Apa Mazhab Penulis Blog Secondprince?

Apa Mazhab Penulis Blog Secondprince?

Tulisan ini adalah pengakuan dari saya selaku penulis blog secondprince mengenai apa sebenarnya pandangan saya dalam masalah agama. Salah satu hal yang mendorong saya membuat tulisan ini adalah munculnya kesalahpahaman dari sebagian orang baik itu dari kalangan ahlus sunnah, salafy nashibi dan sebagian pengikut syi’ah terhadap saya selaku penulis blog ini. Ada yang menuduh bahwa saya penganut Syi’ah Rafidhah yang sesat lagi menyesatkan dan ada pula yang sok tahu mengaku-ngaku bahwa saya termasuk Ustad Syi’ah yang sedang membela Syi’ah.

.

.

Saya akan katakan dengan jelas bahwa semua tuduhan dan pengakuan tersebut tidak benar. Saya sampai detik ini bukanlah seorang pengikut Syi’ah atau Rafidhah. Saya lahir dari keluarga Muslim dibesarkan dalam lingkungan Muslim. Muslim yang saya maksud adalah muslim pada umumnya atau keluarga Muslim yang awam. Tentunya awam disini jika ditelaah berdiri atas dasar kerangka Islam Sunni khususnya mazhab Syafi’i. Begitulah latar belakang saya tidak ada kaitannya dengan Syi’ah.

Kemudian seiring dengan perkembangan usia sampai sekarang, saya masih mempelajari agama islam baik Sunni maupun Syi’ah. Kebanyakan kitab yang saya pelajari adalah kitab-kitab Sunni dan belum lama ini juga termasuk kitab Syi’ah. Jadi jika melihat dari kuantitas pembelajaran saya maka masih lebih banyak Sunni dibanding Syi’ah. Mengenai amalan ibadah sehari-hari semuanya saya ambil dari kitab Sunni, tidak ada satupun amalan ibadah saya yang saya ambil dari kitab Syi’ah.

Saya maklum sekali kalau para pembaca tidak mengetahui latar belakang sejarah pembelajaran saya karena tentu saja mereka tidak mengenal saya kecuali dari apa yang saya tulis di blog ini. Maka ada baiknya kita langsung saja pada inti permasalahannya apa sebenarnya pandangan saya yang menjadi dasar tulisan-tulisan di blog ini. Secara garis besar ada empat pandangan yang mengisi sebagian besar tulisan di blog ini yaitu

  1. Pandangan Tentang Ahlul Bait
  2. Pandangan Tentang Sahabat Nabi
  3. Pandangan Tentang Mazhab Syi’ah
  4. Pandangan Tentang Fiqih

.

.

.

Pandangan Tentang Ahlul Bait

Pandangan saya sepenuhnya adalah hasil dari pembelajaran saya terhadap kitab-kitab yang saya baca dan menjadi pegangan bagi saya yaitu kitab-kitab Ahlus sunnah. Memang saya juga membaca kitab-kitab Syi’ah tetapi saya belum menjadikannya sebagai pegangan kecuali untuk menambah pengetahuan dalam mencari kebenaran. Mengapa begitu? Karena dari kecil saya sudah akrab dengan kitab-kitab Ahlus sunnah dan saya tumbuh besar dengan membaca kitab-kitab ahlus sunnah. Jadi apa yang saya pelajari dari kitab Ahlus sunnah sudah lebih dulu mengikat saya dibanding apa yang saya pelajari dari kitab Syi’ah.

Kita mulai dari apa pegangan saya dalam beragama?. Jawabannya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Kemudian seiring dengan pembelajaran saya, saya mendapati bahwa hadis Tsaqalain adalah hadis yang shahih maka saya pun menjadikan Ahlul Bait sebagai pedoman. Ahlul Bait dalam hadis Tsaqalain tidak lain mereka yang disucikan dalam Al Qur’anul Karim [Ayat Tathiir] yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Sayyidah Fathimah [‘alaihis salaam], Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam], Hasan [‘alaihis salaam] dan Husain [‘alaihis salaam]. Pembahasan rinci tentang ini sudah cukup sering saya tulis di dalam blog ini. Semuanya saya ambil dari kitab-kitab ahlus sunnah bukan dari kitab Syi’ah.

Ada yang mempertanyakan kepada saya, bagaimana caranya anda berpegang pada Ahlul Bait kalau anda tidak menjadi Syi’ah?. Pertanyaan ini bagi saya lucu sekali, apa dalam pikirannya kalau berpegang pada ahlul bait maka harus menjadi Syi’ah. Saya tidak heran kalau orang-orang awam terutama dari kalangan nashibi menuduh saya Syi’ah berdasarkan pengakuan saya yang berpedoman pada ahlul bait. Jawabannya sederhana, saya berpedoman kepada Ahlul Bait dalam kerangka kitab yang jadi pegangan saya yaitu kitab ahlus sunnah. Saya menjadikan ahlul bait sebagai pedoman tidak hanya atsar atau riwayat hadis mereka tetapi juga bagaimana sikap mereka atau pandangan mereka sebagaimana yang tercatat dalam kabar yang shahih. Contoh-contohnya sudah cukup sering dalam tulisan-tulisan di blog ini.

.

Saya berpegang pada Sayyidah Fathimah [‘alaihis salaam] dalam masalah Fadak ketika Beliau berselisih dengan Abu Bakar. Dalam pandangan saya kebenaran ada bersama Sayyidah Fathimah sedangkan hadis yang disampaikan Abu Bakar keliru bertentangan dengan Al Qur’an dan Ahlul Bait. Para pembaca bisa melihat-nya secara rinci dalam sebagian tulisan di blog ini.

.

Saya berpegang pada Imam Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] menjadikan perkataannya sebagai hujjah menjadikan sikapnya sebagai tauladan. Saya mengakui kepemimpinan Beliau [‘alaihis salaam] sebagaimana yang nampak dalam berbagai hadis shahih seperti hadis Tsaqalain, hadis Ghadir Khum, hadis Manzilah, hadis Wilayah [semuanya hadis dari kitab Ahlus sunnah]. Walaupun begitu saya tidak akan mencela atau mengkafirkan para Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam masalah ini. Sikap yang saya jadikan pedoman adalah sebagaimana sikap Imam Aliy [‘alaihis salaam] yang tetap menghormati dan memuji mereka. Oleh karena itu tidak pernah saya bersusah hati untuk mengucapkan radiallahu ‘anhum terhadap mereka. Hal ini mengingatkan saya pada salah seorang yang menantang saya untuk mengucapkan radiallahu ‘anhum kepada para sahabat termasuk ketiga khalifah, lucunya sebelum ia menantang saya, saya sudah dari jauh-jauh hari mengucapkan doa tersebut kepada ketiga khalifah.

Sebagian orang terutama nashibi akan mengatakan bahwa semua yang saya katakan adalah syubhat yang biasa dilontarkan oleh orang-orang Syi’ah. Maka saya katakan ya tidak masalah, mau orang syi’ah atau sunni atau orang kafir kalau yang mereka katakan benar ya tetap benar. Perkara menyatakan suatu dalil atau hadis sebagai syubhat adalah termasuk dalam perkara ilmiah dan bisa dianalisis secara ilmiah. Tulisan-tulisan saya banyak yang membahas cukup rinci untuk membuktikan benarkah syubhat yang dikatakan para nashibi tersebut.

  1. Hadis Tsaqalain dikatakan para nashibi tidak menjadikan ahlul bait sebagai pedoman. Sudah ada tulisan saya yang membuktikan bahwa para nashibi-lah yang sedang membuat syubhat. Baik saya dan pengikut Syi’ah sama-sama berpegang pada hadis Tsaqalain, hanya saja saya mengamalkannya dalam kerangka pegangan saya dan Syi’ah mengamalkannya dalam kerangka pegangan mereka.
  2. Hadis Ghadir Khum, hadis Manzilah, dan hadis Wilayah dikatakan para nashibi tidak menjadikan Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] sebagai pemimpin. Sudah ada tulisan saya yang membuktikan bahwa hadis-hadis tersebut adalah bukti kepemimpinan Imam Aliy. Saya berpegang pada hadis-hadis tersebut, hanya saja saya tetap menghormati ketiga khalifah sebagaimana Imam Aliy menghormati mereka. Sedangkan pandangan pengikut Syi’ah terhadap ketiga khalifah berdiri atas dasar kerangka pegangan mereka sehingga nampak sebagian mereka mencela ketiga khalifah. Mana bisa disamakan dengan apa yang saya yakini.

Begitu pula dalam perselisihan besar antar sahabat seperti perang Jamal dan perang Shiffin, saya tetap menjadikan ahlul bait sebagai pedoman. Dalam perang Jamal, Saya tetap berpegang pada Imam Aliy dengan menyatakan bahwa Beliau-lah yang benar sedangkan istri Nabi Aisyah [‘radiallahu ‘anha], Thalhah [radiallahu ‘anhu] dan Zubair [radiallahu ‘anhu] adalah pihak yang salah. Tidak ada saya mencela mereka, hanya saja saya tidak akan berbasa-basi dalam menyatakan mana yang benar dan mana yang salah.

Dalam perang Shiffin, saya tetap berpegang pada Imam Aliy [‘alaihis salaam]. Saya tidak ragu untuk menyatakan bahwa Mu’awiyah dan pengikutnya adalah kelompok pembangkang yang menyeru kepada neraka [sebagaimana dinyatakan dalam hadis shahih]. Tidak seperti sebagian orang yang berpandangan bahwa tidak mengikuti salah satu kelompok atau tidak ikut ke dalam fitnah [sebagaimana ditunjukkan sebagian sahabat] adalah pandangan yang benar. Saya dengan jelas menyatakan bahwa yang tidak mengikuti Imam Aliy jelas keliru [walaupun tentu kekeliruan ini tidak bisa dibandingkan dengan kekeliruan kelompok Mu’awiyah]. Saya tidak akan basa-basi mengikuti pandangan sebagian ulama bahwa kelompok yang tidak ikut dalam fitnah tersebut lebih benar dibanding Imam Aliy dan pengikutnya. Bagi saya, Ahlul Bait [Imam Aliy, Imam Hasan dan Imam Husain] adalah pegangan yang menjadi penentu mana yang benar dan mana yang salah. Beginilah cara saya mengamalkan hadis Tsaqalain, sangat sederhana.

.

Dalam perkara Baiatnya Imam Hasan kepada Mu’awiyah, saya juga tidak ragu menyatakan kebenaran ada bersama Imam Hasan. Saya akan sedikit menyinggung keanehan yang muncul dari dialog ulama Sunni dan Syi’ah mengenai masalah ini. Suatu ketika saya pernah menyaksikan dialog Antara Syaikh Adnan Al Ar’ur [Sunni] dengan salah seorang ulama Syi’ah yaitu Syaikh Abdul Hamiid, intinya Syaikh Adnan mempertentangkan kema’shuman Imam Hasan dan baiat Imam Hasan kepada Mu’awiyah. Yang ada dalam pikiran Syaikh Adnan tersebut adalah kalau Imam Hasan ma’shum bebas dari kesalahan maka baiat-nya terhadap Mu’awiyah adalah benar berarti Mu’awiyah adalah pemimpin yang benar dan diridhai.

Saya tidak akan membicarakan soal kema’shuman Imam Hasan di sisi Syi’ah [itu urusan Syi’ah]. Saya akan menunjukkan kepada para pembaca bagaimana kesesatan berpikir yang muncul dalam dialog tersebut. Hakikat baiat Imam Hasan kepada Mu’awiyah bukan atas dasar pribadi Mu’awiyah tetapi atas dasar keselamatan darah kaum muslimin. Imam Aliy dan Imam Hasan adalah pihak yang dari awal menyalahkan dan memerangi Mu’awiyah. Keduanya berpandangan sebagaimana yang dikatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa kelompok Mu’awiyah adalah kelompok pembangkang yang menyeru kepada neraka. Maka bagaimana bisa dikatakan bahwa baiat Imam Hasan kepada Muawiyah menunjukkan kepemimpinan Mua’wiyah benar atau diridhai Allah. Bahkan dalam hadis shahih Imam Hasan sendiri mengakui bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak menyukai kepemimpinan bani Umayyah. Jadi hakikat baiat tersebut Imam Hasan berusaha mencegah agar tidak lebih banyak lagi menumpahkan darah kaum muslimin.

Nampak bagi saya bahwa ulama syiah tersebut tidak memahami hakikat masalah ini atau ia tidak memiliki kemampuan berdiskusi dengan baik, dan hal itulah yang dimanfaatkan syaikh Adnan Ar’ur. Jadi harusnya gampang saja dikatakan bahwa baiat Imam Hasan kepada Mu’awiyah adalah benar hanya saja jika dikatakan itu berarti kepemimpinan Mu’awiyah benar maka itu sudah jelas salah. Kesesatan berpikir ini sama halnya dengan jika dikatakan Muawiyah itu adalah kelompok pembangkang yang menyeru kepada neraka dan Imam Hasan malah membaiat Mu’awiyah. Apakah itu berarti Imam Hasan justru ikut menyeru kepada neraka karena membaiat Mu’awiyah?, saya berlindung kepada Allah SWT dari kesesatan berpikir yang demikian. Dan kesesatan berpikir mengenai pembaiatan Imam Hasan kepada Mu’awiyah ini sering dijadikan dasar bagi para salafy nashibi dalam berhujjah kepada Syi’ah. Cukuplah dikatakan bahwa perkataan mereka hampir sama dengan perkataan khawarij, perkataannya benar tetapi yang diinginkan dari perkataan itu adalah kesesatan atau kebathilan.

.

Dalam peristiwa pembantaian Imam Husain [‘alaihis salaam] saya juga tidak ragu menyatakan bahwa kebenaran ada bersama Imam Husain. Tidak seperti sebagian orang yang mengkritik dan menyalahkan Imam Husain atas kepergiannya tersebut. Bahkan saya pernah membaca orang yang menjadikan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengenai jangan menentang penguasa sebagai bukti kesalahan Imam Husain [‘alaihis salaam]. Jika mereka bertanya apa bukti bahwa Imam Husain benar? Maka saya jawab Imam Husain adalah ahlul bait yang menjadi pegangan bagi umat islam jadi Beliau sudah pasti benar dalam masalah ini.

Kemudian yang lucu adalah syubhat bahwa yang membunuh Imam Husain adalah orang Syi’ah Kufah. Syubhat ini hanya syubhat murahan yang muncul dari para pesakitan. Apa di Kufah saat itu semuanya adalah pengikut Syi’ah Rafidhah?. Apa Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash yang dalam kitab Rijal disebut sebagai orang yang membunuh dan memerangi Imam Husain adalah pengikut Syi’ah Rafidhah?. Apa Ubaidillah bin Ziyaad itu pengikut Syi’ah Rafidhah?. Tentu saja pihak yang paling bertanggung jawab atas pembantaian tersebut adalah pemimpin pada saat itu yaitu Yazid bin Mu’awiyah. Aneh bin ajaib saya melihat sekelompok orang yang membela Yazid atau tidak menyalahkannya dan malah menuduh dengan membawa-bawa nama Syi’ah Rafidhah, sungguh kesesatan berpikir yang nyata. Maka dari itu tidak heran kalau mereka disebut sebagai nashibiy karena membela musuh-musuh ahlul bait.

Sejauh ini dengan melihat pembahasan di atas maka para pembaca akan melihat bahwa Antara orang yang berpegang pada Hadis Tsaqalain dan yang tidak, memiliki perbedaan dalam memahami dan menyikapi sejarah islam. Apa pandangan saya tentang Ahlul Bait ini berasal dari Syi’ah?. Jawabannya tidak, pandangan saya ini berasal dari hadis-hadis shahih keutamaan Ahlul Bait dalam kitab ahlus sunnah yang menjadi pegangan saya.

.

.

.

Pandangan Tentang Sahabat Nabi

Pandangan saya terhadap sahabat Nabi tidak seperti pandangan kebanyakan orang awam lainnya. Sebagian orang [baca : nashibi] malah menganggap saya sebagai orang yang suka mencela sahabat Nabi. Hal ini tidak benar, saya memuliakan dan menghormati sahabat Nabi yaitu mereka yang memang dengan ikhlas mengikuti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan berjuang di sisi Beliau.

Banyak ayat Al Qur’anul Karim yang memuji para sahabat dan banyak pula hadis shahih yang menunjukkan keutamaan para sahabat Nabi. Tetapi saya selalu mengedepankan objektifitas dalam penilaian terhadap sahabat Nabi. Tidak ada dalam aqidah saya bahwa sahabat itu bebas dari kesalahan bahkan terbukti dalam riwayat shahih sebagian sahabat melakukan kesalahan. Hal ini sebenarnya diakui juga oleh para nashibi hanya saja mereka bersikap seperti orang munafik. Mereka mengakui kalau sahabat bisa saja salah tetapi malah mencela orang yang menyatakan kesalahan sahabat.

Mengenai doktrin keadilan sahabat, jika dikatakan bahwa semua sahabat adil tanpa terkecuali maka hal ini keliru. Dalam salah satu tulisan, saya pernah mengisyaratkan bahwa keadilan sahabat yang saya yakini adalah tidak semua sahabat adil, para sahabat adil kecuali jika ditunjukkan dalil yang menjatuhkan keadilannya. Terdapat bukti shahih yang menunjukkan jatuhnya kedudukan sahabat tertentu, contohnya banyak ditulis dalam blog ini diantaranya

  1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan, sahabat Nabi yang dikatakan berdusta atas Allah SWT dan Rasul-Nya dan dikatakan bahwa ia mati tidak dalam keadaan islam.
  2. Samurah bin Jundub, Abu Ghadiyah Al Juhaniy, Walid bin Uqbah dan Umarah bin Uqbah yang dinyatakan sebagai ahli neraka
  3. Mughirah bin Syu’bah yang mencaci Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] padahal jelas dalam hadis shahih tidak membenci Aliy kecuali orang munafik.

Selagi tidak ada bukti kuat yang menjatuhkan kedudukan sahabat tertentu maka tidak ada halangan bagi saya untuk menerima hadis dari para sahabat Nabi. Tentu saja para nashibi tidak akan menerima pandangan ini. Saya tidak peduli dengan perkataan mereka, karena pandangan saya memiliki landasan yang shahih.

Dalam Al Qur’an, Ayat-ayat yang memuji sahabat tidak ditujukan untuk semua sahabat tanpa terkecuali karena diantara para sahabat di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] terdapat orang munafik sebagaimana Al Qur’an telah menyatakan bahwa diantara penduduk Madinah yang bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] terdapat orang-orang munafik yang hanya Allah SWT yang mengetahui siapa mereka.

Hadis Al Haudh juga menjadi bukti bahwa ayat Al Qur’an yang memuji sahabat tidak ditujukan untuk semua sahabat tanpa terkecuali. Hadis Al Haudh menunjukkan bahwa terdapat sebagian sahabat yang murtad sepeninggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan tentu saja di zaman Nabi [shallallahu ‘alaihi wassalam] mereka tidak diragukan adalah sahabat Nabi bahkan dalam sebagian riwayat, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “mereka bagian dariku”. Para sahabat yang akhirnya murtad tersebut jelas tidak layak dimasukkan dalam ayat Al Qur’an yang memuji sahabat. Maka kesimpulannya ayat Al Qur’an yang memuji para sahabat tidak ditujukan untuk semua sahabat pada saat itu tanpa terkecuali.

Walaupun demikian saya tidak pernah menyatakan bahwa semua sahabat itu tidak adil, munafik, murtad atau tercela. Jelas jika ada yang menganggap demikian berarti ia telah mengalami kesesatan dalam berpikir dan mengambil kesimpulan. Saya hanya membantah klaim dari sebagian orang bahwa semua sahabat tanpa terkecuali adalah adil dan terpuji karena bukti shahih menunjukkan tidak semua sahabat seperti itu.

Ada sebagian orang yang sebenarnya memahami pandangan saya tetapi pikiran busuk mereka menganggap bahwa jika ada satu sahabat saja dicela maka itu akan merambat ke para sahabat lainnya. Dan sebagian orang lain yang kerdil akalnya menganggap bahwa mencela siapapun dari sahabat Nabi sama halnya dengan mendustakan Al Qur’anul Kariim. Orang-orang seperti ini tidak berhujjah dengan landasan shahih melainkan dibutakan oleh waham khayal mereka sendiri. Merekalah yang lebih pantas dikatakan mendustakan Al Qur’an dan Hadis shahih. Apakah pandangan saya tentang sahabat ini berasal dari Syi’ah?. Saya jawab tidak, karena landasan yang menjadi dasar saya adalah Al Qur’an dan Hadis shahih Ahlus Sunnah yang menjadi pegangan saya.

.

Mengenai isu Tafdhil diantara sahabat Nabi yaitu siapa sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang paling mulia. Maka pandangan kami adalah Ahlul Bait [‘alaihis salaam] lebih mulia dibanding para sahabat lainnya termasuk Abu Bakar dan Umar. Jadi kalau dikatakan Aliy [‘alaihis salaam] lebih utama dari Abu Bakar dan Umar maka hal itu sudah ternukil dalam berbagai riwayat shahih [sudah dibahas dalam sebagian tulisan disini] diantaranya Hadis Manzilah, Hadis Ath Thayr, Hadis Tsaqalain dan yang lainnya. Semuanya adalah hadis-hadis shahih dalam kitab Ahlus Sunnah. Adapun riwayat shahih bahwa Aliy [‘alaihis salaam] menyatakan Abu Bakar dan Umar sebagai yang paling utama adalah bentuk tawadhu’ Imam Aliy [‘alaihis salaam]. Hal ini sudah ada dalam pembahasan khusus di blog ini. Saya tentu tidak akan memaksakan pandangan saya ini kepada para pembaca yang lain. Ini adalah hasil dari apa yang saya pelajari dan bagi saya sudah seharusnya para pembaca juga mempelajari dan menganalisis sendiri pandangan yang akan diyakini.

.

.

.

Pandangan Tentang Mazhab Syi’ah

Dalam pandangan saya, Syi’ah adalah salah satu mazhab dalam Islam. Tidak dipungkiri bahwa Syi’ah memiliki banyak perbedaan dengan Sunni tetapi perbedaan tersebut tidak mengeluarkan mereka dari Islam. Sungguh sangat tidak layak jika ada diantara sebagian orang yang mengkafirkan Syi’ah karena perbedaan-perbedaan tersebut. Para nashibi tidak henti-hentinya menyebarkan syubhat-syubhat untuk mengkafirkan Syi’ah. Tulisan-tulisan di blog ini yang berisi tentang Syi’ah dan berkesan membela Syi’ah bertujuan untuk meluruskan syubhat-syubhat yang dibuat oleh para nashibi. Kendati saya bukan Syi’ah, dalam pembelajaran saya terhadap Syi’ah saya menemukan banyak syubhat yang dilontarkan para nashibi adalah dusta dan tertolak. Contohnya juga pernah saya tulis di blog ini

  1. Syubhat bahwa Syi’ah mempercayai tahrif Al Qur’an, tentu saja ini tuduhan dusta dan jika para nashibi menyatakan banyak riwayat dalam kitab Syi’ah dan ada ulama Syi’ah yang menyatakan demikian maka hal yang sama juga bisa dikatakan bahwa banyak riwayat dalam kitab Sunni dan ada juga ulama sunni yang menyatakan demikian. Saya pernah membuat tulisan yang membuktikan apa yang saya katakan.
  2. Syubhat bahwa Syi’ah mencela para sahabat termasuk Abu Bakar, Umar dan Utsman. Saya tidak menafikan bahwa sebagian ulama dan pengikut Syi’ah melakukannya tetapi sebagian ulama lain dan pengikut Syi’ah yang lain juga ada yang menentang hal ini. Maka dari itu tuduhan ini tidak bisa dipukul-rata untuk semua Syi’ah. Dan tidak ada dalil shahih yang menunjukkan bahwa perkara mencela sahabat membuat seseorang menjadi kafir. Saya cukup sering membuat tulisan yang menunjukkan bahwa di sisi Sunni ternyata juga dapat ditemukan salafus shalih yang mencela sahabat, apakah mereka harus dikafirkan juga.
  3. Syubhat segala macam keanehan riwayat dalam kitab Syi’ah. Saya akui bahwa hal ini benar, cukup sering saya membaca riwayat yang aneh dalam kitab Syi’ah tetapi tidak semuanya shahih, sebagian dhaif dan sebagian shahih. Biasanya juga keanehan tersebut dapat ditemukan padanannya dalam kitab Sunni. Saya telah menuliskan sebagian keanehan riwayat Syi’ah dalam tulisan-tulisan di blog ini. Tentu tidak semua syubhat tersebut saya tanggapi, sebagian lagi saya tinggalkan karena saya tidak mengetahui kebenarannya dan memang bukan tugas saya untuk menjadi pengacara Syi’ah yang membela semua tuduhan terhadap Syi’ah. Seharusnya itu menjadi tugas pengikut Syi’ah atau Ustad Syi’ah yang memang lebih memahami kitab mereka.

Apakah ketika saya membuat tulisan yang meluruskan syubhat tentang Syi’ah maka seenaknya saya bisa dituduh sebagai Syi’ah?. Jawabannya tidak, memang seorang Syi’ah sangat wajar membela mazhabnya dan membantah tuduhan yang merendahkan mazhabnya tetapi tidak setiap orang yang berusaha membela Syi’ah adalah pengikut Syi’ah. Saya bisa dibilang tidak punya kebencian terhadap Syi’ah [tidak seperti para nashibi yang hatinya dipenuhi dengan kebencian] dan saya punya teman-teman Syi’ah yang saya hormati [walaupun entah mengapa mereka tidak terlalu tertarik membantah syubhat-syubhat rendahan ala nashibi]. Setidaknya inilah yang menjadi dasar mengapa saya lebih suka membuat tulisan yang membela Syi’ah [dalam arti meluruskan syubhat para nashibiy].

Dalam pembelaan saya terhadap Syi’ah saya hanya ingin menunjukkan bahwa terdapat sekelompok nashibi dengan kerendahan akal mereka telah menghujat mazhab orang lain tetapi lupa berkaca pada mazhab sendiri. Tidak perlu menjadi Syi’ah untuk perkara seperti ini, saya sudah dari kecil hidup dan melekat dengan kitab-kitab Ahlus Sunnah, saya beribadah dengan panduan kitab-kitab Ahlus Sunnah, saya belajar dengan berpegang pada kitab-kitab Ahlus Sunnah dan sekarang sayapun mempelajari kitab Syi’ah. Maka perkara yang aneh dan musykil sudah biasa saya temui dalam kedua mazhab tersebut. Bahkan tidak jarang keanehan dalam mazhab yang satu memiliki padanan-nya dalam mazhab yang lain. Jadi menjadikan perkara seperti ini untuk merendahkan suatu mazhab hanya menunjukkan miskin ilmu dan akal yang rendah.

Dalam pembelaan saya terhadap Syi’ah, saya menemukan fenomena “tuduh menuduh” dan “ngaku-ngaku”. Para nashibi menuduh saya sebagai pengikut Syi’ah Rafidhah sehingga jika mereka berbicara kepada saya mereka dengan beringas menunjukkan kebencian dan ketidakwarasan. Tingkah mereka ini memang bisa dimengerti walaupun sebenarnya patut disayangkan, tetapi yang lebih patut disayangkan lagi ada sebagian orang Syi’ah mengaku-ngaku atau mengklaim bahwa saya Syi’ah bahkan menjiplak tulisan saya dan menjadikannya seolah-olah itu tulisannya sendiri. Lucu karena sudah seringkali dalam diskusi dengan para pembaca, saya menyatakan dengan jelas bahwa saya bukan Syi’ah.

.

.

Pada awalnya saya tidak terlalu pusing dengan bagaimana anggapan orang lain terhadap saya tetapi lama-kelamaan hal itu cukup mengganggu. Adanya orang Syi’ah yang ngaku-ngaku alias sok kenal menyatakan saya Syi’ah justru memperkuat keyakinan para nashibi yang menuduh saya Syi’ah. Bahkan tidak jarang, saya dinisbatkan sebagai pemilik atau penulis dari situs-situs Syi’ah. Dan karena itu berduyun-duyun troll troll nashibi turun gunung memuntahkan sampah disini. Sejauh ini saya hanya punya satu blog, inilah satu-satunya dan blog ini bukan blog Syi’ah. Terlepas dari siapapun mau ngaku-ngaku atau tuduh menuduh toh saya pemilik blog ini mendeklarasikan bahwa saya bukan Syi’ah Rafidhah.

Saya heran dengan salah satu orang Syi’ah yang begitu gemar menjiplak tulisan disini tetapi menampilkan tulisan tersebut dalam situs-nya seolah-olah itu hasil karyanya sendiri. Apa susahnya menampilkan link? Apa susahnya menulis ulang dengan bahasa sendiri? Dan sebenarnya yang jauh lebih penting apa susahnya mempelajari kitab mazhab sendiri?. Kalau saya yang bisa dibilang “baru belajar” saja bisa menulis tentang Syi’ah maka akan lebih mudah berkali-kali lipat bagi seorang Syi’ah untuk belajar dan menulis tentang Syi’ah. Justru saya sangat mengharapkan dalam tulisan-tulisan saya tentang Syi’ah, para penganut Syi’ah datang memberikan koreksi, kritik dan masukan substantive tentang Syi’ah yang sebenarnya.

.

.

.

Pandangan Tentang Fiqih

Tulisan saya yang berkaitan dengan Fiqih dalam blog ini masih sedikit sekali sehingga tidak bisa dijadikan ukuran untuk menyatakan dengan jelas masuk ke dalam mazhab apa saya sebenarnya. Biasanya cara paling mudah untuk melihat apa sebenarnya mazhab seseorang adalah dengan melihat bagaimana shalatnya. Fiqih dalam shalat itu adalah fiqih yang selalu diterapkan sehari-hari dan mudah dilihat. Secara umum bisa dibilang shalat saya agak pas dengan mazhab Syafi’i.

  1. Dalam masalah niat terkadang saya melafazkan dan terkadang tidak, hal yang masyhur bahwa melafazkan niat adalah bagian dari mazhab Syafi’i.
  2. Dalam bersedekap, saya tidak meletakkan tangan pas di dada tetapi agak sedikit di atas pusar, sebagaimana masyhur dalam mazhab Syafi’i
  3. Kalau dalam tulisan di blog, saya pernah menuliskan bahwa ketika sujud yang benar adalah mendahulukan kedua kaki dulu baru kemudian tangan. Ini pun juga ada dalam mazhab Syafi’i

Saya tidak membid’ahkan tahlilan dan maulid Nabi sebagaimana sebagian para nashibi membid’ahkannya tetapi saya pribadi tidak menganggapnya sebagai suatu keharusan. Bagi saya tawasul dan tabarruk adalah perkara yang dibolehkan dalam islam hanya saja saya pribadi tidak pernah melakukannya. Oleh karena itu dalam tulisan-tulisan di blog ini sudah pernah dibahas secara singkat masalah tawasul dan tabarruk.

Satu hal yang perlu ditekankan saya tidak punya ikatan atau kewajiban untuk bertaklid pada mazhab Syafi’i, dalil itu semuanya kembali pada Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu jika dalam pembelajaran saya terhadap suatu dalil ternyata lebih menguatkan mazhab lain maka saya akan mengambilnya. Misalnya dalam Qunut Shubuh saya mengakui bahwa itu adalah sunnah tetapi pendapat yang rajih adalah dilakukan sebelum ruku’. Hal ini masyhur dalam mazhab Maliki sedangkan menurut mazhab Syafi’i qunut dilakukan setelah ruku’. Ajaibnya, saya belum pernah melakukan qunut sebelum ruku’ karena masjid tempat saya shalat semuanya melakukan qunut shubuh setelah ruku’.

Ada kalanya dalam pembelajaran saya ternyata itu tidak mengarah pada mazhab manapun misalnya dalam masalah shalat tarawih. Pandangan saya sebagaimana yang sudah pernah saya tulis di blog ini bahwa shalat tarawih berjama’ah adalah perkara yang dibolehkan tetapi lebih utama dilakukan sendiri di rumah. Jumlah raka’atnya juga tidak dibatasi mau 11 raka’at atau 23 raka’at keduanya boleh boleh saja. Baik kurang atau lebih dari keduanya juga tidak masalah. Sudah ada tempat khusus untuk pembahasannya jadi jika ada yang ingin memberikan kritik dan masukan maka silakan di tulisan saya berkenaan dengan shalat tarawih.

Singkatnya pandangan saya dalam masalah Fiqih tidak ada kaitannya dengan Syi’ah. Saya memang pernah membaca fiqih mazhab Ja’fariy sama halnya seperti saya pernah membaca fiqih mazhab Maliki, Hanafiy dan Hanbaliy. Jadi bagaimana bisa saya dikatakan Syi’ah?. Dulu saya pernah membaca komentar yang intinya menyatakan mengapa kok anda begitu keberatan dikatakan Syi’ah, apakah Syi’ah itu sesat sehingga anda tidak mau dinisbatkan dengannya?. Jawabannya sederhana dan apa adanya, saya tidak suka dinisbatkan dengan apa yang tidak ada pada diri saya. Sama seperti hal-nya saya tidak suka dipanggil Ustadz karena pada kenyataannya memang bukan Ustadz. Mungkin saya tidak seberuntung mereka yang dari kecil sudah dibesarkan dalam lingkungan mazhab Syi’ah dan tumbuh dengan kitab-kitab Syi’ah [lirik-lirik seseorang] tetapi saya mensyukuri apa yang ada pada diri saya. Segala puji bagi Allah SWT.

.

.

.

Penutup

Sebenarnya saya tidak begitu suka untuk membuat tulisan semacam ini yaitu berusaha memaparkan apa-apa yang menjadi pandangan saya. Seharusnya para pembaca dapat melihatnya sendiri dari tulisan-tulisan yang saya buat. Tetapi seperti yang dikatakan seseorang : Ada kalanya untuk mencegah kesalahpahaman lebih baik mengungkapkan siapa diri sebenarnya karena tidak semua orang punya pikiran kritis. Kebanyakan orang awam lebih menyukai prasangka dalam beragama, mereka lebih suka melihat apa yang tampak mudah bagi mereka.

Jadi dengan tulisan ini, saya berusaha mempermudah bagi para pembaca yang memang lebih suka menilai apa sebenarnya mazhab saya dibanding menilai dengan kritis hujjah dalam tulisan saya.

Seandainya setelah membaca tulisan ini, para pembaca juga tidak mengetahui dengan pasti apa mazhab saya. Maka saya menghaturkan maaf, saya sudah berusaha sebisa mungkin memaparkan apa pandangan saya. Kalau para pembaca mengharapkan nama mazhab tertentu maka saya takut tidak bisa menyebutkan dengan pas mazhab yang mencerminkan diri saya seutuhnya. Tetapi jika dinilai dari keseharian dan amalan yang saya lakukan maka kebanyakan lebih cocok dengan mazhab Syafi’i walaupun tidak saya pungkiri ada juga amalan saya yang bertentangan dengan mazhab Syafi’i. Akhir kata, Saya lebih suka dikatakan seperti para pembaca pada umumnya yaitu kembali pada Al Qur’an dan As Sunnah.

82 Tanggapan

  1. kata kelompok sunni : anda sunni
    kata kelompok syi’i : anda syi’i
    kata para nashibi: anda bertaqiyah, ya.

  2. @ Adam

    Apapun kata orang, yang penting yang paling tahu tentang saya adalah saya sendiri, maka penjelasan saya di atas cukup untuk membungkam orang-orang yang suka menuduh dan yang suka ngaku-ngaku

  3. Yang menjadikan posisi mas SP kuat adalah dia berhujjah dg dalil/hadis Ahlu Sunnah sendiri

  4. @Bang SP, takut antum keberatan sy panggil Ustadz 😌

    Mengapa antum hanya berpegangan kepada ahlul bait yang termasuk dalam ahlul kisa. Coba antum buka lembaran-lembaran kitab dan sejarah tentang Kehidupan dari Imam-Imam kami (as), adakah celaan atas diri mereka semua? Bukankah nabi Saw pernah menyinggung ttg 12 pemimpin dari kaum Quraish. Siapakah kaum terkemuka dari kaum Quraish. Rentang masa yang teraaammaat panjang sudah pasti akan menimbulkan distorsi atau kesalahpahaman. Tapi jauhnya rentang masa itu tidak lantas mengkaburkan kebenaran itu sendiri sehingga menyulitkan bagi orang2 yang datang sesudahnya untuk meneliti sebuah kebenaran.

    “Kebenaran itu hanya bagi mereka yang menghargainya”

    Tabik…………………….

  5. Great…!!!
    Akhirnya hadir juga tulisan ini.
    Ini menunjukkan bahwa SP sudah mulai bersahabat dengan dunia realistik.. :P.
    Semoga ini bisa menjadi pencerahan bagi yang masih ragu.
    Namun SP jangan berharap banyak bagi mereka yang sudah dinubuwwahkan sebagai “ahlul fitnah”.
    Suatu perbedaan besar antara yang ragu dengan “ahlul fitnah”, yang ragu ada dalam perjalanan mencari kebenaran sehingga siap menerima kebenaran (yang bahkan bertentangan dengan nafsunya), sedangkan “ahlul fitnah” memang tujuan untuk mengahancurkan semua yang bertentangan dengan nafsunya (misalnya:nafsu membesarkan mazhab), sampai heran saya mengapa mereka tidak bisa melihat bahwa terlepas dari benar atau salahnya mereka tetap saja yang mereka lakukan adalah jika salah jatuh sebagai “FITNAH”, jika mereka benar dan terus menyebarkan kebencian maka merreka akan jatuh sebagai “HASUT & DENGKI”. Iblis memang keren cara kerjanya, kemana saja kita lari ketika hati kita busuk maka yang terjadi adalah: kalau tidak masuk mulut buaya (Fitnah) maka akan masuk mulut harimau (Hasut & Dengki).
    Alhamdulillah saya tahu bahwa SP tidak berkubang dalam lingkaran setan yang diciptakan ahlul fitnah tsb.
    Anggap saja tulisan ini sebagai kewajiban SP kepada Allah, bahwa SP sudah melakukan usaha untuk mencegah fitnah. Keputusan untuk terus memfitnah atau tidak, kembali kepada mereka/pembaca.
    Jadi SP, ketika mereka tetap dengan kebusukan mereka, bukan berarti tulisan ini menjadi sia2.
    Btw, sebagaimana saya sering sampaikan saya sangat menikmati tulisan2 SP yang jenis begini. Bahasanya mengalir lancar, ada kehangatan disana, tetap ilmiah, cermat, hampir tidak ada lubang yang bisa ditemukan bagi mereka yang menggunakan logic.
    Bagi saya tulisan ini menunjukkan SP sudah masuk dalam babak baru kehidupan. Sedang “teman2” SP yang apatis mereka tidak kemana2.. :P, termasuk FP.
    Teruskan perjuangan SP, kami hanya bisa mendukung dan mendoakan SP, semoga SP dan keluarga selalu dalam limpahan rahmat dan berkah dan lindungan Allah SWT. Insyaallah saya akan ikut bersaksi nantinya di padang masyhar 🙂 atas perjuangan SP untuk Ahlul Bayt.

    @Setiadarma
    Rasanya sudah lebih dari cukup penjelasan dari SP. Mereka yang berpedoman pada Ahlul Bayt akan mentaati dan mencintai Ahlul Bayt, apakah itu tidak cukup?. Imam Ali krw as, mencontohkan untuk menghargai dan beradab kepada Sayyidina Abu Bakar dan Umar dan sahabat2 lainnya yang berseberangan dengan beliau saja diikuti oleh SP (yang oleh sebagian syi’ah saja ini mereka tidak sanggup ikuti), apalagi bagaimana bersikap kepada keturunan Imam Ali krw as dalam Imam 12 as. Bahkan tidak saya pikir tidak terbatas pada Imam 12 as. Oya, ini tafsir saya atas tulisan SP dan tas apa yang saya kenal tentang SP.
    Jadi pertanyaan ini hanya menunjukkan bahwa anda setali 3 uang dengan nashibi yang tidak pernah puas dengan jawaban2 SP.

    Salam Damai.

  6. Mendengar curhat Sp saya cuma bisa bilang:

    Jari tengah (fuck you) buat ente ya SP karena ente ngga sunni ga pula syiah. :mrgreen:

  7. @ ikhwanul
    Sudah sewajarnya saya berpegang pada dalil ahlus sunnah 🙂

    @ setiadharma
    Saya memuliakan para Imam ahlul bait tetapi dalam kitab pegangan saya, saya belum menemukan dalil shahih yang menyatakan bahwa 12 pemimpin Quraisy yang dimaksud adalah 12 imam ahlul bait.

    @Husen
    apa anda seorang muslim?. ambil untuk anda sajalah itu :mrgreen:

  8. maksud anda untuk Imam husen?:mrgreen:

  9. menurut saya anda cuma seorang bocah tengik yang kehilangan arah saja. :mrgreen:
    Lebih baik, anda beristighosah dan bertawassul di makam SYaikh bin Baz, Utsaimin, dll. serta membidahkan secara terbuka seluruh amalan pengikut syafi’i dalam hal ini NU. Mudah2an anda akan diterima di kedua kalangan tersebut.
    Saya sering menonton film drama dan saya nilai akting anda di dalam tulisan diatas cuma 0,01 dari 1-100. :mrgreen:
    Sori ya bukan becanda tapi serius :mrgreen:

  10. sekali lagi ada yang terlupa: Tadi satu jari tengah buat anda. Sekarang saya kasih dua jari tengah biar kedudukan anda lebih kuwat n tahan lama di atas ranjang :mrgreen:

  11. Husen ini kok kayak orang gila ya.
    bqang SP jangan dilayani. di blok saja dia orang edan

  12. Semoga, tulisan di atas bukan pertanda berakhirnya blog secondprince

  13. bung SP terus berjuang membela kebenaran sesuai dengan keyakinan dan mazhab anda, jangan ambil pusing dengan apa kata orang. biarkan anjing2 menggonggong kafilah tetap berlalu.

  14. Itulah susahnya. Setiap orang yg mengutamakan Ahlul Bait otomatis dituduh Syiah rafidhah….Padahal spt saya sendiri sbg hasil dari proses pencarian, secara akidah cenderung kpd kepemimpinan Ahlul Bait, tapi secara fiqih saya mengamalkan fiqih Syafei dan saya tetap menghormati para sahabat Nabi saw spt Abu Bakar, Umar dan Usman r.a. (kecuali Muawiyah) dan para isteri Nabi saw

  15. Salam

    Saya senang sekaligus sedih membaca tulisan mas (?) SP ini.

    Senang karena dengan gaya bahasanya yang luwes dan tegas, mas SP menunjukkan dengan gamblang posisinya. Barangkali hal ini sesuatu yang tidak perlu2 amat, tapi tetap saja sebuah penegasan (reaffirming and reminding) yg patut kita apresiasi. Sebuah “excercise” yang mungkin juga perlu kita lakukan secara rutin, bertanya ke dalam diri dan senantiasa menguji keteguhan dan keyakinan kita.

    Saya juga sedih karena mas SP sampai harus membuat tulisan seperti diatas, karena sebegaimana yg mas SP sampaikan, banyak orang-orang ‘awam’ yang lebih melihat siapa orangnya dan bukan apa yang dikatakannya. Saya sedih, sebagian (besar) pengunjung blog ini, terutama yang mencela mas SP, masih berargumen secara ad hominem. Ini betul-betul menunjukkan kedangkalan dan kepicikan berpikir. Semoga kita semua bisa berlapang dada dan diberikan hidayah oleh-Nya.

    Salam

  16. @Joko
    Apa ngga boleh ana memuji SP?

  17. @Husen, kalau contoh muslim itu seperti anda, maka tercorenglah nama nabinya orang Islam yang mendeklarasikan , ahlakul karimah, sepertinya ahlak kaum sekuler bahkan atheis yang dibarat masih lebih baik dari anda, malah kalau anda mampir ke YNET (punya Israel) sebagian orang Yahudi masih lebih sopan dan toleran dibanding anda, tapi itu hak anda untuk menentukan kedudukan anda sendiri dimata intelektual yg berdiskusi disini, mungkin sebaiknya ber “agree to disagree ” saja

  18. Akhiy SP, antum menyatakan :

    “Terlepas dari siapapun mau ngaku-ngaku atau tuduh menuduh toh saya pemilik blog ini mendeklarasikan bahwa saya bukan Syi’ah Rafidhah.”

    Bukankah mungkin saja pihak yg antum katakan sebagai nashibi itu juga menyatakan hal yg sama dengan mengatakan :

    “saya mendeklarasikan bahwa saya bukan Nashibi.”

    Mungkin antum punya argument tentang alasan antum menuduh mereka yg antum katakan nashibi itu?
    sebab setahu saya nashibi adalah para pembenci ahlulbait, sedangkan para pembenci syi’ah rafidhah belum tentu membenci ahlulbait.

  19. @Bang SP,

    Bukankah antum sering mengatakan bahwa bila hendak berpendapat tentang Syiah, ambilah keterangannya dari kitab-kitab Syiah.

    Bagaimana antum bisa menilai dalil shahih tentang 12 pemimpin dari kitab pegangan antum? Bila demikian maka saudara2 kita yang Kristenpun akan menolak nubuat kenabian Nabi Saw karena tidak terdapat dalam injil-injil mereka.

    Bukankah lebih fair bila dalil tentang 12 kepemimpinan antum rujuk ke kitab-kitab Syiah. Bagaimana kedudukan riwayat tersebut, perawinya dan lainnya.

    Saya tidak tahu bagaimana akses antum atas kitab-kitab standar Syiah. Tapi bila Allah memberi kemudahan bagi antum. Luangkan sedikit waktu antum untuk menelitinya

    Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada antum dan semua pengunjung blog ini. Amiin

  20. @Joko Omar Marwanto

    Terimakasih masukannya, melihat gaya komentarnya maka memang sudah seharusnya saya tidak menanggapinya 🙂

    @wong lanang
    Insya Allah, jika saya punya cukup waktu saya akan berusaha untuk terus menulis 🙂

    @ikhwanul

    wah agak mirip ya, semoga Allah SWT tetap meneguhkan kita semua dalam mencari kebenaran

    @surdai

    Benar sekali komentar anda, seorang muslim tahu caranya berakhlak baik

    @abu khayrah

    Saya tidak akan mencari pembenaran atas tindakan saya itu. Pada dasarnya menuduh seseorang dengan sebutan Rafidhah, Nashibi dan yang lainnya padahal yang bersangkutan tidak demikian adalah keliru. Biasanya saya sering menggunakan kata “nashibi” tersebut untuk orang yang suka menuduh saya “rafidhah”. Intinya hanya menunjukkan kepadanya bahwa jika ia bisa seenaknya menuduh seseorang maka orang lain bisa seenaknya menuduh dirinya. insya Allah saya akan berusaha untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini. Terimakasih atas masukannya 🙂

    @setiadharma

    Saya tahu yang anda maksudkan. Proses pencarian kebenaran saya sekarang masih dalam tahap mempelajari metodologi mazhab Syi’ah. Menilai sejauh mana validitas literatur-literatur dalam kitab Syi’ah. Sedangkan untuk literatur mazhab Sunni saya sudah lama mempelajari metodologi-nya dan sampai saat ini, itu yang saya jadikan pegangan.

  21. @TS08

    Sebelumnya saya mohon maaf jika komentarnya termoderasi. Alhamdulillah saya senang sekali masih bisa melihat komentarnya disini. Bagaimana kabarnya? semoga selalu sehat dan saya doakan begitu pula dengan Mas Armand, Mas Abu Rahat, Naya dan yang lainnya

    Adapun mengenai tulisan di atas sepertinya itu bukan hal yang baru bagi Mas kan. Saya yakin mereka yang objektif dalam melihat tulisan-tulisan di blog ini akan bisa melihat pandangan saya sebenarnya tanpa harus saya tulis dengan jelas seperti di atas. Terimakasih banyak atas komentarnya 🙂

    Mengenai teman-teman saya, kami semua sebenarnya memasuki babak baru dalam hidup ini. Bahkan saya merasa bahwa mereka sudah melangkah lebih jauh ke depan dibanding saya. Terkadang saya sudah diperingatkan bakal begini begitu tetapi saya tetap terus melaju. Dan akhirnya saya pikir bahwa memang begitulah seharusnya, pelajaran yang saya dapat adalah jauh lebih baik kita mengalami sendiri apa yang diperingatkan tersebut dibanding menghindarinya dari awal. Bukankah itu yang namanya pengalaman hidup 🙂

  22. @TS08

    Anda boleh jadi telah salah paham dengan maksud pertanyaan saya kepada SP. Masalah apakah cukup dengan hanya mencintai dan mentaati ahlul bait nabi dan bagaimana bentuk dan ukuran mencintai dan mengikuti itu jujur bukan saya yang menentukannya. Pertanyaan2 saya kepada SP bukanlah upaya saya untuk merongrong ataupun “memaksa” SP untuk “mendeklarasikan” kesyiahannya. Untuk apa?

    Sesungguhnya dalam beragama itu tidak ada paksaan.

    Bila anda menyangka bahwa saya merasa tidak puas dengan apa2 diungkapkan oleh SP disini anda pun telah salah sangka. Menurut anda manfaat apa yang saya dapatkan dari ini semua? Ayolah, menurut anda apakah jalan kebenaran itu hanya didapat dengan mengenakan jubah Sunni, Syiah, Salafy saja? Rahmat dan kasih sayang Allah sesungguhnya teramat lapang.

    Bagaimana dengan anda…………………….

  23. mohon maaf, dengan singkat saya katakan anda adalah SUSI………. (mohon cari sendiri kepanjangannya). dan saya menghargai sikap anda.

  24. Mas SP tulisan Antum sangat saya pahami. Saya berharap Antum terus menulis. dan saya berharap Mas bisa menganalisa kedudukan hadis Rosul yang menjelaskan 12 imam yg lengkap dgn seleluruh namanya apakah hadist tersebut shoheh, dhoip, atau palsu.Tolong kepada siapa saja yg bisa menjawab terutama dari ikhwan yg bermadzhab Syi`ah krn buat saya hanya tinggal kejelasan hadist ini yg masih mengganjal saya masuk syi`ah. Tolooong spy saya tidak ragu akan kebenaran Syi`ah …….

  25. @suherman

    Iman tumbuh dalam hati, diucapkan dengan lisan diwujudkan dalam perbuatan dan menjadi keyakinan yang hidup

    Sumber2 selain kesadaran hati hanya bersifat memberikan penerangan sebagaimana layaknya tumbuhan membutuhkan cahaya matahari hingga dengannya iman yang tumbuh dalam hati dapat terus tumbuh dan berkembang.

    Semoga langkah2 anda diringankan oleh Allah. Selamat mencari……….

  26. Syaikh SP,

    Kalo mazhab saya sekarang mazhab SP..:)
    Itu pujian dari saya kepada anda.

    Thx sp, saya selalu antusias menunggu tulisan2 anda.

  27. hhhee..mgkn mahzab admin kira2 ini hampir sama dgn kebanyakan kita.atau mgkn saya. .admin tetap masih menyisakan pertanyaan..maaf apakah anda ber-taqiyyah-??..

  28. setelah membaca pengakuan dari tulisan SP, kesimpulan saya – anda 100 % SYIAH.

  29. nyimak ajh dah, piss…

  30. Bung SP, terus kaji kebenaran, jangan pernah kendor karena omongan orang, ikhlaskan niat hanya demi Allah untuk mengkaji kebenaran. insya Allah, Allah akan selalu bersama anda.

    Jangan ragu sedikitpun, nyatakan apa yg anda yakini benar, hari ini, besok dan seterusnya, anda sedang meniti tangga kebenaran, anda dalam bimbingan Allah dan saatnya nanti insya Allah anda dalam puncak kebenaran itu.

    saya copas tulisan anda untuk teman-teman dekat saya, hampir seluruhnya menyatakan anda telah mewakili mereka.

    selamat berjuang.

  31. sy stuju dgn kata @setiadharma ….”Tapi jauhnya rentang masa itu tidak lantas mengkaburkan kebenaran itu sendiri sehingga menyulitkan bagi orang2 yang datang sesudahnya untuk meneliti sebuah kebenaran.” mengapa …karena logikanya Allah ngga mngkin mempersulit hambahambanya dlm mncari kebenaran dan membiarkan hambanya kebingungan..dan Allah Maha Adil dimana ketika perbuatan/kejahatn Iblis Allah tampakan dengan jelas maka begitu pula dengan kebenaran, maka smestinya tdk akan sulit rasanya jika kita ingin mengetahui kebenaran hadis 12 pemimpin quraish yg justru di suni masih seperti misteri buah simalakama….tdk ada yg Allah rahasiakan dalam islam utk hambanya yg muhlish.

  32. @simanjuntak,

    Setelah membaca komentar anda, 100pct anda orang batak..

    Hehehee..

  33. Syeh SP, sudah lama sy membaca blog anda, dan luar biasa analisa anda dengan literatur yg valid, penyajian yg berimbang membuat analisa awam tentang syiah terbuka, anda cocok sebagai penyatu umat, sayang nama anda tidak setenar Quraish Shihab, sy sependapat dengan anda, teruskan berkarya dan menulis, untuk ukuran blog situs anda sudah dikunjungi hampir 1 juta orang, luar biasa pemikiran anda. Sy ucapkan terimakasih atas tulisan2 anda yg luar biasa..tetaplah rendah hati dan sy rindu penyatu umat islam seperti anda….tidak harus mengkafirkan sesama islam….

  34. @SP
    Alhamdulillah semua baik2 saja. Salam kangen dari mereka semua. Semoga SP sekeluarga juga baik2 selalu.

    @Setiadharma
    Setiap orang yang mencari kebenaran dengan ikhlas maka akan menemukan kebenaran. Yang saya tahu SP selalu menstate bahwa dia dalam pencarian kebenaran. Jika seseorang dalam mencari kebenaran, kemudian kita “menggugat” kondisi/keadaan dia saat ini, maka itu sangat tidak relevan. Yang bisa “gugat” adalah caranya “bukan berada dimana dia saat ini”.
    Dan yang saya tahu pula adalah, usaha, metoda dan ketulusan dia dalam jalannya sangatlah luar biasa. Pencarian SP dalam mencari kebenaran syi’ah mungkin jauh lebih berat dan lebih dalam dibandingkan (kebanyakan) orang syi’ah sendiri. Buku syi’ah yang dia baca jauh lebih banyak, metodanya pun jauh lebih jujur.
    Jadi sangat beralasan jika saya sedikit “protes” dengan klaim anda. Selama ini anda fine2 saja dengan banyak tulisan SP, namun ketika SP menyatakan dirinya “bukan” syi’ah, anda tidak perlu menunggu lama, langsung menunjukkan keberatan anda.. :P. Bukankah penilaian anda sudah dipengaruhi oleh subjektivitas anda. Bukankah anda termasuk mereka yang “dikuatirkan” oleh SP, yang tidak melihat apa yang dia tulis namun melihat siapa dia.

    Salam damai.

  35. bang SP… saya baca dan simak, memang banyak yang mengalami pengalaman yang sama persis dengan bang SP ini, termasuk saya sendiri… seorang yang bermashaf syafi’i seperti umumnya muslim di negeri ini, namum dalam perkembangan waktu dan dalam mencari kebenaran, memiliki ikatan bathin dan simpati kepada ahlul bait.. namun pandangan ini oleh pihak awam sering sekali di vonis syiah rafidhah..

    dengan gambaran bang SP ini, saya menjadi tersenyum sendiri karena keterbatasan ilmu dan waktu nggak bisa mengungkapkan secara tulisan seperti dan sesempurna ini. dan saya merasa sudah terwakili oleh tulisan ini…

    maju terus, dan terus menulis Bang SP…. semoga dalam mencari kebenaran hakiki, kita mendapat petunjuk dan hidayah Nya…

    salam ukhuwah…

  36. apa ada akun facebook nya bang SP??

  37. Yah intinya ngambil yg paling baik dari yg baik2, tapi untuk per kasus saja tidak pukul rata,soalnya masing2 mazhab per case juga ga semuanya baik2 ad juga yg nyeleneh, masing2 punya kelebihan dan kekurangan. maklum sudah berlalu ribuan tahun.

    yang paling bodoh ya yg seperti katak dalam tempurung,maen pukul rata, ga open minded,hanya puas dengan apa yg sudah dimilikinya, cilakanya lagi malah nyesatin n kafirin.

  38. paparan bagus.

    hanya saja, apa pun pendapat anda, anda tetap syiah.
    karena mendahulukan atau menganggap Sayyidina Ali bin Abi Tholib kwh lebih mulia dari Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq ra dan Sayyidina Umar bin Khotthob ra.
    itu jelas Syiah.
    tinggal alirannya saja, apa Rofidhoh, atau bukan…Allaahu a’lam.

    dan saya berkesimpulan demikian, karena hasil ngaji dan baca kajian dari banyak ulama, termasuk dari Haba-ib/Ahlul Bait Sunni.

  39. @nugon
    Berarti Rasulullah syiah dong? Beliau mendahulukan Ali dibanding sahabat yang lain:
    – Beliau memilih Ali sebagai menantu dibanding yang lain
    – Beliau memilih Ali sebagai penggantinya di tempat tidur di malam beliau hijrah ke Madinah
    – Beliau memilih Ali, Fatimah, Hasan dan Husain untuk mendampingi beliau bermubahalah dengan pemuka Nasrani
    – Beliau memilih Ali untuk membawa bendera perang di perang KHaibar
    Dan banyak sekali riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah mengutamakan Ali di atas sahabat yang lain.

    Dan karena apa yang dilakukan Rasulullah adalah sunnah tidakkah umat Muslim seharusnya mengikutinya?

  40. @nugon
    Perbedaan Syi’ah dan Sunni yang kita pahami sekarang umumnya adalah hasil doktrin masing2 ustad kita. Mestinya karena mereka adalah mazhab fiqh mestinya hanya sebatas perbedaan pemahaman fiqh yang mana juga terjadi di internal sunni itu sendiri. Hanya saja karena mazhab selalu ditunggangi oleh politik dan kekuasaan maka yang kita dapatkan sekarang adalah yang begini ini (yang kita yakini sebagai hal yang benar2 terjadi).
    Sedangkan mengenai pilihan siapa yang lebih mulia Imam Ali krw ataukah Sayiddina Abubakar atau yang lainnya itu adalah pilihan pribadi yang bebas2 saja (karena masing2 memiliki argumen/hujjahnya baik dari Al Quran, Hadits ataupun aqli).
    Jangan kata kita, para sahabat pun terpecah (baca: berbeda) dalam menentukan siapa yang lebih mulia. Diskusi tentang ini adalah diskusi sepanjang hayat di kandung badan dan tidak akan ditemukan kesepakatan atasnya.
    Jika kita masih belum puas bahwa para sahabat berbeda dalam hal ini, maka kita juga akan temukan perbedaan ini pada para ulama. Juga bagi anda yang mengklaim para Habaib punya satu pilihan yaitu
    Sayidina Abubakar yang lebih mulia, maka anda akan terkejut bahwa perbedaan ini juga terjadi pada para Habaib. Semua ini bagi saya adalah sesuatu yang manusiawi (subjektivitas), tinggal kita pertanggungjawabkan kepada Allah SWT pilihan2 kita tsb.
    Yang menjadi masalah bukan pada pilihan2 tsb, tapi pada ekses negatif pada pilihan2 tsb. Yaitu permusuhan dan saling caci maki.
    Jika kita anggap bahwa siapa yang lebih mulia diantara mereka bagi umat islam adalah sesuatu yang syubhat, maka caci maki, permusuhan, bunuh membunuh diantara umat islam atas dasar perbedaan ini adalah jelas2/pasti adalah suatu perbuatan yang dilarang/dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya. Terlepas dari apakah nantinya pilihan kita tersebut ternyata benar, saya yakin yang memilih benar pun hanya dianggap sebagai pilihan kebetulan (multiple choice) dan tetap dihukum atas permusuhan yang menyertai pilihan tersebut.
    Jadi jangan kita ribut pada yang masih syubhat sambil melakukan perbuatan yang dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya.
    Catatan: Saya tahu bahwa bagi masing sunni ataupun syi’ah menganggap pilihan ini bukan syubhat. Syubhat disini bagi umat islam bukan bagi golongan/mazhab.
    Kesimpulan, tidaklah menjadi syi’ah (mazhab) ketika seorang yang berfiqh Syafi’i kemudian mengutamakan Imam Ali diatas Sayiddina Abubakar.
    Salam damai

  41. @sekarwisesa:
    saya berinteraksi bahkan mengaji dgn beberapa habib.
    kami murid-muridnya, diajari bagaimana mencintai dan memuliakan sahabat serta Ahlul Bait. masing-masing dari mereka mempunyai keutaman dan kelebihan tersendiri.

    namun kami diajari, lengkap dgn dalilnya, bahwa sahabat yg paling mulia adalah mertua Nabi, yaitu Abu Bakar as-shiddiq ra, lalu yg kedua adalah Umar bin Khotthob ra. masing-masing ada dalil/riwayatnya, baik dlm Al-Quran mau pun Hadits. bahkan Imam Ali kwh pun mengakui dan menyatakan bahwa Abu Bakar as-shiddiq ra dan Umar bin Khotthob al-Faruq ra lebih mulia darinya.

    kalau soal Utsman bin Affan dzun-nuroin ra, jumhur sunni menilai beliau lebih mulia dari Imam Ali kwh. namun utk urusan ini, saya ikut minoritas sunni, saya mengutamakan Imam Ali kwh daripada Utsman bin Affan dzun-nuroin ra.

    saya mengikuti jumhur umat, yaitu sunni.
    saya mengikuti jumhur sunni.
    saya mengikuti jumhur Ahlul Bait, yakni Sunni.
    contohnya anda bisa melihat komunitas Majelis Rasulullah.

    @TS08:
    saya mengaji hal ini berkali-kali, terlebih dgn Haba-ib.
    tdk ada syubhat.
    semua jelas.
    dan tdk ada unsur ditunggangi politk dkk yg anda bayangkan.

    bahkan Alawiyyin yg merupakan mayoritas (jumhur) Ahlul Bait, yakni Habaib keturunan Syeikh Ahmad bin Isa al-Muhajir, mayoritas memegang teguh Syafi’iyah Asy’ariyah, semua ulamanya dari era salaf hingga khalaf, menjelaskan hal ini dgn baik.

    dan mereka Alawiyyin , hijrah ke Yaman, terutama di Tarim, justru karena tertindas, dan karena issue Syiah.

  42. @nugon

    Mumpung ente sering nongol di sini. Kenapa kagak ente buka tulisan laen. Dah banyak tuuh tulisan ustad SP tentang issu sensitif yang ulama2 laen pada ragu ngebahasnye. Ada rujukan kitab pulak terserah mau diapain tuh rujukan kitabnye. Mau dibahas ame koko ente terserah ato ente kagak percaye ame ustad SP yah itu pendapat ente kan. Cuma ane Salut dah ame ustad SP yang maju terus pantang mundur. Nyang laen neh…..Ane hargai pendapat ente. Kalo urutan sahabat itu kudu 1. Abu Bakar, 2. Umar dst. Apa yang ente yakini itu yaah hasil didikan (indoktrinasi) yah gimana lagi itu dah menjadi pilihan ente dan hak individu gak ada yang bisa ngelarang. Sama kayak ente waktu Kristen dulu bukannya ente jg dididik di sekolah mingggu soal dosa turunan dan penebusan yang bikin pening itu. Bedanye ente mau mencari…..lah sekarang koq ente malah jadi kebalikanye batasin diri ame kalo ade orang laen yg kagak sepaham ame pendapat ente pasti Syiah.
    Ane pikir sebagai mantan orang Kristen ente bisa lebih terbuka jalan pikiranye….soalnye kalo kagak gitu mana mungkin ente mau belajar Islam tapi ternyate……………….

  43. @gaban:
    apalah namanya/nickname anda….
    sikap anda mirip orang taklid buta.
    hanya membatasi kpd SP saja.

    ane sdh sampaikan, ane mengaji, dan diberikan dalilnya di Al-Quran, Hadits, kajian siroh.
    itu bukan taqlid, bukan doktrinasi.
    pahami dulu konsep/makna dari kata doktrinasi.

    dan konyol kalau bilang guru-guru ane para habib itu….yg mengajari ane hal-hal tsb…dikatakan melakukan doktrinasi.
    karena mereka ahlul bait yg alim, meneladani akhlak ahlul bait.

    justru sikap ente lebih mirip dgn rekan-rekan ane yg masih non-muslim.

  44. @nugon
    Hanya krn mengutamakan ali di atas abu bakar dan umar disebut syiah? Trus bagaiman sahabat seperti jabir, salman, abu dzar, miqdad yg ternyata menganggap imam ali paling utama diantara para sahabat?apa juga disebut syiah?
    Yg perlu diketahui mas, banyak sekali keutamaan imam ali yg tdk dimiliki oleh sahabat lainnya

  45. @nugon

    Saya sudah memaparkan pandangan saya dan apa yang saya yakini di atas. Kalau hal itu tetap anda anggap Syi’ah ya silakan, yang penting saya tidak pernah mengaku Syi’ah dan hakikatnya saya memang bukan penganut mazhab Syi’ah Imamiyah. Perkara saya mengutamakan Aliy [‘alaihis salaam] dibanding Abu Bakar dan Umar [radiallahu ‘anhum] itu berdasarkan dalil-dalil shahih yang saya pelajari. Buknakah Anda bisa mengikuti minoritas sunni [seperti yang anda bilang] dalam mengutamakan Aliy [‘alaihis salaam] dibanding Utsman [radiallahu ‘anhu] maka saya pun bisa mengutamakan Aliy [‘alaihis salaam] dibanding Abu Bakar dan Umar [radiallahu ‘anhum]. Bagi anda pandangan anda dan bagi saya pandangan saya 🙂

  46. @nugon
    Mengenai syubhat sudah saya perkirakan bahwa anda akan salah paham, ternyata memang seperti itu.
    Tentu di “sunni versi anda” tidak ada syubhat dan di syi’ah pun tidak ada syubhat, tapi jika lihat dari perspektif islam maka perbedaan ini menjadi syubhat.
    Kebetulan anda membawa tentang mazhab Imam Ahmad bin Isa al Muhajir, maka jika anda pelajari lebih jauh (sayangnya anda hanya tertarik pada penjelasan satu kubu) maka mazhab beliau pun menjadi rebutan. Kalau anda tertarik sedikit saja membaca diluar yang anda dengar.

    “Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa Al-Muhajir adalah seorang Sunni bermazhab Syafi’i, walaupun bukan penyebar pertama mazhab Syafi’i. Tetapi pendapat tersebut dibantah oleh beberapa sumber sejarah lainnya, seperti yang ditulis oleh Mufti Hadramout Allamah Abdurrahman bin Ubaidillah Assegaf dalam kitabnya Nasim Hajir dan Sayid Saleh bin Ali al-Hamid dalam kitabnya Tarikh Hadramout, bahwa Al-Imam al-Muhajir mengikuti mazhab para leluhurnya, para Imam dari kalangan Ahlul Bait seperti Imam Ja’far ash-Shadiq, Imam Muhammad al-Bagir, Imam Ali Zein al-Abidin, Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib. Berdasarkan pendapat ini pula beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir menganut mazhab Syi’ah Imamiyyah.

    Di kalangan para pengkaji sejarah Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir terjadi polemik pemikiran tentang madzhab Imam Al-Muhajir, apakah dia seorang sunni atau seorang syi’i. Mereka mendasarkan akan kesunnian Imam Al-Muhajir lebih banyak pada mazhab yang dianut keturunan mereka pasca Imam Al-Muhajir.

    Semoga bisa memotivasi anda untuk mencari wawasan lain sebagai pertimbangan dan perbandingan.

    Salam damai

  47. silahkan sebut sumber sejarah kalau habaib/alawiyyin syiah apalagi Imam Al-Muhajir. tdk ada rujukan yg menguatkan. justru kalam bersanad, terlebih kalam Imam Abdullah Al-Hadad , menegaskan Haba-ib/Alawiyyin adalah Syafi’iyah Asy’ariyah. contoh bisa baca di http://alawiy.wordpress.com/kalam/himbauan-aqidah-alawiyyin/

    kami rutin baca rotib dalam thoriqot ‘alawiyah, justru menguatkan bahwa Alawiyyin , para Haba-ib, adalah Sunni. Syafi’iyah Asy’ariyah.

    tdk ada syubhat dlm pendefinisian Sunni-Syiah, hanya saja Syiah yg suka mengkabur-kaburkan pendefinisian, plus diperkeruh oleh Salafi/Wahabi.

    Definisi Syiah sudah jelas, Rofidhoh pun juga jelas.
    terutama bahwa Kholifah Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq ra dan Kholifah Sayyidina Umar bin Khotthob al-Faruq ra, adalah lebih mulia dibanding Imam Ali bin Abi Tholib ra wa kwh, dgn meneliti keseluruhan dalil, dan pengakuan dari Rasulullah saw serta masing-masing sahabat, termasuk dari Imam Ali kwh sendiri.

    Wallaahu a’lam bis-shawab.
    bagi kami, aqidah dan amal kami.
    bagi kalian, aqidah dan amal kalian.
    saya akhiri komentar saya di thread ini.
    saya tdk akan memberi tanggapan lagi.
    sudah jelas aqidah kalian, dari qorinah di artikel dan tanggapan kalian.
    Wassalam – Nugon

  48. @nugon
    🙂
    Mas Nugon, kalau anda tidak siap mendengar perbedaan ya janganlah jalan2 di internet or blog orang lain, nanti bisa stress. Cukupkan saja dengan mereka yang sependapat dengan anda.
    Mas Nugon, yang sunni bukan hanya sendiri dan kelompok anda, yang baca ratib juga bukan hanya anda dan kelompok anda, yang berjalan diatas tariqah alawiyyah juga bujkan hanya anda dan kelompok anda.. 🙂 .

    silahkan sebut sumber sejarah kalau habaib/alawiyyin syiah apalagi Imam Al-Muhajir. tdk ada rujukan yg menguatkan.

    Mas Nugon anda membuat komentar ini dengan membaca komentar saya ataukah tidak? Silakan baca hati2, jangan terburu2 menolak dan jangan tergesa2 menerima.
    Dan jelas juga bahwa saya tidak sedang mengatakan bahwa Imam al Muhajir itu syi’ah ataupun sunni. Saya hanya menyampaikan kepada anda bahwa sejarah mencatat perbedaan tsb.

    justru kalam bersanad, terlebih kalam Imam Abdullah Al-Hadad , menegaskan Haba-ib/Alawiyyin adalah Syafi’iyah Asy’ariyah. contoh bisa baca di http://alawiy.wordpress.com/kalam/himbauan-aqidah-alawiyyin/

    Saya kutip lagi komentar saya:

    Di kalangan para pengkaji sejarah Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir terjadi polemik pemikiran tentang madzhab Imam Al-Muhajir, apakah dia seorang sunni atau seorang syi’i. Mereka mendasarkan akan kesunnian Imam Al-Muhajir lebih banyak pada mazhab yang dianut keturunan mereka pasca Imam Al-Muhajir.

    kami rutin baca rotib dalam thoriqot ‘alawiyah, justru menguatkan bahwa Alawiyyin , para Haba-ib, adalah Sunni. Syafi’iyah Asy’ariyah.

    Belum pernah ketemu orang syi’ah baca ratib ya? 🙂
    Mas Nugon, baca ratib itu bukan amalan sunni, baca ratib adalah amalan Tariqah Alawiyyah. Mazhab apa saja bisa menjalankan Tariqah Alawiyyah (termasuk syi’ah).

    tdk ada syubhat dlm pendefinisian Sunni-Syiah, hanya saja Syiah yg suka mengkabur-kaburkan pendefinisian, plus diperkeruh oleh Salafi/Wahabi.

    Kalau Salafi/Wahabi memperkeruh suasana saya sih setuju. Tapi apa yang dimaksud dengan “syiah yang suka mengkaburkan-kaburkan pendefinisian”? Definisi apa? definisi syi’ah? Jadi mas Nugon mengklaim yang benar hanya mas Nugon cs? Wahh, rasanya tariqah Alawiyyah tidak pernah mengajarkan kesombongan seperti itu.

    Definisi Syiah sudah jelas, Rofidhoh pun juga jelas.
    terutama bahwa Kholifah Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq ra dan Kholifah Sayyidina Umar bin Khotthob al-Faruq ra, adalah lebih mulia dibanding Imam Ali bin Abi Tholib ra wa kwh, dgn meneliti keseluruhan dalil, dan pengakuan dari Rasulullah saw serta masing-masing sahabat, termasuk dari Imam Ali kwh sendiri.

    Kalau anda mengklaim definisi2 tsb sudah jelas dengan menafikan perbedaan2 yang ada itu artinya anda tidak realistis dan hanya berdasarkan fanatisme kelompok. Saran saya sih coba baca ataupun belajar dari Habib2 lain yang sunni juga yang Tariqah Alawiyyah juga dan bersanad juga, (tidak perlu ke mereka yang tidak bersanad, kalau anda anti thd mereka) untuk melihat seberapa luas lautan ilmu ini.
    Anda gembar gembor hanya menerima dari yang bersanad dan sunni dan tariqah alawiyyah, tapi ketika disodorkan dalil dari mereka yang bertentangan/berbeda dengan keinginan anda dengan bersegera anda menolaknya.
    Masalah siapa yang lebih mulia diantara mereka sudah anda sederhanakan dengan kesimpulan yang serampangan adalah hanya menunjukkan bahwa anda tidak mau membaca/mendengar yang berbeda dengan anda.

    Salam damai… 🙂

  49. Dari kajian yang anda utarakan, yang begitu panjang dan lebar tentang siapa anda ini, sungguh suatu yang menarik, anda sudah bisa menilai diri anda sendiri, dalam hal ilmu tentang agama terutama dalam kaidah semua mazhab, anda tidak hitam dan tidak putih juga bukan abu – abu, anda meng- idialiskan posisi anda sebagai manusia yang mengambil kebenaran dari semua pihak ( mazhab ) dan hal itu sangat bagus dalam ” mencari kebenaran ” sehingga anda tidak merasa ter-doktrin dari satu golongan, atau bisa dibilang “anda mencari kebenaran dengan kebebasan anda sendiri” dan hal itu juga saya rasakan dalam diri saya, ” Bebas mencari kebenaran “, anda dan saya punya pandangan yang sama, bebas dari doktrin satu golongan. yang membuat saya berbeda dari anda adalah, dalam pandangan saya tentang :
    1. Tentang Kemulian, Siapakah yang lebih mulia, sahabat nabi ( Abu bakar & Umar Dll ) atau Ali bin Abi Thalib, saya berpendapat, mereka semua manusia – manusia yang mulia karena perjuangan mereka dalam islam dan pembelaan mereka terhadap Nabi, semua saling melengkapi, dan mahluk yang paling mulia ( suci ) yang bernama manusia hanya Nabi Mauhammad SAW, Kita sepakat bahwa tidak ada manusia dibumi ini ( yang beragama islam / muslim ) yang tidak memuliakan Nabi Muhammad SAW, dan pandangan saya cukup sampai disini ” jika kita mencari kemulian di sisi Allah SWT, Orang yang paling bertaqwalah yang paling mulia, dan tidak ada dalam pikiran saya bahwa Ali lebih mulia dari Abu Bakar & Umar, dan sebaliknya, Abu bakar & Umar lebih mulia dari Ali. tetapi anda tidak bebas dalam hal ini, karena masih memikirkan siapa yang lebih mulia diantara mereka, dan golongan yang saling memuliakan mereka adalah antara Sunni dan Syiah ( mereka berdebat dgn dalil2 yang shahih ) walaupun secara fatamorgana anda berada ditengah2 ( tidak hitam,tidak putih dan juga bukan abu- abu ) tetapi pemaparan anda membuat alur yang muaranya menuju kesatu arah, yang dalam pikiran saya, menuju muara paham syiah, saya tidak mempermasalahkan apa paham anda, tetapi anda bermain dalam dunia bayangan dari nalar anda sendiri, ( semoga anda mengerti ) yang tidak bebas, atau bisa dibilang ” puisi yang politis ” itu anda gambarkan dalam fatamorgana tadi ( tidak hitam,putih dan juga bukan abu- abu ) atau lebih ringkasnya, anda bermain cantik dengan mengoreng opini anda yang samar – samar untuk membuat yang jelas jadi samar dan samar jadi jelas dalam perdebatan ke 2 pihak, dan anda asumsikan bahwa syiah bukan aliran yang menyimpang, karena sunni pun melakukan penyimpangan juga. disini anda mendustakan Idialisme anda sendiri yang dibilang bukan pembela syiah disisi lain membuat kajian yang membuat syiah yang dicap sesat ( oleh sebagain golongan ) menjadi sebuah kebenaran, dimana dustanya anda ? dustanya adalah anda berperilaku sebagai pengecara syiah tetapi memakai jubah Netral ( pura2 tidak berpaham ) alias TAQIYAH. klo anda benar2 orang yang idialis dan tidak terdoktrin oleh sebagain golongan tertentu, anda harus tidak memuliakan Ali lebih mulia dari Abu bakar & Umar, ato sebaliknya. karena hal tersebut sudah menjadi doktrin – doktrin dari ke 2 golongan tersebut, marilah kita tidak usah menjadi orang2 yang sok tahu akan kemulian seseorang hanya dari mempelajari,mengkaji, karena mereka ( Abu bakar,Umar,Ali,Hasan Husein Dll ) tidak butuh nilai2 kemulian dari kalian tetapi mencari kemulian disisi Allah SWT & Nabi Muhammad SAW. karena 7 Miliar manusia seperti anda yang lebih memuliakan Ali dan memuji beliau tidak akan berpengaruh terhadap hak Allah, begitupun 7 miliar manusia seperti anda yang merendahkan Abu bakar & Umar tidak akan berpengaruh terhadap hak Allah.
    mohon maaf jika ada kata – kata yang kurang berkenan dari saya.

    Salam damai

  50. @Muhammad Alim

    Dari kajian yang anda utarakan, yang begitu panjang dan lebar tentang siapa anda ini, sungguh suatu yang menarik, anda sudah bisa menilai diri anda sendiri, dalam hal ilmu tentang agama terutama dalam kaidah semua mazhab, anda tidak hitam dan tidak putih juga bukan abu – abu, anda meng- idialiskan posisi anda sebagai manusia yang mengambil kebenaran dari semua pihak ( mazhab ) dan hal itu sangat bagus dalam ” mencari kebenaran ”

    Saya tidak keberatan kalau anda ingin mengutarakan pandangan anda terhadap saya. Dan saya tidak mengharapkan anda bisa memahami dan mengerti bagaimana sebenarnya pandangan saya. Saya akui bahwa kebenaran bisa diambil dari mana saja, tetapi dalam perkara agama, saya tidak asal comot sana sini. Dalam pandangan agama yang saya yakini, saya berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah, dan As Sunnah yang dimaksud adalah hadis-hadis yang tertera dalam kitab Ahlus Sunnah. Saya memang mempelajari mazhab Syi’ah tetapi sejauh ini hal itu hanya sebatas pengetahuan dan masih dalam pencarian [akan kebenaran mazhab Syi’ah]. Tidak ada satupun amalan dan aqidah yang saya ambil dari kitab Syi’ah. Semoga anda bisa paham apa yang saya maksudkan

    sehingga anda tidak merasa ter-doktrin dari satu golongan, atau bisa dibilang “anda mencari kebenaran dengan kebebasan anda sendiri” dan hal itu juga saya rasakan dalam diri saya, ” Bebas mencari kebenaran “, anda dan saya punya pandangan yang sama, bebas dari doktrin satu golongan. yang membuat saya berbeda dari anda adalah, dalam pandangan saya tentang :

    Saya akan perjelas bahwa saya mencari kebenaran dengan standar dan metode yang sudah saya buat terlebih dahulu. Sehingga informasi apapun yang terkait masalah agama akan saya ambil dan saya yakini jika sudah lulus sensor dari standar dan metode yang sudah saya buat. Jadi harap jangan salah paham dengan apa yang anda sebut “bebas mencari kebenaran”.

    1. Tentang Kemulian, Siapakah yang lebih mulia, sahabat nabi ( Abu bakar & Umar Dll ) atau Ali bin Abi Thalib, saya berpendapat, mereka semua manusia – manusia yang mulia karena perjuangan mereka dalam islam dan pembelaan mereka terhadap Nabi, semua saling melengkapi, dan mahluk yang paling mulia ( suci ) yang bernama manusia hanya Nabi Mauhammad SAW, Kita sepakat bahwa tidak ada manusia dibumi ini ( yang beragama islam / muslim ) yang tidak memuliakan Nabi Muhammad SAW, dan pandangan saya cukup sampai disini ” jika kita mencari kemulian di sisi Allah SWT, Orang yang paling bertaqwalah yang paling mulia, dan tidak ada dalam pikiran saya bahwa Ali lebih mulia dari Abu Bakar & Umar, dan sebaliknya, Abu bakar & Umar lebih mulia dari Ali.

    Silakan saja anda dengan pandangan. Perlu saya tekankan bahwa saya juga memuliakan sahabat Nabi dan tentu makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sampai disini saya sepakat dengan anda. Tetapi boleh saya tanya kepada anda, apa sih dasar anda sehingga bisa mencapai kesimpulan yang kita sepakati ini?. Kalau saya jelas berdasarkan Al Qur’an dan hadis, dan hadis yang dimaksud sekali lagi hadis-hadis dalam kitab Ahlus Sunnah. Silakan jawab apa dasar anda mencapai kesimpulan bahwa semua sahabat mulia dan yang paling mulia hanya Nabi Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sekedar asumsi anda atau anda punya dasar

    Perkataan anda bahwa tidak ada dalam pikiran saya Ali lebih mulia dari Abu Bakar & Umar dan begitu sebaliknya Abu Bakar & Umar tidak lebih mulia dari Ali, saya anggap hanya sebagai asumsi anda sendiri, dan dalam pandangan saya itu tidak memiliki dalil. Mengapa saya katakan demikian? karena standar kebenaran di sisi saya menunjukkan bahwa kedudukan para sahabat tidak sama dan kesimpulan saya adalah Ali bin Abi Thalib lebih mulia dibanding para sahabat lainnya. Dasar pandangan saya adalah hadis-hadis dalam kitab Ahlus Sunnah. Sedangkan anda, maaf saya tidak melihat dasar dimana anda berdiri atau apa dalil yang menopang pandangan anda.

    tetapi anda tidak bebas dalam hal ini, karena masih memikirkan siapa yang lebih mulia diantara mereka, dan golongan yang saling memuliakan mereka adalah antara Sunni dan Syiah ( mereka berdebat dgn dalil2 yang shahih ) walaupun secara fatamorgana anda berada ditengah2 ( tidak hitam,tidak putih dan juga bukan abu- abu ) tetapi pemaparan anda membuat alur yang muaranya menuju kesatu arah, yang dalam pikiran saya, menuju muara paham syiah,

    Kalau kebebasan yang anda maksud adalah harus berbeda dengan Sunni dan Syi’ah maka saya katakan kenapa tidak sekalian saja anda menjadi orang yang tidak beragama terlebih dahulu baru anda mencari kebenaran tersebut. Toh apapun pandangan anda, anda sendiri tidak bebas, nyatanya bukankah anda sebelumnya mengatakan bahwa semua sahabat mulia dan yang paling mulia hanya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Bagaimana anda bisa mengatakan anda bebas kalau anda ternyata juga terikat pada pandangan tertentu.

    Bagi saya apa yang anda sebut dengan kebebasan itu tidak penting. Dalam mencari kebenaran kita memang harus bebas dari doktrin dan asumsi. Tetapi jika hanya mengandalkan kebebasan saja maka kebenaran tidak akan bisa tercapai. Toh siapapun bebas begini dan begitu, meyakini ini, meyakini itu, yang penting tidak terikat. Apakah itu kebenaran?. Tentu saja tidak, kebebasan itu adalah awal dari pencarian kebenaran, selanjutnya anda harus melangkah membuat standar kebenaran yang objektif yang bisa anda jadikan pegangan dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

    Dalam standar kebenaran yang saya yakini saya sudah menganalisis berbagai informasi berupa hadis-hadis tentang keutamaan para sahabat dan kesimpulan saya Aliy bin Abi Thalib lebih mulia dari sahabat lain. Sedangkan apa pandangan Sunni dan apa pandangan Syi’ah pada dasarnya tidak mengganggu sedikitpun proses pencarian saya. Sunni punya dalil untuk pandangan mereka, dan dalil yang digunakan Sunni itu bermuara pada sumber yang sama dengan dalil yang saya gunakan. Sedangkan Syi’ah punya dalil untuk pandangan mereka, dalil itu bersumber dari kitab mazhab mereka jadi berbeda sumbernya dengan yang saya gunakan.

    Adapun anggapan anda bahwa pandangan saya bermuara pada paham Syi’ah ya tidak masalah bagi saya. Itu adalah persepsi anda sendiri. Bagi orang awam, sekilas apa pandangan saya akan nampak dalam pandangannya seperti paham Syi’ah tetapi bagi mereka yang kritis dan memiliki standar kebenaran yang objektif mereka akan melihat bahwa saya dan Syi’ah punya perbedaan tersendiri apalagi sumber dalil saya dan sumber dalil Syi’ah itu berasal dari sumur yang berbeda.

    saya tidak mempermasalahkan apa paham anda, tetapi anda bermain dalam dunia bayangan dari nalar anda sendiri, ( semoga anda mengerti ) yang tidak bebas, atau bisa dibilang ” puisi yang politis ” itu anda gambarkan dalam fatamorgana tadi ( tidak hitam,putih dan juga bukan abu- abu ) atau lebih ringkasnya, anda bermain cantik dengan mengoreng opini anda yang samar – samar untuk membuat yang jelas jadi samar dan samar jadi jelas dalam perdebatan ke 2 pihak, dan anda asumsikan bahwa syiah bukan aliran yang menyimpang, karena sunni pun melakukan penyimpangan juga.

    Maaf saja bagi saya, anda cuma bermain kata-kata. Apakah anda paham dengan apa yang anda katakan?. Siapa sebenarnya yang bermain-main, anda ataukah saya?. Silakan jawab apakah anda punya standar dalam mencari kebenaran?. Ataukah standar anda adalah standar awamisme yaitu apa-apa yang umum sudah diyakini orang awam maka itulah yang benar, sedangkan kalau sudah masuk Sunni dan Syi’ah maka itu sudah jadi subjektif. Menurut saya penyebab anda melihat saya sebagai samar-samar itu tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu

    Pertama anda tidak punya standar kebenaran sehingga dengan seenaknya anda berasumsi apapun yang menurut anda “tidak bebas” maka itu berarti samar-samar atau

    Kedua anda punya standar kebenaran dan itu berbeda dengan standar kebenaran saya, anda menganggap pandangan saya sebagai samar-samar karena anda sedang berdiri pada standar kebenaran anda bukan pada standar kebenaran saya.

    Nah kalau ingin memperjelas “samar-samar” silakan anda pahami standar kebenaran yang saya yakini yaitu Al Qur’an dan Hadis shahih. Posisi saya disini sangat jelas bagi orang yang sudah terbiasa berpikir objektif tetapi bagi orang yang terbiasa main-main maka ia tidak bisa melihat posisi saya dengan jelas, ia hanya melihat ujung-ujungnya itu kemana kalau sudah ke Syi’ah atau nyerempet ke Syi’ah maka sudah pasti salah atau sudah tidak objektif. Padahal hakikatnya ia yang tidak paham apa itu objektif atau dirinya tidak punya standar kebenaran

    disini anda mendustakan Idialisme anda sendiri yang dibilang bukan pembela syiah disisi lain membuat kajian yang membuat syiah yang dicap sesat ( oleh sebagain golongan ) menjadi sebuah kebenaran, dimana dustanya anda ? dustanya adalah anda berperilaku sebagai pengecara syiah tetapi memakai jubah Netral ( pura2 tidak berpaham ) alias TAQIYAH.

    Lucu ya, saya agak heran dengan orang yang bisa berkomentar macam-macam soal objektifitas soal kebebasan tetapi dengan mudahnya terbawa asumsi pribadinya yang nampak konyol di mata saya. Soal membela Syi’ah maka saya katakan dalam sebagian tulisan saya memang terdapat pembelaan terhadap Syi’ah dan pembelaan itu adalah dari syubhat-syubhat dusta para pembenci Syi’ah yang membuat kajian tidak ilmiah terhadap Syi’ah. Walaupun begitu saya tidak membela Syi’ah dengan membabi buta dan tidak ada dalam tulisan saya yang menyatakan bahwa mazhab Syi’ah adalah kebenaran dan mazhab Sunni adalah kesesatan.

    Orang seperti anda bisa dibilang tidak akan melangkah kemana-mana karena netral dalam pandangan anda berarti tidak memihak siapapun. Jadi kalau anda membela Syi’ah maka anda adalah Syi’ah kalau anda membela Sunni maka anda adalah Sunni. Atau kalau anda menyalahkan Syi’ah maka anda Sunni dan kalau anda menyalahkan Sunni maka anda Syi’ah. Itukah yang anda sebut netral.

    Coba anda perhatikan diri anda, anda sebut apa diri anda. Bukan Sunni dan bukan pula Syi’ah tetapi orang Islam yang bebas. Dan anda mengakui bahwa anda dan saya memiliki posisi yang sama disini. Perbedaannya saya membuat kajian dengan standar kebenaran yang saya yakini dan akhirnya mencapai kebenaran tertentu. Perkara kebenaran itu akan berujung kemana, nyerempet ke mana atau bertentangan dengan mazhab mana ya itu bukan urusan saya. Orang yang objektif akan berjalan sesuai standar kebenaran bukannya mikir-mikir ini ujungnya bakal kemana, bakal berpihak kemana, bakal menguatkan mazhab mana. Anda memang tidak kemana-mana cuma bebas berpandangan begini begitu yang penting tidak Sunni dan tidak Syi’ah, ya itu tadi awamisme yang maaf statusnya tidak penting bagi saya.

    klo anda benar2 orang yang idialis dan tidak terdoktrin oleh sebagain golongan tertentu, anda harus tidak memuliakan Ali lebih mulia dari Abu bakar & Umar, ato sebaliknya. karena hal tersebut sudah menjadi doktrin – doktrin dari ke 2 golongan tersebut,

    Saya bisa membayangkan ada orang atheis yang kepalanya dipenuhi dengan “kebebasan”. Ia melihat agama Islam dan melihat banyak sekali doktrin dalam agama Islam kemudian Ia melihat agama Kristen dan melihat banyak sekali doktrin dalam agama kristen. Maka dengan sombongnya ia berkata saya orang idealis yang tidak terdoktrin oleh agama tertentu baik Islam ataupun Kristen. Orang seperti inilah yang saya katakan akan selamanya berada di titik nol, gak akan kemana-mana dan tidak akan pernah bisa melihat kebenaran.

    Jujur saja, saya tidak punya keinginan disebut sebagai orang idealis di mata anda karena bagi saya sebutan-sebutan itu tidaklah penting, yang penting adalah hakikatnya. Kebenaran itu tidak memihak tetapi kebenaran itu sudah pasti ada dan tidak masalah bagi saya kebenaran itu akan berujung dimana apakah di Sunni, apakah di Syi’ah atau apakah tidak pada keduanya. Bagi saya yang penting adalah untuk mencapai kebenaran maka anda harus berjalan dengan standar yang benar.

    Saya tidak peduli dengan apa doktrin Sunni dan apa doktrin Syi’ah. Saya memang mempelajari apa pandangan Umum mazhab Sunni dan apa pandangan Umum mazhab Syi’ah tetapi bukan berarti saya bisa seenaknya memihak salah satu atau membela salah satu. Saya hanya berjalan pada standar kebenaran yang saya miliki dan apapun hasil akhirnya itulah yang benar menurut saya.

    Bagaimana mungkin jika ternyata setelah saya menganalisis dengan standar kebenaran dan hasilnya memihak Sunni maka saya tolak demi membedakan diri dari Sunni. Atau Bagaimana mungkin jika ternyata setelah saya menganalisis dengan standar kebenaran dan hasilnya memihak Syi’ah maka saya tolak demi membedakan diri dari Syi’ah. Kalau memang begitu lebih baik dari awal tidak usah mencari kebenaran, diam saja di tempat jadilah orang awam yang tidak memihak siapapun atau bebas memihak siapapun.

    marilah kita tidak usah menjadi orang2 yang sok tahu akan kemulian seseorang hanya dari mempelajari,mengkaji, karena mereka ( Abu bakar,Umar,Ali,Hasan Husein Dll ) tidak butuh nilai2 kemulian dari kalian tetapi mencari kemulian disisi Allah SWT & Nabi Muhammad SAW. karena 7 Miliar manusia seperti anda yang lebih memuliakan Ali dan memuji beliau tidak akan berpengaruh terhadap hak Allah, begitupun 7 miliar manusia seperti anda yang merendahkan Abu bakar & Umar tidak akan berpengaruh terhadap hak Allah.

    Apa anda pikir baik saya, Sunni, Syi’ah atau siapapun yang mengkaji keutamaan sahabat itu sedang meyakini kalau sahabat tersebut sedang membutuhkan kemuliaan dari kami?. Tidak ada yang berpikir demikian wahai saudara, anda hanya dibutakan oleh asumsi anda sendiri. Kedudukan para sahabat itu di sisi Allah tidak dipengaruhi oleh manusia-manusia seperti anda, saya atau siapapun. Mereka yang tercela di sisi Allah ya tetap tercela walaupun orang banyak memuliakannya dan mereka yang mulia di sisi Allah tetap mulia walaupun orang banyak mencelanya.

    Silakan saja kalau anda beranggapan bahwa semua sahabat itu sama tetapi orang lain bisa dong punya pandangan sendiri. Anda bisa mengatakan orang lain sok tahu soal siapa sahabat yang paling mulia tetapi orang lain juga bisa toh bilang anda sok tahu bahwa semua sahabat itu sama. Kami disini berusaha mencari kebenaran dengan standar kebenaran, kemuliaan seseorang di sisi Allah dan Rasul-Nya hanya bisa diketahui dengan dalil dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadi sangat sederhana tinggal dilihat apa saja dalil-dalil tersebut. Tentu saja lain ceritanya kalau anda beranggapan bahwa siapa yang mulia di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya tidak ada yang tahu dan tidak akan bisa diketahui. Maka itu berarti anda mendustakan dalil-dalil dan berpijak pada asumsi anda sendiri, ya silakan itu hak anda, kebebasan anda tetapi anda tidak perlu sok untuk menyatakan bahwa apa yang anda yakini itu benar dan orang lain salah

    mohon maaf jika ada kata – kata yang kurang berkenan dari saya.
    Salam damai

    Sama-sama, saya juga mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Semoga kita bisa saling menjaga lisan dalam berdiskusi karena saya yakin siapapun yang berniat mencari kebenaran lebih membutuhkan kebenaran dibanding melampiaskan emosi disana sini.

  51. Manttttaaaappppppp….!!!!
    Semoga semakin tahu para pengunjung blog ini bahwa mas SP sangat berhati2 dan teliti dalam mencari kebenaran.
    Sayangnya mereka yang serampangan tidak melihat itu dan dengan seenaknya membuat judgement2 yang jauh dari level SP.
    Tapi tenang saja mas SP tidak semua yang hadir disini adalah awam… 😉
    Semakin difikir semakin kasihan kepada mereka yang berdialog dengan cetek dan emosional, mereka tidak sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan siapa.
    Jika mereka mau menanggal jubah kesombongan mereka maka akan banyak manfaat yang bisa didapat dari mas SP.
    Saya jadi teringat kata2 bijak dari guru saya:
    “Kotoran bagi pohon adalah pupuk yang akan membesarkan sang pohon, selama dia tidak layu. Begitu juga manusia, akan menjadi besar dengan adanya kotoran mulut/pena manusia (hasut, fitnah, cercaan) selama dia tetap sabar”.
    Selamat berjuang di jalan kebenaran, dan semoga Allah dan Rasul-Nya menjaga SP tetap istiqomah. Semoga mereka yang ikhlas bisa mendapatkan manfaat dari karya anda… 🙂

    Al-Jumuah ayat 2:
    Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

    Salam damai.

  52. @muhammad alim

    Udeh lah ente kagak usah ngaku2 mencari kebenaran lah, gak terikat ame doktrin dari golongan tertentu lah. Ape lagi yang ente cari siih. Apa maksud ente tuh ente gak terikat ama mahzab syafii mayoritas di Indonesi ato apa. Klo cuma itu mah namanya ente ma ane sama. Namanya orang awam, suka comot sana sini. Kalo Ustad ya kudu konsisten gak bisa maen comat comot seenak udel. Klo nyang ane lihat tuh SP mang lagi nyari kebenaran. Konsisten…ada kerangka landasanye Quran ma hadis Shahih.

    Udeh2 mending kite bedua nih pegi sholat jamaah aja nyook.

  53. @Sp berkata :
    “Kedua anda punya standar kebenaran dan itu berbeda dengan standar kebenaran saya, anda menganggap pandangan saya sebagai samar-samar karena anda sedang berdiri pada standar kebenaran anda bukan pada standar kebenaran saya.
    Nah kalau ingin memperjelas “samar-samar” silakan anda pahami standar kebenaran yang saya yakini yaitu Al Qur’an dan Hadis shahih.”

    Saya :
    Pada titik ini anda,saya,golongan sunni,syiah,wahabi,salafi, apapun itu golongan dalam islam, selalu berkata bahwa,standar kebenaran saya adalah : Al Quran dan Hadist Shahih. berarti anda dan saya insya allah masih dalam islam. tetapi diskusi ini dengan sendirinya akan berjalan kearah masing2 sesuai dengan pemahaman saya dan anda, Karena kita semua tahu bahwa dalam memperlajari Kitabullah dan Hadist, terjadi perbedaan pendapat yang sangat jauh,bahkan saling melontarkan kata sesat terhadap golongan yang lain, jadi menurut hemat dan pendapat saya, semua individu – individu muslim akan masuk dalam pemahaman golongan tersebut sesuai dengan kepada siapa belajar dalam meng-kaji Al Quran dan Hadist, karena golongan tersebut sudah ada 1000 tahun yang lalu, sebelum saya dan anda lahir ketika anda dan saya pertama belajar tentang Islam, ( sbg ilustrasi ) dan anda belajar islam dengan pemahaman Syiah ( ini hanya contoh ) dan saya belajar islam dengan pemahaman Sunni dan teman kita ( contoh lagi ) Rizal belajar dengan pemahaman Wahabi, maka akan timbul nilai – nilai objekfitas dalam diri kita masing – masing bahwa saya,anda dan teman kita si Rizal masing2 mempunyai dalil dan bukti yang shahih, tetapi kita sebagai manusia diberikan satu pemikiran yang subjektif ( meskipun terhadap golongan kita sendiri ) disamping objektifitas, sehingga muncul sekte – sekte dalam golongan tersebut baik Syiah maupun Sunni. ( maksud saya syiah terbagi – bagi lagi dalam berbagai paham begitupun dengan sunni ) sehingga ada istilah Syaih garis keras dan adan garis lebih moderat begitupun dengan sunni
    ato dengan bahasa yang singkatnya, didalam aliran syiah, munculah ulama – ulama syiah yang kritis terhadap pemahaman ulama – ulama syiah sebelumnya yang dianggap tidak benar, sehingga munculah bahwa hadist tentang ( sebagai contoh ) : ( tulisan anda )” ( ulama Syi’ah dalam kitabnya yaitu riwayat Syi’ah yang menyebutkan Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Pembahasan kami menunjukkan kedudukan riwayat ini berdasarkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah adalah dhaif ). Jadi ulama syiah pun ada yang men – dhaifkan hadist – hadist syiah sendiri, begitupun dengan sunni. nah maksud saya pada saudara @SP, adapun golongan sunni yang berkata bahwa syiah itu adalah sesat, mereka bersandarkan pada hadist – hadist syiah yang tidak benar ( meskipun ulama – ulama syiah ada juga yang mendustakan hadist syiah itu sendiri ) dan pendapat sunni juga tidak bisa anda bilang syubhat terhadap syiah, ” tidak ada asap jika tidak ada api, nah jika ada ulama syiah yang men – dhaifkan hadist dari ulama syiah sendiri berarti dengan kata lain Telah muncul ulama – ulama syiah yang menjadi pembaharu golongan syiah tersebut. sehingga ada juga ulama Sunni yang berkata bahwa syiah tidak sesat seperti juga saudara @SP sendiri, yang berkata ” Dalam pandangan saya, Syi’ah adalah salah satu mazhab dalam Islam ”

    jadi, saudara @SP, Janganlah kwatir untuk bilang ” Saya berpahaman Syiah ” semoga , insya allah anda menjadi ulama yang membawa pembaharuan dalam syiah ataupun sunni
    (jika anda ber-paham Sunni ) sehingga antara Sunni dan Syiah tidak terlalu tajam dalam berbeda pendapat, bisa saling melengkapi.
    Komen lalu saya, ( maaf jika saya telah berkata,pendusta,pengecut ato kata – kata yang kurang baik terhadap anda ) hanya meng-kritik sifat anda untuk lebih terbuka dan jujur siapa anda, sehingga ketika saya pribadi ( pendapat pribadi ) masuk kedalam blog anda yang baik ini, saya mempunyai pandangan bahwa ” Oh ternyata syiah tidak seperti orang – orang yang selalu katakan” ( Insya Allah, anda paham )

    @SP berkata :
    ” Perbedaannya saya membuat kajian dengan standar kebenaran yang saya yakini dan akhirnya mencapai kebenaran tertentu.

    Saya :
    Ajari saya tentang ” kajian dengan standar kebenaran yang anda yakini dan akhirnya mencapai kebenaran tertentu ?

    kebenaran yang manakah anda maksud ? ( mohon jangan jawab dengan standar kebenaran saya adalah : Al Quran dan Hadist ) jika anda jawab dgn itu berarti anda tidak mengerti dengan uraian saya diatas.

    Terima kasih, semoga Allah SWT memberikan kita hidayahnya
    Salam.

  54. TS08 Berkata :

    “Semakin difikir semakin kasihan kepada mereka yang berdialog dengan cetek dan emosional, mereka tidak sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan siapa…..?

    Saya :
    Oh ternyata sungguh bodoh saya, cetek ilmu saya, karena saya tidak tahu sedang berhadapan dengan seorang yang pandai dan alim dalam memahami agama islam, oleh karena itu saya mohon maaf atas kebodohan dan kedangkalan ilmu saya yang berani mengkiritik orang yang pandai dan alim ini..
    Teriam kasih atas masukannya, insya allah kedepan saya akan lebih biak lagi.

    Salam

  55. Ada yang mengklaim diri sebagai alim pandai?

  56. @herbin
    Tidak ada yang mengklaim alim dan pandai. Terutama SP dia selalu tawadhu. Tapi saya sebagai orang lain wajib mendudukkan dia di posisi dia yang sepantasnya. Saya merasa berdosa saya jika tidak menyatakan bahwa SP adalah alim, karena pengakuan saya atas kealiman SP adalah bentuk keadilan saya.
    Jadi jika anda keberatan ada orang lain alim selain anda, itu bukan urusan saya.. 🙂
    Rasanya juga kita harus berhati2 ketika kita merasa keberatan ada orang lain diakui alim oleh orang lain. Harap disimak dengan hati2 kalimat2 diatas.

    @Muhammad Alim & Herbin
    Tidak ada yang mengklaim alim tidak ada yang mencela anda bodoh. Yang saya katakan adalah anda “berdialog dengan cetek dan emosional”, ini sangat jauh berbeda dengan mengatakan seseorang bodoh. Seorang yang berilmu bisa saja terjebak pada kecetekan dan emosional argumen.
    Dari satu cara anda memaksa SP untuk menyatakan dirinya bermazhab syi’ah saja sudah cukup untuk ditegur dengan cap cetek dan emosional (silakan saudara Herbin evaluasi dengan jujur).

    Salam damai.

  57. @Muhammad Alim

    Pada titik ini anda,saya,golongan sunni,syiah,wahabi,salafi, apapun itu golongan dalam islam, selalu berkata bahwa,standar kebenaran saya adalah : Al Quran dan Hadist Shahih. berarti anda dan saya insya allah masih dalam islam. tetapi diskusi ini dengan sendirinya akan berjalan kearah masing2 sesuai dengan pemahaman saya dan anda, Karena kita semua tahu bahwa dalam memperlajari Kitabullah dan Hadist, terjadi perbedaan pendapat yang sangat jauh,bahkan saling melontarkan kata sesat terhadap golongan yang lain, jadi menurut hemat dan pendapat saya, semua individu – individu muslim akan masuk dalam pemahaman golongan tersebut sesuai dengan kepada siapa belajar dalam meng-kaji Al Quran dan Hadist, karena golongan tersebut sudah ada 1000 tahun yang lalu, sebelum saya dan anda lahir ketika anda dan saya pertama belajar tentang Islam, ( sbg ilustrasi ) dan anda belajar islam dengan pemahaman Syiah ( ini hanya contoh ) dan saya belajar islam dengan pemahaman Sunni dan teman kita ( contoh lagi ) Rizal belajar dengan pemahaman Wahabi, maka akan timbul nilai – nilai objekfitas dalam diri kita masing – masing bahwa saya,anda dan teman kita si Rizal masing2 mempunyai dalil dan bukti yang shahih, tetapi kita sebagai manusia diberikan satu pemikiran yang subjektif ( meskipun terhadap golongan kita sendiri ) disamping objektifitas, sehingga muncul sekte – sekte dalam golongan tersebut baik Syiah maupun Sunni. ( maksud saya syiah terbagi – bagi lagi dalam berbagai paham begitupun dengan sunni ) sehingga ada istilah Syaih garis keras dan adan garis lebih moderat begitupun dengan sunni

    Kalau anda dan saya sepakat bahwa standar kebenaran adalah Al Qur’an dan Hadis shahih maka langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa standar tersebut benar-benar dipakai atau tidak. Anda tidak perlu berbasa-basi sibuk membicarakan berbagai jenis golongan dengan klaim mereka bahwa mereka berdiri di atas Al Qur’an dan Hadis Shahih. Siapapun bisa mengaku berpegang pada Al Qur’an dan Hadis Shahih tetapi suatu pengakuan dalam standar kebenaran saya tidaklah penting, Dalam mencari kebenaran yang penting adalah bukti, sekali lagi bukti, mana Al Qur’an dan Hadis shahih yang dimaksud, itulah yang harusnya dibahas wahai saudara. Oleh karena itulah saya tidak pernah mau terikat pada nama atau sebutan karena di mata saya itu tidak penting. Kita tidak perlu bicara soal golongan yang bermacam-macam, disini antara anda dan saya, mari kalau anda memang beritikad baik maka mari kita berdiskusi dengan standar kebenaran yang kita sepakati yaitu Al Qur’an dan Hadis Shahih.

    ato dengan bahasa yang singkatnya, didalam aliran syiah, munculah ulama – ulama syiah yang kritis terhadap pemahaman ulama – ulama syiah sebelumnya yang dianggap tidak benar, sehingga munculah bahwa hadist tentang ( sebagai contoh ) : ( tulisan anda )” ( ulama Syi’ah dalam kitabnya yaitu riwayat Syi’ah yang menyebutkan Fir’aun adalah Abu Bakar dan Haman adalah Umar. Pembahasan kami menunjukkan kedudukan riwayat ini berdasarkan kaidah ilmu Rijal Syi’ah adalah dhaif ). Jadi ulama syiah pun ada yang men – dhaifkan hadist – hadist syiah sendiri, begitupun dengan sunni. nah maksud saya pada saudara @SP, adapun golongan sunni yang berkata bahwa syiah itu adalah sesat, mereka bersandarkan pada hadist – hadist syiah yang tidak benar ( meskipun ulama – ulama syiah ada juga yang mendustakan hadist syiah itu sendiri ) dan pendapat sunni juga tidak bisa anda bilang syubhat terhadap syiah, ” tidak ada asap jika tidak ada api, nah jika ada ulama syiah yang men – dhaifkan hadist dari ulama syiah sendiri berarti dengan kata lain Telah muncul ulama – ulama syiah yang menjadi pembaharu golongan syiah tersebut. sehingga ada juga ulama Sunni yang berkata bahwa syiah tidak sesat seperti juga saudara @SP sendiri, yang berkata ” Dalam pandangan saya, Syi’ah adalah salah satu mazhab dalam Islam ”

    Apa yang anda inginkan dengan perkataan anda di atas?. Tidak hanya di Syi’ah, fenomena seperti itu juga ditemukan di mazhab Sunni. Perselisihan antara ulama-ulama dalam suatu mazhab tertentu adalah perkara yang lumrah. Dan penyelesaian terhadap perselisihan tersebut adalah dengan mengembalikan kepada kaidah objektif atau ilmiah yang ada di dalam mazhab tersebut.

    Anda harus belajar wahai saudara bahwa perbedaan antar manusia itu adalah suatu keniscayaan, beda kepala bisa beda pemahaman, beda hati bisa beda pula apa yang diyakini. Kalau anda menganggap semua perbedaan itu benar maka anda tidak punya hak mengklaim diri anda benar dan yang lain salah, tetapi kalau anda menganggap perbedaan itu tidak semuanya benar maka anda harus punya standar untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Dan jika anda menganggap karena perbedaan itu sudah pasti ada dan banyak maka tidak perlu dibahas maka anda juga tidak berhak bicara soal mana yang benar dan mana yang salah, toh anda sendiri tidak mau membahasnya bukan.

    Silakan pastikan dimana anda berdiri, anda tidak perlu bicara berbasa-basi bahwa setiap golongan berbeda-beda pemahaman walaupun semuanya mengaku berdasarkan Al Qur’an dan Hadis Shahih. Langsung saja wahai saudara dimana posisi anda. Anda menerima pengakuan semua golongan tersebut bahwa mereka semuanya benar maka anda tidak punya hak menyalahkan golongan manapun. Anda menerima bahwa tidak semua golongan tersebut benar, ada yang benar dan ada yang salah maka silakan sebutkan apa standar anda menyatakan golongan ini benar dan golongan ini salah.

    Atau anda menerima bahwa semua golongan itu mengaku berpegang pada Al Qur’an dan Hadis Shahih kemudian faktanya mereka tetap berbeda-beda, sehingga hal ini berarti di mata anda hanya soal persepsi subjektif saja dan tidak bisa dianalisis benar salahnya maka anda juga tidak punya hak bicara soal mana yang benar dan mana yang salah, toh persepsi anda tidak beda nilainya dari persepsi orang lain yang berbeda golongan dengan anda.

    jadi, saudara @SP, Janganlah kwatir untuk bilang ” Saya berpahaman Syiah ” semoga , insya allah anda menjadi ulama yang membawa pembaharuan dalam syiah ataupun sunni

    Itukah tujuan anda disini, mengapa anda harus “memaksa” atau menekankan saya harus mendeklarasikan pada orang-orang bahwa saya Syi’ah. Lucu sekali anda ini, mengapa tidak anda saja yang mendeklarasikan diri anda, siapa anda apakah anda Sunni ataukah anda Syi’ah?. Jika anda suka deklarasi seperti itu maka terapkanlah itu pada diri anda jangan memaksakan pada orang lain.

    Masa’ saya harus mengulang-ngulang terus, apalagi setelah saya memaparkan dengan jelas posisi saya sebenarnya dalam tulisan di atas. Nampak sekali di mata saya bahwa anda tidak bisa atau tidak mau memahami hakikat persoalan, anda lebih menyukai saya begini begitu dalam “waham khayal anda” ketimbang anda melihat dengan objektif apa yang saya tulis mengenai diri saya sebenarnya dalam tulisan di atas.

    (jika anda ber-paham Sunni ) sehingga antara Sunni dan Syiah tidak terlalu tajam dalam berbeda pendapat, bisa saling melengkapi.

    Bagi orang yang sudah belajar banyak tentang Sunni dan Syi’ah mereka akan paham bahwa kedua mazhab tersebut memang berbeda, dan di satu sisi perbedaan tersebut tajam dan di sisi lain banyak persamaannya. Dikatakan saling melengkapi ya itu mungkin bisa dalam sudut pandang ukhuwah dan pengetahuan tetapi kalau soal amal ibadah dan aqidah saya hanya bisa berkata, silakan yang Sunni berpegang pada pedoman Sunni dan silakan yang Syi’ah berpegang pada pedoman Syi’ah karena yang sama diantara keduanya ya akan tetap sama dan yang beda dari keduanya ya akan tetap beda.

    Komen lalu saya, ( maaf jika saya telah berkata,pendusta,pengecut ato kata – kata yang kurang baik terhadap anda ) hanya meng-kritik sifat anda untuk lebih terbuka dan jujur siapa anda, sehingga ketika saya pribadi ( pendapat pribadi ) masuk kedalam blog anda yang baik ini, saya mempunyai pandangan bahwa ” Oh ternyata syiah tidak seperti orang – orang yang selalu katakan” ( Insya Allah, anda paham )

    Anda harus belajar menerima kenyataan jangan berlarut-larut dalam waham anda sendiri. Persepsi anda terhadap orang lain tidak mesti harus anda paksakan pada orang tersebut. Bukankah dalam tulisan di atas saya sudah sepenuhnya terbuka dan jujur atas diri saya tetapi anehnya anda tetap menyebut pendusta dan pengecut, hal itu menunjukkan bahwa andalah yang dibutakan oleh waham anda sendiri. Saya tidak mengerti apakah anda paham apa itu yang namanya objektif dan apa itu yang namanya subjektif.

    Saya :
    Ajari saya tentang ” kajian dengan standar kebenaran yang anda yakini dan akhirnya mencapai kebenaran tertentu ?

    kebenaran yang manakah anda maksud ? ( mohon jangan jawab dengan standar kebenaran saya adalah : Al Quran dan Hadist ) jika anda jawab dgn itu berarti anda tidak mengerti dengan uraian saya diatas.

    Lho itu lucu sekali, anda bertanya tetapi malah melarang saya menjawab begini begitu. Standar kebenaran saya dalam masalah agama adalah Al Qur’an dan Hadis shahih, anda mau jungkir-balik menggetarkan langit bumi, melemparkan diri anda ke laut, terjun bebas dari puncak gunung itu semua tidak akan mengubah Standar yang sudah saya pakai. Saya yang paling tahu standar kebenaran yang saya gunakan tetapi anda sok mengatakan bahwa saya tidak mengerti.

    Anda mau diskusi soal kebenaran maka silakan sebutkan kebenaran tentang apa?. Ada banyak kebenaran [atau apa yang saya anggap benar] dalam tulisan yang sudah saya buat, maka silakan diskusikan soal apa yang saya tulis tersebut. Insya Allah jika itu terkait perkara agama maka standar kebenaran saya adalah Al Qur’an dan Hadis Shahih. Daripada anda sibuk bicara soal banyak golongan disana sini maka fokus saja pada salah satu tulisan saya dan mari diskusi soal kebenaran yang ada dalam tulisan saya tersebut. Orang yang objektif tidak akan sibuk menuduh dan berbasa-basi, ia akan membuktikan langsung kebenaran yang dikatakan oleh lawan bicaranya

  58. bagus sekali tulisan bapak antara bapak dan saya punya jalur pemikiran yang sama dalam memahami syiah . coretan pengalaman bapak persis seperti apa yang saya lalui ditohmah sebagai syiah semata – mata mempertikaikan kaedah setiap sahabat adil , mengatakan ali lebih utama menjadi imam@khalifah selepas nabi .

  59. @mdarif

    Saya yakin kok bahwa saya bukan satu-satunya orang yang berada dalam posisi seperti yang saya paparkan dalam tulisan di atas. Orang awam dan orang yang sok awam pada dasarnya hanya memandang dunia ini dengan kaca mata hitam putih. Kalau gak hitam ya putih kalau gak putih ya hitam padahal realita itu adalah spektrum yang luas tidak hanya ujung hitam dan ujung putih, btw semoga Allah SWT memberikan petunjuk kepada Anda dan saya agar dimudahkan dalam meniti jalan yang benar

  60. @sp
    Menurut mas SP bahwa mas dari kecil bergelut dengan buku2 Suni sedangkan Syiah baru belakangan, itupun sebagai tambahan ilmu. Tapi mas lupa ilmu dan kebenaran sangat berbeda. Menurut saya, apabila saya sudah menemukan kebenaran walaupun baru 1 jam membaca, maka yang 20 tahun saya pelajari, bisa saya tinggalkan. Bagaimana menurut mas

  61. @naolako

    Bagaimana anda bisa yakin kalau satu jam yang anda dapatkan itu adalah kebenaran dan apakah selama dua puluh tahun yang anda lalui itu tidak ada satupun kebenaran yang anda dapatkan. Duduk perkaranya tidak sesederhana yang anda pikirkan.

    Setiap orang yang memang berniat mencari kebenaran maka ia akan memiliki standar kebenaran dan dengan standar itu ia memilah dan memilih apa yang diyakininya. Saya pribadi hidup dengan kitab-kitab ahlus sunnah dan saya jauh lebih mengenal kitab ahlus sunnah dibanding kitab Syi’ah maka dari itu sangat tidak mungkin saya melemparkan kitab pegangan saya dan beralih pada kitab Syi’ah hanya berdasarkan pengetahuan saya yang minim. Semoga anda memahami maksud yang saya sampaikan.

  62. @SP

    Apa yang menjadi pegangan anda dalam mencari kebenaran itu setua dan seumur manusia, Mungkin ini pendapat saya saja….

    Ketika Nabi Isa (as) menyampaikan firman2 Allah SWT kepada murid2 dan juga orang2 Yahudi, sebenarnya banyak juga orang Romawi pagan yang duduk di barisan belakang mendengarkan apa2 yang disampaikan oleh Nabi Isa (as). Orang2 Romawi itu adalah orang Goyim dan mereka bukanlah pengikut dari Nabi Isa (as), mereka meyakini mukjijat (keajaiban menurut mereka) yang dimiliki oleh Nabi Isa, mereka meyakini kebenaran dari apa2 yang disampaikan oleh Nabi Isa, tapi mereka pun masih terikat dengan apa2 yang menjadi warisan dari leluhur2 mereka.

    Bagi saya mereka (orang2 Romawi pagan itu) adalah orang2 yang mencari kebenaran…

    Saya tidak tahu bagaimana akhir dari cerita mereka apakah mereka (orang2 Romawi pagan itu) menjadi pengikut Nabi Isa (as) atau tidak……

    @naolako…

    Apakah jalan kebenaran itu hanya dapat diraih dengan menggunakan jubah Sunni, Syiah, Salafy saja? Apa jadinya dengan perbedaan yang menjadi fitrah dari Allah SWT

  63. @SP
    Maaf mas SP, saya sangat memahami. Jangan terlalu extreem dalam menghilangkan sesuatu yang telah kita memiliki. Mendapat yang baru membuang yang lama. Bukan itu mnaksud saya. Sebagai contoh selama ini yang saya tahu bahwa Suni mazhab Imam Syafei dalam memahami Dua pusuka peninggalan Rasulullah adalah Alqur’an dan Sunahti. Dan bukan Alqur’an dan Itrahti Ahlulbaiti. Dan ketika mas mendapatkan hadits Tsagalain dan menurut mas shahih dan benar, maka dua pusaka yang mas anut adalah Alqur’an dan Itrahti Ahlulbait.Mas mendapatkan kebenaran. Saya katakan 20 thn belajar dan walaupun 1 jam menemukan kebenaran itupun terlalu extreem. Baiklah saya robah pernyataan saya. Mas berkata:” Bagaimana anda bisa yakin kalau satu jam yang anda dapatkan itu adalah kebenaran dan apakah selama 20 thn yang anda lalui tidak ada satupun kebenaran yang anda dapatkan”
    Sdr SP anda lupa bahwa apabila Allah berkehendak memberikan petunjuk HIDAYAH kepada hambanya yang dicintai hanya hitungan DETIK. Dan 20 thn belajar hanya sebagai SEBAB untuk permudah menerima kebenaran. Bagi saya Hak adalah hak bathil tetap bathil. Tuduhan orang2 biarlah. Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
    Yang penting bukan Allah yang menuduh. Wasalam, maaf kalau ada kata2 yang menyinggung atau tdk enak. Laa hawlaa wa laa quata ila billah

  64. @setiadharma
    kebenaran dapat diraih dengan apa saja. Tergantung sipencari kebenaran. Tapi kebenaran hakiki adalah satu dan itu adalah milik Allah. Dan tidak ada dua atau lebih kebenaran, seperti anda maksudkan

  65. @SP
    Anda berkata bahwa anda menemukan kebenaran yakni Alqur’an dan Itrahti Ahlulbait. Menurut pendapat saya anda mendapat dua pusaka tsb dari buku2 penulis Syiah. Setahu saya Suni mazhab Imam Syafei menganut paham Alqur’an dan Sunahti. Padahal anda membaca buku2 Syiah baru saja dan sebagai penambah ilmu. Kalau soal waktu, dihadapan Allah tidak ada batas waktu. Kalau Allah hendak memberi Hidayah pada hambanya yang dicintai mendapat kebenaran hanya dihitung dengan detik. Wasalam Laa Hawlaa wa laa quata ila billah

  66. @setiadharma

    Saya pribadi tidak berfokus pada hasilnya apakah nanti suatu saat saya akan berdiri dimana. Saya lebih berfokus pada Jalan yang benar. Berusaha bersungguh-sungguh meniti jalan yang benar, itulah yang menurut saya harus dilakukan dan dalam pandangan saya, hal itu harus dilakukan oleh setiap orang. Itulah sebabnya saya cenderung lebih mudah menghormati orang dari mazhab manapun karena saya bisa melihat jalan dimana ia berdiri. Seandainya jalan atau metode kebenaran yang ia miliki ternyata sangat baik maka tidak ada alasan bagi saya mencelanya walaupun ia seorang Syi’ah

    @naolako

    Tidak perlu minta maaf, tidak ada kata-kata anda yang menyinggung saya. Bagi saya ini nampaknya perbedaan apa yang saya alami dan apa yang anda alami. Saya sudah mengatakan bahwa perkara kebenaran itu tidak sesederhana yang anda katakan. Bahkan saya sudah berdiskusi dengan “orang-orang luar biasa” [menurut saya lho] dan hasilnya “Kebenaran adalah Jalan terbaik yang bisa dilakukan dengan bersungguh-sungguh”. Kalau seseorang ingin mencari kebenaran maka hal pertama yang ia harus perhatikan bukan mazhab mana yang akan ia pilih tetapi pikirkan dengan sungguh-sungguh metode atau standar kebenaran sebagai Jalan terbaik yang akan mengarahkannya kepada kebenaran.

  67. @SP
    Anda benar, bukan mahzab yang menentukan kebenaran. Tapi ilmu dari mazhab tersebut. Dan saya tidak berbicara mencari kebenaran.
    Tapi saya coba ingin mengetahui dari anda. Bagaimana anda mendapat kebenaran begitu cepat. Yakni untuk berpegang ke Tsaqalain dan ahhlulbait sebagai pedoman. Saya katakan cepat karena lebih lama anda mendalami ilmu dari buku2 Suni Mazhab Imam Syafie dibandingkan buku2 Syiah. Dan dalam buku2 Suni tidak terdapat pembahasan yang begitu sempurna sehjngga menjebabkan kita beralih dari satu pegangan penting ( supaya tidak sesat ) Alqur’an dan Sunati ke Tsaqalain. Dan setahu saya yang lebih luas membahas makna, dan tujuan Tsaqalain hanya didapat dari buku2 Syiah (hanya mengetahui belum mendalami). Terkecuali anda menganalisa sendiri tanpa litratur. Saya juga dalam kebingungan. Wasalam

  68. @naolako

    Pengalaman saya tentang hadis Tsaqalain itu bermula dari dulu [waktu masih wongcilik] membaca buku-buku Muthahhariy [salah satu ulama Syi’ah], [bukan buku tentang hadis dan fiqih] disana sepintas disebutkan bahwa hadis tersebut juga ada dalam kitab Ahlus sunnah. Maka saya merujuk pada kitab-kitab hadis dan memang saya dapatkan hadis tersebut kemudian saya analisis sesuai dengan standar kebenaran yang saya yakini dan kesimpulannya hadis tersebut shahih.

  69. @SP
    Syukran. Cukup paham

  70. Jadi berpedoman pada Ahlulbait ( ahlulbait menurut SP ) se akan2 wajib. Tetapi ada golongan tertentu yang gencar mearahkan siapa yang berpedoman pada Ahlulbait adalah Syiah. Dan Syiah kafir. Dan yang membenci Syiah terang2an adalah Yahudi, Amerika dan kaum kafir lain. Heran saya. orang kafir mengkafirkan kafir yang lain. Maling berteriak maling

  71. @SP

    Saya tidak ada masalah dengan semua yang anda jalani. Bukankah Allah SWT lebih dekat dibandingkan diri kita sendiri, dan yang Allah nilai adalah apa yang disimpan di dalam hati?.

    Isu2 miring tentang Syiah sering membuat saya dan beberapa teman2 menjadi berkecil hati. Di pulau Jawa masjid dan musholla bertebaran tetapi sungguh berat rasanya ketika kami dalam perjalanan untuk bisa sekedar beristirahat dan menjalan ibadah sholat…..

    Saya berharap melalui tulisan2 anda disini dapat sedikit mengendurkan ketegangan2 diantara Sunni dan Syiah…entahlah Allah SWT yang lebih mengetahui telah berapa banyak hati yang di lembutkan oleh-Nya melalui blog anda ini.

    Semoga Allah SWT memberikan Rahmat-Nya kepada anda dan keluarga. Amin…

  72. mat tahun baru

  73. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Hady al-Sari Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 459 berkata mengenai 4 tingkatan Syiah: “Tasyayyu” (syiisme) adalah kecintaan kepada Ali, dan mengunggulkan Ali diatas para sahabat -kecuali Abu Bakar dan Umar-. Maka barangsiapa mengunggulkan Ali di atas Abu Bakar dan Umar dia adalah orang yang ghuluw dalam tasyayyu’nya, dan dia disebut Rafidhi. Jika tidak (mengunggulkannya diatas Abu Bakar dan Umar) maka disebut Syi’i. Maka apabila hal itu ditambah dengan cacian atau menyatakan kebencian (kepada Abu Bakar dan Umar) maka dia ghuluw (ekstrim) dan rafdh (penolakannya). Dan jika meyakini akidah raj’ah (kembalinya musuh-musuh Syiah dari kuburnya sebelum kiamat) ke dunia (untuk dihukum) maka lebih hebat lagi ghuluwnya.”

    Silahkan dipilih-pilih Mas Bro yang mana yang cocok, kayaknya sih yang ke-dua tuch. Wallahu A’lam

  74. Jadi walaupun anda mendeklarasikan diri anda (itu hak anda) bahwa anda bukanlah seorang syi’ah rafidhah, tetapi prinsip-prinsip yang anda yakini dan anda telah sebutkan di atas telah menunjukkan bahwa anda layak disifati sebagai seorang syi’i/rafidhi berdasarkan kriteria ulama sunni di atas.

    Tetapi saya berdo’a kepada Allah, mudah-mudahan pemilik blog ini diberi hidayah, sehingga dalam perjalanannya mencari kebenaran, dia menemukan kebenaran yang hakiki yaitu Islam yang dipahami oleh Rasulullah SAW dan generasi awal Islam, jangan sampai terjerumus pada akidah yang sesat dan menyesatkan.

    Apa yang anda pegang (yang telah anda sebutkan di atas dan juga isi blog anda) sebenarnya masih belum sampai final dan masih debatable. Subjektifitas masih sangat mempengaruhi anda. Silahkan pelajari lagi. Good luck!

  75. @Masbro
    Kecintaan seorang pada Imam Ali dengan akal sehat bukan fanatik, maka kencintaan tersebut adalah kecintaan yang Hak ,karena pasti telah dipelajari dan diteliti siapa sebenarnya Imam Ali. Apakah dia punya kelibihan dari teman2nya yang lain (sahabat Rasulullah SAW). Dan apabila dia mencintai, maka yang dicintai tersebut merupakan yang segalanya diatas yang lain. Jadi secara pikiran sehat berarti ia diunggulkan dari mereka yang lain. Dan apakah salah kita mengunggulkan Ali dari sahabat yang lain karena kelebihannya. Manusia berhak memilih siapa yang diunggulkan dan siapa yang dicintai. Dan bukan ditentukan orang lain. Allah meberikan kebebasan bagi kita. Mengapa harus dikatakan ghuluw. Jangan sukan menjust seseorang yang tidak sefaham dengan anda lalu dicap ghuluw.

  76. Sebagai seorang muslim, kita diajarkan untuk objektif. Tidak memandang kebenaran dari sebuah ucapan / tindakan berdasarkan siapa yang mengucapkan / melakukan. Lihatlah secara faktual tindakan / ucapannya, apakah memajukan Islam dan sesuai dengan perintah ataukah tidak.
    Rosulullah SAW, Abu Bakr RA , dan Umar bin Khattab RA sering berdiskusi, berbeda pendapat, dalam membuat keputusan penting bagi Islam (Tawanan perang badr, hudaibiyah, dsb). Padahal yang kita pahami adalah bahwa kebenaran hanya satu. Jika ada 2 pendapat berbeda, maka kemungkinannya ada salah satu yang benar atau semua salah. Uda itu aja.

    Semoga bisa mengambil hikmah dari komen yg singkat ini

  77. mana ada orang syiah yang mau mengakui dirinya syiah. cukup dibaca aja tulisan dan cara berpikirnya. dari situ setiap pembaca yg cerdas udah bisa simpulkan sendiri mana tulisan orang syiah mana yg bukan. gampang bgt kok mengenalinya.

  78. @Fitriani

    Wah kalau saya malah sering mengenal orang Syiah yang memang mengaku Syi’ah. Sebenarnya mengenal seseorang sebagai Syi’ah itu sama gampangnya dengan mengenal seseorang sebagai nashibi atau bukan, cukup lihat saja tulisan dan komentarnya biasanya mereka yang menuduh orang lain Syi’ah dengan maksud merendahkan orang tersebut maka hampir bisa dipastikan dia nashibiy. Dan biasanya mana ada nashibiy mau mengakui kalau dirinya nashibiy

  79. Alhamdulillah, ternyata ada yg berpandangan spt ini… Meski tidak sebaik dan secerdas Anda… Saya punya pandangan yg sama persis dalam banyak hal…. Awalnya saya gelisah dg Hadis Tsaqslain, Safinah yg sangat jelas… Bgmn menerapkanya,,,

    Tulisan Anda memperteguh keyakinan Saya,,,, berpegang teguh kpd Ahlul Bait as, tdk harus menjadi Syiah… Dlm arti mazhab,,,,

    Salam persahabatan,
    Warsono
    Web lain:
    http://fosimedia.web.id/journal/
    (Sebagian cukup besat tulisan saya)

  80. Saya sangat suka dengan gaya tulisan anda. Saya doakan semoga anda terus menulis kebenaran yang anda yakini dan terus belajar agama agar kita dapat terus membaca tulisan anda. Walau mahzab kita berbeda tetapi kita tetap saudara didalam ISLAM. Wassalam!!

  81. Insyaallah, uraian Bung SP lumayan dapat dimaklumi. Semoga Bung terus belajar dan menulis demi menyampaikan kebenaran, sekalipun berat dan sedikit pengikut. Semoga Allah beri hidayah dan rahmat kpd kita semua, Amin.

  82. salut untuk bung SP, saya tunggu tulisan-tulisan anda lagi…

Tinggalkan komentar