Syi’ah Berkata Fir’aun Adalah Abu Bakar dan Haman Adalah Umar?

Syi’ah Berkata Fir’aun Adalah Abu Bakar dan Haman Adalah Umar?

Salah seorang nashibi menukil dari kitab ulama Syi’ah Ilzaamun Naashib Fii Itsbaatil Hujjah Al Ghaaib 2/231 oleh Syaikh Ali Al Yazdiy Al Hairiy

قال المفضل: يا سيدي ومن فرعون ومن هامان؟ قال (عليه السلام): أبو بكر وعمر

Al Mufadhdhal berkata “wahai tuanku, siapakah Fir’aun dan siapakah Haamaan?. [Imam Ash Shadiq] [‘alaihis salaam] berkata “Abu Bakar dan Umar” [Ilzaamun Naashib Fii Itsbaatil Hujjah Al Ghaaib 2/231]

Syaikh Ali Al Yazdiy tidak membawa perkataannya sendiri melainkan membawakan riwayat yang sangat panjang dimana Al Mufadhdhal bin Umar bertanya kepada Imam Ja’far Ash Shaadiq. Al Majlisiy menukil riwayat ini dalam kitab Bihar Al Anwaar 53/17.

Bihar Al Anwar juz 53

 Bihar Al Anwar juz 53 hal 17

Sanad riwayat tersebut dituliskan Al Majlisiy pada kitab Bihar Al Anwaar 53/1

Bihar Al Anwar juz 53 hal 1

وي في بعض مؤلفات أصحابنا، عن الحسين بن حمدان، عن محمد ابن إسماعيل وعلي بن عبد الله الحسني، عن أبي شعيب [و] محمد بن نصير، عن عمر بن الفرات، عن محمد بن المفضل، عن المفضل بن عمر قال: سألت سيدي الصادق عليه السلام

Dan diriwayatkan oleh sebagian penulis dari kalangan sahabat kami dari Husain bin Hamdaan dari Muhammad bin Ismaiil dan Aliy bin Abdullah Al Hasaniy dari Abi Syu’aib [dan] Muhammad bin Nushair dari ‘Umar bin Furaat dari Muhammad bin Mufadhdhal dari Mufadhdhdal bin ‘Umar yang berkata aku bertanya kepada tuanku Ash Shadiq [‘alaihis salaam] [Bihar Al Anwaar 53/1]

Riwayat Al Mufadhdhal yang sangat panjang ini disebutkan oleh Husain bin Hamdaan Al Khashiibiy dalam kitabnya Hidayatul Kubra 392 dengan sanad seperti di atas hanya saja disebutkan Abi Syu’aib Muhammad bin Nushair, tanpa huruf waw di antara Abi Syu’aib dan Muhammad bin Nushair.

Riwayat ini sanadnya dhaif jiddan [bahkan maudhu’] di sisi ilmu Rijal Syi’ah. Kelemahan dalam sanadnya disebabkan oleh

  1. Husain bin Hamdaan
  2. Abi Syu’aib Muhammad bin Nushair
  3. Umar bin Furaat
  4. Muhammad bin Mufadhdhal

Husain bin Hamdaan disebutkan oleh An Najasyiy dalam ktab Rijal-nya bahwa ia seorang yang jelek mazhab-nya [Rijal An Najasyiy hal 67 no 159]. Ibnu Ghada’iriy menyatakan ia pendusta dan jelek mazhabnya [Rijal Ibnu Ghada’iriy hal 54]. Ibnu Dawud Al Hilliy memasukkannya dalam kitabnya bagian kedua yang memuat daftar perawi majruh dan majhul [Rijal Ibnu Dawud hal 240 no 140]. Allamah Al Hilliy juga memasukkannya dalam kitabnya bagian kedua yang memuat daftar perawi dhaif atau yang ia bertawaqquf dengannya [Khulashah Al Aqwaal hal 339].

Muhammad bin Nushair disebutkan oleh Ath Thuusiy bahwa ia seorang yang ghuluw [Rijal Ath Thuusiy hal 402]. Dan diantara sifat ghuluw-nya adalah apa yang disebutkan oleh Al Kasyiy

قال أبو عمرو: وقالت فرقة بنبوة محمد بن نصير النميري، وذلك أنه ادعى أنه نبي رسول، وأن علي بن محمد العسكري عليه السلام أرسله، وكان يقول بالتناسخ والغلو في أبي الحسن عليه السلام، ويقول فيه بالربوبية ويقول: بإباحة المحارم، ويحلل نكاح الرجال بعضهم بعضا في أدبارهم ويقول أنه من الفاعل والمفعول به أحد الشهوات والطيبات، وأن الله لم يحرم شيئا من ذلك.

Abu ‘Amru [Al Kasyiy] berkata “terdapat firqah yang meyakini kenabian Muhammad bin Nushair An Numairiy dan hal itu karena ia mengakui bahwasanya ia seorang Nabi dan Rasul, dan bahwa Aliy bin Muhammad Al Asakriy [‘alaihis salaam] telah mengutusnya. Dan ia meyakini reinkarnasi dan ghuluw terhadap Abu Hasan [‘alaihis salaam], ia mengatakan tentang Rububiyah-nya dan ia membolehkan hal-hal yang diharamkan, menghalalkan nikah antara laki-laki satu dengan yang lain lewat dubur mereka. Dan ia mengatakan bahwasanya yang melakukan dan pasangannya, melakukan atas dasar syahwat dan kebaikan dan sesungguhnya Allah tidak mengharamkan yang demikian [Rijal Al Kasyiy 2/805]

Tidak diragukan lagi bahwa ghuluw yang seperti ini sudah jelas mengeluarkannya dari Islam dan hadis dari orang seperti ini tidak boleh diterima.

Umar bin Furaat disebutkan oleh Ath Thuusiy bahwa ia seorang yang ghuluw [Rijal Ath Thuusiy hal 362]. Ibnu Dawud Al Hilliy memasukkannya dalam kitabnya bagian kedua yang memuat daftar perawi majruh dan majhul [Rijal Ibnu Dawud hal 264].

Muhammad bin Mufadhdhal dia adalah Muhammad bin Mufadhdhal bin ‘Umar dan dia seorang yang majhul

محمد بن المفضل بن عمر من أصحاب الكاظم (ع) مجهول

Muhammad bin Mufadhdhal bin ‘Umar termasuk ashaab Imam Kaazhim [‘alaihis salaam], seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 580, Muhammad Al Jawahiriy]

Maka tidak ada gunanya syubhat nashibi yang menukil riwayat tersebut karena kedudukan riwayat tersebut dari sisi ilmu Rijal Syi’ah sangatlah dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.

7 Tanggapan

  1. Ada bantahan dari nashibi tersebut, ia membantah dengan membawa perkataan Syaikh Ali Al Yazdiy dalam kitabnya berikut

    Wahai anak mut’ah, apa anda tahu apa yang dikatakan oleh penulisnya sendiri (‘Ali Al-Yazdiy) terkait khobar-khobar yang dinukil? Pada bagian muqaddimahnya setelah memberikan keterangan mengenai nama kitabnya yaitu “Ilzamun-Nashib fi Itsbat Al-Hujjah Al-Ghaib” dia berkata:

    ثم إني اقتصرت فيه على لباب الأخبار بطرح المكررات اللفظية والمعنوية، بإلغاء الأسانيد والرجال من الأخبار المروية، اعتمادا على الصحاح المشهورة المنقولة واتكالا على الثقات من الرجال المقبولة

    “Kemudian sesungguhnya aku membatasi untuk bab di dalamnya riwayat-riwayat dengan membuang lafazh dan makna yang berulang. Dan dengan penghapusan sanad (untuk meringkas) dan perawi-perawi dari riwayat-riwayat yang dapat dijadikan pegangan, shahih lagi masyhur. Dan bersandar berdasarkan rawi-rawi yang tsiqah lagi diterima.” [Ilzamun-Nashib 1/7 bagian muqaddimah, lihat: http://shiaonlinelibrary.com/ا…]

    Maka saya katakan wahai pencela yang rendah akalnya. Apakah anda pikir seorang ulama itu pasti benar setiap perkataannya. Kami tidak menafikan ulama Syi’ah yang berkata demikian. Tetapi dalam berhujjah yang menjadi hujjah adalah bukti bukannya klaim atau pengakuan. Siapapun bisa mengatakan bahwa suatu hadis shahih tetapi hujjahny adalah apa bukti bahwa hadis itu shahih, maka begitu pula perkataan ulama di atas, justru perkataannya itu yang harus ditimbang dengan kaidah ilmu [dalam hal ini ilmu hadis Syi’ah], apakah benar ia berpegang pada riwayat shahih saja dan para perawi tsiqat seperti yang ia katakan.

    Perkara seperti ini banyak bahkan dalam kitab hadis ahlus sunnah. Siapapun yang membaca muqaddimah kitab Tafsir Ibnu Abi Hatim akan mendapati pernyataan yang serupa bahwa Ibnu Abi Hatim mencukupkan dalam kitabnya hadis yang shahih saja tetapi faktanya dalam kitab tafsir Ibnu Abi Hatim banyak pula riwayat dhaif jika ditimbang dengan ilmu hadis. Jadi jangan sok membantah dengan bantahan yang sia-sia. Apa anda pikir semua orang rendah akalnya seperti anda, membantah dengan bantahan anak kecil yang bikin malas orang mengomentarinya.

    Atau kita bisa beri contoh lain yang sangat banyak yaitu penshahihan Al Hakim terhadap hadis-hadis keutamaan Ahlul Bait dalam Al Mustadrak. Jika ditelaah dengan ilmu Rijal Ahlus Sunnah maka akan banyak sekali riwayat tersebut yang ternyata dhaif. Maka apa bisa kemudian datang cecunguk seperti nashibi itu yang berkata siapa dirimu dibanding Al Hakim yang sudah terkenal keilmuannya. kami yakin nashibi itu akan mengambil sikap yang sama jika kitab pegangannya dijadikan bahan celaan atau syubhat. Jika benar demikian maka hanya membuktikan kalau nashibi tersebut munafik dalam berhujjah

    Silahkan pembaca menilai mana yang dijadikan pegangan dalam menilai rijal Syi’ah sesuai manhaj Syi’ah sendiri, apakah rafidhi recehan bernama secondprice tersebut atau ‘Ali Al-Yazdiy ?

    Saya yakin pembaca yang bukan Syi’ah atau pun yang Syi’ah, jika mereka mengerti kaidah ilmu terutama ilmu hadis Syi’ah akan menerima tulisan kami di atas. Berbeda halnya jika pembaca adalah orang awam atau orang yang termakan syubhat rendahan ala nashibi maka untuk mereka kami hanya bisa mengingatkan agar jangan ikutan jadi orang yang kerdil akalnya seperti nashibi tersebut. Dan seperti biasa kami akan mengulang-ulang bahwa kami bukanlah penganut Syi’ah Rafidhah, kami hanya seorang penuntut ilmu yang berusaha mempelajari Syi’ah dengan objektif terutama mempelajari bagaimana kedustaan para nashibi terhadap Syi’ah. Jujur saja tidak semua tuduhan terhadap Syi’ah kami bela dan bantah tetapi yang mana diantara tuduhan tersebut kami mengetahui bahwa itu termasuk kedustaan atau syubhat yang sengaja dibuat nashibi untuk merendahkan Syi’ah maka kami tidak segan-segan membantahnya.

    Wahai anak mut’ah, justru usahamu lah yang sia-sia setelah hujjahmu diludahi oleh ulamamu sendiri di atas. Betapa lebay dan lucunya anda terlalu memaksakan diri membantah riwayat di atas, karena shahih ataupun tidak, maka Syi’ah tetaplah agama yang mengkafirkan para Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam khususnya Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman, kecuali beberapa Shahabat saja yang tidak dikafirkan oleh Syi’ah. Ini sudah bukan hal yang asing.

    Ulama saya?. Mungkin ulama anda kali, karena anda dengan gampangnya taklid kepadanya dan melemparkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah. Tidak perlu diingatkan bagi seorang yang objektif akan menempatkan perkara ini sesuai kaidah ilmiah. Maka yang benar adalah perkataan ulama harus ditimbang dengan kaidah ilmu bukannya kaidah ilmu ditinggalkan demi taklid kepada ulama. Mungkin si nashibi tersebut tidak mengenal kaidah ilmu yang seperti ini dan bisa dimaklumi karena keterbatasan akalnya.

    Soal Syi’ah yang anda katakan mengkafirkan para sahabat, maka apa urusannya dengan saya wahai nashibi. Bagi saya nampak bahwa anda tidak jauh berbeda dengan apa yang anda tuduh.

    Banyak dari takfir para ulama besar Syi’ah berdasarkan perkataan mereka sendiri bahkan yang lebih parah mulutnya dalam mencela Shahabat daripada di atas dan telah kami himpun beberapa darinya pada daftar artikel blog ini pada bab takfir. Tidak perlu kami paparkan disini sebab kami tidak lebay seperti anak mut’ah tersebut. Siapa pun bisa melihatnya dan siapa pun juga tahu bahwa yang namanya Syi’ah jelas berlepas diri dari para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum.

    Oh silakan, tidak ada yang mempermasalahkan apa maunya anda. Dan seandainyapun para ulama besar Syi’ah seperti yang anda katakan mengkafirkan para sahabat maka itu tidak ada sangkut-pautnya dengan saya. Tulisan saya di atas hanya mengomentari kualitas riwayat yang anda kutip selebihnya andalah yang lebay sok membantah kacau kesana kemari.

    Kami juga tidak menafikan bahwa ada dari rawi di atas ada yang dijarh, namun persoalan tersebut dijawab lagi oleh ulama kenamaan Syi’ah yakni Al-Hurr Al-‘Amiliy seperti berikut:

    ومن المعلوم قطعاً أن الكتب التي أمروا عليهم السلام بالعمل بها ، كان كثير من رواتها ضعفاء ومجاهيل

    “Termasuk dari hal yang telah diketahui secara pasti bahwasanya kitab-kitab yang diperintahkan oleh para Imam ‘alaihim as-salam untuk beramal dengannya banyak dari perawinya adalah rawi-rawi dha’if dan majhul.” [Wasail Asy-Syi’ah, 30/244]

    Gak penting, apa anda pikir Al Hurr Al Amiliy itu adalah satu-satunya ulama yang menjadi pegangan orang Syi’ah. Tidak perlu kami ulangi perkataan ulama itu harus ditimbang dengan kaidah ilmu bukan malah sebaliknya. Perkara beramal dengan hadis dhaif, itu bukan hanya dilakukan oleh sebagian ulama Syi’ah bahkan sebagian ulama sunni pun demikian. Tidak perlu saya sebutkan ada ulama yang membantah tindakan Syaikh Albaniy dan ulama lain yang berupaya membagi hadis-hadis kitab Sunan menjadi shahih dan dhaif. Menurutnya tindakan seperti itu sia-sia belaka. Tetapi tentu saja perkataannya tidak menjadi hujjah karena yang menjadi hujjah adalah kaidah ilmu hadis yang memang dibuat untuk membedakan hadis shahih dan hadis dhaif.

    Mengapa Al-Hurr Al-‘Amiliy sampai berkata demikian? Karena Al-Hurr Al-‘Amiliy juga menjelaskan yang intinya jika jarh dan ta’dil diterapkan dalam kitab-kitab Syi’ah maka itu akan mengakibatkan kecacatan yang parah bagi kitab-kitab tersebut yaitu hampir SELURUH riwayat Syi’ah adalah dha’if dan tertolak. Alasannya adalah sebagaimana jawaban Al-Hurr Al-‘Amiliy di atas.

    Lho gak ada masalah kalau memang Al Hurr mengatakan demikian, saya dapat mengutip banyak ulama lain yang peduli terhadap ilmu Rijal Syi’ah. mereka berusaha mengkategorikan hadis ke dalam shahih, hasan, muwatstsaq dan dhaif seperti Al Majlisiy.

    Entah apa yang membuat anak mut’ah tersebut terlalu memaksakan diri menolak riwayat di atas, padahal jelas-jelas agamanya murni membenci para Shahabat. Karena itu dia ini tidak ada bedanya dengan kaumnya (Syi’ah) yang munafik. Sok-sok tidak memusuhi Shahabat padahal yang ada dalam hati mereka (‘aqidah) jauh lebih busuk daripada apa yang mereka nampakkan kepada orang-orang awam yang tertipu. Dengan hal tersebut mereka hanya ingin dipandang simpati oleh masyarakat dan mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat agar agama mut’ah mereka diterima. Qabbahallah ar-rafidhah

    Justru yang nampak adalah andalah yang munafik disini. Kalau anda menuduh agama saya murni membenci sahabat maka pada hakikatnya anda telah menuduh agama Islam sebagai agama membenci sahabat karena saya seorang Muslim dan bukan pengikut Syi’ah. Saya memang tidak pernah memusuhi sahabat berbeda dengan anda yang sok membela sahabat padahal anda ini ghuluw terhadap sahabat. Apa yang ada dalam hati anda mungkin jauh lebih busuk dari apa yang anda tampakkan? karena jangan-jangan anda ini meyakini dalam hati anda bahwa para sahabat ma’shum. [btw tidak hanya anda yang bisa membuat tuduhan :mrgreen: ]

    .

  2. saran @ SP:
    jangan terlalu menanggapi ocehan nasibi yg berkepanjangan, karena bantahan anda sudah cukup bagi orang yg berakal.

  3. alasan saya seorang ahlul sunnah menyukai blog ini bukan karena apa-apa, karena blog ini mengayakan khazanah perbendaharaan pengetahuan dan mengajak kita untuk berpikir ilmiah-salut-jika saya boleh berpesan tetap jaga ukhuwah -setuju??..

  4. menurut saya yg awam..hujjah dan bukti yg dikemukakan oleh sdr seconprince atas nasibi dapt dimengerti dan jelas dari segi keilmuan dan kelimiahannya…sya aja orang awan mengerti..knapa orang-orang nasyibi susah dimengerti ya..??
    tp saya yakin sesungguhnya mereka itu mengerti dan paham. cuma saja ada sesutu hal yg menutupi kebenaran atas hujjah dan dalil tersebut…

  5. […] https://secondprince.wordpress.com/2013/10/06/syiah-berkata-firaun-adalah-abu-bakar-dan-haman-adalah-…   BANTAHAN:   Sebenarnya dari artikel mereka ini kita telah mengetahui bagaimana sebenarnya pemahaman para pendahulu kaum syi’ah terhadap para sahabat.   Sekaligus secondprince telah mengakui bahwa para pendahulunya adalah penganut agama yang didirikan diatas pencelaan kepada Sahabat.   Adapun pembelaan syi’ah dengan mendhaifkan riwayat tersebut tidak ada artinya sama sekali terhadap kedudukan syi’ah, karena toh dalam riwayat tersebut meskipun dhaif jiddan dan pastinya memang itu adalah tidak mungkin satu perkataan dari Imam Ja’far Ash Shaadiq, akan tetapi kemudian bukan dalam hal kedhaifannya yang dipermasalahkan, akan tetapi justru itu menjadi dalil bagi Ahlussunnah bahwa Ulama Syi’ah gemar mengais riwayat-riwayat palsu untuk membangun aqidan mereka atas pencelaan kepada para Sahabat terkhusus Abu Bakr dan Umar Radhiallahu Anhuma.   Adapun jikalau ada pengikut-pengikutnya yang mencoba menutupi kebusukan ulamanya. dengan berbagai jalan termasuk apa yang dilakukan oleh secondprince, kami katakan bahwa sebelum kalian menyebutkan bahwa riwayat itu dhaif, kami telah terlebih dahulu meyakini bahwa periwayatan kaum rafidhah sebagaimana yang dijelaskan Ulama-ulama Ahlussunnah,tentang kedustaannya, dan bagaimana untuk mensikapinya, maka hal tersebut dikembalikan kepada perkataan beliau para Ulama Ahlussunnah tersebut, yaitu tidaklah diterima persaksian kaum rafidhah. sebagaimana yang  dikatakan Imam Malik: Asyhab bin Abdul Aziz menyebutkan bahwa Imam Malik ditanya tentang Syi’ah Rafidhah maka Imam Malik menjawab, […]

Tinggalkan komentar