Apakah Jahjah Al Ghifariy Termasuk Sahabat Nabi?

Apakah Jahjah Al Ghifariy Termasuk Sahabat Nabi?

Siapakah Jahjah Al Ghifariy?. Dalam salah satu tulisan kami mengenai terbunuhnya khalifah Utsman bin ‘Affan radiallahu ‘anhu, kami menyebutkan bahwa Jahjah Al Ghifariy termasuk salah seorang yang ikut mengepung khalifah Utsman. Jahjah Al Ghifariy termasuk sahabat Nabi yang ikut membaiat di bawah pohon (baiatur ridwan).

Ada sebagian nashibi yang menyebarkan syubhat bahwa Jahjah Al Ghifariy tidak tsabit sebagai sahabat Nabi. Diantaranya ia mengutip perkataan Ibnu Hibban bahwa sanad hadis Jahjaah Al Ghifariy melalui Musa bin Ubaidah seorang yang dhaif. Intinya menurut nashibi, tidak ada sanad shahih yang membuktikan bahwa Jahjah termasuk sahabat Nabi.

Syubhat ini tergolong syubhat murahan karena tidak ada aturan bahwa seseorang dikatakan sahabat Nabi maka ia harus mutlak punya hadis dengan sanad shahih dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Terdapat sahabat Nabi yang tidak meriwayatkan hadis dan terdapat sahabat Nabi dimana kedudukannya sebagai sahabat dinyatakan oleh tabiin.

.

.

حدثني روح بن عبد المؤمن حدثني أبو الربيع سليمان بن داود الزهراني أنبأنا حماد بن زيد عن يزيد بن حازم عن سليمان بن يسار أن جهجاهاً الغفاري دخل على عثمان فأخذ منه عصا النبي صلى الله عليه وسلم التي كان يتخصر بها فكسرها على ركبته فأخذته الأكلة في ركبته؛ وكان جهجاه ممن بايع تحت الشجرة، رضي الله تعالى عنه

Telah menceritakan kepadaku Rauh bin ‘Abdul Mu’min yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Rabi’ Sulaiman bin Daud Az Zahraniy yang berkata telah memberitakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Yazid bin Hazm dari Sulaiman bin Yasaar bahwa Jahjaah Al Ghifaariy masuk menemui Utsman dan mengambil tongkat Nabi darinya kemudian mematahkan tongkat tersebut dengan lututnya maka ia menderita penyakit akilah pada lututnya dan Jahjah termasuk sahabat Nabi yang membaiat di bawah pohon radiallahu ‘anhu [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/274]

Riwayat ini sanadnya shahih para perawinya tsiqat dan Sulaiman Bin Yasaar tergolong tabiin yang menemui masa khalifah Utsman

  • Rauh bin Abdul Mu’min termasuk salah satu guru Bukhari. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib 1/229]. Abu Hatim berkata “shaduq” [Al Jarh Wat Ta’dil juz 3 no 2259].
  • Sulaiman bin Daud Az Zahraniy adalah perawi Bukhari dan Muslim. Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Abu Zur’ah, An Nasa’i dan Abu Dawud menyatakan ia tsiqat [Tahdzib Al Kamal 11/424 no 2513] Hammad bin Zaid termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Ibnu Mahdi berkata “imam bagi orang-orang di zaman mereka ada empat, Sufyan Ats Tsawriy di Kufah, Malik di Hijaz, Auza’iy di Syam dan Hammad bin Zaid di Bashrah”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tsabit hujjah banyak meriwayatkan hadis”. Yaqub bin Syaibah menyatakan tsiqat. Al Khalili menyatakan tsiqat muttafaq ‘alaih [At Tahdzib juz 3 no 13].
  • Yazid bin Haazm Al Azdiy termasuk perawi yang tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat insya Allah”. Ahmad dan Ibnu Main berkata “tsiqat”. Al Ijli berkata “Yazid dan Jarir, keduanya putra Haazm keduanya orang basrah yang tsiqat”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 514]
  • Sulaiman bin Yasaar Al Hilaaliy termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Abu Zur’ah berkata “tsiqat ma’mun, memiliki keutamaan dan ahli ibadah”, Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat alim faqih banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli berkata “tabiin tsiqat ma’mun, memiliki keutamaan dan ahli ibadah” [At Tahdzib juz 4 no 391]

Sulaiman bin Yasaar telah mendengar dari Abu Rafi’ maula Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Abu Hatim berkata bahwa hadisnya dari Abu Rafi’ mursal dan ini keliru karena Muslim telah membawakan dalam shahihnya hadis Sulaiman bin Yasaar dari Abu Rafi’ dan Ibnu Abi Khaitsamah dalam Tarikh-nya membawakan riwayat shahih bahwa Sulaiman bin Yasaar mendengar dari Abu Rafi’ [At Tahdzib juz 4 no 391].

Abu Rafi’ atau Aslam maula Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat pada awal masa Khalifah Ali [radiallahu ‘anhu]. [At Taqrib 2/396]. Ath Thabrani mengutip Harun bin ‘Abdullah Al Hammaal yang berkata “Aslam mawla Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat setelah terbunuhnya Utsman pada tahun 35 H” [Mu’jam Al Kabir 1/307 no 910].

Peristiwa pengepungan Utsman yang menyebabkan Beliau terbunuh terjadi pada tahun 35 H. Terbukti Sulaiman bin Yasaar mendengar Abu Rafi’, hal ini menunjukkan ia menyaksikan peristiwa pengepungan Utsman maka riwayat tersebut shahih dan Sulaiman bin Yasaar menyaksikan Jahjaah Al Ghifari ikut mengepung Utsman serta ia bersaksi bahwa Jahjaah termasuk sahabat yang ikut membaiat Nabi di bawah pohon.

.

.

Sulaiman bin Yasaar dalam penyebutan Jahjaah sebagai sahabat yang berbaiat di bawah pohon memiliki mutaba’ah yaitu Urwah bin Zubair sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Syabbah An Numairi dalam Tarikh Al Madinah dengan sanad sebagai berikut

حدثنا علي بن محمد عن عبد الله بن مصعب عن هشام إبن عروة عن أبيه

Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Muhammad dari ‘Abdullah bin Mush’ab dari Hisyaam bin Urwah dari ayahnya [Tarikh Al Madinah 3/1111 no 1799]

Sanad ini kedudukannya hasan, para perawinya tsiqat kecuali ‘Abdullah bin Mush’ab dia seorang yang hadisnya hasan.

‘Ali bin Muhammad adalah Al Mada’iniy disebutkan Adz Dzahabi bahwa ia Allamah Hafizh shaduq. Ibnu Main berkata “tsiqat tsiqat tsiqat” [As Siyar Adz Dzahabi 10/400]. Hisyam bin Urwah bin Zubair seorang yang tsiqat dan faqih [At Taqrib 2/267] dan ayahnya Urwah bin Zubair adalah tabiin madinah yang tsiqat faqih masyhur, ia lahir pada awal pemerintahan khalifah Utsman [At Taqrib 1/671]

‘Abdullah bin Mush’ab, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 7/56] telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat dan Ibnu Hibban sendiri menshahihkan hadisnya [Shahih Ibnu Hibban no 7287]. Abu Hatim berkata “syaikh” [Al Jarh Wat Ta’dil 5/178]. Al Hakim menshahihkan hadisnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi [Mustadrak Ash Shahihain no 2733].

Ternukil pendapat Ibnu Main yang melemahkannya [Lisan Al Mizan 3/361] tetapi nukilan ini tidak tsabit dari Ibnu Ma’in, sanad lengkapnya disebutkan Al Khatib yaitu dari Muhammad bin Abi Fawaris dari Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy dari Ali bin Husain bin Hibban dari ayahnya dari Ibnu Ma’in [Tarikh Baghdad 10/173]. Sanad ini dhaif karena Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy, ia telah dinyatakan tsiqat oleh Abu Nu’aim tetapi telah didhaifkan oleh Al Barqaniy, dilemahkan oleh Abu Hasan Muhammad bin ‘Abbas bin Furaat dan Muhammad bin Abi Fawaaris [Tarikh Baghdad 2/265 no 734]. Ibnu Jauzi menyatakan Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy dhaif [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi 3/54 no 2960]

Pendapat yang rajih tentang Abdullah bin Mush’ab adalah ia seorang yang hadisnya hasan sedangkan pelemahan terhadapnya hanya bersandar pada nukilan Ibnu Main yang tidak tsabit. Maka kedudukan riwayat Urwah bin Zubair ini adalah hasan dan ia menyaksikan langsung peristiwa pengepungan terhadap Utsman bin ‘Affan [radiallahu ‘anhu].

.

.

Sulaiman bin Yasaar dan Urwah bin Zubair bersaksi bahwa Jahjaah bin Sa’id Al Ghifariy adalah sahabat Nabi yang ikut berbaiat di bawah pohon dan ia termasuk diantara orang-orang yang mengepung khalifah Utsman. Maka benarlah para ulama yang menyatakan bahwa Jahjaah bin Sa’id Al Ghifariy adalah sahabat Nabi yaitu Abu Hatim, Ibnu Hajar, Ibnu ‘Abdil Barr dan Adz Dzahabiy.

20 Tanggapan

  1. ini salah satu tulisan yang menjawab “Keadilan Sahabat” yang menjadi doktrin nashibi.
    terlebih dahulu mungkin kita perlu tau definisi “Sahabat” oleh kaum nashibi.

  2. Sebelum kita menganggap Jahjah Al Ghifariy sahabat, terlebih dahulu kita harus ada satu definisi yang disetujui bersama. Yakni hubungan antara 2 orang atau lebih yang bagaimana dapat disebut sahabat.
    Bagi saya, yang disebut SAHABAT adalah hubungan 2 orang atau lebih yang sangat erat dimana dalam pergaulan mereka BERDISRI SAMA TINGGI, DUDUK SAMA RENDAH dan BERAT SAMA DIPIKUL RINGAN SAMA DIJINJING.. Maka Jahjah A Ghafary bukan seorang sahabat. Imam Ali as orang yang paling dekat pada Rasul dan Saudara Dunia Akhirat dengan Rasulpun tidak mengatakan bahwa ia SAHABAT Rasul. Tapi Imam Ali mengatakan Aku adalah MURID dan BUDAK Rasul. Wasalam

  3. apa anda semua kenal dengan jahja mihardja? ada hubungan apa dia dengan jahja di atas?

  4. Ada bantahan dari Farid al nashibi, ia mengatakan bahwa atsar Sulaiman bin Yasar yang memuat lafaz “baiatur ridwan” adalah tambahan dari para perawinya. Kami katakan : ini bukan argumentasi tetapi sedang berkhayal.

    Silakan tunjukkan buktinya, jika ada perbedaan riwayat dimana ada yang menyebutkan lafaz “baiatur ridwan” dan ada yang tidak menyebutkan maka tidak bisa seenaknya dinyatakan itu tambahan dari perawinya. jika terbukti sanad tersebut shahih maka tidak ada alasan untuk mengembalikan kesalahan kepada para perawi ,bisa saja perawi yang satu menyebutkan lafaz “baiatur ridwan” dan perawi lain tidak menyebutkan maka kedudukan lafaz tersebut adalah ziyadah tsiqat.

    Orang yang ingin mengembalikan kesalahan kepada para perawinya seolah ingin mengatakan bahwa sang perawi mencampuradukkan riwayat dengan pendapatnya sendiri maka orang tersebut harus membawakan hujjah kuat bahwa lafaz “baiatur ridwan” berasal dari perawi yang ia maksud. Kalau tidak mengerti cara berhujjah jangan sok berkomentar seolah anda yang paling paham wahai nashibi.

    Kedua ia melemahkan Abdullah bin Mush’ab. Ia katakan ta’dil Ibnu Hibban tidak kuat. Kami katakan ta’dil Ibnu Hibban dalam hal ini mengandung qarinah yang menguatkan. Qarinah pertama telah meriwayatkan dari Abdullah bin Mush’ab para perawi tsiqat. Qarinah kedua : Ibnu Hibban sendiri menshahihkan hadis Abdullah bin Mush’ab dalam kitabnya Shahih Ibnu Hibban.

    Kalau Farid nashibi itu ingin mengutip Adz Dzahabi yang memasukkan Abdullah bin Mush’ab dalam Mizan Al Itidal dan Mughni Adh Dhu’afa maka kami jawab : apakah jika sang perawi ada biografinya dalam Al Mizan maka itu berarti Adz Dzahabi memandang ia dhaif?. Jawabannya tidak, orang yang menjawab ya maka ia orang sok tahu yang ingin menipu orang awam. Kitab Al Mizan tidak dibuat Adz Dzahabi untuk menuliskan orang-orang yang ia anggap dhaif tetapi orang-orang yang didalamnya ada pembicaraan. Adz Dzahabi terkadang menta’dilkan orang yang ia tulis dalam Al Mizan.

    Kemudian apakah jika seorang perawi terdapat dalam kitab Mughni Adh Dhu’afa maka itu berarti ia dhaif dalam pandangan Adz Dzahabi?. Jawabannya secara umum ya tetapi itu tidak mutlak, kita harus melihat apa yang ditulis Adz Dzahabi dalam Al Mughni. Kalau mau diterapkan secara mutlak maka itu berarti Adz Dzahabi mendhaifkan Abdurrazaq seorang hafizh yang disepakati ketsiqahannya karena Abdurrazaq juga dimasukkan dalam Al Mughni.

    Apa yang tertulis dalam Al Mughni tentang Abdullah bin Mush’ab. Inilah dia

    عبد الله بن مصعب الزبيري والد مصعب ضعفه ابن معين

    Abdullah bin Mush’ab Az Zubair ayahnya Mush’ab dilemahkan Ibnu Main.

    Jadi Adz Dzahabi hanya menukil pendapat Ibnu Ma’in dan telah kami buktikan bahwa nukilan Ibnuain itu tidak tsabit. Jika dikatakan Adz Dzahabi melemahkan Abdullah bin Mush’ab maka Adz Dzahabi sendiri mengalami tanaqudh karena ia sendiri menshahihkan hadis Abdullah bin Mush’ab dalam Talkhis Al Mustadrak.

    Farid An Nashibi itu juga ingin menguatkan nukilan Ibnu Ma’in dengan membela Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy. Diantaranya perkataan Ibnu Abi Fawaris “fiihi tasyahul syadid” Farid ingin mengesankan bahwa perkataan ini bukanlah perkataan yang melemahkan. Kami katakan padanya : silakan belajar lagi ilmu hadis wahai farid nashibi, untuk mudahnya silakan baca risalah yang berjudul

    ابن أبي الفوارس وأقواله في الرجال

    disana terdapat faedah bahwa lafaz “fihi tasyahul syadid” adalah lafaz jarh martabat kedua maka disisi Ibnu Abi Fawaris perawi dengan lafaz tersebut adalah lemah. Jangan berkhayal yang bukan-bukan wahai nashibi

    Sebagai tambahan buat anda nashibi yang kebetulan mengutip Mughni Adz Dzahabi maka silakan lihat wahai nashibi, Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy juga disebutkan Adz Dzahabi Di dalam Al Mughniy.kemudian jangan lupa wahai nashibi, Al Barqani dan Ibnu Jauzi menyatakan bahwa Muhammad bin Humaid Al Makhzumy dhaif

  5. maaf mas sp, saya baru gabung nih jdi msih banyak istilah asing yg masih belum saya ketahui. kalau boleh tau nashibi itu nama orang, kelompok atau apa ?

  6. Farid nashibi memberikan jawaban ngeyel dan cukuplah kami beri jawaban sederhana.

    Well, it isn’t proven to be saheeh either. One narrator is saduq (Rawh bin Abdul Mu’min) and the other is weakened (Al-Balathuri).

    Rawh bin Abdul Mu’min itu dishahihkan hadisnya oleh Bukhari. Abu Hatim yang mengatakan ia shaduq. Kalau bagi anda nashibi hadisnya tidak masuk derajat shahih ya itu kan kata anda, Bukhari berpandangan lain kemudian Adz Dzahabi juga menyatakan kalau Rauh bin Abdul Mu’min tsiqat [Al Kasyf no 1594]. btw siapa yang melemahkan Al Baladzuri, silakan tunjukkan wahai nashibi siapa ulama jarh wat ta’dil yang melemahkannya. Kalau tidak bisa maka silakan akui kalau anda berdusta.

    Or rather, Ibn Hibban may have strengthened him simply based on every Muslim is a thiqa, which is his usual approach

    Oh kalau begitu maka tidak ada gunanya Ibnu Hibban menshahihkan hadis-hadis dalam kitabnya Shahih Ibnu Hibban.Kebanyakan nashibi memang suka kebablasan dalam penilaian mereka terhadap Ibnu Hibban

    This is a silly comparison. First of all, Abdulrazzaq has tawtheeq of Al-Thahabi INSIDE Al-Mughni. He also included him in his book that mentions the names of criticized narrators that are muwathaq. Abdullah bin Mus’ab has no such treatment, and Al-Thahabi’s view of him is obvious.

    Wahai nashibi yang lemah akalnya, bukankah anda yang menganggap Dzahabi melemahkan Abdullah bin Mush’ab hanya karena namanya ada dalam Al Mughni. Saya bisa dong mengatakan Adz Dzahabi tidak melemahkannya karena ia sendiri menshahihkan hadis Abdullah bin Mush’ab dalam kitabnya yang lain. Jadi apa yang Dzahabi tulis dalam Al Mughni cuma mengutip jarh yang ternukil dari Ibnu Main.

    Do this guy even know Ibn Abi Al-Fawaris is talking about? He is talking about talaqee, not dhabt or adala.

    dasar ngeyel makanya dicari dan pelajari dulu baru bicara. Nih silakan baca apa yang dikatakan As Suyuthi dalam salah satu kitabnya الشمائل الشريفة

    ( كان لا يأكل الثوم ولا البصل ولا الكراث من أجل أن الملائكة تأتيه وأنه يكلم جبريل ) حل خط عن أنس ض
    كان لا يأكل الثوم بضم المثلثة أي النيء ولا الكراث بضم الكاف ولا البصل كذلك من أجل الملائكة تأتيه وأنه يكلم جبريل فكان يكره أكل ذلك خوفا من تأذي الملائكة به حل خط وكذا الدارقطني في غرائب مالك كلهم عن أنس ثم قال الخطيب تفرد به محمد بن إسحاق البكري بهذا الإسناد وهو ضعيف ومحمد بن حميد بن سهيل أي أحد رجاله ضعيف وكان فيه تساهل شديد اه وقد أورده الذهبي في الضعفاء وقال ضعفه ابن الجوزي

    Sepertinya As Suyuthi memahami lafaz “fihi tasyahul syadiid” sebagai lafaz yang melemahkan Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy

    I noticed that he didn’t even bother to respond to my post about the turuq of the book by Yahya bin Ma’een. Even if we reject Mohammed bin Humaid, the weakening of Ibn Ma’een is still accepted due to this being one of his books that was narrated through various paths.

    Maaf nashibi silakan belajar cara berhujjah dengan benar. Kalau memang anda menemukan banyak jalan kitab Ibnu Main yang menukil jarh terhadap Abdullah bin Mush’ab ya silakan bawakan. Karena kami tidak memiliki kitab tersebut kalau memang ada dalam kitab tersebut jarh terhadap Abdullah bin Mush’ab dan jalan sanadnya shahih maka kami tidak keberatan untuk menerimanya. Lagipula apa menurut standar anda wahai nashibi, Husain bin Hibban itu termasuk ulama yang tsiqat dan mu’tabar dalam penukilannya dari Ibnu Main, boleh tahu siapa yang menyatakan ia tsiqat?

  7. Kalau anda para pembaca ingin melihat nashibi yang suka membantah seolah tidak mau kalah maka lihatlah Farid si nashibi. Silakan anda perhatikan komentarnya dari awal mula ia berkomentar sampai saat ini. Bantahan yang ia buat tidaklah fokus pada inti diskusi tetapi bantahan ngeyel yang nggak jelas sedangkan inti diskusinya malah tidak dibahas dengan teliti. Farid itu sekarang berkomentar

    As I said, he is saduq. Al-Bukhari narrates the hadiths of saduq narrators.

    Apa gunanya pernyataan ini?. Bukankah sebelumnya ia berkata it isn’t proven to be saheeh either. One narrator is saduq. Jika dalam pandangan nashibi bahwa hadis perawi shaduq tidaklah shahih maka silakan lihat Bukhari yang ia akui sendiri bahwa Bukhari banyak meriwayatkan hadis dari perawi shaduq dan tidak ragu untuk memasukkannya dalam kitab yang dishahihkan oleh Bukhari sendiri. Kalau nashibi itu menginginkan lafaz “tsiqat” terhadap Rawh maka silakan lihat pernyataan Adz Dzahabi dalam Al Kasyf. Intinya pernyataan Farid dan bantahannya ini sama sekali tidak ada gunanya hanya bantahan ngeyel dari orang yang suka membantah

    Al-Balathuri is in Lisan Al-Mizan. As I said previously, this is because he is seen in a weak light.

    Lagi-lagi Farid nashibi ini membawakan aturan baru. Kitab Lisan Al Mizan bukanlah kitab yang isinya semua perawi yang dianggap dhaif oleh Ibnu Hajar. Kedudukan kitab ini sama halnya dengan kitab Al Mizan Adz Dzahabi. Dan sekedar informasi Ibnu Hajar sering berhujjah dengan kitab Al Baladzuri dalam tulisan-tulisannya.

    Jadi aturan baru versi nashibi ini hanya menunjukkan ketidakpahamannya terhadap kitab Rijal. Dan bantahan seperti ini tidak mengena, tunjukkan ulama yang melemahkan Al Baladzuri dan apa jarh ulama tersebut?. Jawab dengan jelas bukannya dengan asumsi atau khayalan yang nggak jelas.

    Al-Thahabi, in Al-Siyar admits that his Talkhees of Al-Mustadrak needs a lot of work and editing. This is because he worked on in when he was younger. So, even if we accept that he made tawtheeq of Abdullah bin Mus’ab, his new view of him overrides the old.

    lho itu persepsi anda wahai nashibi. Kan anda yang mempersepsikan Adz Dzahabi keliru atau merujuk pendapatnya. Nah saya juga bisa mempersepsikan bahwa Adz Dzahabi menshahihkan hadis Abdullah bin Mush’ab dan dalam Al Mughni Adz Dzahabi hanya menukil jarh dari Ibnu Main. Dasar persepsi saya adalah tidak selalu perawi dalam Al Mughni itu dilemahkan oleh Adz Dzahabi. Anda punya persepsi dan saya punya persepsi. Persepsi anda tidaklah menafikan persepsi saya. Mana bukti yang menguatkan bahwa persepsi anda benar dan persepsi saya keliru. Mengertikah anda wahai nashibi, jadi gak perlu sibuk di bagian ini fokus pada inti masalahnya

    Inti permasalahan disini adalah apa yang tertulis dalam Al Mughni yaitu jarh Ibnu Main yang dinukil Adz Dzahabi. kami bisa katakan anda Farid nashibi itu keliru dalam berhujjah atau mengalami tanaqudh. Jika dengan tercantumnya nama Abdullah bin Mush’ab dalam Al Mughni dianggap Adz Dzahabi melemahkan Abdullah bin Mush’ab maka silakan nashibi itu juga mengakui bahwa Adz Dzahabi melemahkan Muhammad bin Humaid Al Makhzumy karena ia juga dicantumkan Adz Dzahabi dalam Al Mughni.

    It doesn’t matter if Al-Bukhari said he had tasahul. I asked, do you know what tasahul implies and how it can be applied to this hadith?

    Ini juga kata-kata yang nggak penting. Intinya disini lafaz “fihi tasyahul syadid” dari Ibnu Abi Fawaris adalah lafaz jarh dalam risalah ابن أبي الفوارس وأقواله في الرجال lafaz tersebut adalah jarh martabat kedua. Dan kami sudah bawakan contoh ulama yang memahami lafaz tersebut sebagai lafaz yang melemahkan. Intinya kan itu, Farid nashibi ini mau ngeyel seolah perkataan Ibnu Abi Fawaris itu bukanlah jarh terhadap Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy, itulah yang kami bantah. Kesimpulannya Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy ini memang dilemahkan oleh Ibnu Abi Fawaris. Dan ia pun telah dilemahkan oleh Al Barqani dan Ibnu Jauzi dengan lafaz “dhaif”. Jadi ya gak perlu diskusi jauh-jauh yang tidak jelas, fokus wahai nashibi

    Al-Khateeb Al-Baghdaadi includes him in his Tareekh and praises him as a person of fadhl and knowledge. He then praises his book.

    Lucu, lucu. Mengapa anda wahai nashibi hanya menjawab bagian yang ini?. Mengapa hal yang lebih penting malah tidak dijawab?. Tunjukkan jalan sanad shahih kitab Ibnu Main yang memuat jarh terhadap Abdullah bin Mush’ab?. Kalau anda wahai nashibi punya jalan sanad jarh Ibnu Main terhadap Abdullah bin Mush’ab yang tidak melalui Muhammad bin Humaid Al Makhzumy ya silakan bawakan. Itu intinya.

    Mengenai Husain bin Hibban, itu cuma sentilan buat standar anda nashibi dalam menilai perawi. Kalau anda mengakui ucapan Al Khatib itu sebagai bentuk ta’dil maka anda seharusnya paham bahwa ta’dil itu tidak terbatas pada lafaz “tsiqat”. Begitu pula jarh tidak terbatas pada lafaz “dhaif” ada jenis bentuk jarh lain misalnya perkataan Ibnu Abi Fawaris “fihi tasyahul syadid” itu adalah lafaz jarh. Jika Ibnu Abi Fawaris menyatakan lafaz tersebut kepada salah seorang perawi maka itu berarti ia melemahkan perawi tersebut. Itulah intinya wahai nashibi.

    kalau anda mau ngeyel bahwa lafaz “fihi tasyahul syadid” dari Ibnu Abi fawaris tidak ada kaitan dengan dhabit atau ‘adalah maka itu adalah ngeyelan anda sendiri dan bisa dibalas dengan ngeyelan yang sama bahwa lafaz “memiliki keutamaan dan pengetahuan” pada Husain bin Hibban bukan lafaz yang menunjukkan dhabit atau ‘adalah. contohnya : para qadhi atau faqih juga memiliki keutamaan dan pengetahuan tetapi belum tentu mereka tsiqat atau dhabit. Nah lihatlah, bantahan gaya anda wahai nashibi bisa dipakai untuk membantah anda sendiri. Lucu bukan

    Mari berhenti melucu dan silakan diskusi dengan fokus. Langsung tanggapi bagian intinya jangan hanya sibuk menampilkan bantahan seolah anda ingin menjaga wibawa di forum nashibi. Mungkin para pecinta dan penggilan anda di forum nashibi akan terkesima dengan bantahan anda tetapi bagi orang yang kritis bantahan anda itu tidak ada nilainya atau tidak mengena 😀

  8. Aneh bantahan berikutnya pun bergaya sama. Saya mulai yakin nashibi yang sok mengaku ahlus sunnah ini memang tidak punya itikad baik untuk mencari kebenaran.

    Difference of opinion regarding accepting the addition of a narrator revolves around those that are thiqa. This does not apply to saduq narrators. Most importantly, once again, the previous chains are stronger than the chain by Al-Balathuri.

    Lagi-lagi muncul aturan baru dari khayalannya sendiri. Rauh adalah seorang yang tsiqat sebagaimana dikatakan Adz Dzahabi. sanad Al Baladzuri sangat cukup sebagai ziyadat tsiqat.

    Akram Dhiya’a Al-Omari mentions Al-Balathuri in the introduction of his seerah (1/67). He states that the hadith scholars look at him in a negative light. His is sufficient, and he is more credible than an anonymous Twelver that poses as a Sunni online.

    argumen lucu, siapa itu Akram Dhiya’a Al Omari? apa dia ulama mu’tabar? apa dia ulama jarh wat ta’dil?. cukuplah bagi kami Ibnu Hajar berhujjah dengan riwayat Al Baladzuri, begitu pula Ibnu Katsir, Adz Dzahabi menyebutnya Allamah dan Al Hafizh. Perkataan mereka jauh lebih bernilai dari bualan nashibi. Bukankah dia sebelumnya berkata Al Baladzuri dilemahkan oleh para ulama. Anehnya ia tidak bisa menunjukkan satupun ulama yang melemahkan Al Baladzuri. Kenapa tidak anda akui wahai nashibi bahwa anda telah berdusta.

    I don’t mind this view, even though it is not entirely correct. Al-Thahabi quotes two views for the latter. One strengthening him and another weakening. On the other hand, he just included the weakening view for Abdullah bin Mus’ab. It surely implies that Abdullah bin Mus’ab is less reliable.

    Tidak usah basa basi, anda mengakui atau tidak bahwa Adz Dzahabi melemahkan Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy. Jika iya maka itu melemahkan argumen anda sendiri yang membela Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy. Jika tidak mengakui berarti anda sendiri sudah inkonsisten.

    Sekarang setelah tersudut baru anda mau melihat apa yang ditulis oleh Adz Dzahabi dalam Al Mughniy, bukankah itu yang dari awal saya lakukan. Saya melihat apa yang ditulis Adz Dzahabi tentang Abdullah bin Mush’ab dan ternyata ia menukil pelemahan Ibnu Main. Inilah fokus yang kami bahas bahwa nukilan Ibnu Main itu tidak tsabit.

    Kami tidak berhujjah dengan gaya orang yang membuat talbis, bahwa tercantumnya nama Abdullah bin Mush’ab dalam Al Mughni sebagai bukti Adz Dzahabi melemahkannya padahal di saat yang sama ia sendiri menguatkan Muhammad bin Humaid Al Makhzumiy yang namanya juga tercantum dalam Al Mughniy. Ia sadar akan hal ini tetapi sengaja mengecoph kaum awam para fans nashibinya di forum kebanggan para nashibi

    Once again, if one were to accept that tasahul refers to adala or dhabt, then are we to assume that Abdullah bin Wahb is weak due to his tasahul? Of course, the fake Sunni would want you to think so, since it would only please him. On the other hand, there is no difference of opinion regarding the reliability of Ibn Wahb.

    Nashibi satu ini ngeyelnya sudah kebangetan. Fokus masalah disini adalah istilah yang digunakan Ibnu Abi Fawaris terhadap para perawi. Bagi mereka yang meneliti perkataan Ibnu Abi fawaris terhadap perawi maka akan menemukan berbagai lafaz jarh seperti “tasahul” atau “fiihi tasahul syadid” atau “dhaif” atau “dhaif jiddan”. Semua itu adalah lafaz jarh yang digunakan Ibnu Abi Fawaris untuk melemahkan perawi. Sekali lagi gak perlu sibuk dengan waham anda sendiri, sudah ada yang membahas tentang Ibnu Abi Fawaris dan bagaimana perkataannya terhadap para perawi. Kalau anda berminat untuk menambah ilmu silakan dibaca kalau tidak ya silakan berpuas diri dengan waham waham anda

    Saya ingatkan wahai nashibi bukan cuma anda yang bisa ngeyel, saya pun bisa jika saya mau. Jika saya menuruti gaya ngeyelnya anda maka apakah lafaz “memiliki keutamaan dan pengetahuan” menunjukkan ‘adalah dan dhabit. Seperti yang pernah saya bilang, para fuqaha [ahli fiqih] juga memiliki keutamaan dan pengetahuan tetapi faktanya banyak diantara mereka yang dhaif bisa ‘adalahnya atau dhabitnya. Jadi apa dasar anda menyatakan Husain bin Hibban tsiqat?.

    Actually, the funny thing is that this guy is so inconsistent, that he only demands such things when the evidence is against him. Remember the stupid excuses he came up with when he was asked to provide tawtheeq of Abu Balj by Al-Nasa’ee? He said something like, “Oh, even if we don’t have a chain, but Al-Nasa’ee has a book, then it is acceptable.” What the hell does that mean? Do you know why this guy is so inconsistent? It is because it doesn’t matter to him if hadith sciences actually support his view or not. All he cares about is debating one point at a time. This is why he will contradict himself, and keep on contradicting himself, every time he posts a new article.

    Orang yang lemah akalnya gak pantas bicara inkonsisten. Anda sendiri sudah inkonsisten dari awal. Mengenai tautsiq Nasa’i terhadap Abu Balj kan sudah saya jelaskan metodenya dari kemarin-kemarin. Jika ada kitab Nasa’i yang bisa dirujuk maka kita merujuk kesana atau jika ada kita mencari asal penukilannya dari kitab lain tetapi jika tidak ada maka tidak ada masalah berpegang pada ulama yang mengutip tautsiq Nasa’i. Metode ini juga saya pakai terhadap Abdullah bin Mush’ab. Adz Dzahabi menukil pelemahan Ibnu Main terhadapnya, saya berusaha mencari asal penukilannya dan saya dapatkan yaitu disebutkan dengan sanad yang lengkap oleh Al Khatib sampai kepada Ibnu Main. Sanad ini ternyata dhaif maka sangat wajar disimpulkan kalau nukilan Ibnu Main itu tidak tsabit. Kalau anda nashibi menyatakan ada sanad lain ya silakan bawakan, berhujjahlah dengan cara metodis bukan dengan membuat talbis.

    Kami tidak pernah melemahkan Husain bin Hibban tetapi apakah kitab yang memuat perkataan Ibnu Main tentang Abdullah bin Mush’ab itu melalui jalan sanad yang shahih atau tidak. Apa susahnya memahami itu?. Orang yang objektif akan paham yang namanya metode tetapi orang yang lemah akalnya tidak akan pernah paham apalagi jika yang bersangkutan akalnya sudah tertutup syiahpobhia. Mungkin sangat memalukan baginya jika orang yang ia tuduh syiah ternyata benar dan dirinya sendiri yang keliru.

  9. Sekedar info bagi para pembaca dan maaf bagi nashibi yang suka menipu,informasi ini tidak ada gunanya karena mereka akan selalu mencari seribu satu cara untuk menyebarkan syubhat. Ada qarinah lain bahwa Jahjah Al Ghifariy termasuk sahabat Nabi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dan Al Mubarakfuri

    http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=6403&idto=6406&bk_no=52&ID=2089
    http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=56&ID=6397

  10. Tulisan di atas sudah dibantah di sini secondprincez.wordpress.com

  11. @jeremi

    maaf ya tulisan rendahan kayak gitu gak masuk hitungan saya untuk ditanggapi. Bahkan kualitasnya jauh lebih rendah dari bantahan nashibi. Penulis itu kagak pernah belajar ilmu hadis jadi bantahannya kebanyakan ngawur dan dusta. Saya baru baca bagian awal saja sudah terlihat betul dustanya. Penulis itu mengatakan Rauh dinyatakan dhaif oleh Abu Zur’ah, nah itu dusta justru Rauh bin Abdul Mu’min termasuk gurunya Abu Zur’ah 😛

    Yang bikin saya ketawa adalah ia merujuk pada kitab Dhu’afa Abu Zur’ah tetapi ia gak baca dengan benar bahwa yang ia lihat di deretan no 156 itu adalah deretan guru-gurunya Abu Zur’ah bukan perawi yang didhaifkan Abu Zur’ah. Kitab tersebut jilid pertama dengan judul الفصل الرابع: شيوخه

    Jilid pertama kitab tersebut menyebutkan tentang Abu Zur’ah biografinya, guru-gurunya, murid-muridnya, mazhabnya, aqidahnya dan manhajnya dalam ilmu illal. Bagian ini belum masuk ke daftar perawi yang didhaifkan Abu Zur’ah. Hahahaha aduh betapa malunya dikau wahai penulis, sampean gak bisa bahasa arab atau udah kelewat nafsu membantah sampai gelap mata begitu 😆

    Heh jujur saja saya jadi males untuk melanjutkan membaca bantahan super ngawur kayak begitu, ehem makanya jangan kebanyakan bicara kotor wahai penulis biar hati anda bersih dan akal anda bisa jalan dengan benar

  12. @SP
    Mohon tunjukan kesalahan dan kengawurannya. saya ingin membandingkan antara anda berdua.

    “orang yang berilmu itu kan menunjukan ilmu dulu baru penilaian, bukan penilaian dulu kemudian tidak bisa menunjukan ilmunya. karena itu sikap orang bodoh.”

  13. @jeremi
    caranya gampang, cek aja langsung tulisan penulis tersebut. Anda silakan merujuk pada ulumul hadis dan nilailah tulisan superngawur itu. Kalau nyuruh saya, wah maaf saja saya belum berminat menghabiskan waktu untuk penulis yang suka bicara kotor itu 🙂

  14. @SP
    menurut saya yah, alasan Anda hanya alibi saja untuk lari/kabur. saya memang ngga ngerti ilmu hadis, jadi ngga bisa ngecek.

    tp, buknkah si penulis itu sudah menjelaskan sumber-sumber pengambilan tulisannya/referensi. nanti sy coba tanya teman sy yang ngerti hadis, untuk mengecek sumber2 tsb.

    tapi kalau jadi Anda saya akan jawab pertanyaan orang yang bertanya pada saya, meskipun cuma di kolom komentar saja, saya akan jawab meskipun cuma sedikit saja, yang penting kita tidak pelit ilmu dan takabur; apalagi berkata tentang suatu hal seolah2 ulama tapi aslinya adalah juhala.

  15. @Jeremi
    tuh sudah saya kasih contoh soal katanya Abu Zur’ah mendhaifkan Rauh, wah dusta banget kaliiiii 😛

  16. @jeremi

    “…tapi kalau jadi Anda saya akan jawab pertanyaan orang yang bertanya pada saya, meskipun cuma di kolom komentar saja, saya akan jawab meskipun cuma sedikit saja, yang penting kita tidak pelit ilmu dan takabur; apalagi berkata tentang suatu hal seolah2 ulama tapi aslinya adalah juhala….”

    Lihat perkataan anda di atas dengan baik2, seperti itukah ahlak orang yg hendak bertanya dan ingin mendapat jawaban dari orang yg dia tanya? Mafhum dari perkataan anda secara tidak langsung telah menilai bahwa mas @SP tidak lebih dari salah seorang diantara para juhala hanya lantaran tidak memenuhi keinginan anda. Apakah keadaan anda jauh lebih baik dlm perkara ini dibanding beliau?

    Saya rasa blog. yg anda maksud pun tak menghajatkan adanya tanggapan balik dari apa yg dia tulis……selain merasa benar sendiri dengan cacian kotor yg tak pernah lepas dari lisan dan tangannya. Intinya : Tak ada adab, maka tak ada diskusi ilmiyah…..salam.

  17. @SP
    sepertinya bantahan Anda sudah dibantah lagi oleh penulis itu. Silahkan Anda lihat

  18. @jeremi

    jeremi, on April 12, 2012 at 2:23 pm said:

    Mohon tunjukan kesalahan dan kengawurannya.

    secondprince, on April 12, 2012 at 3:00 pm said:

    caranya gampang, cek aja langsung tulisan penulis tersebut. Anda silakan merujuk pada ulumul hadis dan nilailah…

    jeremi, on April 12, 2012 at 3:09 pm said:

    menurut saya yah, alasan Anda hanya alibi saja untuk lari/kabur. saya memang ngga ngerti ilmu hadis, jadi ngga bisa ngecek.

    Tuduhan ngawur sdr. Jeremi terhadap mas SP. Aneh juga sdr. Jeremi ini, ngga ngerti ilmu hadis, ngga bisa ngecek tapi bisanya nuduh tanpa dasar. 🙂

  19. @ SP

    Diantaranya ia mengutip perkataan Ibnu Hibban bahwa sanad hadis Jahjaah Al Ghifariy melalui Musa bin Ubaidah seorang yang dhaif. Intinya menurut nashibi, tidak ada sanad shahih yang membuktikan bahwa Jahjah termasuk sahabat Nabi.

    bukannya ibnu hibban dalam ats tsiqat memasukkan nama jahjah ke dalam daftar sahabat Nabi bahkan menegaskan kalau jahjah termasuk kaum muhajirin. sepertinya nashibi sengaja menyesatkan orang awam

  20. @ahmadfauzy

    Ya benar, itu menunjukkan bahwa Farid nashibi dan pengikutnya tidak mengerti cara berhujjah. Jika Ibnu Hibban yang mengakui sanad Musa bin Ubaidah dhaif tetap memasukkan nama Jahjaah ke dalam daftar sahabat maka hadis itu bukanlah satu-satunya bukti berarti ada bukti lain di sisi Ibnu Hibban yang membuat ia meyakini kalau Jahjaah tetap termasuk sahabat.

Tinggalkan komentar