Benarkah Semua Peserta Perang Tabuk Dijamin Surga?

Benarkah Semua Peserta Perang Tabuk Dijamin Surga?

Sebenarnya masalah siapa yang masuk surga atau tidak, itu adalah kuasa dan kehendak Allah SWT. Kita hanya berbicara sesuai dengan dalil yang ada baik dari firman Allah SWT ataupun hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sebagian nashibi menukil surat At Taubah dan berhujjah bahwa “tidak ada orang munafik yang ikut perang Tabuk dan semua yang ikut perang Tabuk dijamin masuk surga”. Dengan pernyataan ini, nashibi ingin mengatakan kalau Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Muawiyah dijamin masuk surga karena mereka semua masuk surga.

Analisis ala perang Tabuk ini bisa dibilang kekeliruan nashibi yang memang awam dengan hadis-hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ditambah lagi dengan ketidakmampuan nashibi memahami hadis yang ia baca. Kami merasa lucu melihat cara nashibi berdalih soal orang-orang yang berniat membunuh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] saat perang Tabuk. Sebelum melihat kelucuan argumen nashibi itu mari kita lihat ayat yang mereka jadikan hujjah

لَٰكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, itulah kemenangan yang besar [QS At Taubah : 88-89]

Dengan ayat ini nashibi menetapkan bahwa semua yang ikut perang Tabuk yaitu orang-orang beriman telah dijamin surga. Nashibi berkata “tidak ada orang munafik yang ikut perang Tabuk”.

Ayat di atas bersifat umum dan tidak menafikan bahwa ada diantara orang yang ikut perang Tabuk tidak layak untuk dijamin surga. Riwayat-riwayat shahih membuktikan bahwa diantara orang yang ikut perang Tabuk terdapat

  1. Orang-orang yang mengolok-olok Allah dan Rasul-Nya sehingga dikatakan kafir sesudah beriman
  2. Orang-orang yang berniat membunuh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di Aqabah
  3. Orang-orang yang dilaknat oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]

.

.

حدثني يونس قال أخبرنا ابن وهب قال حدثني هشام بن سعد عن زيد بن أسلم عن عبد الله بن عمر قال : قال رجل في غزوة تبوك في مجلس : ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء ، أرغبَ بطونًا ، ولا أكذبَ ألسنًا ، ولا أجبن عند اللقاء! فقال رجل في المجلس : كذبتَ ، ولكنك منافق ! لأخبرن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم ونزل القرآن. قال عبد الله بن عمر : فأنا رأيته متعلقًا بحَقَب ناقة رسول الله صلى الله عليه وسلم تَنْكُبه الحجارة ، وهو يقول : ” يا رسول الله ، إنما كنا نخوض ونلعب! ” ، ورسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : (أبالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤن لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم)

Telah menceritakan kepada kami Yunus yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah menceritakan kepadaku Hisyaam bin Sa’ad dari Zaid bin Aslam dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata “seorang laki-laki berkata dalam suatu majelis saat perang Tabuk “aku belum pernah melihat orang yang seperti para qari [pembaca Al Qur’an] kami, mereka suka makan suka berdusta dan pengecut saat bertemu musuh”. Salah seorang dalam majelis berkata “engkau berdusta akan tetapi engkau seorang munafik, sungguh aku akan memberitahukan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Maka hal itu sampai kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan turunlah Al Qur’an. ‘Abdullah bin Umar berkata “aku melihat orang itu bergantung pada sabuk unta Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hingga tersandung batu dan berdarah, sedangkan ia berkata “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Apakah terhadap Allah dan ayat-ayatNya serta kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kalian berolok-olok? Tidak usah meminta maaf, sungguh kalian telah kafir sesudah kalian beriman” [Tafsir Ath Thabari 14/333-334 no 16912 tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan ia menshahihkannya]

ذَكَرَهُ أَبِي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ الْكُوفِيِّ، ثنا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَنْقَرِيُّ، ثنا خَلادٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ”وَأَمَرَ بِالْغَزْوِ إِلَى تَبُوكَ، قَالَ: وَنَزَلَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَانِبٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: وَاللَّهِ إِنَّ أَرْغَبَنَا بُطُونًا، وَأَجَبْنَا عِنْدَ اللِّقَاءِ وَأَضْعَفَنَا، لَقُرَّاؤُنَا، فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّارًا، فَقَالَ: اذْهَبْ إِلَى هَؤُلاءِ الرَّهْطِ فَقُلْ لَهُمْ: مَا قُلْتُمْ ؟” ” وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ “

Ayahku menyebutkan dari ‘Abdullah bin Umar bin Aban Al Kufiy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Muhammad Al ‘Anqaariy yang berkata telah menceritakan kepada kami Khalid dari ‘Abdullah bin Isaa dari Abdul Hamid bin Ka’ab bin Malik dari ayahnya yang berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] keluar pada panas yang terik menuju perang Tabuk. [Ka’ab] berkata “ikut dalam rombongan itu sekelompok sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain “demi Allah, para qari [pembaca Qur’an] kami orang yang sangat suka makan, lemah dan pengecut saat perang”. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] memanggil ‘Ammar dan berkata “pergilah kepada orang-orang itu dan katakan kepada mereka “apa yang kalian katakan? Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentu mereka akan menjawab sesungguhnya kami hanya bersendagurau dan bermain-main saja. Katakanlah apakah dengan Allah, ayat-ayatnya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok [Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1829 no 10046 dengan sanad shahih]

Riwayat Ibnu Jarir para perawinya tsiqat kecuali Hisyam bin Sa’ad ia seorang yang diperbincangkan tetapi dikatakan kalau ia tsabit dalam riwayatnya dari Zaid bin Aslam. Riwayat Ibnu Jarir dikuatkan oleh riwayat Ibnu Abi Hatim dimana para perawinya tsiqat.

Hadis diatas membawakan asbabun nuzul At Taubah 65-66 yaitu saat perang Tabuk dimana ada sebagian sahabat Nabi yang mengolok-olok dengan menyebut nama Allah dan ayat-ayatnya. Maka turunlah At Taubah 65-66 menyatakan bahwa mereka kafir sesudah beriman. Tidak diragukan lagi bahwa dalam hadis di atas mereka adalah sahabat Nabi yang ikut dalam perang Tabuk. Apakah mereka dijamin masuk surga?. Silakan dijawab wahai nashibi

.

.

Saat pulang dari perang Tabuk, sebagian sahabat yang ikut serta dalam perang Tabuk berkomplot berniat untuk membunuh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di bukit Aqabah. Nashibi yang tahu fakta ini, membuat “bidasan” bahwa tidak ada bukti bahwa mereka berasal dari tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bisa saja mereka sudah lama menunggu di bukit Aqabah bukan dari peserta yang ikut perang Tabuk. Nashibi tersebut memang tidak bisa membaca dengan benar hadis riwayat Ahmad berikut

حدثنا عبد لله حدثني أبي ثنا يزيد أنا الوليد يعنى بن عبد الله بن جميع عن أبي الطفيل قال لما أقبل رسول الله صلى الله عليه و سلم من غزوة تبوك أمر مناديا فنادى ان رسول الله صلى الله عليه و سلم أخذ العقبة فلا يأخذها أحد فبينما رسول الله صلى الله عليه و سلم يقوده حذيفة ويسوق به عمار إذ أقبل رهط متلثمون على الرواحل غشوا عمارا وهو يسوق برسول الله صلى الله عليه و سلم وأقبل عمار يضرب وجوه الرواحل فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم لحذيفة قد قد حتى هبط رسول الله صلى الله عليه و سلم فلما هبط رسول الله صلى الله عليه و سلم نزل ورجع عمار فقال يا عمار هل عرفت القوم فقال قد عرفت عامة الرواحل والقوم متلثمون قال هل تدري ما أرادوا قال الله ورسوله أعلم قال أرادوا ان ينفروا برسول الله صلى الله عليه و سلم فيطرحوه قال فسأل عمار رجلا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال نشدتك بالله كم تعلم كان أصحاب العقبة فقال أربعة عشر فقال ان كنت فيهم فقد كانوا خمسة عشر فعدد رسول الله صلى الله عليه و سلم منهم ثلاثة قالوا والله ما سمعنا منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم وما علمنا ما أراد القوم فقال عمار أشهد أن الاثنى عشر الباقين حرب لله ولرسوله في الحياة الدنيا ويوم يقوم الأشهاد

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid yang berkata telah menceritakan kepada kami Walid yakni bin ‘Abdullah bin Jumai’ dari Abu Thufail yang berkata “Ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kembali dari perang Tabuk, Beliau memerintahkan seorang penyeru untuk menyerukan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hendak mengambil jalan ke bukit Aqabah maka tidak seorangpun diperbolehkan ke sana. Ketika itu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dikawal oleh Hudzaifah [radiallahu ‘anhu] dan unta Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] ditarik oleh Ammar [radiallahu ‘anhu], tiba-tiba sekumpulan orang yang memakai topeng [penutup wajah] dengan hewan tunggangan mendatangi mereka. Kemudian mereka menghalangi Ammar yang sedang menarik unta Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ammar melawan mereka dengan memukul unta-unta tunggangan mereka. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata kepada Hudzaifah “sudah sudah”. Sampai akhirnya mereka menelusuri jalan turun dan setelah itu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] turun dari untanya dan menghampiri Ammar, Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “wahai Ammar “apakah engkau mengenal orang-orang tadi”. Ammar menjawab “sungguh aku mengenal unta-unta tunggangan mereka tadi sedangkan orang-orang itu semuanya memakai topeng”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “apakah engkau mengetahui apa yang mereka inginkan”. Ammar menjawab “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “mereka bermaksud menakuti hewan tunggangan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sehingga mereka dapat menjatuhkannya dari bukit”. [Abu Thufail] berkata Ammar bertanya kepada salah seorang sahabat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, tahukah engkau berapa jumlah Ashabul ‘Aqabah [orang-orang yang berada di bukit tadi]?. Ia berkata “empat belas orang”. Ammar berkata “jika engkau termasuk salah satu dari mereka maka jumlahnya lima belas orang”. Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menghitung tiga dari mereka yang mengatakan “Demi Allah kami tidak mendengar penyeru Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kami tidak mengetahui apa yang diinginkan orang-orang yang mendaki bukit itu”. Ammar berkata “aku bersaksi bahwa dua belas orang lainnya musuh Allah dan Rasul-Nya di kehidupan dunia dan pada hari dibangkitkannya para saksi [akhirat]“ [Musnad Ahmad 5/453 no 23843, Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya kuat dengan syarat Muslim”]

Nashibi mengatakan bahwa orang-orang yang ada di bukit Aqabah itu bukan dari tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetapi memang sudah lama menunggu di bukit Aqabah. Hal ini keliru dengan alasan

  1. Dalam riwayat Ahmad di atas disebutkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memutuskan mengambil jalan ke bukit Aqabah itu saat pulang dari perang Tabuk, jadi bukanlah perkara yang sudah direncanakan dari awal. Oleh karena itu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan penyerunya untuk menyerukan bahwa Beliau akan mengambil jalan ke bukit Aqabah dan sahabat lain tidak diperkenankan mengikutinya. Kalau dikatakan orang-orang di Aqabah itu sudah lama menunggu disana maka patutlah kita bertanya pada nashibi, darimana mereka tahu bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tiba-tiba mengambil jalan ke bukit Aqabah?. Satu-satunya alasan mereka tahu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengambil jalan ke bukit Aqabah karena mereka berada diantara tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan mendengar penyeru Beliau mengatakannya.
  2. Dalam riwayat Ahmad di atas disebutkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menanyakan kepada ‘Ammar apakah ia tahu siapa mereka. ‘Ammar mengatakan bahwa ia mengenal hewan-hewan tunggangan mereka tetapi mereka sendiri tertutup wajahnya. Kalau orang-orang di bukit Aqabah itu adalah komplotan yang sejak semula berada disana maka darimana ‘Ammar bisa mengenal hewan tunggangan mereka. ‘Ammar mengenal hewan tunggangan mereka karena mereka sebelumnya berada diantara tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].
  3. Dalam riwayat Ahmad diatas disebutkan bahwa ‘Ammar bertanya kepada salah seorang sahabat Nabi apakah ia tahu berapa orang di bukit Aqabah. Sahabat Nabi itu berkata “empat belas”. Kemudian perhatikan jawaban ‘Ammar ““jika engkau termasuk salah satu dari mereka maka jumlahnya lima belas orang”. Jawaban ini mengisyaratkan bahwa menurut ‘Ammar orang-orang itu adalah sahabat Nabi yang ikut dalam perang Tabuk sehingga ‘Ammar mengatakan jika sahabat Nabi itu termasuk maka jumlahnya menjadi lima belas. Jika orang-orang di bukit Aqabah itu adalah komplotan yang sudah lama menunggu di Aqabah bukan dari tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka tidak mungkin ‘Ammar mengatakan demikian kepada sahabat Rasulullah.
  4. Dalam riwayat Ahmad diatas disebutkan bahwa dua belas orang itu adalah musuh Allah dan Rasul-Nya di dunia dan akhirat. Hal ini selaras dengan riwayat Muslim dimana ‘Ammar membawakan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dengan lafaz “diantara Sahabatku ada dua belas orang munafik” dimana mereka semua akan masuk neraka. Kedua belas orang ini tidak lain adalah orang-orang yang berada di bukit Aqabah.
  5. Dalam riwayat Ahmad diatas disebutkan bahwa tiga dari orang-orang di bukit Aqabah beralasan bahwa mereka tidak mendengar penyeru Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ini bukti nyata bahwa orang-orang di bukit Aqabah berasal dari tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bukannya komplotan majhul yang sudah menunggu di bukit Aqabah.

Jadi ucapan nashibi bahwa orang-orang di bukit Aqabah adalah komplotan yang sudah lama menunggu di bukit Aqabah dan bukan dari tentara Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah ucapan tidak berdasar dan bertentangan dengan riwayat Ahmad diatas.

.

.

Dalam riwayat Ahmad di atas juga disebutkan ada sebagian sahabat yang dilaknat oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] karena telah melanggar perintah Beliau.

قال الوليد وذكر أبو الطفيل في تلك الغزوة ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال للناس وذكر له ان في الماء قلة فأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم مناديا فنادى ان لا يرد الماء أحد قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم فورده رسول الله صلى الله عليه و سلم فوجد رهطا قد وردوه قبله فلعنهم رسول الله صلى الله عليه و سلم يومئذ

Walid berkata Abu Thufail menyebutkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata kepada manusia bahwa perbekalan air tinggal sedikit kemudian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan penyerunya mengatakan “tidak boleh ada yang menyentuhnya sebelum Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang” maka Rasulullah datang dan Beliau mendapati telah ada sebagian orang yang mendahului Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat mereka saat itu juga [Musnad Ahmad 5/453 no 23843, Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya kuat dengan syarat Muslim”]

Sangat jelas bahwa dalam riwayat Ahmad diatas yang dilaknat oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah para sahabat yang ikut perang Tabuk dan melanggar perintah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk tidak mendekati air. Ini menjadi bukti bahwa tidak semua sahabat yang ikut perang Tabuk dijamin surga.

Dengan tulisan ini bukan berarti kami mengatakan Abu Bakar, Umar, Utsman adalah orang munafik dan tidak dijamin surga. Yang ingin kami kritik adalah cara pendalilan nashibi yang tidak sesuai dengan kaidah kelimuan atau terjebak dalam fallacy. Salam Damai

27 Tanggapan

  1. Pertamax..!!!

  2. Ternyata Nasibi tersebut adalah nasibi yg sangat jahil akan ilmu hadis Ahli Sunnah Wal Jamaah. Dia harus belajar lagi, dan berhenti daripada bersangka-sangka mengikut hawa nafsu!

  3. Muka ulama salafy kenapa jueelek jueeelek ya.. Tolong dibahas..

  4. Bung SP pencarianx sudh sampai dimna nih?Dgn asumsi bhw bung SP berpegang pd hadist tsaqalain.selama ini kan dlm artikel² yg disajikan bung SP arahx kan ke situ,ke hadist tsaqalain.Jdi saat ini selain Kitabullah,yg dimaksd dgn Itrahty Ahlul byt itu konkrit gmn?

  5. emang mukanya imam ali as dalam hadist gimana?

  6. @salafy is dead
    Ucapan yg tdk perlu

  7. KECERDASAN
    Surah » Al-‘Alaq » Jumlah Ayat: 19
    iqra/ bi-ismi rabbika alladzii khalaqa :

    Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,

    Kalau dicermati ayat tersebut tentunya bertujuan untuk mengajarkan Umat Islam agar tidak hanya berubah dari kebodohan menjadi pandai tapi juga cerdas.

    Agar Umat Islam memiliki kemampuan untuk membaca, menganalisis, mencerna kemudian menarik kesimpulan yang didasarkan pada fitrah, akal sehat.dan kejujuran dalam melakukan penilaian.

    Agar Umat Islam tidak mudah menelan begitu saja berbagai asumsi yang dikembangkan yang pada akhirnya akan terjebak pada fanatisme yang berlebihan sehingga tidak dapat membedakan antara penghormatan dan pemujaan.

    Sejarah mencatat bagaimana, penghormatan UmatYahudi yang berlebihan kepada Uzair berubah menjadi pemujaan sampai menganggapnya sebagai
    Anak Tuhan.begitu pula penghormatan umat Nasrani yang berlebihan kepada
    Nabi Isa alaihisalam berubah menjadi pemujaan bahkan menganggapnya sebagai Tuhan.

    Sebagai manusia biasa kebutuhan seorang Tokoh Panutan merupakan suatu kewajaran, bahkan pada komunitas masyarakat yang terbelakangpun keberadaan seorang Tokoh sangat dibutuhkan baik sebagai Panutan ataupun sekedar sebagai Perekat ataupun Simbol yang merepresentasikan Jati Diri dari suatu kelompok atau komunitas masyarakat.

    Namun kebutuhan seorang Tokoh Panutan dalam Agama ( Imam/Ulil Amr ) tentunya didasarkan pada kriteria yang berbeda, yang tidak hanya didasarkan pada keberanian , kedekatan hubungan, kepopuleran apalagi kekuasaan.
    Karena kedudukan seorang Tokoh Panutan ( Imam/Ulil Amr ) dalam Islam merupakan sebagai penerus dan penanggung jawab misi kenabian,maka disamping harus memiliki tingkat kesetaraan dan keutamaan dari berbagai sisi kemanusian tentunya harus ditopang oleh penegasan dari Nabi s.a.w.w
    yang didasarkan pada Wahyu ( Alquran ) sebagai legalitas yang memberikan hak dan otoritas kepemimpinan kepada seseorang.

    Didasarkan pada pemahaman yang demikian,keberpihakan pada kepemimpinan Ahlul Baitz disamping sesuai dengan kriteria standart kepemimpinan dalam Islam tentunya bukanlah sesuatu yang berlebihan namun lebih merupakan sebagai kewajiban.

    Didasarkan pada pemahaman yang demikian keberpihakan pada kepemimpinan Ahlul Baitz tentunya tidak bisa diartikan sebagai pengabaian atas perjuangan dan jasa mereka apalagi pengingkaran atas kehormatan para sahabat Nabi s.a.w.w.

    Keputusan menempatkan seseorang sebagai Imam merupakan keputusan yang sangat menentukan, karena keputusan tersebut akan mempertaruhkan kehidupan kita hari ini sekaligus kehidupan akhirat kita yang abadi dan tidak berkesudahan.

    Penilaian yang jujur atas kredibilitas seseorang tentunya harus didasarkan pada sikap, pernyataan dan tindakan yang dilakukan seseorang, bukan hanya didasarkan pada status sosial, kepopuleran apalagi kedudukan dan kekuasaan.

    Begitu pula seharusnya penilaian terhadap seorang sahabat, jika sikap,pernyataan dan tindakan yang dilakukan tidak lagi mencerminkan sebagai seorang sahabat apakah masih layak disebut sebagai sahabat.? Tentunya tidak demikian.

    Persoalaannya tidak sekedar masalah penghormatan, ketika kita mendudukan seseorang sebagai Imam ( Ulil Amr ) kita berkewajiban untuk megikuti dan mematuhi setiap keputusan yang ditetapkan, dengan kata lain ketika kita mengakui Abubakar,Umar dan Usman bahkan Muawiyah sebagai Imam / Ulil Amr maka secara tidak langsung kita telah menyepakati sikap,pernyataan dan tindakan yang telah mereka lakukan.

    Secara tidak langsung kita juga telah menyepakati berbagai upaya yang telah mereka untuk menjauhkan Ahlul Baitz dari kepemimpinan, menyepakati pengingkaran mereka atas keabsahaan kepemimpinan Ahlul Baitz ( Imam Ali ) sekaligus menyepakati berbagai tindakan yang telah mereka lakukan.

    Mungkin yang kurang disadari adalah bahwa kita tidak berkewajiban untuk menempatkan mereka sebagai Imam atau Panutan, sebagaimana mereka tidak merasa berkewajiban untuk menempatkan Ahlul Baitz ( Imam Ali ) sebagai Imam, sekalipun Ahlul Baitz ( Imam Ali ) telah disucikan oleh Allah swt.

    Persoalan lainnya adalah ketika kita mengakui kedudukan mereka sebagai Imam / Ulil Amr maka secara tidak langsung kita telah menjauhkan diri dari sumber kebenaran sekalipun kita tetap berpegang pada kitab suci Al-quran namun kita tetap membutuhkan Imam sebagai panutan,suri tauladan,pembimbing sekaligus penunjuk jalan kepada kebenaran.

    Pertanyaannya apakah Abubakar,Umar dan Usman bahkan Muawiyah memiliki kelayakan sebagai Imam / Ulil Amr ? sementara diantara mereka ada Ahlul Baitz Nabi yang telah disucikan sebagai padanan Kitab Suci Al – Quran.

    Sejarah dan Fakta telah membuktikan ketika kita mengabaikan kedudukan Ahlul Baitz sebagai Imam maka kita bukan saja menjadi sarana pengeksploitasian dari satu pimpinan ke pimpinan lainnya bahkan sebagian dari Umat Islam telah terjebak pada penghormatan yang berlebihan sampai pada pemujaan yang pada akhirnya semakin terperosok dalam kesesatan.

    Selama ini sebagian dari kita menelan begitu saja dan terus-menerus mengikuti apa yang disampaikan lalu mengira dengan hanya berpegang pada Al – Quran kita akan menemukan jalan kebenaran sekalipun fakta membuktikan lain, bahkan kita tercerai berai dan saling bermusuhan sekalipun sama –sama menyatakan berpegang pada Kitab Suci Al-quran.

    Mungkin yang dilupakan, bahwa Kitab Suci Al – Quran dan Hadisr keduanya merupakan sumber hukum, dan sebagai sumber hukum tentunya semakin banyak dilakukan penafsiran akan semakin kabur dan semakin jauh dari kebenaran.

    Maka keberadaan seorang Imam (sebagai Hakim ) tentu sangat dibutuhkan, yang bukan saja memiliki kemampuan namun juga memiliki kesetaraan dalam hal kesucian.untuk dapat menghidupkan hukum tersebut secara tepat dan benar sesuai dengan yang diwahyukan.sebagaimana disebutkan didalam Al-Quran, Tidak akan menyentuh kedalaman Al-Quran kecuali mereka yang disucikan
    Sekalipun demikian penolakan perbedaan dan penolakan tentunya tidak harus diungkapkan dengan cara arogan dan saling menyerang, biarlah berbagai kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan orang terdahulu menjadi pelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan mereka dimasa sekarang.

    Biarlah masing – masing kita menentukan pilihan dan bertanggung jawab atas setiap yang kita putuskan,kebenaran bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan biarlah waktu yang akan membuktikan.Insya Allah kebenaran akan menghampiri mereka yang jujur dalam melakukan penilaian dan benar – benar tulus dalam mencari kebenaran. Amin.

    Abi Mikhael
    12 june 2012

  8. boss!!! gw mau tanya nich

    abu bakar, umar dan usman masuk surga apa neraka? dijawab ye boss yang sesuai dengan kesohehan aqidahnye syiah

    what the syiah, email gw yg sebelumnya diblokir, ape koneksi inet gw yg lemot ye

  9. Untuk tanyasyiah : Saya balik tanya : Menurut anda Abu Bakar, Umar dan Usman itu pengikut Nabi yang setia atau tidak ?

  10. Engga usah pake ukuran Syiah, pake aja ukuran Sunni sendiri, pasti ente bakal ketemu deh.

  11. boss, gw kan nanya… eh elo malah balik nanya, piye toh!

    nih pertanyaan gw
    ” abu bakar, umar dan usman masuk surga apa neraka?”

    jawabannye simpel kan, masuk surga ataw neraka

    come on guys be a gentle!

    sorry boss email gw ga diblokir, inet gw yg lemot

  12. Hihihihi orang2 nie gak ikut perang tabuk aja sok tau menganalisa begini hihihi. Noh, Mahdi syiah gak pernah perang sekalipun,, masih bersembunyi di comberan depan rumah hihihihi

  13. he he …. biar rada muter2 dikit. Menurut ane sih kita engga bisa dan emang tdk punya hak untuk menentukan atau memastikan seseorang itu calon penghuni surga atau neraka. Tapi kalau para nabi dan wali yang sdh disucikan Allah sdh pasti masuk surga. Di luar itu siapapun kecuali para Nabi, tidak bisa memastikan atau dipastikan. Kesimpulannya pertanyaan ente itu tidak pada tempatnya.

    Untuk willy, peristiwa2 yg terjadi dalam sejarah Islam sah2 saja dianalisa oleh siapa saja dan tidak perlu ex veteran perang Tabuk atau pernah mengalaminya he he he (mustahil kan?).
    Ya maksud ane kita yg berada di masa sekarang ini hanya menerima khasanah berupa kitab2 sejarah dan hadis/riwayat2 yang menginformasikan kejadian/peristiwa masa dulu. Apa cukup kita simpan di rak buku saja? Ya tdk lah. Artinya kita harus berusaha membaca dan menafsirkannya tentunya dengan menggunakan suatu guidance tertentu.

  14. hehehe klo sudah menulis prajurit yg munafik kepada komandannya atau melarikan diri dari perang meninggalkan komandan, tolong juga tulis ttg “Komandan yg munafik kepada pengikutnya, atau komandan yg melarikan diri dari pengikutnya”. seperti Mahdi nya syiah yg katanya coming soon.. hihihi…. pasti masuk box office tuh 😀

  15. willy engga usahlah anda membelokkan permasalahan. Masalah al Mahdi baik versi Sunni maupun Syiah saya kira sdh lain topik. Tapi yg jelas posisi al Mahdi versi Syiah bukan spt yg anda bayangkan (adem ayem, tenteram dan aman sambil baca koran), tapi selalu dikejar musuh2 untuk membunuhnya.

  16. hihihihi,, dan yg jelas imam mahdi bukan juga yg seperti mahdi versi trial,, eh syiah (serem kejem, membunuh 9 dari 10 manusia, meratakan masjidil haram-nabawi, sambil baca shahifah ali/ shahifah majalah playboy??), tapi ahlul bait yg dikhianati syiahnya sendiri padahal mereka memanggil2, tawassul, dan doa mempercepat kemunculannya. Persis dgn syiah kufah terhadap imam Hussein as..
    hihihi

  17. boss gw baca di republika.co.id kalo abu bakar itu masuk surga di judul “para sahabat masuk surga”

    pegimane tuh boss? layangin surat gugat aje boss ke republika

    pemilik blognye koq ga jawab2, ape gi ikut sukarelawan ama majdi irak ataw garda iran atw hizbulnye libanon tuk gabung ama tentaranye ataw sabihanye assad. hehehe… becanda boss!!!

  18. yaaa,… ente ngomong seolah-olah entee orang yahudiii,.

    ingat kawann orang yahudi dan nasrani tak akan pernah senang dengan kaum muslimin hingga kaum muslimin menggikuti perbuatan merekaa,.
    hahahyyy,.

    ehh luu yahudii ngak usah banyak bacott,.

  19. ho ho ho ……..cuma segitu doang euy….

  20. Kalo menjadi istri Nabi saja tidak jaminan masuk surga apalagi kalo cuma sahabat. Ingat kisah istri dan Anak Nabi Nuh as. Kalo pelari / sprinter uhud sebagaimana yang diabadikan alquran termasuk sahabat setia pada Rasulullah atau bukan ?

  21. @SP

    Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, itulah kemenangan yang besar [QS At Taubah : 88-89]

    SP, sebelum masuk ke argumen2 yang telah SP paparkan dengan panjang lebar, rasanya SP harus menjelaskan dulu kepada para salafiyun, makna logika dari ayat tsb.
    Bagi saya (tanpa perlu ditambahkan argumen2 SP yang panjang tsb) sudah menjelaskan bahwa ayat tsb tidak pernah menyatakan bahwa semua yang ikut perang Tabuk dijamin masuk surga. Bagi saya ayat tsb hanya menjamin bahwa Rasul dan orang2 yang beriman bersama Rasul saja yang masuk surga.
    Nahh perlu dijelaskan lagi kepada mereka (salafiyun?), bahwa kalimat ayat tsb masih membuka kemungkinan bahwa yang berangkat dengan Rasul ada yang beriman dan ada juga yang tidak. Yang beriman berjihad dengan harta dan jiwa mereka, sedang yang munafik tentu tidak menyediakan harta dan jiwa mereka.

    salam

  22. @All
    Perdebatan yang melenceng ke arah masuk surganya seseorang sudah diantisipasi oleh SP dengan pembukaan maupun penutupan artikel ini, rasanya agak ndablek jika masih bertanya si fulan masuk surga atau tidak. Ini saya kutip lagi tulisan tsb, karena kemungkinan besar ada yang nyelutuk tanpa membaca, atau kalaupun membaca namun tidak paham:

    Sebenarnya masalah siapa yang masuk surga atau tidak, itu adalah kuasa dan kehendak Allah SWT. Kita hanya berbicara sesuai dengan dalil yang ada baik dari firman Allah SWT ataupun hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]

    dan:

    Dengan tulisan ini bukan berarti kami mengatakan Abu Bakar, Umar, Utsman adalah orang munafik dan tidak dijamin surga. Yang ingin kami kritik adalah cara pendalilan nashibi yang tidak sesuai dengan kaidah kelimuan atau terjebak dalam fallacy.

    PS: Yang masuk surga bukan hanya mereka yang maksum, banyak umat Rasulullah SAW yang berdosa yang juga akan masuk surga. Jadi seseorang masuk surga bukan berarti seluruh tindakannya pasti benar (maksum).

    salam.

  23. […] alaikum wa rahmatollah. Bismillahi ar Rahman ar Rahim. Artikel berikut di ambil dari blog secondprince. ========== Sebenarnya masalah siapa yang masuk surga atau tidak, itu adalah kuasa dan kehendak […]

  24. ok noted boss, sahabat nabi yang dah dijamin masuk surga aje masih dipertanyakan oleh syi’i

    nah apelagi si khomeini, pastinye lebih-lebih dipertanyakan lagi???!!

    tapi kok para syi’i pada ngedablek ngagungin banget si khomeini

  25. @tanyasyiah

    ok noted boss, sahabat nabi yang dah dijamin masuk surga aje masih dipertanyakan oleh syi’i

    Yang dipertanyakan apanya?
    1. Mempertanyakan kesahihan hadits tsb? bukankah sah2 saja jika hadits dikupas dan diperiksa kesahihannya.
    2. Mempertanyakan perbuatan2 mereka?
    Walaupun saya tidak ingin terlibat dalam mempertanyakan/memperdebatkan perbuatan2 mereka, namun saya tidak melihat kontradiksi perbuatan tsb dengan hadits tsb. Bukankah sudah anda noted bahwa dijamin masuk surga bukan berarti tidak pernah berbuat salah (maksum), so?

    Sebaiknya kita berhenti menyamakan masuk surga dengan kesucian/maksum.

    Masalah masing2 memiliki idolanya sendiri2, rasanya sah2 saja. Saya juga tidak tertarik untuk mempertanyakan idola anda (sayangnya memang banyak teman2 dari syi’ah dan sunni yang terjebak pada menghujat idola mazhab lain). Wong sesembahan kaum kafir Quraisy saja tidak boleh kita menghujatnya, karena otomatis yang kita sembah akan balas dihujat.

    Mengagungkanseseorang karena jasa2nya itu juga bukan hal yang salah toh. Syi’ah mengagungkan Khomeini menjadi salah karena syi’ah menghujat idola anda?
    Ini yang juga harus disadari oleh teman2 syi’ah bahwa hujat menghujat tidak berujung kepada manfaat, hanya akan berujung kepada keburukan.
    Bagi saya menghujat idola/panutan mazhab lain sama saja kita memerintahkan mereka untuk menghujat idola/panutan kita.
    Dengan kata lain ketika seseorang menghujat panutan kita karena kita menghujat panutan mereka, maka dosanya akan dishare?.

    salam

Tinggalkan komentar