Mungkinkah Sahabat Nabi SAW Berdusta?

Mungkinkah Sahabat Nabi SAW Berdusta?

Sahabat Nabi SAW adalah Mereka orang-orang yang memiliki keutamaan yang besar. Diantara mereka ada yang berjuang bersama Nabi SAW dalam menegakkan Islam dan ada yang rela mengorbankan harta atau jiwanya demi kemajuan Islam. Begitu besarnya jasa mereka sehingga ada sebagian orang yang mengangkat derajat mereka begitu tinggi sampai-sampai tidak boleh ada yang mengkritik Sahabat. Mereka para Sahabat Nabi SAW diakui tidak ma’sum tetapi disikapi Seolah-olah mereka ma’sum. 😉

Ada doktrin yang terkenal di kalangan Sunni yaitu Keadilan Sahabat, semua sahabat itu adil. Tentu saja doktrin ini memiliki dalil dan landasan sendiri, walaupun tetap saja ada sebagian orang yang menentang doktrin ini dengan mengajukan dalil dan landasan yang lain. Saat ini saya tidak akan membahas perdebatan seputar Keadilan Sahabat. Bagi saya silakan saja memiliki keyakinan apapun selagi anda atau siapa saja punya dasar untuk itu. 🙂

Yang lucu dan patut diperhatikan adalah Inkonsistensi. Entah mengapa noda ini banyak sekali melekat pada mereka umat beragama(termasuk saya sendiri). Contoh Inkonsistensi ini sudah saya sebutkan sebelumnya. Doktrin yang secara teori berupa Keadilan Sahabat dalam aplikasinya malah bernuansa Kema’suman Sahabat.

  • Sahabat Nabi SAW tidak bisa dikatakan salah, dan jika anda berhasil menunjukkan kesalahannya maka Andalah yang sebenarnya salah memahaminya.
  • Sahabat Nabi SAW bisa berijtihad dan bukankah sebagaimana ijtihad bisa salah atau benar(teorinya begitu), tetapi kenyataannya jika ada Ijtihad Sahabat yang bertentangan dengan sunnah Nabi SAW maka tidak akan dinyatakan salah. Yang ada malah dicari-cari pembelaannya dengan berkata ”Itu demi maslahat tertentu” atau ”pasti ada alasannya mereka memutuskan begitu”
  • Sahabat Nabi SAW tidak boleh dikritik, apapun tujuan anda atau seilmiah apapun anda atau sesantun apapun anda dalam memilih kata-kata maka tetap Sahabat Nabi SAW tidak boleh dikritik. Alasannya banyak hadis Nabi SAW tentang keutamaan Sahabat bahkan ada hadis khusus yang melarang mencaci Sahabat.

Nah lihat saja, entah bagaimana bisa suatu kritik dianggap sebagai Celaan. Coba lihat kata-kata berikut

  • Abu Bakar keliru dalam masalah Fadak
  • Umar salah dalam melarang haji tamattu’
  • Usman berbuat bid’ah menambah azan Jum’at
  • Istri Nabi SAW Aisyah RA melakukan kesalahan dengan meninggalkan rumahnya hingga terjadi insiden Perang Jamal
  • Muawiyah dan Amr bin Ash melakukan kesalahan dengan memerangi Imam Ali dalam Perang Shiffin
  • Muawiyah salah besar telah membaiat Yazid anaknya sebagai Khalifah pengganti Beliau

Semua kata-kata kritikan di atas akan dianggap sebagai celaan dan anda yang berani mengatakannya sudah patut mendapat Cap Sesat. Mengapa? Karena Sahabat itu dianggap ma’sum :mrgreen:

Cukup pembukaannya dan kita langsung ke inti masalah. Bagaimana jika Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata-kata yang memiliki arti buruk kepada Sahabat Beliau? Tidak mungkin itu, oh iya benar sekali sungguh tidak mungkin karena kata-kata buruk itu sebenarnya adalah kata-kata baik. 🙄

.

.

Hadis Musykil

وعن عبد الله بن مسعود أن سبيعة الأسلمية بنت الحرث وضعت حملها بعد وفاة زوجها بعد خمس عشرة ليلة فدخل عليها أبو السنابل فقال : كأنك تحدثين نفسك بالباءة ؟ ما لك ذلك حتى ينقضي أبعد الأجلين فانطلقت إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فأخبرته بما قال أبو السنابل فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : كذب أبو السنابل إذا أتاك أحد ترضينه فأتي به أو قال : ” فأتيني ” فأخبرها أن عدتها قد انقضت

Dari Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa Subai’ah binti Al Harits telah melahirkan setelah lima belas hari dari kematian suaminya. Kemudian Abu Sanabil datang menemuinya dan berkata “Kau sepertinya menunjukkan bahwa dirimu telah siap menikah lagi, padahal kau tidak boleh melakukannya sebelum melewati masa iddahmu yang terlama”. Lalu Subai’ah pergi menghadap Rasulullah SAW. Dia katakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan Abu Sanabil. Maka Rasulullah SAW bersabda “Telah berdusta Abu Sanabil. Apabila datang seseorang yang engkau sukai maka bawalah kepadaku ” atau Beliau berkata “beritahukan kepadaku”. Kemudian Nabi SAW menyatakan kepadanya bahwa masa iddahnya sudah habis. (Majma’ Az Zawa’id jilid IV hal 631 Bab Iddah hadis no 7809).
Al Haitsami berkata perihal hadis ini رواه أحمد ورجاله رجال الصحيح
Hadis riwayat Ahmad dan Rijalnya adalah Rijal Shahih
.

.

Analisis Hadis
Bisa dilihat ada kasus dimana Rasulullah SAW sendiri telah mengatakan Sahabat berdusta. Nah bagaimana itu, Apakah Sang Rasul SAW telah mencaci sahabat?.

Dalam memahami suatu hadis ada beberapa hal yang dapat dilakukan

  • Berpegang pada Zahir teks hadis dan memahami kalimat perkalimat dengan dasar yang selogis mungkin dan tidak menambahkan prasangka-prasangka sendiri ke dalam teks (Jadi ingat Occam’s Razor)
  • Memahami Teks Hadis dalam kerangka tertentu dengan kata lain secara kontekstual sampai melakukan penakwilan dengan alasan tertentu

.

.

Anekdok Pertama

Jika kita berpegang pada zahir teks hadis maka sudah jelas Rasulullah SAW menyatakan sahabat Abu Sanabil berdusta, secara sederhana mungkin kita bisa buat anekdok seputar hadis tersebut

Ada orang B yang belajar dari A kemudian ia memberitahukan kepada orang lain bahwa begini-begini. Si Orang lain ini mengadukan kepada A benarkah begitu maka A menjawab “Dia berdusta” yang sebenarnya adalah begini.

Nah apa yang anda tangkap, sederhana bukan! sudah jelas si B berdusta seperti yang dikatakan A. Tetapi ada kemungkinan kalau B ini cuma keliru atau tidak sengaja jadi dalam hal ini si A salah menggunakan kata. A terburu-buru menuduh dusta padahal B cuma keliru. Hal ini masih mungkin tetapi akan jadi lain masalahnya kalau si A ini adalah orang yang selalu benar dengan kata lain perkataannya benar-benar dijaga Tuhan. Dengan dasar ini sudah pasti si A tidak akan salah atau sembarangan menggunakan kata-kata. Silakan pikir sendiri, karena saya tidak suka anekdok ini 😦

.

.

Penakwilan Kedua
Ada Penjelasan khusus tentang hadis ini, Rasulullah SAW tidak bermaksud sedikitpun mengatakan bahwa sahabat Abu Sanabil telah berdusta karena yang sebenarnya dimaksudkan oleh Rasulullah SAW adalah Abu Sanabil keliru atau salah atau telah mengatakan sesuatu yang tidak benar. Ini adalah penjelasan yang melegakan

Tetapi ada sisi buruknya jika anda sedikit menganalisis penjelasan ini. Bukankah Rasulullah SAW adalah Seorang Nabi yang perkataannya dijaga oleh Allah SWT. Lantas apa susahnya berkata ”Abu Sanabil keliru” atau ”Abu Sanabil salah”. Apakah Sang Rasul SAW sembarangan atau asal bicara?(nggak mungkin kan). Apakah dalam tradisi Arab dahulu kata Kadzab/ berdusta itu berarti salah atau keliru?. Samakah kedua kata itu. Kalau memang sama lantas bagaimana menyebut seseorang yang benar-benar berdusta. Masalahnya kalau kita berkata kepada seseorang yang telah benar-benar berdusta ”Dia berdusta” maka ini akan dipersepsi sebagai ”Dia salah atau keliru”. Jadi akan tidak ada itu yang namanya berdusta karena setiap berdusta dianggap cuma keliru atau salah.

Sisi buruk lain ada kesan terbalik, Orang yang melakukan penakwilan ini terkesan melindungi keburukan Sahabat dengan sedikit menurunkan Keutamaan Rasul SAW. Cuma kesan sih, masalahnya Orang yang dikatakan Rasul SAW berdusta malah dibela dengan cara menyatakan bahwa maksud Rasul SAW bukan begitu padahal kata-kata Rasul SAW jelas sekali. Dengan kata lain Rasul SAW menyatakan salahnya Sahabat dengan berkata bahwa Sahabat Dusta. Terkesan Rasul SAW menggunakan kata-kata yang kasar dan sembarangan. Btw saya malah jadi benar-benar nggak suka sisi buruk ini 😦

.

.

Alternatif Penutup
Dilema bagi anda yang belajar hadis adalah anda akan sulit sepenuhnya objektif karena semua penilaian dan penafsiran berada dalam kerangka tertentu. Bagi saya wajar saja jika ada yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW adalah keliru bukan berdusta. Hal ini karena penafsiran(baca:penakwilan) tersebut selaras dengan keutamaan sahabat.

Tetapi susah untuk mengkritik kepada mereka yang berkata bahwa Rasulullah SAW menyatakan dusta bukan salah atau keliru. Dan satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan Meragukan hadis tersebut betapapun shahihnya. Nah beginilah adanya, anda lihat ada banyak cara untuk menyikapi sesuatu walaupun dengan cara yang menyedihkan

Apa kesimpulannya? Saya tidak tahu, bisa dikatakan saya tidak terlalu bersemangat menulis ini 😦 . Saya lebih suka dengan penjelasan bahwa Sahabat Nabi tersebut keliru bukan berdusta tetapi sang Rasul SAW selalu benar. Mau berkomentar silakan, mau menghina juga silakan, mau menuduh ya terserah. Intinya saya Cuma mengeluhkan Inkonsistensi umat beragama baik saya ataupun mungkin anda. Cacian, hinaan dan tuduhan kepada saya malah membuktikan masalah inkonsistensi yang saya tulis.

.

Salam Damai

Catatan : Terimakasih kepada saudara yang memberi info tentang hadis tersebut kepada saya. Yah Cuma ini tanggapan yang bisa saya buat dan ini tulisannya. Mohon maaf jika kurang berkenan dan tidak memuaskan. 🙂

77 Tanggapan

  1. Jadi inget dengan diskusi Ustadz Jalal tanggal 7 Agustus 2008 kemarin tepatnya di acara Workshop 52 Dosen-dosen ilmu hadits PTAI se Indonesia di Hotel UIN Kalijaga Yogyakarta.

    Beliau disana diminta menjadi pembicara terkait dengan tema perbandingan hadits di kalangan Ahlulsunnah dan di Syi’ah.

    Menurut beliau, ada perbedaan mendasar diantara keduanya.

    Aku lupa lagi apa aja, cuman aku masih inget satu hal. Insya Allah kedepannya akan aku ulas dalam tulisan tersendiri di Inilah Jalanku.

    Ahlulsunnah menganggap semua sahabat itu semuanya adil. Menurut ustadz Jalal, keadilan sahabat ini lambat laun tersimbolikkan dengan kema’shuman sahabat. Dari pijakan epistemologi seperti itu, maka Ahlulsunnah berkeyakinan dalam ilmu hadits bahwa sahabat Nabi tidak boleh dikenakan jarh wa ta’dil.

    Berbeda dengan syi’ah. Syi’ah menganggap diantara sahabat Nabi itu ada yang beriman dan ada yang munafik. Itu kalau kita mengikuti definisi sahabat dari ulama-ulama syi’ah. Makanya dalam syi’ah, sahabat Nabi dikenai jarh wa ta’dil.

    Diantara para sahabat yang munafik adalah 14 orang yang mau membunuh Rasulullah. awalnya, ke 14 nama orang itu yang mengetahui hanya Hudzaifah. Makanya beliau di beri gelar sebagai pemilik rahasia Rasulullah.

    Siapa saja nama 14 orang itu, ustadz jalal tidak mau memberitahukan. Silakan dicek saja di kitab-kitab Ahlulsunnah tentunya.

    Belum lagi jika kita menyinggung mengenai ditinggalnya Nabi oleh para sahabatnya ketika sedang khotbah jumat ketika pasar di Arab sana dibuka. Ketika itu pasar buka setiap hari jumat.

  2. oi bhar,aq nak saran b,cubo bikin tulisan yg bikin semangat uong untuk ibadah.maaf sebelumny,aq dak ngerti masalah yg galak kamu diskusike tu,tp srn aq drpd gawe kalian skatoan antara sunni dgn syiah mending kamu tu bareng2 bikin kgiatan positif.kan kau tau dewek di rumah sakit byk uong tlantar katek duit,katek yg ngurus,cubo ajak budak2 sunni dgn syiah tu ke rs,bantui uong dsano,drpd ribut2 mslh kyakinan.kykmano bhar?

  3. @ressay
    oooh begitu ya 🙂

    @black

    oi bhar,aq nak saran b,cubo bikin tulisan yg bikin semangat uong untuk ibadah

    Kalau menurut saya pribadi sih tidak ada tulisan yang buat orang semangat untuk ibadah. Keinginan untuk beribadah itu kembali pada orangnya masing-masing. Kalau tulisan soal pahala dan ancaman neraka mah ada banyak bertebaran. 🙂

    maaf sebelumny,aq dak ngerti masalah yg galak kamu diskusike tu,tp srn aq drpd gawe kalian skatoan antara sunni dgn syiah mending kamu tu bareng2 bikin kgiatan positif.kan kau tau dewek di rumah sakit byk uong tlantar katek duit,katek yg ngurus,

    Masalah yang kayak gitu nggak bakal bisa dibahas dalam blog begini, itu lebih butuh ke usaha nyata yang saya sendiri tidak tahu bagaimana. Kalau u ada saran coba tolong sebutkan apa yang bisa saya lakukan dengan blog ini

    cubo ajak budak2 sunni dgn syiah tu ke rs,bantui uong dsano,drpd ribut2 mslh kyakinan.kykmano bhar?

    Nggak bisa juga, rata-rata orang yang kata kamu ribut itu domisilinya terpencar dimana-mana gak ketahuan pastinya. So ketemu aja susah apalagi bekerja sama memecahkan soal serius kayak gitu. Kalau U ada saran silakan aja kasih tahu 🙂 . btw Tulisan disini memang gak berkualitas dan tidak mengayaomi semua orang. Saya aja kepikiran mau menutup blog ini 😦
    Terimakasih sarannya, lama tak bersua 🙂

  4. Menutup blog ini? aku orang pertama yang akan menolak. hehehehe…

  5. Menutup blog ini? No Way!

  6. Salam

    Sabar aja J… Memang ini lumrah yg perlu dihadapi oleh Pencinta Ahlul Bayt Nabi s.a.w.w.
    Orang yang dipuji dan Orang yang dimuliakan sudah berpesan tentang ujian-ujian yang bakal dihadapi Pencinta Ahlul Bayt Nabi s.a.w.w.

    Sabar ya J… Teruskan ingat-mengingatkan dan berkongsi makan dan minum (makrifat, hakikat, tarekat, syariat). Inilah adalah silaturRahim juga deh. 🙂

    wasSalam

  7. Bisa. Mengapa tidak? :mrgreen:

  8. Duh, maksud saya mungkin semungkin-mungkinnya. Biar jelas. 😀

  9. bagaimana kalo mendefinisikan “dusta” sebagai “tidak sesuai dengan yang sebenarnya saat kita tau yang sebenarnya”.

    jadi saat rasulullah mengatakan bahwa sahabatnya itu berdusta, itu memang kenyataan bahwa sang sahabat tidak berkata benar. terlepas ke “dustaan” sahabat itu disengaja atau tidak.

    yah, begitulah pendapat saya 🙂

  10. oh 14 shbt yg mau bunuh rasul,bbrp bulan sblm beliau meninggal y?saya dah tw 14 shbt tsb..dr slhsatu riwayat yg sy bc,wkt rasul sudah sakit parah,minuman rasul itu diberi racun..tp rasul g meminumx..bbrp shbt malah menuduh paman rasul,abbas ra yg mmbrikan minuman tsb..ancur bgt shbt tuh..parah..

  11. oh 14 shbt yg mau bunuh rasul,bbrp bulan sblm beliau meninggal y?saya dah tw 14 shbt tsb..dr slhsatu riwayat yg sy bc,wkt rasul sudah sakit parah,minuman rasul itu diberi racun..tp rasul g meminumx..bbrp shbt malah menuduh paman rasul,abbas ra yg mmbrikan minuman tsb..ancur bgt shbt tuh..parah parah..

  12. Salam

    Pada Khotbah Fatimah az Zahra a.s sudah didapati / diketahui rahsia tentang orang-orang yg meracuni Nabi s.a.w.w.

    wasSalam

  13. wah ternyata di sekeliling Nabi Muhammad SAWW banyak orang yang bertopeng ya…..ud gitu tega lagi mo racuni Nabi pas lagi sakit……

    wassalam

  14. Dasar Rafidhah Pendusta

  15. Haha, Emang yang laen ngga ada pendusta? Emang golongan antum gak ada yang pendusta? Emang Antum ngga pernah berbohong? Pendusta bisa dari mana mana mas, mau orang atheis pun bisa jadi pendusta, bisa jadi orang paling jujur di zaman ini..mbok ya kalo dialog yg intelek-an dikit..

  16. @ As sunnah
    Dasar Rafidhah Pendusta.

    Kog main tuduh ? diperjelas aja siapa yang Rafidhah.
    disini kan diskusinya selalu pakai dalil, dan kita sama-sama bisa nyari apakah dalil yang di tulis saudara2 disini dari sumber yang patut dipercaya.

    Untuk mendapatkan Kebenaran bukanlah tetap mempertahankan sesuatu yang telah kita anggap benar, meskipun sudah digugurkan.

    salam damai…

  17. Hahahaha tulisan pun tak lepas dari keberpihakan Mas, meski kenyataannya mau nyari sisi yang seimbang.

    Hmmm, sebagai kinayah,
    Orang yang sangat jauh dari ka’bah akan dimaafkan bila sholatnya tak 100% persen tepat ka’bah (melenceng), tentu ini akan berbeda bila ia menghadap ke arah yang “jelas-jelas” bukan arah ka’bah.

    Berbicara tentang konsisten, SEPAKAT … konsisten itu berat. Nyari orang yang bener2 ISTIQOMAH jaman sekarang sulit.

  18. @Abelardo
    “Untuk mendapatkan Kebenaran bukanlah tetap mempertahankan sesuatu yang telah kita anggap benar, meskipun sudah digugurkan”

    Mas, kalo mereka udah yakin, mau diapakan lagi mas, mungkin udah final sampai titik darah penghabisan harus dipertahankan. Itu doktrin dan haram untuk dikutak-katik (…mungkin loh)

    Bagi kita “yang mencintai ahlul bayt”, sisi ilmiah dalam kehidupan itu tetap harus dipakai. Kita tetap dituntut untuk selalu mencari-mencari-mencari sampai akhirnya kita menutup mata selamanya. Yang mencintai Ahlul Bayt dituntut kritis dan akan selalu kritis, itulah budaya kita. He…he…he…itu pendapat saya, kali aja ada pendapat yang laen, yuk mari HAIL

  19. @ Abu Syahzanan

    “Yang mencintai Ahlul Bayt dituntut kritis dan akan selalu kritis………”

    SETUJU..!

  20. As-Sunnah : “Dasar Rafidhah Pendusta”

    Rafidhah : “Benar, kami pendusta dan anda adalah orang jujur !!”.

  21. wah wah wah , tambah rame aja bolg ini, tambah seru, saling menghujat, kasian ya Nabi , punya mertua, menantu, isti yang gak beres. dibeber satu persatu aibnya, seperti melakukan dosa besar, terus terang saya merasa miris mendengar itu semua, terlepas cerita itu benar dan tidak saya kurang faham. yang tertangkap bahwa keluarga besar Nabi ( dari mertua abu bakar, umar, menatu imam ali, sampai istri beliau sendiri yang pernikahannya dengan baginda itu direstui oleh Tuhan serta penduduk langit semuanya, ) adalah keluarga tidak harmonis. saya jadi teringan sabdah Nabi dan ternyata sekarang terbukti
    begini bunyianya
    قال رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
    لَا تَقُومُ السَّاعَةُ َحَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ، قَرِيبٌ مِنْ ثَلَاثِينَ، كُلُّهُمْ يَزْعُمُ، أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، وَحَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ، وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ، وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ، وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ، وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ، وَهُوَ الْقَتْلُ، وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ
    ( صحيحالبخاري )

    Sabda Rasulullah saw :
    “Tiada akan datang hari kiamat hingga dimunculkan dajjjal dajjal pendusta, sekitar tiga puluh jumlahnya, kesemuanya mengaku sebagai utusan Allah, dan hingga tercabutnya ilmu, dan kerap kalinya gempa bumi, dan semakin dekatnya waktu, dan munculnuya fitnah fitnah, dan banyaknya pembunuhan, dan kemudian berlimpahnya harta pada kalian” (Shahih Bukhari)

  22. yang dimaksud semua sahabat itu tidak mungkin dusta itu dalam hal meriwayatkan hadits. karena tidak mungkin ada jarh dan ta’dil pada mereka. pendapat syiah tidak masuk akal gimana mau jarh ta’dil sapa yg ngelakuin?apakah sahabat juga???

    tentang inkonsistensi saya kira tidak, satu contoh ibnu abbas telah salah menghalalkan nikah mut’ah karena tidak mengetahui kabar dari nabi tentang pengaharamannya,kaum sunni sudah maklum tentang semuanya, jadi inkonsistensi yang anda tuduhkan terlalu berlebihan.

  23. @ressay
    Silakan menolak, biar suaranya tambah banyak

    @armand
    ikutan nolak ya, silakan

    @tok laki fana
    yap sabar itu penting

    @gentole
    ho ho jawaban Mas memang sudah bisa diduga

    @Snowie
    lho itu kan sama dengan yang dikatakan SP pada akhirnya

    @Arif, Fatimah dan Halwa
    Wah saya belum tahu riwayat ini, bisa diberi masukan di literatur mana adanya riwayat ini, syukron

    @As Sunnah

    Dasar Rafidhah Pendusta

    Kalau tidak bisa bicara baik maka jangan menisbatkan diri pada As Sunnah. Nggak pantes

    @Oky
    Nah itu betul sekali Mas

    @Abelardo

    disini kan diskusinya selalu pakai dalil, dan kita sama-sama bisa nyari apakah dalil yang di tulis saudara2 disini dari sumber yang patut dipercaya.

    Benar sekali Mas, yang penting itu ada dasarnya kan dan nggak perlu tuduh menuduh
    Salam

    @dzakiy

    Hahahaha tulisan pun tak lepas dari keberpihakan Mas, meski kenyataannya mau nyari sisi yang seimbang

    Jangan diartikan keberpihakan itu adalah sesuatu yang salah. Pada akhirnya apapun kesimpulannya jika suatu kebenaran itu ada pada golongan tertentu, maka mengapa pula kita harus menolak dengan alasan tidak berpihak. Tidak berpihak tidak selalu objektif dan kadangkala yang objektif itu bisa memihak. Intinya itu adalah standar kebenaran bukan memihak atau tidak memihak. Yang mana pun yang benar maka peganglah kebenaran itu dimanapun ia berada.
    Salam

    @Abu Syahzanan

    Bagi kita “yang mencintai ahlul bayt”, sisi ilmiah dalam kehidupan itu tetap harus dipakai. Kita tetap dituntut untuk selalu mencari-mencari-mencari sampai akhirnya kita menutup mata selamanya.

    Intinya belajar itu selalu terus sampai mati
    sepakat

    @Bagir
    semoga saja benar

    @Kian Santang
    wah wah saya nggak ikutan :mrgreen:

    @barata

    wah wah wah , tambah rame aja bolg ini, tambah seru, saling menghujat, kasian ya Nabi , punya mertua, menantu, isti yang gak beres.

    jika anda membaca dengan baik maka anda akan tahu bahwa anda itu salah mengerti, paling tidak salah menggunakan kata-kata. Mereka yang anda sebutkan adalah manusia yang tidak maksum dan bisa saja keliru. Tidak juga bisa sembarangan mengatakan mereka keliru, ada dasarnya kok yaitu berdasarkan Al Quran dan Sunnah yang shahih. Jadi jangan jadikan doktrin anda sebagai pemebenaran untuk menyalahkan orang lain

    dibeber satu persatu aibnya, seperti melakukan dosa besar, terus terang saya merasa miris mendengar itu semua, terlepas cerita itu benar dan tidak saya kurang faham.

    Adukan keluhan anda pada mereka para ulama yang memuat riwayat-riwayat yang anda bilang aib. Jika anda merasa cerita itu tidak benar maka buktikan karena perasaan miris semata tidak bisa dijadikan standar kebenaran.

    yang tertangkap bahwa keluarga besar Nabi ( dari mertua abu bakar, umar, menatu imam ali, sampai istri beliau sendiri yang pernikahannya dengan baginda itu direstui oleh Tuhan serta penduduk langit semuanya, ) adalah keluarga tidak harmonis.

    Ini kan maaf persepsi anda sendiri, memangnya ada yang bilang kalau keluarga Nabi SAW tidak harmonis. Lalu apa maksud direstui Tuhan dan penduduk langit, apa dalilnya? dan apa itu berarti semua yang direstui itu selalu benar dan tidak bisa salah. Lha misalnya nih kalau yang bilang salah itu Rasulullah SAW sendiri gimana hayoooo. Intinya dasar itu perlu Mas untuk menyatakan setuju atau tidak setuju, jika tidak ada dasar/dalil maka semuanya bisa merasa-rasa.

    Sabda Rasulullah saw :
    “Tiada akan datang hari kiamat hingga dimunculkan dajjjal dajjal pendusta, sekitar tiga puluh jumlahnya, kesemuanya mengaku sebagai utusan Allah, dan hingga tercabutnya ilmu, dan kerap kalinya gempa bumi, dan semakin dekatnya waktu, dan munculnuya fitnah fitnah, dan banyaknya pembunuhan, dan kemudian berlimpahnya harta pada kalian” (Shahih Bukhari)

    Kalau membawa dasar atau dalil carilah dalil yang tepat dan berhubungan dengan pembahasan. Bukan dalil untuk menyebarkan syubhat semata. Lihat saja maksud anda menulis hadis itu, saya tidak mengerti. Siapakah yang anda maksud sebagai dajjal pendusta itu? dan apa hubungannya dengan tulisan blog ini. Jangan menyebar syubhat yang berkesan merendahkan orang lain. Carilah dalil yang lebih fokus pada tulisan. Itu kalau memang anda berniat mencari kebenaran dan bukannya sibuk melakukan pembenaran
    Salam

    @farid

    yang dimaksud semua sahabat itu tidak mungkin dusta itu dalam hal meriwayatkan hadits.

    Ya bisa saja kok Mas, terus kalau tidak sedang meriwayatkan hadis apakah masih mungkin atau malah tidak juga?kalau juga tidak mungkin untuk apa pula anda mengkhususkan pada periwayatan hadis.

    karena tidak mungkin ada jarh dan ta’dil pada mereka. pendapat syiah tidak masuk akal gimana mau jarh ta’dil sapa yg ngelakuin?apakah sahabat juga???

    Memangnya syiah berpendapat apa ya Mas, saya jadi ingin tahu.

    tentang inkonsistensi saya kira tidak, satu contoh ibnu abbas telah salah menghalalkan nikah mut’ah karena tidak mengetahui kabar dari nabi tentang pengaharamannya,kaum sunni sudah maklum tentang semuanya, jadi inkonsistensi yang anda tuduhkan terlalu berlebihan.

    Saya memberi contoh inkonsistensi yaitu mereka yang memulaikan sahabat smpai menganggap mereka seolah tidak bisa salah. Itulah inkonsistensi yang saya maksud.
    tidak ada saya mencontohkan nikah mut’ah. anda boleh membaca berulang kali tulisan saya di atas, saya tidak sedikitpun menyebutkan nikah mut’ah sebagai contoh inkonsistensi yang saya bilang.
    Nah soal nikah mut’ah saya cuma mau mengatakan pernah tidak mendengar hadis bahwa shabat Nabi SAW yang bernama Jabir RA ditanya tentang nikah mut’ah, beliau berkata Kami melakukannya pada zaman Rasulullah SAW dan abu bakarRA. Penggunaan kata Kami oleh sahabat berdasarkan ilmu hadis dinyatakan derajatnya sama dengan hadis marfu’ (pernah dengar tidak). So Hadis itu menjelaskan bahwa mayoritas sahabat Nabi melakukannya setelah Rasulullah SAW wafat jadi mayoritas mereka sahabat Nabi SAW tidak tahu . Nah bagaimana tanggapan anda? Diskusi baik-baik saja yuk
    Salam

  24. Artikel di blog ini sangat bagus dan berguna bagi para pembaca. Agar lebih populer, Anda bisa mempromosikan artikel Anda di infoGue.com yang akan berguna bagi semua pembaca di seluruh Indonesia. Telah tersediaa plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
    http://www.infogue.com
    http://agama.infogue.com/mungkinkah_sahabat_nabi_saw_berdusta_

  25. @Farid
    Kenapa yah hampir disetiap diskusi selalu Mut’ah dibawa-bawa, yang dibahas apa … larinya ke Mut’ah,
    focus dong bro !!! atau jangan2 mau cari tau caranya gimana ?? bareng2 aja yu… saya juga belum tau caranya gimana.

  26. sebenarnay saya pernah membaca dalam kitab suci al-quran surat 4 ayat ke 81 yang artinya seperti ini “Dan mereka mengatakan: “Kami taat.” Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu(nabi muhammad), sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung. “kalo dilihat dari ayat diatas disekeliling nabi pun ada yang mengada-ada tentang nabi , nah orang2 disekeliling nabi itu banyak ada yang sahabat, umat nabi, dll.

  27. OK SECOND MASUK, MEMANG KOK SAYA UDAH TAHU, makanya kalo ngomong itu yang jelas. klo mbicarakan orang juga yang jelas, kalo meriwayatkan sesuatu yang jelas, klo mo ngartikan riwayat juga yang jelas. klo memang semua itu benar dan memang dalil yang selalu anda pakai, semua orang akan mengira bahwa kesemuanya itu tidak pantas ada di sorga, karena sudah dicap sebagai ( mungkinkah sahabat Nabi berdusta ?? ) nah orang berdusta itu kalau tahu hukumnya terus dilanggar adalah orang yang tidak pantas di sorga gitu kan ???? ( cari deh riwayatnya ) dan klo tidak pantas di sorga, ngapain Nabi membangga banggakan orang yang akan mapir ke neraka ???? . tahukan anda hadist 10 orang yang dijamin nabi masuk sorga tampa hisab ………….. klo aku sih gak punya dalil, tapi aku juga ragu klo anda juga akan mendapatkan dalil seperti itu, makanya sekelas imam bukhari, imam ibnu hajar, dll mengartikan dengan berbeda, tanpa menelan semua itu mentah mentah, para imam berusaha mengartikan dengan berhati hati, diteliti satu persatu , dibandingkan riwayat satu dengan lainnya. gak seperti kita, nemuin hal yang nyeleneh langsung aja angkat bicara, karena tidak ada sikap hati hati. anda barang kali bangga bisa menulis seperti diatas, seperti saya bisa nulis celoteha lagi di sini. dan yang tetap saya kritik adalah penilaian anda ternyata sefihak. berdasar hujjah yang anda sendiri memahami dari kacamata anda sendiri, menelaah sendiri, menghujjah sendiri, mengkeritik sendiri, karena sendiri itulah yang menjadikan nafsu kita bertambah besar

  28. @infogue
    silakan 🙂

    @Abelardo
    beberapa orang suka berkomentar dengan cara yang tidak nyambung dan saya sudah tidak haeran lagi dengan fenomena seperti itu 🙂

    @Tamu
    Saya juga pernah baca itu 🙂

    @barata

    OK SECOND MASUK, MEMANG KOK SAYA UDAH TAHU, makanya kalo ngomong itu yang jelas

    Menurut saya, apa pandangan saya sudah sangat jelas dalam tulisan di atas dan maaf kaomentar anda sebelumnyalah yang membuat banyak hal jadi tidak jelas. Saya bukan sedang menghujat, membuka aib atau apa itu kata anda keluarga Nabi yang tidak harmonis. Maafkan saya kalau menyatakan dengan jelas, andalah yang tiba-tiba berkata yang tidak jelas 🙂

    klo mbicarakan orang juga yang jelas, kalo meriwayatkan sesuatu yang jelas, klo mo ngartikan riwayat juga yang jelas

    Hadis di atas sudah sangat jelas, daripada saling mengklaim mari buktikan mana yang memang jelas. Hadis di atas sudah bener2 jelas.

    klo memang semua itu benar dan memang dalil yang selalu anda pakai, semua orang akan mengira bahwa kesemuanya itu tidak pantas ada di sorga, karena sudah dicap sebagai ( mungkinkah sahabat Nabi berdusta ?? )

    Sejauh ini menurut saya, dalil yang saya pakai benar. Jika anda tidak setuju silakan tunjukkan dimana kekeliruan dalil yang saya pakai. Apa urusan saya dengan bagaimana orang mengira-ngira. Buktikan kalau agama anda tegak dengan dalil dan burhan bukan dengan perkiraan. Sudah seharusnya orang berpikir dengan baik dan membuang semua perkiraan yang dibuat-buat oleh pikirannya sendiri.

    nah orang berdusta itu kalau tahu hukumnya terus dilanggar adalah orang yang tidak pantas di sorga gitu kan ???? ( cari deh riwayatnya )

    Bukan urusan saya Mas siapa dan bagaimana para penguni surga. Manusia itu dinamis Mas, berdusta hanyalah satu keadaan dari sekian keadaan yang dimiliki manusia. Orang berdusta bukan berarti setiap saat dia akan berdusta. So ada yang namanya pernah berdusta, sedang berdusta, sering berdusta dan selalu berdusta. Misalnya nih ada seseorang pernah berdusta dan kemudian ia bertaubat dan tidak lagi berdusta, apakah dengan itu anda akan langsung berkata ia tidak pantas di surga?(silakan dijawab kalau anda memang suka membhas siapa dan bagaimana yang masuk surga). Bagi saya soal siapa dan bagaimana mereka yang masuk surga itu adalah urusan Tuhan, tugas manusia hanyalah menjalankan perintah Tuhan dengan baik dan menjauhi larangannya. Singkatnya yang menjadi urusan saya adalah berpegang pada yang benar. Perhatikan itu 🙂

    dan klo tidak pantas di sorga, ngapain Nabi membangga banggakan orang yang akan mapir ke neraka ???? . tahukan anda hadist 10 orang yang dijamin nabi masuk sorga tampa hisab ………….

    Ooooh saya tahu kok hadis itu tetapi apa hubungannya sama tulisan saya. Apakah sahabat Nabi SAW yang bernama Abu Sanabil itu adalah mereka yang disebutkan dalam hadis 10 orang itu?Bukan kok, Baca lagi Mas 🙂

    klo aku sih gak punya dalil, tapi aku juga ragu klo anda juga akan mendapatkan dalil seperti itu

    Silakan, anda bebas mengklaim atau mendoktrin tetapi orang lain juga bebas untuk menolak.

    makanya sekelas imam bukhari, imam ibnu hajar, dll mengartikan dengan berbeda, tanpa menelan semua itu mentah mentah, para imam berusaha mengartikan dengan berhati hati, diteliti satu persatu , dibandingkan riwayat satu dengan lainnya.

    Buktikan Mas jangan cuma klaim. Buktikan kalau Imam Bukhari dan Ibnu Hajar telah membahas hadis yang saya tulis di atas? saya ingin mendapatkan ilmu dari anda Mas 🙂

    gak seperti kita, nemuin hal yang nyeleneh langsung aja angkat bicara, karena tidak ada sikap hati hati

    Dengan tolak ukur apa anda mengukur kehati-hatian seseorang? apakah semua yang sesuai dengan pendapat anda maka akan anda sebut hati-hati? Apakah anda sendiri adalah tolak ukur kehati-hatian itu?. Mengapa pula orang lain tidak bisa menganggap dirinya berhati-hati. Saya pribadi sedapat mungkin berhati-hati dan itu semampu saya. Anda bisa lihat itu di akhir tulisan saya.

    anda barang kali bangga bisa menulis seperti diatas, seperti saya bisa nulis celoteha lagi di sini. dan yang tetap saya kritik adalah penilaian anda ternyata sefihak.

    Anda keliru Mas, saya tidak pernah bangga menulis itu. Alangkah rendahnya arti kebanggaan jika saya menetapkan kebanggaan dengan standar yang anda tetapkan. Silakan saja anda membuat klaim bahwa penilaian saya sepihak. Tapi apa buktinya? Rasanya saya sudah menampilkan beberapa penilaian dalam tulisan di atas dan akhirnya saya membuat pandangan sendiri pada poin Alternatif Penutup. Apa anda tidak membacanya dengan jelas? Jadi siapa yang sebenarnya sepihak :mrgreen:

    berdasar hujjah yang anda sendiri memahami dari kacamata anda sendiri, menelaah sendiri, menghujjah sendiri, mengkeritik sendiri, karena sendiri itulah yang menjadikan nafsu kita bertambah besar,

    Saya heran kenapa beberapa orang senang sekali berbicara soal nafsu seolah-olah ia bisa melihat menembus hati manusia dan melihat nafsunya. Apa buktinya jika saya berbicara atas nafsu dan apa buktinya anda tidak berbicara dengan hawa nafsu?. Jangan mengalihkan pembicaraan, lebih baik kalau anda fokus pada tulisan di atas dan tunjukkan bagaimana pembahasan menurut anda yang benar 🙂
    Salam

    .

  29. gak mas, karena saya belajar dari Nabi adam dan setan. setan dengan lantang mengatakan ”
    buat apa bersujud kepada adam, bersujud hanya kepada Tuhan saja” ribuan tahun saya bersujud kepadaMu wahai Tuhan Yang Agung”,
    walau yang menyuruh bersujud adalah Tuhan sendiri
    karena apa? karena syetan mengatakan tiada yang berhak disembah selain Tuhan, ngapain sujud kepada adam. ya cuma celotehan kok

  30. MUNGKINKAH SAHABAT NABI BEREDUSTA? Suatu pertanyaan yg bisa menyebabkan SP berpridikat KAFIR. Krn kita tdk boleh menyalahkan SAHABAT.
    Pertanyaan saya bagaimana sih difinisi sahabat sampai tak dapat disalahkan. Siapa sih yg meenyebut Abubakar, Umar , Utsman, Ali dll sahabat?
    Allah dlm Alqur’an menyebut sahabat hanya 4 kali yakni pada surah Al Israa’ ayat 73:
    Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.
    Dan QS 4: 36 ; QS 51: 59 ; QS 7:184
    Apakah sahabat yg demikian yg mereka maksudkan?
    Yg banyak terdapat dlm Alqur’an adalah kata2 teman . Apabila kita memakai istilah Sahabat yg dipredikatkan pd teman2 Rasul oleh ppara pendahulu yg direkayasa dan menjadi Ijma Ulama maka berdasarkan Alqur’an kata SAHABAT bisa berbuat salah dan bisa juga munafik. Oleh karena tdk ada salahnya klu kita boleh mengkritik mereka ataupun menyalahkan.

  31. MUNGKINKAH SAHABAT NABI BERDUSTA ? Suatu pertanyaan yg bisa SP dipredikatkan KAFIR. Tapi saya ingin bertanya klu mereka mempredikatkan SP kafir. Siapa yg mempredikatkan Abubakar, Umar, Utsman, Ali dll Sahabat dan bgm difinisinya.
    Sebab Alqur’an menyebut hanya 4X yakni dlm QS 4:36; QS 17:73 ;QS 51:59 dan QS: 7:184.
    Yg banyak adalah kata teman. Dan menurut ayat2 tsb bahwa sahabat bisa berbuat salah dan jg munafik
    Jadi mengkritik atau menyalahkan sahabat bukan sesuatu yg tabu. Yg mentabukan kan manusia bukan Allah dan Rasul jd bs aja. Jalan terus SP kami selalu mendampingimu utk mencari kebenaran.

  32. @barata

    gak mas, karena saya belajar dari Nabi adam dan setan. setan dengan lantang mengatakan ”
    buat apa bersujud kepada adam, bersujud hanya kepada Tuhan saja” ribuan tahun saya bersujud kepadaMu wahai Tuhan Yang Agung”,
    walau yang menyuruh bersujud adalah Tuhan sendiri
    karena apa? karena syetan mengatakan tiada yang berhak disembah selain Tuhan, ngapain sujud kepada adam. ya cuma celotehan kok

    Ya apa hubungannya cerita Mas dengan tulisan atau komentar saya. Lagipula saya ingin tahu nih, cerita anda soal syetan yang berkata seperti itu, anda dapat dari mana. Gak mungkin kan setannya ngasih tahu anda langsung :mrgreen:

    @aburahat
    hmm saya rasa hanya orang aneh yang mengkafirkan seseorang dengan alasan begitu 🙂
    Salam, apa kabarnya nih?

  33. hehe udah jelas sekarang mut’ah halal menurut syi’ah, jadi kenapa syiahphobia yang jadi masalah 😀 😀 😀

    untuk mas secondprice
    gw nunggu artikel tentang jarh wa ta’dil versi syi’ah terhadap sahabat nih…..cepetan ya posting

  34. @farid

    hehe udah jelas sekarang mut’ah halal menurut syi’ah, jadi kenapa syiahphobia yang jadi masalah 😀 😀 😀

    Ya itu mah urusan Syiah Mas 🙂
    Saya cuma bisa nulis yang ada kaitan Syiahpobhia
    Salam

    gw nunggu artikel tentang jarh wa ta’dil versi syi’ah terhadap sahabat nih…..cepetan ya posting

    Maksa banget, wah apa yang akan saya tulis sepenuhnya dalam prerogatif saya :mrgreen:

  35. saudaraku secondprice yg sangat kritis,

    sampean mempermasalahkan kalimat “kadzaba abus sanaabil” dengan menerjemahkan kadzaba = berdusta dlm pengertian tuduhan dusta bhs Indonesia…

    saudaraku,
    sebaiknya sampean baca kamus al-mu’jam al-wasiith u/ mengetahui arti “kadzaba”…

    salah satu arti kadzaba adalah memberitakan sesuatu yg mengandung perbedaan dengan keadaan sesungguhnya… arti yg lain adalah kesalahan, misal “kadzabas sam’u” artinya kesalahan mendengar/pendengaran…

    yg lain silakan sampean baca sendiri kamus2 Arab, misal Lisanul ‘Arab…

    atau begini saja:
    menurut sampean, bgmnkah seharusnya Rasul berkata? tolong dalam bhs Arab, bukan bhs Indonesia, krn taste(dzauq)-nya akan beda…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    achmad faisol
    http://achmadfaisol.blogspot.com

  36. @atasku

    Setuju mas FS… Siip Dah! nilai rasa dalam setiap bahasa itu memang berbeda-beda… kalo orang ajam (non arab) sekarang memaknai kata-kata yang sudah menjadi dialek orang arab saat itu akan terasa sangat beda rasanya… maklum aja…karena makanannya aja juga beda, sekarang makanan serba instant jadi kadang berpikirnya instant juga :mrgreen: ga nyambung ya…

    Al-Khaththabi berkata : ” …orang Arab menyebut istilah “kadzib” yang bermakna “keliru” dalam perkataannya. Mereka mengatakan : dusta pendengaranku, dusta pandanganku. Termasuk juga, perkataan Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam terhadap orang yang bercerita tentang madu, “Maha Benar Allah dan dusta perut saudaramu” (Aunul Ma’bud, Abadi: 2/66. lihat pula : At-Tahqiq fi Ahadits Alkhilaf, Ibnul Jauzi: 1/451)

    Salam Damai Selalu…

  37. @faisol

    saudaraku,
    sebaiknya sampean baca kamus al-mu’jam al-wasiith u/ mengetahui arti “kadzaba”…

    salah satu arti kadzaba adalah memberitakan sesuatu yg mengandung perbedaan dengan keadaan sesungguhnya… arti yg lain adalah kesalahan, misal “kadzabas sam’u” artinya kesalahan mendengar/pendengaran…

    hmmm begitu ya, kendalanya adalah sepertinya kita bebas memilih mengenai apa arti kadzab dalam suatu hadis. Misalnya nih Mas, pernah denger kan hadis yang mengatakan barang siapa yang berdusta atas Nabi maka tempatnya di neraka. Apakah itu artinya siapa yang memberitakan sesuatu yg mengandung perbedaan dengan keadaan sesungguhnya… arti yg lain adalah kesalahan maka tempatnya di neraka?. kemudian saya jadi kepikiran begini, dalam KItab Jarh wat Ta’dil banyak sekali ungkapan kadzab kepada perawi2 tertentu, nah jika merujuk pengertian anda maka bisa saja kan kata kadzab itu berarti memberitakan sesuatu yg mengandung perbedaan dengan keadaan sesungguhnya… arti yg lain adalah kesalahan. Dan dengan begitu bukankah agak berlebihan kalau menuduh yang seperti ini sebagai perawi pendusta yang mesti ditolak hadisnya. Maaf saya cuma kepikiran ini

    @soegi

    Setuju mas FS… Siip Dah! nilai rasa dalam setiap bahasa itu memang berbeda-beda… kalo orang ajam (non arab) sekarang memaknai kata-kata yang sudah menjadi dialek orang arab saat itu akan terasa sangat beda rasanya… maklum aja…karena makanannya aja juga beda, sekarang makanan serba instant jadi kadang berpikirnya instant juga :mrgreen: ga nyambung ya…

    Iya bener banget Mas, saya pernah membaca hadis yang dalam dialek arabnya gak ada kata kepemimpinan tapi tiba-tiba dalam terjemahannya ada kata-kata kepemimpinan, saya jadi agak bingung juga dengan yang instan begitu :mrgreen:
    Salam damai

  38. @atasku

    iya namanya juga copaz-an 😆 dan gara2nya si “-pent” itu :mrgreen:

    Salam damai selalu..

  39. saudaraku secondprince yg sangat kritis,

    saya akan memulai dr bhs Indonesia saja… kapankah sampean menggunakan kata:
    1. keliru/kesalahan
    2. berbohong/berdusta

    dlm bhs Indonesia, kita melihat dulu konteksnya (peristiwa yg terjadi)… dg demikian kita bisa mengatakan itu keliru/berbohong…

    sekarang dlm bhs Arab… pada dasarnya mirip saja… ttg hadits siapa mendustakan Nabi spt ini :
    “man kadzaba ‘alayya muta’ammidan …”

    kalaupun toh sampean mau mengartikan kesalahan, maka artinya :
    “siapa berbuat kesalahan dengan sengaja atas namaku…”

    kata “muta’ammidan” menjadi penjelas bhw kesalahan itu disengaja, atau dengan kata lain berbohong/berdusta…

    contoh lagi ttg hadits u/ orang-orang munafik… salah satu cirinya : “idzaa hadatsa kadzaba”, kalau mau diartikan kesalahan, maka “jika berbicara keliru”…

    kemudian kita lihat konteksnya (bukan hanya teksnya)… orang2 munafik disebut dlm Al-Qur’an & hadits2 Nabi sebagai musuh dlm selimut…

    oleh krn itulah, maka arti hadits tsb menjadi “jika berbicara dusta/bohong…”

    begitu juga u/ hal-hal yg lain… begitu dulu, saudaraku… senang sekali punya saudara yg sangat kritis spt sampean…

    semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    achmad faisol
    http://achmadfaisol.blogspot.com

  40. saudaraku secondprince yg sangat kritis,

    u/ jarh wat ta’dil saya ambil contoh hadits di Shahih Bukhari saja…

    Imam Bukhari mencari & bertemu sendiri dengan perawinya, jd kontekstualnya jelas, apakah keliru atau berdusta… u/ itulah, dari 600 ribu hadits yg beliau ketahui, beliau hanya mencantumkan 7 ribu-an hadits di shahih Bukhari…

    Imam Bukhari telah menyatakan bhw hal itu bukan dg niat u/ menjatuhkan orang lain (ghibah) tp semata-mata krn cinta Rasul saw… jd, harus jelas shg tdk menimbulkan keragu-raguan…

    bila apa yg beliau lakukan ada yg menganggap salah, semoga Allah senantiasa merahmati & mengampuni beliau, amin…

    coba kita bayangkan, betapa teliti & hati-hatinya beliau… u/ itulah beliau menghabiskan waktu bertahun-tahun & menempuh perjalanan jauh demi cinta beliau kpd Rasul saw…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    achmad faisol
    http://achmadfaisol.blogspot.com

  41. tambahan :

    di jarh wat ta’dil ada juga istilah : “kurang kuat hapalannya”… inilah yg akan disebut kesalahan/keliru…

    salam

  42. maaf, tambahan lagi 🙂 :

    ttg Imam Bukhari, bgmnkah status 593.000 hadits lainnya (yg tdk tercantum di shahih bukhari padahal beliau hapal 600rb hadits)…? wallaahu a’lam…

    yg pasti, di shahih bukhari hanya 7000-an, itu pun ada yg berulang shg bila dihitung tanpa perulangan, sekitar 4000-an…

    apakah 593.000-an sisanya tidak termasuk shahih…? wallaahu a’lam…

    kemungkinan besar krn keterbatasan usia manusia di bumi, maka beliau belum sempat meneliti 593 ribu sisanya…

    Imam Bukhari hanya mengatakan bhw di shahih bukhari itulah yg telah diteliti keshahihannya…

    lalu, sekarang di manakah 593.000-an hadits itu… para ulama hadits mengatakan bhw semua itu hilang bersama zaman… ada juga yg mengatakan bhw ada yg masih dihapal oleh murid2 beliau scr talaqqi, tp ini pun sedikit sekali… wallaahu a’lam…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  43. @faisol
    Maaf saya ga faham apa yang mas inginkan dengan arti ‘kadzaba’ di hadits di atas atau bagaimana tafsiran mas secara keseluruhannya. Mudah-mudahan saya bukan yg ga nyambung 🙂

    Seperti yg sdh dianekdotkan sama SP, dan sudah diantisipasi lebih dulu, cuman ada 2 kemungkinan arti kadzaba;

    (1) Jika kadzaba berarti ‘keliru/salah’, maka Abu Sanabil salah/keliru. Tapi kan ini bertolak belakang dengan doktrin bahwa sahabat selalu benar?

    (2) Jika kadzaba artinya ‘berdusta’ ya udah berarti ada sahabat yang berdusta. Titik.

    Salam

  44. @armand,

    (1) Jika kadzaba berarti ‘keliru/salah’, maka Abu Sanabil salah/keliru. Tapi kan ini bertolak belakang dengan doktrin bahwa sahabat selalu benar?

    Interupsi, sepengetahuan saya, tidak ada yang pernah bilang bahwa setiap sahabat selalu benar ato ga pernah salah/keliru, atau doktrin yang semacam itu… yang ada adalah Ijma’ para sahabat merupakan hujjah setelah hadits Nabi SAW

    Salam damai selalu…

  45. @soegi

    yang ada adalah Ijma’ para sahabat merupakan hujjah setelah hadits Nabi SAW…

    BID’AH… :mrgreen:

  46. @ atasku

    ????? 😳

  47. @Soegi
    Kalo memang sahabat tidak selalu benar dan mereka bisa berbuat keliru, salah dan dosa maka jika demikian menurut logika tidak pantas kita berpegang teguh pada mereka, bukan? Katakanlah dokter. Apakah kita akan merasa aman serta bersedia didiagnosa, diberi obat, dioperasi bila kita memperoleh khabar bahwa dokter tsb mampu melakukan kekeliruan dan kesalahan?
    Sudah jelas memiliki potensi berbuat kekeliruan kok berani-beraninya membuat BID’AH dengan mengeluarkan hujjah setelah hadits yang namanya Ijma? 🙂

    Salam

  48. @atasku

    Ijma’ mas ijma’ bukan per individu …. 😛 hayyah… memang ada manusia yang ga pernah salah, perfect gituch? (kecuali rasulullah yg terjaga) emang dokter yg sah punya ijasah selalu bener? ga pernah buat salah/keliru? tuch kenapa banyak malpraktek terjadi? ato ga usah aza ke dokter kalo kita sakit?

    Soalnya di pikiran anda mereka itu sudah anda cap rendah… padahal sumber paling otentik agama yg kita pegang skrg ini tidaklah sampai ke kita kecuali lewat mereka…

    salam damai selalu…

  49. @ Soegi
    Mas katakan: adalah Ijma’ para sahabat merupakan hujjah setelah hadits Nabi SAW…
    Mas, mulai kapan para sahabat mengadakan ijma. Jangan asal ngomong dong. Pelajari yg benar dulu. Para sahabat mentapkan dgn IJTIHAD. Ijma itu muncul malahan sesudah Thabi’in. Ijma adalah kompromi para Ulama untuk menguatkan ijtihad para sahabat mas. Jangan ngotot mas. Wasalam

  50. @aburahat

    Mas… sahabat itu ulama’nya para ulama lho… contoh kasus pengumpulan Al-Qur’an menjadi satu mushaf pada masa sahabat, bermula dari ijtihad beberapa sahabat dan ternyata tidak ada yang menselisihi ijtihad tsb dari sahabat2 yg lain, berarti mereka telah sepakat.. itulah ijma’…

    Salam damai selalu..

  51. @Soegi
    Itu pendapat anda dan bukan Ulama . Contoh yang anda buat iru untuk anda sendiri. Buat contoh dengan nash dong. Lalu coba contoh lain kalau masih ada. Apakah anda tahu Fikih tdk? Kekuatan hukum sesuatu dalam Fikih anda baca tidak? Wasalam.

  52. Mas Faisol bisa dibantu ngejelasin ke mas Aburahat ? soalnya bhsa saya termasuk low level language jadi susah dimengerti gitu dech… 😛

    Salam damai selalu…

  53. @Soegi
    Tak pandai menebang pohon dikatakan kapak yg tumpul. Hehehe

  54. @My dear Soegi
    Thank you that you had remind me about my language. I’m not so good in Indonesian like you because I’m not a good Indonesian citiezen like you. So I have no heartfeeling. But you are yellow believer as Allah word in His Holily Qur’an :
    Al Qashash ayat 55
    Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.”. Bye , think it over and try to understand. Wasalam

  55. @above

    thx a lot my dear, may Allah protect us from “jahil” people…

    Salam damai selalu…

  56. saudaraku armand yg sangat kritis,

    taste (dzauq) dalam berbahasa memang harus dipahami berdasarkan bhs itu sendiri, tdk menggunakan bhs lain…

    dlm bhs Indonesia, istilah kadzaba dlm hadits ini kita terjemahkan saja “kurang tepat”…

    saudaraku armand yg sangat kritis,
    dlm memahami hadits ada 3 metode:
    1. tekstual & kontekstual
    -> berdasarkan lafazh hadits & kandungan hadits
    2. topikal/tematik
    -> dicari hadits2 yg satu topik lalu diambil kesimpulannya
    3. kontroversial
    -> dicari hadits2 yg “kelihatannya berlawanan”, lalu disimpulkan pemahamannya…

    tentang pertanyaan sampean ,”Tapi kan ini bertolak belakang dengan doktrin bahwa sahabat selalu benar?”

    istilah SELALU dlm bhs Indonesia memang rawan arti… gampangnya begini saja : para sahabat memahami berdasarkan ke-3 cara yg saya sebut di atas, dan jika nantinya direvisi Rasul, hal itu bukanlah kesalahan… istilahnya ma’fu (dimaafkan)… atau dlm bhs Ijtihad, bila salah tetap mendapat 1 pahala…

    para sahabat juga berijtihad bila tdk bersama Rasul saw… sebagai contoh ketika Rasul saw. hendak mengutus sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman untuk menjadi hakim di wilayah tersebut.

    Sebelum berangkat Nabi saw bertanya kepada Muadz bin Jabal ra bagaimana tata cara kamu mengadili. Muadz ra menjawab : “Saya mengadili berdasarkan apa yang ada dalam Kitabullah”. Kemudian Nabi saw berkata lagi : “Ketika tidak ada dalam Kitabullah”? Muadz menjawab : “Berdasarkan Sunnah Rasulillah”. Nabi SAW bertanya lagi : “Apabila tidak ada dalam Sunnah Rasulillah atau tidak ada dalam Kitabullah”? Muazd menjawab : “Saya akan berijtihad dengan akal saya dengan tidak sembrono”. Kemudian Nabi memukul pundaknya sambil berkata : ” Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan persepsi utusun utusannya Allah dengan apa yang dikehendaki utusannya Allah (HR Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i)

    begitu dulu, saudara2ku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat islam, amin…

    salam,
    achmad faisol
    http://achmadfaisol.blogspot.com

  57. @faisol

    dlm bhs Indonesia, istilah kadzaba dlm hadits ini kita terjemahkan saja “kurang tepat”…

    Terjemahan dan tafsir kata dalam Alquran (hadits) selalu tidak terlepas dari kecondongan thd golongan tertentu. Saya khawatir jika hadits di atas berbicara bukan tentang sahabat maka arti kadzaba akan ditarik ulur lagi. Makna keseluruhan dari hadits di atas, jika menggunakan kata-kata ‘tepat’, maka bukanlah menjadi kurang tepat, tetapi tidak tepat. Sebab Abu Sanabil benar-benar keliru berijtihad seperti itu jika ia belum mengetahui hukum yang sebenarnya. Sementara ia dikatakan berdusta jika ia sudah mengetahui hukumnya namun memiliki keinginan lain. Objekti

    Saya menggunakan kata SELALU karena itulah itiqad yang golongan mas miliki. Silakan saja menarik ulur artinya. Tapi apakah mas Faisol tidak memperhatikan dan menyadari bahwa tidak pernah ada riwayat mengenai kekurangan dan kelemahan sahabat yang sampai ke kita? Sebaliknya kekurangan Nabi saw ada? Jika pun ada yang ‘berani’ memaparkan kekurangan sahabat maka mereka akan dicela atau paling tidak mereka dibilang keliru memahaminya? Apakah dengan demikian saya keliru menggunakan kata SELALU?

    Btw saya setuju dengan riwayat mengenai penggunaan Ijtihad oleh Muadz bin Jabal dalam riwayat yang mas sampaikan. Karena sesungguhnya kondisi-kondisi seperti Muadz bin Jabal lah ijtihad itu dibutuhkan.

    Namun ada pertanyaannya mas;
    (1) Apakah ijtihad ini menunjukkan bahwa muncul hukum baru yang tidak pernah ada dalam AQ atau hadits?
    (2) Apakah ijtihad yang dikeluarkan berlaku hingga waktu tak terhingga atau hanya berlaku sementara?
    (3) Apakah setiap prilaku sahabat yang tidak dianjurkan oleh AQ dan hadits juga termasuk dalam ijtihad? Atau jangan-jangan malah menurut mas tidak ada prilaku sahabat yang bertentangan dengan AQ dan hadits?

    Salam

  58. @Armand
    Sdr. Armand, disini ada orang yg sok tahu nahu. Tidak tahu belajar dari siapa? Sehingga mengartikan suatu kata berdasarkan presepsi sendiri. Wasalam

  59. saudaraku armand yg sangat kritis,

    sebenarnya semua pertanyaan sampean sudah dibahas secara panjang lebar di bidang usul fiqh & qawaid fiqhiyah… sampean bisa tanya ke dosen2 jurusan syariah scr langsung… atau kalau mau sekilas, bisa googling…

    ttg makna sebenarnya dr kata “kadzaba” tdk boleh berdasarkan golongan… oleh krn itu, ada 3 metode…

    spt kata sampean :
    “Sementara ia dikatakan berdusta jika ia sudah mengetahui hukumnya namun memiliki keinginan lain. Objektif”
    -> ini menggunakan metode kontekstual

    kita belum menggunakan metode ke-2 & ke-3 yaitu ttg hadits2 Nabi yg lain yg berhubungan dg hadits tsb…

    saudaraku,
    gampangnya begini saja… kaidah2 dibuat oleh para ulama di bidangnya masing-masing… fiqh, tafsir, hadits dll masing2 punya kaidah…

    jika kita menemukan ada kaidah yg kurang tepat, maka kita bisa berdiskusi dg ulama di bidangnya shg ada revisi atau muncul kaidah baru…

    masalah niat, hanya Allah Yang Maha Tahu… apakah saya hanya membela golongan saya & sampean juga hanya membela golongan sampean, tanpa berani membuka diri/pikiran u/ menerima golongan lain-> semuanya hanya Allah Yang Maha Tahu…

    saya hanya ingin & berdoa agar Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  60. @faisol
    Maaf mas kalau saya katakan bahwa mas terlalu bertele-tele. Jika mas mengetahui sesuatu yang tidak saya ketahui mohon langsung direspon. Ga perlu menawar-nawarkan untuk berdiskusi dengan orang-orang yang mas anggap kredibel atau membuka situs-situs lain yang mas anggap mewakili pertanyaan saya. Seperti yang mas katakan;

    sebenarnya semua pertanyaan sampean sudah dibahas secara panjang lebar di bidang usul fiqh & qawaid fiqhiyah… sampean bisa tanya ke dosen2 jurusan syariah scr langsung… atau kalau mau sekilas, bisa googling…

    Kalau memang mas selalu melakukan hal seperti ini lalu apa yang akan kita dapatkan dalam diskusi ini?
    Yang masuk ke sini adalah mas, maka seyogjanyalah mas yang memberikan respon menurut apa yang mas yakini. Silakan mas saja yang membuka situs-situs tsb serta bertemu dengan orang-orang yang mas anggap memiliki kapabilitas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Saya menunggu mas.

    jika kita menemukan ada kaidah yg kurang tepat, maka kita bisa berdiskusi dg ulama di bidangnya shg ada revisi atau muncul kaidah baru…

    Saran ini sesungguhnya absurd. Siapa pun ulama yang mas maksud, bila masih beranggapan bahwa sahabat SELALU benar, maka ia akan mengatakan hal yang sama. Coba mas rekomendasikan ke saya siapa ulama yang mas yakini kefaqihan, ketaqwaan dan kefasihannya yang Beliau “tidak berdiri di belakang sahabat”?

    Ralat:
    Penggunaan istilah “Golongan mas” adalah bukan bermaksud untuk mengatakan saya berbeda dengan mas. Saya yakin kita satu golongan kok. 🙂 Maksud saya dengan “Golongan mas” adalah ditujukan terutama untuk orang-orang yang meletakkan kedudukan sahabat sedemikian rupa sehingga sahabat menjadi tidak pernah salah. Maaf.

    Salam.

  61. saudaraku armand yg sangat kritis,

    menurut saya, sebenarnya saya sudah menjelaskan secara gamblang…

    pemahaman sebuah hadits dengan 3 cara di atas… kalau sampean tdk mau menempuhnya, ya terserah sampean…

    sampean artikan apa pun juga tidak apa2…

    saya hanya mencoba memberi tahu saudara kita secondprince atas analisa beliau thd hadits tsb…

    menurut saya, mas secondprince belum menggunakan metode yg lain… beliau hanya menggunakan metode tekstual dengan berkutat pada arti kata kadzaba…

    beliau tdk menelaah dg metode kontekstual… harusnya, seorang pengkritik hadits harus menelaah peristiwa tsb…

    misal : di hadits lain, dinyatakan bhw sahabat abu sanabil mempunyai ciri2 a, b, c, dll…

    misal lagi : hadits tsb. timbul krn alasan bhw sahabat abu sanabil a, b,c dll.. (berdasarkan asbabul wurud)…

    nah, saudara kita secondprince tdk melakukan itu, beliau hanya terfokus pada arti kata kadzaba… dan hal ini tdk boleh dilakukan oleh seorang pengkritik hadits…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  62. saudaraku armand yg sangat kritis,

    menurut saya, sebenarnya saya sudah menjelaskan secara gamblang…

    pemahaman sebuah hadits dengan 3 cara di atas… kalau sampean tdk mau menempuhnya, ya terserah sampean…

    sampean artikan apa pun juga tidak apa2…

    saya hanya mencoba memberi tahu saudara kita secondprince atas analisa beliau thd hadits tsb…

    menurut saya, mas secondprince belum menggunakan metode yg lain… beliau hanya menggunakan metode tekstual dengan berkutat pada arti kata kadzaba…

    beliau tdk menelaah dg metode kontekstual… harusnya, seorang pengkritik hadits harus menelaah peristiwa tsb…

    misal : di hadits lain, dinyatakan bhw sahabat abu sanabil mempunyai ciri2 a, b, c, dll…

    misal lagi : hadits tsb. timbul krn alasan bhw sahabat abu sanabil a, b,c dll.. (berdasarkan asbabul wurud)…

    nah, saudara kita secondprince tdk melakukan itu, beliau hanya terfokus pada arti kata kadzaba… dan hal ini tdk boleh dilakukan oleh seorang pengkritik hadits…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  63. @Armand
    Sdr. Armand, minta pada saudara yang ahli menafsirkan itu namanya Faisol. Bagaimana menurut dia maksud dari hadits tsb diatas dan bukan perdebatan mengenai kata kadzab. Saya ingin dengar tasirannya. Wasalam

  64. Betul mas aburahat, saya juga pengen mas faisol menafsirkan dan menyanggah hadits di atas sesuai yang dia ketahui berdasarkan 3 metode;
    1. tekstual & kontekstual
    -> berdasarkan lafazh hadits & kandungan hadits
    2. topikal/tematik
    -> dicari hadits2 yg satu topik lalu diambil kesimpulannya
    3. kontroversial

    Kami menunggu mas faisol

    Salam

  65. saudaraku aburahat & armand yg baik,

    sudah saya tulis di atas bhw menurut saya, lebih tepat bila kadzaba diterjemahkan kurang tepat… kalaupun agak kasar, katakan saja sahabat abu sanabil keliru memahami pengajaran Rasul saw…

    sudah saya tulis juga di atas, bhw tdk masalah kalau para sahabat direvisi oleh Rasul saw… itu ma’fu… direvisi Rasul saw. kan gpp… itu suatu kemuliaan…

    ini contoh yg sangat ekstrim… ketika sahabat usamah bin zaid memimpin perang, beliau sudah menjatuhkan seorang musuh… dalam keadaan terdesak, musuh itu mengucapkan syahadat…

    menurut usamah bin zaid, tindakan musuh itu hanya u/ melindungi diri shg dia membaca syahadat… lalu usamah pun membunuhnya…

    ketika kabar ini terdengar oleh Rasul, Rasul saw. menegur sahabat usamah dengan keras bhw kita hanya menilai yg zhahir, sedangkan Allah menilai yg bathin… dg hal itu, sahabat usamah bin zaid menyesal sejadi-jadinya & bertaubat sesungguh-sungguhnya…

    jd, kalau sampean mengatakan bhw ulama2 mengatakan sahabat SELALU BENAR dg pengertian BENAR SEBENAR-BENARNYA, kiranya informasi yg sampean terima kurang lengkap…

    sudah saya tulis juga di atas, bhw ketika tdk berada di samping Rasul, sahabat boleh berijtihad spt hadits ttg sahabat Muadz bin Jabal…

    begitu dulu, saudara2ku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  66. @mas faisol

    kalau setelah Rasul wafat, siapa yang akan merevisi kesalahan -kesalahan sahabat ya mas.

    damai…damai..selalu..damaii.

  67. saudariku halwa yg sangat kritis,

    kalau bicara orang, tentunya ya antar sahabat sendiri… setelah Rasul, julukan umum ya sahabat…

    perlu diingat, bhw keluarga Rasul saw. juga disebut sahabat, selain disebut juga keluarga Rasul saw…

  68. Terima kasih atas jawabannya mas. Mas masih mau bersikap jujur dan terbuka.

    Kemudian ada beberapa hal yang kembali ingin saya sarankan dan tanyakan dengan mas;

    Mohon mas kiranya tidak menggunakan kalimat doktrin yang semu dan absurd seperti ini;

    “…………..direvisi Rasul saw. kan gpp… itu suatu kemuliaan… “

    Kemuliaan apa yang mas maksud? Adakah Rasul saw menyampaikan penghargaan dan pujiannya kepada abu sanabil setelah ia keliru menetapkan suatu hukum? Yang kita tangkap dalam hadits tsb adalah sebaliknya teguran bukan pujian. Bukankah itu hanya anggapan yang selama ini telah terbentuk bahwa tidak peduli salah atau keliru, sahabat tetap mulia?

    Mengenai ijtihad lagi nih;

    sudah saya tulis juga di atas, bhw ketika tdk berada di samping Rasul, sahabat boleh berijtihad spt hadits ttg sahabat Muadz bin Jabal…

    1) Apakah ijtihad menunjukkan bahwa muncul hukum baru yang tidak pernah ada dalam AQ atau hadits?
    (2) Apakah ijtihad yang dikeluarkan berlaku hingga waktu tak terhingga atau hanya berlaku sementara?
    (3) Apakah setiap prilaku sahabat yang tidak dianjurkan oleh AQ dan hadits juga termasuk dalam ijtihad? Atau jangan-jangan malah menurut mas tidak ada prilaku sahabat yang bertentangan dengan AQ dan hadits?

    Salam

  69. @soegi

    @ atasku

    ????? 😳

    Kenapa mas soegi? apa menurut mas, ijma ulama buka bid’ah? Kecuali kalau menurut mas soegi ijma bukan hukum baru, ya tentu gpp. Tapi yg mas soegi maksud ijma ulama sebagai hukum baru karena hukum islam yang asli tidak mencukupi?
    Mohon penjelasannya.
    Ooooppppsss.. OOT yaaa…
    Ya udah lupakan saja dehh.. lain kali saja dibahas…:mrgreen:

    Wassalam

  70. saudaraku armand yg sangat kritis,

    perbedaan sudut pandang menghasilkan perbedaan pola pikir, analisa, sikap & perilaku…

    gak usah jauh-jauh…kalau saya ditegur oleh orang tua saya, saya anggap itu sebuah kemuliaan… itu berarti orang tua saya sangat sayang kpd saya, bukan membenci saya…

    justru kalau saya dicuekin, walau apa pun yg saya perbuat, itu tanda saya tidak berharga di mata kedua orang tua saya…

    saudaraku,
    ttg ijtihad, mohon dimaafkan keterbatasan ilmu saya… saya juga bukan orang yg secara spesifik mempelajari ushul fiqh & qawaid fiqh… saya bukan alumni fakultas syariah… oleh krn itu, saya tdk bisa menjawabnya…

    kalau saya dianggap tdk pantas berada di forum ini krn saya selalu mengatakan tdk tahu, maka saya mohon maaf yg sebesar-besarnya kpd saudaraku secondprince atas kurang santunnya saya shg saya memberanikan diri u/ sedikit berbagi…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  71. @atasku

    Mohon dibaca penjelasan mas Faisol, saya kira cukup jelas…

    @Faisol

    Siip dah mas FS, Itu yg saya maksud bahasa yg termasuk high level language , kalo bahasa saya seh “bahasa preman pasar” :mrgreen:

    Salam damai selalu…

  72. @faisol
    Saya minta maaf kalau terkesan memaksa mas mengenai ijtihad. Jika mas merasa tidak bisa membicarakan ga apa-apa. Petanyaan saya mengenai ijtihad hanya karena membaca istilah ijtihad ini kerap mas gunakan.

    Menurut saya perbedaan tafsir mengenai kata “kemuliaan” bukan sekedar sudut pandang yang berbeda. Ia adalah sebagai akibat fanatisme. Fanatisme lah yang menggiring kemana “kemuliaan” harus ditafsirkan. Fanatisme bisa mas bisa juga saya. Fanatisme mas adalah bahwa sahabat harus selalu dibela dan dimuliakan. Sementara saya berfanatisme sebaliknya. Tidak semua sahabat harus dibela dan dimuliakan.
    Semua terpulang ke diri kita, apakah iman kepada kemuliaan semua sahabat mengalahkan segalanya?

    Salam

  73. @Faisol
    Sayang sekali keyboard saya bukan dlm bahasa arab jadi saya tulis dgn huruf latin dan coba anda artikan kata KADZABA dibawah ini:
    1.wakadzaba wa akdzaba nafsahu.
    2.Akdzabahu
    3.Kadzabahu
    4.Takadzabalgawwamu
    5.Alkadzaabu walkudzbatu walkaidzubaanu walukdzubatu
    6.Alkadzaabu walkadzuubu
    7.Alkadzabatu
    8.Alukdzuubatu walmakdzubatu
    9.Attakaadziibu wal akaadziibu
    Silahkan anda artikan semua berasal kata dari KADZABA.
    Apakah ada yg berarti bukan DUSTA?

  74. @faisol
    Mengenai hadis berdusta atas Nabi SAW penjelasannya bisa saya terima 🙂 . Kemudian soal Jarh wat Ta’dil, maaf Mas belum menjawab apapun. Bagaimana caranya mengartikan kata kadzaba yang ditujukan pada perawi tertentu. Apakah itu artinya berdusta atau berarti kekeliruan. Ada bedanya kan itu? Seorang pendusta biasanya tidak bisa diterima hadisnya tapi seorang yang keliru bisa menjadi kuat hadisnya jika memiliki banyak pendukung. Misalnya nih, Ibnu Ishaq dikalangan ulama tertentu ia tsiqah tetapi menurut Imam Malik , ibnu Ishaq itu seorang dajjal kemudian Hisyam bin Urwah menyatakan bahwa Ibnu Ishaq adalah seorang pendusta. Nah apakah pendusta disitu bisa langsung diartikan sebagai keliru.

    Sebelum berangkat Nabi saw bertanya kepada Muadz bin Jabal ra bagaimana tata cara kamu mengadili. Muadz ra menjawab : “Saya mengadili berdasarkan apa yang ada dalam Kitabullah”. Kemudian Nabi saw berkata lagi : “Ketika tidak ada dalam Kitabullah”? Muadz menjawab : “Berdasarkan Sunnah Rasulillah”. Nabi SAW bertanya lagi : “Apabila tidak ada dalam Sunnah Rasulillah atau tidak ada dalam Kitabullah”? Muazd menjawab : “Saya akan berijtihad dengan akal saya dengan tidak sembrono”. Kemudian Nabi memukul pundaknya sambil berkata : ” Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan persepsi utusun utusannya Allah dengan apa yang dikehendaki utusannya Allah (HR Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i)

    Sayangnya Mas tidak membahas kedudukan sanad hadis ini, bagi saya hadis ini dhaif, silakan dicek 🙂

    saya hanya mencoba memberi tahu saudara kita secondprince atas analisa beliau thd hadits tsb…

    menurut saya, mas secondprince belum menggunakan metode yg lain… beliau hanya menggunakan metode tekstual dengan berkutat pada arti kata kadzaba…

    Saya juga bahas kok soal penafsiran kata kadzaba sebagai keliru, rasanya saya singgung sedikit 🙂

    beliau tdk menelaah dg metode kontekstual… harusnya, seorang pengkritik hadits harus menelaah peristiwa tsb…

    misal : di hadits lain, dinyatakan bhw sahabat abu sanabil mempunyai ciri2 a, b, c, dll…

    misal lagi : hadits tsb. timbul krn alasan bhw sahabat abu sanabil a, b,c dll.. (berdasarkan asbabul wurud)…

    Ah saya ingin tahu hadis lain soal Abu Sanabil itu, silakan kalau anda berkenan untuk menampilkan hadis yang memuat ciri2 Abu Sanabil atau asbabul wurud hadis di atas

    nah, saudara kita secondprince tdk melakukan itu, beliau hanya terfokus pada arti kata kadzaba… dan hal ini tdk boleh dilakukan oleh seorang pengkritik hadits…

    Kalau begitu Mas akan menolong saya bukan, untuk membawakan hadis-hadis Abu Sanabil yang mas maksud harus dibahas secara kontekstual, silakan saya tunggu
    Salam

  75. saudaraku secondprince yg sangat kritis,

    saudaraku,
    membaca ulasan2 sampean mengenai hadits, saya katakan bhw ilmu saya ttg hadits masih jauh di bawah sampean…

    kalau sampean menunggu saya, tentu saya tidak tahu… saya hanya ingin sedikit share u/ sampean krn saya lihat sampean sangat pintar dalam ilmu2 hadits…

    jd, niat saya sbg sedikit tambahan dari seorang saudara… kalau niat saya dianggap salah, saya mohon maaf…

    begitu dulu, saudaraku… semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin…

    salam,
    faisol

  76. saudaraku aburahat yg sangat kritis,

    saya tdk bisa mengartikannya saudaraku…

    u/ mengartikannya, kita harus tahu keseluruhan kalimat, lalu dilihat bgmn kalimat itu diucapkan… setelah itu, kita buka kamus2 Arab atau kamus2 ttg lafazh Al-Qur’an jika memang dr ayat Al-Qur’an…

    mohon dimaafkan kurangnya ilmu saya…

    salam,
    faisol

  77. @Faisol
    Saya terima alasan mas
    Sekarang saya akan bawakan dalam kalimat yang semua berarti PENDUSTA. Saya tdk tulis teks aslinya karena dalam bahasa arab silahkan mas baca dlam Alqur’an yg saya sebut nomor surahnya dan nomor ayatnya.

    1QS 40:28; 2.QS 63:1; 3. QS 59:11; 4. QS 58 : 18 ; 5. QS 54: 26
    6. QS 54 : 25. QS 40 : 37

    Dan masih banyak Firman Allah mengenai PENDUSTA dalam Qur’an Allah sebut dgn KADZABA. Saya ingin ketahui apakah mas mau artikan lain lagi? Hati2 mas
    . Wasalam

Tinggalkan komentar