Hadis Rasulullah SAW Diutus Menghancurkan Seruling Dan Gendang

Hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] Diutus Menghancurkan Seruling dan Gendang

Hadis ini termasuk diantara hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh sebagian ulama untuk mengharamkan musik dan nyanyian. Kami membuat tulisan ini setelah membaca mengenai kedudukan hadis ini dari kitab Syaikh Abdullah Al Judai’ yaitu Al Muusiq Wal Ghinaa’ Fi Miizan Al Islam dan kitab bantahannya dari Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa yaitu Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’. Tulisan ini hanya ingin menelaah secara kritis pendapat mana yang lebih rajih dari kedua penulis tersebut mengenai hadis ini.

.

.

Takhrij Hadis Ibnu ‘Abbas

أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْن عَلِيٍّ المقري نا جدي أَبُو منصور مُحَمَّد بْن أحمد الخياط نا عَبْدُ الملك بْن مُحَمَّد بْن بشران ثنا أَبُو علي أحمد بْن الفضل بْن خزيمة ثنا مُحَمَّدُ بْنُ سويد الطحان ثنا عَاصِم بْن عَلِيّ ثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْن ثابت عَنْ أبيه عَنْ مكحول عَنْ جبير بْن نفير عَنْ مالك بْن نحام الثقة عَنْ عِكْرِمَة عَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللَّهُ عنه أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُعِثْتُ بِهَدْمِ الْمِزْمَارِ وَالطَّبْلِ

Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Aliy Al Muqriy yang berkata telah menceritakan kepada kami kakekku Abu Manshuur Muhammad bin Ahmad Al Khayyaath yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin Muhammad bin Bisyraan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aliy Ahmad bin Fadhl bin Khuzaimah yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Suwaid Ath Thahhaan yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin ‘Aliy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Tsaabit dari Ayahnya dari Makhuul dari Jubair bin Nufair dari Malik bin Nahaam Ats Tsiqat dari ‘Ikrimah dari ‘Ibnu ‘Abbaas [radiallahu ‘anhu] bahwasanya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “Aku diutus untuk menghancurkan seruling dan gendang” [Talbiis Ibliis Ibnul Jauziy hal 226]

Riwayat ini sanadnya tsabit hingga ‘Aashim bin ‘Aliy, berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. ‘Abdullah bin ‘Aliy Al Muqriy, Ibnu Nuqthah mengatakan bahwa ia seorang yang tsiqat shalih termasuk imam kaum muslimin [Syadzratu Adz Dzahab Ibnu ‘Imaad Al Hanbaliy 6/211]
  2. Abu Manshuur Muhammad bin Ahmad bin Khayyaath seorang yang tsiqat shalih [Takmilatul ‘Ikmaal, Ibnu Nuqthah 2/309-310 no 1654]
  3. ‘Abdul Malik bin Muhammad bin Bisyraan, Al Khatib berkata “kami menulis darinya, ia seorang yang shaduq tsabit shalih [Tarikh Baghdad 12/188-189 no 5548]
  4. Abu ‘Aliy Ahmad bin Fadhl bin ‘Abbaas bin Khuzaimah, Al Khatib berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdad 5/570-571 no 2453]
  5. Muhammad bin Suwaid bin Yaziid Abu Ja’far Ath Thahhaan, Al Khatib berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdad 3/281 no 874]
  6. ‘Aashim bin ‘Aliy Al Wasithiy seorang yang shaduq pernah melakukan kesalahan [Taqrib At Tahdzib 1/458]

Muhammad bin Suwaid bin Yaziid dalam periwayatan dari ‘Aashim bin ‘Aliy memiliki mutaba’ah dari ‘Umar bin Hafsh As Saduusiy sebagaimana yang disebutkan dalam Fawa’id Tammaam bin Muhammad Ar Raaziy.

أَخْبَرَنَا أَبُو يَعْقُوبَ إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ثنا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ ثنا عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ ثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ وَعَنِ الثِّقَةِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُعِثْتُ بِهَدْمِ الْمِزْمَارِ وَالطَّبْلِ

Telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’quub Ishaq bin Ibrahiim yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin ‘Aliy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari Jubair bin Nufair dan dari seorang yang tsiqat dari ‘Ikrimah dari ‘Ibnu ‘Abbas bahwasanya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasalla] berkata “Aku diutus untuk menghancurkan seruling dan gendang” [Fawa’id At Tammaam Ar Raaziy 1/49 no 100]

Riwayat Tammaam bin Muhammad Ar Raaziy di atas sanadnya tsabit hingga ‘Aashim bin ‘Aliy

  1. Abu Ya’qub An Nahdiy Ishaq bin Ibrahim, Ibnu Asakir mengatakan ia seorang yang tsiqat dan termasuk dalam hamba-hamba Allah yang shalih [Tarikh Ibnu Asakir 8/166 no 620]
  2. ‘Umar bin Hafsh Abu Bakar As Saduusiy, Al Khatib berkata “tsiqat” [Tarikh Baghdad 13/59-60 no 5883]
  3. ‘Aashim bin ‘Aliy Al Wasithiy seorang yang shaduq pernah melakukan kesalahan [Taqrib At Tahdzib 1/458]

Kemudian hadis ini dengan matan “Aku diperintahkan menghancurkan seruling dan gendang” disebutkan oleh Syaikh Al Albaniy dalam kitabnya Silsilah Ahadits Adh Dhaifah dimana Beliau menukil riwayat dari Ad Dailamiy

رواه الديلمي (1/2/219) عن محمد بن عبد الله بن بزرة حدثنا همام عن عاصم بن علي عن ابن ثوبان عن أبيه عن مكحول عن جبر بن مالك عن عكرمة عن ابن عباس مرفوعا.

قلت: وهذا إسناد ضعيف مظلم، جبر بن الك لم أعرفه. ومثله همام ومحمد بن عبد الله بن بزرة

Diriwayatkan Ad Dailamiy 1/2/219 dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Bazrah yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammaam dari ‘Aashim bin ‘Aliy dari Ibnu Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari Jabr bin Maalik dari ‘Ikrimah dari ‘Ibnu ‘Abbas secara marfu’. Aku [Syaikh Al Albaniy] berkata “sanad ini dhaif gelap, Jabr bin Maalik aku tidak mengenalnya, dan begitu pula Hammaam dan Muhammad bin ‘Abdullah bin Bazrah [Silsilah Al ‘Ahaadiits Adh Dha’iifah 6/181 no 2663]

Riwayat Ad Dailamiy di atas tidak bisa dijadikan mutaba’ah karena Muhammad bin ‘Abdullah dan Hammaam majhul maka sanadnya tidak tsabit sampai ke ‘Aashim bin ‘Aliy.

.

.

.

Pembahasan Sanad Ibnu ‘Abbaas

Sanad Ibnu Jauziy sudah cukup jelas, adapun sanad Tammaam bin Muhammad Ar Raaziy memerlukan penjelasan mengenai kemungkinan rincian sanadnya. Perhatikan lafaz sanad

مَكْحُولٍ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ وَعَنِ الثِّقَةِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ

Sanad di atas secara zhahir mengandung dua kemungkinan yaitu

  1. Makhuul meriwayatkan dari Jubair bin Nufair secara mursal dan Makhuul meriwayatkan dari seorang perawi tsiqat dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’
  2. Makhuul meriwayatkan dari Jubair dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’ dan Makhuul meriwayatkan dari seorang perawi tsiqat dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’

Berdasarkan riwayat Ibnu Jauziy dan Tammaam bin Muhammad Ar Raaziy maka secara keseluruhan sanad riwayat tersebut terbagi menjadi

  1. ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari Jubair bin Nufair dari Malik bin Nahaam seorang yang tsiqat dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbaas
  2. ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari Jubair bin Nufair dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbaas secara marfu’ atau ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari Jubair bin Nufair secara mursal.
  3. ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari seorang yang tsiqat dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbaas

Nampak adanya idhtirab [kekacauan] dalam sanad riwayat tersebut. Dan hal ini kemungkinan berasal dari ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban. Ia seorang yang diperselisihkan kedudukannya.

Ahmad bin Hanbal dalam riwayat Muhammad bin Aliy berkata “tidak kuat dalam hadis”. Dalam riwayat Atsram berkata “hadis-hadisnya mungkar”. Dalam riwayat Al Marwadziy mengatakan bahwa ia seorang ahli ibadah dari penduduk Syam dan memiliki keutamaan [Mausu’ah Aqwaal Ahmad bin Hanbal no 1519]

Yahya bin Ma’in dalam riwayat Ad Duuriy terkadang berkata “tidak ada masalah dengannya” terkadang berkata “aku tidak menyebutnya kecuali yang baik” terkadang berkata “shalih al hadits”. Dalam riwayat Ibnu Junaid terkadang berkata “shalih” dan terkadang berkata “dhaif al hadits”. Dalam riwayat Ad Darimiy, Ibnu Ma’in berkata “dhaif”. Dalam riwayat Mu’awiyah bin Shalih menyatakan ia dhaif dan ditulis hadisnya. Dalam riwayat ‘Abdullah bin Syu’aib Ash Shaabuuniy berkata “dhaif”. Dalam riwayat Ibnu Abi Khaitsamah berkata “tidak ada apa-apanya” [Mausu’ah Aqwaal Yahya bin Ma’in no 2221]

Aliy bin Madiiniy, Abu Zur’ah dan Al Ijliy berkata “tidak ada masalah padanya”. ‘Amru bin Aliy berkata “hadis orang-orang syam semuanya dhaif kecuali sekelompok orang diantaranya Auza’iy dan ‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban”. Duhaim berkata “tsiqat”. Abu Hatim menyatakan ia tsiqat berubah hafalan di akhir hidupnya dan hadisnya lurus. Abu Daud berkata “tidak ada masalah padanya”. Nasa’iy terkadang berkata “dhaif” terkadang berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “tidak tsiqat”. Shalih bin Muhammad mengatakan bahwa ia orang Syam yang shaduq dan orang-orang mengingkari hadis-hadis yang ia riwayatkan dari ayahnya dari Makhuul”. Ibnu Khirasy berkata “dalam hadisnya ada kelemahan”. Ibnu Adiy menyatakan ia seorang yang shalih ditulis hadisnya memiliki hadis-hadis yang baik bersamaan dengan kelemahan padanya [Tahdzib Al Kamal 17/12-17 no 3775]

Dengan mengumpulkan semua pendapat ulama tentangnya maka pendapat yang rajih adalah ‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban seorang yang shaduq tetapi memiliki kelemahan dalam dhabitnya sehingga terdapat cacat dalam sebagian hadisnya terutama hadisnya dari Ayahnya dari Makhuul.

Riwayat di atas termasuk riwayat ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul maka kedudukannya lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud [menyendiri]. Apalagi dalam riwayat di atas nampak adanya idhthirab [kekacauan] sanad yang besar kemungkinan berasal darinya.

.

.

.

Syahid [Penguat] Riwayat Ibnu ‘Abbaas

Riwayat ‘Abdullah bin ‘Abbaas [radiallahu ‘anhu] memiliki syahiid dari riwayat Aisyah [radiallahu ‘anha] dan Aliy bin Abi Thalib [radiallahu ‘anhu]. Hanya saja kedua riwayat itu sanadnya dhaif sehingga tidak bisa dijadikan penguat.

حدثنا إسحاق بن إبراهيم بن يونس وأحمد بن حفص السعدي قالا حدثنا احمد بن عيسى المصري حدثنا إبراهيم بن اليسع التيمي المكي عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرني ربي عزوجل بنفي الطنبور والمزمار

Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibrahiim bin Yuunus dan Ahmad bin Hafsh As Sa’diy [keduanya] berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Iisa Al Mishriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahiim bin Yasa’ At Taimiy Al Makkiy dari Hisyaam bin ‘Urwah dari Ayahnya dari ‘Aisyah yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “Aku diperintahkan Rabb-ku ‘azza wajalla untuk menghancurkan tanbur dan seruling” [Al Kamiil Ibnu Adiy 1/386]

Riwayat Aisyah [radiallahu ‘anha] di atas kedudukannya dhaif karena Ibrahim bin Yasa’ At Taimiy Al Makkiy atau Ibrahim bin Abi Hayyah. Bukhariy berkata “munkar al hadits”. Nasa’i berkata “dhaif”. Daruquthniy berkata “matruk”. Abu Hatim berkata “munkar al hadits”. Ibnu Madiniy berkata “tidak ada apa-apanya”. Yahya bin Ma’in menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban menyatakan ia meriwayatkan dari Ja’far dan Hisyaam hadis-hadis mungkar [Lisan Al Miizan Ibnu Hajar 1/271-272 no 166]

أَخْبَرَنَا ابْن الحصين نا أَبُو طالب بْن عيلان نا أَبُو بَكْر الشافعي ثنا عَبْد اللَّهِ بْن مُحَمَّد بْن ناجية  ثنا عباد بْن يعوق  ثنا مُوسَى بْن عمير عَنْ جَعْفَر بْن مُحَمَّد عَنْ أبيه عَنْ جده عَنْ علي قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثَ بِكَسْرِ الْمَزَامِيرِ “

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Hushain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Thalib bin ‘Ailaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Asy Syafi’iy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Naajiyah yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Ya’qub yang berkata telah menceritakan kepada kami Muusa bin ‘Umair dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari kakeknya dari Aliy yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang berkata “Aku diutus untuk menghancurkan seruling” [Talbiis Ibliis Ibnu Jauziy hal 226]

Riwayat Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] di atas sanadnya dhaif karena Muusa bin Umair. Yahya bin Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”. Ibnu Numair, Abu Zur’ah dan Daruquthniy berkata “dhaif”. Abu Hatim menyatakan ia pendusta. Nasa’i berkata “tidak tsiqat”. Ya’qub bin Sufyaan berkata “dhaif”. Al Uqailiy berkata “munkar al hadits” [Tahdzib At Tahdzib juz 10 no 644]

.

.

Pembahasan Syaikh Al Judai’ dan Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa

Syaikh ‘Abdullah bin Yuusuf Al Judai’ dalam kitabnya Al Muusiq Wal Ghinaa’ Fii Miizan Al Islaam hal 412-413 menyatakan hadis tersebut dhaif karena kelemahan ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dalam riwayat dari Ayahnya dari Makhuul.

Syaikh Abdullah Al Judai’ memahami sanad riwayat tersebut sebagai berikut. Beliau melihat ada dua jalan sanad dari Makhuul yaitu

  1. Makhuul meriwayatkan dari Jubair bin Nufair secara mursal
  2. Makhuul meriwayakan dari perawi majhul dari Ikrimah secara maushul.

Beliau juga menyebutkan kemungkinan bahwa perawi majhul tersebut sebagai mutaba’ah Jubair dari Ikrimah tetapi beliau lebih merajihkan bahwa Makhuul meriwayatkan dari Jubair secara mursal dan melalui perawi mubham secara muttashil. Maka menurut Syaikh Al Judai’ kedua jalan tersebut tetap dhaif.

Apa yang dikatakan Syaikh Al Judai’ perihal Ibnu Tsauban itu sudah benar sebagaimana yang telah kami sebutkan rincian jarh dan ta’dil dari para ulama tentangnya. Adapun cara Syaikh Judai’ melihat sanad tersebut maka kami katakan itu berdasarkan zhahir sanad dari riwayat Tammaam Ar Raaziy. Adapun riwayat Ibnu Jauziy zhahir sanadnya berbeda dengan riwayat Tammaam. Hal ini sepertinya terluput dari pandangan Syaikh atau Beliau mengira bahwa kedua jalan sanad Ibnu Jauziy dan Tammaam itu sama maka ini keliru.

.

.

.

Adapun Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa dalam kitabnya Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’ hal 318 menyatakan bahwa sanad hadis tersebut jayyid dan hadisnya tsabit. Beliau membawakan hujjah-hujjahnya dan bantahan terhadap Syaikh Al Judai’. Berikut kami akan membahas hujjah yang digunakan Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa untuk menguatkan hadis ini.

Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa dalam kitabnya Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’ hal 321 ketika membantah Syaikh Al Judai’ mengenai lafaz jarh Shalih bin Muhammad terhadap ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban bahwa orang-orang mengingkari hadis-hadis yang ia riwayatkan dari ayahnya dari Makhuul. Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa mengatakan bahwa itu bermakna sebagian hadisnya dari Ayahnya dari Makhuul bukan semua hadisnya dari Ayahnya dari Makhuul.

Jadi perkataan Shalih bin Muhammad menurut Syaikh tidak bermakna mendhaifkan secara mutlak riwayat ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul. Menurut kami bantahan Syaikh disini tidak bernilai hujjah. Ini lafaz perkataan Shalih bin Muhammad [yang dinukil Ibnu Hajar]

قال صالح بن محمد شامي صدوق إلا أن مذهبه القدر وانكروا عليه أحاديث يرويها عن أبيه عن مكحول

Shalih bin Muhammad berkata “orang syam yang shaduq hanya saja mazhabnya qadari dan orang-orang mengingkari hadis-hadis yang ia riwayatkan dari Ayahnya dari Makhuul [Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar juz 6 no 306]

Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa mempermasalahkan lafaz أحاديث  [‘Ahaadits] yang menurutnya bukan lafaz yang bersifat umum jadi maknanya hanya sebagian hadis saja. Berbeda hal-nya jika lafaznya الأحاديث [Al ‘Ahadits] maka maknanya bersifat umum dan mencakup seluruh hadisnya. Oleh karena itu menurut Syaikh jarh Shalih bin Muhammad itu hanya berlaku pada sebagian hadis ‘Abdurrahman bin Tsaabit dari Ayahnya dari Makhuul.

Pernyataan lafaz ‘Ahadits bisa bermakna sebagian itu memang benar. Sehingga jarh Shalih bin Muhammad itu maknanya adalah sebagian hadis ‘Abdurrahman bin Tsaabit dari Ayahnya dari Makhuul mungkar dan itu adalah lafaz jarh mufassar. Dan jarh tersebut sudah cukup untuk menyatakan bahwa riwayatnya dari Ayahnya dari Makhuul tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud [menyendiri]. Hal ini bersesuaian dengan jarh para ulama lain seperti Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in bersamaan dengan tautsiq mutlak dari ulama lain semisal Abu Hatim dan Duhaim. Kalau ada orang yang ingin menyatakan shahih riwayat ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul maka orang tersebut harus membawakan bukti yang dapat mengeluarkan riwayat tersebut dari jarh yang dimaksud Shalih bin Muhammad yaitu dengan membawakan syawahid atau mutaba’ah bagi hadis tersebut.

Terdapat contoh dari ulama mu’tabar yaitu Ahmad bin Hanbal mengenai penggunaan lafaz ‘Ahaadiits dan ternyata memiliki makna seluruh atau sebagian besar hadisnya. Berikut contohnya

حدثنا محمبن عيسى قال سمعت محمد بن على الوراق قال سمعت أحمد بن حنبل يقول في أحاديث يزيد بن أبي حبيب عن سعد بن سنان عن أنس قال روى خمسة عشر حديثا منكرة كلها ما أعرف منها واحدا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Iisa yang berkata aku mendengar Muhammad bin ‘Aliy Al Waraaq yang berkata aku mendengar Ahmad bin Hanbal mengatakan tentang ‘Ahaadits [hadis-hadis] Yaziid bin Abi Habiib dari Sa’d bin Sinaan dari Anas. Ia berkata “diriwayatkan lima belas hadis mungkar seluruhnya aku tidak mengenalnya satupun” [Adh Dhu’afa Al ‘Uqailiy 2/473 no 596]

Apakah lafaz ‘Ahaadiits Yaziid bin Abi Habiib dari Sa’d bin Sinaan dari Anas di atas bermakna sebagian hadis saja?. Tidak, di sisi Ahmad bin Hanbal ia malah menyebutkan bahwa ada lima belas hadis dan semuanya mungkar. Maka hal ini menunjukkan bahwa lafaz tersebut pada saat itu di sisi Ahmad bin Hanbal bermakna keseluruhan.

وقال أحاديث عكرمة بن عمار عن يحيى بن أبي كثير ضعاف ليس بصحاح قلت له من عكرمة أو من يحيى قال لا إلا من عكرمة

[Ahmad bin Hanbal] berkata ‘Ahaadits [hadis-hadis] ‘Ikrimah bin ‘Ammaar dari Yahya bin Abi Katsiir dhaif tidak shahih, aku [‘Abdullah bin Ahmad] berkata kepadanya “apakah hal itu dari ‘Ikrimah atau dari Yahya?”. Ia menjawab “tidak lain itu dari ‘Ikrimah” [Al Ilal Ahmad bin Hanbal no 3255]

قال وعكرمة بن عمار مضطرب الحديث عن يحيى بن أبي كثير

[Ahmad bin Hanbal] berkata “dan ‘Ikrimah bin ‘Ammar mudhtharib al hadiits dari Yahya bin Abi Katsiir” [Al Ilal Ahmad bin Hanbal no 4492]

Lafaz ‘Ahaadiits Ikrimah bin ‘Ammar dari Yahya bin Abi Katsir di atas bermakna sebagian besar hadis Ikrimah dari Yahya, oleh karena itu di saat lain Ahmad bin Hanbal berkata Ikrimah mudhtharib al hadits dari Yahya, ini adalah lafaz umum yang mencakup sebagian besar hadisnya Ikrimah dari Yahya.

.

.

Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa dalam kitabnya Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’ hal 323 menyatakan bahwa hadis di atas bukan bagian dari riwayat mungkar yang dikatakan dalam jarh Shalih bin Muhammad. Beliau menjadikan bukti bahwa hadis ini tidak disebutkan Ibnu Adiy dalam kitabnya Al Kamil dan tidak ada satupun ulama yang menyatakan hadis tersebut mungkar.

Adapun Ibnu Adiy tidak memasukkan hadis ini dalam Al Kamil maka itu memang benar tetapi hal ini tidak menjadi bukti bahwa hadis tersebut tidak mungkar. Ibnu Adiy memang menyebutkan beberapa hadis ‘Abdurrahman bin Tsabit yang mungkar dan ia tidak menyebutkan hadis ini maka bukan berarti langsung dikatakan Ibnu Adiy menganggap hadis ini tidak mungkar karena

  1. Bisa saja Ibnu Adiy tidak mengetahui hadis tersebut, hal ini sangat mungkin sekali dimana tidak setiap ulama mengetahui semua hadis mungkar yang ada.
  2. Manhaj Ibnu Adiy dalam Al Kamil tidak mensyaratkan ia harus menuliskan semua hadis mungkar milik perawi tertentu yang dijarh [dicela] sebagian ulama. Bisa saja ia menyebutkan sebagian dan merasa cukup untuk menjadikan sebagian tersebut sebagai bukti kelemahan perawi tertentu

Ibnu Adiy pernah berkata dalam  Al Kamil pada biografi Ahmad bin Salamah Abu ‘Amru Al Kuufiy

وأحمد بن سلمة هذا له من المناكير عن الثقات غير ما ذكرت وليس هو ممن يحتج بروايته

Dan Ahmad bin Salamah ini memiliki riwayat-riwayat mungkar dari perawi tsiqat selain apa yang aku sebutkan dan ia bukan termasuk orang yang dijadikan hujjah riwayatnya [Al Kamil Ibnu Adiy 1/311-312 no 27]

Perkataan Ibnu Adiy di atas menunjukkan bahwa terkadang ia cukup menyebutkan sebagian hadis mungkar yang menjadi bukti kelemahan perawi tertentu dan meninggalkan sebagian yang lain.

.

Kemudian perkataan Syaikh bahwa tidak ada satupun ulama yang menyatakan hadis Ibnu ‘Abbas tersebut mungkar, juga tidak menjadi hujjah. Pokok permasalahan disini bukanlah hadis Ibnu ‘Abbas tersebut dikatakan mungkar atau tidak oleh ulama tertentu. Yang dipermasalahkan disini adalah ternukil jarh dari ulama hadis Shalih bin Muhammad bahwa orang-orang mengingkari hadis-hadis ‘Abdurrahman bin Tsaabit dari Ayahnya dari Makhuul.

Jarh ini bersifat khusus untuk riwayat tertentu sehingga memang tidak pada tempatnya dijadikan hujjah untuk mendhaifkan secara mutlak ‘Abdurrahman bin Tsaabit. Apalagi ia justru dikatakan Shalih bin Muhammad seorang yang shaduq dan sebagian ulama lain telah memberikan ta’dil terhadapnya.

Hanya saja memang ternukil sebagian ulama yang melemahkannya seperti Ahmad, Ibnu Ma’in, Ibnu Khirasy, Nasa’iy dan Ibnu Adiy. Maka penjamakan terhadap semua perkataan tersebut adalah ‘Abdurrahman bin Tsaabit memiliki kelemahan pada dhabitnya. Jika fakta ini digabungkan dengan jarh Shalih bin Muhammad mengenai orang-orang yang mengingkari riwayatnya dari Ayahnya dari Makhuul. Maka satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah riwayat-riwayat mungkar tersebut adalah bagian dari kelemahan ‘Abdurrahman bin Tsaabit pada sisi dhabit-nya. Jadi sangat wajar kalau dipahami bahwa riwayatnya dari Ayahnya dari Makhuul tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud [menyendiri]. Atau dengan bahasa lain kedudukannya dhaif sampai dibuktikan ada syawahid atau mutaba’ah yang menguatkannya.

.

Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa kemudian dalam kitabnya Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’ hal 324 membawakan hadis ‘Abdurrahman bin Tsaabit dari Ayahnya dari Makhuul yang tidak diingkari para ulama bahkan dishahihkan sebagian ulama yaitu hadis dalam Sunan Tirmidzi berikut

حدثنا إبراهيم بن يعقوب حدثنا علي بن عياش حدثنا عبد الرحمن بن ثابت بن ثوبان عن أبيه عن مكحول عن جبير بن نفير عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه و سلم قال إن الله يقبل توبة العبد مالم يغرغر

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ya’quub yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Ayyaasy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban dari Ayahnya dari Makhuul dari Jubair bin Nufair dari Ibnu ‘Umar dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang berkata “Sesungguhnya Allah akan tetap menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat” [Sunan Tirmidzi 5/547 no 3537]

Memang tidak dipungkiri bahwa hadis ini telah dikuatkan dan dishahihkan oleh sebagian ulama, diantaranya At Tirmidzi sendiri berkata “hasan gharib”, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Shahihnya [Shahih Ibnu Hibban no 628] dan Al Hakim menyatakan sanadnya shahih [Al Mustadrak 4/286 no 7659]

Tetapi jika Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa menyatakan tidak ada ulama yang mengingkarinya maka ia keliru. Hadis ini justru dimasukkan Ibnu Adiy dalam kitabnya Al Kamil biografi ‘Abdurrahman bin Tsaabit bin Tsauban [Al Kamil Ibnu Adiy 5/461]. Dan Ibnu Adiy memasukkan hadis tersebut dalam Al Kamil menunjukkan bahwa itu termasuk dalam kelemahan dan kemungkaran hadis ‘Abdurrahman bin Tsaabit [sebagaimana hal ini diakui sendiri oleh Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa]

Dan Adz Dzahabiy ternukil dalam sebagian kitabnya bahwa ia menyatakan hadis tersebut mungkar

قلت بل هو منكر ضعفه ابن معين في رواية عثمان بن سعيد، وقال مرة ليس به بأس وقال أحمد أحاديثه مناكير، وقال النسائي ليس بالقوي وقال ابن عدي يُكتب حديثه على ضعفه. قلت ومكحول مدلِّس فأين الصحة منه

Aku [Adz Dzahabiy] berkata “bahkan ia mungkar, Ibnu Ma’in telah melemahkannya dalam riwayat Utsman bin Sa’iid dan terkadang berkata “tidak ada masalah padanya”. Ahmad berkata “hadis-hadisnya mungkar”. Nasa’iy berkata “tidak kuat”. Ibnu Adiy berkata “ditulis hadisnya untuk melemahkannya”. Aku [Adz Dzahabiy] berkata “dan Makhuul mudallis, maka dimana letak shahihnya?” [Naqd Al Imam Adz Dzahabiy Li Bayaan Al Wahm hal 122 no 81]

Adz Dzahabiy juga memasukkan hadis ini dalam kitabnya Miizan Al I’tidal Adz Dzahabiy 4/264-264 no 4833 biografi ‘Abdurrahman bin Tsaabit. [hal ini menunjukkan di sisi Adz Dzahabiy bahwa hadis tersebut termasuk dalam kelemahan atau kemungkaran ‘Abdurrahman bin Tsaabit]

Anehnya dalam sebagian kitabnya yang lain Adz Dzahabiy justru menguatkan hadis ini [sebagaimana dishahihkan dalam Talkhiis Al Mustadrak] dan ia pernah berkata dalam bahwa hadis ini sanadnya shalih [Siyar A’lam An Nubala Adz Dzahabiy 5/160 biografi Makhuul]

Pada intinya memang ternukil ulama yang menyatakan mungkar hadis riwayat Tirmidzi yang dibawakan Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa dan sebenarnya berdasarkan pendapat yang rajih kedudukan hadis tersebut adalah dhaif [hal ini memerlukan pembahasan khusus]. Hujjah Syaikh dengan hadis ini seolah ingin membatasi jarh Shalih bin Muhammad jelas tidak mengena, justru hadis riwayat Tirmidzi ini bisa dilemahkan dengan menggunakan jarh Shalih bin Muhammad.

.

.

Kembali ke hadis pokok tulisan di atas. Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa memiliki cara pandang yang berbeda mengenai sanad hadis ini. Dalam kitab Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’ hal 318, Syaikh menjelaskan mengenai sanad Ibnu Jauziy, bahwa hadis tersebut tsabit dan sanadnya jayyid, para perawinya tsiqat adapun Maalik bin Nahaam yang ada dalam sanad tersebut adalah Maalik bin Yukhaamir [disini Syaikh menguatkan seolah terjadi tashif dalam sanad Ibnu Jauziy]

Dalam Raddu ‘Ala Al Qaradhawiy Wal Judai’ hal 319-320, Syaikh menjelaskan mengenai sanad Tammaam Ar Raaziy bahwa ada dua kemungkinan tentang lafaz “wa ‘an ats tsiqat” dalam sanad tersebut

  1. Kemungkinan pertama, bisa saja huruf waw disana adalah tambahan dari naskah atau dari perawi sehingga sanad Tammaam sebenarnya adalah Makhuul dari Jubair dari seorang yang tsiqat dari Ikrimah dari ‘Ibnu ‘Abbas secara marfu’. Maka hal ini bersesuaian dengan sanad Ibnu Jauziy
  2. Kemungkinan kedua, bisa saja huruf waw disana memang mahfuzh atau tsabit maka Makhuul meriwayatkan dari Jubair dan Makhuul juga meriwayatkan dari seorang yang tsiqat, kemudian keduanya [Jubair dan orang tsiqat tersebut] meriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas. Sehingga jika digabungkan dengan sanad Ibnu Jauziy, Syaikh menekankan bahwa Jubair mendengar hadis ini dari Maalik dan juga dari Ikrimah.

Yang manapun dari kedua kemungkinan ini maka hadis tersebut tetap shahih, karena kedua kemungkinan yang disebutkan Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa tetap berkonsekuensi para perawinya tsiqat.

.

Cara pandang Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa terhadap sanad hadis tersebut jelas tidak bisa disalahkan tetapi juga tidak bisa dibenarkan secara mutlak. Jika kita bandingkan antara cara pandang Syaikh Al Judai’ dan Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa ada perbedaan yang cukup signifikan yaitu Syaikh Al Judai’ tidak sedikitpun menyinggung kemungkinan adanya tashif dalam kitab, Beliau memperlakukan sanad tersebut sebagaimana zhahirnya. Berbeda dengan Syaikh Abdullah Ramadhan bin Muusa yang menyebutkan kemungkinan adanya tashif dalam kitab, misalnya

  1. Soal lafaz nama Malik bin Nahaam sebenarnya adalah Malik bin Yukhaamir [hal ini berarti tashif dalam kitab Talbiis Ibliis Ibnu Jauziy]
  2. Soal huruf “waw” dalam lafaz “wa ‘an ats tsiqat” seharusnya tidak ada maka lafaz sebenarnya adalah ‘an ats tsiqat [hal ini berarti tashif dalam kitab Fawa’id At Tammaam]

Soal dua kemungkinan yang disebutkan Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa maka kami katakan itu tidak menafikan kemungkinan  lain yang membuat sanad tersebut dhaif, misalnya bagaimana kalau misalnya yang mengalami tashif itu adalah kitab Talbiis Ibliis Ibnu Jauziy. Seharusnya ada huruf “waw” dalam sanad Ibnu Jauziy, maka seharusnya sanad Ibnu Jauziy adalah

مكحول عَنْ جبير بْن نفير وَعَنِ مالك بْن نحام الثقة عَنْ عِكْرِمَة

Makhuul dari Jubair bin Nufair dan dari Maalik bin Nahaam seorang yang tsiqat dari ‘Ikrimah

Maka sanad Ibnu Jauziy akan bersesuaian dengan sanad Tammaam bin Muhammad Ar Raaziy. Dan zhahir sanad ini tidak semata-mata memiliki dua kemungkinan sanad

  1. Makhuul dari Jubair dari Ikrimah dari Ibnu Abbas secara marfu’
  2. Makhhul dari seorang yang tsiqat [Maalik] dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’.

Bisa saja zhahir sanad di atas menunjukkan dua kemungkinan sanad lain yaitu

  1. Makhuul dari Jubair bin Nufair secara mursal
  2. Makhuul dari seorang yang tsiqat [Maalik] dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’

Sanad pertama jelas dhaif sedangkan sanad kedua mengandung illat [cacat] yaitu Makhuul dikenal banyak mengirsalkan riwayat maka apa buktinya Makhuul tidak mengirsalkan riwayat itu dari orang tsiqat yaitu Malik bin Nahaam, mengingat Maalik ini tidak ditemukan biografinya, sehingga tidak diketahui tahun lahir wafatnya dan tidak dikenal apakah ia termasuk gurunya Makhuul atau bukan.

Kalau dikatakan Maalik bin Nahaam adalah Maalik bin Yukhaamir maka ini pun masih perlu diteliti kembali, memang Makhuul disebutkan Al Mizziy dalam jajaran orang-orang yang meriwayatkan dari Malik bin Yukhaamir tetapi apakah Malik bin Yukhaamir termasuk orang yang meriwayatkan dari ‘Ikrimah. Jadi qarinah-nya masih kurang kuat untuk menyatakan Maalik bin Nahaam sebagai Maalik bin Yukhaamir.

Oleh karena itu kemungkinan-kemungkinan yang disebutkan Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa tidak menafikan kemungkinan lain dan tidak pula menafikan kemungkinan yang disebutkan Syaikh Al Judai’ [yang memperlakukan sanad itu sesuai dengan zhahirnya]

Menurut kami pendapat yang lebih rajih disini adalah memperlakukan sanad-sanad tersebut sebagaimana zhahir sanadnya. Adapun masalah kemungkinan tashif, hal itu tidak memberikan keyakinan yang kuat karena kekurangan qarinah [petunjuk] untuk menyatakan bahwa lafaz mana yang tashif dan di kitab mana. Dan seperti yang telah kami tunjukkan dalam pembahasan di atas, secara zhahir sanad riwayat Ibnu Jauziy dan Tammaam Ar Raaziy menunjukkan adanya idthirab.

.

.

Kesimpulan

Pembahasan panjang di atas membuktikan bahwa apa yang dikatakan Syaikh Al Judai’ bahwa hadis Ibnu ‘Abbas tentang menghancurkan seruling dan gendang kedudukannya dhaif adalah pendapat yang benar dan lebih rajih dibandingkan hujjah bantahan Syaikh ‘Abdullah Ramadhan bin Muusa.

Tinggalkan komentar