Hadis Tsaqalain : Ahlul Bait Jaminan Keselamatan Dunia Dan Akhirat

Hadis Tsaqalain : Ahlul Bait Jaminan Keselamatan Dunia Dan Akhirat

Telah diriwayatkan dengan berbagai sanad yang shahih bahwa Rasulullah SAW meninggalkan dua peninggalan yang berharga [Ats Tsaqalain] yaitu Kitab Allah dan Itrah Ahlul Bait Rasul SAW. Umat islam hendaknya berpegang teguh pada keduanya agar mereka terhindar dari kesesatan sepeninggal Rasul SAW. Ternyata sebagian orang menyimpan kedengkian terhadap Ahlul Bait, sebagian orang tersebut tidak rela kalau Ahlul Bait memiliki keutamaan yang tinggi. Sebagian orang tersebut tidak rela kalau Ahlul Bait dijadikan pegangan dan pedoman, bagi mereka Ahlul Bait cukup dihormati dan dicintai tetapi bukan menjadi pedoman umat agar tidak sesat. Sebagian orang yang mengaku salafy ini menyebarkan syubhat demi mengurangi keutamaan Ahlul Bait. Syubhat mereka hanya mengulang syubhat Syaikh mereka Ibnu Taimiyyah bahwa hadis Tsaqalain bukan memerintahkan agar umat berpegang teguh kepada Ahlul Bait tetapi maksud hadis tersebut adalah berpegang teguh kepada Kitab Allah sedangkan Ahlul Bait cukup dihormati dan dicintai tetapi bukan untuk dipegang teguh.

Sebaik-baik bantahan bagi mereka adalah Hadis Tsaqalain yang dengan jelas menyebutkan lafaz “berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Lafaz ini adalah lafaz yang shahih dan penolakan salafy hanya menunjukkan kalau mereka tidak suka dengan apa yang Rasulullah SAW tetapkan. Mereka mengaku berpegang kepada sunnah tetapi mereka tidak segan-segan menentang apa yang telah Rasulullah SAW tetapkan. Di bawah ini kami akan membahas berbagai hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh” dan membongkar syubhat salafy nashibi terhadap hadis tesebut.

Hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh” telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi diantaranya Zaid bin Arqam RA, Abu Sa’id Al Khudri RA, Jabir bin Abdullah RA dan Imam Ali AS. Dengan mengumpulkan sanad-sanadnya maka perintah berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Ahlul Bait adalah tsabit dan shahih.
.

.

.

Hadis Zaid bin Arqam RA
Hadis Tsaqalain riwayat Zaid bin Arqam RA dengan lafaz berpegang teguh diriwayatkan oleh Abu Dhuha Muslim bin Shubaih, Abu Thufail dan Habib bin Abi Tsabit. Riwayat Abu Dhuha disebutkan oleh Yaqub bin Sufyan Al Fasawi dalam Ma’rifat Wal Tarikh

حَدَّثَنَا يحيى قَال حَدَّثَنَا جرير عن الحسن بن عبيد الله عن أبي الضحى عن زيد بن أرقم قَال النبي صلى الله عليه وسلم إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله عز وجل وعترتي أهل بيتي وإنهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض

Telah menceritakan kepada kami Yahya yang berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hasan bin Ubaidillah  dari Abi Dhuha dari Zaid bin Arqam yang berkata Nabi SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh kepadanya maka kalian tidak akan sesat yaitu Kitab Allah azza wa jalla dan ItrahKu Ahlul Baitku dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaKu di Al Haudh [Ma’rifat Wal Tarikh Al Fasawi 1/536]

Riwayat Abu Dhuha telah kami bahas secara khusus dalam pembahasan tersendiri dan sanad ini shahih tanpa keraguan. Yahya syaikh [guru] Ya’qub bin Sufyan adalah Yahya bin Yahya bin Bakir bukan Yahya bin Mughirah As Sa’di karena Yahya bin Mughirah tidak dikenal sebagai gurunya Yaqub Al Fasawi. Jadi Jarir bin Abdul Hamid meriwayatkan hadis ini kepada Yahya bin Yahya bin Bakir dan juga kepada Yahya bin Mughirah As Sa’di. Riwayat Yahya bin Yahya bin Bakir disebutkan oleh Al Fasawi sedangkan riwayat Yahya bin Mughirah As Sa’di disebutkan oleh Al Hakim [Al Mustadrak no 4711].

Hadis Zaid bin Arqam riwayat Abu Thufail disebutkan dalam Al Mustadrak Al Hakim dan Juz Abu Thahir. Yang meriwayatkan dari Abu Thufail [seorang sahabat Nabi] adalah Salamah bin Kuhail dan yang meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail adalah kedua putranya Yahya dan Muhammad serta Syu’aib bin Khalid.

حدثناه أبو بكر بن إسحاق ودعلج بن أحمد السجزي قالا أنبأ محمد بن أيوب ثنا الأزرق بن علي ثنا حسان بن إبراهيم الكرماني ثنا محمد بن سلمة بن كهيل عن أبيه عن أبي الطفيل عن بن واثلة أنه سمع زيد بن أرقم رضى الله تعالى عنه يقول نزل رسول الله صلى الله عليه وسلم بين مكة والمدينة عند شجرات خمس دوحات عظام فكنس الناس ما تحت الشجرات ثم راح رسول الله صلى الله عليه وسلم عشية فصلى ثم قام خطيبا فحمد الله وأثنى عليه وذكر ووعظ فقال ما شاء الله أن يقول ثم قال أيها الناس إني تارك فيكم أمرين لن تضلوا إن اتبعتموهما وهما كتاب الله وأهل بيتي عترتي ثم قال أتعلمون إني أولى بالمؤمنين من أنفسهم ثلاث مرات قالوا نعم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كنت مولاه فعلي مولاه

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaq dan Da’laj bin Ahmad Al Sijziiy yang keduanya bekata telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ayub yang menceritakan kepada kami Al ‘Azraq bin Ali yang menceritakan kepada kami Hasan bin Ibrahim Al Kirmani yang berkata menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah bin Kuhail dari Ayahnya dari Abu Thufail bin Watsilah yang mendengar Zaid bin Arqam RA berkata “Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat di antara Mekkah dan Madinah di dekat pohon-pohon yang teduh dan orang-orang membersihkan tanah di bawah pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mendirikan shalat, setelah itu Beliau SAW berbicara kepada orang-orang. Beliau memuji dan mengagungkan Allah SWT, memberikan nasehat dan mengingatkan kami. Kemudian Beliau SAW berkata ”Wahai manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah dan Ahlul BaitKu, ItrahKu. Kemudian Beliau SAW berkata tiga kali “Bukankah Aku ini lebih berhak terhadap kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri. Orang-orang menjawab “Ya”. Kemudian Rasulullah SAW berkata” Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali adalah juga maulanya. [Mustadrak Ash Shahihain no 4577]

Al Hakim berkata setelah meriwayatkan hadis ini ”shahih sesuai syarat Bukhari Muslim”. Setelah kami teliti kembali pernyataan Al Hakim tidaklah benar. Hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqah kecuali Al Azraq bin Ali dan Muhammad bin Salamah bin Kuhail [keduanya bukan perawi Bukhari Muslim]. Al Azraq bin Ali adalah perawi yang shaduq hasanul hadis sedangkan Muhammad bin Salamah bin Kuhail adalah perawi dhaif yang dapat dijadikan i’tibar.

  • Syaikh Abu Bakr bin Ishaq Al Faqih disebutkan oleh Adz Dzahabi kalau ia seorang Imam Allamah Al Muhaddis Syaikh Al Islam [As Siyar 15/483 no 274]
  • Da’laj bin Ahmad disebutkan oleh Al Khatib kalau ia seorang yang tsiqat tsabit [Tarikh Baghdad 8/383 no 4495]
  • Muhammad bin Ayub adalah Muhammad bin Ayub bin Yahya bin Dhurais Al Bajali. Adz Dzahabi menyebutnya “muhaddis tsiqat” [As Siyar 13/449 no 222]. Al Khalili berkata “tsiqat muttafaq alaihi” [Al Irsyad 2/144]
  • Al ‘Azraq bin Ali seorang perawi yang shaduq hasanul hadis. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan telah meriwayatkan darinya para hafizh yang tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 376]
  • Hasan bin Ibrahim Al Kirmani seorang perawi Bukhari Muslim. Ibnu Main dan Ibnu Madini menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah berkata “tidak ada masalah”. Ahmad menggolongkannya sebagai seorang yang shaduq. Nasa’i berkata “tidak kuat”[At Tahdzib juz 2 no 447]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat” [Al Kasyf no 995]
  • Muhammad bin Salamah bin Kuhail termasuk perawi yang dhaif tetapi dapat dijadikan i’tibar. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 10505]. Abu Hatim mengatakan kalau Muhammad bin Salamah lebih disukai dibanding saudaranya Yahya dan Muhammad bin Salamah lebih didahulukan dibanding Yahya [Al Jarh Wat Ta’dil 7/276 no 1493]. Daruquthni berkata “dijadikan i’tibar” [Su’alat Al Barqani no 539]
  • Salamah bin Kuhail adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad berkata “mutqin dalam hadis”. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Al Ijli, Abu Zur’ah, Abu Hatim, Nasa’i, Ibnu Hibban, Yaqub bin Syaibah menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 269].

    Muhammad bin Salamah bin Kuhail diikuti oleh Yahya bin Salamah bin Kuhail sebagaimana disebutkan dalam Juz Abu Thahir dengan sanad dari Qasim bin Zakaria bin Yahya dari Yusuf bin Musa dari Ubaidillah bin Musa dari Yahya bin Salamah bin Kuhail dari ayahnya dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam [Juz Abu Thahir no 143]. Para perawinya tsiqah kecuali Yahya bin Salamah bin Kuhail seorang yang matruk sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar [At Taqrib 2/304].

    Selain Yahya, Muhammad bin Salamah juga memiliki mutaba’ah dari Syu’aib bin Khalid yang juga disebutkan dalam Juz Abu Thahir dengan jalan sanad dari Abu Bakar Qasim bin Zakaria bin Yahya dari Muhammad bin Humaid dari Harun bin Mughirah dari Amr bin Abi Qais dari Syu’aib bin Khalid dari Salamah bin Kuhail dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam [Juz Abu Thahir no 142]. Hadis ini para perawinya tsiqat kecuali Muhammad bin Humaid, ia seorang yang dhaif. Ibnu Ma’in, Muhammad bin Yahya Adz Dzahiliy, Ahmad, dan Ja’far bin Abi Utsman Ath Thayalisi telah menta’dilkannya. Nasa’i berkata “tidak tsiqat”. Ia didustakan oleh Shalih bin Muhammad, Abu Zur’ah dan Ibnu Khirasy. Yaqub bin Syaibah berkata “banyak meriwayatkan hadis munkar” [At Tahdzib juz 9 no 181]. Ibnu Hajar berkata “seorang hafizh yang dhaif” [At Taqrib 2/69].

    Secara keseluruhan riwayat Salamah bin Kuhail dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam kedudukannya hasan lighairihi karena riwayat Muhammad bin Salamah bin Kuhail dikuatkan oleh riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam serta riwayat Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqam. Riwayat Habib bin Abi Tsabit disebutkan dalam Sunan Tirmidzi

    حدثنا علي بن المنذر كوفي حدثنا محمد بن فضيل قال حدثنا الأعمش عن عطية عن أبي سعيد و الأعمش عن حبيب بن أبي ثابت عن زيد بن أرقم رضي الله عنهما قالا قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا بعدي أحدهما أعظم من الآخر كتاب الله حبل ممدود من السماء إلى الأرض وعترتي أهل بيتي ولن يتفرقا حتى يردا علي الحوض فانظروا كيف تخلفوني فيهما

    Telah menceritakan kepada kami Ali bin Mundzir Al Kufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masyi dari Athiyah dari Abu Sa’id dan Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqam RA yang keduanya [Abu Sa’id dan Zaid] berkata Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ItrahKu Ahlul BaitKu. Keduanya  tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga Haudh. Maka perhatikanlah bagaimana kamu memperlakukan keduanya” [Sunan Tirmidzi 5/663 no 3788]

    Hadis Habib bin Abi Tsabit ini sanadnya shahih diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat. Al A’masy dikenal sebagai mudalis martabat kedua [Thabaqat Al Mudallisin no 55] yaitu mudalis yang ’an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih ditambah lagi Al A’masy telah meriwayatkan hadis Tsaqalain dengan lafal ”telah menceritakan kepada kami Habib bin Abi Tsabit” seperti yang tercantum dalam Al Mustadrak no 4576. Habib bin Abi Tsabit juga disebutkan Ibnu Hajar sebagai mudallis tetapi martabat ketiga [Thabaqat Al Mudallisin no 69]. Dalam At Taqrib Ibnu Hajar berkata ”tsiqat banyak mengirsalkan hadis dan melakukan tadlis” tetapi Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf berkata ”perkataan banyak mengirsalkan hadis dan melakukan tadlis perlu diteliti kembali dan tidak shahih” [Tahrir At Taqrib no 1084]

    • Ali bin Mundzir adalah perawi Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah yang dikenal tsiqat. Ibnu Abi Hatim, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Numair menyatakan tsiqat. Daruquthni dan Maslamah bin Qasim berkata ”tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 7 no 627]. Ibnu Hajar berkata shaduq tasyayyu’ [At Taqrib 1/703] dan dikoreksi dalam Tahrir At taqrib kalau Ali bin Mundzir seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4803]
    • Muhammad bin Fudhail adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Al Ijli, Ali bin Madini, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin, Yaqub bin Sufyan menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah berkata ”shaduq” dan Nasa’i berkata ”tidak ada masalah padanya”. Daruquthni berkata ”tsabit dalam hadis” [At Tahdzib juz 9 no 660]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq” [At Taqrib 2/125] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Muhammad bin Fudhail seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 6227]
    • Sulaiman bin Mihran Al A’masy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Al Ijli dan Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 4 no 386]. Ibnu Hajar menyebutkannya sebagai mudallis martabat kedua yang ‘an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih [Thabaqat Al Mudallisin no 55]
    • Habib bin Abi Tsabit adalah tabiin perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Al Ijli, Abu Hatim, Al Azdi, Ibnu Ady menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 323]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat mujtahid faqih” [Al Kasyf no 902] dan Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih banyak melakukan irsal dan tadlis” [At Taqrib 1/183] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa perkataan Ibnu Hajar “banyak melakukan irsal dan tadlis” perlu diteliti kembali dan tidak shahih [Tahrir At Taqrib no 1084]. Tuduhan tadlis kepada Habib bin Abi Tsabit dinyatakan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, tidak ada diantara para ulama sebelumnya yang menyatakan demikian dan perkataan mereka hanya berdasarkan pada hadis-hadis Habib yang dikatakan irsal seperti riwayatnya dari Urwah padahal Habib bin Abi Tsabit memang bertemu dengan Urwah dan riwayatnya dari Urwah tsabit atau shahih [seperti yang dikatakan Abu Dawud]. Ibnu Ady setelah memeriksa hadis-hadis Habib bin Abi Tsabit, ia menyatakan Habib tsiqat tanpa menyebutkan soal tadlis.

    Habib bin Abi Tsabit lahir pada tahun 46 H sedangkan Zaid bin Arqam wafat pada tahun 68 H. jadi ketika Zaid wafat Habib berumur 22 tahun dan keduanya tinggal di kufah sehingga sangat memungkinkan bagi Habib bin Abi Tsabit bertemu dengan Zaid bin Arqam dan mendengar hadis darinya. Tidak ada satupun ulama yang menyatakan kalau Habib tidak mendengar dari Zaid atau riwayatnya dari Zaid mursal. Disebutkan bahwa Ali bin Madini berkata “Habib bin Abi Tsabit bertemu dengan Ibnu Abbas, mendengar dari Aisyah dan tidak mendengar dari sahabat lainnya [Jami’ Al Tahsil Fi Ahkam Al Marasil no 117]. Perkataan Ibnu Madini keliru karena telah tsabit bahwa Habib bin Abi Tsabit juga mendengar dari Ibnu Umar sehingga perkataan Ibnu Madini “tidak mendengar dari sahabat lainnya” jelas sekali keliru.

    Disebutkan dalam Al Mustadrak no 4576 kalau Habib bin Abi Tsabit meriwayatkan hadis Tsaqalain dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam. Kami katakan keduanya shahih, Habib meriwayatkan dari Zaid bin Arqam dan Habib meriwayatkan dari Abu Thufail dari Zaid. Zaid bin Arqam dan Abu Thufail keduanya adalah sahabat Nabi. Bisa saja dikatakan bahwa riwayat Habib dari Abu Thufail dari Zaid menunjukkan bahwa Habib melakukan tadlis sehingga ia menghilangkan nama Abu Thufail dan meriwayatkan langsung dari Zaid. Kami katakan perkataan ini hanya bersifat dugaan semata dan jika benar maka tadlis yang dilakukannya tidak bersifat cacat karena nama yang Habib hilangkan adalah nama sahabat Nabi yaitu Abu Thufail sehingga kalau mau dikatakan tadlis maka kedudukan Habib adalah mudallis martabat pertama yaitu yang sedikit melakukan tadlis atau ia melakukan tadlis dari perawi yang tsiqat atau adil. Tadlis yang seperti ini jelas bisa dijadikan hujjah.

    Abu Dhuha, Abu Thufail dan Habib bin Abi Tsabit ketiganya telah meriwayatkan dari Zaid bin Arqam RA hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh” atau “mengikuti” Itrah Rasul Ahlul Bait Rasul SAW. Dengan mengumpulkan sanad-sanadnya dapat dilihat bahwa hadis dengan lafaz tersebut memang tsabit dari Zaid bin Arqam RA.
    .

    .

    .

    Hadis Abu Sa’id Al Khudri RA
    Telah disebutkan dalam Sunan Tirmidzi di atas dengan jalan sanad dari Ali bin Mundzir dari Muhammad bin Fudhail dari Al A’masy dari Athiyah Al Aufy dari Abu Sa’id Al Khudri RA. Sanad ini hasan para perawinya tsiqat kecuali Athiyah Al Aufy seorang yang hadisnya hasan. Pembahasan tentang kredibilitas beliau terdapat dalam thread khusus. Sebagian ulama menta’dilkan Athiyah dan sebagian yang lain mendhaifkannya. Mereka yang mendhaifkan Athiyyah tidak memiliki alasan yang kuat kecuali kalau Athiyyah dinyatakan melakukan tadlis syuyukh. Dan telah dibuktikan kalau tuduhan tadlis syuyukh terhadap Athiyyah tidak tsabit sehingga pendapat yang rajih adalah pendapat ulama yang menta’dilkan Athiyyah Al Aufy. Selain Al A’masy, yang meriwayatkan dari Athiyyah adalah Abdul Malik bin Abi Sulaiman

    حدثنا عبد الله قال حدثني أبي قثنا بن نمير قثنا عبد الملك بن أبي سليمان عن عطية العوفي عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اني قد تركت فيكم ما ان أخذتم به لن تضلوا بعدي الثقلين واحد منهما أكبر من الآخر كتاب الله حبل ممدود من السماء الى الأرض وعترتي أهل بيتي الا وانهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض

    Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Athiyyah Al Aufiy dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan sesat sepeninggalKu Ats Tsaqalain, dimana salah satunya lebih besar dari yang lainnya yaitu Kitab Allah tali Allah yang terbentang antara langit dan bumi dan Itrahku Ahlul Baitku. Dan keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di telaga Al Haudh [Fadhail As Shahabah no 990]

    Hadis Abu Sa’id Al Khudri ini sanadnya hasan. Diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Athiyyah Al Aufy seorang yang hadisnya hasan

    • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam yang tsiqat [At Taqrib 1/477]. Al Khatib berkata ”tsiqat tsabit”. Nasa’i dan Daruquthni menyatakan tsiqat. Al Khalal menyatakan ia shalih shaduq [At Tahdzib juz 5 no 246]
    • Ahmad bin Muhammad bin Hanbal adalah Al Hafizh Tsiqat Faqih Hujjah [At Taqrib 1/44 no 96]. Abu Hatim berkata ”imam hujjah”. Al Ijli berkata ”tsiqat tsabit”. Nasa’i berkata ”tsiqat ma’mun”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata ”tsiqat tsabit shaduq meriwayatkan banyak hadis” [At Tahdzib juz 1 no 126]
    • Abdullah bin Numair Al Hamdani adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Ibnu Sa’ad berkata ”tsiqat” [At Tahdzib juz 6 no 110]. Ibnu Hajar berkata ”tsiqat” [At Taqrib 1/542]
    • Abdul Malik bin Abi Sulaiman adalah perawi Bukhari dalam Ta’liq Shahih Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad, Ibnu Ma’in, Ibnu Ammar, Yaqub bin Sufyan, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Tirmidzi menyatakan ia tsiqat. Al Ijli berkata ”tsabit dalam hadis”. Abu Zur’ah berkata ”tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 6 no 751]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq lahu awham” [At Taqrib 1/616] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Abdul Malik bin Abi Sulaiman seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4184]
    • Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah Al Aufiy adalah tabiin yang hadisnya hasan. Ibnu Sa’ad berkata ”seorang yang tsiqat, insya Allah memiliki hadis-hadis yang baik dan sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/304]. Al Ijli berkata ”tsiqat dan tidak kuat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 1255]. Ibnu Syahin memasukkannya sebagai perawi tsiqat dan mengutip Yahya bin Ma’in yang berkata ”tidak ada masalah padanya” [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1023]. At Tirmidzi telah menghasankan banyak hadis Athiyyah Al Aufiy dalam kitab Sunan-nya. Sebagian ulama mendhaifkannya seperti Sufyan, Ahmad dan Ibnu Hibban serta yang lainnya dengan alasan tadlis syuyukh. Telah kami buktikan kalau tuduhan ini tidaklah tsabit sehingga yang rajih adalah penta’dilan terhadap Athiyyah.

    Imam Bukhari berkata “Ahmad berkata tentang hadis Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Athiyyah dari Abu Sa’id bahwa Nabi SAW bersabda “aku tinggalkan untuk kalian Ats Tsaqalain” hadis orang-orang kufah yang mungkar [Tarikh As Saghir juz 1 no 1300]. Perkataan Ahmad bin Hanbal ini sangat jelas kebathilannya. Hadis Tsaqalain tidak hanya diriwayatkan oleh Abdul Malik dari Athiyyah dari Abu Sa’id tetapi telah diriwayatkan dengan banyak jalan dan diantaranya terdapat jalan yang shahih seperti halnya riwayat Zaid bin Arqam sebelumnya. Jika dikatakan “munkar” itu terletak pada matan-nya maka kami katakan jelas itu mengada-ada, justru tindakan menentang kabar shahih lebih patut untuk dikatakan “munkar”. Perkataan Ahmad ini bisa jadi didasari oleh pendapatnya terhadap Athiyyah dimana ia memandangnya dhaif karena tadlis syuyukh Athiyyah dari Al Kalbi sehingga Ahmad bin Hanbal mengira hadis ini adalah bagian dari kedustaan Al Kalbi. Tentu saja perkiraan ini hanya berlandaskan pada tuduhan yang keliru sebagaimana telah kami buktikan kalau tuduhan tadlis syuyukh terhadap Athiyyah tidaklah tsabit. Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya telah salah dalam menilai Athiyyah.
    .

    .

    .

    Hadis Jabir bin Abdullah RA
    Hadis Jabir bin Abdullah dengan lafaz “berpegang teguh” diriwayatkan dengan jalan sanad dari Zaid bin Hasan Al Anmathi dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari Jabir RA. Sanad tersebut hasan, Zaid bin Hasan Al Anmathi seorang yang shaduq hasanul hadis dan ia memiliki mutaba’ah dari Hatim bin Ismail dan Ibrahim bin Al Muhajir Al Azdi

    حدثنا نصر بن عبد الرحمن الكوفي حدثنا زيد بن الحسن هو الأنماطي عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جابر بن عبد الله قال رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم في حجته يوم عرفة وهو على ناقته القصواء يخطب فسمعته يقول يا أيها الناس إني قد تركت فيكم ما إن أخذتم به لن تضلوا كتاب الله وعترتي أهل بيتي

    Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Abdurrahman Al Kufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hasan, ia Al Anmathi dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari Jabir bin Abdullah yang berkata Aku melihat Rasululah SAW saat melaksanakan haji di arafah, ketika itu Beliau sedang berkhutbah di atas untanya Al Qashwa’. Aku mendengar Beliau SAW bersabda ”Wahai manusia sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian yang jika kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah dan Itrahku Ahlul Baitku” [Sunan Tirmidzi 5/662 no 3786]

    Hadis ini sanadnya hasan. Para perawinya tsiqat kecuali Zaid bin Hasan Al Anmathi seorang yang shaduq hasanul hadis. Ibnu Hibban dan Tirmidzi menta’dilkannya, telah meriwayatkan darinya banyak perawi tsiqat. Abu Hatim berkata ”munkar al hadis”. Abu Hatim menyendiri dalam menjarh Zaid bin Hasan dan ia terkenal ulama yang mutasyadud [berlebihan] dalam mencacatkan perawi. Cukup dikenal kalau Abu Hatim banyak mencacatkan perawi shahih. Oleh karena itu jarh Abu Hatim yang menyendiri tidak bisa dijadikan hujjah jika terdapat penta’dilan oleh ulama lain.

    • Nashr bin Abdurrahman Al Kufi adalah perawi Tirmidzi dan Ibnu majah yang tsiqat. Nasa’i dan Maslamah menyatakan ”tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 776]. Ibnu Hajar berkata ”tsiqat” [At Taqrib 2/243]
    • Zaid bin Hasan Al Anmathi adalah perawi Tirmidzi seorang yang shaduq hasanul hadis. Telah meriwayatkan darinya para perawi tsiqat seperti Ishaq bin Rahawaih, Sa’id bin Sulaiman Al Wasithi, Ali bin Madini, Nashr bin Abdurrahman Al Kufi dan yang lainnya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Hatim berkata ”munkar al hadits” [At Tahdzib juz 3 no 741]. Bukhari telah menyebutkan Zaid bin Hasan tanpa menyebutkan jarh maupun ta’dil [Tarikh Al Kabir juz 3 no 1306]. At Tirmidzi berkata ”hadis ini hasan gharib dari jalur ini” dan ”Zaid bin Hasan telah meriwayatkan darinya Sa’id bin Sulaiman dan lebih dari seorang ahlul ilmu” [Sunan Tirmidzi no 3786]. Penta’dilan Ibnu Hibban dan Tirmidzi serta penyebutan Al Bukhari tanpa jarh maupun ta’dil ditambah lagi telah meriwayatkan darinya para perawi tsiqat dan hafizh maka kedudukan Zaid bin Hasan Al Anmathi adalah shaduq hasanul hadis. Pencacatan Abu Hatim tidak bisa dijadikan hujjah karena dua alasan yaitu pertama Abu Hatim terkenal mutasyadud atau berlebihan dalam mencacat perawi sehingga dikenal ia banyak mencacatkan perawi shahih. Kedua perkataan ”munkar al hadits” bisa jadi merujuk pada perkataan Ahmad ketika disebutkan hadis Tsaqalain riwayat Athiyyah bahwa hadis tersebut munkar sehingga ketika Zaid bin Hasan meriwayatkan hadis ini, Abu Hatim menyatakan hadisnya mungkar.
    • Ja’far bin Muhammad adalah seorang Imam yang tsiqat. Syafi’i, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Ibnu Adiy, Ibnu Hibban, dan Nasa’i berkata ”tsiqat”. As Saji berkata ”shaduq ma’mun” [At Tahdzib juz 2 no 156]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq faqih imam” [At Taqrib 1/163]. Pendapat yang benar adalah Beliau seorang yang tsiqat dan imam yang faqih.
    • Muhammad bin Ali bin Husain adalah seorang Imam yang tsiqat. Ibnu Sa’ad dan Al Ijli berkata ”tsiqat”. Ibnul Barqi berkata ”faqih yang utama”. Nasa’i berkata fuqaha penduduk Madinah dari golongan tabiin”. [At Tahdzib juz 9 no 582]. Ibnu Hajar berkata ”tsiqat fadhl” [At Taqrib 2/114]

    Sudah jelas kedudukan hadis Jabir ini hasan. Salafy nashibi berusaha melemahkan hadis Jabir dengan mencacatkan Zaid bin Hasan Al Anmathi. Mereka dengan senangnya bertaklid pada perkataan Abu Hatim. Telah disebutkan sebelumnya kalau jarh Abu Hatim yang menyendiri tidak bisa dijadikan hujjah jika terdapat penta’dilan ulama lain. Perhatikan perkataan Adz Dzahabi berikut

    إذا وثق أبو حاتم رجلاً فتمسك بقوله فإنه لا يوثق إلا رجلاً صحيح الحديث وإذا لين رجلاً أو قال لا يحتج به فتوقف حتى ترى ما قال غيره فيه فإن وثقه أحد فلا تبن على تجريح أبي حاتم فإنه متعنت في الرجال قد قال في طائفة من رجال الصحاح ليس بحجة  ليس بقوي أو نحو ذلك

    Jika Abu Hatim menyatakan tsiqah kepada seorang perawi maka ambillah karena ia tidaklah menyatakan tsiqat kecuali pada perawi yang shahih hadisnya dan jika ia menyatakan layyin (melemahkan) seorang perawi atau mengatakan “tidak bisa dijadikan hujjah” maka bertawaqquflah sampai diketahui perkataan ulama lain tentang perawi tersebut dan jika ada ulama lain menyatakan tsiqat maka tak perlu dianggap pencacatan Abu Hatim karena ia suka mencari-cari kesalahan perawi, ia sering mengatakan pada perawi-perawi shahih “bukan hujjah” dan “tidak kuat” atau perkataan yang lainnya [As Siyar 13/260]

    Zaid bin Hasan telah dita’dilkan oleh Ibnu Hibban dan Tirmidzi. Bukhari menyebutkan tentangnya tanpa menyebutkan adanya cacat seperti yang dikatakan Abu Hatim. Dan telah meriwayatkan dari Zaid sekumpulan perawi tsiqat. Keterangan ini semua cukup untuk menyatakan kalau Zaid bin Hasan seorang yang shaduq hasanul hadis. Riwayat Zaid bin Hasan dari Ja’far bin Muhammad ternyata memiliki mutaba’ah dari Ibrahim bin Muhajir Al Azdi Al Kufi yang disebutkan oleh Al Khatib [Al Muttafaq Wal Muftariq 2/31 no 78] dan Hatim bin Ismail yang disebutkan oleh Abdul Karim bin Muhammad Ar Rafi’i [Tadwin Fi Akhbar Qazwin 2/266]. Ibrahim bin Muhajir disebutkan biografinya oleh Ibnu Hajar tanpa menyebutkan jarh maupun ta’dil [At Tahdzib juz 1 no 302] sedangkan Hatim bin Isma’il adalah perawi yang tsiqat. Yahya bin Ma’in, Daruquthni, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Adz Dzahabi menyatakan tsiqat [Tahrir At Taqrib no 994]
    .

    .

    .

    Hadis Ali bin Abi Thalib RA
    Hadis Ali bin Abi Thalib RA ini diriwayatkan dengan jalan sanad dari Katsir bin Zaid Al Aslamiy dari Muhammad bin Umar bin Ali dari Ayahnya dari Ali RA.

    حَدَّثَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ قَالَ ثنا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ ثنا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيٍّ  أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَضَرَ الشَّجَرَةَ بِخُمٍّ فَخَرَجَ آخِذًا بِيَدِ عَلِيٍّ فَقَالَ  يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ رَبُّكُمْ ؟ قَالُوا  بَلَى قَالَ أَلَسْتُمْ تَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أَوْلَى بِكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ مَوْلَيَاكُمْ ؟ قَالُوا بَلَى قَالَ فَمَنْ كُنْت مَوْلَاهُ فَإِنَّ هَذَا مَوْلَاهُ أَوْ قَالَ فَإِنَّ عَلِيًّا مَوْلَاهُ شَكَّ ابْنُ مَرْزُوقٍ إنِّي قَدْ تَرَكْت فِيكُمْ مَا إنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ بِأَيْدِيكُمْ وَأَهْلَ بَيْتِي

    Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Marzuq yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir Al Aqadiy yang berkata telah menceritakan kepadaku Katsir bin Zaid dari Muhammad bin Umar bin Ali dari Ayahnya dari Ali bahwa Nabi SAW berteduh di Khum kemudian Beliau keluar sambil memegang tangan Ali. Beliau berkata “wahai manusia bukankah kalian bersaksi bahwa Allah azza wajalla adalah Rabb kalian?. Orang-orang berkata “benar”. Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian lebih dari diri kalian sendiri dan Allah azza wajalla dan Rasul-Nya adalah mawla bagi kalian?. Orang-orang berkata “benar”. Beliau SAW berkata “maka barangsiapa yang menjadikan Aku sebagai mawlanya maka dia ini juga sebagai mawlanya” atau [Rasul SAW berkata] “maka Ali sebagai mawlanya” [keraguan ini dari Ibnu Marzuq]. Sungguh telah Aku tinggalkan bagi kalian yang jika kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah yang berada di tangan kalian dan Ahlul Bait-Ku” [Musykil Al Atsar Ath Thahawi 3/56]

    Ibrahim bin Marzuq yang meriwayatkan hadis ini dari Abu ‘Amir memiliki mutaba’ah dari Sulaiman bin Ubaidillah Al Ghailaniy sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abi Ashim [As Sunnah no 1558]. Sulaiman bin Ubaidillah Al Gahilany adalah seorang yang tsiqat. Abu Hatim berkata “shaduq”. Nasa’i berkata “tsiqat”. Maslamah berkata “tidak ada masalah” dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 356]

    • Ibrahim bin Marzuq adalah seorang yang tsiqat. Abu Hatim berkata “tsiqat shaduq” [Al Jarh Wat Ta’dil 2/137 no 439]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 8 no 12359]. Nasa’i berkata “tidak ada masalah”. Ibnu Yunus berkata “tsiqat tsabit”. Sa’id bin Utsman menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 290]
    • Abu ‘Amir Al Aqadiy adalah Abdul Malik bin Amr Al Qaisiy perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in dan Abu Hatim berkata “shaduq”. Nasa’i berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Sa’ad, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin dan Utsman Ad Darimi berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 6 no 764]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/617]
    • Katsir bin Zaid Al Aslamy adalah seorang yang tsiqat. Ahmad berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Ma’in terkadang berkata “tidak ada masalah” terkadang berkata “shalih” terkadang berkata “laisa bi dzaka”. Ibnu Ammar Al Maushulliy berkata “tsiqat”. Malik bin Anas meriwayatkan darinya dan itu berarti Malik menganggap Katsir tsiqat karena Malik hanya meriwayatkan dari perawi tsiqat. Abu Zur’ah berkata “jujur tetapi ada kelemahan”. Abu Hatim berkata “shalih, tidak kuat tetapi ditulis hadisnya”. Nasa’i berkata “dhaif”. Ibnu Ady berkata “menurutku tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 745]. Ibnu Hajar berkata “shaduq yukhti’u” [At Taqrib 2/38] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Katsir bin Zaid Al Aslamy seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 5611]
    • Muhammad bin Umar bin Ali adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 5 no 5171]. Daruquthni menyatakan tsiqat [Su’alat Al Barqani no 85]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/117]. Adz Dzahabi berkata “tsiqat” [Al Kasyf no 5073]
    • Umar bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang tsiqat. Al Ijli dan Ibnu Hibban menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 807]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/724]. Daruquthni menyatakan tsiqat [Su’alat Al Barqani no 85]

    Pendapat yang benar adalah hadis ini shahih seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Mathalib Al Aliyah no 3943. Selain Ibrahim bin Marzuq dan Sulaiman bin Ubaidillah, Ishaq juga meriwayatkan hadis ini dari Abu ‘Amir Al Aqadiiy sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar [Al Mathalib Al Aliyah no 3943]. Sebagian pengikut salafy mencacatkan hadis ini dengan melemahkan Katsir bin Zaid Al Aslamy. Kami katakan pendapat mereka itu keliru, yang rajih dalam hal ini adalah Katsir bin Zaid seorang yang tsiqah. Telah kami sebutkan sebelumnya bahwa diantara yang menta’dilkan Katsir bin Zaid adalah Ahmad, Ibnu Ma’in, Malik bin Anas, Ibnu Hibban, Ibnu Ammar, dan Ibnu Ady. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1179]. Bukhari telah menshahihkan hadis Katsir bin Zaid, Imam Tirmidzi bertanya kepada Bukhari tentang hadis Katsir bin Zaid dari Walid bin Rabah dari Abu Hurairah. Bukhari berkata “itu hadis shahih, Katsir mendengar dari Walid dan Walid mendengar dari Abu Hurairah, Walid “muqarib al hadits” [Ilal Tirmidzi 1/260 no 475]. Yahya Al Qaththan menyatakan Katsir shaduq dan menghasankan hadisnya [Bayan Al Waham 5/211]. Al Bazzar berkata “Katsir hadisnya baik” [Syarh Sunan Ibnu Majah Al Mughlathay 1/250]

    Disebutkan kalau Ibnu Ma’in mengatakan hal yang berselisih tentangnya. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Khaitsamah dari Ibnu Ma’in yang berkata “tidak kuat” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/150 no 841]. Diriwayatkan dari Muawiyah bin Shalih dan Mufadhdhal bin Ghasan dari Ibnu Ma’in yang berkata “shalih”. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad Ad Dawraqi dari Ibnu Ma’in yang berkata “tidak ada masalah padanya” [Tahdzib Al Kamal no 4941]. Ibnu Ady meriwayatkan dengan sanad yang shahih

    حدثنا علان ثنا بن أبي مريم سمعت يحيى بن معين قال كثير بن زيد ثقة

    Telah menceritakan kepada kami ‘Alan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam yang berkata aku mendengar Yahya bin Ma’in berkata “Katsir bin Zaid tsiqat” [Al Kamil Ibnu Ady 6/67]

    Riwayat ini shahih dari Ibnu Ma’in karena ‘Alan dan Ibnu Abi Maryam keduanya tsiqat

    • ‘Alan adalah Ali bin Ahmad bin Sulaiman seorang Imam Muhaddis yang tsiqat dan banyak meriwayatkan hadis [As Siyar 14/496 no 279]
    • Ibnu Abi Maryam adalah Ahmad bin Sa’id bin Abi Maryam seorang yang tsiqat. Ia syaikh [guru] Abu Dawud dan Nasa’i. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Maslamah bin Qasim dan Baqi bin Makhlad menyatakan “tsiqat” [Tahrir At Taqrib no 36]

    Jadi penukilan Ibnu Ma’in menta’dilkan Katsir bin Zaid lebih banyak dan sanadnya shahih maka yang rajih dalam perkara ini adalah Ibnu Ma’in menyatakan Katsir tsiqat sedangkan penukilan Ibnu Abi Khaitsamah bisa saja diartikan bahwa pada awalnya Ibnu Ma’in menganggap Katsir tidak kuat tetapi setelah itu Ibnu Ma’in rujuk dari pandangannya dan menganggap Katsir bin Zaid tsiqat.

    Mereka yang mencacatkan Katsir bin Zaid tidak menyebutkan satupun alasan pencacatan mereka ditambah lagi pada dasarnya mereka juga menta’dil Katsir bin Zaid. Abu Zur’ah menyatakan ia shaduq tetapi ada kelemahan padanya dan Abu Hatim berkata shalih tidak kuat dan ditulis hadisnya. Jarh seperti ini bisa berarti seorang yang hadisnya hasan apalagi jika si perawi dita’dilkan oleh ulama lain. Nasa’i menyendiri menyatakan Katsir bin Zaid dhaif tanpa menyebutkan alasannya apalagi dikenal kalau Nasa’i termasuk ulama mustayadud yang ketat dalam menjarh perawi hadis. Oleh karena itu pencacatan terhadap Katsir bin Zaid tidaklah kuat.

    Sebagian pengikut salafy juga menukil bahwa Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang Katsir bin Zaid “tidak bisa dijadikan hujjah” [At Tahdzib juz 8 no 745]. Kutipan Ibnu Jarir ini tidaklah tsabit karena Ibnu Jarir sendiri dalam kitabnya Tahdzib Al Atsar telah berhujjah dengan Katsir bin Zaid Al Aslamy [Tahdzib Al Atsar no 897] dan Ali Al Hindi penulis kitab Al Kanz justru menulis hadis Tsaqalain riwayat Katsir bin Zaid ini dan mengutip bahwa Ibnu Jarir menshahihkannya [Al Kanz 1/576 no 1650]. Kesimpulannya Katsir bin Zaid Al Aslamy adalah perawi yang tsiqat dan hadis Ali bin Abi Thalib RA ini shahih. Wallahu ‘alam

    .

    .

    .

    Syubhat Salafy Yang Mendistorsi Hadis Tsaqalain
    Salafy yang ngakunya pengikut sunnah mengalami kebingungan dalam menghadapi hadis Tsaqalain. Mereka susah menerima kenyataan bahwa Ahlul Bait telah ditetapkan oleh Rasul SAW sebagai pedoman bagi umat islam. Oleh karena itu mereka mencari berbagai dalih untuk mendistorsi hadis tsaqalain sehingga tidak memberatkan mahzab mereka. Syubhat salafy yang populer mengenai hadis Tsaqalain hanyalah bertaklid kepada talbis Ibnu Taimiyyah yaitu Hadis Tsaqalain tidak menyatakan harus berpegang teguh kepada Ahlul Bait tetapi berpegang teguh kepada Kitab Allah  saja sedangkan pesan tentang Ahlul Bait adalah kita harus memuliakan, mencintai dan menghormati Ahlul Bait. Perkataan ini tidak diragukan adalah perkataan baik yang ditujukan untuk kebathilan. Mereka mengaku mencintai. Memuliakan dan menghormati Ahlul Bait tetapi menolak menjadikan Ahlul Bait sebagai pedoman. Diantara hadis yang mereka jadikan hujjah adalah kedua hadis berikut

    عن يزيد بن حيان. قال  انطلقت أنا وحصين بن سبرة وعمر بن مسلم إلى زيد بن أرقم. فلما جلسنا إليه قال له حصين: لقد لقيت، يا زيد! خيرا كثيرا. رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم. وسمعت حديثه. وغزوت معه. وصليت خلفه. لقد لقيت، يا زيد خيرا كثيرا. حدثنا، يا زيد! ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم. قال: يا ابن أخي! والله! لقد كبرت سني. وقدم عهدي. ونسيت بعض الذي كنت أعي من رسول الله صلى الله عليه وسلم. فما حدثتكم فاقبلوا. وما لا، فلا تكلفونيه. ثم قال: قام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما فينا خطيبا. بماء يدعى خما. بين مكة والمدينة. فحمد الله وأثنى عليه. ووعظ وذكر. ثم قال “أما بعد. ألا أيها الناس! فإنما أنا بشر يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب. وأنا تارك فيكم ثقلين: أولهما كتاب الله فيه الهدى والنور فخذوا بكتاب الله. واستمسكوا به” فحث على كتاب الله ورغب فيه. ثم قال “وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي”. فقال له حصين: ومن أهل بيته؟ يا زيد! أليس نساؤه من أهل بيته؟ قال: نساؤه من أهل بيته. ولكن أهل بيته من حرم الصدقة بعده. قال: وهم؟ قال: هم آل علي، وآل عقيل، وآل جعفر، وآل عباس. قال: كل هؤلاء حرم الصدقة؟ قال: نعم.

    Dari Yaziid bin Hayyaan, ia berkata  “Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Hushain bin Sabrah dan ‘Umar bin Muslim. Setelah kami duduk. Hushain berkata kepada Zaid bin Arqam ‘Wahai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Engkau telah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, engkau mendengar sabda beliau, engkau berperang menyertai beliau, dan engkau telah shalat di belakang beliau. Sungguh, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak wahai Zaid. Oleh karena itu, sampaikanlah kepada kami – wahai Zaid – apa yang engkau dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Zaid bin Arqam berkata : ‘Wahai keponakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah engkau memaksaku untuk menyampaikannya’. Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan  ‘Pada suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah di suatu tempat perairan yang bernama Khum yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu Beliau bersabda ‘Amma ba’d. Ketahuilah wahai saudara-saudara sekalian bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan kepada kalian Ats-Tsaqalain yaitu Pertama, Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu ambillah ia dan berpegang teguhlah kalian kepadanya’. Beliau menghimbau pengamalan Kitabullah. Kemudian beliau melanjutkan “dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku’ – beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali – . Hushain bertanya kepada Zaid bin Arqam ‘Wahai Zaid, siapakah ahlul-bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul-baitnya ?’. Zaid bin Arqam menjawab ‘Istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang ahlul-baitnya. Namun ahlul-bait beliau adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau’. Hushain berkata ‘Siapakah mereka itu ?’. Zaid menjawab ‘Mereka adalah keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga ‘Abbas’. Hushain berkata ‘Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat ?’. Zaid menjawab ‘Ya’ [Shahih Muslim no. 2408].

    عن يزيد بن حيان عن زيد بن أرقم قال دخلنا عليه فقلنا له لقد رأيت خيرا صحبت رسول الله صلى الله عليه و سلم وصليت خلفه ؟ فقال نعم وإنه صلى الله عليه و سلم خطبنا فقال إني تارك فيكم كتاب الله هو حبل الله من اتبعه كان على الهدى ومن تركه كان على الضلالة

    Dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam, ia [Yazid] berkata “kami masuk menemuinya dan kami berkata “sungguh engkau memiliki kebaikan sebagai sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan shalat di belakang Beliau”. Zaid berkata “benar dan sesungguhnya Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkhutbah kepada kami “Sesungguhnya aku akan meninggalkan kepada kalian Kitabullah. Ia adalah tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya, maka ia berada di atas petunjuk. Dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia berada dalam kesesatan [Shahih Ibnu Hibban no 123 Syaikh Syu’aib berkata “shahih dengan syarat Muslim”]

    Menurut salafy kedua hadis Zaid bin Arqam ini menunjukkan perintah berpegang teguh kepada Kitab Allah dan tidak ada penyebutan soal berpegang teguh kepada Ahlul Bait. Yang ada hanyalah perkataan bahwa Rasulullah SAW mengingatkan tentang Ahlul Bait.

    Tentu saja cara pendalilan salafy ini sangat bathil dan hanyalah penolakan mereka terhadap hadis yang shahih. Telah ditunjukkan bahwa lafaz “berpegang teguh kepada Ahlul Bait” shahih dari Rasulullah SAW. Diantaranya kami menunjukkan bahwa riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam menyebutkan lafaz “berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Walaupun terdapat hadis lain yaitu riwayat Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam yang hanya menyebutkan lafaz “berpegang teguh kepada Kitab Allah” saja, tidaklah berarti riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam menjadi tertolak. Justru kalau kita menggabungkan keduanya maka hadis Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam melengkapi hadis Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam. Menjamak keduanya jelas lebih tepat dan hasil penggabungan keduanya adalah Rasulullah SAW menetapkan “berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait”. Hal yang sangat ma’ruf bahwa penetapan yang satu bukan berarti menafikan yang satunya. Apalagi jika terdapat dalil shahih penetapan keduanya maka dalil penetapan yang satu harus dikembalikan kepada penetapan keduanya.

    Seandainyapun kita diharuskan mentarjih salah satu riwayat maka riwayat Abu Dhuha dari Zaid bin Arqam lebih didahulukan dibanding riwayat Yazid bin Hayyan dari Zaid dengan alasan

    • Abu Dhuha lebih tsiqat dan tsabit dibanding Yazid bin Hayyan. Abu Dhuha atau Muslim bin Shubaih telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Abu Zur’ah, Ibnu Hibban, Nasa’i, Ibnu Sa’ad dan Al Ijli [At Tahdzib juz 10 no 237]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat fadhl” [At Taqrib 2/179]. Sedangkan Yazid bin Hayyan dinyatakan tsiqat oleh Nasa’i dan Ibnu Hibban saja [At Tahdzib juz 11 no 520]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/323]
    • Riwayat Abu Dhuha dari Zaid telah dikuatkan oleh riwayat Jabir, Abu Sa’id dan Imam Ali seperti yang telah kami bahas di atas.

    Apalagi dalam riwayat Yazid bin Hayyan dari Zaid terdapat lafal dimana Zaid berkata “aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Bukankah ini menunjukkan kalau hadis yang mengandung lafal seperti ini membutuhkan penjelasan dari hadis lain. Kami akan menunjukkan hadis Yazid bin Hayyan dari Zaid yang bertentangan soal apakah istri Nabi SAW termasuk Ahlul Bait atau bukan? Dimana Zaid berkata dari Rasulullah SAW yang bersabda

    وإني تارك فيكم ثقلين أحدهما كتاب الله عز و جل هو حبل الله من اتبعه كان على الهدى ومن تركه كان على ضلالة وفيه فقلنا من أهل بيته ؟ نساؤه ؟ قال لا وايم الله إن المرأة تكون مع الرجل العصر من الدهر ثم يطلقها فترجع إلى أبيها وقومها أهل بيته أصله وعصبته الذين حرموا الصدقة بعده

    “Sesungguhnya aku akan meninggalkan kepada kalian Ats Tsaqalain, salah satunya adalah Kitabullah Azza wajalla . Ia adalah tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya, maka ia berada di atas petunjuk. Dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia berada dalam kesesatan. Kami bertanya “siapakah Ahlul Bait?” istri-istri Beliau?”. Zaid menjawab “tidak, demi Allah seorang wanita [istri] hidup dengan suaminya dalam masa tertentu jika suaminya menceraikannya dia akan kembali ke orang tua dan kaumnya. Ahlul Bait Nabi adalah keturunannya yang diharamkan untuk menerima sedekah” [Shahih Muslim no 2408]

    Dalam hadis ini Zaid bin Arqam justru bersumpah “demi Allah” bahwa istri Nabi bukan ahlul bait. Nah apakah yang akan dikatakan oleh salafy nashibi terhadap hadis ini?. Kami lihat jarang sekali mereka mengutip hadis Zaid bin Arqam dengan lafal ini. Anehnya dengan angkuh pengikut salafy berkata

    Ketika mereka menggunakan hadits Zaid bin Arqam (yang diriwayatkan oleh Al-Fasawiy rahimahullah di atas) untuk berpegang teguh pada ahlul-bait yang jika kita berpegang-teguh dengannya, maka kita tidak akan tersesat; ternyata pada waktu yang bersamaan orang Syi’ah menolak hadits Zaid bin Arqam yang mengatakan bahwa istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam !! Pilih-pilih hadits ?!!?!….

    Nyatanya ia sendiri pilih-pilih hadis, atau ia tidak tahu hadis Zaid bin Arqam yang dengan jelas mengatakan istri Nabi bukan ahlul bait. Yah kebenciannya terhadap syiah membuatnya berbicara sembarangan dan terkesan sembrono. Kami tidak ada urusan menanggapi kebenciannya terhadap syiah, kami hanya ingin meluruskan talbis yang ia buat dalam tulisannya yang berusaha menolak hadis Tsaqalain dengan lafaz “berpegang teguh kepada Ahlul Bait”. Kalau dengan seenaknya ia menolak hadis karena musykil menurutnya maka alangkah banyaknya hadis-hadis yang bisa ditolak hanya dengan alasan “menurut saya musykil”. Lagipula yang ia maksud musykil itu hanyalah musykil yang dicari-cari agar ia dapat menolak hadis shahih yang memberatkan mahzabnya atau untuk menolak hadis shahih yang dijadikan hujjah bagi syiah, kasihan sekali betapa kebencian terhadap syiah membuatnya mencari-cari dalih untuk menolak hadis shahih.

    Terakhir kami ingin menunjukkan implikasi dari hadis Tsaqalaian. Telah disebutkan di atas bahwa hadis Tsaqalain diantaranya diucapkan Nabi SAW di ghadir khum dan ketika itu Rasulullah SAW memegang tangan Ali dan berwasiat kalau Imam Ali adalah mawla bagi kaum muslimin. Hal ini menunjukkan bahwa Imam Ali termasuk Ahlul Bait yang dikatakan Rasulullah SAW sebagai pedoman yang harus dipegang teguh. Tentu saja kedudukan Imam Ali ini menunjukkan bahwa Beliau lebih utama dibanding sahabat yang lain termasuk Abu Bakar dan Umar. Bukankah Abu Bakar dan Umar termasuk sahabat yang diperintahkan Rasul SAW untuk berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Ahlul Bait. Lantas bagaimana bisa mereka menjadi yang lebih utama dari Ahlul Bait?. Hadis Tsaqalain menjadi bukti nyata dari Rasulullah SAW bahwa kedudukan Imam Ali lebih utama dibanding semua sahabat lain termasuk Abu Bakar dan Umar. Salam Damai

    69 Tanggapan

    1. sudah ditanggapi oleh al-akh abul-jauzaa di komennya…silahkan mencari kebenaran walaupun dia berada pada pihak yg engkau benci.
      salam damai.
      http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/11/ahlul-bait-adalah-jaminan-keselamatan.html

    2. @lha

      wah ngapain tuh kok anda yang jadi sibuk. Nashibi itu mau menanggapi atau tidak ya terserah. btw saya tidak membenci siapapun tuh, salam damai 🙂

      Ngomong-ngomong si nashibi itu terbiasa asal menjawab yang nggak fokus. Gak ada urusan tuh kita dengan syiah. Memang inti tulisannya adalah kebenciannya terhadap syiah ya kita gak ada urusan dengan kebenciannya itu. Yang ingin kami luruskan adalah talbis yang ia buat untuk menolak Ahlul Bait sebagai pedoman bagi umat. Jelas-jelas Rasulullah SAW sendiri yang menetapkan umat islam harus berpegang teguh pada Kitab Allah dan Ahlul Bait agar tidak tersesat. Jangan sampai kebencian terhadap suatu kaum begitu berlebihan sampai mau menolak hadis shahih.

      Hadis Rasulullah SAW di atas mengatakan “berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Ahlul Bait agar tidak sesat”. Rasulullah SAW berkata begitu tetapi ada yang merasa sok pintar bilang tidak mesti begitu Ahlul Bait mesti ditimbang dengan Al Qur’an dan Sunnah. Ini ucapan yang ngawur. Rasulullah SAW telah menetapkan Ahlul Bait sebagai pedoman umat islam agar tidak sesat maka ya jelas mereka Ahlul Bait akan selalu bersesuaian dengan Kitab Allah dan As Sunnah bahkan mereka adalah yang paling paham terhadap Kitab Allah dan Sunnah Nabi. Bahkan dalam hadis Tsaqalain disebutkan kalau Ahlul Bait tidak akan berpisah dengan Al Qur’an senantiasa bersama sampai keduanya kembali kepada Nabi di Al Haudh. Bukankah Allah SWT menetapkan dalam firmannya kalau apa saja yang ditetapkan oleh Rasul SAW ya diterima. Ketika Rasul SAW menetapkan Ahlul Bait sebagai pegangan bagi umat seharusnya ya diterima, tapi lucunya eh datang nih “yang ngakunya pengikut sunnah” main pilih-pilih : Ahlul Bait mesti ditimbang dengan Kitab Allah dan Sunnah. Seolah-olah ia punya hak dan kapabilitas untuk menilai Ahlul Bait.

      Yang lucu bin ajaib lagi soal hadis Zaid bin Arqam. Kalau ia mau mengatakan Aisyah istri Nabi juga diharamkan menerima shadaqah lantas mengapa Zaid ketika ditanya siapa yang diharamkan menerima sedeqah, ia menjawab “keluarga Ali, keluarga Abbas dan keluarga Ja’far”. Gak ada tuh ia menyebut istri Nabi. Menurut anda apa sih arti lafal

      Kami bertanya “siapakah Ahlul Bait?” istri-istri Beliau?”. Zaid menjawab “tidak, demi Allah seorang wanita [istri] hidup dengan suaminya dalam masa tertentu jika suaminya menceraikannya dia akan kembali ke orang tua dan kaumnya. Ahlul Bait Nabi adalah keturunannya yang diharamkan untuk menerima sedekah”

      Nashibi itu berkata “Ini namanya su’ul-fahm. Yang dimaksud oleh Zaid bin Arqam itu adalah bahwa Ahlul-Bait bukanlah terbatas pada istri-istri Nabi”. Dari mana pengertian ini bisa muncul dari lafaz hadis di atas. Zaid dengan jelas menyebutkan istri Nabi bukan ahlul bait dan ahlul bait adalah keturunan Nabi yang diharamkan menerima sedekah. Bukankah ini jelas menunjukkan kalau nashibi itu serasa paling mengerti lafaz hadis padahal lafaz hadisnya tidak sesuai dengan pengertian yang diambil.

      Kami hanya ingin menunjukkan adanya pertentangan pada hadis Zaid tetapi kalau pertentangan ini mau dikompromikan ya bisa saja. Jika kita menggabungkan kedua hadis Zaid tersebut maka yang dimaksud Zaid adalah istri Nabi juga ahlul bait tetapi ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah adalah keluarga Ali, keluarga Abbas dan keluarga Ja’far”. sehingga bisa saja yang dimaksud istri Nabi bukan ahlul bait dalam salah satu hadis Zaid adalah mereka bukan ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah. Ahlul Bait yang diharamkan menerima sedekah itu yang terikat nasab keturunan bukan karena pernikahan. Itulah yang dapat dipahami dengan menggabungkan kedua hadis Zaid di atas. Yang nampak dari sini adalah pertentangan antara qaul sahabat yaitu Zaid dan Aisyah. Kami sih tidak ada membahas itu. Sngkat cerita kami cuma mau menunjukkan kalau yang pilih-pilih hadis itu ya nashibi itu sendiri.

      Kami tidak ada tuh menolak istri Nabi sebagai ahlul bait. Hanya ingin menunjukkan kalau nashibi itu sok berasa mengerti dalil padahal orang lain pun juga punya dalil.

    3. pilih?hadits?santai aja bro…
      hadits zaid bin arqom bertentangan?
      mari kita lihat bersama apakah benar yg dikatakan antum…

      عن ابن أبي مُلَيكة: ((أنَّ خالد بنَ سعيد بعث إلى عائشةَ ببقرةٍ من الصَّدقةِ فردَّتْها، وقالت: إنَّا آلَ محمَّدٍ صلى الله عليه وسلم لا تَحلُّ لنا الصَّدقة)).

      Dari Ibnu Abi Mulaikah : Bahwasannya Khaalid bin Sa’iid pernah diutus untuk memberikan seekor sapi shadaqah (zakat) kepada ‘Aisyah, namun ia menolaknya seraya berkata : “Sesungguhnya keluarga Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak dihalalkan menerima shadaqah (zakat)“ [HR. Ibnu Abi Syaibah3/214 dengan sanad hasan atau shahih].

      gmn kesimpulan antum…dan salam damai juga,..

    4. Koq bisa mereka tidak stress dengan doktrin2 yang bertentangan dengan akal, inkonsisten, ganjil, bertolak belakng dengan hati nurani?
      Bagi mereka yang berada dalam kebenaran, maka kebenaran terlihat nyata dan terang benderang.
      Tidak ada satupun cela yang ada pada ahlul bayt, namun mereka yang belum mendapatkan hidayah akan selalu menolak kemuliaan mereka ahlul bayt.
      Hati mereka yang keras bahkan tidak tersentuh dengan status kedekatan dan kecintaan Rasul SAW dengan ahlul bayt.
      Bagi mereka yang telah mendapat nikmat bisa mencintai ahlul bayt, syukurilah itu, jangan menjadi takabur oleh karenanya dan jangan mencela mereka yang belum mendapatkan hidayah tsb, karena Allah bisa saja mencabut nikmat tsb sebagaimana Allah mencabutnya dari hati Khawarij.

      Salam damai

    5. @lha
      mas gak perlu deh anda kupipes hujjahnya Abul Jauza’ saya menunjukkan tuh kalau kedua qaul Zaid itu saling bertentangan dan kalau mau digabungkan maka memiliki makna yang bertentangan dengan qaul Aisyah. Silakan tuh pahami dengan baik 🙂

      @truthseeker08
      kalau menurut saya sih masalahnya kebencian mereka itu terlalu dalam terhadap syiah sampai-sampai menutupi hati mereka terhadap keutamaan Ahlul Bait 🙂

    6. Betul, kebencian memang membutakan.
      Mereka sebetulnya cukup stress dan tidak bisa tidur menghadapi hujjah2 yang sesuai dengan akal & nurani mereka yang bertentangan dengan doktrin mereka.
      Untuk itu “dokter” mereka akan kasih pil tidur dengan doktrin2 baru seperti yang terlihat dari copas2 atau link2 yang ditawarkan dan disebarkan.

      Salam damai.

    7. Kalau kita ikuti dan menekuni perkembangan Islam sekarang, maka terdapat dua Kubu. Seperti Sabda Rasulullah SAW.

      Yakni tidak ada yang membencimu terkecuali orang MUNAFIK
      dan tidak ada yang menyintaimu terkecuali orang Mukmin.
      Yang munafik mereka merekayasa hadits untuk menyingkrkan Imam Ali as dengan Ahlulbait Rasul.
      Pada mulanya mereka hendak menumpas Ahlubait Rasul, mereka berhasil, kemudian Itrahti Ahlulbait serta pengikut2nya. Tapi untuk ini mereka tidak berhasil. Karena Allah melindungi mereka.
      Lalu mereka menyusun strategi merekayasa sejarah dan Hadits Rasul.
      Sayangnya generasi yang sekarang ini mereka berkeyakinan tanpa akal, kurang membaca dan FANATIK seperti orang2 jahiliah. Mereka berkata: Kami memeluk agama nenek moyang kami.
      Tidak heran banyak hadits yang memuliakan Imam Ali as dan Ahlulbait Rasul as diputar balikan mereka. Wasalam

    8. ahlul bait gundulmu..
      nasab muhammad terputus di fatimah

      perkawinan dekat antara ali dan fatimah
      membuat gen resesif abu jahal jadi dominan

      jadilah neo-fir’aun yang merasa berhak jadi tuhan

    9. @aa
      wah maaf saya gak ngerti anda ini sedang ngomong apa?

    10. telat minum obat.. :mrgreen:
      Biasa mas sp, produk doktrinasi dan cuci otak memang seperti ini hasilnya.
      Ngomomng kayak orang mimpi.
      Saking dahsyatnya cuci otak tsb, sampai2 menghina Rasul SAW dan keturunannya pun dibangga2kan..Naudzubillahi mindzalik

    11. @aa

      inilah Nashibi dalam bentuk yang paling buruk,

      tidak pernah terpikir sedikit pun bahwa orang2 seperti yazid l a ada dikehidupan sekarang,.. ternyata ada.

      Q.S.108.03

      إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ……Sesungguhnya orang orang yang membencimu, dialah yang terputus (keturunannya)

    12. Hadis Tsaqalain –yg terbukti secara ilmiah shahih–adalah landasan atau dasar keberagamaan umat Islam sepeninggal Nabi Agung Muhammad SAW. Bagaimana tidak, dalam hadis inilah Rasululllah SAW memberikan petunjuk atau wasiatnya kepada orang2 yg mengaku pengikutnya apa yg harus mereka pegang teguh dan kepada siapa mereka berpedoman setelah wafatnya beliau, yaitu Al Quran dan (Itrati) Ahlul Baitnya.

      Tapi ironisnya, ada sebagian orang yg mengaku pengikut Muhammad SAW tapi dengan sengaja berpaling dari wasiat Nabi SAW dengan berbagai dalih yang secara ilmiah sangat lemah, spt apa yg dilakukan Ibnu Taimiyyah atau Hafish Firdaus. Bagaimana bisa sekelompok manusia yang mengaku menjadi pengikut seseorang tapi dengan sengaja tidak mengindahkan petunjuk atau wasiat orang tsb? Bukankah pengakuan spt ini adalah pengakuan tanpa bukti, kosong melompong?

    13. @pemburu ikmu
      Begitulah manusia. AKUnya masih kebih tinggi dari kebenaran.

    14. Ah..ah…ah…

      Sorry…sorry, but tampaknya banyak orang yang termakan dengan provokasi2 dari sebagian orang Syi’ah yang mengatakan bahwa salafy atau non Syi’ah lain membenci Ahlul Bayt….No…no…no….
      Ini namanya bener2 fitnah..
      Bahkan mas SP yang biasanya KRITIS pun sepertinya menjadi TIDAK KRITIS dalam masalah tuduhan ini.

      Silahkan saja datang ke majelis2 pengajian atau situs2 salafy atau non Syi’ah lainnya, dan liat2…kalau memang ada SATUUUUUU SAJA yang menuliskan, atau menyatakan kebencian terhadap Ahlul Bait nabi (ex. Ali bin Abu Thalib r.a, Fatimah r.a, Hasan r.a dan Husein r.a), then bolehlah engkau2 di sini atau di blog manapun mengklaimnya. Tapi kalau nggak ada, ITU NAMANYA FITNAH.

      Inget bro semua, CUMAN SATU BUKTI SAJA.

    15. @damai
      CINTA itu memerlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan.
      Apakah manhaj yang anda maksudkan pernah berjuang utk ahlulbait atau berkorban untuk mereka. Hehehe. Kalau cuma ngomong aja semua bisa ngomong AKU CINTA PADAMU.
      Tapi mana perjuangannya utk mendapat CINTA serta pengorbanannya. Itu namanya CINTA COMBAL.

    16. @sp
      kalimat anda ttg “perkataan baik yg ditujukan utk kebathilan”
      sangat istimewa.
      sy yakin diskusi ini tdk akan banyak diikuti oleh kelompok salafi,krn mereka sdh berputus asa ttg hadits tsaqalain
      @damai
      anda perhatikan kalimat tsb.krn anda sedang berada disitu.
      jgn bicara ttg syiah,krn anda tdk mengerti ttg syiah.
      klu anda meyakini kebenaran ttg hadits tsb,apa dalil anda bhw anda berpegang kepada ahlulbait.?

    17. @damai
      1. Apa yang anda simpulkan dengan mereka yang memuliakan dan menjadikan idolanya orang2 yang telah membunuh, memusuhi & menganiaya ahlul bayt? Apakah mereka bisa dikatakan mencintai ahlul bayt?

      2. Apa yang anda simpulkan dengan mereka yang dengan sengaja mennggalkan shalawat kepada ali Muhammad ketika bershalawat dan lebih memilih yang lain (bahkan tabi’in pun masuk.

      3. Apa yang anda simpulkan tentang mereka yang mencap syirik mereka yang memuliakan Rasulullah dan Ahlul bayt dalam qasidah dan maulud2?

      4. Apa yang anda simpulkan tentang mereka yang menyatakan keturunan Rasulullah terputus pada Imam Ali b Husein? Sedang jelas2 di Al-Qur’an dan hadits menyatakan sebaliknya.

      5. Apa yang anda simpulkan tentang mereka yang menolak hadits2 kemuliaan ahlul bayt yang shahih (dengan berusaha mendhaifkan dengan segala cara).

      Kalau masih kurang bisa saya tambahkan kemudian.

      Jika saya bertanya sekarang kepada anda 1 (satu) saja kemuliaan ahlul bayt (Sy: Ali, Fathimah, Hasan & Husein a.s.) yang mereka sampaikan dalam dakwah dan ceramah2 mereka.

      Salam damai.

    18. from @chany :
      “CINTA itu memerlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan.
      Apakah manhaj yang anda maksudkan pernah berjuang utk ahlulbait atau berkorban untuk mereka. Hehehe. Kalau cuma ngomong aja semua bisa ngomong AKU CINTA PADAMU.
      Tapi mana perjuangannya utk mendapat CINTA serta pengorbanannya. Itu namanya CINTA COMBAL.”

      Apa yang anda maksud?
      Saya katakan bahwa tidak ada satupun dari kalangan kami yang membenci Ahlul Bait. Sunnguh, TIDAK ADA SATUPUN.
      BAhkan sebaliknya, ahlul baitlah termasuk orang2 yang kami cintai di atas muka bumi ini.
      Jika anda tanya kami, apa yang sudah kami lakukan dalam cinta ini, bagaimana kalau saya tanya dulu anda, apa yang sudah anda sendiri lakukan dalam merealisasikan cinta anda kepada ahlul bait??

    19. from @channy :
      —-“@damai
      anda perhatikan kalimat tsb.krn anda sedang berada disitu.
      jgn bicara ttg syiah,krn anda tdk mengerti ttg syiah.
      klu anda meyakini kebenaran ttg hadits tsb,apa dalil anda bhw anda berpegang kepada ahlulbait.?”—

      Yupz, berpegang kepada ahlul bait adalah SALAH SATU sunnah Rasulullah (Ingat!! saya katakan SALAH SATU ya), dan kami memang melakukannya.
      Silahkan anda cek di kitab2 kalangan ahlus sunnah, anda akan banyak sekali menemukan perkataan2, pendapat2, juga fiqih2 imam Ali di sana.
      Anda juga akan menemukan banyak sekali tafsir dari salah satu ahlul bait tercinta yaitu ibnu abbas di dalam kitab2 tafsir kami.

      Kalau ini tidak anda katakan berpegang kepada ahlul bait, anda mau yang gimana lagi bro??

    20. @all
      klarifikasi,coment 5 mei 2010 jam 8.12 am (chany)
      adalah tulisan sy,maaf..

    21. @damai
      Diluar blog ini anda tidak mungkin mengetahui apa yg telah saya buat untuk menunjukan CINTA saya pada Ahlulbait Rasul..
      Tapi diblog ini anda bisa baca siapa saja yang mendiskritkan ahlubait Rasul saya akan tampil membela.
      Tapi anda dan kawan2 anda, adakah menunjukan pembelaan kepada Ahlulbait Rasul? Kalau ada, maka anda berada dalam perjuangan untuk mennyintai Ahlulbait Rasul. Berarti kita sama2 berjuang untuk menempatkian posisi Ahlulbait Rasul pada tempatnya. Wasalam

    22. @damai
      Maaf yang anda maksudkan salafy ataukah sunni (ahlul sunnah)?
      Karena pada tulisan anda tgl 5 may anda mengatakan tentang salafy. Namun di tanggal 6 may berubah menjadi ahlul sunnah.
      Buku ahlul sunnah yang mengungkapkan kemuliaan ahlu bayt tidak lebih sedikit dari buku syi’ah (kalau tidak bisa dibilang lebih banyak). Namun kalau kita berbicara tentang salafy maka akan jauh sangat berbeda.
      komentar saya terdahulu adalah komentar untuk salafy bukan untuk ahlul sunnah.

      Salam damai.

    23. @truthsekker
      :
      1. Sorry, tapi maksud anda siapa yang di idolakan itu bro, yang anda katakan telah membunuh, memusuhi & menganiaya ahlul bait?

      2. Siapa yang meninggalkan keluarga nabi???? Anda dapat info darimana??
      Ini yang kami baca selama ini dalam shalawat :
      “Allahumma shalli ala muhammad wa ‘ala aali muhammad….dst.”
      Artinya : Ya Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya……dst”
      Bahkan bacaan shalawat ini juga kami baca dalam shalat2 kami..

      3. Maksudnya ucapan2 qasidah n maulud yang mana bro?

      4. Wekz, siapa yang bilang begitu bro?? Coba deh dikutipin dulu di sini..

      5. Siapa yang menolak?
      Silahkan anda baca2 kitab2 ahlus sunnah, saya jamin anda akan banyaaaak sekali menemukan keutamaan ahlul bait dituliskan di sana.
      Kalaulah ada penilaian berbeda tentang keshahihan or kedha’ifan dalam sebagian haditsnya, tentunya anda tahu bahwa itu hal yang mafhum terjadi di kalangan ahli hadits.
      Namun, saya tegakan, SATU HAL YANG PASTI ADALAH BAHWA TIDAK ADA SATUPUN KALANGAN KAMI YANG MENOLAK KEUTAMAAN DAN KEMULIAAN AHLUL BAIT.

      Maka jika ada sebagian Syi’ah yang menyatakan sebaliknya (yaitu bahwa kami menolak kemuliaan ahlul bait), sungguh itu adalah suatu fitnah yang buruk…

    24. @damai
      Tolong anda jelaskan menurut pengatahuan dan NETRALISASI anda.
      Kedudukan hadits mana yang lebih KUAT antara:

      Berpegang TEGUH pada ALQUR”AN dan ITRAHTI AHLULBAIT
      dan ALQUR’AN dan SUNAHTI?. Wasalam

    25. from @truthseker08 :
      ***”Jika saya bertanya sekarang kepada anda 1 (satu) saja kemuliaan ahlul bayt (Sy: Ali, Fathimah, Hasan & Husein a.s.) yang mereka sampaikan dalam dakwah dan ceramah2 mereka.

      Salam damai.”****

      Ini salah satunya :
      “dari Sahl bin Saad radhiyallahu’anhu, ia berkata:
      “Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda ketika menjelang perang Khaibar: “Sungguh akan aku berikan bendera ini KEPADA SEORANG LELAKI YANG AKAN ALLAH BERIKAN KEMENANGAN DI BAWAH PIMPINANNYA, YANG MENCINTAI ALLAH DAN RASUL-NYA DAN JUGA DICINTAI ALLAH DAN RASUL-NYA.”
      Pada malam hari orang-orang ramai membicarakan tentang siapakah orang yang akan diberi bendera itu. Keesokan paginya mereka menghadap Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan semua berharap agar diberi bendera tersebut.
      Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya: “Di manakah Ali bin Abu Thalib?”
      Mereka menjawab: “Dia sedang mengeluhkan kedua matanya yang sakit, wahai Rasulullah.”
      Lalu mereka diutus untuk menemuinya dan mengajaknya ke hadapan beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam meludahi kedua matanya serta mendoakan sehingga sembuh seakan-akan tidak merasakan sakit sebelumnya. Selanjutnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan bendera itu kepadanya.
      Ali berkata: “Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka sampai mereka seperti kita.”
      Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Berangkatlah dengan tenang sampai kamu tiba di daerah mereka, lalu ajaklah mereka untuk memeluk Islam serta beritahukan kepada mereka hak Allah yang diwajibkan atas mereka. Demi Allah, Allah memberikan petunjuk kepada seseorang melalui kamu adalah lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah…”

      Sengaja saya pilih riwayat di atas, karena ini yang paling sering saya dengar dan sangat saya suka, yaitu bahwa Ali adalah mencintai Allah dan rasul-Nya dan juga dicintai oleh Allah dan rasul-Nya..

      Mantap…

    26. @Damai
      Alhamdulillah.
      Anda ingat kami2 disini tidak pernah mencela Suni karena banyak dari mereka kecintaan pada Ahlulbait lebih dari kami. Tapi ada dari manhaj2 tertentu yang mengaku ngaku suni yang merusak aqidah suni seperti Ghulat yang mengaku ngaku Syiah. Salam damai . Wasalam

    27. from @channy :
      ***”@damai
      Diluar blog ini anda tidak mungkin mengetahui apa yg telah saya buat untuk menunjukan CINTA saya pada Ahlulbait Rasul..
      Tapi diblog ini anda bisa baca siapa saja yang mendiskritkan ahlubait Rasul saya akan tampil membela.
      Tapi anda dan kawan2 anda, adakah menunjukan pembelaan kepada Ahlulbait Rasul? Kalau ada, maka anda berada dalam perjuangan untuk mennyintai Ahlulbait Rasul. Berarti kita sama2 berjuang untuk menempatkian posisi Ahlulbait Rasul pada tempatnya. Wasalam” ****

      Sorry bro channy, tapi pembelaan seperti apa yang anda maksud??

      from @channy :
      ****”@damai
      Tolong anda jelaskan menurut pengatahuan dan NETRALISASI anda.
      Kedudukan hadits mana yang lebih KUAT antara:

      Berpegang TEGUH pada ALQUR”AN dan ITRAHTI AHLULBAIT
      dan ALQUR’AN dan SUNAHTI?. Wasalam”****

      Diantara 2 hadits yang anda sebutkan di atas, maka yang lebih kuat adalah Al-Quran dan ahlul bait.
      Tapi…..ada yang lebih kuat dari kedua hadits itu, yaitu :
      Allah berfirman :
      “Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (Q.S An-Nuur : 54)

      Allah berfirman :
      “Sungguh pada diri Rasul terdapat suri tauladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap perjumpaan dengan Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Q.S Al-Ahzab:21).

      Allah berfirman :
      “Katakanlah: “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Ali ‘Imran:31).

      Dan masih banyak lagi ayat (dan juga hadits2 lainnya) yang semakna yaitu agar menta’ati dan mengikuti nabi serta berpegang kepada sunnah nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

      Itu sebabnya saya katakan sebelumnya bahwa berpegang kepada ahlul bait nabi ADALAH SALAH SATU SUNNAH DARI SUNNAH2 NABI MUHAMMAD.

      Mengikuti SUNNAH NABI, berarti seseorang itu akan berpegang kepada AHLUL BAIT.
      Tapi kalau HANYA berpegang kepada AHLUL BAIT, maka boleh jadi ia akan meninggalkan SUNNAH2 NABI yang lain.

      Demikian. Semoga dapat dipahami.

    28. from @truthseeker08 :
      >>>@damai
      Maaf yang anda maksudkan salafy ataukah sunni (ahlul sunnah)?
      Karena pada tulisan anda tgl 5 may anda mengatakan tentang salafy. Namun di tanggal 6 may berubah menjadi ahlul sunnah.
      Buku ahlul sunnah yang mengungkapkan kemuliaan ahlu bayt tidak lebih sedikit dari buku syi’ah (kalau tidak bisa dibilang lebih banyak). Namun kalau kita berbicara tentang salafy maka akan jauh sangat berbeda.
      komentar saya terdahulu adalah komentar untuk salafy bukan untuk ahlul sunnah.

      Salam damai.>>>>

      @bro truthseeker
      Salafy adalah bagian dari sunni bro. Jika berbicara tentang sunni, maka salafy termasuk di dalamnya.
      Kalaulah boleh dikatakan saya juga termasuk salafy bro, tapi beneran, nggak pernah SATU KALIPUN disebutkan dalam pengajian2 salafy kalau salafy membenci ahlul bait. Demi Allah, TIDAK ADA SATUPUN.
      MAkanya saya bilang itu sebagai fitnah.

      Silahkan juga untuk diteliti kitab2 rujukan salafy, hampir semuanya juga adalah kitab2nya para ulama sunni yang mu’tabar dan saya jamin -insya Allah- TIDAK AKAN PERNAH anda temukan ada SATU PARAGRAF, SATU KALIMAT, BAHKAN SATU KATA PUN dalam kitab2 salafy yang menyatakan kebencian terhadap Ahlul bait nabi.

      Salam damai juga bro.

    29. from @channy :
      >>>>”@Damai
      Alhamdulillah.
      Anda ingat kami2 disini tidak pernah mencela Suni karena banyak dari mereka kecintaan pada Ahlulbait lebih dari kami. Tapi ada dari manhaj2 tertentu yang mengaku ngaku suni yang merusak aqidah suni seperti Ghulat yang mengaku ngaku Syiah. Salam damai . Wasalam”>>>

      Saya juga hanya mengingatkan bahwa Allah memerintahkan kepada kita agar meneliti setiap berita yang sampai kepada kita dengan seksama.
      Dengan begitu, kita menjaga diri kita agar tidak menuduh orang lain dengan apa2 yang tidak mereka lakukan.

      Mari kita sama2 menyimpan dulu emosi, kebencian, kecintaan berlebih dan juga prasangka2 negatif ketika menilai sesuatu, maka semoga Allah menghindarkan kta semua dari menuduh orang lain dengan tuduhan2 yang keliru.

      Salam damai juga bro. Wassalaamu’alaik

    30. @damai
      tdk ada mslh ko hadits2 shahih dr ahlsunnah ttg ahlulbait, klu itu yg anda maksudkan,disinikan jg yg ditampilkan adlh hadits2 dr ahlusunnah.
      jd jgn protes dong..
      terlihat ko ketdk senangan anda terhdp syiah,dikarnakan situs ini membicarakan keutamaan ahlulbait,pdhal disini tdk menulis dalil2 dr syiah.
      artinya secara tdk langsung anda hasut trhdp keutamaan ahlulbait.
      kt anda
      :Yupz, berpegang kepada ahlul bait adalah SALAH SATU sunnah Rasulullah (Ingat!! saya katakan SALAH SATU ya), dan kami memang melakukannya.
      kt sy:
      selain alquran n ahlulbait,kesiapa?spy jgn tersesat
      pake dalil ya?

    31. @damai
      Anda mengatakan bahwa hadits Alqur’an dan Itrahti ahlulbai lebih kuat. Kemudian anda tambahkan kata TAPI bahwa ada yang lebih kuat
      yakni Firman Allah dlm Surah An Nuur 54. Kalau anda mengatakan demikian makan bagaimana pendapat anda atas QS An-Nissa 59 yang berbunyi : TAAT P[ADA ALLAH DAN RASUL DAN ULIL AMRI MINKUM.
      Rasul tidak berbicara selain wahyu. Dan tidak mungkin ada pertentangan antara sabda (hadits) Rasul dengan Firman Allah.
      Jadi Hadits Alqur’an dan itrahti Ahlulbait sama kuat dengan Firman Allah. Yakni BENAR. Salam damai. Wasalam

    32. @All
      INNAMAL MU’MINUNA IKHWATUN FA ASHLIHUBAINA AKHOWAIKUM….WATTAQULLAHA LA’ALLAKUM TURHAMUUN
      “Sesungguhnya setiap mu’min adalah saudara, maka damaikanlah mereka, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmatnya” (Al-hujurat)

    33. @Abu Daffa
      Shadaqqallahu Adhiim
      Hanya saya ingin penjelasan anda atau pendapat anda orang yang bagaimana yang Allah maksudkan dengan MUKMIN.
      Sebab menurut saya tidak semua orang Islam itu MUKMIN.
      Salam damai. Wasalam

    34. @ Mba/mas chany
      topiknya jadi melebar kemana-mana euy. tapi saya coba jelaskan sedikit ya….. menurut Alquran, mukmin itu levelnya ada yang dibawah islam, ada juga yang di atas islam.
      berdasarkan surat al-baqoroh ayat 208 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan” , memerintahkan kepada orang yagn beriman untuk masuk islam jadi berdasarkan ayat ini level Islam lebih tinggi dari iman.

      ada juga ayat lain yang menyatakan bahwa level islam ada di bawah iman yaitu Al-hujurat ayat 14 yg berbunyi “Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah (kepada mereka Ya muhammad) ‘kamu telah islam(tunduk), karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu”

      namun menurut saya islam pada ayat terahir berarti pasrah atau tunduk dan bukan berarti dien atau agama. jadi tingkatan islam menurut saya lebih tinggi dari pada iman, sehingga tidak ada lagi istilah Islam KTP. syarat menjadi orang islam adalah harus beriman terlebih dahulu sesuai dengan ayat 208 surat al-baqoroh.

    35. @Abu Daffa
      Sebenarnya tidak melebar, tapi harus dijelaskan. Mnurut saya disebut MUKMIN seperti Firman Allah dalam Surah An Nur ayat 62. Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan seterusnya….
      Jadi yang benar2 MUKMIN mereka yang beriman pada Allah dan Rasul
      Dan perhatikan Firman Allah dalam Surah Al Ahzab ayat 36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.

      Bagaimana bisa terjadi Ukhwa apabila ada yang menentang firman tsb diatas? Untuk terjadi ukhwa dlm masyarakat kita sekarang sangat sulit terkecuali kita berpegang pada LANAA A’MALALANA WALAKUM A’MALAKUM. Wasalam

    36. @damai

      Akan terlalu menyimpang jauh dari topik jika saya melanjutkan menanggapi tanggapan anda. Maaf saya sekiankan saja diskusi kita. Silakan dilanjutkan dengan yang lain.
      Dari tanggapan anda , maka saya usulkan untuk anda ,mengnjungi situs Abu Salafy, salafy Indonesia dll. Akan sangat jelas bagi anda nantinya bahwa memang ternyata Mazhab Salafy/Wahabi bukanlah bagian dari Mazhab Sunni (walaupun kita semua tahu bahwa salafi ngotot menganggap mereka adalah sunni).
      Begitu juga dengan komentar saya lainnya.

      Salam damai.

    37. from @channy :
      >>>”@damai
      Anda mengatakan bahwa hadits Alqur’an dan Itrahti ahlulbai lebih kuat. Kemudian anda tambahkan kata TAPI bahwa ada yang lebih kuat
      yakni Firman Allah dlm Surah An Nuur 54. Kalau anda mengatakan demikian makan bagaimana pendapat anda atas QS An-Nissa 59 yang berbunyi : TAAT P[ADA ALLAH DAN RASUL DAN ULIL AMRI MINKUM.
      “>>>>

      Cobalan anda teruskan kelanjutan ayat itu, yaitu :
      “….Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

      Watch it….”kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul….”
      dan inilah yang diamalkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Umar, Utsman, semua sahabat nabi dan kaum musimin dari dahulu sampai sekarang.

      Ketika Umar memutuskan sesuatu, tapi kemudian diketahui bahwa ada sunnah rasul yang bertentangan dengan keputusannya, maka umar segera meralat keputusan itu dan berpindah kepada sunah rasul.

      Ketika Ali bin Abi Thalib memutuskan sesuatu, tapi kemudian diketahui bahwa ada sunnah rasul yang bertentangan dengan keputusannya, maka Ali segera meralat keputusan itu dan menyatakan bahwa sunah rasul-lah yang benar.

      Clear??

      from @channy :
      <<<>>

      Benar, tidak ada yang salah dengan itrah ahlul bait, tapi kemudian hal itu MENJADI SALAH, jika dengan alasan berpegang dengan itrah ahlul bait, kemudian malah meninggalkan sunah rasul yang lain.

      Like i said, berpegang kepada itrah ahlul bait, hanyalah SALAH SATU dari sunah rasul.
      Orang yang berpegang kepada SUNAH RASUL, pastilah mengikuti ahlul bait, dan ahlus sunnah sudah mengamalkannya.
      Tapi orang yang berpegang kepada AHLUL BAIT, belum tentu dia akan berpegang kepada SUNAH RASUL.

      Dan faktanya memang seperti itu bukang?? 🙂

    38. from @aldj :
      >>>>”@damai
      tdk ada mslh ko hadits2 shahih dr ahlsunnah ttg ahlulbait, klu itu yg anda maksudkan,disinikan jg yg ditampilkan adlh hadits2 dr ahlusunnah.
      jd jgn protes dong..
      terlihat ko ketdk senangan anda terhdp syiah,dikarnakan situs ini membicarakan keutamaan ahlulbait,pdhal disini tdk menulis dalil2 dr syiah.
      artinya secara tdk langsung anda hasut trhdp keutamaan ahlulbait.”>>.>>>

      bro @aldj.
      Duhai, kata2 saya yang manakah yang menunjukan ketidaksenangan terhadap keutamaan ahlul bait??
      Coba anda kutipkan lagi…..kata2 yang mana?

      from aldj :
      <<<<>>>

      Pertama :
      Allah berfirman :
      “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. ”
      (Q.S At-Taubah ayat 100)

      Watch it, “mengikuti mereka, yaitu orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar…”

      Baik mengikuti ahlul bait, maupun mengikuti muhajirin dan anshar, keduanya adalah termasuk SUNNAH RASUL.
      Maka barometer utamanya tetaplah SUNNAH RASUL
      Tiadalah ahlul bait, tiada pula muhajirin dan anshar, jika apa yang disampaikan oleh mereka semua bertentangan dengan SUNNAH RASUL, maka SUNNAH RASUL lah yang dikedepankan.

      Orang yang berpegang kepada SUNAH RASUL, pastilah mengikuti ahlul bait dan kaum muhajirin dan anshar, dan ahlus sunnah sudah mengamalkannya.
      Tapi orang yang hanya berpegang kepada AHLUL BAIT, belum tentu dia akan berpegang kepada SUNAH RASUL, apalagi mengikuti muhajirin dan anshar.

      Dan faktanya memang seperti itu bukan??

      Silahkan direnungkan, siapa yang salah, siapa yang benar…
      Silahkan direnungkan, siapa yang sempurna ittiba-nya, siapa yang tidak sempurna…ahlus sunnah atau Syi’ah??

    39. @damai

      Setelah anda mengutip firman Allah dlm Q.S At-Taubah ayat 100, kutip lagi dong ayat kelanjutannya, yakni:

      “Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah ada sekelompok orang yang keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kami-lah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (QS. Al-Taubah :101)

      Ternyata ada dikalangan Muhajirin dan Anshar yg keterlaluan dlm kemunafikannya.

      Wassalam

    40. from yadi :
      >>>>>”@damai

      Setelah anda mengutip firman Allah dlm Q.S At-Taubah ayat 100, kutip lagi dong ayat kelanjutannya, yakni:

      “Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah ada sekelompok orang yang keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kami-lah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (QS. Al-Taubah :101)

      Ternyata ada dikalangan Muhajirin dan Anshar yg keterlaluan dlm kemunafikannya.

      Wassalam”>>>>>>

      Silahkan saja anda kutipkan di sini siapa yang dimaksud dengan arab badui dan penduduk madinah yang keterlaluan dalam munafik itu.
      Adakah diantaranya SATU ORANG SAJA yang dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam yang termasuk kedalam orang munafik yang keterlaluan itu?

      Ingat pengutipannya adalah harus berdasarkan bukti, baik dari asbabun nuzul maupun tafsir shahihnya.

    41. @damai

      Kalo anda konsisten dgn Q.S At-Taubah ayat 100 tsb, dikalangan Muhajirin; laki2 pertama masuk Islam adalah Ali bin Abuthalib, wanita yg pertama masuk Islam adlh Siti Khadijah. Adapun yg kedua, ketiga dst…. ternyata Allah menggambarkan dlm QS. Al-Taubah :101, ada yg keterlaluan kemunafikannya. Nah lho :mrgreen:

    42. from yadi :
      <<<>>>

      @yadi

      Inilah kalau menafsirkan seenaknya….. :keluh:

      Apa anda akan bilang bahwa Fatimah binti Rasulullah juga termasuk yang keterlaluan dalam kemunafikan karena beliau bukan yang pertama??

      Apa anda akan bilang bahwa Zainab binti Rasulullah juga termasuk yang keterlaluan dalam kemunafikan karena beliau bukan yang pertama??

      Apa anda akan bilang bahwa Ruqayah binti Rasulullah juga termasuk yang keterlaluan dalam kemunafikan karena beliau bukan yang pertama??

      Think about that bro…

    43. @damai

      Hehehe… yg kedua, ketiga dst… maksudnya tidak semua yg selanjutnya keterlaluan. Dlm ayat tsb ada diantaranya, jadi jangan digeneralkan. Think about that bro… :mrgreen:

    44. @yadi

      Lho, siapa yang menggeneralkan?
      Dari awal yang saya menanyakan secara detail dan spesifik, yaitu :
      “siapa yang dimaksud dengan arab badui dan penduduk madinah yang keterlaluan dalam munafik itu.
      Adakah diantaranya SATU ORANG SAJA yang dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam yang termasuk kedalam orang munafik yang keterlaluan itu?”

      Tapi anda malah menjawab :
      “dikalangan Muhajirin; laki2 pertama masuk Islam adalah Ali bin Abuthalib, wanita yg pertama masuk Islam adlh Siti Khadijah. ADAPUN YANG KEDUA, KETIGA, dst…. ternyata Allah menggambarkan dlm QS. Al-Taubah :101, ada yg keterlaluan kemunafikannya.”

      Coba anda pikir, siapa yang menggeneralkan??
      Mengapa tidak anda jawab saja secara spesifik?

      Sekali lagi saya ulangi pertanyaan saya :
      “siapa yang dimaksud dengan arab badui dan penduduk madinah yang keterlaluan dalam munafik itu.
      Adakah diantaranya SATU ORANG SAJA yang dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam yang termasuk kedalam orang munafik yang keterlaluan itu?”

      So, silahkan sebutkan nama..

    45. Si Yadi mah dari dulu emang asal ngomong (asbun) ga pake mikir.. capeee deecch :mrgreen:

    46. @YADI

      Hehehe…artikel itu udah dibaca koq bro…
      Tapi, itu gak menjawab pertanyaan saya….:
      SIAPA dan COBA SEBUTKAN NAMA, SATUUU SAJA…dari orang arab badui dan penduduk madinah yang keterlaluan dalam munafik itu ang termasuk KALANGAN MUHAJIRIN dan ANSHAR YANG TERDAHULU MASUK ISLAM sebagaimana klaim anda berkenaan dengan Q.S At-Taubah ayat 101?

      Ingat, gak banyak2 koq…. HANYA SATU SAJA. 🙂

      Ayolah, saya tunggu lho..

    47. @damai

      Kan sudah jelas dlm ayat ini;

      “…Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kami-lah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (QS. Al-Taubah :101)

      @All

      Saya juga jadi ingin bertanya kepada Pemilik blog dan All, apakah ayat tsb diatas sejalan dgn postingan ini;

      Shahih : Sahabat Nabi Mengakui Diantara Sahabat Anshar Ada Yang Munafik

      Wassalam

    48. Rasulullah pernah bersabda : “ditengah-tengah sahabatku ada 12 orang munafik” atau dikenal munafik dikalangan Anshar

      pengertiannya : para munafik yang berada atau hidup di tengah-tengah para sahabat.

      karena sahabat rasulullah yang dipuji oleh Allah dan rasul-Nya bukanlah munafik dan sebaliknya munafik bukanlah sahabat yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun para munafik itu hidup berdampingan bersama para sahabat.

      ayo penuhi tantangan @damai.. :mrgreen:

    49. from @yadi :
      <<<>>>>

      Lho, kalau nabi saja tidak tahu, lalu atas dasar apa anda menuduh bahwa ada diantara Muhajirin dan Anshar yang pertama-tama memeluk Islam yang keterlaluan dalam kemunafiqannya??
      Apakah anda lebih tahu daripada nabi??

      Sorry bro, kesalahan pertama anda adalah mengaitkan surat At-taubah ayat 101 dengan kalangan Muhajirin, padahal dalam ayat itu SAMA SEKALI TIDAK disebutkan adanya KAUM MUHAJIRIN YANG TERMASUK, karena KAUM MUHAJIRIN BUKANLAH PENDUDUK MEDINAH.

      Nah, sekarang tinggal dari kalangan ANSHAR yang pertama-tama memeluk Islam…untuk kesekian kalinya saya tanyakan :
      “SEBUTKAN SATUUU SAJA nama dari kalangan ANSHAR YANG PERTAMA-TAMA MEMELUK ISLAM yang dituduh keterlaluan dalam kemunafikan sebagaimana diklaim oleh sebagian orang dengan mengaitkannya kepada surat At-Taubah ayat 101??

      Silahkan, baik kepada pemilik blog ataupun semua teman2 yang lain, jika ada yang tahu, sampaikan saja.

      Ingat, jangan asal tuduh tapi rujuklah tafsir yang shahih plus asbabun nuzulnya….karena jika salah tuduh, apa kita gak takut jika tuduhan itu malah berbalik kepada diri kita sendiri??

    50. @damai
      klu begitu sy tanya k anda apa itu syiah?

    51. @all
      sebenarnya pertanyaan ini pernah saya utarakan tapi belum ada yang menanggapinya makanya saya tanyakan lagi di sini

      pada QS At-Taubah ayat 101 biasanya terjemahana dari ayat tersebut yaitu orang-orang arab Badwi tapi pada bahasa arabnya tidak ada. yang jadi pertanyaan kenapa para penterjemah Al-Qur’an menambahi jadi Orang-orang arab Badwi? Tolong di jelaskan!!
      apakah mereka akan menutupi aib sebagian orang orang yang hidup bersama Rasulullah (sahabat) bahwa sebagian para sahabat itu orang-orang munafik sehingga para penterjemah menisbatkan mereka pada orang arab Badwi, salah apa orang arab Badwi pada mereka sehingga mereka dicap orang munafik?
      yang jadi pertanyaan lagi apa arti orang arab dan orang arab badwi?

      salam damai
      wassalam

    52. @g2
      Saya sependapat dengan pendapat anda. Ketahuilah yang terkenal merekayasa adalah Bani Umayah dan konco2 (menurut sejarah lho, karena waktu itu saya belum lahir)
      Apabila disebut/terjemahan sesuai bahasa Alqur’an maka mereka2 yang dimaksud dengan Firman Allah. Arab Badwi mereka yang hidup di pandang pasir. Wasalam

    53. Mohon izin berkomentar.

      Saya sudah dapati ada 11 hadith tsaqalain (ada yg pernah mendapatkan lebih?). Semua hadith bersumber dari seorang saksi/pelaku sejarah, yakni Zaid bin Arqam ra. Kecuali 1 hadith yg menyebutkan Ali ra sebagai saksi/pelaku sejarah yg menjadi sumbernya (dalam kitab Musykil Al Athar, karya Ath Thahawi). Yg terakhir ini juga menjadi kontroversi kata mawla yg oleh syiah dipahami sebagai pelantikan Ali ra menjadi pemimpin.
      Sepemahaman saya, hadith-hadith tsaqalain (2 pusaka) awalnya dapat saya bagi menjadi setidaknya 3 kelompok:

      Kelompok pertama adalah hadith-hadith tsaqalain yg terkait dgn peristiwa khutbah Nabi saw di ghadir khumm, yg juga terkenal dgn hadith-hadith ghadir khumm. Kontroversi pemahaman antara syiah dgn sunni terkait hadith ghadir khumm setidaknya mencakup 3 hal:
      – 2 pusaka (Al Quran dan ahlul bayt)
      – siapakah ahlul bayt
      – serta pelantikan Ali ra sebagai pemimpin
      Ada 7 hadith, yaitu:
      – 4 hadith dari Imam Muslim (nomor 5920-5923)
      – 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (4/366)
      – 1 hadith dari kitab Mustadrak Al Hakim (Mustadrak ala Sahihain)
      – 1 hadith dari kitab Musykil Al Athar karya Ath Thahawi (hanya ini yg bersumber dari Ali ra)

      Kelompok kedua adalah hadith tsaqalain yg terkait dgn peristiwa khutbah Nabi saw di arafah pada saat haji wada, yaitu 1 hadith dari Sunan Tirmidzi nomor 3786. Saya berikan catatan bahwa khutbah Nabi saw di arafah ini tidak menyinggung pelantikan Ali ra sebagai pemimpin. Dimana secara pribadi saya menganggap jika Nabi saw memang bermaksud mengumumkan Ali ra sebagai penerusnya, akan lebih tepat jika penyampaiannya pada saat di arafah ini, dimana ummat yg berkumpul jauh lebih banyak dan merepresentasikan berbagai wilayah di dunia Islam, dibanding di ghadir khumm yg hanya mewakili rombongan haji yg hendak pulang ke Madinah dan daerah utara lainnya.

      Kelompok ketiga adalah hadith-hadith tsaqalain yg tidak memiliki penjelasan waktu terjadinya peristiwa. Hanya memberitakan bahwa Nabi saw pernah menyampaikan demikian-demikian. Ada 3 hadith, yaitu:
      – 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (3/26)
      – 1 hadith dari Sunan Tirmidzi nomor 3788
      – 1 hadith dari kitab Al Ma’rifat wat Tarikh karya Al Fasawi (1/536)

      Berdasarkan redaksi hadithnya, saya membagi hadith-hadith tsaqalain setidaknya ke dalam 2 kelompok:

      Kelompok pertama adalah hadith-hadith tsaqalain yg secara redaksional menyebutkan Kitabullah adalah petunjuk/pedoman dst – kemudian menyebutkan ahlul bayt tanpa keterangan ahlul bayt tsb menyertai Kitabullah sebagai petunjuk/pedoman. Ada 5 hadith, yaitu:
      – 4 hadith dari Imam Muslim (nomor 5920-5923)
      – 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (4/366)

      Kelompok kedua adalah hadith-hadith tsaqalain yg secara redaksional menyebutkan Kitabullah “dan” ahlul bayt berdampingan sebagai petunjuk/pedoman. Ada 6 hadith, yaitu:
      – 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (3/26)
      – 2 hadith dari Sunan Tirmidzi nomor 3786 dan 3788
      – 1 hadith dari kitab Al Ma’rifat wat Tarikh karya Al Fasawi (1/536)
      – 1 hadith dari kitab Mustadrak Al Hakim (Mustadrak ala Sahihain)
      – 1 hadith dari kitab Musykil Al Athar karya Ath Thahawi
      Secara khusus saya hendak memberikan catatan untuk hadith dari Imam Ahmad bin Hambal diatas, bahwa redaksi hadith yg menyebutkan Kitabullah dan ahlul bayt berdampingan sebagai petunjuk/pedoman tidak sefrontal kelima hadith lainnya. Saya kutipkan saja redaksinya:
      Telah bersabda Rasulullah saw: “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat berat, salah satunya lebih besar dari yang lain; (yaitu) Kitabullah, tali yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan itrahku ahlul baytku, keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku”.
      Catatan kedua saya adalah: dari 5 hadith lain yg redaksionalnya menyebutkan Kitabullah dan ahlul bayt berdampingan sebagai petunjuk/pedoman, 4 hadith menggunakan kata “bihi” yg menunjukkan kata ganti tunggal (yg saya pahami menunjuk Kitabullah saja) untuk menyebutkan “sesuatu” yg dinisbatkan sebagai petunjuk/pedoman tsb (contoh: jika kalian berpegang teguh kepada”nya”; “nya” disini menggunakan kata “bihi”). Jadi meski Kitabullah dan ahlul bayt disebut secara redaksional berdampingan, namun yg dinisbatkan sebagai petunjuk/pedoman hanya salah satu saja, karena penggunaan kata ganti tunggal tsb. Dalam bahasa Indonesia hal ini tidak terlihat karena bahasa Indonesia tidak mengenal kata ganti tunggal/jamak untuk konteks ini, sehingga hanya menggunakan sebutan “nya”.
      Jika Kitabullah dan ahlul bayt secara bersama-sama hendak dinisbatkan sebagai petunjuk/pedoman, maka yg digunakan adalah “bihima”. Kondisi ini berlaku pula untuk hadith yg bersumber dari Ali ra dalam kitab Musykil Al Athar (yg ada kontroversi pelantikan Ali ra sebagai pemimpin).
      Hanya 1 hadith yg secara redaksional benar-benar mendampingkan Kitabullah dan ahlul bayt dgn menggunakan kata ganti jamak “huma”, yaitu dalam kitab Mustadrak Al Hakim. Perlu diketahui, bahwa kitab Mustadrak ini direspons oleh Al Dzahabi dgn kitab Talkhis al Mustadrak yg bermaksud “merevisi” kekurangotentikan hadith-hadith Bukhari dan Muslim (sahihain) yg dibawakannya.

      Terakhir, sebagai pelengkap saja, saya hendak menambahkan pemakaian logika sederhana dalam memahami kontroversi tsaqalain, khususnya untuk peristiwa ghadir khumm. Bahwa peristiwa tsb terjadi hanya sekali, dan disitu Nabi saw tentu hanya mengatakannya sekali. Bagaimana redaksi perkataan tsb persisnya, wallahua’lam, yg jelas yg benar tentunya hanya 1 versi (1 pengertian), tidak ambigu. Bahwa sumber hadith, baik dari tangan pertama maupun tangan berikutnya, hingga akhirnya sampai ke saya dan juga ke Anda, bisa saja menyampaikan redaksi kalimat berdasarkan persepsi/penangkapan/pemahamannya sendiri.
      Jika saya adalah seorang guru, kemudian di depan seisi kelas saya berseru: “Anak-anak, makanlah apel, buah yg bergizi dan berwarna merah, dan juga jeruk”. Disitu saya hendak menisbatkan apel saja sebagai buah yg bergizi dan berwarna merah. Sementara jeruk, mungkin ia bergizi, tapi ia tidak berwarna merah.
      Jika kemudian murid-murid saya bercerita kepada orang tuanya di rumah, mungkin mereka bisa menyampaikan persis seperti apa yg saya maksudkan; tapi mungkin pula mereka menyampaikan pengertian yg berbeda dgn redaksi: Pak Guru berkata “Anak-anak, makanlah apel dan jeruk, buah yg bergizi dan berwarna merah”.
      Barangkali tidak terlalu penting perkara apel-jeruk ini, namun jika utk perkara petunjuk/pedoman hidup, ia dapat menyebabkan seseorang mengambil jalan yg lurus atau sesat.

      Saya undang Anda sekalian untuk berdiskusi di 1syahadat.wordpress.com.

      Wallahua’lam dan terima kasih.

    54. “Catatan ”
      Dimana secara pribadi saya menganggap jika Nabi saw memang bermaksud mengumumkan Ali ra sebagai penerusnya, akan lebih tepat jika penyampaiannya pada saat di arafah ini, dimana ummat yg berkumpul jauh lebih banyak dan merepresentasikan berbagai wilayah di dunia Islam, dibanding di ghadir khumm yg hanya mewakili rombongan haji yg hendak pulang ke Madinah dan daerah utara lainnya.
      Buat Renungan dlm Surah AlHujarat
      1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
      Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
      Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
      2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
      melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
      suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu
      terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
      sedangkan kamu tidak menyadari.

    55. ثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى بن حماد عن أبي عوانة عن يحيى ابن سليم أبي بلج عن
      عمرو بن ميمون عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعلي أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنك لست نبيا إنه لا ينبغي أن أذهب إلا وأنت خليفتي في كل مؤمن من بعدي

      Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamad dari Abi ‘Awanah dari Yahya bin Sulaim Abi Balj dari ‘Amr bin Maimun dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda kepada Ali “KedudukanMu di sisiKu sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja Engkau bukan seorang Nabi. Sesungguhnya tidak sepatutnya Aku pergi kecuali Engkau sebagai KhalifahKu untuk setiap mukmin sepeninggalKu” [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1188 dengan sanad yang shahih]

    56. @1syhadat
      “Jika saya adalah seorang guru, kemudian di depan seisi kelas saya berseru: “Anak-anak, makanlah apel, buah yg bergizi dan berwarna merah, dan juga jeruk”.

      Jika melihat redaksi seperti itu saya sbg org awam bisa bilang dengan adanya kata “dan” kata tsb menunjukkan adanya penyetaraan, tidak terpisahkan sedangkan kata “juga” penegasan.
      Yg saya bingungkan maksud2 tulisan anda tsb.

    57. Kitabullah dan Ahlul Bait tidaklah sebanding, kitabullah jauh lebih besar daripada ahlul bait.

    58. @2 x mah syhadat

      Dimana secara pribadi saya menganggap jika Nabi saw memang bermaksud mengumumkan Ali ra sebagai penerusnya, akan lebih tepat jika penyampaiannya pada saat di arafah ini, dimana ummat yg berkumpul jauh lebih banyak dan merepresentasikan berbagai wilayah di dunia Islam, dibanding di ghadir khumm yg hanya mewakili rombongan haji yg hendak pulang ke Madinah dan daerah utara lainnya.

      (1) Tepat atau tidak hal tsb sdh ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya lbh mengetahui. Tidak pada tempatnya jika kita mempertanyakan ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Ataukah anda pribadi meragukan kesahihan hadits ini?

      (2) Sy rasa hadits Tsaqalain ini termasuk hadits yg disaksikan dan diriwayatkan oleh banyak sahabat, bahkan mungkin yg terbanyak dari hadits-hadits yg ada. Sy heran mengapa jumlah yg sdh sebanyak ini msh dipertanyakan mengenai jumlahnya.

      (3) Logika yg anda gunakan ini berpotensi semua hadits yg disaksikan dan diriwayatkan hanya sedikit sahabat, termasuk hadits2 yg dikeluarkan oleh St ‘Aisyah, mengenai keutamaan Abubakar menjadi lemah. Sebab akan timbul pernyataan kenapa hadits2 tsb tdk diumumkan ke banyak orang. Iya kan?

      Salam

    59. @2x mah syhadat
      Kata2 anda seperti perkataan orang ATHEIS. Bukan seperti orang Islam. Masa anda bisa berkata :”Dimana secara pribadi saya menganggap jika Nabi saw memang bermaksud mengumumkan Ali ra sebagai penerusnya, akan lebih tepat jika penyampaiannya pada saat di arafah ini, dimana ummat yg berkumpul jauh lebih banyak dan merepresentasikan berbagai wilayah di dunia Islam, dibanding di ghadir khumm yg hanya mewakili rombongan haji yg hendak pulang ke Madinah dan daerah utara lainnya.”
      Sebagai orang Islam kita yakin BAHWA RASUL TIDAK MENYAMPAIKAN SESUATU TERKECUALI ADA WAHYU.
      Dan tahukah anda mengapa Rasulullah baru menyampaikan kedudukan Imam Ali as di Khaidir Ghum. Sebab sesudah dari Arafah dalam perjalanan kembali ke Madinah, Jibril menyampaikan Firman Allah yang mewajibkan Rasul menyampaikan yang anda bisa baca dalam Surah al-Maidah ayat 67. Wasaalam

    60. @armand dan @channy,

      jika tidak salah, yang bicara : “Dimana secara pribadi saya menganggap jika Nabi saw memang bermaksud mengumumkan Ali ra sebagai penerusnya, akan lebih tepat jika penyampaiannya pada saat di arafah ini, dimana ummat yg berkumpul jauh lebih banyak dan merepresentasikan berbagai wilayah di dunia Islam, dibanding di ghadir khumm yg hanya mewakili rombongan haji yg hendak pulang ke Madinah dan daerah utara lainnya.”

      itu adalah 1syahadat dan bukannya 2xmahsyahdat. Harap maklum jika 1syahadat berpendapat seperti bukan orang islam, soalnya dia cuma percaya 1 syahadat bukannya 2 syahadat. Syahadat yang satu lagi tentang kenabian dan kerasulan Muhammad, dia tidak percaya. Sepertinya 1syahdat lebih meyakini ibnu TAImiyah sebagai nabi dan rasul….

    61. @2Xmah syahadat

      hadits ini barangkali bisa membantu anda merekonstruksi nalar berfikir ente

      riwayat Jabir dalam Sunan Turmudzi dengan tambahan Ahlul Bait dan Turmudzi menyatakan hadisnya hasan gharib dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Turmudzi no 3786.

      Bercerita kepada kami Nashr bin Abdurrahman Al Kufi dari Zaid bin Hasan Al Anmathi dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya dari Jabir bin Abdullah,ia berkata’saya melihat Rasulullah SAW pada saat menunaikan ibadah haji pada hari Arafah, Beliau SAW menunggangi untanya al Qashwa dan saya mendengar Beliau SAW berkata ”wahai manusia,sesungguhnya Aku meninggalkan sesuatu bagimu yang jika kamu berpedoman kepadanya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Itrati Ahlul BaitKu”.

    62. Bob, Chany, armand,…. saya hanya penggembira dan memeberi catatan atas apa yang ditulis 1syahadat pada paragraf ke3, dan saya juga tdk menjustifikasi 1syahadat atau lainnya, sy hanya mengambil kesimpulan dari komen2 dan memberi warna pemikiran, kpd semua maafkn sy klu salah karena masih belajar beretorika, tq.

    63. @2 x mah stahadat
      Maaf juga saya harapkan dari anda. Salah saya tdk teliti membaca. Salam samai Wasalam

    64. […] betapa tingginya ilmu imam Ali. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan Ahlul Bait Beliau [termasuk Imam Ali] sebagai pedoman atau pegangan bagi umat islam agar tidak tersesat, bukankah ini bukti nyata ketinggian ilmu Imam […]

    65. @Secondprince
      Cara berpegang teguh kepada Ahli bait itu seperti apa?
      Apakah kita harus mengikuti semua perintah/perkataan mereka?
      Bagaimana cara membuktikan bahwa seseorang itu termasuk ahli bait pada zaman sekarang ini?

      Mohon penjelasannya saya masih awam tentang hal-hal tsb!

    66. Rasanya kita perlu terus membaca, menelaah, dan tabayun, harus dg sabar, tanpa rasa egois, benci dan prasangka negatif, insyaallah akan turun hidayah tentang kebenaran agama Allah ini. Wallahu a’lam.

    Tinggalkan komentar