Kedudukan Hadis “Jika Kamu Melihat Muawiyah Di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia”

Kedudukan Hadis “Jika Kamu Melihat Muawiyah Di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia”

Muqaddimah
Sebelumnya kami telah menuliskan hadis ini dalam salah satu tulisan kami yang berjudul Muawiyah dan Mimbar Nabi, disana kami menyatakan bahwa kami bertawaqquf mengenai kedudukan hadis tersebut. Alhamdulillah, Allah SWT telah memberikan kemudahan bagi kami untuk meneliti kembali sanad hadisnya. Berikut adalah hasil kajian sanad hadis tersebut.

Dalam menilai kedudukan suatu hadis yang perlu dilakukan salah satunya adalah menilai para perawi yang menyampaikan hadis tersebut. Dinilai apakah para perawi tersebut terpercaya atau jujur karena seorang perawi yang pendusta tidaklah diterima hadisnya. Tetapi kemusykilan akan terjadi jika isi hadis tersebut tidak kita sukai, kita berkeras untuk melakukan penolakan dan mencari-cari kelemahan hadis tersebut. Hal inilah yang ternyata saya temukan dalam mengkaji hadis “Jika kamu melihat Muwiyah di MimbarKu maka bunuhlah Ia” . Banyak ahli hadis yang menolak hadis ini dan mereka menilai hadis ini sangat tidak pantas disandarkan kepada Nabi SAW. Mengapa? Karena Muawiyah adalah sahabat Nabi dan semua sahabat Nabi itu adil sehingga mustahil hadis ini benar. Oleh karena itu dalam pembahasan sanad yang dilakukan oleh para ulama, mereka condong atau bermudah-mudah dalam melemahkan dan mendhaifkan hadis tersebut. Mereka begitu mudah menjarh para perawi hadis tersebut bahkan seorang perawi yang dikenal jujur malah dinilai dhaif hanya karena ia ikut meriwayatkan hadis ini.

Kalau anda masih ingat, inilah yang saya katakan Logika Sirkuler yang menyedihkan

  • Suatu Hadis dinilai dhaif atau palsu karena matan atau isinya batil dan mungkar atau karena isi hadis tersebut tidak layak
  • Karena sudah dinyatakan dhaif dan palsu maka harus ada perawi yang bertanggungjawab atas kedhaifan dan pemalsuan hadis itu. Sehingga salah satu atau beberapa perawi dinyatakan cacat karena meriwayatkan hadis tersebut.
  • Karena perawi tersebut sudah dinyatakan cacat, dhaif atau dituduh memalsu hadis maka kedudukan hadis tersebut sudah pasti dhaif atau palsu.

Untuk membuktikan benar tidaknya yang kami katakan, silakan anda mengikuti kajian kami kali ini.
.

.

.

Hadis Abu Sa’id Al Khudri RA

Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 59/155 dan Ibnu Ady dalam Al Kamil 7/83 menyebutkan

أخبرنا علي بن المثنى ثنا الوليد بن القاسم عن مجالد عن أبي الوداك عن أبى سعيد ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه

Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Walid bin Qasim dari Mujalid dari Abil Wadak dari Abi Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muwiyah di MimbarKu maka bunuhlah Ia”.


.

Hadis Hasan Lighayrihi.
Hadis ini kedudukannya hasan lighairihi karena telah diriwayatkan oleh para perawi yang shaduq hasanul hadis kecuali Mujalid bin Sa’id yang hadisnya hasan jika dikuatkan oleh yang lain. Pada dasarnya Mujalid seorang yang jujur hanya saja memiliki kelemahan pada hafalannya. Berikut analisis terhadap para perawi hadis tersebut.

Ali bin Mutsanna adalah perawi yang shaduq dan hasan hadisnya. Dalam At Tahdzib juz 7 no 611 disebutkan bahwa telah meriwayatkan darinya banyak orang-orang tsiqah dan Ibnu Hibban memasukkannya kedalam Ats Tsiqat. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/702 memberikan predikat maqbul (diterima) dan pernyataan ini dikoreksi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 4788 bahwa Ali bin Mutsanna adalah shaduq hasanul hadis. Pernyataan ini lebih tepat karena Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat.

Walid bin Qasim adalah perawi yang shaduq hasanul hadis. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 11 no 245 bahwa ia dinyatakan tsiqat oleh imam Ahmad, Ibnu Ady berkata “ia meriwayatkan dari orang-orang tsiqat dan telah meriwayatkan darinya orang yang tsiqat pula, tidak ada masalah dengannya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat tetapi juga menyebutkannya dalam Al Majruhin. Ibnu Main mendhaifkannya tanpa menyebutkan alasan atas jarhnya tersebut, apalagi dikenal kalau Ibnu Ma’in terkenal ketat dalam mencacatkan perawi. Oleh karena itu predikat ta’dil lebih tepat untuk Walid bin Qasim. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/288 memberikan predikat shaduq yukhti’u (jujur tetapi sering salah). Pernyataan ini dikoreksi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 7447 bahwa Walid bin Qasim shaduq hasanul hadis dimana mereka juga mengutip bahwa Ibnu Qani’ menyatakan Walid bin Qasim shaduq.

Mujalid bin Sa’id Al Hamdani adalah perawi yang hasan hadisnya dengan penguat dari yang lain. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 65 bahwa dia salah satu perawi Muslim yang berarti Muslim memberikan predikat ta’dil padanya. Disebutkan pula bahwa Syu’bah telah meriwayatkan darinya dan sebagaimana sangat dikenal bahwa Syu’bah hanya meriwayatkan dari orang yang tsiqah. Yaqub bin Sufyan berkata “dia dibicarakan orang dan dia shaduq (jujur)”. Beliau telah dinyatakan dhaif oleh sekelompok ulama seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Mahdi, Ibnu Ma’in, Ahmad, Ibnu Sa’ad dan yang lainnya. An Nasa’i memasukkannya dalam Ad Dhu’afa tetapi disebutkan pula oleh Ibnu Hajar bahwa An Nasa’i juga mengatakan ia tsiqah. Bukhari juga memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi Ibnu Hajar juga mengutip bahwa Bukhari berkata “shaduq”. Al Ajli memasukkannya dalam Ma’rifat Ats Tsiqah no 1685 dan mengatakan “jaiz al hadis dan hasanul hadis” . Ibnu Syahin memasukkannya dalam Tarikh Asma Ats Tsiqah no 1435. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/159 memberikan predikat laisa bil qawy (tidak kuat). Pernyataan ini kendati bersifat jarh tetapi tidak menjatuhkan artinya walaupun ada kelemahan padanya hadisnya bisa menjadi hasan dengan adanya penguat. Syaikh Ahmad Syakir telah menghasankan hadis Mujalid dalam Syarh Musnad Ahmad hadis no 211, beliau berkata

“Mujalid adalah orang yang jujur namun mereka mempersoalkan hafalannya”.

Pernyataan beliau ini adalah pernyataan yang adil dan bagi kami dalam masalah ini hadis Mujalid kedudukannya hasan dengan penguat dari yang lain.

Abul Wadak Jabr bin Nauf adalah perawi yang tsiqat. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 2 no 92 bahwa dia adalah perawi yang dijadikan hujjah oleh Muslim, dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Hibban. Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 752 menyatakan ia tsiqat. Dalam At Taqrib 1/156 Ibnu Hajar memberikan predikat “shaduq tetapi sering keliru” dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib no 894 bahwa Jabr bin Nauf seorang yang tsiqah.

.

.

.

Selain melalui jalan Mujalid bin Sa’id, hadis Abu Said Al Khudri juga diriwayatkan dengan sanad dari Ali bin Zaid bin Jud’an. Hadis tersebut diantaranya diriwayatkan dalam Ansab Al Asyraf Al Balazuri 5/136, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 59/55 dan Ibnu Ady dalam Al Kamil 7/83 dan 5/314. Berikut hadis Ali bin Zaid dalam Al Kamil 5/314

أخبرنا الحسن بن سفيان الفسوي ثنا إسحاق بن إبراهيم الحنظلي أخبرنا عبد الرزاق عن سفيان بن عيينة عن علي بن زيد بن جدعان عن أبي نضرة عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه

Telah mengabarkan kepada kami Hasan bin Sufyan Al Fasawi yang berkata telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzali yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq dari Sufyan bin Uyainah dari Ali bin Zaid bin Jud’an dari Abi Nadhrah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “Rasulullah SAW bersabda “jika kamu melihat Muawiyah di MimbarKu maka bunuhlah ia”.

.

Hadis Hasan Lighairihi
Hadis di atas diriwayatkan oleh para perawi tsiqah kecuali Ali bin Zaid bin Jud’an. Ia diperselisihkan dan telah dilemahkan karena hafalannya. Walaupun begitu hadis Ali bin Zaid bersama hadis Mujalid saling menguatkan sehingga sanadnya terangkat menjadi hasan lighairihi.

Hasan bin Sufyan Al Fasawi adalah seorang Hafiz yang tsabit. Ibnu Hibban telah menyebutkannya dalam Ats Tsiqat juz 8 no 12808 dan disebutkan pula dalam Tazkirah Al Huffaz Adz Dzahabi 10/70 no 724 bahwa Hasan bin Sufyan seorang Al Hafiz Al Imam Syaikh Khurasan penulis Musnad yang mendengar hadis dari Ishaq bin Ibrahim.

Ishaq bin Ibrahim Al Hanzali adalah Ishaq bin Rahawaih seorang Hafiz yang terkenal tsiqat. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/78 menyatakan bahwa ia seorang Hafiz yang tsiqat dan mujtahid. Abdurrazaq bin Hammam As Shan’ani adalah ulama terkenal penulis kitab tafsir dan Mushannaf. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/599 menyatakan bahwa ia seorang hafiz yang tsiqat. Sufyan bin Uyainah adalah ulama yang tsiqat, Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/371 menyatakan kalau Sufyan seorang hafiz yang tsiqat faqih, imam dan hujjah.

Ali bin Zaid bin Jud’an adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim dan Ashabus Sunan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 7 no 545 kalau Ia telah dicacatkan oleh sekelompok ulama diantaranya Ibnu Ma’in, An Nasai, Abu Hatim, Abu Zar’ah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Al Hakim dan lain-lain. Tetapi ia bukanlah seorang pendusta apalagi pemalsu hadis. Cacat yang banyak disematkan kepadanya adalah laisa bi qawiy atau tidak kuat yang berarti hadisnya dapat menjadi hasan dengn penguat dari yang lain.

Selain itu pada dasarnya ia adalah seorang yang jujur hanya saja terdapat kelemahan pada hafalannya dan hadis-hadisnya yang diingkari oleh para ulama. Dalam At Tahdzib juz 7 no 545 disebutkan kalau Syu’bah telah meriwayatkan darinya dan sebagaimana diketahui bahwa Syu’bah hanya meriwayatkan dari orang-orang tsiqah. Imam Tirmidzi menyatakan bahwa ia shaduq (jujur), Yaqub bin Syaibah menyatakan ia tsiqat dan hadisnya baik walaupun ada kelemahan padanya. As Saji juga mengelompokkannya sebagai orang yang jujur. Imam Tirmidzi telah menshahihkan hadis Ali bin Zaid dalam kitabnya Sunan Tirmidzi no 109. Al Ajli memasukkan Ali bin Zaid dalam kitabnya Ma’rifat Ats Tsiqah no 1298 dan berkata

على بن زيد بن جدعان بصرى يكتب حديثه وليس بالقوي وكان يتشيع وقال مرة لا بأس به

Ali bin Zaid bin Jud’an orang Basrah ditulis hadisnya, tidak kuat, bertasyayyu’ dan tidak ada masalah padanya.

Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad no 783 menolak pencacatan Ali bin Zaid, beliau dengan tegas menyatakan bahwa Ali bin Zaid adalah perawi yang tsiqah. Syaikh Ahmad Syakir berkata

Ali bin Zaid adalah Ibnu Jad’an , telah kami sebutkan dalam hadis no 26 bahwa dia adalah perawi yang tsiqah. Para ulama berbeda pendapat tentang dirinya, tetapi pendapat yang paling kuat menurut kami adalah yang menyebutkan bahwa dia adalah perawi yang tsiqah. Tirmidzi telah menshahihkan hadis-hadis yang diriwayatkannya. Di antaranya hadis no 109 dan 545.

Selain karena hafalannya, para ulama mencacat Ali bin Za’id karena ia telah meriwayatkan hadis tentang Muawiyah di atas seperti yang disebutkan dalam At Tahdzib biografi Ali bin Zaid. Pada dasarnya para ulama mengingkari hadis tersebut dan cukup dengan melihat matannya mereka menyatakan hadis itu bathil. Oleh karenanya harus ada yang bertanggung jawab untuk kebatilan hadis di atas dan tuduhan disematkan pada Ali bin Zaid. Pencacatan seperti ini justru hal yang bathil karena Ali bin Zaid tidaklah menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini. Ia hanya menyampaikan apa yang ia dengar, bersamanya ada perawi lain yang meriwayatkan hadis ini dan diantaranya ada orang yang terpercaya. Dengan mempertimbangkan semua ini maka kami berkesimpulan bahwa hadis Ali bin Zaid menjadi hasan jika mendapat penguat dari yang lain.

Abu Nadhrah adalah Mundzir bin Malik perawi Bukhari dalam Shahihnya bagian Ta’liq, Muslim dalam Shahihnya dan Ashabus Sunan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 528 kalau ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Abu Zar’ah, An Nasa’i, Ibnu Saad, Ibnu Syahin, Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hibban. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/213 menyatakan bahwa ia tsiqat.
.

.

Kesimpulan Hadis Abu Sa’id
Hadis “Jika kamu melihat Muawiyah di MimbarKu maka bunuhlah Ia” salah satunya diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri RA. Hadis Abu Sa’id RA telah diriwayatkan dengan dua jalan sanad, sanad yang pertama diriwayatkan oleh para perawi yang shaduq hasan hadisnya dan tsiqat kecuali Mujalid bin Sa’id yang terdapat cacat pada hafalannya sedangkan jalan sanad yang kedua diriwayatkan oleh para perawi tsiqah kecuali Ali bin Zaid yang juga memiliki cacat pada hafalannya. Perhatikanlah, baik Mujalid dan Ali bin Zaid merupakan perawi yang dinyatakan cacat karena kelemahan pada hafalannya, hal ini ditunjukkan oleh

  • Adanya penta’dilan oleh sebagian ulama yang berarti penetapan akan kredibilitasnya
  • Kebanyakan cacat yang ditujukan kepada mereka tidak bersifat menjatuhkan seperti “tidak kuat” atau “ada kelemahan padanya” dan lain-lain

Maka, status hadits tersebut naik menjadi hasan lighairihi. Tentu saja ini sesuai dengan definisi hadis hasan lighairihi sebagaimana dalam ilmu Mushthalah Hadis seperti yang dapat dilihat dalam kitab Taisiru Mushthalah Al Hadis hal 43-44.

هو الضعيف إذا تعددت طرقه، ولم يكن سببُ ضعفه فِسْقَ الراوي أو كَذِبَهٌ يستفاد من هذا التعريف أن الضعيف يرتقى إلى درجة الحسن لغيره بأمرين هما أ‌) أن يٌرْوَيٍِ من طريق آخر فأكثر ، على أن يكون الطريقٌ الآخر مثله أو أقوى منه ب‌) أن يكون سببٌ ضعف الحديث إما سوء حفظ راويه أو انقطاع في سنده أو جهالة في رجاله

Ia adalah hadits (yang asalnya) dha’if yang memiliki beberapa jalur (sanad), dan sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasiq atau dusta. Berdasarkan definisi ini, menunjukkan bahwa hadits dla’if itu dapat naik tingkatannya menjadi hasan lighairihi karena dua hal

  1. Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui jalan lain (dua jalur) atau lebih, asalkan jalan lain itu semisal atau lebih kuat.
  2. Penyebab kedha’ifannya bisa karena buruknya hafalan perawinya, terputusnya sanad, atau jahalah dari perawi”

Kedua sanad hadis di atas saling menguatkan karena baik Ali bin Zaid dan Mujalid bin Sa’id bukanlah orang yang fasik, pendusta dan pemalsu hadis, mereka pada dasarnya orang yang jujur hanya saja memiliki cacat pada hafalannya tetapi dengan adanya mereka berdua bersama-sama maka hadisnya saling menguatkan sehingga kedudukan hadisnya terangkat menjadi Hasan Lighairihi.

.

.

.

Hadis Ibnu Mas’ud RA

Ahmad bin Yahya Al Baladzuri meriwayatkan dalam kitabnya Ansab Al Asyraf 5/130

حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا عنقه

Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri yang berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul Mundzir yang berkata telah berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah menceritakan kepadaku Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi Sufyan berkhutbah di mimbarKu maka pukullah tengkuknya”

.

Hadis Hasan Lidzatihi
Hadis riwayat Al Baladzuri ini sanadnya Hasan. Para perawinya adalah perawi tsiqat dan shaduq hasanul hadis. Berikut keterangan lebih rinci mengenai para perawinya

Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri adalah Ibrahim bin Hasan Al Alaf Al Bashri. Biografinya disebutkan Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats Tsiqat juz 8 no 12325. Ibnu Abi Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 1/92 no 242 mengutip Abu Zar’ah yang mengatakan ia tsiqat. Abu Zar’ah berkata

وكان صاحب قرآن كان بصيرا به وكان شيخا ثقة

Dia seorang penghafal Al Qur’an, sangat mengetahui makna-maknanya dan dia seorang Syaikh yang tsiqat.

Sallam Abul Mundzir adalah Sallam bin Sulaiman Al Muzanni salah seorang perawi Tirmidzi. Beliau telah mendapat predikat ta’dil dari Ibnu Ma’in, Abu Hatim dan Abu Dawud. Ibnu Hajar menyebutkannya dalam At Tahdzib juz 4 no 499 dan mengutip

وقال بن أبي خيثمة عن بن معين لا بأس به

Ibnu Abi Khaitsamah berkata dari Ibnu Ma’in “tidak ada masalah dengannya”.

وقال بن أبي حاتم صدوق صالح الحديث

Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq dan hadisnya baik”.

Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/406 memberikan predikat shaduq yahim yaitu jujur terkadang salah. Dan pernyataan ini telah dikoreksi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 2705 bahwa Sallam bin Sulaiman Al Muzanni adalah shaduq hasanul hadis.

Ashim bin Bahdalah atau Ibnu Abi Najud adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 5 no 67 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Sa’ad, Ibnu Syahin, Ibnu Ma’in, Al Ajli, Abu Zar’ah dan ia juga mendapat predikat ta’dil dari Abu Hatim, An Nasa’i dan Ahmad bin Hanbal. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Tarikh Asma Ats Tsiqat no 830 dan berkata

عاصم بن بهدلة ثقة رجل صالح خير قاله أحمد بن حنبل عاصم بن أبي النجود قال بن معين ليس به بأس

Ashim bin Bahdalah tsiqat orang yang shalih dan baik seperti yang dikatakan Ahmad bin Hanbal. Ashim bin Abi Najud, Ibnu Ma’in berkata “tidak ada masalah dengannya”.

Cacat yang ada padanya adalah ia terkadang salah sehingga Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Taqrib 1/456 shaduq lahu awham yaitu jujur terkadang salah. Tetapi kesalahan yang pernah dilakukan Ashim bin Abi Najud tidaklah membahayakan hadisnya dan pada dasarnya ia seorang yang tsiqat dan hasan hadisnya. Oleh karena itu Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir At Taqrib no 3054 mengatakan bahwa ia tsiqat terkadang salah dan seorang yang hasan hadisnya. Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad telah menyatakan shahih hadis-hadis Ashim bin Bahdalah, salah satunya dapat dilihat dari hadis no 680.

Zirr bin Hubaiys adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 597 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad dan Al Ajli. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/311 menyatakan kalau ia tsiqat.
.

.

.

Analogi Penilaian Syaikh Ahmad Syakir

Hadis Ibnu Mas’ud di atas kami nilai sebagai hadis yang kedudukannya hasan lidzatihi dan bersama-sama hadis Abu Sa’id maka hadis tersebut kami nilai Hasan. Walaupun begitu jika kami menerapkan metode Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad maka tidak diragukan lagi kalau hadis ini bersanad Shahih.

  • Hadis Abu Sa’id dengan jalan Mujalid bin Sa’id adalah Hadis Hasan. Hal ini berdasarkan penilaian Syaikh Ahmad Syakir terhadap Mujalid dalam Syarh Musnad Ahmad no 211 bahwa dia adalah seorang yang jujur dan hadisnya hasan.
  • Hadis Abu Sa’id dengan jalan Ali bin Zaid adalah Hadis Shahih. Hal ini berdasarkan penilaian Syaikh Ahmad Syakir terhadap Ali bin Zaid dalam Syarh Musnad Ahmad no 26 dan no 783 bahwa Ali bin Zaid adalah perawi yang tsiqah menurut Syaikh Ahmad Syakir.
  • Hadis Ibnu Mas’ud dengan jalan Ashim dari Zirr adalah Hadis shahih. Hal ini berdasarkan penilaian Syaikh Ahmad Syakir yang menyatakan shahih hadis Ashim bin Bahdalah dalam Syarh Musnad Ahmad no 680.

Hadis ini memang dinyatakan dhaif oleh banyak ulama. Hal ini disebabkan mereka menganggap matan hadis tersebut batil atau maudhu’ sehingga bagaimanapun banyaknya sanad dan jalan periwayatan hadis tersebut maka itu tetap tidak ada artinya bagi mereka. Tentu saja jika memang kita berpegang teguh pada Ulumul Hadis maka sudah jelas hadis tersebut bersanad hasan sehingga terdapat juga Ulama yang menyatakan shahih atau hasan hadis ini seperti Syaikh Muhammad bin Aqil Al Hadhramy Al Alawy dalam Al Atab Al Jamil Ala Ahlul Jarh Wat Ta’dil hal 63 kemudian Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliki dalam Ma’a Syaikh Abdullah As Sa’di Fi Al Suhbah Wal Shahabah 1/201 dan 1/207.
.

.

Kesimpulan
Hadis “Jika Kamu Melihat Muawiyah di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia” telah diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri  RA dan Ibnu Mas’ud RA dengan para perawi yang tsiqah, hasanul hadis dan walaupun ada diantara perawi tersebut yang dinyatakan cacat tetapi mereka saling menguatkan sehingga bersama-sama Kedudukannya menjadi Hasan.

.

.

Catatan :

  • Mari kita lihat dalih apa lagi yang akan muncul dari mereka yang tidak suka
  • Hadis ini dari segi sanad lebih layak dinyatakan hasan lighairihi dari pada hadis “Apa Yang Aku dan SahabatKu Ada Di Atasnya”
  • Cukup banyak yang diedit tetapi secara substansial tidak merubah apapun :mrgreen:
  • Pada dasarnya tulisan ini hanyalah sebuah kajian maka dari itu tolong disikapi dengan bijak, dan tentu kami akan senang sekali jika ada yang bersedia mengkritik atau membantah tulisan ini. Mari kita berdiskusi dengan santun 🙂

23 Tanggapan

  1. Dikeranakan mereka membiarkan si terkutuk ini menaiki mimbar Nabi saaw, makanya umat jadi berpecahbelah dan menyimpang

    Andai saja dia dibunuh saat itu….damainya agama Islam ini..

  2. jelasnya dia telah mewariskan dinasti kekuasaan munafik dg mengatasnamakan islam selama 80 tahunan. selama itu pula cacimakian, laknat ditujukan ahlbayt utamanya sydn Ali wajib diucap dlm mimbar2 jumat. Padahal kalo mu’min teguh pendirian, 1 malam laialtulqodar saja lebih utama dari ngikut muawiyah beserta dinastinya! dan sejarah mencatat sydna Ali mengalami syahid di malam al qodar.. kemuliaan diatas puncak kemuliaan..! seperti itu kok mau dibanding2in sama sahabat…. jauuuuuuh deh! apalagi pembencinya macam muawiyah n keturunannya l a !!

  3. Adakah riwayat yang menyebutkan Muawiyah pernah berkotbah di mimbar Nabi? bukankah Muawiyah dari sejak jaman menjadi gubernur sampai dia menjadi raja berdomisili di Syam, kapan pernah dia berkotbah di mimbar Nabi di Madinah?. kalaupun pernah, kok ga ada satupun sahabat termasuk yang meriwayatkan hadits tersebut melakukan sesuatu kepada Muawiyah?

    ada 3 riwayat yang disebutkan saudara secondprince di atas, 2 riwayat memerintahkan untuk membunuh muawiyah jika terlihat dia ada di mimbar Nabi dan 1 riwayat memerintahkan untuk memukul tengkuk Muawiyah, mana yang benar? yang jelas membunuh dan memukul adalah berbeda maknanya.

    kayaknya memang matan riwayat di atas agak ganjil deh. tapi tak taulah aku.

  4. @hadi
    hmm kurang tahu ya, karena segala sesuatu Allah SWT yang menentukan 🙂

    @a y hartono
    wah wah saya setuju kalau Imam Ali jauh lebih mulia dari semua sahabat Nabi yang lain

    @ardhi

    Adakah riwayat yang menyebutkan Muawiyah pernah berkotbah di mimbar Nabi? bukankah Muawiyah dari sejak jaman menjadi gubernur sampai dia menjadi raja berdomisili di Syam, kapan pernah dia berkotbah di mimbar Nabi di Madinah?.

    ho ho silakan silakan, kalau anda yang ingin tahu maka cari tahulah 🙂

    kalaupun pernah, kok ga ada satupun sahabat termasuk yang meriwayatkan hadits tersebut melakukan sesuatu kepada Muawiyah?

    Apa hubungannya? 🙄

    ada 3 riwayat yang disebutkan saudara secondprince di atas, 2 riwayat memerintahkan untuk membunuh muawiyah jika terlihat dia ada di mimbar Nabi dan 1 riwayat memerintahkan untuk memukul tengkuk Muawiyah, mana yang benar? yang jelas membunuh dan memukul adalah berbeda maknanya.

    Artinya sama saja kok, pukullah tengkuknya itu sama halnya dengan berkata tebaslah lehernya, intinya sama saja sih. Istilah pukullah tengkuknya biasa digunakan untuk menggantikan kata “membunuh”

    kayaknya memang matan riwayat di atas agak ganjil deh. tapi tak taulah aku

    Bisa dimaklumi, tapi cobalah dengan jujur lihat berbagai hadis dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang matannya juga agak ganjil, misalnya Nabi Musa menampar malaikat maut, Nabi Musa telanjang berlari mengejar sebongkah batu, dan lain-lain yang lumayan banyak. Apa balik ke awal, semua tergantung persepsi masing-masing? :mrgreen:

  5. Meskipun secara pribadi sy sepakat bahwa Muawiyah layak diperlakukan demikian, namun tetap saja isi riwayat ini msh menyisakan banyak pertanyaan. Selain pertanyaan2 yg diajukan sdr @ardhi, sy juga memiliki beberapa pertanyaan yg adakah SP atau rekan2 lain bisa menjawabnya?

    (1) Mengapa ancaman ini hanya diberlakukan pada ketika Muawiyyah berdiri di mimbar Nabi saw? Apa yg melatarbelakanginya? Ada apa dengan mimbar Nabi? Mengapa tdk segera saja Nabi saw memerintahkan utk membunuh Muawiyyah? Bukankah ancaman ini berpotensi menjadi “ancaman kosong” jika tdk ada di antara sahabat yg mengindahkan?

    (2) Kapankah ucapan Nabi dikeluarkan? Bagaimana reaksi Muawiyyah sendiri setelah di luaran mendengar berita ini? Bagaimana pula reaksi sahabat yg lain? Ancaman ini menurut pendapat sy bukan ancaman main-main. Tentu serius karena mengandung makna yg sangat dalam yg sejatinya terkait dgn prilaku dan sifat Muawiyyah.

    (3) Apakah Nabi kemudian pernah bertemu dgn Muawiyyah setelah ucapan ini? Lalu apa yg dilakukan oleh Nabi saw?

    (4) Setelah Nabi saw wafat, apakah – seperti pertanyaan @ardhi – Muawiyyah pernah berdiri di mimbar Nabi saw? Lalu apa yg dilakukan oleh para sahabat? Bagaimana pula reaksi dari ahlulbait Nabi saw (Imam Ali as?)

    (5) Mengapa Muawiyyah kemudian menjadi begitu disanjung dan berkuasa sementara Nabi saw telah menghinakannya?

    Mohon pencerahannya.

    Salam

  6. @armand

    1. Mengapa Nabi memerintah utk dibunuh klu naik ke mimbar Rasul. Kalau menurut saya bahwa Rasul tahu bahwa kalau Muawiyah naik kemimbar akan mencaci Imam Al as. Tidak membunuh lansung krn tdk ada alasan. Tetapi apabila naik mimbar maka punya alasan.

    2.Kapan? Mungkin sesudah Rasul merasakan kemunafikan sahabat. Reaksi Muawiyah. sabar dan menunggu kesempatan membantai keturunan Nabi .
    Reaksi para sahabat tentu ber-macam2. Dan pada jaman Nabi Muawiyah hanya seorang kecoa.

    3. Tentu tdk ketemu. Muawiyah bersembunyi.

    4. Menurut sejarah Muawiyah tdk pernah ke Madinah
    5. Karena clan bani Umayah berkuasa sejak Usman
    Pada jaman Muawiyah siapa saja yang memuliakan Imam Ali dan Ahlulbait bakal dibantai dan rencananya sampai ke akar2nya. Tapi Allah Maha Kuasa. Cahaya Kebenaran tetap bersinar.
    Dan sampai sekarang masih ada yang menyanjungnya. Karena sudah tercatat. Siapa2 yang masuk Neraka. Dan pemimpinnya adalah Muawiyah.
    Masa Muawiyah tdk punya anak buah. Wasalam

  7. Pertanyaan-pertanyaan saudara Armand patut diperhatikan dan dicari jawabnya. Sedangkan jawaban saudara Rafidah ini bisa dipertanggungjawabkan ga ya? kok saya ga yakin.

    1. Lha kalo begitu apa manfaat hadits tsb mas Rafidah kalau ternyata Muawiyah tidak pernah berkotbah di mimbar Nabi, sepengetahuan saya, apa yang disabdakan Rasul pasti terjadi.

    2, Mungkin? ya boleh-boleh aja kalau masih kemungkinan

    3. Bersembunyi? ada riwayatnya mas?

    4. Berarti hadits tersebut memang ganjil matannya

    5. no komen dech

  8. Satu hal yang perlu diperhatikan, pertanyaan-pertanyaan tersebut bukanlah hujjah untuk mengugurkan atau menolak hadis itu. Karena jawaban pertanyaan itu sendiri belum bisa dipastikan. Mengenai matan hadis, insya Allah akan ada pembahasan sendiri. So jangan terburu-buru memandang suatu matan hadis sebagai ganjil kecuali memang ada bukti yang menunjukkan keganjilannya 🙂

  9. @ardhi

    Sdr armand meminta pendapat pada teman2. Dan jawaban saya terhadap sdr armand adalah pendapat saya pribadi dan pendapat pribadi kita tidak bisa menjadi hujah. Dan bukan sesuatu yang logis tapi masuk akal.
    Pertanyaan anda:1. Lha kalo begitu apa manfaat hadits tsb mas Rafidah kalau ternyata Muawiyah tidak pernah berkotbah di mimbar Nabi, sepengetahuan saya, apa yang disabdakan Rasul pasti terjadi
    Saya anggap aneh. Kalau anda diancam dengan suatu undang2, yang anda bisa dihukum mati apakah anda akan melanggar?
    Komentar anda yang kedua. Apakah anda bisa pastikan isi hati seseorang? Apalagi kita tdk pernah ketemu Rasul.
    Komentar yang ketiga. Apakah anda berani menemui seseorang yang mengetahui isi hati anda yang mempunyai niat tidak baik bagi keluarganya?
    Komentar yang keempat, saya ingin bertanya dimana letak keganjilan matan hadits tsb.?

  10. Utk Secondprince/Ressay :
    Tulisan ini khusus utk anda berdua. Silahkan hapus setelah membacanya.
    Anda kan “bersemangat” sekali membahas penyimpangan para sahabat. Namun anda tak minat membahas penyimpangan di Era Kulayni (dengan paham Goibnya Imam Mahdi dalam 2 phase) serta penyimpangan di era Mufid (sesudahnya) yg berkaitan dengan terbitnya Kitab Sulaim. Dua penyimpangan diatas tergolong TIADA TARA nya karena melahirkan suatu paham/ajaran yg sekarang dianut Syiah Imamiah. Anda mungkin terlupakan membahas penyimpangan ini karena terlalu sibuk dengan program NGRASANI Abubakar, Umar, Usman.
    Kitab Sulaim mulai terbit/dipublikasikan sekitar abad 6H setelah kitab itu dibacakan oleh Al Rais Al Ali Abu Al Baqa th 565 H. Kitab tersebut KATANYA ditulis oleh Sulaim bin Qois sahabat Imam Ali Ra. Suatu kitab yg ditulis di abad 1 H namun baru terbit abad 6 H, dengan alas an bahwa kitab tersebut adalah rahasia. Hanya orang terpercaya saja yg menyimpannya.
    Namun di kitab Biharul Anwar oleh Majlisi (abad 10H) bahwa Jafar Shodiq berkata :
    “ sesiapa di kalangan Syiah kami dan pecinta kami tidak memiliki kitab Sulaim bin Qois al Hilali maka mereka tak mengetahui urusan kami dengan sebenarnya. Mereka tak mengetahui sesuatupun daripada sebab sebab kami. Ia adalah abjad Syiah yg mengandung rahasia daripada rahasia keluarga nabi Muhammad SAW.”
    Maka tersirat bahwa Imam Jafar Shodiq mengetahui bahkan mewajibkan Umat Syiah utk mengetahui kitab tersebut.
    Namun sayang, di Era Kulayni dan para Wakil Imam (abad 4H) tak ada yg mengetahui keberadaan kitab tersebut. Lihat saja di Al Kaffy oleh Kulayni, juga di kitab Manla Yaduru al Faqih oleh Saduq (akhir abad 4H), tak ada satu tex pun yg me -nyebut2 adanya Kitab Sulaim yang katanya diwajibkan Jafar Shodiq.
    Kitab Sulaim oleh Al Rais katanya diperoleh dari Syeh Al Amin al Alim Abu Abdullah bin Ahmad bin Talal Al Miqdad yg memperolehnya dari Mufid bin Tussi. Lihat saja nama2 ini. Diantara mereka inilah yg MENGARANG kisah Kitab Sulaim. Diantara mereka inilah yg BERTANGGUNG JAWAB atas kebohongan/penyimpangan yg TIADA TARA nya tsb. Agar anda membahasnya jika ingin benar2 MENCARI KEBENARAN, sehingga tak ada kesan blog ini hanya sebagai PENCARI PEMBENARAN.

  11. ass. lahuntemaru, kalau saya memperhatikan tulisan anda bikin membuat saya yang awam ini bingung, coba deh anda jelaskan kepada Para Pembaca hadits tentang muawiyah yang sebanarnya biar tidak keluar dari topik, agar saya pribadi dapat menarik hikmah didalamnya , jangan yang dibicarakan A anda menjelaskan tentang xyz jadi tidak menyambung. tolong yaa terimakasih.

  12. @sdr. ardhi dll

    Lha kalo begitu apa manfaat hadits tsb mas Rafidah kalau ternyata Muawiyah tidak pernah berkotbah di mimbar Nabi, sepengetahuan saya, apa yang disabdakan Rasul pasti terjadi.

    Hadis tersebut mengatakan “JIKA…..”

    Jika Kamu Melihat Muawiyah Di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia”

    Maka bisa terjadi Mu’awiyah akan berada di mimbar Nabi saw dan bisa juga tidak. karena dalam statement diatas Nabi saw tidak memastikan bahwa muawiyah pasti akan berada diatas mimbar Nabi saw. !

    dan mungkin… ..Walhasil kalo kita berusaha menjawab pertanyaan2 sdr. Armand maka jawabannya pasti akan beranda-andai…

    saya sepakat dg sdr. SP

    Satu hal yang perlu diperhatikan, pertanyaan-pertanyaan tersebut bukanlah hujjah untuk mengugurkan atau menolak hadis itu.

  13. Utk maru,
    Asslm, tolong jgn bikin kacau rubrik ini klu mau muntah ditempat sampah aja.

    Utk Hadi,
    Setuju. Emang tu Laknattullah muawiyyah.
    gara2 dia umat islam terpecah belah, mana banyak ciptain hadist bayaran yang sampai skrg masih banyak dipake oleh saudara2 kita.
    Saran saya klu mau belajar Hadist cocokan dg kitab kita Alquran dan akal kita pakai krn akal adl mrpkan hujah dari Allah.

    salam.

  14. […] keburukannya. Salah satu contohnya adalah pembelaan seseorang yang menanggapi tulisan kami mengenai hadis “Jika kamu melihat Muawiyah di mimbarKu maka bunuhla ia”. Komentarnya dapat pembaca lihat di blognya tentang keutamaan Muawiyah. Tentu saja komentar […]

  15. […] keburukannya. Salah satu contohnya adalah pembelaan seseorang yang menanggapi tulisan kami mengenai hadis “Jika kamu melihat Muawiyah di mimbarKu maka bunuhla ia”. Komentarnya dapat pembaca lihat di blognya tentang keutamaan Muawiyah. Tentu saja komentar […]

  16. Rasulullah SAWW pun MELAKNAT,lihat Riwayat Ahlu sunnah sendiri:
    ========================================

    DiRiwayatkan pada hari Ahzab,Suatu Ketika Abu Sufyan menunggang Unta Merah dengan dituntun putranya yang bernama Yazid dan muawiyah mengikuti dibelakangnya..

    Rasulullah SAWW bersabda :

    ” Alllah Melaknat penunggang unta tersebut,yang menuntunnya serta yang mengikutinya ”

    (lihat Kitabus Shiffin. thabari,Ibn al-Athir, `Izz al-Din Abu Hasan `Ali b. Muhammad b. `Abd al-Kasim al-Jazari, Usd al-Ghabah fi Ma`rifah al-Sahabah, Baghdad 1349 H., IV, hlm. 385; Sibt Ibn al-Jauzi, Tadhkirah al-Khawwas, hlm. 201.)

    Amr bi Ash telah menghina Rasulullah (s.`a.w.) di dalam tujuh puluh bait syair. Justeru itu Rasulullah (s.`a.w.) bersabda:

    “Wahai Tuhanku sesungguhnya aku tidak pandai bersyair, lantaran itu aku tidak patut menjawabnya oleh itu wahai Tuhanku LAKNATILLAH `Amru b. al-`As pada setiap bait syair SERIBU LAKNAT”.

    {Al-Haithami, Nur al-Din `Ali b. Abi Bakr, al-Majma` al-Zawa`id, Tunis 1375 H., VII, hlm. 348-350}

    Tolong diperiksa kesahihan hadist ini

  17. @SP : أخبرنا الحسن بن سفيان الفسوي ثنا إسحاق بن إبراهيم الحنظلي أخبرنا عبد الرزاق عن سفيان بن عيينة عن علي بن زيد بن جدعان عن أبي نضرة عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه

    Telah mengabarkan kepada kami Hasan bin Sufyan Al Fasawi yang berkata telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzali yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq dari Sufyan bin Uyainah dari Ali bin Zaid bin Jud’an dari Abi Nadhrah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “Rasulullah SAW bersabda “jika kamu melihat Muawiyah di MimbarKu maka bunuhlah ia”.

    Terkait kutipan hadis tersebut diatas maka yang ana ingin tanyakan adalah ada sebagian pendapat yg mengatakan bahwa nama Muawiyah yg dimaksud pada hadis tersebut bukanlah Muawiyah bin Abu Sufyan, akan tetapi Muawiyah bin Nabuuh, dedengkot munafikin. Mohon tanggapan dan klarifikasinya…..syukron.

  18. @msaleh

    Ahmad bin Yahya Al Baladzuri meriwayatkan dalam kitabnya Ansab Al Asyraf 5/130

    حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا عنقه

    Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri yang berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul Mundzir yang berkata telah berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah menceritakan kepadaku Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi Sufyan berkhutbah di mimbarKu maka pukullah tengkuknya [tebaslah lehernya]”

    Hadis di atas adalah sanad yang paling kuat dalam perkara ini dan menyebutkan kalau orang yang dimaksud adalah Muawiyah bin Abu Sufyan

  19. jazakallahu khair atas penjelasannya

  20. Hadis yang tersebut hadis palsu berdasrkan kepada fakta-fakta berikut.
    1)Telah diriwayatkan sebilangan hadis tentang keutamaan Muawiyah termasuk Rasul mendoakan beliau sebagai orang yang dapt petunjuk dan diberi petunjuk.didoakan oleh Rasulullah supaya dimantapkan pemerintahannya. : “ya Allah jadikanlah dia seorang pemimpin yang terpimpin dan pimpinlah(manusia) dengannya” -(sohih tarmizi jld.2)
    Rasulullah juga berdoa; “ya Allah ajarkanlah dia Kitab dan hisab dan peliharalah dia daripada azab”. Sebenarnya hanya segelintir sahaja daripada kalangan sahabat yang didoakan secara khusus oleh Rasulullah berkenaan hal itu.

    2)dalam kitab sohihaini; Rasulullah saw bersabda; “tentera pertama dari umatku yang berperang dengan meredah lautan sudah pasti mendapat syurga.” (Peristiwa perang pertama menerusi lautan telah berlaku pada tahun 28H, semasa pemerintahan Saiyidina Uthman di bawah pimpinan Saiyidina Muawiyah.)

    3)Beliau merupakan penulis wahyu, menunjukkan betapa tingginya kedudukan beliau dari kalangan sahabat-sahabat baginda saw, dan membuktikan betapa Rasulullah mempercayainya

    4)Kalau umat Islam bersalah karena tidak membunuh Muawiyah yang berkhutbah di atas mimbar Rasulullah,maka orang yang paling bersalah dalam hal ini adalah Syidina Hasan sendiri karena dialah orang yang pertama menyerahkan kekhalifah kepada Muawiyah.Beranikah kaum Syiah Rafidhah menyalahkan sayidina Hasan dalam soal ini?Bukankah Sayidina Hasan salah seorang Imam Maksum dari kalangan keluarga Rasulullah termasuk yang disucikan dalam ayat At Tathir sehingga baginda tidak mungkin akan melakukan kesilapan?Atau tidak mendengar hadis yang nyuruh mancung kepala Muawiyah?Ataukah telah berlaku Al Bada kepada Allah ?Ha ha ha …bullshitlah Syiah!

    Dengan 4 fakta di atas saja sudah cukup meruntuhkan perbahasan kalian.Kalian jangan lupa perbahasan ilmu hadis bersifat khabariah dan tidak mutlka sebagaimana yang disangkakan.Perwai yang adil bisa saja melakukan kesilapan apa lagi jika periwayatannya jelas-jelas menyanggahi fakta yang lebih dipercayai.Makanya ulama telah mengkategorikan adanya hadis syaz dan hadi gharib..

    Tapi menurut saya hadis yang nyuruh mancung kepala Muawiyah bukan hadis syaz dan bukan hadis gharib tapi hadis maudhuk!

  21. Salah satu tugas dan fungsi seorang Rasul adalah mengantarkan manusia/ummat ketika meninggal sampai kepada Alloh dengan mendapat ridho Alloh. Tugas & fungsi “mengantarkan” itu harus terus berlanjut walau Sang Rosul telah tiada.
    Pada suatu titik waktu yaitu Muawiyah dan Imam Hasan (keduanya punya “kekuasaan”), maka orang harus memilih, ia ridho diantarkan kepada Alloh oleh Muawiyah atau ridho diantarkan kepada Alloh oleh Imam Hasan.
    No problemo.
    Demikian pun hingga saat ini dan nanti.
    Trah mana yang akan orang pilih.
    Masalah haq dan bathil mah sudah jelas. Mustahil haq dan bathil itu samar.

  22. Rasulullah n memerintahkan sahabat membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan c.
    Diriwayatkan bahwa Rasulullah n bersabda,
    إِذَا رَأَيْتُمْ مُعَاوِيَةَ عَلَى مِنْبَرِي فَاقْتُلُوهُ
    “Apabila kalian melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, bunuhlah ia!”
    Syiah Rafidhah dan musuh-musuh Allah l yang bersama mereka menonjolkan hadits ini untuk memuaskan kedengkian mereka kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan c. Hadits ini mereka jadikan sebagai salah satu dalil untuk mengafirkan Mu’awiyah z.
    Sebagai jawabannya, kita katakan, “Wahai Rafidhah, kalian adalah kaum yang telah tersesat dari jalan kebenaran. Buku-buku kalian dipenuhi celaan kepada Islam, sahabat, bahkan istri-istri Rasul n dan ahlul bait. Oleh karena itu, kami tidak percaya dengan ucapan yang muncul dari mulut-mulut kotor kalian, termasuk hadits yang kalian bawakan ini.
    Wahai Rafidhah, bagaimana mungkin kita menerima celaan kalian atas Mu’awiyah z padahal salaful ummah, para ulama ahlul hadits, dan kaum muslimin telah bersepakat tentang keutamaan Mu’awiyah z? Bahkan, tidak ada seorang pun ulama Ahlus Sunnah yang mencela beliau, apalagi berkeyakinan halalnya pembunuhan atas beliau.
    Terkait dengan hadits yang kalian bawakan, ketahuilah bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). Seluruh jalan periwayatannya batil.
    Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani t menyebutkan jalan-jalan hadits ini dalam Silsilah adh-Dha’ifah dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri, Abdullah bin Mas’ud, Sahl bin Hanif, dan secara mursal dari al-Hasan al-Bashri.3
    Seluruh ulama hadits menganggapnya sebagai kedustaan. Di antara mereka adalah Ayyub as-Sikhtiyani sebagaimana disebutkan Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal (5/101), al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-‘Ilal (hlm. 138), Abu Zur’ah ar-Razi sebagaimana dinukil dalam adh-Dhu’afa (2/427), al-Bukhari dalam Tarikh al-Ausath (1/256), Ibnu Hibban al-Busti dalam al-Majruhin (1/157, 250 dan 2/172), Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil (2/146, 209, 5/101, 200, 314 dan 7/83), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (59/155—158), Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (2/24), demikian pula adz-Dzahabi dalam al-Mizan, dan Ibnu Katsir rahimahumullah.
    Al-Bukhari t berkata setelah menyebutkan illat (cacat) hadits ini dari jalan yang paling masyhur,
    لَيْسَ لَهَا أُصُولٌ، وَلاَ يَثْبُتُ عَنِ النَّبِيِّ n خَبَرٌ عَلَى هَذَا النَّحْوِ فِي أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ n، إِنَّمَا يَقُولُهُ أَهْلُ الضَّعْفِ.
    “Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada satu kabar pun yang semisal ini (berisi perintah membunuh atau celaan) dari Nabi n terhadap seorang sahabat pun. Hanyalah orang-orang lemah yang berbicara seperti itu.” (Tarikh al-Ausath 1/256)
    Al-Jauzaqani berkata, “Hadits ini maudhu’ (palsu), batil, tidak ada asalnya dalam hadits-hadits (Rasulullah n). Hadits ini tidak lain adalah hasil perbuatan ahli bid’ah para pemalsu hadits. Semoga Allah l menghinakan mereka di dunia dan akhirat. Barang siapa meyakini (kandungan) hadits palsu ini dan yang semisalnya, atau terbetik dalam hatinya bahwa hadits-hadits ini keluar dari lisan Rasulullah n, sungguh ia adalah seorang zindiq….” (al-Abathil wal Manakir 1/200)
    Tindak-tanduk pengikut hawa nafsu memang sangat membingungkan, sekaligus menunjukkan kerusakan akal dan hatinya. Mereka berhujah dengan hadits maudhu’ (palsu) di atas, sementara itu mereka menutup mata terhadap hadits-hadits sahih tentang keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan c.
    Pujian dan doa Rasulullah n untuk sahabat Mu’awiyah disembunyikan. Kedudukan Mu’awiyah sebagai saudara ipar Rasulullah n juga mereka lupakan. Seolah-olah tidak ada berita itu. Justru berita-berita palsu ditampakkan dan disebarkan. Inikah sikap keadilan?
    Hadits palsu ini, kalau dicermati lebih dalam, justru mengandung celaan kepada seluruh sahabat, bahkan ahlul bait, semisal al-Hasan bin ‘Ali c. Sebuah kejadian tarikh yang masyhur dilalaikan oleh para pencela Mu’awiyah z, yaitu ‘Amul Jama’ah (Tahun Persatuan) ketika al-Hasan bin Ali c menyerahkan kekhilafahan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan c dan berbai’at kepada beliau pada tahun 41 H. Padahal, al-Hasan memiliki pasukan yang besar dan mampu mengobarkan pertempuran yang hebat.
    Wahai Rafidhah, mengapa al-Hasan bin Ali c tidak membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan c serta melaksanakan perintah dan wasiat kakeknya, Rasulullah n—kalau hadits ini memang benar?4
    Terakhir, wahai Syiah Rafidhah, ketahuilah bahwa hadits maudhu’ ini diriwayatkan pula dengan lafadz,
    إِذَا رَأَيْتُمْ مُعَاوِيَةَ عَلَى مِنْبَرِي فَاقْبَلُوهُ
    “Jika kalian melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, terimalah ia.”
    Mengapa kalian tidak mengambil riwayat yang kedua ini, sebagaimana kalian memakai riwayat pertama yang sama-sama berita dusta?
    As-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah (1/389) berkata, “Sesungguhnya riwayat kedua ini lebih masuk akal daripada riwayat pertama.”

  23. Lihatlah para ulama telah mengatakan palsunya hadits ini. Hemm… Adakah ulama yang mengatakan hadits di atas adalah hasan?

Tinggalkan komentar