DIALOG TIPU MUSLIHAT KEBENARAN

Si Saya Yang Skeptis dan Si Teman Yang Pemikir

Punya teman baik itu menyenangkan, banyak sisi yang menyenangkan selain yang menyebalkan tentunya. Salah satunya adalah kita dapat berbagi pemikiran atau diskusi tentang banyak hal atau beberapa hal. Tulisan ini akan menampilkan salah satu bentuk contoh pertemanan yang baik tapi agak mencurigakan memang, ya lihat saja sendiri.

Dua anak manusia sedang beridiskusi seru di suatu tempat tentang hal yang orang lain akan mengatakan “yah terlalu besar untuk anak seusia mereka”. Hal ini jelas terlihat dari keadaan yang awalnya ada 7 anak sekarang tinggal 2 anak, sepertinya kelima anak sebelumnya menyadari betapa berharganya usia mereka. Dua anak ini membicarakan tentang “Kebenaran dan Tipu Muslihatnya”. Sebenarnya cuma “Kebenaran” tetapi Si Saya benar-benar berkeras kalau perlu ditambahkan “dan Tipu Muslihatnya”. Oh ya baiklah sebut saja dua anak itu Si Saya dan Si Teman.


Si Teman berkata “Apa maksudnya tipu muslihat kebenaran? kebenaran tidak mengandung unsur penipuan”

Si Saya menjawab “oh bukan kebenarannya tetapi orang yang membawa kebenaran itu kadang-kadang tertipu, nah dengar baik-baik kau pernah bilang kalau kebenaran itu ada aturannya dan aturan itu sifatnya pasti benar, dengan aturan Inilah semua kaidah logis dibentuk sehingga manusia akhirnya memutuskan sesuatu sebagai benar. Kau waktu itu memberi contoh tentang hukum nonkontradiktif yang berarti sesuatu itu bisa ditentukan benar atau salah tetapi tidak keduanya atau tidak mungkin ada sesuatu yang benar sekaligus salah. Waktu itu aku setuju denganmu tentu karena aku tak dapat menjawabnya .Tetapi kau tahu sejak saat itu aku memikirkan banyak hal untuk menyalahkanmu. Dan luarbiasanya aku menemukannya, makanya aku rasa kau tertipu dengan rasionalismemu itu”.

Si Teman berkata “Coba lihat apa yang bisa kau lakukan untuk menipuku”

Si Saya menjawab “dengarkan pernyataan saya “ saya memastikan bahwa orang suku bangsa saya selalu berbohong”. Anggap pernyataan ini benar nah kalau pernyataan ini benar, bukankah saya adalah orang dari suku bangsa saya maka saya selalu berbohong , jika saya selalu berbohong maka pernyataan saya di atas jadi sebuah kebohongan dalam arti tidak benar atau salah. Nah lihat jika pernyataan itu benar maka pernyataan itu juga salah. Dengan kata lain ada pernyataan yang sifatnya sekaligus benar dan salah. Itu membuktikan hukum nonkontradiktifmu itu tidak benar”.

Si Teman berkata “tunggu sebentar aku harus berpikir dulu…….(cukup lama) begini, penjelasan kamu itu justru membuktikan bahwa pernyataan “ saya memastikan bahwa orang suku bangsa saya selalu berbohong” tidak bisa dianggap benar karena jika itu benar akan menyalahkan dirinya sendiri, dengan kata lain kesimpulannya lebih tepat kalau pernyataan itu selalu salah. Saya akan memandangnya seperti ini pernyataan itu awalnya punya dua kemungkinan benar atau salah tetapi dengan penjelasanmu itu kemungkinan benar jelas menyatakan itu salah, jadi apapun kemungkinannya pernyataan itu selalu salah”.

Si Saya berkata ” ck ck ck kau berkelit bagus sekali ya, ok anggap serangan pertama gagal, sekarang berikutnya hati-hati yang ini lebih menusuk, anggap saya seorang tukang cukur di suatu desa, saya telah berjanji bahwa saya hanya akan mencukur semua orang di desa itu yang tidak mencukur dirinya sendiri. Pada suatu hari saya menyabuni muka dan akan mencukur saya sendiri. Ketika saya mengangkat pisau cukur saya pun teringat janji saya. Kalau saya mencukur sendiri maka saya akan termasuk sebagai “orang desa yang mencukur dirinya sendiri ” sehingga saya sebagai tukang cukur tidak boleh mencukurnya. Sebaliknya kalau saya tidak mencukur diri sendiri maka saya akan termasuk sebagai ” orang desa yang tidak mencukur dirinya sendiri” sehingga sebagai tukang cukur saya harus mencukurnya”.

Si Teman berkata “keadaanmu serba salah, kalau kamu mencukur sendiri maka kamu tidak boleh mencukurnya. Kalau kamu tidak mencukur sendiri maka kamu harus mencukurnya. Kasihan sekali, sampai kapan kamu bingung seperti itu, mungkin satu-satunya cara kamu harus mencabut kembali janjimu itu”(tertawa).

Si Saya berkata ” hey diam bukan itu intinya Jika saya mencukur diri sendiri (orang desa yang mencukur dirinya sendiri) maka saya sebagai tukang cukur tidak boleh mencukurnya(artinya saya tidak mencukur). Jika saya tidak mencukur (orang desa yang tidak mencukur dirinya sendiri) maka saya sebagai tukang cukur harus mencukurnya(saya mencukur diri sendiri). Nah lihat baik-baik Jika P maka Q dan Jika Q maka P, Artinya kedua pernyataan P dan Q selalu bernilai sama, kau pintar matematika pasti tahu ini, Padahal kedua pernyataan itu P(saya mencukur diri sendiri) dan Q(saya tidak mencukur) adalah dua pernyataan yang kontradiktif. Pernyataan kontradiktif tetapi punya kemungkinan yang sama keduanya benar atau keduanya salah. Ayo apalagi dalihmu heh”

Si Teman terdiam lama kemudian berkata “Ya ampun kau berpikir sejauh itu maaf tapi aku harus memikirkannya, aduh kau ini,…. Satu-satunya yang bisa kukatakan ada yang aneh dengan janjimu itu makanya kau harus mencabutnya (tertawa lagi)”.

Si Saya berkata “Ok ak tunggu jawabanmu”

Si Teman berkata “tidak perlu aku sudah dapat jawabannya, usahamu baik sekali menunjukkan sesuatu yang salah dengan logika juga. Pernyataan kontradiktif begitu kau sajikan dalam bentuk Biimplikasi, ya ampun pintar sekali, ya kau pintar sekali mengelabui orang. Satu-satunya kesalahanmu dan itu aduh lucu sekali adalah Biimplikasi (Jika P maka Q dan Jika Q maka P) hanya berlaku untuk 2 pernyataan yang punya potensi kebenaran yang tidak saling meniadakan. Kalau P mu itu benar maka Q sudah pasti salah sebaliknya kalau P salah maka Q mu itu benar, dua pernyataan itu jelas tidak bisa masuk ke Biimplikasi, kalau kau paksa begitu jadinya yang kau contohkan itu salah semua. Ingat biimplikasi bernilai benar jika keduanya P dan Q bernilai sama, nah karena biimplikasimu itu keduanya P dan Q berbeda nilainya sudah pasti biimplikasimu itu salah,  jadi contohmu itu salah secara logika matematis. Oh iya kau benar aku pintar dalam hal ini jadi kau tidak bisa mengelabuiku begitu saja”.

Si Saya menjawab ”kali ini kau tertipu lagi, memang kau benar soal biimplikasi logika matematismu itu, apa kau kira aku tidak berpikir sampai ke situ tetapi itu menunjukkan logika matematis itu berlandaskan hukum nonkontradiktif , aku telah menunjukkan kekacauan pada biimplikasi itu, lihat baik-baik pernyataan Jika saya mencukur diri sendiri (orang desa yang mencukur dirinya sendiri) maka saya sebagai tukang cukur tidak boleh mencukurnya(artinya saya tidak mencukur). Jika saya tidak mencukur (orang desa yang tidak mencukur dirinya sendiri) maka saya sebagai tukang cukur harus mencukurnya(saya mencukur diri sendiri). Siapapun akan mengatakan itu bentuk biimplikasi , jika biimplikasi ini menjadi kacau maka hukum nonkontradiktif juga jadi kacau kan. Ayo ngaku”.

Si Teman berkata “baik, baik aku ngaku, ya sudah aku gak tahu deh kamu benar ntar aku cari lagi jawabannya”.

Si Saya berkata ”Jadi benar kan kalau hukum nonkontradiktif itu salah”

Si Teman menjawab ”ooh iya kamu benar tapi sayangnya oleh karena kamu benar maka kamu juga jadi salah

Si Saya bertanya ”Apa maksudmu?”

Si Teman berkata “Ini akan mengakhiri semuanya, anggap kamu benar dengan pernyataan “hukum nonkontradiktif itu salah”. Hukum nonkontradiktif salah akan mengakibatkan suatu pernyataan bisa benar sekaligus salah termasuk pernyataanmu, berarti pernyataan “hukum nonkontradiktif itu salah” itu benar sekaligus salah. Jadi pernyataanmu “hukum nonkontradiktif itu salah” juga salah. Kesimpulannya Hukum nonkontradiktif benar iya kan”(tertawa).

Si Saya bingung dan akhirnya berkata “baiklah tapi aku belum menyerah kok masih akan kupikirkan ini”.

Dialog yang berat memang, Si Saya yang skeptis itu tampaknya belum menyerah, tetapi entahlah apa ia menyadari kalau sebenarnya penolakannya terhadap hukum nonkontradiktif akan menjadi senjata makan tuan yang mematikan.

Hukum nonkontradiktif menyatakan bahwa sesuatu itu tidak mungkin benar dan sekaligus salah pada saat yang sama. Kalau yang seperti ini ditolak yang berarti sesuatu itu mungkin benar dan sekaligus salah pada saat yang sama. Termasuk juga pernyataan penolakan Si Saya, jadi pernyataan penolakan Si Saya bisa benar dan sekaligus salah. Nah siapa yang akan menganggap pernyataan yang bisa benar sekaligus salah sebagai sesuatu yang berarti, itu benar-benar tidak bermakna sama sekali. Walaupun begitu Si Saya layak mendapat apresiasi atas usahanya menyajikan paradoks yang mengesankan dan harus diakui belum sepenuhnya dijawab oleh Si Teman yang pemikir itu.

9 Tanggapan

  1. bharmaaaaaaaaaa

    udah, cuma mo manggil aja 😛

  2. Apo??????????

    udah cuma jawab aja 😀

  3. buset!!! 😯
    sepanggilan ajah nih kalian,, 😆

  4. heeeeei
    ikut manggil
    apo dio pulo yang ditulis
    panjang nian

  5. Halo semua..

  6. Woooi,, ini tulisan orang!! masa komen di sini sihh???
    *lha Ma juga ikutan komen di sini?* 😆

  7. Katek agok

  8. @ Ja’far
    biasalah, gapapa gapapa
    sila sila:-)

  9. Maaf, saya terlambat mengikuti perkembangan blog ini. Baru intens dalam satu bulan terakhir. Saya merasa terpanggil untuk memberikan komentar soal tulisan di atas.
    Bahwa kebenaran tetap kebenaran. Logika kita yang perlu ditata kembali. Bahwa semua pembuat hukum (secara umum seperti pengambil keputusan, kesimpulan dan penarik konklusi misalnya), tidak dapat dikenai hukum yang dibuatnya. Anda mengatakan “Orang Indonesia pembohong,” dalam hal ini Anda harus diposisikan sebagai orang nonIndonesia. Makanya dialog dalam blog ini sering kacau karena kerap “menyerang” penulisnya, bukan “menyerang” tulisannya. Logika ini bisa Anda terapkan pada kamaksuman para imam.
    Lagi perlu ditambahkan, kekacauan dialog dalam blog ini juga timbul karena sering mengaitkan antara sebab dengan akibat. Perlu dicapkan: Bahwa sebab dengan akibat tidak selalu harus ada hubungannya. “Kalau Anda bisa membuktikan bahwa blog ini dibaca Pak Beye, saya akan lari keliling Indonesia.” Nggak ada yang salah dengan kalimat dan pernyataan di atas. Tapi apa hubungan saya dengan Pak Beye?
    Wassalam.

Tinggalkan komentar