Pembahasan Hadis Bithanah : Kritik Keadilan Shahabat

Pembahasan Hadis Bithanah : Kritik Keadilan Shahabat

Sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berbuat salah itu biasa, secara yang namanya manusia tidak ma’shum maka mereka tidak lepas dari kesalahan. Tetapi apakah kesalahan sahabat itu merusak keadilannya?. Jawabannya mungkin tergantung kesalahan apa yang mereka perbuat. Jika kita melihat kitab-kitab Rijal maka terdapat para perawi yang dituduh atau diragukan kredibilitasnya karena kesalahan tertentu yang mereka lakukan.

Contoh kesalahan tersebut seperti meminum khamar atau mencaci salah seorang sahabat Nabi. Aneh bin ajaib jika kesalahan seperti ini dilakukan oleh sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka tidak ada satupun ulama yang meragukan keadilannya tetapi jika salah seorang perawi hadis melakukannya maka tidak segan-segan para ulama meragukan kredibilitasnya. Anomali ini jelas merupakan salah satu lubang besar dalam ilmu hadis.

Hadis Bithanah dalam judul di atas adalah salah satu hadis shahih terkait kepemimpinan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Khalifah. Hadis ini jika diperhatikan secara mendalam maka sangat bertentangan dengan doktrin ajaib “keadilan sahabat” ala nashibi. Anehnya para ulama salafy nashibi dan pengikutnya lumayan sering mengutip hadis ini. Berikut hadis yang dimaksud.

حَدَّثَنَا أَصْبَغُ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى

Telah menceritakan kepada kami Ashbagh yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihaab dari Abi Salamah dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang berkata Tidaklah Allah mengutus Nabi dan tidaklah Allah mengangkat Khalifah kecuali memiliki dua jenis orang kepercayaan [bithanah]. Orang kepercayaan yang menyuruhnya berbuat baik dan mendorongnya berbuat baik dan orang kepercayaan yang menyuruhnya berbuat keburukan dan mendorongnya berbuat keburukan. Maka orang yang terjaga [ma’shum] adalah siapa yang dijaga oleh Allah SWT [Shahih Bukhari 9/77 no 7198]

Ada beberapa faedah yang dapat diambil dari hadis ini. Perhatikan perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]

مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ

Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi dan tidaklah Allah mengangkat khalifah kecuali memiliki dua jenis bithanah [orang kepercayaan].

Pada lafaz ini terdapat isyarat bahwa Kenabian dan Khilafah adalah ketetapan dari Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT yang mengutus seorang Nabi maka Allah SWT juga yang mengangkat seseorang sebagai Khalifah. Kenabian dan Khilafah adalah ketetapan dari Allah SWT.

Bithanah adalah orang kepercayaan atau teman dekat yang memberikan saran kepada seorang pemimpin. Pada lafaz di atas baik Nabi atau Khalifah memiliki dua jenis bithanah, mereka ini jelas orang-orang yang bersama dengan Nabi atau bersama dengan khalifah. Pada zaman Nabi Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam] kedua jenis bithanah ini adalah para sahabat Nabi. Kemudian perhatikan lafaz selanjutnya

بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ

bithanah yang menyuruhnya berbuat baik dan mendorongnya berbuat baik dan bithanah yang menyuruhnya berbuat keburukan dan mendorongnya berbuat keburukan

Maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] juga memiliki dua bithanah di sekitar Beliau. Mereka semua jelas para sahabat Nabi. Dari lafaz ini dapat dimengerti bahwa ada sebagian sahabat yang menyuruh berbuat kebaikan dan mendorong berbuat kebaikan kemudian ada pula sebagian sahabat yang menyuruh berbuat keburukan dan mendorong berbuat keburukan. Hal ini menunjukkan tidak semua sahabat yang bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah adil. Apakah mereka yang menyuruh berbuat keburukan dan mendorong berbuat keburukan termasuk sahabat yang adil?.

فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى

Maka orang yang terjaga [ma’shum] ialah yang dijaga oleh Allah SWT

Lafaz ini ditujukan untuk Nabi yang diutus oleh Allah SWT dan Khalifah yang diangkat oleh Allah SWT. Menunjukkan bahwa Nabi dan Khalifah itu termasuk yang dijaga oleh Allah SWT sehingga adanya bithanah yang menyuruh berbuat keburukan tidaklah berpengaruh bagi mereka karena Allah SWT telah menjaga mereka.

16 Tanggapan

  1. nah lo……

  2. Benar sekali bahwa para Nabi dan Khalifah diangkat oleh Allah dan mereka2 itu menganjuran berbuat baik dan mendorong bebuat baik.
    Yang menjadi pertanyaan saya adalah: Apakah mereka yang menyatakan dirinya sebagai Khalifah pasca Rasul diangkat /ditunjuk oleh Allah? Kalau BENAR , melalui siapa wahyu Allah menunjuk mereka?. Kalau tidak maka mereka bukan Khalifah tapi penguasa. Wasalam

  3. Apa keadilan sahabat itu? Siapa yg memberikan kemuliaan itu?

    Ga jelas!

    Salam

  4. @Sdr Armand dan semuanya

    Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa sebagian ulama yang memberikan stempel bahwa semua sahabat adil.

    Saya pribadi yakin bahwa sebagian besar sahabat (mayoritas sahabat Nabi) merupakan individu yang adil. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa tidak ada sahabat yang melakukan kemungkaran dan perbuatan keji. Adanya riwayat yang bersumber dari Rasulullah Muhammad dan data sejarah menunjukkan bahwa ada satu, dua, … (sebagian) sahabat yang berbuat keji dan bahkan menjadi orang munafiq.

    Semoga kita dapat meneladani Rasulullah, ahlul bait beliau, juga sahabat Rasul yang istiqamah di jalan kebenaran. Amin.

  5. FYI, blog tetangga sebelah udah tutup tuh.. Kacian..

  6. @sp

    Tp ahlussunnah sudah memberikan bantahan bahwa yg dimaksud sahabat yg adil hanya dalam periwayatan hadits. Artinya sahabat yg dsbt adil hanya mereka yg meriwayatkan hadits.

    Dalam konsep ini, sebenarnya ahlussunah juga mengakui bahwa tdk semua sahabat adil. Fakta ini dpt ditemukan bahwa tdk semua sahabat tercatat sbg periwayat hadits.

    Pls advised brother..

  7. @salafy is dead

    Saya tidak tahu ada ahlussunnah yang membantah dengan menyatakan sahabat adil hanya mereka yang meriwayatkan hadis. Setahu saya para ulama dalam Ulumul hadis menyatakan semua sahabat adil tanpa terkecuali. Gampang saja, silakan lihat apa dalil yang digunakan para ulama untuk menyatakan keadilan sahabat, apa para ulama ahlussunnah menjelaskan dalil itu terkhusus untuk sahabat “yang meriwayatkan hadis”?. Saya kira tidak, dalil itu mereka tujukan untuk semua orang yang masuk dalam definisi sahabat. Nah Ibnu Hajar menyebutkan definisi sahabat sebagai berikut

    أصح ما وقفت عليه من ذلك أن الصحابي من لقي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ـ مؤمناً به ومات على الإسلام, فيدخل فيمن لقيه من طالت مجالسته أو قصرت, ومن روى عنه أو لم يروِ, ومن غزا معه أو لم يغزُ, ومن رآه رؤية ولو لم يجالسه, ومن لم يره لعارض كالعمى

    Yang paling shahih menurut penelitianku tentang hal ini, sahabat adalah orang yang bertemu Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam keadaan iman kepadanya dan wafat dalam keadaan islam. Termasuk sahabat adalah orang yang bertemu beliau baik sebentar ataupun lama, yang meriwayatkan darinya ataupun yang tidak meriwayatkan darinya, yang berperang bersamanya dan yang tidak berperang, yang melihatnya walaupun belum pernah menemaninya dan orang yang tidak melihat Beliau karena sesuatu hal seperti buta [Al Ishabah 1/7]

  8. Hmmm,…..
    Bithanah (org kepercayaan). Klau SP punya g? (g nyampung hahaha)

  9. @SK
    andalah orangnya :mrgreen: *ikutan gak nyampung*
    wahai kisanak apa yang membuat anda berkunjung kemari
    sungguh betapa “tersanjungnya” kami menerima tamu kehormatan seperti “yang mulia” [king yang udah second] 😀

  10. @Sp

    Kemana aja bang perasaan sdh 20 hari, ini blog gak di update…

  11. @husainahmad
    nggak kemana-mana cuma “sedikit” sibuk saja
    btw sepertinya anda rajin sekali mengawasi blog ini :mrgreen:

  12. @ Sp
    Ternyata blog anda aktif sekali ya … dan pembahasannya pun terus berkembang, keep the good work!! 🙂

    Bung Sp ini turut membantu saya memperkaya khazanah pemahaman saya tentang hadits2 & sejarah Islam lho, so makasih bgt utk itu … Saya suka tulisan Anda, bahasanya sopan, jelas, lugas & lurus2 aja tanpa tendensius apa pun … Terlihat jelas mana yg lebih ‘beragama’ krn bahasa tulisan Anda lebih berakhlak dibanding web tetangga yg provokatif & isi jawabannya hampir selalu ada celaan, cercaan atau sumpah-sumpahan yg ga jelas.

  13. Selama ini, sy cuma berani lewat n menatap dr depan rumah. Kini sy cb memberanikan diri utk mengetuk pintu, sy berharap SP membukakan pintu n mempersilakan sy mampir,….

    Salam buat kedua org tua SP

  14. Mizan menerbitkan buku dari seorang sarjana Ahlu Sunnah yang meneliti tentang Sahabat dan keadilanya, motif dibalik keberpihakanya di perang Shiffin dan menariknya latar belakang lahir dan munculnya doktrin bahwa semua sahabat itu adil. Inkonsistensi juga ditunjukan oleh peneliti, saat para pembela keadilan sahabat menggunakan dalil-dalil nash disatu sisi mereka menggunakan ayat-ayat membela sahabat itu, tapi pada saat yang sama tatkala para ulama ahlu sunnah itu menulis tafsir, hasilnya tafsir itu tidak sejalan dengan maksud bahkan tidak ada hubunganya sama sekali dengan penggunaan untuk membela sahabat.

    Dan yang menarik, difinisi sahabat yang di rumuskan bertentangan dengan difinisi yang didifinisikan oleh sahabat sendiri.

    Buku ditulis oleh Fu’ad Jubali, berjudul “SAHABAT NABI” diakhir buku dilampiri daftar nama-nama dan kecendrungan keberpihakan serta alasanya, buku ini didasarkan dari hasil risert di buku Rijal….

  15. terimakasih sahbatku mas SP yg tlh mmbrikan ilmu kpd kami semua, adalah keberkahan dari Allah buat kenal dgn antum. Terimakasih.
    Jangan sungkan-sungkan kalo mo COPAS…lho kok aku yg ngomong…heheh

  16. Terkait dengan doktrin keadilan sahabat, saya pernah membaca di sebuah situs salafy-wahabi kisah tentang penghianatan seorang sahabat yang sangat membahayakan Islam dan misi Nabi SAW dalam penaklukan kota Mekah. Silakan baca di sini :

    http://muslim.or.id/sejarah-islam/fathu-makkah-pelajaran-dari-penaklukan-kota-mekkah.html

    Sahabat yang pengkhianat itu bernama Hatib bin Abi Balta’ah. Tapi apa reaksi mereka (Salafy-Wahabi) tentang penghianatan ini. Silakan simak berikut :

    Satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah Hatib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu adalah bahwa sesungguhnya orang yang memberikan loyalitas terhadap orang kafir sampai menyebabkan ancaman bahaya terhadap Islam, pelakunya tidaklah divonis kafir, selama loyalitas ini tidak menyebabkan kecintaan karena agamanya. Pada ayat di atas (Qs. Al Mumtahanah: 1), Allah menyebut orang yang melakukan tindakan semacam ini dengan panggilan, “Hai orang-orang yang beriman……” Ini menunjukkan bahwa status mereka belum kafir.

    Reaksi mereka ‘enteng’ sekali ya. Mereka menganggap pengkhianatan si Hatib itu cuma masalah kecil, nggak berarti dan tidak merusak status keadilannya. Kalo mereka menganggap si Hatib belum kafir ya benar. Si Hatib kan tidak pernah menyatakan diri keluar dari agama Islam. Muslim sih muslim, tapi pengkhianat. Disini sebenarnya poinnya : Apa seorang pengkhianat masih layak menyandang gelar adil?

    Disitu saya memberi komentar yg intinya mengkritik keras penghianatan si Hatib dalam kaitannya dengan doktrin mereka tentang keadilan sahabat. Tapi tahu sendirilah perilaku website dan blog-blog salafy-wahabi yang tidak jantan itu. Komentar saya tidak pernah ditampilkan.

    Doktrin keadilan semua sahabat memang sangat lemah. Mosok seorang sahabat yang berkhianat kepada Rasulullah SAW masih dinilai sebagai sahabat yang adil? 🙂

Tinggalkan komentar