Membantah Penipuan Farid Nashibi?

Membantah Penipuan Farid Nashibi?

Judulnya agak seram dan kami buat sebagai hadiah khusus untuk nashibi yang menyebut dirinya “Farid”. Kami sarankan padanya sebelum membuat tulisan yang menuduh orang lain silakan pahami dulu perkataan orang lain. Apalagi ia sendiri sebagai orang yang sangat dirugikan karena ia tidak bisa memahami bahasa yang kami tulis sedangkan kami bisa memahami bahasa yang ia tulis. Jadi jangan terlalu lancang dan menuduh yang bukan-bukan. Ada baiknya sang penerjemah “Farid” yaitu orang yang menyebut dirinya “ahlus sunnah” itu juga belajar lebih fokus dalam memahami tanggapan dan komentar kami sebelum menerjemahkan. Tulisan Farid tersebut dapat pembaca lihat di forum kebanggaan Nashibi http://islamic-forum.net/index.php?showtopic=16384
.

.

Kontradiksi Pertama

Farid yang “ajaib” [ngawurnya itu] menuduh kami melakukan kontradiksi dalam ilmu hadis yang ia jadikan dasar untuk merendahkan kami. Nah silakan lihat apa yang ia katakan

1- Contradictions Regarding the Reliability of Al-Dulabi:

1st position: The Weakening of Al-Dulabi

Reason: To weaken the statement of Al-Bukhari in which he weakens Abu Balj. Abu Balj is the narrator of several hadiths in praise of Ali, including a hadith in which he is referred to as a khalifa.

Farid menuduh kami melemahkan Ad Duulabiy padahal maaf sebenarnya pemahamannya yang patut dikatakan lemah. Kami tidak pernah melemahkan Ad Duulabiy, pada diskusi sebelumnya kami mengutip jarh terhadap Ad Duulabiy sebagai hadiah buat orang berjenis Farid ini. Bukankah dia orangnya yang melemahkan Abu Balj dengan mengutip pendapat yang menjarh-nya dan menafikan mereka yang menta’dilkan Abu Balj?. Salah satu hujjahnya untuk melemahkan Abu Balj adalah berpegang pada kesaksian Ad Duulabiy maka kami bawakan pendapat yang menjarh Ad Duulabiy. Jarh itu adalah masalah bagi dirinya bukan bagi kami. Inilah perkataan kami dalam bahasa indonesia [dapat dilihat disini]

Sudah saya cek ternyata Ibnu Hammad itu adalah Muhammad bin Ahmad bin Hammad Ad Duulabiy. Memang disebutkan ia salah satu perawi kitab Ad Dhu’afa Ash Shaghiir tetapi anehnya dalam kitab Adh Dhuafa tidak ada disebutkan Abu Balj, tanya kenapa?. Btw sekedar info tuh buat anda dan sahabat tercinta anda itu “si Farid” silakan baca kutipan ini [kalian kan ahlinya kritik pakai kutip mengutip]

قال أبو سعيد بن يونس كان أبو بشر من أهل الصنعة وكان يضعف

Abu Sa’id bin Yunus berkata Abu Bisyr termasuk penduduk Shan’ah dan ia telah didhaifkan

Adz Dzahabi memasukkan Ibnu Hammad dalam Mughni Adh Dhu’afa no 5255 dan berkata

محمد بن أحمد بن حماد الحافظ أبو بشر الدولابي قال الدارقطني تكلموا فيه

Muhammad bin Ahmad bin Hammad Al Hafizh Abu Bisyr Ad Duulabiy, Daruquthni berkata “ia telah diperbincangkan”

Kedua kutipan di atas adalah bentuk jarh dan bagaimana menurut anda dan [saudara Farid] soal kutipan di atas. Kalian mau cari-cari alasan pembelaan ya silakan :mrgreen:

Adakah dalam komentar di atas kami melemahkan Ad Duulabiy? maaf tidak ada, kami mengutip jarh terhadap Ad Duulabiy sebagai hadiah buat anda wahai Farid. Mengapa? Alasannya pun sudah kami katakan dalam komentar [silakan lihat disini]

sebelumnya saya anggap Ibnu Hammad itu cuma menukil perkataan Bukhari secara saya tidak tahu siapa dia tetapi setelah tahu bahwa ia adalah Ad Duulabiy maka saya bawakan kutipan jarh terhadapan Ad Duulabiy itu sebagai hadiah buat anda.Karena orang seperti anda suka melemahkan perawi hanya dengan menukil jarh terhadap perawi tersebut maka silakan lemahkan juga Ad Duulabiy

Justru dengan mengutip jarh terhadap Ad Duulabiy, kami ingin menunjukkan kalau metode ilmu hadis ala Farid itu kontradiksi. Ad Duulabiy telah dilemahkan oleh sebagian ulama dan dita’dilkan oleh sebagian yang lain. Dari sudut pandang Farid seharusnya kedudukan Ad Duulabiy tidak jauh berbeda dengan Abu Balj yang ia lemahkan. Kalau Abu Balj ia anggap dhaif maka Ad Duulabiy itu lebih pantas dikatakan dhaif. Kalau Abu Balj ia anggap tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud maka Ad Duulabiy lebih pantas dikatakan tidak bisa dijadikan hujjah tafarrud. Tetapi kenyataannya Abu Balj ia lemahkan tetapi Ad Duulabiy ia anggap tsiqat. Itulah yang kami katakan dalam kolom komentar [silakan lihat disini]

Yang saya herankan mau anda kemanakan pendapat yang melemahkan Ad Duulabiy, apa dasar anda menafikannya hanya karena ada ulama yang menta’dilkan Ad Duulabiy kalau begitu seharusnya begitu juga dalam kasus Abu Balj ya nafikan saja pendapat yang melemahkan Abu Balj karena banyak ulama yang menta’dilkan Abu Balj. Disini Ad Duulabiy anda katakan tsiqat tetapi Abu Balj anda katakan dhaif.

Kemudian Farid [dengan dustanya] mengutip perkataan yang ia pikir berasal dari kami padahal maaf jauh sekali dari perkataan kami yang sebenarnya. Farid mengutip bahwa kami berkata

Then, we need to accept jarh on Ad Duulabiy more than his ta’dil.

Dengan perkataan ini seolah ia menganggap kami menguatkan jarh terhadap Ad Duulabiy padahal kalimat seutuhnya tidak begitu. Perkataan kami tersebut muncul sebagai tanggapan atas perkataan Farid. Sebelumnya Farid mengatakan

This is false. Jarh mufassar takes precedence over ta’deel, but that doesn’t mean that ta’deel takes precedence over jarh mubham. If this was the case, then most of the narrators that are considered to be weak would actually be thiqaat.

Farid beranggapan bahwa ta’dil tidak didahulukan daripada jarh mubham karena jika demikian maka banyak perawi lemah akan dikatakan tsiqat. Maka kami komentari perkataannya dengan perkataan berikut [silakan lihat disini]

Jadi apa yang benar, jarh mubham diutamakan dari ta’dil? Kalau begitu gak usah ada kaidah jarh mufassar diutamakan dari ta’dil toh setiap jarh diutamakan daripada ta’dil. Praktekkan saja tuh, Ad Duulabiy ternukil pendapat yang menjarah-nya maka ini lebih diutamakan dari ta’dil. Nah itulah konsekuensi perkataan anda. Justru dengan perkataan anda maka banyak perawi tsiqat [bahkan perawi shahih] menjadi dhaif. Lucu sekali, tampaknya untuk membantah hujjah orang-orang seperti anda saya hanya cukup mengikuti cara berhujjah yang anda pakai.

Perkataan yang kami hitamkan itu yang ia kutip dan silakan pembaca lihat perkataan itu bukanlah pandangan kami terhadap kedudukan Ad Duulabiy melainkan perkataan yang kami tujukan kepada Farid sebagai konsekuensi perkataannya sendiri. Bagi orang yang mengikuti blog kami dengan baik maka ia pasti dapat melihat bahwa kami tidak pernah melemahkan Ad Duulabiy bahkan kami telah menguatkan ta’dil terhadapnya. Silakan baca tulisan kami yang ini yang dibuat jauh sebelumnya. Ada baiknya kami kutip apa yang sudah kami tulis tentang Ad Duulabiy

Daruquthni berkata tentang Ad Dulabiy “ia dibicarakan tidaklah nampak dalam urusannya kecuali kebaikan”. Ibnu Khalikan berkata “ia seorang yang alim dalam hadis khabar dan tarikh”. Adz Dzahabi menyatakan ia seorang Imam hafizh dan alim. Ibnu Yunus berkata “ia telah dilemahkan” tetapi Ibnu Yunus juga mengatakan hadis tulisannya baik. Ibnu Ady berkata “ia tertuduh terhadap apa yang dikatakannya pada Nu’aim bin Hammad karena sikap kerasnya terhadap ahlur ra’yu” dan memang disebutkan Ibnu Ady kalau ia fanatik terhadap mahzab hanafi yang dianutnya. Pembicaraan terhadap Ad Dulabiy bukan terkait dengan hadis-hadisnya tetapi terkait dengan sikap terhadap mahzab hanafi yang dianutnya dan tentu saja pembicaraan ini tidak berpengaruh bagi kedudukannya sebagai seorang periwayat dan penulis hadis. Kesimpulannya ia seorang yang tsiqat seperti yang disebutkan dalam Irsyad Al Qadhi no 781

Inilah pandangan kami soal Ad Duulabiy, sedangkan apa yang kami kutip dalam komentar adalah sebagai hadiah sindiran untuk Farid bahwa metode pelemahan perawi yang ia pakai mengalami kontradiksi. Sungguh ajaib, bukannya tersindir si Farid ini malah menuduh kami yang kontradiksi. Soal pembahasan Abu Balj beserta kutipan Bukhari [yang berasal dari Ad Duulabiy] sudah kami tuliskan dalam tulisan terbaru tentang “Kedudukan Abu Balj” dan tidak ada disana kami mencacatkan Ad Duulabiy.

.

.

Kontradiksi Kedua

Kemudian Farid menuduh kami melemahkan Baqiyah bin Waalid. Ia mengutip dimana kami sebelumnya menta’dilkan Baqiyah yaitu perkataan kami

Atsar narrated by al-Bukhari seems contain ‘an anah Baqiyah but in the narration of Ya’qub Al Fasawi, Baqiyah clarified his sima’. [Refer to Ma’rifat Wal Tarikh 2/385]

Perkataan ini benar kami memang mengatakannya. Farid itu pernah melemahkan atsar yang dibawakan Bukhari dengan alasan ‘an anah Baqiyah maka kami bawakan lafaz penyimakan Baqiyah [silakan lihat disini]. Kami tidak pernah melemahkan Baqiyah, Farid berdusta ketika ia menuduh kami melemahkan Baqiyah. Inilah kutipan Farid yang menurutnya adalah perkataan kami

The main critic for this is sanad is the presence of Baqiyyah bin al-Walid

1) Abu Hatim: His hadith is written but cannot become a hujjah

2) Abu Ishaq al-Jaujazani: May Allah have mercy on Baqiyyah, he is the one who does not care if he found khurafat on the person whom he take the hadith

3) al-Baihaqi: The scholars are in consensus that Baqiyyah is not a hujjah

4) Abdul Haq: Baqiyyah cannot be make as hujjah

5) Abu Musyir: The narrations of Baqiyyah is not pure

6) Ibnu Khuzaimah: I will not make hujjah of Baqiyyah

7) Ibnu Qaththan: Baqiyyah always tadlis his hadith on the weak narrators and he allows it. If true then his ‘adalah must be rejected

8) az-Zahabi: Baqiyyah based his hadith on weak narrators and he did it

References: Mizanul ‘itidal 1/331-339, Tahzib at-Tahzib: 1/298-300 and Dhua’fa al-Kabir 1/162-163

He even narrated many mungkar and maudhu’ hadith

Some them are

a) Someone see his private part during sexual intercourse with his wife will inherit blindness
b) Looking to private parts are ibadah
c) Nikah is not valid without permission man and woman
d) Whoever did not asked the prophet will get paradise

Farid menuduh kami atas kutipan di atas padahal kapan kami mengatakannya?. Kutipan ini ternyata berkaitan dengan hadis Sunnah Khulafaur Rasyidin yang dilemahkan oleh Syiah. Wahai Farid kami tidak pernah melemahkan hadis Sunnah Khulafaur Rasyidin bahkan kami berpandangan bahwa hadis tersebut shahih sebagaimana bisa dilihat dalam tulisan kami disini. Farid dan orang-orang sejenis mereka di forum nashibi itu memang mengidap penyakit “syiahpobhia” seenaknya ia menuduh orang lain syiah dan seenaknya ia menuduh orang yang bertentangan dengan mereka sebagai syiah. Kedustaan yang ia katakan atas nama kami itu terjadi karena kebenciannya terhadap Syiah sehingga apa yang Syiah katakan maka dalam pandangannya itu pulalah perkataan kami.

.

.

Kontradiksi Ketiga

Ada lagi contoh yang dibawakan oleh orang yang menyebut dirinya “Farid”. Ia menuduh kami kontradiksi soal dua pendapat terhadap perawi dimana yang satu kutipan dan yang satu dari kitab

3- The Correct Position to Take if a Scholar has Two Opinions about a Narrator, One in Their Book, and Another Attributed to him

1st Position: The scholar’s statement from his own book is accepted, and the one attributed to him by his students are rejected.

Reason: To disapprove the criticism of Al-Bukhari to Abu Balj

Kemudian ia menyinggung dimana kami lebih berpegang pada apa yang tertulis dalam kitab Bukhari tentang Abu Balj dan tidak peduli terhadap kutipan Ad Duulabiy dari Bukhari. Dalam perkara ini ada baiknya Farid membaca tulisan kami tentang kedudukan Abu Balj. Disitu dapat dilihat bahwa kami berusaha mengkompromikan dengan baik antara apa yang tertulis dalam kitab Bukhari dan kutipan Ad Duulabiy dari Bukhari. Dalam menghadapi dua pendapat yang berbeda terhadap perawi maka kita dapat melakukan kompromi antara kedua pendapat tersebut atau merajihkan salah satu. Jika dipilih metode tarjih maka memang benar apa yang kami katakan sebelumnya yaitu apa yang tertulis dalam kitab ulama tersebut lebih rajih dibanding kutipan. Baik metode kompromi atau tarjih tetap saja hasil akhirnya Abu Balj seorang yang tsiqat.

Farid menganggap kami kontradiksi ketika kami membahas tentang Mujalid bin Sa’id dalam salah satu tulisan kami. Farid mengutip bahwa kami berkata

Bukhari include him in Adh Dhu’afa but Ibnu Hajar also quoted from Bukhari stating he is “shaduq”.

Kami memang mengatakan demikian dalam tulisan tersebut dan itu kami kutip [dengan maknanya] dari kitab At Tahdzib. Yang aneh adalah menuduh kami kontradiksi dalam hal ini. Kami pribadi tidak menetapkan mana yang lebih rajih dari kedua hal tersebut karena baik dikompromikan atau ditarjih hasil akhirnya tetap sama. Pada akhirnya kami menganggap Mujalid sebagai seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar atau dengan kata lain hadisnya hasan jika ada penguat. Itulah sebabnya hadis Mujalid dalam tulisan tersebut kami nyatakan “hasan lighairihi”. Seandainya kami seenaknya berpegang pada kutipan Bukhari bahwa Mujalid “shaduq” dan meninggalkan apa yang tertulis dalam kitab Bukhari maka kami akan dengan mudah mengatakan hadis tersebut hasan lidzatihi. Faktanya tidak, kami tetap menganggap Mujalid seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar.

Nah kebetulan Farid si nashibi yang ngaku ngaku ahlus sunnah mengutip soal Ad Dhu’afa Bukhari. Sekedar info buat anda wahai Farid, Pernyataan Bukhari terhadap perawi “shaduq” dan Bukhari memasukkannya ke dalam Adh Dhu’afa tidaklah dikatakan bertentangan karena jika memang demikian maka Bukhari lebih layak anda katakan kontradiksi dan ia adalah orang yang lebih layak anda tuduh. Silakan lihat dalam kitab Adh Dhu’afa milik Bukhari tentang perawi-perawi berikut

  • Ayub bin ‘Aa’idz Ath Tha’iy, Bukhari memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi menyatakan ia shaduq [Adh Dhu’afa Ash Shaghiir no 24]
  • Dzar bin ‘Abdullah Al Hamdaniy, Bukhari memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi menyatakan ia shaduq dalam hadis [Adh Dhu’afa Ash Shaghiir no 113]
  • As Shalt bin Mihraan, Bukhari memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi menyatakan ia shaduq dalam hadis [Adh Dhu’afa Ash Shaghiir no 170]
  • Thalq bin Habib, Bukhari memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi menyatakan ia shaduq dalam hadis [Adh Dhu’afa Ash Shaghiir no 179]

Nah Farid setelah anda menuduh kami maka sebaiknya Bukhari pun juga anda tuduh atau mau pilih pilih karena kami anda tuduh syiah maka kami seenaknya anda tuduh sedangkan Bukhari sunni maka harus anda bela. Tidak perlu menipu orang-orang awam disana dengan tulisan rendahan model begitu lebih baik anda banyak belajar ilmu hadis agar ucapan anda tidak sembarangan. Salam damai

13 Tanggapan

  1. Sekali lagi sikap “inkonsistensi” dalam berhujjah dilakoni dengan baik oleh para nashibi dalam hal ini diwakili oleh sdr.Farid dan Alhamdulillah berhasil disingkap oleh bung @SP.
    Wahai para nashibi ….sikap inkonsistensi anda dalam berhujjah akan ditunggu untuk siquel selanjutnya…..salam.

  2. selalu begitu mereka itu, membenarkan keyakinan mereka sendiri. Labaika Ya Husain

  3. ada yang perlu diluruskan dari komentar nashibi yang menyebut dirinya “ahlu sunnah”. Setelah ia membaca tulisan saya di atas. Ia berkata

    The indonesian guy become very angry and posted his new entry attacking Farid

    Maaf, tidak ada yang namanya saya “very angry”. Seperti biasa Saya merasa risih dengan tuduhan kepada saya, just it.

    Furthermore, he misunderstood me thinking i translated the argument of Baqiyyah for his site

    Actually, as i stated i took from other shia malay book. But Farid assume i took from this guy and this guy also assumed i took from him

    Nah ini bukti bahwa anda wahai ahlu sunnah sering salah memahami tulisan saya. Dalam tulisan soal Baqiyah tidak ada saya menyinggung anda, saya sangat tahu bahwa tulisan anda soal Baqiyah di forum “aneh” itu bukan berasal dari saya tetapi disana anda menulis “syiah berkata”. Nah Farid nashibi yang sudah keracunan syiahphobia mengira bahwa itu adalah saya. Waktu pertama saya baca, saya senyum senyum saja melihat ulah si Farid tetapi ketika ia menjadikannya sebagai bahasan kontradiksi maka tidak bisa tidak dengan mudah saya katakan bahwa si Farid itu berdusta [Farid lho bukan anda wahai ahlus sunnah].Jadi ucapann anda “this guy also assumed i took from him” adalah ngawur, boleh saya tahu bagian mana dari tulisan saya yang menyatakan hal itu?.

    btw dan saran saya kalau mau menerjemahkan kepada si Farid ya silakan buat terjemahan yang akurat dan utuh. Salam dan ditunggu bualan Farid yang lain 🙂

  4. Ada jawaban dari Farid nashibi mujassim dan seperti nashibi pada umumnya yang tidak pernah bisa memahami tulisan orang lain. Farid nashibi mujassim ini hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia mengatakan bahwa pertama kami mengutip jarh Ad Duulabiy dari Daruquthni kemudian setelah itu kami mengutip perkataan daruquthni untuk menta’dilkan Ad Duulabiy.

    Kami jawab wahai nashibi mujassim, justru perkara yang sebenarnya adalah kami terlebih dahulu menta’dilkan Ad Duulabiy jauh jauh sebelum akal nashibi anda mengenal yang namanya “secondprince”. Barulah kemudian anda muncul [dengan metode nyeleneh] berusaha melemahkan Abu Balj dengan cara murahan. Anda wahai nashibi berhujjah dengan Ad Duulabiy maka kami mengutip perkataan Adz Dzahabi dalam kitabnya Mughni Adh Dhu’afa. Jadi ketika farid itu berkata

    So, I ask: Why does the Shi’ee mujassim use half the quote of Al-Daraqutni to weaken Al-Dulabi, but uses the full quote in order to make tawtheeq of him?

    Maaf nashibi mujassim tolong akalnya dipakai sedikit, dan tolong baca dengan baik apa yang sudah kami tulis yaitu kami tidak melemahkan Ad Duulabiy, kami kutip jarh itu sebagai hadiah buat anda dan kami ingin lihat bagaimana anda menanggapinya. Faktanya cara anda menanggapi adalah dengan mengutip pernyataan tsiqat dari ulama lain. Seolah dengan itu maka hilanglah semua jarh terhadap Ad Duulabiy dan tetaplah predikat ta’dil bagi Ad Duulabiy. Maka mengapa anda tidak melakukan hal yang sama pada Abu Balj. Abu Balj juga ternukil jarh-nya menurut anda dan banyak ulama yang menta’dilkannya maka mengapa anda tidak menta’dilkan Abu Balj sebagaimana anda menta’dilkan Ad Duulabiy. Mana jawaban anda wahai nashibi mujassim.

    Kemudian perkara “half the quote of Daruquthni” maka tanyakan saja itu pada Adz Dzahabi yang ketika mengutip Daruquthni ia hanya mengutip sebagian perkataan daruquthni yang bernilai jarh. Kami tidak masalah dengan itu, anda saja yang keberatan wahai nashibi dan silakan sampaikan keberatan anda pada Adz Dzahabi :mrgreen:

    Akal nashibi anda saja yang tidak paham bahkan mengira kami sedang melemahkan Ad Duulabiy, kami ulangi wahai nasibi mujassim jauh sebelumnya kami sudah terlebih dahulu menta’dilkan Ad Duulabiy.

    If Shi’ee mujassim didn’t want to strengthen Mujalid through Al-Bukhari, then he wouldn’t have quoted Ibn Hajar saying that Al-Bukhari called him saduq.

    Bukankah sudah kami jelaskan, bagi kami Bukhari memasukkan ke dalam Adh Dhu’afa dan Bukhari menyatakan “shaduq” bukanlah suatu perkara yang mustahil. Jika kami menggabungkan keduanya maka Mujalid seorang yang dhaif tetapi hadisnya dijadikan i’tibar. Jika kami mentarjih dengan menolak pernyataan shaduq Bukhari maka Mujalid tetap seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar karena terdapat sebagian ulama yang menta’dilkannya. Kalau Imam Muslim saja menjadikan ia sebagai i’tibar [sebagaimana disebutkan dalam At Tahdzib bahwa ia perawi Muslim] maka apa salahnya kami berpendapat seperti itu. Kalau anda tidak setuju ya sudah, ilmu hadis yang anda punya memang nyeleneh paling tidak lain dari apa yang kami pahami. Anda wahai nashibi tidak memiliki bukti yang menyatakan kami mengalami kontradiksi dalam hal ini.

    This is irrelevant for a few reasons.

    – Al-Bukhari didn’t refer to Mujalid as saduq in Al-Dhua’afa, so there is no point in arguing that one can be saduq and included in this book. (Note: This is if we play by the mujassim’s rule that one can only accept what is in a muhadith’s book.)
    – Al-Bukhari didn’t believe that being saduq was synonymous with weak, but rather, included the above narrators in his book due to their beliefs in irja’a, which would be clear, if the mujassim included the full quotes by Al-Bukhari. However, one can accept that a narrator is weak and saduq in general, since saduq refers to adala, while the criticism is only for his dhabt. Of course, this is irrelevant if we apply the rules of the mujassim.

    Ada relevansinya kalau akal anda sedikit jalan wahai nashibi. Kami mengutip perawi perawi di atas sebagai bukti bahwa bukanlah suatu perkara yang mustahil seorang yang dikatakan shaduq oleh Bukhari tetapi Bukhari memasukkannya ke dalam Adh Dhu’afa terlepas dari apa sebab kelemahannya. Bisa saja Bukhari melemahkannya karena sebab irja’ [sebagaimana perawi di atas] dan bisa saja pula Bukhari melemahkannya karena sebab lain mungkin karena hafalannya yang buruk atau ikhtilat atau lain-lain.

    Oh iya supaya akal nashibi mujassim anda bisa melihat dengan jelas maka kami kutip secara utuh apa yang kami tulis tentang Mujalid bin Sa’id

    Mujalid bin Sa’id Al Hamdani adalah perawi yang hasan hadisnya dengan penguat dari yang lain. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 65 bahwa dia salah satu perawi Muslim yang berarti Muslim memberikan predikat ta’dil padanya. Disebutkan pula bahwa Syu’bah telah meriwayatkan darinya dan sebagaimana sangat dikenal bahwa Syu’bah hanya meriwayatkan dari orang yang tsiqah. Yaqub bin Sufyan berkata “dia dibicarakan orang dan dia shaduq (jujur)”. Beliau telah dinyatakan dhaif oleh sekelompok ulama seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Mahdi, Ibnu Ma’in, Ahmad, Ibnu Sa’ad dan yang lainnya. An Nasa’i memasukkannya dalam Ad Dhu’afa tetapi disebutkan pula oleh Ibnu Hajar bahwa An Nasa’i juga mengatakan ia tsiqah. Bukhari juga memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi Ibnu Hajar juga mengutip bahwa Bukhari berkata “shaduq”.

    Lihat dengan baik apa yang kami cetak tebal wahai nashibi mujassim, apa yang kami tulis jelas kami kutip secara makna dari kitab At Tahdzib. Jadi sangat wajar kami menuliskan Bukhari memasukkan dalam Ad Dhu’afa tetapi Ibnu Hajar mengutip perkataan Bukhari “shaduq” karena memang demikianlah yang tertera dalam At Tahdzib. Sedangkan mengenai pendapat kami sendiri terhadap Mujalid adalah dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar. Apa susahnya memahami itu? tunjukkan bagian mananya yang kontradiksi?. Jika mau dirajihkan maka memang yang rajih adalah Bukhari memasukkannya dalam Adh Dhu’afa sedangkan pernyataan “shaduq” tidak tsabit atau tidak memiliki asal penukilan tetapi itu tetap tidak mengubah kedudukan Mujalid yang pada akhirnya menurut kami adalah dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar. Bagian mananya yang kontradiksi wahai Farid nashibi mujassim? atau anda perlu diajarkan apa artinya kontradiksi 🙂

    Catatan : para pembaca mungkin baru melihat kalau Farid nashibi mujassim ini setelah menuduh kami syiah kemudian ia menuduh kami mujassim. Kami tidak tahu apa dasar tuduhannya mengingat tidak ada tulisan kami yang menunjukkan paham mujassim. Tetapi kami bisa mengira ini akibat kelemahan akal nashibi yang ia miliki. Baru baru ini kami menngkritik Farid nashibi ini yang membahas hadis Abu Ya’la dalam Ibthalut Ta’wilat. Farid melemahkan hadis ini dengan ucapan dusta, nah kami tunjukkan kedustaan yang ia buat. Mungkin ia pikir ketika kami membantahnya maka kami sedang membela atau menyatakan shahih hadis tersebut. Jika demikian maka tidak diragukan akalnya memang lemah. Kami sendiri melemahkan hadis tersebut tetapi bukan berarti kami setuju dengan dusta yang nashibi itu buat. Jadi itulah sebabnya ia menuduh kami mujassim maka kami kembalikan kata “mujassim” itu untuknya karena kami merasa tidak pantas menerimanya :mrgreen:

  5. Wah..wah…wah…semakin menarik saja diskusi ini seiring semakin bertambah nya gelar dan julukan yang semakin panjang yg coba disematkan olek para nashibi terhadap lawan diskusi mereka.
    Saya sih sangat yakin bahwa bertambah panjangnya gelar julukan yg diberikan oleh para nashibi itu, menjadi indikasi akan bertambah panjang pula “kesalah pahaman” dan “kontradiksi” yang akan mereka buat….selamat deh untuk para nashibi yg tenggelam dalam “lautan kontradiksi” akibat ulahnya sendiri.

  6. @SP
    😀
    Kalau dibuat penelitian atas cara pikir, logika dan kemapuan mereka dalam memahami kalimat/statement, maka akan sangat menakjubkan bahwa mereka biarpun dari bangsa yang berbeda, latar belakang yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, IQ yang berbeda, yang berilmu dan tidak, namun memilki kesamaan dalam ketidakmampuan menalar kalimat2. Sehingga tidak mengherankan mereka menjadi anomali dalam Islam (mempunyai paham yang aneh sendiri). Tidak mengherankan pula ketika mereka dipastikan bermusuhan dengan seluruh umat manusia. Tidak mengherankan pula ketika mereka mengharamkan syair krn ketidak pahaman mereka. Tidak mengherankan pula ketika tidak mampu memahami (bahasa) tasawuf. Tidak mengherankan ketika mereka tidak mampu memahami ayat2 mutasyabihat. Tidak mengherankan ketika mereka tidak sanggup memahami konsep Allah tidak bertempat dan tanpa arah. Tidak mengherankan bahwa mereka menjadi mujassim. Tidak mengherankan ketika mereka hanya sanggup berada di permukaan/kulit islam dan tidak sanggup menyelam ke dalam lautan islam yang luas dan dalam.

    salam.

  7. Ada tanggapan lagi dari Farid nashibi mujassim, seperti biasa kami akan menanggapinya disini. Ia berkata

    This man’s tashayyu prevents him from reading my posts. I have already said before that the reason for me rejecting these hadiths of Abu Balj isn’t based upon the jarh of Al-Bukhari, but rather due to him making a mistake in this very hadith.

    Silakan kalau mau berkata demikian, maka tidak ada gunanya dahulu anda mengutip perkataan Bukhari kalau memang itu tidak menjadi dasar anda melemahkan Abu Balj. Kemudian apa maksudnya anda melemahkan Abu Balj karena ia membuat kesalahan?. Pertama silakan buktikan dulu kesalahan apa yang diperbuat Abu Balj. kedua apakah membuat kesalahan menjadikan seorang perawi lemah atau membuatnya tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud, Bukankah anda sendiri mengakui kalau para ulama tsiqat bahkan sekaliber Syu’bah bisa saja melakukan kesalahan?. Apa mereka juga dikatakan lemah atau tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud. Maaf justru andalah yang belum membaca tulisan kami yang sudah membahas tentang kedudukan Abu Balj disana sudah kami bahas semua argumen yang anda jadikan dasar melemahkan Abu Balj.

    I find it funny that he is using this against me as if I am opposing this. I accept Ibn Hajar’s quote, and I accept the quotes of the muta’akhireen from the early hadithists in praise and of criticism of narrators.

    Lha kami mengutip perkataan tentang Mujalid itu juga dari kitab At Tahdzib tanpa ada sedikitpun kami menetapkan mana yang lebih rajih. Yang menjadi masalah adalah andalah yang menuduh kami melakukan kontradiksi padahal anda sendiri yang tidak paham apa yang kami tulis.

    However, the Shi’ee isn’t consistent. Refer to the first post where he said: The is no proof al-Bukhari weaken Abu Balj since he mention nothing about it in his book. This is the main point. How can we accept the quotation of Ibnu Hammad when al-Bukhari himself never jarh Abu Balj and did not include him in Adh Dhu’afa? Is al-Bukhari is too lazy to just write two word, ‘fihi nazar’ in his book when he wrote about Abu Balj??

    Kata yang dicetak miring itu memang kami katakan dan seharusnya ia memperhatikan bahwa disana kami menerapkan metode tarjih bahwa apa yang tertulis dalam kitab Bukhari lebih kuat daripada nukilan Ibnu Hammad dan kami mengatakan ini sebelum anda mengatakan kepada kami kalau Ibnu Hammad adalah Ad Duulabiy. Yang lucu adalah anda menganggap kami menolak mentah mentah semua penukilan ulama terhadap ulama lain yang bertentangan dengan kitab. Padahal faktanya tidak demikian kami menerapkan kaidah metodologis dalam menghadapi hal ini.

    Kaidah pertama : Bisa dengan metode tarjih dimana menurut kami apa yang tertulis dalam kitab lebih utama dibanding penukilan dan kami telah memberi contoh Pendapat Ad Duuriy dari Ibnu Main yang diriwayatkan Abu Hatim dan berbeda dengan apa yang tertulis dalam kitab Ad Duuriy.

    Kaidah kedua : Bisa juga dengan metode kompromi atau menggabungkan keduanya dan kami sudah mengisyaratkan hal itu dimana kami menyatakan bahwa perkataan Bukhari “fiihi nazhar” tidak selalu berindikasikan jarh syadid bahkan bisa saja tertuju pada perawi yang dijadikan hujjah oleh Bukhari sendiri seperti Habib bin Salim.

    Dengan kedua metode itu kami tetap menta’dilkan Abu Balj. Yang lucu adalah anda yang tiba-tiba menyerang dengan mengatakan kami melakukan kontradiksi padahal apa yang kami lakukan sudah sesuai dengan kaidah metodologis. Lucu sekali

    I say: If you are willing to accept that Al-Bukhari’s weakening of Mujalid doesn’t contradict the term saduq, and that Al-Bukhari said both of these, even though the latter isn’t in his book, then why do you reject the weakening of Al-Bukhari to Abu Balj when this weakening doesn’t contradict ANYTHING by Al-Bukhari?

    Ketika kami menolak jarh Bukhari [dari Ibnu Hammad] maka itu berdasarkan metode tarjih bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Bukhari lebih bernilai hujjah dan disana Bukhari menegaskan kalau Syu’bah meriwayatkan dari Abu Balj dan Bukhari tidak menjarh Abu Balj. Tetapi dalam tulisan kami yang khusus kami buat untuk membahas kedudukan Abu Balj, kami tidak menolak penukilan Ibnu Hammad bahkan kami membahas jarh “fiihi nazhar” itu dengan panjang lebar.

    Akhi, please tell the Shi’ee mujassim to weaken the hadith, because right now, all we have available to us is this man’s defence of a hadith of tajseem.

    I also don’t see how I am a mujassim when I clearly reject such a hadith.

    Wah apa susahnya melemahkan hadis itu, bukankah Muhammad bin Fulaih dan ayahnya itu seorang yang diperbincangkan. Silakan saja lihat kitab rijal dan matan riwayat itu saja sudah mungkar jadi hadis tersebut matannya mungkar dan sanadnya mengandung illat [cacat].

    Mengapa anda sewot dikatakan mujassim wahai nashibi mengingat anda sendiri dengan gampangnya menuduh kami mujassim?. Apa di dunia ini anda satu-satunya orang yang berhak menuduh orang lain mujassim?. Kalau anda katakan apa alasannya maka apa pula alasan anda menuduh kami mujassim. Kalau anda katakan kami membela hadis Abu Ya’la maka kami katakan tolong kutip satu saja kalimat kami yang menyatakan kami membela hadis Abu Ya’la, menguatkannya atau menyatakan shahih. Yang kami bahas sebelumnya adalah ucapan anda yang dusta bukan kedudukan hadisnya. Bukankah ini menunjukkan kualitas akal anda yang lemah dalam memahami tulisan orang lain. Dan dengan asumsi dari akal lemah anda, anda telah menuduh kami yang bukan-bukan. Jadi anda bukan saja lemah akalnya tetapi gemar menuduh, itu karakter nashibi tulen :mrgreen:

  8. hmm, jika anda benar2 merasa diatas kebenaran, debatlah dengan farid di forum tsb, sy melihat debat bliau dengan wasil, sangat2 elegan. Silahkan jika anda benar2 pencari kebenaran wahai SP…

  9. Saya dilahirkan di Kanada dalam sebuah keluarga non-agamis. Hal itu menyebabkan saya tidak memahami apa-apa mengenai Tuhan. Saya belajar di sekolah Katolik. Sebenarnya di sekolah itu tidak ada masalah penting yang diajarkan, terutama yang berkaitan dengan Injil atau Tuhan. Begitulah setiap tahun berlalu. Saya tahu bahwa Tuhan itu ada, tapi saya tidak mengerti siapakah Tuhan?

    Saya hanya menghadiri doa di sekolah. Sementara program agama dilakukan ketika kami keluar melakukan perjalanan. Praktis program itu lebih merupakan tamasya ketimbang pendidikan agama. Saya tidak pernah mengambilnya sebagai mata pelajaran secara serius. Karena guru-guru saya tidak pernah mengajarinya dan saya juga merasa pelajaran itu berat.

    Mereka hanya mengatakan akan memberitahu kami satu hal kemudian keesokan harinya mereka akan menyampaikan apa yang telah mereka ucapkan pada kami. Mereka tidak pernah memberikan jawaban yang benar akan pertanyaan-pertanyaan saya. Saya tidak pernah merasakan Katolik sebagai tempat yang benar. Apa lagi saya tidak pernah mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya. Akhirnya saya kehilangan arah apa yang harus dilakukan atau kepada siapa saya harus mengadu.

    Ketika berusia 10 tahun, ada anggota aliran Kristen Mormon yang datang ke rumah kami. Ibu mengizinkan mereka masuk dan dalam beberapa minggu kemudian kamipun menjadi anggota gereja. Kami ke gereja selama lebih kurang setahun, kemudian berhenti atas sebab-sebab yang tidak jelas. Ketika saya berusia 20 tahun, kami kembali ke gereja Mormon. Itupun secara kebetulan keluarga saya sedang membantu seorang ibu muda yang menganut Mormon.

    Maka pihak misionaris sering datang kerumah kami untuk membantu perempuan muda itu yang kononnya dengan tujuan membawa perempuan tersebut ke jalan yang benar. Mereka bertanya kepada kami. Kepada mereka kami menjawab bahwa kami juga anggota Mormon. Ketika itu saya sudah agak dewasa, sehingga dapat memahami apa yang mereka sampaikan. Saya benar-benar pergi ke gereja dan mempelajari tentang Tuhan. Saya melakukan apa saja yang ada dalam ajaran Mormon. Seperti pergi ke gereja, menghadiri kelas dan guru-guru datang ke rumah kami beberapa kali dalam sebulan dan lain-lainnya.

    Agama Mormon menyakini perbuatan baik. Tetapi akhirnya saya mendapati bahwa agama Mormon hanyalah kultus saja. Banyak sekali peraturan yang tidak diperlukan. Saya berhenti pergi ke gereja. Karena saya merasakan semuanya bohong belaka dan sekali lagi saya kembali tanpa sedikitpun pandangan tentang agama.

    Saya tidak pernah mendengar tentang Islam selain dari apa yang digembar-gemborkan media. Disebutkan bahwa wanita dalam Islam dikategorikan sebagai masyarakat kelas kedua, isi ajarannya hanya pengkultusan semata, mereka melakukan shalat lima kali sehari, poligami dan perempuannya menutup rambutnya agar tidak dilihat.

    Suatu waktu saya bertemu dengan seorang pria dari Irak di sekolah tinggi tempat saya belajar. Karena gambaran negatif tentang Islam, saya lalu menjauhkan diri darinya sejauh mungkin. Hal itu saya lakukan setelah mengetahui bahwa ia seorang muslim.

    Namun perlahan-lahan saya dapat mengatasi rasa takut dan saya mulai berkenalan dengannya. Saya melihat ia bersikap hormat dan lemah-lembut dengan orang-orang di sekitarnya. Karena tertarik dengan sifatnya, akhirnya kami menikah. Saya bersyukur kepada Allah Swt. Sejak perkawinan itu saya mula mempelajari Islam lebih jauh. Semakin banyak saya membaca, semakin saya jatuh cinta dengan Islam. Akhirnya saya mengucapkan kalimat syahadah pada tanggal 8 Desember 2007. Kembali saya bersyukur kepada Allah Swt. Tidak pernah saya merasakan kegembiraan dan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Saya benar-benar yakin bahwa saya telah membuat pilihan yang tepat.

    Masih banyak yang perlu saya pelajari tentang Islam. Saya juga dapat merasakan betapa berat bagi seorang yang baru memeluk agama Islam untuk melaksanakan segala ajarannya. Tetapi saya tidak pernah menyesal setelah mengucapkan dua kalimat syahadah. Saya yakin berada dijalur yang benar. Dengan bantuan suami dan umat Islam di sekitar saya, semuanya akan menjadi mudah. Insya Allah.

    Saya sungguh gembira dapat menjadi bagian dari keluarga Muslim. Umat Islam begitu murah hati dan sedia memberi bantuan kepada yang lain. Ini saya dapat dari pengalaman saya sendiri. Saat mengikut suami saya ke Montreal, untuk beberapa hari kami tinggal bersama di rumah temannya. Sahabat ini dan keluarganya melayani saya seolah-olah saya ini anggota keluarga mereka. Padahal sebelum ini kami tidak pernah bertemu. Tidak pernah saya merasakan suasana sedemikian di rumah orang asing sebelum ini.

    Saya bersyukur kepada Allah Swt yang telah memberi hidayah kepada saya dan suami yang telah banyak membantu untuk mendalami Islam. Ia memberi jawaban kepada pertanyaan-pertanyaan saya, memberi buku-buku yang saya perlukan dan situs-situs berkaitan dengan Islam untuk saya pelajari.

    Saya ingin menutup kisah hidup saya ini dengan bercerita mengenai mengapa saya memilih nama Fathimah.

    Fatimah adalah nama anak tercinta Rasulullah Saw. Riwayat hidup Fathimah merupakan sebuah kisah pertama yang saya baca. Saya merasakan nama Fathimah sungguh indah. Padahal waktu itu saya belum memeluk Islam. Kehidupan beliau sungguh menakjubkan walaupun singkat. Sayyidah Fathimah melayani orang lain dengan cinta dan kasih sayang sekalipun dengan budak beliau. Saya tahu bahwa tak mungkin saya bisa menjadi sepertinya tetapi saya berharap sungguh dapat menjadi seorang muslimah yang baik dan melakukan terbaik dengan bantuan dari Muhammad Saw dan Ahli Bait-nya. (IRIB Indonesia/Revertmuslim

  10. Geregetan kita ma nashibi…pemahaman agama tidak boleh pake akal. Padahal berdebat membutuhkan akal. Gimana mau berdebat…?Makanya sudah menjadi sunnah mereka menebar akal2an. Kalo kita lihat fatwa2 mereka….wuuiiiiih gak pernah tuh yang namanya ketinggalan kata “ILMIAH”……eee ternyata ILMIAH maksudnya AKAL2AN.

  11. wkwkwk… kesana dong ama farid, jangan teriak2 di rumah sendiri. lawan farid dgn gentle. lha kalo disini?… ditunggu:) NB: bawa jg sekalian cheerleadersnya 😉

  12. wkwkwk nahnusunny otaknya error, …
    farid ente itu yang lebih pantes ente bilang jangan teriak2 di rumah sendiri. lawan mpunya blog ini dgn gentle…awalnya farid ente itu yang duluan teriak2 di forum sampahnya… makanya ente baca dulu yang bener baru teriak2 wkwkwk 😉

    bawa juga sekalian cheerleadersnya. jangan cuma berani di forum sampah yang isinya cuma nashibi sampah yang suka teriak2 dan suka dusta wkwkwk 😉

  13. untuk SEMUA..

    Mau dibagaimanakan juga, bahwa wahhabi memang sudah dinash dalam hadits Rasulullah saaw,.. bahwa khawarij ibarat “anak panah yang telah lepas dari busurnya”.. tak akan kembali kepada fitrah islam yang hakiki…

    say no to nawashib!!!…

Tinggalkan komentar