Studi Kritis Atsar Imam Ali : Yang Terbunuh Di Shiffin Masuk Surga

Studi Kritis Atsar Imam Ali : Yang Terbunuh Di Shiffin Masuk Surga

Tulisan ini kami buat secara khusus sebagai bantahan bagi para nashibi yang berhujjah dengan atsar Imam Aliy untuk membela Muawiyah dan pengikutnya. Seperti biasa kami melihat banyak musang-musang yang mengaku salafy atau ahlus sunnah [padahal mungkin saja hakikatnya nashibi] bersemangat menjadikan atsar tersebut untuk membela Muawiyah dalam blog atau forum diskusi yang tersebar di dunia maya. Berikut atsar yang dimaksud.

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ أَيُّوبَ الْمَوْصِلِيُّ ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الأَصَمِّ ، قَالَ : سُئِلَ عَلِيٌّ عَنْ قَتْلَى يَوْمِ صِفِّينَ ، فَقَالَ : قَتْلاَنَا وَقَتْلاَهُمْ فِي الْجَنَّةِ ، وَيَصِيرُ الأَمْرُ إلَيَّ وَإِلَى مُعَاوِيَةَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Ayub Al Maushulliy dari Ja’far bin Burqaan dari Yazid bin Al Aasham yang berkata Ali pernah ditanya tentang mereka yang terbunuh pada saat perang shiffin. Ia menjawab “yang terbunuh diantara kami dan yang terbunuh diantara mereka berada di surga” dan masalah ini adalah antara aku dan Muawiyah [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 15/302 no 39035]

Atsar ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabraniy dalam Mu’jam Al Kabir 19/307 no 688 dan Ibnu Asakir 59/139 dengan jalan sanad dari Ja’far bin Burqaan dari Yazid bin Al ‘Aasham.

Kedudukan atsar ini dhaif karena sanadnya terputus. Yazid bin Al ‘Aasham tidak menyaksikan perang Shiffin dan tidak shahih riwayatnya dari Aliy. Dalam riwayat di atas tidak disebutkan dari mana Yazid bin Al ‘Aasham mengambil riwayat tersebut.

Dari zhahir riwayat nampak bahwa peristiwa di atas dimana Imam Aliy ditanya tentang yang terbunuh saat perang Shiffin terjadi tepat setelah perang shiffin sebagaimana Imam Aliy berkata

قَتْلاَنَا وَقَتْلاَهُمْ فِي الْجَنَّةِ

Yang terbunuh diantara kami dan yang terbunuh diantara mereka berada di surga

Penyebutan lafaz “kami” dan “mereka” dalam atsar tersebut menunjukkan bahwa pada saat itu pihak Aliy dan pihak Muawiyah berada di satu tempat yang sama yaitu di medan terjadinya perang Shiffin. Hal ini juga dikuatkan oleh riwayat Ibnu Asakir dimana perkataan Aliy itu diucapkan saat perdamaian kedua belah pihak yang terjadi tepat setelah perang shiffin.

يزيد بن الاصم العامري بن أخت ميمونة زوجة النبي صلى الله عليه وسلم أبو عوف مات سنة ثلاث ومائة وله ثلاث وسبعون سنة

Yazid bin Al ‘Aasham Al ‘Aamiriy keponakan Maimunah istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam], Abu ‘Auf wafat tahun 103 H dalam usia 73 tahun [Masyaahiir Ulama’ Al Amshaar Ibnu Hibban no 524]

Jadi Yazid bin Al ‘Aasham lahir tahun 30 H dan perang Shiffin terjadi tahun 37 H. Artinya pada saat terjadi perang Shiffin usia Yazid bin Al ‘Asham baru tujuh tahun dan tidak mungkin ia ikut perang Shiffin dan menyaksikan peristiwa tersebut maka sanadnya terputus.

Jika dikatakan ia mengambil riwayat tersebut dari Aliy maka riwayatnya tetap tidak shahih karena Adz Dzahabiy berkata tentang Yazid bin Al ‘Asham

ولم تصح روايته عن علي، وقد أدركه وكان بالكوفة في خلافته

Tidak shahih riwayatnya dari Aliy, sungguh ia menemuinya dan ia berada di Kufah saat pemerintahannya [As Siyaar 4/517 no 211]

Lafaz idraak bisa bermakna menemui secara langsung dan bisa juga bermakna menemui masa hidup seseorang tetapi tidak melihat dan mendengar dari orang tersebut. Makna idrak Aliy di atas lebih tepat diartikan sebagai menemui masa hidup Aliy [radiallahu ‘anhu] bukan menemui Aliy secara langsung dalam arti melihat, berbicara atau mendengar darinya karena Adz Dzahabiy sendiri menyatakan bahwa riwayatnya dari Aliy tidak shahih seandainya idraak bermakna menemui secara langsung maka tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa riwayatnya dari Aliy tidak shahih. Hal ini ma’ruf di sisi para ulama rijal sebagaimana nampak dalam perkataan Abu Hatim berikut

مجاهد أدرك عليا رضي الله عنه ولكن لا يذكر رؤية ولا سماعا

Mujahid menemui Aliy [radiallahu ‘anhu] tetapi tidak melihatnya dan tidak pula mendengar darinya [Jami’ At Tahsil Fi Ahkam Al Maraasil no 736]

Kalau lafaz idrak di atas diartikan menemui secara langsung maka tidak perlu disebutkan “tidak melihat” karena idraak dengan makna menemui langsung sudah mencakup makna ru’yah [melihat]. Maka makna idraak yang dimaksud adalah menemui masa hidup Aliy [radiallahu ‘anhu]

Yazid bin Al ‘Asham memang menemui masa hidup Aliy karena ketika Aliy wafat ia masih kecil berumur kurang dari sepuluh tahun. Maka pernyataan Adz Dzahabiy bahwa tidak shahih riwayatnya dari Aliy tersebut mengindikasikan mursal khafiy. Ibnu Katsir yang merupakan salah satu murid Adz Dzahabiy menguatkan inqitha’ antara Yazid dan Aliy dalam salah satu kitabnya, ketika menyebutkan riwayat Yazid bin Al ‘Asham dari Aliy bin Abi Thalib, Ibnu Katsir berkata

وهذا ضعيف من جهة عبد الله بن المحرز فإنه متروك الحديث، ويزيد بن الأصم لم يدرك عليا

Dan riwayat ini dhaif karena Abdullah bin Muhriz ia seorang yang matruk al hadits dan Yazid bin Al ‘Asham tidak menemui Aliy [Al Bidayah Wan Nihayah 1/388]

Sebagian orang menolak inqitha’ antara Yazid dengan Aliy, menurutnya perkataan Adz Dzahabiy “tidak shahih riwayatnya dari Aliy” sama seperti perkataan Al Mizziy “ia meriwayatkan dari Aliy dengan sanad yang dhaif”. Kedua lafaz perkataan tersebut tidak bermakna inqitha’ tetapi bermakna riwayat Yazid dari Aliy hanya dikenal oleh Adz Dzahabiy dan Al Mizziy melalui jalan sanad yang dhaif.

Perkataan mereka ini tidak benar. Jika yang dimaksud adalah Al Mizziy maka bisa diterima bahwa Al Mizziy hanya mengenal riwayat Yazid bin Al ‘Asham dari Aliy bin Abi Thalib dari jalan sanad yang dhaif hingga Yazid sehingga lafaz Al Mizziy tidak bisa diartikan inqitha’ tetapi hal yang sama tidak bisa diterapkan pada Adz Dzahabiy. Bagaimana mungkin dikatakan bahwa Adz Dzahabiy hanya mengenal riwayat Yazid dari Aliy dengan jalan sanad yang dhaif hingga Yazid padahal Adz Dzahabiy sendiri memasukkan atsar Yazid bin Al ‘Asham di atas mengenai perkataan Aliy terhadap yang gugur di Shiffin dalam kitabnya As Siyaar biografi Mu’awiyah bin Abu Sufyaan. Jadi di sisi Adz Dzahabiy ia mengenal riwayat dengan sanad shahih hingga Yazid dimana Yazid menyebutkan perkataan Aliy. Maka lafaz Adz Dzahabiy “tidak shahih riwayatnya dari Aliy” mengindikasikan mursal khafiy atau inqitha’ sanadnya.

Diantara ulama mutaqaddimin tidak ada yang menyatakan bahwa Yazid bin Al ‘Asham meriwayatkan hadis dari Aliy. Ibnu Abi Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 9/22 no 1055, Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 3157, Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 7/429 dan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat juz 5 no 6083 mereka semua menulis tentang Yazid bin Al ‘Asham dan tidak menyebutkan bahwa ia meriwayatkan hadis dari Aliy bin Abi Thalib. Keterangan ini dan penjelasan sebelumnya makin menguatkan bahwa riwayatnya dari Aliy adalah mursal.

Ada sebagian nashibi yang sok pintar berhujjah dengan keterangan sebagian ulama yang menurutnya menshahihkan atsar di atas yaitu Ibnu Hajar Al Haitsamiy dan Al Haitsamiy.

ومنها ثناء عليٍّ كرم الله وجهه عليه ، بقوله : قتلاي وقتلى معاوية في الجنة ، رواه الطبراني بسند رجاله موثوقون على خلاف في بعضهم

Dan diantara keutamaan Mu’awiyah adalah pujian ‘Ali karamallaahu wajhahu kepadany dengan perkataan “Yang terbunuh di pihak-ku dan di pihak Mu’awiyah berada di surga.” Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dengan sanad yang para perawinya dipercaya meskipun ada khilaf pada sebagian mereka [Tathirul Jinan hal 69 Ibnu Hajar Al Haitsamiy]

وعن يزيد بن الأصم قال قال علي رضي الله عنه قتلاي وقتلى معاوية في الجنة . رواه الطبراني ، ورجاله وثقوا وفي بعضهم خلاف

Dari Yazid bin Al Asham yang berkata ’Aliy [radhiyallaahu ‘anhu] mengatakan “Yang terbunuh di pihak-ku dan di pihak Mu’awiyah berada di surga.” Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dengan sanad yang para perawinya dipercaya meskipun ada khilaf pada sebagian mereka [Majma’ Az Zawaid Al Haitsamiy 9/596 no 15927]

Tentu saja hujjah ini hanya akan mengecoh orang awam yang tidak mengerti ilmu hadis. Yang bersangkutan bisa dikatakan tidak paham dengan lafaz-lafaz dalam ilmu hadis. Pernyataan ulama terhadap suatu hadis “para perawinya tsiqat” tidak otomatis menjadi hujjah akan shahihnya hadis tersebut karena bisa saja terjadi inqitha’ [terputus] pada sanadnya atau tadlis atau illat [cacat] yang menjatuhkan hadis tersebut ke derajat dhaif. Dan ini tidak ada kaitannya dengan kualitas atau kredibilitas perawi tersebut. Boleh-boleh saja perawi yang dimaksud tsiqat tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ia melakukan tadlis atau riwayatnya mursal.

Pernyataan Ibnu Hajar Al Haitsamiy dan Al Haitsamiy tidak akan membatalkan pernyataan Adz Dzahabiy tentang Yazid bin Al Asham di atas bahwa tidak shahih riwayatnya dari Aliy karena mereka berdua hanya menilai kredibilitas perawi dalam sanad tersebut dan tidak bicara soal muttashil atau tidaknya sanad tersebut. Bisa jadi mereka berdua tidak mengetahuinya dan yang mengetahui [Adz Dzahabiy] menjadi hujjah bagi yang tidak tahu.

Lagipula sebenarnya pernyataan Ibnu Hajar Al Haitsamiy dan Al Haitsamiy masih kurang tepat, mereka menyatakan bahwa para perawi riwayat Thabrani muwatsaq [dipercaya] dan ada perselisihan pada sebagian perawinya. Sebenarnya riwayat Thabrani sanadnya dhaif karena terdapat perawi yang dikatakan dhaif pendusta. Inilah sanad Thabraniy

حدثنا الحسين بن إسحاق التستري ثنا الحسين بن أبي السري العسقلاني ثنا زيد بن أبي الزرقاء عن جعفر بن برقان عن يزيد بن الاصم قال : قال علي : قتلاي وقتلى معاوية في الجنة

Telah menceritakan kepada kami Husain bin Ishaaq At Tustuuriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Abi As Sariy Al ‘Asqallaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Abi Zarqaa’ dari Ja’far bin Burqaan dari Yazid bin Al ‘Asham yang berkata Ali berkata “yang terbunuh di pihakku dan yang terbunuh di pihak Muawiyah masuk surga” [Mu’jam Al Kabir Ath Thabraniy 19/307 no 688]

Sanad ini dhaif karena Husain bin Abi As Saariy Al Asqallaniy. Muhammad saudaranya menyatakan ia pendusta. Abu Dawud berkata “dhaif”. Abu Arubah berkata “pendusta”. Ibnu Hibban berkata “sering salah dan sering meriwayatkan hadis gharib” [At Tahdzib juz 2 no 625]. Ibnu Hajar berkata “dhaif” [At Taqrib 1/218]. Adz Dzahabiy berkata “pendusta” [Al Kasyf no 1105].

.

.

Selain kelemahan pada sanadnya, riwayat di atas juga mengandung matan yang mungkar. Pengertian mungkar disini adalah bertentangan dengan riwayat shahih dimana Imam Aliy mendoakan keburukan bagi Muawiyah dan pengikutnya dalam qunut

حدثنا هشيم قال أخبرنا حصين قال حدثنا عبد الرحمن بن معقل قال صليت مع علي صلاة الغداة قال فقنت فقال في قنوته اللهم عليك بمعاوية وأشياعه وعمرو بن العاص وأشياعه وأبا السلمي وأشياعه وعبد الله بن قيس وأشياعه

Telah menceritakan kepada kami Husyaim yang berkata telah mengabarkan kepada kami Hushain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Ma’qil yang berkata Aku shalat bersama Ali dalam shalat fajar dan kemudian ketika Qunut Beliau berkata “Ya Allah hukumlah Muawiyah dan pengikutnya, Amru bin Ash dan pengikutnya, Abu As Sulami dan pengikutnya, Abdullah bin Qais dan pengikutnya” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/108 no 7050]

Riwayat di atas sanadnya shahih dan telah dibahas secara rinci dalam tulisan khusus. Inilah pandangan Imam Aliy bahwa kelompok Muawiyah dan pengikutnya berada dalam kesesatan dan hal ini dikuatkan dengan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] shahih bahwa kelompok Muawiyah adalah kelompok pembangkang yang menyeru kepada neraka.

Tentu saja kita tidak sedang menyatakan bahwa Imam Ali mengkafirkan Muawiyah dan pengikutnya. Yang dibahas dan dibuktikan disini adalah Imam Ali menganggap kelompok Muawiyah itu berada dalam kesesatan dan tidaklah Imam Ali memuji Muawiyah dan pengikutnya. Perkara siapa yang masuk surga dan neraka itu urusan Allah SWT karena amal perbuatan dan niat seseorang hanya Allah SWT yang tahu.

Ada nashibi yang lemah akalnya sok berdalil berbusa-busa dengan hadis yang menyatakan bahwa kelompok Muawiyah adalah termasuk orang mukmin. Lha tidak ada masalah dengan ini, apa orang mukmin itu tidak bisa berbuat dosa atau tidak bisa berada dalam kesesatan. Apakah setiap orang mukmin jika terbunuh lantas bisa dikatakan dengan pasti “ia masuk surga”?.

Bahkan ada sahabat Nabi yang terbunuh dalam perperangan sehingga banyak orang berkata ia syahid ia syahid tetapi apa kata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] ia masuk neraka. Mengapa? Karena ia berkhianat dalam harta rampasan perang. Silakan pikirkan, muslim atau mukmin kah sahabat yang terbunuh tersebut. Justru karena tidak ada seorangpun yang tahu isi hati manusia maka perkara masuk neraka dan surga harus ditetapkan dengan dalil shahih dari Allah SWT dan Rasul-Nya karena Allah SWT yang mengetahui isi hati manusia dan seluruh amal perbuatannya sampai akhir hayatnya.

Intinya Bagaimana mungkin Imam Aliy yang menganggap kelompok Muawiyah dalam kesesatan kemudian berkata yang terbunuh diantara mereka dikatakan masuk surga. Jika dikatakan Imam Aliy mendoakan mereka agar dosa mereka diampuni, itu bisa dimengerti tetapi dikatakan masuk surga itu lain sekali ceritanya. Kesimpulan : matan atsar tersebut mungkar.

.

.

.

Note : Atsar Imam Aliy dalam kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah juga dinyatakan dhaif oleh pentahqiq kitab Al Mushannaf yaitu Abu Muhammad Usamah bin Ibrahim

Mushannaf Ibnu Abi Syaibah

Atsar Imam Ali di atas diriwayatkan dalam kitab Al Mushannaf tahqiq Abu Muhammad Usamah bin Ibrahim juz 13 hal 443 no 38894

Perhatikan riwayat no 38894 diakhir riwayat terdapat angka 3 yang merujuk pada catatan kaki no 3 dari pentahqiq. Inilah pernyataan pentahqiq kitab Al Mushannaf

Pentahqiq kitab Al Mushannaf tersebut berkata pada catatan kaki no 3 bahwa sanadnya mursal 

31 Tanggapan

  1. Pertamaxx
    Seperti biasa kami tidak berbicara atas nama Syiah atau Rafidhah. Pandangan kami berdasarkan apa yang kami pelajari sesuai dengan standar ilmu hadis dalam kitab-kitab hadis. Bagi para pengecut yang selalu menuduh kami Syiah Rafidhah maka janganlah tersinggung kalau anda kami katakan Nashibi, tidak perlu sesumbar sana sini kalau berkenan silakan diskusi dengan baik tetapi kalau lebih suka tuduh menuduh ya silakan anda menerima dengan lapang dada bahwa anda seorang Nashibi 😀

  2. Premium,
    Tumben sudah 3 hari ga ada yang komen, saya lebih tertarik mantau diskusinya yang saling adu argumen, dari hasil pantauan SP selalu menang telak :D.
    Cayooo

  3. @Secondprince
    Lalu kalau pengikut Ali ga masuk surga…berarti masuk neraka ya?
    dan yang pengikut Muawiyah tetap masuk surga ya. Begitu kah maksud Anda?

  4. wah wah antum kebangetan tuh kalau menganggap pengikut Ali masuk neraka! Atau jangan2 Antum sekarang sudah jadi pengikut Muawiyah ya?
    perhatian semua.
    Bagi yang mau masuk surga silahkan jadi pengikut Muawiyah dan bagi yang mau masuk neraka silahkan jadi pengikut Ali. Karena hadis di atas telah dikatakan dhaif oleh si SP itu berarti itu pengikut Ali batal masuk surga. Mari kita semua jadi pengikut Muawiyah biar selamat. Amin

  5. @abdul hamid

    Bukankah sudah saya jelaskan dalam tulisan di atas bahwa perkara masuk surga dan neraka itu adalah ketetapan Allah SWT. Jadi saya tidak sedang menetapkan siapa yang masuk surga atau masuk neraka. Jangan menegakkan waham di atas waham, jangan sok tahu pandangan orang lain padahal maaf anda tidak punya kemampuan memahami tulisan orang lain dengan baik, Silakan baca kembali tulisan di atas jika anda belum mengerti

  6. Ada bantahan dari nashibi yang sok ngaku ahlus sunah. Ia mengatakan bahwa dalam riwayat Yazid bin Al ‘Asham di atas tidak ada keterangan bahwa peristiwa itu terjadi saat perang Shiffin. Nashibi ini penyakitnya juga sama yaitu tidak paham tulisan orang lain atau mungkin ia termasuk tipe orang yang asyik dengan pikirannya sendiri. Dalam tulisan di atas sudah jelas qarinah yang kami tulis yang menunjukkan bahwa perkataan Imam Ali itu diucapkan tepat setelah perang Shiffin. Qarinah pertama adalah lafaz jawaban Imam Ali “yang terbunuh diantara mereka masuk surga”. Lafaz “hum” disini bukan sebagai kata ganti yang menerangkan orang-orang yang sudah disebutkan sebelumnya melainkan kata ganti yang menunjukkan orang-orang yang ada di hadapan Imam Ali. Qarinah kedua adalah riwayat Ibnu Asakir yang menyebutkan dengan jelas bahwa riwayat Yazid bin Al ‘Asham menceritakan kisah saat terjadi perdamaian antara Imam Ali dan Muawiyah.

    Kemudian nashibi mengatakan bahwa pernyataan Adz Dzahabiy yang kami bahas itu sudah basi. Lucunya justru bantahan nashibi itu yang basi. Nashibi tersebut tidak pernah berpikir dengan baik kalau membantah. Ia mengatakan bahwa pernyataan Adz Dzahabiy itu sama halnya dengan pernyataan Al Mizzy dalam Tahdzib Al Kamal dengan alasan Al Mizziy itu notabene gurunya Adz Dzahabiy. Hujjah nashibi ini jelas sekali ngawurnya. Lafaz perkataan Al Mizziy dan Adz Dzahabiy itu berbeda.

    Al Mizziy dalam biografi Yazid bin Al ‘Asham berkata “meriwayatkan dari Aliy melalui sanad yang dhaif” sedangkan Adz Dzahabiy berkata “tidak shahih riwayatnya dari Aliy”. Perkataan Al Mizziy menunjukkan bahwa ia tidak mengetahui ada jalan sanad yang shahih Yazid meriwayatkan dari Aliy. Artinya Al Mizziy sendiri tidak mengetahui riwayat Yazid bin Al ‘Asham yang dibahas di atas. Seandainya Al Mizziy mengetahui riwayat di atas maka ia tidak akan mungkin mengatakan meriwayatkan dari Aliy dengan jalan sanad yang dhaif.

    Hal ini berbeda dengan Adz Dzahabiy, ia mengetahui riwayat Yazid bin Al ‘Asham di atas dan menuliskannya dalam biografi Muawiyah bin Abu Sufyan. Artinya Adz Dzahabiy mengetahui riwayat Yazid bin Al Asham di atas yaitu perkataan Imam Ali tentang yang terbunuh saat perang Shiffin. Tetapi walaupun Adz Dzahabiy mengetahui riwayat Yazid bin Al Asham di atas, ia tetap berkata dalam biografi Yazid bin Al Asham “tidak shahih riwayatnya dari Aliy”. Hal ini menunjukkan bahwa ia beranggapan riwayat Yazid bin Al ‘Asham itu mursal khafi sebagaimana yang kami tulis di atas.

    Hal lain yang menguatkan bahwa riwayat Yazid dari Aliy mursal adalah tidak satupun ulama mutaqaddimin yang menegaskan periwayatannya dari Aliy. Apalagi berdasarkan analisis tahun lahir dan wafat, ketika Imam Aliy wafat umur Yazid kurang dari sepuluh tahun dan Yazid bin Al Asham ini termasuk perawi yang sering mengirsalkan hadis contohnya nampak dalam riwayat-riwayat berikut

    Thabaqat Ibnu Sa’ad 8/133

    أخبرنا يزيد بن هارون أخبرنا جرير بن حازم حدثنا أبو فزارة عن يزيد بن الأصم عن أبي رافع: أن رسول الله تزوج ميمونة حلالاً وبنى بها حلالاً بسرف

    Abu Rafi’ rwafat tahun 35 H, jika Yazid lahir tahun 30 H maka ketika Abu Rafi’ wafat umurnya lima tahun atau kurang

    Sunan Darimiy 2/173 no 2157

    أخبرنا محمد بن مهران حدثنا مسكين الحراني عن جعفر بن برقان عن يزيد بن الأصم عن العباس بن عبد المطلب فقال رأيت في المنام كأن شمسا أو قمرا شك أبو جعفر في الأرض ترفع إلى السماء بأشطان شداد فذكر ذلك للنبي صلى الله عليه وسلم فقال ذاك ابن أخيك يعني رسول الله صلى الله عليه وسلم نفسه

    Abbas bin ‘Abdul Muthalib wafat tahun 32 H, jika Yazid lahir tahun 30 H maka ketika Abbas wafat umurnya dua tahun atau kurang.

    Tafsir Ibnu Abi Hatim no 16897

    حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مَرْوَانَ الرَّقِّيُّ ، حَدَّثَنَا عُمَرُ يَعْنِي ابْنَ أَيُّوبَ ، أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ بَرَقَانَ ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ ، قَالَ : كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ ذُو بَأْسٍ ، وَكَانَ يَفِدُ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، فَفَقَدَهُ عُمَرُ ، فَقَالَ : مَا فَعَلَ فَلَانُ بْنُ فُلَانٍ ؟ قَالُوا : يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، يُتَابِعُ فِي هَذَا الشَّرَابِ ، قَالَ : فَدَعَا عُمَرُ كَاتِبَهُ ، فَقَالَ : اكْتُبْ : مِنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ إِلَى فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ ، سَلَامُ عَلَيْكَ ، ” فَإِنِّي أَحْمَدُ إِلَيْكَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ غَافِرُ الذَّنْبِ ، وَقَابِلُ التَّوْبِ ، شَدِيدُ الْعِقَابِ ، ذِي الطّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِير ، ثُمَّ قَالَ لِأَصْحَابِهِ : ادْعُوا اللَّهَ لِأَخِيكُمْ أَنْ يُقْبِلَ بِقَلْبِهِ ، وَأَنْ يَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْهِ ” ، فَلَمَّا بَلَغَ الرَّجُلَ كِتَابُ عُمَرَ ، جَعَلَ يَقْرَؤُهُ وَيُرَدِّدُهُ غَافِرُ الذَّنْبِ ، وَقَابِلُ التَّوْبِ ، شَدِيدُ الْعِقَابِ ، قَدْ حَذَّرَنِي عُقُوبَتَهُ ، وَوَعَدَنِي أَنْ يَغْفِرَ لِي

    Di atas Yazid meriwayatkan peristiwa yang terjadi di masa pemerintahan Umar, dimana Umar wafat tahun 23 H dan saat itu Yazid belum lahir

    Contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa Yazid tergolong tabiin yang sering mengirsalkan riwayat maka riwayatnya dari Aliy kuat penunjukkannya tergolong mursal dengan qarinah yang telah kami sebutkan sebelumnya.

  7. “Kedudukan atsar ini dhaif karena sanadnya terputus. Yazid bin Al ‘Aasham tidak menyaksikan perang Shiffin dan tidak shahih riwayatnya dari Aliy. Dalam riwayat di atas tidak disebutkan dari mana Yazid bin Al ‘Aasham mengambil riwayat tersebut.”

    ***
    abdul hamid: sungguh ucapan yang ceroboh. Mendahifkan hadis yang diriwayatkan perawi tsiqah seperti Yazid adalah jelas kebodohan.

    Btw, Anda ini memang bodoh atau pengen jadi orang bodoh? 😛

    Yazid itu banyak bergaul dengan para sahabat Nabi. di antaranya adalah ahli hadis kita bersama, yaitu Abu Hurairah, kemudian sepupunya sendiri, yaitu Ibnu Abbas, dan bibinya sendiri Maimunah dan tentunya jangan dilupkan khalifah kita bersama khalifah bagi orang sunni dan juga khalifah bagi orang syiah, yaitu Muawiyah rahiyallahu anhum.

    Makanya jangan heran bila, bila Yazid menggunakan lafaz: su’ila. Karena itu adalah bentuk “past perfect tense”. Artinya sudah benar2 terjadi pada waktu itu dan di masanya diceritakan kembali.

    Boleh jadi yang menceritakannya adalah perawi2 yang terlibat langsung atau menyaksikan perang tersebut yang berada di sisi Ali seperti Ibnu Abbas atau Abu Hurairah. Bahkan tidak menutup kemungkinan bila ia mendengar hal itu dari Ali langsung. 🙂

  8. Sebagaimana kita tahu Ali wafat tahun 40 H. pada saat itu Yazid berumur 10 tahun. 10 tahun pada masa itu jelas ia sudah mencapai usia baligh. dan jangan disamakan dengan Anda yang 10 tahun saja masih harus dicebokin pipis dan beraknya. 😛

    Bahkan di tempat yang lain, disebutkan bahwa Yazid mendengar dari khalifah kita bersama, yaitu Muawiyah.

    Disebutkan dalam riwayat Muslim no: 1037 juz: 3,

    وحَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ، أَخْبَرَنَا كَثِيرُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ وَهُوَ ابْنُ بُرْقَانَ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ الْأَصَمِّ، قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، ذَكَرَ حَدِيثًا رَوَاهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَمْ أَسْمَعْهُ رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِنْبَرِهِ حَدِيثًا غَيْرَهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَلَا تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ، إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ»

    Bahwasanya Yazid mendengar langsung dari Muawiyah. Meskipun Muawiyah wafat belakangan yaitu tahun 60 H. Namun dalam periwayatan hadis tidak ada halangan siapa saja meriwayatkan hadis bahkan Ibnu Abbas sendiri yang masih kecil sering menceritakan apa2 yang terjadi dengan Nabi di rumah bibinya Maimunah.

    Artinya di sini tidak dijelaskan apakah Yazid mendengarnya di usia muda atau ketika usia dewasa, yang jelas ia mendengar langsung dari Muawiyah. dengan demikian, sekali lagi sangat boleh jadi ucapan Ali di atas, diriwayatkan oleh Yazid sendiri.

    Tidak cuma itu saja, untuk menguatkan konten hadis Ali di atas ada hadis pendukung lain. Disebutkan dalam Shahih Muslim, no: 1785, juz: 3

    حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ سِيَاهٍ، حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، قَالَ: قَامَ سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ يَوْمَ صِفِّينَ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّهِمُوا أَنْفُسَكُمْ، لَقَدْ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ وَلَوْ نَرَى قِتَالًا لَقَاتَلْنَا، وَذَلِكَ فِي الصُّلْحِ الَّذِي كَانَ بَيْنَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ، فَجَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَأَتَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَسْنَا عَلَى حَقٍّ وَهُمْ عَلَى بَاطِلٍ؟ قَالَ: «بَلَى» ، قَالَ: أَلَيْسَ قَتْلَانَا فِي الْجَنَّةِ وَقَتْلَاهُمْ فِي النَّارِ؟ قَالَ: «بَلَى» ، قَالَ: فَفِيمَ نُعْطِي الدَّنِيَّةَ فِي دِينِنَا، وَنَرْجِعُ، وَلَمَّا يَحْكُمِ اللهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ، فَقَالَ: «يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، إِنِّي رَسُولُ اللهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللهُ أَبَدًا» ، قَالَ: فَانْطَلَقَ عُمَرُ فَلَمْ يَصْبِرْ مُتَغَيِّظًا، فَأَتَى أَبَا بَكْرٍ، فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ أَلَسْنَا عَلَى حَقٍّ وَهُمْ عَلَى بَاطِلٍ؟ قَالَ: بَلَى، قَالَ: أَلَيْسَ قَتْلَانَا فِي الْجَنَّةِ وَقَتْلَاهُمْ فِي النَّارِ؟ قَالَ: بَلَى، قَالَ: فَعَلَامَ نُعْطِي الدَّنِيَّةَ فِي دِينِنَا، وَنَرْجِعُ وَلَمَّا يَحْكُمِ اللهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ؟ فَقَالَ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، إِنَّهُ رَسُولُ اللهِ وَلَنْ يُضَيِّعَهُ اللهُ أَبَدًا، قَالَ: فَنَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْفَتْحِ، فَأَرْسَلَ إِلَى عُمَرَ، فَأَقْرَأَهُ إِيَّاهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَوْ فَتْحٌ هُو؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، فَطَابَتْ نَفْسُهُ وَرَجَعَ

    waktu itu saat terjadinya perang Shiffin, Sahl bin Hunaif menceritakan kepada kaum Muslimin sabda Rasulullah bahwa bila orang Islam yang meninggal masuk surga dan orang kafir masuk neraka.

    Nah… artinya apa? Artinya benarlah hadis Ali di atas bahwa orang Islam yang terbunuh baik di pasukan Ali dan Muawiyah sama-sama masuk surga… yang masuk nerak ya cuman orang kafir!

    Yessss!!!

    Anda boleh saja mendhaifkan hadis tersebut kalau Yazid itu perawi dhaif, artinya kemungkinan untuk berdusta itu ada. Namun bukankah Anda sudah tahu bahwa Yazid itu adalah perawi tsiqah.

    So, mungkinkah dia berdusta? Ingat ya, jangan ada dusta di antara kita… 😛 Kalau Anda tidak berdusta, maka cuma ada satu kemungkinan, yaitu Anda… maaf… bodoh! 😦

    kesimpulan: hadis di atas shahih. 😛

    Tepuk tangan

  9. @abdul hamid

    abdul hamid: sungguh ucapan yang ceroboh. Mendahifkan hadis yang diriwayatkan perawi tsiqah seperti Yazid adalah jelas kebodohan. Btw, Anda ini memang bodoh atau pengen jadi orang bodoh?

    Biasanya orang yang suka mengatakan orang lain bodoh adalah orang yang tidak sadar akan kebodohannya. Ucapan anda di atas menunjukkan bahwa anda itu minim sekali pengetahuannya dalam ilmu hadis. Ukuran shahihnya hadis dalam Ulumul hadis tidak hanya memperhatikan tsiqat atau tidaknya perawi tetapi juga memperhatikan bersambung atau tidak sanad hadis tersebut. Hadis Yazid di atas jelas mursal. Adz Dzahabiy menyatakan tentang Yazid “tidak shahih hadisnya dari Aliy”. Apakah Adz Dzahabiy itu anda katakan orang bodoh. Pentahqiq kitab Al Mushannaf juga menyatakan hadis Yazid itu mursal, apa ia juga anda katakan bodoh. Saya sarankan lebih baik anda jaga saja lisan anda dan teruslah belajar, itu lebih baik.

    Yazid itu banyak bergaul dengan para sahabat Nabi. di antaranya adalah ahli hadis kita bersama, yaitu Abu Hurairah, kemudian sepupunya sendiri, yaitu Ibnu Abbas, dan bibinya sendiri Maimunah dan tentunya jangan dilupkan khalifah kita bersama khalifah bagi orang sunni dan juga khalifah bagi orang syiah, yaitu Muawiyah rahiyallahu anhum.

    Semua sahabat yang anda sebutkan yaitu Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Maimunah dan Muawiyah semuanya wafat belakangan dibanding Imam Aliy yaitu lebih kurang tahun 50- 60 H dan pada saat itu Yazid bin Al Asham sudah berusia lebih kurang 20 tahun. Ya tidak ada masalah dan para ulama mutaqaddimin juga menyebutkan periwayatan Yazid dari mereka semua. Sedangkan periwayatan Yazid dari Aliy tidak ada satupun ulama mutaqaddimin yang menyebutkannya dan Adz Dzahabiy menegaskan bahwa riwayatnya dari Aliy tidak shahih. Jadi sesuai kaidah ilmu ya wajar dikatakan hadis tersebut mursal.

    Makanya jangan heran bila, bila Yazid menggunakan lafaz: su’ila. Karena itu adalah bentuk “past perfect tense”. Artinya sudah benar2 terjadi pada waktu itu dan di masanya diceritakan kembali.

    Lha situ gak paham permasalahannya, lafaz su’ila itu tidak menegaskan bahwa Yazid menyaksikan langsung ada orang yang bertanya pada Imam Aliy. Jadi tetap tidak membatalkan kemursalan riwayat tersebut.

    Boleh jadi yang menceritakannya adalah perawi2 yang terlibat langsung atau menyaksikan perang tersebut yang berada di sisi Ali seperti Ibnu Abbas atau Abu Hurairah. Bahkan tidak menutup kemungkinan bila ia mendengar hal itu dari Ali langsung.

    Lho namanya hadis mursal ya memang bisa saja dikatakan “boleh jadi” ia mendengar dari si fulan atau fulan atau fulan. Tapi ya gak ada artinya dalam ilmu hadis karena itu hanya dugaan semata. Faktanya Yazid tidak menyebutkan dari siapa ia mengambil riwayat tersebut maka hukumnya mursal. Sejak kapan penetapan hadis shahih berdasarkan dugaan atau “boleh jadi”. Lucu sekali anda ini.

    Sebagaimana kita tahu Ali wafat tahun 40 H. pada saat itu Yazid berumur 10 tahun. 10 tahun pada masa itu jelas ia sudah mencapai usia baligh. dan jangan disamakan dengan Anda yang 10 tahun saja masih harus dicebokin pipis dan beraknya

    Silakan buktikan dong kalau ia sudah baligh dalam usia kurang dari sepuluh tahun. Ingat saat ia berumur 10 tahun, Imam Ali sudah wafat, jadi harusnya Yazid itu baligh pada usia kurang dari sepuluh tahun. Buktikan bukan asal bicara, apa orang pada umumnya baligh pada usia kurang dari sepuluh tahun. Silakan buktikan

    Bahkan di tempat yang lain, disebutkan bahwa Yazid mendengar dari khalifah kita bersama, yaitu Muawiyah.

    Muawiyah wafat tahun 60-an H maka usia Yazid pada saat meriwayatkan dari Muawiyah itu sudah lebih kurang antara 20-30. Jadi ya gak ada masalah dong 😛

    Namun dalam periwayatan hadis tidak ada halangan siapa saja meriwayatkan hadis bahkan Ibnu Abbas sendiri yang masih kecil sering menceritakan apa2 yang terjadi dengan Nabi di rumah bibinya Maimunah.

    Silakan tuh dicek berapa usia Ibnu Abbas saat itu dan saya menyatakan hadis Yazid dari Aliy mursal bukan sekedar berlandaskan pada usia tetapi berlandaskan juga pada perkataan ulama yaitu Adz Dzahabiy yang berkata tentang Yazid “riwayatnya dari Ali tidak shahih”

    waktu itu saat terjadinya perang Shiffin, Sahl bin Hunaif menceritakan kepada kaum Muslimin sabda Rasulullah bahwa bila orang Islam yang meninggal masuk surga dan orang kafir masuk neraka.

    Tidak ada yang mengingkari hadis tersebut, hanya saja anda salah memahami hadis tersebut. Walaupun ada hadis tersebut maka apakah anda bisa langsung saja menyatakan bahwa bila seseorang meninggal itu pasti masuk surga. Misalnya orang tua anda nanti meninggal, apakah anda bisa tuh menyatakan kepada orang-orang bahwa orang tua anda pasti masuk surga?. Urusan siapa yang masuk surga itu ya ketetapan Allah SWT

    Anda boleh saja mendhaifkan hadis tersebut kalau Yazid itu perawi dhaif, artinya kemungkinan untuk berdusta itu ada. Namun bukankah Anda sudah tahu bahwa Yazid itu adalah perawi tsiqah.

    Makanya kalau belajar itu jangan tanggung bin buntung, belajarlah ilmu hadis dengan benar. Tsiqat atau tidaknya perawi hanyalah salah satu unsur yang diperlukan dalam menetapkan shahih tidaknya hadis. Unsur lain yang perlu dilihat adalah bersambung atau tidaknya sanad tersebut.

    So, mungkinkah dia berdusta? Ingat ya, jangan ada dusta di antara kita… 😛 Kalau Anda tidak berdusta, maka cuma ada satu kemungkinan, yaitu Anda… maaf… bodoh!

    Gak ada yang menyatakan kalau Yazid berdusta, tetapi seorang tabiin mengirsalkan suatu riwayat itu adalah fenomena yang umum sekali dalam ilmu hadis. Banyak tabiin yang sering mengirsalkan riwayat walaupun kedudukannya tsiqat. Jadi ya situ gak paham tetapi bicaranya terlalu sok, lebih baik pulang dan belajar dengan benar. 🙂

  10. Sungguh bantahan ala mpek-mpek alot. aduhai, sudah sebulan dijual ngga laku-laku… di musim ujan begini lagi! tragis. 😛

    wahai dunia maya, apakah salah bila saya mengatakan anda bodoh, kalau faktanya memang demikian. kalau saya tidak katakan anda bodoh itu sama saja saya telah berdusta.

    dusta?

    cukup syiah aja deh. kita2 ngga mau ikutan. 😛

    Hadis, benar…memang memiliki beberapa kriteria agar diakui shahih tidaknya.

    Namun jangan lupa, sebuah hadis bila diriwayatkan oleh perawi dhaif atau sanadnya terpotong, namun isi (matan)nya sah. dalam artian, disahkan oleh hadis2 shahih lainnya yang semakna dengannya maka kedudukan hadis tersebut menjadi shahih minimal hasan lighairihi karena faktor ilat rawi dan sanadnya tadi. Nah, apalagi hadis Ali di atas diriwayatkan oleh perawi tsiqat sekelas Yazid…tentu lebih memiliki bobot lagi.

    Hadis shahih Muslim di atas jelas2 mengatakan bahwa orang Islam yang tewas dalam peperangan masuk surga, dan hanya orang kafir yang masuk neraka. Lalu apa bedanya dengan ucapan Ali, bahwa antara pasukannya dengan pasukan muawiyah yang sama2 Islam dan terbunuh dalam perang masuk surga? 🙂

    Dalam dunia hadis, keghaiban rawi dalam ittishal atau inqitha’ rawi, tidak semuanya harus diartikan terputus sehingga kesannya si rawi mengada-ngada hadis atas nama fulan. karena kebanyakan perawi tsiqat sengaja mengirsalkan hadis adalah untuk bisa tetap meriwayatkan hadis yang mereka dengar. Mereka tahu hadis itu benar, namun karena faktor persinggungan/gesekan dengan rawi sebelumnya maka ia tidak berani menyebutkan nama rawinya dan langsung melakukan lompatan. Ini sering kita temukan dalam bab mursal dalam kitab-kitab ulumul hadis. Artinya kalau dicek lagi ke si rawi yang bersangkutan, yang mengeluarkan hadis tsb tentu ia akan mengatakan dengan terus terang dari mana kabar tersebut berasal. (silahkan baca kitab muqadimah ibnu shalah.)

    Ini yang tidak boleh Anda lupakan. Kalau masih lupa juga maka saya sarankan makanlah mpe2 yang alot tadi. 😛 Kalau Anda merasa tersikasa makan mpe2 alot tadi ya itu derita Anda sendiri la yao. 😛

    Menghadapi orang bodoh tidak boleh bercakap terlalu lama, cukup ke intinya saja. 🙂

    Tepuk tangan!!!

  11. @abdul hamid

    Namun jangan lupa, sebuah hadis bila diriwayatkan oleh perawi dhaif atau sanadnya terpotong, namun isi (matan)nya sah. dalam artian, disahkan oleh hadis2 shahih lainnya yang semakna dengannya maka kedudukan hadis tersebut menjadi shahih minimal hasan lighairihi karena faktor ilat rawi dan sanadnya tadi. Nah, apalagi hadis Ali di atas diriwayatkan oleh perawi tsiqat sekelas Yazid…tentu lebih memiliki bobot lagi.

    Silakan tuh kalau mau berkelit, intinya hadis Yazid di atas mursal maka sanadnya dhaif kalau sampean mau membawakan hadis shahih lain sebagai penguat ya silakan dibawakan gak usah basa basi

    Hadis shahih Muslim di atas jelas2 mengatakan bahwa orang Islam yang tewas dalam peperangan masuk surga, dan hanya orang kafir yang neraka. Lalu apa bedanya dengan ucapan Ali, bahwa antara pasukannya dengan pasukan muawiyah yang sama2 Islam dan terbunuh dalam perang masuk surga?

    Bukankah sudah saya bilang anda itu gak paham hadis yang anda baca. Silakan nih saya kasih contoh untuk menyentil sedikit akal anda

    حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كَانَ عَلَى ثَقَلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ كِرْكِرَةُ فَمَاتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ فِي النَّارِ فَذَهَبُوايَنْظُرُونَ إِلَيْهِ فَوَجَدُوا عَبَاءَةً قَدْ غَلَّهَا

    Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amr dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Amr yang berkata “Pernah ada seseorang yang biasa menjaga perbekalan Nabi SAW, orang tersebut bernama Kirkirah. Kemudian dia pun meninggal dunia, ketika itu Rasulullah SAW bersabda “Dia berada di Neraka”. Maka para sahabat pergi melihatnya dan mereka mendapatkan sebuah mantel yang diambilnya dari harta rampasan perang sebelum dibagikan.

    Kirkirah itu dikatakan dalam kitab biografi perawi bahwa ia sahabat Nabi dan sudah jelas kalau dia juga seorang Muslim. Lantas apakah setelah ia mati dalam perperangan ia dikatakan masuk surga. Makanya jangan seenaknya berhujjah. Sampean juga muslim kan terus kalau mati apa sampean bisa langsung dikatakan pasti masuk surga. Pikir dong pikir 😀

    Dalam dunia hadis, keghaiban rawi dalam ittishal atau inqitha’ rawi, tidak semuanya harus diartikan terputus sehingga kesannya si rawi mengada-ngada hadis atas nama fulan. karena kebanyakan perawi tsiqat sengaja mengirsalkan hadis adalah untuk bisa tetap meriwayatkan hadis yang mereka dengar. Mereka tahu hadis itu benar, namun karena faktor persinggungan/gesekan dengan rawi sebelumnya maka ia tidak berani menyebutkan nama rawinya dan langsung melakukan lompatan.

    Jangan ngibul deh, suatu hadis kalau memang irsal atau inqitha’ ya tinggal dilihat sanadnya dan seandainya terbukti dalam hadis lain terdapat riwayat shahih bahwa sanadnya bersambung maka mungkin bisa dikatakan kalau keterputusan itu sudah terangkat dengan adanya sanad yang bersambung. Itu tergantung mana riwayat yang lebih tsabit sanadnya. Sekarang kasus hadis Yazid di atas, apa ada riwayat Yazid yang menunjukkan bahwa ia menyambungkan sanadnya yaitu dengan lafaz Sima’ langsung, jawabannya tidak ada. Maka tetaplah riwayat tersebut terputus sanadnya. Saran saya jangan kebanyakan ngibul deh jadinya tong kosong nyaring bunyinya

    Saya ulangi lagi, hadis dimana tabiin mengirsalkan riwayat atau inqitha’ sanadnya bukan berarti sang tabiin mengada-adakan atau membuat-buat hadis tersebut. Cuma orang bodoh dalam ilmu hadis yang bilang begitu. Hadis irsal atau inqitha’ berarti tabiin yang dimaksud tidak menyebutkan dari siapa ia mengambil riwayat maka disini terdapat kemungkinan ia meriwayatkan dari perawi yang dhaif sehingga hadis mursal atau terputus sanadnya termasuk dalam kategori hadis dhaif. Intinya tidak ada tuh tabiin mengirsalkan hadis berarti ia membuat-buat hadis tersebut, picik sekali pikiran anda. Seperti saran saya sebelumnya belajarlah lagi ilmu hadis jangan kebanyakan ngibul, malu lah kalau sok tahu padahal gak tahu :mrgreen:

  12. abdul hamid, kamu jangan keminter, belajar lagi dong

  13. Hamid …Hamid …
    Lihat gaya ente berhujjah ana jadi inget si @Spe yg entah kemana rimbanya he..he…he

  14. @secondprince
    Baru tahu saya… kalau Anda ini suka memoderasi bila sudah tersudut 🙂 salam

  15. kalau yang kemaren mirip mpe2 alot… yang sekarang tambah parah… udah jadi mpek-mpek busuk yang dipenuhi belatungan… ih jijik deh. 😆

    @Second….(sisa…alias barang sisa pakai)
    Wow…super duper bodoh banget Anda ini. tepuk tangan yang meriah untuk orang bodoh yang satu ini 🙄

    Apa hubungan hadis yang Anda bawa di atas dengan hadis Muslim terdahulu! 😕

    Tidak cuma super bodoh Anda ini saya lihat buta juga :mrgreen: , biar terang saya kutip lagi hadis di atas, untuk menguatkan matan hadis Ali yang diriwayatkan oleh Yazid.

    Sahl meriwayatkan…ia menceritakan obrolan Umar dan Nabi. Umar bertanya

    قَالَ: أَلَيْسَ قَتْلَانَا فِي الْجَنَّةِ وَقَتْلَاهُمْ فِي النَّارِ؟ قَالَ: «بَلَى»

    Apakah yang terbunuh dari kita masuk surga dan dari mereka orang kafir masuk neraka? Nabi menjawab, Betul sekali!

  16. dari ucapan Ali ini:

    قَتْلاَنَا وَقَتْلاَهُمْ فِي الْجَنَّةِ

    Yang terbunuh diantara kami dan yang terbunuh diantara mereka berada di surga.

    Bukankah kita sama2 tahu bahwa kelompok Ali dan Muawiyah terdiri dari orang Islam? Hah! hai orang, Bodoh!

    Bukankah itu berarti mereka semua masuk surga! Berapa kali sih harus dibilangin! 😛

    BTw, IQ Anda ini berapa sih? :mrgreen: Ngga pantas deh nulis tentang yang beginian kalau IQ Anda aja anjlok kayak gitu! 😆

    Itu… 🙄 kecuali memang Anda meyakini bahwa di kelompok Ali ada orang-orang non Islam seperti Ibnu Saba beserta pengikutnya. Maka sangat boleh jadi bila mereka mati merekalah yang masuk neraka, karena mereka orang kafir! Bahkan tidak menutup kemungkinan orang-orang seperti Anda dsb :mrgreen: yang mengikuti ajaran Abdullah bin Saba akan bersama dengan beliau di Neraka.

  17. Sedikit kalau mau flash back ke Muqaddimah Ibnu Shalah sewaktu Ibnu Uyainah mengatakan bahwa ia meriwatkan dari Az-Zuhri lalu murid2nya bertanya karena merasa heran sebab antara Ibnu Uyainah dan Az-Zuhri tidak ada kontak langsung?

    Ibnu Uyainah terus berkelit karena tidak tahan ia lalu berterus terang bahwa ia mengambil riwayat tersebut dari Abdurrazaq, dan Abdurrazaq mengambilnya dari Ma’mar. dan Ma’mar inilah yang mengambil riwayat dari Az-Zuhri.

    Nah pertanyaannya adalah apakah perawi2 di atas yang tidak disebutkan/disembunyikan oleh Ibnu Uyainah dhaif? 🙂

    Lalu seandainya bila Ibnu Uyainah tetap tidak menyebutkan perawi yang ia sembunyikan apakah hadisnya wajib dihukumi dhaif karena adanya inqitha? padahal matannya adalah shahih! Dan bukankah kita sama2 tahu bahwa Ibnu Uyainah adalah perawi tsiqah? 😕

  18. Ini sengaja dimodereasi atau gimana?

  19. @abdul hamid

    Apa hubungan hadis yang Anda bawa di atas dengan hadis Muslim terdahulu! 😕

    Tidak cuma super bodoh Anda ini saya lihat buta juga :mrgreen: , biar terang saya kutip lagi hadis di atas, untuk menguatkan matan hadis Ali yang diriwayatkan oleh Yazid.

    Sahl meriwayatkan…ia menceritakan obrolan Umar dan Nabi. Umar bertanya

    قَالَ: أَلَيْسَ قَتْلَانَا فِي الْجَنَّةِ وَقَتْلَاهُمْ فِي النَّارِ؟ قَالَ: «بَلَى»

    Apakah yang terbunuh dari kita masuk surga dan dari mereka orang kafir masuk neraka? Nabi menjawab, Betul sekali!

    Ooh sampean gak tahu hubungannya, wah berarti tingkat kemampuan akal anda jauh dari ekspektasi saya. Situ kan bawa hadis dan memahaminya seolah-olah setiap muslim yang terbunuh waktu perang masuk surga. Nah saya bawakan contoh yang menentang pemahaman anda yaitu salah seorang sahabat Nabi yang bernama Kirkirah terbunuh saat perang bersama Nabi dan ternyata ia dikatakan Nabi masuk neraka. itu berarti pemahaman anda terhadap hadis Muslim tersebut tidak benar. Hadis Muslim itu bersifat umum dan berlaku untuk mereka yang memang berperang demi Agama Allah kemudian syahid. Hal ini tidak berlaku bagi orang yang berperang demi kepentingan duniawi atau berkhianat dalam rampasan perang. Tentu saja yang paling mengetahui isi hati dan niat seseorang hanyalah Allah SWT makanya keputusan Allah SWT yang menetapkan siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka. Kalau masih tidak mengerti ya mau gimana lagi.

    dari ucapan Ali ini:

    قَتْلاَنَا وَقَتْلاَهُمْ فِي الْجَنَّةِ

    Yang terbunuh diantara kami dan yang terbunuh diantara mereka berada di surga.

    Bukankah kita sama2 tahu bahwa kelompok Ali dan Muawiyah terdiri dari orang Islam? Hah! hai orang, Bodoh!

    Bukankah itu berarti mereka semua masuk surga! Berapa kali sih harus dibilangin!

    Jujur saja ya cara anda berargumentasi ini bisa dibilang agak murahan. Karena anda bisa dibilang hanya berhujjah seenaknya dengan hadis Muslim seolah itu menguatkan hadis Yazid di atas padahal beda sekali kasusnya. Hadis Muslim yang anda kutip itu tentang berperang dengan orang kafir, nah kalau anda agak pintar sedikit maka seharusnya anda mengutip hadis Shahih Bukhari berikut

    عَنْ الْحَسَنِ قَالَ خَرَجْتُ بِسِلَاحِي لَيَالِيَ الْفِتْنَةِ فَاسْتَقْبَلَنِي أَبُو بَكْرَةَ فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قُلْتُ أُرِيدُ نُصْرَةَ ابْنِ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَكِلَاهُمَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ قِيلَ فَهَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِهِ

    Dari Al Hasan mengatakan, Aku keluar dengan membawa senjataku di malam-malam terjadi fitnah, maka Abu Bakrah menemuiku dengan bertanya mau kemana kamu? aku menjawab Aku ingin menolong keponakan Rasulullah. Abu Bakrah berkata Rasulullah [Shallallahu’alaihiwasallam] bersabda “Jika dua muslim berhadap-hadapan dengan kedua pedangnya maka keduanya sama-sama masuk neraka” Maka ada yang bertanya kalau yang membunuh sudah maklum, lantas apa dosa yang dibunuh? Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab “Ia juga berkehendak membunuh saudaranya.”

    Soal moderasi, wah itu sudah lama sekali dibahas. Komentar yang dimoderasi itu biasanya yang terlalu banyak link-nya atau mengandung kata-kata hinaan tertentu karena ada beberapa kata hinaan yang sudah saya masukkan dalam kategori blacklist, jika ada komentar yang mengandung kata-kata tersebut maka wordpress otomatis memoderasi komentar. Masalah moderasi sudah saya serahkan pada wordpress. Kalau anda punya blog wordpress pasti anda mengerti maksudnya.

  20. @abdul hamid

    Sedikit kalau mau flash back ke Muqaddimah Ibnu Shalah sewaktu Ibnu Uyainah mengatakan bahwa ia meriwatkan dari Az-Zuhri lalu murid2nya bertanya karena merasa heran sebab antara Ibnu Uyainah dan Az-Zuhri tidak ada kontak langsung?

    Ibnu Uyainah terus berkelit karena tidak tahan ia lalu berterus terang bahwa ia mengambil riwayat tersebut dari Abdurrazaq, dan Abdurrazaq mengambilnya dari Ma’mar. dan Ma’mar inilah yang mengambil riwayat dari Az-Zuhri.

    Nah pertanyaannya adalah apakah perawi2 di atas yang tidak disebutkan/disembunyikan oleh Ibnu Uyainah dhaif?

    Contoh yang anda bawakan itu gak masalah kok, Andalah yang sedang tidak mengerti apa yang sedang kita perselisihkan. Saya awalnya berkata bahwa hadis mursal itu kedudukannya dhaif karena disini terdapat kemungkinan bahwa tabiin meriwayatkan hadis dari perawi yang dhaif dan tidak ia sebutkan.

    Tentu saja ada kemungkinan tabiin tersebut meriwayatkan dari perawi yang tsiqat. Kalau terbukti .memang dari perawi tsiqat maka shahihlah hadis tersebut. Tetapi selagi belum terbukti darimana ia mengambil riwayat maka kedudukannya dhaif.

    Contoh Ibnu Uyainah diatas menunjukkan bahwa ia mengambil riwayat dari para perawi tsiqat maka hadisnya shahih dan terangkatlah inqitha’ sanadnya. Tetapi jangan seenaknya main pukul rata seolah-olah setiap perawi tsiqat mengirsalkan riwayat maka itu ia ambil dari perawi tsiqat. Tidak ada keterangan begitu dalam ilmu hadis. Kembali ke hadis Yazid di atas maka tidak ada keterangan dalam hadis lain yang menjelaskan dari siapa ia mengambil riwayat maka kedudukannya mursal dan tetap dhaif.

    Nih saya kasih contoh dimana tabiin mengirsalkan riwayat dimana dalam riwayat lain ternyata ia mengambil riwayat tersebut dari perawi dhaif.

    حدثنا زهير حدثنا وكيع عن يونس بن أبي إسحاق عن الشعبي عن علي قال : كنت عند النبي صلى الله عليه و سلم فأقبل أبو بكر و عمر فقال : هذان سيدا كهول أهل الجنة من الأولين والآخرين إلا النبيين والمرسلين

    Telah menceritakan kepada kami Zuhair yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Yunus bin Abi Ishaq dari Sya’bi dari Ali yang berkata “aku berada disisi Nabi SAW kemudian Abu Bakar dan Umar datang maka Rasulullah SAW berkata “mereka berdua adalah Sayyid kuhul ahli surga dari kalangan terdahulu maupun kemudian kecuali para Nabi dan Rasul [Musnad Abu Ya’la no 624]

    Riwayat ini sanadnya terputus karena Sya’biy tidak mendengar dari Aliy. Asy Sya’biy tidak diragukan seorang yang tsiqat. Ternyata Sya’biy mengambil riwayat tersebut dari perawi dhaif yaitu Harits Al A’war

    حدثنا يعقوب بن إبراهيم الدروقي حدثنا سفيان بن عيينة قال ذكر داود عن الشعبي عن الحرث عن علي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال أبو بكر و عمر سيدا كهول أهل الجنة من الأولين والآخرين ما خلا النبيين والمرسلين لا تخبرهما يا علي

    Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim Ad Dawraqi yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah yang berkata Dawud menyebutkan dari Sya’bi dari Al Harits dari Ali dari Nabi SAW yang berkata “Abu Bakar dan Umar Sayyid Kuhul Ahli surga dari kalangan terdahulu dan kemudian kecuali para Nabi dan para Rasul. Jangan kau kabarkan hal ini pada mereka wahai Ali [Sunan Tirmidzi 5/611 no 3666]

    Hadis di atas adalah contoh bahwa tabiin tsiqat bisa saja mengirsalkan riwayat dan ternyata riwayat itu ia ambil dari perawi yang dhaif.

    Mari saya ulangi kembali saran saya, lebih baik anda belajar kembali. Gak perlu banyak bicara sok sambil menghina orang. Maaf ya itu hanya menunjukkan rendahnya kualitas diri anda. Semoga anda bisa memahami apa yang saya sampaikan 🙂

  21. @abduuuulkamit. Sy sepakat dgn anda klau pengikut muawiyah masuk surga, telah terbukti skrg ini raja2 arab di sono seneng main dgn wanita2 barat enak tenan. Surga dunia. N nashibi arab main2 dgn peyempuan di puncak pdhal yg arab selain nashibi sdg puasa. Yah muawiyah menjanjikan surga didunia didukung dgn yazid koplo.

  22. Kalau syiah ali pasti masuk sorga, jk masa skrg mirip pasukan iran. Kalau syiah muawiyah ( bayang2 Allah katanya), jk masa skrg kayak pasukan wahabi saudi alqaeda dan konco2nya yg dibiayai inggris,setan amrik dan saudi yg pasti masuk neraka.

  23. Ibu khalifah Muawiyah adalah si Hindun.
    Sebelum Hindun masuk Islam, hindun ini seorang
    pelacur, dan pernah memakan jantung sayyidina
    Hamzah as.

    Manusia yg memakan tubuh manusia lainnya disebut
    KANNIBAL. Penelitian modern menyebutkan kalo
    kannibal itu suatu penyakit yg disebabkan adanya
    sistem syaraf yg rusak. Semua kannibal pasti aneh.

    Kenal sumanto si kannibal itu kan? Mukanya aneh,
    perawakannya aneh, Dan tingkah lakunya aneh.
    Si hindun yg kannibal juga pasti aneh. Mukanya pasti
    jelek. Perilakunya aneh juga. Karena seperti itulah
    seorang kannibal.

    Nah, dari rahim si Hindun inilah Muawiyah dilahirkan.
    Jadi Muawiyah itu dilahirkan seorang pelacur Dan
    kannibal.

    50% darah si muawiyah, mengalir darahnya si hindun.
    Sisanya darah siapa? Ya tidak tahu. Namanya saja
    pelacur. Bapaknya banyak soalnya..
    Secara legal, bapak muawiyah itu abu sufyan. Secara
    biologis, ya gak tahu..

  24. @abdul hamid

    Khalifah muawiyah, khalifah tercinta kita semua, adalah khalifah putera hindun si kannibal.

    Gimana tuh Mid.

    Ente sama sumanto si kannibal ngeri gak Mid? Mid, waktu sumanto dipenjara, gak Ada yg berani satu sel sama doi tuh Mid…

    Gw juga ngeri tuh Mid sama si sumanto. Makanya gw juga ngeri sama si Hindun sikannibal..

    Nah, Si muawiyah ini anaknya hindun kannibal tuh Mid. Gw jadi ngeri juga sama muawiyah.

    Bapaknya Muawiyah siapa Mid? Gak tahu Mid. Gw berani taruhan Lu pasti gak tahu juga Mid. Wong Hindun ibunya Muawiyah itu pelacur Mid. Wong hindun itu pelacur Mid waktu ngelahirin Muawiyah..

    Jadi bapaknya Muawiyah banyak tuh Mid..

    Jangan2 nenek moyang Lu, Mid, pernah main juga sama si Hindun tuh Mid..

    Selamat mid, ente skr jadi saudara tiri khalifah Muawiya..

  25. syiah khomeni is bangsat…
    Kemaluan ente semua kayak cacing, ga bisa tegang

    Hidup Muawiyah…

  26. Baca artikel di blog ini, itu.. wahduh, bingung.. sudah pada pinter2 semua.. ane jadi keliatan masih bego banget..
    Gini aja deh bang SP, ente buat dong artikel syiah yg puanjang luebar (kalo misal sudah pernah, lagi boleh dong ya..) yg diakhiri sama kesimpulan tegas genetika syiah ini, benar atau tidak.

  27. nnnnn

  28. he he he banyak yg shock denger cerita hadist yg dikupas oleh SP
    malah yg aneh mengira SP adalah syi’i (pengikut syiah) yg sedang mengobrak abrik kepercayaan suni

    justru yg gak tau ato gak mau tau hal2 tentang sejarah & hadis2 yg kontroversial lah yg bukan suni sejati
    suni / sunnah / aswaja adalah pelaksana sunnah2 Nabiyullah secara berjamaah
    bagaimana bisa mengamalkan sunnah beramai2 kalo dasar dari sunnah tsb gak dipelajari dan gak dipastikan kebenarannya?

    justru dari SP ini lah muncul kebenaran2 walopun tidak banyak diulas secara umum tapi harus diketahui oleh muslim2 yg mau mencari tau kebenaran itu sendiri
    bahkan SP sudah mempersilahkan untuk membawakan sanggahan yg ilmiah untuk dibuktikan kebenarannya
    apakah susah? tentu saja bagi yg mencari pembenaran semata tapi sangatlah mudah bagi yg mencari kebenaran untuk menerima kenyataan yg di sampaikan

    bagi saya pribadi yg banyak bergaul dgn syi’i menganggap SP bukanlah seorang penganut syiah
    beliau hanya seorang suni yg berani mengambil keputusan untuk berpikir lebih dalam demi alasan yg logis dari meneliti keabsahan suatu hadis

    seorang syi’i punya pemahaman ideologis yg khas – saya bisa tau dari pembicaraan dgn mereka tentang Islam
    sama seperti saya yg bisa langsung tau seorang itu suni ato nashibi dari pemahaman yg diungkapkan lewat kata2nya
    – seorang syi’i ato suni akan merasa dirinya beruntung karena diilhami mengikuti sekte yg benar tanpa mengkafirkan muslim yg berbeda pemahaman
    – tapi seorang nashibi / wahabi / salafy akan merasa dirinya paling benar dan muslim yg berbeda lainnya tersesat (bagi suni yg gak sepaham) dan kafir (bagi yg non suni seperti syiah atopun sufi)

  29. abdul hamid,bertobatlah. Kau hormatilah keturunan Rasululloh,jangan kau rendahkan dan kau samakan dengan keturunan Muawiyah yang telah membunuh keturunan Rasululloh. Bnyklah bersholawat biar terbuka hatimu untuk selalu mencintai Rasululloh dan keturunannya,selagi Allah kasih nafas untukmu, bertobatlah sebelum terlambat.

  30. ALQURAN 4:59
    Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri (pemerintah) di antara kamu

    Ali ibn Abu Tholib adalah ULIL AMRI pada waktu itu.

    Syiah Muawiyyah ibn Abu Sufyan adalah para pemberontak, karena mereka ingin menggulingkan Ali ibn Abu Tholib, dan Syiah Ali ibn Abu Tholib adalah pasukan tempur yang membela Ali ibn Abu Tholib.

    Kesalahan Kaum Sunni disebabkan mereka fanatik buta membela semua kesalahan yang dilakukan oleh para sahabat tertentu, padahal kesalahan2 para sahabat tertentu bertentangan dengan AlQuran dan bertentangan dengan Hadith/Sunnah

Tinggalkan komentar