telah saya katakan diatas, membicarakan hal berkenaan Imam Mahdy kok sampai bawa-bawa menyamakan Abu Bakar sebagai fir’aun dan Umar sebagai Hamman, itu menandakan memang aqidah yang terpatri dalam hati rafidhah adalah kebencian dengan Sahabat, hingga membicarakan masalah lainpun, sampai membawa masalah pencelaan kepada Sahabat tersebut

    Sebenarnya riwayat Fir’aun dan Haman adalah Abu Bakar dan Umar itu dhaif maudhu’ di sisi mazhab Syi’ah. Syaikh Aliy Yazdiy juga tidak menjadikan riwayat itu untuk mencela Abu Bakar dan Umar. Silakan saja anda baca riwayat Mufadhdhal tersebut secara utuh tidak ada satupun keterangan dari Syaikh Aliy Yazdiy bahwa ia berhujjah dengan riwayat tersebut untuk mengkafirkan Abu Bakar dan Umar. Sepertinya anda ini memang tidak bisa bahasa arab sehingga tidak bisa merujuk pada kitab aslinya, menyedihkan sekali.

    Ditambah lagi dengan fakta bahwa ulama Syi’ah lain dengan jelas menyatakan riwayat tersebut maudhu’. Jadi batallah tuduhan dusta anda bahwa Syi’ah beraqidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar.

    Saya bisa membawakan atsar dari kitab ahlus sunnah yang terkesan merendahkan Abu Bakar

    عن أبي إسحاق الفزاري قال كان أبو حنيفة يقول إيمان إبليس وإيمان أبي بكر الصديق رضي الله عنه واحد

    Dari Abu Ishaq Al Fazariy yang berkata Abu Haniifah mengatakan Iman Iblis dan Iman Abu Bakar Ash Shiddiq itu sama… [As Sunnah Abdullah bin Ahmad bin Hanbal 1/219 no 371]

    Apakah dengan atsar ini dapat langsung dikatakan bahwa Sunni beraqidah bahwa iman Abu Bakar sama dengan iman Iblis?. Begitulah cara berpikir anda yang rendah.

    Bagi saya : Perkataan Abu Hanifah itu telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih tetapi tentu saja perkataan tersebut tidak benar dan tidak bisa dinisbatkan sebagai aqidah mazhab Sunni

    sudah kami terangkan di awal bahwa Aliy Yazdiy terang-terangn menyamakan dengan tokoh kekafiran, jikalau anda membawakan dalil-dalil kisah-kisah diatas maka sangatlah berbeda dari beberapa sisi

    Kalau mau yang sama persis tuh saya bawakan perkataan Abu Hanifah yang menyamakan imannya Abu Bakar dengan iman dedengkot kekafiran yaitu Iblis. Mau berkata apa lagi anda wahai pendusta

    1. aliy yazdiy mencela Abu Bakar dan Umar dalam masalah agamannya dengan makna pengkafiran, sedangkan dalam riwayat yang anda bawa tidak ada makna pengkafiran sedikitpun, kecuali hanya yang anda maknakan dengan liar.

    Wahai pendusta bukankah anda yang memaknakan perkataan Syaikh Aliy Yazdiy tersebut dengan liar. Anda menuduhnya mencela Abu Bakar dan Umar padahal ia kan hanya membawakan riwayat yang ternyata dhaif sama persis dengan Abu Ya’la yang mengutip riwayat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat sahabat dalam kitabnya Musnad Abu Ya’la.

    Dan satu lagi bukti kedustaan anda, saya tidak pernah memaknakan riwayat Abu Ya’la dengan liar. Saya mengutip tepat seperti hadisnya bahwa riwayat itu menunjukkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah melaknat sahabat. Lihat baik-baik, berulang kali saya membuktikan kedustaan anda : Anda berkata saya membawakan makna liar padahal hakikatnya saya hanya mengutip tepat seperti hadisnya. Pendusta oh pendusta

    2. aliy yazdiy mengutip pencelaan kepada Abu Bakar dan Umar jauh setelah turunya larangan Nabi dalam mencela Sahabat, artinya memang mereka melandaskan semua apa yang dia lakukan berdasarkan pencelaan Sahabat. sedangkan riwayat yang anda bawakan adalah kisah disaat mereka masih bersama Nabi, dimana mungkin saja mereka belum mengetahui hal tentang larangan mencela Antar Sahabat, dan mereka didukung semangat dan dilandasi dalam rangka mencari sebuah kebenaran, ataukah anda akan membawakan dalil bahwa ada Sahabat yang memang sengaja mencela sahabat lain dalam rangka melanggar larangan Nabi ?

    Argumentasi murahan, Abu Ya’la mengutip pelaknatan terhadap salah seorang sahabat Nabi juga jauh setelah turunnya larangan Nabi dalam mencela sahabat artinya ia melandaskan tindakan atas dasar pencelaan kepada sahabat. begitulah logika anda, apa yang anda katakan pada Syaikh Aliy Yazdiy bisa diterapkan pada Abu Ya’la.

    3. setiap dalil yang digunakan untuk mencela Sahabat terkhusus Abu Bakar dan Umar sudah bisa dipastikan adalah palsu, jadi anda tidak perlu susah-susah untuk mengungkapnya, kecuali karena anda ingin menutupi kebusukan penghulu anda

    Ehem rasanya saya juga menyatakan bahwa riwayat yang dikutip oleh Syaikh Aliy Yazdiy tersebut di sisi Syi’ah adalah dhaif maudhu’. Anda saja yang berdusta malah memakai riwayat tersebut untuk menuduh Syi’ah berakidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Ulama Syi’ah saja mengakui riwayat tersebut maudhu’ maka mana mungkin itu dijadikan akidah dalam mazhab Syi’ah. Pnedusta oh pendusta

    aliy yazdiy dalam kitabnya mengatakan bahwa Imam Ja’far Shadiq meneragkan bahwa fir’aun adalah Abu Bakar dan Hamman adalah Umar.
    maknanya jelas:
    aliy yazdiy bermaksud mengambil penisbatan dari perkataan Imam Ja’far Shadiq dalam menyamakan Abu Bakar dengan fir’aun dan Umar dengan Hamman, maka tidak ada pemaknaan lain yang bisa kita ambil dari riwayat tersebut, kecuali ada yang bisa menunjukkan bukti bahwa aliy yazdiy mengutif itu dalam rangka ingin mendustakan riwayat itu, baik yang dia dustakan adalah perkataan Imam Ja’farnya atau ia menceritakan kedhaifan riwayat tersebut, dan sepertinya kalau yang ini sangat tidak mungkin, faktanya tidak ada yang bisa menunjukkannya.

    Abu Ya’la dalam kitabnya mengatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat salah seorang sahabat Nabi. maknanya jelas : Abu Ya’la bermaksud mengambil penisbatan dari perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam melaknat sahabat, maka tidak ada pemaknaan lain yang bisa kita ambil dari riwayat tersebut kecuali ada yang bisa menunjukkan bukti bahwa Abu Ya’la mengutip dalam rangka ingin mendustakan riwayat itu baik yang ia dustakan adalah perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] atau ia menceritakn kedhaifaan riwayat tersebut dan sepertinya kalau yang ini sangat tidak mungkin, faktanya tidak ada yang bisa menunjukkannya.

    Silakan perhatikan wahai pendusta, saya hanya menggunakan kata-kata anda untuk Aliy Yazdiy kepada Abu Ya’la karena status keduanya sama sebagai ulama yang mengutip riwayat pencelaan terhadap sahabat. Perbedaannya adalah hakikatnya riwayat yang dikutip Aliy Yazdiy dhaif maudhu’ di sisi mazhab Syi’ah dan riwayat yang dikutip Abu Ya’la shahih di sisi mazhab ahlus sunnah.

    seperti yang berkali-kali saya kemukakan bahwa riwayat yang ingin anda samakan yaitu kisah para Sahabat yang mereka terkadang muncul pencelaan antara satu dengan yang lain, yang kemudian diriwayatkan oleh seorang Ulama, maka tidak melazimkan ulama tersebut mencela sahabat, karena mereka membawakan riwayat-riwayat tersebut untuk menunjukkan ibrah tentang Sahabat, dimana beliau tidak ma’sum, kadang bersalah, dan mencela satu dengan yang lain, bisa juga justru pada bagian tertentu ingin menunjukkan larangan Nabi dalam hal mencela Sahabat, yang akan menjadi pelajaran bagi umat-umat setelahnya.

    Ucapan basi wahai pendusta, riwayat yang Abu Ya’la kutip bukan pencelaan sahabat satu sama lain tetapi laknat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada seorang sahabat Nabi. Apa Abu Ya’la mengutip ini untuk menunjukkan sahabat tidak ma’shum?. Perkataan anda itu hanya bualan dari seorang pendusta.

    dan yang menguatkan segala hujjah bahwa anda berjalan pada jalannya rafidhah adalah kecondongan anda ke arah pemahaman aqidah rafidhah dalam segala sisi, bahkan tidak saya jumpai pemahaman-pemahaman anda yang mengacu kepada Ulama Ahlussunnah.

    Maaf ya, kalau orang awam seperti anda mungkin terbiasa menuhankan para ulama menganggap perkataan mereka seolah wahyu yang tidak bisa dibantah. saya tidak peduli dengan perkataan ulama jika dalilnya sudah jelas berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih.

    jikalau ditanyakan tentang ulama ahlusunnah, maka anda dengan sigap mengalihkan perhatian kemudian mengelabui dengan berdalih kita berpegang dengan qur’ah dan sunnah.

    Wah maaf ya faktanya semua tulisan saya memang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih.

    namun ketika saya membicarakan penghulu-penghulu syi’ah yang menghujat Sahabat, anda langsung pasang badan untuk membela, bahwa maksud dia tidak seperti itu, maksud dia sebenarnya tidak seperti ini, tetapi ketika ditanya apa maksud penghulu anda mengatakan Abu Bakar adalah fir’aun dan Umar adalah hamman, anda dengan liciknya mengatakan itu bukan berarti pencelaan
    terus maksudnya apa ?, itu yang sampai sekarang tidak pernah anda jelaskan..

    Maklum susah bicara dengan orang idiot. Riwayat Mufadhdhal memang mengandung pencelaan tidak ada yang mengingkarinya tetapi jika riwayat itu dijadikan bukti tuduhan anda bahwa Syiah berakidah Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar maka saya katakan anda telah berdusta karena riwayat tersebut dhaif di sisi Syi’ah. Adanya ulama Syi’ah yang mengutip riwayat tersebut bukan berarti begitulah akidah Syi’ah bahkan riwayat tersebut telah dinyatakan maudhu’ oleh ulama Syi’ah lainnya. Dan parahnya sampai saat ini pun anda masih belum menyadari kedustaan anda.

    Jika ada orang Syi’ah yang otaknya parah seperti anda maka ketika ia membaca riwayat Abu Ya’la tentang pelaknatan sahabat Nabi maka ia pasti akan seperti anda dengan mengatakan Sunni berakidah melaknat sahabat. Padahal pengutipan Abu Ya’la bukan berarti itulah akidah sunni begitu pula pengutipan Aliy Yazdiy bukan berarti itulah akidah syi’ah. pahamkah anda wahai pendusta.

Tinggalkan komentar