Analisis Kredibilitas Athiyyah Al ‘Aufi

Analisis Terhadap Athiyyah Al ‘Aufi

Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah Al ‘Aufi adalah perawi Bukhari dalam Adab Al Mufrad, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah, Sunan Tirmidzi, Musnad Ahmad, Shahih Ibnu Khuzaimah dan Musnad Al Bazzar. Beliau adalah salah satu dari perawi hadis yang dikecam oleh sebagian ulama. Bisa dikatakan beliau adalah perawi yang dikenal dhaif oleh sebagian orang.

Athiyyah bin Sa’ad adalah seorang tabiin yang belajar hadis dari Abu Said Al Khudri RA, Ibnu Abbas RA, Ibnu Umar RA, Zaid bin Arqam RA, Abu Hurairah dan lain-lain. Sebelumnya kami termasuk dari sebagian orang yang tidak berhujjah dengan hadis Athiyyah, pada tulisan kami disana disebutkan bahwa

Hadis riwayat Athiyyah tidak dapat dijadikan hujjah tetapi dapat dijadikan I’tibar atau hadis pendukung.

Akhirnya setelah melalui proses telaah yang panjang dan diskusi dengan orang-orang tertentu maka akhirnya kami mendapatkan kesimpulan baru bahwa “Hadis Athiyyah derajatnya hasan“. Segala puji bagi Allah SWT, tulisan ini adalah pertanggungjawaban sebagai koreksi pandangan kami terdahulu.

.

.

Ulama Yang Menta’dilkan Athiyyah


Yahya bin Ma’in

Yahya bin Ma’in adalah Ulama yang sangat terkenal dalam ilmu Jarh wat ta’dil. Beliau telah menta’dilkan Athiyyah Al Aufi.
Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 no 414 dan Tarikh Ibnu Ma’in no 2446 disebutkan

قال الدوري عن بن معين صالح

Ad Dawri berkata dari Ibnu Main “Shalih”

Disebutkan dalam Ats Tsiqat Ibnu Sayhin no 1023

عطية العوفي ليس به بأس قاله يحيى

Athiyyah Al ‘Awfy dikatakan Yahya “tidak ada cacat”

Pernyataan laysa bihi ba’sa khusus oleh Ibnu Main sama halnya dengan pernyataan tsiqat seperti yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Ikhtisar Ulumul Hadis. Oleh karena itu Al Haitsami dalam kitabnya Majma’ Az Zawaid berulang kali menyatakan bahwa Athiyyah ditsiqatkan oleh Ibnu Ma’in.

.

Ibnu Sa’ad
Ibnu Sa’ad dengan jelas menyatakan bahwa Athiyyah tsiqah kendati ia mengetahui bahwa ada sebagian orang yang tidak berhujjah dengan hadis Athiyyah. Hal ini disebutkan dalam kitabnya Thabaqat Al Kubra juz 6 hal 304 dan dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 no 414

قال بن سعد خرج عطية مع بن الأشعث فكتب الحجاج إلى محمد بن القاسم أن يعرضه على سب علي فإن لم يفعل فاضربه أربعمائة سوط واحلق لحيته فاستدعاه فأبى أن يسب فأمضى حكم الحجاج فيه ثم خرج إلى خراسان فلم يزل بها حتى ولي عمر بن هبيرة العراق فقدمها فلم يزل بها إلى أن توفي سنة 11 وكان ثقة إن شاء الله وله أحاديث صالحة ومن الناس من لا يحتج به

Ibnu Sa’ad berkata, “Athiyyah melakukan perjalanan dengan Ibnu Al Asy’ats, kemudian Hajjaj menulis surat kepada Muhammad bin Qasim untuk memerintahkan ‘Athiyyah agar mencaci maki Ali, dan jika dia tidak melakukannya maka cambuklah dia sebanyak empat ratus kali dan cukurlah janggutnya. Muhammad bin Qasim pun memanggilnya, tetapi Athiyyah tidak mau mencaci maki Ali, maka dijatuhkanlah hukuman Hajjaj kepadanya. Kemudian Athiyyah pergi ke Khurasan, dan tinggal di sana sampai Umar bin Hubairah memerintah Irak. Athiyyah tetap tinggal di Khurasan hingga wafat pada tahun seratus sepuluh hijrah. Insya Allah, dia seorang yang tsiqat (dapat dipercaya), dan dia mempunyai hadis-hadis yang baik, walaupun sebagian orang tidak menjadikannya hujjah.”

.

Imam Tirmidzi
Imam Tirmidzi telah berhujjah dengan hadis Athiyyah dalam kitabnya Sunan Tirmidzi. Beliau membawakan banyak hadis Athiyyah dan menghasankannya. Terkadang beliau mengatakan hadisnya hasan, hasan gharib atau hasan shahih.

  • Imam Tirmidzi menyatakan hadis Athiyyah Hasan pada hadis no 551, no 552, no 2431, no 2535, no 3243, no 3658 dan no 3904.
  • Imam Tirmidzi menyatakan hadis Athiyyah Hasan gharib pada hadis no 477, no 1329, no 2174, no 2351, no 2524, no 2590, no 2926, no 2936, no 3071, no 3192, no 3397, no 3680, no 3727 dan no 3788.
  • Imam Tirmidzi menyatakan hadis Athiyyah Hasan shahih pada hadis no 1955, no 2381, no 2522 dan no 2558.

Dengan banyaknya hadis Athiyyah yang dihasankan oleh Imam Tirmidzi maka kami menyimpulkan bahwa dalam pandangan Imam Tirmidzi hadis Athiyyah derajatnya hasan dan bisa dijadikan hujjah.

.

Ibnu Syahin
Ibnu Syahin telah memasukkan Athiyyah dalam daftar perawi tsiqah dalam kitabnya Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1023. Beliau mengutip pernyataan Ibnu Main yang menta’dilkan Athiyyah sehingga dapat disimpulkan kalau Ibnu Syahin setuju dengan Ibnu Main bahwa Athiyyah adalah perawi tsiqah.

.

Al Bazzar
Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 no 414 disebutkan bahwa Al Bazzar juga memberikan predikat ta’dil pada Athiyyah Al ‘Awfiy.

قال أبو بكر البزار كان يعده في التشيع روى عنه جلة الناس

Abu Bakar Al Bazzar berkata “Ia seorang yang terpengaruh Syiah dan hadisnya diriwayatkan oleh para Ulama besar”
Pernyataan ini menurut Ilmu Jarh wat ta’dil adalah predikat ta’dil yang setingkat dengan shalih(baik), mahalluhu al shidqu(berstatus jujur) atau hasan al hadis(hadisnya baik).

.

Ibnu Khuzaimah
Ibnu Khuzaimah telah memasukkan hadis Athiyyah dalam kitab Shahihnya yaitu diantaranya pada Shahih Ibnu Khuzaimah juz 2 hal 244 hadis no 1254 dan juz 3 hal 159 hadis no 1817. Sikap Ibnu Khuzaimah yang memasukkan hadis Athiyah kedalam kitab Shahihnya menunjukkan bahwa Ibnu Khuzaimah menta’dilkan Athiyyah.

.

Al Ajli
Al Ajli adalah salah satu ulama yang memiliki karya monumental mengenai para perawi tsiqah. Beliau menulis kitab Ma’rifat Ats Tsiqah yang memuat daftar nama para perawi yang tsiqah dalam pandangan beliau. Dalam kitab tersebut Al Ajli memasukkan nama Athiyyah bin Saad Al Awfiy. Al Ajli berkata dalam Ma’rifat Ats Tsiqah no 1255

عطية العوفي كوفى تابعي ثقة وليس بالقوي

Athiyyah Al ‘Aufiy seorang tabiin kufah yang tsiqat tapi tidak kuat.

Pernyataan tsiqat atau dapat dipercaya sudah jelas bersifat ta’dil tetapi dalam hal ini walaupun Athiyyah tsiqat dalam pandangan Al Ajli, beliau tetap dinyatakan tidak kuat. Pengertian tidak kuat dalam hal ini lebih mungkin dipahami sebagai kekurangan pada dhabit(hafalan) sang perawi hadis. Dengan kata lain tidak kuat yang dikatakan Al Ajli pada Athiyyah lebih mengarah pada hafalan hadisnya. Jadi pernyataan tsiqat yang beriringan dengan tidak kuat menunjukkan bahwa derajat hadis Athiyyah itu adalah hasan dalam pandangan Al Ajli.

.

Ibnu Hajar
Dalam Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar telah menuliskan berbagai pendapat ulama baik yang menta’dilkan atau yang mendhaifkan Athiyyah. Kemudian dalam kitabnya At Taqrib beliau memberikan predikat shaduq(jujur) pada Athiyyah. Ibnu Hajar berkata mengenai Athiyyah dalam At Taqrib juz 1 hal 678

صدوق يخطئ كثيرا وكان شيعيا مدلسا

Shaduq(jujur) tapi sering salah dan ia seorang syiah yang melakukan tadlis

Predikat shaduq yang diberikan Ibnu Hajar menunjukkan bahwa dalam pandangan Ibnu Hajar, Athiyyah adalah seorang yang jujur tetapi sering melakukan kesalahan dalam hadisnya. Mengenai tadlis yang disebutkan Ibnu Hajar maka hal ini adalah kekeliruan yang akan kami jelaskan nanti.

.

.

Ulama Yang Mendhaifkan Athiyyah
Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 no 414 kami menemukan cukup banyak ulama yang mendhaifkan Athiyyah.

قال أبو زرعة لين

Abu Zar’ah berkata “layyin(lemah)”

قال أبو حاتم ضعيف يكتب حديثه

Abu Hatim berkata “dhaif tetapi bisa ditulis hadisnya”

قال النسائي ضعيف

An Nasa’I berkata “dhaif”

قال أبو داود ليس بالذي يعتمد عليه

Abu Dawud berkata “tidak bisa dijadikan pegangan”

قال الساجي ليس بحجة وكان يقدم عليا على الكل

As Saji berkata “tidak bisa dijadikan hujjah, ia mengutamakan Ali dari semua sahabat yang lain”

.

Dalam Mizan Al ‘Itidal no 5667 disebutkan

قال أحمد ضعيف الحديث

Ahmad berkata “hadisnya dhaif”

قال سالم المرادى كان عطية يتشيع

Salim Al Muradi berkata “Athiyyah seorang Syiah”
Sudah sangat masyhur bahwa Athiyyah seorang yang dhaif sehingga Adz Dzahabi berkata dalam Al Mizan

تابعي شهير ضعيف

Tabiin yang dikenal dhaif.

.

.

Pemecahan
Dalam kaidah Ilmu Hadis, jika seorang perawi diperselisihkan keadaannya dalam arti ada sebagian yang menta’dilkan (memuji) dan ada sebagian lain yang menjarh (mencacat) maka Jarh mesti didahulukan dibanding ta’dil dengan syarat Jarh tersebut bersifat mufassar. Jarh mufassar adalah Jarh yang dijelaskan sebab-sebabnya jadi mereka yang mendhaifkan atau mencacat harus menampilkan alasan atau bukti untuk itu. Dalam hal ini tidak cukup menyatakan dhaif semata tanpa dijelaskan alasan-alasannya. Sedangkan jika jarh yang dikemukakan tidak ada alasannya atau Jarh mubham maka yang diunggulkan adalah penta’dilan perawi tersebut.

.

Dalam kasus Athiyyah kami menemukan mereka yang menjarh atau mencacatkan beliau terbagi menjadi dua

  • Ulama yang memberikan alasan untuk Jarhnya (Jarh mufassar) seperti Imam Ahmad, Sufyan Ats Tsawri, Ibnu Hibban, Salim Al Muradi dan As Saji
  • Ulama yang tidak memberikan alasan untuk Jarhnya (Jarh mubham) seperti Abu Hatim, Abu Zar’ah, An Nasa’I, Abu Dawud dan Adz Dzahabi.

Sudah dibuktikan bahwa Athiyyah telah dita’dilkan oleh para Ulama besar seperti Ibnu Main, Ibnu Saad, Imam Tirmidzi, Ibnu Syahin, Ibnu Khuzaimah, Al Ajli, Al Bazzar dan Ibnu Hajar oleh karena itu Jarh terhadapnya harus bersifat mufassar atau dijelaskan sebab-sebabnya. Dalam pandangan kami mereka yang menjarh Athiyyah dengan jarh mubham hanyalah mengikut saja pada mereka yang menjarh Athiyyah dengan jarh mufassar. Oleh Karena itu selanjutnya akan langsung dianalisis Jarh mufassar terhadap Athiyyah.

.

Di antara ulama-ulama yang menjarh atau mencacat Athiyyah dengan jarh mufassar mereka hanya menampilkan dua alasan atau sebab yaitu

  1. Tadlis Syuyukh seperti yang dikemukakan oleh Sufyan Ats Tsawri, Ahmad dan Ibnu Hibban. (Tadlis inilah yang disinggung oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib).
  2. Syiah atau Tasyayyu’ seperti yang dikemukakan oleh Salim Al Muradi dan As Saji

.

Kami akan membahas terlebih dahulu alasan yang kedua. Alasan ini tidak dapat diterima karena perkara kesyiahan atau tasyayyu’ tidak membuat seorang perawi ditolak hadisnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim banyak sekali perawi hadis yang syiah dan tasyayyu’ tetapi mereka tetap dinyatakan tsiqat dan diterima sebagai para perawi shahih. Diantara perawi syiah yang dinyatakan tsiqat adalah Abban bin Taghlib, Ja’far bin Ziyad Al Ahmar, Ja’far bin Sulaiman Ad Dhab’I, Ismail bin Muza Al Fazari, Hasan bin Shalih Al Hamdani, Khalid bin Mukhallad Al Qatswani, Daud bin Abi’Auf Abul Jahhaf, Yahya bin Jazzar Al Urani Al Kufi dan lain-lain. Jika memang hanya dengan alasan Syiah atau tasyayyu’ seorang perawi bisa di tolak hadisnya maka bagaimana dengan mereka yang telah kami sebutkan di atas.

.

Apalagi alasan As Saji yang mengatakan bahwa hadis Athiyyah tidak bisa dijadikan hujjah karena ia mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain. Tentu saja alasan ini tidak bisa diterima. Imam Ali jelas memiliki banyak keutamaan yang jauh lebih tinggi dibanding yang lain oleh karena itu dikalangan sahabat dan tabiin ada mereka yang mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain. Bagi kami keutamaan Imam Ali yang lebih tinggi dibanding sahabat yang lain adalah kebenaran yang nyata. Dalam Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr akan didapati terdapat sebagian sahabat yang mengutamakan Ali dibanding semua sahabat yang lain (Salman, Abu Dzar, Miqdad, Zaid, Amr bin Watsilah Abu Thufail). Dalam Al Isti’ab Ibnu Abdil Barr juz 3 hal 1090 disebutkan

وروى عن سلمان وأبى ذر والمقداد وخباب وجابر وأبى سعيد الخدرى وزيد بن الأرقم أن على بن ابى طالب رضى الله عنه أول من أسلم وفضله هؤلاء على غيره

Diriwayatkan dari Salman, Abu Dzar, Miqdad, Khabbab, Jabir, Abu Said Al Khudri dan Zaid bin Al Arqam bahwa Ali bin Abi Thalib RA adalah orang yang pertama masuk islam dan mereka mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain.

Jadi apakah itu berarti hadis-hadis yag diriwayatkan oleh Salman, Abu Dzar, Miqdad, Jabir dan lain-lain mesti ditolak atau tidak bisa dijadikan hujjah karena Mereka mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain?.

.

.

Selanjutnya mari kita bahas alasan yang pertama dan yang terakhir yaitu Athiyyah melakukan Tadlis Syuyukh. Sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tadlis syuyukh

Tadlis Syuyukh adalah seorang perawi meriwayatkan suatu hadits yang didengar dari gurunya dengan sebutan yang tidak dikenal dan masyhur. Sebutan itu bisa nama, gelar, pekerjaan atau kabilah dan negri yang disifatkan untuk seorang syaikh, supaya gurunya itu tidak dikenal oleh orang.

Misalnya si A berguru pada si B yang terkenal dhaif kemudian si A ini ketika meriwayatkan hadis dari si B ia sengaja menggunakan nama atau gelar yang tidak umum pada si B dengan tujuan agar orang mau menerima hadisnya. Seandainya si A menyebut dengan jelas nama si B maka hadisnya pasti akan langsung ditolak oleh mereka yang mendengarnya.

.

Athiyyah dikatakan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Hibban bahwa ia melakukan tadlis syuyukh. Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 no 414 disebutkan

قال أحمد وذكر عطية العوفي فقال هو ضعيف الحديث ثم قال بلغني أن عطية كان يأتي الكلبي ويسأله عن التفسير وكان يكنيه بأبي سعيد فيقول قال أبو سعيد

Imam Ahmad berkata ketika menyebutkan Athiyyah Al Aufiy, dia hadisnya dhaif. Telah disampaikan kepadaku bahwa Athiyyah belajar tafsir kepada Al Kalbi dan memberikan kuniyah Abu Said kepadanya agar dianggap Abu Said Al Khudri.

.

Al Kalbi adalah Muhammad As Sa’ib Al Kalbi seorang yang dikenal sangat dhaif dan matruk. Disini Imam Ahmad menyatakan bahwa Athiyyah memberikan nama panggilan Abu Said kepada Al Kalbi sehingga ketika ia meriwayatkan hadis Al Kalbi dengan sebutan Abu Said, orang-orang akan mengira bahwa yang dimaksud adalah Abu Said Al Khudri padahal sebenarnya Al Kalbi

.

Alasan ini memang sangat cukup untuk menyatakan dhaifnya hadis Athiyyah apalagi bahkan hampir sebagian besar hadis Athiyyah adalah dari Abu Said Al Khudri RA. Hal yang senada sangat jelas dikatakan Ibnu Hibban, beliau memasukkan Athiyyah dalam daftar perawi dhaif dalam kitabnya Al Majruhin no 807

سمع من أبي سعيد الخدري أحاديث فما مات أبو سعيد جعل يجالس الكلبي ويحضر قصصه فإذا قال الكلبي قال رسول الله بكذا فيحفظه وكناه أبا سعيد ويروي عنه فإذا قيل له من حدثك بهذا فيقول حدثني أبو سعيد فيتوهمون أنه يريد أبا سعيد الخدري وإنما أراد به الكلبي فلا يحل الاحتجاج به ولا كتابة حديثه إلا على جهة التعجب

Athiyyah mendengar hadis dari Abu Said Al Khudri kemudian setelah Abu Sa’id wafat ia belajar pada Al Kalbi. Ketika Al Kalbi berkata Rasulullah bersabda ‘demikian, demikian’ maka Athiyyah menghafalkannya dan meriwayatkan hadis itu dengan menyebut Al Kalbi sebagai Abu Sa’id. Ketika ditanya siapa yang meriwayatkan kepadamu, ia menjawab Abu Sa’id. Orang-orang mengira ini Abu Sa’id Al Khudri padahal sebenarnya Al Kalbi. Oleh karena itu hadisnya tidak halal diriwayatkan, tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak perlu ditulis kecuali untuk menunjukkan keheranan.

.

Alasan Imam Ahmad dan Ibnu Hibban ini memang merupakan bukti yang kuat, kamipun awalnya sempat percaya dan setuju bahwa hadis Athiyyah itu dhaif dan bisa menjadi I’tibar jika didukung oleh perawi lain. Tapi ternyata bukti kuat ini memiliki cacat yang fatal jika dianalisis dengan seksama.

.

.

Cacat Fatal
Bagaimana bisa Imam Ahmad dan Ibnu Hibban yang terpisah waktu yang begitu jauhnya dari Athiyyah bisa mengetahui kelakuan Athiyyah yang dikatakan tadlis?, bagaimana bisa mereka tahu kalau Athiyyah memanggil Al Kalbi dengan sebutan Abu Sa’id?. Pertanyaan itulah yang mengusik kami sehingga membuat kami menelaah kembali masalah ini.

  • Perhatikan perkataan Imam Ahmad “Telah disampaikan kepadaku”. Jika kita analisis dengan kritis maka kita dapat bertanya, siapa yang menyampaikan kepada Imam Ahmad, begitu pula Ibnu Hibban
  • Ibnu Hibban jelas tidak sezaman dengan Athiyyah jadi bagaimana bisa ia mengetahui kelakuan tadlis Athiyyah dalam meriwayatkan hadis.

Dalam kitab Al Ilal Ma’rifat Ar Rijal no 4502, Imam Ahmad menyatakan bahwa Sufyan Ats Tsawri mendhaifkan hadis Athiyyah. Dan dalam Al Ilal Ma’rifat Ar Rijal no 1307 dan 4500 disebutkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata

حدثني أبي قال حدثنا أبو أحمد الزبيري قال سمعت سفيان الثوري قال سمعت الكلبي قال كناني عطية أبا سعيد

Telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Zubairi yang berkata telah mendengar dari Sufyan Ats Tsawri yang berkata telah mendengar dari Al Kalbi yang berkata ”Athiyyah memanggilku dengan sebutan Abu Sa’id”.

.

Kemudian disebutkan pula dalam Al Majruhin no 807 riwayat lain yang menjadi hujjah bagi Ibnu Hibban

بن نمير يقول قال لي أبو خالد الأحمر قال لي الكلبي قال لي عطية كنيتك بأبي سعيد قال فأنا أقول حدثنا أبو سعيد

Ibnu Numair mengatakan telah berkata Abu Khalid Al Ahmar yang mengatakan telah berkata Al Kalbi bahwa Athiyyah berkata kepadaku ”aku akan memanggilmu dengan sebutan Abu Said” dan ia mengatakan ”kemudian aku akan berkata “telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id”.

.

Dari kedua riwayat di atas diketahui bahwa baik Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan Sufyan Ats Tsauri menyatakan dhaifnya hadis Athiyyah berdasarkan kesaksian seseorang yaitu Al Kalbi. Tuduhan tadlis Athiyyah dimana ia memanggil Al Kalbi dengan sebutan Abu Sa’id justru bersumber dari Al Kalbi sendiri. Dan tuduhan ini tidak bisa dijadikan pegangan karena Al Kalbi adalah seorang yang pendusta dan matruk. Sehingga perkataannya bahwa Athiyyah begini begitu jelas tidak bisa dipercaya.

.

.

Al Kalbi adalah Muhammad bin As Sa’ib Al Kalbi
An Nasa’i dalam Ad Dhu’afa no 514 berkata

محمد بن السائب أبو النضر الكلبي متروك الحديث كوفي

Muhammad bin As Saib Abu Nadhr Al Kalbi adalah orang kufah yang matruk

Perawi matruk adalah perawi yang terbiasa dan terbukti berdusta perkataannya sehingga hadisnya tidak bisa dijadikan hujjah karena tertuduh berdusta dalam hadisnya. Oleh karena itu perkataan Al Kalbi tentang Athiyyah adalah bagian dari kedustaan Al Kalbi karena Athiyyah terbukti seorang yang jujur dan sangat amanah dalam agamanya, bukankah cerita yang dibawakan Ibnu Saad menjadi bukti bahwa Athiyyah lebih suka mendapat hukuman yang berat dari Al Hajjaj daripada mencaci maki Ali.

.

.

Selain itu Al Kalbi telah dikenal sebagai perawi dhaif dan pendusta dimana hampir setiap kitab Dhu’afa pasti memuat dirinya. Al Kalbi telah dimasukkan

  • Daruquthni dalam kitabnya Ad Dhu’afa wal Matrukin no 469
  • Bukhari dalam Ad Dhu’afa As Shaghir no 322 dimana disebutkan kalau Al Kalbi seorang pendusta
  • Al Uqaili juga mengatakan Al Kalbi pendusta dalam Kitabnya Ad Dhu’afa no 1632
  • Abu Nu’aim dalam kitabnya Ad Dhu’afa no 210 mengatakan kalau Al Kalbi adalah pemalsu hadis bahkan
  • Ibnu Hibban sendiri mendhaifkannya dalam Al Majruhin no 930.

Jadi bagaimana bisa kata-kata Al Kalbi dijadikan pegangan untuk mencacatkan orang lain. Bukankah seorang pendusta tidak diterima perkataannya.

.

.

Kesimpulan
Pembahasan panjang di atas telah membuktikan bahwa Athiyyah adalah seorang yang jujur dan hadisnya hasan sebagaimana beliau telah dita’dilkan oleh para Ulama besar seperti Ibnu Main, Ibnu Sa’ad, Imam Tirmidzi, Ibnu Syahin, Ibnu Khuzaimah, Al Ajli, Al Bazzar dan Ibnu Hajar. Sedangkan semua Ulama yang mendhaifkannya tidak memiliki dasar atau alasan yang kuat. Sebagian hanya karena kecenderungan mahzab yang terkait syiah dan tasyayyu’, sebagian karena tuduhan yang tidak berdasar dan sisanya hanya sekedar taklid atau mengikut semata. Oleh karena itu perkataan yang menta’dilkan atau memuji Athiyyah lebih didahulukan ketimbang pencacatan yang tidak berdasar. Dengan ini cukup sudah pembahasan panjang kami, semoga bermanfaat bagi semua.

.

Salam Damai

.

.

Catatan :

  • Maafkan kalau tulisan ini sangat membosankan
  • Sayangnya kami masih sangat sibuk sekarang 😦

25 Tanggapan

  1. Jenius Anda, secondprince! 😀 Luar biasa usaha Anda melacak sumber kabar yg men-jarh ‘Athiyyah Al-‘Awfi. Terima kasih. Semoga Allah terus melimpahi Anda dengan rahmat & hidayah-Nya. Sekalipun sibuk, semoga itu memberi barakah & kesuksesan pada Anda. Salam ‘alaykum.

  2. @Badari
    biasa aja kok Mas, terimakasih doanya. wah lama gak kelihatan nih 🙂
    Salam

  3. @Ibnu Adi
    So, kenapa Mas dengan tulisan itu?
    atau cuma ngelink ya, kan lebih enak kalau komentar di tulisan yang berkaitan, tapi terimakasih saja deh
    Salam

  4. @SP
    lama gak keliatan krn saya jarang tulis komentar (alasan: saya sibuk, sama dgn alasan Anda), tapi nyaris tiap hari, saya tengok & “santap” tulisan Anda di blog ini 😀 .
    Setelah telaahan yg panjang, kenapa Anda menilai hadis ‘Athiyyah berderajat hasan? Belum layakkah hadis ‘Athiyyah divonis shahih?

    Hadis yg Anda kutip dari Al-Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr, juz 3, hal. 1090, bisakah diinfokan sanadnya? Hadis tsb menggunakan kalimat taklangsung dari 7 sahabat Nabi saw. dan redaksi kalimat terakhirnya merupakan penyimpulan orang lain [siapa orang lain itu?] thd 7 Shahabat tsb. Bisakah diinfokan hadis dgn tema yg sama, yg matannya berupa kalimat langsung dari 7 Shahabat tsb?
    Salam ‘alaykum.

  5. mas secong prince numpang nanya…anda ini dokter apa ustad sih….ato dua2nya…
    kok bisa njelimet gitu bahasannya…

    salut dan semoga Allah dan rasul saww serta keluarganya melimpahkan kecerdasan ,kejernihan serta kesehatan pada anda..

  6. @Badari

    Setelah telaahan yg panjang, kenapa Anda menilai hadis ‘Athiyyah berderajat hasan? Belum layakkah hadis ‘Athiyyah divonis shahih?

    Kalau yang ini, saya hanya mau berhati-hati kok. Setidaknya dalam tahap ini saya masih menganggap hadisnya hasan. Btw salah satu teman diskusi saya telah menilai hadis Athiyyah sebagai shahih.

    Hadis yg Anda kutip dari Al-Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr, juz 3, hal. 1090, bisakah diinfokan sanadnya? Hadis tsb menggunakan kalimat taklangsung dari 7 sahabat Nabi saw. dan redaksi kalimat terakhirnya merupakan penyimpulan orang lain [siapa orang lain itu?] thd 7 Shahabat tsb. Bisakah diinfokan hadis dgn tema yg sama, yg matannya berupa kalimat langsung dari 7 Shahabat tsb?

    Saya cuma mengutip apa yang ditulis Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab. Mengenai hadis tersebut, untuk saat ini belum bisa deh. Masalahnya butuh waktu dan saya lagi kurang banget masalah waktu. Kalau gak sempat mungkin saya bisanya memposting tulisan yang memang sudah ada di draft. So maafkan, maafkan 🙂

    @Bob

    mas secong prince numpang nanya…anda ini dokter apa ustad sih….ato dua2nya…
    kok bisa njelimet gitu bahasannya…

    Mungkin bukan dua-duanya Mas :mrgreen: , saya ini cuma orang biasa yang bukan apa-apa dan dak ada apa-apanya.
    Salam

  7. apakah ada bukti bahwa Athiyyah Al Aufi mengakui imamah ahlulbait yang 12?

  8. @Abdul Hakim A
    so apa hubungannya pertanyaan anda dengan tulisan saya di atas? *aneh*

  9. […] pendusta dan pemalsu hadis. Sayang sekali tuduhan ini tidak berdasar dan saya telah membahas tuntas kredibilitas Athiyyah dalam tulisan yang khusus. Kesimpulannya Hadis Athiyyah adalah hasan dan mereka yang mengatakan dhaif telah […]

  10. […] Al Aufy adalah seorang yang hadisnya hasan, kami telah membuat pembahasan yang khusus mengenai Beliau. Beliau adalah seorang tabiin dan pencacatan terhadapnya tidaklah tsabit seperti yang telah kami […]

  11. […] Al Aufy adalah seorang yang hadisnya hasan, kami telah membuat pembahasan yang khusus mengenai Beliau. Beliau adalah seorang tabiin dan pencacatan terhadapnya tidaklah tsabit seperti yang telah kami […]

  12. […] pendusta dan pemalsu hadis. Sayang sekali tuduhan ini tidak berdasar dan saya telah membahas tuntas kredibilitas Athiyyah dalam tulisan yang khusus. Kesimpulannya Hadis Athiyyah adalah hasan dan mereka yang mengatakan dhaif telah […]

  13. […] Al Aufy adalah seorang yang hadisnya hasan, kami telah membuat pembahasan yang khusus mengenai Beliau. Beliau adalah seorang tabiin dan pencacatan terhadapnya tidaklah tsabit seperti yang telah kami […]

  14. […] Al Aufy adalah seorang yang hadisnya hasan, kami telah membuat pembahasan yang khusus mengenai Beliau. Beliau adalah seorang tabiin dan pencacatan terhadapnya tidaklah tsabit seperti yang telah kami […]

  15. […] Al Aufy adalah seorang yang hadisnya hasan, kami telah membuat pembahasan yang khusus mengenai Beliau. Beliau adalah seorang tabiin dan pencacatan terhadapnya tidaklah tsabit seperti yang telah kami […]

  16. […] seperti Sufyan, Ahmad dan Ibnu Hibban serta yang lainnya dengan alasan tadlis syuyukh. Telah kami buktikan kalau tuduhan ini tidaklah tsabit sehingga yang rajih adalah penta’dilan terha…. Satu-satunya kelemahan pada Athiyah bukan terletak pada ‘adalah-nya tetapi pada dhabit-nya. Abu […]

  17. Terima kasih kepada Sp atas penulisan yang baik

    Namun saya ada beberapa kekeliruan

    1. Daripada nukilan anda, anda membuktikan ‘Atiyah seorang yang tsiqah.Tapi anda tidak membuktikan dia seorang yang dhabit

    Sebab itulah al-Ijli sendiri disamping menyatakan dia tsiqat, dia tidak kuat dan Ibnu Hajar juga menyatakan dia melakukan kesalahan

    Maka bagaimana hadithnya boleh dianggap hasan sedangkan dia ada masalah pada ingatannya?

    2. Apabila didapati dia seorang yang tasayyu’ maka mana mungkin diterima hadith-hadith yang ada kaitan dengan aqidahnya?? Bukankah ini menunjukkan bias? Sebab itulah saya dapati pernyataan as-Saji boleh diterima dalam konteks periwayatan ‘Atiyah yang ada sangkut paut dengan syiah tidak boleh diterima.

    3. Anda katakan tuduhan tadlis Athiyyah dimana ia memanggil Al Kalbi dengan sebutan Abu Sa’id justru bersumber dari Al Kalbi sendiri. Saya agak musykil, anda sendiri menyatakan Ibnu Hibban menda’fikan al-Kalbi maka bagaimana mungkin sebab tadlis ini adalah berdasarkan riwayat yang anda sebutkan??

    Boleh jadi tadlis yang dinyatakan Ahmad dan Ibnu Hibban datang dari sumber lain namun tidak disebutkan dalam kitabnya.

    Mohon pencerahan

  18. Selain itu, saya juga dapati ada ulama yang tidak menganggapnya tsiqah selain da’if

    Telah berkata Abu Sa’iid’. Husyaim telah mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal, no. 1306 dan Al-Kaamil 7/84 no. 1530].

    Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir, hal. 1064 no. 1395].

    Juga riwayat Ibnu Abi Maryam, bahwasannya Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif, kecuali jika ia menuliskan haditsnya” [Al-Kaamil, 7/84 no. 1530].

    Abu Haatim berkata : “Dla’iiful-hadiits, ditulis haditsnya. Abu Nadlrah lebih aku sukai daripadanya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125].

    Abu Zur’ah berkata : “Layyin (lemah)” [idem]. An-Nasaa’iy berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun no. 481].

    Al-Bukhaariy berkata : “Telah berkata Ahmad terhadap hadits ‘Abdul-Malik dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Telah aku tinggalkan pada kalian ats-tsaqalain…’ : “Hadits-Hadits orang-orang Kuffah ini munkar” [Taariikh Ash-Shaghiir, 1/267].

    Abu Dawud berkata : “Ia bukan termasuk orang yang dipercaya (dapat dijadikan sandaran)” [Suaalaat Abi ‘Ubaid Al-Aajuriiy, hal. 105 no. 24].

    Ad-Daaruqthniy berkata : “Mudltharibul-hadiits” [Al-‘Ilal, 4/291].

    Di tempat lain ia juga berkata : “Dla’iif” [As-Sunan, 4/39 – dari Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 453].

    Ibnu ‘Adiy berkata : “Bersamaan dengan kedla’ifannya, ia ditulis haditsnya” [Al-Kaamil, 7/85].

    Adz-Dzahabiy berkata : “Para ulama telah mendla’ifkannya” [Al-Kaasyif 2/27 no. 3820].

  19. @ingin tahu

    1. Daripada nukilan anda, anda membuktikan ‘Atiyah seorang yang tsiqah.Tapi anda tidak membuktikan dia seorang yang dhabit

    Sebab itulah al-Ijli sendiri disamping menyatakan dia tsiqat, dia tidak kuat dan Ibnu Hajar juga menyatakan dia melakukan kesalahan

    Maka bagaimana hadithnya boleh dianggap hasan sedangkan dia ada masalah pada ingatannya?

    Perawi yang dita’dilkan oleh sebagian ulama dan dicacatkan oleh sebagian yang lain maka penentuan hukumnya harus berdasarkan metode ulumul hadis yaitu pencacatannya harus disertakan alasan yang jelas. Jika alasannya tidak tsabit maka dikuatkan yang menta’dilkan. Kemudian memang terdapat sebagian ulama yang mencacatkan dari sisi “dhabitnya” seperti Abu Zur’ah yang berkata “layyin” dan Abu Hatim yang berkata “dhaif ditulis hadisnya”. Perawi yang telah tetap penta’dilannya tetapi memiliki cacat yang dinyatakan lafaz seperti ini kedudukannya tidak mutlak menjadi dhaif tetapi harus dilihat apakah ada ulama yang dengan tegas menyatakan kalau hafalannya memang buruk, jika ada maka jatuhlah ia ke dalam derajat dhaif karena hafalan buruk tetapi jika perawi itu telah dita’dilkan dan terdapat cacat dengan lafaz “layyin” tanpa ada penegasan soal hafalannya buruk maka hadisnya masih berkedudukan hasan. Tentu saja pernyataan kami tidak mutlak benar tetapi silakan kalau mau berbeda pendapat dan menyampaikan hujjah lebih lanjut. Insya Allah kami akan menerima dan meneliti kembali pandangan kami.

    2. Apabila didapati dia seorang yang tasayyu’ maka mana mungkin diterima hadith-hadith yang ada kaitan dengan aqidahnya?? Bukankah ini menunjukkan bias? Sebab itulah saya dapati pernyataan as-Saji boleh diterima dalam konteks periwayatan ‘Atiyah yang ada sangkut paut dengan syiah tidak boleh diterima.

    Maaf tetapi andalah yang sedang bias. Anda belum memahami dengan baik apa makna tasyayyu’. Jika tasyayyu’ itu diartikan Syiah rafidhah maka saya tanya apakah pada zaman Imam Ali bin Abi Thalib sudah ada mazhab syiah rafidhah, saya rasa tidak. Jadi pengertian tasyayyu’ yang disematkan pada Athiyyah [jika memang benar ia tasyayyu’] adalah orang yang mengutamakan Ali dibanding semua sahabat lain. Keyakinan ini adalah benar dan berlandaskan pada hadis-hadis shahih. Jadi tidak ada istilah yang anda katakan bias karena terkait dengan akidahnya. memangnya akidah mana yang anda maksud?.

    3. Anda katakan tuduhan tadlis Athiyyah dimana ia memanggil Al Kalbi dengan sebutan Abu Sa’id justru bersumber dari Al Kalbi sendiri. Saya agak musykil, anda sendiri menyatakan Ibnu Hibban menda’fikan al-Kalbi maka bagaimana mungkin sebab tadlis ini adalah berdasarkan riwayat yang anda sebutkan??

    Kenyataannya memang itulah yang disebutkan dalam kitab Ibnu Hibban. Ia jelas-jelas mengutip riwayat Al Kalbi tidak ada riwayat lain. Tuduhan atas dasar riwayat pendusta jelas tidak bisa diterima

    Boleh jadi tadlis yang dinyatakan Ahmad dan Ibnu Hibban datang dari sumber lain namun tidak disebutkan dalam kitabnya.

    Kalau bicara “boleh jadi” maka para ulama yang mendhaifkan Athiyyah boleh jadi keliru karena mereka hanya ikut mengikut tuduhan tadlis dari Al Kalbi. Intinya kalau anda bebas menggunakan hujjah “boleh jadi” maka apa yang mencegah saya juga berhujjah dengan “boleh jadi” pula. kalau memang ada riwayat lain silakan tuh ditampilkan

    Kemudian saya rasa anda tidak perlu mengutip perkataan para ulama yang mendhaifkan Athiyyah seolah-olah kami tidak mengetahuinya. Jelas-jelas apa yang anda kutip sebagian besar sudah kami tampilkan di atas dan sudah kami bahas sehingga sampai pada kesimpulan Athiyyah seorang yang hadisnya hasan.

  20. Saya masih tidak bersetuju dengan ulasan Sp

    1. Kita dapati sebahagian ulama mentsiqahkannya dan sebahagian lagi menda’ifkannya. Maka kesimpulan mudah ialah dia lemah walaupun tsiqah. Ketiadaan jarah mufassar tidak menolak bahawa dia perawi yang lemah. Maka dengan menjamakkan riwayat ulama maka dapat diketahui ‘Atiyyah perawi yang lemah walaupun tsiqah

    Saya tidak anggap ketiadaan jarah mufassar menjadikan hadithnya hasan. Bagi saya ia keliru

    2. Saya boleh menerima hujah SP bahawa jarah mufassar oleh Ibnu Hibban dan Ahmad tidak boleh diterima kerana ia datang sendiri dari al-Kalbi. Namun saya menyakini penolakan mereka bukan atas ia dari al-Kalbi kerana ternyata mereka sendiri mengetahui kelemahan beliau.

    3. Biarpun tasayyu’ nya hanya sekadar menganggap keutamaan Ali berbanding sahabah lain. Dah tentu dia akan bias dengan doktrin syiah yang lainnya. Maka penerimaan hadith oleh mereka yang tasayyu’ yang menyokong doktrin syiah tidak boleh diterima

  21. […] seperti Sufyan, Ahmad dan Ibnu Hibban serta yang lainnya dengan alasan tadlis syuyukh. Telah kami buktikan kalau tuduhan ini tidaklah tsabit sehingga yang rajih adalah penta’dilan terha…. Satu-satunya kelemahan pada Athiyah bukan terletak pada ‘adalah-nya tetapi pada dhabit-nya. Abu […]

  22. Mungkin akan menarik kalo Mas SP menulis juga hubungan antara Abu Mikhnaf Luth bin Yahya, si penulis Maqtal al-Husain, dan Hisyam bin Muhammad bin Sa’ib al-Kalbi dengan Abu Nadhr Muhammad bin Sa’ib al-Kalbi.

    Adakah hubungannya si matruk al-hadits ini dengan Abu Mikhnaf atau nggak?

  23. Dengan alasan para sebagian muhadith bahwa athiyyah Al aufi bahwa ia disinyalir syiah itu sudah cukup bagi says mengikuti pendapat yg melemahkan hadits2 athiyyah

    WallAhuAlam

  24. andaikn ada sumber buku atau referensinya.. aku bisa pakai sebagai referensi sekripsiku.. tapi kalo gak ada jadi ragu ngabil data yand disampaikan penulis diatas…

Tinggalkan komentar