Apakah Istri Nabi Diharamkan Menerima Sedekah? Anomali Bantahan Nashibi

Apakah Istri Nabi Diharamkan Menerima Sedekah? Anomali Bantahan Nashibi

Seperti biasa nashibi yang ingkar sunnah itu kembali membuat bantahan terhadap tulisan kami dan seperti biasanya bantahan itu “tidak bernilai” bagi orang yang mau sedikit saja menggunakan akalnya. Nashibi ini memang layak untuk dikatakan ajaib aneh tapi nyata, ia membantah suatu tulisan dengan dalil padahal dalil yang ia gunakan sebenarnya menjadi bantahan bagi dirinya. Fenomena ini hanya terjadi pada orang yang lemah akalnya atau orang berakal yang dikuasai oleh kebencian sehingga akalnya tertutup dengan nafsu membantah.

Tulisan ini kami buat bukan untuk dirinya karena ia jelas bukan tipe orang yang menginginkan kebenaran tetapi tipe orang yang hanya dipengaruhi kebencian terhadap syiah rafidhah. Jadi harap maklum kalau dalam pikiran nashibi itu setiap orang yang bertentangan dengannya harus dikatakan syiah rafidhah. Tulisan ini kami tujukan untuk para pembaca yang berniat mencari kebenaran.

.

.

Pada tulisan sebelumnya kami membawakan hadis Zaid bin Arqam dimana Zaid mengeluarkan istri Nabi dari ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah. Anehnya nashibi ngeyel itu membantah dengan membawakan riwayat Muslim yang malah menguatkan hujjah kami [komentar nashibi itu adalah yang kami blockquote]

Riwayat Zaid bin Arqam dalam riwayat Muslim adalah sebagai berikut :

وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ

Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah sepeninggal beliau”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbas”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya. (Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali)

Dalam hadits Muslim di atas, Zaid mengatakan bahwa istri-istri Nabi termasuk dalam ahlul bait yang dimaksud berbeda dengan riwayat Mushanaf Ibnu Abi Syaibah.

Lucu sekali bukan, apa ada dalam tulisan kami sebelumnya kami menyatakan bahwa istri Nabi bukan ahlul bait?. Orang yang mampu memahami dengan baik pasti akan mengerti bahwa maksud perkataan Zaid bin Arqam adalah istri Nabi memang ahlul bait tetapi mereka bukan ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah. Riwayat Muslim tersebut tidaklah berbeda dengan riwayat Ibnu Abi Syaibah apalagi Muslim juga membawakan riwayat Zaid bin Arqam dimana Hushain dan Yazid bertanya

فقلنا من أهل بيته ؟ نساؤه ؟ قال لا وايم الله إن المرأة تكون مع الرجل العصر من الدهر ثم يطلقها فترجع إلى أبيها وقومها أهل بيته أصله وعصبته الذين حرموا الصدقة بعده

Kami bertanya “siapakah ahlul baitnya?” apakah istri istrinya?. Zaid menjawab “tidak, demi Allah seorang istri bisa saja ia terus bersama suaminya kemudian bisa juga ditalaknya hingga akhirnya ia kembali kepada ayahnya dan kaumnya. Yang dimaksud Ahlul baitnya adalah keturunan dan keluarga Beliau yang diharamkan menerima sedekah sepeninggalnya [Shahih Muslim 4/1873 no 2408]

Jadi justru riwayat Zaid bin Arqam dalam Shahih Muslim menguatkan apa yang kami tuliskan yaitu istri Nabi tidak diharamkan menerima sedekah. Yah melihat cara nashibi itu berhujjah membuat kami merasa kasihan. Semoga Allah SWT menyembuhkan penyakit di dalam hati mereka.

Nashibi itu juga berkata jika memang perkataan Zaid seperti itu maka itu adalah pendapatnya sendiri yang bisa benar dan bisa pula keliru. Kalau begitu hal yang sama pula bisa dikatakan untuk riwayat Aisyah yang sering dijadikan hujjah oleh nashibi. Jika memang riwayat Aisyah shahih [nyatanya tidak] maka itupun adalah pendapatnya sendiri yang bisa benar dan bisa pula keliru.

.

.

Kemudian nashibi itu membahas riwayat Barirah dengan cara yang menyedihkan. Ia mengatakan kesimpulan kami mentah dan ia membuat bantahan ngawur berikut

Orang syi’ah ini ternyata begitu mudah menarik kesimpulan yang masih mentah, berdasarkan hadits yang dia kutip, maula yang yang diharamkan menerima sedekah sebenarnya adalah khusus maula Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam, karena mereka seperti keluarga beliau sendiri, Maimun dan Mihran adalah Maula Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam maka mereka pun haram menerima sedekah, sedangkan maula selain dari Maula Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam (termasuk Maula Aisyah) tidak terkena hukum ini

Kami yakin nashibi itu sudah membaca tulisan kami sebelumnya dan ternyata ia masih mengeluarkan ucapan di atas. Hal ini membuktikan kalau nashibi itu memang orang yang ingkar sunnah. Wahai nashibi, kami hanya mengulang apa yang jelas jelas dinyatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Beliau bersabda

انا أهل بيت نهينا عن الصدقة وان موالينا من أنفسنا ولا نأكل الصدقة

Kami ahlul bait dilarang bagi kami menerima sedekah dan maula kami adalah bagian dari kami dan tidak boleh menerima sedekah

Masa’ sih ada orang yang masih salah memahami hadis di atas. Lafaz yang dimaksud adalah “kami ahlul bait” kemudian dilanjutkan dengan lafaz “maula kami adalah bagian dari kami”. Maka siapapun yang punya sedikit akal pikiran pasti mampu memahami bahwa “maula kami” yang dimaksud disitu adalah “maula ahlul bait”. Apa ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kami ahlul bait dilarang menerima sedekah” itu maksudnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] saja dan tidak untuk ahlul baitnya?. Aduhai kami kehilangan kata-kata menghadapi hujjah nashibi yang menyedihkan.

Hadis ini menjadi hujjah bahwa ahlul bait yang dimaksudkan dalam lafaz “kami ahlul bait diharamkan menerima sedekah” adalah ahlul bait yang maula mereka diharamkan menerima sedekah. Termasuk di dalamnya adalah Bani Hasyim yaitu keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil dan keluarga Abbas. Sedangkan istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak termasuk karena maula mereka dibolehkan menerima sedekah padahal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyatakan “maula suatu kaum adalah bagian dari kaum tersebut” dan “maula ahlul bait diharamkan menerima sedekah”. Jadi jika suatu kaum diharamkan menerima sedekah maka maula kaum tersebut juga diharamkan menerima sedekah. Jika istri Nabi sebagai ahlul bait diharamkan menerima sedekah maka maula mereka pun akan diharamkan menerima sedekah. Itulah yang nampak dari hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tersebut.

Bagaimana mungkin maula (hamba sahaya yang dimerdekakan) beliau, diharamkan menerima sedekah yang merupakan salah satu kekhususan beliau, sedangkan Aisyah sebagai istri/ahlul bait beliau di dunia dan di akhirat tidak diharamkan menerima sedekah? Suatu logika yang sangat anomaly

Ketika ada tempatnya harus memakai logika maka nashibi ini menunjukkan seolah ia tidak punya logika atau menampilkan logika yang menyedihkan dan ketika pada tempat yang seharusnya tidak menggunakan logika, ia malah sok berhujjah dengan logika [walaupun logikanya masih ngawur juga]. Perkara siapa yang diharamkan menerima sedekah itu adalah nash dari Allah SWT dan Rasul-Nya bukan perkara logika. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sendiri yang menyatakan bahwa maula ahlul bait juga diharamkan menerima sedekah. Dan sampai saat ini kami belum menemukan dalil shahih dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa istri Nabi diharamkan menerima sedekah.

.

.

Selanjutnya ia membawakan riwayat Barirah memberikan makanan yang disedekahkan padanya kepada Aisyah. Dengan berbagai riwayat ini ia ingin menunjukkan bahwa Aisyah [radiallahu ‘anha] itu termasuk diharamkan menerima sedekah. Silakan para pembaca perhatikan pembahasan kami dan pakailah logika yang benar untuk melihat betapa buruknya cara nashibi itu berhujjah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ عَتَقَتْ فَخُيِّرَتْ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ وَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبُرْمَةٌ عَلَى النَّارِ فَقُرِّبَ إِلَيْهِ خُبْزٌ وَأُدْمٌ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ الْبُرْمَةَ فَقِيلَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ وَأَنْتَ لَا تَأْكُلُ الصَّدَقَةَ قَالَ هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf yang berkata telah mengabarkan kepada kami Malik dari Rabi’ah bin ‘Abdurrahman dari Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah radiallahu ‘anha yang berkata pada Barirah terdapat tiga pelajaran. Ia dimerdekakan kemudian diberikan pilihan. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “sesungguhnya wala’ itu adalah bagi mereka yang memerdekakan. Kemudian suatu ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] masuk sedangkan periuk berada di atas api, Beliau lalu diberikan roti dan makanan yang biasa ada di rumah. Beliau berkata “bukankah tadi aku melihat periuk?”. Dikatakan kepada Beliau [oleh Aisyah] “periuk itu berisi daging yang disedekahkan kepada Barirah sedangkan anda tidak makan sedekah. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “baginya adalah sedekah sedangkan bagi kita adalah hadiah” [Shahih Bukhari 7/9 no 5097]

Barirah menghadiahkan daging itu kepada Aisyah [radiallahu ‘anha]. Kemudian Aisyah radiallahu ‘anha menerima daging pemberian Barirah itu dan memasaknya. Aisyah [radiallahu ‘anha] itu awalnya beranggapan daging itu masih sedekah sehingga tidak boleh disajikan kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Hal ini nampak dalam lafaz  “anda tidak makan sedekah”. Dari lafaz itu juga diketahui bahwa menurut Aisyah, dirinya tidak diharamkan menerima sedekah. Kalau memang dirinya termasuk diharamkan menerima sedekah maka ia akan berkata “kita tidak makan sedekah” bukannya “anda tidak makan sedekah”.

Kalau memang Aisyah sebelumnya beranggapan daging pemberian Barirah itu adalah sedekah maka mengapa ia menerima bahkan memasaknya?. Apa daging sedekah itu mau ia sajikan untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Jelas tidak. Seandainya Aisyah merasa dirinya termasuk ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah maka ia pasti tidak akan menerima daging pemberian Barirah apalagi memasaknya. Mengapa? Karena ahlul bait diharamkan menerima sedekah.

Nashibi itu beranggapan Aisyah [radiallahu ‘anha] tahu bahwa dirinya ahlul bait diharamkan menerima sedekah tetapi tetap menerima sedekah yang ia diharamkan atasnya bahkan memasaknya. Bukankah ini suatu celaan yang nyata kepada Aisyah [radiallahu ‘anha]. Hal ini membuktikan kalau anggapan nashibi itu keliru. Aisyah merasa dirinya tidak diharamkan menerima sedekah maka tidak ada masalah baginya menerima pemberian Barirah [yang ia anggap sedekah]. Ia memasaknya untuk dirinya tetapi ia tidak menyajikan daging itu kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] karena ia mengetahui bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan menerima sedekah.

Pernyataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] “baginya sedekah dan bagi kita hadiah” tidak menunjukkan bahwa Aisyah diharamkan menerima sedekah tetapi menunjukkan bahwa status makanan tersebut berubah. Ketika disedekahkan kepada Barirah maka daging itu adalah sedekah dan ketika Barirah menghadiahkan kepada Aisyah maka daging tersebut menjadi hadiah bukan lagi sedekah. Jadi daging tersebut ketika telah diberikan Barirah dan diterima Aisyah maka itu menjadi hadiah bagi Aisyah sehingga tidak masalah untuk diberikan kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Riwayat lain yang menunjukkan Aisyah dan juga istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang lain adalah termasuk ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah sebagai berikut :

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ خَالِدٍ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ بَعَثَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مِنْ الصَّدَقَةِ فَبَعَثْتُ إِلَى عَائِشَةَ مِنْهَا بِشَيْءٍ فَلَمَّا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَائِشَةَ قَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ قَالَتْ لَا إِلَّا أَنَّ نُسَيْبَةَ بَعَثَتْ إِلَيْنَا مِنْ الشَّاةِ الَّتِي بَعَثْتُمْ بِهَا إِلَيْهَا قَالَ إِنَّهَا قَدْ بَلَغَتْ مَحِلَّهَا

Muslim, 13.165/1789. Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ibrahim dari Khalid dari Hafshah dari Ummu ‘Athiyyah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengirimkan seekor kambing dari hasil sedekah kepadaku, lalu aku mengirim sebahagian darinya kepada ‘Aisyah. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke rumah ‘Aisyah, beliau bertanya: Apakah kalian mempunyai sesuatu untuk dimakan? ‘Aisyah menjawab, Tidak ada, kecuali sedikit daging kambing yang telah engkau kirimkan kepadanya (Ummu ‘Athiyyah). Beliau berkata: Ia telah menjadi halal untuk dimakan.

Nashibi itu membawakan riwayat di atas sebagai bukti bahwa istri adalah ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah. Lagi lagi hadis ini adalah hujjah bagi kami bukan hujjah bagi dirinya. Dengan lucunya ia berkata

Jawaban Aisyah dalam riwayat di atas ketika ditanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam apakah Aisyah mempunyai makanan menunjukkan bahwa Aisyah pada awalnya menganggap daging kiriman dari Ummu Athiyah tidak boleh dimakan sehingga beliau mengatakan “tidak ada”, tetapi kemudian Nabi membolehkannya karena itu bukan lagi barang sedekah.

Ummu Athiyah mendapatkan sedekah kemudian sebagiannya diberikan kepada Aisyah. Jika memang Aisyah pada awalnya menganggap daging itu sedekah sehingga tidak boleh dimakan. Maka mengapa ia menerima daging tersebut untuk dijadikan makanan. Aisyah menerima daging yang ia anggap sedekah karena ia tidak diharamkan menerima sedekah. Sikap Aisyah ini sangat berbeda dengan riwayat Ibnu Abi Syaibah yang dikutip nashibi, ketika Khalid mengirimkan sapi sedekah kepada Aisyah, ia menolaknya dan berkata “kami keluarga Muhammad diharamkan menerima sedekah”.

Mengapa Aisyah tidak mengatakan hal yang sama kepada Ummu Athiyah bukankah Aisyah beranggapan daging tersebut adalah sedekah. Ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bertanya kepada Aisyah “apakah ada makanan?” Aisyah menjawab “tidak ada”. Mengapa ia menjawab “tidak ada” padahal ada makanan yang ia terima dari Ummu Athiyah karena ia tahu bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan memakan sedekah dan ia beranggapan daging tersebut adalah sedekah. Baru setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyampaikan “sedekah itu telah sampai pada tempatnya” yaitu pada Ummu Athiyah maka pemberian Ummu Athiyah kepada Aisyah bukan lagi sedekah melainkan hadiah.

.

.

حدثنا أحمد بن زهير التستري ثنا عبيد الله بن سعد ثنا عمي ثنا أبي عن صالح بن كيسان عن ابن شهاب أن عبيد بن السباق أخبره أن جويرية بنت الحارث زوج النبي صلى الله عليه و سلم أخبرته أن مولاتها تصدق عليها بلحم فصنعته فلما رجع رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : هل عند كم من عشاء ؟ قلت : يا رسول الله قد تصد ق على فلانة بعضو من لحم وقد صنعته فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : قربوه فقد بلغت محلها فأكل منها

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Zuhair Al Tusturiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Sa’d yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayahku dari Shalih bin Kiisaan dari Ibnu Syihaab bahwa Ubaid bin As Sabbaaq mengabarkan kepadanya bahwa Juwairiyah binti Al Haarits istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengabarkan kepadanya bahwa maulanya mendapatkan sedekah berupa daging maka ia memasak daging tersebut. Ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang, Beliau berkata “apakah disisimu ada sesuatu [makanan]?”. Ia menjawab “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sungguh telah disedekahkan kepada fulanah sebagian daging maka aku telah memasaknya”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bawalah kemari sungguh sedekah itu telah sampai pada tempatnya” maka Beliau memakannya [Mu’jam Al Kabir Ath Thabraniy 24/64 no 169]

Riwayat ini sanadnya shahih. Ahmad bin Zuhair adalah Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Tustury seorang Imam hujjah muhaddis alim hafizh [As Siyar Adz Dzahabiy 14/362 no 213]. Ubaidillah bin Sa’d bin Ibrahim adalah perawi Bukhari seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/632]. Pamannya adalah Yaq’ub bin Ibrahim bin Sa’d adalah perawi Bukhari Muslim yang tsiqat dan memiliki keutamaan [At Taqrib 2/337]. Ayahnya adalah Ibrahim bin Sa’d bin Ibrahim Az Zuhriy adalah perawi Bukhari Muslim yang tsiqat dan hujjah [At Taqrib 1/56]. Shalih bin Kiisaan adalah perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat tsabit faqih [At Taqrib 1/431]. Az Zuhriy adalah perawi Bukhari dan Muslim yang faqih hafizh disepakati kemuliaannya, pemimpin thabaqat keempat [At Taqrib 2/133]. Ubaid bin As Sabbaaq adalah perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat [At Taqrib 1/644]

Sisi pendalilannya adalah daging itu disedekahkan kepada maula Juawiriyah kemudian maula Juwairiyah memberikannya kepada Juwairiyah. Juwairiyah sebagai istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menerima dan memasak daging tersebut. Awalnya ia beranggapan daging tersebut masih berstatus daging sedekah sehingga ia tidak mau menyajikan kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Disini terdapat hujjah bahwa Juwairiyah istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] walaupun menurutnya daging itu adalah sedekah ia tetap menerimanya dan memasaknya. Untuk siapa ia memasaknya?. Jelas bukan untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] karena Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan memakan sedekah maka tidak lain ia memasaknya untuk dirinya sendiri. Kesimpulannya istri Nabi tidak diharamkan menerima sedekah.

.

.

Riwayat Barirah maula Aisyah yang mendapat sedekah dan riwayat maula Juwairiyah mendapatkan sedekah adalah dalil bahwa istri Nabi tidak diharamkan menerima sedekah yaitu dilihat dari dua sisi

  • Pertama, berdasarkan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa ahlul bait dan maula ahlul bait diharamkan menerima sedekah maka hal ini menunjukkan kalau istri Nabi tidak termasuk ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah karena maula mereka dibolehkan menerima sedekah
  • Kedua, dalam riwayat tersebut Aisyah dan Juwairiyah menerima daging yang anggapan mereka pada awalnya adalah sedekah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sebagai istri Nabi memang dibolehkan menerima sedekah tetapi tidak boleh menyajikannya kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]

Begitu pula riwayat Ummu Athiyah dan Nusaibah yang memberikan sedekah yang mereka terima kepada istri Nabi. Istri Nabi Aisyah awalnya mengira itu sedekah tetapi ia tetap menerimanya hanya saja ketika Nabi bertanya adakah makanan, ia menjawab tidak ada kecuali makanan dari sedekah tersebut. Ia menjawab “tidak ada” karena Nabi tidak boleh memakan sedekah. Tetapi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjelaskan kalau itu bukan lagi sedekah karena sedekah itu telah sampai pada tempatnya. Seandainya istri Nabi diharamkan menerima sedekah maka Aisyah pasti akan langsung menolak pemberian daging dari Ummu Athiyah yang ia anggap dari sedekah bukannya menerima dan memasaknya. 

.

5 Tanggapan

  1. @SP

    Segamblang itu penjelasan anda, mampukah para nashibi memahaminya? Saya rasa tidak….selain hanya caci maki sebagai pelengkap lemahnya cara berfikir mereka…..salam.

  2. Its crystal clear..

  3. @sp

    Harap data anda di blog ini disimpan. Jgn sampai spt ini ummatipress.com/2011/11/24/blog-artikel-islami-dan-salafy-tobat-dapat-giliran-shut-down-wordpress-com/

  4. Hati yang dipenuhi kebencian bagaimana bisa melihat kebenaran?

    Salam

  5. @SP
    Bagi Salafy yang hatinya sudah membatu memang sudah divonis tidak akan/bisa menerima (kebenaran) ini. Namun kita doakan bagi salafy yang masih belajar jadi salafy untuk bisa melihat kebenaran ini dengan sedikit cahaya yang masih bisa masuk ke hatinya.

    salam damai.

Tinggalkan komentar