Kesalahan Nashibi Perihal Idraaj Dalam Hadis Aisyah Berlafaz Qaala

Kesalahan Nashibi Perihal Idraaj Dalam Hadis Aisyah Berlafaz Qaala

Kami membuat tulisan ini khusus untuk meluruskan penyimpangan ilmu hadis ala nashibi perihal idraaj dalam hadis Aisyah yaitu hadis-hadis Aisyah yang mengandung lafaz [qaala]. Pada kasus sebelumnya, nashibi berhujjah dengan riwayat Aisyah dalam Tarikh Ash Shaghiir Al Bukhariy

حدثنا أبو اليمان انا شعيب عن الزهري أخبرني عروة بن الزبير عن عائشة فذكر الحديث قال وعاشت فاطمة بعد النبي صلى الله عليه وسلم ستة أشهر ودفنها علي

Telah menceritakan kepada kami Abul Yamaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy yang berkata telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair dari Aisyah lalu menyebutkan hadis, [qaala] “Fathimah hidup setelah wafat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] selama enam bulan kemudian wafat dikuburkan oleh Aliy [Tarikh Ash Shaghiir juz 1 no 116]

Menurut nashibi lafaz [qaala] disana adalah idraaj dan riwayat ini ia katakan menjadi bukti nyata bahwa lafaz “Fathimah hidup enam bulan” adalah idraaj Az Zuhriy. Kami katakan bahwa ini kesalahan menyedihkan dan kami tidak habis pikir bagaimana kesalahan ini bisa muncul dari orang yang sudah akrab dengan ilmu hadis. Lafaz [qaala] pada riwayat di atas bukan bermakna idraaj [sisipan perawi] tetapi bermakna perawi berkata melanjutkan perkataan Aisyah atau perawi berkata dengan membawakan perkataan Aisyah.

Kami akan membawakan salah satu contoh penulisan atau peringkasan hadis Aisyah yang mengandung lafaz [qaala].

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الرزاق أنا بن جريج قال أخبرت عن بن شهاب عن عروة عن عائشة أنها قالت وهي تذكر شأن خيبر كان النبي صلى الله عليه و سلم يبعث بن رواحة إلى اليهود فيخرص عليهم النخل حين يطيب قبل أن يؤكل منه ثم يخيرون يهود أيأخذونه بذلك الخرص أم يدفعونه إليهم بذلك وإنما كان أمر النبي صلى الله عليه و سلم بالخرص لكي يحصى الزكاة قبل أن تؤكل الثمرة وتفرق

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij yang berkata telah diberik kabar dari Ibnu Syihaab dari Urwah dari Aisyah bahwasanya ia berkata dan ia bercerita tentang kisah Khaibar “Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengutus Ibnu Rawaahah kepada orang-orang yahudi untuk menaksir kurma ketika telah layak panen sebelum dimakan kemudian orang-orang yahudi itu diberi pilihan, apakah mereka mengambil bagiannya dengan takaran yang ditetapkan atau membayar kepada mereka atas bagiannya. Sesungguhnya hanyalah perintah Nabi untuk menaksir kurma agar dapat dihitung pengeluaran zakatnya sebelum dimakan buahnya dan dibagi-bagikan [Musnad Ahmad 6/163 no 25344]

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا محمد بن بكر أنا بن جريج عن بن شهاب أنه بلغه عنه عن عروة عن عائشة أنها قالت وهي تذكر شأن خيبر فذكر الحديث إلا أنه قال حين يطيب أول التمر وقال قبل أن تؤكل الثمار

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakr yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dari Ibnu Syihaab bahwasanya telah sampai kepadanya dari Urwah dari Aisyah bahwa ia berkata dan ia bercerita tentang kejadian khaibar, kemudian menyebutkan hadisnya, hanya saja ia berkata “ketika awal panen kurma” dan berkata “sebelum dimakan buahnya” [Musnad Ahmad 6/163 no 2545]

Apakah beradasarkan riwayat Ahmad di atas maka kita katakan lafaz “Hiina yathiibu awwalut tamri” [yang dicetak merah] adalah idraaj dari Az Zuhriy karena diawali dengan lafaz [qaala] yang berarti perawi laki-laki berkata?. Jawabannya tidak, lafaz tersebut adalah lafaz Aisyah inilah salah satu riwayat lengkap yang memuat lafaz tersebut

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى ح وَحَدَّثَنَا ابْنُ صَاعِدٍ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ زَنْجُوَيْهِ , ثنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ , ثنا ابْنُ جُرَيْجٍ , عَنِ الزُّهْرِيِّ , عَنْ عُرْوَةَ , عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ وَهِيَ تَذْكُرُ شَأْنَ خَيْبَرَ , وَقَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبْعَثُ بِابْنِ رَوَاحَةَ إِلَى الْيَهُودِ فَيَخْرُصُ النَّخْلَ حِينَ تَطِيبُ أَوَّلَ التَّمْرَةِ قَبْلَ أَنْ يُؤْكَلَ مِنْهَا ثُمَّ يُخْبِرُ يَهُودَ يَأْخُذُونَهَا بِذَلِكَ الْخَرْصِ  أَوْ يَدْفَعُونَهُ إِلَيْهِمْ بِذَلِكَ الْخَرْصِ , وَإِنَّمَا كَانَ أَمْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْخَرْصِ لِكَيْ تُحْصَى الزَّكَاةُ قَبْلَ أَنْ تُؤْكَلَ الثِّمَارُ وَتَفَرَّقَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar An Naisaburiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya. Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Shaa’idin yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdul Malik bin Zanjuwaih yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dari Az Zuhriy dari Urwah dari Aisyah bahwasanya ia berkata dan ia menceritakan kejadian Khaibar. Aisyah berkata “Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengutus Ibnu Rawahah kepada orang-orang yahudi untuk menaksir kurma ketika awal panen kurma sebelum dimakan kemudian orang-orang yahudi itu diberi pilihan, apakah mereka mengambil bagiannya dengan takaran yang ditetapkan atau membayar kepada mereka atas bagiannya. Sesungguhnya hanyalah perintah Nabi untuk menaksir kurma agar dapat dihitung pengeluaran zakatnya sebelum dimakan buahnya dan dibagi-bagikan [Sunan Daruquthniy 3/52 no 2052]

Jadi apa makna [qaala] dalam riwayat Ahmad sebelumnya?. Lafaz qaala disana bermakna perawi berkata dalam hadisnya yaitu perkataan Aisyah “ketika awal panen kurma”. Begitu pula dengan riwayat Bukhari dalam Tarikh As Shaghiir sebelumnya, lafaz qaala disana bermakna perawi berkata daam hadisnya yaitu perkataan Aisyah “Fathimah hidup setelah wafat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] selama enam bulan kemudian wafat dikuburkan oleh Aliy”. Kami telah membawakan bukti-bukti berupa riwayat dimana lafaz tersebut diawali dengan kata [qaalat] yang berarti Aisyah berkata.

Hal ini cukup untuk membungkam syubhat menyedihkan para nashibi, tetapi sepertinya nashibi tersebut tetap tidak akan menerimanya. Sungguh jelas terlihat siapa sebenarnya yang sedang mencari kebenaran dan siapa yang mencari pembenaran terhadap hawa nafsu dan kebenciannya.

Hanya ini sajian ringkas yang dapat kami tuliskan untuk meluruskan penyimpangan ilmu hadis ala nashibi perihal idraaj dalam hadis Aisyah. Semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Wassalam

.

.

.

Update : Tambahan

Berikut adalah tambahan bantahan terhadap nashibi tersebut yang tetap bertahan dengan “ngeyelisme”-nya bahwa lafaz [qaala] pada riwayat Bukhari adalah idraaj sedangkan contoh kami di atas ia katakan “beda banget”  statusnya dengan riwayat Bukhari. Nashibi itu berkata bahwa contoh yang kami bawakan di atas adalah dalam rangka membandingkan periwayatan perawi sedangkan dalam kasus riwayat Bukhari tidak.

Semakin lama kita akan melihat semakin rendahnya kualitas bantahan nashibi tersebut. Intinya sih ia tidak bisa mengambil pelajaran tetapi lebih suka bertahan dengan ngeyel bahwa ia yang benar. Berikut kami hadiahkan contoh bahwa lafaz [qaala] dalam hadis Aisyah yang diringkas bukanlah termasuk idraaj.

.

.

Hadis Pertama

قال ابن إسحاق : فذكر الزهري عن عروة بن الزبير ، عن عائشة رضي الله عنها أنها حدثته أن أول ما بدئ به رسول الله صلى الله عليه وسلم من النبوة حين أراد الله كرامته ورحمة العباد به الرؤيا الصادقة لا يرى رسول الله صلى الله عليه وسلم رؤيا في نومه إلا جاءت كفلق الصبح قالت وحبب الله تعالى إليه الخلوة فلم يكن شيء أحب إليه من أن يخلو وحده

Ibnu Ishaq berkata maka Az Zuhriy menyebutkan dari Urwah bin Zubair dari Aisyah [radiallahu ‘anha] bahwa ia menceritakan kepadanya bahwa permulaan datangnya kenabiaan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] ketika Allah menghendaki kemuliaan dan rahmat terhadap hambanya adalah mimpi yang benar, Tidaklah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bermimpi kecuali datang seperti cahaya shubuh. Aisyah berkata “Allah menjadikan padanya kecintaan untuk menyendiri dan tidak ada sesuatu yang Beliau cintai kecuali menyendiri” [Sirah Ibnu Hisyaam 1/233]

Syaikh Abu Syaamah Al Maqdisiy dalam salah satu kitabnya telah berhujjah dengan hadis riwayat Ibnu Ishaq di atas dan ia meringkasnya yaitu sebagai berikut

وَفِي ” سير ابْن إِسْحَاق ” قَالَ: فَذكر الزُّهْرِيّ عَن عُرْوَة عَن عَائِشَة فَذكر الحَدِيث وَقَالَ: ” وحبب الله إِلَيْهِ الْخلْوَة فَلم يكن شَيْء أحب إِلَيْهِ من أَن يَخْلُو وَحده

Dan dalam Sirah Ibnu Ishaq, ia berkata maka Az Zuhriy menyebutkan dari Urwah dari Aisyah menyebutkan hadis dan [qaala] “Allah menjadikan padanya kecintaan untuk menyendiri dan tidak ada sesuatu yang Beliau cintai kecuali menyendiri [Syarh Al Hadits Al Muqtafa 1/86]

Lafaz [qaala] di atas bukanlah idraaj dari perawi hadis karena nampak jelas dalam Sirah Ibnu Ishaaq [dari Ibnu Hisyaam] bahwa lafaz tersebut adalah perkataan Aisyah. Maka [qaala] disana bermakna perawi hadis berkata dalam hadis Aisyah, dimana Aisyah berkata “Allah menjadikan padanya kecintaan untuk menyendiri “. Hal ini menunjukkan bahwa di sisi para ulama hadis bentuk peringkasan hadis Aisyah kemudian menggunakan lafaz [qaala] adalah hal yang ma’ruf dan bukanlah termasuk idraaj.

.

.

Hadis Kedua

ثنا محمد بن بشار ثنا أبو بكر ـ يعني الحنفي ـ ثنا أفلح قال سمعت القاسم بن محمد عن عائشة قالت فدخل علي رسول الله صلى الله عليه و سلم و أنا أبكي فقال : ما شأنك ؟ قالت : لا أصلي قال : فلا يضرك إنما أنت من بنات آدم كتب الله عليك ما كتب عليهن فذكر الحديث و قال : حتى نزل المحصب و نزلنا معه فدعا عبد الرحمن بن أبي بكر فقال : أخرج بأختك فلتهله بعمرة

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar yakni Al Hanafiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Aflah yang berkata aku mendengar Qaasim bin Muhammad dari Aisyah yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menemuiku dan saat itu aku sedang menangis, maka Beliau berkata “apa yang terjadi denganmu?”. Aku menjawab “aku tidak shalat”. Beliau berkata “hal itu tidak merugikanmu, sesungguhnya kamu hanyalah seorang wanita dari putri-putri Adam, Allah menetapkan atasmu apa yang Alah tetapkan atas mereka [kaum wanita], maka ia menyebutkan hadis dan [qaala] “Hingga Beliau sampai di Al Muhashshab [tempat melempar jumrah di Mina] dan kami pun berhenti bersama Beliau, maka Beliau memanggil Abdurrahman bin Abi Bakar dan berkata “keluarlah kamu dengan saudaramu dan lakukan ihram untuk umrah” [Shahih Ibnu Khuzaimah 4/360 no 3076]

Apakah lafaz [qaala] pada hadis Aisyah yang diringkas di atas bermakna idraaj [sisipan] dari perawi laki-laki?. Jawabannya tidak, versi lengkap hadis tersebut dengan sanad yang sama dapat dilihat dalam hadis riwayat Bukhari berikut

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا أَفْلَحُ بْنُ حُمَيْدٍ سَمِعْتُ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ وَلَيَالِي الْحَجِّ وَحُرُمِ الْحَجِّ فَنَزَلْنَا بِسَرِفَ قَالَتْ فَخَرَجَ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ مَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْكُمْ مَعَهُ هَدْيٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَجْعَلَهَا عُمْرَةً فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ كَانَ مَعَهُ الْهَدْيُ فَلَا قَالَتْ فَالْآخِذُ بِهَا وَالتَّارِكُ لَهَا مِنْ أَصْحَابِهِ قَالَتْ فَأَمَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجَالٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَكَانُوا أَهْلَ قُوَّةٍ وَكَانَ مَعَهُمْ الْهَدْيُ فَلَمْ يَقْدِرُوا عَلَى الْعُمْرَةِ قَالَتْ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي فَقَالَ مَا يُبْكِيكِ يَا هَنْتَاهُ قُلْتُ سَمِعْتُ قَوْلَكَ لِأَصْحَابِكَ فَمُنِعْتُ الْعُمْرَةَ قَالَ وَمَا شَأْنُكِ قُلْتُ لَا أُصَلِّي قَالَ فَلَا يَضِيرُكِ إِنَّمَا أَنْتِ امْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِ آدَمَ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْكِ مَا كَتَبَ عَلَيْهِنَّ فَكُونِي فِي حَجَّتِكِ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْزُقَكِيهَا قَالَتْ فَخَرَجْنَا فِي حَجَّتِهِ حَتَّى قَدِمْنَا مِنًى فَطَهَرْتُ ثُمَّ خَرَجْتُ مِنْ مِنًى فَأَفَضْتُ بِالْبَيْتِ قَالَتْ ثُمَّ خَرَجَتْ مَعَهُ فِي النَّفْرِ الْآخِرِ حَتَّى نَزَلَ الْمُحَصَّبَ وَنَزَلْنَا مَعَهُ فَدَعَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ اخْرُجْ بِأُخْتِكَ مِنْ الْحَرَمِ فَلْتُهِلَّ بِعُمْرَةٍ ثُمَّ افْرُغَا ثُمَّ ائْتِيَا هَا هُنَا فَإِنِّي أَنْظُرُكُمَا حَتَّى تَأْتِيَانِي قَالَتْ فَخَرَجْنَا حَتَّى إِذَا فَرَغْتُ وَفَرَغْتُ مِنْ الطَّوَافِ ثُمَّ جِئْتُهُ بِسَحَرَ فَقَالَ هَلْ فَرَغْتُمْ فَقُلْتُ نَعَمْ فَآذَنَ بِالرَّحِيلِ فِي أَصْحَابِهِ فَارْتَحَلَ النَّاسُ فَمَرَّ مُتَوَجِّهًا إِلَى الْمَدِينَةِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar Al Hanafiy telah menceritakan kepada kami Aflah bin Humaid yang berkata aku mendengar Al Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah radiallahu ‘anha yang berkata “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan haji dan malam-malam bulan haji serta hari-hari haram haji hingga kami singgah di daerah Saraf. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Maka Beliau keluar menemui para sahabatnya lalu berkata “Barangsiapa diantara kalian yang tidak membawa hewan qurban dan ia lebih suka bila menjadikan ihramnya sebagai ‘umrah, maka lakukanlah dan barangsiapa yang membawa hewan qurban tidak apa”. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Maka diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada yang mengambilnya (apa yang diserukan oleh Beliau) dan ada juga yang meninggalkannya”. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beberapa orang dari para sahabatnya adalah termasuk orang-orang yang kuat dan mereka membawa hewan qurban maka mereka tidak mengambil ihram mereka sebagai ‘umrah”. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku sedangkan aku ketika itu sedang menangis, maka Beliau bertanya “Wahai gerangan, apa yang membuatmu menangis,?” Aku menjawab “Aku telah mendengar apa yang anda katakan kepada para sahabat anda sehingga aku terhalang melakukan ‘umrah”. Beliau bertanya “Apa yang terjadi denganmu?”. Aku menjawab “Aku tidak shalat”. Beliau berkata “Tidak apa, karena kamu hanyalah seorang wanita dari putri-putri Adam Allah menetapkan atasmu apa yang Alah tetapkan atas mereka [kaum wanita], (maksudnya haidh), maka laksanakanlah hajimu semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan pahala dengannya”. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Maka kemudian kami keluar dalam pelaksanaan haji Beliau hingga kami tiba di Mina yang ketika itu aku telah kembali suci. Kemudian aku keluar dari Mina lalu menuntaskan manasik di Baitulloh”. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Kemudian aku keluar bersama Beliau pada nafar akhir hingga Beliau sampai di Al Muhashshab [tempat melempar Jumrah] dan kamipun ikut berhenti bersama Beliau. Kemudian Beliau memanggil ‘Abdurrahman bin Abu Bakar seraya berkata “Keluarlah kamu bersama saudaramu ini dari tanah haram dan lakukanlah ihram untuk ‘umrah lalu selesaikanlah manasik lalu datanglah kalian berdua kesini karena aku akan menunggu kalian hingga kalian datang”. ‘Aisyah radiallahu ‘anha berkata “Maka kami berdua keluar hingga saat aku sudah selesai (dari ‘umrahku) dan menyelesaikan thowafku aku datang menemui Beliau pada waktu sahar (sepertiga akhir malam) lalu Beliau bertanya “Apakah kalian sudah selesai?”. Aku menjawab “Ya sudah”. Beliau mengumumkan keberangkatan kepada para sahabatnya. Maka orang-orang berangkat berjalan menuju Madinah. [Shahih Bukhari 2/141 no 1560]

Perhatikan lafaz yang dicetak biru, dalam Shahih Bukhari yaitu hadis yang lebih lengkap ternyata lafaz [qaala] pada ringkasan hadis Aisyah [riwayat Ibnu Khuzaimah] adalah lafaz perkataan Aisyah. Maka disini terdapat faedah bahwa lafaz [qaala] itu bermakna bahwa perawi hadis berkata dalam hadisnya yaitu perkataan Aisyah. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa peringkasan hadis dengan lafaz [qaala] pada hadis Aisyah adalah perkara yang ma’ruf di sisi para ulama dan itu bukanlah idraaj [sisipan perawi].

Akhir kata sekian yang dapat kami tambahkan, semoga nashibi yang tidak tahu diri itu punya sedikit rasa malu untuk mengakui bahwa dirinya terlalu angkuh dan tenggelam dalam kebencian yang menutupi akal pikirannya. Mari kita lihat apakah ia akan tunduk pada kebenaran atau bersikeras pada ngeyelisme gak penting. Salam Damai

5 Tanggapan

  1. Jadi apa makna [qaala] dalam riwayat Ahmad sebelumnya?. Lafaz qaala disana bermakna perawi berkata dalam hadisnya yaitu perkataan Aisyah “ketika awal panen kurma”
    —————————
    qaala tsb mau diapa-apakan jelas bukan perkataan a’isyah, yaitu perawi selain a’isyah. masalah darimana perawi mengatakan hal tsb, apakah betul dari a’isyah, itu persoalan lain.

    jangankan mau memastikan yang mana perkataan a’isyah, sedangkan dalam hal riwayat tsb, bahwa ibnu juraij mendengar riwayat tsb dari az zuhri saja masih diragukan, sebab ibnu juraij ini mudallis.

  2. sudah ditanggapi kembali oleh abul jauzaa

  3. salam

  4. @Sunni_indonesia
    Maaf kalau gak mengerti pokok masalahnya lebih baik gak usah berkomentar. Saya tidak sedang membicarakan shahih tidaknya hadis yang saya kutip tetapi fokus pada bagaimana ulama meringkas hadis Aisyah dan menggunakan lafaz [qaala] pada ringkasan hadis tersebut. Silakan dibaca kembali dengan benar

    @nubie
    Ya bantahan pepesan kosong seperti biasa. Sudah saya update tambahan tulisan di atas, silakan dicek. Dan tolong sampaikan kalau si abul jauzaa itu punya bantahan ngeyel lainnya.

    @Zein
    Salam juga

  5. Jangan debat yang gak ada gunanya mas.

Tinggalkan komentar