Riwayat Zaid bin Aliy Menyepakati Abu Bakar Dalam Masalah Fadak

Riwayat Zaid bin Aliy Menyepakati Abu Bakar Dalam Masalah Fadak

Salah satu trik murahan nashibi dalam menyebarkan syubhat adalah mengutip pendapat ahlul bait yang menguatkan hujjah mereka. Contohnya dalam masalah Fadak dimana terjadi perselisihan antara Sayyidah Fathimah [‘alaihis salam] dan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] para nashibi berhujjah dengan pernyataan Zaid bin Aliy yang menyepakati keputusan Abu Bakar. Berikut riwayat yang mereka jadikan hujjah

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَنَا عَمِّي، قَالَ نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ نَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ قَالَ زَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، أَمَّا أَنَا فَلَوْ كُنْتُ مَكَانَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَحَكَمْتُ بِمِثْلِ مَا حَكَمَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي فَدَكٍ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hammaad yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku yang berkata telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Dawud dari Fudhail bin Marzuuq yang berkata Zaid bin Ali bin Husain berkata “adapun aku seandainya berada dalam posisi Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] maka aku akan memutuskan seperti keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] dalam masalah Fadak” [Fadhail Ash Shahabah Daruquthniy no 52]    

Riwayat ini juga disebutkan Hammad bin Ishaq dalam Tirkatun Nabiy 1/86  oleh Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 6/302, Dalaail An Nubuwwah 7/281 dan Al I’tiqaad 1/279 semuanya dengan jalan sanad dari Ismail bin Ishaq Al Qadhiy [pamannya Ibrahim bin Hammaad] dari Nashr bin Ali dari ‘Abdullah bin Dawud dari Fudhail bin Marzuuq. Para perawi riwayat ini adalah perawi tsiqat kecuali Fudhail bin Marzuuq, ia seorang yang diperbincangkan tetapi ia seorang yang shaduq hasanul hadis. Sehingga nampak riwayat ini secara zahir sanadnya hasan.

Riwayat ini mengandung illat [cacat], Fudhail bin Marzuq tidak meriwayatkan secara langsung perkataan Zaid bin Aliy tersebut. Ia meriwayatkan melalui perantara perawi lain. Kami menemukan riwayat serupa dengan matan yang lebih detail dan menjelaskan apa maksud perkataan Zaid bin Aliy tersebut.

حدثنا محمد بن عبد الله بن الزبير قال حدثنا فضيل ابن مرزوق قال حدثني النميري بن حسان قال قلت لزيد بن علي رحمة الله عليه وأنا أريد أن أهجن أمر أبي بكر إن أبا بكر رضي الله عنه انتزع من فاطمة رضي الله عنها فدك فقال إن أبا بكر رضي الله عنه كان رجلا رحيما وكان يكره أن يغير شئيا تركه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتته فاطمة رضي الله عنها فقالت إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطاني فدك فقال لها هل لك على هذا بينة ؟ فجاءت بعلي رضي الله عنه فشهد لها، ثم جاءت بأم أيمن فقالت أليس تشهد أني من أهل الجنة ؟ قال بلى قال أبو أحمد يعني أنها قالت ذاك لابي بكر وعمر رضي الله عنهما – قالت فأشهد أن النبي صلى الله عليه وسلم أعطاها فدك فقال أبو بكر رضي الله عنه: فبرجل وامرأة تستحقينها أو تستحقين بها القضية ؟ قال زيد بن علي وأيم الله لو رجع الامر إلى لقضيت فيها بقضاء أبي بكر رضي الله عنه

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair yang berkata telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Marzuuq yang berkata telah menceritakan kepadaku An Numairiy bin Hassaan yang berkata aku berkata kepada Zaid bin Aliy [rahmat Allah atasnya] dan aku ingin merendahkan Abu Bakar bahwa Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] merampas Fadak dari Fathimah [radiallahu ‘anha]. Maka Zaid berkata “Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] adalah seorang yang penyayang dan ia tidak menyukai mengubah sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], kemudian datanglah Fathimah [radiallahu ‘anha] dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan Fadak kepadaku”. Abu Bakar berkata kepadanya “apakah ada yang bisa membuktikannya?” maka datanglah Aliy [radiallahu ‘anhu] dan bersaksi untuknya kemudian datang Ummu Aiman yang berkata “tidakkah kalian bersaksi bahwa aku termasuk ahli surga?”. Abu Bakar menjawab “benar” [Abu Ahmad berkata bahwa Ummu Aiman mengatakan hal itu kepada Abu Bakar dan Umar]. Ummu Aiman berkata “maka aku bersaksi bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan fadak kepadanya”. Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] kemudian berkata “maka apakah dengan seorang laki-laki dan seorang perempuan bersaksi atasnya hal ini bisa diputuskan?”. Zaid bin Ali berkata “demi Allah seandainya perkara ini terjadi padaku maka aku akan memutuskan tentangnya dengan keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] [Tarikh Al Madinah Ibnu Syabbah 1/199-200]

Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair dalam riwayat di atas adalah Abu Ahmad Az Zubairiy perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat. Ibnu Numair menyatakan ia shaduq. Ibnu Ma’in dan Al Ijliy menyatakan tsiqat. Bindaar berkata “aku belum pernah melihat orang yang lebih hafizh darinya”. Abu Zur’ah dan Ibnu Khirasy menyatakan shaduq. Abu Hatim berkata “ahli ibadah mujathid hafizh dalam hadis dan pernah melakukan kesalahan”. Ahmad bin Hanbal berkata “ia banyak melakukan kesalahan dalam riwayat Sufyan”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Sa’ad berkata shaduq banyak meriwayatkan hadis. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 9 no 422]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit kecuali sering keliru dalam riwayat Ats Tsawriy” [At Taqrib 2/95]

Pernyataan sering keliru dalam riwayat Ats Tsawriy bersumber dari perkataan Ahmad bin Hanbal padahal Ahmad bin Hanbal sendiri pernah mengatakan bahwa diantara sahabat Sufyan, Az Zubairiy lebih ia sukai dari Muawiyah bin Hisyaam dan Zaid bin Hubaab [Mausu’ah Aqwaal Ahmad no 2357]. Selain itu Bukhari Muslim memasukkan hadis Az Zubairiy dari Sufyan dalam kitab shahih mereka. Pendapat yang rajih Abu Ahmad Az Zubairiy adalah seorang yang tsiqat tsabit.

Jadi ada dua orang yang meriwayatkan dari Fudhail bin Marzuuq yaitu ‘Abdullah bin Dawuud Asy Sya’biy seorang yang tsiqat dan ahli ibadah [At Taqrib 1/489] dan Abu Ahmad Az Zubairiy seorang yang tsiqat tsabit.

  • Riwayat Ibnu Dawud adalah Fudhail bin Marzuuq berkata bahwa Zaid bin Ali mengatakan hal itu [tidak menggunakan sighat pendengaran langsung]
  • Riwayat Abu Ahmad Az Zubairiy adalah Fudhail bin Marzuuq berkata telah menceritakan kepadaku An Numairiy bin Hassaan bahwa Zaid bin Ali berkata demikian [menggunakan sighat langsung]

Hal ini menunjukkan bahwa Fudhail bin Marzuuq menukil perkataan Zaid bin Aliy itu dari perawi yang bernama An Numairiy bin Hassaan. Dia tidak dikenal kredibilitasnya alias majhul maka riwayat perkataan Zaid bin Aliy ini kedudukannya dhaif.

Dari segi matan maka pernyataan Zaid bin Aliy ini justru menguatkan bahwa Ahlul Bait yaitu Sayyidah Fathimah [alaihis salam] dan Imam Ali [alaihis salam] mengakui kalau Fadak adalah hak milik mereka. Seandainya riwayat tersebut tsabit maka pernyataan Zaid bin Aliy jelas keliru, Pernyataan Sayyidah Fathimah bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memberikan Fadak kepadanya tidaklah perlu diminta kesaksian. Orang yang meminta kesaksian atas perkataan Sayyidah Fathimah berarti orang tersebut tidak mengerti kedudukan Sayyidah Fathimah di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya. Sayyidah Fathimah adalah pribadi yang perkataan dan sikapnya menjadi hujjah bagi umat karena Beliau adalah pedoman bagi umat agar tidak tersesat. Silakan saja kalau nashibi itu ingin berhujjah dengan Zaid bin Aliy [itupun kalau riwayatnya shahih] sedangkan kami lebih suka memihak Ahlul Bait yang lebih utama yaitu Sayyidah Fathimah dan Imam Ali.

32 Tanggapan

  1. Afwan, sedikit menganggapi, pada paragraf terakhir tentang pernyataan Sayyidah Fatimah tidak perlu diminta kesaksian, mohon maaf bukankah dalam keputusan hukum, kesaksian, dsb tidak memandang kedudukan orang tersebut??? Karena menurut saya hukum syariat harus diterapkan sama untuk semua orang, bagaimana menurut anda??? Tentu tanpa mengurangi penghormatan & kecintaan kita terhadap beliau ra.

  2. kalo tdk salah ada sahabat nabi yg kesaksiannya dihitung dua orang

  3. @daralhikmahAhmad

    sebelumnya saya tanya terlebih dahulu, seandainya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] apakah tetap harus diminta kesaksian tanpa memandang kedudukannya sebagai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Silakan jawab dan maaf kalau anda membaca dengan baik apa yang saya tulis, maka disitu saya tuliskan alasannya karena Sayyidah Fathimah adalah ahlul bait pedoman bagi umat agar tidak tersesat

  4. Kalau memperhatikan kata2 Zaid bin Ali bin Husain berkata “adapun aku seandainya berada dalam posisi Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] maka aku akan memutuskan seperti keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] dalam masalah Fadak
    Kata2 Zaid tsb diatas ( kalau benar ) maka menurut saya merupakan PENGAKUAN bahwa tanah Fadak adalah milik Saidaty Fatimah.
    Alasan:
    1.adapun aku seandai berada dalam posisi Abubakar. Perkataan ini mengandung makna bahwa posisi Abubakar lemah (terdesak)
    2.Memutuskan seperti keputusan Abubakar. Suatu keputusan diambil apabila sesuatu diperkarakan. .
    Menurut sejarah bahwa tanah Fadak diambil tanpa anda perundingan dengan keluarga Nabi. Sedangkan tanah Fadak adalah milik Pribadi Rasul.
    Jadi dalam hal ini Zaid se-akan2 mengatakan ” Apabila saya merampok milik Nabi maka dalam posisi demikian saya akan memutuskan bahwa para Nabi tdk meninggalkan warisan. Kata2 ini akan saya sampaikan pada keluarga Nabi

  5. uatu ketika Rasulullah berselisih dengan seorang penjual kuda. Rasulullah merasa sudah membayaran pembelian kuda sedang penjual kudanya menolak pernyataan Rasulullah. Untuk menguatkan hujjahnya, sang penjual meminta saksi yang menguatkan pernyataan Rasulullah. Kebetulan disekitar tempat itu, terdapat sahabat Nabi Khuzaimah bin Tsabit. Ketika diminta menjadi saksi, Khuzaimah mengatakan “Saya bersaksi bahwa Rasulullah telah membeli kudanya dari kamu”.
     
    Rasulullah bertanya : “Atas dasar apa kepercayaanmu?”
     
    “Karena kejujuruanmu dan kebenaran yang anda bawa”, jawab Khuzaimah.
     
    Sejak itu, Khuzaimah mendapat julukan dzu syahadatain (orang yang memberikan persaksian dua kali).
     
    Khuzaimah benar. Pelajaran dari Khuzaimah adalah jika anda meyakini dan percaya kepada ucapan Rasulullah tentang AlQuran padahal AlQuran adalah perkara yang paling ghaib diantara keghaiban yang dibawa Rasulullah, maka seharusnya lebih mudah bagi anda untuk percaya dan yakin terhadap perkara2 yang lebih kecil daripada itu. Apalagi itu jika hal itu adalah masalah jual beli kuda.
     
    Dalam perang siffin, Imam Ali menyaksikan kematian Dzul Khuwaishirah persis seperti yang digambarkan oleh Rasulullah kepadanya. Atasnya, Imam Ali berkata : “Aku tidak berbohong dan aku tidak pernah dibohongi (oleh Rasulullah)”.
     
    Karena berkali-kali menyaksikan kebenaran dan kejujuran Rasulullah, sampai-sampai Imam Ali berkata : “Aku lebih percaya kepada ucapan Rasulullah daripada pandangan mataku sendiri”.
     
    Saking tebalnya iman yang dimiliki Imam Ali kepada Allah dan Rasulullah, dilain waktu Imam Ali juga berkata : “Seandainya hijab dibukakan bagiku, maka imanku tidak akan bertambah”.
     
    Berbeda dengan keyakinan dan sikap Imam Ali terhadap Rasulullah, berbeda pula dengan sikap dan keyakinan para sahabat lainnya.
    Suatu ketika di masjid Rasulullah terlihat seorang yang sholat dengan khusuk. Ketika orang lain belum datang ke mesjid, dia sudah datang ke mesjid. Dan ketika sahabat Nabi lainnya sudah meninggalkan masjid, maka dia belum meninggalkan masjid. Banyak sahabat Nabi yang meyakini pemuda itu adalah ahli surga karena kekuatan ibadah yang dimiliki. Melihat hal tersebut, Rasulullah mendatangi orang tersebut dan bertanya kepadanya : “Apakah ketika anda sholat dan bermunajad kepada Allah, anda merasa paling alim”. 
    “Ya”, jawab orang tersebut.
     
    Rasulullah kembali duduk mendatangi para sahabat. Lantas beliau SAAW mengutus Abu Bakar untuk menebas kepaka orang itu. Abu Bakar bangkit, dan mengambil pedangnya. Tidak berapa lama, Abu Bakar kembali dan mengatakan “Wahai Rasulullah, dia sedang takbir menjalankan sholat”
     
    Rasulullah diam saja, dan kembali mengutus Umar untuk menebas kepala orang itu. Umar bangkin dan mengambil pedangnya. Seperti Abu Bakar, Umar tidak menebas kepala orang itu dan berkata kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah, dia sedang sujud”.
     
    Rasulullah diam saja dan saat ini mengutus Imam Ali untuk menebas orang tersebut. Imam Ali bangkit dan mengambil pedangnya. Dengan langkah mantab Imam Ali meyakinkan dirinya untuk menebas kepala orang tersebut apapun yang terjadi. Tidak berapa lama, Imam Ali kembali dan berkata kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah, orang itu sudah pergi. Seadainya tidak pergi, Aku akan tebas kepala orang tersebut apapun keadaanya”.
     
    “Wahai Ali, seandainya kamu menemuinya dan menebasnya (saat itu), maka kamu akan menyelamatkan umatku”, jawab Rasulullah.
     
    Begitulah perbedaan antara Abu Bakar, Umar dan Imam Ali. Jika Abu Bakar dan Umar masih meyakini pandangan matanya dan takjub akan “keshalehan” seseorangan daripada ucapan Rasulullah, maka tidak demikian dengan Imam Ali.
     
    Dalam diskusi ini, Ustadz SP yang dirahmatai Allah SWT, benar. Ketika Rasulullah berkata : “Fatimah adalah darah dagingku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku. Dan siapa yang mencintainya, berarti mencintaiku”.
     
    Jika kita yakin akan kejujuran Rasulullah mengenai AlQuran yang super ghaib, maka tidak ada alasan untuk meyakini bahwa Fatimah as adalah hujjah kaum muslimin. Siapa yang menyakitinya, berarti menyakitinya Rasulullah.
     

  6. Suatu ketika Rasulullah berselisih dengan seorang penjual kuda.
    Rasulullah merasa sudah membayaran pembelian kuda sedang penjual kudanya
    menolak pernyataan Rasulullah. Untuk menguatkan hujjahnya, sang penjual
    meminta saksi yang menguatkan pernyataan Rasulullah. Kebetulan disekitar
    tempat itu, terdapat sahabat Nabi Khuzaimah bin Tsabit. Ketika diminta
    menjadi saksi, Khuzaimah mengatakan “Saya bersaksi bahwa Rasulullah
    telah membeli kudanya dari kamu”.

    Rasulullah bertanya : “Atas dasar apa kepercayaanmu?”

    “Karena kejujuruanmu dan kebenaran yang anda bawa”, jawab Khuzaimah.

    Sejak itu, Khuzaimah mendapat julukan dzu syahadatain (orang yang
    memberikan persaksian dua kali).

    Khuzaimah benar. Pelajaran dari Khuzaimah adalah jika anda meyakini dan
    percaya kepada ucapan Rasulullah tentang AlQuran padahal AlQuran adalah
    perkara yang paling ghaib diantara keghaiban yang dibawa Rasulullah,
    maka seharusnya lebih mudah bagi anda untuk percaya dan yakin terhadap
    perkara2 yang lebih kecil daripada itu. Apalagi itu jika hal itu adalah
    masalah jual beli kuda.

    Dalam perang siffin, Imam Ali menyaksikan kematian Dzul Khuwaishirah
    persis seperti yang digambarkan oleh Rasulullah kepadanya. Atasnya, Imam
    Ali berkata : “Aku tidak berbohong dan aku tidak pernah dibohongi (oleh
    Rasulullah)”.

    Karena berkali-kali menyaksikan kebenaran dan kejujuran Rasulullah,
    sampai-sampai Imam Ali berkata : “Aku lebih percaya kepada ucapan
    Rasulullah daripada pandangan mataku sendiri”.

    Saking tebalnya iman yang dimiliki Imam Ali kepada Allah dan Rasulullah,
    dilain waktu Imam Ali juga berkata : “Seandainya hijab dibukakan bagiku,
    maka imanku tidak akan bertambah”.

    Berbeda dengan keyakinan dan sikap Imam Ali terhadap Rasulullah, berbeda
    pula dengan sikap dan keyakinan para sahabat lainnya.

    Suatu ketika di masjid Rasulullah terlihat seorang yang sholat dengan
    khusuk. Ketika orang lain belum datang ke mesjid, dia sudah datang ke
    mesjid. Dan ketika sahabat Nabi lainnya sudah meninggalkan masjid, maka
    dia belum meninggalkan masjid. Banyak sahabat Nabi yang meyakini pemuda
    itu adalah ahli surga karena kekuatan ibadah yang dimiliki. Melihat hal
    tersebut, Rasulullah mendatangi orang tersebut dan bertanya kepadanya :
    “Apakah ketika anda sholat dan bermunajad kepada Allah, anda merasa
    paling alim”.

    “Ya”, jawab orang tersebut.

    Rasulullah kembali duduk mendatangi para sahabat. Lantas beliau SAAW
    mengutus Abu Bakar untuk menebas kepaka orang itu. Abu Bakar bangkit,
    dan mengambil pedangnya. Tidak berapa lama, Abu Bakar kembali dan
    mengatakan “Wahai Rasulullah, dia sedang takbir menjalankan sholat”

    Rasulullah diam saja, dan kembali mengutus Umar untuk menebas kepala
    orang itu. Umar bangkin dan mengambil pedangnya. Seperti Abu Bakar, Umar
    tidak menebas kepala orang itu dan berkata kepada Rasulullah : “Wahai
    Rasulullah, dia sedang sujud”.

    Rasulullah diam saja dan saat ini mengutus Imam Ali untuk menebas orang
    tersebut. Imam Ali bangkit dan mengambil pedangnya. Dengan langkah
    mantab Imam Ali meyakinkan dirinya untuk menebas kepala orang tersebut
    apapun yang terjadi. Tidak berapa lama, Imam Ali kembali dan berkata
    kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah, orang itu sudah pergi. Seadainya
    tidak pergi, Aku akan tebas kepala orang tersebut apapun keadaanya”.

    “Wahai Ali, seandainya kamu menemuinya dan menebasnya (saat itu), maka
    kamu akan menyelamatkan umatku”, jawab Rasulullah.

    Begitulah perbedaan antara Abu Bakar, Umar dan Imam Ali. Jika Abu Bakar
    dan Umar masih meyakini pandangan matanya dan takjub akan “keshalehan”
    seseorangan daripada ucapan Rasulullah, maka tidak demikian dengan Imam
    Ali yang sudah mencapai maqom : “Aku lebih percaya ucapan Rasulullah
    daripada mataku sendiri”

    Dalam diskusi ini, Ustadz SP yang dirahmatai Allah SWT, benar. Ketika
    Rasulullah berkata : “Fatimah adalah darah dagingku, siapa yang
    menyakitinya berarti menyakitiku. Dan siapa yang mencintainya, berarti
    mencintaiku”.

    Jika kita yakin akan kejujuran Rasulullah mengenai AlQuran yang super
    ghaib, maka tidak ada alasan untuk meyakini bahwa Fatimah as adalah
    hujjah kaum muslimin. Siapa yang menyakitinya, berarti menyakitinya
    Rasulullah.

  7. @salafy is dead
    nah itu dia mas,…seperti penjelasan di atas, sebetulnya logikanya saaangat sederhana, jikalau kita mau berfikir.
    si daralhikmahahmad ingin memukul rata semua status/kedudukan manusia khususnya dalam hal persaksian.

    seorang sahabat saja bisa mendapatkan nilai lebih dalam kesaksiannya,..apalagi Sayyidati Fatimah Azzahro as….

  8. @ SP & yang lain: Asww, maaf klo tentang sosok Rasul SAW saya perlu menanyakan terlebih dahulu, karena dalam hal ini saya awam & belum mengerti, namun seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa apakah kedudukan seseorang itu mempengaruhi kedudukannya di hadapan hukum, klo menurut saya ya tidak, karena semua orang kedudukannya sama di depan hukum Allah. adapun kemualiaannya di sisi Allah swt tentu adalah hal lain, tentu kita meyakini kemuliaan Sayyidatina Fatimah Az Zahra, sebagi Ahlul Bayt & Kecintaan RasuluLlah. Jadi kemuliaannya tidak disama ratakan, sedangkan kedudukannya di hadapan hukum Allah swt yang sama. WaLlahua’lam.

  9. @daralhikmahAhmad
    Benar anda katakan. Bila berhadapan dengan HUKUM semua sama tdk memandang derajat. Rasul pernah bersabda : Apabila Fatimah mencuri akan kopotong tangannya.
    Apabila anda berhadapan dengan HUKUM ISLAM apalagi pada Zaman Sahabat maka yang menjadi Hakim adalah mereka yang mengerti mengenai Hukum Islam ( Hukum Allah ). Dan menurut anda pada waktu itu siapa dari mereka yang paling mengetahui Hukum Allah.
    Apakah Abubakar atau Ali b. Abi Thalib?

  10. @All

    Yang perlu diingat bahwa didalam hukum selain dikenal istilah “persamaan” juga dikenal istilah lain yaitu “perkecualian”…..salam

  11. Salah satu trik murahan nashibi dalam menyebarkan syubhat adalah mengutip pendapat ahlul bait yang menguatkan hujjah mereka.

    Memang luar biasa semangat para nashibi ini dalam merendahkan Ahlul Bait. Tak peduli bahwa riwayat yang mereka bawakan adalah dhaif seperti yang telah mas SP buktikan.

    Ini adalah akibat kecongkakan (atau kegagalan?) mereka dalam memahami dan menyikapi hadits Tsaqalain yang merupakan konsep dasar bagaimana seharusnya umat Islam memandang kepemimpinan dan siapa yang harus dijadikan pedoman.

  12. Kalau seandainya masalah fadak yang dilakukan oleh Saidina Abubakar tidak benar, mengapa ketika Saidina Ali menjadi Khalifah tidak mengumumkan bahwa tindakan tersebut tidak benar dan langsung melakukkan tindakan pengambilan tanah fadak.Tapi nyatanya Saidina Ali tidak melakukan apa-apa. Mengapa hal ini bisa terjadi?

  13. Asww, tanggapan dari saya:
    @ Chany : Maaf, soal pemahaman Hukum Islam bukanlah yang sedang kita bahas, tetapi apakah derajat semua orang sama di hadapan hukum. Soal siapa yang lebih pandai antara Imam Ali kw dengan Sayyidina Abu Bakar ra, saya rasa keduanya pandai dalam hukum syariah, karena keduanya belajar kepada RasuluLlah. Walapun menurut saya Imam Ali kw memiliki pemahaman yang lebih, namun perlu diingat juga bahwa Sayyidina Abu Bakar memiliki posisi yang kuat sebagai Khalifah pada masa itu. Namun klo saya lihat pernyataan Anda diatas terutama kalimat2 awalnya, tampaknya Anda sependapat dengan saya bahwa semua sama derajatnya di hadapan hukum Allah swt, bukan begitu???
    @ Dafa Sani: Menarik sekali, mungkin bisa diberikan penjelasan lebih lanjut, serta apa kaitannya dengan hukum syariah, untuk tambahan ilmu bagi saya. Syukron.

  14. @daralhikmahAhmad
    Anda salah memahami maksud saya. Anda katakan dihadapan Hukum mereka sama saya akui. Tapi apakah pewaris tanah Fadak diadili? Seseorang diadili baru dikatakan sama dihadapan hukum. Tapi Abubakar tdk mengadili. Dan apabila ia mengadili maka perbuatannya adalah DHALIM. Karena penguasa tdk noleh menjadi Hakim atas dirinya.. Anda katakan Ali b.Abi Thalib dan Abubakar pengetahuan dalam sareat sama./ Kalau demikian anda TIDAK JUJUR. Abubakar dan Umar pernah bersabda : ” KALAU TIDAK ADA ALI KITA CELAKA”. Guru bisa sama tapi murid berbeda dalam menyerap ilmu. Tergantung tingginya Intelgensia (kemampuan menyerap)

  15. @daralhikmah

    Di jaman Rasulullah, penentuan hukum bisa menggunakan prosedur material
    dan spiritual. Prosedur Material didasarkan pada bukti2 dan saksi.
    Sebaliknya, prosedur Spiritual, berdasarkan visi Nabi Muhammad
    (pengetahuan batin) terhadap kejadian.

    Kadangkala Rasulullah menggunakan prosedur Spiritual dan sejauh yang
    saya tahu, belum pernah ada yang sampai dijatuhi hukuman. Salah satu
    cerita yang saya ingat adalah kisah tentang pencuri. Dijaman Rasulullah,
    ada seseorang yang tertangkap mencuri. Rasulullah berkata : “Bunuh dia”.

    Para sahabat berkata : “Cuma mencuri ya Rasulullah”
    Rasulullah mengulangi ucapannya dua kali. Dan para sahabat mengulangi
    ucapan yang sama.
    Akhirnya Rasulullah berkata : “Potong tangannya…”

    Ketika Rasulullah wafat, orang yang sama mencuri lagi. Oleh Abu Bakar
    dipotong tangan satunya. Dijaman Umar, mencuri lagi, oleh Umar dipotong
    tangannya. Masih dijaman Umar, orang yang sama mencuri lagi. Kali ini
    Umar berkata : “Benarlah apa yang dikatakan Nabi. Bunuh dia..”

    Akhirnya orang tersebut mendapatkan hukuman mati.

    Pada kasus ini, Rasulullah menggunakan penglihatan batinnya dan
    menghukumi orang tersebut dengan hukuman mati. Tentu saja Rasulullah
    tahu, para sahabat akan menolaknya. Dalam pemahaman saya, Rasulullah
    ingin menguji sampai dimana ketaatan para Sahabat terhadap Nabi.

    Dengan menggunakan prosedur material, tindakan sahabat dapat dibenarkan
    dan sepertinya Rasulullah tidak keberatan.

    Kasus yang sama, saya ceritakan dalam postingan saya sebelumnya tentang
    orang khawarij yang merasa paling saleh. Rasulullah menggunakan
    penglihatan batin untuk menghukum orang tersebut. Lagi-lagi, Rasulullah
    menguji sahabat Abu Bakar dan Umar dan ternyata keduanya gagal.

    Pertanyaannya adalah kenapa Rasulullah tidak menyuruh Imam Ali pertama
    kali? Menurut saya, Rasulullah tahu persis, Imam Ali akan menjalankan
    perintahnya apapun yang terjadi. Tetapi Karena Rasulullah tidak ingin
    dikatakan sebagai Nabi yang membunuh sahabatnya sendiri, maka beliau
    SAAW menyuruh Abu Bakar dan Umar untuk menguji sekaligus memberitahu
    umatnya perbedaan iman antara Imam Ali dan dua syeikh ini.

    Dari kisah yang saya kutip diatas, Hukum dijaman Rasulullah bisa diambil
    dengan dua prosedure :
    1. Prosedur Spiritual, dalam prosedur ini, setiap orang bisa berbeda di
    mata hukum, karena ada campur tangan Allah SWT melalui Nabi dan orang2
    yang diberi penglihatan batin yang bagus. Dan tidak diragukan lagi,
    Ahlul Bait adalah salah satu pihak yang diberi anugrah ini.

    Dalam akhir hayatnya, Imam Ali berkata berulang2 kepada sahabatnya bahwa
    Ibnu Muljam (laknatullah alaihi) adalah orang yang akan membunuhnya.
    Para sahabatnya berkata, bunuh dia jika demikian. Tetapi Imam Ali
    menolak dan berkata : “Jika demikian, aku akan menghukum orang yang
    belum membunuhku”. Imam Ali memilih pendekatan material dibandingkan
    spiritual.

    Dalam postingan saya sebelumnya, Khuzaimah bin Tsabit, berdasar
    penglihatan batin Nabi, dapat dianggap sebagai orang yang memiliki
    kesaksian yg sama dengan kesaksian dua (2) orang.

    Karena hanya Nabi dan Ahlul Bait (berdasar hadits tsaqolain) yang
    memiliki penglihatan batin yang pasti benar, maka prosedur ini tidak
    boleh digunakan lagi.

    Mungkin ada yang bertanya : “Kenapa Nabi dan Ahlul Bait dibolehkan
    menggunakan prosedur ini”? Jawabannya jelas, karena Nabi dan Ahlul Bait
    mendapatkan mandat dan kekuasaan secara langsung dari Allah SWT. Karena
    itu, semua keputusannya adalah hujjah walaupun secara dzahir, orang awam
    akan mengatakan hal ini tidak adil.

    Contoh lain yang paling jelas adalah kisah Khidir dan Musa, dimana
    menurut penglihatan lahir, Nabi Khidir mengambil tindakan yang dianggap
    zalim padahal tidak.

    2. Prosedur Material, berdasarkan saksi dan bukti. Dalam kasus ini,
    setiap orang adalah sama dimata hukum. Cukup jelas mengenai prosedur
    ini.

  16. Asww, tanggapan dari saya:
    @ Chany : Maaf, pembicaraan kita kan bukan soal sistem peradilan yang dilakukan dalam permasalahan Fadak ini, bahkan juga tidak secara langsung mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, pembahasan kita hanya soal apakah kedudukan semua orang, termasuk orang2 yang mulia, sama kedudukannya di hadapan Allah swt, itu saja kok. Soal pernyataan Anda bahwa saya TIDAK JUJUR, mohon maaf apakah sebelumnya ada perkataan saya yang menggunakan penghinaan secara pribadi??? Bukankah kita sedang berdiskusi secara baik2 disini, tidak bisakah klo tanpa menghina secara pribadi??? Padahal klo Anda baca lagi pernyataan saya diatas saya nggak bilang pemahaman kedua beliau radhiyaLlahuanhuma sama, coba baca lagi deh. Semoga bisa dimaklumi. Afwan klo ada kata2 yang salah.
    @ Salafy is Dead: Masya Allah, penjelasan Anda baik sekali, ada beberapa pertanyaan dari saya, yaitu:
    – Apa bedanya klo yang membunuh sang khawarij itu Imam Ali atau Syaikhain??? Dalam konteks bahwa Nabi tidak ingin dibilang memerintahkan membunuh sahabat sendiri.
    – Apakah prosedur spiritual boleh diterapkan oleh orang selain Nabi SAW. Ditunggu penjelasannya, syukron.

  17. @daralhikmahAhmad
    Memang bukan soal peradilan. Tetapi pertanyaan anda yakni : bahwa apakah kedudukan seseorang itu mempengaruhi kedudukannya di hadapan hukum, klo menurut saya ya tidak, karena semua orang kedudukannya sama di depan hukum Allah. adapun kemualiaannya di sisi Allah swt tentu adalah hal lain, tentu kita meyakini kemuliaan Sayyidatina Fatimah Az Zahra, sebagi Ahlul Bayt & Kecintaan RasuluLlah. Jadi kemuliaannya tidak disama ratakan, sedangkan kedudukannya di hadapan hukum Allah swt yang sama. WaLlahua’lam.
    Dan pertanyaan ini berhubungan dengan tanah Fadak. Kalau persoalan Hukum biasa kami tdk tanggapi.Dan pertanyaan anda apabila yang dimaksud di AKHERAT nanti maka sangat tdk relevan. Maka kami menganngap bahwa pertanyaan anda sehubungan dengan ketetapan Abubakar atas tanah Fadak. Kalau maksud anda lain, maka saya minta maaf.
    Saya katakan tdk jujur bukan kata penghinaan. Saya katakan anda tdk jujur dalam menilai Ilmu yang dimiliki Ali b. Abi Thalib. Yang anda katakan sama pengetahuan mengenai Sareat antara Ali b. Abi Thalib dan Abubakar.
    Penyamaan anda itu saya katakan tdk JUJUR. Atau anda tdk mengetahui KETINGGIAN ilmu Ali b. Abi Thalib?
    Kata2 anda yang sebelumnya saya COPAS :”Soal siapa yang lebih pandai antara Imam Ali kw dengan Sayyidina Abu Bakar ra, saya rasa keduanya pandai dalam hukum syariah, karena keduanya belajar kepada RasuluLlah. Walapun menurut saya Imam Ali kw memiliki pemahaman yang lebih, namun perlu diingat juga bahwa Sayyidina Abu Bakar memiliki posisi yang kuat sebagai Khalifah pada masa itu. Namun klo saya lihat pernyataan Anda diatas terutama kalimat2 awalnya,
    Coba anda baca kata: soal siapa lebih pandai antara Imam Al denagan Abubakar.
    Sekerang saya gambarkan pada anda. Apakah Abubakar pandai (merima ilmu dari Rasul)
    1.Ibnu Abbas berkata: ” Aku tdk pernah melihat suatu kaum yang lebih baik dari sahabat Rasul SAWW, namun mereka tdk bertanya kecuali tentang 13 masalah HINGGA BELIAU WAFAT, dan ke 13 itu ada dalam Alqur’an ( Sunan ad-Darimi I/51; Majma az-Zawaid I/151)
    2.Abubakar tidak mengetahui mengenai hukum waris KALALAH.
    Abubakar berkata: Saya akan mengatakan berdasarkan pendapatku. Kalau benar maka itu dari Allah dan kalau salah itu dari AKU dan SETAN, Allah dan Rasul berlepas darinya. ( Tafsir at Thabari 6.30; Tafsir ibnu Katsir I/140 dll lagi)
    Bagaimana anda katakan Abubakar juga pandai dalam ilmu sareat?
    ………….

  18. @ Chany: Asww, berikut tanggapan:
    – Yang saya tanyakan memang kedudukan seseorang di dalam hukum Allah, dalam hal ini terkait juga dengan permasalahan Fadak, dalam hal perlunya kesaksian. Persamaan kedudukan di hadapan hukum Allah swt inilah yang berlaku dalam semua permasalahan.
    – Soal Imam Ali & Sayyidina Abu Bakar r anhuma, bukankah saya katakan diatas bahwa “Imam Ali memiliki pemahaman yang lebih”???
    – Soal pandai tidaknya Sayyidina Abu Bakar dalam ilmu syariat, tentu saja saya meyakini bahwa beliau ra pandai dalam ilmu syariat. Soal Anda tidak meyakini kepandaiannya ya nggak papa. Dalam hal ini kita berbeda pendapat.
    Wassalam.

  19. @daralhikmahAhmad
    Dihadapan Allah semua sama yang membedakan adalah Takwa.
    Dihadapan Allah tidak ada saksi yang memutar balikan fakta.
    Saksi dihadapah Allah adalah Rasul dan para utusan Allah
    Kalau anda memakai Hukukm Allah atas tanah Fadak. Maka Abubakar tdk berhak mengambil tanah Fadak. Terkecuali Dhalim. Karena tanah Fadak adalah milik pribadi Rasul.
    Bagaimana mungkin bertanya kedudukan hukum terhadap Fatimah dan Ali dihadapan Abubakar. Abubakar tidak berhak mengadili mereka. Karena KEDUDUKAN mereka dimata Allah sangat berbeda dengan Abubakar.Wasalam.

  20. @ Chany : Asww, tanggapan dari saya:
    – Sayyidina Abu Bakar berpendapat bahwa Nabi & Rasul tidak meninggalkan warisan, sehingga warisannya menjadi shadaqah. Demikian pendapat Sayyidina Abu Bakar, sehingga beliau tidak bisa dikatakan zhalim. Hal ini yang menjadi perbedaan pendapat dalam meyikapinya. Soal zhalim atau tidak, ya tinggal disesuaikan dengan pendapat rujukan kita masing2, bukan mengikuti selera Anda.
    – Soal kalimat2 Anda yang terakhir, berarti Anda berpendapat bahwa kedudukan di hadapan Allah, mempengaruhi kedudukan di hadapan hukum???

  21. @daralhikmahAhmad
    Anda mengatakan:ya tinggal disesuaikan dengan pendapat rujukan kita masing2, bukan mengikuti selera Anda.
    Saya sangat setuju. Silahkan anda bawakan Nash bahwa Nabi & Rasul
    tidak meninggalkan WARISAn.
    Dan jangan seperti kata anda – Sayyidina Abu Bakar berpendapat bahwa Nabi & Rasul tidak meninggalkan warisan, sehingga warisannya menjadi shadaqah. Demikian pendapat Sayyidina Abu Bakar,
    Jangan berdasarkan pendapat Abubakar. Dalam Hukum Allah tdk ada suatu manusia bisa meutuskan berdasarkan pendapatnya. Kalau anda berkata demikian, maka saya juga bisa berkata Menurut Imam Ali dan Fatimah Abubakar telah mendhalimi Hak mereka. Sekarang saya minta Nash bahwa para Nabi/Rasul tdk meninggalkan WARISAN terkecuali SADAQAH. Bagaimana sanggupkah anda.
    Memang benar. Kedudukan dihadapan Allah mempengaruhi dihadapan hukum (Ingat lhoo HUKUM ALLAH). Sebab sebelumnya anda bertanya dihadapan hukum Allah. Wasalam

  22. @ Chany: Asww, berikut tanggapan saya:
    – Maksud kalimat pendapat Sayyidina, adalah berarti apa yang beliau pahami dari RasuluLlah SAW, sebagaimana juga pendapat Imam ali & Sayyidatina Fatimah, yang juga berdasarkan pemahaman mereka dari RasuluLlah SAW.
    – soal para Nabi SAW tidak mengggalkan warisan, ada beberapa hadistnya diantaranya yang diriwayatkan olehBukhari, Ahmad, Al Bazzar dan klo tidak salah ada juga riwayat yang serupa oleh Muslim. Salah satu petikan kalimat dari yang riwayat Bukhari: RasuluLlah SAW bersabda “kami tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah” ( sebagaimana yang diucapkan Rasul SAW ).
    – Soal kedudukan sekali lagi saya tulis bahwa saya berpendapat bahwa kemuliaan seseorang di hadapan Allah swt, tidak mempengaruhi kedudukannya dihadapan hukum Allah swt. Wassalam.

  23. @daralhikmahAhmad
    Para Nabi tdk meninggalkan WARISAN. Saya tdk apakah ada Hadits seperti anda katakan atau tdk. Kalaupun ada. Maka sangat bertentangan dengan Firman Allah Surah Al Baqarah ayat 180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
    Anda berkata : – Soal kedudukan sekali lagi saya tulis bahwa saya berpendapat bahwa kemuliaan seseorang di hadapan Allah swt, tidak mempengaruhi kedudukannya dihadapan hukum Allah swt.
    Jadi menurut anda SEORANG MUNAFIK sama dengan YANG BERIMAN dihadapan Allah. Orang SUCI dan BERDOSA sama. Sikahkan anda baca Alqur’an lagi dengan benar. Allah membedakan karena ketakwaan mereka.
    SEKALI LAGI SAYA KATAKAN BAWAKAN NASH ALQUR’AN.
    Jangan asal ngomong aja KATA MEREKA.

  24. @ Chany: Asww, langsung saya tanggapi:
    – Soal warisan: Ada hadistnya, kan sudah saya sampaikan sebelumnya. Soal ayat Al Qur’an yang Anda bawakan, ya silahkan di kaji kembali, karena dalil itu kan ada yang berlaku umum, ada yang berlaku khusus. Saya sendiri tidak kompeten untuk menjelaskannya, karena keterbatasan pemahaman saya.
    – Soal kedudukan manusia: saya bingung dengan Anda, kok pembahasannya jadi muter2 kembali lagi ke awal. Ini kita lagi membahas kedudukan / kemuliaan derajat di hadapan Allah atau persamaan hak dalam hukum??? Tolong diperjelas dulu.
    – Dalil dari Al Qur’an tentang persamaan hak dalam hukum cukup banyak, diantaranya QS An Nisa ayat 58:
    “….Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil….”

  25. @daralhikmahAhmad
    Bagaimana anda tdk pusing dengan komentar saya. Karena pertanyaan anda juga memusingkan saya. Anda berbicara soal hukum Allah saya mintakan pada anda nash Alqur’annya anda tdk berikan malahan berargumentasai dengan Hadts yang masih diragukan.
    Sekarang anda berbicara bahwa hukum yang saya sampaikan ada yang umum dan ada yang khusus. Sedangkan anda sendiri katakan semua orang dihadapan hukum sama. Apakah tidak pusing. Kelihatan anda masih belum bisa mengerti tulisan anda sendiri. Wasalam

  26. @chany….”Sekarang anda berbicara bahwa hukum yang saya sampaikan ada yang umum dan ada yang khusus. Sedangkan anda sendiri katakan semua orang dihadapan hukum sama. Apakah tidak pusing. Kelihatan anda masih belum bisa mengerti tulisan anda sendiri. Wasalam”

    lucu yah..si darilhikmahmad semakin lama jadi teringat kaya si Nyalap Salafy NAsibi..bicaranya malah meruntuhkan dalilnya sendiri.

  27. @ Chany: Asww, berikut saya tanggapi:
    – Dalil Al Qur’an kan sudah saya berikan diatas???
    – Dalil umum dan khusus maksudnya ayat yang Anda berikan, dikaitkan dengan hadist bahwa Nabi SAW tidak meninggalkan warisan, bagaimana penjelasannya, saya belum memahaminya, karena keterbatasan pemahaman saya, cukup jelas kan??? Karena memang sepanjang pengetahuan saya bahwa dalil2 dalam hukum syariah ada yang berlaku umum, ada juga pengkhususan dari dalil2 yang umu dengan dalil2 yang khusus. Klo saya salah tolong dikoreksi. Kira2 cukup jelas kan ya??? Afwan. Wassalam.

  28. @daralhikmahAhmad
    Maaf ya mungkin anda berkukuh dengan pemahaman anda sebelumnya, Bagi saya keyakinan anda tdk saya permasalahkan. Itu merupakan keyakiinan anda. Seperti Firman Allah dalam surah Asy-Syuurah ayat 15. Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita).”
    Kita masing2 dengan amalan kita dan saya tidak permasahkan.
    Yang saya ingin ketahui HANYA KEBENARAN. Kita sekarang telah mengalami banyak perobahan serta pemutar balikan fakta. Islam yang kita anut. Saya tidak akan menganut secara TAKLID kepada mereka terdahulu apalagi setelah banyak mempelajari dari ber-macam2 Mazhab. Oleh karena itu sesuatu hadits yang saya terima belum langsung saya terima. Saya periksa dulu apakah hadits tsb tdk bertentangan dengan Alqu’an. Kalau BERTENTANGAN walaupun SANAD shahih tetap saya tolak. Karena Rasul adalah PEMBAWA KEBENARAN dan Firman2 Allah dalam Al Qur’an ABSOLUT BENAR.maka tdk mungkin bertentangan.
    Kita kembali pada persoalan kita diatas
    Ayat yang saya sampaikan diatas menurut hukum di KENAKAN kepada semua hamba Allah yang BERTAKWA tdk ada pengecualian. Rasulullah SAW ada pemimpin para Muta’kin. Jadi kalau ada yang mengatakan Rasul bersabda ( hadits ) yang tidak diberitahukan kepada keluarga Rasul dan hanya diberitahukan kepada orang tertentu, maka Rasul tidak mentaati Firman Allah tersebut diatas ( dan ini TIDAK MUNGKIN ).
    Ada beberapa alasan saya :
    1. Tanah Fadak harus beliau beritahukan kepada keluarganya bahwa tanah Fadak bukan WARISAN tapi telah di SADAKHkan
    2. Dengan demikian mereka tdk akan menutup Tanah Fadak
    3. Kalau itu sudah disadahkan maka pasti keluarga Ahlulbait tdk akan menuntut. Ahlulbait tidak memakan SADAKAH.
    4. Saydati Fatimah b. Rasul pada waktu itu menuntut. Berarti tidak pernah Rasul memberitahukan kepada mereka ( terkecuali anda menganggap Saydati Fatimah suka berbohong ).
    Berdasaran alasan saya ini maka saya tidak yakin ada Hadits seperti anda katakan. Mudah2an Allah memberikan petunjuk pada kita. Wasalam

  29. @ Chany: Asww, berikut tanggapan dari saya:
    – Soal cara Anda dalam memahami agama Islam, saya rasa adalah hak Anda untuk memilih cara yang demikian, semoga kita semua senantiasa diberikan hidayah oleh Allah swt, Amin.
    – Soal tanah Fadak, sekali lagi cukup baik data & fakta yang antum berikan, tapi saya mau tidak terlalu jauh untuk membahasnya, karena bukan tujuan saya, waLlahua’lam.
    – Soal kalimat Anda yang di dalam kurung, yaitu “terkecuali anda menganggap Sayyidati Fatimah suka berbohong” saya rasa tidak perlu digunakan kalimat yang demikian, karena kita sekalian tentunya adalah para pecinta beliau ra, terlepas dari perbedaan pendapat yang ada. Afwan. Wassalam..

  30. A very good place to share the knowledge. Best regards..

  31. utk teman2 yg membela mati2an abubakar,
    mungkin bs dibuat simple, siapakah diantara Abubakar dan Sayyidah Fatimah as yg merupakan PENGHULU SURGA? kl penghulu surga berarti dia maksum, bebas dr dosa sesuai dgn hadits al kisa..

    “Ketika sayidah Fatimah az-Zahra putrii Nabi saw meminta kembali tanah fadak yang merupakan haknya , Abubakar berkata : sesungguhnya Nabi saw telah bersabda : ” Kami para nabi tidak meninggal tidak meninggalkan warisan dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.”

    Dari seluruh sahabat Nabi saw hanya Abubakar yang meriwayatkan hadis di atas. Suyuti di dalam bukunya Tadrib ar-Rawi menerangkan bahwa jumlah sahabat setelah meninggalnya Nabi saw adalah 114ribu orang dan hanya Abubakar yang menukil hadis ini, dan tidak satupun dari mereka yang menukilnya. Sampai-sampai istri-istri Nabi saw tidak tau sama sekali tentang hadis ini. Sayidina Ali yang kesehariannya selalu bersabda saw tidak pernah mendengar hadis ini, dan sayidah Fatimah az-Zahra putrid Nabi saw yang merupakan kebanggaan Nabi saw dan bagian dari Nabi saw juga sama sekali tidak menukil hadis ini.

    Para pembesar ahlu sunnah juga mengakui bahwa hadis ini hanya Abubakar yang meriwayatkan hadis ini.

    Abul Qosim Bangwi yang meninggal tahun 317H, Abubakar Syafi’I yang meninggal tahun 354H, Ibn Asakir, Suyuti, Ibn Hajar Makki, Muttaqi Hindi, mereka semua menjelaskan bahwa selain Abubakar tidak seorangpun dari sahabat-sahabat Nabi saw yang mendengar hadis diatas dan tidak seorang pun yang menukilnya atau meriwayatkannya.”

  32. Maaf, ijin numpang mr. SP.
    # Apapun dalih pembenaran dari Abu Bakar mengenai Fadak, tetap saja termansukh oleh Hadits Tsaqalain. Karena Fathimah r.a selaku Ahlul Bayt dan harus dijadikan pedoman oleh umat tidak terkecuali kang Abu Bakar juga, maka Abu Bakar harus tunduk pada keputusan mbak Fathimah azZahra r.a. Lha kalo Abu Bakar kagak mau tunduk pada Ahlul Bayt ya sama saja dia tidak taat pada Allah dan Rasul.Nya. Yang nggak setuju dgn uraian saya ya kagak apa2..

Tinggalkan komentar