Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Ketiga

Hmm Indahnya Kehidupan

Jika Larut Dalam Kasih Sayang 🙂

.

Benarkah Shalat Tarawih Itu Bid’ah?

.

Daftar Isi

Muqaddimah

Ulasan Singkat Tentang Bid’ah

Hadis Shalat Tarawih Bid’ah

  • Penjelasan Hadis
  • Bid’ah Tarawih Masa Kini

Hadis Sunnah Khulafaur Rasyidin

Kemusykilan Hadis

Hadis Ikuti Abu Bakar RA dan Umar RA

  • Hadis Hudzaifah RA
  • Hadis Ibnu Mas’ud RA
  • Hadis Anas RA
  • Hadis Abu Darda RA

Kesimpulan

.

.

Muqaddimah
Bid’ah secara sederhana berarti setiap perkara yang baru atau diada-adakan. Konsep bid’ah ini juga menjadi masalah yang cukup diperselisihkan oleh sebagian golongan. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat dan sebagian lain justru mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang baik(bid’ah hasanah) dan ada yang sesat (bid’ah dhalalah). Masing-masing pihak mengklaim bahwa merekalah yang benar. Dalam hal ini akar masalah sebenarnya terletak pada konsep bid’ah yang dipahami oleh masing-masing pihak.

.

.

Ulasan Singkat Tentang Bid’ah
Bid’ah memiliki beragam pengertian sehingga pemahaman akan luasnya terminologi bid’ah sangat penting. Salafy bisa dikatakan adalah golongan yang menyatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat. Mereka berpegang pada pernyataan Imam Syatibi bahwa tidak ada pembagian berupa bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Hal ini ditolak oleh sebagian kalangan dari Ahlus Sunnah yang justru berpegang pada pernyataan Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi menjadi bid’ah hasanah dan dhalalah.

Mari kita lihat sejauh apa keragaman konsep bid’ah

  • Bid’ah bisa berarti suatu syariat yang diada-adakan dan tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain syariat yang tidak ada tuntunannya baik dari Al Qur’an maupun Hadis. Inilah bid’ah yang dimaksud dalam kata-kata Setiap bid’ah itu sesat.
  • Bid’ah bisa berarti amalan baru yang dilakukan dalam kerangka Sunnah.
  • Bid’ah bisa berarti melaksanakan Sunnah dengan cara yang baru atau modifikasi dari Sunnah.
  • Bid’ah bisa berarti segala hal baru yang sifatnya umum dan memang tidak ada di zaman Rasulullah SAW.

Shalat dengan menggunakan bahasa Indonesia adalah temasuk bid’ah jenis pertama yang sudah jelas kekeliruannya. Perayaan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah jenis kedua yang dilakukan dalam kerangka Sunnah. Sedangkan Pembukuan Al Quran dan Hadis adalah bid’ah jenis ketiga karena sudah dimaklumi bahwa penulisan Al Quran dan Hadis adalah Sunnah hanya saja menuliskannya dengan cara tertentu adalah modifikasi dari Sunnah yang ada. Untuk bid’ah jenis terakhir maka itu semua terkait dengan banyaknya hal baru yang memang tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Seperti Shalat di atas sajadah, Azan dengan pengeras suara, berzikir dengan tasbih, dan lain-lain. Jadi pengertian terhadap bid’ah jenis apa yang dibicarakan sangat penting untuk mencegah salah pengertian.

.

Perlu diingatkan pembagian di atas bukanlah harga mati yang berarti sudah pasti benar atau tidak akan ada yang lainnya. Sebuah kata terkadang bersifat dinamis dan menyejarah sehingga bersikap kaku dan bersikeras pada sudut pandang sendiri hanyalah mengundang kesalahpahaman yang akhirnya menjurus pada pertentangan. :mrgreen:

.

.

Hadis Shalat Tarawih Bid’ah
Baik kita cukupkan disini saja ulasan singkat tentang bid’ah dan mari kita kembali pada pokok bahasan Shalat Tarawih. Ada hadis yang cukup terkenal dalam masalah Shalat Tarawih yang disebut bid’ah. Hadis tersebut kami ambil dari Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Di Malam Bulan Ramadhan Bab Shalat Di Malam Hari hadis no 250 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi

حدثني مالك عن بن شهاب عن عروة بن الزبير عن عبد الرحمن بن عبد القارىء أنه قال خرجت مع عمر بن الخطاب في رمضان إلى المسجد فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلى الرجل لنفسه ويصلى الرجل فيصلي بصلاته الرهط فقال عمر والله إني لأراني لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل فجمعهم على أبي بن كعب قال ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم فقال عمر نعمت البدعة هذه والتي تنامون عنها أفضل من التي تقومون يعني آخر الليل وكان الناس يقومون أوله

Malik menyampaikan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdurrahman bin Abdul Qari yang berkata “Aku keluar ke masjid bersama Umar bin Khattab pada suatu malam di bulan Ramadlan, maka kami dapati orang-orang terpencar dalam beberapa kelompok. Beberapa orang shalat sendirian sedangkan yang lainnya shalat dalam kelompok-kelompok kecil. Umar berkata “Demi Allah, Sesungguhnya aku berpendapat akan lebih baik kalau aku mengumpulkan mereka pada satu imam”. Kemudian beliau mengumpulkan mereka di belakang Ubay bin Ka’ab. Keesokan malamnya aku (Abdurrahman) keluar bersama beliau, dan orang-orang shalat bersama satu imam. Maka Umar berkata “Ini adalah sebaik-baik bid’ah akan tetapi yang engkau tidak peroleh ketika engkau tidur adalah lebih baik daripada yang engkau peroleh dari shalat. Maksudnya adalah bagian terakhir dari malam hari karena orang-orang itu shalat di awal malam”.

.

.

Penjelasan Hadis
Hadis di atas menjelaskan keadaan shalat Tarawih pada zaman Umar bin Khattab RA. Pada mulanya Umar melihat orang-orang terpisah dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut terdiri dari

  • Orang-orang yang shalat sendirian
  • Orang-orang yang shalat bersama dalam kelompok kecil

Cara shalat orang-orang yang berbeda-beda ini adalah sesuai dengan apa yang telah Rasulullah SAW tinggalkan bahwa “Dianjurkan shalat sendirian dan dibolehkan untuk berjamaah”. Hal ini telah kita bahas dalam pembahasan bagian kedua.

.
Kemudian Umar mempunyai pendapat tersendiri yang menurutnya lebih baik. Umar berkata “Demi Allah, Sesungguhnya aku berpendapat akan lebih baik kalau aku mengumpulkan mereka pada satu imam”. Kemudian Beliau memerintahkan orang-orang untuk berkumpul di belakang Ubay bin Ka’ab RA. Hal ini adalah pendapat Umar dan memiliki dua sisi yang luput dari pengamatan sebagian orang.

  • Sisi Nonbid’ah yaitu Shalat berjamaah dengan satu Imam memang pernah terjadi di masa Rasulullah SAW dalam arti hal tersebut dibolehkan.
  • Sisi Bid’ah yaitu Penetapan atau perintah mengumpulkan orang-orang dalam satu imam adalah hal yang tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW. Rasulullah SAW telah memberi keluasan dalam pelaksanaan shalat malam dengan memberikan anjuran yang memudahkan yaitu shalat sendirian tetapi membolehkan shalat berjamaah.

Oleh karena itu bisa dimengerti mengapa Umar RA mengeluarkan kata-kata Ini adalah sebaik-baik bid’ah. Dalam pandangan Beliau sendiri apa yang dilakukannya memang memiliki unsur bid’ah atau baru. Selain itu beliau juga berpendapat bahwa orang-orang yang tidur atau tidak ikut shalat berjamaah dengan niat shalat di akhir malam adalah lebih baik daripada mereka yang ikut shalat berjamaah. Hal ini tampak jelas dari kata-kata Beliau akan tetapi yang engkau tidak peroleh ketika engkau tidur adalah lebih baik daripada yang engkau peroleh dari shalat. Maksudnya adalah bagian terakhir dari malam hari karena orang-orang itu shalat di awal malam”.

.

.
Dari Hadis ini kami menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Umar RA adalah pendapatnya sendiri dan memang bid’ah. Lagipula sepertinya Umar RA sendiri tidak ikut ambil bagian dari shalat berjamaah yang ia perintahkan

Tentu saja kita harus berhati-hati di bagian ini karena ada sebagian orang yang mudah sekali salah paham dan melihat sahabat Nabi SAW sebagai pribadi yang tidak boleh dikomentari atau dikritik. Bid’ah yang dilakukan Umar adalah Ia menetapkan sesuatu yang justru dibolehkan. Shalat tarawih berjamaah itu dibolehkan tetapi bukan berarti sangat dianjurkan. Penetapan dan perintah melaksanakan shalat tarawih berjamaah adalah sesuatu yang baru atau bid’ah tetapi bid’ah ini tidak di tentang oleh para sahabat karena sesuatu yang ditetapkan atau diperintahkan itu sendiri memang dibolehkan di masa Rasulullah SAW. Walaupun begitu kita sudah melihat bahwa Umar sendiri tidak memandang hal tersebut sebagai yang terbaik karena menurutnya mereka yang tidur dan tidak ikut shalat berjamaah dengan tujuan shalat di akhir malam adalah lebih baik dibanding mereka yang shalat berjamaah. Jadi bid’ah yang dimaksud bukanlah jenis bid’ah yang pertama bin dhalalah tetapi bid’ah dalam arti Modifikasi dari Sunnah. Modifikasi itu maksudnya Umar RA menetapkan atau memerintahkan sesuatu dimana Rasulullah SAW hanya membolehkannya.

.

.

Bid’ah Tarawih Masa Kini
Hal ini sangat penting untuk dipahami dengan baik. Shalat Tarawih berjamaah sekarang sudah menjadi tradisi yang berubah nilainya. Dari sesuatu yang dibolehkan menjadi sesuatu yang sangat dianjurkan. Tidak jarang kami dapati kebanyakan orang tidak tahu kalau shalat tarawih malah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah walaupun tetap dibolehkan berjamaah di masjid.

Sebagian orang juga berpikir bahwa shalat tarawih berjamaah adalah shalat tarawih yang paling baik dan lebih baik dibanding dilakukan di rumah. Sehingga tidak jarang kami melihat ketimpangan yang aneh yaitu dimana orang-orang berbondong-bondong bersegera kemasjid untuk melaksanakan shalat tarawih berjamaah dibandingkan dengan ketika waktu-waktu shalat wajib (selain Isya’ tentunya) . Padahal justru Shalat wajib benar-benar ditekankan oleh Rasulullah SAW untuk berjamaah.

Apalagi kalau ada yang berpandangan bahwa shalat tarawih berjamaah itu merupakan kontinuitas yang harus dilakukan selama bulan Ramadhan maka kami jelas-jelas tidak setuju. Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah secara kontinu melaksanakan atau memerintahkan shalat Tarawih berjamaah.

Oleh karena itu sekali lagi kami tekankan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan menghidupkan malam bulan Ramadhan yaitu dengan shalat malam yang terserah mau dilakukan bagaimana baik sendiri ataupun berjamaah. Shalat tarawih sebaiknya dilakukan sendiri di rumah tetapi Rasulullah SAW tidak melarang pelaksanaannya secara berjamaah. Shalat Tarawih berjamaah adalah Sunnah yang dibolehkan

.

.

Hadis Sunah Khulafaur Rasyidin
Sebagian orang mengklaim bahwa apa yang dilakukan Umar RA juga adalah Sunnah dengan menyatakan bahwa hal tersebut termasuk Sunnah Khulafaur Rasyidin. Mereka berdalil dengan hadis berikut

عن أبي نجيح العرياض ين سارية رضي الله عته ، قال : وعظنا رسول الله عليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب ، وذرفت منها العيون ، فقلنا : يا رسول الله ! كأنها موعظة مودع فأوصنا قال : أوصيكم بتقوي الله ، والسمع والطاعة وإن تأمر عليكم عبد ، فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ ، وإباكم ومحدثات الأمور ، فإن كل بدعة ضلالة.

Dari Abi Najih Irbadh bin Sariyah RA yang berkata : Rasulullah SAW memberikan kita sebuah nasehat mendalam yang menyebabkan hati bergetar dan air mata bercucuran, lantas kami berkata ”Wahai Rasulullah, Seakan-akan nasehat anda ini seperti nasehat perpisahan, berikanlah wasiat kepada kami.” Rasulullah SAW bersabda : ”Aku berwasiat kepada kalian agar kalian selalu bertakwa kepada Allah SWT, mendengar dan taat kepada penguasa kalian walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak, karena sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku nanti akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpeganglah kalian dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian dan tinggalkan oleh kalian perkara-perkara baru di dalam agama karena setiap bid’ah itu adalah kesesatan.”

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi juz 5 hal 44 hadis no 2676 dan beliau berkata “hadis tersebut hasan shahih”. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah juz 1 hal 15 hadis no 42&43 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi dan dinyatakan shahih oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan Abu Daud juz 2 hal 610 hadis no 4607 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak Ash Shahihain juz 1 hal 95-96 hadis no 329 dan beliau nyatakan shahih serta disepakati oleh Adz Dzahabi. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 126 hadis no 17182, no 17184 dan no 17185 dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Hadis tersebut juga dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Kitabnya Silsilah Al Hadis Ash Shahihah no 937.
.

.

Kemusykilan Hadis

Seperti yang disebutkan di atas hadis tersebut adalah hadis yang shahih dan telah dinyatakan shahih oleh banyak ulama hadis. Mari kita bahas hadis tersebut, Hadis tersebut menjelaskan akan adanya perselisihan yang banyak dan untuk itu umat islam diharuskan berpegang pada Sunnah Rasulullah SAW dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Jadi ada dua hal yang harus dilakukan

  • Berpegang Pada Sunnah Rasulullah SAW
  • Berpegang Pada Sunnah Khulafaur Rasyidin

Zahir teks hadis menyatakan harus taat atau berpegang pada keduanya. Mengenai sunnah Rasulullah SAW tentu saya rasa kita sudah sama-sama tahu tetapi bagaimana dengan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Sayangnya Rasulullah SAW tidak menjelaskan siapa Khulafaur Rasyidin yang dimaksud.

  • Islam Sunni mengklaim bahwa Khulafaur Rasyidin yang dimaksud adalah Abu Bakar RA, Umar RA, Usman RA dan Ali RA.
  • Islam Syiah kebanyakan menolak hadis ini, walaupun ada juga yang menerima dan menyatakan kalau Khulafaur Rasyidin yang dimaksud adalah Ahlul Bait AS.

Sebenarnya kami punya pandangan khusus soal hadis ini. Tapi itu cerita lain untuk saat ini :mrgreen:

.

.
Maksudnya Hal itu mungkin akan membutuhkan pembahasan tersendiri tetapi poin yang akan kami tekankan disini adalah Tidak ada dalil yang jelas dari Rasulullah SAW bahwa Umar RA adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud. Jadi siapakah Khulafaur Rasyidin tersebut?

  • Jika pengertian Khulafaur Rasyidin adalah terbatas pada Khalifah-khalifah sepeninggal Rasulullah SAW maka mengapa Muawiyah, Yazid dan seterusnya tidak termasuk di dalamnya. Apakah dengan begitu maka yang namanya Sunnah akan terus bertambah selama Khalifah terus berganti? Bukankah setelah Rasulullah SAW wafat maka yang namanya Syariat sudah tidak akan bertambah lagi.
  • Jika memang Umar RA adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud lalu mengapa didapati beliau melarang sesuatu yang sudah ditetapkan sebagai Sunnah Rasul seperti halnya Haji Tamattu’. Mengapa Sunnah Rasul dan Sunnah Khulafaur Rasyidin menjadi kontradiktif? Akankah Rasulullah SAW menyuruh berpegang pada dua hal yang kontradiktif.
  • Jika keempat Khalifah tersebut adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud maka mengapa didapati bahwa mereka berempat juga berselisih mengenai suatu hal. Sehingga permasalahannya adalah apakah kita harus berpegang pada hal-hal yang berselisih.

Di antara para Ulama yang beranggapan bahwa keempat Khalifah tersebut Khulafaur Rasyidin, mereka melakukan penakwilan terhadap hadis ini diantaranya

  • Ibnu Hazm Al Andalusi dalam kitabnya Al Ihkam Fi Ushul Al Ahkam juz 6 hal 72 sampai dengan hal 78 telah membahas panjang lebar soal hadis ini dan akhirnya beliau menyimpulkan yaitu Mengikuti mereka dalam mencontoh sunnah Rasulullah SAW. Demikianlah yang benar dan hadits ini tidak sama sekali menunjukkan kecuali kemungkinan ini.
  • Syaikh Al Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata bahwa Yang dimaksud dengan sunnah para Khulafaur Rasyidin adalah jalan hidup mereka yang sesuai dengan jalan hidup Rasulullah SAW.

Jika memang hal ini adalah seperti yang dikatakan oleh para Ulama tersebut maka kami katakan lalu untuk apa Rasulullah SAW berkata SunnahKu dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Bukankah cukup dengan menyatakan SunnahKu saja.

.

.
Dan yang lebih musykil lagi adalah penakwilan sebagian orang bahwa Sunnah Khulafaur Rasyidin itu adalah Pemahaman para sahabat terhadap agama islam, karena mereka berada diatas apa yang di bawa Nabi mereka SAW. Hal ini kami nyatakan aneh karena

  • Berdasarkan hadis diatas Justru sahabat Nabi SAW itu sendiri adalah pihak yang diberi nasehat oleh Rasulullah SAW untuk berpegang pada Sunnah Rasul dan Sunnah Khulafaur Rasyidin.
  • Pernyataan itu adalah generalisasi yang tidak berdasar dan justru bertentangan dengan pengkhususan sebagian ulama bahwa Khulafaur Rasyidin adalah keempat khalifah seperti yang telah disebutkan.

Baiklah kita cukupkan sampai disini pembahasan hadis ini karena jika diteruskan maka lembaran ini akan terlalu panjang dan terlalu meluas ke mana-mana. Singkatnya jika seseorang ingin menyatakan bahwa Umar RA adalah Khulafaur Rasyidin yang dimaksud maka ia harus membawakan dalil bahwa Rasulullah SAW memang menegaskan hal itu dan sayangnya sejauh ini kami tidak mendapati dalil tersebut.

.

.

.

Hadis Ikuti Abu Bakar dan Umar
Ada hadis lain yang sering dijadikan dasar bahwa perbuatan Umar RA tersebut adalah Sunnah yang harus diikuti yaitu Hadis yang menyatakan untuk mengikuti Abu Bakar dan Umar. Hadis ini diriwayatkan oleh

  • Hudzaifah RA
  • Ibnu Mas’ud RA
  • Anas RA dan
  • Abu Darda RA.

Semua jalannya tidak satupun terlepas dari cacat. Berikut pembahasan satu-persatu hadis tersebut.

Hadis Hudzaifah RA
Hadis Hudzaifah RA ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad juz 5 hal 385 hadis no 23324 dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan hadis tersebut hasan dengan syawahid tetapi sanad hadisnya dhaif. Diriwayatkan dalam Sunan Tirmidzi juz 5 hal 609-610 hadis no 3662, 3663, dan 3799 berkata Imam Tirmidzi pada hadis no 3662 “hadis hasan” dan Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadis ini pada hadis no 3663 dan 3799. Diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah juz 1 hal 37 hadis no 97 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi dan beliau nyatakan shahih. Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 3 hal 75 hadis no 4451, 4452, 4453, 4454, dan 4455. Hadis ini juga dinyatakan shahih oleh Al Hakim.

عن حذيفة بن اليمان قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إني لا أدري ما قدر بقائي فيكم . فاقتدوا باللذين من بعدي وأشار إلى أبي بكر وعمر

Dari Hudzaifah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan bersama kalian maka ikutilah jejak dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar”

Hadis di atas diriwayatkan dengan sanad yang bermuara

  • Dari Abdul Malik bin Umair dari Rib’i bin Hirasy dari Hudzaifah atau
  • Dari Abdul Malik bin Umair dari mawla Rib’i dari Rib’i dari Hudzaifah RA.

Perawi hadis ini adalah perawi yang dikenal tsiqat kecuali Abdul Malik bin Umair, beliau diperselisihkan, sebagian mentsiqahkannya dan sebagian melemahkannya yaitu Imam Ahmad, Ibnu Main dan Abu Hatim. Dalam hal ini kami cenderung pada mereka yang mentsiqahkan Abdul Malik.

Oleh karena itu hadis Hudzaifah seharusnya bersanad shahih. Tetapi hadis tersebut memiliki Illat(cacat) yaitu sanadnya munqathi atau terputus. Rib’i bin Hirasy tidak mendengar dari Hudzaifah RA. Hal ini dinyatakan oleh Al Manawi dalam Faidh Al Qadhir Syarh Jami’ As Saghir juz 2 hal 72 no 1318 beliau berkata

قال ابن حجر : اختلف فيه على عبد الملك وأعله أبو حاتم وقال البزار كابن حزم لا يصح لأن عبد الله لم يسمعه من ربعي وربعي لم يسمعه من حذيفة ، لكن له شاهد.

Ibnu Hajar berkata “Abdul Malik diperselisihkan keadaannya dan dicacatkan oleh Abu Hatim. Al Bazzar dan Ibnu Hazm berkata hadis ini tidak shahih karena Abdul Malik tidak mendengar dari Rib’i dan Rib’i tidak mendengar dari Hudzaifah, tetapi hadis ini memiliki pendukung.

.

Hal senada juga dinyatakan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam Tatabbu’ Al Auham Allati Sakata ’Alaiha Adz Dzahabi Kama Fil Mustadrak hadis no 4513 yang menyatakan ”Rib’i bin Hirasy tidak mendengar dari Hudzaifah”

Oleh karena itu mereka yang menshahihkan hadis ini adalah keliru karena hadis tersebut sanadnya terputus dan sudah jelas dhaif.

Syaikh Al Albani telah memasukkan hadis Hudzaifah dalam Kitabnya Silsilah Al Hadis Ash Shahihah no 1233 dan menjadikan hadis Ibnu Mas’ud dan Hadis Anas sebagai syahid atau pendukung hadis tersebut. Dalam hal ini kami nyatakan Syaikh Al Albani telah keliru karena semua hadis itu benar-benar cacat hadisnya.

.

.
Hadis Ibnu Mas’ud RA

Hadis Ibnu Mas’ud ini diriwayatkan dalam Sunan Tirmidzi juz 5 hal 672 hadis no 3805 dan dalam Al Mustadrak Al Hakim hadis no juz 3 hal 75 hadis no 4456.

عن ابن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم افتدوا باللذين من بعدي من أصحابي أبي بكر و عمر واهتدوا بهدي عمار وتمسكوا بعهد ابن مسعود

Dari Ibnu Mas’ud RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda ”Ikutilah jejak dua orang setelahku Abu Bakar dan Umar. Jadikan pegangan oleh kalian petunjuk Ammar dan peganglah wasiat Ibnu Mas’ud.

.

.

Hadis ini juga memiliki cacat dalam sanadnya yaitu

  • Dalam sanad hadis ini terdapat Ibrahim bin Ismail bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, beliau dhaif hadisnya seperti yang dinyatakan Ibnu Hajar dalam Taqrib At Tahdzib juz 1 hal 53 no 149.
  • Dalam hadis ini Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya Ismail yang merupakan perawi matruk atau ditinggalkan hadisnya seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib juz 1 hal 100 no 494 dan hal ini juga dinyatakan Adz Dzahabi dalam Al Mughni Ad Dhuafa no 734.
  • Dalam hadis ini Ismail meriwayatkan dari ayahnya Yahya bin Salamah bin Kuhail. Adz Dzahabi dalam Al Mughni Adh Dhu’afa no 6977 mengutip Abu Hatim mengatakan Yahya adalah munkar al hadis, ditinggalkan hadisnya oleh An Nasa’i dan dinyatakan dhaif hadisnya oleh Al Uqaili.

Oleh karena itu hadis ini benar-benar dhaif dan tidak tepat dijadikan syahid atau pendukung hadis Hudzaifah. Syaikh Al Albani dalam Misykat Al Mashabih juz 3 hal 358 no 6221 menyatakan hadis Ibnu Mas’ud ini dhaif tetapi anehnya di tempat yang lain beliau malah memasukkan hadis ini dalam Shahih Jami’As Saghir no 1144. Hadis Ibnu Mas’ud ini dinyatakan oleh Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak ”sanadnya wahin” (lemah hadisnya) dan begitu pula yang dikatakan oleh Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Tatabbu’ Al Auham Allati Sakata ’Alaiha Adz Dzahabi Kama Fil Mustadrak hadis no 4518.

.

.

Hadis Anas RA
Mengenai hadis Anas matannya sama dengan matan hadis Ibnu Mas’ud. hadis ini juga dhaif sanadnya dan diriwayatkan oleh Ibnu Adiy dalam Al Kamil juz 2 hal 666 dengan sanad dari Amr bin Harim dari Anas. Amr bin Harim tidaklah bertemu dengan satu sahabatpun jadi sanadnya terputus.
Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Ahadits Mu’allah Zhahiruha Ash Shihhah hal 118 telah mendhaifkan hadis Hudzaifah Ikuti Abu Bakar dan Umar. Beliau berkata

”Apa yang disebutkan bahwa hadis Ibnu Mas’ud dan hadis Anas saling mendukung tidaklah benar karena sanad hadis itu terputus sehingga keduanya sama-sama parah dalam kedhaifannya”

.

.

Hadis Abu Darda RA
Kami juga menemukan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Abu Darda RA dalam Majma Az Zawaid juz 9 hal 40 no 14356

عن أبي الدرداء قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
اقتدوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر فإنهما حبل الله الممدود ومن تمسك بهما فقد تمسك بالعروة الوثقى التي لا انفصام لها

Dari Abu Darda RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda ”Ikutilah dua orang setelahku Abu Bakar dan Umar sebab keduanya adalah tali Allah yang memanjang. Siapa yang berpegang pada keduanya maka dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat dan tidak akan lepas”.

Hadis ini dhaif sanadnya karena terdapat perawi yang tidak dikenal. Al Haitsami berkata tentang hadis ini

رواه الطبراني وفيه من لم أعرفهم

Hadis riwayat Thabrani dan di dalamnya terdapat perawi yang tidak aku kenal
Hadis Abu Darda RA ini juga dinyatakan dhaif oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadis Adh Dhaifah no 2330.

.

.

.

Kesimpulan
Pada bagian ketiga ini kami akan menyimpulkan beberapa hal yaitu

  • Perbuatan Umar RA yang memerintahkan atau mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih berjamaah di masjid adalah bid’ah tetapi bukan berarti itu adalah sesat.
  • Dalam hal ini perintah Umar RA itu bukan berarti menghidupkan sunnah dan tidak pula merupakan hal yang sangat dianjurkan karena seperti yang kami katakan sebelumnya Shalat Tarawih berjamaah adalah sesuatu yang dibolehkan oleh Nabi SAW.
  • Menurut Umar RA, mereka yang tidur dan tidak ikut shalat tarawih berjamaah dengan tujuan shalat di akhir malam adalah lebih baik daripada mereka yang shalat tarawih berjamaah.

.

.

Salam Damai

.

Catatan :

  • Hmm kok saya sudah mulai berasa bosan ya 😛
  • Tapi sekarang sudah hari minggu :mrgreen:
  • Waktu yang tepat buat menghilang 😆

22 Tanggapan

  1. Sebenarnya kami punya pandangan khusus soal hadis ini. Tapi itu cerita lain untuk saat ini :mrgreen:

    Astaga… 😆

    [/OOT]

  2. ada Blog bagus nee
    http://www.pacaranislami.wordpress.com

    pacaran?? yukkk… hehe

  3. ngisi absen dulu aja ah…..
    *sampah yang kesekian untuk hari ini*

  4. Apa yang dikhawatirkan oleh Nabi saaw ketika beliau mengatakan : “……..aku khawatir bahwa ini (salat tarawih berjamaah di mesjid) akan menjadi kewajiban bagimu….” telah benar2 terjadi sampai saat ini sebagaimana disimpulkan oleh mas SP.
    Orang datang berduyun-duyun ke mesjid kebanyakan dengan tujuan utama untuk salat tarawih, bukan untuk salat ‘Isya berjamaah (tujuan sampingan). Buktinya coba saja lihat situasi mesjid di bulan selain Ramadhan.

    Jadi apa benar ini adalah “bid’ah hasanah” yang dikreasi oleh Umar yang tidak bertentangan dengan ketetapan Nabi saaw dan mempunyai dampak positif bagi umat Islam ?

    Kalau memang benar mestinya kegiatan salat wajib sama ramainya dengan salat sunat tarawih baik di bulan Ramadhan maupun bulan di luar Ramadhan.

    Kesimpulannya dalam bidang ibadah khusus seperti salat tidak ada yang namanya bid’ah hasanah. Bid’ah hasanah dibolehkan dalam bidang teknis pelaksanaan.

    Dan yang paling menyakitkan, umat Islam kebanyakan lebih suka mengikuti pendapat seorang sahabat ketimbang menghidupkan sunnah Nabi-nya yang merupakan uswah hasanah.

    Ya Allah ampuni dosa kami yang telah menyia-nyiakan Nabi-MU !

  5. salam
    saya prnh brtnya pada seseorang (mungkin dia salafy/wahhabi) dlm suatu blog..sblmnya dia komentar bahwa segala macam bid’ah adalah buruk dan tempatnya di neraka..kemudian saya tanya,gmn dgn tarawih?bukankah khalifah umar mengatakan bahwa tarawih itu bid’ah hasanah?tp dia g jwb,mlh ngacir entah kemana..mau bid’ah hasanah atau tidak,mnrt saya toh namanya bid’ah tetap bid’ah..
    salam

  6. Problem utama yang saya dapati dari paham Ahlussunnah (baca: Salafy) adalah mereka sangat menjunjung tinggi pendapat dari sahabat Nabi (meski pun mereka selalu mengulang-ulang mengatakan bahwa mereka sahabat tidak maksum). Pengkultusan ini begitu hebatnya hingga pada titik dimana terdapat perbedaan pendapat antara Nabi dan Sahabat, maka mereka Salafy tidak mengindahkan perkataan Nabi sebaliknya perkataan Sahabatlah yang dijadikan acuan, seakan-akan Sahabat merupakan orang-orang yang paling benar, paling layak dicontoh dan paling tepat sebagai pembawa Risalah Allah swt.
    Shalat tarawih adalah salah satu contoh yang cukup gamblang menggambarkan keadaan ini.
    (1) Apakah Rasulullah pernah mengucapkan kata-kata shalat Tarawih? Umarlah yang mulai menyebut-nyebut istilah ini. Dan sekarang istilah tarawih sangat populer menggantikan qiyamul lail.
    (2) Apakah Rasulullah pernah menganjurkan qiyamul lail dilakukan berjama’ah? Umar pula lah yang mulai membangkitkannya. Dan coba lihat sekarang, shalat Tarawih berjama’ah sudah menjadi keharusan di malam bulan Ramadhan.
    (3) Apakah Rasulullah sudah memperingatkan mengapa Beliau tidak menganjurkan untuk qiyamul lail berjama’ah? Umar juga lah yang kemudian melemahkan kekhawatiran Rasulullah dan menginginkan shalat ini dilakukan secara berjama’ah.
    Adakah kita sekarang mengikuti sunnah Nabi atau mengikuti pendapat Sahabat Umar dalam shalat di malam bulan Ramadhan? Mengapa kita tidak melaksanakan saja apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw?
    Saya pribadi merasakan memang bahwa dengan adanya shalat Tarawih berjama’ah, malam Ramadhan terasa “hidup”, jalan-jalan penuh dengan anak-anak dan bapak-bapak memakai kopiah dan sarung, ibu-ibu dengan jilbab dan mukenanya. Mesjid jadi ramai. Saya sendiri waktu kecil paling rajin shalat Tarawih karena merasakan perbedaannya dgn shalat-shalat yang lain
    Tapi, apakah ini sudah benar? Apakah Rasulullah saw ridla dengan bid’ah ini? Apakah kita tidak usah mengindahkan kekhawatiran Rasulullah? Apakah Umar lebih paham dari Rasulullah tentang umat sehingga tidak berkhawatir dengan apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah? Apakah Umar bisa menjamin bahwa apa yang diperbuatnya tidak akan mengecewakan Rasulullah saw?

    Salam

  7. @SP

    Jika memang hal ini adalah seperti yang dikatakan oleh para Ulama tersebut maka kami katakan lalu untuk apa Rasulullah SAW berkata SunnahKu dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Bukankah cukup dengan menyatakan SunnahKu saja.

    Saya kira apa yg disampaikan ulama di atas sudah begitu jelas… yg dimaksud sunnah khulafa’ur rasyidin ya pengejawantahan mereka terhadap sunnah Nabi tsb… dimana semakin lama semakin banyak kasus2 baru yang mesti mereka harus tangani dan utk itu mereka perlu berijtihad..

    Mengenai hadits yang menyatakan untuk mengikuti abu Bakar dan Umar,

    Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dari beberapa shahabat, seperti Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah Ibnul Yaman, Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar. Hadits ini juga dikeluarkan oleh banyak pakar-pakar ahlul hadits seperti Tirmidzi, Hakim, Ahmad, Ibnu Hibban, ath-Thahawi, al-Humaidi, Ibnu Sa’ad, Ibnu Abi ‘Ashim, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir dan lain-lain. (Lihat Silsilah Ahadits ash-Shahihah, juz 3 hal. 234, hadits no. 1233)

    Kalau saya melihat postingan anda, kasus hadits ini mirip dg kasus hadits asbabun nuzul ayat Al-Maidah:55 yaitu tentang Ali yg menyedekahkan cincinnya ketika sedang ruku’, dimana sanadnya juga terputus, tetapi utk hadits tsb, mas begitu mati2an membela hadits tsb agar bisa diterima dg menyalahkan ulama spt Al-Bukhari, Ibnu Katsir, Ibnu Abi Hatim, tetapi utk hadits di atas, sebaliknya mas berusaha menjatuhkannya, padahal sebagian ulama spt Tirmidzi, Al- Albani menshahihkannya… bahkan syaikh ahmad sakir pun menshahihkannya…tetapi dg mudah anda mendhaifkannya…maaf, terlihat bukan fakta yg berbicara tetapi mindset yg berbicara…jadi tinggal pilih aja mana yg sesuai dg mindset ok…kyknya kita mesti belajar lg dech mas… terutama saya…:)

    Tetapi baiklah kalo anda ga percaya hadits di atas ga pa2, toh bukan hanya hadits di atas aja kok yg bicara mengenai hal ini, coba anda cek hadits berikut ini:

    Khilafah kenabian itu berjalan selama tigapuluh tahun, kemudian Allah datangkan penguasa yang bernama raja atau raja-Nya, siapa yang dikehendaki-Nya jadi raja.” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya dari Safinah hadits ke 4646 dan diriwayatkan pula oleh yang lainya dari Safinah juga).

    Lebih jelas lagi tentang siapakah yang dimaksud Nabi dalam sabdanya tersebut dengan istilah “khilafah kenabian”, Safinah yang mendengar langsung sabda Nabi itu menjelaskan kepada Said bin Jamhan: “Camkan benar olehmu, Abu Bakar memerintah dua tahun, Umar memerintah sepuluh tahun, Utsman dua belas tahun, dan Ali selama enam tahun.”

    Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menerangkan panjang lebar tentang keshahihan hadits di atas dan membantah segala keraguan tentang keshahihannya dalam kitab beliau Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah jilid 1 bagian kedua hal. 820 – 827 hadits ke 459)

    Begitu terang benderangnya hadits di atas dan sesuai dg kenyataan sejarah yg ada… jd sy kira tak perlu pusing2 mencari-cari hal2 yg samar2…jelas Khulafa’ur Rasyidin ya mereka itulah…hadits di atas juga menunjukkan bahwa Muawiyah tidak dimasukkan kedalam khilafah kenabian..

    Tetapi kalau belum cukup ada tambahan di bawah ini:
    Diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im, dia berkata:

    أَتَتِ امْرَأَةُ النَّبِيَّ فَأَمَرَهَا أَنَ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُوْلُ الْمَوْتَ قَالَ إِنْ لَمْ تَجِدِيْنِيْ فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ. (رواه البخاري)

    Datang seorang wanita kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat ظلال الجنة hal. 541-542, no. 1151)

    Hadits tsb merupakan isyarat yang jelas dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa yang akan menggantikan dirinya sepeninggal beliau adalah Abu Bakar ash-Shidiq radhiallahu ‘anhu.

    Atau yang ini:

    عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ: ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاَكِ وَأَخَاكِ، حَتَّى أَكْتُبُ كِتَابًا، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ، وَيَقُوْلُ قَائِلُ: أَنَا أَوْلَى، وَيَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.

    Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhuا, ia berkata; berkata kepadaku Rasulullah shalallahu ‘alaihi Wasallam: “Panggillah Abu Bakar Bakar, Ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan –pent.), kemudian berkata: “Aku lebih utama”. Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridlai, kecuali Abu Bakar”. (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Sha-hihah, juz 2, hal. 304, hadits 690)

    Dalam riwayat ini jelas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menghendaki dengan isyaratnya beliau bahwasanya Abu Bakar radhiallahu ‘anhu lah yang lebih layak menjadi khalifah sepeninggalnya. Tetapi beliau tidak jadi menulis wasiatnya, karena beliau yakin kaum mukminin tidak akan berselisih terhadap penunjukkan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah. Dan hal ini terbukti, setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam wafat, kaum muslimin sepakat untuk menunjuk Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah.

    Dan ada lagi yg lainnya dan juga isyarat dari Al-Qur’an mengenai khulafa’ur rasyidin… tapi ini saja sudah cukup saya kira utk menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah khalifah yang syah sepeninggal Rasulullah

    Wallahu A’lam

  8. @bims

    Saya kira apa yg disampaikan ulama di atas sudah begitu jelas… yg dimaksud sunnah khulafa’ur rasyidin ya pengejawantahan mereka terhadap sunnah Nabi tsb…

    Apa yang disampaikan oleh Ulama itu memang jelas kok makanya saya katakan tidak sesuai dengan teksnya. Teksnya bilang “Sunnah Rasul dan Sunnah Khulafaur Rasydin”. Kalau memang pengejawantahan terhadap Sunnah Nabi maka tidak perlu disebut atau dikhususkan Sunnah juga. Apalagi disebutkan mesti dipegang teguh. Jika memang yang seperti yang ulama itu katakan maka Rasul SAW cukup berkata Berpeganglah pada SunnahKu, dan tidak perlu dengan embel2 Sunnah Khulafaur Rasydin.

    dimana semakin lama semakin banyak kasus2 baru yang mesti mereka harus tangani dan utk itu mereka perlu berijtihad..

    Apakah ijtihad nya itu yang disebut sebagai Sunnah Khulafaur Rasydin?apakah ijtihad itu yang mesti dipegang teguh dan sama kedudukannya dengan Sunnah Rasul?. Bukankah Mas mengakui bahwa ijtihad itu bisa salah juga jadi yang namanya ijtihad salah itu tetap adalah Sunnah juga yang mesti dipehang teguh. Just Retorika 🙂

    Mengenai hadits yang menyatakan untuk mengikuti abu Bakar dan Umar,

    Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan dari beberapa shahabat, seperti Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah Ibnul Yaman, Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar. Hadits ini juga dikeluarkan oleh banyak pakar-pakar ahlul hadits seperti Tirmidzi, Hakim, Ahmad, Ibnu Hibban, ath-Thahawi, al-Humaidi, Ibnu Sa’ad, Ibnu Abi ‘Ashim, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir dan lain-lain. (Lihat Silsilah Ahadits ash-Shahihah, juz 3 hal. 234, hadits no. 1233)

    Kayaknya sudah saya bahas di atas, mengapa saya harus mengulang penjelasan yang sudah saya tulis. Jika memang ada yang keliru dalam hasil telaah saya silakan diajukan. Kan gak enak udah capek2 dibuat ternyata balik keawal lagi. Ref dari Syaikh Al Albani itu rasanya sudah saya sebutkan. 🙂

    Kalau saya melihat postingan anda, kasus hadits ini mirip dg kasus hadits asbabun nuzul ayat Al-Maidah:55 yaitu tentang Ali yg menyedekahkan cincinnya ketika sedang ruku’, dimana sanadnya juga terputus,

    Wah mau bahas yang itu juga kah. Banyak sekali ya yang harus dibahas. Mungkin lebih baik selesaikan yang satu terlebih dahulu baru beralih ke yang lain.

    tetapi utk hadits tsb, mas begitu mati2an membela hadits tsb agar bisa diterima dg menyalahkan ulama spt Al-Bukhari, Ibnu Katsir, Ibnu Abi Hatim,

    Gak pakai mati-matian kok, saya tidak pernah menetapkan final semua tulisan saya. Jika memang Mas bisa menunjukkan kekeliruannya maka saya akan menerimanya dengan senang hati. Saya tidak menyalahkan Bukhari dalam tulisan itu. Saya cuma menolak pendhaifan Ibnu Katsir dan saya tidak berhujjah dengan riwayat Ibnu Abi Hatim atau menakwilkannya berdasarkan keterangan dari riwayat lain. Nah itulah pokok permasalahannya. Mungkin ada yang salah dalam dasar saya itu, nah kalau begitu bisa tolong dikasih tahu. Begitu lebih baik kalau menurut saya

    tetapi utk hadits di atas, sebaliknya mas berusaha menjatuhkannya, padahal sebagian ulama spt Tirmidzi, Al- Albani menshahihkannya… bahkan syaikh ahmad sakir pun menshahihkannya…tetapi dg mudah anda mendhaifkannya…

    Saya rasa juga, saya tidak sembarang mendhaifkan. Ada dasarnya untuk itu dan anda bisa lihat. Kembali saya katakan, kalau memang ada yang keliru saya berterimakasih jika anda berkenan memberi tahu. Saya juga sudah menyebutkan ulama yang menshahihkan dan saya juga menyebutkan Ulama yang mendhaifkan yaitu Al Manawi, Al Bazzar, Ibnu Hazm dan Syaikh Muqbil Al Wadi’i. Oleh karena itulah saya melihat dasar kedua pendapat yang menshahihkan dan yang mendhaifkan dan hasil perbandingan saya. Hujjah yang mendhaifkan itu lebih kuat, Just it.

    maaf, terlihat bukan fakta yg berbicara tetapi mindset yg berbicara…jadi tinggal pilih aja mana yg sesuai dg mindset ok…

    Fakta yang saya tulis jelas dan justru mindset saya yang Mas bilang yang itu sebenarnya sangat tidak jelas. Kalau memang mindset yang berbicara maka semua Orang tidak terlepas dari mindset. Maka semua Ulama baik sunni maupun syiah tidak terlepas dari mindset. Semua pengikut baik sunni maupun syiah tidak terlepas dari mindset. Semua orang apapun pendapatnya tidak terlepas dari mindset. Oleh karena itu semuanya benar atau semuanya salah. Atau benar dan salah ya tergantung mindsetnya. Jadi tidak perlu ada yang namanya benar, tidak perlu ada yang namanya bid’ah, tidak perlu ada yang namanya sesat dan menyesatkan. Tidak perlu ada Ulama Sunni mengafirkan Syiah dan tidak perlu Ulama Syiah capek-capek menjawab Ulama Sunni. Kalau begitu tidak buruk juga ya :mrgreen:

    kyknya kita mesti belajar lg dech mas… terutama saya…:)

    Mari terus belajar, saya sepakat untuk itu 🙂

    Tetapi baiklah kalo anda ga percaya hadits di atas ga pa2, toh bukan hanya hadits di atas aja kok yg bicara mengenai hal ini, coba anda cek hadits berikut ini:

    Hal ini itu apa sih Mas? mesti dijabarkan maksudnya. Yang saya permasalahkan itu adalah Tidak ada ketentuan Shahih dari Rasulullah SAW siapa itu Khulafaur Rasydin. Bukankah kebenaran yang berkaitan dengan agama itu datangnya dari Rasulullah SAW.

    Khilafah kenabian itu berjalan selama tigapuluh tahun, kemudian Allah datangkan penguasa yang bernama raja atau raja-Nya, siapa yang dikehendaki-Nya jadi raja.” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya dari Safinah hadits ke 4646 dan diriwayatkan pula oleh yang lainya dari Safinah juga).

    Saya pernah membaca hadis ini dan bisa dibilang itu tidak menyelesaikan permasalahan yang saya angkat yaitu Rasulullah SAW tidak menyebutkan siapa mereka dalam hadis ini.

    Lebih jelas lagi tentang siapakah yang dimaksud Nabi dalam sabdanya tersebut dengan istilah “khilafah kenabian”, Safinah yang mendengar langsung sabda Nabi itu menjelaskan kepada Said bin Jamhan: “Camkan benar olehmu, Abu Bakar memerintah dua tahun, Umar memerintah sepuluh tahun, Utsman dua belas tahun, dan Ali selama enam tahun.”

    Lho, bagian ini bukan sabda Nabi SAW. Dan tidak ada keterangan Safinah yang memarfu’kan pendapatnya pada Rasulullah SAW. Jadi tetap saja tidak menyelesaikan 🙂
    sekdar catatan, ada ulama yang justru menyatakan berbeda dengan yang dikatakan Safinah yaitu khilafah kenabian itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan Hasan. Nah berbeda tuh dengan Safinah tapi dimasukkan sekenanya juga tuh 30 tahun.

    Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menerangkan panjang lebar tentang keshahihan hadits di atas dan membantah segala keraguan tentang keshahihannya dalam kitab beliau Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah jilid 1 bagian kedua hal. 820 – 827 hadits ke 459)

    Tahukah anda, siapa yang meragukan hadis ini?ya dari kalangan ulama juga yaitu Abu Hatim, Ibnu Arabi, Ibnu Khaldun, Syaikh Muhibuddin Al Khatib dan Syaikh Al Qardhawi. walaupun panjang lebar, inti penjelasan Syaikh Al Albani adalah jarh terhadap salah satu perawi ini Said bin Jumhan adalah jarh mubham. Dalam hal ini bisa dibilang saya sepakat dengan Syaikh Al Albani. Tapi hadis ini seperti yang dikatakan Syaikh Muhibuddin Al Khatib bertentangan dengan hadis shahih lain yang sanadnya lebih shahih dan mutawatir bahwa akan ada 12 khalifah setelah Rasulullah. Syaikah Albani dan yang lainnya tidak sepakat dengan pertentangan ini, menurut mereka khalifah yang di hadis Safinah adalah khilafah kenabian sedangkan yang 12 khalifah itu tidak termasuk dalam khilafah kenabian. Saya tidak begitu sepakat dengan alasan ini karena celahnya justru ada pada teks hadis itu sendiri bahwa setelah khilafah kenabian itu yang ada adalah raja-raja bukan khalifah lagi.Jadi kalau memang khilafah kenabian itu hanya ada 4 seperti yang dikatakan Safinah maka kemana 8 khalifah lagi. Apapun intinya itu adalah pokok pembahasan lain. Hadis Safinah tidak menyebutkan Khilafah Kenabian yang dimaksud. Intinya Rasulullah SAW sendiri tidak menyebutkan siapa mereka?.

    Begitu terang benderangnya hadits di atas dan sesuai dg kenyataan sejarah yg ada…

    Ya akan terang ceritanya jika anda tidak bisa membeda-bedakan yang mana sabda Rasulullah SAW, qaul sahabat dan qaul Ulama. Metodologi saya, maaf tidak main pukul rata begitu saja bahwa perkataan orang lain bisa dianggap sakral juga sama seperti perkataan Rasulullah SAW.

    jd sy kira tak perlu pusing2 mencari-cari hal2 yg samar2…jelas Khulafa’ur Rasyidin ya mereka itulah…

    Saya justru mencari yang paling pasti dan akurat dan itu yang tidak saya temukan dalam hadis di atas. Khulafaur Rasydin ya mereka itu karena dari dulu begitulah yang dipercaya orang. Padahal Rasulullah SAW sendiri tidak pernah menetapkan begitu

    hadits di atas juga menunjukkan bahwa Muawiyah tidak dimasukkan kedalam khilafah kenabian..

    Kalau memang begitu berarti termasuk dalam golongan raja2 yang dimaksud. Catatan nih Mas, pernah mencek hadis serupa dalam Sunan Tirmidzi, disana ada kata-kata Safinah yang agak beda dngan yang Mas kutip yaitu Beliau mengatakan bahwa Bani Zarqa’ berdusta dan mereka adalah “Raja-raja yang lalim”.

    Datang seorang wanita kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat ظلال الجنة hal. 541-542, no. 1151)

    Hadis ini shahih, dan hadis ini tidak bicara soal khalifah apa lagi soal siapa yang harus diikuti. Hadis ini cuma menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mengatakan kepada wanita itu jika ingin datang kembali maka datanglah kepada Abu Bakar. Teksnya berhenti sampai disitu, hanya saja sebagian orang berusaha memperluas teks tersebut kemana-mana dan menyatakan bahwa ini isyarat untuk semua orang untuk mengikuti Abu Bakar. Silakan saja berpendapat tapi dasarnya mana, hadisnya shahih tapi penunjukkannya tidak jelas.

    Hadits tsb merupakan isyarat yang jelas dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa yang akan menggantikan dirinya sepeninggal beliau adalah Abu Bakar ash-Shidiq radhiallahu ‘anhu.

    Maaf, apalagi yang ini. jauh sekali, hadis ini bahkan tidak memuat kata-kata yang berkaitan dengan pemerintahan, kekhalifahan atau ketaatan umat Islam kepada Abu Bakar. Ini yang saya maksud mencampur aduk hadis shahih dengan konsepsi pribadi. Teksnya tidak bicara begitu tapi ditarik-tarik supaya asal nyambung . 🙂

    Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhuا, ia berkata; berkata kepadaku Rasulullah shalallahu ‘alaihi Wasallam: “Panggillah Abu Bakar Bakar, Ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan –pent.), kemudian berkata: “Aku lebih utama”. Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridlai, kecuali Abu Bakar”. (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Sha-hihah, juz 2, hal. 304, hadits 690)

    Hadisnya shahih. Tapi dalam hadis di atas tidak ada kata-kata kepemimpinan. Jadi itu sekedar tambahan yang datang entah dari mana. Catatan untuk hadis ini sudah saya bahas disini

    Jawaban Untuk Saudara Ja’far Tentang Imamah (Hadis Kekhalifahan Sunni)

    Dan hal ini terbukti, setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam wafat, kaum muslimin sepakat untuk menunjuk Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah.

    Awalnya mereka tidak sepakat, Mas bisa melihat hadis Saqifah yang membahas masalah ini. Tetapi pada akhirnya mereka memang membaiat Abu Bakar walaupun Ali bin Abi Thalib RA menunda baiatnya hingga 6 bulan. Anehnya mas dalam peristiwa Saqifah ini hadis yang anda maskud isyarat kekhalifahn ini bahkan tidak dimunculkan sama sekali. Justru yang dimunculkan itu hadis bahwa Khalifah itu dari Quraisy. So, sepertinya hadis yang anda maksud ini bukan tentang isyarat kekhalifahan, entahlah saya tidak bisa berbicara banyak kalau teksnya juga berhenti sampai disitu.

    Dan ada lagi yg lainnya dan juga isyarat dari Al-Qur’an mengenai khulafa’ur rasyidin… tapi ini saja sudah cukup saya kira utk menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah khalifah yang syah sepeninggal Rasulullah

    Maaf Mas, saya tidak mempermasalahkan siapa khalifah yang syah, yang saya permasalahkan itu adalah Adakah Rasulullah SAW mengatakan siapa Khulafaur Rasydin yang harus dipegang teguh sunnahnya. Dengan sudut pandang Sunni sudah jelas kekhalifahan Abu Bakar itu syah karena Sunni sendiri tidak menyatakan bahwa khalifah itu ditetapkan oleh Nabi SAW.
    Salam

  9. @SP

    Khilafah kenabian itu berjalan selama tigapuluh tahun, kemudian Allah datangkan penguasa yang bernama raja atau raja-Nya, siapa yang dikehendaki-Nya jadi raja.” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya dari Safinah hadits ke 4646 dan diriwayatkan pula oleh yang lainya dari Safinah juga).
    Saya pernah membaca hadis ini dan bisa dibilang itu tidak menyelesaikan permasalahan yang saya angkat yaitu Rasulullah SAW tidak menyebutkan siapa mereka dalam hadis ini.

    Apapun intinya itu adalah pokok pembahasan lain. Hadis Safinah tidak menyebutkan Khilafah Kenabian yang dimaksud. Intinya Rasulullah SAW sendiri tidak menyebutkan siapa mereka?.

    Anda hanya berusaha berkelit mas, dan itu wajar dlm diskusi memang byk yg spt itu, tetapi sayangnya cara berkelitnya mas krg pas hanya sekedar klaim pribadi saja. Saya jadi teringat sebuah cerita : ada seorang anak kecil yg suka sekali minum teh botol sosro, tapi pada suatu hari mamanya menaruh teh tsb di botol yg lain bukan di botol yg ada tulisan sosronya krn botol harus dikembalikan ke warung, anak tsb ga mau meminumnya krn katanya “kok botolnya lain? ga ada tulisan sosronya ma” padahal mamanya sudah menjelaskan berulangkali sampai terengah-engah bahwa teh yang ada di dalam botol itu teh botol sosro jg, sama aja, cuma botolnya aja yg diganti “coba dech adek rasain sama kok”…tapi anak itu tetep bersikeras sambil teriak “pokoknya kalo ga ada tulisan sosro berarti bukan teh botol sosro! yang aku mau teh botol sosro!” dan akhirnya mamanya hanya mengelus dada saja sambil berdo’a “mudah2 an anakku cepet gedhenya” 🙂

    Saya mau tanya mas, apakah Rasulullah selalu menyebut nama yg jelas dlm setiap haditsnya? Perkataan Rasulullah itu singkat tetapi padat dan berisi, karena beliau tahu kekhilafahan sepeninggal beliau akan berjalan sbgmana yang Allah kehendaki kemudian juga kaum mukminin kehendaki shg beliau tidak perlu menyebut nama mereka satu-persatu… dan sejarah pun telah membuktikannya… pandangan ini dikuatkan dr hadits A’isyah yg sdh saya kutipkan, beliau tidak jadi menulis sesuatu krn beliau tahu bahwa Allah dan orang-orang mukmin tidak ridha kecuali Abu Bakar, dan memang kenyataannya terbukti spt itu (kalo orang jawa bilang :”Cetho Welo-Welo”). emangnya kalo mnrt mas siapa khilafah kenabian dlm kurun waktu 30 th tsb?

    Lebih jelas lagi tentang siapakah yang dimaksud Nabi dalam sabdanya tersebut dengan istilah “khilafah kenabian”, Safinah yang mendengar langsung sabda Nabi itu menjelaskan kepada Said bin Jamhan: “Camkan benar olehmu, Abu Bakar memerintah dua tahun, Umar memerintah sepuluh tahun, Utsman dua belas tahun, dan Ali selama enam tahun.”

    Lho, bagian ini bukan sabda Nabi SAW. Dan tidak ada keterangan Safinah yang memarfu’kan pendapatnya pada Rasulullah SAW. Jadi tetap saja tidak menyelesaikan

    Inilah masalahnya mas, anda suka merendahkan aqwal shahabat, padahal Safinah ini adalah yang meriwayatkan langsung dari Nabi, secara logika dia lebih memahami sabda Nabi lebih dari siapapun termasuk kita saat ini yg terpisahkan dengan sang Nabi 1400 th lebih.. ini namanya menzerokan… saya kadang heran, anda suka berpegang pada hadits-hadits Nabi yang kesemuanya diriwayatkan oleh shahabat, tetapi di sisi lain anda sering sekali merendahkan dan memojokkan mereka dan tidak menganggap sebelah mata pendapat2 mereka kecuali yang sesuai dg selera anda… (maaf agak kritis.. ga pa2 ya mas).

    Datang seorang wanita kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat ظلال الجنة hal. 541-542, no. 1151)

    Hadis ini shahih, dan hadis ini tidak bicara soal khalifah apa lagi soal siapa yang harus diikuti. Hadis ini cuma menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mengatakan kepada wanita itu jika ingin datang kembali maka datanglah kepada Abu Bakar. Teksnya berhenti sampai disitu,

    Sebagaimana penjelasan periwayat, yg dimaksud wanita tsb jika Rasulullah telah wafat, dan Rasulullah jelas-jelas menunjuk Abu Bakar jika beliau wafat… ini namanya isyarat yg sangat jelas mas, entah dia nanti menjadi khalifah, imam shalat, tempat bertanya, tempat mengadu dan lain sebagainya…intinya dialah pengganti Rasulullah dan beliau tidak menunjuk yang lainnya…mau mas sebut khalifah kek, mudhir kek atau apapun tetapi jelas dialah pengganti Rasulullah setelah wafat beliau dan memang ternyata dialah yg terbukti memimpin umat ini selepas Rasulullah baik secara de facto maupun de jure…otomatis dialah yg diikuti selepas Rasulullah wafat…fyuh… jadi teringat lagi dech sama cerita di atas…

    Anehnya mas dalam peristiwa Saqifah ini hadis yang anda maskud isyarat kekhalifahn ini bahkan tidak dimunculkan sama sekali. Justru yang dimunculkan itu hadis bahwa Khalifah itu dari Quraisy. So, sepertinya hadis yang anda maksud ini bukan tentang isyarat kekhalifahan, entahlah saya tidak bisa berbicara banyak kalau teksnya juga berhenti sampai disitu.

    Kedua hadits tsb menurut saya saling menguatkan mas, kalau hadits di atas penunjukkan lebih khusus, mengerucut dan lebih jelas, sedangkan hadits tentang khalifah harus dari Quraisy lebih umum karena Abu bakar juga dari Quraisy. Hadits di atas adalah riwayat Aisyah, mungkin saja saat di Saqifah Abu Bakar belum mengetahui hadits tsb. Karena menurut riwayat yg pernah saya baca, disaat-saat menjelang Rasulullah wafat Abu Bakar sedang tidak ada di Madinah dan baru kembali ketika beliau mendengar Rasulullah wafat. Wallahu A’lam.

    Maaf Mas, saya tidak mempermasalahkan siapa khalifah yang syah, yang saya permasalahkan itu adalah Adakah Rasulullah SAW mengatakan siapa Khulafaur Rasydin yang harus dipegang teguh sunnahnya

    Menurut saya hal tsb sudah dijelaskan pada hadits Safinah, Khulafa’ur Rasyidin = Khilafah Kenabian.

    Wassalam

  10. @bims

    Anda hanya berusaha berkelit mas, dan itu wajar dlm diskusi memang byk yg spt itu, tetapi sayangnya cara berkelitnya mas krg pas hanya sekedar klaim pribadi saja.

    Silakan mengklaim apapun yang Mas suka, bagi saya tidak ada masalah, karena klaim itu sendiri tidak penting dalam sebuah diskusi 🙂

    Saya jadi teringat sebuah cerita : ada seorang anak kecil yg suka sekali minum teh botol sosro, tapi pada suatu hari mamanya menaruh teh tsb di botol yg lain bukan di botol yg ada tulisan sosronya krn botol harus dikembalikan ke warung, anak tsb ga mau meminumnya krn katanya “kok botolnya lain? ga ada tulisan sosronya ma” padahal mamanya sudah menjelaskan berulangkali sampai terengah-engah bahwa teh yang ada di dalam botol itu teh botol sosro jg, sama aja, cuma botolnya aja yg diganti “coba dech adek rasain sama kok”…tapi anak itu tetep bersikeras sambil teriak “pokoknya kalo ga ada tulisan sosro berarti bukan teh botol sosro! yang aku mau teh botol sosro!” dan akhirnya mamanya hanya mengelus dada saja sambil berdo’a “mudah2 an anakku cepet gedhenya”

    Tapi setelah dirasakan oleh anak itu ternyata rasanya beda 🙂
    so, kita bicara soal bukti bukan soal perasaan bagusnya begini atau begitu.

    Saya mau tanya mas, apakah Rasulullah selalu menyebut nama yg jelas dlm setiap haditsnya?

    Pertanyaan ini jelas tidak bisa saya jawab, silakan kalau anda bisa menjawabnya 🙂
    Saya pernah mendengar hadis tentang 10 shabat yang masuk surga, dan setahu saya memang disebutkan nama-namanya.

    Perkataan Rasulullah itu singkat tetapi padat dan berisi, karena beliau tahu kekhilafahan sepeninggal beliau akan berjalan sbgmana yang Allah kehendaki kemudian juga kaum mukminin kehendaki shg beliau tidak perlu menyebut nama mereka satu-persatu…

    Silakan saya tidak masalah dengan ini, karena apapun yang terjadi maka itu adalah kehendak Allah SWT dan kita hanya perlu mengambil hikmahnya 🙂

    dan sejarah pun telah membuktikannya… pandangan ini dikuatkan dr hadits A’isyah yg sdh saya kutipkan, beliau tidak jadi menulis sesuatu krn beliau tahu bahwa Allah dan orang-orang mukmin tidak ridha kecuali Abu Bakar, dan memang kenyataannya terbukti spt itu (kalo orang jawa bilang :”Cetho Welo-Welo”).

    Sejarah memang mengatakan siapa-siapa Khalifah setelah Rasulullah SAW tetapi sejarah tidak menyatakan siapa Khulafaur Rasydin yang dimaksud dalam hadis yang sedang kita bicarakan ini. Bicara soal kenyataan, hadis Aisyah bahkan tidak menyebutkan soal pemerintahan 🙂 . Itulah yang nyata, baik anda suka ataupun tidak

    emangnya kalo mnrt mas siapa khilafah kenabian dlm kurun waktu 30 th tsb?

    Saya tidak tahu

    Inilah masalahnya mas, anda suka merendahkan aqwal shahabat, padahal Safinah ini adalah yang meriwayatkan langsung dari Nabi

    Coba perhatikan kembali, bagian mana saya merendahkan Sahabat Safinah. Lagipula Mas apakah anda tidak tahu ada beberapa Ulama yang tidak menjadikan qaul Sahabat sebagai hujjah. Mereka menyebutnya hadis mauquf tidak menjadi hujjah dalam agama kecuali jika sahabat tersebut jelas2 memarfu’kannya.

    secara logika dia lebih memahami sabda Nabi lebih dari siapapun termasuk kita saat ini yg terpisahkan dengan sang Nabi 1400 th lebih.. ini namanya menzerokan…

    Logika Mas itu sudah terbantahkan oleh kenyataan bahwa ada beberapa Sahabat yang perkataannya bertentangan dengan Sunnah Rasul yang shahih. Bukankah anda meyakini kalau sahabat tidak ma’sum dan tentu bisa saja berbuat salah atau seperti kata anda perindividu tidak begitu saja menjadi hujjah. So, mau mengantagonis apa yang sudah anda katakan sendiri. Saya tidak seperti Mas, sering maaf, main pukul rata. Saya menerima hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat jika memang marfu’ dan shahih :). Jadi apa yang sudah saya zerokan, rasanya pas pas saja

    Sebagaimana penjelasan periwayat, yg dimaksud wanita tsb jika Rasulullah telah wafat, dan Rasulullah jelas-jelas menunjuk Abu Bakar jika beliau wafat…

    Sya tidak menolak itu, memang benar Rasulullah SAW menunjuk Abu Bakar untuk wanita itu. Dan mengapa pula anda memperluasnya untuk semua umat dan memperluasnya dalam masalah Kekhalifahan. Bukan berarti salah, tetapi apa buktinya perluasan anda benar. Teksnya berhenti sampai disana, so setiap orang bebas mau mengklaim atau memperluasnya kemana-mana.

    ini namanya isyarat yg sangat jelas mas, entah dia nanti menjadi khalifah, imam shalat, tempat bertanya, tempat mengadu dan lain sebagainya…

    Mungkin itu sangat jelas buat Mas, tapi lagi-lagi dalam berdiskusi kita membutuhkan dasar yang bisa kita sepakati bersama. Dasar itu adalah teks hadisnya, bagi saya jika saya berhenti pada teks itu sendiri maka itu jauh lebih baik daripada memperluasnya ke arah yang tidak tersirat jelas dari teks hadisnya.

    mau mas sebut khalifah kek, mudhir kek atau apapun tetapi jelas dialah pengganti Rasulullah setelah wafat beliau dan memang ternyata dialah yg terbukti memimpin umat ini selepas Rasulullah baik secara de facto maupun de jure…otomatis dialah yg diikuti selepas Rasulullah wafat…fyuh… jadi teringat lagi dech sama cerita di atas…

    Bicara soal isyarat, maka ada banyak hadis lain yang justru mengisyaratkan kepada orang lain. Dan anda sepertinya tidak memperhatikan hal itu. Saya tidak berkepentingan membahasnya 🙂

    Kedua hadits tsb menurut saya saling menguatkan mas, kalau hadits di atas penunjukkan lebih khusus, mengerucut dan lebih jelas, sedangkan hadits tentang khalifah harus dari Quraisy lebih umum karena Abu bakar juga dari Quraisy

    Dan hadis lain yang saya maksud sama juga, saling menguatkan dengan hadis khalifah dari Quraisy. Apa perlu saya buat tulisan khusus?

    Hadits di atas adalah riwayat Aisyah, mungkin saja saat di Saqifah Abu Bakar belum mengetahui hadits tsb. Karena menurut riwayat yg pernah saya baca, disaat-saat menjelang Rasulullah wafat Abu Bakar sedang tidak ada di Madinah dan baru kembali ketika beliau mendengar Rasulullah wafat. Wallahu A’lam.

    Lantas bagaimana sebelumnya saya bisa mendengar ada kata-kata Abu Bakar menjadi imam shalat sebelum Nabi SAW wafat kalau memang beliau baru kembali ketika Rasul SAW wafat. Memang hanya Allah SWT yang tahu 🙂

    Menurut saya hal tsb sudah dijelaskan pada hadits Safinah, Khulafa’ur Rasyidin = Khilafah Kenabian.

    Sekali lagi Mas, Rasulullah SAW tidak menyebutkan siapa mereka. Itu adalah pendapat Safinah yang bahkan menurut saya beliau mengetahui itu tepat setelah kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA, jadi sebelum itu sepertinya Safinah tidak bisa begitu saja langsung menjudge siapa khilafa kenabian itu.
    Salam
    *saya rasa berkelit atau tidak, terpengaruh mindset atau tidak maka itu kita kembalikan pada teks hadisnya, biarkan teks itu yang berbicara*

  11. @bims

    Saya mau tanya mas, apakah Rasulullah selalu menyebut nama yg jelas dlm setiap haditsnya?

    Ini pertanyaan yang semestinya tidak perlu diajukan, kecuali mas Bims menghapus kata “selalu di kalimat tsb. Yang jelas2 kita ketahui adalah bahwa ada hadits Nabi SAAWyang menyebut nama, dan ada pula hadits Nabi yang tidak menyebut nama. Tentunya ada pertimbangan tersendiri bagi Beliau SAAW kapan disebut nama dan kapan tidak.

    Perkataan Rasulullah itu singkat tetapi padat dan berisi, karena beliau tahu kekhilafahan sepeninggal beliau akan berjalan sbgmana yang Allah kehendaki

    Atas dasar apa mas Bims mengatakan bahwa kekhalifahan yang ada sudah sesuai yang “dikehendaki” Allah SWT? Saya pikir ini hanya spekulasi dari mas Bims saja.
    1. Pemilihan Khalifah Abu Bakar melalui “musywarah” (pertikaian) antara kelompok Anshor dengan Umar b Khattab.
    2. Terpilihnya Khalifah Umar melalui cara apa?
    3. Terpilihnya Khalifah Utsman melalui cara yang lebih aneh lagi.
    4. Terpilihnya Imam Ali sebagai khalifah ke 4 pun setelah terjadinya pemberontakan oleh mereka2 yang tidak menerima kepemimpinan Utsman yang penuh dengan KKN.
    Apakah semua cara ini yang mas Bims claim sebagai yang Allah “kehendaki”?

    kemudian juga kaum mukminin kehendaki

    Saya jadi teringat kisah kaum Yahudi yang memilih menyembah patung anak sapi pada saat Nabi Musa menghadap Allah SWT. Tidak ada yang bisa mengklaim bahwa mayoritas tidak bisa sepakat untuk sesuatu yang salah.
    Dalil mayoritas tidak dikenal dalam Islam, mas Bims.

    shg beliau tidak perlu menyebut nama mereka satu-persatu…

    Tidak perlu? Atas dasar apa tidak perlu? Kalau ditanya perlunya, logika saya bilang malah harus, karena ternyata dengan tidak disebut nama 4 khalifah tsb malah terjadi pertumpahan darah yang tak putus antara Sunni-Syi’ah.

    dan sejarah pun telah membuktikannya…

    Membuktikan apa mas? Membuktikan bhw khalifahnya ternyata adalah mereka yang 4 tsb?. Sejarah juga membuktikan bahwa tidak semua yang terjadi/sejarah adalah sesuai dengan yang Allah “kehendaki”.

    pandangan ini dikuatkan dr hadits A’isyah yg sdh saya kutipkan, beliau tidak jadi menulis sesuatu krn beliau tahu bahwa Allah dan orang-orang mukmin tidak ridha kecuali Abu Bakar,

    Mas Bims, terus terang nalarsaya dijungkirbalikkan dengan argumen ini, krn:
    1. Jika memang Abu Bakar diterima oleh semua, maka sangat masuk akal utk ditulis, bukan sebaliknya malah tidak ditulis. Kenyataannya yg ada bukan hanya Abu Bakar jadi khalifah, tapi juga sejarah mencatat pertumpahan darah antar Sunni-Syi’ah dan permusuhan tak berkesudahan gara2 Rasulullah tidak jadi menulis seuatu yang begitu pentingnya.
    2. Hendak mas Bims kemanakan sejarah yg mengatakan bhw Umar mencegah Rasulullah menulis wasiat di masa2 akhir Beliau SAAW? Jika sudah begitu jelas Abu Bakar pengganti Rasulullah, kemudian Umar kuatir Rasulullah menulis wasiat? Nalar saya berkata tentunya Umar tahu bahwa Rasulullah akan menulis sesuatu yang bertentangan dengan keinginan Umar.
    3. Jika wasiat yang akan diulis adalah wasiat untuk seluruh umat islam (dan menyangkut ukhuwah umat islam sepanjang masa) kenapa Rasulullah hanya berniat memanggil Abu Bakar klan (anak2nya). Nalar saya jungkir balik utk bisa menerima ini mas Bims. Manusia sekaliber Rasulullah memberikan wasiat yang berisi kepemimpinan Abu Bakar hanya kepada anak2nya???
    Aduuhh..mas Bims, lagi2 saya dihadapkan pada kenyataan bahwa mazhab sunni (saya) berdalil dengan cara yang ….. (saya tidak ingin menulisnya).

    dan memang kenyataannya terbukti spt itu (kalo orang jawa bilang :”Cetho Welo-Welo”). emangnya kalo mnrt mas siapa khilafah kenabian dlm kurun waktu 30 th tsb?

    Jika Rasulullah SAAW berpengatahuan begitu detil tentang masa2 setelah Beliau SAAW, tentunya Beliau SAAW juga mengetahui terjadinya pertumpahan darah atas “tidak adanya penunjukkan kepemimpinan setelah Beliau SAAW.

    Datang seorang wanita kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat ظلال الجنة hal. 541-542, no. 1151)

    1. Sang wanita datang dalam rangka apa?.
    2. Kenapa Rasulullah tidak menyelesaikan masalah/kebutuhan dia pada saat itu juga?.
    3. Karena secara de facto Khlaifah Abu Bakar & Umar telah mengunakan Imam Ali a.s. sebagai tempat bertanya (sesuai dg hadits Rasulullah bahwa Imam Ali a.s. adalal pintu ilmu, maka tentunya sang wanita datang bukan untuk bertanya hal2 yang sulit.
    4. Matan hadits ini menjadi membingungkan krn ketidak lengkapannya.

    Pertanyaan2 untuk Bims:
    1. Akan mas Bims kemanakan semua dalil/nash2 tentang keutaman Imam Ali a.s. dan Ahlul bayt? Dan pengangkatan Imam Ali a.s. sebagai maula?
    2. Hendak dijelaskan seperti apa catatan2 sejarah proses pengangkatan khlaifah2?.
    3. Hendak dijelaskan seperti pembangkangan2 yang dilakukan oleh sahabat baik pada perang Uhud maupun pada saat perjanjian Hudaibiyah?
    4. Hendak dijawab seperti perubahan2 hukum/aturan agama islam oleh Khalifah Umar?
    5. Hendak dijelaskan seperti apa catatan sejarah tentang permusuhan Abu Bakar dengan Putri tercinta Rasulullah SAAW?
    6. Jika Imam Ali.a.s. menurut khalifah Umar tidak layak menjadi khalifah ke 3, atas dasar apa beliau layak menjadi khalifah ke 4?
    7. Atas dasar apa saya harus taat kepada seseorang yang tidak maksum?.
    8. Atas dasar apa seseorang bisa memimpin umat islam, sedangkan disekitarnya ada manusia2 suci yang lebih berilmu dan lebih mulia?
    9. Atas dasar apa mereka dinyatakan taat dan cinta pada Rasul jika mereka membangkang utk tidak pulang pada saat Rasul sakit, mempertanyakan kerasulaan Sayyidina Muhammad SAAW dalam memutuskan Hudaibiyah, melarang Rasul SAAW menyampaikan wasiat (sedangkan Allah mewajibkan setiap lelaki yang akan mennggal untuk meninggalkan wasiat). Atas dasar apa mereka dikatakan taat jika mereka merubah sunnah Rasulullah dan mewajibkan sunnah mereka?.

    Semoga mas Bims bisa menjawab kegelisahan saya, mumpung saya belum menjadi syi’ah… :mrgreen:

    Wassalam

  12. Sang wanita datang ke Nabi dalam rangka melaporkan prilaku Siti ‘Aisyah dan meminta Nabi untuk menasehatinya
    Tercatat (secara imajiner di memori saya) dialog antara Sang wanita dan Nabi saw;

    Begini dialognya; 🙂

    W: Ya Nabi, aku melihat Siti ‘Aisyah begini….begini
    N: …………………… (pen: Aku akan menanyainya)
    W: Aku juga khawatir ia akan melakukan begini…..begini
    N: …………………… (pen: Jika engkau melihatnya datanglah kembali dan beritahu aku)
    W: Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?
    N: Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar

    Salam

  13. @truthseeker

    Atas dasar apa mas Bims mengatakan bahwa kekhalifahan yang ada sudah sesuai yang “dikehendaki” Allah SWT? Saya pikir ini hanya spekulasi dari mas Bims saja.

    Iya mas, semua kan memang atas kehendak Allah, lho kan udah saya nukilkan dasar-dasarnya di atas mas… saya ga berspekulasi kok, emang saya mau main saham atau forex mas kok pake spekulasi segala 🙂

    1. Pemilihan Khalifah Abu Bakar melalui “musywarah” (pertikaian) antara kelompok Anshor dengan Umar b Khattab.
    2. Terpilihnya Khalifah Umar melalui cara apa?
    3. Terpilihnya Khalifah Utsman melalui cara yang lebih aneh lagi.

    Tetapi kan intinya ummat saat itu akhirnya sepakat mas dan membai’at mereka, yang namanya musyawarah itu kalo ada perbedaan pendapat ya wajar tho mas, yg penting akhirnya mereka sepakat dan bai’at.

    4. Terpilihnya Imam Ali sebagai khalifah ke 4 pun setelah terjadinya pemberontakan oleh mereka2 yang tidak menerima kepemimpinan Utsman yang penuh dengan KKN.

    Memang pengangkatan Imam Ali ra di saat fitnah sedang berkecamuk disebabkan terbunuhnya Utsman ra oleh para bhughat/pemberontak. Dan merekalah yang meniupkan fitnah waktu itu, kalau anda mengatakan karena pemerintahan Utsman penuh KKN berarti anda mengikuti pendapat orientalis atau yg sepaham dg mereka. Tapi ya ga pa2 silahkan aja…

    Apakah semua cara ini yang mas Bims claim sebagai yang Allah “kehendaki”?

    Iya mas, karena semua apa yang terjadi di langit dan di bumi adalah atas kehendak Allah… Oh atau mungkin yg anda maksud apakah Allah “meridhainya” 🙂 ya jelas lah mas, banyak kok dalilnya disamping yg sdh saya sebutkan di atas
    Baik mas, terlalu banyak dalil untuk disebutkan, tapi mumpung mas belum jadi syi’ah :mrgreen: , di sini akan saya kutipkan pandangan-pandangan Imam Ali ra mengenai kekhalifahan Abu Bakar ra dan dua orang setelahnya berdasarkan referensi dari kitab Syi’ah yg saya ambil dari satu blog yg mungkin akan lebih menjungkirbalikkan nalar anda:

    Ali anak paman Rasulullah dan menantunya, menyatakan tentang pembai’atan Abubakar setelah wafatnya Rasulullah :
    “Saat itu aku datangi Abubakar dan membai’atnya. Akupun bangkit membela Abubakar menghadapi segala kejadian yang mengancam situasi ummat, hingga terkikis tuntas semua penyelewengan. Kalimat Allah tetap terjunjung walaupun dibenci oleh kaum kafir. Abubakar telah berhasil menguasai situasi dengan mudah. Ummat kian bersatu. Kesejahteraan kian membaik. Aku selalu mendampingi dan menasehatinya. Aku pun patuh demi kepatuhanku kepada Allah dan tidak berhenti pula berjuang.” Al-Ghoroot, juz I, hal, 307

    Surat Ali yang dikirim kepada Gubernur Mesir, Qays bin Saad bin Ubadah al-Anshaar berbunyi :
    “Bismillahirrahmanirrahim, dari hamba Allah Ali Amirulmu’minin kepada yang akan menyampaikan isi suratku kepada kaum muslimin, assalamu’alaikum. Aku bersyukur bahwa tiada Tuhan selain Allah. Ammaa ba’du. Sesungguhnya Allah dengan keindahan cip¬taanNya, kodrat dan kecermatanNya telah memilih Islam sebagai aga¬ma Allah, para malaikat dan para rasulNya. Allah telah mengutus para Rasul untuk hamba-hambaNya, sebagai pilihan dari semua makh¬luk-Nya. Allah telah memberi penghargaan kepada ummat manusia dengan mengutus Muhammad SAW guna mengajarkan Al-Qur’an, hik¬mah, assunnah dan berbagai kewajiban. Mereka telah dididik untuk memperoleh hidayah. Mereka dipersatukan agar tidak terpecah-belah. Mereka dianjurkan untuk senantiasa dalam keadaan suci-bersih. Setelah beliau menyelesaikan tugasnya, Allah telah mengangkat beliau kembali ke haribaanNya. Setelah itu kaum muslimin mengangkat berturut-turut dua orang khalifah yang saleh, mengamalkan ajaran Al-Qur’an, terpuji perilakunya dan tidak pernah menyimpang dari sunnah RasulNya. Kemudian kedua orang ini dipanggil Allah pula ke¬pangkuan rahmat-Nya.” Al-Ghoroot, juz I, hal, 210. Juga dalam Naasikh Attawaarikh, juz Ill, haL 241, cetakan Iran. Dan juga dalam “Majma’ul Bihaar” karya Al-Majlisi

    Tentang peri hidup Abubakar Ash-Shiddiq ia mengatakan
    “Setelah wafatnya Muhammad, ummat Islam telah memilih seorang pemimpin yang berasal dari mereka sendiri. Ia telah mengerahkan seluruh kemampuannya dengan sungguh-sungguh dan rasa taqwa kepada Allah.” Syarh Nahjul Balaghah, karya Al-Bahrani haL 400.

    Pada saat ummat memilih Abubakar sebagai khalifah dan pemimpin mereka, Al-Murtadho dan Zubeir ibnu Awwam (putera bibi Rasul Saw) menyatakan :
    “Kami berpendapat bahwa Abubakar lah yang paling berhak untuk memangku jabatan ini. Beliau sebagai orang yang bersama-sama Rasulullah dalam Gua. Kami mengenal betul pengabdiannya dan perjuangannya. Ia pun telah diperintah oleh Rasulullah untuk mengimami shalat saat Rasulullah masih hidup.” Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibnu Abil Hadid Asy-Syii’i, Juz I hal. 332.
    Ini berarti bahwa khilafah Abubakar itu mendapat restu Rasulullah.

    Ali bin Abi Thalib pun senada dengan itu membantah Abi Sufyan yang berambisi sebagai calon khalifah menyaingi Abubakar, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Abil Hadid :
    “Abu Sufyan mendatangi Ali AS dan mengatakan ‘Kalian dukung orang yang berasal dari marga yang terendah dikalangan Quraisy. Sungguh, kalau anda mau dicalonkan, akan kami kumpulkan pendukung sebanyak-banyaknya’. Kemudian Ali menjawab : ‘Selama anda masih suka membuat onar dalam tubuh ummat Islam, tak ada gunanya dukungan anda itu. Kami tidak membutuhkan sumbangan ternak serta sekelompok pendukung, Andaikata Abubakar memang tidak pantas menduduki tempat itu, aku pasti tidak akan tinggal diam.” Syarah Ibnu Abdil Hadid, juz I hal. 130. Nama lengkapnya Izzuddin Abdulhamid bin Abil Hasan bin Abil Hadid Al-Madaa’ini, penulis kitab syarah Nahjul Balaghah terdiri dari 20 juz. Ia termasuk ulama Syi’ah golongan ghulat yang ekstrim. Data tentang dirinya dapat dibaca dalam Raudh¬atul Jannaat juz V hal. 20 dan 30.

    Telah dikisahkan pula oleh Assayyid Murtadho dalam kitabnya, bahwa telah diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad berdasarkan kisah ayahnya, telah menghadap seorang Quraisy kepada Ali bin Abi Thalib dan mengatakan : “Telah kudengar dari khutbahmu tadi sebuah do’a yang berbunyi ‘Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan sebagaimana yang pernah Kau berikan kepada dua orang khalifah arraasyidiin sebelum aku. Siapakah gerangan dua orang yang kau maksud itu ?” Ali menjawab : “Mereka adalah kesayanganku. Ia adalah pamanmu Abubakar dan Umar. Mereka adalah imam yang bijaksana. Keduanya adalah tokoh utama Islam dan bangsa Quraisy, dan tidak pernah menyimpang dari ajaran Rasulullah. Barang¬siapa yang mengikuti jejak mereka, akan selamatlah dalam perjalanan meniti jalan yang lurus.”.

    Telah ditegaskan pula pidato Ali dalam kitab tersebut yang menyatakan : “Orang yang paling utama setelah Nabi adalah Abubakar dan Umar.”

    Seharusnya golongan Syi’ah itu mengikuti jejak Ali dan anak-anaknya. Sikapnya terhadap para sahabat Rasulullah, terutama sahabat Rasul yang bersama-sama dalam Gua (Abubakar) semestinya pun sama pula dengan sikap yang dinyatakan oleh tokoh utama Ahlulbait, Ali bin Abi Thalib, seperti yang tertulis dalam buku-buku golongan Syi’ah itu sendiri.

    Ucapan demikian seringkali diulang Ali dan seringkali pula dikutip oleh kitab-kitab Syi’ah, bahwa Ali menganggap Abubakar layak sebagai khalifah. Dan beliau lebih banyak berhak menduduki jabatan itu karena kebijakan dan peri hidupnya yang luhur. Hingga saat akhir hayat beliau akibat tikaman Ibnu Maljam, beliau sempat ditanya siapakah gerangan khalifah yang akan menggantikannya. Kisah yang diriwayatkan Abi Wa’il dan Al-Hakim, pada saat itu Ali bin Abi Thalib ditanya : Tidak berwasiatkah anda ? Lalu Ali menjawab : “Aku wasiatkan apa yang pernah diwasiatkan Rasulullah. Pesan beliau adalah : Apabila Allah menghendaki kebaikan, maka Allah akan mempercepat mereka untuk memilih orang yang terbaik setelah NabiNya.” Kitab Arraudhah minal kaafi, karya Kulaini, juz VIII hal, 254.

    Telah dikisahkan pula seperti kejadian itu oleh Ilmul Huda pada kitab golongan Syi’ah Asy-Syafi :
    “Dari Amirul Mu’minin AS saat beliau ditanya : Tidak berwasiatkah anda ? Ali menjawab : ‘Aku akan berwasiat sebagaimana yang pernah diwasiatkan Rasulullah. Dan beliau mengatakan, apabila Allah menghendaki kebaikan bagi ummatNya, maka mereka akan bersepakat untuk memilih orang yang terbaik dari mereka, sebagaimana yang pernah mereka lakukan setelah wafatnya nabinya.” Asy-Syaafi, haL 171 cetakan Negev. Nama lengkap pengarangnya adalah Ali bin Al-Husein bin Musa yang dikenal dengan nama Sayyid Al-Murtadho dengan julukan Ilmul Huda (perintis ilmu). Lahir tahun 436 H. Ia termasuk salah satu tonggak pendiri aliran Syi’ah. Golongan Syi’ah berkelebihan menyanjungnya dan menyanjung adiknya Syarif Ridha pengarang Nahjul Balaghah. Al-Khawansari berkata : Satu-satunya ulama yang brillian di zamannya. Ia merupakan ahli ilmu kalam dan syair. Karya-karyanya tiada seorangpun yang mampu menandinginya. Antara lain Kitaab Asy-Syaafi dalam masalah imamah. Ia sepadan dengan nama bukunya. (Raudhatul Jannaat juz IV haL 295). Dalam kitab Al-Kunni Wal Al-qoob, AlQummi telah memujinya juga.

    Lihatlah begitu klopnya apa yg disampaikan Imam Ali ra di atas dg hadits riwayat Aisyah ra mengenai wasiat Rasulullah SAW.

    2. Hendak mas Bims kemanakan sejarah yg mengatakan bhw Umar mencegah Rasulullah menulis wasiat di masa2 akhir Beliau SAAW? Jika sudah begitu jelas Abu Bakar pengganti Rasulullah, kemudian Umar kuatir Rasulullah menulis wasiat? Nalar saya berkata tentunya Umar tahu bahwa Rasulullah akan menulis sesuatu yang bertentangan dengan keinginan Umar.

    Mas di riwayat Bukhari dan Muslim akhirnya Rasulullah jadi berwasiat dg 3 hal kok. Dan tidak ada tuch yg menyinggung masalah khalifah pengganti beliau… ah itu mgkn hanya nalar mas aja kali…

    3. Jika wasiat yang akan diulis adalah wasiat untuk seluruh umat islam (dan menyangkut ukhuwah umat islam sepanjang masa) kenapa Rasulullah hanya berniat memanggil Abu Bakar klan (anak2nya). Nalar saya jungkir balik utk bisa menerima ini mas Bims. Manusia sekaliber Rasulullah memberikan wasiat yang berisi kepemimpinan Abu Bakar hanya kepada anak2nya???
    Aduuhh..mas Bims, lagi2 saya dihadapkan pada kenyataan bahwa mazhab sunni (saya) berdalil dengan cara yang ….. (saya tidak ingin menulisnya).

    Ya karena Abu Bakar adalah yang terbaik diantara para shahabat saat itu yg pantas menjadi pengganti beliau… kan nalarnya sudah dikasih tau dlm hadits Aisyah di atas bahwa Rasulullah mengetahui (tentunya atas pemberitahuan dari Allah) bahwa Allah dan Umat Islam akan memilih Abu Bakar dan nalarnya klop lagi dg apa yang Imam Ali sampaikan di atas..

    3. Karena secara de facto Khlaifah Abu Bakar & Umar telah mengunakan Imam Ali a.s. sebagai tempat bertanya

    Saya setuju dengan pendapat anda, bahwa Abu Bakar selalu meminta pertimbangan pendapat dari Ali. Dan ini menunjukkan begitu harmonisnya mereka saat itu.

    1. Akan mas Bims kemanakan semua dalil/nash2 tentang keutaman Imam Ali a.s. dan Ahlul bayt? Dan pengangkatan Imam Ali a.s. sebagai maula?

    Ya ga dikemana-kemanain mas, itu adalah sebagian dari keutamaan Imam Ali dan kami mengakuinya kok…tetapi sahabat spt Abu Bakar pun mempunyai keutamaan dan Imam Ali sendiri mengakuinya…

    2. Hendak dijelaskan seperti apa catatan2 sejarah proses pengangkatan khlaifah2?.
    3. Hendak dijelaskan seperti pembangkangan2 yang dilakukan oleh sahabat baik pada perang Uhud maupun pada saat perjanjian Hudaibiyah?

    Perlu diteliti lagi mas catatan2 sejarah, krn banyak yg terdistorsi dan banyak yg menjadi korbannya.

    4. Hendak dijawab seperti perubahan2 hukum/aturan agama islam oleh Khalifah Umar?

    Hukum yg mana yg dirubah? Apa soal spt haji tamattu’? apakah krn hal tsb lalu dikatakan beliau merubah hukum/aturan?

    5. Hendak dijelaskan seperti apa catatan sejarah tentang permusuhan Abu Bakar dengan Putri tercinta Rasulullah SAAW?

    Kalo menurut saya itu bukan permusuhan, tetapi hanya perbedaan pendapat saja.. dan perselisihan tsb sdh selesai…
    .

    6. Jika Imam Ali.a.s. menurut khalifah Umar tidak layak menjadi khalifah ke 3, atas dasar apa beliau layak menjadi khalifah ke 4?

    Memang Umar pernah menyampaikan hal tsb?

    7. Atas dasar apa saya harus taat kepada seseorang yang tidak maksum?.

    Tidak ada yg ma’sum selain Rasulullah, kalo anda berprinsip bahwa yg dita’ati selain Rasul harus ma’sum niscaya tidak akan ada yg anda akan ta’ati di dunia ini…

    8. Atas dasar apa seseorang bisa memimpin umat islam, sedangkan disekitarnya ada manusia2 suci yang lebih berilmu dan lebih mulia?

    Apakah menurut anda Abu Bakar, Umar dan Utsman tidak berilmu dan mulia? Sedangkan Imam Ali saja memuji mereka…

    9. Atas dasar apa mereka dinyatakan taat dan cinta pada Rasul jika mereka membangkang utk tidak pulang pada saat Rasul sakit, mempertanyakan kerasulaan Sayyidina Muhammad SAAW dalam memutuskan Hudaibiyah, melarang Rasul SAAW menyampaikan wasiat (sedangkan Allah mewajibkan setiap lelaki yang akan mennggal untuk meninggalkan wasiat). Atas dasar apa mereka dikatakan taat jika mereka merubah sunnah Rasulullah dan mewajibkan sunnah mereka?.

    Kok yang anda lihat yg negatif2 saja ya mengenai mereka (pdhal blm tentu benar)? Apa sudah tertutup yang positifnya? Atau sudah tertutupi oleh nalar? Coba buatlah perbandingan yg adil, maka niscaya hal2 negatif yg anda sangkakan tsb akan hilang…

    Semoga mas Bims bisa menjawab kegelisahan saya, mumpung saya belum menjadi syi’ah…

    Mumpung belum menjadi syi’ah berarti sedang di persimpangan donk? Atau sedang berada di “area terlarang” :mrgreen:
    Syukron tanggapannya mas…

    @armand
    ??????? 😆

  14. @SP

    Mohon maaf nih diungkit-ungkit lagi padahal sdh kadaluarsa? Tapi ada komen yang kocak yang kebetulan saya baca di salah satu blog mengenai shalat Tarawih. Begini, diambil dari hadits mas di atas;

    …..Keesokan malamnya aku (Abdurrahman) keluar bersama beliau (Umar bin Khattab), dan orang-orang shalat bersama satu imam. Maka Umar berkata “Ini adalah sebaik-baik bid’ah akan tetapi yang engkau tidak peroleh ketika engkau tidur adalah lebih baik daripada yang engkau peroleh dari shalat. Maksudnya adalah bagian terakhir dari malam hari karena orang-orang itu shalat di awal malam”.

    Komennya:
    “Waduh..jadi Umar ga shalat Taraweh tuh, ternyata lagi jalan-jalan dan ngecek doang”

    Benar juga kan? :mrgreen:

    Salam

  15. @armand
    ah seandainya Mas membaca ulang tulisan kami, maka disana ada kata-kata kami

    Dari Hadis ini kami menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Umar RA adalah pendapatnya sendiri dan memang bid’ah. Lagipula sepertinya Umar RA sendiri tidak ikut ambil bagian dari shalat berjamaah yang ia perintahkan

    he he he begitulah 😛

  16. @SP
    Benar. Maaf…maaf. Jadi SP sudah ngomong lebih dulu ya 🙂

  17. @SP

    Menurut saya; Umar bin Khathab menyuruh orang2 melakukan shalat malam berjama’ah (tarawih) itu menjerumuskan umat Islam kedalam bid’ah, sedangkan kata Rasulullah saw bahwa setiap bid’ah adalah sesat, setiap yg sesat adalah jalannya keneraka.

    Wslkm,

  18. Itulah Ali, Imam inggalah kewafatannya. Menghargai semua para sahabat Rasulullah saw dan menjaga Islam sebagai ajaran suci dari Allah swt. Lantas bangkit membai’at Abu Bakar demi Alah, Rasul dan Ummat Islam dengan membuang ambisi pribadinya yang justru tidak bakal diakui oleh siapapun ketika itu, biarpun Ali telah meinta hak nya sebagai khalifat dan haknya atas tanah fadaq. Namun Abu Bakar dan Umar,penghormatan apa yang telah diberi terhadap Ali sebagai Ahlul Qisa’ ….? Kepentingan apa yang diperjuangkan Abu Bakar dan Umar pada hari wafatnya Rasul Saw, kalau bukan kepentingan pribadi dn masa depannya ? Cuma lantaran Abu Bakar dan Umar shabat Rasul, justru tidak boleh dikritik, itu saja alasan bagi orang-orang neo jahiliah.

  19. Ali orang yang banyak ilmunya tapi tidak luas pandangan seperti Abu Bakr.Umpama baginda yang terlantik khalifah selepas RasuluLlah,dapatkah baginda mengahdapi orang-orang murtad dan orang-orang yang enggan membayar zakat?Sedang utk menghadapi Muawiyah dan orang-orang khawarij sahaja baginda tidak berjaya yang berakhir dengan pembunuhannya.Lihat Abu Bakar.Sebagai contoh,Klau ikut cadangan Umar dan lain-lain sahabat tentra Usamah pasti akan ditangguhkan memandangkan keadaan yang tidak beres dalam negara yang mana banyaknya orang-orang murtad,nabi-nabi palsu serta golongan yang enggan membayar zakat.Adalah lebih utama kalau tentra Usamah dikerah utk menghadapi golongan-golongan tersebut.Tapi Abu Bakar memilikki kefahaman yang sangat benar ,tepat dan jitu karena apabila tentra Usamah telah dibentuk bagi mengahadapi Rom oleh RasuluLlah berarti ia menjadi satu sunnah dan menangguhkan satu sunnah berarti mengundang kehancuran.Tapi adakah kefahaman Abu Bakar itu turut difahami oleh lain-lain sahabat termasuk Sayidina Ali?Fikir-fikirkan.

  20. @ilham O….
    Abubakar orang yang ambisius, melakukan segala tindakan demi kepentingan pribadi atas nama Islam…hak kekhalifahan Imam Ali as yg sdh diakuinya di Ghadirkum dia ingkari sendiri, menjilat ludahnya kembali yg sdh di buangnya, memaksa membayar pajak dengan kekerasan bahkan pembunuhan pada sesama muslim demi ingin memperlihatkan kekuasaannya bukan kerana Islam,,,kenapa ? kerana Rosulullha Saww tdk pernah beri contoh akan hal sedemikian, ingat wahai Ilham Othman akan peristiwa Tsa’labah, apakah Rosul Saww melakukan tindak pemaksaan ?

  21. @ilham O….
    Abubakar orang yang ambisius, melakukan segala tindakan demi kepentingan pribadi atas nama Islam…hak kekhalifahan Imam Ali as yg sdh diakuinya di Ghadirkum dia ingkari sendiri, menjilat ludahnya kembali yg sdh di buangnya, memaksa membayar pajak dengan kekerasan bahkan pembunuhan pada sesama muslim hal demikian hanya demi ingin memperlihatkan kekuasaannya bukan kerana Islam,,,kenapa ? kerana Rosulullha Saww tdk pernah beri contoh akan hal sedemikian, ingat wahai Ilham Othman akan peristiwa Tsa’labah, apakah Rosul Saww melakukan tindak pemaksaan ?Fikir-fikirkan.

  22. oh ilham,
    jaman semakin kacau. Banyak sarjana tdk dapat kerja. Apa lagi yg tdk sarjana?
    Tdk mengikuti perintah nabi saja islam sudah demikian tegak, apalagi kalau mengikuti perintah nabi?
    -menyegerakan keberangkatan pasukan usamah
    -menuliskan wasiat nabi
    – dll

Tinggalkan komentar