Takhrij Hadis “Imam Ali Akan Mencambuk Orang Yang Mengutamakan Dirinya dari Abu Bakar dan Umar”

Takhrij Hadis “Imam Ali Akan Mencambuk Orang Yang Mengutamakan Dirinya dari Abu Bakar dan Umar”

Hadis ini termasuk hadis yang dijadikan andalan oleh salafiyun untuk menunjukkan keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali. Mereka mengatakan kalau Imam Ali sendiri akan mencambuk orang yang mengutamakan dirinya atas Abu Bakar dan Umar. Hadis ini adalah hadis yang dhaif dengan jalan-jalannya. Telah diriwayatkan dengan berbagai jalan dari Ali tetapi semua jalannya tidaklah tsabit.

حدثنا عبد الله قال حدثني هدية بن عبد الوهاب قثنا أحمد بن يونس قثنا محمد بن طلحة عن أبي عبيدة بن الحكم عن الحكم بن جحل قال سمعت عليا يقول لا يفضلني أحد على أبي بكر وعمر إلا جلدته حد المفتري

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Hadiyyah bin Abdul Wahab yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Thalhah dari Abu Ubaidah bin Al Hakam dari Al Hakam bin Jahl yang berkata aku mendengar Ali mengatakan “tidaklah seorangpun mengutamakanku dari Abu Bakar dan Umar kecuali aku akan mencambuknya dengan cambukan untuk seorang pendusta” [Fadhail Shahabah no 49]

Hadis ini juga diriwayatkan dalam Fadhail Shahabah no 387, As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1219, As Sunnah Abdullah bin Ahmad 2/562, Al Isti’ab Ibnu Abdil Barr 1/297, dan Tarikh Ibnu Asakir 30/382 semuanya dengan jalan sanad dari Muhammad bin Thalhah dari Abu Ubaidah dari Al Hakam bin Jahl dari Ali. Sanad hadis ini sangat dhaif karena Muhammad bin Thalhah dan Abu Ubaidah.

  • Muhammad bin Thalhah tidak diketahui siapa dia atau tidak ditemukan biografinya, pentahqiq kitab Fadahail Shahabah menyatakan tidak ada keterangan yang tsabit tentang dirinya tetapi kemungkinan ia adalah Muhammad bin Thalhah bin Abdurrahman bin Thalhah. Ibnu Hibban menyatakan kalau ia melakukan kesalahan [Ats Tsiqat juz 9 no 15147]. Abu Hatim berkata “tempat kejujuran ditulis hadisnya tetapi tidak bisa dijadikan hujjah” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/292 no 1582]. Sayang sekali tidak ada satupun bukti yang menunjukkan kalau dia adalah Muhamad bin Thalhah bin Abdurrahman bin Thalhah dan kalau memang dia yang dimaksud maka hadisnya juga tidak bisa dijadikan hujjah.
  • Abu Ubaidah adalah Umayyah bin Al Hakam. Ad Duulabiy menyebut Umayyah bin Al Hakam dengan kuniyah Abu Ubaidah [Al Kuna 5/129] dan disebutkan oleh Ibnu Hajar kalau Umayyah bin Al Hakam meriwayatkan dari Al Hakam bin Jahl dan dia seorang yang tidak dikenal [Lisan Al Mizan juz 1 no 1436]

Al Hakam bin Jahl memiliki mutaba’ah dari Abdullah bin Salamah, Abdurrahman bin Abi Laila dan Suwaid bin Ghaffalah dengan sanad yang dhaif. Dikeluarkan oleh Ats Tsa’labi dalam kitab Tafsirnya Kasyf Wal Bayan 13/133 dengan jalan sanad Al Haisham bin Syadaakh dari Amasy dari Amru bin Murrah dari Abdullah bin Salamah dari Ali. Sanad ini dhaif jiddan karena Al Haisham bin Syadaah dan Abdullah bin Salamah. Ibnu Hibban memasukkan Al Haisham dalam Adh Dhu’afa dan mengatakan tidak boleh berhujjah dengannya [Al Majruhin juz 3 no 1174] dan Al Uqaili menyatakan ia majhul dan hadisnya tidak terjaga [Lisan Al Mizan juz 6 no 748]. Abdullah bin Salamah seorang yang dhaif yu’tabaru bihi. Al Bukhari berkata “tidak diikuti hadisnya”. Syu’bah, Abu Hatim dan Nasa’i berkata “dikenal dan diingkari” dan Daruquthni menyatakan “dhaif”. [Tahrir At Taqrib no 3364]

Diriwayatkan dalam Tarikh Ibnu Asakir 30/382 dengan jalan sanad dari Ahmad bin Manshur Al Yasykuri dari Abu Bakar bin Abi Dawud dari Ishaq bin Ibrahim dari Kirmani bin Amru dari Muhammad bin Thalhah dari Syu’bah dari Hushain bin Abdurrahman dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Ali. Hadis ini dhaif jiddan karena beberapa illat [cacat] yaitu

  • Ahmad bin Manshur Al Yasykuri seorang yang majhul disebutkan biografinya oleh Al Khatib tanpa menyebutkan jarh maupun ta’dil dan yang meriwayatkan darinya hanya Abu Muhammad bin Muqtadir [Tarikh Baghdad 5/362 no 2909].
  • Ishaq bin Ibrahim Syadzan disebutkan oleh Ibnu Hajar bahwa ia memiliki hadis-hadis mungkar dan gharib. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan Abu Hatim berkata “shaduq” [Lisan Al Mizan juz 1 no 1076].
  • Kirmani bin Amru dimasukkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 9 no 15010] dan Abu Hatim menyebutkan bahwa yang meriwayatkan darinya hanya Ishaq bin Ibrahim Syadzan  tanpa menyebutkan jarh ataupun ta’dil [Al Jarh Wat Ta’dil 7/176 no 1007]. Jadi kemungkinan ia seorang yang majhul hal. Dan yang terakhir Muhammad bin Thalhah sendiri tidak dikenal siapa dirinya.

Disebutkan dalam Lisan Al Mizan juz 3 no 1225 dimana Ibnu Hajar menukil hadis ini dengan jalan dari Abu Ishaq Al Fazari dari Syu’bah dari Salamah bin Kuhail dari Abu Az Za’ra’ dari Zaid bin Wahb bahwa Suwaid bin Ghaflah masuk menemui Ali. Hadis ini dhaif karena Abu Az Za’ra’, dia adalah Abdullah bin Hani’ seorang yang diperselisihkan dan pendapat yang rajih adalah dia seorang yang dhaif. Al Ijli dan Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 6 no 120]. Bukhari berkata “tidak diikuti hadis-hadisnya” [Tarikh Al Kabir juz 5 no 720]. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Diwan Adh Dhu’afa no 2337. Al Uqaili juga memasukkannya dalam Adh Dhu’afa seraya mengutip Bukhari dan menyebutkan berbagai hadis batil yang diriwayatkannya serta tidak diikuti oleh satu orangpun [Adh Dhu’afa Al Uqaili 2/314-316]. Abdullah bin Hani’ disebutkan kalau ia mendengar dari Ibnu Mas’ud dan semua hadisnya adalah riwayat Ibnu Mas’ud, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Salamah bin Kuhail dan hadis-hadis yang diriwayatkannya adalah hadis batil yang tidak diikuti oleh satu orangpun. Oleh karena itu jarh padanya bersifat mufassar dan disertakan dengan bukti hadis-hadis yang disebutkan oleh Al Bukhari dan Al Uqaili maka pendapat yang benar adalah ia seorang yang dhaif. Dalam Tahrir At Taqrib disebutkan kalau ia seorang yang dhaif yu’tabaru bihi [Tahrir At Taqrib no 3677]

Disebutkan dalam kitab As Siyar Abu Ishaq Al Fazari hal 327 no 647 dan kitab Al Kifayah Fi Ilmi Ar Riwayah Al Khatib Baghdad 3/333 no 1185 semuanya dengan jalan dari Abu Shalih Al Farra’ dari Abu Ishaq Al Fazari dari Abu Az Za’ra’ atau dari Zaid bin Wahb bahwa Suwaid bin Ghaflah masuk menemui Ali -al hadists-. Sanad hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah karena didalamnya terdapat keraguan dari salah seorang perawinya yaitu pada perkataan “dari Abu Az Za’ra’ atau dari Zaid bin Wahb”. Tidak jelas apakah itu dari Abu Az Za’ra atau dari Zaid bin Wahb dan sudah pasti tidak bisa dikatakan berasal dari keduanya karena jika memang sanad tersebut berasal dari keduanya maka lafaz yang digunakan adalah “dari Abu Az Za’ra’ dan dari Zaid bin Wahb”. Bahkan disebutkan oleh Ibnu Hajar dengan lafaz “dari Abu Az Za’ra’ dari Zaid bin Wahb”. Hal ini menunjukkan adanya kekacauan yang timbul dari salah seorang perawinya. Tidak diketahui dengan pasti siapa yang melakukan kekeliruan, bisa saja Abu Shalih Al Farra’ yang walaupun ia dikatakan tsiqat oleh Ibnu Hibban dan Al Ijli, Daruquthni mengatakan “shuwailih, tidak kuat” [At Tahdzib juz 10 no 85]. Dikatakan dalam Al Kifayah bahwa keraguan perawi tersebut tidak menjadikan hadis tersebut dhaif karena kedua perawi tersebut tsiqat ma’mun. Pernyataan ini tidaklah benar, Zaid bin Wahb memang seorang yang tsiqat tetapi Abu Az Za’ra’ telah dijelaskan bahwa yang rajih ia seorang yang dhaif. Apalagi juga terdapat penukilan kalau Abu Az Za’ra’ meriwayatkan hadis ini dari Zaid bin Wahb sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar. Jadi keraguan perawi justru mengandung illat yang mendhaifkan hadis tersebut sehingga sanadnya tidak bisa dijadikan hujjah.

23 Tanggapan

  1. Setelah saya baca dalam Tarikh Al-Kabir ternyata AL-Bukhari hanya mengatakan bahwa hadits Abu Az-Za’ra` yg tidak diikuti itu adalah haditsnya dari Ibnu Mas’ud ttg syafaat bukan semua hadits darinya. Lalu dari mana anda bisa menerjemahkan kata Al-Bukhari tidak diikuti hadits-hdts-nya (dalam bentuk jamak)?
    Banyak kok hadits-hadits Abu Az-Za`ra’ yg ada mutabi’nya seperti bisa kita lihat dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.

  2. @mawlana
    maaf ya sejak kapan pula Bukhari dalam menuliskan biografi perawi menyebutkan semua hadis-hadis perawi tersebut. Hadis syafaat yang disebutkan itu adalah salah satu contoh hadis Abu Az Za’ra’. Terus apa sudah cek tuh ke Ad Dhu’afa Al Uqaili.

    banyak kok hadits-hadits Abu Az-Za`ra’ yg ada mutabi’nya seperti bisa kita lihat dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.

    Silakan tuh cantumkan, lantas apakah dengan pernyataan ini jarhnya bakal terangkat, sekarang saya tanya mana tuh mutabi’ hadis Abu Az Za’ra tentang cambuk di atas.

  3. Hadits yg ada di dhu’afa` al-uqaili itu adalah yg dimaksud oleh Al-Bukhari itu, jadi cuma takhrij dan memang cuma hadits itu. Sedangkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah ada beberapa hadits Abu Za`ra’ yg ada mutaba’ahnya.
    Lagi pula hadits ini ada syahidnya yaitu riwayat Al-‘Assyari dalam Fadha`il Ash-Shiddiq:
    حدثنا علي حدثنا عبد الله بن محمد البغوي حدثنا الحكم بن موسى حدثنا شهاب بن خراش عن الحجاج بن دينار عن أبي معشر عن إبراهيم قال قال علقمة خطبنا علي بن أبي طالب فحمد الله وأثنى عليه ثم قال إنه بلغني أنا ناسا يفضلوني على أبي بكر وعمر ولو كنت تقدمت في ذلك لعا..قبت وأكره العقوبة قبل التقدم فمن أتيت به بعد مقامي هذا قد قال شيئا من ذلك فهو مفتري عليه ما على المفتري خير الناس كان بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر ثم عمر.
    syahid lain adalah riwayat Abdullah bin Ahmad dalam fadhilah shahabah, karena perawinya tidak ada yang dha’if jiddan, karena seorang majhul al-ain sekalipun haditsnya bisa dijadikan syahid sebagaimana kata Ad-Daraquthni.

  4. @mawlana

    Hadits yg ada di dhu’afa` al-uqaili itu adalah yg dimaksud oleh Al-Bukhari itu, jadi cuma takhrij dan memang cuma hadits itu. Sedangkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah ada beberapa hadits Abu Za`ra’ yg ada mutaba’ahnya

    silakan tampilkan hadis Abu Za’ra dalam mushannaf yang anda maksudkan beserta mutaba’ahnya. Dan lagipula anda belum menjawab pertanyaan saya. Jika Abu Za’ra’ menyendiri meriwayatkan hadis batil dan tidak diikuti oleh yang lainnya maka itu menjadi jarh terhadapnya atau tidak? terus apakah jika ia memiliki hadis lain yang ada mutaba’ah apakah jarhnya tadi jadi terangkat.

    Anda tidak menjawab pertanyaan saya, mana tuh hadis mutaba’ah nya Abu Za’ra soal hadis cambukan di atas. soal hadis Ibrahim dari Alqamah itu saya mau tanya, Ibrahim itu mendengar tidak dari Alqamah? kemudian memangnya hadis itu ada soal cambuk mencambuk. hadis dalam fadahail sahabah itu sudah saya sebutkan tuh di atas tentang kedhaifannya, silakan kalau anda pikir dengan kedhaifan seperti itu bisa menjadi syahid 🙂

    btw dengan logika anda yang begitu betapa banyakhnya hadis keutamaan ahlul bait yang didhaifkan salafy menjadi hasan atau paling tidak bisa dijadikan hujjah.

  5. Ibrahim mendengar dari Alqamah, bahkan ‘an’anah dari Abu Ma’syar, dari Ibrahim dari Alqamah ada dalam shahih Muslim:
    حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ خَالِدٍ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ أَنَّ رَجُلًا نَزَلَ بِعَائِشَةَ
    فَأَصْبَحَ يَغْسِلُ ثَوْبَهُ
    contoh mutaba’ah pada hadits Abu Az-Za’ra`:
    حدثنا وكيع قال حدثنا سفيان عن سلمة بن كهيل عن أبي الزعراء عن عبد الله قال جردوا القرآن ولا تلبسوا به ما ليس منه
    mutabi’:
    حدثنا وكيع عن سفيان عن الأعمش عن إبراهيم قال قال عبد الله جردوا القرآن

    contoh lain:
    حدثنا ابن نمير حدثنا مالك بن مغول عن سلمة بن كهيل عن أبي الزعراء قال : قال عبد الله : إن أول ما تفقدون من دينكم الامانة ، وآخر ما تفقدون الصلاة.
    mutabi’:
    حدثنا أبو الأحوص عن عبد العزيز بن رفيع عن شداد بن معقل الأسدي قال سمعت بن مسعود يقول أول ما تفقدون من دينكم الأمانة وآخر ما تفقدون منه الصلاة

  6. Sejak kapan saya menolak hadits keutamaan Ahlul Bait bila memang haditsnya hasan lighairih, dan apa urusan saya sama orang salafy?

  7. @mawlana

    Ibrahim mendengar dari Alqamah, bahkan ‘an’anah dari Abu Ma’syar, dari Ibrahim dari Alqamah ada dalam shahih Muslim:

    Silakan tuh baca Al Marasil Ibnu Abi Hatim 1/8
    حدثنا علي بن الحسن الهسنجاني سمعت مسددا يقول كان عبدالرحمن بن مهدي وأصحابنا ينكرون أن يكون إبراهيم سمع من علقمة

    Hadis pertama yang anda anggap mutaba’ah Abu Az Za’ra itu gak kena deh Mas karena Ibrahim tidak mendengar dari Ibnu Mas’ud.

    Nah Hadis kedua mungkin bisa dikatakan mutaba’ah bagi Abu Az Za’ra tetapi Syadad bin Ma’qil sendiri disebutkan dalam Tahrir At taqrib no 2758 dia seorang yang majhul hal.

    btw anda belum menjawab pertanyaan saya yang ini
    Jika Abu Za’ra’ menyendiri meriwayatkan hadis batil dan tidak diikuti oleh yang lainnya maka itu menjadi jarh terhadapnya atau tidak? terus apakah jika ia memiliki hadis lain yang ada mutaba’ah apakah jarhnya tadi jadi terangkat? dan pertanyaan saya yang ini mana hadis mutaba’ah Abu Az Za’ra soal hadis cambukan di atas?.

    Bagi saya anda mau menunjukkan hadis Abu Az Za’ra yang mutaba’ah tidak akan menafikan kalau ia Abu Az Za’ra memiliki hadis batil yang tidak ada mutaba’ah diantaranya hadis syafaat dan menurut saya ya hadis cambukan di atas.

    Sejak kapan saya menolak hadits keutamaan Ahlul Bait bila memang haditsnya hasan lighairih, dan apa urusan saya sama orang salafy?

    Sejak kapan pula ada yang menuduh anda menolak hadis keutamaan Ahlul Bait. Mana saya tahu apa urusan anda sama salafy. Saya cuma kasih info tuh kalau dengan metode anda maka banyak hadis keutamaan Ahlul Bait yang didhaifkan atau dinyatakan palsu oleh salafy menjadi hasan. seperti hadis Madinatul Ilmi, hadis Safinah, Hadis Melihat Ali Ibadah, dan sebagainya. Baguslah kalau anda tidak seperti mereka, itu malah sangat menarik buat saya.

  8. Hadits cambukan di atas itu masih dipersoalkan apakah dari Abu Az-Za’ra` ataukah dari Zaid bin Habib, bagi yg menganggap Abu Az-Za`ra` itu tsiqah seperti Al-Busynaji dan Al-Khathib sebagaimana dalam AL-Kifayah, maka mereka tidak persoalkan hadits itu dari mana.

    Adanya satu atau dua hadits seseorang yg tidak ada mutaba’ahnya tidak lantas membuat orang itu menjadi dha’if secara mutlak. Apalagi kalau ternyata hadits itu ada syahidnya.

    Masalah Syaddad, orang yg majhul haal itu bisa naik derajat kalau ada mutabi’ dan itu dia mutabi’nya.

    Apakah adil hanya memakai perkataan Abdurrahman bin Mahdi dkk saja untuk menilai seseorang mursal?
    Bahkan ‘an’anah Ibrahim dari Alqamah aja dipakai oleh Al-Bukhari dan Muslim, belum lagi kesimpulan Al-Mizzi dalam Tahzib Al-Kamal yg diiyakan oleh Ibnu Hajarز
    Oh ya, Ibrahim di sini adalah bin Yazid karena Abu Ma’syar memang mendengar darinya.

  9. @mawlana

    Hadits cambukan di atas itu masih dipersoalkan apakah dari Abu Az-Za’ra` ataukah dari Zaid bin Habib, bagi yg menganggap Abu Az-Za`ra` itu tsiqah seperti Al-Busynaji dan Al-Khathib sebagaimana dalam AL-Kifayah, maka mereka tidak persoalkan hadits itu dari mana.

    Silakan toh, justru kalau dengan cara seperti ini saya bisa menshahihkan banyak hadis dhaif karena telah masyhur para perawi yang diperselisihkan ada yang bilang dhaif dan ada yang bilang tsiqat. So kalau hanya mau berpegang pada yang menta’dilkan ya bisa saja.

    Adanya satu atau dua hadits seseorang yg tidak ada mutaba’ahnya tidak lantas membuat orang itu menjadi dha’if secara mutlak. Apalagi kalau ternyata hadits itu ada syahidnya.

    oooh begitu ya, walaupun hadis yang tidak memiliki mutaba’ah itu adalah hadis yang bathil atau mungkar. Agak lucu juga sih, saya benyak menemukan perawi yang dicacatkan oleh ulama hanya karena perawi tersebut meriwayatkan satu atau beberapa hadis bathil. Dan rasanya pernyataan “tidak diikuti hadisnya” itu dalam ulumul hadis bernilai jarh, cek saja tuh.

    Masalah Syaddad, orang yg majhul haal itu bisa naik derajat kalau ada mutabi’ dan itu dia mutabi’nya.

    Silakan, apa saya menolak perkataan anda soal muttabi’ di hadis Syadad, silakan dicek kata-kata saya di atas.

    Apakah adil hanya memakai perkataan Abdurrahman bin Mahdi dkk saja untuk menilai seseorang mursal?

    Apa gunanya anda berkata adil, kayaknya Abdurrahman bin Mahdi gak sendirian itu, baca aja dengan lengkap tulisan Ibnu Abi Hatim yang saya kutip.

    Bahkan ‘an’anah Ibrahim dari Alqamah aja dipakai oleh Al-Bukhari dan Muslim, belum lagi kesimpulan Al-Mizzi dalam Tahzib Al-Kamal yg diiyakan oleh Ibnu Hajarز

    btw bahkan Ismail bin Abi Uwais yang dikenal dhaif pun dijadikan hujjah oleh Bukhari Muslim. Saya heran nih, bagaimana kalau ada yang berkata “kalau mau dibandingkan Abdurrahman bin Mahdi itu kan lebih dekat ke Ibrahim so perkataannya lebih mendekati kebenaran”

    Oh ya, Ibrahim di sini adalah bin Yazid karena Abu Ma’syar memang mendengar darinya.

    lha iya toh. Yang saya sebutkan dari Al Marasil itu ya Ibrahim bin Yazid An Nakha’i.

  10. Kalau begitu semua hadits dari Ibrahim bin Yazid dari Alqamah semuanya dha’if, baru anda yg berkata demikian. Jadi, semua ulama hadits (bukan hanya Al-Bukhari dan Musli) yg menshahihkan pendengaran Ibrahim dari Alqamah adalah salah??

    Banyak tuh orang yg lebih dekat perkataannya dgn yg dikatakannya tapi malah perkataannya tidak diterima karena satu dan lain hal, apalagi kalau menyalahi mayoritas huffazh baik yg dekat maupun jauh.

  11. @mawlana

    Kalau begitu semua hadits dari Ibrahim bin Yazid dari Alqamah semuanya dha’if, baru anda yg berkata demikian. Jadi, semua ulama hadits (bukan hanya Al-Bukhari dan Musli) yg menshahihkan pendengaran Ibrahim dari Alqamah adalah salah??

    Saya tidak tahu anda ini sebenarnya punya metode atau tidak. Kalau anda hanya main kata ulama kata ulama maka saya pun juga pakai kata ulama. So kalau implikasinya begitu apakah itu salah saya. Saya justru sedang berdiskusi dengan anda. Saya bawakan hujjah atau argumennya nah kalau anda mau menolak ya terserah. Sejauh saya belajar hadis saya tidak pernah puas dengan yang namanya ilmu hadis, gak tahu sih kalau anda dan yang lainnya. Jadi jangan mengharapkan saya menjawab dengan tuntas apa yang anda keluhkan karena saya pun masih dalam tahap belajar. Justru kalau anda punya hujjah yang kuat soal ini saya akan siap menerimanya.

    Apa perlunya anda mengatakan “baru anda yang mengatakan demikian”. Jujur saja ya dengan metode anda ini saya bisa menunjukkan bukti kalau Abu Hurairah sahabat Nabi berdusta. Karena diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Mathalib dari Abu Hurairah bahwaia bertemu dengan Ruqayyah padahal itu mustahil terjadi. nah hadis ini disebutkan Al Hakim dan Adz Dzahabi dan mereka berdua sepakat menshahihkannya. Tapi apa kata salafy : Mathalib tidak bertemu Abu Hurairah karena Abu Hatim mengatakan demikian. Heh so bisa saja tuh saya berpegang pada Al Hakim dan Adz Dzahabi dan langsung saja menolak Abu Hatim. Penshahihan mereka berarti penyimakan Matahalib dari Abu Hurairah adalah shahih. Lagipula darimana Abu Hatim mengatakan Mathalib tidak bertemu Abu Hurairah padahal tahun lahir dan tahun wafatnya Mathalib saja tidak diketahui.

    Banyak tuh orang yg lebih dekat perkataannya dgn yg dikatakannya tapi malah perkataannya tidak diterima karena satu dan lain hal, apalagi kalau menyalahi mayoritas huffazh baik yg dekat maupun jauh.

    Lho berarti bukan masalah banyak atau sedikit, justru satu dan lain hal itu yang perlu dibahas. Nah silakan deh sebutkan satu dan lain hal terkait Ibrahim dari Alqamah ini. Yang perlu dibahas adalah apa sih hujjah ulama dalam menetapkan sesuatu? ada atau tidak hujjahnya, jika tidak ya bagaimana? 🙂

    Dan rasanya maaf anda gak perlu jauh-jauh diskusi soal riwayat Ibrahim dari Alqamah, bukankah saya tanya sebelumnya, memangnya hadis Ibrahim ada menyebutkan soal cambukan? 🙂

  12. Dalam riwayat itu tidak ada cambukan hanya ada hukuman terhadap pendusta. Silahkan saja anda mau dipilih untuk dicambuk ataukah dihukum sebagai pendusta. Eh, hukuman bagi muftari (pendusta) dalam Islam apa ya…? Mungkin anda bisa jawab…hehehe.

    Memang kenyataannya kok bahwa sebuah hadits yg dha’if, selama tidak matruk atau dha’ifnya parah bisa terangkat derajatnya menjadi hasan li ghairih, dan beginilah status hadits cambukan tersebut dgn asumsi bahwa semua rawinya lemah.

    Tapi kalau menganggap ada yg shahih, maka shahihlah hadits itu.

    Aneh juga, Ibrahim itu keponakannya Alqamah, lalu mereka hidup sezaman, satu kota, sama-sama ulama hadits, lalu tiba-tiba Ibrahim tidak mendengar hadits dari pamannya ini….TERLALU

    Di sinilah letak lemahnya anggapan Abdurrahman bin Mahdi. Kalau anda mau taqldi aja sih silahkan saja, tapi saya juga menggunakan logika ketika menanggapi penilaian Abdurrahman bin Mahdi ini, siapa tahu dia punya maksud lain.

  13. @mawlana

    Dalam riwayat itu tidak ada cambukan hanya ada hukuman terhadap pendusta. Silahkan saja anda mau dipilih untuk dicambuk ataukah dihukum sebagai pendusta. Eh, hukuman bagi muftari (pendusta) dalam Islam apa ya…? Mungkin anda bisa jawab…hehehe.

    Wah kalau begitu saya balik tanya tuh, apakah jika seseorang berpendapat Imam Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar maka ia dikatakan pendusta. Apa sih pengertian dusta. Kalau salah sih masih bisa diterima, masalahnya apakah setiap salah mau dikatakan dusta. Bagiaman dengan para sahabat yang salah seperti Umar dan Utsman yang melarang haji tamattu. Mau dikatakan dusta juga. Sayang ya sedikitpun tidak ada tuh yang mau bersusah-susah menilai apakah matan hadisnya batil atau tidak.

    Memang kenyataannya kok bahwa sebuah hadits yg dha’if, selama tidak matruk atau dha’ifnya parah bisa terangkat derajatnya menjadi hasan li ghairih, dan beginilah status hadits cambukan tersebut dgn asumsi bahwa semua rawinya lemah.

    Silakan tidak ada yang memaksa anda untuk sependapat dengan saya. Satu-satunya sanad terkuat masalah cambukan ini ya hadis Abu Az Za’ra yang sudah saya sebutkan di atas berstatus dhaif. Sedangkan yang lainnya dhaif jiddan tuh.

    Tapi kalau menganggap ada yg shahih, maka shahihlah hadits itu.

    Lha iya cukup banyak tuh hadis yang didhaifkan ulama eh dishahihkan oleh ulama lain.

    Aneh juga, Ibrahim itu keponakannya Alqamah, lalu mereka hidup sezaman, satu kota, sama-sama ulama hadits, lalu tiba-tiba Ibrahim tidak mendengar hadits dari pamannya ini….TERLALU

    Ho ho terlalu ya katakan saja yang begitu pada Ibnu Mahdi dan yang lainnya. btw yang lebih parah lagi dalam ilmu hadis ada anak yang tidak mendengar dari ayahnya

    Di sinilah letak lemahnya anggapan Abdurrahman bin Mahdi. Kalau anda mau taqldi aja sih silahkan saja, tapi saya juga menggunakan logika ketika menanggapi penilaian Abdurrahman bin Mahdi ini, siapa tahu dia punya maksud lain.

    Saya juga curiga siapa tahu juga anda punya maksud lain menolak Ibnu Mahdi. btw Ibrahim bin Yazid terkenal melakukan irsal dan tadlis so kalau ada yang menjadikan ini hujjah bahwa ia tidak mendengar dari Alqamah nah gimana itu?, Ibrahim dan Aisyah itu tidak sezaman ya? kok para ulama seperti Abu hatim mengatakan riwayat Ibrahim dari Aisyah mursal? dan ngomong2 riwayat Ibrahim dari Aisyah ada tuh di shahih Muslim.

    btw begini saja saya ini maunya belajar, kalau anda bisa menunjukkan riwayat Imam Ali di atas [dengan sanad shahih] dari Ibrahim dengan lafaz sima’ langsung dari Alqamah maka itu menjadi hujjah yang kuat. Tolong tunjukkan pada saya, saya tidak sepintar anda jadi silakan bagilah ilmu anda disini dan saya akan berterima kasih 🙂

  14. Wah kalau begitu saya balik tanya tuh, apakah jika seseorang berpendapat Imam Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar maka ia dikatakan pendusta. Apa sih pengertian dusta.”

    Jawab: Maaf ya soalnya yg beranggapan orang speerti itu dusta adalah Imam Ali sendiri dan beliau bakal mencambuknya. Kalau anda mau salahkan Imam Ali dalam hal itu ya terserah.

    “Ho ho terlalu ya katakan saja yang begitu pada Ibnu Mahdi dan yang lainnya. btw yang lebih parah lagi dalam ilmu hadis ada anak yang tidak mendengar dari ayahnya”

    Jawab: Sepakat, bisa saja. Tapi yg mustahil rasanya adalah kalau anak ini telah dewas sebagai penuntut ilmu dan bapaknya aktif mengajar, tinggal satu kota lagi…gimana tuh.

    MAsalah curiga, saya malah curiga jangan-jangan ada kesalah cetak dalam kitab Al-MArasil, atau Abdurrahman bin Mahdi punya maksud lain, jadi bukan tidak mendengar secara mutlak.

    MAsalah tadlis kan sudah ada kaidahnya, pada peringkat ke berapa tadlisnya itu, coba cek lagi perkataan para ulama yg menyatakan bahwa Ibrahim ini mudallis, apakah tadlisnya adalah tadlis yg pasti tertolak??

    Di sini bukan masalah pintar atau lebih pintar, tapi faktanya adalah, ada hadits yg menurut saya shahih karena sesuai dgn syarat Muslim, belum ada ulama yg mendha’ifkannya yaitu dari Ibrahim tersebut menyatakan Imam Ali akan menghukum siapa saja yg melebihkannya dari Abu Bakar dan Umar. Menurut para ulama hadis yg kita jadikan rujukan sanad dari Ibrahim ke Alqamah itu bersambung dan sah. Jadi, perkataan Ibnu Mahdi menjadi syaadz dalam hal ini. Atau Ibnu Mahdi punya maksud lain kalau kita mau main curiga-curigaan…:D

  15. Oh ya satu lagi, ada sebuah hadts riwayat Ad-Daraquthni bahwa Ibrahim tashrih bis samaa’ dari Alqamah:
    – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن النَّضْرِ الأَزْدِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بن عَمْرٍو، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَلْقَمَةَ،”أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ كَانَ يُوتِرُ إِذَا بَقِيَ مِنَ اللَّيْلِ نَحْوَ مَا ذَهَبَ إِلَى صَلاةِ الْمَغْرِبِ”.

    Saya sih sudah cek sanadnya insya Allah shahih, kalau anda mua cek silahkan.
    Salam damai.

  16. Eh maaf bukan Ad-Daraquthni tapi Ath-Thabarani dalam Al-Kabir

  17. @all
    Benar tidak riwayat (saya tdk menganggap hadits karena bukan dari Rasulullah) Imam Ali berkata:”tidaklah seorangpun mengutamakanku dari Abu Bakar dan Umar kecuali aku akan mencambuknya dengan cambukan untuk seorang pendusta” [Fadhail Shahabah no 49]

    Menurut saya yang pasti Imam Ali lebh mulia dari sahabat Rasul yang lain:
    1. Hadits Rasul:
    a. Aku G udang Ilmu dan Ali adalah Pintuinya
    b. Aku dan engkau Ali seperti Musa dan Harun hanya tdk
    ada Nabi setelah aku.
    c. Aku dan engkau Ali adalah saudara dunia akhirat.
    d. Perkawinan Imam Ali dan Saydati Fatimah atas
    perintah Allah.
    e. Dan masih banyak lagi predikat Agung yang dmiliki
    Imam Ali yang tidak dimiliki sahabat yang lain.
    Dan apabila benar Imam Ali pernah berkata seperti tsb diatas, maka kata2 tsb. menunjukan betapa Mulia Akhlak Imam Ali.
    Tapi yang pasti riwayat tsb diatas tidak benar, karena ada kata2 pendusta. Dan ini tidak mungkin diucapkan oleh Imam Ali yakni mengatakan mereka pendsta. Karena Imam Ali sendiri mengatahui kelebihannya dari mereka. Wasalam

  18. @mawlana

    Jawab: Maaf ya soalnya yg beranggapan orang speerti itu dusta adalah Imam Ali sendiri dan beliau bakal mencambuknya. Kalau anda mau salahkan Imam Ali dalam hal itu ya terserah.

    Yah itu kan kalau hadis tersebut shahih, selain matannya bermasalah hadis itu mengandung illat yang cukup untuk menolaknya. wah saya kurang tahu tuh kalau berdusta apa sih hukumnya dalam islam? dicambukkah?

    MAsalah tadlis kan sudah ada kaidahnya, pada peringkat ke berapa tadlisnya itu, coba cek lagi perkataan para ulama yg menyatakan bahwa Ibrahim ini mudallis, apakah tadlisnya adalah tadlis yg pasti tertolak??

    Gak pasti tertolak, cukup dilihat petunjuknya saja. Jika suatu hadis matannya bathil atau bermasalah maka tadlis ini bisa menjadi illat tetapi jika matannya tidak bathil dan tidak bermasalah ya bisa dijadikan hujjah. Saya cukup sering melihat ulama yang menjadikan tadlis sebagai illat jika suatu hadis matannya mereka anggap bathil

    Di sini bukan masalah pintar atau lebih pintar, tapi faktanya adalah, ada hadits yg menurut saya shahih karena sesuai dgn syarat Muslim,

    kayaknya gak sesuai syarat Muslim deh, karena Syihab itu bukan perawi muslim dan Ia dinyatakan tsiqat tetapi terdapat illat padanya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Adh Dhu’afa seraya berkta “banyak melakukan kesalahan” dan Ibnu Ady berkata kalau ia memiliki riwayat-riwayat mungkar. Ibnu Hajar berkata “jujur tetapi sering salah”. Bagi saya matan hadis Ibrahim dari Alqamah termasuk matan yang bathil atau mungkar dan tentu cacat pada Syihab bisa menjadi illat

    belum ada ulama yg mendha’ifkannya yaitu dari Ibrahim tersebut menyatakan Imam Ali akan menghukum siapa saja yg melebihkannya dari Abu Bakar dan Umar.

    Matan inilah yang disebut bathil, sepertinya tidak ada tuh dalam sejarahnya Imam Ali mencambuk orang karena mengutamakan dirinya dibanding Abu Bakar dan Umar. btw ada lagi nih hadis dengan sanad yang sama tetapi matannya bathil yaitu
    حدثنا عبد الله حدثني أبو صالح الحكم بن موسى ثنا شهاب بن خراش حدثني الحجاج بن دينار عن أبي معشر عن إبراهيم النخعي قال ضرب علقمة بن قيس هذا المنبر وقال خطبنا علي رضي الله عنه على هذا المنبر فحمد الله وأثنى عليه وذكر ما شاء الله أن يذكر وقال إن خير الناس كان بعد رسول الله صلى الله عليه و سلم أبو بكر ثم عمر رضي الله عنهما ثم أحدثنا بعدهما أحداثا يقضى الله فيه
    Di akhir hadis kok Imam Ali berkata “sepeninggal mereka berdua kita pun membuat hal-hal baru dimana Allah akan memberikan hukuman atas hal-hal baru itu” [Musnad Ahmad no 1051]
    Kok rasanya jadi kebalik ya, bukannya yang membuat hal-hal baru itu ya Abu Bakar dan Umar diantaranya mereka melarang haji tamattu, bukankah itu hal baru ya, kok jadi bingung nih?

    Menurut para ulama hadis yg kita jadikan rujukan sanad dari Ibrahim ke Alqamah itu bersambung dan sah. Jadi, perkataan Ibnu Mahdi menjadi syaadz dalam hal ini. Atau Ibnu Mahdi punya maksud lain kalau kita mau main curiga-curigaan…

    Ya bisa saja sih, btw setelah saya cari memang ada Ibrahim meriwayatkan hadis lain dari Alqamah dengan sima’ langsung tetapi kalau hadis soal hukuman itu saya belum ketemu yang lafal sima’ langsung.

    @Rafidhah

    Menurut saya yang pasti Imam Ali lebh mulia dari sahabat Rasul yang lain:
    1. Hadits Rasul:
    a. Aku G udang Ilmu dan Ali adalah Pintuinya
    b. Aku dan engkau Ali seperti Musa dan Harun hanya tdk
    ada Nabi setelah aku.
    c. Aku dan engkau Ali adalah saudara dunia akhirat.
    d. Perkawinan Imam Ali dan Saydati Fatimah atas
    perintah Allah.
    e. Dan masih banyak lagi predikat Agung yang dmiliki
    Imam Ali yang tidak dimiliki sahabat yang lain.

    Dari dulu-dulu juga saya pernah bilang, tergantung metode yang dipakai. Metode saya dalam mengutamakan siapa sahabat yang lebih utama adalah mengumpulkan hadis-hadis keutamaannya dan membandingkannya dengan para sahabat lain. Nah temuan saya adalah banyak sekali hadis keutamaan Imam Ali yang menunjukkan kedudukannya lebih tinggi dibanding sahabat lain termasuk Abu Bakar dan Umar.

    Dan apabila benar Imam Ali pernah berkata seperti tsb diatas, maka kata2 tsb. menunjukan betapa Mulia Akhlak Imam Ali.

    Saya pernah menyatakan sebelumnya kalau perkataan tersebut adalah bagian tawadhu’ Beliau karena dalam hadis tersebut terkadang ada lafal kalau Imam Ali hanyalah seorang dari kalangan kaum muslimin. Nah kalau diartikan secara zhahir maka keutamaan Imam Ali ya sama saja dengan kaum muslimin lainnya, tapi anehnya salafy tetap menjadikan Imam Ali sebagai no-4.

    Tapi yang pasti riwayat tsb diatas tidak benar, karena ada kata2 pendusta. Dan ini tidak mungkin diucapkan oleh Imam Ali yakni mengatakan mereka pendsta

    Yup benar, matan yang inilah saya sebut bathil. dan hadis dengan matan ini mengandung illat seperti yang saya sebutkan di atas. Bukankah hukuman hanya diberikan kepada mereka yang melanggar syariat lha kok mengutamakan Imam Ali dari Abu Bakar dan Umar dikatakan dusta dan harus dihukum.

    btw saya sudah tampilkan hadis bahwa sahabat Jabir mengakui kalau Imam Ali adalah manusia yang paling utama. Hadis tersebut shahih dan kira-kira apa salafy itu mau menyatakan Jabir RA pendusta dan mesti dihukum atau dicambuk, naudzubillah

  19. @SP
    Susah sekali mendapat kebenaran dalam berdialog, apabila berhadapan dengan mereka yang FANATIK dan kurang memiliki pengetahuan, karena kurang membaca. Wasalam

  20. apakah abu bakar dan umar atw yg lainya lebih berilmu ilmu dari imam ali as ?? Contoh peristiwanya ? Apakah abu bakar dan umar lebih pemberani dari imam ali as? Contoh peristiwanya ? Apakah ada di antara abu bakar dan umar yg tidak pernah menyembah berhala atw tidak pernah minum khomr atw tidak pernah melakukan perbuatan jahiliyah lainya misal mengubur anak perempuan ?

  21. buka trus bang s.p …. kesalahan2 mereka supaya yg awam sperti ane ini bisa mengerti ….

    smoga allah swt panjangkan umur antum ya s,p ..amin ya allah ,,,,,,,

  22. @SP:
    Ada kalimat yg ambigu dlm tulisan Anda, yaitu yg berikut:
    “disebutkan oleh Ibnu Hajar kalau Umayyah bin Al Hakam meriwayatkan dari Al Hakam bin Jahl dan dia seorang yang tidak dikenal”.
    Nah, seorang yg tidak dikenal itu Umayyah bin Hakam ataukah Al-Hakam bin Jahl?

  23. @Badari

    Dalam tulisan di atas saya menyebutkan kalau kelemahan sanad tersebut salah satunya adalah Umayyah bin Al Hakam maka yang dimaksud “tidak dikenal” itu tertuju pada Umayyah bin Al Hakam. Ibnu Hajar menyebutkan lafaz “tidak dikenal” pada biografi Umayyah bin Al Hakam. Adapun Al Hakam bin Jahl dia seorang yang tsiqat

Tinggalkan komentar