Mengenal Perawi Syi’ah : Zurarah bin A’yan

Mengenal Perawi Syi’ah : Zurarah bin A’yan

Zurarah bin A’yan adalah sahabat Imam Abu Ja’far Al Baqir [‘alaihis salaam] dan Imam Ja’far [‘alaihis salaam]. Ath Thuusiy menyebutkan bahwa kuniyah Zurarah adalah Abu Hasan, dikatakan bahwa namanya adalah Abdur Rabbihi dan Zurarah adalah laqab yang melekat padanya. Ayah-nya A’yan bin Sansan adalah budak romawi milik bani syaiban, dia mempelajari Al Qur’an kemudian dimerdekakan. Sedangkan kakek Zurarah adalah rahib di negri Romawi [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 133-134]. An Najasyiy menyebutkan bahwa Zurarah wafat pada tahun 150 H [Rijal An Najasyiy hal 175 no 463]

.

.

Zurarah termasuk perawi Syi’ah yang banyak meriwayatkan hadis dari Imam Baqir [‘alaihis salaam] dan Imam Ja’far [‘alaihis salaam]. Para ulama Syi’ah baik mutaqaddimin dan muta’akhirin telah bersepakat mengenai kredibilitas-nya. An Najasyiy dan Ath Thuusiy telah memujinya dalam kitab Rijal mereka.

زرارة بن أعين بن سنسن مولى لبني عبد الله بن عمرو السمين بن أسعد بن همام بن مرة بن ذهل بن شيبان، أبو الحسن. شيخ أصحابنا في زمانه ومتقدمهم، وكان قارئا فقيها متكلما شاعرا أديبا، قد اجتمعت فيه خلال الفضل والدين، صادقا فيما يرويه

Zurarah bin A’yan bin Sansan maula bani ‘Abdullah bin ‘Amru As Samiin bin As’ad bin Hamaam bin Murah bin Dzahl bin Syaiban, Abu Hasan Syaikh sahabat kami pada zamannya dan terdahulu diantara mereka, ia seorang qari’ faqih, ahli kalam, penyair, ahli sastra sungguh telah berkumpul padanya kemuliaan, keutamaan dan agama, ia seorang yang jujur dalam riwayatnya [Rijal An Najasyiy hal 175 no 463]

زرارة بن أعين الشيباني، ثقة، روى عن أبي جعفر وأبي عبد الله عليهما السلام

Zurarah bin A’yan Asy Syaibaniy seorang yang tsiqat, meriwayatkan dari Abu Ja’far dan Abu Abdullah [‘alaihimas salaam] [Rijal Ath Thuusiy hal 337]

قال الكشي: أجمعت العصابة على تصديق هؤلاء الأولين من أصحاب أبي جعفر عليه السلام وأبي عبد الله عليه السلام وانقادوا لهم بالفقه، فقالوا: أفقه الأولين ستة زرارة، ومعروف بن خربوذ، وبريد، وأبو بصير الأسدي، والفضيل بن يسار، ومحمد بن مسلم الطائفي، قالوا: وأفقه الستة زرارة، وقال بعضهم مكان أبي بصير الأسدي أبو بصير المرادي وهو ليث بن البختري

Al Kasyiy berkata “terdapat ijma’ di kalangan ulama mengenai kejujuran dari sahabat terkemuka Abu Ja’far [‘alaihis salaam] dan Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] dan penguasaan mereka dalam fiqih. Maka para ulama berkata enam orang diantara mereka yang paling faqih adalah Zurarah, Ma’ruf bin Kharrabudz, Buraid, Abu Bashir Al Asdiy, Fudhail bin Yasar, Muhammad bin Muslim Ath Thaa’ifiy. Mereka berkata “yang paling faqih dari mereka berenam adalah Zurarah” dan berkata sebagian yang lain Abu Bashir Al Asdiy, Abu Bashir Al Muradiy dan ia adalah Laits bin Bakhtariy [Rijal Al Kasyiy 2/507]

Ibnu Dawud Al Hilliy memasukkan Zurarah dalam kitab Rijal-nya bagian pertama yang memuat para perawi yang terpuji di sisinya [Rijal Ibnu Dawud hal 96 no 629] dan Allamah Al Hilliy juga memasukkan Zurarah dalam kitabnya bagian pertama yang memuat para perawi yang ia berpegang dengannya dan dengan sharih menyatakan tentang Zurarah “di sisiku hadisnya maqbul” [Khulashah Al Aqwaal Al Hilliy hal 152 no 2]

حدثني إبراهيم بن العباس الختلي، قال: حدثني أحمد بن إدريس القمي، قال: حدثني محمد بن أحمد بن يحيى، عن محمد بن أبي الصهبان أو غيره عن سليمان بن داود المنقري، عن ابن أبي عمير، قال: قلت لجميل بن دراج، ما أحسن محضرك وأزين مجلسك فقال: أي والله ما كنا حول زرارة بن أعين الا بمنزلة الصبيان في الكتاب حول المعلم

Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin ‘Abbaas Al Khattaliy yang berkata telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Idriis Al Qummiy yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ahmad bin Yahya dari Muhammad bin Abi Ash Shahbaan atau selainnya dari Sulaiman bin Dawud Al Munqariy dari Ibnu Abi ‘Umair yang berkata aku berkata kepada Jamiil bin Daraaj “alangkah baiknya kehadiranmu dan beruntunglah majelismu”. Maka Ia berkata “demi Allah tidaklah kami di hadapan Zurarah kecuali kedudukannya seperti anak-anak di kuttab [tempat belajar anak kecil] di hadapan mu’allim [guru yang alim] [Rijal Al Kasyiy 1/346]

Riwayat Al Kasyiy di atas sanadnya jayyid, para perawinya shalih dan tsiqat. Berikut keterangannya

  1. Ibrahim bin ‘Abbas Al Khattaliy adalah Ibrahim bin Muhammad bin ‘Abbas disebutkan oleh Ath Thusiy bahwa ia seorang yang shalih [Rijal Ath Thuusiy hal 407]. Sayyid Al Khu’iy dalam biografi Yunus bin ‘Abdurrahman menyatakan bahwa Ibrahim tsiqat [Mu’jam Rijal Al Hadits 21/213]
  2. Ahmad bin Idriis Al Qummiy seorang yang tsiqat faqih banyak meriwayatkan hadis, shahih riwayatnya [Rijal An Najasyiy hal 92]
  3. Muhammad bin Ahmad bin Yahya bin ‘Imraan Al Qummiy seorang yang tsiqat dalam hadis [Rijal An Najasyiy hal 348 no 939]
  4. Muhammad bin Abi Ashbahan seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 401]
  5. Sulaiman bin Dawud Al Munqariy seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 184 no 488]
  6. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  7. Jamil bin Daraaj, ia termasuk orang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 126 no 328]

Maka tidak diragukan bahwa Zurarah adalah perawi yang menjadi pegangan bagi mazhab Syi’ah. Para pencela Syi’ah sering merendahkan mazhab Syi’ah dengan mengutip berbagai riwayat dari Imam Ahlul Bait [‘alaihis salaam] yang mencela Zurarah. Intinya mereka para pencela tersebut menyebarkan syubhat bahwa perawi yang menjadi pegangan Syi’ah ternyata perawi yang dilaknat dan dicela oleh Imam Syi’ah sendiri.

.

.

.

Benarkah demikian?. Tulisan ini berusaha meluruskan syubhat tersebut. Ternukil berbagai riwayat tentang Zurarah. Riwayat-riwayat tersebut terbagi menjadi

  1. Riwayat Imam Ahlul Bait yang memuji Zurarah
  2. Riwayat Imam Ahlul Bait yang mencela Zurarah
  3. Riwayat Zurarah yang dikatakan mencela Ahlul Bait

Dengan menerapkan ilmu Rijal Syi’ah sebagai timbangan riwayat-riwayat tersebut maka didapatkan bahwa riwayat yang rajih dan tsabit adalah riwayat Imam Ahlul Bait yang memuji Zurarah. Sedangkan riwayat yang mencela Zurarah, sebagiannya tidak tsabit dan terdapat perbincangan atasnya.

.

.

Riwayat Yang Memuji Zurarah bin A’yan

حدثني حمدويه بن نصير، قال: حدثني يعقوب بن يزيد، ومحمد ابن الحسين بن أبي الخطاب، عن محمد بن أبي عمير، عن إبراهيم بن عبد الحميدوغيره، قالوا: قال أبو عبد الله عليه السلام: رحم الله زرارة بن أعين، لولا زرارة بن أعين، لولا زرارة ونظراؤه لاندرست أحاديث أبي عليه السلام

Telah menceritakan kepadaku Hamdawaih bin Nashiir yang berkata telah menceritakan kepadaku Yaqub bin Yaziid dan Muhammad bin Husain bin Abil Khaththaab dari Muhammad bin Abi ‘Umair dari Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid dan selainnya, mereka mengatakan Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] berkata “semoga Allah merahmati Zurarah bin A’yan, seandainya tidak ada Zurarah dan orang-orang sepertinya maka tidak akan tersisa hadis-hadis Ayahku [‘alaihis salaam] [Rijal Al Kasyiy 1/347-348]

Muhammad bin Husain bin Abil Khaththab dalam riwayat diatas memiliki mutaba’ah dari Ibrahim bin Hasyiim sebagaimana disebutkan dalam riwayat Syaikh Al Mufiid dari Muhammad bin Hasan dari Muhammad bin Hasan Ash Shaffar [Al Ikhtishaash Syaikh Mufiid hal 66]. Riwayat Al Kasyiy di atas sanadnya muwatstsaq berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah. Para perawinya tsiqat hanya saja disebutkan bahwa Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid bermazhab waqifiy

  1. Hamdawaih bin Nashiir dia seorang yang memiliki banyak ilmu dan riwayat, tsiqat baik mazhabnya [Rijal Ath Thuusiy hal 421]
  2. Yaqub bin Yaziid bin Hamaad seorang yang tsiqat shaduq [Rijal An Najasyiy hal 450 no 1215]
  3. Muhammad bin Husain bin Abil Khaththab adalah seorang yang jalil, tsiqat banyak memiliki riwayat dan baik tulisannya [Rijal An Najasyiy hal 334 no 897]
  4. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  5. Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid, ia seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 40]

حدثني حمدويه بن نصير، قال حدثنا يعقوب بن يزيد، عن محمد بن أبي عمير، عن جميل بن دراج، قال سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول بشر المخبتين بالجنة بريد بن معاوية العجلي، وأبو بصير بن ليث البختري المرادي، ومحمد بن مسلم، وزرارة، أربعة نجباء أمناء الله على حلاله وحرامه، لولا هؤلاء انقطعت آثار النبوة واندرست

Telah menceritakan kepadaku Hamdawaih bin Nashiir yang berkata telah menceritakan kepada kami Yaqub bin Yaziid dari Muhammad bin Abi Umair dari Jamil bin Daraaj yang berkata aku mendengar Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakan berilah kabar gembira dengan surga kepada Buraid bin Mu’awiyah Al ‘Ajliy, Abu Bashiir Laits Al Bakhtariy Al Muradiy, Muhammad bin Muslim dan Zurarah. Mereka berempat adalah orang yang terbaik dan kepercayaan Allah atas halal dan haram-Nya dan seandainya tidak ada mereka maka akan hilanglah atsar nubuwah [Rijal Al Kasyiy 1/398]

Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah. Para perawinya tsiqat yaitu

  1. Hamdawaih bin Nashiir dia seorang yang memiliki banyak ilmu dan riwayat, tsiqat baik mazhabnya [Rijal Ath Thuusiy hal 421]
  2. Yaqub bin Yaziid bin Hamaad seorang yang tsiqat shaduq [Rijal An Najasyiy hal 450 no 1215]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  4. Jamil bin Daraaj, ia termasuk orang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 126 no 328]

حمدويه، قال: حدثني محمد بن عيسى بن عبيد، ويعقوب بن يزيد، عن ابن أبي عمير، عن أبي العباس البقباق، عن أبي عبد الله عليه السلام أنه قال: أربعة أحب الناس إلي أحياءا وأمواتا، بريد بن معاوية العجلي، وزرارة بن أعين، ومحمد ابن مسلم، وأبو جعفر الأحول، أحب الناس إلى أحياءا وأمواتا

Hamdawaih berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Iisa bin Ubaid dan Ya’qub bin Yaziid dari Ibnu Abi Umair dari Abi Abbaas Al Baqbaaq dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] bahwasanya ia berkata empat orang yang paling aku cintai hingga hidup dan wafat mereka Buraid bin Mu’awiyah Al Ajliy, Zurarah bin A’yan, Muhammad bin Muslim dan Abu Ja’far Al Ahwal, mereka paling aku cintai hingga hidup dan wafat mereka [Rijal Al Kasyiy 2/423]

Muhammad bin Iisa bin Ubaid dalam riwayat di atas memiliki mutaba’ah dari Muhammad bin Ahmad bin Yahya bin ‘Imraan sebagaimana dalam riwayat yang disebutkan Syaikh Ash Shaduq [Kamal Ad Diin Wa Tammam An Ni’mah, Syaikh Shaduq hal 76] Riwayat Al Kasyiy di atas sanadnya shahih berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah. Para perawinya tsiqat yaitu

  1. Hamdawaih bin Nashiir dia seorang yang memiliki banyak ilmu dan riwayat, tsiqat baik mazhabnya [Rijal Ath Thuusiy hal 421]
  2. Muhammad bin Iisa bin Ubaid, terdapat perbincangan atasnya. Najasyiy menyebutkan bahwa ia tsiqat, banyak riwayatnya dan baik tulisannya [Rijal An Najasyiy hal 333 no 896]. Ath Thuusiy menyatakan bahwa ia dhaif [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 216]. Tetapi dalam sanad ini ia dikuatkan oleh Yaqub bin Yazid.
  3. Yaqub bin Yaziid bin Hamaad seorang yang tsiqat shaduq [Rijal An Najasyiy hal 450 no 1215]
  4. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  5. Abu Abbas Al Baqbaaq adalah Fadhl bin ‘Abdul Malik seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 308 no 843]

حدثني حمدويه: قال حدثني يعقوب بن يزيد، عن ابن أبي عمير، عن هشام بن سالم، عن سليمان بن خالد الاقطع، قال: سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول ما أجد أحدا أحيى ذكرنا وأحاديث أبي عليه السلام الا زرارة وأبو بصير ليث المرادي ومحمد بن مسلم وبريد بن معاوية العجلي، ولولا هؤلاء ما كان أحد يستنبط هذا هؤلاء حفاظ الدين وأمناء أبي عليه السلام على حلال الله وحرامه، وهم السابقون إلينا في الدنيا والسابقون إلينا في الآخرة

Telah menceritakan kepadaku Hamdawaih yang berkata telah menceritakan kepadaku Yaquub bin Yaziid dari Ibnu Abi ‘Umair dari Hisyaam bin Saalim dari Sulaiman bin Khaalid Al Aqtha’ yang berkata aku mendengar Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakana “tidak ada yang menghidupkan sebutan tentang kami dan hadis-hadis ayahku [‘alaihis salaam] kecuali Zurarah, Abu Bashiir Laits Al Muradiy, Muhammad bin Muslim, Buraid bin Mu’awiyah Al Ajliy. Seandainya tidak ada mereka berempat maka tidak ada seorangpun yang dapat beristinbath dari hal ini. Merekalah penjaga agama dan kepercayaan ayahku [‘alaihis salaam] atas apa yang dihalalkan Allah dan yang diharamkannya, dan mereka terdahulu kepada kami di dunia dan terdahulu kepada kami di akhirat [Rijal Al Kasyiy 1/348]

Hamdawaih dalam riwayat di atas memiliki mutaba’ah dari Muhammad bin Hasan Ash Shaffaar sebagaimana yang diriwayatkan Al Mufiid dalam Al Ikhtishaash [Al Ikhtishaash Syaikh Mufiid hal 66]. Riwayat di atas sanadnya shahih berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah. Para perawinya tsiqat yaitu

  1. Hamdawaih bin Nashiir dia seorang yang memiliki banyak ilmu dan riwayat, tsiqat baik mazhabnya [Rijal Ath Thuusiy hal 421]
  2. Yaqub bin Yaziid bin Hamaad seorang yang tsiqat shaduq [Rijal An Najasyiy hal 450 no 1215]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  4. Hisyam bin Saalim, ia dikatakan An Najasyiy “tsiqat tsiqat” [Rijal An Najasyiy hal 434 no 1165]
  5. Sulaiman bin Khalid Al Aqtha’ sahabat Imam Baqir dan Imam Ash Shadiq, seorang yang tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 264]

.

وما رواه أحمد بن محمد بن عيسى عن يحيى بن حبيب قال سألت الرضا عليه السلام عن أفضل ما يتقرب به العباد إلى الله تعالى من الصلاة قالستة وأربعون ركعة فرائضه ونوافله، قلت هذه رواية زرارة قال أو ترى أحدا كان أصدع بالحق منه؟

Dan apa yang diriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Iisa dari Yahya bin Habiib yang berkata aku bertanya kepada Ar Ridha [‘alaihis salaam] tentang yang paling utama dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dari Shalat. Beliau berkata “empat puluh enam rakaat fardhu-nya dan nawafil-nya”. Aku berkata “ini riwayat Zurarah”. Beliau berkata “apa engkau melihat ada orang yang lebih berpegang kepada kebenaran dibanding dirinya” [Tahdzib Al Ahkam Syaikh Ath Thuusiy 2/6]

Riwayat ini sanadnya jayyid berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah. Jalan Syaikh Ath Thuusiy kepada Ahmad bin Muhammad bin Iisa telah dinyatakan shahih oleh Sayyid Al Khu’iy, hal ini disebutkan olehnya dalam biografi Ahmad bin Muhammad bin Iisa [Mu’jam Rijal Al Hadits 3/89] dan disebutkan pula oleh Ahmad bin Abdur Ridha bahwa jalan Ath Thusiy kepada Ahmad bin Muhammad bin Iisa shahih [Fa’iq Al Maqal Fii Al Hadits Wa Rijal hal 196]. Ahmad bin Muhammad bin Iisa Al Asy’ariy Al Qummiy seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 351]

Yahya bin Habiib, ia adalah Az Zayaat. Ibnu Syahr Asyub memasukkannya dalam golongan para perawi tsiqat yang meriwayatkan dari Ar Ridha

وقد ثبت بقول الثقات إشارة أبيه إليه، منهم: عمه علي بن جعفر الصادق، وصفوان بن يحيى، ومعمر بن خلاد، وابن أبي نصر البزنطي، والحسين بن يسار، والحسن بن جهم، وأبو يحيى الصنعاني، ويحيى بن حبيب الزيات

Dan sungguh telah tsabit perkataan orang-orang tsiqat mengenai isyarat Ayahnya [Ar Ridha] terhadapnya [Al Jawaad], diantara mereka adalah pamannya Aliy bin Ja’far Ash Shaadiq, Shafwaan bin Yahya, Ma’mar bin Khalaad, Ibnu Abi Nashr Al Bizanthiy, Husain bin Yasaar, Hasan bin Jahm, Abu Yahya Ash Shan’aniy dan Yahya bin Habiib Az Zayaat [Manaqib Ibnu Syahr Asyub 3/487]

Sayyid Al Khu’iy juga menukil tautsiq Ibnu Syahr Asyub ini dalam kitab Mu’jam-nya [Mu’jam Rijal Al Hadits 21/42 no 13500] dan Muhammad Al Jawahiriy menyatakan bahwa Yahya bin Habiib majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 661]. Nampaknya ia tidak berpegang dengan tautsiq Ibnu Syahr Asyub tersebut.

Pernyataan majhul terhadap Yahya bin Habiib tersebut tidak benar karena adanya tautsiq Ibnu Syahr Asyuub. Ibnu Syahr Asyub adalah seorang yang alim, fadhl, tsiqat, muhaddis, muhaqqiq, arif dalam rijal dan kabar [Amal Al Amil, Syaikh Al Hurr Al Amiliy 2/285] disebutkan bahwa ia lahir tahun 489 H dan wafat tahun 588 H maka ia tergolong ulama Syi’ah muta’akhirin jika dibandingkan dengan An Najasyiy dan Ath Thuusiy tetapi jika dibandingkan dengan ulama muta’akhirin lainnya maka nampaknya ia tergolong yang paling awal diantara mereka. Mungkin karena ia tergolong muta’akhirin maka Al Jawahiriy tidak berpegang pada tautsiq-nya padahal sebenarnya dalam ilmu hadis [baik Sunni maupun Syi’ah] tidak ada halangan untuk berpegang pada tautsiq ulama muta’akhirin.

.

.

.

Riwayat Yang Mencela Zurarah bin A’yan

حدثني أبو جعفر محمد بن قولويه، قال: حدثني محمد بن أبي القاسم أبو عبد الله المعروف بماجيلويه، عن زياد بن أبي الحلال، قال: قلت لأبي عبد اللهعليه السلام ان زرارة روى عنك في الاستطاعة شيئا فقبلنا منه وصدقناه، وقد أحببت أن أعرضه عليك، فقال: هاته، قلت: فزعم أنه سألك عن قول الله عز وجل ” ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ” من ملك زادا وراحلة، فقال: كل من ملك زادا وراحلة، فهو مستطيع للحج وان لم يحج؟ فقلت نعمفقال: ليس هكذا سألني ولا هكذا قلت: كذب علي والله كذب علي والله لعن الله زرارة لعن الله زرارة، لعن الله زرارة انما قال لي من كان له زاد وراحلة فهو مستطيع للحج؟ قلت: وقد وجب عليه الحج، قال: فمستطيع هو؟ فقلت: لا حتى يؤذن له، قلت: فأخبر زرارة بذلك؟ قال: نعم. قال زياد: فقدمت الكوفة فلقيت زرارة فأخبرته بما قال أبو عبد الله عليه السلام وسكت عن لعنة، فقال: اما أنه قد أعطاني الاستطاعة من حيث لا يعلم، وصاحبكم هذا ليس له بصر بكلام الرجال

Telah menceritakan kepadaku Abu Ja’far Muhammad bin Quluwaih yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi Qaasim Abu Abdullah yang dikenal dengan Majilawaih dari Ziyaad bin Abi Hilaal yang berkata aku berkata kepada Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] bahwa Zurarah meriwayatkan darimu tentang ‘istitha’ah, sesuatu yang kemudian kami menerimanya dan kami membenarkannya. Dan sungguh kami ingin menanyakan hal itu kepadamu. Abu Abdillah berkata “sampaikanlah”. Aku berkata Zurarah mengaku bahwa dia pernah bertanya kepadamu tentang firman Allah “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”[kemudian dijawab]Bagi siapa saja yang memiliki bekal dan kendaraan. Maka dia berkata “siapa saja yang memiliki bekal dan kendaraan berarti dia mampu untuk mengerjakan haji, meskipun dia tidak pergi haji?”. Maka kamu menjawab “benar”. Abu Abdullah berkata ”Bukan seperti itu dia bertanya dan juga bukan seperti ituaku menjawab, dia berdusta atasku demi Allah dia telah berdusta atasku, demi Allah semoga Allah melaknat Zurarah, semoga Allah melaknat Zurarah, semoga Allah melaknat Zurarah. Sesungguhnya yang sebenarnya dia katakan kepadaku adalah “Barang siapa yang memiliki bekal dan kendaraan, apakah dia dikatakan mampu menunaikan haji?” Aku menjawab “telah wajib baginya haji”. Dia berkata “apakah dia mampu?” maka aku berkata “tidak sehingga diizinkan atasnya”. Abu Abdillah berkata “beritahukan hal ini kepada Zurarah”. Ketika aku datang ke Kufah dan aku bertemu Zurarah, aku beritahukan kepadanya apa yang telah dikatakan Abu Abdullah [‘alaihis salaam] dan dia pun diamterhadap ucapan laknatnya [Abu Abdullah]. Zurarah berkata ”Dia memberikan kepadaku pengertian istitha’ah dengan sesuatu yang tidak bisa difahami dan sahabat kalian ini tidak memiliki pemahaman terhadap perkataan seseorang”. [Rijal Al Kasyiy 1/359-361]

Riwayat Al Kasyiy di atas para perawinya tsiqat, tetapi mengandung illat [cacat] yaitu Muhammad bin Abi Qaasim Majilawaih tidak mendengar dari Ziyaad bin Abi Hilaal. Hal ini nampak dalam qarinah berikut

Sayyid Al Khu’iy dalam kitab Mu’jam-nya menyebutkan bahwa diantara yang meriwayatkan dari Muhammad bin Abi Qaasim Majilawaih adalah Muhammad bin Hasan bin Ahmad bin Walid [Mu’jam Rijal Al Hadits 15/309 no 10052]. Dan dinyatakan dengan jelas dalam contoh riwayat Ash Shaduq dengan lafaz “telah menceritakan kepada kami Ayahku dan Muhammad bin Hasan [radiallahu ‘anhuma], keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Qaasim Majilawaih [Kamal Ad Diin Wa Tamam An Ni’mah hal 651 no 11]. Hal ini menunjukkan bahwa Majilawaih semasa dengan Ibnu Walid. An Najasyiy menyebutkan bahwa Muhammad bin Hasan bin Ahmad bin Walid wafat pada tahun 343 H [Rijal An Najasyiy hal 383 no 1042]. Artinya Majilawaih kemungkinan hidup di pertengahan abad ke 3 H

Sedangkan Ziyad bin Abi Hilal, disebutkan dalam Mu’jam Rijal Al Hadits bahwa ia termasuk sahabat Imam Baqir [‘alaihis salaam] dan sahabat Imam Ja’far [‘alaihis salaam] [Mu’jam Rijal Al Hadits 8/312 no 4772]. Imam Baqir [‘alaihis salaam] wafat tahun 114 H. Artinya Ziyad bin Abi Hilal termasuk perawi yang hidup di masa awal abad ke-2 H. Bagaimana bisa Majilawaih yang kemungkinan hidup di pertengahan abad ke-3 Hbisa bertemu dengan Ziyad bin Abi Hilal yang hidup di awal abad ke 2 H?. Jadi tidak diragukan kalau sanad tersebut munqathi’ [terputus] maka kedudukannya dhaif.

.

حدثني حمدويه بن نصير، قال: حدثني محمد بن عيسى، عن عمار ابن المبارك، قال: حدثني الحسن بن كليب الأسدي، عن أبيه كليب الصيداوي، أنهم كانوا جلوسا، ومعهم عذافر الصيرفي، وعدة من أصحابهم معهم أبو عبد الله عليه السلام قال، فابتدأ أبو عبد الله عليه السلام من غير ذكر لزرارة، فقال لعن الله زرارة لعن الله زرارة لعن الله زرارة ثلاث مرات

Telah menceritakan kepadaku Hamdawaih bin Nashiir yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Iisa dari ‘Ammar bin Mubarak yang berkata telah menceritakan kepadaku Hasan bin Kulaib Al Asdiy dari Ayahnya Kulaib Ash Shaidawiy bahwa mereka sedang duduk dan bersama mereka ada ‘Udzafir Ash Shairafiy dan sekelompok sahabat mereka. Bersama mereka ada Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam]. [Perawi] berkata Abu ‘Abdullah [‘alaihis salam] mulai tanpa menyebutkan Zurarah kemudian Beliau berkata “Allah melaknat Zurarah, Allah melaknat Zurarah, Allah melaknat Zurarah” sebanyak tiga kali [Rijal Al Kasyiy 1/365]

Riwayat di atas dhaif karena ‘Ammar bin Mubarak seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 421] dan Hasan bin Kulaib seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 152]

.

.

حدثني حمدويه، قال: حدثني محمد بن عيسى، عن يونس، عن مسمع كردين أبي سيار، قال: سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول: لعن الله بريدا ولعن الله زرارة

Telah menceritakan kepadaku Hamdawaih yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Iisa dari Yunus dari Masma’ Kardiin Abi Sayaar yang berkata aku mendengar Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakan Allah melaknat Buraid dan Allah melaknat Zurarah [Rijal Al Kasyiy 1/364]

Sayyid Muhsin Al Amin menyatakan bahwa sanad hadis ini shahih [A’yan Asy Syi’ah 7/50]. Tetapi penilaian ini perlu ditinjau kembali dengan kaidah ilmu Rijal Syi’ah. Riwayat di atas para perawinya tsiqat kecuali Muhammad bin Iisa bin Ubaid, ia termasuk perawi yang diperselisihkan. Najasyiy menyebutkan bahwa ia tsiqat, banyak riwayatnya dan baik tulisannya [Rijal An Najasyiy hal 333 no 896]. Ath Thuusiy menyatakan bahwa ia dhaif [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 216].

وذكر أبو جعفر بن بابويه، عن ابن الوليد أنه قال: ما تفرد به محمد بن عيسى من كتب يونس وحديثه لا يعتمد عليه ورأيت أصحابنا ينكرون هذا القول، ويقولون: من مثل أبي جعفر محمد بن عيسى. سكن بغداد

Dan Abu Ja’far bin Babawaih menyebutkan dari Ibnu Waliid bahwasanya ia berkata “apa yang diriwayatkan menyendiri Muhammad bin Iisa dari kitab Yunus dan hadis-hadisnya tidak bisa dijadikan pegangan atasnya. Dan aku melihat sahabat kami mengingkari perkataan ini dan mereka mengatakan “siapa yang seperti Abu Ja’far Muhammad bin Iisa”, ia tinggal di Baghdad [Rijal An Najasyiy hal 333 no 896]

Ibnu Dawud memasukkan namanya dalam kitab Rijal-nya bagian kedua yang memuat daftar perawi yang majhul dan tercela di sisinya [Rijal Ibnu Dawud hal 275]. Sedangkan Allamah Al Hilliy memasukkannya dalam kitab Rijalnya bagian pertama yang memuat daftar perawi yang ia berpegang dengannya dan dengan sharih ia berkata “dan yang kuat di sisiku adalah ia diterima riwayatnya” [Khulashah Al Aqwaal hal 242-243]

Pendapat yang rajih tentang Muhammad bin Iisa adalah dia pada dasarnya seorang yang tsiqat tetapi terdapat kelemahan dalam sebagian hadisnya yaitu hadisnya dari Yunus. Pengingkaran terhadap perkataan Ibnu Walid justru tidak bisa dijadikan pegangan karena apa yang dikatakan Ibnu Walid adalah jarh yang jelas dan tidak bersifat menjatuhkan kredibilitas Muhammad bin Iisa melainkan hanya menunjukkan terdapat kelemahan dalam sebagian hadisnya. Adapun pendhaifan Ath Thuusiy maka itu dikembalikan kepada perkataan Ibnu Walid yaitu pada sebagian hadisnya.

Kesimpulannya riwayat Muhammad bin Iisa dari Yunus yang diriwayatkan secara menyendiri maka kedudukannya dhaif. Riwayat di atas adalah riwayat Muhammad bin Iisa dari Yunus secara tafarrud maka statusnya dhaif apalagi hadis ini bertentangan dengan hadis shahih dari Imam Ja’far [‘alaihis salaam] bahwa Buraid dan Zurarah termasuk orang yang dikabarkan surga.

.

.

وبهذا الاسناد: عن يونس، عن إبراهيم المؤمن، عن عمران الزعفراني قال: سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول لأبي بصير: يا أبا بصير وكنى أثنى عشر رجلا ما أحدث أحد في الاسلام ما أحدث زرارة من البدع، لعنه الله، هذا قول أبي عبد الله

Dan dengan sanad ini, dari Yunus dari Ibrahim Al Mu’min dari ‘Imraan Az Za’faraniy yang berkata aku mendengar Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakan kepada Abu Bashir “wahai Abu Bashiir akan ada dua belas orang yang tidak seorangpun yang membuat hal-hal baru dalam islam seperti hal-hal baru yang diadakan Zurarah dari bid’ahnya, laknat Allah atasnya, ini perkataan Abu ‘Abdullah [Rijal Al Kasyiy 1/365].

Riwayat di atas dhaif karena Ibrahim Al Mu’min seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 18] dan ‘Imraan Az Za’faraniy seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 442]

.

محمد بن مسعود، قال حدثني جبرئيل بن أحمد، عن العبيدي، عن يونس، عن هارون بن خارجة، قال: سألت أبا عبد الله عليه السلام عن قول الله عزو جل الذين آمنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم ” قال: هو ما استوجبه أبو حنيفة وزرارة
وبهذا الاسناد: عن يونس، عن خطاب بن مسلمة، عن ليث المرادي قال: سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول: لا يموت زرارة الا تائها

Muhammad bin Mas’ud berkata telah menceritakan kepadaku Jibra’il bin Ahmad dari Al ‘Ubaidiy dari Yunus dari Haruun bin Khaarijah yang berkata aku bertanya kepada Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] tentang firman Allah ‘azza wajalla “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman”. Beliau berkata itu adalah apa yang sepatutnya bagi Abu Hanifah dan Zurarah. Dan dengan sanad ini dari Yunus dari Khaththaab bin Maslamah dari Laits Al Muradhiy yang berkata aku mendengar Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakan tidak akan mati Zurarah kecuali dalam keadaan tersesat [Rijal Al Kasyiy 1/364-365]

Riwayat di atas dhaif, Al Ubaidiy adalah Muhammad bin Iisa bin Ubaid maka riwayatnya dari Yunus secara tafarrud [tanpa adanya penguat] statusnya dhaif, sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya. Selain itu sanad di atas dhaif karena Jibra’il bin Ahmad.

جبرئيل بن أحمد: الفاريابي، يكنى أبا محمد، كان مقيما بكش، كثير الرواية عن العلماء بالعراق، وقم، وخراسان، رجال الشيخ – مجهول – يروى عنه الكشي كثيرا

Jibra’il bin Ahmad Al Faryaabiy kuniyah Abu Muhammad, ia tinggal di Kasy, banyak memiliki riwayat dari ulama Iraq, Qum dan Khurasan, termasuk Rijal Syaikh, seorang yang majhul, Al Kasyiy banyak meriwayatkan darinya [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 101]

Sebagian ulama syi’ah mensifatkannya dengan mamduh dan menilai hadisnya hasan, seperti Sayyid Muhsin Amin dalam A’yan Asy Syi’ah [A’yan Asy Syi’ah hal 49-50]. Pernyataan ini patut ditinjau kembali, mamduh [pujian] yang dimaksud mengenai Jibra’il bin Ahmad adalah ia memiliki banyak riwayat dan Al Kasyiy banyak meriwayatkan darinya. Dan pujian seperti ini bukan termasuk pujian yang dapat dijadikan pegangan untuk menyatakan hadisnya hasan. Banyaknya periwayatan bukanlah tautsiq karena seorang dhaif dan majhul pun bisa memiliki banyak riwayat.

Begitu pula pujian sebagian ulama bahwa Al Kasyiy telah berpegang dengannya dan tulisannya maka inipun tidak menjadi tautsiq. Yang dimaksud “Al Kasyiy berpegang dengannya” tidak lain adalah Al Kasyiy banyak meriwayatkan darinya. Periwayatan Al Kasyiy darinya baik sedikit ataupun banyak tidak memberikan predikat tautsiq karena Al Kasyiy bukan tipe ulama yang meriwayatkan dari perawi tsiqat saja [bahkan An Najasyiy mensifatkan dia banyak meriwayatkan dari perawi dhaif] dan tidak pula Al Kasyiy mensyaratkan dalam kitab Rijal-nya bahwa syaikh-nya [gurunya] dalam kitab Rijal tersebut tsiqat.

.

حدثني محمد بن نصير قال: حدثني محمد بن عيسى، عن حفص مؤذن علي بن يقطين يكني أبا محمد، عن أبي بصير، قال: قلت لأبي عبد الله عليه السلام الذين آمنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم؟ قال: أعاذنا الله وإياك يا أبا بصير من ذلك الظلم ذلك ما ذهب فيه زرارة وأصحابه وأبو حنيفة وأصحابه

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Nashiir yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Iisa dari Hafsh mu’adzin Aliy bin Yaqthiin kuniyah Abu Muhammad dari Abu Bashiir yang berkata aku berkata kepada Abu ‘Abdullah [‘alaihis salam] “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman”. Beliau berkata semoga Allah melindungi kami dan engkau wahai Abu Bashiir dari kezaliman tersebut, hal itu untuk Zurarah dan sahabatnya, Abu Hanifah dan sahabatnya [Rijal Al Kasyiy 1/358]

Riwayat Al Kasyiy di atas sanadnya dhaif karena Hafsh mu’adzin Aliy bin Yaqthiin seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 189]

.

محمد بن أحمد: عن محمد بن عيسى عن علي بن الحكم، عن بعض رجاله عن أبي عبد الله عليه السلام قال: دخلت عليه فقال: متى عهدك بزرارة؟ قال، قلت ما رأيته منذ أيام، قال: لا تبال وان مرض فلا تعده وان مات فلا تشهد جنازته قال، قلت زرارة؟ متعجبا مما قال، قال: نعم زرارة، زرارة شر من اليهود والنصارى ومن قال إن مع الله ثالث ثلاثة

Muhammad bin Ahmad dari Muhammad bin Iisa dari Aliy bin Al Hakam dari sebagian perawi dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam], [orang tersebut] berkata aku masuk menemuinya, maka Beliau berkata “kapan kau terakhir bertemu Zurarah?”. Aku berkata “aku tidak melihatnya sejak beberapa hari”. Maka Beliau berkata “jangan mempedulikannya dan jika ia sakit jangan menjenguknya dan jika ia wafat jangan menyaksikan jenazahnya”. Aku berkata “Zurarah?” seraya heran dengan perkataan tersebut. Beliau berkata “benar Zurarah, Zurarah lebih buruk dari Yahudi dan Nasraniy dan dari orang yang mengatakan bahwa bersama Allah tiga dari yang tiga” [Rijal Al Kasyiy 1/380-381]

Riwayat Al Kasyiy di atas dhaif karena tidak diketahui siapa yang meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam].

.

محمد بن نصير، قال: حدثنا محمد بن عيسى، عن عثمان بن عيسى عن حريز، عن محمد الحلبي، قال قلت لأبي عبد الله عليه السلام: كيف قلت لي ليس من ديني ولا دين آبائي؟ قال: انما أعني بذلك قول زرارة وأشباهه

Muhammad bin Nashiir berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Iisa dari ‘Utsman bin Iisa dari Hariiz dari Muhammad Al Halabiy yang berkata aku berkata kepada Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] apa yang engkau katakan kepadaku “bukan dari agamaku dan bukan dari agama ayahku?”. Beliau berkata sesungguhnya perkataan itu dariku untuk Zurarah dan orang-orang yang sepertinya [Rijal Al Kasyiy 1/381].

Terdapat sedikit pembicaraan mengenai sanad riwayat ini yaitu seputar perawinya yang bernama Utsman bin Iisa, ada yang menyatakan ia tsiqat dan ada yang mendhaifkannya

  1. Muhammad bin Nashiir gurunya Al Kasyiy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 440]
  2. Muhammad bin Iisa bin Ubaid, terdapat perbincangan atasnya. Najasyiy menyebutkan bahwa ia tsiqat, banyak riwayatnya dan baik tulisannya [Rijal An Najasyiy hal 333 no 896]. Ath Thuusiy menyatakan bahwa ia dhaif [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 216]. Dalam pembahasan sebelumnya kami merajihkan bahwa ia pada dasarnya tsiqat tetapi dhaif dalam riwayatnya dari Yunus
  3. Utsman bin Iisa, An Najasyiy menyebutkan bahwa ia seorang waqifiy [Rijal An Najasyiy hal 300 no 817]. Ibnu Syahr Asyub memasukkannya kedalam golongan orang tsiqat yang meriwayatkan dari Imam Musa bin Ja’far [‘alaihis salaam] [Manaqib Ibnu Syahr Asyub 3/438]. Muhaqqiq Al Hilliy menyatakan ia dhaif [Al Mu’tabar 2/770]. Allamah Al Hilliy memasukkannya dalam bagian kedua kitabnya yang memuat perawi tercela dan perawi yang ia bertawaqquf atasnya [Khulashah Al Aqwaal hal 382-383]
  4. Hariiz bin ‘Abdullah As Sijistaniy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 118]
  5. Muhammad Al Halabiy adalah Muhammad bin Aliy bin Abi Syu’bah Al Halabiy seorang yang faqih tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 325 no 885]

Pendapat yang rajih mengenai Utsman bin Iisa adalah tidak bisa dijadikan hujjah jika riwayatnya bertentangan dengan riwayat shahih. Allamah Al Hilliy berkata tentang Utsman bin Iisa dalam Khulashah Al Aqwaal

والوجه عندي التوقف فيما ينفرد به

Dan di sisiku, aku bertawaqquf atas apa yang diriwayatkannya secara tafarrud [Khulashah Al Aqwaal Allamah Al Hilliy hal 383]

عثمان بن عيسى وهو واقفي فلا تعويل على روايته خصوصا مع وجود الأحاديث الصحيحة الدالة على خلافها

Utsman bin Iisa dia bermazhab waqifiy, tidak boleh bergantung dengan riwayatnya, khususnya jika terdapat hadis shahih yang menyelisihinya [Muntaha Al Mathlab, Allamah Al Hilliy 1/36].

Dalam hal ini Utsman bin Iisa telah menyelisihi berbagai hadis shahih yang memuat pujian Imam Ahlul Bait kepada Zurarah bin A’yan maka riwayatnya disini tidak bisa dijadikan hujjah.

Atau kalau diterapkan metode jama’ [menggabungkan] maka riwayat Utsman bin Iisa ini bisa digabungkan dengan riwayat shahih yang memuji Zurarah dengan alasan bahwa Imam Ja’far mencelanya karena taqiyah untuk melindungi Zurarah. Terdapat riwayat shahih yang menguatkan bukti bahwa Imam Ja’far [‘alaihis salaam] mengakui bahwa kritiknya terhadap Zurarah dalam rangka melindunginya.

حدثني حمدوية بن نصير، قال: حدثنا محمد بن عيسى بن عبيد قال: حدثني يونس بن عبد الرحمن، عن عبد الله بن زرارة.
ومحمد بن قولويه والحسين بن الحسن، قالا: حدثنا سعد بن عبد الله قال حدثني هارون بن الحسن بن محبوب، عن محمد بن عبد الله بن زرارة وابنيه الحسن والحسين، عن عبد الله بن زرارة قال: قال لي أبو عبد الله عليه السلام اقرأ مني على والدك السلام. وقل له: اني انما أعيبك دفاعا مني عنك فان الناس والعدو يسارعون إلى كل من قربناه وحمدنا مكانه لادخال الأذى في من نحبه ونقربه، يرمونه لمحبتنا له وقربة ودنوه منا، ويرون ادخال الأذى عليه وقتله ويحمدون كل من عبناه نحن وأن نحمد أمره. فإنما أعيبك لأنك رجل اشتهرت بنا ولميلك إلينا وأنت في ذلك مذموم عند الناس غير محمود الأثر لمودتك لنا ولميلك إلينا، فأحببت أن أعيبك ليحمدوا أمرك في الدين بعيبك ونقصك ويكون بذلك منا دفع شرهم عنك يقول الله جل وعز ” أما السفينة فكانت لمساكين يعملون في البحر فأردت أن أعيبها وكان ورائهم ملك يأخذ كل سفينة غصبا

Telah menceritakan kepadaku Hamdawaih bin Nashiir yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Iisa bin ‘Ubaid yang berkata telah menceritakan kepadaku Yunus bin ‘Abdurrahman dari ‘Abdullah bin Zurarah. Dan Muhammad bin Quluwaih dan Husain bin Hasan keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Sa’d bin ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Haruun bin Hasan bin Mahbuub dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Zurarah dan kedua anaknya Hasan dan Husain dari ‘Abdullah bin Zurarah yang berkata Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] berkata kepadaku sampaikan salam dariku kepada ayahmu dan katakan kepadanya bahwa sesungguhnya pencelaan terhadapmu hanyalah perlindungan dariku untuknya, orang-orang dan musuh-musuh akan bersegera mengganggu setiap orang yang dekat dan terpuji di sisi kami karena kecintaan dan kedekatannya kepada kami, mereka akan menuduhnya karena kecintaan kami kepadanya dan kedekatan kami kepadanya, mengganggunya bahkan membunuhnya. Dan mereka akan memuji orang-orang yang kami cela dan memuji perkaranya. Maka sesungguhnya pencelaanku terhadapmu hanya karena engkau mengenal kami dan cenderung terhadap kami, engkau tercela di mata orang-orang dan tidak diterima karena kecintaanmu dan kecenderunganmu kepada kami. Maka aku ingin bahwa pencelaanku kepadamu agar orang-orang memuji urusanmu karena hal itu dan yang demikian itu dari kami adalah perlindungan terhadapmu dari keburukan mereka sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla “adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin di laut dan aku bertujuan merusak bahtera itu karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera” [QS Al Kahfiy : 79]…[Rijal Al Kasyiy 1/349]

Riwayat Al Kasyiy ini sanadnya shahih, ada dua jalan sanad dalam riwayat di atas, jalan pertama lemah karena riwayat Muhammad bin Iisa dari Yunus tetapi telah dikuatkan oleh jalan kedua oleh para perawi tsiqat sebagai berikut

  1. Muhammad bin Quluwaih, ia adalah ayahnya Ja’far bin Muhammad penulis kitab Kamil Ziyaarat dan ia seorang yang tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 570]
  2. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135]
  3. Haruun bin Hasan bin Mahbuub seorang yang tsiqat shaduq [Rijal An Najasyiy hal 438-439 no 1181]
  4. Muhammad bin ‘Abdullah bin Zurarah, ia lebih shaduq dari Ahmad bin Hasan dan ia seorang yang memiliki keutamaan dalam agama [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 544]
  5. Abdullah bin Zurarah, meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam], seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 223 no 583]

.

.

.

Riwayat Zurarah Mencela Ahlul Bait [‘alaihis salaam]

يوسف: قال: حدثني علي بن أحمد بن بقاح، عن عمه عن زرارة قال: سألت أبا عبد الله عليه السلام عن التشهد؟ فقال: اشهد ان لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد ان محمدا عبده ورسوله، قلت التحيات والصلوات؟ قال التحيات والصلوات فلما خرجت قلت إن لقيته لأسألنه غدا فسألته من الغد عن التشهد، فقال كمثل ذلك قلت التحيات والصلوات؟ قال التحيات والصلوات، قلت: ألقاه بعد يوم لأسألنه غدا فسألته عن التشهد: فقال كمثله، قلت التحيات والصلوات؟ قال التحيات والصلوات فلما خرجت ضرطت في لحيته وقلت لا يفلح ابدا

Yuusuf berkata telah menceritakan kepadaku Aliy bin Ahmad bin Baqaah dari pamannya dari Zurarah yang berkata aku bertanya kepada Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] tentang tasyahud?. Maka Beliau berkata “asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu lasyariikalahu waasyhadu annamuhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu”. Aku berkata “attahiyaatu washshalawaatu?”. Beliau berkata “attahiyaatu washshalawaatu”. Ketika aku keluar aku berkata bahwa akan menemuinya dan menanyakan kepadanya besok, maka aku bertanya kepadanya besok tentang tasyahud. Beliau menjawab dengan jawaban yang sama. Aku berkata “attahiyaatu washshalawaatu?”. Beliau berkata “attahiyaatu washshalawaatu”. Aku berkata “aku akan menemuinya setelah hari ini dan menanyakan kepadanya besok, maka aku bertanya lagi kepadanya tentang tasyahud. Beliau menjawab dengan jawaban yang sama. Aku berkata “attahiyaatu washshalawaatu?”. Beliau berkata “attahiyaatu washshalawaatu”. Maka ketika aku keluar aku buang angin pada jenggotnya dan aku berkata “tidak akan beruntung selamanya” [Rijal Al Kasyiy 1/379]

Riwayat Al Kasyiy di atas sanadnya dhaif. Yusuf yang dimaksud dalam sanad di atas kemungkinan adalah Yusuf bin Sakht dan dia seorang yang dhaif [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 677]. Aliy bin Ahmad bin Baqqaah tidak ditemukan keterangan tentangnya dalam kitab Rijal Syi’ah. Sedangkan Pamannya Aliy bin Ahmad bin Baqqah disebutkan bahwa ia seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 751].

Ada sedikit catatan mengenai matan riwayat Al Kasyiy di atas, lafaz dharath memang zahirnya bermakna “buang angin” tetapi disebutkan juga dalam kitab Lisan Al Arab bahwa lafaz ini dalam konteks pemakaiannya terhadap “perkataan seseorang” bisa juga bermakna pengingkaran terhadap perkataan orang tersebut [Lisan Al Arab Ibnu Manzhur 7/341]

.

محمد بن مسعود، قال: كتب إلينا الفضل، يذكر عن ابن أبي عمير عن إبراهيم بن عبد الحميد، عن عيسى بن أبي منصور وأبي أسامة الشحام و يعقوب الأحمر، قالوا: كنا جلوسا عند أبي عبد الله عليه السلام فدخل عليه زرارة فقال إن الحكم بن عيينة حدث عن أبيك أنه قال صل المغرب دون المزدلفة، فقال له أبو عبد الله عليه السلام انا تأملته ما قال أبى هذا قط كذب الحكم على أبي، قال: فخرج زرارة وهو يقول: ما أرى الحكم كذب على أبيه

Muhammad bin Mas’ud berkata Fadhl menulis kepada kami, ia menyebutkan dari Ibnu Abi Umair dari Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid dari Iisa bin Manshuur, Abi Usamah Asy Syahaam, dan Yaqub Al Ahmar, ketiganya mengatakan kami duduk di sisi Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] maka Zurarah masuk menemuinya, ia berkata bahwa Al Hakam bin Uyainah menceritakan hadis dari ayahmu bahwasanya ia berkata shalatlah maghrib sebelum sampai di Mudzalifah, Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] berkata “setelah aku perhatikan, Ayahku tidak mengatakan hal ini, Al Hakam telah berdusta atas ayahku. [perawi] berkata “maka Zurarah keluar dan ia mengatakan aku tidak beranggapan kalau Al Hakam berdusta atas ayahnya” [Rijal Al Kasyiy 1/377]

Riwayat Al Kasyiy di atas para perawinya tsiqat tetapi terdapat illat [cacat] pada lafaz perkataan “maka Zurarah keluar dan ia mengatakan aku tidak beranggapan kalau Al Hakam berdusta atas ayahnya”. Lafaz tersebut didahului dengan lafaz “qala” sedangkan matan sebelumnya didahului lafaz “qaaluu”, lafaz qaaluu ini menunjukkan bahwa matan tersebut berasal dari ketiga perawi yaitu Iisa bin Manshuur, Abi Usamah dan Yaqub Al Ahmar. Sedangkan lafaz qaala mengandung dua kemungkinan

  1. Lafaz tersebut berasal dari salah satu dari ketiga orang sebelumnya yaitu Iisa bin Manshuur, Abi Usamah atau Yaqub Al Ahmar. Karena ketiganya tsiqat maka jika benar demikian kedudukan lafaz qala tersebut shahih
  2. Lafaz tersebut berasal dari salah satu perawi selain mereka bertiga yaitu Ibrahim bin Abdul Hamiid, Ibnu Abi Umair, Fadhl bin Syadzaan, atau Muhammad bin Mas’ud. Walaupun mereka semua tsiqat tetapi karena mereka tidak menyaksikan langsung peristiwa tersebut maka status lafaz qaala tersebut adalah idraaj dan hukumnya mursal.

Tidak diketahui yang mana kemungkinan tersebut yang benar maka lafaz qaala tersebut tidak bisa dijadikan hujjah untuk mencela Zurarah karena tidak bisa ditetapkan apakah lafaz tersebut shahih bahkan mengandung kemungkinan bahwa lafaz tersebut dhaif mursal.

Terdapat qarinah yang menguatkan bahwa lafaz qaala tersebut adalah idraaj [sisipan] dari perawi sebelum Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid. Al Kasyiy juga meriwayatkan kisah di atas dengan sanad berikut

حدثني أبو الحسن وأبو إسحاق حمدويه وإبراهيم ابنا نصير، قالا: حدثنا الحسن بن موسى الخشاب الكوفي، عن جعفر بن محمد بن حكيم، عن إبراهيم بن عبد الحميد، عن عيسى بن أبي منصور، وأبي أسامة، ويعقوب الأحمر قالوا: كنا جلوسا عند أبي عبد الله عليه السلام فدخل زرارة بن أعين، فقال له: ان الحكم ابن عيينة روى عن أبيك أنه قال له: صل المغرب دون المزدلفة، فقال له أبو عبد الله عليه السلام بأيمان ثلاثة: ما قال أبي هذا قط، كذبالحكم بن عيينة على أبي عليه السلام

Telah menceritakan kepadaku Abul Hasan dan Abu Ishaaq, Hamdawaih dan Ibrahim keduanya putra Nashiir, keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin Muusa Al Khasyaab Al Kuufiy dari Ja’far bin Muhammad bin Hukaim dari Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid dari Iisa bin Abi Manshuur, Abi Usamah, Yaqub Al Ahmar ketiganya berkata kami duduk di sisi Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] maka Zurarah masuk menemuinya, ia berkata bahwa Al Hakam bin Uyainah menceritakan hadis dari ayahmu bahwasanya ia berkata shalatlah maghrib sebelum sampai di Mudzalifah, Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] berkata “Ayahku tidak mengatakan hal ini, Al Hakam telah berdusta atas ayahku. [Rijal Al Kasyiy 2/468]

Riwayat di atas adalah riwayat Ibrahim bin Abdul Hamiid dengan kisah yang sama hanya saja tanpa tambahan lafaz qaala yaitu perkataan Zurarah. Maka riwayat ini menjadi qarinah yang menguatkan bahwa lafaz qaala tersebut berasal dari perawi sebelum Ibrahim bin ‘Abdul Hamiid yaitu Ibnu Abi Umair, Fadhl bin Syadzan atau Muhammad bin Mas’ud maka statusnya adalah idraj [sisipan] yang dihukumi mursal.

.

.
حدثنا محمد بن مسعود، قال حدثنا جبريل بن أحمد الفاريابي، قال: حدثني العبيدي محمد بن عيسى، عن يونس بن عبد الرحمن، عن ابن مسكان، قال: سمعت زرارة يقول: رحم الله أبا جعفر واما جعفر فان في قلبي عليه لعنة

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mas’ud yang berkata telah menceritakan kepada kami Jibril bin Ahmad Al Faryaabiy yang berkata telah menceritakan kepadaku Al ‘Ubaidiy Muhammad bin Iisa dari Yunus bin ‘Abdurrahman dari Ibnu Muskaan yang berkata aku mendengar Zurarah mengatakan Allah merahmati Abu Ja’far adapun Ja’far maka dalam hatiku laknat untuknya…[Rijal Al Kasyiy 1/356]

Riwayat di atas dhaif sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya karena Jibril bin Ahmad Al Faryabiy majhul dan kelemahan riwayat Muhammad bin Iisa dari Yunus.

.

Ada pembenci Syi’ah yang berhujjah dengan salah satu riwayat Al Kafiy untuk menunjukkan bahwa Zurarah menggerutu di dalam hati mencela imam ahlul bait, yaitu riwayat dengan penggalan lafaz berikut

قُلْتُ فِي نَفْسِي شَيْخٌلَا عِلْمَ لَهُ بِالْخُصُومَةِ

Zurarah berkata “aku berkata di dalam hati, Syaikh [orang tua] yang tidak tahu tentang perdebatan… [Al Kafiy Al Kulainiy 2/385/386].

Sebenarnya kalau diperhatikan riwayat utuh kisah Zurarah tersebut maka akan nampak bahwa berhujjah dengan riwayat ini adalah sia-sia. Berikut riwayat utuhnya

علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن عبد الرحمن بن الحجاج عن زرارة قال: قلت لأبي جعفر (عليه السلام) يدخل النار مؤمن؟ قال: لا والله، قلت فما يدخلها إلا كافر؟ قال: لا إلا من شاء الله، فلما رددت عليه مرارا قال لي: أي زرارة إني أقول: لا وأقول: إلا من شاء الله وأنت تقول: لا ولا تقول: إلا من شاء الله، قال: فحدثني هشام بن الحكم وحماد، عن زرارة قال: قلت في نفسي: شيخ لا علم له بالخصومة. قال: فقال لي: يا زرارة ما تقول فيمن أقر لك بالحكم أتقتله؟ ما تقول في خدمكم وأهليكم أتقتلهم؟ قال: فقلت: أنا والله الذي لا علم لي بالخصومة

Aliy bin Ibrahiim dari Ayahnya dari Ibnu Abi ‘Umair dari ‘Abdurrahman bin Hajjaaj dari Zurarah yang berkata “aku berkata kepada Abu Ja’far [‘alaihis salaam] apakah seorang mu’min akan masuk neraka?. Beliau menjawab “demi Allah, tidak. Aku [Zurarah] berkata “maka hanya orang kafir yang memasukinya?”. Beliau berkata “tidak, kecuali yang dikehendaki Allah”. Aku mengulangi terus pertanyaan tersebut, kemudian Beliau berkata kepadaku “wahai Zurarah aku mengatakan tidak dan mengatakan kecuali yang dikehendaki Allah dan engkau mengatakan tidak tetapi tidak mengatakan kecuali yang dikehendaki Allah. [perawi] berkata maka telah menceritakan kepadaku Hisyaam bin Hakam dan Hamaad dari Zurarah yang berkata “aku berkata di dalam hati “Syaikh [orang tua] yang tidak tahu tentang perdebatan. Zurarah berkata maka Beliau berkata kepadaku ”wahai Zurarah, apa yang engkau katakan tentang orang yang menyatakan kepadamu hukum, engkau akan membunuhnya? apa yang engkau katakan tentang pembantu kalian dan keluarga kalian, engkau akan membunuh mereka?. Zurarah berkata maka aku berkata “demi Allah sebenarnya akulah orang yang tidak mengetahui tentang perdebatan” [Al Kafiy Al Kulainiy 2/385/386].

Al Majlisiy menyatakan hadis ini hasan seperti shahih dalam Mir’atul Uquul 11/115 dan memang dalam matan riwayat disebutkan Zurarah awalnya menggerutu bahwa Imam Abu Ja’far [‘alaihis salaam] tidak tahu tentang perdebatan tetapi pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya lah yang sebenarnya tidak mengetahui perdebatan bukan Abu Ja’far [‘alaihis salaam]. Oleh karena itu riwayat ini tidak tepat dijadikan hujjah untuk mencela Zurarah.

.

.

Zurarah Tidak Mengenal Imamah Musa bin Ja’far [‘alaihis salaam]

Syubhat lain yang sering dilontarkan oleh para pembenci syiah adalah bahwa Zurarah tidak mengenal Imamah Musa bin Ja’far [‘alaihis salaam] padahal ia menemui masa hidup Imam Musa bin Ja’far [‘alaihis salaam]

حمدويه بن نصير، قال: حدثني محمد بن عيسى بن عبيد عن محمد ابن أبي عمير، عن جميل بن دراج وغيره، قال: وجه زرارة عبيدا ابنه إلى المدينة يستخبر له خبر أبي الحسن عليه السلاموعبد الله بن أبي عبد الله، فمات قبل أن يرجع إليه عبيد

Hamdawaih bin Nashiir berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Iisa bin ‘Ubaid dari Muhammad bin Abi ‘Umair dari Jamiil bin Daraaj dan yang lainnya, ia berkata Zurarah mengutus ‘Ubaid anaknya ke Madinah untuk mencari kabar tentang Abi Hasan [‘alaihis salaam] dan ‘Abdullah bin Abi ‘Abdullah, maka ia wafat sebelum kembalinya ‘Ubaid [Rijal Al Kasyiy 1/372]

Riwayat ini sanadnya shahih para perawinya tsiqat berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah

  1. Hamdawaih bin Nashiir dia seorang yang memiliki banyak ilmu dan riwayat, tsiqat baik mazhabnya [Rijal Ath Thuusiy hal 421]
  2. Muhammad bin Iisa bin Ubaid, terdapat perbincangan atasnya. Najasyiy menyebutkan bahwa ia tsiqat, banyak riwayatnya dan baik tulisannya [Rijal An Najasyiy hal 333 no 896]. Ath Thuusiy menyatakan bahwa ia dhaif [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 216]. Dalam pembahasan sebelumnya kami merajihkan bahwa ia pada dasarnya tsiqat tetapi dhaif dalam riwayatnya dari Yunus
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  4. Jamil bin Daraaj, ia termasuk orang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 126 no 328]

Dalam matan riwayat di atas sebenarnya tidak ada penjelasan sharih [dengan tegas] bahwa Zurarah tidak mengenal Imamah Abu Hasan [‘alaihis salaam]. Lafaz “mencari kabar tentang Abu Hasan [‘alaihis salaam] dan Abdullah bin Abu ‘Abdullah” tidak mesti bermakna mencari tahu tentang Imamah yaitu siapa imam setelah Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam].

Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] wafat tahun 148 H dan Zurarah wafat pada tahun 150 H. Artinya terdapat selang waktu yang cukup lama bagi Zurarah untuk mengutus anaknya Ubaid. Mengapa Zurarah harus menunggu sampai dua tahun yaitu di akhir hayatnya baru ia mengutus Ubaid untuk mencari tahu Imam selepas Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam].

حدثني بن قولويه ، قال : حدثني سعد ، عن أحمد بن محمد بن عيسى ، ومحمد بن عبد الله المسمعي ، عن علي بن أسباط ، عن محمد بن عبد الله بن زرارة ، عن أبيه قال : بعث زرارة عبيدا ابنه يسئل عن خبر أبي الحسن عليه السلام فجائه الموت قبل رجوع عبيد إليه فأخذ المصحف فأعلاه فوق رأسه . وقال : ان الامام بعد جعفر بن محمد من اسمه بين الدفتين في جملة القرآن منصوص عليه من الذين أوجب الله طاعتهم على خلقه ، أنا مؤمن به قال : فأخبر بذلك أبو السحن الأول عليه السلام فقال : والله كان زرارة مهاجرا إلى الله تعالى

Telah menceritakan kepadaku Ibnu Quluwaih yang berkata telah menceritakan kepadaku Sa’d dari Ahmad bin Muhammad bin Iisa dan Muhammad bin ‘Abdullah Al Masma’iy dari ‘Aliy bin Asbath dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Zurarah dari Ayahnya yang berkata Zurarah mengutus anaknya Ubaid untuk menanyakan kabar tentang Abu Hasan [‘alaihis salaam] maka ia wafat sebelum kembalinya Ubaid. Maka ia mengambil mushaf dan meletakkan di atas kepalanya kemudian berkata “bahwa Imam setelah Ja’far bin Muhammad adalah yang namanya terletak diantara dua sampul Al Qur’an yang ditunjuk oleh orang yang diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada mereka atas makhluknya, aku beriman dengannya. [Abdullah bin Zurarah] berkata maka dikabarkan hal itu kepada Abu Hasan Al ‘Awwaal [‘alaihis salaam], Beliau berkata demi Allah, Zurarah adalah orang yang hijrah kepada Allah [Rijal Al Kasyiy 1/372]

Riwayat ini sanadnya shahih, para perawinya tsiqat berdasarkan ilmu Rijal Syi’ah

  1. Muhammad bin Quluwaih, ia adalah ayahnya Ja’far bin Muhammad penulis kitab Kamil Ziyaarat dan ia seorang yang tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 570]
  2. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135]
  3. Ahmad bin Muhammad bin Iisa Al Asy’ariy Al Qummiy seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 351]
  4. Aliy bin Asbath seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 252 no 663]
  5. Muhammad bin ‘Abdullah bin Zurarah, ia lebih shaduq dari Ahmad bin Hasan dan ia seorang yang memiliki keutamaan dalam agama [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 544]
  6. ‘Abdullah bin Zurarah, meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam], seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 223 no 583]

حدثنا أحمد بن زياد بن جعفر الهمداني رضي الله عنه قال: حدثنا علي ابن إبراهيم بن هاشم قال: حدثني محمد بن عيسى بن عبيد، عن إبراهيم بن محمد الهمداني رضي الله عنه قال: قلت للرضا عليه السلام: يا ابن رسول الله أخبرني عن زرارة هل كان يعرف حق أبيك عليه السلام؟ فقال: نعم، فقلت له: فلم بعث ابنه عبيدا ليتعرف الخبر إلى من أوصىالصادق جعفر بن محمد عليهما السلام؟ فقال: إن زرارة كان يعرف أمر أبي عليه السلام ونص أبيه عليه وإنما بعث ابنه ليتعرف من أبي عليه السلام هل يجوز له أن يرفع التقية في إظهار أمره ونص أبيه عليه وأنه لما أبطأ عنه ابنه طولب باظهار قوله في أبي عليه السلام فلم يحب أن يقدم على ذلك دون أمره فرفع المصحف وقال: اللهم إن إمامي من أثبت هذا المصحف إمامته من ولد جعفر بن محمد عليهما السلام

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ziyaad bin Ja’far Al Hamdaaniy [radiallhu ‘anhu] yang berkata telah menceritakan kepada kami Aliy bin Ibrahim bin Haasyim yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Iisa bin ‘Ubaid dari Ibrahim bin Muhammad Al Hamdaniy [radiallahu ‘anhu] yang berkata aku berkata kepada Ar Ridha [‘alaihis salaam] “wahai putra Rasulullah kabarkanlah kepadaku tentang Zurarah, apakah ia mengenal hak Ayahmu [‘alaihis salaam]?. Beliau berkata “benar”. Aku berkata “kalau begitu mengapa ia mengutus anaknya Ubaid untuk mencari kabar siapa washi Ash Shaadiq Ja’far bin Muhammad [‘alaihimas salaam]?. Beliau berkata “sesungguhnya Zurarah mengenal kepemimpinan ayahku [‘alaihis salaam] dan nash Ayahnya terhadapnya, dan sesungguhnya ia mengutus anaknya hanyalah untuk mengetahui dari ayahku [‘alaihis salaam] apakah boleh mengangkat taqiyah dalam menzhahirkan kepemimpinannya dan nash Ayahnya [Imam Ja’far] terhadapnya. Dan ketika anaknya belum kembali, dia diminta menampakkan perkataannya tentang Ayahku [‘alaihis salaam] dan dia tidak suka mendahului hal ini tanpa perintahnya maka ia mengangkat mushaf dan berkata “ya Allah sesungguhnya imamku adalah yang ditetapkan dalam mushaf ini Imamahnya dari anaknya Ja’far bin Muhammad [‘alaihimas salaam] [Kamal Ad Diin Wa Tammam An Ni’mah hal 75, Syaikh Shaduq]

Para perawi dalam riwayat Ash Shaduq di atas semuanya tsiqat kecuali Ibrahim bin Muhammad Al Hamdaniy, tidak didapatkan tautsiq dari kalangan mutaqaddimin dan telah berselisih ulama dari kalangan muta’akhirin.

  1. Ahmad bin Ziyaad bin Ja’far Al Hamdaniy, ia seorang yang tsiqat fadhl sebagaimana yang dinyatakan Syaikh Shaduq [Kamal Ad Diin Syaikh Shaduq hal 369]
  2. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  3. Muhammad bin Iisa bin Ubaid, terdapat perbincangan atasnya. Najasyiy menyebutkan bahwa ia tsiqat, banyak riwayatnya dan baik tulisannya [Rijal An Najasyiy hal 333 no 896]. Ath Thuusiy menyatakan bahwa ia dhaif [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 216]. Dalam pembahasan sebelumnya kami merajihkan bahwa ia pada dasarnya tsiqat tetapi dhaif dalam riwayatnya dari Yunus
  4. Ibrahim bin Muhammad Al Hamdaniy, dinyatakan oleh Al Majlisiy dalam Al Wajiizah bahwa ia tsiqat [Al Wajiizah Al Majlisiy no 44]. Syaikh Ali Asy Syahruudiy menyatakan ia tsiqat jalil [Mustadrakat Ilm Rijal 1/205 no 490]. Ghulam Ridha menyatakan ia tsiqat [Masyaikh Ats Tsiqat hal 54 no 9]. Ahmad bin ‘Abdu Ridha Al Bashriy berkata tentangnya “shahih hadis dan riwayatnya” [Fa’iq Al Maqal Fii Al Hadits Wa Rijal hal 80 no 37]. Muhammad Al Jawahiriy menyatakan ia majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadits hal 15]

Jika tsabit riwayat di atas maka didapatkan keterangan bahwa Zurarah sebenarnya telah mengenal Imamah Musa bin Ja’far [‘alaihis salaam] hanya saja ia bertaqiyah dengannya kemudian ia mengutus anaknya Ubaid apakah ia boleh menampakkan keyakinannya tersebut atau terus bertaqiyah. Syaikh Ash Shaduq telah mengatakan hal ini dalam kitabnya sebelum membawakan riwayat di atas, ia berkata

قد قيل: إن زرارة قد كان عمل بأمر موسى بن جعفر عليهما السلام وبإمامته وإنما بعث ابنه عبيدا ليتعرف من موسى بن جعفر عليهما السلام هل يجوز له إظهار ما يعلم من إمامته أو يستعمل التقية في كتمانه

Sungguh dikatakan bahwa Zurarah telah mengenal kepemimpinan Musa bin Ja’far [‘alaihimas salaam] dan Imamah-nya dan sesungguhnya ia mengutus Ubaid anaknya hanya untuk mengetahui dari Musa bin Ja’far [‘alaihimas salaam] apakah dibolehkan baginya menampakkan apa yang ia ketahui tentang imamah-nya atau tetap melakukan taqiyah dan menyembunyikannya [Kamal Ad Diin Syaikh Shaduq hal 75]

Pernyataan bahwa Zurarah taqiyah mengenai Imamah Musa bin Ja’far bersesuaian dengan fakta bahwa ia mengirim anaknya Ubaid pada akhir hayatnya. Maka jelas tujuan ia mengirimkan anaknya untuk bertanya apakah ia boleh menampakkan keyakinannya mengenai Imamah Musa bin Ja’far [‘alaihis salaam] atau tetap bertaqiyah. Dan memang sangat musykil kalau Zurarah harus menunggu dua tahun sampai mendekati akhir hayatnya baru ia mengutus anaknya, kalau memang ingin mencari tahu mengenai siapa Imam setelah wafatnya Imam Ja’far maka lebih masuk akal kalau sepeninggal wafat Imam Ja’far ia langsung mengirimkan anaknya Ubaid bukan harus menunggu sampai dua tahun mendekati akhir hayatnya.

.

.

.

Zurarah Dalam Riwayat Ahlus Sunnah

حدثنا أبو بكر قال ثنا سفيان قال قال ابن السماك: أردت الحج فقال لي زرارة بن أعين أخو عبد الملك بن أعين: إذا لقيت جعفر بن محمد فأقرئه مني السلام وقل له: أخبرني في الجنة أنا أم في النار ؟ قال: فلقيت جعفر بن محمد فقلت له: يا ابن رسول الله أتعرف زرارة بن أعين ؟ قال: نعم رافضي خبيث. قال: قلت: إنه يقرئك السلام ويقول: أخبرني في الجنة أنا أم في النار؟ قال: فأخبره أنه في النار. ثم قال: وتعلم من أين علمت أنه رافضي إنه يزعم إني أعلم الغيب، ومن زعم أن أحداً يعلم الغيب إلا الله عز وجل فهو كافر، والكافر في النار

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata Ibnu Sammaak berkata aku ingin pergi haji, maka Zurarah bin A’yan saudara ‘Abdul Malik bin A’yan berkata kepadaku “jika engkau menemui Ja’far bin Muhammad maka sampaikan salamku kepadanya dan katakan kepadanya “kabarkan kepadaku apakah aku akan di dalam surga atau di neraka?”. Ia [Ibnu Sammaak] berkata maka aku menemui Ja’far bin Muhammad dan aku berkata kepadanya “wahai putra Rasulullah apakah engkau mengenal Zurarah bin A’yun?”. Beliau menjawab “ya, rafidhah busuk”. [Ibnu Sammaak] berkata aku berkata “ia menyampaikan salam kepadamu dan bertanya “apakah aku akan masuk surga atau di neraka?”. Beliau berkata “maka kabarkan kepadanya bahwa ia di dalam neraka”. Kemudian ia berkata engkau tahu, darimana aku mengetahui ia rafidhah sesungguhnya ia menganggap aku mengetahui yang ghaib dan barang siapa yang menganggap ada orang yang mengetahui yang ghaib selain Allah ‘azza wajalla maka ia kafir dan orang kafir berada di dalam neraka [Ma’rifat Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 3/34]

Sufyan dalam riwayat di atas memiliki mutaba’ah dari Sa’id bin Manshuur sebagaimana yang disebutkan Al Uqaili dalam kitabnya Adh Dhu’afa biografi Zurarah bin A’yan [Adh Dhu’afa Al Kabir Al Uqailiy 2/96 no 557] hanya saja dengan sedikit tambahan lafaz dari Zurarah yang berkata kepada Ibnu Sammaak bahwa jawaban Imam Ja’far tersebut adalah taqiyah. Berikut keterangan mengenai perawinya

  1. Abu Bakar adalah Abdullah bin Zubair Al Humaidiy, Abu Hatim menyebutkan bahwa ia orang yang paling tsabit dalam riwayat dari Ibnu Uyainah, pemimpin para sahabat Ibnu Uyainah, seorang imam yang tsiqat [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 5/56-57 no 264]
  2. Sufyan bin Uyainah adalah seorang imam tsiqat, termasuk sahabat Az Zuhriy yang paling tsabit dan ia lebih alim dalam riwayat ‘Amru bin Diinar daripada Syu’bah [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 1/35]
  3. Ibnu Sammaak kemungkinan ia adalah Muhammad bin Shubaih Abu ‘Abbaas Al Kuufiy, Ibnu Hibban berkata tentangnya “hadisnya lurus, ia menasehati orang-orang dalam majelisnya” [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 9/32 no 15020]. Daruquthniy berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Numair terkadang berkata shaduq terkadang berkata “hadisnya tidak ada apa-apanya” [Lisan Al Miizan Ibnu Hajar 5/204 no 711]. Nampaknya yang tsabit dari Ibnu Numair adalah perkataan “hadisnya tidak ada apa-apanya” sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad shahih [Al Jarh Wat Ta’dil 7/290 no 1573]

Terdapat sedikit kelemahan pada hadis Ibnu Sammaak sebagaimana dikatakan Ibnu Numair tetapi ia pada dasarnya seorang yang shaduq. Tidak mengherankan kalau di sisi sunni Zurarah termasuk perawi yang tercela karena ia seorang rafidhah.

.

.

Kesimpulan

Zurarah bin A’yan adalah perawi syi’ah yang diakui kredibilitasnya di sisi Syi’ah, terdapat berbagai syubhat mengenai kedudukannya tetapi telah berlalu pembahasannya di atas bahwa berdasarkan pendapat yang rajih di sisi mazhab Syi’ah, Zurarah adalah seorang yang tsiqah dan diakui kredibilitasnya oleh Imam Ahlul Bait. Adapun di sisi mazhab Sunni, Zurarah adalah perawi yang majruh [tercela] sebagaimana telah tsabit celaan Imam Ahlul Bait terhadapnya.

Satu Tanggapan

  1. Lebih dipercaya zurarah drpd si parsi bukhori yg buta matanya.

Tinggalkan komentar