Pengakuan Ummu Salamah : Dirinya Bukan Ahlul Bait Dalam Al Ahzab 33

Pengakuan Ummu Salamah : Dirinya Bukan Ahlul Bait Dalam Al Ahzab 33

Telah disebutkan dalam riwayat shahih kalau istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah Ahlul Bait dan telah disebutkan dalam riwayat shahih kalau Keluarga Ali, Keluarga Ja’far dan  Keluarga Abbas juga adalah Ahlul Bait Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Lantas apakah Ahlul Bait dalam surat Al Ahzab ayat 33 ditujukan untuk mereka semua?. Jawabannya tidak, tidak diperselisihkan kalau keluarga Abbas dan keluarga Ja’far tidak termasuk Ahlul Bait dalam Al Ahzab ayat 33 [Ayat tathiir]. Perselisihan yang terjadi adalah apakah istri-istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] termasuk Ahlul Bait dalam surah Al Ahzab 33 atau bukan?.

Diriwayatkan dengan sanad yang shahih kalau Ahlul Bait dalam Al Ahzab 33 adalah ahlul kisa’ yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Sayyidah Fathimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husein. Ummu Salamah sendiri sebagai salah satu istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengakui kalau ayat tathiir turun di rumahnya dan dirinya bukan termasuk dalam ayat tersbeut.

وحدثنا ابن أبي داود أيضا قال حدثنا سليمان بن داود المهري قال حدثنا عبد الله بن وهب قال حدثنا أبو صخر عن أبي معاوية البجلي عن سعيد بن جبير عن أبي الصهباء عن عمرة الهمدانية قالت قالت لي أم سلمة أنت عمرة ؟ قالت : قلت نعم يا أمتاه ألا تخبريني عن هذا الرجل الذي أصيب بين ظهرانينا ، فمحب وغير محب ؟ فقالت أم سلمة أنزل الله عز وجل إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا وما في البيت إلا جبريل ورسول الله صلى الله عليه وسلم وعلي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهما وأنا فقلت : يا رسول الله أنا من أهل البيت ؟ قال أنت من صالحي نسائي قالت أم سلمة : يا عمرة فلو قال نعم كان أحب إلي مما تطلع عليه الشمس وتغرب

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dawud yang berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Al Mahriy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shakhr dari Abu Muawiyah Al Bajaliy dari Sa’id bin Jubair dari Abi Shahba’ dari ‘Amrah Al Hamdaniyah yang berkata Ummu Salamah berkata kepadaku “engkau ‘Amrah?”. Aku berkata “ya, wahai Ibu kabarkanlah kepadaku tentang laki-laki yang gugur di tengah-tengah kita, ia dicintai sebagian orang dan tidak dicintai oleh yang lain. Ummu Salamah berkata “Allah SWT menurunkan ayat Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, dan ketika itu tidak ada di rumahku selain Jibril, Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan aku, aku berkata “wahai Rasulullah apakah aku termasuk Ahlul Bait?”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “engkau termasuk istriku yang shalih”. Ummu Salamah berkata “wahai ‘Amrah sekiranya Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab iya niscaya jawaban itu lebih aku sukai daripada semua yang terbentang antara timur dan barat [dunia dan seisinya] [Asy Syari’ah Al Ajjuri 4/248 no 1542]

Hadis ini sanadnya shahih. Diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya, ‘Amrah Al Hamdaniyah adalah tabiin wanita di kufah yang tsiqat dikenal meriwayatkan dari Ummu Salamah.

  • Ibnu Abi Dawud adalah Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy’at As Sijistani putra dari Abu Dawud, kuniyahnya Abu Bakar sehingga lebih dikenal dengan sebutan Abu Bakar bin Abi Dawud. Al Khalili menyebutnya Al Hafizh Al Imam Baghdad seorang alim yang muttafaq ‘alaihi [Al Irshad Al Khalili 2/6]. Ia termasuk Syaikh [guru] Ath Thabrani, seorang yang hafiz tsiqat dan mutqin [Irsyad Al Qadhi no 576]
  • Sulaiman bin Dawud Al Mahriy adalah perawi Abu Dawud dan Nasa’i. Nasa’i menyatakan ia tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 317]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/384]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat faqih [Al Kasyf no 2083]
  • ‘Abdullah bin Wahb bin Muslim Al Qurasiy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ahmad menyatakan shahih hadisnya. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah, Ibnu Sa’ad dan Al Ijli juga menyatakan tsiqat. Nasa’i menyatakan tsiqat. As Saji berkata “shaduq tsiqat”. Al Khalili berkata “tsiqat muttafaq ‘alaihi” [At Tahdzib juz 6 no 141]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat faqih hafizh dan ahli ibadah [At Taqrib 1/545]
  • Abu Shakhr adalah Humaid bin Ziyad perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Yahya bin Sa’id Al Qaththan telah meriwayatkan darinya itu berarti Humaid tsiqat dalam pandangannya. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Daruquthni menyatakan ia tsiqat. [At Tahdzib juz 3 no 69]. Al Ijli menyatakan Humaid bin Ziyad tsiqat [Ma’rifat Ats Tsiqat no 362]. Terdapat perselisihan mengenai pendapat Ibnu Ma’in terhadapnya. Dalam riwayat Ad Darimi dari Ibnu Ma’in menyatakan “tsiqat tidak ada masalah” [Al Jarh Wat Ta’dil juz 3 no 975]. Dalam riwayat Ibnu Junaid dari Ibnu Ma’in menyatakan “tidak ada masalah padanya” [Sualat Ibnu Junaid no 835]. Dalam riwayat Ishaq bin Manshur dari Ibnu Ma’in menyatakan “dhaif” [Al Jarh Wat Ta’dil juz 3 no 975]. Dalam riwayat Ibnu Abi Maryam dari Ibnu Ma’in menyatakan “dhaif” [Al Kamil Ibnu Adiy 2/236]. An Nasa’i memasukkannya dalam Adh Dhu’afa dan berkata “tidak kuat” [Adh Dhu’afa An Nasa’i no 143]. Yang rajih disini Humaid bin Ziyad adalah seorang yang tsiqat, Ibnu Ma’in telah mengalami tanaqudh dimana ia melemahkannya tetapi juga menguatkannya sedangkan pernyataan Nasa’i “tidak kuat” berarti ia seorang yang hadisnya hasan dalam pandangan An Nasa’i [tidak mencapai derajat shahih].
  • Abu Muawiyah Al Bajaliy adalah ‘Ammar bin Muawiyah Ad Duhniy perawi Muslim dan Ashabus Sunan. Telah meriwayatkan darinya Syu’bah yang berarti ia tsiqat dalam pandangan Syu’bah. Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Hatim dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 662]. Ibnu Hajar menyatakan “shaduq” tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau ‘Ammar Ad Duhniy seorang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4833]
  • Sa’id bin Jubair adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Qasim Ath Thabari berkata tsiqat imam hujjah kaum muslimin. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan menyatakan faqih ahli ibadah memilik keutamaan dan wara’. [At Tahdzib juz 4 no 14]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit faqih” [At Taqrib 1/349]. Al Ijli berkata “tabiin kufah yang tsiqat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 578]
  • Abu Shahba’ Al Bakriy namanya adalah Shuhaib termasuk perawi Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i. Abu Zur’ah menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Nasa’i menyatakan “dhaif” [At Tahdzib juz 4 no 771]. Al Ijli berkata “Shuhaib mawla Ibnu Abbas tabiin Makkah yang tsiqat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 770]. Ibnu Khalfun menyebutkannya dalam Ats Tsiqat [Al Ikmal Mughlathai 2/198]. Yang rajih dia seorang yang tsiqat, sedangkan pernyataan Nasa’i tidak memiliki asal penukilan yang shahih, namanya tidak tercantum dalam kitab Adh Dhu’afa milik Nasa’i.
  • ‘Amrah Al Hamdaniyah adalah tabiin wanita kufah yang tsiqat. Dalam riwayat lain disebutkan kalau ia adalah ‘Amrah binti Af’a atau ‘Amrah binti Syafi’ [menurut Ibnu Hibban]. Al Ijli berkata “tabiin wanita kufah yang tsiqat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 2345]. Ibnu Hibban menyebutkan dalam Ats Tsiqat, ‘Amrah binti Asy Syaafi’ meriwayatkan dari Ummu Salamah dan telah meriwayatkan darinya ‘Ammar Ad Duhniy [Ats Tsiqat Ibnu Hibban juz 5 no 4880]

Jadi para perawi yang meriwayatkan hadis di atas dalah para perawi tsiqat sehingga hadis tersebut shahih. Tetapi para pendengki yang buruk ternyata tidak henti-hentinya menyebarkan syubhat untuk melemahkan hadis di atas. Diantara syubhat mereka ada yang memang layak ditanggapi dan ada pula yang tidak. Melemahkan salah satu perawinya adalah usaha yang sia-sia karena yang rajih para perawinya tsiqat seperti yang telah dibahas di atas. Syubhat lain yang dilontarkan adalah ‘Ammar Ad Duhniy tidak mendengar dari Sa’id bin Jubair jadi riwayat itu terputus. Disebutkan dari Al Qawaririy dari Abu Bakar bin ‘Ayasy bahwa ‘Ammar Ad Duhniy tidak mendengar dari Sa’id bin Jubair [Ilal Ma’rifat Ar Rijal no 3033]. Pernyataan ini tidak benar karena Ammar Ad Duhny telah mendengar dari Sa’id bin Jubair.

Al Bukhari telah menyebutkan biogarfi ‘Ammar bin Mu’awiyah Ad Duhniy dan berkata “mendengar dari Abu Thufail dan Sa’id bin Jubair” [Tarikh Al Kabir juz 7 no 120] kemudian Imam Muslim berkata

أبو معاوية عمار بن أبي معاوية الدهني سمع أبا الطفيل وسعيد بن جبير روى عنه الثوري أبو مودود وأبو صخر

Abu Mu’awiyah ‘Ammar bin Abi Muawiyah Ad Duhniy telah mendengar dari Abu Thufail dan Sa’id bin Jubair, telah meriwayatkan darinya Ats Tsawriy, Abu Mawdudi dan Abu Shakhr [Al Asma’ Wal Kuna Muslim 1/758 no 3803]

Selain itu ‘Ammar Ad Duhniy sendiri menyatakan kalau ia pernah bertemu Sa’id bin Jubair dan bertanya kepadanya, sebagaimana yang disebutkan oleh Abdurrazaq

أخبرنا عبد الرزاق قال أخبرنا بن عيينة عن عمار الدهني قال سألت سعيد بن جبير

Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdurrazaq yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Uyainah dari ‘Ammar Ad Duhniy yang berkata aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair [Mushannaf Abdurrazaq 8/26 no 14160]

Jadi pernyataan Abu Bakar bin ‘Ayasy kalau ‘Ammar tidak mendengar dari Sa’id bin Jubair itu tidak shahih. Abu Bakar bin ‘Ayasy sendiri memang seorang yang tsiqat atau shaduq tetapi disebutkan kalau ia banyak melakukan kesalahannya karena hafalan yang buruk atau mengalami ikhtilath di akhir umurnya. Ahmad terkadang berkata “tsiqat tetapi melakukan kesalahan” dan terkadang berkata “sangat banyak melakukan kesalahan”. Muhammad bin Abdullah bin Numair mendhaifkannya, Al Ijli menyatakan ia tsiqat tetapi sering salah. Ibnu Sa’ad juga menyatakan ia tsiqat shaduq tetapi banyak melakukan kesalahan, Al Hakim berkata “bukan seorang yang hafizh di sisi para ulama” Al Bazzar juga mengatakan kalau ia bukan seorang yang hafizh. Yaqub bin Syaibah berkata “hadis-hadisnya idhthirab”. As Saji berkata “shaduq tetapi terkadang salah”. [At Tahdzib juz 12 no 151]. Ibnu Hajar berkata “tsiqah, ahli ibadah, berubah hafalannya di usia tua, dan riwayat dari kitabnya shahih” [At Taqrib 2/366].

Bisa jadi riwayat Abu Bakar bin ‘Ayasy ini bagian dari keburukan hafalannya atau bagian dari ikhtilathnya dimana tidak diketahui apakah Al Qawaririy meriwayatkan sebelum atau sesudah ia mengalami ikhtilath. Jadi riwayat Abu Bakar bin ‘Ayasy tidak bisa dijadikan hujjah apabila bertentangan dengan pendapat ulama lain dan riwayat shahih lain kalau ‘Ammar bertemu dengan Sa’id bin Jubair. Dari hadis di atas terdapat beberapa faedah yang bisa kita ambil

  • Al Ahzab 33 ayat tathiir turun di rumah Ummu Salamah dimana saat itu berkumpul Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Sayyidah Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husein
  • Ayat tathiir turun untuk Ahlul kisa’ dan hal ini menjadi keutamaan bagi mereka, sehingga ketika ‘Amrah bertanya kepada Ummu Salamah tentang Ali maka Ummu Salamah menyebutkan keutamaan ini.
  • Ummu Salamah bukan ahlul bait dalam ayat tathir karena terdapat perkataan Ummu Salamah jika Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengiyakan atau membenarkan dirinya ahlul bait yang dimaksud maka itu lebih ia sukai dari dunia dan seisinya. Kalau sekiranya Ummu Salamah sebagai istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah ahlul bait dalam Al Ahzab 33 maka dirinya tidak perlu berharap-harap. tidak mungkin mengharapkan sesuatu yang telah ditetapkan, perandaian atau harapan terjadi untuk peristiwa yang memang belum terjadi.
  • Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menunjukkan akhlak yang mulia, dimana Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] menolak Ummu Salamah sebagai ahlul bait dengan penolakan yang halus dan menenangkan bagi Ummu Salamah. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “engkau termasuk istriku yang shalih”. Perkataan ini juga mengisyaratkan kalau istri Nabi bukanlah ahlul bait yang dimaksud dalam Al Ahzab 33 tetapi walaupun begitu istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetap memiliki keutamaan.

Akhir kata mari kita tunggu syubhat salafy yang hati mereka tidak tenang jika keutamaan Ahlul Bait melebihi keutamaan sahabat pujaan mereka. Tiada daya dan upaca kecuali milik Allah SWT. Salam Damai

.

.

Catatan :

Berikut ini adalah tambahan riwayat yang semakna dengan hadis di atas. Riwayat ini menjadi penguat bagi riwayat di atas bahwa Ummu Salamah bukanlah ahlul bait bersama ahlul kisa’

حدثنا محمد بن إسماعيل بن أبي سمينة حدثنا عبد الله بن داود عن فضيل عن عطية عن أبي سعيد عن أم سلمة أن النبي – صلى الله عليه و سلم – غطى على علي و فاطمة و حسن و حسين كساء ثم قال هؤلاء أهل بيتي إليك لا إلى النار قالت أم سلمة : فقلت : يا رسول الله وأنا منهم ؟ قال : لا وأنت على خير

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma’il bin Abi Samiinah yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Dawud dari Fudhail dari ‘Athiyah dari Abu Sa’id dari Ummu Salamah bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menutupi Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dengan kain kemudian berkata “mereka adalah ahlul baitku, kepadamu [ya Allah] jangan masukkan ke dalam neraka”. Ummu Salamah berkata “wahai Rasulullah, apakah aku bersama mereka?. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab “tidak dan engkau di atas kebaikan” [Musnad Abu Ya’la 12/313 no 6888]

Riwayat di atas diriwayatkan para perawi tsiqat dan shaduq kecuali Athiyah. Athiyah bin Sa’ad bin Junadah Al ‘Aufiy adalah perawi yang shaduq tetapi ia dituduh melakukan tadlis syuyukh dari Al Kalbi. Tuduhan tadlis syuyukh ini adalah dusta karena itu berasal dari Al Kalbi sendiri seorang yang pendusta tetapi aneh sekali tuduhan ini malah diikuti oleh para ulama seperti Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hibban.

  • Muhammad bin Isma’il bin Abi Saminah adalah perawi Bukhari dan Abu Dawud. Abu Hatim menyatakan ia tsiqat. Shalih bin Muhammad berkata “tsiqat dan ia lebih terpercaya dari Muhammad bin Yahya bin Abi Samiinah”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 9 no 59].
  • ‘Abdullah bin Dawud bin ‘Aamir Al Hamdhaniy adalah perawi Bukhari dan Ashabus Sunan. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat shaduq ma’mun”. Abu Zur’ah dan Nasa’i berkata “tsiqat”. Abu Hatim menyatakan ia shaduq. Daruquthni dan Ibnu Qani’ menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 5 no 346]
  • Fudhail bin Marzuq termasuk perawi Bukhari [dalam Juz Raf’ul Yadain], Muslim dan Ashabus Sunan. Ats Tsawriy menyatakan ia tsiqat. Ibnu Uyainah menyatakan ia tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Abu Hatim menyatakan ia shalih shaduq banyak melakukan kesalahan dan tidak bisa dijadikan hujjah. Nasa’i berkata “dhaif”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan ia shaduq tasyayyu’ [At Tahdzib juz 8 no 546]. Pendapat yang rajih Fudhail seorang yang hadisnya hasan pembicaraan terhadapnya tidak menurunkan derajatnya dari derajat hasan. Ibnu Ady berkata “Fudhail hadisnya hasan kukira tidak ada masalah padanya” [Al Kamil Ibnu Adiy 6/19].
  • Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah Al ‘Aufiy adalah tabiin yang hadisnya hasan. Ibnu Sa’ad berkata ”seorang yang tsiqat, insya Allah memiliki hadis-hadis yang baik dan sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/304]. Al Ijli berkata ”tsiqat dan tidak kuat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 1255]. Ibnu Syahin memasukkannya sebagai perawi tsiqat dan mengutip Yahya bin Ma’in yang berkata ”tidak ada masalah padanya” [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1023]. At Tirmidzi telah menghasankan banyak hadis Athiyyah Al Aufiy dalam kitab Sunan-nya. Sebagian ulama mendhaifkannya seperti Sufyan, Ahmad dan Ibnu Hibban serta yang lainnya dengan alasan tadlis syuyukh. Telah kami buktikan kalau tuduhan ini tidaklah tsabit sehingga yang rajih adalah penta’dilan terhadap Athiyyah. Satu-satunya kelemahan pada Athiyah bukan terletak pada ‘adalah-nya tetapi pada dhabit-nya. Abu Zur’ah berkata “layyin”. Abu Hatim berkata “dhaif ditulis hadisnya dan Abu Nadhrah lebih aku sukai daripadanya” [At Tahdzib juz 7 no 414]

Di sisi kami, Athiyah bin Sa’ad Al Aufiy adalah seorang yang hadisnya hasan. Kelemahan terhadap dhabit-nya tidak menurunkan hadisnya dari derajat hasan. Dan walaupun salafy bersikeras untuk mendhaifkannya maka dengan penta’dilan terhadapnya dan kelemahan pada dhabit-nya maka Athiyah adalah perawi yang hadisnya bisa dijadikan i’tibar dan syawahid. Hadis ini menjadi penguat bagi hadis riwayat ‘Amrah Al Hamdaniyah karena keduanya berada dalam satu makna yaitu Ummu Salamah mengakui bahwa dirinya tidak bersama mereka [ahlul kisa’] sebagai ahlul bait.


74 Tanggapan

  1. Riwayat hadits di atas bertentangan dengan riwayat yang shahih dari Ummu Salamah, mereka (keluarga Fatimah) baru dipanggil setelah ayat tersebut turun di rumah Ummu Salamah, jadi saat ayat tersebut turun, keluarga fatimah belum ada di rumah Ummu Salamah. Ini saja sudah cukup untuk dikatakan bahwa riwayat tsb tidak cukup kuat utk dijadikan hujjah.

    Al-Ahzab:33 turun untuk Istri2 Nabi SAW sesuai dengan konteks ayat tanpa ada keraguan sedikitpun dan keluarga Fatimah atas dasar do’a Nabi SAW. Inilah yang rajih.

    Dan jawaban Nabi SAW pada riwayat di atas bertentangan dengan riwayat yang shahih dalam shahih Bukhari bahwa semua istri-istri Nabi SAW adalah ahlul bait beliau tanpa terkecuali.

    Perhatikan pembelaan Nabi SAW terhadap salah satu istri beliau yaitu Aisyah dalam peristiwa Haditsul Ifqi :

    قالت فقام رسول الله صلى الله عليه و سلم على المنبر فاستعذر من عبدالله بن أبي ابن سلول قالت فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو على المنبر يا معشر المسلمين من يعذرني من رجل قد بلغ أذاه في أهل بيتي فوالله ما علمت على أهلي إلا خيرا

    Kemudian Rasulullah SAW berpidato di mimbar, menyatakan keberatannya atas tuduhan yang diprakarsai Abdullah bin Ubay bin Salul. Sabda beliau di mimbar, “Hai kaum muslimin! Siapakah diantara tuan-tuan yang setuju dengan penolakanku atas tuduhan yang telah mencemarkan nama baik ahlul baitku ? Demi Allah, aku yakin keluargaku bersih dari tuduhan kotor yang tidak benar itu….. (HR Muslim No. 2770)

    Jadi berhati-hatilah mengeluarkan istri2 Nabi dari lingkup ahlul bait beliau hanya dengan riwayat yang masih diperselisihkan keshahihannya oleh para ulama hadits, sungguh tidak akan tenang hati orang2 syi’ah dan semisalnya karena mengetahui ayat Al-Ahzab:33 ternyata memang turun buat istri2 Nabi SAW disamping ahlul Kisa’. tiada daya dan upaya selain milik Allah Azza wa Jalla.

  2. @sok tau banget

    Riwayat hadits di atas bertentangan dengan riwayat yang shahih dari Ummu Salamah, mereka (keluarga Fatimah) baru dipanggil setelah ayat tersebut turun di rumah Ummu Salamah, jadi saat ayat tersebut turun, keluarga fatimah belum ada di rumah Ummu Salamah. Ini saja sudah cukup untuk dikatakan bahwa riwayat tsb tidak cukup kuat utk dijadikan hujjah.

    Terdapat riwayat shahih kalau Ahlul Kisa’ dipanggil terlebih dahulu kemudian turunlah ayat tersebut sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat Ahmad bin Hanbal dengan sanad yang shahih.

    Al-Ahzab:33 turun untuk Istri2 Nabi SAW sesuai dengan konteks ayat tanpa ada keraguan sedikitpun dan keluarga Fatimah atas dasar do’a Nabi SAW. Inilah yang rajih.

    Bertentangan dengan lafaz ayat Al Qur’an. Kalau ayat tersebut turun khusus untuk istri2 Nabi maka tidak akan mungkin menggunakan lafaz “kum” melainkan “kunna” 🙂

    Dan jawaban Nabi SAW pada riwayat di atas bertentangan dengan riwayat yang shahih dalam shahih Bukhari bahwa semua istri-istri Nabi SAW adalah ahlul bait beliau tanpa terkecuali.

    Itu anda yang salah paham, istri2 Nabi, keluarga Ali, Keluarga Abbas dan keluarga Ja’far adalah Ahlul Bait. tetapi ahlul bait dalam Al Ahzab 33 adalah ahlul Kisa’ yaitu Sayyidah Fathimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain 🙂

  3. @Secondprince
    Mantab gan…
    Salam kenal sobat, sudah lama daku ga comment disini. 🙂
    Oh ya bolehkan suatu saat nanti saya copaz posting anda?
    Slaen itu bolehkah tahu akun fb antum?
    Fb saya pake email yang buat comment ini, saya pengen “mendekatkan diri” pada Secondprince yang jenius 😆

    SALAM DAMAI

  4. Bismillah.

    Assalamu’alaikum…

    Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang pada kesempatan kali ini secondprince telah membahas masalah yang sangat krusial jadi polemik yang terjadi di kalangan kaum muslimin. Wahai hamba Allah yang shaleh jikalau kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka kita akan d kelompokan kepada golongan orang2 yang telah di anugerahi nikmat oleh Allah, dalam hal ini Allah berfirman. Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS An Nissa 69.)

    kemudian jika kalian masih memperselisihkan siapakah ahlul bait Nabi dalam hal ini siapa yang paling kuat apakah istri-istri Nabi atau anak keturununanya dari Abdul Mutholib, Maka saya berkeyakina. Alhamdulillah jiwa saya sudah di berikan ilham oleh Allah SWT jadi saya berkeyakinan sepenuhnya bahwa Ahlul Bait Nabi yang d maksud dari surat Al Ahzab 33 adalah yaitu kelompok Ahlul Kisa’ walaupun kebanayak dari manusia menolak tapi ini adalah berita yang benar dalam hali ini Allah sengaja menguji kepada umat Muhammad yaitu melalui ujian Ahlul Bait bahwa ternyata sebagian besar kaum muslimin banyak yang menolak,

    Ini adalah sebetulnya ujian yang sangat besar bagi umat Muhammad Saaw karena dengan di uji masalah Ahlul bait umat kebanyakan menolak padahal sejatinya sudah begitu banyak dalail-dalil yang menafsirkan surat al Ahzab 33. Dengan demikian manusia banyak yang tidak mau tunduk kepada apa yang d beritakan Nabi bahkan Riwayat yang menjelaskan tetang Ahlul Kisa’ mereka semua tidak menerimanya d karenakan hanya mendapati hawa nafsu dalam hal ini iblis laknatullah yang memprolamirkan permusuhan antar umat islam. Sesunnguhnya saya meyakini dengan keyakinan utuh karena dalam hal ini saya sebagai orag syi’i dan kebetulan saya adalah seorang sufi dalam hal ini jelas bahwa mulai dari Imam Ali as samapi imam ke 12 adalah imam yang hak bahkan guru2 Sufi atau thoriqoh beliau dari syekh Abdul Qadir jaelani tersambung ke Imam Musa Al Kadzim as kemudian Imam Ja’far Asshodiq kemudian samapai ke imama Ali as dan Baginda Rasulillah Saaw.

    Jadi tolong jika yang tidak setuju dengan Ahlul Kisa’ adalah Ahlul Bait yang sebenarnya anda semua dalam hal ini tidak usah alergi dan tidak ada rasa permusuhan terhadap kami yang meyakini, Keberan yang haq hanya milik Allah dan bagi para hambanya yang mau meyakini tentang syariat Islam yang benar maka Allah akan menanamakn kelembutan bersikap dan akan menerima sepenuh hati apa yang Nabi kabarkan kepada umatnya. Dalam hal ini Allah akan memberikan cahaya kepada siapa yang di kehendaki. Insyaallah kita semuanya nanti tergolong orang yang tunduk dan patuh kepada Allah semata dan kita jadi wakil kholifah di muka bumi dengan santun dan cerdas tidak berperang terus memperselisihkan syariat islam yang kita cintai.

    Amiin ya Rabbal ‘alamiin

  5. Terdapat riwayat shahih kalau Ahlul Kisa’ dipanggil terlebih dahulu kemudian turunlah ayat tersebut sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat Ahmad bin Hanbal dengan sanad yang shahih.

    Riwayat yang menyebutkan bahwa ayat tersebut turun terlebih dahulu lebih shahih daripada yang bertentangan

    Bertentangan dengan lafaz ayat Al Qur’an. Kalau ayat tersebut turun khusus untuk istri2 Nabi maka tidak akan mungkin menggunakan lafaz “kum” melainkan “kunna” 🙂

    Ah sanggahan yang sudah basi 🙂 ada Nabi SAW di situ.

    Itu anda yang salah paham, istri2 Nabi, keluarga Ali, Keluarga Abbas dan keluarga Ja’far adalah Ahlul Bait. tetapi ahlul bait dalam Al Ahzab 33 adalah ahlul Kisa’ yaitu Sayyidah Fathimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain 🙂

    Itu anda yg salah paham Al-Ahzab : 33 itu untuk Nabi SAW, istri2 beliau dan ahlul kisa’, Ini yang lebih rajih dari segala segi, tidak menafikan salah satu diantara mereka.

  6. @sok tau banget

    Riwayat yang menyebutkan bahwa ayat tersebut turun terlebih dahulu lebih shahih daripada yang bertentangan

    oh terbalik, justru ahlul kisa’ dipanggil dulu riwayatnya lebih shahih 🙂

    Ah sanggahan yang sudah basi 🙂 ada Nabi SAW di situ.

    Jawaban anda yang basi, kapan anda pernah bilang kalau ayat tersebut turun untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau tidak salah anda kan berkoar-koar kalau ayat tersebut turun untuk istri Nabi. Terus kalau memang ada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] kenapa gak dari awal saja pakai kata “kum”, nah loh basi kok bilang basi :mrgreen:

    Itu anda yg salah paham Al-Ahzab : 33 itu untuk Nabi SAW, istri2 beliau dan ahlul kisa’, Ini yang lebih rajih dari segala segi, tidak menafikan salah satu diantara mereka.

    Itu bukannya rajih tetapi kacau tenan, masa’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disuruh perintah khusus wanita dan disuruh taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Begitu pula Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain masa’ disuruh berdiam di dalam rumah dan jangan berhias. btw kok keluarga Ja’far dan keluarga Abbas, gak anda masukkan mereka itu kan ahlul bait juga :mrgreen:

  7. Duh ane di liwatin, 😥 😥

  8. @Rendy
    maaf, salam kenal juga [kayaknya udah pernah kenalan]. Kalau soal kopipaste silakan saja asalkan disebutkan sumbernya. soal akun fb wah wah saya kan anonim Mas :mrgreen:

  9. Untuk tafsir Q.S. Al Ahzab : 33 ini, nampaknya Tafsir Al Misbah karya Quraisy Shihab yg pas.. silahkan baca dg hati yg damai..

  10. salam,,sp. sekadar untuk perkongsian..apa pendapat anda tentang hadis ini..terima kasih

    حدثنا عبد الله حدثني أبى ثنا أبو النضر هاشم بن القاسم ثنا عبد الحميد يعنى بن بهرام قال حدثني شهر بن حوشب قال سمعت أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه و سلم حين جاء نعى الحسين بن على لعنت أهل العراق فقالت قتلوه قتلهم الله غروه وذلوه لعنهم الله فإني رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم جاءته فاطمة غدية ببرمة قد صنعت له فيها عصيدة تحمله في طبق لها حتى وضعتها بين يديه فقال لها أين بن عمك قالت هو في البيت قال فاذهبي فادعيه وائتني بابنيه قالت فجاءت تقود ابنيها كل واحد منهما بيد وعلى يمشى في أثرهما حتى دخلوا على رسول الله صلى الله عليه و سلم فأجلسهما في حجره وجلس على عن يمينه وجلست فاطمة عن يساره قالت أم سلمة فاجتبذ من تحتى كساء خيبر يا كان بساطا لنا على المنامة في المدينة فلفه النبي صلى الله عليه و سلم عليهم جميعا فأخذ بشماله طرفي الكساء وألوى بيده اليمنى إلى ربه عز و جل قال اللهم أهلي اذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا اللهم أهل بيتي اذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا اللهم أهل بيتي اذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا قلت يا رسول الله ألست من أهلك قال بلى فادخلي في الكساء قالت فدخلت في الكساء بعد ما قضى دعاءه لابن عمه على وابنيه وابنته فاطمة رضي الله عنهم

    Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhr Hasym bin Al Qasim yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid yaitu Ibnu Bahram yang berkata telah menceritakan kepadaku Syahr bin Hausab yang berkata aku mendengar Ummu Salamah istri Nabi SAW ketika datang berita kematian Husain bin Ali telah mengutuk penduduk Irak. Ummu Salamah berkata “Mereka telah membunuhnya semoga Allah membinasakan mereka. Mereka menipu dan menghinakannya, semoga Allah melaknat mereka. Karena sesungguhnya aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam didatangi oleh Fatimah pada suatu pagi dengan membawa bubur yang ia bawa di sebuah talam. Lalu ia menghidangkannya di hadapan Nabi. Kemudian Beliau berkata kepadanya “Dimanakah anak pamanmu (Ali)?”. Fatimah menjawab “Ia ada di rumah”. Nabi berkata “Pergi dan panggillah Ia dan bawa kedua putranya”. Maka Fatimah datang sambil menuntun kedua putranya dan Ali berjalan di belakang mereka. Lalu masuklah mereka ke ruang Rasulullah dan Beliau pun mendudukkan keduanya Al Hasan dan Al Husain di pangkuan Beliau. Sedagkan Ali duduk disamping kanan Beliau dan Fatimah di samping kiri. Kemudian Nabi menarik dariku kain buatan desa Khaibar yang menjadi hamparan tempat tidur kami di kota Madinah, lalu menutupkan ke atas mereka semua. Tangan kiri Beliau memegang kedua ujung kain tersebut sedang yang kanan menunjuk kearah atas sambil berkata “Ya Allah mereka adalah keluargaku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya”. Ya Allah mereka adalah Ahlul Baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Ya Allah mereka adalah Ahlul Baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Aku berkata “Wahai Rasulullah bukankah aku juga keluargamu?”. Beliau menjawab “Ya benar. Masuklah ke balik kain ini”. Maka akupun masuk ke balik kain itu setelah selesainya doa Beliau untuk anak pamannya, kedua putra Beliau dan Fatimah putri Beliau”.

    (Hadits di atas, dikatakan oleh pensyarah, yaitu Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dan Hamzah Ahmad Az-Zain, “Sanadnya hasan.” Lihat Musnad Imam Ahmad, Syarah Ahmad Muhammad Syakir dan Hamzah Ahmad Az-Zain, hadits no. 26429 jilid 28, cet. I 1416H/1995)

  11. @sok tahu….
    kakakkakakakakkkkkkkk…..
    Imam hasan as dan Imam Husain as masak dilarang keluar rumah dan diperintahkan dilarang bersolek juga Alu ja’far dan alu abbas,,,…hehehehehhehehe

    dagelan kate @sp hihihihi

  12. pemikirian wahabi salafi memang ruwet,ini krn mereka tdk bisa menerima keutamaan ahlulbait,
    awal sekali mrk katakan bhw ayat tsb khusus utk istri2 nabi,sehub dgn ayat sblumx mengenai istri2 nabi,tp pemahaman mrk terbantahkan dgn bentuk bhs “kum” dan “ankuna”
    kemudian mrk beralih ke istri2 nabi “jg” masuk dlm ayat tsb,ini krn yg mrk inginkan,ahlulbait bkn manusia yg memilki keutamaan khusus slh satux “maksum”.
    tp mrk terbentur dgn hadits dr ummu salamah bhw dirix tdk masuk dlm ayat tsb.
    skrg ini lg beredar mrk menafsirkan ayat tsb hanya berupa keinginan dr allah yg blum tentu terjadi.
    apalg yg engkau cari wahai kaum pendengki..?
    @sok tau banget
    kedengkian kaum anda trhdp ahlulbait sdh terjadi dizaman rosul,anda hanyalah penerus mereka.
    coba anda pelajari sejarah,tdkkah anda perhatikan,sejak awal wafatnya rosul pertikaian2 telah terjadi diantara ummat muhammad,hingga puncakx yaitu dikarbala
    1.saqifah,antara ahlulbait dgn abubakar n umar
    2.pembaitan,antara ali as dgn abubakar n umar
    3.deawan syuro bentukan umar
    4.perang antara ali n aisyah(jamal)puluhan ribu ummat islam tewas
    5.perang shiffin antara ali n muawiyah
    6.perang antara ali n khawarij
    7.hasan melawan muawiyah
    8.karbala, husein melawan yazid
    semua pertikaian besar ini sll melibat kan ahlulbait
    apakah anda akan mengklaim bhw ahlulbait adalah sumber masalah?dan berada diposisi yg salah
    Dan pertikaian terakhir adalah antara imam mahdi dgn kaum2 yg dzalim.dan anda berada diposisi membela kaum pendengki ahlulbait,dlm hal ini imam mahdi adalah ahlulbait.
    utk itu renungkanlah n sadarlah anda.
    benarlah kata2 rosul “kebencian trhdp engkau (ali) akan nampak stlh aku(rosul) wafat.

  13. salam,,sp. sekadar untuk perkongsian..apa pendapat anda tentang hadis ini..terima kasih

    حدثنا عبد الله حدثني أبى ثنا أبو النضر هاشم بن القاسم ثنا عبد الحميد يعنى بن بهرام قال حدثني شهر بن حوشب قال سمعت أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه و سلم حين جاء نعى الحسين بن على لعنت أهل العراق فقالت قتلوه قتلهم الله غروه وذلوه لعنهم الله فإني رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم جاءته فاطمة غدية ببرمة قد صنعت له فيها عصيدة تحمله في طبق لها حتى وضعتها بين يديه فقال لها أين بن عمك قالت هو في البيت قال فاذهبي فادعيه وائتني بابنيه قالت فجاءت تقود ابنيها كل واحد منهما بيد وعلى يمشى في أثرهما حتى دخلوا على رسول الله صلى الله عليه و سلم فأجلسهما في حجره وجلس على عن يمينه وجلست فاطمة عن يساره قالت أم سلمة فاجتبذ من تحتى كساء خيبر يا كان بساطا لنا على المنامة في المدينة فلفه النبي صلى الله عليه و سلم عليهم جميعا فأخذ بشماله طرفي الكساء وألوى بيده اليمنى إلى ربه عز و جل قال اللهم أهلي اذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا اللهم أهل بيتي اذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا اللهم أهل بيتي اذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا قلت يا رسول الله ألست من أهلك قال بلى فادخلي في الكساء قالت فدخلت في الكساء بعد ما قضى دعاءه لابن عمه على وابنيه وابنته فاطمة رضي الله عنهم

    Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhr Hasym bin Al Qasim yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid yaitu Ibnu Bahram yang berkata telah menceritakan kepadaku Syahr bin Hausab yang berkata aku mendengar Ummu Salamah istri Nabi SAW ketika datang berita kematian Husain bin Ali telah mengutuk penduduk Irak. Ummu Salamah berkata “Mereka telah membunuhnya semoga Allah membinasakan mereka. Mereka menipu dan menghinakannya, semoga Allah melaknat mereka. Karena sesungguhnya aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam didatangi oleh Fatimah pada suatu pagi dengan membawa bubur yang ia bawa di sebuah talam. Lalu ia menghidangkannya di hadapan Nabi. Kemudian Beliau berkata kepadanya “Dimanakah anak pamanmu (Ali)?”. Fatimah menjawab “Ia ada di rumah”. Nabi berkata “Pergi dan panggillah Ia dan bawa kedua putranya”. Maka Fatimah datang sambil menuntun kedua putranya dan Ali berjalan di belakang mereka. Lalu masuklah mereka ke ruang Rasulullah dan Beliau pun mendudukkan keduanya Al Hasan dan Al Husain di pangkuan Beliau. Sedagkan Ali duduk disamping kanan Beliau dan Fatimah di samping kiri. Kemudian Nabi menarik dariku kain buatan desa Khaibar yang menjadi hamparan tempat tidur kami di kota Madinah, lalu menutupkan ke atas mereka semua. Tangan kiri Beliau memegang kedua ujung kain tersebut sedang yang kanan menunjuk kearah atas sambil berkata “Ya Allah mereka adalah keluargaku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya”. Ya Allah mereka adalah Ahlul Baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Ya Allah mereka adalah Ahlul Baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Aku berkata “Wahai Rasulullah bukankah aku juga keluargamu?”. Beliau menjawab “Ya benar. Masuklah ke balik kain ini”. Maka akupun masuk ke balik kain itu setelah selesainya doa Beliau untuk anak pamannya, kedua putra Beliau dan Fatimah putri Beliau”.

    (Hadits di atas, dikatakan oleh pensyarah, yaitu Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dan Hamzah Ahmad Az-Zain, “Sanadnya hasan.” Lihat Musnad Imam Ahmad, Syarah Ahmad Muhammad Syakir dan Hamzah Ahmad Az-Zain, hadits no. 26429 jilid 28, cet. I 1416H/1995)

  14. salam sejahtera atas keluarga Muhammad

  15. Dengan Memasukkan isteri-isteri Rasul SAW dalam Ahlulbait Yang Disucikan, mereka ingin mengatakan bahwa,

    1. Ahlulbait Yang Suci itu tidak lebih baik dari kaum muslimin lainnya.

    2. Ahlulbait Yang Suci itu ternyata juga menyusahkan dan menyakiti hati Rasul SAW.

    3. Ahlulbait yang Suci itu telah mengobarkan api peperangan kepada Ahlulbait Suci lainnya. Inilah perang pertama dalam sejarah Islam orang yang mengaku muslim membunuh muslim lainnya.

  16. Kemudian Rasulullah SAW berpidato di mimbar, menyatakan keberatannya atas tuduhan yang diprakarsai Abdullah bin Ubay bin Salul. Sabda beliau di mimbar, “Hai kaum muslimin! Siapakah diantara tuan-tuan yang setuju dengan penolakanku atas tuduhan yang telah mencemarkan nama baik ahlul baitku ? Demi Allah, aku yakin keluargaku bersih dari tuduhan kotor yang tidak benar itu….. (HR Muslim No. 2770)

    Ini sama sekali bukan ucapan seorang nabi. Ini ucapan manusia yg merasa bersalah yg berusaha melakukan pembelaan. Nabi saw tdk akan melakukan hal spt ini.

    Salam

  17. @Mereka2 yang memasukkan istri Nabi sebagai Ahlulbait yang dimaksud oleh QS 33 : 33.
    Mari anda2 perhatikan kata2 saidina Aisyah (apabila anda2 mengakui beliau sebagai istri Rasul.)
    Imam Muslim dalam Shahihnya berkata:
    “Dari Syafiah binti Syaiban ia, berkata: Aisyah berkata:
    “Pada suatu pagi Rasulullah saww keluar dengan mengenakan selimut wol berwarna hitam, lalu Hasan datang maka beliau memasukkannya kedalam selimut, kemudian datanglah Husein dan iapun masuk kedalamnya, kemudian datanglah putrinya Fatimah dan beliaupun memasukkan putrinya itu, kemudian Ali dan beliaupun memasukan juga dalam selimut sambil membaca
    ayat 33 dai Surah Al Ahzab”
    (Selain Shahih Muslim terdapat juga dalam:
    1.Al Hakim an-Nisaburi dalam Mustadrak 3/142 dan ia mengatakan shahih menurut syarat Bukhari Muslim.
    2. Al-Hakim al-Hiskim dalam Syawahid 2/33 hadist ke 676,677,678,679,680,681.
    3. Al Baihaqi dalam Sunannya 2/149
    4.Ibn.Jarir ath-Ygacari dalm tafsinya 22/5
    5. Imam Ahmad dalam Musnadnya, Imam Abdurazzaq dalamNushanafnya dan masih banyak lagi.)
    Dari riwayat tsb diatas dengan jelas Aisyah tidak termasuk didalamnya..
    Mereka yang tidak mengakui bahwa yang disebut Ahlulbaiti dalam QS 33: 33 hanya Ali, Fatimah, Hasan dan Husein konsekwensinya:
    1. Saidina Aisyah bukan istri Nabi
    2. Saidina Aisyah berbohong.
    3. Muslim dan para perawi hadits lain berbohong.
    Naudzubillah mereka dari keadaan yang demikian.
    Wasalam

  18. Tentang hadits :

    وَحَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي دَاوُدَ أَيْضًا، قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو صَخْرٍ، عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ الْبَجَلِيُّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِي الصَّهْبَاءِ، عَنْ عَمْرَةَ الْهَمْدَانِيَّةِ، قَالَتْ: قَالَتْ لِي أُمُّ سَلَمَةَ: أَنْتِ عَمْرَةُ؟ قَالَتْ: قُلْتُ: نَعَمْ يَا أُمَّتَاهْ، أَلا تُخْبِرِينِي عَنْ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي أُصِيبَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْنَا، فَمُحِبٌّ وَغَيْرُ مُحِبٍّ؟ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: أَنْزَلَ اللَّهُ: إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا وَمَا فِي الْبَيْتِ إِلا جِبْرِيلُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَأَنَا فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ؟ قَالَ: ” أَنْتِ مِنْ صَالِحِي نِسَائِي “. قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: يَا عَمْرَةُ، فَلَوْ قَالَ: ” نَعَمْ ” كَانَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا تَطْلُعُ عَلَيْهِ الشَّمْسُ وَتَغْرُبُ

    Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dawud yang berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Al Mahriy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shakhr dari Abu Muawiyah Al Bajaliy dari Sa’id bin Jubair dari Abi Shahba’ dari ‘Amrah Al Hamdaniyah yang berkata Ummu Salamah berkata kepadaku “engkau ‘Amrah?”. Aku berkata “ya, wahai Ibu kabarkanlah kepadaku tentang laki-laki yang gugur di tengah-tengah kita, ia dicintai sebagian orang dan tidak dicintai oleh yang lain. Ummu Salamah berkata “Allah SWT menurunkan ayat Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, dan ketika itu tidak ada di rumahku selain Jibril, Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan aku, aku berkata “wahai Rasulullah apakah aku termasuk Ahlul Bait?”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “engkau termasuk istriku yang shalih”. Ummu Salamah berkata “wahai ‘Amrah sekiranya Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab iya niscaya jawaban itu lebih aku sukai daripada semua yang terbentang antara timur dan barat [dunia dan seisinya] [Asy Syari’ah Al Ajjuri 4/248 no 1542]

    Hadits di atas DLA’IIF atau TIDAK SHAHIH

    Letak kelemahannya ada pada ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah, seorang yang MAJHUUL HAAL. Ia hanya ditautsiq oleh Ibnu Hibbaan dan Al-‘Ijliy, yang keduanya ini dikenal ulama hadits yang tasaahul dalam pentautsiqan. Sementara hanya dua orang perawi yang diketahui meriwayatkan darinya, yaitu ‘Ammaar bin Mu’aawiyyah Ad-Duhniy dan Abush-Shahbaa’.

    Ibnu Hibbaan menyebutkan dalam Ats-Tsiqaat : ‘Amrah bintusy-Syaafi’, meriwayatkan darinya ‘Ammaar Ad-Duhniy – tanpa men-jazm-kan lafadh tautsiq.

    Telah menjadi kemakluman bahwa seorang perawi yang hanya ditautsiq para imam yang dikenal tasaahul dalam tautsiq sementara hanya satu atau dua orang perawi yang meriwayatkan darinya, tidaklah mengangkat status kemajhulan dirinya. Jika ada orang Syi’ah yang sering membaca-baca buku Tahriirut-Taqriib karya Basyaar ‘Awwaad, tentu akan mengetahui.

    Selain itu, saya melihat riwayat ini kemungkinan mempunyai ‘illat lain. Dalam riwayat Ath-Thahawiy (Musykiilul-Aatsaar) disebutkan sanad yang lebih ‘aliy :

    وَمَا قَدْ حَدَّثَنَا فَهْدٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ كَثِيرِ بْنِ عُفَيْرٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي صَخْرٍ، عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ الْبَجَلِيِّ، عَنْ عَمْرَةَ الْهَمْدَانِيَّةِ ، قَالتْ: أَتَيْتُ أُمَّ سَلَمَةَ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهَا، فَقَالَتْ: مَنْ أَنْتِ؟ فَقُلْتُ: عَمْرَةُ الْهَمْدَانِيَّةُ، فَقَالَتْ عَمْرَةُ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، أَخْبِرِينِي عَنْ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي قُتِلَ بَيْنَ أَظْهُرِنَا، فَمُحِبٌّ وَمُبْغِضٌ، تُرِيدُ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: أَتُحِبِّينَهُ، أَمْ تُبْغِضِينَهُ؟ قَالَتْ: مَا أُحِبُّهُ وَلا أُبْغِضُهُ، فَقَالَتْ: أَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الآيَةَ: إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ إلَى آخِرِهَا، وَمَا فِي الْبَيْتِ إِلا جِبْرِيلُ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلِيٌّ، وَفَاطِمَةُ، وَحَسَنٌ، وَحُسَيْنٌ عَلَيْهِمُ السَّلامُ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ؟ فَقَالَ: ” إنَّ لَكِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرًا ” فَوَدِدْتُ أَنَّهُ قَالَ: نَعَمْ، فَكَانَ أَحَبَّ إلَيَّ مِمَّا تَطْلُعُ عَلَيْهِ الشَّمْسُ وَتَغْرُبُ.

    Dalam riwayat di atas, Abu Mu’aawiyyah Al-Bajaliy Ad-Duhniy langsung meriwayatkan dari ‘Amrah Al-Hamdaniyyah, tanpa menyebutkan perantara Sa’iid bin Jubair dari Abush-Shahbaa’. Jika disebutkan bahwa riwayat ini tidak shahih karena keberadaan Ibnu Lahii’ah yang kemungkinan menyingkat/memotong sanad, maka periwayatan Abu Mu’aawiyyah Al-Bajaliy Ad-Duhniy dari ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah pantas untuk diragukan. Dengan kata lain, hanya satu orang perawi saja sebenarnya yang meriwayatkan dari ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah sehingga menguatkan status kemajhulannya.

    Apalagi, matannya bertentangan dengan riwayat shahih yang disebutkan dalam artikel di atas, sehingga penghukumannya menjadi MUNKAR.

    Wallaahu a’lam.

    Oleh karena itu dapat kita lihat bahwa ‘Amrah Al-Hamdaniyyah telah menyelisihi Syahr bin Hausyab, ‘Athaa’ bin Yasaar, ‘Abdullah bin Wahb bin Zam’ah, dan Ummu Habiibah binti Kaisaan yang mereka semua menetapkan bahwa Ummu Salamah termasuk Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits kisaa’.

    Ada yang berapologi bahwa dalam lafadh hadits Syahr disebutkan pertanyaan Ummu Salamah : “APakah aku termasuk keluargamu ? (alastu min ahlika), yang kemudian dijawab : “Balaa” (benar/tentu) – ini tidak menunjukkan bahwa Ummu Salamah termasuk Ahlul-Bait, tapi sekedar keluarga saja.

    Bagaimana bisa berkesimpulan demikian ? Tentu saja pertanyaan Ummu Salamah itu muncul karena adanya doa Nabi tentang Ahlul-Baitnya, sehingga Ummu Salamah bertanya apakah ia termasuk di dalamnya. Lucu, jika Ummu Salamah bertanya pada hal lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan doa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ringkasnya, kata alastu min ahlika itu merujuk kepada Ahlul-Bait itu sendiri. Apalagi kemudian setelah itu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan masuk ke dalam kain.

    Pemahaman itu dibuktikan secara tegas dalam jalur ‘Atha’ bin Yasaar yang secara tegas pertanyaan Ummu Salamah menggunakan lafadh : Ahlul-Bait, yang kemudian dijawab : “Benar/tentu, insya Allah (balaa insya Allah)”. Perkataan balaa ini dalam bahasa Arab lebih kuat daripada sekedar na’am.

    Oleh karena itu, lafadh Ahl dalam pertanyaan Ummu Salaamah itu tidak lain yang dimaksudkan adalah Ahlul-Bait itu sendiri. Setara, sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Wahb.

    Sesuai pula dengan pemahaman dalil-dalil yang lain bahwa istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahlul-Bait beliau. Sebagian haditsnya telah disebutkan di atas. Ini syahid kuat atas hadits Ummu Salamah tersebut.

    Wallaahu a’lam.

    http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/konsisten-dalam-inkonsisten.html

  19. oh terbalik, justru ahlul kisa’ dipanggil dulu riwayatnya lebih shahih 🙂

    Iya lebih shahih menurut anda :mrgreen:

    Jawaban anda yang basi, kapan anda pernah bilang kalau ayat tersebut turun untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau tidak salah anda kan berkoar-koar kalau ayat tersebut turun untuk istri Nabi. Terus kalau memang ada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] kenapa gak dari awal saja pakai kata “kum”, nah loh basi kok bilang basi

    Ndak usah saya sebutkan, otomatis apa yang menyangkut ahlul bait beliau ya berhubungan dengan Nabi SAW sebagai sayyidul bait 🙂

    Terus kalau memang ada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] kenapa gak dari awal saja pakai kata “kum”, nah loh basi kok bilang basi

    Pertanyaan yang menggelikan, ketika Allah menyinggung Ahlul Bait disitu maka semua penghuni rumah yang dimaksud, yaitu istri-istri Nabi dan termasuk juga Nabi SAW di dalamnya, pembersihan ahlul bait sangat berhubungan dg beliau sebagai sayyidul bait. Karena Ahlul Bait di sini adalah Ahlul Bait-nya Nabi SAW atau penghuni rumah-nya Nabi SAW. kalau anda hendak memperpanjang mendebat masalah ini maka cukuplah firman Allah dalam surat Adh-Dhuha : 5 : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau (Muhammad) menjadi puas“. dibersihkannya Ahlul Bait beliau oleh Allah adalah merupakan karunia-Nya kepada Nabi SAW.

    Uslub yang sama dipakai dalam Al-Qur’an untuk menyebut Ahlul Bait dengan “kum”

    72. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.”

    73. Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu (disini dipakai bentuk jamak “Kum”), hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”

    (QS Huud : 72-73)

    Artinya keberkatan-Nya dicurahkan atas Ahlul Bait yaitu istri Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim sendiri sebagai sayyidul bait. Padahal jelas obyek yang sedang diajak bicara oleh Malaikat dari ayat 71 adalah istri Nabi Ibrahim AS. Nah kalau dalam ayat ini saja Allah dengan jelas memasukkan istri Nabi Ibrahim sebagai bagian Ahlul Bait kok anda berani-beraninya mengeluarkan istri Nabi SAW dari lingkup ahlul bait dalam ayat 33:33. Dan jika kita perhatikan semua istilah ahlul bait yang disebutkan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan istri-istri. Please jangan berapologi dengan sesuatu yg tdk berdasar atau sekedar asumsi spt “karena itu ada hubungannya keturunan bla..bla..” :mrgreen:

    Itu bukannya rajih tetapi kacau tenan, masa’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disuruh perintah khusus wanita dan disuruh taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Begitu pula Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain masa’ disuruh berdiam di dalam rumah dan jangan berhias. btw kok keluarga Ja’far dan keluarga Abbas, gak anda masukkan mereka itu kan ahlul bait juga :mrgreen:

    Weleh pendapat anda ini yg benar2 kacau dan bertentangan dengan uslub Al-Qur’an dalam penyebutan Ahlul Bait, sudah saya jelaskan di atas saat Ahlul Bait Nabi SAW disinggung maka secara otomatis akan berhubungan dengan sang Sayyidul bait. saya tanya, mereka itu istri2 siapa? mereka adalah istri-istri Nabi SAW, pembersihan terhadap mereka sebagai Ahlul Bait beliau adalah karunia Allah untuk beliau, maka sangat berhubungan dengan beliau, sehingga begitu ayat pembersihan tsb turun beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan tsb sehingga beliau memohon/berdo’a kepada Allah agar keluarga Fatimah pun diikutkan termasuk yang dibersihkan oleh Allah, hingga beliau berusaha menyelimuti mereka dg satu kain yang menunjukkan bahwa mereka adalah ahlul bait beliau juga disamping istri2 beliau. Inilah rahasia ayat Ad-Dhuha:5 di atas, bahwa apa yang terjadi pada Ahlul Bait beliau sangat berhubungan dan tidak terpisahkan dengan beliau, dengan dibersihkannya ahlul bait beliau, maka beliaupun akan merasa puas atas karunia tsb. Jadi berdasarkan hal-hal di atas, Ahlul Bait yg dimaksud dalam 33:33 adalah Nabi SAW, istri2 beliau dan ahlul kisa’. Ini pendapat yang paling rajih.

  20. “…Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu suatu apapun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam keluargaku.” (As-Syura:23)

    Keluarga bagi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah hal yang sangat berharga, maka pembersihan untuk keluarga beliau (istri-istri beliau, anak, cucu dan menantu beliau) dalam ayat 33:33 adalah anugerah yang tiada tara bagi beliau dari Allah Azza wa Jalla.

    Misalkan anda seorang suami mempunyai seorang istri yang mendapatkan penghargaan atas prestasi yang dia raih dari Bupati misalnya, apakah hal tersebut tidak ada hubungan atau pengaruhnya dengan anda sebagai seorang suami, kepala rumah tangga atau sayyidul bait? jika ada, apalagi anugrah Allah yang diberikan kepada istri-istri dan anak cucu Nabi SAW berupa pembersihan, maka hal tsb sangat berpengaruh dan berhubungan dan merupakan anugrah buat beliau shalallahu ‘alaihi wasalam.

  21. @sok tau banget

    Letak kelemahannya ada pada ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah, seorang yang MAJHUUL HAAL. Ia hanya ditautsiq oleh Ibnu Hibbaan dan Al-‘Ijliy, yang keduanya ini dikenal ulama hadits yang tasaahul dalam pentautsiqan. Sementara hanya dua orang perawi yang diketahui meriwayatkan darinya, yaitu ‘Ammaar bin Mu’aawiyyah Ad-Duhniy dan Abush-Shahbaa’.

    Orang yang berkata ini tidak jeli dalam belajar ilmu hadis. Silakan tuh anda lihat para ulama seperti Syaikh Al Abani dan Syaikh Ahmad Syakir mereka tetap menghasankan hadis yang diriwayatkan oleh tabiin awal walaupun tidak mendapat tautsiq dari ulama lain kecuali dimasukkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat dan telah meriwayatkan darinya dua orang perawi tsiqat [banyak sekali contohnya]. Nah ‘Amrah ini selain itu telah disebut dengan lafaz jelas oleh Al Ijli kalau ia tsiqat. Ini sudah cukup sebagai hujjah. Kemudian mengenai ucapannya yang meragukan periwayatan ‘Ammar Ad Duhniy dari Ummu Salamah sangat tidak valid karena bukan hanya riwayat Ibnu Lahi’ah yang menyebutkan riwayat Ammar Ad Duhny dari Ummu Salamah.

    Oleh karena itu dapat kita lihat bahwa ‘Amrah Al-Hamdaniyyah telah menyelisihi Syahr bin Hausyab, ‘Athaa’ bin Yasaar, ‘Abdullah bin Wahb bin Zam’ah, dan Ummu Habiibah binti Kaisaan yang mereka semua menetapkan bahwa Ummu Salamah termasuk Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits kisaa’.

    Ah palsu sekali, justru riwayat ‘Amrah Al Hamdaniyah dari Ummu Salamah sesuai dengan riwayat lain seperti riwayat Syahr, riwayat Athaa’ bin Yasaar, riwayat Umar bin Abu Salamah, riwayat Hakim bin Sa’ad, riwayat Abu Laila Al Kindi, riwayat Abu Sa’id, riwayat Bilal bin Muradis dan yang lainnya [semuanya meriwayatkan dari Ummu Salamah]. Lagipula hadis yang ditulis Abul Jauzaa itu tidak ada lagaz tegas kalau istri Nabi adalah Ahlul Bait dalam Al Ahzab 33. Abul Jauzaa itu tidak memperhatikan bentuk lafaznya dengan baik, nanti deh dibahas secara khusus kalau sebenarnya ia sendiri yang inkonsisten 🙂

    Bagaimana bisa berkesimpulan demikian ? Tentu saja pertanyaan Ummu Salamah itu muncul karena adanya doa Nabi tentang Ahlul-Baitnya, sehingga Ummu Salamah bertanya apakah ia termasuk di dalamnya. Lucu, jika Ummu Salamah bertanya pada hal lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan doa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ringkasnya, kata alastu min ahlika itu merujuk kepada Ahlul-Bait itu sendiri. Apalagi kemudian setelah itu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan masuk ke dalam kain.

    Lho lafaz Ummu Salamah di riwayat Syahr memang “apakah aku termasuk ahli [keluarga]mu”?. Jawabannya memang begitu dan lafaz ini tidak menunjukkan kalau Ummu Salamah masuk dalam al ahzab 33. Sama hal-nya dengan riwayat dimana Watsilah bin Atsqa bertanya kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] “apakah aku termasuk [ahli]keluargamu?” dan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab “engkau termasuk [ahli] keluargaku”. Lafaz ini tidak menunjukkan kalau Watsilah bin Atsqa juga ahlul bait dalam al ahzab 33. Itu semua adalah penolakan Rasulullah [shalallahu ‘alaihi wasallam] dengan cara yang halus dengan tetap memberikan keutamaan kepada mereka yang bertanya. Yang tidak masuk akal dari dulu itu adalah jika memang Ummu Salamah sebagai istri Nabi adalah ahlul bait dalam al ahzab 33 maka untuk apa lagi ia bertanya kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

    Pemahaman itu dibuktikan secara tegas dalam jalur ‘Atha’ bin Yasaar yang secara tegas pertanyaan Ummu Salamah menggunakan lafadh : Ahlul-Bait, yang kemudian dijawab : “Benar/tentu, insya Allah (balaa insya Allah)”. Perkataan balaa ini dalam bahasa Arab lebih kuat daripada sekedar na’am.

    silakan tuh belajar lagi bahasa arab. Perkataan “tentu jika Allah menghendaki [insya Allah]” adalah lafal bersyarat artinya semuanya itu tergantung kehendak Allah SWT. Lafaz ini tidak menunjukkan kalau Ummu Salamah termasuk ahlul bait dalam al ahzab 33. Kan aneh saja jika memang Ummu Salamah termasuk Ahlul Bait dalam al ahzab 33 maka tidak perlu menggunakan lafaz insya Allah. ayatnya sudah turun dan sudah jelas siapa yang tertuju. Dan satu lagi riwayat Atha’ bin Yasar yang lengkap justru berbunyi “kamu [ahli]keluargaku yang baik dan Merekalah Ahlul BaitKu” tuh lihat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyebutkan Ummu Salamah adalah ahli-nya yang baik tetapi merekalah [ahlul kisa’] adalah ahlul bait [dalam al ahzab 33].

    Oleh karena itu, lafadh Ahl dalam pertanyaan Ummu Salaamah itu tidak lain yang dimaksudkan adalah Ahlul-Bait itu sendiri. Setara, sebagaimana dalam riwayat ‘Abdullah bin Wahb.

    Jelas beda lah, terbukti dalam beberapa riwayat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menggabungkan kedua lafaz itu bersama ahli dan ahlul bait. Dan lafaz dalam al ahzab 33 adalah “ahlul bait”.

    Sesuai pula dengan pemahaman dalil-dalil yang lain bahwa istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahlul-Bait beliau. Sebagian haditsnya telah disebutkan di atas. Ini syahid kuat atas hadits Ummu Salamah tersebut.

    Tidak ada yang menyangkal kalau istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] termasuk Ahlul Bait. Yang dipermasalahkan adalah siapa ahlul bait dalam al ahzab 33. Jadi berhentilah mencampuraduk seolah2 tak mengerti. Keluarga Ja’far, keluarga Aqil dan keluarga Abbas pun juga termasuk Ahlul Bait tetapi apakah mereka masuk dalam ayat al ahzab 33?. salafy sendiri menganggap mereka tidak masuk. Jadi jangan sok menuduh orang pilih-pilih kalau anda sendiri juga pilih2. Yang dibicarakan disini adalah dalilnya. Terdapat dalil jelas kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengkhususkan Ahlul bait dalam al ahzab 33 kepada ahlul kisa’

  22. @sok tahu banget

    Iya lebih shahih menurut anda

    maaf shahih sesuai ilmu hadis kok, kalau anda tidak menerima ya bisa dimaklumi dan silakan belajar kembali ilmu hadis 🙂

    Ndak usah saya sebutkan, otomatis apa yang menyangkut ahlul bait beliau ya berhubungan dengan Nabi SAW sebagai sayyidul bait

    kalau memang otomatis menyangkut Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ya dari awal saja pakai kata “kum” kok ini malah pakai “kunna”. Begitu pula setelah disebutkan lafaz Ahlul bait dalam ayat 33 di ayat 34 kok balik ke kunna lagi padahal disitu kan ada lafaz “buyutikunna”. Rumah itu kan rumah Nabi sebagai Sayyidul bait [shallallahu ‘alaihi wasallam] jadi otomatis milik Nabi dan lafaznya harusnya “kum” tetapi kok pakai “kunna”. Jadi hujjah “otomatis” versi anda itu cuma akal-akalan anda saja yang bingung dengan penggunaan kata ganti.

    Pertanyaan yang menggelikan, ketika Allah menyinggung Ahlul Bait disitu maka semua penghuni rumah yang dimaksud, yaitu istri-istri Nabi dan termasuk juga Nabi SAW di dalamnya, pembersihan ahlul bait sangat berhubungan dg beliau sebagai sayyidul bait. Karena Ahlul Bait di sini adalah Ahlul Bait-nya Nabi SAW atau penghuni rumah-nya Nabi SAW. kalau anda hendak memperpanjang mendebat masalah ini maka cukuplah firman Allah dalam surat Adh-Dhuha : 5 : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau (Muhammad) menjadi puas“. dibersihkannya Ahlul Bait beliau oleh Allah adalah merupakan karunia-Nya kepada Nabi SAW.

    Ini bukti kalau anda tidak konsisten. Bukankah anda mengatakan ayat tathiir itu terikat dengan ayat sebelumnya. Jadi penyucian itu terkait dengan perintah2 yang Allah SWT sebutkan. Untuk siapa perintah itu diberikan maka untuk merekalah tujuan penyucian itu. Perintah2 yang disebutkan sebelumnya adalah perintah khusus untuk istri-istri Nabi dan bagaimana mungkin Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] masuk kedalamnya.

    Uslub yang sama dipakai dalam Al-Qur’an untuk menyebut Ahlul Bait dengan “kum”

    72. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.”

    73. Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu (disini dipakai bentuk jamak “Kum”), hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”

    Disini kalau kita konsisten dengan urutan ayat maka penggunaan lafal “kum” memang benar ditujukan kepada Nabi Ibrahim dan istrinya. Sekarang yang dimaksud rahmat Allah itu terkait soal apa?. Jawaban dari ayat sebelumnya adalah terkait dengan anak yang diberikan Allah SWT. Kepada siapa Allah SWT memberikan anak tersebut, ya kepada Nabi Ibrahim dan istrinya maka digunakan lafal “kum”. Kembali ke al ahzab 33 kalau mau konsisten dengan urutan ayat maka lafaz “kum” menjadi rancu makanya anda pakai akal-akalan sendiri kalau “kum” disebabkan Nabi sebagai sayyidul bait ikut masuk

    Artinya keberkatan-Nya dicurahkan atas Ahlul Bait yaitu istri Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim sendiri sebagai sayyidul bait.

    keberkatan itu memang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dan Istrinya sebagai orang yang diberikan anak oleh Allah SWT.

    Padahal jelas obyek yang sedang diajak bicara oleh Malaikat dari ayat 71 adalah istri Nabi Ibrahim AS. Nah kalau dalam ayat ini saja Allah dengan jelas memasukkan istri Nabi Ibrahim sebagai bagian Ahlul Bait kok anda berani-beraninya mengeluarkan istri Nabi SAW dari lingkup ahlul bait dalam ayat 33:33.

    Surah Hud itu jelas berurutan dan tidak ada yang rancu dalam penggunaan kata “kum” dan lagi tidak ada hadis yang menjelaskannya. Sedangkan al ahzab 33 terdapat hadis yang menjelaskan kalau ayat tersebut tidak berurutan dan penggunaan kata “kum” akan rancu jika dipaksakan ayatnya berurutan ditambah lagi terdapat hadis-hadis shahih bahwa Ahlul Bait yang dimaksud adalah ahlul kisa’

    Dan jika kita perhatikan semua istilah ahlul bait yang disebutkan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan istri-istri. Please jangan berapologi dengan sesuatu yg tdk berdasar atau sekedar asumsi spt “karena itu ada hubungannya keturunan

    Lho dalam Al Qur’an penggunaan lafaz Ahlul Bait juga tertuju kepada Ibu Nabi Musa. Jadi juga terkait dengan nasab. Ahlul Bait bisa berhubungan lewat nasab dan bisa juga lewat pernikahan. Apanya yang asumsi? dari dulu memang begitulah keadaannya. Keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas itu semuanya terikat nasab dan tetap disebut Ahlul Bait.

    Weleh pendapat anda ini yg benar2 kacau dan bertentangan dengan uslub Al-Qur’an dalam penyebutan Ahlul Bait, sudah saya jelaskan di atas saat Ahlul Bait Nabi SAW disinggung maka secara otomatis akan berhubungan dengan sang Sayyidul bait. saya tanya, mereka itu istri2 siapa? mereka adalah istri-istri Nabi SAW, pembersihan terhadap mereka sebagai Ahlul Bait beliau adalah karunia Allah untuk beliau, maka sangat berhubungan dengan beliau,

    akal-akalan anda itu gak kena tuh dengan ayat Al Qur’annya. Anda lihat lafaz “buyutikunna”. Saya tanya itu rumah-rumah siapa?. Ya Rumah Nabi[shalallahu ‘alaihi wasallam] jadi Nabi sebagai pemilik rumah juga ikut masuk. nah menuruti logika anda Nabi sebagai Sayyidul bait harusnya pakai kata “kum”. Tapi Al Qur’an pakai kata “kunna”. Nah loh logika anda yang keliru dan gak sesuai dengan bahasa Al Qur’an 🙂

    sehingga begitu ayat pembersihan tsb turun beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan tsb sehingga beliau memohon/berdo’a kepada Allah agar keluarga Fatimah pun diikutkan termasuk yang dibersihkan oleh Allah, hingga beliau berusaha menyelimuti mereka dg satu kain yang menunjukkan bahwa mereka adalah ahlul bait beliau juga disamping istri2 beliau.

    Coba jawab pertanyaan ini dengan konsisten?. Dimana letak keutamaan al ahzab 33 yang anda maksud?. Kalau dipahami secara berurutan maka ayat 33 berarti penyucian itu terkait dengan semua bentuk perintah yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan kata lain penyucian itu adalah konsekuensi syariat artinya ia terjadi jika mereka yang bersangkutan itu menjalankan perintah-perintah yang Allah SWT sebutkan. Pertanyaannya? keutamaan mana yang anda maksud sehingga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menginginkan keluarga Ali juga ikut masuk. Justru makna yang harusnya anda tangkap adalah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menginginkan keluarga Ali agar ikut dalam al ahzab 33 melaksanakan perintah2 di ayat sebelumnya sehingga mereka akan mendapat penyucian yang dikehendaki Allah SWT. Hal yang tidak pernah anda pahami adalah konsekuensi dari ayat yang berurutan menunjukkan kalau penyucian itu bersifat syar’i terkait dengan perintah2 yang disebutkan di ayat sebelumnya.

    Inilah rahasia ayat Ad-Dhuha:5 di atas, bahwa apa yang terjadi pada Ahlul Bait beliau sangat berhubungan dan tidak terpisahkan dengan beliau, dengan dibersihkannya ahlul bait beliau, maka beliaupun akan merasa puas atas karunia tsb. Jadi berdasarkan hal-hal di atas, Ahlul Bait yg dimaksud dalam 33:33 adalah Nabi SAW, istri2 beliau dan ahlul kisa’. Ini pendapat yang paling rajih.

    Ah anda ini cuma asal nyebut saja, pertanyaannya gampang Nabi SAW, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husein itu kok masuk dalam perintah khusus wanita dan kok Nabi SAW disuruh taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya?.Silakan tuh baca al ahzab 33 dengan lengkap, toh anda meyakini kalau ayat tathir tidak turun terpisah maka pertanyaan di atas adalah konsekuensi yang harus anda jawab. Uups ya satu lagi kenapa anda tidak memasukkan keluarga Ja’far, Aqil dan Abbas?.

    Keluarga bagi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah hal yang sangat berharga, maka pembersihan untuk keluarga beliau (istri-istri beliau, anak, cucu dan menantu beliau) dalam ayat 33:33 adalah anugerah yang tiada tara bagi beliau dari Allah Azza wa Jalla.

    Anugerah tiada tara yang bagaimana yang anda maksudkan?. Apakah penyucian itu yang anda maksud. Lho bukankah berdasarkan siyaq al ayat [urutan ayat] maka penyucian itu terkait dengan syariat perintah yang disebutkan sebelumnya. Jadi penyucian itu akan menjadi anugerah jika mereka yang dimaksud konsisten dalam melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Itukah keutamaan yang anda maksud?. Apa bedanya dengan syariat wudhu’ yang Allah SWT tetapkan untuk manusia dengan tujuan menyucikan manusia?. Apakah penyucian itu termasuk anugerah yang sangat besar?. Kesannya seperti anda berusaha mengaburkan keutamaan dengan sok bilang “anugerah”. Seperti orang yang jualan teriak-teriak “barang paling bagus” tetapi setelah dilihat diteliti dengan baik barangnya ternyata biasa saja gak beda dengan barang lain

    Misalkan anda seorang suami mempunyai seorang istri yang mendapatkan penghargaan atas prestasi yang dia raih dari Bupati misalnya, apakah hal tersebut tidak ada hubungan atau pengaruhnya dengan anda sebagai seorang suami, kepala rumah tangga atau sayyidul bait? jika ada, apalagi anugrah Allah yang diberikan kepada istri-istri dan anak cucu Nabi SAW berupa pembersihan, maka hal tsb sangat berpengaruh dan berhubungan dan merupakan anugrah buat beliau shalallahu ‘alaihi wasalam.

    ini kan lumrah sekali, tapi ya gak ada hubungannya dengan pembahasan di atas. Penyucian dalam ayat tathiir menjadi anugerah yang besar jika penyucian itu bersifat takwiniyah bukan bersifat tasyri’iyah. Jika penyucian itu terikat syariat maka penyucian itu tidak jauh bedanya dengan penyucian terhadap semua umat islam dengan adanya syariat perintah bersuci. Kelihatan jelas kalau yang namanya salafy itu gak konsisten 🙂

    note : ngapain anda kutip ayat ini “…Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu suatu apapun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam keluargaku.” (As-Syura:23). Setahu saya, salafy berpendapat kalau ayat ini untuk semua kaum Quraisy tidak hanya Ahlul Bait. Dan artinya menurut salafy benar-benar lain gak kelihatan sebagai keutamaan. Sepertinya memang sudah kerja salafy berbasa-basi memangkas keutamaan Ahlul Bait

  23. […] tulisan asal oleh-> Posted on April 30, 2011 by secondprince […]

  24. salam sejahtera bagi pengikut Nabi

  25. salam sejahtera bagi pengikut Nabi

    Hadis yang dibawakan SP (Supir Pribadi) di atas bisa dibilang adalah hadis “lagu lama” gampang dicari bantahannya oleh para Wahabiyyun. alias lagu lama dari syiah dan bantahannya pun sudah ada. dan itu banyak sekali dijumpai di kitab wahabi.

    Singkat kata mereka (SP vs Wahabis) hanya ngulang-ngulang yang apa yang dikatakan pendahulu mereka..

    Tanpa bermaksud membela si SP, apalagi ini atas nama “kebenaran” yang tidak pandang aliran kepercayaan,

    maka untuk menyudahi perjuangan kaum Wahabiyyun. Biar ngga ngeyel begitu, saya bawakan saja hadis yang benar-benar “melampu merahkan” hujjah mereka dari kitab mereka sendiri, bahwa Ummu Salamah Sendiri bukan Ahlul Bait. dan ini terlihat jelas dari sikap dan kata-kata Rasulullah berikut ini.

    نا أَبُو سَعِيدٍ، نا حُسَيْنٌ الْأَشْقَرُ، نا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي [ص:965] الْأَسْوَدِ، نا الْأَعْمَشُ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ ثَوْبًا فَجَلَّلَهُ عَلَى عَلِيٍّ، وَفَاطِمَةَ، وَالْحَسَنِ، وَالْحُسَيْنِ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ، وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} [الأحزاب: 33] قَالَتْ: فَجِئْتُ لِأَدْخُلَ مَعَهُمْ، فَقَالَ: مَكَانَكِ , أَنْتِ عَلَى خَيْرٍ

    Dari Abu Said, dari Husein Asyqar, dari Manshur bin Abi Aswad, dari A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Syahr bin Hausyab dari Ummu Salamah. Ia menerangkan bahwa Rasulullah saw mengambil kain lalu beliau menutupi Ali Fatimah Hasan dan Husein lalu membaca ayat 33 surat al-Ahzab.

    Lanjut Ummu Salamah, lalu aku datang untuk masuk ke dalamnya (agar ikut tertutupi juga dengan kain tersebut) bersama mereka.

    Namun Nabi menjawab, Stop!!!, Engkau hanya berada di atas kebaikan.!!!

    Source: Mu’jam Ibnul Arabi Juz III hal 964. Tahrij: Abdul Muhsin Ibrahim. Penerbit Dar Ibnul Jauzi KSA. Cet 1997

    Nah para Wahabi Silahkan mengeluarkan bantahan kalian!!!

    kikikikikikikikiki

  26. @budi
    Tetap mereka tdk bisa membantah secara logika (dengan argument) Mereka akan bantah dengan BER ANDAI2 atau dengan ASUMSI mereka. Salam

  27. @budi
    😀
    Kalau hadits tsb juga sudah sering disampaikan. Bagi mereka yang berakal dan ikhlas tentu tidak sulit untuk menerima. Namun bagi mereka yang sudah antipati/menolak, malaikat jibril turun memberi tahu pun tidak akan menerima.. 😦
    Analoginya adalah; bagi mereka yang meyakini Tuhan ada maka mereka bisa menampilkan 1000 hujjah untuk membuktikan Tuhan ada. Namun sebaliknya bagi mereka yang tidak percaya adanya Tuhan juga mereka sanggup menyampaikan 1000 hujjah utk membuktikan Tuhan tidak ada.
    Fenomena seperti tidak perlu diherankan, dan juga tidak perlu ngotot untuk mengajak mereka mempercayainya.
    Bagi mereka yang berakal, ketika melihat adanya usaha yang sistematis dalam memangkas kemuliaan Rasul saw dan keluarganya, maka sudah lebih dari cukup sebagai hujjah bahwa ada sekelompok orang yang dengki kepada kemuliaan mereka. Dan keberadaan dan “kemuliaan” mereka terancam atas hal tsb.
    Sejarah menunjukkan keluarga/keturunan Rasul saw dikejar2, difitnah, dibunuh. Dan umat beliau tenang2 saja dan santai2 saja koq. Bahkan sibuk mencari pembenaran atas kejahatan tsb.
    Akhirnya yang tertinggal adalah pilihan2. Yang mana pilihan2 tsb secara alamiah mengandung konsekuensi2.

    Salam damai.

  28. apakah ini yg disebut dengan “sudah tahu tapi tdk mau tahu ?….jika ini maka dirinyanya lah yg mengunci mati hati dan pendengarannya…

  29. @sok tau banget
    Abul Hasan bin Abu Bakar al-Haithami dalam kitabnya Majma al-Zawaid meriwayatkan sebuah pernyataan dari sahabat Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata:

    “Aku solat bersama Rasulullah SAW selama 17 bulan, setiap beliau keluar dari rumah selalu mendatangi pintu (rumah) Fatimah dan mengatakan:”Rahmat Allah atas kalian”: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan kekotoran (dosa) dari kalian wahai Ahlul Bait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya.” [Juz 9, hal. 169; Hadith al-Kisa fi Kutub Madrasah al-Khulafa’ hal. 12]

    adakah dalil istri2 nabi diperlakukan spr ini?

    As-Suyuthi dalam al-Durr al-Manthur juz 8, halaman 808, menyatakan bahawa Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan sebuah hadith dari Abu al-Hamro’, ia menyatakan bahawa aku ingat suatu kejadian yang dilakukan oleh Nabi selama delapan bulan, setiap kali beliau keluar untuk solat subuh datang lebih dahulu ke pintu rumah Ali AS, lalu meletakkan tangan pada pintu itu dan berkata: “Solat, solat.”

    lebih lanjut ia (Suyuthi) mengatakan bahawa Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Selama sembilan bulan aku menyaksikan Nabi SAW mendatangi pintu rumah Ali AS lima kali sehari sambil berkata:

    “Selamat sejahtera wahai Ahlul Bayt, mari solat semoga Allah merahmati kalian. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menghilangkan dari kalian kekotoran (dosa) dan mesucikan sebersih-bersihnya.’ As-Solat. Rahima-kumullah.”

    Ia juga menyebutkan bahawa al-Tabrani meriwayatkan dari Abu al-Hamro’, ia berkata,”Aku melihat Nabi mendatangi rumah Fatimah selama enam bulan dan mengucapkan Ayat Tathir.”[Ad-Durr al-Manthur, Juz 6, hal. 607]

    Syeikh Yusuf al-Nabhani mengatakan bahawa ada beberapa riwayat dari berbagai jalur hasan mahupun sahih dari sahabat Anas bin Malik mengatakan bahawa setelah turunnya ayat tersebut, jika Nabi berangkat untuk solat subuh pasti melewati depan rumah Fatimah dan mengatakan,”Solat wahai Ahlul Bayt.”[As-Syaraf al-Muabbad hal. 7; Hadith riwayat Imam Ahmad dan al-Turmudzi; Tafsir Ibnu Katsir Juz 3, hal. 483 pada hadith pertama; al-Durr Manthur, Juz 6, hal. 605]

    Dan sahabat Abu Sa’id al-Khudri menyatakan bahawa setelah ayat itu turun Nabi SAWAW selama empat puluh hari, setiap pagi (subuh) mendatangi rumah Fatimah dan mengatakan,”Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menghilangkan dari kalian kekotoran (dosa) dan mesucikan sebersih-bersihnya.”

    Riwayat tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Abbas (hal itu dilakukan) selama tujuh bulan dan dalam riwayat lain selama delapan bulan.

    Hal itu menurut Syeikh Yusuf al-Nabhai merupakan pernyataan tegas dari Nabi bahawa yang dimaksudkan dengan Ahlul Bayt dalam ayat itu adalah lima orang tersebut.[al-Syaraf al-Muabbad: 7-8]
    Tindakan itu dilakukan oleh Nabi agar orang-orang yang di dalam hatinya terdapat kecenderungan untuk sesat dan berpenyakit hati (hasad) tidak dapat jalan untuk menyalahtafsirkan maksud kandungan ayat tersebut dan tidak lagi memiliki bukti untuk mendukung penyimpangannya.

    anda hanya mempertahankan kedengkian anda trhdp ahlul bait.
    sebenarnya msh ada riwayat dr aisyah yg mengatakan bhw dirinya tdk termasuk dlm al ahzab 33.tp kelihatan percuma saja utk ditampilkan krn anda pst akan menolaknya juga.
    jadi berikan sy dalil bhw istri2 nabi jg diperlakukan sama oleh rosul,yaitu dgn mendatangi mereka(istri2 nabi) dgn ucapan yg sama (al ahzab 33)

  30. kalau memang otomatis menyangkut Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ya dari awal saja pakai kata “kum” kok ini malah pakai “kunna”. Begitu pula setelah disebutkan lafaz Ahlul bait dalam ayat 33 di ayat 34 kok balik ke kunna lagi padahal disitu kan ada lafaz “buyutikunna”. Rumah itu kan rumah Nabi sebagai Sayyidul bait [shallallahu ‘alaihi wasallam] jadi otomatis milik Nabi dan lafaznya harusnya “kum” tetapi kok pakai “kunna”. Jadi hujjah “otomatis” versi anda itu cuma akal-akalan anda saja yang bingung dengan penggunaan kata ganti.

    Weleh gimana sih, Al-Ahzab dari 28-35 bicara berkaitan dengan istri-istri, istri-istri siapa??? Istri anda? Bukan! Istri-istri NABI :

    Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain (QS 33:32)

    Maka jelas sangat berkaitan dengan Nabi SAW, mengapa Allah menurunkan ayat-ayat untuk mereka? Apakah mereka wanita2 biasa??? Tidak! Karena Mereka sangat berkaitan dengan pribadi Nabi SAW, mereka adalah istri2 beliau, tidak seperti wanita yang lain, Allah sendiri yang mengatakannya! Maka ketika menyinggung Ahlul Bait, Nabi SAW terkait di dalam-nya sebagai sayyidul bait, jelas uslub tersebut ada dalam Al-Qur’an di ayat yang lain, anda saja yg berusaha dengan akal-akalan anda mengeluarkan istri2 Nabi SAW dari lingkup Ahlul Bait dalam QS 33:33.
    Lho kok anda mengatur Al-Qur’an, Allah memakai istilah buyutikunna karena memang Allah sedang bicara dengan istri2 Nabi yang mereka tinggal di masing2 rumah yang disediakan oleh Nabi SAW di dekat masjidil Haram, dan istri2 Nabi berkaitan erat dg Nabi, karena itulah Allah menurunkan Ayat2 untuk mereka. Jangan Naif gitu ah :mrgreen: Di lain Ayat di dalam surat yang sama Allah menyebut buyutannabiyyi karena yang sedang diajak bicara adalah orang-orang yang beriman maka lawannya adalah Nabi SAW, lihat dong konteksnya :

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS 33:53)

    Jadi rumah istri-istri Nabi pada hakekatnya ya rumah-rumah Nabi itu sendiri.
    Perhatikan penggalan ayat di atas:

    Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.

    Artinya apapun yang terjadi dengan istri2 beliau akan sangat berpengaruh dan berkaitan dengan beliau. Dan karena alasan ini juga Allah menurunkan ayat pembersihan dari tuduhan untuk Aisyah istri beliau dalam QS An-Nuur:26 dalam peristiwa berita bohong, saya juga telah menukilkan hadits bagaimana Nabi SAW membela Aisyah dan menyebutnya sebagai ahlul bait beliau di komentar sebelumnya. Apakah anda buta dengan fakta2 yg jelas seperti ini? Terus apa yang aneh jika Allah menurunkan pembersihan untuk istri-istri Nabi SAW dalam ayat thathir? Dan jelas memang mereka lah shahibul ayat tersebut dr awal.

    Bukankah Nabi SAW pernah bersabda: “berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.”

    Ini bukti kalau anda tidak konsisten. Bukankah anda mengatakan ayat tathiir itu terikat dengan ayat sebelumnya. Jadi penyucian itu terkait dengan perintah2 yang Allah SWT sebutkan. Untuk siapa perintah itu diberikan maka untuk merekalah tujuan penyucian itu. Perintah2 yang disebutkan sebelumnya adalah perintah khusus untuk istri-istri Nabi dan bagaimana mungkin Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] masuk kedalamnya.

    Lho emang iya, tetapi begitu disinggung pembersihan terhadap Ahlul bait maka terkait dengan sang sayyidul bait yaitu Nabi SAW, apa anehnya? Perintah dan larangan memang diberikan saat itu untuk istri-istri beliau, karena apa?? KARENA MEREKA ADALAH ISTRI-ISTRI NABI TIDAK SEPERTI WANITA YANG LAIN, JELAS?? Kalau ga jelas lihat kembali QS 33:32 di atas. Ketika mereka mendapat anugerah pembersihan ya tentunya sangat terkait dengan beliau sebagai sayyidul bait. Ingat mereka adalah Ahlul Bait Nabi, anggota keluarga Nabi, hidup serumah dengan Nabi, dibawah kepemimpinan Nabi SAW, tidak terpisah dengan Nabi dan Nabi pun tinggal dalam rumah-rumah tersebut. Naif sekali argumentasi anda :mrgreen:

    Disini kalau kita konsisten dengan urutan ayat maka penggunaan lafal “kum” memang benar ditujukan kepada Nabi Ibrahim dan istrinya. Sekarang yang dimaksud rahmat Allah itu terkait soal apa?. Jawaban dari ayat sebelumnya adalah terkait dengan anak yang diberikan Allah SWT. Kepada siapa Allah SWT memberikan anak tersebut, ya kepada Nabi Ibrahim dan istrinya maka digunakan lafal “kum”. Kembali ke al ahzab 33 kalau mau konsisten dengan urutan ayat maka lafaz “kum” menjadi rancu makanya anda pakai akal-akalan sendiri kalau “kum” disebabkan Nabi sebagai sayyidul bait ikut masuk

    Ga usah kemana-mana dulu, anda telah mengakui bahwa istri Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim sendiri yang dimaksud Ahlul Bait dalam Huud:73, lalu apa masalahnya jika Ahlul Bait dalam Al-Ahzab:33 adalah istri-istri Nabi Muhammad dan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam sendiri? Bukankah istri-istri Nabi SAW memang benar Ahlul Bait berdasarkan dalil2 sunnah? Jika yg anda permasalahkan konteksnya, saya sudah jelaskan panjang lebar di atas, soal rahmat dan keberkatan dalam QS 11:73 itu untuk istri Nabi Ibrahim dan terkait dengan Nabi Ibrahim sebagai sayyidul bait, demikian juga pembersihan/penyucian dlm QS 33:33 adalah untuk istri-istri Nabi dan terkait dengan Nabi SAW sebagai sayyidul bait. Sungguh aneh anda berusaha memisahlan ahlul bait dengan sayyidul bait-nya.

    Surah Hud itu jelas berurutan dan tidak ada yang rancu dalam penggunaan kata “kum” dan lagi tidak ada hadis yang menjelaskannya. Sedangkan al ahzab 33 terdapat hadis yang menjelaskan kalau ayat tersebut tidak berurutan dan penggunaan kata “kum” akan rancu jika dipaksakan ayatnya berurutan ditambah lagi terdapat hadis-hadis shahih bahwa Ahlul Bait yang dimaksud adalah ahlul kisa’

    Itu menurut pikiran anda yang rancu, uslub yang sama dipakai dalam kedua ayat tersebut, dan hal ini adalah bukti yang sangat kuat bahwa argumentasi anda lemah dan mengada-ada. Hadits2 mengenai Ahlul Kisa’ bukanlah pembatasan tetapi justru perluasan makna ahlul bait dalam QS 33:33. Bukti yang kuat adalah ketika ayat tersebut turun, Nabi SAW masih berdo’a kepada Allah untuk ahlul kisa’ agar mereka dimasukkan ke dalam Ahlul Bait yang dibersihkan dalam QS33:33 sebagaimana istri-istri Nabi SAW.

    Lho dalam Al Qur’an penggunaan lafaz Ahlul Bait juga tertuju kepada Ibu Nabi Musa. Jadi juga terkait dengan nasab. Ahlul Bait bisa berhubungan lewat nasab dan bisa juga lewat pernikahan. Apanya yang asumsi? dari dulu memang begitulah keadaannya. Keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas itu semuanya terikat nasab dan tetap disebut Ahlul Bait.

    Jadi benar kan istri adalah ahlul bait, istri Imran saja di sebut ahlul bait dalam Al-Qur’an, lalu apa masalahnya jika ahlul bait dalam QS 33:33 adalah istri-istri Nabi SAW?.

    akal-akalan anda itu gak kena tuh dengan ayat Al Qur’annya. Anda lihat lafaz “buyutikunna”. Saya tanya itu rumah-rumah siapa?. Ya Rumah Nabi[shalallahu ‘alaihi wasallam] jadi Nabi sebagai pemilik rumah juga ikut masuk. nah menuruti logika anda Nabi sebagai Sayyidul bait harusnya pakai kata “kum”. Tapi Al Qur’an pakai kata “kunna”. Nah loh logika anda yang keliru dan gak sesuai dengan bahasa Al Qur’an

    Sungguh naïf sekali logika anda itu :mrgreen: saya sudah jawab panjang lebar di atas, karena memang yang sedang diajak bicara adalah istri-istri Nabi SAW yang tinggal di masing-masing rumah yang disediakan oleh Nabi SAW, kenapa Allah menurunkan ayat dan berbicara dengan mereka melalui ayat2 tsb? Karena mereka istri-istri Nabi, lihat lagi QS 33:32 itulah keterkaitannya dengan Nabi SAW. Dari awal alasannya adalah karena mereka istri2 Nabi SAW. Jadi jangan sekali-kali menganggap bahwa ayat2 yang diturunkan untuk istri2 Nabi SAW itu tidak ada kaitannya dg Nabi SAW sebagai suami dan sayyidul bait. Anda sangat salah sekali jika berpikiran spt itu.

    Coba jawab pertanyaan ini dengan konsisten?. Dimana letak keutamaan al ahzab 33 yang anda maksud?. Kalau dipahami secara berurutan maka ayat 33 berarti penyucian itu terkait dengan semua bentuk perintah yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan kata lain penyucian itu adalah konsekuensi syariat artinya ia terjadi jika mereka yang bersangkutan itu menjalankan perintah-perintah yang Allah SWT sebutkan. Pertanyaannya? keutamaan mana yang anda maksud sehingga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menginginkan keluarga Ali juga ikut masuk. Justru makna yang harusnya anda tangkap adalah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menginginkan keluarga Ali agar ikut dalam al ahzab 33 melaksanakan perintah2 di ayat sebelumnya sehingga mereka akan mendapat penyucian yang dikehendaki Allah SWT. Hal yang tidak pernah anda pahami adalah konsekuensi dari ayat yang berurutan menunjukkan kalau penyucian itu bersifat syar’i terkait dengan perintah2 yang disebutkan di ayat sebelumnya.

    Memang seperti itulah, bukankah kemudian selama beberapa bulan setelah ayat tersebut turun Nabi SAW selalu mengetuk pintu rumah Fatimah danmembangunkan keluarga Fatimah untuk shalat shubuh agar Allah membersihkan mereka?

    Ah anda ini cuma asal nyebut saja, pertanyaannya gampang Nabi SAW, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husein itu kok masuk dalam perintah khusus wanita dan kok Nabi SAW disuruh taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya?.Silakan tuh baca al ahzab 33 dengan lengkap, toh anda meyakini kalau ayat tathir tidak turun terpisah maka pertanyaan di atas adalah konsekuensi yang harus anda jawab. Uups ya satu lagi kenapa anda tidak memasukkan keluarga Ja’far, Aqil dan Abbas?.

    Tampaknya anda yg tidak mengerti komentar saya krn terjebak dg logika anda yg sempit. Pembersihan adalah konsekuensi pelaksanaan syari’at, Ahlul Kisa’ adalah perluasan ahlul bait dalam QS 33:33 atas do’a Nabi SAW, maka syariat-nya pun disesuaikan. Untuk mereka para wanita termasuk Fatimah ya mengikuti syari’at khusus untuk para wanita, yang syari’at khusus untuk istri Nabi ya khusus untuk istri Nabi SAW, untuk laki-laki ya syari’at khusus untuk mereka. Untuk Nabi ya syari’at khusus untuk Nabi SAW. Bukankah Nabi SAW setelah turun-nya ayat tsb ketika pergi ke Masjid selalu mengingatkan keluarga Fatimah untuk melaksanakan syari’at Allah salah satunya shalat shubuh?

    Anas bin Malik telah berkata : “Rasulullah saw pernah melewati pintu rumah Fatimah selama enam bulan, apabila beliau hendak keluar untuk shalat subuh, beliau berkata, ‘Salat wahai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan keraguan darimu wahai Ahlulbait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya’”. (HR Al-Turmudzi 2 : 29).

    Hadits di atas adalah kelanjutan usaha Nabi SAW agar keluarga Fatimah mendapatkan pembersihan dalam QS 33:33. Setelah beliau mendo’akan mereka, beliau pun selalu mengingatkan mereka untuk melaksanakan syari’at yang tentunya syari’at dalam artian yg luas.

    Kesimpulan dalam rangka mendapatkan pembersihan maka harus dilaksanakan syari’at dan syari’at ini luas, ada yang untuk laki2 dan wanita ada yg utk wanita saja, laki2 saja, istri2 Nabi, bahkan syari’at khusus untuk Nabi pun ada. Bacalah kembali Al-Ahzab, terdapat beberapa perintah Allah kepada Nabi SAW yg berkaitan dengan rumah tangga beliau. Terlepas dari hal tsb, apa yg terjadi pada keluarga/istri2 beliau sangat terkait dengan beliau secara otomatis.
    Jika ada dalil mengenai keluarga Abbas dan Aqil yang berkaitan dengan QS 33:33, tentu saya akan masukkan, jangan khawatir :mrgreen:

    Anugerah tiada tara yang bagaimana yang anda maksudkan?. Apakah penyucian itu yang anda maksud. Lho bukankah berdasarkan siyaq al ayat [urutan ayat] maka penyucian itu terkait dengan syariat perintah yang disebutkan sebelumnya. Jadi penyucian itu akan menjadi anugerah jika mereka yang dimaksud konsisten dalam melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Itukah keutamaan yang anda maksud?. Apa bedanya dengan syariat wudhu’ yang Allah SWT tetapkan untuk manusia dengan tujuan menyucikan manusia?. Apakah penyucian itu termasuk anugerah yang sangat besar?. Kesannya seperti anda berusaha mengaburkan keutamaan dengan sok bilang “anugerah”. Seperti orang yang jualan teriak-teriak “barang paling bagus” tetapi setelah dilihat diteliti dengan baik barangnya ternyata biasa saja gak beda dengan barang lain

    penyucian itu terkait dengan syariat perintah yang disebutkan sebelumnya. Memang benar dan tentunya pembersihan kepada Ahlul Bait adalah kekhususan yang berbeda dengan pembersihan untuk yang lainnya, jelas Allah membedakan istri2 Nabi SAW tidak seperti wanita yang lain, ini adalah pengkhususan terhadap ahlul bait Nabi SAW. Saya kira cukup jelas hal ini.

    ini kan lumrah sekali, tapi ya gak ada hubungannya dengan pembahasan di atas. Penyucian dalam ayat tathiir menjadi anugerah yang besar jika penyucian itu bersifat takwiniyah bukan bersifat tasyri’iyah. Jika penyucian itu terikat syariat maka penyucian itu tidak jauh bedanya dengan penyucian terhadap semua umat islam dengan adanya syariat perintah bersuci. Kelihatan jelas kalau yang namanya salafy itu gak konsisten

    Sunnatullah, semua di dunia itu berlaku sebab dan akibat, Nabi SAW dan keluarganya pun dituntut melaksanakan syari’at untuk mendapatkan pembersihan, tentu saja anugrah buat mereka tingkatannya lebih tinggi daripada yg lainnya. Nabi SAW saja melaksanakan syari’at, ahlul bait pun dituntut spt itu kok faktanya, Tentunya Allah telah menjadikan keluarga Nabi SAW adalah keluarga yang sholeh dan shalihah sehingga mereka layak mendapatkan pembersihan/penyucian dari Allah. justru pikiran anda saja yang aneh 🙂

  31. @stb
    Sok tau ente. Apakah ente menyangka Ali, Fatimah, Hasan dan Husein berbakti pada Allah seperti ente. sehingga ente berkata :” Memang seperti itulah, bukankah kemudian selama beberapa bulan setelah ayat tersebut turun Nabi SAW selalu mengetuk pintu rumah Fatimah danmembangunkan keluarga Fatimah untuk shalat shubuh agar Allah membersihkan mereka?” Pantas anda2 yang segolongan tdk mempunyai Rasa hormat terhadap mereka

  32. @sok tau banget

    Weleh gimana sih, Al-Ahzab dari 28-35 bicara berkaitan dengan istri-istri, istri-istri siapa??? Istri anda? Bukan! Istri-istri NABI :

    Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain (QS 33:32)

    Maka jelas sangat berkaitan dengan Nabi SAW, mengapa Allah menurunkan ayat-ayat untuk mereka? Apakah mereka wanita2 biasa??? Tidak! Karena Mereka sangat berkaitan dengan pribadi Nabi SAW, mereka adalah istri2 beliau, tidak seperti wanita yang lain, Allah sendiri yang mengatakannya! Maka ketika menyinggung Ahlul Bait, Nabi SAW terkait di dalam-nya sebagai sayyidul bait, jelas uslub tersebut ada dalam Al-Qur’an di ayat yang lain, anda saja yg berusaha dengan akal-akalan anda mengeluarkan istri2 Nabi SAW dari lingkup Ahlul Bait dalam QS 33:33.
    Lho kok anda mengatur Al-Qur’an, Allah memakai istilah buyutikunna karena memang Allah sedang bicara dengan istri2 Nabi yang mereka tinggal di masing2 rumah yang disediakan oleh Nabi SAW di dekat masjidil Haram, dan istri2 Nabi berkaitan erat dg Nabi, karena itulah Allah menurunkan Ayat2 untuk mereka. Jangan Naif gitu ah :mrgreen: Di lain Ayat di dalam surat yang sama Allah menyebut buyutannabiyyi karena yang sedang diajak bicara adalah orang-orang yang beriman maka lawannya adalah Nabi SAW, lihat dong konteksnya :

    waduh anda ini lucu sekali ya, perkataan anda itu adalah hujjah untuk menyerang anda. Yang kita permasalahkan adalah kata ganti “kum”. Anda itu kan awalnya bilang yang terkait istri Nabi otomatis Nabi sebagai sayyidul bait masuk juga makanya digunakan kata “kum”. Itu artinya pembersihan dalam al ahzab 33 adalah untuk Nabi dan istri-istrinya tetapi berdasarkan urutan ayatnya maka penyucian itu adalah terkait dengan perintah sebelumnya. Mereka yang melaksanakan perintah itu maka akan disucikan. Istri-istri Nabi melaksanakan perintah tersebut maka dengan perintah itulah Allah SWT menyucikan mereka sedangkan Nabi SAW, apakah harus melaksanakan perintah khusus istri2 Nabi itu?. Ngapain anda sok berbasa-basi bahwa untuk Nabi ada syariat sendiri. lha yang dibicarakan itu al ahzab 33 bukan ayat lain. penyucian al ahzab 33 jika dipandang dengan urutan ayat adalah terikat dengan perintah sebelumnya. Jadi usaha basa-basi anda yang mengaitkan dengan syariat lain tidak ada gunanya.

    Lho emang iya, tetapi begitu disinggung pembersihan terhadap Ahlul bait maka terkait dengan sang sayyidul bait yaitu Nabi SAW, apa anehnya? Perintah dan larangan memang diberikan saat itu untuk istri-istri beliau, karena apa?? KARENA MEREKA ADALAH ISTRI-ISTRI NABI TIDAK SEPERTI WANITA YANG LAIN, JELAS?? Kalau ga jelas lihat kembali QS 33:32 di atas. Ketika mereka mendapat anugerah pembersihan ya tentunya sangat terkait dengan beliau sebagai sayyidul bait. Ingat mereka adalah Ahlul Bait Nabi, anggota keluarga Nabi, hidup serumah dengan Nabi, dibawah kepemimpinan Nabi SAW, tidak terpisah dengan Nabi dan Nabi pun tinggal dalam rumah-rumah tersebut. Naif sekali argumentasi anda

    Justru anda sendiri yang naif, apa saya sedang memisahkan antara Nabi dan istri-istrinya. Jangan menunjukkan kelemahan pikiran anda dalam memahami komentar orang lain. Sekali lagi yang kita permasalahkan adalah penggunaan kata ganti kum. Kum disitu merujuk kepada siapa? apakah kepada istri-istri Nabi saja atau Nabi beserta istrinya. Jika merujuk pada istri2 saja maka ini jelas bertentangan dengan lafaz ayatnya yaitu “kum”. Jika anda mau menambahkan Nabi sebagai sayyidul bait sebagai yang tertuju pada al ahzab 33 maka ini rancu mengapa Nabi SAW disuruh taat kepada Allah dan Rasul-nya atau melaksanakan perintah ini yang dengan perintah ini Allah SWT menyucikan mereka?. Atau anda mau mengatakan Rasul SAW dapat penyuciannya tetapi tidak untuk perintahnya, nah itu berarti anda sedang memisahkan ayat tathhir dengan ayat sebelumnya yang bicara soal perintah-perintah untuk istri Nabi

    Kalau anda mau mengatakan penyucian untuk istri-istri Nabi berarti penyucian untuk Nabi juga maka saya tanya apakah ketika istri Nabi [SAW] melanggar perintah Nabi [SAW] maka Nabi [SAW] menjadi tidak suci lagi?. Jawab dengan jelas jangan basa-basi. Kenapa penyucian terhadap Nabi SAW anda mau ikatkan dengan perilaku istri-istri Beliau. Dalam Al Qur’an terdapat ayat yang mengecam perilaku sebagian istri Nabi yaitu dalam surat At Tahrim. Apakah perilaku mereka membuat Nabi [SAW] menjadi tidak suci lagi?.

    Ga usah kemana-mana dulu, anda telah mengakui bahwa istri Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim sendiri yang dimaksud Ahlul Bait dalam Huud:73,

    Apanya yang gak usah kemana-mana? kan anda yang kemana-mana sambil membawa surah Hud ayat 73 itu. saya cuma menjelaskan penggunaan kata “kum” disana bukan seperti yang anda kira. Saya katakan kalau rahmat itu untuk Nabi Ibrahim AS dan istrinya makanya digunakan kata “kum”. Gak ada tuh saya berhujjah dengan perkataan anda Nabi Ibrahim sebagai “sayyidul bait”. Itu gak ada hubungannya disini, rahmat itu ditujukan pada mereka berdua karena anak tersebut adalah karunia dan rahmat bagi mereka berdua. kalau mau dianalogikan dengan al ahzab 33 berarti penyucian itu untuk mereka yang mendapatkan perintah-perintah yang disebutkan Allah SWT dalam ayat sebelumnya. Kalau mau anda tujukan kepada Nabi [SAW] berserta istri-istrinya maka itu berarti Nabi [SAW] dan istri-istrinya mendapatkan perintah-perintah dari Allah SWT dan dengan perintah itu Allah SWT menyucikan mereka. Tetapi anehnya perintah yang dimaksud adalah perintah khusus bagi kaum wanita bukan untuk Nabi [SAW].

    lalu apa masalahnya jika Ahlul Bait dalam Al-Ahzab:33 adalah istri-istri Nabi Muhammad dan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam sendiri?

    Masalahnya adalah bagaimana anda menjelaskan Nabi [SAW] sebagai ikut dalam penyucian padahal penyucian itu terikat dengan perintah khusus wanita dan perintah taatilah Allah SWT dan Rasul-Nya.

    Bukankah istri-istri Nabi SAW memang benar Ahlul Bait berdasarkan dalil2 sunnah?

    Keluarga Ja’far, keluarga Aqil dan keluarga Abbas juga adalah ahlul bait. Siapa yang sedang menafikan kalau mereka semua adalah Ahlul bait. Anda sendiri yang cuap-cuap berkomentar tetapi tidak memahami bagaimana pandangan orang lain. Yang kita bicarakan adalah ahlul bait dalam al ahzab 33, just it. Anda sendiri bisa tuh tidak memasukkan keluarga Abbas, Ja’far dan Aqil kedalam ayat tersebut padahal mereka juga Ahlul bait.

    Jika yg anda permasalahkan konteksnya, saya sudah jelaskan panjang lebar di atas, soal rahmat dan keberkatan dalam QS 11:73 itu untuk istri Nabi Ibrahim dan terkait dengan Nabi Ibrahim sebagai sayyidul bait,

    Apa anda tidak membaca penjelasan saya disitu mengapa di surah Hud menggunakan kata “kum”. Itu karena memang ditujukan untuk Nabi Ibrahim dan istrinya. Anak yang dikandung oleh istri Nabi Ibrahim adalah karunia atau rahmat bagi Nabi Ibrahim beserta istrinya makanya digunakan kata “kum”. Gak ada kaitannya dengan ucapan anda “sayyidul bait”

    demikian juga pembersihan/penyucian dlm QS 33:33 adalah untuk istri-istri Nabi dan terkait dengan Nabi SAW sebagai sayyidul bait. Sungguh aneh anda berusaha memisahlan ahlul bait dengan sayyidul bait-nya.

    Ngawurnya gak hilang-hilang. Siapa yang sedang memisahkan ahlul bait dari sayyidul bait-nya?. saya sedang membicarakan rapuhnya alasan anda soal penggunaan kata ganti “kum” dengan alasan Nabi sebagai sayyidul bait. Coba jawab pertanyaan saya kalau memang Nabi yang dituju dalam ayat al ahzab 33 maka perintah apa yang harus dilaksanakan Nabi agar mendapat penyucian tersebut?. Jangan ngeles bahwa Nabi punya perintah sendiri, jelas2 yang dimaksud itu kan penyucian yang ada dalam al ahzab 33 dimana itu terkait dengan perintah 2 sebelumnya.

    Kalau anda mau mengatakan Nabi mendapat mendapat penyucian tetapi gak dapat perintah. maka itu berarti anda sedang memisahkan ayat tathir dari ayat-ayat sebelumnya. Kalau untuk istri Nabi ayat tersebut bersambung tetapi kalau untuk Nabi ayat tersebut terpisah. Kalau begini pendapat anda maka ini cuma akal-akalan saja 🙂

    Kalau anda mau mengatakan Nabi mendapat penyucian karena istri Nabi yang melakukan perintah tersebut artinya penyucian istri Nabi otomatis berarti penyucian terhadap Nabi. Maka konsekuensi nya penyucian Nabi [SA] bersifat bersyarat yaitu tergantung dengan istri-istri Beliau. Seandainya istri2 Nabi [SAW] melanggar perintah Nabi [SAW] maka Nabi [SAW] tidak lagi suci menurut anda, begitukah?. Kalau ini alasan anda mengapa digunakan kata “kum” yaitu penyucian terhadap istri Nabi SAW otomatis terhadap Nabi SAW maka alasan ini gak tepat dengan penggunaan kata “buyutikunna”. Rumah itu adalah rumah istri Nabi-istri Nabi SAW nah rumah istri Nabi otomatis rumah Nabi, menuruti logika anda ya otomatis juga pakai kata ganti “kum”.

      Karena Nabi sayyidul bait maka Penyucian istri-istri Nabi otomatis penyucian Nabi makanya digunakan kata “kum”
      karena Nabi sayyidul bait maka Rumah istri-istri Nabi otomatis rumah Nabi harusnya pakai kata “kum” [buyutikum] juga tetapi Al Qur’an gak pakai “kum” malah tetap pakai “kunna” [buyutikunna]

    Yang kedua itulah yang dipakai Al Qur’an, sehingga timbul pertanyaan apa alasannya dipakai “kunna” jawabannya karena yang diajak bicara adalah istri-istri Nabi SAW. Gak ada hubungan apakah Nabi sayyidul bait atau bukan tetap yang diajak bicara saat itu adalah istri-istri Nabi makanya pakai kata ganti “kunna”.

    Begitu pula dengan ayat tathiir jika memang itu ditujukan untuk istri-istri Nabi [SAW] atau jika memang yang sedang diajak bicara itu istri-istri Nabi [SAW] maka kata ganti yang dipakai adalah “kunna” bukannya “kum”. Lafaz “kum” menunjukkan ayat tersebut turun untuk orang lain yaitu jamak laki-laki dan perempuan bukan turun khusus untuk perempuan. Sedangkan ayat sebelumnya turun khusus untuk perempuan [istri-istri Nabi SAW] sehingga sesuai dengan kata gantinya yaitu “kunna”.

    Artinya apapun yang terjadi dengan istri2 beliau akan sangat berpengaruh dan berkaitan dengan beliau. Dan karena alasan ini juga Allah menurunkan ayat pembersihan dari tuduhan untuk Aisyah istri beliau dalam QS An-Nuur:26 dalam peristiwa berita bohong, saya juga telah menukilkan hadits bagaimana Nabi SAW membela Aisyah dan menyebutnya sebagai ahlul bait beliau di komentar sebelumnya. Apakah anda buta dengan fakta2 yg jelas seperti ini?

    Maaf tapi saya katakan andalah yang buta dengan apa yang saya katakan, perkataan anda di atas tidak ada satupun yang tidak sesuai dengan apa yang saya yakini. Saya meyakini soal Allah SWT membersihkan tuduhan Aisyah, saya meyakini Nabi [SAW] menyebut Aisyah Ahlul Bait. jadi fakta jelas apa yang saya butakan. Perkataan ini justru membuktikan andalah yang buta tapi menuduh orang lain buta

    Terus apa yang aneh jika Allah menurunkan pembersihan untuk istri-istri Nabi SAW dalam ayat thathir? Dan jelas memang mereka lah shahibul ayat tersebut dr awal.

    Keanehannya sudah saya sebutkan, dari awal ayat tersebut menggunakan kata “kunna” yang merujuk pada istri2 Nabi yang semuanya wanita tetapi pada kata “Innama Yuridullah Liyudzhiba ankumm” [sesungguhnya Allah SWT berkehendak menyucikan kamu] kata ganti yang digunakan adalah “kum” yang tertuju untuk laki-laki dan perempuan. Dimana laki-laki yang dimaksud dalam ayat sebelumnya? tidak ada, maka ini menunjukkan kalau ayat tathiir mulai dari innama itu terpisah dari ayat sebelumnya.

    Keanehan lain, tidak ada satupun istri Nabi [SAW] yang mengaku kalau mereka adalah Ahlul Bait dalam ayat tathiir dan sebaliknya mereka malah meriwayatkan berbagai hadis yang menunjukkan kalau Ayat tathiir untuk Ahlul Kisa’. Dan terdapat riwayat dari Ummu Salamah yang menegaskan kalau ia bukan Ahlul Bait dalam Al Ahzab 33.

    Anda mengatakan bahwa Al Ahzab 33 adalah milik istri2 Nabi sebagai shahibul ayat tetapi aneh bin ajaib sampai Ummu Salamah menceritakan hadis kisa’ tersebut ia tetap tidak mengetahui kalau ayat tersebut turun untuknya. bahkan ia dengan mudah menceritakan kalau ia bertanya kepada Nabi [SAW] apakah ia bisa ikut masuk bersama mereka?. Pertanyaan ini saja sudah aneh. Mengapa orang yang untuk siapa ayat itu dituju kok malah bertanya dan berharap dirinya ikut masuk?. pertanyaan itu menjadi bukti kalau ayat tersebut bukan untuk istri Nabi makanya Ummu Salamah berharap ikut masuk. Gak usah pakai ngeles kalau Ummu Salamah tidak tahu, masa’ tidak tahu terus-terusan ditambah lagi kok Nabi [SAW] lebih mendahulukan kehendaknya sendiri untuk memasukkan keluarga Ali daripada menyampaikan ayat tersebut terlebih dahulu kepada Ummu Salamah?.

    Pembersihan adalah konsekuensi pelaksanaan syari’at, Ahlul Kisa’ adalah perluasan ahlul bait dalam QS 33:33 atas do’a Nabi SAW, maka syariat-nya pun disesuaikan.

    Maaf anda ini memang bisanya cuma basa-basi. ibratanya diskusi dengan orang yang cuma banyak bicara tetapi isinya tidak ada. Menurut anda Penyucian dalam al ahzab 33 bukan penyucian takwiniyah tetapi penyucian bersyarat dan syaratnya ada pada ayat sebelumnya maka syariat penyucian itu disebutkan dalam ayat sebelumnya. Jadi perkataan anda syariatnya disesuaikan adalah basa basi anda sendiri karena anda tidak memiliki jawaban atau anda tidak paham dengan ayat tersebut.

    Untuk mereka para wanita termasuk Fatimah ya mengikuti syari’at khusus untuk para wanita, yang syari’at khusus untuk istri Nabi ya khusus untuk istri Nabi SAW, untuk laki-laki ya syari’at khusus untuk mereka. Untuk Nabi ya syari’at khusus untuk Nabi SAW.

    Mana syariat yang anda maksud, coba sebutkan. Jatuhnya anda ini tidak sedang menjelaskan al ahzab 33 tetapi menjelaskan waham pikiran anda sendiri. Kelihatan tuh kalau anda tidak konsisten. kalau mau konsisten bahwa al ahzab 33 berurutan dengan ayat sebelumnya maka syariat itu ya syariat di ayat sebelumnya. penyucian itu terikat dengan ayat sebelumnya itulah konsekuensi urutan ayat. Perhatikan saja al ahzab 32 dan 33 maka sangat jelas kalau penyucian itu terkait dengan syariat khusus wanita. Karena bertentangan dengan teori anda maka anda memasukkan obrolan basa-basi syariatnya disesuaikan, wah wah wah

    Bukankah Nabi SAW setelah turun-nya ayat tsb ketika pergi ke Masjid selalu mengingatkan keluarga Fatimah untuk melaksanakan syari’at Allah salah satunya shalat shubuh?

    Maaf saya pribadi tidak pernah berhujjah dengan hadis ini dan kalau saya tidak salah hadis tentang ini kan didhaifkan oleh para salafiyun. Lucu sekali orang seperti anda, kalau ada hadis shahih dipakai lawan diskusi anda, anda mencari-cari celah mendhaifkan walaupun dengan cara yang menyedihkan tetapi ketika anda sendiri berhujjah asal menguntungkan anda maka anda tidak segan-segan memakai hadis yang didhaifkan kelompok anda sendiri.

    penyucian itu terkait dengan syariat perintah yang disebutkan sebelumnya. Memang benar dan tentunya pembersihan kepada Ahlul Bait adalah kekhususan yang berbeda dengan pembersihan untuk yang lainnya, jelas Allah membedakan istri2 Nabi SAW tidak seperti wanita yang lain, ini adalah pengkhususan terhadap ahlul bait Nabi SAW. Saya kira cukup jelas hal ini

    Lucunya anda menanggapi komentar saya dengan komentar yang bahkan saya tidak melihat apa hubungannya. Bukankah yang saya tanyakan sebelumnya adalah “anugerah besar” mana yang anda maksud. Anugerah penyucian mana yang anda maksudkan. Bukankah penyucian itu sendiri bersyarat?. Dari sisi ini tidak ada perbedaan dengan penyucian terhadap semua umat islam terkait dengan syariat wudhu’. Hanya beda objek saja yang satu untuk umat islam yang satu untuk istri-istri Nabi dan ahlul Bait. dari sudut pandang anda saya tidak melihat apa yang anda maksud anugerah besar sampai-sampai Rasulullah [SAW] menginginkan keluarga Ali untuk ikut masuk?. Anehnya mengapa Rasul SAW meninggalkan keluarga Ja’far, keluarga Abbas, keluarga Aqil padahal mereka juga ahlul bait Nabi dan mereka juga dikenakan syariat. Mengapa mereka tidak diselimuti oleh Nabi [SAW]?

    Sunnatullah, semua di dunia itu berlaku sebab dan akibat, Nabi SAW dan keluarganya pun dituntut melaksanakan syari’at untuk mendapatkan pembersihan, tentu saja anugrah buat mereka tingkatannya lebih tinggi daripada yg lainnya. Nabi SAW saja melaksanakan syari’at, ahlul bait pun dituntut spt itu kok faktanya, Tentunya Allah telah menjadikan keluarga Nabi SAW adalah keluarga yang sholeh dan shalihah sehingga mereka layak mendapatkan pembersihan/penyucian dari Allah. justru pikiran anda saja yang aneh

    Maaf, pikiran anda itu yang aneh. Semua umat islam itu juga dikenakan syariat maka menuruti logika anda semuanya juga akan mendapatkan pembersihan jika melaksanakan syariat. Singkat cerita jika saya berdiri pada sudut pandang anda, saya tidak melihat apa yang anda sebut anugerah besar penyucian. Jika ahlul bait mendapat penyucian dengan syarat melaksanakan syariat dalam surah al ahzab maka semua umat islam pun mendapatkan penyucian dengan syariat bersuci dalam surah al maidah. Jadi dari sudut pandang anda berdiri, itu tidak terlihat seperti keutamaan tetapi hanya pembedaan syariat yang dilaksanakan saja, ujung-ujungnya sama mendapatkan penyucian.

  33. @SP
    masya allah sabarnya engkau SP..
    ko bisa ada orang dijelaskan begitu gamblang ko ya ndableg..n mokong..
    anda minta sama STB,dalil hadits yg menyatakan bhw istri2 nabi termasuk dlm al ahzab 33.
    sprt halnya banyak hadits yg mendukung bhw alahzab 33 hanyalah nabi,ali,fatimah,hasan n husein.

  34. Biasa, orang kalau sudah panik, hujjah nya sekenanya. Klasik.

    Orang Syi’ah itu mengatakan bahwa saya tidak jeli dalam mempelajari ilmu hadits. Mungkin… Tapi kalau dikaitkan dengan kemajhuulan ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah, maaf ya,…. yang bersangkutan sendiri lah yang perlu memperhatikan kata-kata yang barusan ia ucapkan. Ada beberapa segi yang dapat dijawab, diantaranya :

    1. Orang Syi’ah itu mengatakan bahwa ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah adalah tabi’iyah awal. Itu katanya. Kalau kita cek dari referensi yang ia pakai, Ibnu Hibbaan hanya mengatakan dalam Ats-Tsiqaat (5/no. 4880) :

    meriwayatkan dari Ummu Salamah, dan meriwayatkan darinya ‘Ammaar Ad-Duhniy.

    Juga Al-‘Ijliy hanya mengatakan dalam Ma’rifatuts-Tsiqaat :

    Kuufiyyah (orang Kuffah), taabi’iyyah tsiqah.

    Sama sekali tidak ada pernyataan tabi’in generasi awal. Entah dari mana ia bisa menyimpulkan itu. Atau mungkin yang dimaksudkan tabi’iy generasi awal itu ya semua tabi’iy dalam semua thabaqah. Kalau yang dimaksudkan adalah ini, ya tentu saja keliru besar. Istilah tabi’iy awal itu adalah tabi’iy senior yang berada – terutama – pada thabaqah kedua.

    Tapi yang prinsip saja, generasi tabi’iy itu bukanlah generasi yang anti kemajhulan dalam ilmu rijaal.

    Tentang Syaikh Al-Albaaniy, telah dikenal qaidah nya dalam penetapan tautsiq Ibnu Hibbaan terhadap seorang perawi jika tidak ditautsiq oleh imam mu’tabar. Jika ia menetapkan dengan lafadh jazm, maka diterima. Atau jika telah diriwayatkan darinya beberapa orang perawi tsiqaat (tiga atau lebih), ini juga diterima. Namun jika Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat tanpa ada lafadh jazm pentautsiqan, dan hanya ada satu atau dua orang perawi meriwayatkan darinya, maka pentautsiqan ini tidaklah diterima. Asy-Syaikh Al-Albaniy beberapa kali menjelaskan hal itu dalam beberapa tempat di kitabnya (misalnya saja Tamaamul-Minnah). Seandainya ada beberapa penghukuman terhadap beberapa perawi yang menyelisihi kaedah yang telah dijelaskannya, maka yang dipakai adalah kaedahnya. Itu juga terjadi pada imam yang lain. Lihatlah beberapa penghukuman Ibnu Hajar dalam At-Taqriib atas beberapa orang perawi yang menyelisihi kaedah/penjelasannya sendiri. Oleh karena itu, beberapa muhaqqiq ada yang mengkoreksinya, seperti misal : Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth – walau dalam beberapa tempat, keduanya juga mendapat kritik dari Dr. Maahir Al-Fakhl.

    Adapun Asy-Syaikh Ahmad Syaakir, maka sudah menjadi pengetahuan umum bagi penuntut ilmu hadits tentang kaedahnya dalam mengikuti pentautsiqan Ibnu Hibbaan, sehingga beliau (Syaikh Ahmad Syaakir) banyak terjatuh dalam kekeliruan seperti Ibnu Hibbaan dalam pentautsuqan majaahil. Banyak kitab yang telah dituliskan.

    2. Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy dalam Al-Anwaarul-Kaasyifah mengatakan Al-‘Ijliy ini kedudukannya sama dengan Ibnu Hibbaan dalam tasaahul-nya mentautsiq majaahil, bahkan ia lebih lebih tasaahul lagi. Baca juga penjelasan Mushthafa Al-‘Adawiy dalam Taisiru Mushthalahil-Hadiits nya. Sudah dimaklumi bagi para penuntut ilmu hadits akan perkataan para ahli hadits tentang Ibnu Hibbaan dalam masalah ini (misalnya penjelasan Ibnu Hajar dan yang lainnya). Lantas bagaimana kemajhulan itu terangkat dengan adanya penyerta tautsiq Al-‘Ijliy yang kedudukannya selevel dengannya atau lebih rendah ?. Aneh……

    Bukankah saya telah menyarankan kepada orang Syi’ah itu agar membuka dan membaca-baca keterangan Basyaar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth dalam At-Tahriir, kitab yang sepertinya sering ia buka ?. Tapi entahlah,…. apa memang tidak tahu apa nggak mau tahu….

    Nah, ‘Amrah ini, hanya ada dua orang yang disebutkan meriwayatkan darinya (dan di nomor 3 ada tafshil nya). Ini saja sudah cukup untuk menetapkan jahaalah (haal)-nya. Apalagi, periwayatan ‘Ammaar Ad-Duhniy dari ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah patut untuk diragukan.

    3. Terkait dengan nomor 2 di atas, dan ini belum saya singgung di komentar saya sebelumnya : Riwayat Al-Aajurriy yang disebutkan orang Syi’ah itu menyebutkan ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah. Ibnu Hibbaan, yang ia jadikan dasar pentautsiqan, menyebutkan dalam Ats-Tsiqaat : ‘Amrah bintu Syaafi’. Al-‘Ijliy, yang juga ia jadikan dasar pentautsiqan, menyebutkan dalam Ma’rifatuts-Tsiqaat : ’Amrah Al-Hamdaaniyyah, sama seperti yang tersebut dalam riwayat Al-Aajurriy. Ibnul-‘Araabiy dalam Al-Mu’jam dan Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil menyebutkan ‘Amrah bintu Af’aa (Al-Kuufiyyah).

    Ibnu ‘Asaakir ketika membawakan riwayat hadits tersebut di atas dari jalur ‘Ammaar Ad-Duhniy, dari ‘Amrah, dari Ummu Salamah (At-Taariikh 14/144-145) berkata :

    عمرة هذه ليست بنت عبد الرحمن إنما هي عمرة بنت أفعى كوفية

    “’Amrah ini bukanlah Bintu ‘Abdirrahmaan, akan tetapi ia adalah ‘Amrah bintu ‘Af’aa, Kuufiyyah” [selesai].

    Apa artinya ? Ibnu ‘Asaakir membedakan antara Al-Hamdaaniyyah dan Bintu Af’aa. Apa konsekuensinya ? Konsekuensinya, ini menguatkan apa yang saya katakan sebelumnya bahwa riwayat ‘Ammaar Ad-Duhniy dari ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah patut untuk diragukan.

    Perkataan Ibnu ‘Asaakir ini sesuai dengan perkataan Ibnu Hibbaan, bahwa ‘Amrah yang meriwayatkan darinya ‘Ammaar Ad-Duhniy itu bukan Al-Hamdaaniyyah. Bukankah Ibnu Hibbaan menyebutkan : Bintu Syaafi’ ?. Dan sependek pengetahuan saya, orang yang diambil riwayatnya oleh ‘Ammaar Ad-Duhniy adalah Bintu Af’aa Al-Kuufiyyah.

    Jadi,…. ini menguatkan status kemajhulan diri ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah dalam riwayat yang disebutkan oleh orang Syi’ah tersebut, karena kemungkinan kuat hanya satu orang perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Abush-Shahbaa’.

    Adapun penyebutan Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil di atas (yaitu : ‘Ammar Ad-Duhniy/Abu Mu’aawiyyah Al-Bajaliy, dari ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah, dari Ummu Salamah) adalah kekeliruan dari Ibnu Lahii’ah, karena yang benar adalah ‘Amrah bintu Af’aa, yang salah satu riwayatnya adalah sebagai berikut :

    حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَكَمِ الْحِبَرِيُّ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا مُخَوَّلُ بْنُ مُخَوَّلِ بْنِ رَاشِدٍ الْحَنَّاطُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ عَبَّاسٍ الشِّبَامِيُّ، عَنْ عَمَّارٍ الدُّهْنِيِّ، عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ أَفْعَى ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالتْ: نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِي بَيْتِي: إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا يَعْنِي فِي سَبْعَةٍ: جَبْرَائِيلَ، وَمِيكَائِيلَ، وَرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعَلِيٍّ، وَفَاطِمَةَ، وَالْحَسَنِ، وَالْحُسَيْنِ عَلَيْهِمُ السَّلامُ، وَأَنَا عَلَى بَابِ الْبَيْتِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَسْتُ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ؟ قَالَ: ” إنَّكِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ السَّلامُ “، وَمَا قَالَ: إنَّكِ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ.

    Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Al-Hakam Al-Hibariy Al-Kuufiy : Telah menceritakan kepada kami Mukhawwil bin Mukhawwil bin Raasyid Al-Hanaath : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Jabbaar bin ‘Abbaaas Asy-Syabbaamiy, dari ‘Ammaar Ad-Duhniy, dari ‘Amrah bintu Af’aa, dari Ummu Salamah, ia berkata : “Ayat ini turun di rumahku : ….. (QS. Al-Ahzab : 33)…., yaitu untuk tujuh orang : Jibriil, Mikaaiil, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aliy, Faathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain ‘alaihimis-salaam, dan aku berdiri di pintu rumah. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah aku bukan termasuk Ahlul-Bait ?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya engkau termasuk istri Nabi ‘alaihis-salaam”. Beliau tidak mengatakan : “Sesungguhnya engkau termasuk Ahlul-Bait” [no. 765].

    Para perawinya tsiqaat atau shaduuq, kecuali ‘Amrah ini.

    Masih ada riwayat lain.

    Jika demikian, bukankah qarinah kemajhulannya sangat kuat ?. Tautsiq Al-‘Ijliy atas ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah tidak mengangkat jahalatul-haal nya ‘Amrah, namun hanya mengangkat jahalatul-‘ain nya saja maksimal.

    Intinya, riwayat yang ia bela itu tetap saja LEMAH, tidak bisa dijadikan hujjah. Maaf.

    Kemudian perkataannya bahwa pertanyaan Ummu Salamah : “APakah aku termasuk keluargamu (yang sebenarnya lebih tepat dengan terjemahan : Bukankah aku termasuk keluargamu/alastu min ahlika) ?” dan kemudian dijawab Nabi : “Balaa” – itu tidak menunjukkan bahwa Ummu Salamah termasuk Ahlul-Bait.

    Sebenarnya ia hanyalah mengulang statementnya yang lalu saja dan itu telah saya jawab di kolom komentar di atas. Apologi nya Watsilah pernah menanyakan hal yang sama, dan dijawab seperti jawaban kepada Ummu Salamah.

    Tolong deh, cermati benar riwayatnya. Apakah memang sama atau berbeda. Orang Syi’ah itu tentu akan menjawab sama. Adapun saya : Berbeda. Kenapa ? Ummu Salamah ketika bertanya kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah persis setelah ayat itu turun. Kemudian setelah beliau berdoa kepada Ahli-Baitnya, Ummu Salamah bertanya : “Bukankah aku termasuk keluargamu (alastu min ahlika) ?”. Pertanyaan ini muncul karena Ummu Salamah tidak diajak masuk ke dalam kain ketika beliau mendoakan Ahlul-Baitnya, sehingga Ummu salamah khawatir bahwa dirinya bukan Ahlul-Bait yang diucapkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tolong deh, logikanya jalan dikit…. Nah, kemudian dijawab oleh beliau : “Tentu (balaa)”. Dan yang menguatkan lagi bahwa Ummu Salamah akhirnya masuk ke dalam kain itu. Lha apa ini gak mengindikasikan bahwa Ummu Salamah memang masuk dalam cakupan doa itu ?. Kok banyak ya orang yang pura-pura melucu sekarang ini……

    Nah, apakah itu kasusnya sama dengan Watsilah ?. Jawabnya : Tidak.

    Orang Syi’ah itu menganjurkan saya untuk belajar bahasa Arab. Wah, dengan senang hati. Namun jika ia mengatakan itu hanya untuk membela alasan anehnya, sekali lagi ya maaf…. Salah alamat bung.

    Katanya, jawaban beliau : “Balaa insya Allah”, itu menunjukkan kalimat syarat yang semuanya tergantung kehendak Allah. Itu katanya, padahal, orang Syi’ah itulah yang sebenarnya berkehendak agar Ummu Salamah tidak masuk dalam Ahlul-Bait.

    Di atas, telah dijelaskan kekeliruan logikanya. Sebaiknya, orang Syi’ah itu lebih banyak belajar percakapan orang Arab sehingga akan paham. Perkataan : Balaa insya Allah di situ mengandung pengertian pembenaran. Ini sangat ma’ruf bagi orang yang pernah belajar bahasa ‘Arab. Seperti halnya perkataan dalam riwayat :

    عَنْ حُذَيْفَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ: ” سُبْحَانَ رَبِّي الْعَظِيمِ “، وَفِي سُجُودِهِ: ” سُبْحَانَ رَبِّي الْأَعْلَى ” قُلْتُ أَنَا لِحَفْصٍ: وَبِحَمْدِهِ؟ قَالَ: ” نَعَمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ثَلَاثًا ”

    Dari Hudzaifah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam rukuknya : Subhaana rabbiyal-‘adhiim”, dan dalam sujudnya : “Subhaana rabbiyal-a’laa”. Aku (yaitu perawi : Ibnu Abi Syaibah) bertanya kepada Hafsh (bin Ghiyaats – perawi) : “Wabihamdihi ?”. Ia (Hafsh) menjawab : “Benar, insya Allah, dibaca tiga kali” [Mushannaf Ibni Abi Syaibah].

    Riwayat yang seperti ini banyak. Jangan dulu tentang riwayat deh, dalam lisan orang Arab saja – kalau paham – perkataan : “Benar, insya Allah” itu merupakan pembenaran atas pertanyaan yang disampaikan.

    Lha anehnya,…. lagi-lagi, orang Syi’ah menganggap bahwa jawaban Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas pertanyaan Ummu Salamah : “APakah aku termasuk Ahlul-Bait ?” dengan : “Benar, insya Allah” itu bukan mengindikasikan bahwa Ummu Salamah termasuk Ahlul-Bait.

    Saya mencoba memahami logika orang Syi’ah ini dari sisi pemahaman bahasa, namun gagal. Dari mana dia bisa berkesimpulan seperti itu ?. Maksa banget deh…….

    Makanya itu Al-Baihaqiy ketika membawakan hadits di atas, meletakkannya dalam Baab : Dalil Bahwasannya Istri-Istri Beliau termasuk Ahlul-Bait beliau…… Al-Baihaqiy memahami riwayat itu karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membenarkan Ummu Salamah sebagai Ahlul-Bait beliau saat ia bertanya dalam hadits kisaa’. Jangankan Al-baihaqiy, kita saja yang sudah bisa dikit-dikit bahasa ‘Arab pun paham kok, asal gak maksain kayak logika aneh orang Syi’ah itu.

    Katanya lagi, yang membuktikan bahwa Ummu Salamah bukan termasuk Ahlul-Bait, dalam riwayat ‘Atha’ bin Yasaar yang lengkap bunyinya adalah : “Sesungguhnya engkau keluargaku yang baik dan mereka Ahlul-Baitku”. Begitu katanya……

    Jika orang tersebut memaksudkannya adalah lafadh dalam Al-Mustadrak berikut :

    حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، ثنا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ، ثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، ثنا شَرِيكُ بْنُ أَبِي نَمِرٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: فِي بَيْتِي نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ، قَالَتْ: فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، أَجْمَعِينَ، فَقَالَ: ” اللَّهُمَّ هَؤُلاءِ أَهْلُ بَيْتِي “، قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَنَا مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ؟ قَالَ: ” إِنَّكِ أَهْلِي خَيْرٌ وَهَؤُلاءِ أَهْلُ بَيْتِي اللَّهُمَّ أَهْلِي أَحَقُّ “، هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الْبُخَارِيِّ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ

    maka riwayat hadits dengan lafadh yang saya bawakan di atas sebenarnya lebih kuat dari jalur sanad ini (yaitu yang dibawakan oleh orang Syi’ah itu). ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin Diinaar dalam riwayat ‘Athaa’ bin Yasaar dengan lafadh yang dibahas, mempunyai mutaba’ah dari Ismaa’iil bin Ja’far. Status Ismaa’iil bin Ja’far jauh lebih kuat dibanding ‘Abdurrahmaan bin ‘Abdillah bin Diinaar. Ismaa’iil bin Ja’far adalah tsiqah lagi tsabat, sedangkan ‘Abdurrahmaan shaduuq yukhthi’ (sebagaimana telah saya sebutkan keterangannya).

    Jika kita lakukan tarjih riwayat, jelas yang mahfudh adalah riwayat yang saya sebutkan di atas tanpa keraguan. Namun jika berusaha menjamaknya, maka didapatkan pengertian bahwa Ummu Salamah secara asal memang Ahlul-Bait beliau, dan itu masuk dalam cakupan ayat tathhiir, sehingga beliau tidak perlu menegaskan kembali bahwa Ummu Salamah termasuk Ahlul-Bait beliau. Beliau cukup menyebutkan sebagai keluarganya saja, dan memang secara bahasa tidak ada pertentangan antara keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Ahlul-Baitnya. Lughatan wa ishthilaahan.

    Saya kira ini saja yang dapat saya jawab.

    Walhasil, riwayat di atas shahih, maknanya jelas. Adapun hadits yang dibawakan orang Syi’ah itu (dari jalur ‘Amrah) adalah lemah.

  35. @stb
    ah..penyakit wahabi muncul,mengalihkan diskusi ke isu suni-syiah..
    pertanyaan sy ke anda
    apa maksud n makna ayat tathir(al ahzab 33) tsb. apakah bermakna:
    1 mereka tdk pernah melakukan dosa
    2.mereka melakukan dosa tp dihapuskan allah dosa mereka
    3.atw anda punya makna lain?

  36. @sok tau banget

    1. Orang Syi’ah itu mengatakan bahwa ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah adalah tabi’iyah awal. Itu katanya. Kalau kita cek dari referensi yang ia pakai, Ibnu Hibbaan hanya mengatakan dalam Ats-Tsiqaat (5/no. 4880) :

    meriwayatkan dari Ummu Salamah, dan meriwayatkan darinya ‘Ammaar Ad-Duhniy.

    Juga Al-‘Ijliy hanya mengatakan dalam Ma’rifatuts-Tsiqaat :

    Kuufiyyah (orang Kuffah), taabi’iyyah tsiqah.

    Sama sekali tidak ada pernyataan tabi’in generasi awal. Entah dari mana ia bisa menyimpulkan itu. Atau mungkin yang dimaksudkan tabi’iy generasi awal itu ya semua tabi’iy dalam semua thabaqah. Kalau yang dimaksudkan adalah ini, ya tentu saja keliru besar. Istilah tabi’iy awal itu adalah tabi’iy senior yang berada – terutama – pada thabaqah kedua.

    Makanya kalau mau mengecek ya silakan dicek baik-baik dan tolong logikanya jalan sedikit. Yang meriwayatkan dari ‘Amrah Al Hamdaniyah adalah Abu Shahba’ Al Bakriy dan dia adalah tabiin thabaqat ketiga dikenal meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib. Jadi sangat mungkin sekali kalau ‘Amrah Al Hamdaniyah ini adalah tabiin awal thabaqat kedua atau thabaqat ketiga.

    Tapi yang prinsip saja, generasi tabi’iy itu bukanlah generasi yang anti kemajhulan dalam ilmu rijaal.

    Halooo, apakah ada yang bilang begitu?. anda saja yang main pukul rata seolah semua tautsiq Ibnu Hibban dan Al Ijli gak ada artinya. Kami tidak pernah menafikan kalau Ibnu Hibban mentautsiq perawi majhul tetapi menyatakan perawi majhul itu juga harus ada dasarnya.

    ‘Amrah bin Al Hamdaniyah ini telah meriwayatkan darinya dua orang perawi tsiqat yaitu Abu Shahba’ dan ‘Ammar Ad Duhniy. Ia seorang tabiin dari sisi ini saja hadisnya dinilai hasan. Silakan tuh dibaca pernyataan syaikh anda Syaikh Al Albani [Silsilah Ahadits Ash Shahihah no 680] tentang perawi yang bernama Abu Sa’id Al Ghifariy disitu tertulis

    و قال المناوي في ” الفيض ” : ” و رواه أيضا الطبراني . قال الهيثمي : و فيه
    أبو سعيد الغفاري , لم يرو عنه غير حميد بن هانىء , و رجاله وثقوا , و رواه عنه
    ابن أبي الدنيا في ” ذم الحسد ” قال الحافظ العراقي : و سنده جيد ” .
    قلت : قد روى عنه خلاد بن سليمان أيضا كما تقدم , فقد ارتفعت عنه جهالة العين ,
    ثم هو تابعي , فمثله يحسن حديثه جماعة من الحفاظ

    Silakan dibaca baik-baik terutama kalimat di bagian akhir dan tolong dipahami dulu sebelum berkomentar 🙂

    Dan kita lanjut jika ditambah dengan pentautsiqan Ai Ijli yang menyatakan ‘Amrah tsiqat maka kami punya hujjah yang cukup untuk menyatakan ia tsiqat.

    Adapun Asy-Syaikh Ahmad Syaakir, maka sudah menjadi pengetahuan umum bagi penuntut ilmu hadits tentang kaedahnya dalam mengikuti pentautsiqan Ibnu Hibbaan, sehingga beliau (Syaikh Ahmad Syaakir) banyak terjatuh dalam kekeliruan seperti Ibnu Hibbaan dalam pentautsuqan majaahil. Banyak kitab yang telah dituliskan.

    Cukup menunjukkan kalau tautsiq Ibnu Hibban berarti majhul bukanlah pendapat mutlak yang disepakati para ulama. Anda saja bisa mengangkat majhul-nya itu dengan dalil “tiga perawi tsiqat meriwayatkan darinya”. jadi kan tergantung qarinah [petunjuk] yang menguatkannya, bagi saya dua perawi tsiqat meriwayatkan darinya, dia seorang tabiin dan Al Ijli menyatakan ia tsiqat cukup sekali untuk menyatakan tsiqat. Dan maaf rasanya tidak ada ulama yang menyatakan ‘Amrah Al Hamdaniyah majhul 🙂

    Ibnu ‘Asaakir ketika membawakan riwayat hadits tersebut di atas dari jalur ‘Ammaar Ad-Duhniy, dari ‘Amrah, dari Ummu Salamah (At-Taariikh 14/144-145) berkata :

    عمرة هذه ليست بنت عبد الرحمن إنما هي عمرة بنت أفعى كوفية

    “’Amrah ini bukanlah Bintu ‘Abdirrahmaan, akan tetapi ia adalah ‘Amrah bintu ‘Af’aa, Kuufiyyah” [selesai].

    Apa artinya ? Ibnu ‘Asaakir membedakan antara Al-Hamdaaniyyah dan Bintu Af’aa.

    Ini nih orang panik yang menuduh orang lain panik, kelihatan sekali kalau ia sedang kelagapan dalam berhujjah. Yang dibedakan Ibnu Asakir itu kan ‘Amrah binti Abdurrahman dan ‘Amrah binti Af’aa. Lalu mengapa anda tiba-tiba berkata Ibnu Asakir membedakan antara Al Hamdaniyah dan bintu Af’aa. Apa mau bilang ‘Amraah binti ‘Abdurrahman dalah ‘Amrah Al Hamdaniyah, wah kalau begitu lebih beres lagi masalahnya ‘Amrah binti ‘Abdurrahman itu perawi kutubus sittah yang tsiqat.

    Perkataan Ibnu ‘Asaakir ini sesuai dengan perkataan Ibnu Hibbaan, bahwa ‘Amrah yang meriwayatkan darinya ‘Ammaar Ad-Duhniy itu bukan Al-Hamdaaniyyah. Bukankah Ibnu Hibbaan menyebutkan : Bintu Syaafi’ ?. Dan sependek pengetahuan saya, orang yang diambil riwayatnya oleh ‘Ammaar Ad-Duhniy adalah Bintu Af’aa Al-Kuufiyyah.

    Ini orang sedang melucu tapi gak lucu, ngawurnya kok keterusan, yang dibilang Ibnu Asakir saja anda gak ngerti kemudian sok bawa2 perkataan Ibnu Hibban. ‘Amrah binti Af’aa sama saja dengan ‘Amrah binti Syafii’ dan ‘Amrah Al Hamdaniyah, dikenal meriwayatkan dari Ummu Salamah dan telah meriwayatkan darinya adalah ‘Ammar Ad Duhniy. Buktinya tampak jelas dalam riwayat hadis kisa’ yang ia riwayatkan. Bukankah perkara perbedaan nama adalah hal yang lumrah menurut anda

    Jadi,…. ini menguatkan status kemajhulan diri ‘Amrah Al-Hamdaaniyyah dalam riwayat yang disebutkan oleh orang Syi’ah tersebut, karena kemungkinan kuat hanya satu orang perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu Abush-Shahbaa’.

    Ck ck kalau orang hatinya sakit memang ada saja bantahannya, btw bantahan anda yang lain cukup dilihat dari thread saya yang baru, selamat bersakit hati

  37. @STB
    ayo..dr sisi mana lg anda mau menyerang…
    pd akhirnya anda ttp tdk akan mengakui keutamaan ahlulbait.
    intinya krn anda dengki n hasut trhd ahlulbait .coba anda hilangkan hal tsb,maka akan terbuka kebenaran.

  38. waduh anda ini lucu sekali ya, perkataan anda itu adalah hujjah untuk menyerang anda. Yang kita permasalahkan adalah kata ganti “kum”. Anda itu kan awalnya bilang yang terkait istri Nabi otomatis Nabi sebagai sayyidul bait masuk juga makanya digunakan kata “kum”. Itu artinya pembersihan dalam al ahzab 33 adalah untuk Nabi dan istri-istrinya tetapi berdasarkan urutan ayatnya maka penyucian itu adalah terkait dengan perintah sebelumnya. Mereka yang melaksanakan perintah itu maka akan disucikan. Istri-istri Nabi melaksanakan perintah tersebut maka dengan perintah itulah Allah SWT menyucikan mereka sedangkan Nabi SAW, apakah harus melaksanakan perintah khusus istri2 Nabi itu?. Ngapain anda sok berbasa-basi bahwa untuk Nabi ada syariat sendiri. lha yang dibicarakan itu al ahzab 33 bukan ayat lain. penyucian al ahzab 33 jika dipandang dengan urutan ayat adalah terikat dengan perintah sebelumnya. Jadi usaha basa-basi anda yang mengaitkan dengan syariat lain tidak ada gunanya.

    Wah anda yg masih ga ngerti juga uraian yang panjang lebar di atas, ayat 28-35 itu berbicara tentang istri-istri Nabi berupa perintah dan larangan, mengapa ayat-ayat tersebut diturunkan? Sebagaimana QS 33:32 telah menjelaskan, alasannya adalah mereka adalah istri-istri Nabi, yang tidak sama dengan wanita lain. Inilah kunci keterkaitan dengan Nabi SAW, kalau mereka bukan istri-istri Nabi, tentu Allah tidak akan menurunkan ayat2 yg seperti itu untuk mereka. Ketika Allah berbicara dengan secara khusus kepada istri2 Nabi, Allah menggunakan “kunna”, tetapi begitu menyinggung istilah ahlul bait, maka bukan hanya istri2 Nabi yang terkait di dalamnya tetapi di situ ada sayyidul bait yaitu Nabi SAW. Pembersihan/penyucian yang hendak Allah berikan kepada istri-istri Nabi dengan pelaksanaan syari’at sebelumnya akan sangat terkait dengan Nabi SAW, dan menambah kemuliaan beliau sebagai sayyidul bait. Karena istri/ahlul bait adalah dibawah naungan suami/sayyidul bait, maka “kum” pada ayat tersebut adalah benar adanya dan sudah sesuai dengan uslub bahasa yang ada pada ayat yang lain yaitu Huud:73. Sampai di sini jelas?.

    Justru anda sendiri yang naif, apa saya sedang memisahkan antara Nabi dan istri-istrinya. Jangan menunjukkan kelemahan pikiran anda dalam memahami komentar orang lain. Sekali lagi yang kita permasalahkan adalah penggunaan kata ganti kum. Kum disitu merujuk kepada siapa? apakah kepada istri-istri Nabi saja atau Nabi beserta istrinya. Jika merujuk pada istri2 saja maka ini jelas bertentangan dengan lafaz ayatnya yaitu “kum”. Jika anda mau menambahkan Nabi sebagai sayyidul bait sebagai yang tertuju pada al ahzab 33 maka ini rancu mengapa Nabi SAW disuruh taat kepada Allah dan Rasul-nya atau melaksanakan perintah ini yang dengan perintah ini Allah SWT menyucikan mereka?. Atau anda mau mengatakan Rasul SAW dapat penyuciannya tetapi tidak untuk perintahnya, nah itu berarti anda sedang memisahkan ayat tathhir dengan ayat sebelumnya yang bicara soal perintah-perintah untuk istri Nabi

    Tidak ada pertentangan dalam urutan ayat tersebut, pikiran anda saja yg bertentangan, saya sudah jelaskan panjang lebar, bahwa “kum” pada ayat thathir itu sudah benar, karena kalau disinggung ahlul bait maka otomatis sayyidul bait yang ada di situ akan terkait. Syari’at sebelumnya memang khusus untuk istri2 Nabi tetapi hasil dari apa yang mereka lakukan akan berkaitan langsung dengan wali atau penanggung jawab mereka yaitu tidak lain adalah suami dan sayyid mereka, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
    Penyucian thd istri2 Nabi akan memberikan benefit untuk Nabi SAW berupa kemuliaan, kebahagiaan dan kepuasan karena mereka adalah ahlul bait beliau. Tidak ada pengingkaran dalam hal ini, demikian juga penyucian/pembersihan terhadap ahlul kisa’ memberikan benefit untuk Nabi SAW demikian juga. Hal itu hal yg wajar, saya punya anak dan istri, saya pasti akan merasa bahagia dan bangga kalau anak dan istri saya mendapat anugrah, dan benefitnya akan saya rasakan juga karena saya adalah kepala keluarga, semua yg berhubungan dengan keluarga saya, sayalah penanggung jawabnya. jika ada pihak lain ingin berhubungan dg keluarga saya pasti akan mencari saya terlebih dahulu, saya dan keluarga saya tidak akan terpisahkan dan menjadi satu entitas. sayangnya anda belum berkeluarga sih jadi ya agak ga nyambung :mrgreen:

    Kalau anda mau mengatakan penyucian untuk istri-istri Nabi berarti penyucian untuk Nabi juga maka saya tanya apakah ketika istri Nabi [SAW] melanggar perintah Nabi [SAW] maka Nabi [SAW] menjadi tidak suci lagi?. Jawab dengan jelas jangan basa-basi. Kenapa penyucian terhadap Nabi SAW anda mau ikatkan dengan perilaku istri-istri Beliau. Dalam Al Qur’an terdapat ayat yang mengecam perilaku sebagian istri Nabi yaitu dalam surat At Tahrim. Apakah perilaku mereka membuat Nabi [SAW] menjadi tidak suci lagi?.

    Lho saya tidak mengatakan begitu, ayat Tahrim mengenai istri Nabi saw adalah salah satu teguran dari Allah dalam rangka mendidik mereka sebagai istri-istri Nabi-Nya, karena apa? Sekali lagi karena mereka adalah istri-istri Rasul-Nya. Bukankah akhirnya mereka bertaubat dan menjadi Istri Nabi SAW di dunia dan akhirat? Dan menjadi ummul mukminin yang siapapun sepeninggal Nabi SAW tidak boleh menikahi mereka? Dan semua itu adalah untuk kemuliaan nabi SAW dan memperlancar penyampaian risalah Allah Azza wa Jalla. Justru hal tersebut menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan mereka, karena apa saja yang dilakukan mereka sangat berpengaruh terhadap pribadi Nabi SAW. Demikian juga dengan pembersihan atau penyucian mereka akan sangat terkait dengan beliau SAW. Ini sangat simple, tapi anehnya anda ga ada di pikiran anda.

    Apanya yang gak usah kemana-mana? kan anda yang kemana-mana sambil membawa surah Hud ayat 73 itu. saya cuma menjelaskan penggunaan kata “kum” disana bukan seperti yang anda kira. Saya katakan kalau rahmat itu untuk Nabi Ibrahim AS dan istrinya makanya digunakan kata “kum”. Gak ada tuh saya berhujjah dengan perkataan anda Nabi Ibrahim sebagai “sayyidul bait”. Itu gak ada hubungannya disini, rahmat itu ditujukan pada mereka berdua karena anak tersebut adalah karunia dan rahmat bagi mereka berdua. kalau mau dianalogikan dengan al ahzab 33 berarti penyucian itu untuk mereka yang mendapatkan perintah-perintah yang disebutkan Allah SWT dalam ayat sebelumnya. Kalau mau anda tujukan kepada Nabi [SAW] berserta istri-istrinya maka itu berarti Nabi [SAW] dan istri-istrinya mendapatkan perintah-perintah dari Allah SWT dan dengan perintah itu Allah SWT menyucikan mereka. Tetapi anehnya perintah yang dimaksud adalah perintah khusus bagi kaum wanita bukan untuk Nabi [SAW].

    Lho menurut anda pembersihan/penyucian terhadap Ahlul Bait tidak ada hubungannya dengan Nabi SAW? Yang bener aja, Nabi saja sampai berdo’a dan memanggil ahlul bait beliau yang lain agar ikut dibersihkan, menurut anda penyucian itu tidak ada hubungannya dengan beliau? Naif sekali anda :mrgreen:
    Rahmat dan keberkatan utk istri Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim adalah sama atau equivalen dengan pembersihan/penyucian untuk istri-istri Nabi SAW yang benefitnya dirasakan oleh Nabi SAW juga. Sekali lagi ini adalah hal simple tetapi anda tidak menyadarinya.

    Sekali lagi perintah dan larangan memang untuk istri Nabi SAW di ayat sebelumnya tetapi pembersihan terhadap mereka berhubungan dengan beliau, apalagi digunakan istilah ahlul bait maka hasil yang dicapai oleh istri2 beliau akan dirasakan juga oleh beliau. Ingat dalam hadits yang shahih disebutkan : setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Saya kira sudah jelas, bantahan anda itu sangat lemah untuk mengeluarkan istri Nabi dari lingkup ahlul bait dalam QS 33:33

    Masalahnya adalah bagaimana anda menjelaskan Nabi [SAW] sebagai ikut dalam penyucian padahal penyucian itu terikat dengan perintah khusus wanita dan perintah taatilah Allah SWT dan Rasul-Nya.

    Lihat penjelasan saya di atas mengenai keterkaitan Nabi SAW dalam ayat Thathir ini.

    Keluarga Ja’far, keluarga Aqil dan keluarga Abbas juga adalah ahlul bait. Siapa yang sedang menafikan kalau mereka semua adalah Ahlul bait. Anda sendiri yang cuap-cuap berkomentar tetapi tidak memahami bagaimana pandangan orang lain. Yang kita bicarakan adalah ahlul bait dalam al ahzab 33, just it. Anda sendiri bisa tuh tidak memasukkan keluarga Abbas, Ja’far dan Aqil kedalam ayat tersebut padahal mereka juga Ahlul bait.

    Pandangan kami adalah istri2 Nabi SAW adalah ahlul bait yang dimaksud dalam QS 33:33 dengan tidak ada keraguan di dalamnya dan terlalu banyak qarinah-nya demikian juga dg ahlul kisa’ sedangkan keluarga ja’far, abbas dan aqil perlu tambahan dalil jika ingin dimasukkan dalam ahlul bait QS 33:33.

    Apa anda tidak membaca penjelasan saya disitu mengapa di surah Hud menggunakan kata “kum”. Itu karena memang ditujukan untuk Nabi Ibrahim dan istrinya. Anak yang dikandung oleh istri Nabi Ibrahim adalah karunia atau rahmat bagi Nabi Ibrahim beserta istrinya makanya digunakan kata “kum”. Gak ada kaitannya dengan ucapan anda “sayyidul bait”

    Saya sudah baca dan jelaskan di atas, apapun itu yang menyangkut ahlul bait maka akan terkait dengan sayyidul bait-nya karena mereka satu kesatuan dalam satu bait/ rumah tangga. Entah itu berupa anugrah anak ataupun penyucian, semuanya terkait. JELAS??? kalau anda membeda-bekan itulah waham anda. padahal dua ayat tersebut memakai uslub yang sama dan secara bahasa pun dibenarkan. anugrah (berupa apa saja) buat ahlul bait maka sang sayyidul bait pun akan terkait dan merasakannya.

    Ngawurnya gak hilang-hilang. Siapa yang sedang memisahkan ahlul bait dari sayyidul bait-nya?. saya sedang membicarakan rapuhnya alasan anda soal penggunaan kata ganti “kum” dengan alasan Nabi sebagai sayyidul bait. Coba jawab pertanyaan saya kalau memang Nabi yang dituju dalam ayat al ahzab 33 maka perintah apa yang harus dilaksanakan Nabi agar mendapat penyucian tersebut?. Jangan ngeles bahwa Nabi punya perintah sendiri, jelas2 yang dimaksud itu kan penyucian yang ada dalam al ahzab 33 dimana itu terkait dengan perintah 2 sebelumnya.
    Kalau anda mau mengatakan Nabi mendapat mendapat penyucian tetapi gak dapat perintah. maka itu berarti anda sedang memisahkan ayat tathir dari ayat-ayat sebelumnya. Kalau untuk istri Nabi ayat tersebut bersambung tetapi kalau untuk Nabi ayat tersebut terpisah. Kalau begini pendapat anda maka ini cuma akal-akalan saja

    Justru anda ini yang ngawur ga habis2 dari dulu sampai skrg dan mengikuti waham anda saja tanpa melihat sisi2 yg lain yg justru mematahkan dengan simple argument anda.

    Kalau anda mau mengatakan Nabi mendapat penyucian karena istri Nabi yang melakukan perintah tersebut artinya penyucian istri Nabi otomatis berarti penyucian terhadap Nabi. Maka konsekuensi nya penyucian Nabi [SA] bersifat bersyarat yaitu tergantung dengan istri-istri Beliau. Seandainya istri2 Nabi [SAW] melanggar perintah Nabi [SAW] maka Nabi [SAW] tidak lagi suci menurut anda, begitukah?. Kalau ini alasan anda mengapa digunakan kata “kum” yaitu penyucian terhadap istri Nabi SAW otomatis terhadap Nabi SAW maka alasan ini gak tepat dengan penggunaan kata “buyutikunna”. Rumah itu adalah rumah istri Nabi-istri Nabi SAW nah rumah istri Nabi otomatis rumah Nabi, menuruti logika anda ya otomatis juga pakai kata ganti “kum”.
    Karena Nabi sayyidul bait maka Penyucian istri-istri Nabi otomatis penyucian Nabi makanya digunakan kata “kum”
    karena Nabi sayyidul bait maka Rumah istri-istri Nabi otomatis rumah Nabi harusnya pakai kata “kum” [buyutikum] juga tetapi Al Qur’an gak pakai “kum” malah tetap pakai “kunna” [buyutikunna]
    Yang kedua itulah yang dipakai Al Qur’an, sehingga timbul pertanyaan apa alasannya dipakai “kunna” jawabannya karena yang diajak bicara adalah istri-istri Nabi SAW. Gak ada hubungan apakah Nabi sayyidul bait atau bukan tetap yang diajak bicara saat itu adalah istri-istri Nabi makanya pakai kata ganti “kunna”.
    Begitu pula dengan ayat tathiir jika memang itu ditujukan untuk istri-istri Nabi [SAW] atau jika memang yang sedang diajak bicara itu istri-istri Nabi [SAW] maka kata ganti yang dipakai adalah “kunna” bukannya “kum”. Lafaz “kum” menunjukkan ayat tersebut turun untuk orang lain yaitu jamak laki-laki dan perempuan bukan turun khusus untuk perempuan. Sedangkan ayat sebelumnya turun khusus untuk perempuan [istri-istri Nabi SAW] sehingga sesuai dengan kata gantinya yaitu “kunna”.

    Benefit yang diterima Nabi SAW atas penyucian/pembersihan thd ahlul bait beliau pastilah ada, kalau tidak buat apa Nabi SAW berusaha sungguh2 memanggil dan berdo’a untuk ahlul bait beliau yang lain agar mendapat pembersihan dari Allah? Open your mind jangan beku kayak gitu.

    Anda masih mempermasalahan “kunna” dan “kum” saya sudah jelaskan berulang-ulang tidak ada masalah dengan hal itu. Coba baca penjelasan saya dg hati dan akal yg jernih.

    Maaf tapi saya katakan andalah yang buta dengan apa yang saya katakan, perkataan anda di atas tidak ada satupun yang tidak sesuai dengan apa yang saya yakini. Saya meyakini soal Allah SWT membersihkan tuduhan Aisyah, saya meyakini Nabi [SAW] menyebut Aisyah Ahlul Bait. jadi fakta jelas apa yang saya butakan. Perkataan ini justru membuktikan andalah yang buta tapi menuduh orang lain buta

    Lalu apa masalahnya jika mereka adalah ahlul bait dalam QS 33:33? Secara pendapat bahwa ahlul bait dalam QS 33:33 untuk Nabi SAW, istri2 beliau dan ahlul kisa’ lebih kuat, lebih masuk akal dan banyak qarinah didalamnya dibandingkan dengan anda mengeluarkan istri2 Nabi SAW dengan alasan yang lemah dan mengada-ada.

    Apakah menurut anda jika Allah saja menurunkan pembersihan khusus untuk Aisyah sebagai istri Nabi adalah tidak mungkin Allah menghendaki pembersihan/penyucian untuk istri-istri Nabi? Yang bener aja.

    Keanehannya sudah saya sebutkan, dari awal ayat tersebut menggunakan kata “kunna” yang merujuk pada istri2 Nabi yang semuanya wanita tetapi pada kata “Innama Yuridullah Liyudzhiba ankumm” [sesungguhnya Allah SWT berkehendak menyucikan kamu] kata ganti yang digunakan adalah “kum” yang tertuju untuk laki-laki dan perempuan. Dimana laki-laki yang dimaksud dalam ayat sebelumnya? tidak ada, maka ini menunjukkan kalau ayat tathiir mulai dari innama itu terpisah dari ayat sebelumnya.

    Itu sudah dijelaskan berulang kali dengan penjelasan yang sangat simple, sekali lagi anda selalu bingung dengan hal2 yang simple semacam itu.

    Keanehan lain, tidak ada satupun istri Nabi [SAW] yang mengaku kalau mereka adalah Ahlul Bait dalam ayat tathiir dan sebaliknya mereka malah meriwayatkan berbagai hadis yang menunjukkan kalau Ayat tathiir untuk Ahlul Kisa’. Dan terdapat riwayat dari Ummu Salamah yang menegaskan kalau ia bukan Ahlul Bait dalam Al Ahzab 33.
    Anda mengatakan bahwa Al Ahzab 33 adalah milik istri2 Nabi sebagai shahibul ayat tetapi aneh bin ajaib sampai Ummu Salamah menceritakan hadis kisa’ tersebut ia tetap tidak mengetahui kalau ayat tersebut turun untuknya. bahkan ia dengan mudah menceritakan kalau ia bertanya kepada Nabi [SAW] apakah ia bisa ikut masuk bersama mereka?. Pertanyaan ini saja sudah aneh. Mengapa orang yang untuk siapa ayat itu dituju kok malah bertanya dan berharap dirinya ikut masuk?. pertanyaan itu menjadi bukti kalau ayat tersebut bukan untuk istri Nabi makanya Ummu Salamah berharap ikut masuk. Gak usah pakai ngeles kalau Ummu Salamah tidak tahu, masa’ tidak tahu terus-terusan ditambah lagi kok Nabi [SAW] lebih mendahulukan kehendaknya sendiri untuk memasukkan keluarga Ali daripada menyampaikan ayat tersebut terlebih dahulu kepada Ummu Salamah?.

    Ummu Salamah bertanya kepada Nabi SAW apakah dia termasuk ahlul bait beliau karena heran atas apa yang dilakukan oleh Nabi SAW saat itu dan dari banyak hadits, disimpulkan bahwa Ummu Salamah adalah ahlul bait Nabi yang dituju QS 33:33. Nabi SAW tidak menyia-nyiakan kesempatan itu mumpung wahyu baru turun agar ahlul bait yang lain pun juga dimasukkan dalam ayat terebut, tidak ada yang aneh, anda saja yang aneh :mrgreen:

    Maaf anda ini memang bisanya cuma basa-basi. ibratanya diskusi dengan orang yang cuma banyak bicara tetapi isinya tidak ada. Menurut anda Penyucian dalam al ahzab 33 bukan penyucian takwiniyah tetapi penyucian bersyarat dan syaratnya ada pada ayat sebelumnya maka syariat penyucian itu disebutkan dalam ayat sebelumnya. Jadi perkataan anda syariatnya disesuaikan adalah basa basi anda sendiri karena anda tidak memiliki jawaban atau anda tidak paham dengan ayat tersebut.

    Saya sudahjelaskan berulang-ulang di atas

    Maaf saya pribadi tidak pernah berhujjah dengan hadis ini dan kalau saya tidak salah hadis tentang ini kan didhaifkan oleh para salafiyun. Lucu sekali orang seperti anda, kalau ada hadis shahih dipakai lawan diskusi anda, anda mencari-cari celah mendhaifkan walaupun dengan cara yang menyedihkan tetapi ketika anda sendiri berhujjah asal menguntungkan anda maka anda tidak segan-segan memakai hadis yang didhaifkan kelompok anda sendiri.

    Bukankah hal itu juga kembali kepada diri anda sendiri? Ga merasa ya? Silahkan bercermin :mrgreen:

    Lucunya anda menanggapi komentar saya dengan komentar yang bahkan saya tidak melihat apa hubungannya. Bukankah yang saya tanyakan sebelumnya adalah “anugerah besar” mana yang anda maksud. Anugerah penyucian mana yang anda maksudkan. Bukankah penyucian itu sendiri bersyarat?. Dari sisi ini tidak ada perbedaan dengan penyucian terhadap semua umat islam terkait dengan syariat wudhu’. Hanya beda objek saja yang satu untuk umat islam yang satu untuk istri-istri Nabi dan ahlul Bait. dari sudut pandang anda saya tidak melihat apa yang anda maksud anugerah besar sampai-sampai Rasulullah [SAW] menginginkan keluarga Ali untuk ikut masuk?. Anehnya mengapa Rasul SAW meninggalkan keluarga Ja’far, keluarga Abbas, keluarga Aqil padahal mereka juga ahlul bait Nabi dan mereka juga dikenakan syariat. Mengapa mereka tidak diselimuti oleh Nabi [SAW]?

    Itulah pandangan anda yang naïf, jika Nabi SAW berkehendak sedemikian rupa agar ahlul bait beliau dibersihkan oleh Allah tentunya itu adalah anugrah yang sangat diharapkan oleh Nabi SAW. Jelas beda anugerah buat Nabi dan keluarganya dengan yang diberikan kaum muslimin pada umumnya. Nabi SAW saja adalah pribadi yang khusus, maka khusus juga buat beliau.

    Maaf, pikiran anda itu yang aneh. Semua umat islam itu juga dikenakan syariat maka menuruti logika anda semuanya juga akan mendapatkan pembersihan jika melaksanakan syariat. Singkat cerita jika saya berdiri pada sudut pandang anda, saya tidak melihat apa yang anda sebut anugerah besar penyucian. Jika ahlul bait mendapat penyucian dengan syarat melaksanakan syariat dalam surah al ahzab maka semua umat islam pun mendapatkan penyucian dengan syariat bersuci dalam surah al maidah. Jadi dari sudut pandang anda berdiri, itu tidak terlihat seperti keutamaan tetapi hanya pembedaan syariat yang dilaksanakan saja, ujung-ujungnya sama mendapatkan penyucian.

    Inilah kenaifan anda, memangnya Nabi dan keluarga Nabi tidak dikenai hukum syari’at? Terus kalau pembersihan thd keluarga Nabi itu dilakukan dengan menjalankan syari’at itu bukan suatu keutamaan? pembersihan terhadap keluarga Nabi dan kaum muslimin ya jelas berbeda, letaknya adalah mereka adalah keluarga Nabi sedangkan yang lain bukan.

  39. @STB
    ……Wah anda yg masih ga ngerti juga uraian yang panjang lebar di atas, ayat 28-35 itu berbicara tentang istri-istri Nabi berupa perintah dan larangan, mengapa ayat-ayat tersebut diturunkan? Sebagaimana QS 33:32 telah menjelaskan, alasannya adalah mereka adalah istri-istri Nabi, yang tidak sama dengan wanita lain.

    anda lihat Qs;almaidah 3 dlm satu ayat tp tdk ada hubunganx

  40. @sok tau banget

    Wah anda yg masih ga ngerti juga uraian yang panjang lebar di atas, ayat 28-35 itu berbicara tentang istri-istri Nabi berupa perintah dan larangan, mengapa ayat-ayat tersebut diturunkan? Sebagaimana QS 33:32 telah menjelaskan, alasannya adalah mereka adalah istri-istri Nabi, yang tidak sama dengan wanita lain. Inilah kunci keterkaitan dengan Nabi SAW, kalau mereka bukan istri-istri Nabi, tentu Allah tidak akan menurunkan ayat2 yg seperti itu untuk mereka. Ketika Allah berbicara dengan secara khusus kepada istri2 Nabi, Allah menggunakan “kunna”, tetapi begitu menyinggung istilah ahlul bait, maka bukan hanya istri2 Nabi yang terkait di dalamnya tetapi di situ ada sayyidul bait yaitu Nabi SAW

    Maaf, situ bisa bangun tidak dari mimpinya, perkataan anda “begitu menyinggung istilah ahlul bait” maksudnya apa. jika mengandalkan urutan ayat maka ahlul bait di ayat al ahzab 33 tidak lain adalah istri-istri Nabi. gak percaya perhatikan nih ayatnya

    وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

    “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan menyucikan kamu sesuci-sucinya” [QS Al Ahzaab : 33]

    Menurut anda kan al ahzab 33 turunnya seperti itu, nah jelas sekali disitu “kum” pada kata “liyudzhiba ‘ankum” merujuk pada istri-istri Nabi karena Allah SWT hendak menghilangkan dosa istri-istri Nabi dengan memerintahkan mereka agar tetap di rumah, tidak berhias dan mentaati Allah SWT dan Rasulnya. Jadi “kum” pada kata liyudzihiba ‘ankum adalah tertuju pada istri-istri Nabi bukannya Nabi, masa’ sih Nabi juga terikat perintah itu agar dihilangkan dosanya.

    Kalau anda mau mengatakan “kum” disana hanya istri-istri Nabi tetapi karena penghilangan dosa terhadap istri-istri Nabi berarti penghilangan dosa Nabi juga maka itu hanya waham anda yang suka basa-basi. Tidak ada tuh jika istri2 Nabi melanggar perintah Allah SWT atau berdosa maka Nabi [SAW] otomatis juga ikut berdosa sehingga jika dosa istri Nabi dihilangkan maka dosa Nabi juga hilang, itu konsekuensi ngawur dari teori anda soal kata “kum”. Ditambah lagi, jika “kum” disana hanya tertuju pada istri-istri Nabi maka itu bertentangan dengan lafaz bahasa arab bahwa “kum” adalah untuk jamak perempuan dan laki-laki.

    Pembersihan/penyucian yang hendak Allah berikan kepada istri-istri Nabi dengan pelaksanaan syari’at sebelumnya akan sangat terkait dengan Nabi SAW, dan menambah kemuliaan beliau sebagai sayyidul bait.

    Tapi apa hubungannya kalimat anda ini dengan penggunaan kata “kum”. Istri-istri Nabi mulia, saya setuju. Nabi lebih mulia saya lebih setuju sekali

    Karena istri/ahlul bait adalah dibawah naungan suami/sayyidul bait, maka “kum” pada ayat tersebut adalah benar adanya dan sudah sesuai dengan uslub bahasa yang ada pada ayat yang lain yaitu Huud:73. Sampai di sini jelas?.

    Anda itu maaf tidak mengerti, siapapun tahu kalau istri Nabi itu dibawah naungan Nabi, tapi yang dipermasalhkan apakah ketika ada ayat khusus untuk istri-istri Nabi maka Nabi juga ikut masuk?. Lafaz “kum” itu berarti orangnya adalah laki-laki dan perempuan. kalau “perempuan saja” maka bukan “kum” tapi “kunna”. Kata “kum” pada lafaz Innama Yuridullah Liyudzhiba ‘ankum itu tertuju pada istri-istri Nabi jika kita melihat al ahzab 33 sebagai satu kesatuan. Perhatikan saja lafaz

    “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu

    Kum [kamu] pada kalimat terakhir itu sama atau tidak dengan kum pada kalimat sebelumnya?. Gak ngerti juga saya buat lebih simpel

      Siapakah “kamu” yang disuruh tetap dirumahmu,yang disuruh jangan berhias dan yang disuruh taat pada Allah SWT dan Rasulnya?
      Siapakah “kamu” yang hendak dihilangkan dosanya dengan melaksanakan perintah tersebut?

    Jawabannya sama “kamu” disana adalah istri-sitri Nabi [dengan syarat ayat al ahzab 33 satu kesatuan]. Terus bagaimana jawaban anda? apa anda mau jawab bahwa “kamu” yang pertama adalah “istri-istri Nabi saja” tetapi “kamu” yang terakhir adalah Nabi beserta istrinya. Ini tidak benar karena “kamu” yang terakhir yang hendak dihilangkan dosanya oleh Allah SWT dengan menjalankan perintah salah satunya “tetap di rumahmu dan jangan berhias” adalah orang-orang yang sama. Nabi SAW tidak mungkin ikut di dalamnya karena perintah itu khusus wanita.

    Kalau anda mau berteori “kamu” yang terakhir adalah istri-istri Nabi saja tetapi karena penghilangan dosa istri Nabi berarti menghilangkan dosa Nabi juga maka pendapat ini lebih tertolak lagi.
    Pertama : bukankah itu berarti “kum” disana tertuju pada istri-istri nabi saja maka ini secara bahasa saja tidak tepat alias cuma orang gak ngerti bahasa arab yang bilang begini. Harusnya pakai “kunna” terlepas apapun teori anda kalau yang dituju atau diajak bicara hanya “semuanya perempuan” maka kata yang dipakai “kunna” walaupun pada ujung2nya perempuan itu berada di dalam tanggungan suaminya. Kalau anda masih kurang jelas anda boleh lihat lafaz bahasa arab “buyutikunna”. Yang diajak bicara dalam lafaz ini adalah istri-istri Nabi yang tinggal di rumah mereka nah rumah mereka itu kan rumah Nabi SAW juga jadi seharusnya dengan teori anda maka harusnya pakai kata “buyutikum” tetapi faktanya Allah SWT tetap menggunakan “buyutikunna” walaupun rumah istri2 Nabi otomatis rumah Nabi juga sebagai sayyidul bait. Kalau sudah panjang begini masih gak ngerti, lebih baik cukup deh saya males denger hujjah basa-basi anda.

    Kedua : pernyataan Allah berkehendak menghilangkan dosa istri-istri Nabi, tetapi karena istri-istri Nabi dibawah naungan Nabi maka menghilangkan dosa istri nabi berarti menghilangkan dosa Nabi juga, makanya dipakai kata “kum”. Ini adalah dari teori anda dan maaf saya gak setuju sama sekali. Dosa istri Nabi tidak terikat kepada Nabi [SAW] Seandainya istri Nabi melanggar perintah Allah SWT maka itu tidak akan membuat Nabi berdosa. Lihat saja ayat yang tertuju pada istri Nabi

    Jika kamu berdua membantu menyusahkan Nabi maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya begitu pula Jibril dan orang mukmin yang baik dan selain itu malaikat2nya adalah penolongnya juga. Jika Nabi menceraikan kamu boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu yang patuh, yang beriman yang taat yang bertobat yang mengerjakan ibadah yang berpuasa yang janda dan yang perawan [At Tahrim 4-5]

    Surah Hud itu jelas berbeda dengan Al Ahzab 33. Bedanya sudah saya jelaskan dengan baik. Rahmat yang berupa anak itu tertuju pada Ibrahim dan istrinya karena mereka berdua yang sedang berhadapan dengan malaikat dan yang dikatakan oleh malaikat sebagai ahlul bait, jadi penggunaan kata “kum” karena mereka berdua adalah laki-laki dan perempuan. Kalau al ahzab 33 “kum” disana berarti laki-laki dan perempuan maka penghilangan dosa dan penyucian itu tertuju pada laki-laki dan perempuan. Siapa perempuannya? anda akan jawab dari bagian sebelumnya diketahui bahwa perintah itu tertuju pada istri-istri Nabi. Kalau begitu siapa laki-lakinya? anda bilang Nabi [SAW], ya keliru sekali pada kalimat mana Nabi [SAW] menjadi yang tertuju pada ayat tersebut, kalimat sebelumnya yang menyebutkan perintah khusus wanita jelas membuat pernyataan anda mustahil.

    Nah yang lucu jika jawaban anda “kum” itu sebenarnya hanya istri-istri Nabi tetapi karena apa yang terjadi pada istri Nabi juga berpengaruh pada Nabi maka digunakan kata “kum”. Ini yang saya namakan waham, “kum” tidak pernah ditujukan untuk “perempuan saja” bukti paling jelas adalah pada lafaz buyutikunna, rumah itu sebenarnya rumah istri-istri Nabi tetapi karena yang namanya rumah istri Nabi berarti rumah Nabi [SAW] juga maka kalau menyebut rumah istri-istri Nabi harus dengan lafaz “buyutikum” itu kan teori anda. Faktanya Allah SWT menyebut dengan “buyutikunna” makanya saya bilang teori anda soal kata “kum” itu tertolak.

    Masih tidak mengerti juga, lihat ayat ini baik-baik

    إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِير وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ

    Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai ahlul bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu.

    “mu” pada kata “rumahmu” itu merujuk atau kembali kemana. Kalau dilihat dari satu kesatuan ayat tersebut maka “mu” pada kata “rumahmu” kembali kepada Ahlul Bait, lho kok pakai kata buyutikunna padahal itu kan sedang menyinggung ahlul bait, seharusnya pakai buyutikum, see itulah waham anda. Jadi gak usah cuap-cuap kepanjangan, pahami dulu apa yang saya maksud.

    Inilah kenaifan anda, memangnya Nabi dan keluarga Nabi tidak dikenai hukum syari’at? Terus kalau pembersihan thd keluarga Nabi itu dilakukan dengan menjalankan syari’at itu bukan suatu keutamaan? pembersihan terhadap keluarga Nabi dan kaum muslimin ya jelas berbeda, letaknya adalah mereka adalah keluarga Nabi sedangkan yang lain bukan.

    Saya gak pernah bilang Nabi dan keluarga Beliau tidak dikenakan hukum syariat. Yang saya tidak mengerti adalah bagaimana syariat yang diberikan Allah SWT menjadi sebuah keutamaan besar bagi mereka yang mendapatkan syariat tersebut.

    Kalau memang begitu maka semua umat islam juga memiliki keutamaan besar. terkait penyucian maka semua umat islam juga mendapatkan keutamaan penyucian, terserah anda mau bilang penyucian itu berbeda dengan penyucian terhadap Nabi dan Istri2nya ya tetap saja itu keutamaan. Bisa tunjukkan kepada saya hadis Manaqib dimana manaqib [keutamaan] itu berupa syariat yang ditujukan kepada yang mengembannya.

    Misalnya para sahabat mendapat perintah untuk menegakkan shalat dan menunaikan zakat sehingga dengan perintah itu mereka akan mendapat pahala surga. Saya tanya apakah ada ulama yang memasukkan perintah terhadap sahabat itu sebagai keutamaan atau manaqib shahabat

    Jadi istri-istri Nabi mendapat perintah dimana dengan perintah itu Allah SWT bertujuan menghilangkan dosa dari mereka. Dan anda mau mengatakan kalau itu adalah keutamaan yang besar bagi mereka, yang mana? perintahnya? atau penghilangan dosanya? kalau mau jawab perintahnya maka sama tuh dengan permisalan saya soal sahabat yang mendapat perintah shalat. Kalau mau jawab penghilangan dosanya maka bukankah penghilangan dosa itu terkait dengan perintah-perintahnya. Jika melakukan perintah tersebut maka dosanya akan hilang, so tidak jauh berbeda kedudukannya dengan umat muslim yang mendapat berbagai perintah dari Allah SWT dimana dengan perintah tersebut Allah SWT menginginkan agar manusia selalu berada diatas jalan yang lurus dan mendapat imbalan surga. Kalau gak ngerti uraian saya, ya sudah 🙂

  41. @stb
    Mengapa anda begitu ngawur. Sadarlah. Yang membaca lomentar diblog ini orang2 yang berpengatahuan. Jangan karena anda maka orang2 akan menilai mahzab anda. Kasihan teman2 mahzab anda yang berakal. Mereka malu membaca lomentar anda.

  42. Salam kenal mas SP…salut atas jawaban2 anda..teruskan…

  43. buyuutikunna ==> kum ==> buyuutikunna

    Kalau konsisten maka akan setuju dengan penjelasan SP.
    Tapi karena ada yang namanya ilmu konsisten dalam inkonsistensi maka penjelasan SP ditolak
    😀 😀

    Salam damai

  44. Waduh, anda masih ga ngerti juga, dan mengatakan saya waham padahal andalah yg waham tanpa sadar.

    Sudah saya sampaikan berulang kali, perintah dan larangan adalah buat istri2 Nabi SAW tetapi hasilnya berupa pembersihan benefitnya dirasakan oleh Nabi SAW juga sebagai sayyidul bait sehingga benarlah penggunaan kata “kum” yaitu merujuk istri2 Nabi SAW dan Nabi SAW sendiri pada ayat tsb saat menyinggung ahlul bait.

    OK, baik coba kita kembangkan lagi pemahaman kita mengenai hal ini, dan Insya Allah akan kita temukan satu bukti baru bahwa istri-istri Nabi dan Nabi SAW yang dimaksud dalam QS 33:33.

    saya tanya, menurut Anda Nabi SAW ikut termasuk dalam ahlul bait yang dimaksud dalam ayat QS 33:33 atau tidak?

    Jika anda jawab tidak, maka anda tidak konsisten, karena di topik yang lain anda berdalil pada hadits dari Ummu Salamah “dan ahlul bait adalah Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain” artinya bahwa Nabi SAW pun masuk dalam ayat pembersihan dari dosa dan penyucian. dan juga di dalam hadits-hadits kisa’ diceritakan bahwa Nabi juga berada dalam kisa’, artinya beliau pun adalah ahli kisa’ yang mendapatkan penyucian.

    Jika anda jawab Iya, maka anda pun tidak konsisten juga, karena anda mengatakan di atas bahwa tidak mungkin Nabi SAW bersama istri-istri Nabi yang dimaksud ayat tsb, karena menurut anda Nabi tidak mungkin dibersihkan dari dosa dan disucikan.

    Silahkan dibaca lagi Al-Ahzab : 37-39 adalah perintah dan larangan khusus untuk Nabi SAW :

    37. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

    38. Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,

    39. (yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.

    Sebenarnya kalau anda jeli dalam memperhatikan urutan ayat, anda akan ketemukan jawabannya, coba baca dari ayat 28-33,

    28. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.

    Allah berfirman pertama kali kepada Nabi SAW, Disini Nabi yang diperintah oleh Allah untuk menyampaikan firman-Nya berupa perintah dan larangan dari ayat 28-35 dan pada kenyataan-nya memang ayat-ayat tersebut turun dan disampaikan melalui lisan Nabi SAW. Nah sebenarnya Allah sedang berbicara dengan Nabi SAW dan istri-istri Nabi SAW melalui lisan beliau. makanya ketika menyinggung kata ahlul bait pada bagian akhir ayat 33, Nabi pun ikut masuk di dalamnya, silahkan diperhatikan :

    28. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.

    29. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar. (Ini masih firman Allah untuk istri2 Nabi melalui Nabi SAW)

    30. Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan di lipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. (Ini masih firman Allah untuk istri2 Nabi melalui Nabi SAW)

    31. Dan barang siapa diantara kamu sekalian tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscata Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia. (Ini masih firman Allah untuk istri2 Nabi melalui Nabi SAW)

    32. Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, (Ini masih firman Allah untuk istri2 Nabi melalui Nabi SAW)

    33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. (Ini masih firman Allah untuk istri2 Nabi melalui Nabi SAW) Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (pada bagian ini Allah berbicara kepada Nabi SAW dan istri-istri beliau sebagai ahlul bait, sehingga menggunakan kata “kum”).

    Kalau digabung ayat 28-33 tanpa ada penggalan seperti ini :

    Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu:
    “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar. Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan di lipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. Dan barang siapa diantara kamu sekalian tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscata Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia. Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya”.

    “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (Pada bagian ini Allah berbicara dengan Nabi dan istri-istri beliau sekaligus).

    seperti surat Huud : 73 (Malaikat berbicara dengan istri Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim sekaligus).

    Saya kira dengan alur di atas anda akan mudah mendapatkan pencerahan.

  45. Jadi dalam QS 33 : 28-33, Allah sebenarnya dari awal sedang berbicara dengan Nabi SAW dan tidak berbicara langsung dengan istri2 Nabi, perintah dan larangan Allah untuk istri2 Nabi dari ayat 28-33 didelegasikan kepada Nabi SAW untuk disampaikan kepada istri2 beliau, jadi dari awal Nabi SAW terlibat dalam ayat ini dan beliau lah yang sedang diperintah dan diajak bicara oleh Allah dalam ayat ini untuk menyampaikannya ke istri2 beliau. Nah sampai akhir ayat 33, Allah memberikan tujuan akhir dari perintah dan larangan untuk istri2 Nabi yang disampaikan melalui Nabi SAW tersebut, yaitu untuk membersihkan/menyucikan keluarga beliau (yaitu Nabi SAW sendiri dan istri2 beliau /ahlul bait).

    Dengan turun-nya ayat ini, Nabi SAW tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, beliau memanggil ahlul bait beliau berdasarkan hubungan nasab, menyelimuti mereka dalam satu kain dan mendo’akan mereka supaya juga disucikan oleh Allah, bukan hanya beliau dan istri2 beliau. hal ini sangat lah wajar beliau ingin seluruh ahlul bait beliau disucikan oleh Allah.

  46. Analoginya seperti ini :

    A bicara dengan B supaya menyampaikan beberapa hal kepada C (anggota keluarga B).

    Kemudian A menjelaskan tujuannya kepada B yaitu ingin membersihkan mreka (B & C), B kemudian memohon kepada A agar D (anggota keluarga B yg lain) untuk juga dibersihkan, karena mereka juga keluarga B.

  47. @ sok tau banget

    Sudah saya sampaikan berulang kali, perintah dan larangan adalah buat istri2 Nabi SAW tetapi hasilnya berupa pembersihan benefitnya dirasakan oleh Nabi SAW juga sebagai sayyidul bait sehingga benarlah penggunaan kata “kum” yaitu merujuk istri2 Nabi SAW dan Nabi SAW sendiri pada ayat tsb saat menyinggung ahlul bait.

    wah sudahlah kalau tidak bisa mengerti uraian saya yang panjang lebar. Penjelasan saya itu sudah cukup untuk membungkam anda tapi dasar andanya saja yang ngeyel. Kenapa anda tidak menjawab Pertanyaan saya buat anda, seandainya istri Nabi [SAW] melanggar perintah yang dimaksud [ini seandainya lho] kemudian “kum” pada kata liyudzhiba ‘ankum anda artikan Nabi dan istri-istrinya. Apa anda mau bilang kalau kesucian Nabi [SAW] jadi terganggu, Nabi [SAW] gak suci lagi, begitu?. kesucian yang anda yakini dalam ayat tathir adalah kesucian yang terikat syariat jadi ia terikat perintah. Jadi kesucian yang tertuju pada istri2 Nabi itu terikat perintah, apakah mereka melaksanakannya atau tidak. Dan anda juga mau mengikatkan kesucian Nabi [SAW] tergantung dengan istri-istri Beliau. coba dijawab pertanyaan itu.

    saya tanya, menurut Anda Nabi SAW ikut termasuk dalam ahlul bait yang dimaksud dalam ayat QS 33:33 atau tidak?

    Jika anda jawab tidak, maka anda tidak konsisten, karena di topik yang lain anda berdalil pada hadits dari Ummu Salamah “dan ahlul bait adalah Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain” artinya bahwa Nabi SAW pun masuk dalam ayat pembersihan dari dosa dan penyucian. dan juga di dalam hadits-hadits kisa’ diceritakan bahwa Nabi juga berada dalam kisa’, artinya beliau pun adalah ahli kisa’ yang mendapatkan penyucian.

    Benar dan penyucian yang dimaksud adalah bersifat takwiniyah artinya ia tidak terikat syariat tertentu melainkan adalah anugerah Allah SWT yang begitu besar

    Jika anda jawab Iya, maka anda pun tidak konsisten juga, karena anda mengatakan di atas bahwa tidak mungkin Nabi SAW bersama istri-istri Nabi yang dimaksud ayat tsb, karena menurut anda Nabi tidak mungkin dibersihkan dari dosa dan disucikan.

    Tolong deh belajar dulu apa itu konsisten dan inkonsisten? kebanyakan salafy memang suka asal cuap istilah yang tidak mereka mengerti. saya katakan Nabi [SAW] tidak mungkin bersama istri-nya yang dimaksud dalam ayat tersebut jika mengandalkan urutan ayat, karena kontradiksi dalam penggunaan kata “kum”. Nah urutan ayat itu kan pendapat anda, saya berpendapat ayat al ahzab 33 soal penyucian itu turun terpisah dari sebelum dan sesudahnya dan kesucian yang dimaksud bersifat takwiniyah.

    Jadi dalam QS 33 : 28-33, Allah sebenarnya dari awal sedang berbicara dengan Nabi SAW dan tidak berbicara langsung dengan istri2 Nabi, perintah dan larangan Allah untuk istri2 Nabi dari ayat 28-33 didelegasikan kepada Nabi SAW untuk disampaikan kepada istri2 beliau, jadi dari awal Nabi SAW terlibat dalam ayat ini dan beliau lah yang sedang diperintah dan diajak bicara oleh Allah dalam ayat ini untuk menyampaikannya ke istri2 beliau. Nah sampai akhir ayat 33, Allah memberikan tujuan akhir dari perintah dan larangan untuk istri2 Nabi yang disampaikan melalui Nabi SAW tersebut, yaitu untuk membersihkan/menyucikan keluarga beliau (yaitu Nabi SAW sendiri dan istri2 beliau /ahlul bait).

    Dengan turun-nya ayat ini, Nabi SAW tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, beliau memanggil ahlul bait beliau berdasarkan hubungan nasab, menyelimuti mereka dalam satu kain dan mendo’akan mereka supaya juga disucikan oleh Allah, bukan hanya beliau dan istri2 beliau. hal ini sangat lah wajar beliau ingin seluruh ahlul bait beliau disucikan oleh Allah.

    Maaf hujjah anda soal ayat 28-33 itu keliru sekali. Alasannya terdapat asbabun nuzul yang shahih bahwa ayat 28-29 itu turun untuk peristiwa lain bukan peristiwa yang sama dengan ayat tathiir. Silakan baca disini

    Jawaban Untuk Saudara Ja’far Tentang Ahlul Bait (Ahlul Bait Dalam Ayat Tathir Bukan istri-istri Nabi SAW)

    btw kalimat anda “ingin seluruh ahlul bait beliau disucikan oleh Allah” nah itu berarti harusnya yang Nabi [SAW] panggil tidak hanya keluarga Ali, tetapi keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Abbas, faktanya “tidak” jadi kalimat anda itu saya katakan cuma basa-basi saja 🙂

    Lagipula kalau memang ayat tersebut turunnya dengan lafaz dari 28-33 maka disitu ada perintah Allah SWT dari Nabi [SAW] untuk langsung menyampaikan kepada istri-istriNya. Maaf saja Nabi yang saya yakini akan menyampaikan ayat tersebut terlebih dahulu kepada istri-istri-Nya daripada mendahulukan kehendaknya. Jadi Nabi [SAW] akan menceritakan ayat itu lebih dahulu kepada istrinya baru memasukkan keluarga yang lain. Gak ada ceritanya hujjah anda Ummu Salamah “heran” dengan perilaku Nabi [SAW] jelas-jelas Ummu Salamah mengetahui dengan jelas saat itu kalau ayat al ahzab 33 turun kepada Nabi [SAW]. Darimana datangnya heran itu, dari angan-angan anda saja 🙂

  48. makin nge jawab/ngeyel makin telanjang aje si @STB,,,,,

  49. SP anda sabar betul…

  50. 1. Al Ahzab 28 dimulai dengan perintah Allah kepada Nabi untuk menyampaikan perintah kepada Istri2 beliau.
    Sehingga selanjutnya dari ayat 28 – 34 adalah perkataan Nabi kepada istri2nya.

    2. Semua perintah tsb dengan konsisten menggunakan kata ganti untuk kalian/jamak perempuan (tentunya kecuali ayat tathiir), dari ayat 28 – 34.
    Ternyata setelah menggunakan kata ganti “kum” di ayat tathiir, maka ayat 34 kembali menggunakan kata ganti kalian perempuan.
    Ini salah satu bukti bahwa ayat tathiir tidak terkait dengan ayat2 sebelumnya ataupun sesudahnya.

    3. Kecuali ayat Tathiir, menyeru dengan panggilan hai istri2 Nabi.

    4. Asbabun Nuzul menunjukkan bahwa ahlul bayt adalah ahlul kisa’.
    Yang mana asbabun nuzul diagung2kan (tidak boleh dikritisi) di tafsir surah abasa.. 😀

    Ilmu pamungkas bagi mereka yang kepepet (wahaby) adalah:
    konsisten dalam inkonsistensi .. :mrgreen:

    syarh dari moto ini adalah:
    Agar selalu menang dalam perdebatan adalah, lawan debat harus konsisten (tolak hujjah mereka yang tidak konsisten), namun kita (wahaby) harus konsisten untuk tidak konsisten, tapi ingat harus selalu menolak ketika dicap tidak konsisten.. :mrgreen:

    Salam damai.

  51. Ralat:

    3. Kecuali ayat tathiir (yang menyeru kepada ahlul bayt,/b>, maka ayat2 yang lain menyeru kepada hai istri2 Nabi.
    Mengapa di ayat tathiir seruan itu bukan lagi untuk istri2 Nabi?
    Satu2nya jawaban yang logis adalah karena ayat tsb memang bukan untuk istri2 Nabi.

    salam damai

  52. wahabi itu penganutnya kebanyakan jumud tdk mampu menangkap pesan dari alquran. Pesan alquran hanya mampu d tangkap oleh orang yg hatinya bersih.

    Menangkap psn keagamaan yang d terangkan alquran saja sebagian tdk sesuai dg kebenaran apalagi yang memaknai ayat yang berkaitan dg ilmu pengetahuan ya tambah jumud.

    Teman sy seorang wahabi dia mengedarkan buku karangan dr syaikh wahabi ibnu utsaimin tentang teori revolusi dan rotasi bumi dn matahari. Kesimpulan d buku itu bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi, bnr2 jumud.

    Teman sy ini sebetulnya pendidikanya lumayan bahkan bekerja d perusahaan petrokimia harusnya mempunyai logika yang cemerlang tapi ya apa hendak d kata kena fikirannya itu yang jumud dia hanya taqlid dan mencari literatur hanya satu pemahaman akhirnya kebenaran d korbankan.

    Jadi kesimpulannya kaum wahabi ini akan sulit kalau jadi wakil kholifah d bumi karena logikanya tdk selaras dg perkembangan jaman. Dan umat nanti akan mundur dan tertekan akan kalah bersaing dg orang2 yang logikannya d berdayakan.

  53. wah sudahlah kalau tidak bisa mengerti uraian saya yang panjang lebar. Penjelasan saya itu sudah cukup untuk membungkam anda tapi dasar andanya saja yang ngeyel. Kenapa anda tidak menjawab Pertanyaan saya buat anda, seandainya istri Nabi [SAW] melanggar perintah yang dimaksud [ini seandainya lho] kemudian “kum” pada kata liyudzhiba ‘ankum anda artikan Nabi dan istri-istrinya. Apa anda mau bilang kalau kesucian Nabi [SAW] jadi terganggu, Nabi [SAW] gak suci lagi, begitu?. kesucian yang anda yakini dalam ayat tathir adalah kesucian yang terikat syariat jadi ia terikat perintah. Jadi kesucian yang tertuju pada istri2 Nabi itu terikat perintah, apakah mereka melaksanakannya atau tidak. Dan anda juga mau mengikatkan kesucian Nabi [SAW] tergantung dengan istri-istri Beliau. coba dijawab pertanyaan itu.

    Anda yg ngeyel tapi ga merasa, saya sudah jelaskan dengan bahasa yang paling simple, bahwa apa yang terjadi pada istri2 Nabi terkait otomatis dengan Nabi SAW, dan kenyataan ayat2 yg turun untuk mereka adalah karena Allah berkehendak membersihkan mereka sebagai ahlul bait Nabi dan tentunya ini terkait dg sang sayyidul bait titik! anda tidak bisa mengingkari hal ini dan ini seharusnya cukup utk membungkam anda, anda-nya saja yg ngeyel dg fakta aksiomatik spt ini.

    Benar dan penyucian yang dimaksud adalah bersifat takwiniyah artinya ia tidak terikat syariat tertentu melainkan adalah anugerah Allah SWT yang begitu besar

    Itu kan waham anda saja, buktinya Nabi SAW dalam al-Ahzab juga diberikan beberapa perintah dan larangan. Nabi SAW juga memberlakukan syari’at Allah kepada ahlul baitnya agar mendapat pembersihan, sbgmana hadits yg pernah saya siggung di muka.

    Tolong deh belajar dulu apa itu konsisten dan inkonsisten? kebanyakan salafy memang suka asal cuap istilah yang tidak mereka mengerti. saya katakan Nabi [SAW] tidak mungkin bersama istri-nya yang dimaksud dalam ayat tersebut jika mengandalkan urutan ayat, karena kontradiksi dalam penggunaan kata “kum”. Nah urutan ayat itu kan pendapat anda, saya berpendapat ayat al ahzab 33 soal penyucian itu turun terpisah dari sebelum dan sesudahnya dan kesucian yang dimaksud bersifat takwiniyah.

    Tidak terdapat kontradiksi dalam ayat di atas, itu hanya waham anda saja, alurnya sudah begitu jelas, “kum” pada ayat tsb sdh sy jelaskan berdasarkan urutan ayat pun sesuai karena sejak ayat 28 memang yang menjadi orang ke dua atau yang di ajak bicara oleh Allah adalah Nabi SAW dan istri2 Nabi menjadi org yg ketiga. Jadi Allah memerintahkan Nabi SAW menyampaikan beberapa perintah dan larangan yang tujuan akhirnya adalah membersihkan keluarga Nabi SAW termasuk beliau di dalam-nya.

    Maaf hujjah anda soal ayat 28-33 itu keliru sekali. Alasannya terdapat asbabun nuzul yang shahih bahwa ayat 28-29 itu turun untuk peristiwa lain bukan peristiwa yang sama dengan ayat tathiir. Silakan baca disini

    https://secondprince.wordpress.com/2007/10/11/jawaban-untuk-saudara-ja%E2%80%99far-tentang-ahlul-bait-ahlul-bait-dalam-ayat-tathir-bukan-istri-istri-nabi-saw/

    Saya sudah baca, justru semakin besar keyakinan saya bahwa ahlul bait dalam al-ahzab:33 adalah termasuk istri2 Nabi SAW. karena asbabun nuzul ayat tidaklah membatasi, tetapi kejadian terus berkelanjutan dan saling terkait berupa perintah & larangan pada ayat2 berikutnya hingga ayat 33, sedangkan hadits kisa’ adalah bukan asbabun nuzul karena ayat tsb sdh turun lebih dahulu baru ahlul kisa’ dipanggil, lebih tepatnya hadits kisa’ adalah perluasan makna ahlul bait yang default-nya sebenarnya adalah Nabi SAW dan istri2 beliau yang tiggal di bait Nabi SAW.

    Begitu Nabi SAW telah menyampaikan ayat 28-29 kepada istri2 Nabi yang dimulai dari Aisyah, dan ternyata mereka semua memilih hidup dengan beliau, maka turunlah ayat2 berikut-nya yang pada dasarnya Allah menurunkan ayat2 tersebut untuk membersihkan mereka. Jadi asbabun nuzul tidaklah memutuskan keterkaitan ayat satu dengan yg lainnya

    btw kalimat anda “ingin seluruh ahlul bait beliau disucikan oleh Allah” nah itu berarti harusnya yang Nabi [SAW] panggil tidak hanya keluarga Ali, tetapi keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Abbas, faktanya “tidak” jadi kalimat anda itu saya katakan cuma basa-basi saja 🙂

    sebatas pengetahuan saya yang berkaitan dg QS 33:33 ini adalah Nabi SAW, istri2 beliau dan ahlul kisa’ sedangkan yang lain perlu tambahan dalil utk memasukkannya.

    Lagipula kalau memang ayat tersebut turunnya dengan lafaz dari 28-33 maka disitu ada perintah Allah SWT dari Nabi [SAW] untuk langsung menyampaikan kepada istri-istriNya. Maaf saja Nabi yang saya yakini akan menyampaikan ayat tersebut terlebih dahulu kepada istri-istri-Nya daripada mendahulukan kehendaknya. Jadi Nabi [SAW] akan menceritakan ayat itu lebih dahulu kepada istrinya baru memasukkan keluarga yang lain. Gak ada ceritanya hujjah anda Ummu Salamah “heran” dengan perilaku Nabi [SAW] jelas-jelas Ummu Salamah mengetahui dengan jelas saat itu kalau ayat al ahzab 33 turun kepada Nabi [SAW]. Darimana datangnya heran itu, dari angan-angan anda saja 🙂

    Nabi SAW telah menyampaikan ayat2 yg diperintahkan Allah untuk disampaikan kepada istri2 Nabi berupa perintah dan larangan 28-33, tetapi untuk ayat thathir ini yg merupakan kehendak Allah, Nabi SAW tidak menyia-nyiakan kesempatan tsb utk memasukkan ahlul bait beliau yg lain untuk dibersihkan, maka nya Nabi SAW mengatakan kepada Ummu Salamah bahwa beliau sudah dalam kedudukan yang baik (artinya istri2 Nabi sudah masuk dalam ahlul bait dalam QS 33;33), makanya tidak diikutkan dg keluarga Fatimah saat berdo’a. Kalau ahlul kisa’ memang yg dimaksud ayat tsb tentu tidak perlu dido’akan terus menerus spt itu. sedangkan qiyas anda dg shalawat Nabi SAW adalah tidak nyambung dan tidak mesti qiyas itu menuntut hal tsb spt itu, jadi ga menjamin jawaban anda tsb.

  54. @SP
    semoga tanggapan yg akan anda berikan atas sdr @stb kali ini benar-benar dapat menuntaskan polemik yg cukup berkepanjangan ini sekaligus menyingkap apa yg sesungguhnya terjadi terhadap orang-orang yg tampaknya tetap bersikukuh pada sudut pandangnya sendiri

  55. @STB
    anda jgn trll ngeyel dah SP sdh bosan kali dgn anda punya kemampuan berfikir yg d bwh standard
    anda sdh baca almaidah 3 ga?
    dan anda tdk pernah memberikan dalil bhw istri2 nabi selain ummu salamah masuk dlm alahzab33, itupun klu mau menyesuaikan bhw istri2 nabi masuk dlm al ahzab 33 versi anda..
    ini sy copy dalil bhw ummu salamah hanya mengakui 5 orang sj yg masuk
    وأنبأنا أبو محمد عبد الله بن صالح البخاري قال حدثنا الحسن بن علي الحلواني قال حدثنا يزيد بن هارون قال حدثنا عبد الملك بن أبي سليمان عن عطاء عن أم سلمة وعن داود بن أبي عوف عن شهر بن حوشب عن أم سلمة وعن أبي ليلى الكندي عن أم سلمة رحمها الله بينما النبي صلى الله عليه وسلم في بيتي على منامة له عليها كساء خيبري إذ جاءته فاطمة رضي الله عنها ببرمة فيها خزيرة فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم ادعي زوجك وابنيك قالت : فدعتهم فاجتمعوا على تلك البرمة يأكلون منها ، فنزلت الآية : إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا فأخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم فضل الكساء فغشاهم مهيمه إياه ، ثم أخرج يده فقال بها نحو السماء ، فقال اللهم هؤلاء أهل بيتي وحامتي فأذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا قالت : فأدخلت رأسي في الثوب ، فقلت : رسول الله أنا معكم ؟ قال إنك إلى خير إنك إلى خير قالت : وهم خمسة : رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وعلي ، وفاطمة ، والحسن والحسين رضي الله عنهم

    Telah memberitakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah bin Shalih Al Bukhari yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin ‘Ali Al Hulwaaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Atha’ dari Ummu Salamah dan dari Dawud bin Abi ‘Auf dari Syahr bin Hawsyaab dari Ummu Salamah dan dari Abu Laila Al Kindiy dari Ummu Salamah “sesungguhnya Nabi berada di rumahku di atas tempat tidur yang beralaskan kain buatan Khaibar. Kemudian datanglah Fathimah dengan membawa bubur, maka Nabi berkata “panggillah suamimu dan kedua putramu”. [Ummu Salamah] berkata “kemudian ia memanggil mereka dan ketika mereka berkumpul makan bubur tersebut turunlah ayat Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, maka Rasulullah mengambil sisa kain tersebut dan menutupi mereka dengannya, kemudian Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengulurkan tangannya dan berkata sembari menghadap langit “ya Allah mereka adalah ahlul baitku dan kekhususanku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah sesuci-sucinya. [Ummu Salamah] berkata “aku memasukkan kepalaku kedalam kain dan berkata “Rasulullah, apakah aku bersama kalian?. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kamu menuju kebaikan kamu menuju kebaikan. [Ummu Salamah] berkata “mereka adalah lima orang yaitu Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan dan Husein raidallahu ‘anhum” [Asy Syari’ah Al Ajjuri 4/383 no 1650]
    lihatlah
    1.bgmn nabi menyuruh fatimah memanggil suami n anak2x,knp istri2 nabi yg lain tdk dipanggil?
    2.ummu salamah hanya mengakui 5 orang sj yg masuk.
    orang sprti anda(wahabi nashibi) wlw diberikan dalil apapun ttg keutamaan ahlulbait pst tdk akan menerima,bhkan kalian akan semakin dengki trhdp mereka,
    krn dizaman rosul,pdhal rosul sendiri yg mengucapkannya langsung,bahkan dgn ancaman dr allah ttg orang2 yg membenci,memusuhi n dengki trhdp ahlulbait pun,ttp sj mereka tdk berubah bahkan bertambah kebencian dr mereka trhdp ahlulbait.
    apalg anda yg sdh memiliki kedengkian trhdp keutamaan ahlulbait,yg hanya diberi dalil2 sj.tp kami pencinta ahlulbait tdk heran,krn anda adlh produk lama dr pembenci ahlulbait yg sdh dikhabarkan oleh rosul ttg orang2 sprt anda(wahabi nasihibi from najd)

  56. Sudahlah… pendapat terbaik adalah Al-Ahzab:33 untuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, istri-istri beliau dan Ahlul Kisa’

    Ahlul Bait dalam Surat Al-Ahzab : 33

  57. @besr opinion.
    Dalam agama Islam tdk ada BEST OPINION manusia. Yang HAK adalah HAK dan BATHIL tetap BATHIL

  58. @The best opinion:
    Sudahlah… pendapat terbaik adalah apa yg dilakukan & diucapkan oleh Rasulullah SAW: melingkupi Imam Ali, Fathimah, Al-Hasan & Al-Husayn dgn kain kisa’, & berkata, “Allahuma, ha`ula`i Ahlubayti = Ya Allah, mereka ini AhlulBaytku.”
    Tidak ada riwayat Nabi SAW menujukan ayat Al-Tathhir kpd istri2nya. Cukup jelas, Ummu Salamah r.a. memahami jawaban Nabi SAW atas pertanyaan istrinya itu sebagai “tidak mengiyakan”.
    Jadi, jangan membangun pendapat dgn menambah-nambahkan hal2 yg tidak disebut oleh Nabi SAW sebagai objek yg dituju dari ayat Al-Tathhir; itu namanya pendapat yg bid’ah.

  59. Dan pelaku bid’ah bisa menyebabkan sahabat Nabi SAW masuk ke neraka jahannam, apalagi kita yg hidup jauh pada zamannya. Na’udzubillahimindzalik.

    Abu Sa’id al-Khudri menukil dari Rasulullah SAW yang bersabda, “Ayyuhannas! Aku akan memasuki telaga Kautsar sebelum kalian pada hari Kiamat. Sebagian dari sahabatku diperlihatkan kepadaku dan digiring ke neraka jahannam. Seseorang dari mereka berseru, Wahai Muhammad! Aku adalah fulan putra fulan. Dan yang lain berkata, “Wahai Muhammad! Aku fulan bin fulan. Aku menjawab: Akan tetapi aku mengenal dengan baik garis keturunanmu (nasab) namun banyak selepasku dan kembali ke pikiran dan keyakinan mereka sebelumnya (jahiliyyah).” (Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 4, hal. 79; Al-Tamhid, Ibnu Abdilbar, jil. 2, hal. 299)

  60. @All
    Seseorang boleh saja mempersepsi yang mana yang benar dan yang mana yang salah menurutnya dan dengan dasar itu dia berhak untuk memilih pendapat yang akan dianutnya. Hal yang patut dihindari adalah fanatisme mahzab yang membuat seseorang begitu terpolarisasi seakan-akan setiap apapun yang bukan dari mahzabnya adalah sesat

  61. Tafsir alquran berdasarkan sistematika alquran (dr Hasri Salwan SpA-K)

    Tafsir QS 33:33 dan hendaklah kalian (istri-istri nabi) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian (istri-istri nabi) berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian (para lelaki + wanita), hai ahlul bait dan membersihkan kalian (para lelaki + wanita) sebersih-bersihnya.

    Ada lompatan ide dari kalian (istri-istri nabi) ke kalian (para lelaki + wanita). Lopatan ide ini sebagai titik. Sistematika AQ mengharuskan ayat dilihat dalam satu surah menyebabkan kalimat dalam ayat-ayat ini berhubungan. Ada banyak hubungan antar kalimat ataupun antar ayat dimana salah satunya adalah hubungan peralihan dari pernyataan umum ke pernyataan khusus atau sebaliknya. Jadi pernyataan khusus, yakni istri-istri nabi, di bawa ke pernyataan umum (para lelaki + wanita). Tidak ada yang salah kalimat yang sedemikian dalam AQ. Banyak ayat-ayat AQ memakai formula ini.
    Lihat lagi ayat ini dan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.

    Ayat ini (QS 33:33) berada pada alur cerita yang sama ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, tidak terpenggal. Allah memerintahkan kepada para istri nabi suatu kewajiban agar dosa mereka hilang. Karena AQ seringkali memuat banyak pernyataan pada satu pernyataan, maka berlaku juga hal yang demikian (menghilangkan dosa dari kalian para lelaki + wanita, hai ahlul bait dan membersihkan kalian para lelaki + wanita sebersih-bersihnya) terhadap anggota keluarga nabi yang lain.

    Jadi para istri nabi adalah sebagai ahlul bait pemeran utama yang dibicarakan pada ayat ini, sementara anggota keluarga nabi yang lain sebagai pemeran tambahan.

    Ahlul bait secara harfiah adalah ahli rumah. AQ dibangun dengan bahasa arab yang sederhana sehingga mengikutkan istri-istri nabi sebagai anggota ahlul bait dapat dimengerti. Tidak mengikutkan istri-istri nabi sebagai ahlul bait dalam pernyataan tersebut, dapat dikemukakan dengan kata bahasa arab lainnya yang lebih tepat dan tidak sepantasnya kalimat tersebut disambungkan pada QS 33:33. Meletakkan ditempat yang lain mungkin lebih elok.

    Banyak periwayatan hadist nabi yang menjelaskan QS 33:33: adalah Ali, Fatimah, Hasan dan Husin. Kenapa ada pertentangan antara AQ (yang ditinjau dari sistematikanya) dan hadist?. Beberapa alasannya adalah:

    1. AQ sering kali mengenapi/menambah keterangan hadist, dalam hal ini menambah anggota Ahlul bait. Alasan inilah yang paling logis dalam menjelasakan QS 33:33 dengan hadist

    2. Adanya distorsi hadist. Hadist ini walaupun banyak diriwayatkan oleh beberapa sumber, tapi sumber utamanya adalah Ummu Salamah (salah satu istri nabi) (juga Aisyah?). Kenapa orang-orang yang terlibat di dalamnya (Ali, Fatimah, Hasan dan Husin) tidak juga meriwayatkan kisah ini?
    Ayat AQ jika dilepaskan dari sistematikanya menjadi flight of ideas yang incoherent.

  62. @SP

    aslmu alkm…

    benarkah disebutkan oleh syu’aib al arnauth dalam
    syarh musykil atsar 2/244 bahwa tidak ada yg meriwayatkan dari amrah kecuali Abu muawiyah al bajaliy

    oleh sebab itu sanad hadits diatas terputus

    sehingga sanad ibnu lahi’ah adalah lebih baik

  63. @Erya Wintim

    Wa’alaikum salam. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “Ibnu Lahii’ah buruk hafalannya dan ‘Amrah tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Abu Mu’awiyah Al Bajalliy dan dia adalah ‘Ammar bin Mu’awiyah Ad Duhniy dan perawi lainnya tsiqat” [Syarh Musykil Al Atsar Ath Thahawiy 2/244 no 772 catatan kaki no 3]. Tidak ada keterangan soal sanad terputus.

    Riwayat yang dibawakan Ath Thahawiy dengan jalan sanad Ibnu Lahii’ah memang dhaif karena kelemahan Ibnu Lahii’ah. Jadi bagaimana bisa dikatakan sanadnya lebih baik. Adapun ucapan Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa tidak ada yang meriwayatkan dari ‘Amrah kecuali Abu Mu’awiyah Al Bajalliy tertolak dengan dasar riwayat shahih Al Ajurriy di atas sebagai bukti bahwa Abu Shahbaa’ juga meriwayatkan dari Ummu Salamah.

  64. @SP

    apakah bisa sebaliknya…

    ucapan syaikh syuaib al arnauth yang menjadi dasar…
    sehingga hadis riwayat ‘amrah yang tertolak…

  65. @Erya Wintim

    Wah tidak bisa, ucapan Syaikh Syu’aib Al Arnauth itu pandangannya sendiri bisa benar dan bisa pula tidak. Ukuran benar tidaknya itu pada kitab Rijal atau kitab Hadis. Maka hadis di atas menjadi bukti kekeliruan pernyataan Syaikh Syu’aib Al Arnauth.

  66. @SP

    apakah syaikh syuaib al arnauth berpendapat demikian karena tidak atau belum mengetahui riwayat al ajurry atau ada alasan beliau yang lain

    dan apakah ada bukti lain selain sanad dalam riwayat al ajurry yang menyatakan abu shahbaa meriwayatkan dari amrah
    dan said bin jubair telah mendengar dari abu shahbaa

    atau apakah cukup dengan mengetahui sanadnya shahih telah membuktikan sanadnya tidak mungkin terputus

    mudah mudahan sdr.SP tidak bosan melayani komentar saya yang awam ini

  67. @Erya Wintim

    Mungkin saja Syaikh Syu’aib Al Arnauth tidak mengetahui riwayat Al Ajurriy tersebut. Saya belum menemukan riwayat Abu Shahba’ dari ‘Amrah kecuali riwayat tersebut. Adapun riwayat lain Sa’id bin Jubair dari Abu Shahbaa’ dapat dilihat dari riwayat Tafsir Ath Thabariy 18/534 tafsir surat Luqmaan ayat 6

    Menyatakan suatu sanad terputus harus dengan bukti yaitu berdasarkan qaul ulama Rijal yang mu’tabar atau berdasarkan analisis tahun lahir dan wafat perawi. Jika tidak ada bukti maka ‘ an anah perawi tsiqat bukan mudallis dianggap muttasil. Dalam kasus ini tidak ada satupun bukti bahwa sanad tersebut terputus maka kedudukannya tetap shahhih sebagaimana penjelasan di atas.

  68. @SP

    apakah ucapan Syaikh Syu’aib Al Arnauth
    bahwa tidak ada yang meriwayatkan dari ‘Amrah
    kecuali Abu Mu’awiyah Al Bajalliy
    bisa dianggap sebagai qaul ulama Rijal yang mu’tabar
    yang membuktikan hadits amrah yang diriwayatkan Abu Shahba’ tersebut sanadnya menjadi terputus

  69. @Erya Wintim

    Tidak. Yang dimaksud ulama Rijal yang mu’tabar itu adalah ulama mutaqaddimin seperti Abu Hatim, Yahya bin Ma’in, Aliy bin Madiniy, Bukhariy dan yang lainnya.

    Kemudian ucapan “tidak meriwayatkan dari ‘Amrah kecuali Abu Mu’awiyah” tidak bisa ditarik kesimpulan sanadnya terputus. Itu tidak nyambung logikanya. Ucapan ulama yang memiliki konsekuensi sanad terputus jika ucapannya “Abu Shahbaa’ tidak mendengar dari ‘Amrah” atau “Abu Shahbaa’ tidak bertemu dengan ‘Amrah” atau “riwayat Abu Shahbaa’ dari ‘Amrah mursal”

  70. @SP

    terima kasih…semoga Allah memanjangkan umur dan membanyakkan orang seperti sdr.SP…

Tinggalkan komentar