Kedudukan Hadis “Jika Ada Nabi SetelahKu Maka Ia Adalah Umar bin Khattab”

Kedudukan Hadis “Jika Ada Nabi SetelahKu Maka Ia Umar bin Khattab”

Hadis ini termasuk hadis yang dijadikan hujjah oleh salafy untuk menunjukkan keutamaan Umar bin Khattab RA. Bahkan ada di antara mereka yang menunjukkan kesinisan terhadap hadis Ghadirkum dengan mengatakan hadis ini lebih menunjukkan keutamaan Umar di atas Ali daripada hadis ghadirkum. Hadis ini tidaklah tsabit sanadnya, mereka para oknum salafiyun hanya bertaklid buta kepada Syaikh salafy yang menguatkan hadis ini. Oknum tersebut tidak punya kemampuan untuk menelaah dengan kritis, ia terlalu banyak menggerutu sehingga lupa caranya berargumen dengan ilmiah.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو عبد الرحمن ثنا حيوة ثنا بكر بن عمرو ان مشرح بن هاعان أخبره انه سمع عقبة بن عامر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لو كان من بعدي نبي لكان عمر بن الخطاب

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman yang berkata telah menceritakan kepada kami Haywah yang berkata telah menceritakan kepada kami Bakr bin Amru bahwa Misyrah bin Ha’an mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar Uqbah bin Amir berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “Jika setelahKu ada Nabi maka ia adalah Umar bin Khattab”. [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arnauth 4/154 no 17441]

.

.

Takhrij Hadis

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya 5/619 no 3686, Ahmad dalam Fadhail Shahabah no 519 dan no 694, Yaqub Al Fasawi dalam Ma’rifat Wal Tarikh 2/500, Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 17/298 no 822, Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 3 no 4495, Abu Bakar Al Qathi’i dalam Juz’ul Alfi Dinar no 199 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Ad Dimasyq 44/114-117,  semuanya dengan jalan sanad Haywah dari Bakr bin Amr dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir secara marfu’.

Disebutkan Ahmad dalam Fadhail As Shahabah no 498 kalau Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir tetapi dalam Mu’jam Al Kabir Thabrani 17/310 no 857 disebutkan kalau Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Abu ‘Usyanah [Hay bin Yau’min] dari Uqbah bin Amir. Dalam Mu’jam Al Kabir 17/180 no 475  juga diriwayatkan dari ‘Ishmah bin Malik dari Rasulullah SAW sebagaimana yang dikutip Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 9/67 no 14433 kemudian Al Haitsami juga menambahkan riwayat Abu Sa’id Al Khudri dalam Majma’ Az Zawaid 9/68 no 14434.

.

.

Kedudukan Hadis

Hadis ini adalah hadis yang dhaif. Satu-satunya sanad terkuat dalam hadis ini adalah riwayat Haywah dari Bakr bin Amr dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir secara marfu’ dan riwayat itu dhaif. Misyrah bin Ha’an dibicarakan oleh sebagian ulama. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 297 bahwa ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Ady berkata “arjuuanhu la ba’sa bihi [aku kira tidak ada masalah dengannya]”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat juz 5 no 5677 dan menyatakan “sering salah dan berselisih”. Selain itu Ibnu Hibban memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam Al Majruuhin juz 3 no 1068 dan menyatakan bahwa ia meriwayatkan dari Uqbah bin Amir hadis-hadis mungkar yang tidak diikuti oleh yang lainnya kemudian Ibnu Hibban menambahkan kalau ia ditinggalkan jika riwayatnya menyendiri [tafarrud]. Ibnu Jauzi memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam Adh Dhu’afa Wal Matrukin no 3325. Al Uqaili juga memasukkan Misyrah bin Ha’an dalam kitabnya Adh Dhu’afa Al Kabir no 1817. Ibnu Thahir dalam Tadzkirah Al Maudhu’at 1/680 menyatakan kalau Misyrah tidak bisa dijadikan hujjah. Pendapat yang benar mengenai Misyrah bin Ha’an adalah riwayatnya dari Uqbah bin Amir dihukumi dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.

Misyrah bin Ha’an menyendiri meriwayatkan hadis ini dari Uqbah bin Amir sedangkan riwayat Ibnu Lahi’ah dari Hay bin Yu’min [Abu Usyanah] dari Uqbah bin Amir tidak bisa dijadikan penguat karena riwayat ini memiliki cacat

  • Riwayat Ibnu Lahi’ah dhaif  karena idhthirab. Terkadang ia meriwayatkan dari Abu Usyanah dari Uqbah [Mu’jam Al Kabir Thabrani 17/310 no 857] dan terkadang ia meriwayatkan dari Misyrah bin Ha’an dari Uqbah [Fadhail As Shahabah no 498].
  • Ibnu Lahi’ah sendiri diperbincangkan hafalannya dan dalam riwayat ini terbukti hafalannya kacau. Selain itu Ibnu Lahi’ah dikenal sebagai mudallis martabat kelima dalam Thabaqat Al Mudallisin no 140 dan riwayatnya di atas dengan ‘an ‘an ah.
  • Kedua riwayat Ibnu Lahi’ah itu berasal dari Yahya bin Katsir yang tidak diketahui siapa dia.

Kedua riwayat lain yaitu riwayat Ishmah bin Malik dan riwayat Abu Sa’id tidak bisa dijadikan syahid [penguat] karena riwayat ini dhaif jiddan bahkan maudhu’. Dalam kedua riwayat ini terdapat perawi pendusta dan tertuduh memalsu hadis.

Riwayat Ishmah bin Malik di dalam sanadnya terdapat Fadhl bin Mukhtar. Al Haitsami berkata dalam Majma’ Az Zawaid 9/67 no 14433

رواه الطبراني وفيه الفضل بن المختار وهو ضعيف

Riwayat Thabrani dan di dalamnya ada Fadhl bin Mukhtar dan dia dhaif.

Fadhl bin Mukhtar statusnya sangat dhaif. Disebutkan dalam Mizan Al ‘Itidal no 6750 bahwa banyak ulama yang mencelanya dengan keras. Abu Hatim berkata “hadis-hadisnya mungkar dan ia menceritakan hal-hal batil”. A Azdi berkata “hadisnya sangat mungkar”. Ibnu Ady berkata “hadis-hadisnya mungkar dan tidak ada mutaba’ahnya”. Selain itu dalam riwayat Ishmah bin Malik juga terdapat Ahmad bin Risydin atau Ahmad bin Muhammad Al Mishri gurunya Thabrani yang dhaif dan tertuduh pendusta. Disebutkan dalam Lisan Al Mizan juz 1 no 804 kalau ia dinyatakan pendusta oleh Ibnu Ady dan Ahmad bin Shalih. Dalam Tarajum Suyukh Ath Thabrani no 182 ia dinyatakan dhaif. Sudah jelas karena kedhaifan yang sangat pada sanadnya maka riwayat Ishmah ini maudhu’.

Riwayat Abu Sa’id sanadnya dhaif jiddan bahkan maudhu’ [kami tidak menemukan riwayat ini dalam Al Awsath]. Al Haitsami menyebutkan dalam Majma’ Az Zawaid 9/68 no 14434

رواه الطبراني في الأوسط وفيه عبد المنعم بن بشير وهو ضعيف

Riwayat Ath Thabrani dalam Al Awsath dan di dalamnya ada Abdul Mun’im bin Basyir dan dia dhaif.

Abdul Mun’im bin Basyir adalah seorang yang sangat dhaif . Dalam Mizan Al ‘Itidal no 5271 disebutkan kalau Ibnu Ma’in mencelanya dan Ibnu Hibban berkata “hadisnya sangat mungkar dan tidak boleh berhujjah dengannya”. Al Haitsami menyebutnya “munkar al hadis” [Majma’ 2/237 no 2453] dan “tidak halal berhujjah dengannya” [Majma’ 9/115 no 14566]  dan “dhaif jiddan” [Majma’ 10/129 no 16926]. Al Khalili dalam Al Irsyad 1/4 menyebutnya pemalsu hadis. Dalam Lisan Al Mizan juz 4 no 120 disebutkan kalau Daruquthni berkata tentangnya “tidak tsiqat”, Al Hakim berkata “ia meriwayatkan dari Malik dan Abdullah bin Umar hadis-hadis maudhu’ [palsu]”.  Sudah jelas hadis dengan perawi seperti ini tidak bisa dijadikan i’tibar atau penguat.

.

.

Penilaian Syaikh Al Albani Tidak Valid

Syaikh Al Albani memasukkan hadis ini dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 327 dan mengatakan bahwa sanadnya hasan. Syaikh juga menghasankannya dalam Shahih Sunan Tirmidzi no 3686 dan Shahih Jami’ As Shagir no 5284. Dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 327 Syaikh Al Albani mengakui bahwa Misyrah bin Ha’an dibicarakan krediilitasnya tetapi syaikh tetap berkata “sanadnya hasan dan para perawinya tsiqat”. Kemudian Syaikh membawakan riwayat Ishmah dan Abu Sa’id sebagai syahid [penguat].

Misyrah bin Ha’an bisa jadi perawi yang shaduq tetapi riwayatnya dari Uqbah bin Amir dihukumi dhaif karena jarh yang jelas dari Ibnu Hibban ditambah lagi dengan mereka yang mendhaifkannya. Pendapat yang benar riwayat Misyrah bin Ha’an yang menyendiri dari Uqbah bin Amir adalah dhaif. Kemudian perkara syaikh menjadikan riwayat Ishmah dan Abu Sa’id sebagai penguat adalah keanehan yang luar biasa. Syaikh Al Albani sendiri mengutip pencacatan Al Haitsami yang mendhaifkan kedua riwayat tersebut [disini seolah-olah Syaikh ingin menunjukkan pencacatan  terhadap mereka tidak berat karena bisa dijadikan syahid]. Apalagi ternyata Syaikh Al Albani sendiri di saat yang lain telah mencacat perawi tersebut dengan jarh yang keras sehingga tidak mungkin hadis dengan perawi seperti itu dijadikan syahid.

  • Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 1/361 no 284 menyatakan sebuah hadis maudhu’ karena terdapat perawi Fadhl bin Mukhtar. Dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 2/458 no 959 menyatakan bahwa “Fadhl bin Mukhtar matruk” dan bukankah sudah jelas perawi matruk tidak bisa dijadikan syahid. Dan yang paling aneh adalah hadis dengan sanad yang benar-benar sama dengan riwayat Ishmah itu telah dinyatakan maudhu’ dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 5/365 no 2366. Bagaimana mungkin sanad hadis maudu’ bisa menjadi syahid [penguat]?.
  • Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 5/252 no 2253 menyatakan Abdul Mun’im bin Basyr dengan sebutan “muttaham bil wadha’ [tertuduh memalsu hadis]”. Bagaimana mungkin perawi dengan cacat seperti ini bisa dijadikan syahid hadisnya?. Dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaaifah 1/142 no 2673 syaikh Al Albani menyatakan sebuah hadis maudhu’ karena di dalamnya terdapat Abdul Mun’im bin Basyr yang Syaikh katakan “tertuduh memalsu hadis”. Lantas sekarang mengapa syaikh menjadikan hadis Abdul Mun’im itu sebagai syahid bagi hadis Misyrah. Sungguh kontradiktif dan sulit dimengerti.

Jadi satu-satunya sanad yang tersisa adalah sanad Misyrah bin Ha’an dari Uqbah bin Amir dan sanad ini sudah jelas dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah. Dalam Muntakhab Min Ilal Al Khalal no 106 Ahmad bin Hanbal telah menolak hadis Uqbah ini dan menyatakan hadis tersebut mungkar. Dalam kitab Mukhtasar Al Ahkam Mustakhraj Al Thusi Ala Jami’ Tirmidzi no 140 Syaikh Abu Ali Hasan bin Ali bin Nashr menyatakan hadis Uqbah tersebut tidak tsabit. Kesimpulannya hadis ini tidak tsabit bahkan ia dhaif dengan seluruh jalan-jalannya .

67 Tanggapan

  1. Salam Mas SP

    Haha…anda telah membuat para pengagum Umar tidak betah duduk diam dan kepanasan

    Semoga Allah mengganjari anda dgn ganjaran org2 salihin….ameen.

  2. Halah! Ga usah lah pake uji sanad…
    Matannya aja udah ketahuan ngawurnya. Salafy yg paling parah pun udah ga percaya lagi kayak yg beginian 🙂

    Kalau begitu siapa lagi yg msh manut sama Albani?

    Salam

  3. @SP
    Tolong tambahkan informasinya. Yakni sabda Rasulullah tsb disampaikan dihadapan Umum atau hanya berdua aja.
    Sebab logika saya tidak bisa menerima dengan alasan:
    Umar b. Khattab pernah melakukan hal2 sbb:
    1. Merobah Firman Allah.
    2. Pernah menolak perintah Rasul
    3. Tidak menguasai hukum2 Allah
    4. Pernah menyembah berhala
    Wasalam

  4. maksudnya kalau manusia yg paling utama setelah Rasulullah Saw adalah Umar ibn Khattab ? ha..ha..lucu..lucu..asli.
    kalau urusan melucu, memang Salafi Albani jagonya

  5. @ mas SP
    kalo ane mah nggak usah ditahrij haditsnya..didengerin ajah sdh ketahuan..kalo itu hadis DHAIF…..heheheheh

  6. hadits tersebut demikian menghibur mas SP.
    asli…. saya terhibur skali….hi….hi…hi…..
    beruntung….. beruntung sekali saya terlepas dari paham ginian…( sambil nepuk jidat kegirangan)

  7. @abu rahat
    nambahin :
    5. pintar bersandiwara ( saat rasul meninggal, sambil
    ngacungin golok lari-lari keliling kampung, bilang
    rasul blm meninggal )
    6. pernah makan tuhan (bikin tuhan dari tepung,
    setelah selese di sembah trus dimakan)
    7. lari dari medan perang ( khaibar, Uhud) tapi paling
    berani dalam hal bid’ah ( tarawih, pelarangan haji
    tamattu), tuhan aja berani di makan apalagi nabi
    hehehhe

  8. Salam kenal buat mas SP pemilik blog ini.

    Terimakasih atas tulisan2nya, sangat bermanfaat bagi saya untuk belajar.

    Syukran ……syukran.

  9. @abu rahat
    Klau yang ini pasti antum setuju

    Umar Punya keutamaan melebihi Nabi Muhammad(ASTAGHFIRULLAH ………………….)
    ini buktinya:
    -> Nabi tidak bisa memilih penggantinya sdgkan umar bisa menggantikan abu bakar sesuai musyawarah mufakat
    -> ide adzan dari umar so….. Nabi mengikuti umar ?!

    Betulkan, pasti antum setuju?

    salam

  10. Adakah Allah swt akan memberikan derajat kenabian (jika mungkin) kepada satu makhluk kasar yang telah membangkang & menyakiti Nabi-Nya seperti ini?

    Ibnu Abbas ra. berkata: Ketika beliau saw. sakit keras, beliau bersabda: “Bawakan catatan kepadaku. Akan aku catatkan untukmu, suatu catatan yang sesudah itu kamu tidak sesat”. Umar ra. berkata: “Sungguh Nabi saw. sedang sakit berat, sedangkan kita memiliki Kitabullah Ta’ala (Al-Qur’an). Cukuplah itu bagi kita”. Maka mereka berbeda pendapat dan banyak suara, lalu Nabi bersabda: “Tinggalkan aku dan tidak seyogyanya kalian bertengkar ke sisiku”. Ibnu Abbas lalu keluar sambil berkata: “Sungguh ini adalah suatu bencana yang hebat sekali, yaitu adanya sesuatu yang menghalang-halangi antara Rasullullah saw.dan lembaran catatan yang dikehendakinya itu”. (Bukhari: No. 114 Kitab Ilmu)

    Adakah hadits ini tdk terbaca oleh Albani?

    Salam

  11. @zahra
    Pernah antum membaca bahwa Rasul MARAH. Saya rasa Tidak. Karena Akhlak dan lemah lembut Rasul sangat mulia. Tetapi pada waktu Rasul masih hidup Umar mengatakan: Ucapan talak tiga cukup satu kali diucapkan dalam majilis maka telah jatuh talak 3.
    Pada waktu disampaikan pada Rasul. Rasul sangat marah sampai merah muka Rasul sambil bersabda: Apakah ada manusia yang merobah Firman Allah sedangkan aku masih berada bersamanya.?

  12. Calon Nabi dan washinya kan di Al-Quran juga bukan dari golongan ahli Dhalim
    lah sekarang ada hadits menyebutkan tentang Umar akan jadi Nabi setelah Rasul … duh2 ada-ada aja dech tinggal baca sejarah dan biografi Umar bin Khattab aja dech. Setelah Nabi Muhammad kan gk ada nabi lagi mau dikemanakan gelar Nabi dan Rasul akhir jaman.

    Sungguh aneh ada hadis seperti ini …

  13. gila gila gila ni Hadist,,

  14. @aburahat

    Nabinya beda, klu nabi mrk tukang marah, kadang lupa rakaat shalat lha klu nabi kita adl “Rahmatal lil ‘aalamiin”–> rahmat bagi seluruh alam baik itu alam dunia maupun alam masyar.

    salam

  15. wahai saudaraku seiman, saya selaku orang awam, marilah kita bercermin, nilailah diri kita masing-masing, apa kita ini lebih pandai jika kita dibanding dengan 4 sahabat rosul itu, dibanding dgn al bani, saya yg bodoh ini memahami hadits bahwa rosul berandai-andai, yaitu jika ada nabi, bukan berarti umar jadi nabi. untuk itu janganlah kalian menghujat, beliau-beliau kalau kalian anggap ada kesalahan. peganglah kalimat bagiku amalanku, bagimu amalanmu, kalau terjadi perbedaan pemahaman ( intermezo ya kalau kalian merasa orang pinter berarti kalian dukun, hahahaha)

  16. @suroto
    Kami disini tidak berbicara soal sahabat. Kami berbicara soal hadits ysb diatas yang disahihkan Albani. Apakah Albani sahabat Rasul?

  17. @Suroto :
    Niat sampeyan mau bijak yah ? … koq jadi ngawur yah. Anda yang bodoh memahami Hadist ini adalah ‘andai-andainya’ rasul. itu rosul siapa mas ?
    yang ditulis apa … komentar nya apa… yaudah mas amalan sampeyan buat sampeyan aja.

  18. saya hanya ingin menambahkan, bahwa tidak semua hadis itu pasti shahih,tidak salahnya juga kalua kita menggunakan akal yang diberikan Allah ini, alangkah bijaksananya kalau kita terus lebih banyak membaca sejarah, agar tidak terlalu extriem dan faanatik yang berlebihan,
    Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramllahu Wajhah Berkata : “Apabila orang yang jahil mau diam, maka perselisihan tidak akan muncul terjadi.”
    Sebab barangkali dikarenakan kurangnya informasi dan bahan bacaan alias pengetahuan sehingga terjadilah Fanatik alias ta’assun yang berlebihan.

  19. HHHHeeeemmmm…… apakah UMMAR ibn KHATTAB pernah berperang ???? Ndak ada tuh…. baik di cerita sunni maupun syi’ah …… nggak ada yang namanya Ummar ibn Khattab berperang dengan gagah berani !!!!

  20. Jadual Lengkap Program Ziarah dan Dakwah Habib Umar di Malaysia : http://wp.me/piAx4-135

    PENGGUNAAN NAMA ALLAH: ANTARA CELARU DAN KELIRU http://wp.me/piAx4-13v

    Isu Kalimah Allah – Dr. Siddiq Fadzil : http://wp.me/piAx4-13p

  21. @suroto. Suara anda itu seolah-olah benar. tapi kalau anda sedikit aja faham permasalahan hadits, semua yang dijelaskan tadi bakal mempertajam analisis anda baik secara aqliyyah maupun naqliyyah. Jangan karena bertolak dari misalnya “pokoknya aku membela umar” anda lantas menafikkan semua hujjah/argumentasi yang ada. inilah saat ilmu itu tidak independent lagi. alias anda sudah terkungkung oleh jeruji kemadzhaban. ilmu itu harus disikapi objective, dengan penalaran yang cukup jangan sisi emosional anda yang anda besar-besarkan.

  22. Suroto….suroto….Su itu BAgus ..Roto itu Adil jadi Suroto adalah manusia yg baik dlm keadilan.
    Timbang baik2 mas semua tulisan Mas Sp…toh jikalau pun Umar adalah salah seorang Sahabat yg dihormati Rosulullah…tapi ngga sampai harus membuat hadis yg mensejajarkan Umar dg RAsulullah Saww..itu namanya Ghuluww mas…biasa aja kali.

  23. @hiroali
    Anda mengatakan, toh jikalau Umar adalah seorang sahabat yang dihormati Rosulullah……
    Kalau saya, toh kalau Umar dihormati Rasul itu karena Umar MERTUA Rasul

  24. adakah seorang nabi yg berawal musrik n penyembah berhala?
    ada kali… yaitu nabinya salafiyun…

  25. @Aburahat
    penghormatan sbg mertua rasul..hmmmm..iyayah pasti hanya sebatas itu,…sampai Rosulullah terdiam saja (padahal di dalam hatinya beliau marah) ketika upaya beliau di akhir hayatnya ingin berwasiat dicegah Umar, yaah karena sebatas menghormati Umar sbg bapak mertuanya kali.

  26. @hiroali
    Benar. Hanya sebatas mertua, begitu juga Abubakar. Tapi Imam Ali as. Rasul menyitainya didunia sampai di akhirat dalam semua segi. Penghormatan Rasul kepada Imam Ali as, Rasul buktikan dengan menempatan kedudukan Imam Ali as diatas segala makhluk ciptaan Allah kecuali Rasulullah SAW. Wasalam

  27. Friends…sesungguhnya kita tdk mengetahui apakah penghormatan Nabi thd Umar adalah karena Umar sebagai mertua. Karena jika demikian, tentu tdk ada penghormatan sama sekali thd Umar sebelum Umar menjadi mertua, bukan?

    Salam

  28. @armand
    Benar kita tidak mengetahui apa Rasul menghormati Umar karena mertua atau bukan.
    Tapi yang kita bicarakan adalah penghormatan KHUSUS. Kalau penghormatan biasa/secara UMUM, Rasul menghormati semua makhluk ciptaan Allah. Anggaplah penghormatan KHUSUS itu dengan pemberian gelar (HC)
    Gelar apa yang diberikan Rasul pada Umar? Abubakar mungkin dgn Ashidiq karena selalu membenarkan sabda Rasul. Imam Ali as PEDANG ALLAH, HARUN, AMIR PARA MUKMIN DSB. Wasalam

  29. @All
    Kita tidak tahu apa yang ada di dalam hati Rasulullah, sehingga sangat tidak layak kita berspekulasi tentang itu.
    Informasi2 sejarah dan hadits bukanlah dipakai untuk menyimpulkan perasaan Rasulullah ataupun perasaan siapapun.
    Janganlah melebihi apa2 yang sudah dicontohkan oleh pemimpin2 (alul bayt) kita, terlebih dengan cara mengira2 dari adanya catatan2 peristiwa yang sepotong2.

    Untuk mencintai dan memuliakan Rasulullah dan Ahlul Bayt Beliau dibutuhkan kebersihan hati, keta’atan dan menyingkirkan EGO.
    Untuk mencegah diri dari menghinakan dan mencaci mereka2 yang “berseberangan” dengan Ahlul Bayt pun dibutuhkan kebersihan hati, keta’atan dan menyingkirkan EGO.

    Salam damai.

  30. Benar apa yang dikatakan sdr truthseeker tidak boleh menghina atau mencaci mreka yang berseberangan dengan AHLULBAIT serta singkirkan EGO.
    Tapi menunjukan kesalahan serta perbedaan mereka itukan bukan EGO. Kalau kita tidak menunjukan perbedaan maka mereka yang tidak mengetahui perbedaan tsb akan menyamakan ratakan. Dan ternyata demikian mereka para Wahabi/Salafy menyama ratakan. Mereka yang berpikiran seperti ini kita katakan EGO.
    Dalam Alqur’an Allah menunjukan perbedaan siapa yang Mulia disisi Allah.
    Rasululllah membedakan dalam banyak Hadits (kalau kita percaya bahwa itu sabda2 Rasul).
    Imam Ali as membedakan siapa yang lebih patut menjadi Khalifah dengan mengemukakan kelebihan beliau yang tercantum dalam buku2 sejarah begitu juga dlm Najh Balaqah (kalau mau percaya)
    Imam Hasan as dalam surat kepada Muawiyah juga membedakan kemuliannya dibandingkan Muawiyah inipun dalam sejarah.
    Imam Husein as pun menunjukan perbedaan antara Imam dan Yazid
    Menurut saya (mungkin teman2 yang lain menafsirkan lain)
    bahwa semua kejadian tsb adalah sebagai contoh bagi kita untuk dipelajari dan menjadi pegangan untuk menilai diri kita. Menurut pendapat saya ini bukan EGO.
    Dan ini perlu disampaikan bagi yang tidak mengetahui.
    Terutama bagi mereka yang mengatakan Rasul sama dengan manusia biasa, para Ahlulbai yang telah disucikan sama dengan yang tidak disucikan. Wasalam

  31. hati rosul selalu ingihkan yg terbaik tuk ummatnya,tp rosulpun tdk menyukai prilaku munafik dr ummatnya.
    dan sebagian besar prilaku munafik ummatnya terungkap kala rosul wafat
    “tidak membenci engkau yaa ali kecuali orang2 munafiq”
    membuka sejarah (kebenaran) bukan tuk mencela n memaki,tapi tuk mlihat hikmah didalamnya,
    apabila didlmnya terungkap suatu keburukan prilaku dr seseorang,itu adalah hal yg wajar,krn quran pun mengungkap prilaku buruk sesorang

  32. @aldj
    Tentu Rasulullah tidak menyukai perilaku munafik. Dan tentu juga Rasulullah tidak menyukai segala perilaku yang tidak baik. Namun tetap kita tidak bisa mengira2 respon Rasulullah ketika ada umatnya yang tidak berperilaku buruk.
    Untuk kasus ini, ada 2 kemungkinan yang mestinya kita sama2 setuju, yaitu:
    1. Rasulllah tidak tahu mereka yang munafik. Sehingga akan terlalu gegabah bahwa kita merasa lebih tahu.
    2. Rasulullah tahu. Dan kita bisa cari dicatatan sejarah/hadits sikap Rasulullah kepada mereka. Tentunya akan sangat gegabah dan tidak layak kita bersikap tidak sesuai yang dicontohkan Rasulullah dalam menyikapi hal itu.

    Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa tidak suka dengan bersikap tidak layak kepada yang tidak kita sukai adalah 2 hal yang berbeda.

    Salam damai.

  33. @truthseeker

    kum salam

    benar adanya bhw ada hal2 yg allah tdk beritahu k rosul ttg siapa2 yg munafik,tp sy yakin rosul tau sebagian mereka yg munafik,
    dan tentu sj orang2 munafik berbeda dg orang2 musrik, yg jelas2 penentangannya trhdp rosul,sehingga rosul bisa mengangkat senjata terhadap mereka,tp munafik berbeda perlu bukti n proses yg panjang utk itu
    tapi mereka2 ini terungkap kemunafikannya ketika rosul wafat.
    yaitu penentangan mereka terhadap amiril mu’minin as
    andaikan sj rosul pd waktu itu hidup atau amiril mu’minin memiliki dukungan yg besar,tentu sj mereka akan bersikap
    terhadap orang2 munafik ini.sperti halnya amiril mu’minin memerangi muawiyah n khawarij
    tapi sejarah berbicara lain
    sekarang ini kita dlm kondisi yg berbeda dgn amiril mu’minin,yg apabila kita bersikap trhdp mereka,wlw dg penyikapan yg berbeda tentu sah2 sj.asal dlm tujuan akhir adalah mencari kebenaran n keadilan
    sehingga jgn terjadi yg anda katakan sikap yg tdk layak,
    jadi apabila terjd pengungkapan sejarah trhdp mereka itu sah2 sj.ketika sejarah terungkap kemudian kita bersikap tidak senang terhadap mereka itu jg sah2 sj,krn itu bagian dari keimanan kita terhadap ulil amri..tp perlukah ke imanan ini diproklamirkan itu soal lain,
    mungkin ini bs menjwb apa yg anda katakan sikap yg tdk layak
    salam sejahtra..

  34. @aldj
    Terima kasih atas tanggapan saudara aldj. Saya ingin mencoba memahami lebih jauh pendapat anda.

    dan tentu sj orang2 munafik berbeda dg orang2 musrik, yg jelas2 penentangannya trhdp rosul,sehingga rosul bisa mengangkat senjata terhadap mereka,tp munafik berbeda perlu bukti n proses yg panjang utk itu

    Kita garis bawahi pendapat saudara yang ini, karena pendapat ini tidak berseberangan dengan pendapat saya. Dan pendapat ini akn pentingnya nantinya di diskusi selanjutnya.

    tapi mereka2 ini terungkap kemunafikannya ketika rosul wafat.
    yaitu penentangan mereka terhadap amiril mu’minin as

    Ini saya pikir adalah hasil analisa kita pribadi. Karena saya belum menemukan dalil shahih (dari Imam Ali krw.) yang menyatakan/memanggil mereka sebagai munafiqun. Jika memang tidak ada tuntunannya maka saya lebih memilih tuduhan itu sebagai tidak meneladani Imam Ali krw.

    andaikan sj rosul pd waktu itu hidup atau amiril mu’minin memiliki dukungan yg besar,tentu sj mereka akan bersikap
    terhadap orang2 munafik ini.sperti halnya amiril mu’minin memerangi muawiyah n khawarij

    Inipun ternyata adalah suatu perandai2an. Saya tidak berani berandai2 dengan hal2 besar seperti ini. Saya lebih memilih untuk meneladani sikap Mereka a.s. (Ahlul Bayt a.s tanpa mengira2 sikap Mereka a.s.).
    Ada juga beberapa pertanyaan:
    1. Apakah memang Khawarij masuk dalam kategori munafiqun? Saya pikir mereka secara jelas/zahir menyatakan penentangan mereka.
    2. Bagaimanakah sikap/akhlak Imam Ali.krw, dalam menghadapi musuh2 Beliau krw.? Bagi saya berperang/bermusuhan bukan berarti kita meninggalkan akhlak kita ketika berhadapan dengan mereka, bukankah begitu?. Dan sangat jelas bhw Imam Ali krw. tetap menjunjung akhlak Beliau krw. ketika berhadapan dengan musuh2nya. Beliau krw. tidak ada amarah apalagi kebencian thd musuh2 Beliau krw. Kemudian kenapa kita tinggalkan akhlak kita, ketika kita bercerita ttg musuh2 Beliau krw. Apalagi ketika kita bercerita ttg mereka yang tidak berperang dengan Beliau krw.
    Saya yakn bahwa Imam Ali krw. tidak hidup dalam kepuraa2an di jaman Khalifah2 sebelum Beliau krw.

    Siapakah yang kita teladani jadinya?

    Maafkan jika ada kata2 yang salah.

    Salam damai.

  35. @all
    Kalau kita berbicara mngenai MUNAFIK. Harus dipisahkan dulu munafik yang mana. Munafik menurut saya ada dua penegrtian munafik.
    1. Munafik terhadap Allah. Munafik terhadap Allah sesuai dengan QS 63 : 1, 2 , 3
    2. Munafik dalam SIFAT. Mereka tetap islam, mengucapkan 2 kalmat Syahadat, Sembahyang, Berpuasa, mengeluarkan Zakat dan Haji tetapi antara manusia suatu waktu berbuat sesuatu yang bertentangan. Perbuatan mereka ini disebut perbuatan Munafik. (dihadapan kita menerima namun dibelakang kita menolak)
    Jadi kesimpulannya perbuatan MUNAFIK belum bisa diberikan predikat MUNAFIK terhadap seseorang. Wasalam

  36. @truthseeker

    Mdh2an anda mempercayai kebenaran riwayat n hadits pengangkatan amirilmukminin sebagai khalifah ba’da rosul.
    bknkah disitu terjadi pembaitan/pengakuan trhdp kedudukan amiril mukminin diantara ummat
    kemudian setlah rosul wafat kemudian mereka mlh menentang kedudukan amiril mukminin,
    apakah itu bkn suatu kemunafikan ?

    “andai” yg sy mksd bknlah suatu hayalan,ini terbukti dg adanya peperangan2 yg di alami imam ali as pd masa beliau memimpin umat (memiliki kekuatan),
    soal khawarij tentu saja buat sy adalah kemunafikan
    seperti yg sdh sy sampaikan diatas n jg berkenaan dgn hadits,tdk membenci engkau ya ali kcuali orang2 munafik

    soal kebencian n kemarahan tdk masuk dlm pembhasan sy.
    sy jg yakin beliau jg tdk dlm kepura-puraan
    tnggal kita sj yg menilai,diam beliau dimasa itu menrut sy itu adalah bag dari ketaatan n kecerdasan beliau

    salam sejahtra n trims

  37. @truthseeker
    Untuk mencintai dan memuliakan Rasulullah dan Ahlul Bayt Beliau dibutuhkan kebersihan hati, keta’atan dan menyingkirkan EGO.
    Untuk mencegah diri dari menghinakan dan mencaci mereka2 yang “berseberangan” dengan Ahlul Bayt pun dibutuhkan kebersihan hati, keta’atan dan menyingkirkan EGO.

    jwb:
    Terasa menyejukkan kata2 anda, tetapi anda harus garis bawahi, siapa saja AHLUL BAIT itu, dan siapa saja yg bersebrangan dengan mereka.Itu yang paling penting.
    Menurut keyakinan saya AHLUL BAIT tidak hanya Ali ra, Fatimah ra dan keturunannya saja. Masih banyak yg lain, termasuk istri2 Nabi saw.

    Dan pertanyaan saya ke ANDA :

    1. Apakah Ummar juga termasuk AHLUL BAIT, karena beliau pernah menjadi menantu Ali bin Abi Thalib dengan menikahi Ummy Kultsum binti Ali? Jawab Ya atau Tidak? Apa alasannya?

    2. Jika Ummar ra bukan AHLUL BAIT, Apakah Ummar ra bersebrangan dengan mereka ?????

    Karena Rasul saw sendiri memuji mereka.

    3689 – حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ قَزَعَةَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ كَانَ فِيمَا قَبْلَكُمْ مِنْ الْأُمَمِ مُحَدَّثُونَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Pada umat-umat terdahulu ada beberapa orang Muhadatsun (Orang yang menerima ilham). Dan jika ada satu pada umatku yang seperti itu, maka Umar adalah orangnya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari (3689) dan Muslim(Fadha’ilish-Shahabah/23) pada bab ”min fadha’ili Umar radhiyallahu ‘anhu (keutamaan Umar radhiyallahu ‘anhu”. Diriwayatkan juga oleh Tirmidzi 5/622 No. 3693)).

    Coba lihat juga hadits tentang Abu Bakar ra.

    وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً وَلَكِنْ أُخُوَّةُ اْْلإِ سْلاَمِ

    Kalau aku mengambil seorang kekasih, niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai khalil (kekasih), tetapi persaudaraan Islam lebih baik. (HR. Bukhari dengan Fathul Bary, juz 7, hal. 359, hadits 3654; Muslim dengan Syarh Nawawi, juz 15 hal. 146, hadits 6120)

    Al-Khullah adalah kecintaan yang paling tinggi. Para ulama menyatakan bahwa derajat khullah lebih tinggi dari tingkatan mahabbah. Oleh karena itu seorang yang disebut sebagai khalil, lebih tinggi kedudukannya daripada habib. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah bahwa Allah hanya mengambil dua orang manusia sebagai khalil, yaitu nabi Ibrahim dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan masalah mahabbah Allah sering menyebutkan dalam al-Qur’an, Allah mencintai orang-orang yang beriman, sabar, berjihad di jalan-Nya dan lain-lain.

    Maaf saya hanya bertanya, kalau anda tidak bisa menjawab, saya ajukan ke yg lain.

  38. @aldj/truthseeker

    Ikut nimbrung ya. Sy tdk tau apakah ini penting atau tdk. Namun turut menjadi pertanyaan buat saya.

    Bukannya kemunafikan menjadi hilang ketika hati & itikad sesungguhnya ditampilkan? Ketika setelah wafatnya Rasul saw, beberapa sahabat menunjukkan pengingkaran mereka atas janji/baiat mereka kepada Nabi saw, maka kita akan mengatakan bahwa janji yg mrk ucapkan di hadapan Nabi saw, adalah janjinya seorang munafik. Apakah setelah tidak adanya Nabi saw, kelihatan “belangnya” msh disebut munafik? Entahlah.

    Kemudian, salah satu wasiat Nabi saw kepada umat Beliau adalah agar taat kepada Imam Ali serta mewanti-wanti bahwa Imam Ali adalah pembeda siapa-siapa yg beriman dan siapa-siapa yg munafik. Bukankah itu berarti sepeninggal Nabi saw msh terdapat orang-orang yg munafik, hingga wafatnya Imam Ali as? Ataukah begitu wafatnya Nabi saw lantas dapat terlihat segera kemunafikan berdasarkan mana-mana yg berpihak kepada Imam Ali dan mana yg tidak? Jika demikian bagaimana dgn kasus segelintir sahabat yg berpaling dari Imam Ali di kemudian waktu?

    Ini pertanyaan murni lho, bukan retorik 🙂

    Salam

  39. @aldj

    Ada beberapa poin yang saya ingin jelaskan dari pemahaman saya:
    1. Makna Munafik:
    Sebelum membicarakan makna dari kata munafik, maka terlebih dahulu kita harus membedakan antara munafik dengan berbuat salah (membatalkan janji).
    Bagi saya makna munafik adalah ketika seseorang mengikrarkan/melakukan sesuatu yang mana di dalam hatinya mengingkarinya (pada saat itu).
    Beberapa contoh yang ada dalam banyak riwayat adalah, ketika mereka berhadapan dengan Rasulullah SAW mereka seolah2 ta’at namun pada saat yang sama mereka melakukan provokasi di belakang Rasulullah.
    Contoh di atas harus kita bedakan dengan mereka berikrar/berbuat sesuatu kemudian mereka tidak melaksanakannya di kemudian hari. jenis yang seperti ini tidak bisa dikategorikan sebagai munafik.
    Jadi tidak selalu mereka yang berikrar atas wilayah Imam Ali Krw yang kemudian tidak melaksanakannya setelah Rasulullah SAW meninggal masuk kategori munafik.
    Jadi ingkar janji tidak selalu masuk kategori munafik.
    Sehingga saya tidak memasukkan “khawarij” sebagai munafik. Kemunafikan tidak dinilai kemudian, namun kemunafikan dinilai pada saat mereka membela Imam Ali Krw, apakah pada saat itu mereka lakukan dengan setengah hati (apakah hati mereka pada saat ada pada Muawiyah?) saya pikir tidak. Nahh, yang mereka lakukan dikategorikan sebagai pemberontakan.

    2. Selama tidak ada penjelasan langsung dari Imam Ali Krw, maka saya tidak beran untuk menebak2 perasaan Imam Ali Krw. Karena saya menyadari adanya perbedaan Ilmu, Akhlak, Kecerdasan dengan Beliau Krw. Sehingga tebak2an saya dikuatirkan akan banyak salahnya.
    Jika Imam Ali Krw harus menelan kepahitan dan kesedihan tsb, tentunya saya juga akan ikut menelan kepahitan tsb. Saya tidak berani mengatasnamalan membela Beliau Krw. dan mengklaim mewakili Beliau Krw dalam sikap2 saya kepada musuh2 Beliau Krw.

    @arman
    Seperti penjelasan saya di atas adalah bahwa tidak semua penentangan/permusuhan thd Imam Ali Krw oleh mereka yang pernah membai’at Beliau Krw masuk kategori munafik. Karena bisa saja bai’at mereka saat itu dilakukan sepenuh hati. Namun dengan perjalanan waktu keimanan dan keta’atan mereka terdistorsi. Bisa juga karena tidak sanggup menahan godaan (kekuasaan, harta, dll). Bisa juga karena kebodohan, ketidaktahuan, dan sebab2 lainnya yang kita tidak bisa pahami lebih jauh.

    Salam Damai.

  40. Salam,
    @armand
    Pa kabar stadz?
    Kemunafikan selalu tentang perbuatan dan perasaan/pikiran yang bertolak belakang (tentu dalam hal keburukan), ketika kemudian perbuatannya menjadi sejalan tidak berarti sifat munafiknya menjadi hilang, hanya saja sebutannya saja yg berubah…pembohong, kriminal, pengkhianat etc…apapun anda hendak menyebutnya. intinya sifat itu masih melekat di hatinya. sy pikir munafiqin yg kemudian mengeksekusi kemunafikannya itu naik pangkat jadi, ‘Pengkhianat Munafik’/’Kriminal Munafik’ dst…
    Pasca wafatnnya Arrasul SAWW, adalah momentum kenaikan pangkat kaum munafiq. Tentu saja harus ada tolak ukur, dan Rasul SAWW dengan sempurna menyiapkan tolak ukur tsb, ya, Imam Ali adalah tolak ukur/pemisah antara kaum munafiq dan mu’min. Silahkan simpulkan sendiri.

  41. ku bertanya pada mu,
    untuk apa blog ini ada?
    untuk meluluhlantakkan kesatuan ummat?
    untuk menghancurleburkan persatuan ummat?
    ooh jiwa, semakin banyak waktu yang ada hanyalah melemahkan ummat ini…

  42. @akudanjiwa
    Blog ini merupakan tempat diskusi untuk mencari kebenaran
    Kata2 anda tsb diatas adalah kata2 orang tdk berilmu, Kita disini sedang mendisikusi untuk mendapat kebenaran, Apakah anda telah mengetahui dari hadits tsb KEBENARANNYA?

  43. @truthseeker

    Apa yg mas uraikan memang bisa menjelaskan mengapa sebagian kecil (1-2) sahabat yg begitu kukuh hanya mau membaiat Imam Ali ketika wafatnya Rasul saw malah di kemudian hari berbalik memusuhi & memerangi beliau. Juga dapat menjelaskan sikap para pengikut Imam Ali di Kufah yg berubah ketika mendapat ancaman & teror. Jika dikatakan munafik, tidak juga karna apa yg mereka ucapkan utk taat kepada Imam Ali saat itu, dapat dipercaya memang sesuai dgn hati & itikad mereka.

    Lalu bagaimana Nabi saw menilai kemunafikan orang2 di sekitarnya? Jika provokasi (di belakang Nabi saw tentunya?) menurut mas adalah salah contoh prilaku munafik, maka berdasarkan riwayat yg kita ketahui hanya segilintir kecil manusia yg melakukan hal buruk tsb. Atau ada prilaku lain yg mengisyaratkan kemunafikan? Apakah ucapan-ucapan di belakang Nabi saw yg kemudian terdengar oleh Nabi saw dan menyakiti hati Beliau juga termasuk bagian provokasi ini? Bagaimana kita mengkaitkan pengetahuan Nabi saw atas prilaku2 munafik ini dgn ayat 101 AlBaqarah? Serta bagaimana kita menghubungkan semua itu dgn wasiat Nabi saw tentang Imam Ali as sebagai pembeda mereka yang munafik & yang beriman?

    @Hade

    Kabar baik 🙂
    Kalau mengikuti komennya @truthseeker, maka sesungguhnya msh ada kemungkinan pengingkaran ketaatan sebagian sahabat bukanlah disebabkan pengingkaran hati & itikad mereka sebelumnya, namun bisa saja keyakinan mereka berubah sebagai akibat ketakutan, kebodohan, ketamakan, dll.

    Sy mulai menyetujui dgn apa yg dinyatakan oleh @truthseeker bahwa “ingkar janji tidak selalu masuk kategori munafik”.

    Salam

  44. @Armand
    Stadz…, sy jadi inget salah satu alamatul-munafiq yg Arrasul SAWW sebutkan, yaitu ketika berjanji mereka mengingkari…
    Sy justru kurang sependapat dgn truthskr yg melihat bahwa ingkar janji tidak selalu masuk kategori munafik, shg terkesan bahwa pengingkaran adlh sesuatu yg bersifat kondisional. mgkn agak membingungkan antara ingkar janji dengan tidak bisa memenuhi janji, jadi mesti dibedain dulu.
    yg terjadi adlh pengingkaran bukan ketidakmampuan utk memenuhi janji shg barang tentu ia adalah bagian dari kemunafikan.

  45. singkat sj utk sy ttg munafik,mereka mengaku beriman tp sebenarnya hati mrka cendrung menolak,
    mereka mengatakan beriman kpd allah n rosul tp ketika berkenaan dgn keutamaan ali as,hati mereka menolak.
    pdhal ketika ada rosul mereka mengatakan beriman bhw ali as adalah khalifah ba’da rosul.
    utk itulah rosul mengucapkan bhw yg membenci ali adalah munafik,
    munafik terhadap siapa?
    mereka munafik terhdp rosul,sedang kpd ali as mereka menentang/membenci,sedang mereka mengaku beriman

  46. @arman
    Alhamdulillah… 🙂
    Kemunafikan juga mengenal kelas2 dimana ada kelas yang mudah dideteksi, misalnya sepeerti mereka yang berlaku ta’at di depan Rasulullah SAW namun melakukan provokasi di belakang Beliau SAW. Ada juga yang menyimpan kemunafikan mereka dengan begitu rapat dan menunggu Beliau SAW wafat baru kemudian berani memperlihatkan itikad sesungguhnya.

    @hade
    Saya menilai kemunafikan (pengingkaran hati) haruslah terjadi pada saat ikrar diucapkan. Pada saat ikrar diucapkan apakah memang ikrar itu dilakukan sepenuh hati. Bagi mereka yang munafik ikrar tsb dilakukan dengan terpaksa dan telah terjadi pengingkaran dalam hati mereka saat itu juga dan ada niatan akan bertindak tidak sesuai yang diikrarkan.
    Sehingga ada beberapa riwayat yang meyakini bahwa misalnya, Talha r.a. dan Zubair r.a. tidakah munafik ketika mereka berikrar atas wilayah Imam Ali Krw. Perubahan sikap mereka thd Imam Ali Krw. disebabkan hal lain.

    Jika kita menggunakan pemahaman yang kaku ttg munafik maka, setiap mereka yang menyalahi Allah SWT dan Rasul SAW dengan mudah dikategorikan sebagai munafik.
    Berapa banyak dosa2 saya setiap hari yang mengingkari ikrar saya dalam syahadat dalam niat2 amal2 saya yang semuanya karena kelemahan saya. Saya yakini itu bukan sebagai kemunafikan.
    Wallahu’alam Bishawab

    Salam damai.

  47. @aldj/hade

    Ada 2 kondisi (sikap), menurut saya, sehubungan dgn baiat para sahabat kepada Rasul saw thd kekhalifahan Imam Ali as yg mungkin terjadi;

    1. Baiat dgn hati & itikad tulus
    Bagi mereka ini tdk dapat disebut munafik bukan? Jika suatu saat mereka berpaling dari apa yg telah mrk ikrarkan, maka apakah berpalingnya mrk menyebabkan baiat yg mrk ikrarkan sebelumnya hanya merupakan sebuah kebohongan/kemunafikan?
    Sebagai contoh adalah baiat para penduduk Kufah thd kepemimpinan Imam Ali, Imam Hasan & Imam Husein. Apakah karena ketakutan atas ancaman dan teror yg mereka hadapi mrk disebut munafik? Alasan pembangkangan dari ikrar sebelumya ini jg menurut sy termasuk di dalamnya adalah kebodohan, ketamakan, dll.

    2. Baiat dgn hati & itikad tdk tulus
    Bagi mereka ini, baiat diikrarkan karena keterpaksaan. Bisa karena takut atau pun memiliki niat buruk lainnya, seperti menunggu saat/waktu/masa yg tepat utk menunjukkan hati & itikad mereka dikarenakan kedudukan mereka yg lemah pada saat itu. Menurut sy sebagian sahabat telah melakukannya. Ini terbukti dgn adanya pengambilalihan kekhalifahan sesaat setelah Rasul saw wafat. Begitu cepatnya pengambilalihan ini bagi sy mengisyaratkan bahwa tindakan ini sdh terpikir/terencana sebelumnya bahkan di saat baiat dg Rasul saw.

    Menurut sy, baiat dgn hati & itikad yg tdk tuluslah yg dapat dikategorikan sebagai munafik. Masalahnya adalah kita tdk pernah tau siapa-siapa yg berbaiat dgn tulus dan siapa-siapa yg tdk.

    Jika mas @aldj mengatakan bahwa jika melakukan penentangan, permusuhan serta membenci Imam Ali dikatakan munafik thd Rasul saw, maka bagaimana kasus sebagian sahabat yg memang berbaiat dgn tulus kepada Rasul saw, tetap membaiat dan di belakang Imam Ali as saat wafatnya Rasul saw, namun dalam perkembangannya kemudian memusuhi Imam Ali as? Apakah mereka jg termasuk yg mas katakan munafik thd Rasul saw?

    Selanjutnya, istilah mas menggunakan munafik thd Rasul saw menarik utk ditelaah lebih jauh. Apakah munafik kepada Rasul saw merupakan manifestasi munafik kepada Allah swt?

    Salam

  48. @truthseeker

    komen sy di atas disubmit tanpa tau sebelumnya ada komen dari mas 🙂

  49. sy ingat kan kpd anda smua,bhwsanya ikrar/baiat mereka ini atas ke inginan allah n d ucap perintaah itu oleh sang rosul saw,tdk ada dalih apa pun yg membenarkan apabila mereka melepas baiat tsb,apalg menentangnya
    terkecuali mereka scr diam2 mengimaninya krn kondisi
    tertentu.
    jd 2 hal menurut sy knp merka sy katakan munafik krn ini berkenaan dgn 1.perintah allah n rosul nya 2.mslh keimanan
    bedahal nya klu mslh syariat

    @armand
    selama ini sy blum pernah mendengar kt2 munafik trhdp allah
    n menrut sy mmng tdk ada,krn allah maha mengetahui

  50. @truthseeker, tanpa bermaksud utk menjadi jumud dan sok tegas soal munafik kita hrs tetap jelas dan tegas soal ini. klo anda mngklasifikasikan munafiq spt itu maka akan lebih fair jika akibat yang timbul jadi salah satu faktor pembaginya.
    btw, makasih udah ngingetin kita soal dosa2 krn ketidaksesuaian antara kesaksian dengan perbuatan, semoga kita diampuni dan dihindarkan dari kemunafikan.
    secara efek yg ditimbulkan maka ‘kemunafikan’ (baca; dosa) kita itu hanya berakibat pada kita (selama ‘kemunafikan’ itu tidak melibatkan dan berpengaruh pada orang lain) namun jika kemudian ini menjadi sebuah kelanggengan yang melibatkan, berpengaruh, dan menyesatkan begitu banyak orang, maka selama akibat itu eksis artinya kemunafikan itu tetap ada, bahkan ketika si munafiq sudah tiada.
    shg jika munafiq hanya terbatas oleh waktu kejadiannya, bagaimana cara menilai/mendeteksi kemunafiqan seseorang, kecuali dengan aplikasi pasca ikrar?

    Salam

  51. @Hade

    shg jika munafiq hanya terbatas oleh waktu kejadiannya,

    Maaf jika penjelasan saya kurang jelas. Namun saya tidak bermaksud mengatakan bhw munafiq hanya terbatas oleh waktu. Yang saya maksudkan adalah bahwa munafiq itu haruslah mebandingkan ikrar/pernyataan/sikap thd niat/isi hati pada saat tsb.
    Dan sekali2 saya tidak bermaksud membenarkan pembangkangan ataupun ingkar janjinya mereka. Saya hanya tidak sembarang menisbahkan semua kesalahan adalah krn kemunafikan.

    bagaimana cara menilai/mendeteksi kemunafiqan seseorang, kecuali dengan aplikasi pasca ikrar?

    Saya pikir saya tidak melihat ada kewajiban untuk kita mendeteksi/menilai kemunafiqan seseorang. Bahkan seyogyanya memang bahwa kemunafiqan itu adalah rahasia antara si munafiqun dengan Allah SWT.
    Saya juga tidak menemukan dalil/pencontohan bahwa Sang Teladan melakukan hal tsb.
    Ketika kita memiliki begitu panjang list para munafiqun, saya tidak melihat Imam Ali Krw. juga memiliki list tsb.
    Sehingga yang ada di diri kita hanyalah asumsi2, analisa2 dan kesimpulan2 kita sendiri dari potongan2 riwayat yang sampai kpd kita.
    Maaf jangan sampai pendapat saya ini dimaknai sebagai pembenaran atas pembangkangan/pemberontakan kpd Imam Ali Krw. Saya hanya mencoba manut dan ta’at kpd sikap yang telah diambil oleh Imam Ali Krw. tanpa berani (meminimalkan) melakukan interpretasi yang bisa salah.

    @aldj

    sy ingat kan kpd anda smua,bhwsanya ikrar/baiat mereka ini atas ke inginan allah n d ucap perintaah itu oleh sang rosul saw,tdk ada dalih apa pun yg membenarkan apabila mereka melepas baiat tsb,apalg menentangnya

    Terima kasih sudah bersedia mengingatkan. memang kita sesama muslim harus saling mengingatkan.
    sepertinya mas aldj sudah salah menginterpretasikan penjelasan saya.
    Sekali lagi, saya tidak sedang membenarkan pembangkangan dan pembatalan bai’at mereka. Saya hanya berpendapat bhw tidak semua yang ingkar atas bai’atnya masuk kategori munafiqun.

    Salam Damai.

  52. Ada sekumpulan yang mahu merompak. Maka, pada malam yg telah disepakatkan mereka semua berkumpul untuk memulakan operasi tersebut. Tiba2 ada seorang daripadanya rasa menyesal dan tidak mahu melakukan rompakan tersebut. Padahal ia telah berjanji untuk bersama2 melakukan hal tersebut walaupun apa2 yg berlaku.

    *Lalu… temannya mengatakan “Kamu munafik!”

    Faham x…. 🙂

    wasSalam

  53. @jinggalara
    inilah yg sy heran memposisikan rosul seperti manusia biasa
    yg bisa salah.
    dikala salah kita boleh berpaling

  54. @aldj

    Sy jg bertanya-tanya siapa gerangan yg dimaksud mas yg telah memposisikan Rasul saw seperti manusia biasa yg bisa salah?

    Salam

  55. Orang Syiah memang pandai membuat fitnah dan adu domba sejak zaman Khalifah Usman ibn Affan…insaflah…

  56. @ penegak
    aneh betul anda ini, ngaku2 penegak kebenaran tp menuduh org lain melakukan fitnah, belajar dmana mas?
    udah laaahhh….ajuin dulu argumen anda, baru ngaku penegak kebenaran.
    btw,…..insaflah jg.

  57. fahami dulu apa yg kalian hadapi..
    setelah itu baru keritikan / saran yg sekiranya tidak menyinggung apa lagi sampai menyakitkan kalian ungkapkan…
    jgn biar kan nafsu kalian menunggangi akal kalian,,,

  58. masyaAllah ,, kenapa kalian mencela sahabat nabi ..
    kenapa dan dgn alasan apa ..
    bukankah Rasulullah telah bersabda:
    “jangan kalian mencela sahabat2ku, sesungguhnya satu mud sedekah mereka lebih besar fahalanya drpd sedekah kalian walaupun satu gunung emas yg kalian infakkan”.
    istigfarlah wahai saudara2 ,,
    jangan kalian jadi pengikut syi’ah rafidhah ..
    sesungguhnya mereka dlm kesesatan yg nyata ..
    begaimana kalian menghina Umar bin Khattab sdgkan Rasulullah telah bersabda ttgnya:
    “teguhkanlah dirimu wahai ibn Khattab, demi Allah yg jiwaku berada dlm genggamanNya. Syetan pun takkan pernah berani menggodamu dan dia akan menggoda selain dirimu”.
    sebelum masuk islam, Rasulullah pun telah bersabda:
    “inikah Umar bin khattab, Ya Allah kuatkan lah islam dgn Umar bin Khattab, ya Allah muliakanlah islam dgn Umar bin Khattab.”
    inilah bukti nyata betapa Allah n RasulNya saat memuliakan para sahabat. dan bahkan mereka telah di jamin masuk Syurga oleh Allah SWT.

  59. @hamba Allah: Bisa diperjelas lagi kemuliaan2 Umar ibn Khattab sehingga umat muslim bisa mendapat pengetahuan?

  60. @hamba Allah, hadis yg berbunyi :” jangan kalian mencela sahabat2ku……” itupun hadis palsu baik secara sanad maupun matan. Hal2 yg ganjil a.l. : 1. bagaimana mungkin Nabi saw mengatakan “Wahai para sahabatku janganlah mencela para sahabatku…!?” 2. Bagaimana mungkin Nabi saw tdk bisa membedakan antara sahabat yg sejati/setia dg sahabat yg tdk setia ?

    Kemudian hadis2 lainnya yg anda kutip kalaupun secara sanad sahih, itu hanya membuktikan bhw Umar perlu doa dan dukungan Nabi saw agar Umar menjadi muslim yg kuat keyakinannya dan hadis tsb bukan menunjukkan keutamaan Umar.

    Lupakan dulu bhw Umar adalah idola anda. Tapi yg sedang kita bahas ini adalah masalah ketidak sahihan hadis berkenaan dg pernyataan Nabi saw tsb. diatas. Bukan masalah Sunni vs Syiah.

  61. syiah..syiah….laknatulloh

  62. Wahabi…Wahabi…hush 5x byuuuuur (bunyi aer yang disiram)

  63. Dasar Syiah SESAT SESAT !!!!
    we love Umar dan semua khulafa ar rasyidin !!!!

  64. Posting yang bagus mas ..
    terima kasih atas pencerahannya

  65. Jazakallahu khair akhi, penjelasan yang luar biasa..

    Ssstt, ayo saudaraku semua dijaga ucapannya, jangan terus-terusan larut dalam menjelek-jelekkan saudara seiman.. Kalau kita tahu kedudukan hadits tersebut lemah, mari kita tinggalkan, lalu ingatkan kepada yang lain.. Cukup sampai di situ.. Jangan paksa yang lain harus menerima.. Ingat, inti dari dakwah itu penyampaian, bukan penerimaan.. Penyampaian itu ilmu, penerimaan itu hidayah, sedangkan hidayah adalah Kuasa Allah..

    Mari doakan saudara-saudara kita yang masih tersesat agar diberikan hidayah oleh Allah.. Dan mari mohonkan ampun pada ulama-ulama yang terdahulu yang mungkin ada salah dalam menyampaikan dakwahnya.. Entah itu Syaikh Al-Albani, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, bahkan Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Umar bin Khattab, dan Abu Bakar radhiallahu anhum.. Mereka semua adalah tokoh-tokoh islam yang ilmunya jauh di atas kita, tapi juga bukanlah manusia ma’sum, maka sepatutnya kita berterimakasih pada mereka dan memohonkan ampun atas kesalahan mereka..

    Allahu A’lam..

  66. Seolah -olah ilmiah tapi ternyata BATIL.
    Misyrah bin Haa’aan Al-Ma’aafiriy, Abu Mush’ab Al-Mishriy; seorang yang dihukumi Ibnu Hajar maqbuul, yaitu jika ada mutaba’ah (namun jika tidak ada, maka lemah) (w. 128 H) [idem, hal. 944-945 no. 6724].
    Saya (Abul-Jauzaa’) berkata :
    Ahmad bin Hanbal berkata : “Ma’ruuf”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy berkata : “Shaduuq”. Al-‘Ijliy berkata : “Taabi’iy tsiqah”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-tsiqaat dan berkata : “Sering keliru dan menyelisihi”. Ia juga menyebutkannya dalam Al-Majruuhiin dan berkata : “Meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Aamir hadits-hadits munkar yang tidak ada mutaba’ah-nya. Yang benar tentang perkaranya adalah meninggalkan riwayat-riwayatnya yang ia bersendirian, dan boleh dijadikan i’tibar jika berkesesuaian dengan perawi tsiqaat”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku harap, tidak mengapa dengannya”. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “Tsiqah”.
    Al-Albaaniy berkata : “Padanya terdapat pembicaraan, namun ia tidak turun dari tingkatan hasan”. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Shaduuq, terdapat sedikit pembicaraan dalam hapalannya”. Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth menyimpulkan : “Shaduuq hasanul-hadiits”.
    [lihat : Taariikh Ibni Ma’iin lid-Daarimiy hal. 204 no. 755, Ma’rifatuts-Tsiqaat 2/279 no. 1728, Tahdziibul-Kamaal 28/7-8 no. 5974, Tahdziibut-Tahdziib 10/55 no. 295, Al-Kaasyif 2/265 no. 5456, Miizaanul-I’tidaal 4/117 no. 8549, Ash-Shahiihah 1/646, Natsnun-Nabaal hal. 1366 no. 3371, dan Tahriir Taqriibit-Tahdziib 3/380-381 no. 6679].
    Kesimpulan : Misyrah seorang yang shaduuq. Ibnu Hibbaan telah menyendiri dalam penyebutan jarh tersebut.

  67. Ente syiah..?? Kasian yah syiah ngaku ngaku habib ente?

Tinggalkan komentar