Kritik Hadis-hadis Yang Dijadikan Dasar Salafy Dalam Mengharamkan Musik (III).

Hadis Yang Dikatakan Shahih Tetapi Terdapat Keraguan Pada Sanadnya

Diriwayatkan dari Hisyam bin Ammar dengan sanadnya sampai ke Abu Malik Al Asy’ari, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda “Akan ada dari umatku yang menghalalkan kemaluan(zina), sutera, khamr dan al ma’azif (alat-alat musik). Kemudian sebahagian dari ummatku akan ada yang turun dari gunung. Lalu datang orang yang membawa ternak-ternak mereka dan mendatangi untuk satu keperluan. Mereka berkata, “Datanglah lagi kemari besok.” Maka malam itu Allah menghancurkan mereka, Allah meruntuhkan gunung itu dan merubah sebahagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.”. (Shahih Bukhari Bab Akan Datang Orang Yang Menghalalkan Khamr dan Menamakan Dengan Bukan Namanya, hadis no 5590).

Hadis ini terdapat dalam Shahih Bukhari, jadi memiliki sanad yang shahih. Sayangnya terdapat keraguan pada sanad hadis ini. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari secara Muallaq artinya terputus sanadnya. Oleh karena itu Ibnu Hazm dalam Al Muhalla menolak hadis ini. Pernyataan Ibnu Hazm ini ditolak oleh Ibnu Qayyim di dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan Min Mashaidis Syaithan. Beliau Ibnu Qayyim menjawab keraguan Ibnu Hazm yaitu beliau menuliskan

Jawaban mengenai kerancuan ini adalah sebagai berikut:
• Sesungguhnya Al Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan telah mendengarkan hadits dirinya. Maka jika Al Bukhari mengatakan, “Hisyam telah berkata. ” itu berarti sama artinya dengan mengatakan, :Dari Hisyam.”
• Seandainya Al Bukhari belum pernah mendengar hadits itu darinya, maka sudah tentu dia tidak akan membolehkan untuk meyakini hadits itu darinya, kecuali memang shahih bahwa ia (Hisyam) benar-benar pernah mengatakannya. Hal semacam ini banyak digunakan saking banyaknya rawi yang meriwayatkannya hadits dari syaikh tersebut dan karena kemasyhurannya. Lagi pula yang namanya Al Bukhari itu adalah rawi yang paling jauh dari perbuatan tadlis (pemalsuan).
• Al Bukhari sendiri memasukkan hadits tersebut dalam kitabnya yang diberi nama Shahih, yang dijadikan hujah oleh beliau. Seandainya hadits ini tidak dianggap shahih oleh beliau, tentu beliau tidak akan memasukkannya dalam kitab Shahih beliau.
• Al Bukhari menta’liqnya dengan shighar jazm, bukan shighat tamridh. Ia juga mengambil sikap tawaquf mengenai suatu hadits atau jika hadits yang ada itu tidak memenuhi persyaratannya, maka Al Bukhari biasanya mengatakan, “Wa yurwa’an Rasulullah wa yudzkaru’anhu.” (Diriwayatkan dari Rasulullah dan disebutkan darinya), atau ungkapan yang sejenisnya. Namun jika Al Bukhari sudah mengatakan, “Qola Rasulullah ” (Rasulullah telah bersabda), maka berarti ia telah menetapkan dan memastikan bahwa hal itu benar-benar dari Nabi.
• Kalau saja kita buang alasan di atas, maka hadits ini tetap dianggap shahih dan muttasil oleh hadits lainnya. Abu Dawud dalam kitab Al Libas mengatakan : telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab bin Najdah, katanya : Bisyr bin Bakar telah menceritakan kepada kami Athiyah bin Qais yang mengatakan : Aku telah mendengar Abdurrahman bin Ghanm Al Asy’ari berkata : Abu Amir atau Abu Malik telah menceritakan kepada kami, lalu disebutkan hadits seperti di atas secara ringkas.

Alasan-alasan yang dikemukakan Ibnu Qayyim berpijak pada kredibilitas Bukhari sebagai perawi yang handal dan kitab Hadis Bukhari yang disepakati sebagai kitab shahih, alasan ini tentu bisa diterima. Seandainya begitu maka seharusnya kita juga menerima kalau Bukhari sendiri memasukkan hadisnya ini dalam Bab Akan Datang Orang Yang Menghalalkan Khamr dan Menamakan Dengan Bukan Namanya. Beliau tidak menamakan babnya itu pengharaman lagu atau ma’azif dan dalam kitab Shahihnya itu memang tidak ada sedikitpun pokok bahasan tentang pengharaman musik dan lagu.

Sedangkan alasan yang terakhir bahwa hadis ini diriwayatkan secara muttashil dalam Sunan Abu Dawud adalah benar tetapi beliau Ibnu Qayyim terburu-buru dalam hal ini. Hadis dalam Sunan Abu Dawud yang dimaksud beliau memiliki matan yang berbeda dengan hadis Shahih Bukhari, Abu Dawud tidak menyebutkan lafal Al Ma’azif yang menjadi pokok bahasan dalam masalah ini. Hadis dalam Sunan Abu Dawud memang disebutkan secara ringkas. Abu Dawud meriwayatkan hadisnya dengan matan “Manusia dari umatku akan meminum khamr yang mereka namakan bukan dengan namanya” . Tentu saja hal yang seperti ini haram tetapi dalam hadis ini tidak ada dalil untuk mengharamkan musik dan nyanyian.

Keraguan pada sanad hadis Bukhari ini tidak hanya terbatas pada periwayatan yang muallaq. Semua sanad yang bersambung dari hadis ini bersumber dari perawi tunggal, Hisyam bin Ammar. Dalam Hadi As Sari jilid 2 hal 218, Mizan Al Itidal jilid 4 hal 302 no 9234, Tahdzib At Thadzib jilid 11 hal 51-54 dan Tahdzib Al Kamal no 6586 didapat keterangan tentang Beliau. Hisyam bin Ammar dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Main, Al Ajli, Daruquthni dan An Nasa’i mengatakan “hadisnya tidak masalah”. Sayangnya terdapat keraguan terhadap beliau yang mesti dipertimbangkan

• Abu Dawud menyatakan bahwa Hisyam meriwayatkan empat ratus hadis yang tidak ada dasarnya.
• Abu Hatim berkata “dia shaduq (dipercaya) tetapi kemudian berubah, maka setiap yang datang darinya mesti dikaji kembali dan setiap yang disampaikannya mesti dipertanyakan lagi”
• Ibnu Sayyar menyatakan “ini bencana besar yang membuat kita bertawaqquf(berdiam diri) terhadap apa yang diriwayatkan darinya karena mungkin apa yang disampaikannya telah terjadi perubahan”
• Ahmad bin Hanbal menyatakan penolakan terhadap Hisyam. Beliau berkata “dia kurang ingatannya” selain itu Ahmad berkata “ia seorang yang picik dan sederhana pemikirannya” atau dari kata-kata Ahmad terhadap Hisyam “jika kalian shalat di belakang Hisyam maka hendaknya kalian mengulangi shalat kalian”.
• Sebagian Ulama mengecam Hisyam dengan mengatakan bahwa dia tidak mengeluarkan hadis kecuali menuntut upah.
• Adz Dzahabi berkata “Ia dapat dipercaya tetapi banyak yang mengingkari hadisnya”. Selain itu Adz Dzahabi berkata “perkataan Hisyam dapat dipertimbangkan akan tetapi orang tidak dibenarkan memutlakkan perkataannya”.

Oleh karena keraguan terhadap Hisyam bin Ammar maka hadis ini dipermasalahkan oleh sebagian ulama. Yang jelas dengan keraguan pada sanadnya maka hadis ini bukanlah hujjah yang kuat dalam mengharamkan musik dan lagu. Ibnu Qayyim dalam kitab Ighatsatul Lahfan Min Mashaidis Syaithan membawakan hadis lain dari Sunan Ibnu Majah dan beliau Ibnu Qayyim menshahihkannya.

Diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari ra bahwa ia berkata : Rasulullah telah bersabda ” Sungguh akan ada manusia-manusia dari umatku yang meminum khamr yang mereka namakan dengan nama lain, kepalanya dipenuhi dengan musik dan penyanyi- penyanyi wanita. Maka Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan menjadikan di antara mereka kera dan babi. (Sunan Ibnu Majah Bab Fitan Hadis no 4020 dan Shahih Ibnu Hibban Hadis no 6758).

Ibnu Qayyim menyatakan hadis ini shahih padahal terdapat perawi yang majhul dalam sanadnya yaitu Malik bin Abi Maryam. Ibnu Hazm berkata “Tidak diketahui siapa dia”. Adz Dzahabi juga berkata bahwa Malik bin Abi Maryam adalah majhul (tidak diketahui). Seandainya hadis ini shahih maka arti yang benar dari hadis ini adalah mengabarkan sekelompok manusia yang tenggelam dalam kehidupan hura-hura dan kemaksiatan, meminum khamar diringi musik dan penyanyi wanita (bisa diperkirakan kalau tipe musiknya adalah musik yang diiringi maksiat).

Perhatikan, pengharaman dengan lafal Ma’azif hanya diriwayatkan oleh Hisyam bin Ammar yang terdapat keraguan padanya. Sedangkan hadis-hadis lain seperti dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan Ibnu Majah matannya jelas mengharamkan khamar. Oleh karena itu seandainya kita menerima riwayat Hisyam bin Ammar maka arti yang tepat dari hadis itu adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam As Sunnah An Nabawiyah Baina Ahlul Fiqh Wa Ahlul Hadis Bab Perihal Nyanyian hal 91, yang berpendapat “Mungkin yang dimaksud Bukhari adalah gambaran yang menyeluruh dari sebuah pesta yang diisi dengan acara –acara minuman khamr serta nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan perbuatan kefasikan. Pesta seperti ini jelas haram sesuai ijma’ kaum muslimin”. Pendapat ini bisa diterima dan cukup menjelaskan kenapa Bukhari sendiri memasukkan hadisnya dalam Bab Akan Datang Orang Yang Menghalalkan Khamr dan Menamakan Dengan Bukan Namanya dan beliau tidak sedikitpun menyebutkan tentang pengharaman musik dan lagu. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam masalah ini adalah musik dan lagu haram jika diiringi dengan perbuatan maksiat(tarian seronok) apalagi disertai dengan minuman khamr.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Ada dua Suara yang dilaknat, Suara Seruling ketika ada kenikmatan, dan Suara jeritan ketika datang bencana”.(Kasyful Atsar ’an Zawaid Musnad Al Bazzar hadis no 795 dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah As Shahihah hadis no 427).

Hadis ini juga terdapat dalam kitab Ruba’iyyat Abu Bakar Asy Syafii tetapi dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Yunus yang dikenal sebagai pemalsu hadis. Syaikh Al Albani ketika menilai hadis ini telah menguatkan dengan perkataan Al Haitsami dalam Kasyful Atsar’an Zawaid Musnad Al Bazzar hadis no 795 yang mengikuti pernyataan Al Mundziri bahwa perawi dalam hadis riwayat Al Bazzar ini semuanya tsiqah. Dalam kitab At Targhib Wa At Tarhib jilid 4 hal 177, Al Mundziri berkata “diriwayatkan oleh Al Bazzar dan para periwayatnya tsiqah”. Hadis ini telah dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wa At Tarhib. Syaikh Al Albani telah menjadikan hadis ini sebagai dalil pengharaman musik dalam kitabnya Tahrim Alat At Tharb. Beliau Syaikh Al Albani juga menyebutkan adanya syahid penguat hadis ini yaitu hadis riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak Ash Shahihain jilid 4 hal 40 dari Jabir bin Abdurrahman bin Auf.

Mari kita telaah hadis tersebut. Dalam Kasyful Atsar’an Zawaid Musnad Al Bazzar hadis no 795 karya Al Haitsami, beliau meriwayatkan berkata kepada kami Amru bin Ali ;berkata Abu Ashim; berkata kepada kami Syubaib bin Basyar Al Bajali, ia berkata “aku mendengar Anas bin Malik berkata “(matan hadis di atas)”. Dalam sanad ini terdapat perawi yang diperselisihkan yaitu Syubaib bin Basyar Al Bajali.

Dalam Al Mughni Fi Adh Dhu’afa no 2735, Tahdzib Al Kamal no 2689, Al Jarh Wat Ta’dil jili 4 no 1564 dan At Taqrib Ibnu Hajar no 2748 didapat keterangan tentang Syubaib bin Basyar

• Yahya bin Main menganggapnya tsiqat
• Ibnu Syahin menyatakan Syubaib tsiqat
• Abu Hatim berkata “ia layyin Al Hadis(lemah) dan hadis syuyukh”
• Ibnu Jauzi menyatakan “Syubaib perawi yang dhaif”
• An Nasai berkata “kami tidak mengenal seseorang yang meriwayatkan darinya kecuali Abu Ashim dan ia salah”.
• Adz Dzahabi memasukkan Syubaib dalam perawi yang dhaif. (lihat Mughni Adh Dhu’afa no 2735).

Jadi memang ada yang menyatakan Syubaib tsiqat tetapi banyak pula yang menyatakan beliau dhaif. Oleh karena itu hadis ini juga bukan hujjah yang kuat sebagai dalil pengharaman musik. Pernyataan Syaikh Al Albani jelas mengikuti pernyataan Al Munziri dalam masalah ini. Adapun hadis syahid atau penguat yang disebutkan oleh Syaikh Al Albani juga terdapat keraguan pada sanadnya sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

Hadis tersebut adalah riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak jilid 4 hal 40 yang meriwayatkan dari jalan Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila dari Atha’ dari Jabir bin Abdurrahman bin Auf, ia mengatakan Rasulullah SAW menarik tanganku, kemudian saya bersamanya menghampiri Ibrahim, anaknya(saat ia meninggal). Beliau sangat menyayangi anaknya, kemudian beliau menggendongnya dalam pelukan. Lalu Rasulullah SAW meletakkannya dan menangis. Kemudian saya berkata “Engkau menangis ya Rasulullah SAW, padahal Engkau melarang menangis?”. Beliau menjawab “Aku belum pernah melarang menangis, tetapi aku melarang dua suara dungu yang menjijikkan yaitu suara nyanyian yang melalaikan(seruling syaithan) dan suara ketika tertimpa bencana dengan menampar wajahnya dan merobek pakaiannya. Sedangkan (menangisku) ini adalah karena kasih saying. Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak disayangi. Perkataanmu memang benar, namun ssesuai dengan permulaan dan akhirnya bahkan lebih menyedihkan daripada ini, dan kami sedih dan terharu atas kepergianmu ya Ibrahim, mata menangis, hati bersedih, sedang kami tidak dapat berkata sesuatu yang dibenci Tuhan”.

Hadis ini dikatakan oleh Syaikh Al Albani sebagai hadis syahid atau penguat dan hadis ini juga dijadikan dalil pengharaman musik oleh Ibnu Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan Min Mashaidis Syaithan, padahal hadis ini memiliki cacat pada sanadnya. Dalam sanad hadis ini terdapat Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila yang walaupun tsiqat sangat buruk hafalannya. Oleh sebab itu dalam Al Mustadrak Al Hakim tidak menshahihkan hadis ini begitu juga Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak juga tidak menyatakan shahih hadis ini. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 3 hal 613-616 no 7825 dan Taqrib At Tahdzib no 6081 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila

• Adz Dzahabi berkata “dia itu shaduq(dapat dipercaya) seorang imam yang buruk ingatannya”.
• Al Ajli menyatakan beliau ahli fiqh, dapat dipercaya dan ahli sunnah
• Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa ia Mudhtharib Al Hadis
• Yahya Al Qathan berkata “hafalannya jelek sekali”
• An Nasa’i berkata “Ibnu Abi Laila tidak kuat”
• Abu Zur’ah juga berkata “riwayatnya tidak kuat”
• Syu’bah berkata “Aku belum pernah melihat yang lebih buruk hafalannya daripada dia”
• Ad Daruquthni berkata “buruk hafalannya dan banyak samar”
• Yahya bin Ya’la Al Muharribi berkata “Zaidah membuang hadis Ibnu Abi Laila”
• Ahmad bin Yunus berkata “dia ahli fiqh ternama di dunia”
• Ahmad berkata “Yahya mendhaifkan Ibnu Abi Laila”
• Utsman Ad Darimi dan Muawiyah bin Shalih meriwayatkan dari Ibnu Main yang berkata “hadisnya dhaif”
• Ibnu Hibban berkata “Beliau buruk hafalannya, banyak salah, banyak hadisnya yang mungkar maka berhak ditinggalkan”
• Ibnu Hajar berkata “Shaduq(dapat dipercaya) tapi sangat buruk hafalannya”.

Jadi jelas sekali kalau Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila sangat buruk hafalannya. Oleh karena itu dalam sanad hadis ini terdapat salah seorang perawi yang kehilangan unsur dhabith(hafalan) sehingga hadis ini tidak bisa dikatakan shahih atau dijadikan hujjah.

Kesimpulannya hadis-hadis yang dijadikan dasar untuk mengharamkan musik, satupun tidak terlepas dari keraguan baik pada sanad maupun matannya. Pada sanadnya hadis-hadis itu sering dipertikaikan kedudukannya dan pada matannya tidak jelas menunjukkan pengharaman musik dan lagu.

46 Tanggapan

  1. wah wahana baru nih

  2. jika nash nya belum jelas tentu kita kembalikan saja kepada individu – individu nya, yang suka musik silahkan yang anti silahkan tp jangan karena musik menjadikan lupa perintah dan larangan ALLAH.

    Salam.

  3. @ichsan231
    ah udah lama sih, dari dulu kok 🙂

    @Ferry ZK
    ah setuju Mas 😀

  4. yap..setuju mas ferry.
    lam kenal!

  5. @benbego
    lam kenalnya untuk saya ya?
    salam kenal deh 😀

  6. Sepertinya salafy-salafy itu diam seribu bahasa membaca tulisan anda ini
    wakakakakak 😆

    Maaf mau tanya, Abu Laila itu sama nggak dengan Muhammad bin Abdurrahaman
    Saya agak bingung dengan Abu Laila dan Ibnu Abi Laila

  7. @ almirza
    kata anda
    Sepertinya salafy-salafy itu diam seribu bahasa membaca tulisan anda ini
    wakakakakak 😆
    jawab saya
    gak usah lah berkata begitu, nanti dimarahi second loh kamu

  8. @almirza
    Beda kok, itu dua orang yang berbeda kalau gak salah
    Ayah dan anak

    @bara
    Wah saya gak marah kok
    Saya kan bukan pemarah :mrgreen:

  9. @ second
    iya iya, hihihihih bukan pemarah, biar almirza ketakutan aja hihihihihihihi ……………….. begini halomm ….. begitu haloommmmm hihihihihi lucu deh

  10. @bara
    ah masa’ sih 🙂

  11. hadits yang ada dalam bukhari itu telah diriwayatkan secara bersambung dari perawi yang dikenal Duhaim seperti yang telah disebutkan ibnu hajar di dalam Fathul bari dan al ismailii dalam al mustakhraj.

    mohon tanggapannya

  12. @abduh
    Setahu saya semua sanad yang bersambung yang ditampilkan Ibnu Hajar tetap bermuara pada Hisyam bin Ammar yang terdapat keraguan seputar kedudukan Beliau
    Seperti yang saya jelaskan di atas
    Atau jika anda punya sanad lain, lebih baik ditampilkan

  13. terima kasih atas tanggapannya. oya salam kenal.
    terus terang dalam masalah musik saya masih bingung. awalnya saya sudah berpendapat bahwa musik itu tidak haram karena dalil yang paling kuat (menurut saya) atas keharaman musik itu ada di dalam shahih bukhari seperti yang Mas kupas itu.

    memang banyak banyak yang membela hadits tersebut, dalam artian pembelaan bahwa hadits itu tidak mu’alaq tapi muttashil.

    namun, saya masih tidak puas dengan itu karena meskipun muttashil perawi yang bernama hisyam bin ammar itu dhaif.

    tetapi, setelah saya baca tahrim alat tharb karya syekh albani, di situ diterangkan bahwa ada jalur lain yang bukan dari hisyam tetapi dari dua perawi yang tsiqah. salah satunya adalah duhaim. mohon maaf, untuk sementara ini saya tidak bisa menampilkan sanadnya secara sempurna, karena lupa. lain kali insya Allah.

  14. @abduh
    Saya tunggu Mas 🙂

  15. @ second
    maksutnya ada setelah saya baca tahrim alat tharb karya syekh albani itu apaan sih ????

  16. Ni, penjelasan singkatnya.
    Bukhari => Hisyam bin Ammar => Shadaqah bin Khalid => Abdurrahman bin Yazid bin Jabir => Athiyah bin Qais al-Kilabi => Abdurrahman bin Gunm => Abu Amir / Abi Malik => Rasulullah saw

    Hisyam maupun Shadaqah bin Khalid tidaklah sendirian. Ada perawi lain yang menyertainya.

    Abu Dawud dalam Sunan-nya (4039) menyebutkan:
    Abdullah bin Najdah => Bisyr bin Bakar => Abdurrahman bin Yazid bin Jabir…. Selanjutnya seperti sanad di atas. Akan tetapi, dalam matan hadits ini tidak terdapat lafal Ma’azif seperti yang tersebut dalam riwayat Bukhari sehingga tidak bisa dijadikan hujjah atas keharaman musik.

    Namun, ada dua jalur lain yang menyebutkan secara tegas lafal Ma’azif. Bunyi matannya adalah:

    Akan datang dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan alat-alat musik (Ma’azif)…

    JALUR PERTAMA:
    Abdurrahman bin Ibrahim (Duhaim) => Bisyr bin Bakar….. (selanjutnya seperti di atas).

    Jalur tersebut disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 10/56 dan at-Taghliq, 7/19. Ia mendapatkannya dari al-Ismaili dalam al-Mustakhraj. Jalur ini juga disebutkan oleh Baihaqi di dalam as-Sunan, 3/272.

    JALUR KEDUA:
    Isa bin Ahmad al-Asqalani => Bisyr bin Bakar……(selanjutnya seperti di atas).
    Jalur ini disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 10/156

  17. @abduh
    Soal jalur pertama, Abdurrahman bin Ibrahim dinyatakan dhaif oleh An Nasai, Ibnu Main dan Daruquthni
    jalur kedua belum cukup jelas menurut saya
    syukron masukannya

  18. @ second
    Nah klo sola dhaif kan emang seconf jagonya, kita bicara lafad hadist, klo pengharaman musik itu emang ada perbedaan, tetapi juga tidak bisa dijadikan hujjah bahwa pendapat anu salah, pendapat anu salah, beda pendapat itu wajar kan, seperti syiah memperbolehkan mutah, sementara sunni haram, tinggal kita bisa milih aja klo menurut anda mut’ah haram ya jangan ikut faham syiah, gitu kan ………..
    kata anda
    Hadis Yang Dikatakan Shahih Tetapi Terdapat Keraguan Pada Sanadnya
    jawab saya
    yang meriwayatkan bukhari saja anda bisa katakan keraguan ya , hemmmmmm aku gak ngerti nehhhh

  19. @bersatu

    tetapi juga tidak bisa dijadikan hujjah bahwa pendapat anu salah, pendapat anu salah, beda pendapat itu wajar kan, seperti syiah memperbolehkan mutah, sementara sunni haram, tinggal kita bisa milih aja klo menurut anda mut’ah haram ya jangan ikut faham syiah, gitu kan

    Silakan saja memang begitu sebaiknya, tapi bukannya anda sebelumnya matian-matian menyalahkan Syiah dan Rafidhah
    Jadi aneh nih

    jawab saya
    yang meriwayatkan bukhari saja anda bisa katakan keraguan ya , hemmmmmm aku gak ngerti nehhhh

    Iyalah gak ngerti, anda kan cuma kenal nama besar Bukhari, tetapi maaf kurang mengerti masalah metodologi hadis
    Keraguan yang saya maksud adalah pada Hisyam bin Ammar, sudah saya tulis di atas dan semuanya mengutip pernyataan Ulama. Maaf kalau anda tidak mengerti

  20. @second
    O, gitu ya Mas. Masalahnya, di samping ada yang menilai dhaif, tetapi ada yang menilai tsiqah. dalam hal ini kita sering menemukan. terus pedoman yang dipakai ketika para pakar hadits berselisih mengenai seorang itu apa? apakah pakai tarjih atau kita tinggalkan begitu saja atau bagaimana? Saya yakin Anda banyak informasi mengenai masalah ini, tolong jelaskan.

    Untuk jalur yang kedua kan sama dengan jalur yang pertama. maksudnya sama-sama menjadi mutaba’ah terhadap sanad yang dibawakan Bukhari.

    Jika di dalam Shahih Bukhari, Abdurrahman bin Yazid meriwayatkan hadits kepada Shadaqah bin Khalid, lalu Shadaqah bin Khalid meriwayatkan kepada Hisyam bin Ammar, maka di dalam Tarikh Ibni Asakir, Abdurrahman bin Yazid meriwayatkan hadits kepada Bisyr bin Bakar, lalu Bisyr bin Bakar meriwayatkan kepada Isa bin Ahmad al Asqalani. apakah dalam jalur kedua ini juga ada perawi yang didhaifkan oleh para ulama hadits?

  21. @ second
    ya seperti anda yang mati matian mengatakan sahabat Abu bakar salah, tanpa melihat sisi dari keterangan ulama’ lainnya, klo bicara mati matian anda juga ngotot bahwa syiah itu islam, rafidah itu islam, nanti lama lama bilang pengikut musadhek juga orang islam walau nyata nyata mempunyai nabi baru hi hi hi hi hi , sabar mas metode anda kan dari membaca, dan membaca itu tidak pernah diajarkan untuk mebaca sendiri kan ???? harus ada yang membimbing biar bacanya benar.

  22. @second
    Dalam Tahdzib at-Tahdzib, 6/119, Ibnu Hajar mengatakan, “Al-‘Ijli, Abu Hatim, Daruquthni,dan Nasa`i berkata, ‘(Duhaim adalah perawi) yang tsiqah.’ Nasa`i menambahkan bahwa dia adalah orang yang terpercaya, yang tidak mengapa (haditsnya dijadikan hujjah). Abu Dawud berkata, ‘Dia adalah hujjah (haditsnya), tidak ada orang di Damaskus seperti dia pada masanya.’ ”

    Di dalam Tahdzibul Kamal, juz 16 disebutkan, “Hasan bin Ali bin Bahar berkata, ‘Duhaim tiba di Baghdad pada tahun 212. Lalu aku melihat ayahku, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, dan Khalaf bin Salim duduk di depannya bagai anak-anak kecil (menganggapnya sebagai guru besar).'”

    banyak para pakar hadits yang memberikan kesaksian bahwa dia adalah tsiqah. Bukhari, Abu Hatim, Nasa`i, Ahmad bin Hanbal, Daruquthni, Abu Dawud, Al ‘Ijli dan lainnya adalah para pakar hadits yang memberikan penilaian tersebut. Bahkan di dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Abdullah bin Muhammad al-Faryabi pernah ditanya tentang orang yang paling tsiqah yang pernah ditemuinya di Syam, lalu ia menjawab bahwa Duhaim adalah orangnya.

    Duhaim lahir tahun 170 dan meninggal tahun 245.

    Mas Second yang terhormat, itu yang saya ketahui. Saya ingin tahu dari mana Anda mengatakan bahwa Abdurrahman bin Ibrahim dinyatakan dhaif oleh An Nasai, Ibnu Main dan Daruquthni.

  23. @abduh
    saya pernah membaca di Sunan Baihaqi
    tetapi ya bisa jadi saya keliru
    terimkasih atas koreksinya
    Insya Allah jika saya sempat saya akan buat tulisan khusus soal hadis Al Ma’azif
    salam

  24. @bersatu
    Maaf Mas anda berkata

    ya seperti anda yang mati matian mengatakan sahabat Abu bakar salah, tanpa melihat sisi dari keterangan ulama’ lainnya, klo bicara mati matian anda juga ngotot bahwa syiah itu islam, rafidah itu islam, nanti lama lama bilang pengikut musadhek juga orang islam walau nyata nyata mempunyai nabi baru

    saya melihat bagaimana pendapat ulama, tetpi saya mengambil sikap lebih mendahulukan hadis Tsaqalain, cuma itu bedanya Mas
    Orang Islam tidak punya Nabi baru Mas, Nabi terakhir adalah Yang Mulia Rasulullah SAW
    Syiah adalah Islam karena mereka memang Islam
    kalau Mas tidak setuju, ya sudah
    anda kan sudah baca tulisan saya khusus tentang itu, jadi ya begitulah 🙂

  25. @ second
    ya benar syiah juga islam, saya setuju, karena guru saya juga berkata begitu, tapi yang saya maksut itu islam yang sesuai syariat apa tidak …. itu bung yang saya maksut, jangan salah sangka loh, saya menganggap syiah juga islam tapi tentang aqidah, tunggu dulu, karena Nabi pun tidak pernah mengajarkan saling mencaci, masalah hadist tsaqalain sudah pernah dibahas dan anda ngotot bahwa tinggalan nabi adalah kitab suci dan ahlul bait, nah klo kitab suci kan sampe sekarang masih ada, trus klo tinggalan ahlul bait, apa saja yang ditinggalkan, hadist dari beliau, trus riwayat yang dibawa para sahabat ????? bisakah dipakai hujjah ????

  26. @bersatu

    masalah hadist tsaqalain sudah pernah dibahas dan anda ngotot bahwa tinggalan nabi adalah kitab suci dan ahlul bait,

    Ya hadisnya berbunyi begitu, baca Mas
    Rasulullah SAW yang bilang begitu
    soal hadis Tsaqalain kapan kita pernah bahas? saya pernah meminta anda membahas ini di postingan saya tentang hadis Tsaqalain
    tetapi gak ada tuh pembahasan dari anda

  27. @ second
    lah tinggalannya gimana, klo kitab suci jelas, bahkan diterangkan akan dijaga sendiri oleh Tuhan, nah trus ahlul baitnya gimana, kan udah wafat semua, yang tinggal keturunan nya, dan alhamdulillah salah satunya guru saya.
    masalah pembahasan hadist tsakalain maaf saya yang lupa.

    saya tidak akan membahas syiah lagi disini, karena anda bukan ahli dalam syiah, jadi percuma ……….

  28. @bersatu

    lah tinggalannya gimana, klo kitab suci jelas, bahkan diterangkan akan dijaga sendiri oleh Tuhan, nah trus ahlul baitnya gimana, kan udah wafat semua, yang tinggal keturunan nya, dan alhamdulillah salah satunya guru saya.

    Coba dibaca lg hadits tsb. Yg dinyatakan adalah Al-Qur’an dan ithrati ahl bayt. Dan di hadits itu pula dijamin bhw mrk (keduanya) tdk akan berpisah hingga di telaga haudz.

    “Tidaklah menyentuh (mengerti sedalam2nya) Al-Qur’an ini kecuali orang2 yg suci.

  29. @second
    salut…

  30. lengkap sudah… kebanyakan orang suka musik semua pasti jadi syi’ah…bisa kawin mut’ah lagi 😀 😀 😀

  31. 😀 sayang cuman bisa menebar propaganda saja.

  32. @farid
    Kebanyakan nelan fitnah ya mas

  33. Salam..

    @ ALL

    ada yang menarik dan perlu dicermati di sini :

    http://www.al-islam.org/tahrif/yourimam/index.htm

    wassalam

  34. @Farid
    lengkap sudah… kebanyakan orang suka musik semua pasti jadi syi’ah…bisa kawin mut’ah lagi 😀

    banyak koq penceramah -2 di TV yang ceramah sambil ada selingan lagu atau musik, malah ada yang disebut ustad”z” yang ikutan nyanyi… dan saya yakin orang-orang tersebut tidak merMahzab Ahlul bait.

    Saudara Farid ini kalo ga Fitnah pasti ngebahas MUT’AH !!
    Mut’ah lagi… mut’ah lagi….. lagi-lagi Mut’ah !!!
    (*nanti kalo tau enaknya mut’ah bisa2 dikau mengkafirkan sahabat lhoo… ) .

  35. dalam hidup, apapun yang dilakukan oleh setiap insan pasti jatuh ke dalam 5 hukum (wajib, haram, sunat, makruf, mubah)
    jangan main2 dengan penetapan hukum. semuanya adalah jelas jika ada ilmunya.

  36. Assalamu ‘alaikum

    walhamdulillah pengharaman musik ada di shahih bukhori..

    Hanya kepada Alloh ‘Azza wa Jalla lah kita memohon hidayah dan petunjuk ke jalan yang benar..

  37. Quoute: ..cukup menjelaskan kenapa Bukhari sendiri memasukkan hadisnya dalam Bab Akan Datang Orang Yang Menghalalkan Khamr dan Menamakan Dengan Bukan Namanya dan beliau tidak sedikitpun menyebutkan tentang pengharaman musik dan lagu. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam masalah ini adalah musik dan lagu haram jika diiringi dengan perbuatan maksiat(tarian seronok) apalagi disertai dengan minuman khamr….

    Musik adalah salah satu bukti keindahan,…wanita adalah keindaha,…harta adalah keindahan,…anak adalah keindahan…rumah dengan arsitektur seni yg tinggi juga keindahan…namun semuanya akan menjadi jatuh Haram seperti musik dan nyanyian yg telah di gambarkan dengan sejelas-jelasnya oleh Bukhori.


  38. Baiklah… sepertinya semua sudah merasa paling benar atau paling ‘alim. Kalau begitu tak perlu dilanjutkan lagi perdebatan ini, cukup pegang, yakini & jalani saja sesuai prinsip atau keyakinan masing². Biarlah hanya Allah Yang Maha Adil & Bijaksana, satu²nya yang berhak memutuskan, mana yang haq & mana yang batil. Nanti saat “hari pengadilan”.

    Selesai.

  39. Semoga Allah memberikan taufiq/hidayah-Nya kepada kita. Aamiin..

    Wassalaamu’alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.

  40. Jadi tidak semua wahabi anti sama musik. Ciiiyuuusss apa gue harus salto jungkir balik koprol sambil bilang wow gitu

  41. hadeeehh bukannya ustad ente itu yang bilang zikir berjamaah setelah sholat maghrib di masjid sama dengan nyanyi-nyanyi rame. Sejak kapan zikir berjamaah itu disamakan dengan nyanyian ramai (berisik?). Di youtube ada kok, tonton saja. Pernyataan si ustad itu hanya keseleo lidah atau ada maksud lain.

  42. […] : Tulisan ini merevisi tulisan terdahulu soal hadis al ma’aazif yang sebelumnya mengambil faedah dari pembahasan Al Qardhawiy. Alhamdulillah Allah SWT memberikan […]

  43. Anggaplah demikian, hal-hal yang bisa menenangkan jiwa salah satunya adalah membaca al Quran, berdzikir dan (misalnya mendengarkan nasyid). Maka, masing2 pekerjaan ada keutamaannya. Membaca Quran dan berdzikir keutamaannya sangat besar sebagaimana kita sering baca dalam hadits. Bermusik? Hampir tidak ada keutamaannya. Maka itu dalam hadits bukhori disebutkan bahwa musik membuat lalai (setiap ahlussunnah pasti tau dalilnya). Jadi, janganlah menyerang sesama ahlussunnah, tetapi contohlah perilaku Rasulullah saw. Untuk menenangkan hati dan jiwa, utamakan membaca Quran dan berdzikir, sebagai bekal hisab di akhirat nanti. Maka itu, meninggalkan musik lebih utama (bagi kalangan ahlussunnah assalafiyah). Wallahu a’lamu bisshowwab.

Tinggalkan komentar