Muawiyah dan Mimbar Nabi

Aliran Kecil Yang Berkumpul Besar

Saling Berhubungan Menuju Kehancuran

.

Muawiyah dan Mimbar Nabi

Kecenderungan adalah hal yang ternyata cukup sulit untuk dipahami. Terkadang seseorang begitu mudah percaya dengan suatu kabar karena kabar itu sesuai dengan pikirannya, sesuai dengan seleranya dan sesuai dengan keyakinannya. Begitu pula, terkadang ada orang yang buru-buru menolak suatu kabar karena hal itu tidak masuk akal dalam pikirannya, tidak sreg di hatinya, dan yah mungkin tidak sesuai dengan keyakinannya.

Fenomena seperti ini saya sebut sebagai Subjektivitas Informasi yaitu informasi dinilai sesuai dengan persepsi mereka yang menerima informasi tersebut. Sisi ini bisa dilihat dengan jelas dan tidak perlu dipungkiri tetapi ada hal yang seharusnya tidak patut dilupakan yaitu Independensi atau Objektivitas Informasi. Independensi yang saya maksud adalah bahwa suatu informasi memiliki nilai yang tidak tergantung dengan persepsi individu. Informasi bisa bernilai benar atau salah dan bisa bernilai sesuai dengan faktanya atau tidak.

Begitu pula jika kita bicara soal riwayat atau hadis. Ada hadis-hadis yang bisa dibilang memiliki makna yang beragam tergantung dengan interpretasi bermacam-macam orang. Suatu hadis bisa diarahkan maknanya tergantung kelihaian mereka yang menafsirkannya. Sehingga jangan terkejut jika banyak hadis yang terkesan menjadi rebutan, hadis yang sama diarahkan maknanya oleh seseorang untuk mendukung keyakinannya, hadis yang sama diarahkan maknanya untuk mencela keyakinan orang lain padahal orang lain tersebut justru menggunakan hadis itu untuk mendukung keyakinannya. Jadi Sepertinya Hadis-hadis memiliki nilai Subjektivitas Mahzab tergantung di mahzab mana hadis tersebut dibahas.

Selain dalam Menafsirkan hadis, masalah serupa juga ditemukan dalam Menerima atau Menolak suatu hadis. Hadis tertentu seolah-olah bermuka dua, ia terkadang valid di tempat tertentu dan dikatakan dusta atau palsu di tempat lain. Hal ini cukup membingungkan bagi sebagian orang yang sangat awam dalam masalah ini. Salah satu yang akan dibicarakan disini adalah mengenai hadis yang diriwayatkan oleh para perawi yang bermahzab Syiah atau dikatakan Rafidhah. Mereka para perawi ini bisa dibilang adalah korban kecurigaan dan sinisme sepanjang masa oleh kebanyakan para Ahli Hadis Sunni. Tentu saja saya tidak akan menggeneralisasi seenaknya karena Ahli hadis itu sangat banyak dan mereka pun punya gaya yang bermacam-macam dalam menunjukkan sinisme yang saya maksud.

Hadis mengenai tokoh tertentu seperti Muawiyah cukup memberikan gambaran jelas apa yang saya maksud. Pada dua sisi yang berbeda terdapat sisi yang begitu mengagungkan Muawiyah seperti para Salafy dan Oknumnya dan di sisi lain terdapat sisi yang begitu mengecam Muawiyah oleh sebagian orang yang dikatakan Salafy sebagai Rafidhah. Dua sisi ini memiliki dampak yang cukup signifikan

  • Hadis Keutamaan Muawiyah, jelas sangat dibanggakan oleh para Salafy dan ditolak habis-habisan oleh yang lain.
  • Hadis Mencela Muawiyah, jelas ditolak bahkan dikatakan palsu oleh Salafy tetapi sering sekali dibicarakan oleh mereka yang dikatakan Rafidhah.

Kecenderungan seperti ini juga tidak selalu berarti seenaknya saja. Justru kecenderungan ini memiliki seni khusus yang bahkan masuk kedalam dunia metodologi hadis yang dikatakan ilmiah. Ah cukup basa basinya, saya contohkan hadis berikut, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda

إذا رأيتم معاوية يخطب على منبري فاقتلوه

Jika kalian melihat Muawiyah berkhutbah di MimbarKu maka bunuhlah ia.

Hadis ini antara lain terdapat dalam kitab Mizan Al ’Itidal Adz Dzahabi biografi no 4149, Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar juz 5 no 183, Al Kamil Ibnu Ady juz 2 hal 209, Al Majruhin Ibnu Hibban juz 2 biografi no 797(Abbad bin Ya’qub) dan Fawaid Al Majmu’ah Asy Syaukani hadis no 163. Asy Syaukani berkata tentang hadis ini

رواه ابن عدي عن ابن مسعود مرفوعاً وهو موضوع ، وفي إسناده عباد بن يعقوب ، وهو رافضي ، آخر كذاب .

Hadis riwayat Ibnu Ady dari Ibnu Mas’ud secara marfu’ dan hadis tersebut maudhu’(palsu). Di dalam sanadnya ada Abbad bin Ya’qub dan dia seorang Rafidhah pendusta.

Abbad bin Ya’qub memang dinyatakan sebagai Rafidhah tetapi rasanya terlalu berlebihan jika mengatakan ia pendusta karena sebenarnya beliau adalah seorang yang jujur.

Ibnu Hajar berkata dalam Hady As Sari Muqaddimah Fath Al Bari hal 412

عباد بن يعقوب الرواجني الكوفي أبو سعيد رافضي مشهور إلا أنه كان صدوقا وثقة أبو حاتم وقال الحاكم كان بن خزيمة إذا حدث عنه يقول حدثنا الثقة في روايته المتهم في رأيه عباد بن يعقوب وقال بن حبان كان رافضيا داعية وقال صالح بن محمد كان يشتم عثمان رضي الله عنه

Abbad bin Ya’qub Ar Rawajini Al Kufi Abu Sa’id seorang Rafidhah yang masyhur tetapi beliau seorang yang Shaduq(jujur), Ia telah dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim dan Al Hakim berkata Ibnu Khuzaimah berkata tentang Abbad bin Yaqub “ Ia tsiqat atau terpercaya riwayatnya tetapi pendapatnya diragukan”. Ibnu Hibban berkata ”Ia Rafidhah yang menyebarkan pahamnya” dan berkata Shalih bin Muhammad “Ia memaki Usman RA”.

Dalam At Taqrib juz 1 hal 469, Ibnu Hajar juga menegaskan bahwa Abbad bin Yaqub adalah seorang yang Shaduq. Beliau perawi hadis dalam Shahih Bukhari, Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Ad Daruquthni juga menyatakan Abbad sebagai Shaduq, sebagaimana yang dikutip Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib juz 5 biografi no 183

قال الدارقطني شيعي صدوق

Daruquthni berkata “Ia seorang Syiah yang Shaduq”

Dalam Kitab Tahdzib Al Kamal juz 14 hal 175-178 biografi no 3104, Tahdzib At Tahdzib juz 5 biografi no 183 dan Mizan Al I’tidal juz 2 biografi no 4149 tidak ada yang menyatakan kalau Abbad bin Ya’qub sebagai seorang pendusta. Oleh karena itu pernyataan Asy Syaukani di atas bisa dibilang kecenderungan yang berlebihan.

Kembali ke hadis di atas, hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Sa’id RA, Ibnu Mas’ud RA, Jabir bin Abdullah RA, Sahl bin Hunaif RA semuanya dengan sanad yang marfu’, dan juga diriwayatkan oleh Hasan Basri secara mursal. Semua sanad hadis ini tidak satupun lepas dari pembicaraan Ulama hadis. Hanya saja para Ulama tersebut sebelum membahas sanad-sanad hadis tersebut mereka telah memiliki prakonsepsi bahwa hadis tersebut batil dan tidak layak disandarkan kepada Nabi SAW. Hal ini tentu saja dengan alasan bahwa Hadis tersebut telah merendahkan sahabat Nabi SAW. Dan sudah bisa diperkirakan bahwa kebanyakan mereka yang menolak hadis ini berdalih dengan ”hadis ini diriwayatkan oleh Rafidhah yang pendusta”.

Padahal mungkin tidak sepenuhnya begitu, karena di antara sanad-sanadnya ada juga yang tidak diriwayatkan oleh Perawi yang dikatakan Rafidhah. Dalam Ansab Al Ashraf Al Baladzuri juz 5 hal 128, hadis ini telah diriwayatkan oleh para perawi shahih hanya saja hadis tersebut mursal. Dalam salah satu riwayat Abu Sa’id, hadis tersebut telah diriwayatkan oleh para perawi shahih hanya saja salah satu perawinya adalah Ali bin Za’id. Beliau dinyatakan dhaif oleh sebagian orang karena buruk hafalannya tetapi beliau dita’dilkan oleh Imam Tirmidzi, Yaqub bin Syaibah dan Syaikh Ahmad Syakir.

Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 biografi no 545, Imam Tirmidzi telah menyatakan Ali bin Zaid Shaduq, Yaqub bin Syaibah menyatakan Ia tsiqat dan hadisnya baik. Beliau adalah perawi Bukhari dalam Adab Al Mufrad, perawi Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Dawud dan Sunan Nasa’i.

Imam Tirmidzi telah menghasankan hadis Ali bin Za’id, salah satunya beliau berkata mengenai hadis yang di dalam sanadnya terdapat Ali bin Za’id

حديث حسن صحيح

Hadis Hasan Shahih.

(Hadis no 109 dalam Sunan Tirmidzi Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan beliau Syaikh Ahmad Syakir menyatakan hadis tersebut shahih).

Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid juz 3 hal 678 hadis no 5881 yang didalam sanadnya ada Ali bin Za’id telah menyatakan

رواه أحمد وأبو يعلى والبزار وفيه علي بن زيد وفيه كلام وقد وثق

Riwayat Ahmad, Abu Ya’la dan Al Bazzar, di dalam sanadnya ada Ali bin Za’id, beliau dibicarakan, juga dinyatakan tsiqah.

Syaikh Ahmad Syakir telah dengan jelas menyatakan bahwa Ali bin Za’id sebagai perawi yang tsiqah. Hal ini dapat dilihat dalam Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir catatan kaki hadis no 783.

Tulisan ini hanya menunjukkan kecenderungan dalam menilai kedudukan suatu hadis. Saya pribadi masih bertawaqquf(berdiam diri) mengenai kedudukan hadis ini, sejauh ini saya cuma menyinggung

  • Hadis Mursal Shahih riwayat Hasan Basri
  • Hadis Riwayat Abbad bin Yaqub
  • Hadis Riwayat Ali bin Zaid

Sebagai informasi hadis ini telah ditolak oleh Ibnu Ady dalam Al Kamil, Al Uqaili dalam kitabnya Ad Dhua’fa Al Kabir, Asy Syaukani dalam Fawaid Al Majmu’ah, Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadis Ad Dhaifah Al Maudhu’ah dan lain-lain. Bisa dibilang kebanyakan ulama hadis menilai hadis ini batil dan palsu. Walaupun begitu ternyata ada juga ulama hadis yang menyatakan hadis tersebut Shahih yaitu Sayyid Muhammad bin Aqil Al Alawi dalam kitabnya Al Atab Al Jamil Ala Ahlul Jarh Wat Ta’dil hal 63(sejujurnya saya penasaran dengan syaikh satu ini). Beliau menyebutkan hadis ini dalam pembahasannya terhadap perawi Abbad bin Ya’qub dan Ali bin Zaid, beliau berkata

حديث إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه وقد تقدم إن هذا الحديث صحيح ثابت لا شك فيه

Hadis “Jika kamu melihat Muawiyah di atas mimbarKu maka bunuhlah ia” seperti telah dinyatakan sebelumnya bahwa hadis ini Shahih, tsabit(kuat) dan tidak ada keraguan padanya.

.

.

Salam Damai

Catatan :

  • Kalau ada yang berkenan memberi pendapatnya soal hadis ini, maka saya akan berterimakasih 🙂
  • Semoga tulisan ini dapat menjadi pelajaran bagi kita bersama dan bukan menjadi ajang hujat-menghujat
  • Tulisan ini sudah pernah saya tampilkan tetapi berhubung sesuatu hal maka saya menariknya kembali dan sekarang berhubung juga ada sesuatu hal lain maka dengan terpaksa saya tampilkan kembali, Maafkan jika telah membuat kecewa

18 Tanggapan

  1. Komentar ah.

    Saya ingin mengatakan sekali lagi bahwa sulit sekali untuk mengatakan bahwa sebuah kabar itu dianggap benar karena seseorang mengatakan bahwa sang pembawa kabar adalah seorang yang jujur. Katakanlah 1,000 orang mengatakan saya ini orang jujur, pada satu kesempatan saya bisa saja berbohong. Derajat kepastian sebuah kabar tidak bisa disamakan dengan kebenaran eksistensi orang yang membaca komentar ini. 😀 Tetapi saya tidak ingin berdebat. Saya hanya ingin berkomentar saja.

    Soal Muawiyah, ada banyak kok buku sejarah yang menawarkan berbagai penafsiran atas pribadinya. Lebih menyenangkan untuk melihat seseorang dalam sebuah narasi, ketimbang apa yang dikatakan orang lain tentang dia.

    *maaf nyamfah*

  2. @gentole

    Saya ingin mengatakan sekali lagi bahwa sulit sekali untuk mengatakan bahwa sebuah kabar itu dianggap benar karena seseorang mengatakan bahwa sang pembawa kabar adalah seorang yang jujur.

    benar juga sih, makanya saya gak pernah percaya siapapun :mrgreen:

    Katakanlah 1,000 orang mengatakan saya ini orang jujur, pada satu kesempatan saya bisa saja berbohong. Derajat kepastian sebuah kabar tidak bisa disamakan dengan kebenaran eksistensi orang yang membaca komentar ini.

    Itu kan sama artinya tidak ada yang pasti disini 🙂

    Soal Muawiyah, ada banyak kok buku sejarah yang menawarkan berbagai penafsiran atas pribadinya. Lebih menyenangkan untuk melihat seseorang dalam sebuah narasi, ketimbang apa yang dikatakan orang lain tentang dia.

    bukannya sebuah narasi itu juga masuk dalam kategori kata orang lain

  3. bukannya sebuah narasi itu juga masuk dalam kategori kata orang lain

    Iya juga sih. 😀 Maksud saya sebenarnya cerita tentang apa yang dia lakukan, bukan pernyataan apakah dia “jahat” atau “baik”, layak dipuji atau dihujat. Sayakan bilangnya lebih menyenangkan, bukan lebih benar.

    *ngeles*

  4. Asyik, suaraku didengar!!! 😀
    *dibungkem pake spatu SP yg bau*

    *baca percakapan diatas*
    Ah, bener kan berguna? *sok tau bgt*
    gelar tikar aja ah, feeling saya bentar lagi bakal “rame” nih…

  5. yang saya baca sih sahabat Nabi semuanya menyenangkan, adil dan bijaksana.

    Blom ada sejarah sahabat yang saya baca menghianati sunnah nabi dll.

    malah ada yang membunuh cucu Nabi dibilang, itu ijtihad sahabat, klo salah dapat satu pahala dan klo bener dapat 2 pahala.

    salam damai.

    peacee…broo

  6. xixixixi…jangan2 kalau sahabat zinah itu dapet satu pahala.

  7. Kita sekarang ini menilai sesuatu Hadits berdasarkan penyampaian/riwayat. Bisa saja Hadits tsb Maudhu, Hasan atau shahih. Kita meyakinin shahih tdknya suatu hadits berdasarkan ulama2 terdahulu. Dan karena ulama2 ada berbeda pendapat atas hadits tesb. shahih atau maudhu, maka apabila kita ingin mempergunakan hadits tsb kita hrs menyilidiki/mempelajari lbh dahulu.
    Contoh hadits diposting oleh SP shahih atau maudhu.
    Penilitian kita yg pertama apabila hadits tsb benar, maka pasti ada alasan Rasul sehingga mengeluarka kata2 demikian.
    Kalau maudhu mengapa kita juga harus mengetahui mengapa muncul hadits tsb.
    Kalau menurut saya dilihat dari tindakan Muawiyah pasca Rasul maka hadits itu shahih karena Rasul tahu apa yg akan terjadi sesudah Rasul meninggal. Itu pertama. Yg kedua Rasul melarang karena sejarah meriwayatkan bahwa Abu Sofyan menikahi Hindun benih Muawiyah sdh ada dlm Rahim Hindun. Jadi ini alasan pertama mengenai hadits tsb. Saya akan mencari dlm buku sejarah mengenai ini. Maaf wasalam

  8. @halwa

    malah ada yang membunuh cucu Nabi dibilang, itu ijtihad sahabat, klo salah dapat satu pahala dan klo bener dapat 2 pahala

    Pembunuhan cucu Nabi dibilang ijtihad shahabat??? kyknya baru kali ini aku denger seumur-umur :mrgreen:

    @atasku

    Lho kok beda 180 drjat ya penilaiannya thd hadits yg aku copaz di thread sebelah???… yg shahih di bilang rekayasa… yg dhaif bin maudhu’ dibilang shahih… puyeng dech… makin ga jelas aza…

    Salam damai selalu…

  9. @SP
    Mas saya jadi ngeri membaca pernyataan mas” Oleh karena itu saya tdk memperyayai seorangpun. Wasalam

  10. @gentole

    Sayakan bilangnya lebih menyenangkan, bukan lebih benar.

    Akhir-akhir ini saya sering bingung soal hal yang menyenangkan :mrgreen:

    @nurma

    Asyik, suaraku didengar!!! 😀
    *dibungkem pake spatu SP yg bau*

    He he he jangan GR deh, saya tampilin ini karena saran orang lain lho :mrgreen:
    *huh enak aja, memangnya saya pakai sepatu? 😆 *

    @halwa

    yang saya baca sih sahabat Nabi semuanya menyenangkan, adil dan bijaksana.

    Gapapa kan 🙂

    Blom ada sejarah sahabat yang saya baca menghianati sunnah nabi dll.

    Wah kalau itu saya kurang tahu, yang saya tahu ada sahabat Nabi yang ketetapannya bertentangan dengan Sunah Nabi

    malah ada yang membunuh cucu Nabi dibilang, itu ijtihad sahabat, klo salah dapat satu pahala dan klo bener dapat 2 pahala

    hmm saya juga kurang tahu ini, sudikah memberi tahu 🙂

    @ressay
    hmm apa iya tuh

    @abu rahat

    Penilitian kita yg pertama apabila hadits tsb benar, maka pasti ada alasan Rasul sehingga mengeluarka kata2 demikian.

    Saya pribadi sebenarnya agak bingung kalau soal ini. Tapi yang jelas, permasalahan saya yang utama bahkan saya sendiri mengalami kesulitan untuk memastikan keshahihan hadis ini. Apa mungkin ya diam-diam saya juga mengidap Syiahpobhia :mrgreen:

    @soegi
    bukannya Mas sendiri yang bilang kalau Mas dengan Mas Abu Rahat itu punya dasar yang beda, seingat saya sih 🙂

    @aburahat

    Mas saya jadi ngeri membaca pernyataan mas” Oleh karena itu saya tdk memperyayai seorangpun. Wasalam

    Ooh kalau begitu lupakan saja kok 🙂

  11. @SP
    Riwayat ini harusnya kan ada kelanjutannya. Yaitu bagaimana atau apa yang terjadi pada saat Muawiyyah berdiri di mimbarnya Rasul saw? Mimbar yang dimaksud apakah mimbar secara harfiah berarti ‘tempat berpidato/khutbah’ ataukah berarti ‘kekuasaan’?
    Adakah riwayat-riwayat yang menceritakan rencana pembunuhan thd Muawiyah atau riwayat-riwayat yang menunjukkan keengganan membunuh Muawiyah berdasarkan hadits di atas?

    Sorry, supaya menguatkan hadits di atas saja.

    Saya sih pada prinsipnya ga keberatan dengan isinya 🙂

    Salam

  12. @ armand

    Riwayat ini harusnya kan ada kelanjutannya. Yaitu bagaimana atau apa yang terjadi pada saat Muawiyyah berdiri di mimbarnya Rasul saw? Mimbar yang dimaksud apakah mimbar secara harfiah berarti ‘tempat berpidato/khutbah’ ataukah berarti ‘kekuasaan’?

    Hmm penafsiran kan bisa macam-macam, saya pribadi belum menafsirkan apa-apa 🙂

    Adakah riwayat-riwayat yang menceritakan rencana pembunuhan thd Muawiyah atau riwayat-riwayat yang menunjukkan keengganan membunuh Muawiyah berdasarkan hadits di atas?

    Yang saya tahu, ada riwayat tentang orang yang mau membunuh Muawiyah karena meyakini hadis ini

  13. muawiyah itu salah satu kaum thulaqa’ yang menjadi biang kerok agama Islam. perubah dan pelanggar sunnah-sunnah Rasullah saw.

    Ayahnya musuh bebuyutan Rasulullah saw

    Ibunya pemakan jantung Hamzah sang paman kecintaan Rasulullah saw .

    Dia sendiri (Muawiyah) pembunuh “Hasan” ra. cucu kesayangan Rasulullah saw.

    Dan sang anak yazid bin muawiyah laknatullahu alaih adalah pembunuh “Husain” ra. cucu kecintaan Rasullah saw.

    jadi pas sudah “jasa-jasa” keluarga ini kepada Rasullullah saw dan Islam….!

    manusia-manusia seperti inilah (laknatullahu alaihim) yang diidolakan, dipuja dan dibela oleh para salapiyyun…

  14. jangan mengukur hadist itu palsu atas asli berdasarkan ulama terdahulu, itu bukan tolak ukurnya, karena ulama terdahulu juga banyak yang palsu dan sogokan atau tukang sogok seperti muawiyah itu sendiri menyogok ulama untuk membuat hadist palsu

  15. manuasia terkutuk didunia dan diakhirat adalah abu sofyan anaknya muawiyah dan cucunya yazid penyembah berhala dan pura pura memeluk agama islam hanya untuk merusak sunah Rosulullah

  16. @noto
    Keliru mas. Muawiyah setahu saya ga pake nyogok tapi pake ngancam 🙂

  17. Jadi hadis itu shahih ya, mau nnya nih Ustad second. Hadis Abbad bin Yaqub itu kedudukannya apa shahih atau dhaif???? mengapa perlu tawaquf?

  18. […] Sebelumnya kami telah menuliskan hadis ini dalam salah satu tulisan kami yang berjudul Muawiyah dan Mimbar Nabi, disana kami menyatakan bahwa kami bertawaqquf mengenai kedudukan hadis tersebut. Alhamdulillah, […]

Tinggalkan komentar