Hadis Zaid bin Tsabit : Ilmu Abu Hurairah Yang Tidak Akan Lupa?

Hadis Zaid bin Tsabit : Ilmu Abu Hurairah Yang Tidak Akan Lupa?

Masih berkaitan dengan mitos Abu Hurairah yang tidak pernah lupa, ada hadis lain yang dijadikan hujjah oleh para nashibi. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit berbeda dengan hadis sebelumnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sendiri. Kami membahas hadis ini secara khusus untuk membantah syubhat nashibi yang gemar menuduh orang lain padahal diri merekalah yang tertuduh.

حدثنا أبو عبد الله محمد بن عبد الله الأصبهاني ثنا الحسين بن حفص ثنا حماد بن شعيب عن إسماعيل بن أمية أن محمد بن قيس بن مخرمة حدثه أن رجلا جاء زيد بن ثابت فسأله عن شيء فقال له زيد عليك بأبي هريرة فإنه بينا أنا وأبو هريرة وفلان في المسجد ذات يوم ندعو الله تعالى ونذكر ربنا خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى جلس إلينا قال فجلس وسكتنا فقال عودوا للذي كنتم فيه قال زيد فدعوت أنا وصاحبي قبل أبي هريرة وجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم يؤمن على دعائنا قال ثم دعا أبو هريرة فقال اللهم إني أسألك مثل الذي سألك صاحباي هذان وأسألك علما لا ينسى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم آمين فقلنا يا رسول الله ونحن نسأل الله علما لا ينسى فقال سبقكما بها الدوسي

Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdullah Muhammad bin Abdullah Al Ashbahaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Syu’aib dari Isma’il bin Umayyah bahwa Muhammad bin Qais bin Makhramah menceritakan kepadanya bahwa seorang laki-laki datang kepada Zaid bin Tsabit dan bertanya kepadanya tentang sesuatu. Maka Zaid berkata kepadanya “pergilah pada Abu Hurairah bahwasanya aku, Abu Hurairah dan fulan pernah berada di dalam masjid suatu hari dan kami sedang berdoa dan menyebut nama Allah kemudian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menemui kami dan duduk di sisi kami. Beliau berkata “lanjutkanlah doa kalian”. Zaid berkata “maka aku dan sahabatku berdoa sebelum Abu Hurairah dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengaminkan doa kami. Zaid berkata “kemudian Abu Hurairah berdoa, ia berkata “ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadamu apa yang dimohonkan oleh kedua sahabatku dan aku memohon ilmu yang tidak pernah lupa”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “amin”. Kami berkata “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kami juga memohon kepada Allah ilmu yang tidak pernah lupa”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kalian berdua telah didahului oleh anak suku Daus itu” [Al Mustadrak Ash Shahihain Al Hakim juz 3 no 6158 dimana Al Hakim berkata “sanadnya shahih tetapi Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya”]

Hadis riwayat Al Hakim ini sanadnya dhaif karena Hammaad bin Syu’aib. Ia adalah Hammaad bin Syu’aib Al Himmaniy. Ibnu Ma’in menyatakan ia dhaif dan tidak ditulis hadisnya. Nasa’i menyatakan dhaif. Ibnu Adiy juga melemahkannya dan menyatakan ia meriwayatkan hadis yang tidak memiliki mutaba’ah dan hadis mungkar. Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Abu Zur’ah berkata “dhaif”. Bukhari terkadang berkata “fiihi nazhar” terkadang berkata “mungkar al hadits” dan terkadang berkata “ditinggalkan hadisnya” [Lisan Al Mizan juz 2 no 1413]

.

.

Hadis Zaid bin Tsabit tersebut juga disebutkan oleh Ath Thabraniy dalam Mu’jam Al Awsath 2/54 no 1228 dan Nasa’i dalam Sunan Nasa’i 3/440 no 5870

حدثنا أحمد قال حدثنا محمد بن صدران قال حدثنا الفضل بن العلاء عن إسماعيل بن أمية عن محمد بن قيس عن أبيه أن رجلا جاء زيد بن ثابت فسأله عن شيء فقال له زيد عليك بأبي هريرة فإني بينا أنا وأبو هريرة وفلان ذات يوم في المسجد ندعوا ونذكر ربنا عز و جل إذ خرج علينا رسول الله حتى جلس إلينا فسكتنا فقال عودوا للذي كنتم فيه قال زيد فدعوت أنا وصاحبي قبل أبي هريرة وجعل النبي يؤمن على دعائنا ثم دعا أبو هريرة فقال اللهم إني أسألك مثل ما سألك صاحباي وأسألك علما لا ينسى فقال النبي آمين فقلنا يا رسول الله نحن نسأل الله علما لا ينسى فقال رسول الله سبقكما بها الغلام الدوسي

Telah menceritakan kepada kami Ahmad yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shadraan yang berkata telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Al ‘Alaa’ dari Isma’iil bin Umayyah dari Muhammad bin Qais dari ayahnya bahwa seorang laki-laki datang kepada Zaid bin Tsabit dan bertanya kepadanya tentang sesuatu. Maka Zaid berkata “pergilah kepada Abu Hurairah karena pernah aku, Abu Hurairah dan fulan pada suatu hari berada di dalam masjid sedang berdoa dan menyebut Tuhan kami, kemudian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang dan duduk bersama kami. Beliau berkata “lanjutkanlah doa kalian”. Zaid berkata “maka aku dan sahabatku berdoa sebelum Abu Hurairah dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengaminkan doa kami. Kemudian Abu Hurairah berdoa “ya Allah aku meminta seperti apa yang dipinta kedua sahabatku dan aku meminta ilmu yang tidak aku lupakan”. Nabi berkata “amin”. Maka kami berkata “wahai Rasulullah kami juga meminta kepada Allah ilmu yang tidak kami lupakan”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kalian berdua telah didahului oleh anak suku Daus itu” [Mu’jam Al Awsath Ath Thabraniy 2/54 no 1228]

Al Haitsamiy dalam kitabnya Majma’ Az Zawaid 9/604 no 15952 menegaskan bahwa Qais ayahnya Muhammad bin Qais yang dimaksud adalah Qais Al Madaniy, Al Haitsami membawakan riwayat

عن قيس المدني أن رجلا جاء زيد بن ثابت فسأل عن شيء فقال له زيد

Dari Qais Al Madaniy bahwa seorang laki laki datang kepada Zaid bin Tsabit dan bertanya sesuatu kepadanya, maka Zaid berkata [Majma’ Az Zawaid 9/604 no 15952]

Hal ini juga ditegaskan oleh Al Mizziy dalam Tahdzib Al Kamal dalam biografi Qais Al Madaniy, ia menyatakan bahwa hadis Thabraniy di atas adalah riwayat dari Qais Al Madaniy [Tahdzib Al Kamal 24/93 no 4932]. Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib menyebutkan

قيس المدني روى عن زيد بن ثابت في فضل أبي هريرة وعنه ابنه محمد بن قيس قاص عمر بن عبد العزيز قلت قال الذهبي ما روى إلا ابنه

Qais Al Madaniy meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit tentang keutamaan Abu Hurairah dan telah meriwayatkan darinya Muhammad bin Qais tukang cerita Umar bin ‘Abdul Aziz. Aku berkata “Adz Dzahabi berkata tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali anaknya” [Tahdzib At Tahdzib juz 8 no 734]

Qais Al Madaniy tidak dikenal kredibilitasnya dan yang meriwayatkan darinya hanyalah anaknya Muhammad bin Qais maka ia seorang yang majhul sebagaimana ditegaskan Ibnu Hajar dalam At Taqrib [At Taqrib 2/36]

.

.

Ibnu Asakir membawakan hadis tersebut dengan sanad yang menunjukkan kalau Muhammad bin Qais yang dimaksud adalah Muhammad bin Qais bin Makhramah

اخبرناه أبو المعالي محمد بن إسماعيل بن محمد الفارسي أنا أبو بكر أحمد بن الحسين أنا علي بن أحمد بن عبدان أنا أحمد بن عبيد الصفار ثنا إسماعيل بن الفضل نا إبراهيم بن محمد بن عرعرة نا فضل بن العلاء نا إسماعيل بن أمية عن محمد بن قيس يعني ابن مخرمة عن أبيه أنه أخبره أن رجلا رجاء إلى زيد بن ثابت فسأله عن شئ

Telah mengabarkan kepada kami Abu Ma’aaliy Muhammad bin Isma’iil bin Muhammad Al Faarisiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ahmad bin ‘Abdaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ubaid bin Ash Shaffaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismaiil bin Fadhl yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’araah yang berkata telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Al ‘Alaa’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Umayyah dari Muhammad bin Qais yakni Ibnu Makhramah dari ayahnya bahwasanya ia mengabarkan kepadanya bahwa seorang laki laki datang kepada Zaid bin Tsabir dan bertanya sesuatu kepadanya [Tarikh Ibnu Asakir 67/334-335]

Lafaz “Muhammad bin Qais yakni Ibnu Makhramah” adalah khata’ [keliru] dan kekeliruan ini berasal dari salah satu perawinya. Kemungkinan perawi yang dimaksud adalah Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’araah ia termasuk seorang yang hafizh dan tsiqat tetapi Ahmad bin Hanbal telah mendustakannya [At Tahdzib juz 1 no 279].

Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’araah terbukti melakukan kedustaan atau jika memang bukan kedustaan maka itu adalah kesalahan, ia pernah meriwayatkan hadis dari Mu’adz bin Hisyaam yaitu hadis Ibnu Abbas dimana ia meriwayatkan dengan lafaz bahwa Mu’adz menceritakan hadis tersebut langsung kepadanya padahal sebenarnya ia mengambil riwayat tersebut dari kitab Mu’adz dan Mu’adz tidak menceritakan langsung kepadanya. Inilah yang menyebabkan Ahmad bin Hanbal mencelanya dan menuduh dusta terhadap Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’araah.

Hadis Ibnu Abbas yang dimaksud adalah hadis gharib riwayat Qatadah dari Abi Hassaan dari Ibnu Abbas. Ath Thabrani menyebutkannya dalam Mu’jam Al Kabir 12/205 no 12904 dimana Ibrahim berkata “telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyaam”. Tetapi di saat lain Ibrahim mengatakan kalau ia mengambil hadis tersebut dari kitab dan tidak mendengar langsung dari Mu’adz sebagaimana disebutkan Ath Thahawiy dalam Musykil Al Atsar 2/425-426. Maka benarlah Ahmad bin Hanbal ketika ia mendustakan Ibrahim. Ibrahim termasuk seorang yang tsiqat dimana Abu Hatim berkata “shaduq”. Al Khaliliy, Ibnu Qani’ dan Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 279]. Maka ada dua kemungkinan

  1. Jika dilakukan dengan sengaja maka Ibrahim terbukti berdusta dan ini adalah jarh mufassar yang lebih didahulukan daripada ta’dil
  2. Jika dilakukan dengan tidak sengaja maka Ibrahim tidak berdusta tetapi ia melakukan kesalahan atau mengalami ikhtilath sehingga ia lupa apa yang ia riwayatkan.

Hadis Ibnu Asakir yang diriwayatkan Ibrahim dengan lafaz “Muhammad bin Qais yakni Ibnu Makhramah” bisa jadi termasuk kesalahannya karena diantara guru Ismail bin Umayyah tidak ada yang bernama Muhammad bin Qais bin Makhramah dan disebutkan kalau salah seorang guru Ismail bin Umayyah adalah Muhammad bin Qais Al Madaniy. Begitu pula dalam biografi Muhammad bin Qais bin Makhramah tidak disebutkan bahwa ia memiliki murid yang bernama Ismail bin Umayyah tetapi disebutkan dalam biografi Muhammad bin Qais Al Madaniy bahwa ia memiliki murid yang bernama Ismail bin Umayyah. Maka jelas Muhammad bin Qais yang dimaksud adalah Al Madaniy bukan Ibnu Makhramah.

.

.

Selain itu jika menuruti metode ilmu hadis ala nashibi yang suka mencari cari jarh terhadap perawi maka hadis Zaid bin Tsabit ini memiliki kelemahan lain yaitu Fadhl bin Al ‘Alaa’, ia dikatakan oleh Abu Hatim “syaikh yang ditulis hadisnya” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/65 no 368] pernyataan itu di sisi Abu Hatim menunjukkan bahwa Fadhl seorang yang bermasalah dalam hafalannya sehingga tidak bisa dijadikan hujjah jika tafarrud [bersendirian] dalam meriwayatkan hadis tetapi bisa dijadikan i’tibar. Pernyataan ini juga dikuatkan oleh Daruquthni yang berkata “Fadhl banyak melakukan kesalahan” [Su’alat Al Hakim no 453]. Dan Fadhl bin Al ‘Alaa’ memang tafarrud dalam meriwayatkan hadis Zaid bin Tsabit ini.

Dilihat dari segi matan hadis maka hadis Zaid bin Tsabit ini juga bermasalah. Peristiwa Abu Hurairah bersama Zaid ini berbeda dengan peristiwa Abu Hurairah yang menghadap Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Seandainya para nashibi menerima hadis Abu Hurairah sebelumnya bahwa ia telah didoakan oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak akan lupa maka apa gunanya Abu Hurairah kembali berdoa meminta hal yang sama dalam doanya. Apakah Abu Hurairah meragukan perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sehingga setelah itu ia perlu meminta kembali hal yang sama dalam doanya?.

.

.

.

Hadis hadis yang menunjukkan Abu Hurairah tidak akan lupa adalah hadis yang tidak benar. Hadis Zaid bin Tsabit di atas jelas dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah sedangkan hadis Abu Hurairah sebelumnya adalah keliru karena terbukti Abu Hurairah bisa lupa dalam hadisnya. Nashibi tidak mau mengakui hal ini, mereka mencari cari dalih untuk membela Abu Hurairah. Diantara pembelaan konyol mereka adalah membagi hadis Abu Hurairah menjadi dua jenis

  1. Hadis Abu Hurairah yang ia dengar sebelum Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan ia tidak akan lupa
  2. Hadis Abu Hurairah yang ia dengar setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan ia tidak akan lupa

Menurut nashibi hadis jenis pertama masih mungkin dilupakan oleh Abu Hurairah sedangkan hadis jenis kedua Abu Hurairah tidak akan lupa. Pembagian ini tidak lain hanya akal-akalan, bukti yang menentang pembagian ini adalah hadis Abu Hurairah tersebut. Silakan perhatikan hadis berikut

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي سَمِعْتُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا فَأَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُ فَغَرَفَ بِيَدِهِ فِيهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ حَدِيثًا بَعْد

Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu yang berkata aku berkata “wahai Rasulullah aku telah mendengar darimu banyak hadis tetapi aku lupa, Rasulullah berkata “hamparkan selendangmu” maka aku menghamparkan kemudian Beliau menciduk sesuatu dengan tangannya dan berkata “ambillah” aku mengambilnya. Maka setelah itu aku tidak pernah lupa soal hadis [Shahih Bukhari 4/208 no 3648]

Perhatikan lafaz perkataan Abu Hurairah “wahai Rasulullah aku telah mendengar darimu banyak hadis tetapi aku lupa”. Dari pernyataan ini Abu Hurairah mengeluhkan banyak hadis yang telah ia dengar sebelumnya dan ia telah lupa hadis tersebut. Pernyataan ini mengandung dua kemungkinan

  1. Abu Hurairah lupa semua hadis yang ia dengar sebelumnya
  2. Abu Hurairah lupa sebagian hadis yang ia dengar sebelumnya

Jika kemungkinan pertama yang benar maka tidak ada namanya hadis jenis pertama karena semua hadis yang Abu Hurairah dengar sebelumnya sudah terlupa. Jika kemungkinan kedua yang benar maka Abu Hurairah ketika datang kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] ia mengeluhkan sebagian hadis yang ia lupakan artinya ia masih memiliki sebagian hadis lain yang masih ia ingat dan belum ia lupakan. Nah tujuan ia datang kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah agar bagaimana caranya ia tidak lagi lupa akan hadis hadis yang masih ia ingat. Itulah sebabnya Abu Hurairah berkata “setelah itu aku tidak pernah lupa soal hadis”. Jadi pernyataan tidak lupa itu mencakup hadis hadis yang ia dengar sebelumnya dan masih ia ingat.

Pembagian yang benar bukan terletak pada jenis hadis Abu Hurairah, apakah ia dengar sebelumnya atau setelahnya. Yang seharusnya dibagi itu adalah keadaan Abu Hurairah

  1. Sebelum didoakan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] Abu Hurairah bisa lupa soal hadis
  2. Setelah didoakan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] Abu Hurairah tidak akan lupa soal hadis

Nah hadis hadis yang masih diingat Abu Hurairah saat Nabi mendoakannya jelas termasuk dalam hadis yang tidak akan lupa karena itulah tujuan Abu Hurairah datang kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] supaya sebagian hadis yang masih tersisa dalam ingatannya terselamatkan dan tidak akan ia lupakan.

5 Tanggapan

  1. Sekian lama tidak up date …..postingan anda kali ini begitu mencerahkan……salam.

  2. Pertanyaaan Sp,

    Jadi semua hadith-hadith berkenaan abu huraira tidak pernah lupa adalah tidak sahih??

  3. pembahasan ttg hadist tidak akan habisnya…
    Berpatokan pada ilmu hdist Jarh wa Ta’dil pun menimbulkan Multitafsir (bisa bersifat Objektif)…Karena Yg membuat Ilmu Hadist itu sendiri adalah manusia yg tidak Maksum…

    Oleh karena itu Allah Swt dan Nabi-Nya hanya memrintahkan kita di dalam merujuk Hal Agama dan keselamatan untuk berpatokan pada Al Qur’an dan Ahlulbayt Al Kisa As.

    Just So Simple…Utamakan NAbi Saw dan Ahlulbayt nya,…yang lainnya pelengkap saja, itupun harus sejalan/kembali pada Al Quran, NAbi Saw dan Ahlulbaytnya (Alkisa).

  4. @Jani

    Bukan maksud saya untuk mewakili mas SP u/ menjwb pertanyan mas Jani. Niatan saya hanya utk mengucapan terima kasih saya bwt mas SP karena melalui, salah satunya dari tulisan2 mas SP ini, saya pd akhirnya mantap menemukan jalan hidup saya

    Saya tdk tahu secara pasti apakah hadist yang disampaikan o/ Abu Hurairah itu satu, dua, tiga atau semuanya adlh sebuah kedustaan.

    Hanya saja saya menemukan hal2 yang meragukan tentang Abu Hurairah. Misal: (sedikit saya mengutip)

    ketika Abu Hurairah mengatakan…”Saya memanggil Rugayyah putri Rasulullah, ketika dia sedang memegang sisir ditangan….”

    Bukankah Ruqqayah meninggal pada sekitar 2H atau sebagian mengatakan 3H. Sedangkan Abu Hurairah msk islam sekitar abad 7H. Bagaimana mungkin Abu Hurairah bisa mengenal Ruqayyah????

    Hakim dalam mustadraknya Volume 2 Hal.48 menguhungkan hadist Abu Hurairah tersebut dengan catatan…

    Atau Coba mas Jani kalau punya Shahih Bukhari buka
    Volume 7, book 62 nomer 169
    Volume 8, book 78 nomer 634
    Volume 9, book 93 nomer 561

    Syubhat apa yang dibawa oleh Abu Hurairah

    Atau kalau mas Jani ada waktu bisa mencari buku karya Muhammad Zubayr Sidiqi >>>>Hadith Literature: It’s Origin, Development, Special Feature and Critisicm. Kalo tdk salah ada yang posting ebooknya coba mas Jani cari. Dalam buku tsb mas Jani bisa bandingkan jumlah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah

    Abu Hurairah 5374
    Aisya Umm Al-Mu’minin 2210
    Umar bin Al Khatab 537
    Ali bin Abi Thalib 536
    Abu bakar 142

    Mengapa sahabat Umar dan Abu Bakar sedikit sekali meriwayatkan hadist yang sampai ketangan ulama Sunni???? bukankah Nabi melarang kita untuk menyembunyikan ilmu?

    Masih banyak lagi kalau mas Jani mau mencari, yang pasti Insya Allah siapa yang mencari jalan pasti akan dibukakan Allah

    Semoga bisa sedikit memberikan gambaran

    Salam Damai

  5. semoga anda semua diberi hidayah…

Tinggalkan komentar