Ksatria Bertopeng

Ada kepalsuan yang terpelihara dan dengan indahnya menghiasi jiwa manusia. Tidak terlihat pada awalnya tetapi Mata yang terbiasa bisa menembus dengan mudahnya. Terngiang dalam telingaku kata-kata Semua Manusia Memakai Topeng. Karena sebaik apapun Manusia punya hal yang tertutupi atau harus ditutupinya. Semoga ini bisa menjadi bahan renungan, tidak bermaksud menampar siapapun karena diri ini memang layak ditampar habis-habisan. Pesimistik Khas SecondPrince :mrgreen:

Sang SecondPrince adalah sosok yang rumit, saya belajar banyak dari tokoh ini. Dia lebih saya sukai dari pada FirstPrince karena kegigihannya untuk bertahan pada Yang Objektif. Bahkan dalam melihat manusia Ia tetap bertahan pada apa yang bisa dipastikan benar dan bersikap apa adanya pada hal yang belum pasti benar. Saya tawarkan kepada anda semua Pesimistik Yang Tampak Rasional dalam pandangan beliau.

.

.

Manusia punya banyak kisah yang harus dijalani selama meniti kehidupannya. tidak jarang dalam kisah itu terjadi berbagai benturan pemahaman, sikap dan perbuatan. Semua benturan memiliki efek baik yang tampak atau pun tidak. Efek tersebut memiliki potensi untuk berpengaruh pada watak sang Manusia. Disini SecondPrince menyimpulkan bahwa Manusia adalah Makhluk Yang Menjadi. Manusia tidak pernah selesai, Ia akan terus menjalani kisah sampai mati. Dan dalam kisah itu Manusia Selalu Menjadi, berubah dari satu posisi ke posisi yang lain. Jika dijabarkan akan menjadi sebagai berikut

  • Premis Pertama : Manusia Akan Terus Menjalani Kisah Dalam Hidupnya
  • Premis Kedua : Setiap Kisah Berpotensi Untuk Membuat Manusia Berubah
  • Oleh karena itu Silogismenya adalah Manusia Berpotensi Untuk Berubah

.

Manusia ternyata hidup bersama, dan dalam kebersamaan tidak dapat dipungkiri kalau manusia selalu membuat penilaian. Penilaian adalah Usaha dalam menentukan kadar. Penilaian manusia terhadap sesamanya adalah untuk menentukan kadar sesuatu. Kadar itu bisa benar atau salah, baik atau buruk, senang atau tidak. bagus atau jelek, hitam atau putih. Secara utuh Penilaian manusia tidak bersifat dikotomi tetapi Spektrum. Oleh karena itu kadang kadar bisa berarti tidak benar dan tidak salah tetapi berada diantara keduanya. Tidak baik atau tidak buruk tetapi berada diantara keduanya. Tidak bagus atau tidak jelek tetapi berada di antara keduanya. Kesimpulannya Manusia Menilai dengan Kadar Yang Bermacam-macam

.

Penilaian Manusia mengundang Paradoks. Penilaian sangat tergantung dengan keadaan yang dinilai. Untuk menilai sesuatu maka diperlukan pengetahuan yang tepat bagaimana kondisi atau keadaan yang dinilai. Keadaan yang satu menimbulkan Penilaian satu, keadaan kedua menimbulkan Penilaian kedua, keadaan ketiga menimbulkan penilaian ketiga. Singkatnya Penilaian Tergantung dengan keadaan. Perubahan keadaan menimbulkan perubahan Penilaian. Telah dijelaskan bahwa Manusia itu Menjadi atau berpotensi untuk berubah. Maka suatu keadaan yang dinisbatkan pada manusia tidaklah statis tetapi Menjadi. Oleh karena itu Penilaian terhadap manusia seharusnya tidaklah statis tetapi juga Menjadi.

.

Konsekuensinya adalah Penilaian Manusia terhadap Manusia memiliki Sifat Tidak Pasti Benar. Hal ini dikarenakan Manusia selalu menilai manusia lain berdasarkan kondisi atau keadaan tertentu, oleh karena itu penilaian ini bersifat statis padahal manusia memiliki banyak kondisi dalam hidupnya

  • Kondisi yang telah ia jalani
  • Kondisi yang sedang dijalani
  • Kondisi yang akan dijalani.

.

Semua kondisi itu tidak bisa diketahui seluruhnya oleh manusia. Tidak ada manusia yang bisa mengetahui dengan pasti kondisi apa yang akan dialami oleh manusia lain. Hal itu adalah Kisah Masa Depan yang tidak pernah bersifat pasti bagi manusia. Sama halnya tidak ada yang tahu pasti seluruh kondisi yang telah dijalani oleh manusia lain. Hal itu adalah Kisah Masa lalu yang hanya bisa diduga-duga oleh manusia. Masa depan dan Masa lalu membuat Penilaian Manusia menjadi Tidak pasti benar. Masa depan dimana setiap manusia berpotensi berubah membuat suatu Penilaian saat ini berpotensi mengalami perubahan. Oleh karena itu Penilaian saat ini tidak pasti benar karena mengandung potensi perubahan atau kemungkinan salah. Masa lalu dimana manusia hanya bisa menduga-duga membuat penilaian saat ini memiliki dugaan benar atau dugaan salah karena bisa saja ada suatu kondisi masa lalu yang tidak diketahui dan bermakna dalam menentukan penilaian. Penilaian yang memiliki dugaan salah jelas tidak pasti benar.

.

Satu-satunya yang bisa dilakukan manusia adalah Penilaian dengan kondisi yang sedang dijalani atau terjadi. Penilaian ini terkait dengan kondisi sekarang. Oleh karena itu penilaian ini bersifat parsial alias tidak utuh, tidak kaffah, berkesan Mutilasi. Penilaian buntung seperti ini juga bermakna buntung yaitu Untuk Manusia saat ini. Sayangnya Manusia saat ini bukanlah Manusia seutuhnya sehingga menyatakan penilaian kepada manusia tidaklah valid karena penilaian tersebut hanya menilai sedikit dari manusia. Sedikit dari manusia tidak sama dengan manusia keseluruhan.

.

Manusia kebanyakan tidak kritis dalam berbahasa. Terkadang mereka mudah sekali mengatakan manusia lain itu buruk, manusia lain itu jahat, manusia lain itu brengsek atau dengan mudahnya mereka mengatakan manusia lain itu baik, manusia lain itu berbudi luhur, atau manusia lain itu mulia. Padahal manusia menilai dengan Penilaian yang buntung atau parsial. Jika seseorang berkata Kamu itu jahat, maka perkataan ini tidak bermakna karena Kamu adalah manusia secara keseluruhan yang seperti penjelasan sebelumnya memiliki banyak kondisi yang tidak diketahui, sedangkan itu jahat adalah penilaian buntung manusia berdasarkan kondisi tertentu. Konsekuensinya manusia telah melakukan generalisasi dalam penilaiannya dan hal ini keliru. Perkataan yang benar adalah Perbuatan Kamu Itu Jahat karena perkataan ini terkait dengan kondisi yang dimaksud.

.

Jadi Manusia itu tidak terkategori dalam baik, buruk, mulia. luhur, jelek atau sebagainya. Pengkategorian tersebut tidak bermakna karena hanya bersifat parsial. Semua manusia memiliki banyak kondisi dalam hidupnya baik yang telah, sedang atau akan ia alami. semua kondisi memiliki pengaruh dalam penilaian. Sehingga jika penilaian mungkin dilakukan pada semua kondisi itu maka manusia akan terus berganti Topeng dari penampakan yang satu ke penampakan yang lain.

Oleh karena semua kondisi itu tidak diketahui maka manusia sebenarnya memiliki banyak wujud tersembunyi dalam hidupnya. Wujud-wujud yang dianalogikan dengan aneh oleh SecondPrince dengan kata-kata Ksatria Bertopeng.

Itulah uraian singkat sedikit renungan sederhana dari tokoh SecondPrince yang diam-diam menarik minat saya sepenuhnya. Rahasia Adalah Harta Yang Berharga

Pemikiran sederhana Manusia satu ini sering membuat Hidup Ini Menjadi Tampak Absurd hingga Depresi Sampai Mati dan Akhirnya Mati Dengan Terkutuk Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan ada diantara manusia yang mencoba mengatasi masalah penilaian ini dengan melakukan Analisis baik Dan Buruk

Salam Damai

22 Tanggapan

  1. @secondprince

    “Tapi buka dulu topengmu…. buka dulu topengmu…”

    *sayangnya, suaraku tak semerdu suara Ariel Peterpan 😦 *

    Samakah antara Ksatria bertopeng dan Ksatria Baja Hitam?
    kalu sudah bertopeng dan berbaja hitam, apa masih pantas disematkan sebutan sebagai ‘ksatria’? Secara yang namanya ksatria itu sejatinya emoh bila bertopeng

  2. Ketertarikan minat mas thd Rahasia adalah Harta Yang Berharga cukup kontras dengan sikap dan pemikiran mas yang “Sederhana”. Bagaimana caranya menyatukan 2 hal yg kontradiktif ini mas? Biasanya orang yg berjiwa sederhana ga pernah mikir yg ruwet-ruwet, tidak ada ‘intrik’, tidak ada yg perlu ‘dirahasiakan’. Sementara rahasia sendiri bermakna dan berkonotasi menyimpan dan menjaga sesuatu dari sepengetahuan orang lain dan sehingga banyak hal yg ia pikirkan dan pertimbangkan agar rahasia ini terjamin kerahasiannya.
    Atau saya keliru? Ternyata mas tidak suka yg rahasia-rahasiaan dan atau bukan jenis orang yang berpikiran dan bersikap sederhana? Atau ga seperti itu banget? 🙂

    Semoga baik2 dan atau sehat selalu mas

  3. Kondisi terjadi akibat olah manusia
    MANUSIA BEROPENG susah dikenali membuat kondisi susah diprediksi akibatnya terjadi banyak perobahan.
    MANUSIA SETENGAH BERTOPENG bisa dikenal /tapi masih ragu. Hanya sebagian kondisi masih bisa diprediksi akibatnya terjadi sedikit perobahan
    MANUSIA TDK BERTOPENG dikenal dengan jelas. Kondisi bisa diprediksi walaupun tdk seutuhnya akibatnya sedikit sekali terjadi perobahan

  4. Pantes sampean banyak Topengnya 😆

  5. @almirza
    Klu utk mas saya bertopeng supaya nda ketahuan siapa saya. Tapi klu macam sayur dan teman2 saya nda bertopeng mas, Nda tau mana yg baik bertopeng atau nda. Bertopeng b ukan tagiyah mas

  6. Tetap seperti yang dulu :mrgreen:

  7. Penilaian manusia terhadap sesamanya adalah untuk menentukan kadar sesuatu. Kadar itu bisa benar atau salah

    Yg bisa salah itu penilaiannya ataukah kadarnya? Bukankah yg salah bukan kadar itu sendiri tp lbh pd pemilihan/penentuan kadar tsb (penilaian). Dan kemampuan manusia utk setepat mgkn dlm menentukan kadar sangat bergantung pd ketajaman mata, hati dan pikiran + kejujuran.

    Penilaian sangat tergantung dengan keadaan yang dinilai. Untuk menilai sesuatu maka diperlukan pengetahuan yang tepat bagaimana kondisi atau keadaan yang dinilai.

    Penilaian bukan hanya bergantung pd yg dinilai, namun jg bergantung dr kemampuan/derajat/pengetahuan sang penilai. Penilaian yg objektif adalah penilaian yg hanya bergantung pd yg dinilai, penilaian yg subjektif akan bergantung pd si penilai.

    Singkatnya Penilaian Tergantung dengan keadaan (yg dinilai). Perubahan keadaan (yg dinilai) menimbulkan perubahan Penilaian. Telah dijelaskan bahwa Manusia itu Menjadi atau berpotensi untuk berubah. Maka suatu keadaan yang dinisbatkan pada manusia tidaklah statis tetapi Menjadi. Oleh karena itu Penilaian terhadap manusia seharusnya tidaklah statis tetapi juga Menjadi.

    Boleh saya tambahkan sesuai huruf tebal tsb diatas?
    Jika ya mk saya sangat setuju dg alur logika tsb.

    Konsekuensinya adalah Penilaian Manusia terhadap Manusia memiliki Sifat Tidak Pasti Benar. Hal ini dikarenakan Manusia selalu menilai manusia lain berdasarkan kondisi atau keadaan tertentu, oleh karena itu penilaian ini bersifat statis padahal manusia memiliki banyak kondisi dalam hidupnya

    Saya setuju dg statement bhw penilaian manusia tdk pasti benar Namun bkn krn adanya perubahan kondisi yg dinilai. Jika kt bicara perubahan kondisi yg dinilai mk premisnya adalah: kebenaran penilaian kita thd manusia/lain tdk berlaku selamanya. Karena penilaian seseorg mmg selalu dinisbahkan pd saat dan kondisi tertentu dan penilaian tsb bs saja benar pd saat itu, namun kt mmg sering terjebak dg memegang penilaian itu sepanjang masa, seolah menafikan bhw kondisi yg dinilai bs saja berubah.
    Jika SP ingin mengangkat bhwpenilaian tidak pasti benar mk ketidakpastian itu lbh dikarenakan kemampuan sipenilai dlm mengenali yg dinilai.
    bukan dikarenakan berubahnya kondisi yg dinilai.
    Masa depan dimana setiap manusia berpotensi berubah membuat suatu Penilaian saat ini berpotensi mengalami perubahan. Oleh karena itu Penilaian saat ini tidak pasti benar di masa depan, karena mengandung potensi perubahan atau kemungkinan salah.
    Nahh ini premis yg saya setuju terlebih jk ditambahkan kata yg berhuruf tebal.
    Saya cb ajukan premis tambahan.. :mrgreen:

    1. Akurasi penilaian bergantung pd kualitas/kondisi penilai dan kecukupan data2 yg dinilai.
    2. Karenanya (akurasi) penilaian berpotensi salah jika kualitas/kondisi penilai tdk terpenuhi atau data yg dinilai tdk mencukupi.
    3. Karena penilaian dipengaruhi oleh kualitas/kondisi penilai maka semua penilaian bisa terjebak dlm subjektivitas.
    4. Jika (akurasi) penilaian bs salah maka setiap penilai harus selalu berasumsi bhw dia bisa salah dlm menilai.
    5. Jika setiap penilaian bisa salah maka tidak ada yg bisa mengklaim penilaiannya pasti benar, shg semua penilai harus membuka dirinya utk me/dievaluasi/kritisi ttg penilaiannya.

    :mrgreen: :mrgreen: :mrgreen:

    Wassalam

  8. @Pak Om Truthseeker…. btw kok gak pake 1964 lagi ya? itu tahun kelahiran bukan? 🙂

    “Masa depan dimana setiap manusia berpotensi berubah membuat suatu Penilaian saat ini berpotensi mengalami perubahan. Oleh karena itu Penilaian saat ini tidak pasti benar di masa depan, karena mengandung potensi perubahan atau kemungkinan salah.”

    Betapa nisbinya penilaian manusia terhadap sesuatu yang dinilai. Akan tetapi jika subyek yang menilai itu memiliki kapabilitas, kualitas, open mind, menilai dengan sikap obyektif (sehingga kadar obyektifitasnya tinggi), mampu mengoleksi sesuatu yang dinilai (data yang amat sangat cukup dan tentu saja valid) maka kualitas penilaian bisa menjadi benar. Meminjam istilah Pak Om Truthseeker, berpotensi benar. Dan saya berpendapat, manusia bisa mencapai kebenaran (menilai sesuatu dengan benar) ya karena kualifikasi-kualifikasi yang dimiliki.

    Contohnya Nicolaus Copernicus yang menyimpulkan (bukan mengasumsikan) bahwa bumi itu bulat, didasarkan pada data yang valid (karenanya akurat), eksperimen, dan tentu saja perhitungan-perhitungan fisikawi yang tepat. Dan kesimpulan itu ternyata benar adanya.

  9. @SP
    “Penilaian manusia terhadap sesamanya adalah untuk menentukan kadar sesuatu. Kadar itu bisa benar atau salah”

    Jika seseorang tertangkap tangan melakukan pembunuhan dan bukti-bukti yang terkumpul mendukung tindakannya itu, apakah kita harus menilainya berdasarkan ‘kadar’ kejahatannya? Atau jika kejahatannya ini dilakukan berulang2 (residivis kali ya), Lantas kadar kejahatannya itu lebih tinggi atau rendah dibanding seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi?

  10. @SP
    Artikel yang sangat menarik. Pemilihan kata yang inspiratif. So, penilaian manusia terhadap sesamanya cenderung parsial dan mutilatif ya? Tapi kalau penilaiannya dilakukan dengan cermat (tentu saja dengan mengindahkan kualifikasi dan kualitas) akan seperti apa hasil penilaiannya? Pasti berkadar’ juga ya?

    Ah, saya melupakan pemeo, ‘Yang kekal adalah perubahan’

  11. @Hilda
    Mungkin SP lebih memfokuskan kpd betapa ringkihnya akurasi penilaian kita kpd orang lain, sedangkan ttg copernicus lebih kpd sbg temuan ilmiah dimana telah melewati riset dan prosedur2 science yg baku. Walaupun bagi saya jg temuan ilmiah bukan berarti berumur tanpa batas, penemuan ilmiah jg hrs dimaknai sbg kebenaran temporer, setuju atau tdk setuju para ilmuwan sendiri telah beranggapan begitu (shg bisa kt lihat bhw riset utk satu hal yg sama pun tdk pernah berhenti).

  12. @hilda
    Sayangnya tulisan yg bgitu bernas dibuat dg judul yg mengecoh (berkali2 sy sdh melihat judul ini, namun tdk ada muncul ketertarikan utk membuka tulisannya). Dan lebih sayangnya tau gak mba Hilda? saya yakin SP dg senang hati mendengar ada yg terkecoh dg judul tsb.. :mrgreen:

  13. @truthseeker

    :mrgreen: by the way, kita yang berdiskusi di sini juga sepertinya belum melepas tabir masing-masing ya?

    itulah SP. Dinamis dan produktif serta tak sia-sia menyematkan sentences ‘analisis pencari kebenaran’ pada header-nya

  14. @hilda

    Fans berat second yah? 😀

    Saya juga kagum dengan Mas Second. Penasaran juga sama orang di balik topeng “Secondprince”.

  15. Kalau saya lbh penasaran dg Gentole.. 🙂
    Saya bbrp hari lalu tanya ke SP kmn Gentole, knp tdk dilanjut diskusi yg menarik dg SP.
    Skrg sdh punya blog yaa?

    Salam kenal.

  16. @gentole
    penasaran membawa ‘nikmat’… maxutnya kalo terlalu jelas justru ‘kadar’ kenikmatannya berkurang

    by the way…. Mas Gentole diundang makan siang (kopi darat) dengan Mbak dewi

  17. @truthseeker
    Heh ada yang memperhatikan toh.

    *geer*

    Saya masih suka mampir ke blog second, tapi gak komen. Seperti yang saya bilang dulu, saya gak mau diskusi soal sunnah atau hadist tanpa sumber. Saya mau nyari software atau nunggu kesempatan beli/fotokopi buku-buku tentang itu. Maklum, pekerja.

    Iya sudah punya blog. Itu sekedar menghidupkan sel-sel di otak saya ajah. Biar masih bisa mikir, bisa blogwalking.

    @hilda

    by the way…. Mas Gentole diundang makan siang (kopi darat) dengan Mbak dewi

    Truthseeker itu Mbak yah? Saya kira, Mas. Kopdar? Walah.

  18. Banyak sekarang yg memakai topeng jd kita tdk tau jenisnya. Begitu jg dlm komentar kita harus mencari apa makna yg berada dibalakang kata2nya. Hehehe. Rata2 semua manusia sekarang bertopeng. Mencari reziki jg bertopeng. Yg demikian msh lumayan. Menghadap Allah msh bertopeng dikiranya Allah nda tau ada apa dibelakang topeng itu

  19. @Mbak Hilda
    Ksatria sih gak mesti buka-bukaan. semua nya kan bisa aja dengan banyak pertimbangan
    *alah ngeles nih*

    @Armand

    Ketertarikan minat mas thd Rahasia adalah Harta Yang Berharga cukup kontras dengan sikap dan pemikiran mas yang “Sederhana”.

    Nggak juga ah, masalahnya mungkin ada sesuatu yang bagi saya sederhana ternyata bagi orang lain nggak

    Bagaimana caranya menyatukan 2 hal yg kontradiktif ini mas? Biasanya orang yg berjiwa sederhana ga pernah mikir yg ruwet-ruwet, tidak ada ‘intrik’, tidak ada yg perlu ‘dirahasiakan’.

    Dengan Dialektika, biasanya saya memang selalu sederhana makanya banyak orang yang tidak pernah mengerti saya dengan baik 😦

    Atau saya keliru? Ternyata mas tidak suka yg rahasia-rahasiaan dan atau bukan jenis orang yang berpikiran dan bersikap sederhana? Atau ga seperti itu banget? 🙂

    Semoga baik2 dan atau sehat selalu mas

    Nggka kok, sekali lagi saya sederhana orangnya
    *kok ngomongin saya* :mrgreen:
    Semoga Mas dan keluarga besarnya juga baik dan sehat selalu

    @Abu rahat
    wah wah ada juga ya yang setengah bertopeng
    tanggung amat :mrgreen:

    @almirza
    hmm bukannya sampen juga 😛

    @firstprince
    bener ini blognya ya, wah selamat ya 🙂
    saya tunggu tulisannya
    btw, saya udah nggak kayak dulu
    Salam

    @truthseeker

    Yg bisa salah itu penilaiannya ataukah kadarnya? Bukankah yg salah bukan kadar itu sendiri tp lbh pd pemilihan/penentuan kadar tsb (penilaian). Dan kemampuan manusia utk setepat mgkn dlm menentukan kadar sangat bergantung pd ketajaman mata, hati dan pikiran + kejujuran.

    tentu saja kadar yang dimaksud adalah kadar dalam penilaian manusia, dan itu memang tergantung banyak hal

    Penilaian bukan hanya bergantung pd yg dinilai, namun jg bergantung dr kemampuan/derajat/pengetahuan sang penilai. Penilaian yg objektif adalah penilaian yg hanya bergantung pd yg dinilai, penilaian yg subjektif akan bergantung pd si penilai

    Benar sekali, terimakasih sudah menambahkan :mrgreen:

    Boleh saya tambahkan sesuai huruf tebal tsb diatas?

    Boleh banget

    Saya setuju dg statement bhw penilaian manusia tdk pasti benar Namun bkn krn adanya perubahan kondisi yg dinilai. Jika kt bicara perubahan kondisi yg dinilai mk premisnya adalah: kebenaran penilaian kita thd manusia/lain tdk berlaku selamanya.

    lho bukannya memang penilaian itu tidak ada yang namanya selamanya.

    Jika SP ingin mengangkat bhwpenilaian tidak pasti benar mk ketidakpastian itu lbh dikarenakan kemampuan sipenilai dlm mengenali yg dinilai.

    Saya tidak berangkat dari yang subjektif mas, walaupun itu juga bisa. saya berangkat dari yang objektif yaitu keadaan yang dinilai 🙂

    Masa depan dimana setiap manusia berpotensi berubah membuat suatu Penilaian saat ini berpotensi mengalami perubahan. Oleh karena itu Penilaian saat ini tidak pasti benar di masa depan, karena mengandung potensi perubahan atau kemungkinan salah.

    Wah kalau saya nggak terlalu memntingkan kata yang tebal itu, karena masa lalu juga punya peran selain masa depan 🙂

    Premis 1-5 bisa saya terima, dan seandainya dari sisi Penilai sudah memiliki nilai sempurna tetap saja punya kendala dari sisi yang dinilai. karena yang dinilai selalu mengalami perubahan

    @Mbak Hilda

    Jika seseorang tertangkap tangan melakukan pembunuhan dan bukti-bukti yang terkumpul mendukung tindakannya itu, apakah kita harus menilainya berdasarkan ‘kadar’ kejahatannya? Atau jika kejahatannya ini dilakukan berulang2 (residivis kali ya), Lantas kadar kejahatannya itu lebih tinggi atau rendah dibanding seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi?

    Kalau soal aplikasi seperti ini semua ada cerita panjangnya kan :mrgreen:

    Artikel yang sangat menarik. Pemilihan kata yang inspiratif. So, penilaian manusia terhadap sesamanya cenderung parsial dan mutilatif ya? Tapi kalau penilaiannya dilakukan dengan cermat (tentu saja dengan mengindahkan kualifikasi dan kualitas) akan seperti apa hasil penilaiannya? Pasti berkadar’ juga ya?

    Yap semuanya memang berkadar 🙂

    @truthseeker

    Sayangnya tulisan yg bgitu bernas dibuat dg judul yg mengecoh (berkali2 sy sdh melihat judul ini, namun tdk ada muncul ketertarikan utk membuka tulisannya). Dan lebih sayangnya tau gak mba Hilda? saya yakin SP dg senang hati mendengar ada yg terkecoh dg judul tsb

    *pura-pura nggak ngelihat*
    :mrgreen:

    @Mbak Hilda

    itulah SP. Dinamis dan produktif serta tak sia-sia menyematkan sentences ‘analisis pencari kebenaran’ pada header-nya

    wah segitu kerenkah saya :mrgreen:

    @gentole

    Saya juga kagum dengan Mas Second. Penasaran juga sama orang di balik topeng
    “Secondprince”.

    baiknya jangan deh, ntar kecewa berat :mrgreen:

    Saya masih suka mampir ke blog second, tapi gak komen. Seperti yang saya bilang dulu, saya gak mau diskusi soal sunnah atau hadist tanpa sumber. Saya mau nyari software atau nunggu kesempatan beli/fotokopi buku-buku tentang itu. Maklum, pekerja.

    Silakan, tetapi gak mesti ada kok, kalau mau komen langsung ya tembak aja Mas

    @Abu rahat
    Yap saya malah berpikir kalau Topeng itu sudah menjadi kebutuhan 🙂

  20. Sebelumnya saya mau protes, krn sepanjang saya tahu tdk ada kstaria yg bertopeng, yg ada adalah kstaria bertabir/berhijab dll… :mrgreen:
    Bertopeng dan berhijab secara filosofis sangatlah berbeda. Berhijab/bertabir (Ninja, Zorro, Batman, Gundala, dll) adalah menutupi identitas sebenarnya agar tdk diketahui orang lain.
    Sedangkan bertopeng adalah menutupi identitas diri sekaligus menampilkan identitas yg lain agar yg melihatnya mempunyai penilaian spt yg ditampilkan si topeng.

    Jadi yg satu lebih mementingkan menutupi identitas, sdg yg satu lebih dalam arti mengecoh orang agar mempunyai penilaian thd dirinya sesuai pesan yg dibawa si topeng.
    Maka pd saat di dalam hati mencaci maki namun di luar tdk berkata2 maka itu disebut berhijab/bertabir (menyembunyikan perasaan/emosi). Namun pada saat dalam hati mencaci maki namun diluar tersenyum dan memuji2 maka itu adalah bertopeng… :).
    menyimpan rahasia (berhijab) dg berbohong (bertopeng) adalah 2 hal yg berbeda.

    Peace..peace..peace.. (bukan lg bertopeng lhoo… 🙂 )

  21. @truthseeker
    Saya ingin bertanya: Seseorang yg mengakui bahwa ia dari golongan A tp kemudian dia mencaci golongan lain mengatas namakan gol A tsb. Kenyataannya dia juga tdk senang terhdp gol.A
    Orang tsb digolongkan ke BERHIJAB atau BERTOPENG?

  22. @Aburahat
    Bunglon kali yaaa??..:)

Tinggalkan komentar