Ibnu Thawus Meriwayatkan Langsung Dari Ibnu Khayyath? : Ulah Pencela Yang Menggelikan

Ibnu Thawus Meriwayatkan Langsung Dari Ibnu Khayyath? : Ulah Pencela Yang Menggelikan

Salah satu situs pencela Syi’ah yang gemar memfitnah Syiah membuat tulisan yang berjudul : Menggelikan, Ibnu Thawus meriwayatkan langsung dari Ibnu Khayath?. Tulisan tersebut cukup menarik hanya saja terlalu tendensius dan ujung-ujungnya ia cuma mau bilang “inilah agama syiah dengan segala kontradiksi, keanehan dan kebathilan menjadikannya nampak sebagai agama buatan manusia-manusia hina”.

Kami hanya bisa geleng-geleng melihat perkataan hina seperti ini. Nampaknya manusia satu ini terlalu besar kepala dan tidak akrab dengan kitab-kitab hadis dan rijal Ahlus Sunnah. Kami akan membuat sedikit catatan atas tulisannya dan menunjukkan bahwa dalam kitab hadis kami ahlus sunnah juga terdapat keanehan seperti itu. Jika manusia itu merasa dirinya ahlus sunnah mungkin ada baiknya ia menjaga lisannya yang kotor karena dapat meracuni dirinya sendiri.

Sayyid Ibnu Thawus salah seorang Ulama Syiah meriwayatkan dalam kitabnya Muhaj Ad Da’waat, doa untuk amirul mukminin Aliy bin Abi Thalib yang dikenal dengan doa Al Yamaniy.

و من ذلك دعاء لمولانا أمير المؤمنين علي ع المعروف بدعاء اليماني
أخبرنا أبو عبد الله الحسين بن إبراهيم بن علي القمي المعروف بابن الخياط

Dan dari Doa untuk maula kami Amirul Mukminin Aliy yang dikenal dengan doa Al Yamaniy
Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abdullah Husain bin Ibrahiim bin Aliy Al Qummiy yang dikenal dengan Ibnu Khayyaath…[Muhaj Ad Da’waat hal 137-138]

Sayyid Ibnu Thawus lahir tahun 589 H dan Ibnu Khayyath termasuk guru Syaikh Ath Thuusiy sedangkan Syaikh Ath Thuusiy sendiri wafat tahun 460 H. Jadi Ibnu Thawus jelas tidak mungkin bertemu langsung dengan Ibnu Khayyath karena ketika Ibnu Thawus lahir, Ibnu Khayyath sudah lama wafat.

Oleh karena itulah pencela yang dimaksud menjadikan hal ini sebagai celaan terhadap mazhab Syiah. Dan ia tidak menyadari kalau celaannya jauh lebih berat dari perkara yang dipermasalahkan. Perkara ini tidaklah luput dari pandangan Ulama Syiah. Sudah ada ulama Syiah yang berkomentar mengenai perkara ini, Sayyid Aliy Asy Syahruudiy berkomentar dalam biografi Husain bin Ibrahiim Al Qummiy

ما قاله السيد بن طاووس في المهج ص 105 في نقله دعاء الحرز اليماني: أخبرنا أبو عبد الله الحسين بن إبراهيم بن علي القمي المعروف بابن الخياط قال أخبرنا أبو محمد هارون بن موسى التلعكبري – الخ فان السيد بن طاووس هذا توفي سنة 673 والشيخ توفي سنة 460 وبينهما 213 سنة والتلعكبري توفي سنة 385. إلا أن يحمل كلام السيد على الاخبار بالإجازة لا بالمشافهة والمناولة

Apa yang dikatakan Sayyid Ibnu Thawus dalam Muhaj hal 105 dalam nukilannya tentang doa Al Yamaniy “Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abdullah Husain bin Ibrahiim bin Aliy Al Qummiy yang dikenal Ibnu Khayyath yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad Haruun bin Muusa At Tal’akbariy, Sayyid Ibnu Thawus wafat tahun 673 H dan Syaikh [Ath Thuusiy] wafat tahun 460 H  antara keduanya ada 213 tahun, At Tal’akbariy wafat pada tahun 385 H. Maka kemungkinan perkataan Sayyid disini adalah khabar melalui Ijazah bukan dengan musyafahah dan munawalah [Mustadrak Ilm Rijal 3/73 no 4103 Syaikh Ali Asy Syahruudiy]

Ini adalah pembelaan yang dilakukan oleh Ulama Syiah, tidak masalah jika pencela tersebut tidak menerimanya karena tujuan tulisan ini memang bukan untuk membuat pencela itu percaya. Tulisan ini hanya menunjukkan bagaimana pandangan mazhab Syiah terhadap masalah ini.

Apa yang dinukil oleh Syaikh Ali Asy Syahruudiy itu memiliki qarinah yang menguatkan yaitu perkataan Sayyid Muhsin Amin dalam A’yan Asy Syiiah ketika menyebutkan Husain bin Ibrahim Al Qummiy

ويروي عن أبي محمد هارون بن موسى التلعكبري ويروي الشيخ الطوسي عنه. وكثيرا ما يعتمد على كتبه ورواياته السيد ابن طاووس وينقلها في كتاب مهج الدعوات وغيره

Ia meriwayatkan dari Abu Muhammad Haruun bin Muusa At Tal’akbariy dan telah meriwayatkan darinya Syaikh Ath Thuusiy. Sayyid Ibnu Thawus banyak berpegang dengan tulisannya dan riwayatnya dan ia menukilnya dalam kitab Muhaj Ad Da’waat dan yang lainnya. [A’yan Asy Syiah 5/414 Sayyid Muhsin Al ‘Amin]

Maka disini terdapat isyarat yang menyatakan bahwa Sayyid Ibnu Thawus menukil riwayat dari Ibnu Khayyath dalam Kitab Muhaj Ad Da’waat bukan dengan sima’ langsung.

Qarinah lain adalah jika kita melihat metode penulisan Sayyid Ibnu Thawus dalam kitabnya Muhaj Ad Da’waat maka nampak bahwa terkadang Sayyid Ibnu Thawus menukil sanad-sanad doa tersebut dari Kitab bukan dengan sima’ langsung. Contohnya adalah sebagai berikut

و منها دعاء العهد
قال حدثنا محمد بن علي بن رقاق القمي أبو جعفر قال حدثنا أبو الحسن محمد بن علي بن الحسن بن شاذان القمي قال حدثنا أبو جعفر محمد بن علي بن بابويه القمي

Dan dari Doa Al ‘Ahd
Berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Riqaaq Al Qummiy Abu Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Muhammad bin ‘Aliy bin Hasan bin Syadzaan Al Qummiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali bin Babawaih Al Qummiy…[Muhaj Ad Da’waat hal 398]

Lafaz di atas seolah-olah Sayyid Ibnu Thawus mendengar secara langsung dari Muhammad bin ‘Aliy bin Riqaaq Al Qummiy padahal kenyataannya tidak demikian. Sebenarnya Sayyid Ibnu Thawus menukil riwayat tersebut dari Kitab. Dalam doa sebelumnya disebutkan

وجدت في كتاب مجموع بخط قديم ذكر ناسخه و هو مصنفه أن اسمه محمد بن محمد بن عبد الله بن فاطر من رواه عن شيوخه فقال ما هذا لفظه حدثنا محمد بن علي بن رقاق القمي قال حدثنا أبو الحسن محمد بن أحمد بن علي بن الحسن بن شاذان القمي عن أبي جعفر محمد بن علي بن الحسين بن بابويه القمي

Terdapat dalam kitab Majmuu’ dengan tulisan tangan, disebutkan dalam naskah penulisnya bernama Muhammad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Faathir dari riwayatnya dari para Syaikh-nya, dan ini lafaznya, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Riqaaq Al Qummiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Muhammad bin Ahmad bin ‘Aliy bin Hasan bin Syadzaan Al Qummiy dari Abu Ja’far Muhammad bin ‘Aliy bin Husain bin Babawaih Al Qummiy…[Muhaj Ad Da’waat hal 397]

Maka disini dapat dipahami bahwa sebenarnya Sayyid Ibnu Thawus menukil riwayat dari Ibnu Khayyaath dari Kitab atau Ijazah walaupun nama kitab tersebut tidak disebutkan dalam kitab Mu’haj Ad Da’waat. Bisa jadi Ibnu Thawus memang tidak menyebutkannya atau terjadi kesalahan [tashif] sehingga bagian yang menyebutkan nama Kitabnya hilang. Wallahu A’lam.

.

.

.

Perkara seperti ini bukanlah barang baru dalam kitab Rijal dan kitab Hadis. Mereka yang akrab dengan hadis dan ilmu Rijal [ahlus sunnah] akan menemukan fenomena seperti ini. Yaitu dimana lafaz sima’ langsung antara dua perawi ternyata keliru karena berdasarkan tahun lahir dan wafat keduanya tidak memungkinkan untuk bertemu. Adanya fenomena seperti ini tidaklah membuat Ahlus sunnah dikatakan agama yang mengandung kontradiksi, kebathilan, keanehan yang merupakan buatan manusia-manusia hina. Orang yang berpandangan demikian hanyalah menunjukkan kejahilan atau kebencian yang menutupi akal pikirannya. Berikut contoh perkara yang sama dalam kitab Ahlus Sunnah

Al Kamil Juz 8

Abdullah bin Adiy Abu Ahmad Al Jurjaniy salah seorang ulama ahlus sunnah menyebutkan dalam kitabnya Al Kamil Fii Adh Dhu’afa

أخبرنا علي بن المثنى ثنا الوليد بن القاسم عن مجالد عن أبي الوداك عن أبي سعيد ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال

Telah mengabarkan kepada kami ‘Aliy bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Waliid bin Qaasim dari Mujalid dari Abul Wadaak dari Abu Sa’id bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda…[Al Kamil Ibnu Adiy 8/367 biografi Walid bin Qaasim]

Al Kamil juz 8 hal 368

Ibnu Adiy seorang imam hafizh, Adz Dzahabiy menyebutkan biografinya dalam As Siyaar dan berkata

مولده في سنة سبع وسبعين ومائتين ، وأول سماعه كان في سنة تسعين ، وارتحاله في سنة سبع وتسعين

Ia lahir pada tahun 277 H, pertama mendengar hadis pada tahun 290 H dan memulai perjalanan pada tahun 297 H [As Siyaar Adz Dzahabiy 16/154]

Mengenai Aliy bin Al Mutsanna, Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam Tahdzib At Tahdzib dan menyebutkan

وقال الحضرمي مات سنة ست وخمسين ومائتين

Al Hadhramiy berkata “ia wafat tahun 256 H” [At Tahdzib Ibnu Hajar juz 7 no 611]

Berdasarkan tahun lahir dan tahun wafat didapatkan bahwa Ibnu Adiy baru lahir 21 tahun setelah wafatnya Aliy bin Al Mutsanna Ath Thahawiy, lantas bagaimana bisa dikatakan bahwa ia berkata “telah mengabarkan kepada kami ‘Aliy bin Mutsanna”

.

.

Ada contoh lain yang menunjukkan bahwa tashrih penyimakan hadis ternyata tidak benar dan hadis tersebut munqathi’. Perhatikan riwayat Ahmad bin Hanbal berikut

حدثنا عبد الله قال حدثني أبى ثنا بهز ثنا همام ثنا قتادة حدثني عزرة عن الشعبي ان الفضل حدثه

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Bahz yang berkata telah menceritakan kepada kami Hamaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Qatadah yang berkata telah menceritakan kepadaku ‘Azrah dari Asy Sya’biy bahwa Fadhl menceritakan kepadanya…[Musnad Ahmad 1/213 no 1829]

Ahmad bin Hanbal memasukkan hadis ini dalam Musnad Fadhl bin ‘Abbas. Para perawinya tsiqat sampai ke Asy Sya’biy dan Asy Sya’biy sendiri dikenal tsiqat tetapi ia mustahil mendengar hadis dari Fadhl bin ‘Abbas.

الفضل بن العباس بن عبد المطلب الهاشمي صحب النبي صلى الله عليه وسلم مات في عهد أبي بكر

Al Fadhl bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib Al Haasyimiy sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat di masa Abu Bakar [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 7 no 502]

Ibnu Sa’ad menyebutkan dalam biografi Fadhl bin ‘Abbas bahwa ia wafat pada tahun 18 H di masa Umar bin Khaththab. Yang mana pun yang rajih, Asy Sya’bi jelas tidak menemui masa hidup Fadhl bin ‘Abbas. Menurut pendapat yang rajih Asy Sya’bi lahir pada masa Utsman bin ‘Affan

قَالَ الْحَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ , سَمِعْتُ شُعْبَةَ ، يَقُولُ : سَأَلْتُ أَبَا إِسْحَاقَ ، قُلْتُ : ” أَنْتَ أَكْبَرُ أَمِ الشَّعْبِيُّ ؟ قَالَ : الشَّعْبِيُّ أَكْبَرُ مِنِّي بِسَنَةٍ أَوْ سَنَتَيْنِ “

Hajjaj bin Muhammad berkata aku mendengar Syu’bah berkata “aku bertanya pada Abu Ishaq” aku berkata “engkau yang lebih tua atau Asy Sya’biy”. Ia berkata “Asy Sya’biy lebih tua dariku setahun atau dua tahun [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/266]

Abu Ishaq As Sabi’iy lahir dua tahun akhir masa Utsman bin ‘Affan [As Siyar Adz Dzahabiy 5/393] makaAsy Sya’bi lahir kemungkinan lahir tahun 31 atau 32 H. Jadi ketika Asy Sya’biy lahir Fadhl bin ‘Abbas sudah wafat 14 tahun sebelumnya. Bagaimana mungkin Asy Sya’biy mengatakan “telah menceritakan kepadanya Fadhl”.

Kedua contoh di atas cukup sebagai bukti bahwa perkara yang dipermasalahkan pencela tersebut juga ada pada mazhab Ahlus Sunnah. Jika ia bersikeras menjadikan perkara ini sebagai celaan terhadap mazhab Syiah maka pada hakikatnya ia juga mencela mazhab Ahlus Sunnah. Kami memang bukan Syiah tetapi kami sangat tidak suka dengan ulah orang-orang jahil yang gemar memfitnah. Akhir kata silakan para pembaca pikirkan apakah pantas suatu mazhab dikatakan agama hina karena perkara ini?.

7 Tanggapan

  1. Subhanallah. Sungguh keddngkian hati busuk itu rasanya sulit dicarikan obatnya.

  2. Labaika Ya Husain

  3. Ada komentar dari pencela tersebut, ia berbusa-busa membahas pembelaannya terhadap Ibnu Adiy dan riwayat Asy Sya’biy. Jujur saja kami tidak butuh pembelaannya karena kami sudah mengetahui bahwa Ibnu Adiy mengambil riwayat tersebut dari Aliy bin ‘Abbas berdasarkan hadis yang sama dari riwayat Ibnu Asakir sedangkan riwayat Asy Sya’biy dikatakan oleh para ulama bahwa itu keliru walaupun tidak bisa dipastikan siapa yang keliru karena semua perawinya tsiqat.

    Kami hanya ingin pembaca memperhatikan komentarnya berikut

    Pertama, wahai para pembaca, dimanakah saya berkata bahwa “yang demikian” (dengan tanda kutip) tidak ada dalam kitab Ahlus Sunnah? Itu sekedar pemberitahuan.

    Silakan perhatikan wahai pembaca pengakuannya bahwa perkara yang sama ada dalam kitab Ahlus Sunnah dan kemudian silakan pembaca perhatikan tulisannya yang ia buat judul “Menggelikan” artinya hal yang menggelikan tersebut juga ada dalam mazhab ahlus sunnah. Dan perhatikan kata-katanya dalam tulisannya

    Inilah agama Syi’ah yang dengan segala kontradiksi, keanehan, dan kebathilan yang ada di dalamnya menjadikannya amat nampak merupakan agama hasil buatan manusia-manusia hina.

    Bukankah ia menjadikan ini sebagai bukti keanehan dan kebathilan Syi’ah. Bagaimana bisa ia berkata begitu kalau ia mengakui perkara yang sama ada dalam kitab Ahlus Sunnah, hakikatnya ia pun sedang mencela kitab ahlus sunnah.

    Tulisan kami di atas hanya mengingatkan kepada para pembaca yang tertarik dengan pembahasan Sunni Syiah agar jangan tertipu dengan orang-orang model pencela seperti di atas. Mereka adalah kaum yang terbiasa membuat syubhat, terkadang ucapan mereka benar kemudian mereka bungkus dengan kebathilan dan syubhat sehingga orang awam yang tidak mengerti akan disesatkan oleh mereka. Dan tidak perlu dihiraukan hinaannya terhadap kami yang menuduh kami sebagai syiah atau hamba mut’ah atau anak mut’ah. Biarkan hinaan itu berbalik pada dirinya sendiri.

    Kami bukanlah Syi’ah, kami sampai saat ini masih sebagai orang yang mempelajari kitab-kitab Syi’ah dan dalil-dalil mereka. Sejauh ini kami hanya ingin meluruskan syubhat-syubhat yang kami tahu sebagai syubhat tidak benar yang dinisbatkan kepada Syi’ah. Pada hakikatnya kami dan dirinya itu sama, ia mengutip riwayat Syi’ah untuk merendahkan mazhab Syi’ah dan kami mengutip riwayat Syi’ah untuk meluruskan syubhat yang muncul dari tulisannya.

  4. Satu tulisan dari si “pencela” sudah cukup untuk mengetahui kwalitas tulisannya tang lain . . .salam damai.

  5. Akan sedikit kami perjelas dengan bahasa yang lebih sederhana agar mereka yang berpikiran kerdil juga dapat memahami perkara ini. Sebagaimana yang kami katakan sebelumnya dan diakui oleh si pencela tersebut bahwa perkara yang dipermasalahkan di atas terjadi pada kitab Ahlus Sunnah dan Syi’ah. Jika ada seorang perawi meriwayatkan dari perawi lain dengan lafaz sighat langsung dan ternyata dari kitab tarikh tahun lahir dan wafat keduanya diketahui tidak memungkinkan terjadi pertemuan maka sudah jelas lafaz sighat langsung itu keliru.

    Tentu secara ilmiah, kekeliruan ini harus dicari penjelasannya. Terkadang penjelasan tersebut memang memiliki qarinah yang kuat dan terkadang hanya kemungkinan yang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Apapun itu, para ulama di kedua mazhab telah berusaha untuk mencari penjelasan atas kemusykilan riwayat tersebut.

    Si pencela yang tidak tahu diri itu setelah dipermalukan bahwa perkara yang ia ributkan dan jadi bahan tertawaannya ternyata ada dalam kitab pegangannya, ia kemudian berdalih bahwa penjelasan yang berbusa-busa ia buat berbeda kualitasnya dengan apa yang kami jelaskan soal riwayat Ibnu Thawus di atas

    Menurut kami, kasus Ibnu Thawus di atas terjadi tashif pad akitab tersebut, qarinah-nya sebagaimana disebutkan oleh ulama Syi’ah bahwa kabar tersebut berasal dari Ijazah atau penukilan dari kitab. Dikuatkan pula dengan metode penulisan Ibnu Thawus dalam Muhaj Ad Da’waat bahwa ia sering menukil riwayat dari kitab kemudian menukil sanadnya dari kitab tersebut. Jadi tashif yang dimaksud kemungkinan tidak disebutkan nama kitab yang dinukil Ibnu Thawus

    Mari kita bandingkan dengan kasus Ibnu Adiy, seperti yang kami jelaskan terdapat riwayat sharih [jelas] yaitu hadis yang sama dengan riwayat dalam Al Kamil bahwa Ibnu Adiy sebenarnya meriwayatkan dari Aliy bin Abbas dari Aliy bin Mutsanna yaitu riwayat Ibnu Asakir. Ini adalah qarinah kuat sebagai penjelasan. Tentu berbeda halnya dengan penjelasan berbusa-busa si pencela tersebut yang hanya kemungkinan. Jadi seharusnya dalam kitab Al Kamil Ibnu Adiy tertulis lafaz bahwa telah menceritakan kepadanya Aliy bin ‘Abbas. Tetapi lafaz itu tidak ada, berarti terjadi tashif dalam kitab Ibnu Adiy yaitu tidak disebutkan lafaz telah menceritakan kepada kami Aliy bin Abbas.

    Bukankah kasus Ibnu Thawus dan Ibnu Adiy di atas pada dasarnya sama yaitu tashif kitab hanya saja kami akui qarinah kasus Ibnu Adiy lebih kuat dari kasus Ibnu Thawus dalam hal kita bisa memastikan bahwa lafaz yang hilang atau tashif adalah lafaz “telah menceritakan kepada kami Aliy bin ‘Abbas” sedangkan dalam kasus Ibnu Thawus, apa yang menjadi tashif hanyalah kemungkinan yang tidak bisa dipastikan

    Mengenai kasus Asy Sya’biy, penjelasan si pencela bahwa ada riwayat lain Asy Sya’biy dari Fadhl secara ‘an anah bisa dikatakan penjelasan yang ma’lul [cacat] karena jika dibandingkan antara riwayat dengan lafaz Asy Sya’biy dgn sighat langsung dari Fadhl dan riwayat Asy Sya’biy secara ‘an anah dari Fadhl maka riwaya dengan sighat langsung lebih kuat sedangkan riwayat ‘an anah lebih lemah karena ‘an anah Qatadah dan ia dikatakan Ibnu Hajar mudallis martabat ketiga yang hadisnya tidak bisa dijadikan hujjah kecuali ia menyebutkan sima’-nya. Maka penjelasan pencela soal perbedaan dhabit perawi itu tidak kuat. kasus Asy Sya’biy ini bisa dibilang musykil dan kemungkinan penjelasannya adalah diantara para perawi tsiqat itu telah melakukan kekeliruan hanya saja tidak bisa dipastikan siapa yang keliru. Jadi kasus ini bukan tashif tetapi perawinya ada yang keliru.

    Jika dibandingkan kasus Ibnu Thawus di atas dan kasus Asy Sya’biy keduanya sama kualitasnya dilihat dari sisi tidak ada penjelasan yang kuat soal kemusykilannya. Penjelasannya hanya berupa kemungkinan, kasus Ibnu Thawus terjadi tashif tidak disebutkan nama kitab yang dinukil dan tidak ada penjelasan atau qarinah kitab apa yang tidak disebutkan sednagkan kasus Asy Sya’biy perawinya ada yang keliru dan tidak ada qarinah siapa perawi yang keliru tersebut.

    Silakan para pembaca perhatikan bahwa kasus Ibnu Thawus ini dengan kasus Ibnu Adiy dan Asy Sya’biy di atas tidak jauh berbeda kualitasnya. Kami dapat memberikan contoh-contoh lain tetapi hal ini sudah mencukupi bagi mereka yang memang berniat mencari kebenaran. Adapun pencela tersebut, ia hanya berbicara tidak karuan kehabisan bahan celaan setelah dipermalukan. Intinya ia akan selalu membela kitab pegangannya dan terus mencela kitab Syi’ah. Silakan saja, kami tidak ada urusan dengan ulah kerdil seperti itu, yang penting kami sudah membuktikan bahwa perkara ini terjadi pada kitab Ahlus Sunnah dan Syi’ah

  6. silahkan menelitinya pd kitab2 dimaksud bagi yg ingin mencari gelar doktor, sy hanya bisa menikmati bacaannya saja.syukron SP.

  7. Mas SP,

    Logika anda clear, jelas sekali..
    Anda pantas dapat gelar syaikh, guru besar. Lanjutkan bro!

    Ditunggu bukunya bro..

Tinggalkan komentar