Talbis Syaikh Khalid Al Wushabiy : Riwayat Menyusui Orang Dewasa Dalam Mazhab Syi’ah

Talbis Syaikh Khalid Al Wushabiy : Riwayat Menyusui Orang Dewasa Dalam Mazhab Syi’ah

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Setelah membawakan riwayat Abu Thalib menyusui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang telah kami buktikan kedhaifannya maka kali ini Syaikh Khalid membawakan syubhat baru yaitu riwayat menyusui orang dewasa dalam kitab Syi’ah. Silakan perhatikan video berikut [sumber disini]

.

Dalam video di atas, Syaikh membawakan riwayat dalam kitab Wasa’il Syi’ah yang menurut Syaikh, menunjukkan dibolehkan menyusui orang dewasa dalam mazhab Syi’ah. Mari dilihat dulu riwayat yang dimaksud

.

Wasail Syiah

محمد بن الحسن بإسناده ، عن محمد بن الحسن الصفار ، عن أحمد بن الحسن بن علي بن فضال ، عن ابن أبي عمير ، عن جميل بن دراج ، عن أبي عبدالله ( عليه السلام ) قال : إذا رضع الرجل من لبن امرأة حرم عليه كل شيء من ولدها ، وإن كان من غير الرجل الذي كانت أرضعته بلبنه ، وإذا رضع من لبن رجل حرم عليه كل شيء من ولده ، وإن كان من غير المرأة التي أرضعته

Muhammad bin Hasan dengan sanadnya dari Muhammad bin Hasan Ash Shaffaar dari Ahmad bin Hasan bin ‘Aliy bin Fadhl dari Ibnu Abi ‘Umair dari Jamiil bin Daraaj dari Abi Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata “Jika seorang laki-laki menyusu dengan susu wanita maka haram atasnya semua anak dari wanita tersebut walaupun [anak-anak wanita itu] bukan dari suami yang sekarang bersama wanita yang menyusui tersebut. Dan jika ia menyusu dengan susu laki-laki [laban rajul] maka haram atasnya semua anak dari laki-laki itu walaupun [anak dari laki-laki itu] bukan dari wanita yang menyusuinya [Wasa’il Syii’ah  20/403-404 no 25941]

Syaikh Khalid membawakan dua syubhat atas mazhab Syi’ah mengenai riwayat di atas yaitu

  1. Syaikh Khalid menyatakan bahwa riwayat tersebut menunjukkan kebolehan menyusui orang dewasa karena lafaz yang digunakan adalah “idzaa radha’a ar rajul”. Menurut Syaikh lafaz Ar Rajul bermakna orang dewasa.
  2. Syaikh Khalid menegaskan kembali dalam mazhab Syi’ah adanya orang yang menyusu kepada laki-laki [seperti riwayat Abu Thalib menyusui Nabi] berdasarkan lafaz “laban rajul”

Berikut akan dibahas secara singkat talbis [penipuan] Syaikh Khalid dengan riwayat dalam kitab Wasa’il Syi’ah di atas.

.

.

.

Pembahasan Syubhat Pertama

Riwayat yang disebutkan Syaikh Khalid dari kitab Wasa’il Syi’ah tersebut sebenarnya bersumber dari riwayat Syaikh Ath Thuusiy dalam kitabnya Al Istibshaar 3/280 no 728 dan Tahdziib Al Ahkaam 7/331-332 no 33. Al Majlisiy dalam Malaadz Al Ahyaar 12/164-165 hadis no 33 berkata “muwatstsaq”.

Memang benar bahwa lafaz “Ar Rajul” bisa bermakna orang dewasa tetapi lafaz “Ar Rajul” bisa bermakna umum yaitu laki-laki terlepas berapapun umurnya bahkan bisa juga dikatakan untuk anak laki-laki yang baru lahir. Hal ini telah dikenal dikalangan ahli lughah [ahli bahasa arab]. Diantaranya adalah Ibnu Manzhuur dalam Lisan Al Arab

Lisan Al Arab cover

Lisan Al Arab

الرَّجُل معروف الذكرُ من نوع الإِنسان خلاف المرأَة وقيل إِنما يكون رَجلاً فوق الغلام وذلك إِذا احتلم وشَبَّ وقيل هو رَجُل ساعة تَلِدُه أُمُّه إِلى ما بعد ذلك

Ar Rajuul dikenal sebagai laki-laki dari jenis manusia lawan dari wanita, dan dikatakan sesungguhnya itu hanyalah laki-laki di atas usia anak-anak jika sudah mengalami ihtilam [mimpi basah], dan dikatakan pula itu adalah laki-laki yang baru saja dilahirkan ibunya hingga setelahnya [Lisan Al Arab 11/265]

Fairuzabaadiy dalam kitabnya Al Qaamuus Al Muhiith berkata tentang makna kata Ar Rajul

Qamus Al Muhiith cover

Qamus Al Muhiith

وإنما هو إذا احتلم وشب ، أو هو رجل ساعة يولد

Dan sesungguhnya ia adalah anak muda yang sudah mengalami ihtilam [mimpi basah] atau ia adalah anak laki-laki yang baru saja lahir [Al Qaamuus Al Muhiith hal 1003]

Untuk mengetahui lebih tepat makna Ar Rajul dalam riwayat yang dikutip Syaikh Khalid di atas maka perhatikan dengan baik riwayat Syi’ah berikut

Al Kafiy riwayat susuan

علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن حماد، عن الحلبي، عن أبي عبد الله (عليه السلام) قال: لا رضاع بعد فطام

Aliy bin Ibrahim dari Ayahnya dari Ibnu Abi ‘Umair dari Hammaad dari Al Halabiy dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata “tidak ada penyusuan setelah masuk masa penyapihan” [Al Kaafiy Al Kulainiy 5/267 no 1]

Riwayat Al Kaafiy diatas sanadnya shahih sesuai dengan standar ilmu hadis dalam mazhab Syi’ah. Berikut keterangan para perawinya

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  4. Hammaad bin Utsman seorang yang tsiqat jaliil qadr [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 115]
  5. Ubaidillah bin Aliy Al Halabiy adalah seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 230-231 no 612]

Dengan kata lain dalam mazhab Syi’ah telah shahih bahwa penyusuan hanya mengakibatkan mahram jika dilakukan pada usia dua tahun pertama sebelum penyapihan. Syaikh Ath Thuusiy berkata

الرضاع إنما ينشر الحرمة إذا كان المولود صغيرا، فأما إن كان كبيرا فلو ارتضع المدة الطويلة لم ينشر الحرمة. وبه قال عمر بن الخطاب، وابن عمر، وابن عباس، وابن مسعود، وهو قول جميع الفقهاء أبو حنيفة وأصحابه، والشافعي، ومالك وغيرهم وقالت عائشة: رضاع الكبير يحرم كما يحرم رضاع الصغير، وبه قال أهل الظاهر دليلنا: إجماع الفرقة وأخبارهم

Menyusui hanya menyebabkan keharaman untuk dinikahi jika dilakukan pada bayi yang masih kecil, adapun jika sudah besar maka walaupun menyusui dalam waktu yang lama tetap tidak menyebabkan keharaman untuk dinikahi. Umar bin Khaththab, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbaas, Ibnu Mas’ud juga berpendapat seperti ini. Dan ini juga pendapat banyak fuqaha yaitu Abu Hanifah dan sahabatnya, Syaafi’iy, Malik dan selain mereka. Aisyah mengatakan kalau menyusui orang yang sudah besar menyebabkan keharaman sama seperti menyusui anak kecil, dan hal ini juga dikatakan oleh ahli dzahir. Dalil kita [mazhab Syi’ah] dalam masalah ini adalah ijma’ firqah [mazhab Syi’ah] dan riwayat-riwayatnya [Kitab Al Khilaaf Syaikh Ath Thuusiy 5/98]

Maka makna Ar Rajul yang lebih tepat dalam riwayat yang dikutip Syaikh Khalid adalah anak laki-laki yang baru lahir bukan orang dewasa. Tentu lain ceritanya jika dalam riwayat tersebut terdapat qarinah yang menguatkan lafaz Ar Rajul bermakna orang dewasa seperti lafaz kabiir atau yang lainnya. Kenyataannya tidak ada keterangan yang menguatkan klaim Syaikh Khalid bahwa Ar Rajul dalam riwayat itu yang menunjukkan makna orang dewasa. Hal ini hanyalah talbis Syaikh Khalid terhadap riwayat tersebut.

.

.

.

Pembahasan Syubhat Kedua

Dalam riwayat yang dikutip Syaikh Khalid tersebut terdapat lafaz “idzaa radha’a min laban rajul” yang artinya “jika ia menyusu dari susu laki-laki”. Dengan lafaz ini Syaikh Khalid mengaitkannya dengan riwayat Abu Thalib menyusui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] seolah ingin menegaskan bahwa laki-laki menyusu dari laki-laki adalah hal yang ma’ruf dalam mazhab Syi’ah.

Seandainya yang membaca riwayat ini adalah orang awam yang tidak pernah belajar secara mendalam mengenai ilmu fiqih dan istilah-istilah yang berkaitan dengannya maka wajar jika mereka keliru memahami lafaz “laban rajul”. Tetapi yang aneh disini adalah seorang ulama seperti Syaikh Khalid menampakkan diri seperti orang awam.

Lafaz laban rajul itu bukanlah bermakna zhahir laki-laki menyusu dari laki-laki. Hakikatnya ia tetap menyusu dari seorang wanita hanya saja lafaz ini dinisbatkan pada suami wanita tersebut sebagai laki-laki yang menyebabkan wanita tersebut hamil dan akhirnya menghasilkan air susu. Seolah-olah laki-laki tersebut [suami] menjadi sebab bagi adanya air susu wanita [istri]. Istilah laban rajul ini lebih dikenal dengan sebutan laban fahl. Syaikh Ath Thuusiy dalam kitabnya Al Istibshaar memasukkan riwayat tersebut dalam bab tentang laban fahl [Al Istibshaar Syaikh Ath Thuusiy 3/278 bab no 126].

Dan sebenarnya dalam riwayat tersebut terdapat qarinah yang menguatkan makna laban rajul itu adalah laban fahl

وإذا رضع من لبن رجل حرم عليه كل شيء من ولده ، وإن كان من غير المرأة التي أرضعته

Dan jika ia menyusu dengan susu laki-laki [laban rajul] maka haram atasnya semua anak-anak dari laki-laki itu walaupun [anak dari laki-laki itu] bukan dari wanita yang menyusuinya

Perhatikan lafaz terakhir “almar’atillati ardha’athu” yang artinya wanita yang menyusuinya. Lafaz ini menunjukkan bahwa maksud menyusu dari laban rajul itu hakikatnya tetap disusui oleh seorang wanita. Bagaimana mungkin Syaikh Khalid bisa luput dari apa yang tertulis dalam kitab Wasa’il Syi’ah dimana riwayat tersebut terdapat dalam bab

Wasail Syiah2

باب انه لا يحل للمرتضع اولاد المرضعة نسبا ولا رضاعا مع اتحاد الفحل ولا أولاد الفحل مطلقا

Bab bahwasanya tidak halal bagi orang yang disusui anak keturunan yang lahir dari wanita yang menyusuinya, tidak pula anak susuannya dan fahl [suami wanita menyusui] dan tidak pula anak keturunan dari fahl [suami wanita menyusui] secara mutlak [Wasa’il Syii’ah 20/403 bab 15]

Jadi tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud dalam riwayat Wasa’il Syii’ah yang dikutip Syaikh Khalid adalah laban rajul tersebut atau laban fahl hakikatnya tetap menyusu kepada wanita bukan kepada laki-laki.

Perkara ini tidak hanya ada dalam kitab mazhab Syi’ah bahkan hal ini dikenal dalam kitab-kitab mazhab Ahlus Sunnah. Ibnu Qudamah pernah menyebutkan dalam kitabnya Al Mughniy mengenai wanita yang diharamkan untuk dinikahi, ia berkata

Al Mughniy cover

Al Mughniy

كل امرأة أرضعتك أمها أو أرضعتها أمك أو أرضعتك وإياها امرأة واحدة أو ارتضعت أنت وهي من لبن رجل واحد‏,‏ كرجل له امرأتان لهما لبن أرضعتك إحداهما وأرضعتها الأخرى

Semua wanita dimana ibunya menyusuimu atau ibumu menyusuinya atau wanita itu menyusuimu atau engkau dan dia menyusu dari susu laki-laki [laban rajul] yang sama, misalnya seorang laki-laki mempunyai dua istri yang sedang menyusui, salah satu menyusuimu sedangkan yang lain menyusuinya [Al Mughniy Ibnu Qudamah 9/515]

Silakan perhatikan, Ibnu Qudamah menjelaskan dengan contoh bahwa yang dimaksud laban rajul tetaplah hakikatnya menyusu pada wanita tetapi laban [susu] tersebut dinisbatkan kepada sang suami. Contoh lebih jelas ada dalam riwayat Shahih Bukhariy berikut

Shahih Bukhariy no 2644

حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ أَخْبَرَنَا الْحَكَمُ عَنْ عِرَاكِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ اسْتَأْذَنَ عَلَيَّ أَفْلَحُ فَلَمْ آذَنْ لَهُ فَقَالَ أَتَحْتَجِبِينَ مِنِّي وَأَنَا عَمُّكِ فَقُلْتُ وَكَيْفَ ذَلِكَ قَالَ أَرْضَعَتْكِ امْرَأَةُ أَخِي بِلَبَنِ أَخِي فَقَالَتْ سَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَدَقَ أَفْلَحُ ائْذَنِي لَهُ

Telah menceritakan kepada kami Adam yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah yang berkata telah mengabarkan kepada kami Al Hakam dari ‘Iraak bin Maalik dari ‘Urwah bin Zubair dari ‘Aaisyah [radiallahu ‘anha] yang berkata “Aflah meminta izin kepadaku tetapi aku tidak mengizinkannya, maka ia berkata “apakah engkau menghindariku padahal aku adalah pamanmu?”.  Maka aku berkata “bagaimana bisa begitu?”. Ia berkata “istri saudaraku telah menyusuimu dengan susu saudaraku”. Maka aku berkata “aku menanyakan hal itu kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Beliau berkata “Aflah benar maka izinkanlah ia” [Shahih Bukhariy no 2644]

Lafaz “istri saudaraku menyusuimu dengan susu saudaraku” yang dibenarkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah dalil akan adanya laban rajul atau laban fahl dan hakikatnya itu tetap menyusu kepada wanita walaupun susu tersebut dinisbatkan pada laki-laki [suami wanita tersebut]. Biasanya istilah ini dipakai ketika membahas mahram terkait dengan keluarga dari pihak suami wanita yang menyusui.

Kesimpulannya disini adalah ketika Syaikh Khalid mengaitkan “laban rajul” dengan riwayat Abu Thalib menyusui Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ia telah melakukan talbis untuk mengelabui orang awam yang tidak paham dengan hakikat riwayat tersebut.

.

.

.

Catatan Tidak Penting

Betapa menyedihkan ketika melihat ulama melakukan talbis demi membela mazhabnya dan merendahkan mazhab yang dibencinya. Apa yang diharapkan dari pengikutnya jika ulama panutannya saja seperti itu?. Maka wajarlah banyak orang awam yang memfitnah mazhab Syi’ah begini dan begitu karena ulama panutan merekapun ternyata melakukan talbis.

Sudah menjadi sifat dasar sebagian orang-orang awam untuk mempercayai perkataan dan hujjah para ulama. Mereka tidak punya banyak waktu dan kesadaran mempertanyakan ulama tersebut. Jangankan sekedar ragu, bahkan setelah ditunjukkan talbis ulama tersebut mereka malah menuduh itu sebagai fitnah. Seperti biasa orang-orang awam tipe begini paling ahli dalam mendustakan kebenaran dan membenarkan kedustaan. Inilah penyakit yang menjadi sumber perpecahan diantara kaum muslimin.

Jangan dikira masalah seperti ini hanya terjadi di kalangan awam ahlus sunnah, cukup sering ditemukan hal yang sama di kalangan awam Syi’ah. Ambil contoh saja terkait dengan tema “menyusui orang dewasa” di atas. Ada orang-orang awam Syi’ah yang menjadikan riwayat shahih dari Aisyah [radiallahu ‘anha] sebagai bahan celaan karena Beliau meyakini menyusui orang dewasa menyebabkan mahram. Kami menangkap adanya unsur fitnah disini ketika ada orang awam syi’ah yang punya lisan buruk merendahkan Aisyah [radiallahu ‘anha] seolah-olah mengizinkan orang dewasa menyusu langsung kepada wanita.

Bagaimana mungkin bisa dipahami seperti itu?. Memang dalam riwayat shahih tersebut tidak ada keterangan bagaimana cara menyusui orang dewasa, jadi prinsip prasangka baik dan syariat umum dipakai dalam masalah ini. Sangat mudah untuk memahami bahwa penyusuan itu terjadi secara tidak langsung dimana air susu ditempatkan dalam wadah tertentu kemudian diberikan kepada orang yang dimaksud. Dan memang itulah yang dijelaskan oleh sebagian ulama ahlus sunnah. Begitulah nasib orang awam ketika ia membahas mazhab lain yang ia benci maka nafsunya yang berbicara. Apalagi kalau memang tabiatnya buruk atau mulutnya lebih besar dari kepalanya maka dengan mudah unsur fitnah tersebut menyesatkan dirinya.

Lihatlah wahai orang-orang yang ingin menggunakan akalnya, sumber masalah disini adalah penyakit awamisme dengan racikan kebodohan dan “mudah percaya” serta dibumbui dengan kebencian yang disajikan atas dasar “membela agama”. Sebagian orang awam itu sangat bersemangat membela agama tetapi semangat tersebut kalau hanya bercampur dengan awamisme akan menimbulkan kerusakan dan perpecahan. Celakanya lagi penyakit ini mudah menular apalagi jika orang-orang awam sekarang semakin aktif eksis di dunia maya.

Kami tidak punya urusan dengan orang-orang yang sudah mengidap penyakit awamisme ini, tidak ada yang bisa dilakukan untuk mereka. Kami hanya bisa membantu orang-orang awam yang belum terjangkit agar tidak menderita penyakit ini. Siapapun anda dan mazhab anda jika anda ingin berbicara mengenai mazhab lain yang tidak anda kenal maka perhatikanlah panduan pasal berikut

  1. Kalau anda adalah orang awam maka bersikaplah seperti orang awam yaitu suka “tidak tahu” atau “tidak mau tahu”. Nah anda tidak perlu “sok tahu” bicara atas nama agama atau membela agama untuk merendahkan mazhab lain. Jaga lisan anda lebih baik diam daripada salah bicara. Cukuplah sudah ada orang yang lebih ahli yang berkecimpung ke dunia permazhaban ini. Jika orang-orang ahli ini tersesat maka mereka sendiri yang menderita, anda tidak perlu ikut-ikutan. Dan tidak perlu percaya siapapun yang mengoceh tentang mazhab lain yang tidak anda kenal. Anda cukup tahun “islam saja” dan sibuklah dengan keseharian anda.
  2. Kalau anda orang awam dan berminat untuk tahu maka pertama yang harus anda tekankan adalah “tidak mudah percaya” siapapun baik teman baik, orang yang anda anggap berilmu, ustadz, atau bahkan ulama panutan anda. Mengapa?. Karena sentimen mazhab itu bisa menjangkiti siapa saja bahkan ulama sekalipun. Tulisan diatas dan tulisan-tulisan lain sebelumnya adalah contoh nyata ada ulama yang bisa menjadi begitu anehnya ketika berbicara tentang mazhab lain.
  3. Selanjutnya buktikan sendiri apa yang anda dapat dari ustadz atau ulama panutan anda tentang mazhab lain. Jika mereka berbicara atas dasar “katanya katanya” maka tinggalkan. Menghukum mazhab lain atas dasar “katanya katanya” adalah suatu bentuk kezaliman. Jika mereka berbicara dengan hujjah maka periksalah hujjah mereka. Dunia maya ini selain menyebalkan juga memudahkan bagi para penuntut ilmu. Ada ribuan kitab gratis dari berbagai mazhab yang ada di dunia maya ini. Bisa langsung anda download dan anda baca kitab mazhab yang anda inginkan.
  4. Jika anda punya masalah dengan “bahasa” sehingga merasa tidak mampu membaca kitab untuk memeriksa hujjah ustadz atau ulama panutan anda maka kembalilah ke pasal satu. Atau ya hilangkan dulu masalah “bahasa” yang anda derita baru kembali ke pasal tiga.
  5. Setelah anda memiliki kitab mazhab yang ingin anda teliti maka pelajarilah dengan objektif. Ingat suatu mazhab itu memiliki dasar-dasar dimana mazhab itu berdiri. Mazhab adalah bangunan yang memiliki dasar, dinding, tiang penyangga dan atap tempat bernaung. Camkanlah anda tidak bisa begitu saja langsung comot halaman ini halaman itu tanpa memiliki dasar ilmu mazhab tersebut. Dengan ilmu ini anda bisa tahu apa yang shahih dan yang tidak dari mazhab tersebut serta mencegah dari salah memahami apa yang anda baca.
  6. Secara beriringan selagi anda mempelajari dasar-dasar ilmu mazhab tersebut, anda bisa memeriksa hujjah ustadz atau ulama panutan anda yang mencela mazhab tersebut.
  7. Jika mereka berhujjah dengan riwayat maka periksalah apakah riwayat itu shahih atau mu’tabar di sisi mazhab tersebut. Jika shahih maka periksalah apakah ada riwayat-riwayat shahih lain yang bertentangan dengan riwayat tersebut. Dan jangan lupa periksalah bagaimana para ulama mazhab tersebut menafsirkan atau memberikan penjelasan tentang riwayat yang sedang anda periksa. Kemudian timbanglah perkataan para ulama atas riwayat tersebut dengan akal sehat.
  8. Jika mereka berhujjah dengan qaul ulama mazhab tersebut maka periksalah kebenaran penukilan mereka. Jika benar penukilan mereka selanjutnya camkanlah ini, tidak ada ulama yang pasti benar maka periksalah qaul ulama tersebut berdiri atas dasar apa. Jika anda memiliki dasar-dasar ilmu mazhab tersebut anda bisa menilai sejauh mana kekuatan hujjah qaul ulama tersebut. Selain itu periksalah apakah ada ulama lain dalam mazhab tersebut yang memiliki pendapat yang berbeda. Ingatlah qaul seorang atau beberapa ulama tidak bisa dinisbatkan secara langsung atas mazhab tersebut.
  9. Jika anda telah membuktikan kebenaran riwayat atau qaul ulama yang dijadikan hujjah ustadz atau ulama panutan anda dalam mencela mazhab tersebut maka jangan terburu-buru carilah padanan riwayat dan qaul ulama yang sama atau hampir sama dalam mazhab yang anda anut. Sungguh memalukan bukan jika anda mencela apa yang sebenarnya juga ada pada mazhab anda.
  10. Masing-masing mazhab itu memiliki perbedaan dan setelah anda melewati pasal sembilan ternyata anda menemukan adanya pandangan yang berbeda pada mazhab tersebut [dengan apa yang anda anut] maka periksalah perbedaan itu. Apakah perbedaan yang anda temukan itu mengeluarkan mazhab tersebut dari islam atau tidak?. Ingatlah menyatakan suatu hal yang berbeda sebagai keluar dari islam tidak bisa hanya bersandar pada qaul ulama, anda harus bersandar pada dalil yang jelas di sisi mazhab anda. Perkataan ulama mazhab tertentu yang mencela bahkan mengkafirkan mazhab lain itu sangat rentan biasnya.
  11. Dalil yang dimaksud di sisi mazhab anda adalah dalil shahih sesuai dengan dasar-dasar ilmu dimana mazhab anda berdiri. Jika anda belum mengetahuinya maka pelajarilah. Sungguh aneh sekali jika anda mengetahui dasar-dasar ilmu mazhab lain tetapi tidak paham dasar-dasar ilmu mazhab yang anda anut.
  12. Jika anda tidak menemukan dalil di sisi mazhab anda yang mengeluarkan perbedaan itu dari islam maka terimalah perbedaan itu sebagai hal yang khusus bagi mazhab tersebut.
  13. Jika anda menemukan dalil di sisi mazhab anda yang mengeluarkan perbedaan itu dari islam maka simpanlah itu untuk diri anda, yakinkan diri anda bahwa mazhab itu sesat tetapi ingatlah jalan-jalan yang anda lalui hingga mencapai kesimpulan tersebut. Anda berdiri pada mazhab yang anda anut sama seperti mereka para penganut mazhab tersebut berdiri pada mazhab yang mereka anut. Jika anda dilahirkan di mazhab yang anda anut maka ingatlah ada pula orang-orang yang dilahirkan di mazhab tersebut. Berikan uzur pada mereka dan doakanlah agar mereka diberikan petunjuk kebenaran oleh Allah SWT.
  14. Terakhir, perlukah anda membuat deklarasi mencela dan mengkafirkan mazhab tersebut?. Jawabannya tidak perlu karena hal itu hanya akan memancing perpecahan dan kerusakan. Jika anda ingin berbagi hasil kesimpulan pembelajaran anda maka itu sangat diperbolehkan maka silakan buat tulisan dan kami yakin pada tahap ini tulisan anda akan sangat bernilai tidak seperti tulisan para pencela yang hanya bisa asal comot penggal sana sini dan mengandung banyak syubhat dan talbis atas mazhab tersebut.

Kalau ada yang menganggap jalan ini terlalu rumit maka tidak ada yang memaksa siapapun untuk melalui jalan ini. Ingatlah selalu pasal pertama, jadilah orang awam yang baik yaitu orang awam yang selalu “tidak tahu” atau “tidak mau tahu” dan “tidak mudah percaya”, yang selalu sibuk dengan hal-hal keseharian, yang beragama cukup untuk dirinya agar bisa beribadah dengan baik. Jangan pernah memasuki daerah mazhab lain dimana anda bisa tersesat baik karena tersesat dengan mudahnya mengikuti mazhab lain atau tersesat dengan mudahnya mencela dan mengkafirkan mazhab lain.

Satu hal lagi tidak ada masalah berteman dengan penganut mazhab lain bahkan orang kafir sekalipun. Selagi anda menjadi “orang awam baik” yang kami katakan maka jangan khawatir tersesat. Lha kalau anda selalu “tidak mau tahu” dan “tidak mudah percaya” maka bagaimana anda bisa tersesat. Dan jika anda mulai merasa ingin percaya atau ingin tahu maka laluilah jalan yang kami jelaskan tadi yaitu pindah dari pasal pertama lanjut ke pasal dua. Kalau memang malas ya tidak usah repot-repot silakan bernyaman-nyamanlah di zona pasal pertama.

Orang di zona pasal pertama ini bisa dibilang “terselamatkan”. Mereka adalah orang islam yang “tanpa mereka sadari” menjaga lisannya dari mencela dan mengkafirkan mazhab lain. Yah paling tidak begitulah kesan yang kami tangkap maklumlah kami tidak tinggal lama di zona ini karena zona nyaman ini agak terasa kurang nyaman di sisi kami dan gak pas di hati, apalagi dengan tingkat keresahan dan kegalauan kami yang begitu tinggi *halah sombongnya*. Akhir kata sebelum kami menyombongkan kerendahan hati kami [kontradiktif] kami cukupkan saja tulisan ini. Semoga kurang bermanfaat dan bisa dijadikan lebih bermanfaat.

25 Tanggapan

  1. menurut saya penulis artikel ini agak sedikit psikopat, apa jangan2 blog ini adalah hasil dari psikopatisme hehe

  2. Psikopat mungkin ada sedikit gejala kelihatan waktu debat kalau narsisme sudah keliahatan dari awal. Agak susah menangkap alurny mau ke mana ada yang tersirat dan tersurat. Yang tersirat sepertinya sudah bisa move on! Tidak segalon *selalu gagal move on. Apa iya

  3. @abu syiah

    Tidak ada gunanya anda berprasangka ala “jangan-jangan” lebih baik anda buka buku cek apa itu makna psikopat. Jangan membicarakan hal yang tidak anda pahami. Itu agak memalukan

    @Guest

    Sama deh buat anda, cek dulu sana apa itu definisi psikopat baru anda bisa mengatakan orang lain begini begitu. Dan saya agak kasihan kalau membaca tulisan ini tidak bisa menangkap alurnya. Bagian tentang talbis Syaikh Khalid itu sangat jelas dan kalau soal catatan tidak penting ya pemahamannya itu tergantung masing-masing orangnya. btw jangan buru-buru menilai orang begini begitu, jangan terlihat seperti orang belum matang yang usianya belum sampai kepala dua

  4. @Secondprince

    Bagaimana mungkin anda mengatakan seseorang bisa tersesat karena mengikuti mazhab lain. Apakah anda serius?.

    Lain masalahnya ketika seseorang dengan mudah mencela dan mengkafirkan mazhab lain maka orang itu boleh saja tersesat!.

    Pasal 12 anda membingungkan.
    Bagi seorang pegiat pencari kebenaran, mengapa anda kemudian tidak saling membenturkan metoda dan dalil yang anda gunakan. Alih2 hanya pasrah menerima perbedaan sebagai hal khusus bagi mazhab tersebut? Metoda dan dalil tidaklah tercela untuk diutak atik. Bandingkan Mazhab mana yg didukung oleh pondasi yang kokoh. Ketika pondasinya kokoh maka kokoh pula bangunan yg ada diatasnya.

    Anda menjatuhkan vonis kafir kepada mereka yg non Islam. Apakah anda meyakini orang awam non Islam itu adalah orang yang tanpa malu dan sombong memusuhi dan menentang Islam, berbangga bangga atas kekafirannya dan perbuatan mereka yang terkutuk. Bagaimana dengan pasal satu anda, apakah hanya berlaku bagi orang Islam saja? Sedangkan orang awam dari golongan non Islam yang suka “tidak tahu dan tidak mau tahu” serta menyibukkan diri dengan keseharian mereka anda langsung vonis kafir tanpa mengembalikannya kepada Allah. Apa yang membuat orang awam Islam menjadi begitu spesial dimata anda. Sedangkan orang awam non Islam anda kafirkan. Dan apa batasan awam pada sisi anda

    Saya pikir ketika setelah sekian lama anda mempelajari agama selain Islam, membandingkan metoda dan mengupas dalil2 mereka kemudian anda menemukan bahwa agama tersebut sesat. Perlukah anda mencela dan mengkafirkan orang dalam agama tersebut? Jawaban saya tidak perlu karena hal itu hanya akan memancing perpecahan dan kerusakan.

    Saya meyakini agama serta mazhab saya saat ini adalah jalan yang lurus diantara semuanya, tetapi saya menghormati mazhab dan agama selain Islam. Karena boleh jadi keselamatan dapat pula dicapai melalui jalan2 lain bila Allah berkehendak.

  5. @Fajar

    Bagaimana mungkin anda mengatakan seseorang bisa tersesat karena mengikuti mazhab lain. Apakah anda serius?.

    Maaf kalau saya katakan anda ini agak lucu. Penjelasan saya yang agak panjang itu seolah tidak anda pahami tetapi malah anda comot sepenggal kalimat yang anda goreng sehingga jadi tampak lain. Saya tidak mengatakan “seseorang bisa tersesat karena mengikuti mazhab lain”. Kalimat saya itu tertuju pada orang awam yang gampangan memasuki dunia mazhab lain “padahal mungkin ia tidak begitu paham dengan mazhabnya sendiri”. Perhatikan baik-baik kalimat yang saya gunakan yang saya tujukan untuk orang awam

    Jangan pernah memasuki daerah mazhab lain dimana anda bisa tersesat baik karena tersesat dengan mudahnya mengikuti mazhab lain

    Orang awam itu sering terjatuh pada “tersesat dengan mudahnya mengikuti mazhab lain”. Saya tidak bilang bahwa mazhab lain itu pasti sesat tetapi orang awam yang “begitu mudah percaya” mudah sekali tersesat mengikuti mazhab lain. Misalnya orang awam [yang tidak begitu paham mazhabnya sendiri] membaca buku-buku ulama mazhab lain yang mencela mazhabnya kemudian karena ia begitu terpesona dengan ulama tersebut yang mengutip banyak ayat Al Qur’an dan Hadis disertai dengan penjelasan yang mudah dicerna oleh akalnya yang awam maka percayalah ia bulat-bulat. Mulailah ia meninggalkan mazhabnya dan mengikuti mazhab sang ulama tersebut. Padahal kenyataannya mungkin tidak seperti itu, bisa saja ulama mazhab lain tersebut justru melakukan tadlis dan talbis yang tidak bisa orang awam itu lihat karena keterbatasan ilmunya.

    Lain masalahnya ketika seseorang dengan mudah mencela dan mengkafirkan mazhab lain maka orang itu boleh saja tersesat!.

    Yang saya bicarakan dalam kalimat yang anda permasalahkan itu adalah tertuju pada orang awam yang gampangan memasuki dunia mazhab lain. Mereka sudah jelas gampang tersesat dalam mencela dan mengkafirkan mazhab lain. Buktinya banyak sekali, contohnya saja orang awam ahlus sunnah yang mencela dan mengkafirkan mazhab Syi’ah setelah membaca buku para ulama ahlus sunnah yang mengupas tentang Syi’ah. Orang awam itu hanya bisa percaya saja apa yang ditulis oleh ulama panutannya makanya mereka mudah sekali tersesat. Saya sendiri banyak menemukan apa yang ditulis sebagian ulama ahlus sunnah tentang mazhab Syi’ah termasuk tadlis dan talbis atas mazhab Syi’ah.

    Pasal 12 anda membingungkan.

    Apanya yang membingungkan. Menganggap suatu mazhab memiliki perbedaan khusus dengan mazhab lain itu hal yang mudah sekali, sederhana bahkan baik. Jadi apa masalah anda?. Kalau anda punya sikap sendiri atas perbedaan itu ya dipersilakan.

    Bagi seorang pegiat pencari kebenaran, mengapa anda kemudian tidak saling membenturkan metoda dan dalil yang anda gunakan. Alih2 hanya pasrah menerima perbedaan sebagai hal khusus bagi mazhab tersebut? Metoda dan dalil tidaklah tercela untuk diutak atik. Bandingkan Mazhab mana yg didukung oleh pondasi yang kokoh. Ketika pondasinya kokoh maka kokoh pula bangunan yg ada diatasnya.

    Lha silakan, saya tidak melarang melakukannya tapi masalahnya anda paham atau tidak apa yang sedang anda bicarakan. Coba saya tanya, membandingkan metode dan dalil antara mazhab yang satu dengan mazhab yang lain itu atas dasar apa?. Tolak ukur pembandingnya apa?. Tolak ukur anda menyatakan yang satu kokoh atau yang satu tidak kokoh itu apa?. Tolak ukur anda menyatakan yang satu lebih kokoh dibanding yang lainnya itu apa?. Ada orang yang mudah menyederhanakan hal-hal besar dan rumit tanpa memahami apa yang ia bicarakan sebagaimana ada juga orang yang menyederhanakan hal besar dan rumit karena ia memang sangat paham dengan apa yang ia bicarakan. Nah anda itu termasuk yang mana?

    Kalau masih kurang paham saya bisa kasih contoh, dalil tentang Imamah [dua belas imam] yang menjadi ciri khas mazhab Syi’ah. Silakan bagaimana anda membandingkan metode dan dalil perkara ini dalam mazhab Syi’ah dengan metode dan dalil mazhab Ahlus Sunnah. Apa tolak ukurnya?. Kalau Syi’ah bilang riwayat-riwayat shahih dalam kitab mereka menyatakan demikian dan Ahlus Sunnah bilang tidak ada dalam riwayat shahih kitab mereka yang menyatakan demikian, maka apa tolak ukur anda membandingkan mana yang kokoh dan mana yang tidak. Toh masing-masing mengandalkan “riwayat shahih dalam kitab mereka”. Secara metode berpegang pada riwayat yang shahih itu termasuk metode yang benar.

    Anda menjatuhkan vonis kafir kepada mereka yg non Islam. Apakah anda meyakini orang awam non Islam itu adalah orang yang tanpa malu dan sombong memusuhi dan menentang Islam, berbangga bangga atas kekafirannya dan perbuatan mereka yang terkutuk.

    Maaf anda ini orang mana?. setahu saya kafir dan nonislam itu cuma beda literal tapi maknanya sama. Lagian pengertian anda tentang “kafir” itu perlu diperiksa bung. Saya tidak pernah meyakini bahwa yang namanya nonislam atau kafir itu sudah pasti memusuhi dan menentang islam. Tolak ukur pertama saya menyatakan mana yang islam dan mana yang kafir itu sederhana yaitu syahadat kesaksian Tiada Tuhan Selain Allah SWT dan kesaksian Muhammad adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kalau anda punya definisi sendiri dan batasan sendiri ya silakan saja. Coba tampilkan disini, batasan orang yang bisa anda sebut “kafir” itu apa?. atau anda orang yang beranggapan bahwa hanya Allah SWT yang bisa menyatakan “kafir” sedangkan manusia itu tidak berhak dan tidak bisa.

    Bagaimana dengan pasal satu anda, apakah hanya berlaku bagi orang Islam saja? Sedangkan orang awam dari golongan non Islam yang suka “tidak tahu dan tidak mau tahu” serta menyibukkan diri dengan keseharian mereka anda langsung vonis kafir tanpa mengembalikannya kepada Allah. Apa yang membuat orang awam Islam menjadi begitu spesial dimata anda. Sedangkan orang awam non Islam anda kafirkan. Dan apa batasan awam pada sisi anda

    Lha iya pasal-pasal yang saya buat diatas itu kan saya tujukan untuk orang awam islam. Saya tidak punya masalah tuh menyebut orang yang bukan islam sebagai orang kafir dan tentu saja saya mengembalikan hal itu kepada Allah SWT. Al Qur’an sangat jelas sekali berbicara tentang islam dan kafir. Batasan awam di sisi saya sederhana yaitu “tidak punya ilmunya” ketika mereka orang awam mulai mempelajari ilmu dan mendapatkannya maka mereka sudah keluar dari batasan itu.

    Saya pikir ketika setelah sekian lama anda mempelajari agama selain Islam, membandingkan metoda dan mengupas dalil2 mereka kemudian anda menemukan bahwa agama tersebut sesat. Perlukah anda mencela dan mengkafirkan orang dalam agama tersebut? Jawaban saya tidak perlu karena hal itu hanya akan memancing perpecahan dan kerusakan.

    Oooh tidak anda keliru bung, jangan cuma mengkopipaste kalimat saya yang saya tujukan kepada orang-orang islam. Bagi orang yang mengaku islam, tuduhan kafir itu tuduhan yang berat, zalim dan menyakitkan oleh karena itu reaksinya bisa memancing perpecahan dan kerusakan. Bagi mereka yang memang bukan islam, disebut kafir paling mereka tanya apa itu “kafir” tinggal dijawab ya “bukan islam”. Dan itu adalah realita yang memang mereka terima. Sebagaimana mungkin mereka punya terminologi sendiri dalam menyebut orang lain yang bukan penganut agama mereka.

    Satu hal lagi walaupun saya mengakui nonislam itu kafir, ya tidak pernah dan memang tidak perlu saya mencela agama mereka atau memanggil masing-masing mereka dengan sebutan “kafir”. Ini kembali kepada masalah adab, etika dan toleransi beragama. Sudah jelas yang namanya cela mencela itu akan memancing perpecahan dan kerusakan

    Saya meyakini agama serta mazhab saya saat ini adalah jalan yang lurus diantara semuanya, tetapi saya menghormati mazhab dan agama selain Islam. Karena boleh jadi keselamatan dapat pula dicapai melalui jalan2 lain bila Allah berkehendak.

    Perkara menghormati mazhab dan agama lain itu hal yang sifatnya umum dan universal. Sangat tidak ada masalah dengan hal ini. Tetapi soal keyakinan jalan keselamatan dan kebenaran maka itu tergantung orangnya. Memang ada orang yang meyakini semua mazhab dan semua agama benar tetapi ada juga orang yang tidak meyakini demikian. Kebenaran itu memiliki standar, ada jalannya menuju pada kebenaran oleh karena itu ya tidak mungkin semua jalan itu benar. Jalan yang bertentangan dengan kebenaran ya sudah pasti tidak benar.

  6. Terimakasih artikel barunya yai SP, semakin memberikan pencerahan bahwa masing-masing mazhab memiliki ukuran dan takaran sendiri

  7. @fajar
    Percuma anda diskusi dengan psikopat. Dia akan selalu menang dengan psikopatismenya.

  8. @Secondprince

    Terimakasih bila anda melihat saya agak lucu, memang banyak yang bilang saya imoet dan lucu. Terus terang saya sedikit terkejut bagaimana anda bisa tahu? Oh iya,fyi, saya tidak ahli menggoreng. Kalau sekedar merebus air saya sih lumayan bisa.

    Eh, siapa anda gitu loh? Dan apa urusannya sehingga harus merasa heran akan tingkah laku orang awam yang mudah memasuki mazhab lain? Anda itu orang yang suka usil mengurusi kehidupan orang awam yang tidak anda kenal ya. Aneh!

    Ketika ada ulama mazhab tertentu yang melakukan penipuan sehingga yang baik tampak buruk, maka sikap ulama seperti inilah yang harus membuat kening anda berkerut dan merasa keheranan. Bukan keputusan orang awam yang berpindah mazhab mengikuti ulama penipu itu yang membuat anda terheran2. Sekali awam maka tetap awam, anda sendiri telah menetapkan batasannya.

    Lain ceritanya bila ada orang awam setelah berpindah mazhab kemudian mencela dan mengkafirkan mazhabnya terdahulu atau mazhab yang lain hanya bermodalkan copypaste ucapan2 atau buku2 karya ulama panutannya. Maka silahkan saja kening anda berkerut dan terheran2. Contohnya banyak di blog anda ini atau blog lainnya.

    Sekarang giliran saya yang dibuat keheranan oleh sikap anda ketika anda membalikkan ucapan saya tentang pasal 12 anda. Baiklah, jawaban saya, yah kembali lagi ke diri anda sendiri gitu koq repot! Eeh ini tidak anda malah kembali balik bertanya lagi apakah saya jenis orang yang mudah menyederhanakan hal2 yang besar dan rumit. Besar? Rumit? Kata siapa?. Apakah suatu gelas air itu setengah penuh atau setengah kosong tergantung dari cara anda memandang gelas itu.

    Apabila anda masih tetap saja tidak tahu caranya, tidakkah anda merasa kawatir bahwa sepertinya anda akan menganalisa kebenaran terus menerus seumur hidup anda. Seperti pepatah Cina, seorang pelari tentu berharap untuk mencapai garis finish.

    Terlebih lagi ketika anda mencontohkan dalil yang berkaitan dengan Imamah. Entahlah apakah saya harus tertawa atau menangis meresponnya. Berapa lama anda mengasuh blog ini? Dan berapa banyak artikel yang telah anda tulis tapi anda masih kiri-tidak/kanan-tidak dalam mensikapi dalil yang berkaitan dengan Imamah. Dunia memang benar absurd! Tapi yah siapa gue gitu loh?

    Silahkan bila anda tidak punya masalah dengan menyebut orang non Islam dengan sebutan kafir. Karena semata2 anda berpegangan kepada Al Quran yang sangat jelas sekali berbicara tentang Islam dan kafir. Pertanyaannya mengapa kemudian anda mencontohkan kepada saya “….bagi mereka yang memang bukan islam, disebut kafir paling mereka tanya apa itu “kafir” tinggal dijawab ya “bukan islam”.” Aneh! Mengapa sekarang anda membelakangi Al Quran serta bermanis-manis mulut kepada orang non Islam. Lupakah anda akan ayat dalam Al Quran yang menyebutkan bahwa orang kafir adalah seburuk-buruk mahluk, mereka adalah ahli kitab termasuk juga orang musyrik dan mereka masuk ke neraka jahanam dan mereka kekal didalamnya.

    Saya sependapat dengan anda tidak perlu anda dan saya mencela agama serta memanggil masing-masing mereka dengan sebutan “kafir”. Ini kembali kepada masalah adab, etika dan toleransi beragama. Sudah jelas yang namanya cela mencela itu akan memancing perpecahan dan kerusakan

    Penutup! Sedikit berbagi dari seorang awam “mantan” pencari kebenaran. Bagi teman2 di luar sana yang sedang mencari kebenaran janganlah terlalu memanjakan akal teman2 dengan metoda dan dalil. Sesuatu yang terlalu dimanjakan itu pasti tidak baik. Karena hati teman2 akhirnya hanya akan menjadi “anak tiri” saja.

  9. @fajar
    sy yakin kalo sp baca komentar anda ia akan tambah semakin psikopat sj 😀

  10. bung SP
    Saya mendapati @fajar tidak memperhatikan konteks “pindah mazhab” yang dimaksud dan “mazhab” yang dimaksud, sehingga dia sendiri merasa bias akan maksud Anda.

    dan dia mencoba memaksakan definisi “kafir”nya sendiri untuk disetujui tanpa memandang pendapat para ulama. mungkin sedikit kutipan definisi apa itu kafir dari seorang ulama bisa sedikit mencerahkan, tapi rasanya dia akan tetap mendustakannya.

  11. @abu sistani al-mal’un

    Haruskah saya merasa khawatir?

    @yang berserah diri

    Anda jangan berpikir seperti orang yang belum mencapai umur 20, Saya hanya sedikit menyentil tidak tahu yang disentil itu merasa atau tidak. Siapa yang saya sentil itu bukan urusan anda!

  12. @Fajar
    Tentu saja, karena kalau anda tidak kuat menghadapi psikopatnya maka anda bisa saja ikutan psikopat kayak dia hehehe 😛

  13. (1) Seringkali kebencian seseorang (“ulama”) kepada suatu kaum, menyebabkan orang tersebut berlaku tidak adil kepada kaum yang dibenci (mengatakan kafir, keluar dari Islam dan sebagainya), meskipun pernyataan tersebut adalah lemah.

    (2) Bung SP pun mendapat julukan psikopat dari orang – orang yang tidak sependapat dengan Bung SP (hanya karena Bung SP mengatakan agar fair dan adil dalam menyikapi suatu mazhab Syiah) . Padahal, boleh jadi orang yang dicela, lebih baik di sisi Alloh dari pada orang yang mencela. Tetapi saya percaya Bung SP tidak akan terpengaruh oleh celaan para pencela. Kata pepatah “Meskipun…., kafilah tetap berlalu”.

    (3) Last but not least “selamat idul fitri 1436 H. Semoga amal ibadah kita, diterima oleh Alloh. Amin.”

  14. @Fajar

    Terimakasih bila anda melihat saya agak lucu, memang banyak yang bilang saya imoet dan lucu. Terus terang saya sedikit terkejut bagaimana anda bisa tahu? Oh iya,fyi, saya tidak ahli menggoreng. Kalau sekedar merebus air saya sih lumayan bisa.

    Maaf ya, yang saya katakan lucu adalah komentar anda. Anda mengambil sepenggal kalimat yang saya tulis kemudian memaksakan asumsi anda sendiri kepada kalimat tersebut. Kan itu yang anda lakukan pada komentar sebelumnya. Kalau masalah diri anda mau lucu, imut, bisa merebus air tidak ahli menggoreng ya itu urusan anda sendirilah.

    Eh, siapa anda gitu loh? Dan apa urusannya sehingga harus merasa heran akan tingkah laku orang awam yang mudah memasuki mazhab lain? Anda itu orang yang suka usil mengurusi kehidupan orang awam yang tidak anda kenal ya. Aneh!

    Lha heran itu biasa saja lah. Saya menulis ini cuma sekedar menunjukkan kepedulian saya kepada fenomena “orang awam” yang terjadi dunia maya ini. Untuk mencegah banyaknya “orang awam” yang ikut andil dalam membuat perpecahan maka saya buat tulisan di atas agar mencegah orang-orang awam lain tertular penyakit tersebut. Kalau diri anda punya karakter yang berbeda yaitu orang yang menganggap sekedar heran dan memberikan saran [seperti tulisan saya di atas] adalah “usil dan suka mengurusi orang lain” maka silakan nikmatilah sendiri karakter anda yang seperti itu. Tidak perlu lah saya mengatakan bahwa sikap “heran dan memberikan saran” itu perkara yang lumrah dalam hidup ini. Siapapun yang pernah merasa hidup pasti suatu ketika akan merasakan heran dan suatu ketika akan memberikan saran kepada orang lain. Jadi sebenarnya apa masalah anda bung?.

    Lagipula kalau yang seperti itu anda bilang usil mengurusi orang lain maka saya tanya yang anda lakukan disini ngapain?. apa perlu saya bilang “usil mengurusi orang lain”. Siapa anda gitu heran dengan tingkah saya. Nah hayoo mau tidak dibilang begitu. Jadi gak perlu mengeluarkan komentar aneh mengatakan usil padahal hakikatnya hal itu juga ada pada diri anda.

    Ketika ada ulama mazhab tertentu yang melakukan penipuan sehingga yang baik tampak buruk, maka sikap ulama seperti inilah yang harus membuat kening anda berkerut dan merasa keheranan. Bukan keputusan orang awam yang berpindah mazhab mengikuti ulama penipu itu yang membuat anda terheran2. Sekali awam maka tetap awam, anda sendiri telah menetapkan batasannya.

    Maaf apa yang mau anda bantah disini. Saya kan hanya menjelaskan kalimat saya sebelumnya “orang awam mudah tersesat mengikuti mazhab lain”. Karena keterbatasan dan keawaman mereka maka mereka mudah disesatkan dalam menilai mazhab lain. Itu yang saya maksud, makanya saya sarankan agar kalau mau jadi orang awam ya tidak perlu sok bicara mazhab lain. Silakan sibuk saja dengan dirinya sendiri. Saya sih tidak tertarik anda berpandangan seperti apa tetapi saya hanya meluruskan kalimat saya yang anda penggal dan anda goreng sehingga jadi tampak lain. Bukankah anda sebelumnya mempertanyakan

    Bagaimana mungkin anda mengatakan seseorang bisa tersesat karena mengikuti mazhab lain. Apakah anda serius?

    Jadi saya luruskan, saya tidak bermaksud mengatakan seseorang itu tersesat ketika ia mengikuti mazhab lain. Yang saya maksud adalah orang awam yang mudah sekali tersesat atas informasi yang ia terima sehingga ia dengan mudahnya mengikuti mazhab lain.

    Saya sebut anda “menggoreng kalimat saya” karena mana mungkin orang yang sudah membaca pasal-pasal di atas yang saya tulis [dimana saya bertujuan agar bersikap objektif atas mazhab lain] bisa menuduh saya mengatakan jika mengikuti mazhab lain maka itu tersesat. Apa gunanya saya membuat tulisan di atas jika ujung-ujungnya saya mengatakan mengikuti mazhab lain sudah pasti tersesat.

    Lain ceritanya bila ada orang awam setelah berpindah mazhab kemudian mencela dan mengkafirkan mazhabnya terdahulu atau mazhab yang lain hanya bermodalkan copypaste ucapan2 atau buku2 karya ulama panutannya. Maka silahkan saja kening anda berkerut dan terheran2. Contohnya banyak di blog anda ini atau blog lainnya.

    Itu sudah jelas dalam kalimat yang saya tulis yaitu “orang awam tersesat dengan mudahnya mencela dan mengkafirkan mazhab lain”.

    Sekarang giliran saya yang dibuat keheranan oleh sikap anda ketika anda membalikkan ucapan saya tentang pasal 12 anda. Baiklah, jawaban saya, yah kembali lagi ke diri anda sendiri gitu koq repot! Eeh ini tidak anda malah kembali balik bertanya lagi apakah saya jenis orang yang mudah menyederhanakan hal2 yang besar dan rumit. Besar? Rumit? Kata siapa?. Apakah suatu gelas air itu setengah penuh atau setengah kosong tergantung dari cara anda memandang gelas itu.

    Aduh bung, kan anda yang mengatakan pasal 12 saya membingungkan. Saya jawab tidak ada yang membingungkan. Apa perlu saya kutip komentar anda?. Bagian mana yang membingungkan?. Masa’ menerima perbedaan suatu mazhab anda katakan hal yang membingungkan. Lucu sekali

    Soal pilihan anda membenturkan dalil ya kan saya persilakan, itu kalau memang anda atau siapapun sanggup melakukannya. Membenturkan metode dan dalil lintas mazhab itu tidak semudah diucapkan. Kalau cuma asal-asalan ya siapapun bisa makanya saya memberikan contoh kepada anda dengan pertanyaan. Intinya apa dasar atau tolak ukur membenturkan metode dan dalil lintas mazhab?. Kalau memang anda bersikeras pilihan anda adalah membenturkan metode dan dalil sebagaimana yang anda maksud dalam komentar sebelumnya ya tentu mudah sekali bagi anda menjawabnya. Tapi anehnya kok bukannya menjawab anda malah berbasa basi.

    Pasal 12 itu saya pilih karena berdasarkan pengalaman saya, membenturkan metode dan dalil antara mazhab yang satu dengan mazhab yang lain bukan perkara sederhana. Itu memerlukan penjelasan sendiri dan jauh lebih rumit. Oleh karena itu kalau sekedar “berbicara atas mazhab lain” maka pasal 12 itu cukup, perbedaan khusus yang ditemukan dalam suatu mazhab dianggap sebagai hal yang khusus bagi mazhab tersebut

    Apabila anda masih tetap saja tidak tahu caranya, tidakkah anda merasa kawatir bahwa sepertinya anda akan menganalisa kebenaran terus menerus seumur hidup anda. Seperti pepatah Cina, seorang pelari tentu berharap untuk mencapai garis finish.

    Lha kok sekarang membicarakan saya. Saya kan sedang menanyakan kepada anda, apa tolak ukur anda membenturkan metode dan dalil lintas mazhab?. Anda bukannya menjawab eeh malah membicarakan saya. Saya tahu atau tidak ya tidak ada urusannya sama anda bukan. Andalah yang disini mempermasalahkan pasal 12 yang saya buat dengan bergaya bicara “membenturkan metode dan dalil lintas mazhab”. Kalau memang anda paham ya coba dijawab apa tolak ukurnya?. Kalau anda tidak mampu menjawab ya berarti anda cuma asal bicara biar kelihatan keren.

    Terlebih lagi ketika anda mencontohkan dalil yang berkaitan dengan Imamah. Entahlah apakah saya harus tertawa atau menangis meresponnya. Berapa lama anda mengasuh blog ini? Dan berapa banyak artikel yang telah anda tulis tapi anda masih kiri-tidak/kanan-tidak dalam mensikapi dalil yang berkaitan dengan Imamah. Dunia memang benar absurd! Tapi yah siapa gue gitu loh?

    Seperti yang saya katakan ada dua tipe orang yang suka berbicara menyederhanakan hal yang rumit yaitu pertama orang yang tidak tahu apa-apa tetapi bergaya sok keren berbicara hal besar yang tidak ia pahami kemudian kedua orang yang memang paham sehingga ia berbicara atas dasar kebenaran, ia menyederhanakan hal yang rumit karena memang paham atau memiliki dasar atau tolak ukur dalam mengatasi kerumitan tersebut.

    Saya menanyakan kepada anda “apa tolak ukur anda” untuk mengetahui anda sebenarnya tipe orang yang mana. Bukannya menjawab tolak ukur yang saya tanyakan eeh anda malah basa basi kesana kemari.

    Apa gunanya anda menanyakan saya dan blog ini?. Dan mengapa pula saya harus ke kiri atau ke kanan dalam masalah Imamah?. Memang absurd kalau kerja orang-orang seperti anda hanya menilai dan menunggu orang-orang seperti saya bakal ke kanan atau ke kiri. Heran sekali saya, anda berlagak seperti orang yang tahu kebenaran itu seperti apa tetapi kok malah mempermasalahkan blog ini bakal ke kiri atau kanan. Para pencari kebenaran yang sebenarnya tidak akan masalah menerima tulisan-tulisan saya selagi apa yang saya tulis itu benar. Tinggal dianalisis dan dievaluasi mana yang benar dan mana yang salah sesuai dengan standar yang anda. Itu bakal ke kiri atau ke kanan ya gak usah dipermasalahkan.

    Silahkan bila anda tidak punya masalah dengan menyebut orang non Islam dengan sebutan kafir. Karena semata2 anda berpegangan kepada Al Quran yang sangat jelas sekali berbicara tentang Islam dan kafir. Pertanyaannya mengapa kemudian anda mencontohkan kepada saya “….bagi mereka yang memang bukan islam, disebut kafir paling mereka tanya apa itu “kafir” tinggal dijawab ya “bukan islam”.” Aneh! Mengapa sekarang anda membelakangi Al Quran serta bermanis-manis mulut kepada orang non Islam. Lupakah anda akan ayat dalam Al Quran yang menyebutkan bahwa orang kafir adalah seburuk-buruk mahluk, mereka adalah ahli kitab termasuk juga orang musyrik dan mereka masuk ke neraka jahanam dan mereka kekal didalamnya.

    Maaf cuma itu sajakah gambaran orang kafir yang anda tahu dalam Al Qur’an?. Apa anda tidak pernah membaca ayat yang menjelaskan bagaimana seharusnya seorang muslim bersikap kepada orang kafir?. Bukankah Al Qur’an menyerukan agar seorang muslim berbicara dengan baik kepada mereka, berhubungan dengan baik dalam hidup di dunia ini dengan mereka. Dan please deh, memangnya ketika saya mengatakan “kafir” itu bermakna “bukan islam” anda bilang itu membelakangi Al Qur’an. Dari mana datangnya pikiran rusak seperti itu. Jangan sok mengatasnamakan Al Qur’an bung, pastikan dulu anda paham dengan apa yang anda bicarakan

    Saya rasa anda ini sedang bingung antara yang namanya “keyakinan” dengan yang namanya ” akhlak hubungan antar sesama”. Anda boleh saja meyakini siapapun sesat jika anda berdiri atas dalil yang kuat tetapi dalam berhubungan antar sesama ya anda gak perlu menunjuk-nunjuk bikin deklarasi, mencela atau memanggilnya dengan sebutan “sesat”.

    Penutup! Sedikit berbagi dari seorang awam “mantan” pencari kebenaran. Bagi teman2 di luar sana yang sedang mencari kebenaran janganlah terlalu memanjakan akal teman2 dengan metoda dan dalil. Sesuatu yang terlalu dimanjakan itu pasti tidak baik. Karena hati teman2 akhirnya hanya akan menjadi “anak tiri” saja.

    Para pencari kebenaran jika mereka berniat tulus berserah diri kepada Allah SWT maka insya Allah akan diberikan petunjuk agar akal dan hatinya berjalan beriringan. Tetapi yang namanya manusia siapapun statusnya termasuk [para pencari kebenaran] akan mendapatkan ujian yang akan berpengaruh pada akal dan hatinya. Tidak ada yang salah berkutat pada metode dan dalil, adapun menganak tirikan hati memang keliru hanya saja jangan “metode dan dalil” itu dijadikan kambing hitam.

    Terakhir, saya tidak sependapat dengan satu hal, para pencari kebenaran yang sebenarnya tidak mengenal istilah “mantan”. Biasanya yang memakai istilah itu cuma ngaku-ngaku pencari kebenaran. Apa ia pikir kebenaran itu seperti piala yang bisa ia raih dan banggakan kepada orang-orang setelah mendapatkannya?. Atau apa ia pikir kebenaran itu seperti khayalan yang tidak akan pernah dicapai siapapun?. Semakin seseorang ingin mendekat kepada Allah SWT maka semakin dalam pula ia ingin mencari kebenaran. Salam Damai

  15. untuk fajar, terserah Anda mau menilai Saya seperti apa. lagipula umur tidak selalu menentukan kualitas seseorang.

    mungkin Anda sendiri yang dulu seperti itu sebelum usia 20 tahun. adapun “itu” yang dimaksud hanya Anda sendiri yang paham. 😀

    karena saya melihat mereka yang berusia di bawah 20 tahun memiliki kualitas lebih baik daripada Anda.

    Saya mengenali tipikal orang seperti Anda, yaitu orang yang mengurusi urusan orang lain, lalu mementalkan tanggapan orang lain yang tidak sepihak dengan berkata “bukan urusan Anda”.

    maka ketahuilah, saya memberikan komentar disini pun bukan urusan Anda sama sekali. dan apa pula urusan Anda di situs bung SP? maka Anda akan menjawab “bukan urusanmu” lagi.

  16. Bung SP, tulisan bung ini sangat luar biasa bagusnya. lanjutkan terus membuka tabir penipuan-penipuan orang-orang pembohong. jangan berhenti, saya dan ribuan orang menikmati tulisan bung, semoga ilmu bung SP semakin bertambah disertai kesehatan yg prima dan barokah.

    yg psikopat itu yg membela kaum pembohong, si fajar ini jelas sakit, sok bijak tapi ngomongnya tdk karuan arahnya.

    apalagi si mal’un lbh sakit lagi lah wong pilih nama saja mal’un, naudzubillah. orang jelek macam apa dia ini?.

    Bung SP, macam dua orang ini, sengaja mau muter2 untuk menghabiskan waktu bung krn semakin banyak yg bung ungkap kebhongan-kebohongan kaum pembohong maka dua type orang ini akan semakin sakit.

  17. Fajar dan Mal’un hanya ingin muter-muter melulu.

    Pak SP kupas saja penipuan-penipuan para nasibi dan kami akan setia membacanya, tdk perlu meladeni yg muter-muter biar mrk frustasi sendiri, mrk akan menghabiskan waktu bapak agar tdk mengkritisi para penipu.

  18. @All dan Secondprince

    Sepertinya anda semua menduga saya mempunyai maksud jahat dan berupaya untuk menjauhkan Secondprince dari usahaya untuk menyingkapkan penipuan dan kedustaan melalui blognya ini.

    Awal mula saya menulis komentar yang tidak nyambung ini didasarkan atas point 12 yang ditulis oleh Secondprince bahwa perbedaan yang ada pada mazhab (apakah maksudnya Syiah?) Adalah ciri khas dari mazhab itu (apakah maksudnya Syiah?) Ini yg saya protes karena absurd bagi seorang yang katanya sedang mencari kebenaran. Apakah ciri khas dari suatu mazhab yang tidak dimiliki oleh mazhab lain maka mazhab yg tidak memiliki ciri khas itu adalah juga lurus atau kebalikannya mazhab yang memiliki ciri khas itu bukan dari jalan yang lurus. Apakah seorang pencari kebenaran sama dengan pencari ilmu? Ketika dihadapkan dengan pilihan-pilihan sulit apakah sikap seorang pencari kebenaran dan pencari ilmu sama?

    Memang saya akui jalan untuk akhirnya dapat menchallange dalil Dan metode lintas mazhab tidaklah sederhana sebagaimana yang dikatakan oleh Secondprince. Tapi dikatakan rumit juga tidak karena saya melihat banyak yang berhasil dengan cara mereka sendiri. Bagi Secondprince mungkin melihat cara-cara yang dilakukan oleh orang awam tersebut serampangan dan tidak ilmiah. Akan tetapi haruskan segala sesuatunya dapat dicerna oleh kerangka akal-logika alias ilmiah. Terus terang landasan yang saya pilih untuk membenturkan metode lintas mazhab boleh jadi tidak ilmiah sama sekali. Sebagai seorang pencari kebenaran ketika itu saya memutuskan memilih sendiri landasan metoda saya. Demikian juga mereka-mereka yang lain. Landasan saya dan landasan mereka tidak ada yang sama dan serupa masing-masing mempunyai caranya sendiri. Apakah saya melakukannya secara serampangan. Saya serahkan saja urusan ini kepada Allah, Sang Pemilik Kebenaran.

    Masalah Kafir. Baiklah, mungkin saya sedikit berlebihan disana. Saya juga bingung ketika membaca ulang tulisan saya itu. Kenapa sampai gitu yaa…maksud saya apa? Maaf ya sudah merepotkan ●_●’… hehehe.

    Terakhir!
    Kita semua harus meyakini bahwa agama dan mazhab kita adalah yang lurus diantara semuanya (terlepas dari apa agama dan mazhab kita maka pasti yang lurus dibandingkan yang lain). Menurut saya tidak ada yang salah dengan pernyataan ini selama kita tidak kemudian merasa paling benar sendiri, menyakiti, menghina agama atau mazhab lain. Absurd menurut saya bila beranggapan bahwa semua agama atau mazhab adalah jalan yang lurus. Bila anda-anda semua adalah seorang pencari ilmu maka selesai urusan sampai disini, tapi tidak untuk seorang yang sedang mencari kebenaran jalan anda akan terjal, panjang dan berliku.

    Penutup!
    Saya tidak bermaksud untuk berniat jahat atau menyombongkan diri saya disini dengan klaim murahan atau sekedar memuaskan ego maniac saya. Hal ini sangatlah bodoh dan untuk apa? anda tidak mengenal saya dan sayapun tidak mengenal anda semua bukan. Lantas kesombongan itu saya tujukan kepada siapa?Sesungguhnya kesombongan hanyalah milik Allah semata.

  19. Fajar, anda itu orang yg bingung.
    lbh baik belajar saja yg banyak daripada buru-buru ngeritik pak SP tapi tdk tahu cara mengeritiknya. kalau tdk faham baca dulu berulang-ulang biar tdk kelihatan kelemahannya.

    kadang2 orang yg hoby ngeritik tok itu memang tdk tahan dikritik.contohnya ya fajar ini tambah kelihatan bulet sdh tahu salah ngaku dikit tapi terus muter-muter lagi cari pembenaran diri. itu namnya tdk jujur.

    Ya, mudah-mudahan anda bisa tabayun dan sadar seterusnya tambah ilmu untuk mendapat kebenaran sejati. Insya Allah bisa. sabar mas.

    Pak SP ini, maaf saya tdk bermaksud memuji, tapi apa adanya. sangat teliti, bahasanya santun, ngomong apa adanya. tdk memihak. tegasnya bisa saya garis bawahi dalam logika pak SP dalam berdikusi hanya ada: “KEBENARAN AKAN KELUAR DARI MULUTKU ATAU MULUTMU TIDAK PENTING. YANG PENTING KEBENARAN ITU ADA DALAM DISKUSI INI”

    lanjut terus pak SP. kami setia menunggu artikel-artikel anda.
    benar ini, sampai-sampai sehari 2 atau 3 kali saya buka blog anda. semoga Allah selalu memberi kekuatan buat anda dan menambah ilmu anda. amin.

  20. @Faisal

    Agama adalah masalah pribadi dan tidak bisa dipaksakan. Anda disini mau berbagi pengalaman spiritual atau memaksakan pengalaman spiritual anda kepada @SP keduanya beda lho….saya melihat sikap anda seperti seorang hakim yang telah dibutakan oleh kitab UU. Ingatkah anda akan kasus tentang seorang kakek tua yang mencuri enam buah kelapa dan dihukum penjara oleh hakim.? Mencuri memang tidak dibenarkan tapi apakah anda berpikir Allah akan bersikap seperti hakim itu ketika mengadili umatNya. Bukankah pada setiap pembuka ayat Al Quran Allah hanya mengenalkan dua nama saja yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Boleh saja anda berbagi pengalaman spiritual tapi janganlah anda memaksakan pengalaman spiritual anda kepada orang lain, dan selalu ingat kalau Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua hambaNya.

  21. apapun alasan dari fajar, apa yang ada di dalam pikirannya tercermin dalam tulisan sebelumnya. lihatlah cara dia menanggapi yang ‘tidak sepihak’.

  22. @Fajar

    Awal mula saya menulis komentar yang tidak nyambung ini didasarkan atas point 12 yang ditulis oleh Secondprince bahwa perbedaan yang ada pada mazhab (apakah maksudnya Syiah?) Adalah ciri khas dari mazhab itu (apakah maksudnya Syiah?) Ini yg saya protes karena absurd bagi seorang yang katanya sedang mencari kebenaran. Apakah ciri khas dari suatu mazhab yang tidak dimiliki oleh mazhab lain maka mazhab yg tidak memiliki ciri khas itu adalah juga lurus atau kebalikannya mazhab yang memiliki ciri khas itu bukan dari jalan yang lurus. Apakah seorang pencari kebenaran sama dengan pencari ilmu? Ketika dihadapkan dengan pilihan-pilihan sulit apakah sikap seorang pencari kebenaran dan pencari ilmu sama?

    Coba anda lihat baik-baik apa yang saya tulis dalam tulisan di atas sebelum saya menyebutkan pasal-pasal tersebut. Ini kalimatnya

    Siapapun anda dan mazhab anda jika anda ingin berbicara mengenai mazhab lain yang tidak anda kenal maka perhatikanlah panduan pasal berikut

    Jadi kalau sekedar berbicara mengenai mazhab lain secara objektif maka pasal 12 itu cukup kemudian saya perjelas pada komentar sebelumnya dimana saya mengatakan

    Pasal 12 itu saya pilih karena berdasarkan pengalaman saya, membenturkan metode dan dalil antara mazhab yang satu dengan mazhab yang lain bukan perkara sederhana. Itu memerlukan penjelasan sendiri dan jauh lebih rumit. Oleh karena itu kalau sekedar “berbicara atas mazhab lain” maka pasal 12 itu cukup, perbedaan khusus yang ditemukan dalam suatu mazhab dianggap sebagai hal yang khusus bagi mazhab tersebut

    Tentu saja saya mempersilakan kepada siapapun jika ingin mencari kebenaran mencari mana yang benar dan mana yang salah tentang perbedaan mazhab yang satu dengan yang lainnya. Hal itu jelas membutuhkan metode sendiri yang jauh lebih rumit. Makanya dari awal saya heran apa sebenarnya yang anda permasalahkan disini. Bagi saya, anda sepertinya tidak memahami apa yang saya tuliskan

    Memang saya akui jalan untuk akhirnya dapat menchallange dalil Dan metode lintas mazhab tidaklah sederhana sebagaimana yang dikatakan oleh Secondprince. Tapi dikatakan rumit juga tidak karena saya melihat banyak yang berhasil dengan cara mereka sendiri. Bagi Secondprince mungkin melihat cara-cara yang dilakukan oleh orang awam tersebut serampangan dan tidak ilmiah. Akan tetapi haruskan segala sesuatunya dapat dicerna oleh kerangka akal-logika alias ilmiah. Terus terang landasan yang saya pilih untuk membenturkan metode lintas mazhab boleh jadi tidak ilmiah sama sekali. Sebagai seorang pencari kebenaran ketika itu saya memutuskan memilih sendiri landasan metoda saya. Demikian juga mereka-mereka yang lain.

    Silakan setiap orang boleh punya cara dan metode masing-masing. Tetapi yang namanya kebenaran itu harus ada standarnya. Soalnya kalau tidak ada maka setiap orang akan bebas memakai caranya masing-masing kemudian mengklaim bahwa itulah yang benar. Kalau begitu maka tidak ada yang salah karena semua orang mengaku benar. Saya agak heran dengan perkataan anda “banyak yang berhasil dengan cara mereka sendiri”. Apa tolak ukur “berhasil” yang anda maksudkan?. Apa maksud berhasil itu mereka berhasil memilah dan menyelesaikan perbedaan itu dengan cara apa saja?. apakah “berhasil” tergantung dengan pilihan masing-masing orang?. Kalau begitu ya siapapun bisa dengan mudah bisa dikatakan berhasil. Silakan lah anda dengan pandangan anda dan saya dengan pandangan saya.

    Absurd menurut saya bila beranggapan bahwa semua agama atau mazhab adalah jalan yang lurus

    Lha bukannya anda mengatakan bahwa banyak orang yang berhasil dengan cara mereka sendiri. Bagaimana kalau orang-orang yang berhasil dengan cara mereka sendiri itu akhirnya memilih agama atau mazhab yang berbeda-beda. Jadi keberhasilan yang anda katakan itu sebenarnya absurd juga. Benar begitu?

  23. Fajar, harusnya anda berterima kasih kepada Pak SP yg dengan sabar mau melayani anda dengan menunjukkan ketidak tetapatan argument-argument anda dengan bahasa yg santun. jika anda berhadapan dengan orang lain pasti orang lain sdh tdk tertarik lagi berdiskusi dengan anda karena maaf-maaf tdk berbobot.
    inilah keunggulan blog pak SP.

  24. @Secondprince

    Saya dapat memahami, pasal 12 itu menawarkan suatu alternatif generik kepada pembaca blog anda secara umum. Seperti yang telah berulang kali anda katakan, pasal 12 anda pilih berdasarkan pengalaman sendiri. Bagi pembaca blog anda yang sedang mencari ilmu silahkan saja pasal 12 benar memberikan solusi jalan keluar yang baik atas sebuah “kebuntuan”.

    Ketika seorang pencari ilmu berbicara atas mazhab lain, maka kejuran dan keadilan harus dikedepankan. Kemudian seseorang yang sedang mencari ilmu itu ketika menemukan adanya perbedaan-perbedaan dalam suatu mazhab kemudian tidak menemukan dalil dalam mazhabnya yang dapat dijadikan tolok ukur landasan guna menarik kesimpulan. Cukupkanlah diri dengan pasal 12 saja, masalah selesai

    Saya sepakat dengan anda, kepada siapapun yang sedang mencari kebenaran silahkan menganalisa sendiri mana yang benar dan mana yang salah tentang perbedaan mazhab yang satu dengan yang lainnnya. Kemudian putuskanlah berdasarkan timbangan hati nurani dan akal apa yang terbaik bagi kita. Sedangkan untuk pencari ilmu cukupkan diri dengan pasal 12, kemudian lanjut pasal 13 ditutup dengan pasal 14. Permasalahan sekali lagi selesai.

    Tidak ada yang salah ketika seseorang mengaku bahwa agama atau mazhabnya lah yang benar. Anda jangan bingung dan tertipu, memang terlihat semua agama dan mazhab menjadi benar, sehingga kebenaran sepertinya relatif. Tapi memang kenyataan dunia saat ini seperti itu bukan?. Terdapat banyak agama dan mazhab. Ketika seseorang mengatakan agama atau mazhabnya benar maksud saya adalah itulah kebenaran menurut apa yang orang itu yakini, maknai dan pahami. Apakah orang lain menerima atau menolak itu masalah lain. Apakah kebenarannya itu benar disisi Allah perlu penjelasan yang lebih detil. Akan tetapi terlepas dari semua pertanyaan-pertanyaan itu konsekuansi logis dari pernyataan agama atau mazhabnya yang lurus adalah, bila orang itu sebelumnya pencari kebenaran maka dia akan berhenti mencari. Karena “kebenaran” itu telah ditemukannya

    Betul, kebenaran harus ada standarnya. Tapi untuk saat ini apakah standar kebenaran itu harus dapat diterima oleh setiap orang? Siapakah orangnya yang memiliki otoritas untuk menformulasikan kebenaran sehingga dapat diterima oleh semua pihak, mengingat kenabian dan wahyu telah diputus.
    Standar kebenaran memang menjadi sebuah dilema bagi setiap orang yang sedang mencari kebenaran pasca terputusnya wahyu dan kenabian. Sayangnya sebelum nanti datang ketetapan Allah dan janjiNya harus saya katakan sementara waktu tetapkanlah standar kebenaran itu berdasarkan hati nurani dan akal kita sendiri meskipun orang lain menilai standar kebenaran kita tidak ilmiah atau serampangan. Kita dengan hati kita bersama-sama akan mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah pilihan standar kebenaran tersebut.

    Anda bertanya: “Apa tolak ukur “berhasil” yang anda maksudkan?. Apa maksud berhasil itu mereka berhasil memilah dan menyelesaikan perbedaan itu dengan cara apa saja?”. Baiklah, tolok ukur keberhasilan yang saya maksud disini adalah secara umum saja yaitu mereka mampu memutuskan mana yang terbaik bagi diri mereka sendiri serta menegaskan posisi dimana keyakinan mereka berada. Apakah mereka berhasil memilah dan menyelesaikan perbedaan itu dengan cara apa saja, saya tidak bisa menjawabnya. Karena tiap2 invidu memiliki caranya sendiri dalam menganalisa dan memutuskan masalah.

    Tidak ada yang absurd ketika seorang pencari kebenaran akhirnya memilih agama atau mazhab yang berbeda2. Memang standar kebenaran saat ini beragam, mungkin ini salah satu rahasia dan ketetapan dari Allah yang tidak kita ketahui. Meskipun demikian seorang pencari kebenaran pada suatu titik harus menenegaskan posisi dirinya serta dimana keyakinannya berada. Itulah keberhasilan dan buah dari pencariannya sebagai seorang pencari “kebenaran”.

    Penutup! Posisi saya jelas, saya meyakini agama dan mazhab saya adalah yang lurus diantara semuanya. Akan tetapi bisa saja jalan keselamatan dapat dilalui melalui jalan lain bila Allah berkehendak demikian. Allah yang akan memutuskan serta memberikan ampunan bagi hamba-hambaNya.

  25. @Setiadharma
    Terima kasih saya telah diingatkan, tidak ada niat dan maksud saya untuk memaksa. Saya akan memperbaiki tata bahasa saya.

    @yang berserah diri
    Kalau boleh tanya nih, anda sendiri masuk ke blog Secondprince ini apakah sedang mencari kebenaran atau sekedar….yah anda jawab sediri saja lah 🙂

Tinggalkan komentar