Studi Kritis Hadis Ghadir Khum : Apakah Asbabul Wurud Hadis Karena Ekspedisi Yaman?

Studi Kritis Hadis Ghadir Khum : Apakah Asbabul Wurud Hadis Karena Ekspedisi Yaman?

Hadis Ghadir Khum adalah hadis yang menjadi puncak perselisihan antara Islam Sunni dan Islam Syiah. Hadis ini telah dijadikan hujjah oleh Syiah sebagai dalil Imamah atau kepemimpinan Imam Aliy, sedangkan Sunni berpandangan bahwa hadis ini adalah keutamaan Imam Aliy sebagai seorang sahabat yang dicintai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bukan sebagai bukti Imamah atau kepemimpinan Imam Aliy.

Sebagian orang mengatakan bahwa asababul wurud hadis Ghadir Khum adalah terkait dengan ekspedisi Yaman dimana Imam Aliy yang diutus Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sebagai pemimpin ekspedisi tersebut telah mendapat kecaman dari sebagian sahabat. Untuk meredakan kecaman sahabat terhadap Imam Aliy maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengucapkan hadis Ghadir Khum. Benarkah demikian? Atau justru pernyataan ini yang berusaha mendistorsi hadis Ghadir Khum?.

.

.

Faktanya adalah tidak ada riwayat shahih hadis Ghadir Khum yang menyebutkan bahwa di Ghadir Khum Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berbicara soal para sahabat yang mengecam Imam Aliy saat ekspedisi Yaman.

حدثنا عبد الله قال حدثني أبي قثنا الفضل بن دكين قال قال بن أبي غنية عن الحكم عن سعيد بن جبير عن بن عباس عن بريدة قال غزوت مع علي الى اليمن فرأيت منه جفوة فلما قدمت على رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكرت عليا فتنقصته فرأيت وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم يتغير فقال يا بريدة ألست أولى بالمؤمنين من أنفسهم قلت بلى يا رسول الله فقال من كنت مولاه فعلي مولاه

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Dukain yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniah dari Al Hakam dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Buraidah yang berkata “aku berperang bersama Aliy di Yaman, aku melihat sikap kasar darinya maka ketika aku datang ke hadapan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], aku menyebutkan Aliy dan mencelanya maka aku melihat wajah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berubah, Beliau berkata “wahai Buraidah, bukankah aku lebih berhak atas kaum mukminin lebih dari diri mereka sendiri” aku berkata “benar wahai Rasulullah”. Beliau berkata “maka siapa yang menganggap aku sebagai maulanya maka Aliy adalah maulanya” [Fadha’il Ash Shahabah Ahmad bin Hanbal no 989]

Riwayat di atas sanadnya shahih dan Kisah Buraidah di atas tidaklah terjadi di Ghadir Khum. Orang yang menyatakan demikian hanyalah mengada-ada tanpa dalil. Terdapat dalil shahih yang menunjukkan bahwa kisah di atas terjadi sebelum Haji wada’

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنِي أَجْلَحُ الْكِنْدِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ بُرَيْدَةَ قَال َبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْثَيْنِ إِلَى الْيَمَنِ عَلَى أَحَدِهِمَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَعَلَى الْآخَرِ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ فَقَالَ إِذَا الْتَقَيْتُمْ فَعَلِيٌّ عَلَى النَّاسِ وَإِنْ افْتَرَقْتُمَا فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا عَلَى جُنْدِهِ قَالَ فَلَقِينَا بَنِي زَيْدٍ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَاقْتَتَلْنَا فَظَهَرَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ فَقَتَلْنَا الْمُقَاتِلَةَ وَسَبَيْنَا الذُّرِّيَّةَ فَاصْطَفَى عَلِيٌّ امْرَأَةً مِنْ السَّبْيِ لِنَفْسِهِ قَالَ بُرَيْدَةُ فَكَتَبَ مَعِي خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخْبِرُهُ بِذَلِكَ فَلَمَّا أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَفَعْتُ الْكِتَابَ فَقُرِئَ عَلَيْهِ فَرَأَيْتُ الْغَضَبَ فِي وَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا مَكَانُ الْعَائِذِ بَعَثْتَنِي مَعَ رَجُلٍ وَأَمَرْتَنِي أَنْ أُطِيعَهُ فَفَعَلْتُ مَا أُرْسِلْتُ بِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقَعْ فِي عَلِيٍّ فَإِنَّهُ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَلِيُّكُمْ بَعْدِي وَإِنَّهُ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَلِيُّكُمْ بَعْدِي

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepadaku Ajlah Al Kindiy Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya Buraidah yang berkata “Rasulullah SAW mengirim dua utusan ke Yaman, salah satunya dipimpin Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya dipimpin Khalid bin Walid. Beliau SAW bersabda “bila kalian bertemu maka yang jadi pemimpin adalah Ali dan bila kalian berpisah maka masing-masing dari kalian memimpin pasukannya. Buraidah berkata “kami bertemu dengan bani Zaid dari penduduk Yaman kami berperang dan kaum muslimin menang dari kaum musyrikin. Kami membunuh banyak orang dan menawan banyak orang kemudian Ali memilih seorang wanita diantara para tawanan untuk dirinya. Buraidah berkata “Khalid bin Walid mengirim surat kepada Rasulullah SAW memberitahukan hal itu. Ketika aku datang kepada Rasulullah SAW, aku serahkan surat itu, surat itu dibacakan lalu aku melihat wajah Rasulullah SAW yang marah kemudian aku berkata “Wahai Rasulullah SAW, aku meminta perlindungan kepadamu sebab Engkau sendiri yang mengutusku bersama seorang laki-laki dan memerintahkan untuk mentaatinya dan aku hanya melaksanakan tugasku karena diutus. Rasulullah SAW bersabda “Jangan membenci Ali, karena ia bagian dariKu dan Aku bagian darinya dan Ia adalah pemimpin kalian sepeninggalKu, ia bagian dariKu dan Aku bagian darinya dan Ia adalah pemimpin kalian sepeninggalKu. [Musnad Ahmad hadis no 22908 dan sanadnya hasan].

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يحيى بن سعيد ثنا عبد الجليل قال انتهيت إلى حلقة فيها أبو مجلز وبن بريدة فقال عبد الله بن بريدة حدثني أبي بريدة قال أبغضت عليا بغضا لم يبغضه أحد قط قال وأحببت رجلا من قريش لم أحبه إلا على بغضه عليا قال فبعث ذلك الرجل على خيل فصحبته ما أصحبه الا على بغضه عليا قال فأصبنا سبيا قال فكتب إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم ابعث إلينا من يخمسه قال فبعث إلينا عليا وفي السبي وصيفة هي أفضل من السبي فخمس وقسم فخرج رأسه مغطى فقلنا يا أبا الحسن ما هذا قال ألم تروا إلى الوصيفة التي كانت في السبي فإني قسمت وخمست فصارت في الخمس ثم صارت في أهل بيت النبي صلى الله عليه و سلم ثم صارت في آل على ووقعت بها قال فكتب الرجل إلى نبي الله صلى الله عليه و سلم فقلت ابعثني فبعثني مصدقا قال فجعلت اقرأ الكتاب وأقول صدق قال فأمسك يدي والكتاب وقال أتبغض عليا قال قلت نعم قال فلا تبغضه وان كنت تحبه فازدد له حبا فوالذي نفس محمد بيده لنصيب آل على في الخمس أفضل من وصيفة قال فما كان من الناس أحد بعد قول رسول الله صلى الله عليه و سلم أحب إلى من على قال عبد الله فوالذي لا إله غيره ما بيني وبين النبي صلى الله عليه و سلم في هذا الحديث غير أبي بريدة

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Jaliil yang berkata aku datang ke suatu halaqah [pertemuan] dan disana ada Abu Miljaz dan Ibnu Buraidah. Maka Abdullah bin Buraidah berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku Buraidah yang berkata Aku pernah membenci Aliy dengan kebencian yang tidak pernah dimiliki seorangpun, dan aku mencintai seorang Quraisy, tidaklah aku mencintainya kecuali karena ia juga membenci Aliy. [Buraidah] berkata “maka orang itu diutus dengan mengendarai kuda dan aku menemaninya tidak lain karena kebencian kepada Aliy”. Kami pernah memiliki tawanan maka kami menulis kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] agar mengutus kepada kami orang yang akan membaginya. [Buraidah] berkata maka Beliau mengutus Aliy kepada kami, diantara tawanan tersebut terdapat Washiifah ia adalah tawanan yang terbaik. Ali pun membagi kemudian ia keluar dengan kepala tertutup. Kami berkata “wahai Abal Hasan apakah ini?”. Ia menjawab “tidakkah kalian lihat Washifah yang ada di dalam tawanan, aku telah membaginya seperlima dan kemudian menjadikaanya berada dalam seperlima itu dan menjadikannya untuk ahlul bait Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan menjadikannya untuk keluarga Aliy dan aku telah memilikinya”. [Buraidah] berkata “maka laki-laki tesebut menulis surat kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Akupun [Buraidah] berkata “Utuslah aku”. Maka Ia mengutusku sebagai orang yang membenarkan. [Buraidah] berkata “maka aku pun membacakan surat itu dan mengatakan bahwa hal itu benar”. [Buraidah] berkata Beliau [Rasulullah] memgang tanganku dan surat itu dan berkata “apakah engkau membenci Aliy?”. Aku berkata “ya”. Beliau berkata “janganlah membencinya dan jika engkau mencintainya maka tambahlah kecintaanmu itu, Demi yang jiwa Muhammad ada di tangannya sesungguhnya bagian seperlima bagi keluarga Aliy adalah lebih baik dari Washiifah”. [Buraidah] berkata “setelah Rasulullah mengatakan hal itu maka tidak ada seorangpun yang paling aku cintai kecuali Aliy”. Abdullah [bin Buraidah] berkata “Demi yang tidak Tuhan selainnya tidak ada orang lain antara aku dan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hadis ini kecuali Ayahku Buraidah” [Musnad Ahmad 5/350 no 23017, Syaikh Al Arnauth berkata hadis shahih dan sanadnya hasan].

Hujjah dalam riwayat Ahmad di atas adalah Buraidah diutus oleh laki-laki Quraisy dan ia adalah Khalid bin Waliid untuk membawa surat dan mengadukan perihal tindakan Aliy di Yaman. Jadi ketika Buraidah menemui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] Aliy bin Abi Thalib masih berada di Yaman. Dalam riwayat shahih disebutkan bahwa Aliy bin Abi Thalib kembali dari Yaman pada saat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menunaikan ibadah Haji wada di Makkah. Dalam hadis shahih yang panjang tentang haji wada yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata

وقدم علي من اليمن ببدن النبي صلى الله عليه و سلم فوجد فاطمة رضي الله عنها ممن حل ولبست ثيابا صبيغا واكتحلت فأنكر ذلك عليها فقالت إن أبي أمرني بهذا

Dan Aliy baru datang dari Yaman dengan membawa hewan Qurban untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ia mendapati Fathimah termasuk mereka yang telah berihlal dan memakai pakaian bercelup dan memakai celak mata, maka ia mengingkari hal itu atasnya, kemudian Fathimah berkata “sesungguhnya Ayahku yang memerintahkan hal ini” [Shahih Muslim  2/886 no 1218-147]

.

.

Jika Imam Aliy baru kembali dari Yaman pada saat Haji wada maka kisah dimana Buraidah datang mengadu kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] terjadi sebelum Haji Wada’. Terdapat sebagian sahabat yang kembali dari Yaman terlebih dahulu sebelum Imam Aliy tiba diantaranya adalah ‘Amru bin Syaasi Al Aslamiy.

وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ  وَأَبُو سَعِيدِ بْنُ أَبِي عَمْرٍو  قَالا حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ الأَسْلَمِيِّ عَنْ خَالِهِ عَمْرِو بْنِ شَاسٍ الأَسْلَمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْحُدَيْبِيَةِ  قَالَ كُنْتُ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي خَيْلِهِ الَّتِي بَعَثَهُ فِيهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَجَفَانِي عَلِيٌّ بَعْضَ الْجَفَاءِ ، فَوَجَدْتُ فِي نَفْسِي عَلَيْهِ ، فَلَمَّا قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ اشْتَكَيْتُهُ فِي مَجَالِسِ الْمَدِينَةِ  وَعِنْدَ مَنْ لَقِيتُهُ وَأَقْبَلْتُ يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فَلَمَّا رَآنِي أَنْظُرُ إِلَى عَيْنَيْهِ نَظَرَ إِلَيَّ حَتَّى جَلَسْتُ إِلَيْهِ فَلَمَّا جَلَسْتُ قَالَ ” إِنَّهُ وَاللَّهِ يَا عَمْرُو بْنُ شَاسٍ لَقَدْ آذَيْتَنِي ” فَقُلْتُ  إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَالإِسْلامِ أَنْ أُؤْذِيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَقَالَ ” مَنْ آذَى عَلِيًّا فَقَدْ آذَانِي

Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Abdullah dan Abu Sa’id bin Abi ‘Amru, keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdul Jabbaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair dari Ibnu Ishaaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Aban bin Shaalih dari ‘Abdullah bin Diinar Al Aslaamiy dari ‘Amru bin Syaasi Al Aslaamiy dan ia termasuk sahabat yang hadir di Hudaibiyah, ia berkata “aku pernah bersama Aliy bin Abi Thalib [radiallahu ‘anhu] dalam pasukan berkuda yang diutus Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] ke Yaman. Ia bersikap kasar kepadaku sehingga aku marah kepadanya, ketika aku datang ke Madinah aku mengadukan hal itu dalam setiap perkumpulan di Madinah dan juga dengan siapa saja yang aku temui. Suatu hari aku bertemu Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang sedang duduk, ketika itu aku melihat kedua matanya terus memperhatikanku sampai aku berada di dekatnya. Ketika aku duduk, Beliau berkata “demi Allah wahai ‘Amru bin Syaasi sungguh engkau telah menyakitiku”. Maka aku berkata “Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya, aku berlindung kepada Allah dan islam dari menyakiti Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Beliau berkata “siapa yang menyakiti Aliy maka ia menyakitiku” [Ad Dalaa’il An Nubuwah Baihaqiy 5/394-395]

Riwayat di atas sanadnya hasan dan menunjukkan bahwa peristiwa dimana sebagian sahabat membicarakan Aliy dalam perjalanannya ke Yaman berlangsung sebelum Haji wada. Sebagaimana nampak dalam riwayat di atas bahwa ‘Amru bin Syaasi kembali dari Yaman dan menemui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang saat itu masih berada di Madinah.

Yang ingin kami tunjukkan dari berbagai riwayat di atas adalah pengaduan sebagian sahabat kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] perihal Imam Aliy di Yaman itu terjadi sebelum haji wada. Dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] langsung membela Aliy saat itu juga. Tidak ditemukan dalil shahih hadis Ghadir kum yang menyebutkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kembali menyebut-nyebut soal apa yang dilakukan Imam Aliy di Yaman.

.

.

Jika dikatakan bahwa masih ada segelintir orang yang membicarakan perihal tindakan Imam Aliy di Yaman ketika Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan para sahabat sampai di Khum maka harus ada bukti yang menunjukkan hal itu. Justru kemungkinan ini sangat jauh sekali karena terdapat hadis shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkhutbah membela Imam Ali di hadapan orang-orang dan hadis tersebut diucapkan sebelum hadis Ghadir Kum.

قال ابن إسحاق : فحدثني عبد الله بن عبد الرحمن بن معمر بن حزم عن سليمان بن محمد بن كعب بن عجرة عن عمته زينب بنت كعب وكانت عند أبي سعيد الخدري ، عن أبي سعيد الخدري قال اشتكى الناس عليا رضوان الله عليه فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم فينا خطيبا ، فسمعته يقول أيها الناس لا تشكوا عليا ، فوالله إنه لأخشن في ذات الله أو في سبيل الله من أن يشكى

Ibnu Ishaaq berkata maka telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Ma’mar bin Hazm dari Sulaiman bin Muhammad bin Ka’ab bin ‘Ujrah dari bibinya Zainab binti Ka’ab dan ia pernah di sisi Abu Sa’id Al Khudriy dari Abu Sa’id Al Khudriy yang berkata “orang-orang mengeluhkan Aliy radiallahu ‘anhu maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berdiri diantara kami dan berkhutbah, maka aku mendengarnya mengatakan “wahai manusia janganlah mengeluhkan tentang Aliy, demi Allah ia adalah orang yang sangat keras [teguh] dalam urusan Allah atau dalam perjuangan di jalan Allah dari apa yang kalian keluhkan” [Sirah Ibnu Hisyaam 2/603].

Khutbah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di atas dinukil oleh Ibnu Ishaaq dan ia mengisyaratkan bahwa khutbah itu diucapkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] di Makkah pada saat haji wada tepat setelah Imam Ali tiba kembali dari Yaman. Syaikh Al Albaniy telah menshahihkan hadis riwayat Ibnu Ishaq di atas dalam kitabnya Silsilah Ahadits Ash Shaahihah no 2479.

Berdasarkan riwayat Ibnu Ishaaq ini maka jauh sekali kemungkinannya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] akan mengucapkan kembali pembelaan terhadap tindakan Imam Aliy di Yaman pada saat Beliau berada di Ghadir Kum.

.

.

Dalil-dalil shahih menyebutkan bahwa memang sebagian sahabat mengeluhkan tindakan Imam Aliy di Yaman. Mereka yang mengeluhkan tindakan Imam Aliy ini terbagi menjadi dua kelompok

  1. Kelompok pertama adalah mereka yang terlebih dahulu kembali menemui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dari Yaman sebelum Imam Aliy tiba [yaitu sebelum Haji wada]. Untuk mereka ini Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] langsung membantah mereka dan membela Imam Aliy.
  2. Kelompok kedua adalah mereka yang tiba dari Yaman atau menemui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersama Imam Aliy yaitu pada saat Haji wada. Untuk mereka ini Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] langsung berkhutbah di hadapan orang-orang untuk membantah mereka, membela Imam Aliy sekaligus menutup jalan timbulnya desas-desus di kalangan para sahabat.

.

.

Jadi perkara keluhan terhadap Imam Aliy itu sudah beres masalahnya pada saat Haji wada dan tidak ada kepentingannya harus diucapkan kembali pada saat Ghadir Kum. Lagipula kalau kita melihat berbagai riwayat shahih hadis Ghadir Kum maka tidak ada sedikitpun yang menyinggung soal sahabat yang mengeluhkan tindakan Imam Aliy di Yaman. Berikut hadis Ghadir Kum yang diriwayatkan oleh Imam Aliy.

حَدَّثَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ قَالَ ثنا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ ثنا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيٍّ  أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَضَرَ الشَّجَرَةَ بِخُمٍّ فَخَرَجَ آخِذًا بِيَدِ عَلِيٍّ فَقَالَ  يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ رَبُّكُمْ ؟ قَالُوا  بَلَى قَالَ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أَوْلَى بِكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ مَوْلَيَاكُمْ ؟ قَالُوا بَلَى قَالَ فَمَنْ كُنْت مَوْلَاهُ فَإِنَّ هَذَا مَوْلَاهُ أَوْ قَالَ فَإِنَّ عَلِيًّا مَوْلَاهُ شَكَّ ابْنُ مَرْزُوقٍ إنِّي قَدْ تَرَكْت فِيكُمْ مَا إنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ بِأَيْدِيكُمْ وَأَهْلَ بَيْتِي

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Marzuq yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir Al Aqadiy yang berkata telah menceritakan kepadaku Katsir bin Zaid dari Muhammad bin Umar bin Ali dari Ayahnya dari Ali bahwa Nabi SAW berteduh di Khum kemudian Beliau keluar sambil memegang tangan Ali. Beliau berkata “wahai manusia bukankah kalian bersaksi bahwa Allah azza wajalla adalah Rabb kalian?. Orang-orang berkata “benar”. Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian lebih dari diri kalian sendiri dan Allah azza wajalla dan Rasul-Nya adalah mawla bagi kalian?. Orang-orang berkata “benar”. Beliau SAW berkata “maka barangsiapa yang menjadikan Aku sebagai mawlanya maka dia ini juga sebagai mawlanya” atau [Rasul SAW berkata] “maka Ali sebagai mawlanya” [keraguan ini dari Ibnu Marzuq]. Sungguh telah Aku tinggalkan bagi kalian yang jika kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah yang berada di tangan kalian dan Ahlul Bait-Ku” [Musykil Al Atsar Ath Thahawi 3/56, sanadnya shahih]”

Hadis Ghadir Khum riwayat Imam Aliy di atas telah dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Al Mathalib Al ‘Aliyyah no 4043 dan Al Buushiriy dalam Ittihaaful Khairah no 6683. Tidak ada keterangan sedikitpun yang menyebutkan soal Yaman. Dengan mengumpulkan semua hadis Ghadir Kum dapat diketahui bahwa hadis Ghadir Khum berisikan wasiat Nabi berupa peninggalan Ats Tsaqalain yang merupakan pegangan umat agar tidak tersesat dan penyebutan Imam Aliy sebagai Maula.

Perhatikan hadis Ghadir Khum riwayat Muslim [yang hanya menyebutkan soal Ats Tsaqalain] dari Zaid bin Arqam [radiallahu ‘anhu], ia berkata

قال: قام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما فينا خطيبا. بماء يدعى خما. بين مكة والمدينة. فحمد الله وأثنى عليه. ووعظ وذكر. ثم قال “أما بعد. ألا أيها الناس! فإنما أنا بشر يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب

[Zaid bin Arqam] berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berdiri diantara kami dan berkhutbah di suatu tempat bernama Khum diantara Mekkah dan Madinah, Beliau memuji Allah memberikan nasihat dan peringatan, Beliau berkata “wahai sekalian manusia sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa, sebentar lagi utusan Rabbku akan datang dan ia akan diperkenankan” [Shahih Muslim no 2408]

Nampak dalam riwayat Muslim di atas bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkhutbah di Khum karena ingin berwasiat sehubungan dengan sebentar lagi ia akan segera wafat. Wasiat tersebut adalah berpegang teguh pada Ats Tsaqalain dan mengangkat Imam Aliy sebagai Maula bagi kaum mukminin. Jadi hal yang mendorong Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkhutbah di Khum bukanlah desas-desus sebagian sahabat yang mengeluhkan Aliy, perkara itu sudah selesai sebelumnya melainkan karena memang Beliau ingin berwasiat kepada umatnya.

.

.

Analogi yang pas untuk syubhat nashibi ini adalah sebagai berikut. Ada seorang guru [syaikh] yang memiliki banyak murid dan diantara sekian banyak muridnya tersebut terdapat murid yang bernama Abdullah yang sangat baik perilakunya dan yang paling alim [berilmu] dibanding yang lain. Syaikh tersebut sangat menyayangi dan melebihkannya sehingga membuat iri sebagian murid. Suatu ketika ada sebagian murid yang mengadukan perihal buruk tentang ‘Abdullah kepada Syaikh tersebut maka Syaikh itu berkata “jangan kalian menyakitinya karena ia adalah bagian dariku dan ia adalah penggantiku sepeninggalku kelak”. Kemudian tidak lama kemudian Syaikh tersebut sakit keras dan sebelum ia wafat ia mengumpulkan semua muridnya dan berwasiat “sesungguhnya Abdullah adalah penggantiku maka berpeganglah kalian dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat”.

Kemudian datang salah satu murid  idiot yang berkata sebab perkataan guru tersebut karena kita pernah menyakiti Abdullah maka maksudnya kita harus mencintainya dan jangan menyakitinya bukan mengangkatnya sebagai pengganti guru. Padahal siapapun yang berakal akan paham maksudnya bahwa Abdullah sudah dari jauh-jauh hari disiapkan oleh gurunya sebagai pengganti sepeninggal gurunya oleh karena itu ketika ada yang berusaha menyakitinya, gurunya berpesan agar tidak menyakitinya karena ia nanti akan jadi pengganti gurunya. Tentu saja perkara jangan menyakiti Abdullah adalah benar dan justru yang menjadi sebab jangan menyakiti Abdullah karena Abdullah adalah pengganti gurunya. Jadi wasiat utama guru tersebut adalah mengangkat Abdullah sebagai pengganti, kemudian perkara mencintai dan jangan menyakiti Abdullah adalah hal niscaya sebagai konsekuensi Abdullah sebagai pengganti gurunya. Bukan sebaliknya seperti yang dikatakan murid idiot itu bahwa yang dimaksud Gurunya adalah jangan menyakiti atau harus mencintai Abdullah dan tidak perlu mengangkatnya sebagai pengganti.

Apa yang dikatakan murid idiot itu sama seperti yang dikatakan para nashibi, yaitu berusaha menolak hadis Nabi dengan dalih asbabul wurud yang dimasukkan seenaknya. Seperti murid idiot tersebut yang menyimpangkan makna wasiat gurunya yang tidak sesuai dengan keinginannya begitu pula para Nashibi yang menyimpangkan makna hadis Ghadir Khum karena tidak sesuai dengan keyakinannya.

.

.

Apa makna Maula dalam hadis Ghadir Khum?. Tidak dipungkiri bahwa lafaz maula mengandung banyak makna oleh karena itu makna yang tepat adalah dengan melihat penggunaannya dalam kalimat hadis tersebut bukan dengan konteks yang diada-adakan sesuai dengan hawa nafsu sebagian orang. Perhatikan lafaz perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menyebutkan soal Maula

قَالَ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أَوْلَى بِكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ مَوْلَيَاكُمْ

[Rasulullah] berkata “Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian dibanding dari diri kalian sendiri dan Allah azza wajalla dan Rasul-Nya adalah mawla bagi kalian?”

Lafaz Maula dalam kalimat tersebut terikat dengan kalimat “lebih berhak atas diri kalian dibanding diri kalian sendiri”. Jadi Maula yang dimaksud adalah Orang yang lebih berhak atas kaum Muslimin dibanding diri mereka sendiri. Lafaz Maula seperti ini pernah diungkapkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hadis berikut

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ هِلَالِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُؤْمِنٍ إِلَّا وَأَنَا أَوْلَى بِهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ {النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ} فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا فَلْيَرِثْهُ عَصَبَتُهُ مَنْ كَانُوا وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَلْيَأْتِنِي فَأَنَا مَوْلَاهُ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir yang berkata telah menceritakan kepada kami Fulaih dari Hilaal bin ‘Aliy dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amrah dari Abi Hurairah [radiallahu ‘anhu] bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “Tidak ada seorang mu’min kecuali aku lebih berhak atasnya dalam dunia dan akhirat, bacalah jika kalian mau “Nabi itu lebih berhak dari orang-orang mukmin dibanding diri mereka sendiri”. Maka sesungguhnya seorang mukmin jika wafat dan meninggalkan harta maka itu akan diwariskan kepada ahli warisnya yang terdekat dan barang siapa yang meninggalkan hutang atau keluarga yang terlantar maka datanglah kepadaku karena aku adalah Maula-nya [Shahih Bukhari 3/118 no 2399]

Makna kedudukan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sebagai Maula bagi kaum mu’min adalah bahwa Beliau sebagai orang yang paling berhak atas mereka lebih dari diri mereka sendiri. Beliau adalah orang yang mengatur urusan kaum mu’min termasuk melunasi hutang bagi kaum mu’min yang tidak bisa membayar hutangnya dan mengurus keluarga yang terlantar. Hal yang demikian itu adalah tugas Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sebagai pemimpin bagi kaum mu’min. Maka makna Maula yang dimaksud disana adalah Pemimpin atau orang yang mengatur urusan kaum mu’min.

11 Tanggapan

  1. Alaah banyak cakap kau, berbelit-belit logika kau, tanda org yg
    suka jidal

  2. org tak punya akal dan hujjah sebaiknya diam saja , bukan pamer kebodohan di situs org, malu tauk

  3. Mantap bung Algar!
    Bahasan yang sangat bagus..

  4. Tulisan diatas tidak panjang, tapi membutuhkan persiapan (terutama memilah-milah sumber rujukan) yang tidak gampang. Salut saya sama anda bung Algar. Rapi dan tuntas. Bravo.

  5. Yang hadir dan bertemu langsung dengan Rasulullah saja berani menolak, apalagi hanya kita cecunguk2 yang berjarak ribuan tahun.
    Allah dan Rasul-Nya memberi pilihan, kita harus memilih beserta konsekuensinya. Beruntunglah mereka yang memilih dengan hati bersih. Celakalah mereka yang memilih dengan nafs-nya.

    salam damai

  6. Berdasarkan akal sehat arti maula di sana tiada lain dan tiada bukan adalah PEMIMPIN siapapun yg merekayasa menjadi arti selain pemimpin saya hanya bisa berdo`a semoga Alloh memberi hidayah kepadanya sekaligus menajamkan akalnya. Amiin Ya Allooh Ya Robbal `Alamiin.

  7. Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Sebagai perbandingan, dengan hati yang bersih, insya Allah, dapat dilihat perbedaan pendapat dari salah satu saudara kita (yang sesama muslim) pada link berikut :

    http://www.eramuslim.com/peradaban/tafsir-hadits/hadits-ghadir-khum-dalam-perspektif-islam-telaah-kritis-terhadap-pandangan-syiah.htm

    Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

    Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

  8. Mantap, Hanya yang idiot yang menolak penjelasan anda

  9. @ SP

    Maaf ikut mengkritisi makalah anda di sini juga.

    1.Amr bin Siyasi datang sebelum berangkat haji, Ali masih di Yaman.

    2. Riwayat Abu Said datang ketika berlangsungnya haji wada’, bersama Ali.

    3. Memastikan Buraidah datang sebelum haji wada’ atau sebelum Ali datang, masih perlu dikritisi.

    4. Bisa juga Buraidah datang setelah selesai haji wada’.

    Kalau kemungkinan ke-4 ini yang terjadi, maka tidak mustahil Rasulullah menegaskan kembali pembelaannya terhadap Ali ra di ghadir khum.

    Wallahu A’lam

  10. Kalau berkutat di masalah dalil naqal memang engga ada habisnya. Ini hrs dituntaskan dg dalil aqal. Apa mungkin Nabi menjelang wafatnya bukannya ngurusin wasiat perihal siapa penggantinya, eh malah ngurusin pengaduan sahabat terkait tindakan Ali dlm ekspedisi Yaman ? Mikir…..mikir…..!

  11. Saya pernah dengar ceramah judul ini di video. Ulasan Bung SP di sini menambah bahan bacaan saya, semoga Allah beri hidayah kepada kaum muslim, Amin

Tinggalkan komentar