Shalat Tarawih Dalam Timbangan Bagian Kedua

Waktu kecil ternyata saya ganteng juga ya 😆

Maafkan kalau saya baru bisa bayarnya cukup lama 😉

.

.

Apakah Shalat Tarawih Harus Berjamaah?

.

Daftar Isi

Muqaddimah
Hadis Aisyah RA

  • Penjelasan Hadis Aisyah RA
  • Kekhawatiran Nabi SAW
  • Jamaah Yang Bertambah Banyak
  • Catatan Atas Interpretasi Hadis Aisyah RA

Hadis Taqrir Nabi SAW
Hadis Anas RA
Hadis Nu’man bin Basyir RA dan Abu Dzar RA
Shalat Tarawih Di Rumah Lebih Utama
.

.

Ok kita mulai saja lanjutannya

Muqaddimah

Hal yang umum sekali bahwa Shalat Tarawih itu berjamaah. Tapi jika kita menempatkan diri berbicara masalah ini berdasarkan standar-standar tertentu maka jawabannya relatif. Bisa menjadi sangat umum atau malah tidak umum. Mari kita memeriksa hal ini dari sumber pedoman kita yang mulia Al Imam Rasulullah SAW dan tentu saja melalui hadis-hadis yang shahih. Jika kita melihat hadis-hadis yang shahih mengenai perkara ini maka dapat diketahui bahwa memang Shalat tarawih pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW secara berjamaah.

Perlu diingatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan cara yang khusus dari shalat tarawih yang berbeda dengan shalat-shalat malam di bulan lain. Pada mulanya Rasulullah SAW shalat tarawih sendirian kemudian ada beberapa sahabat yang ikut shalat di belakang Beliau SAW hingga akhirnya jumlahnya menjadi sangat banyak. Tetapi setelah itu Rasulullah SAW tidak mengerjakannya secara berjamaah karena khawatir akan diwajibkan Allah SWT. Hadis-hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah berjamaah dengan sahabat selama beberapa hari semuanya adalah hadis yang shahih dan tidak ada alasan untuk menolaknya.

.

.

.

Hadis Aisyah RA

Berikut hadis Aisyah RA yang kami ambil dari Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Fi Ramadhan Bab Targhib Fi Shalat Fi Ramadhan hadis no 248 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi.

حدثني يحيى عن مالك عن بن شهاب عن عروة بن الزبير عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم أن رسول الله صلى الله عليه و سلم صلى في المسجد ذات ليلة فصلى بصلاته ناس ثم صلى الليلة القابلة فكثر الناس ثم اجتمعوا من الليلة الثالثة أو الرابعة فلم يخرج إليهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فلما أصبح قال قد رأيت الذي صنعتم ولم يمنعني من الخروج إليكم إلا أني خشيت أن تفرض عليكم وذلك في رمضان

Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Aisyah istri Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW shalat di masjid pada suatu malam dan orang-orang pun shalat di belakangnya. Kemudian Beliau shalat di malam berikutnya dan lebih banyak orang yang shalat di belakangnya. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat dan Rasulullah SAW tidak menemui mereka. Pada pagi harinya, Beliau berkata ”Aku melihat apa yang kalian kerjakan, satu-satunya hal yang mencegah aku untuk keluar menemui kalian adalah karena aku khawatir shalat malam (bulan Ramadhan) akan menjadi wajib bagi kalian”. Hal ini terjadi di bulan Ramadhan.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Abu Daud dan Nasa’i dengan beberapa tambahan. Syaikh Al Albani dalam Tulisannya Shalatut Tarawih mengutip hadis tersebut sebagai berikut

Aisyah RA berkata ”Manusia shalat di masjid Rasulullah SAW di bulan Ramadlan dengan terpisah-pisah. Seseorang yang mempunyai sedikit dari hafalan AlQur’an bersama lima atau enam orang atau kurang atau lebih daripada itu. Mereka shalat bersama seorang tadi. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan pada malam itu untuk meletakkan tikar di depan pintu kamarku. Aku pun melaksanakannya. Kemudian Rasulullah SAW keluar setelah shalat Isya’ yang akhir. Dan berkumpullah manusia yang ada di masjid dan Rasulullah SAW shalat bersama mereka sampai larut malam. Rasulullah kemudian kembali ke rumah dengan meninggalkan tikar begitu saja Pada pagi harinya manusia membicarakan shalat Rasulullah SAW bersama orang-orang yang ada di masjid pada malam itu. Maka masjid itu penuh dengan manusia.

Kemudian Rasulullah SAW keluarpada malam yang kedua dan mereka pun shalat bersama Beliau. Manusia kembali membicarakan hal itu. Setelah itu bertambah banyaklah yang menghadiri masjid sampai penuh sesak). Pada malam yang ketiga Beliau pun keluar dan manusia shalat bersama beliau. Ketikamalam yang keempat, masjid hampir tidak cukup. Kemudian Rasulullah SAW shalat Isya’ yang akhir bersama mereka dan masuk ke rumah beliau, sedang manusia tetap (di masjid). Rasulullah berkata kepadaku “Wahai Aisyah, bagaimana keadaan orang-orang bisa seperti itu?” Aku katakan “Wahai Rasulullah, manusia mendengar tentang shalatmu bersama orang yang ada di masjid tadi malam, maka mereka berkumpul untuk itu agar engkau mau shalat bersama mereka.” Maka beliau berkata ”Lipat tikarmu, wahai Aisyah!” Aku pun melaksanakannya. Rasulullah SAW bermalam di rumah dan tidak dalam keadaan lalai sedangkan manusia tetap pada tempat mereka. Mulailah beberapa orang dari mereka mengucapkan kata,“shalat” Sampai Rasulullah SAW keluar untuk shalat Shubuh.

Setelah shalat fajar, beliau menghadap kepada manusia dan bertasyahud kemudian bersabda “Amma ba’du, wahai manusia, demi Allah, Alhamdulillah tidaklah aku tadi malam dalam keadaan lalai dan tidaklah keadaan kalian tersamarkan bagiku. Akan tetapi aku khawatir akan diwajibkan atas kalian (dalam riwayat lain : Akan tetapi aku khawatir shalat malam diwajibkan atas kalian) kemudian kalian tidak sanggup untuk melaksanakannya, maka berarti kalian dibebani amal-amal yang kalian tidak mampu. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan.“ Pada riwayat lain ada tambahan dari Az Zuhri yang berkata “Setelah Rasulullah SAW wafat, keadaannya demikian. Hal ini berlangsung sampai masa khilafah Abu Bakar dan pada awal khilafah Umar.” (Hadis Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan lainnya)

.

.

Penjelasan Hadis Aisyah RA

Mari kita perhatikan baik-baik hadis tersebut. Hadis tersebut menceritakan bahwa Rasulullah SAW shalat pada suatu malam di masjid kemudian beberapa orang shalat di belakang Beliau dan hari-hari berikutnya malah semakin bertambah banyak yang ikut shalat di belakang Beliau SAW. Hal pertama yang harus dipahami dari bagian ini adalah Rasulullah SAW tidak mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah bersama Beliau. Orang-orang tersebut ikut sendiri shalat di belakang Nabi SAW dan Nabi SAW mengizinkan mereka untuk ikut. Bukti dari hal ini adalah

  • Tidak adanya kata-kata yang jelas dalam hadis di atas yang menyatakan bahwa Nabi SAW mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah.
  • Penggalan hadis selanjutnya justru membuktikan apa yang kami katakan. Dalam hadis Al Muwatta yang kami kutip, Rasulullah SAW berkata Aku melihat apa yang kalian kerjakan, kata-kata ini menyiratkan bahwa fenomena orang-orang yang ikut shalat di belakang Nabi SAW bukanlah berasal dari ajakan Rasulullah SAW.

.

.

Kekhawatiran Nabi SAW

Perhatikan kata-kata satu-satunya hal yang mencegah aku untuk keluar menemui kalian adalah karena aku khawatir shalat malam (bulan Ramadhan) akan menjadi wajib bagi kalian”. Pernahkah anda bertanya-tanya setelah kesekian kalinya membaca hadis ini, misalnya

  • Mengapa Nabi SAW menjadi khawatir?.
  • Apakah Nabi SAW akan khawatir jika beliau sendiri yang mengajak orang-orang untuk berjamaah?.

Lihatlah sekali lagi hadis tersebut, kekhawatiran Nabi SAW timbul ketika orang-orang yang shalat di belakang Beliau SAW bertambah banyak. Hal ini sampai membuat Beliau heran dan bertanya kepada Aisyah RA.

Rasulullah berkata kepadaku “Wahai Aisyah, bagaimana keadaan orang-orang bisa seperti itu?”

Jika memang Beliau pada awalnya mengajak orang-orang untuk berjamaah maka tidak ada yang perlu diherankan. Seandainya Rasulullah SAW memang mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah maka tidak perlu ada kekhawatiran Rasulullah SAW karena sudah merupakan hal yang lumrah bahwa orang-orang akan sangat antusias terhadap ajakan Nabi SAW.

.

.

Jamaah Yang Bertambah Banyak

Dalam hadis ini tersirat bahwa orang-orang menjadi begitu antusias untuk shalat di belakang Nabi SAW sehingga mereka membicarakan hal itu kepada orang lain dan orang lain juga menginginkan shalat bersama Rasulullah SAW. Hal ini ternyata membuat Nabi SAW khawatir. Dan ini tampak jelas pada kata-kata

Aku katakan “Wahai Rasulullah, manusia mendengar tentang shalatmu bersama orang yang ada di masjid tadi malam, maka mereka berkumpul untuk itu agar engkau mau shalat bersama mereka.” Maka beliau berkata ”Lipat tikarmu, wahai Aisyah!”

Oleh karena itu Beliau untuk hari-hari berikutnya tidak lagi shalat berjamaah bersama orang-orang dan melakukan shalat malam di rumah.

Jadi Fenomena Jamaah Yang Bertambah Banyak membuat Nabi SAW khawatir kalau Shalat malam akan diwajibkan oleh Allah SWT.

.

.

.

Catatan Atas Interpretasi Hadis Aisyah RA

Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa Shalat tarawih berjamaah itu sangat dianjurkan, beliau berkata

Perbuatan Nabi SAW berjama’ah selama tiga malam bersama mereka, merupakan petunjuk jelas bahwa shalat Tarawih itu sebaiknya dikerjakan dengan berjama’ah

Catatan kami atas kata-kata Beliau adalah Perbuatan Nabi SAW berjamaah selama tiga malam bersama orang-orang justru menunjukkan dibolehkannya Shalat Tarawih berjamaah. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hal itu sangat dianjurkan. Karena seperti yangkami katakan Rasulullah SAW tidak mengumumkan ajakan tetapi orang-oranglah yang ikut shalat di belakang Beliau SAW.

Kemudian Beliau Syaikh Al Albani juga berkata

Adapun Rasulullah SAW meninggalkannya pada malam ke empat, tidak dapat diartikan bahwa anjuran itu sudah dihapuskan, karena ketika itu beliau menyebutkan alasannya yaitu “Aku khawatir akan diwajibkan atas kamu”.

Jika memang Nabi SAW yang menganjurkan atau mengajak orang-orang maka tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Kekhawatiran timbul ketika Rasulullah SAW melihat orang-orang menjadi begitu berlebihan dalam masalah ini.

Syaikh Al Albani akhirnya berkata

Tetapi dengan wafatnya beliau, maka hilang pula kekhawatiran tersebut setelah Allah SWT menyempurnakan syariatnya. Berarti kita kembali kepada hukum yang terdahulu yaitu disyariatkan berjama’ah, oleh karena itu Umar RA berusaha menghidupkan kembali tuntunan tersebut. Demikian pula sikap yang diambil oleh Jumhur Ulama’

Dari dulu kami ingin sekali mengkritisi bagian ini. Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa ketika Rasulullah SAW shalat malam di masjid, beliau pada awalnya tidak mengajak orang-orang tetapi beliau membolehkan orang-orang untuk ikut shalat di belakang Beliau SAW. Jadi hukum terdahulu shalat tersebut adalah shalat sendiri dan dibolehkan berjamaah. Hal ini terus berlangsung hingga Rasulullah wafat seperti yang dikutip Az Zuhri

“Setelah Rasulullah SAWwafat, keadaannya demikian. Hal ini berlangsung sampai masa khilafah Abu Bakar dan pada awal khilafah Umar.”

Mengenai kata-kata ini Ibnu Hajar berkata ”maksudnya dalam keadaan shalat tarawih berjamaah ditinggalkan” dan Syaikh Al Albani berkata ”Lebih tepat dikatakan bahwa maksudnya shalat tarawih dikerjakan dengan berkelompok-kelompok”. Dalam hal ini kami berpandangan bahwa keadaan demikian itu maksudnya Tidak ada penetapan khusus bahwa shalat tarawih itu harus atau dianjurkan berjamaah tetapi dibolehkan untuk dilakukan berjamaah.

.

Bagian lain yang menarik adalah kata-kata Tetapi dengan wafatnya beliau, maka hilang pula kekhawatiran tersebut. Mengapa bisa begini? Apakah karena kekhawatiran tersebut ada pada Nabi SAW maka ketika Nabi SAW wafat, Sang Kekhawatiran akan ikut wafat. Kami rasa tidak, kekhawatiran tersebut masih ada tertera dalam hadis-hadis Beliau yang shahih dan kita bisa mengetahuinya dengan jelas. Apakah karena Nabi SAW wafat maka itu berarti tidak ada lagi syariat baru sehingga tidak mungkin bisa diwajibkan? Memang benar tidak akan ada lagi syariat baru dan syariat lama adalah Nabi SAW biasa shalat malam sendiri dan pernah berjamaah.

.

Sebenarnya darimana muncul kekhawatiran Nabi SAW?. Kami pribadi yakin bahwa Nabi SAW adalah pribadi yang tidak akan sekedar menduga-duga atau sekedar khawatir. Rasa khawatir itu adalah bentuk kepedulian Rasulullah SAW kepada umatnya ketika melihat mereka bersusah-susah dan berlebihan untuk amalan yang telah diberikan kemudahan. Hal inilah yang membuat Rasulullah SAW takut kalau-kalau shalat malam itu menjadi diwajibkan. Bagi saya Rasa khawatir Nabi itu datang dari Allah SWT sebagai tanda bahwa Rasulullah SAW tidak menetapkan atau menganjurkan untuk shalat malam berjamaah tetapi Rasulullah SAW membolehkannya. Hal ini tampak jelas ketika orang-orang ingin shalat bersama Beliau SAW maka beliau mengizinkannya hanya saja saat orang-orang menjadi begitu antusias dan bertambah banyak maka Rasulullah SAW tidak lagi melakukannya.

.

.

Hadis Taqrir Nabi SAW

Hadis ini diriwayatkan oleh Tsa’labah bin Abi Malik dan kami kutip dari Sunan Baihaqi juz 2 hal 495 hadis no 4386.

ثعلبة بن أبي مالك القرظي حدثه قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم ذات ليلة في رمضان فرأى ناسا في ناحية المسجد يصلون فقال ما يصنع هؤلاء قال قائل يا رسول الله هؤلاء ناس ليس معهم قرآن وأبي بن كعب يقرأ وهم معه يصلون بصلاته قال قد أحسنوا أو قد أصابوا ولم يكره ذلك لهم

Tsa’labah bin Abi Malik Al Quradzi berkata Rasulullah SAWpada suatu malam di bulan Ramadhan keluar dan melihat sekelompok orang shalat di sebelah masjid. Beliau bertanya “Apa yang mereka lakukan ?”. Seseorang menjawab “Wahai Rasulullah, mereka adalah orang yang tidak bisa membaca Al Qur’an, Ubay bin Ka’ab membacakan untuk mereka dan bersama dia lah mereka shalat.” Maka beliau bersabda “Mereka telah berbuat baik” atau “Mereka telah berbuat benar dan hal itu tidak dibenci bagi mereka.”

Baihaqi berkata perihal hadis ini bahwa hadis tersebut mursal hasan.Tetapi Syaikh Al Albani telah menguatkannya dan menyatakan bahwa hadis ini memiliki syawahid dari hadis lain yang bersambung dengan sanad “tidak mengapa”. Beliau berkata

وقد روي موصولا من طريق آخر عن أبي هريرة بسند لابأس به في المتابعات والشواهد أخرجه ابن نصر في قيام الليل ( ص 20 ) وأبو داود ( 1/217 ) والبيهقي

Hadits ini telah diriwayatkan secara bersambung dari jalan lain dari Abu Hurairah RA dengan sanad tidak mengapa karena ada hadits-hadits pendukungnya. Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnu Nashr di dalam Qiyamul Lail, riwayat Abu Dawud 1/217 dan Al Baihaqi.

Seperti penjelasan kami sebelumnya hadis tersebut adalah bukti nyata kalau Rasulullah SAW membolehkan shalat tarawih berjamaah. Tetapi kami tidak sependapat dengan Syaikh Al Albani jika hadis ini dijadikan dasar bahwa shalat tarawih berjamaah itu sangat dianjurkan. Penarikan kesimpulan pada hadis ini hanya menunjukkan pembolehan bukan dianjurkan. Kata-kata Nabi SAW “Mereka telah berbuat baik” atau “Mereka telah berbuat benar dan hal itu tidak dibenci bagi mereka.” lebih tepat menunjukkan dibolehkan atau diizinkan dan tentu saja hal ini baik dan benar bagi Mereka yang tidak bisa membaca Al Quran untuk shalat berjamaah dengan Imam yang mahir bacaan Al Qur’annya.

.

.

.

Hadis Anas RA

Hadis Anas RA ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad juz 3 hal 199 no 13087, hal 212 no 13236 dan hal 291 no 14134 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Syaikh Albani juga menshahihkannya dalam Shalatut Tarawih dan menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Nashr dengan dua sanad yang shahih dan Thabrani dalam Al Ausath. Hadis tersebut diriwayatkan dengan sedikit perbedaan redaksi dan berikut kami kutip dari Shalatut Tarawih Syaikh Al Albani.

عن أنس قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي في رمضان فجئت فقمت إلى جنبه ثم جاء آخر ثم جاء آخر حتى كنا رهطافلما أحس رسول الله صلى الله عليه وسلم أنا خلفه تجوزفي الصلاة ثم دخل منزله فلما دخل منزله صلى صلاة لم يصلها عندنا فلما أصبحنا قلنا : يا رسول الله أو فطنت لنا البارحة ؟ فقال : نعم وذاك الذي حملني على ما صنعت

Dari Anas RA yang berkata ”Rasulullah SAW melaksanakan shalat di bulan Ramadhan. Aku datang dan berdiri di sampingnya. Kemudian datang yang lain dan yang lain sampai Kami menjadi berkelompok. Tatkala Rasulullah SAW merasa bahwa kami ada di belakangnya, Beliau meringankan bacaan shalat, kemudian masuk ke rumah beliau. Sesudah masuk ke rumahnya, Beliau shalat di sana dan tidak shalat bersama kami. Keesokan harinya kami bertanya “Wahai Rasulullah, apakah engkau tadi malam mengajari kami?”. Maka Beliau pun menjawab : “Ya, dan itulah yang menyebabkan aku berbuat.“

Hadis ini kembali menguatkan apa yang kami katakan bahwa Rasulullah SAW pada awalnya memang sedang shalat sendiri kemudian para sahabat datang dan ikut shalat di belakangnya. Rasulullah SAW mengizinkan mereka untuk ikut shalat tetapi setelah itu Beliau pulang kerumah, shalat di sana dan tidak bersama mereka para sahabat. Jadi apa yang tersirat dari hadis ini adalah Rasulullah SAW lebih suka shalat sendiri tetapi tidak ada masalah jika mau berjamaah. Hal itu sudah jelas dibolehkan oleh Nabi SAW.

.

.

.

Hadis Abu Dzar RA dan Nu’man bin Basyir RA

Kedua hadis ini dijadikan dalil sebagai anjuran shalat tarawih berjamaah oleh Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih. Hadis Nu’man bin Basyir dikatakan oleh Syaikh Al Albani diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, Ibnu Nashr, Nasa’I, Ahmad, Al Faryabi dan Al Hakim. Kami temukan hadis ini dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 272 no 18426 dan berkata Syaikh Al Arnauth “Sanadnya shahih dan semua perawinya tsiqat yaitu perawi kitab Shahih kecuali Nu’aim bin Ziyad yang merupakan perawi Imam Nasa’i”.

عن النعمان بن بشير قال : قمنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة ثلاث وعشرين في شهر رمضان إلى ثلث الليل الأول ثم قمنا معه ليلة خمس وعشرين إلى نصف الليل ثم قام بنا ليلة سبع وعشرين حتى ظننا أن لا ندرك الفلاح قال وكنا ندعو السحور الفلاح

Dari Nu’man bin Basyir yang berkata Kami shalat bersama Rasulullah SAW pada malam ke-23 di bulan Ramadlan sampai sepertiga malam pertama. Kemudian kami shalat bersama beliau pada malam ke-25 sampai pertengahan malam. Kemudian beliau shalat bersama kami pada malam ke-27 sampai kami menyangka bahwa kami tidak mendapatkan Falaah. Ia berkata ” kami menyebut Sahur dengan sebutan Falaah”.

Jika memang hadis di atas dijadikan sebagai anjuran untuk shalat tarawih berjamaah maka ada apa dengan malam ke-24 dan ke-26. Bukankah shalat berjamaah ini yang membuat Rasulullah SAW khawatir kalau shalat malam akan diwajibkan seperti yang dijelaskan dalam hadis Aisyah RA?. :roll

Perhatikan baik-baik hadis tersebut. Fenomena itu terjadi di malam ganjil akhir Ramadhan yaitu malam ke-23, ke-25 dan ke-27. Saat dimana Rasulullah SAW sedang I’tikaf di masjid. Sama seperti sebelumnya, tidak ada indikasi yang jelas kalau Rasulullah SAW mengajak para sahabat untuk shalat tarawih berjamaah. Walaupun begitu kami akan bersikap adil bahwa juga tidak ada kata-kata yang menguatkan bahwa Rasulullah SAW shalat sendiri pada awalnya

Dengan melihat hadis Aisyah RA maka kami menduga bahwa Rasulullah SAW pada malam itu sedang beri’tikaf di masjid dan sedang shalat sendiri. Kemudian para sahabat ikut shalat di belakang Beliau. Dalam hal ini Beliau mengizinkan mereka untuk shalat berjamaah bersama beliau. Tetapi itu tidak berlangsung untuk seterusnya karena pada keesokan harinya baik malam ke-24 atau ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama mereka para Sahabat. Mungkin akan ada yang berkata bahwa bisa saja Rasulullah SAW shalat berjamaah pada malam ke-24 dan ke-26 hanya saja hal itu tidak diceritakan. Sayang sekali bukti jelas hal ini dapat dilihat dari Hadis Abu Dzar yang akan kita bicarakan.

.

.

Abu Dzar RA juga mengisahkan cerita ini dengan cerita yang lebih panjang. Syaikh Al Albani dalam Shalatut Tarawih lagi-lagi menjadikan hadis Abu Dzar ini sebagai dalil bahwa “Sangat dianjurkannya shalat tarawih berjamaah”. Beliau Syaikh Al Albani menyatakan hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud, Tirmidzi dan dishahihkannya, An Nasa’i,Ibnu Majah, Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, Ibnu Nashr, Al Faryabi dan Baihaqi, sanadnya shahih.

Berikut hadis Abu Dzar yang kami temukan dalam Sunan Baihaqi juz 2 hal 494 no 4385

عن أبي ذر قال صمنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم رمضان فلم يقم بنا من الشهر شيئا حتى كانت ليلة ثلاث وعشرين قام بنا حتى ذهب نحو من ثلث الليل ثم لم يقم بنا من الليلة الرابعة وقام بنا في الليلة الخامسة حتى ذهب نحو من نصف الليل فقلنا يا رسول الله لو نفلتنا بقية الليل فقال إن الإنسان إذا قام مع الإمام حتى ينصرف كتب له بقية ليلته ثم لم يقم بنا الليلة السادسة وقام السابعة وبعث إلى أهله واجتمع الناس حتى خشينا أن يفوتنا الفلاح قال قلت وما الفلاح قال السحور

Kami berpuasa bersama Rasulullah SAW tetapi Beliau tidak shalat bersama kami sampai tersisa tujuh hari bulan Ramadlan. Beliau shalat bersama kami sampai sepertiga malam. Kemudian pada sisa malam keenam dari bulan Ramadhan Beliau tidak shalat bersama kami. Dan Beliau shalat bersama kami pada sisa malam kelima sampai tengah malam. Lalu kami bertanya : “Wahai Rasulullah, seandainya engkau shalat sunnah bersama kami pada sisa malam ini.” Beliau menjawab “Barangsiapa berdiri untuk shalat bersama imam sampai dia (imam) berpaling, maka dituliskan baginya shalat sepanjang malam.” Kemudian setelah itu beliau tidak shalat bersama kami sampai tinggal tersisa tiga malam Ramadhan. Beliau shalat bersama kami pada sisa malam yang ketiga dan beliau memanggil keluarga dan istrinya. Beliau shalat bersama kami sampai kami mengkhawatirkan Falaah. Abu Dzar RA ditanya “Apa Falaah itu ?” Beliau menjawab “Falaah adalah Sahur.”.

.

.

Hadis ini adalah penjelas yang baik terhadap Hadis Nu’man bin Basyir. Kata-kata Abu Dzar RA tetapi Beliau tidak shalat bersama kami sampai tersisa tujuh hari bulan Ramadlan menunjukkan bahwa Rasulullah SAW terbiasa shalat malam sendiri di bulan Ramadhan. Dan pada malam ke-23, ke-25 dan ke-27 Beliau memang shalat bersama sahabat. Hadis Abu Dzar membuktikan pernyataan kami bahwa pada malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama mereka.

  • Kemudian pada sisa malam keenam dari bulan Ramadhan Beliau tidak shalat bersama kami. Ini malam ke-24.
  • Kemudian setelah itu beliau tidak shalat bersama kami sampai tinggal tersisa tiga malam Ramadlan. Artinya malam ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama Sahabat Nabi SAW.

.

.

Mengapa pada malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat bersama sahabat?. Hal ini ada dua kemungkinan yang terpikirkan oleh kami

  • Rasulullah SAW tidak shalat di masjid atau shalat di rumah
  • Rasulullah SAW shalat di masjid tetapi beliau ingin shalat sendiri atau tidak mau shalat berjamaah pada saat itu.

Kedua kemungkinan tersebut sama mungkinnya walaupun kami cenderung pada yang kedua karena berdasarkan dalil yang shahih dijelaskan bahwa pada 10 terakhir bulan Ramadhan Rasulullah SAW sedang beri’tikaf di Masjid.

وَعَنْهَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا ا: أَنَّ اَلنَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Dia (Aisyah RA) bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri Beliau beri’tikaf sepeninggalnya. Mutaffaq Alaih.(Bulughul Maram Ibnu Hajar Kitab Puasa Bab I’tikaf dan Ibadah di Bulan Ramadhan hadis no 699).

.

Jadi pada malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW berada di masjid untuk I’tikaf tetapi beliau ingin shalat sendiri atau tidak berjamaah. Hal ini kemungkinan karena beliau tidak ingin terus-terusan shalat berjamaah. Oleh karena itu kami lebih cenderung bahwa Hadis Abu Dzar RA dan Nu’man bin Basyr RA menetapkan kebolehan shalat tarawih berjamaah bukan berarti sangat dianjurkan.

.

.

.

.

Shalat Tarawih Di Rumah Lebih Utama

Pada bagian pertama telah dijelaskan bahwa shalat Tarawih adalah Shalat sunah di malam bulan Ramadhan yang sangat di anjurkan Nabi SAW. Mengenai pelaksanaannya boleh dilakukan secara sendiri ataupun berjamaah. Pada hadis Abu Dzar terdapat sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa berdiri untuk shalat bersama imam sampai dia (imam) berpaling, maka dituliskan baginya shalat sepanjang malam.”. Kata-kata ini dijadikan dasar bahwa shalat tarawih berjamaah sangat dianjurkan. Padahal kata-kata itu justru menyatakan bahwa Shalat berjamaah juga memiliki pahala tersendiri. Bukankah pada malam-malam ke-24 dan ke-26 Rasulullah SAW tidak shalat berjamaah bersama mereka. Jadi kata-kata Rasulullah SAW itu menunjukkan bahwa shalat berjamaah itu dibolehkan dan memiliki pahala tersendiri.

.

.

Mengenai mana yang lebih utama maka terdapat dalil yang jelas dari Rasulullah SAW bahwa shalat sunah di rumah lebih utama.

Seperti yang dinyatakan dalam Shahih Bukhari juz 8 hal 27 no 6113

.

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ احْتَجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَيْرَةً مُخَصَّفَةً أَوْ حَصِيرًا فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيهَا فَتَتَبَّعَ إِلَيْهِ رِجَالٌ وَجَاءُوا يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ ثُمَّ جَاءُوا لَيْلَةً فَحَضَرُوا وَأَبْطَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُمْ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ وَحَصَبُوا الْبَابَ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ مُغْضَبًا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا زَالَ بِكُمْ صَنِيعُكُمْ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُكْتَبُ عَلَيْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ

Dari Zaid bin Tsabit RA bahwa Rasulullah SAW memasang tenda dari tikar pada sebuah tempat di masjid sehingga menjadi sebuah tempat untuk beliau shalat malam. Beberapa sahabat datang dan mereka shalat di belakang Nabi SAW. Kemudian pada malam berikutnya mereka datang lagi kesana tetapi Rasulullah SAW terlambat dan tidak keluar menemui mereka. Sehingga mereka mengeraskan suara mereka dan melempar pintu dengan batu kecil. Rasulullah SAW keluar dan berkata kepada mereka dengan marah “Janganlah demikian karena aku mengira (khawatir) bahwa shalat ini akan diwajibkan bagimu. Oleh sebab itu shalatlah di rumahmu masing-masing karena sebaik-baik shalat adalah di rumah kecuali shalat wajib”.

Bagi kami, Hadis ini jelas menyatkan shalat tarawih di rumah lebih utama dan Rasulullah SAW membolehkan shalat tarawih berjamaah.

.

.

.

.

Rekontruksi Shalat Tarawih Rasulullah SAW

Rekontruksi ini bertujuan untuk mengetahui dengan lebih jelas bagaimana sebenarnya shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sepanjang hidup beliau. Dalam hal ini kami hanya memanfaatkan data yang ada dan membuat perkiraan yang mungkin. Rekontruksi ini berlandaskan pada hadis-hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA yang memang menggambarkan shalat tarawih yang dilakukan Rasulullah SAW.

Pernahkah terpikir oleh anda setelah membaca hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA, yaitu kapan tepatnya peristiwa itu terjadi?. Jika kita membuat perkiraan lebar maka kita bisa berasumsi

  • Asumsi waktu paling maksimal bahwa peristiwa hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA terjadi bertepatan denganawal diperintahkannya berpuasa yaitu pada tahun ke-2 H. Dari waktu ini sampai Nabi SAW wafat kami asumsikan ada lebih kurang 8 Ramadhan.
  • Asumsi waktu paling minimal bahwa peristiwa hadis Aisyah RA dan hadis Abu Dzar RA terjadi pada tahun terakhir ketika Nabi SAW hidup, jadi hanya satu Ramadhan.

Jika satu Ramadhan ada lebih kurang 30 hari maka

  • Dengan asumsi waktu paling maksimal, maka Nabi SAW melaksanakan shalat tarawih berjamaah selama 3 hari berdasarkan hadis Aisyah RA ditambah 3 hari di malam ganjil ke-23, ke-25, ke-27 berdasarkan hadis Abu Dzar dan selebihnya tidak berjamaah atau di rumah. 8 Ramadhan berarti 240 hari. Jadi 6 hari dari 240 hari atau lebih kurang 2,5%.
  • Dengan asumsi waktu paling minimal yaitu satu Ramadhan maka kemungkinannya adalah 6 hari dari 30 hari yaitu 20 %.

Dengan kata lain jika dibuat interval maka shalat tarawih berjamaah yang dilakukan oleh Nabi SAW berkisar di antara 2,5%-20% dan justru 80%-97,5% shalat tarawih dilakukan Rasulullah SAW dengan tidak berjamaah atau di rumah. Jadi ini membuktikan bahwa Rasulullah SAWterbiasa shalat tarawih di rumah yang sesuai dengan perkataan Beliau bahwa Shalat terbaik adalah di rumah kecuali shalat wajib.

.

.

.

Kesimpulan

Karena Tulisan ini masih bersambung maka kami hanya menyimpulkan jawaban dari pertanyaan judul di atas Apakah Shalat Tarawih Harus Berjamaah?. Jawabannya tidak harus, Shalat sendiri atau berjamaah dibolehkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan dalil-dalil yang shahih.

.

.

Catatan :

  • Ternyata panjang juga ya :mrgreen:
  • Ok ini kreditan keduanya silakan tanggapannya: 🙂
  • Ah betapa lamanya hari minggu 😦

10 Tanggapan

  1. salam
    mas SP masih panjang ya?
    Dtunggu artikel nya tentang ungkapan sahabat umar ra ( ini adalah sebaik baik bid’ah)
    Wasalam

  2. salam
    Mas SP, masih panjang ya?
    D tunggu lanjutannya tentang ungkapan sahabat umar ra (” ini adalah sebaik-baik bid’ah”)
    Tq
    Wasalam

  3. Tetapi setelah itu Rasulullah SAW tidak mengerjakannya secara berjamaah karena khawatir akan diwajibkan Allah SWT

    pernyataan ini aneh/janggal menurut saya.

  4. lanjutkan perjuanganmu pangeran…!!!

  5. tuhh kaann…

  6. Terima kasih. Semoga mas Allah swt memberikan balasannya yg berlipatganda buat SP.
    Jika di bulan pertama Ramadhan saja Rasulullah saw sudah memperingatkan akan kekhawatiran shalat (tarawih) berjamaa’ah, tentunya di Ramadhan ke-2 dan seterusnya hingga wafatnya Nabi saw, tidak terjadi lagi shalat berjama’ah. Apakah mungkin sahabat mencoba-coba kembali shalat di belakang Nabi saw? Rasanya agak kurang masuk diakal mengingat kepatuhan dari sahabat dan kekhawatiran kembali ditegur Nabi saw.
    Jadi melihat analisa dan kesimpulan SP saya juga bisa menerima bahwa di bulan Ramadhan ke-2 dan seterusnya shalat (tarawih) dilakukan sendiri-sendiri.
    Kami tunggu jilid selanjutnya, mas.

    Salam

  7. Kalau aku ikut perkataannya Umar aja deh:

    1919. Dari Abdurrahman bin Abdul Qari bahwasanya ia berkata: “Saya keluar bersama Umar bin Khattab ra pada suatu malam dalam bulan Ramadhan sampai tiba di masjid. Tiba-tiba orang-orang sama berkelompok-kelompok terpisah berpisah-pisah dan setiap orang shalat untuk dirinya sendiri, sedangkan jika sudah ada yang shalat, misalnya satu orang, kemudian yang datang di belakangnya itu terus ikut bermakmum kepadanya sehingga menjadi kelompok tersendiri. Maka Umar lalu berkata: “Sesungguhnya aku mempunyai pendapat bagaimanakah seandainya semua orang itu aku kumpulkan menjadi satu dan mengikuti seorang imam yang pandai membaca Al Qur’an tentu lebih utama. Setelah Umar mempunyai azam, lalu dia mengumpulkan orang menjadi satu dan diantara mereka ada yang diangkat menjadi imam, yaitu Ubay bin Ka’ab. Kemudian pada malam yang lain aku keluar bersama Umar, sedang para manusia sama shalat dengan imam yang ahli membaca Al Qur’an. Umar berkata: “Ini adalah sebagus-bagusnya bid’ah dan orang yang tidur dulu dan meninggalkan shalat pada permulaan malam adalah lebih utama dari pada orang yang mendirikannya dan yang dimaksudkan olehnya ialah pada akhir malam. Adapun orang-orang itu sama mendirikannya pada permulaan malam.” (TARJAMAH SAHIH BUKHARI, op.cit, BUKU-3 , Hadist Nomor : 1919, Halaman 166.)

    Jadi shalat tarawih itu bid’ah, hanya saja Umar mengatakan itu bid’ah yang baik.

    walaupun Rasulullah berkata, “setiap bid’ah adalah sesat.”

  8. ada saya diatas…
    “SyaoraN”atsume… 😆

    yaah, saya setiap taraweh sholat di masjid, sih. kecuali kalau banyak tugas dan ulangan.

    memang ga ada kewajiban,, tapi setidaknya di bulan ramadhan kita meningkatkan ibadah dengan sholat taraweh berjamaah. karena banyaknya rakaat sholat, kayaknya sholat di masjid secara berjamaah lebih meningkatkan semangat. ga ngantuk. gitu aja sih,,

    kalau memang sholat dirumah lebih baik,, mungkin memanga baik guru saya memberikan tugas setumpuk yang menghambat saya untuk sholat di masjid.

    panjang banget,, agak fast reading

  9. Rasulullah kawatir akan diwajibkan Allah swt, emang janggal kayanya,menurut saya rasulullah kawatir akan diwajibkan umatnya..

  10. @ all: Terkadang beramal sholih itu ada lebih ikhlas jika dilakukan sembunyi-sembunyi (tdk diketahui orang lain).
    Salutselaput buat mas SP, oiya kalo anda berkenan coba buat tulisan mengenai siapa saja sahabat yg condong ke Ahlul Bayt Rasulullah saw, biar kami-kami ini agak mudah mengambil arah.
    Thank!s u..

Tinggalkan komentar