Kekonyolan Salafy Membela Abu Bakar Tetapi Merendahkan Ahlul Bait

Kekonyolan Salafy Dalam Membela Abu Bakar Dan Merendahkan Ahlul Bait

Pernahkah anda membaca blog yang ngaku-ngaku salafy, nah kalau pernah maka anda akan melihat jika ia menulis bantahan kepada Syiah [atau orang yang ia tuduh Syiah] maka tidak segan-segan ia merendahkan Ahlul Bait. Kalau ada orang yang mengutip riwayat kesalahan sahabat maka ia akan meradang setengah mati melemparkan celaan keras seolah-olah orang tersebut melakukan maksiat. Tetapi jika mereka bernafsu membantah Syiah [atau orang yang ia tuduh Syiah] ia dengan gampangan mengutip riwayat yang menyalahkan Ahlul Bait.

Contohnya ia tidak segan-segan menulis tulisan dengan judul Ali bin Abi Thalib Shalat Sambil Mabuk. Sebuah judul yang lebih layak untuk dikatakan provokatif dan bermental nashibi. Sungguh menyedihkan, kebencian mereka terhadap Syiah membuat mereka menghalalkan apa yang mereka haramkan pada orang lain. Mengingat Ali bin Abi Thalib sendiri adalah sahabat dan ahlul bait Nabi, maka dengan caranya yang ia pakai untuk menuduh orang sebagai Syiah maka ia lebih layak untuk dikatakan seorang rafidhah nashibi yang mengaku salafy.

Baru-baru ini ada yang membuat tulisan dengan judul Pengakuan Imam Maksum Bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] Pernah Marah Kepadanya. Inti tulisan tersebut adalah untuk membela Abu Bakar dari kemarahan Sayyidah Fathimah bahwa kemarahan Sayyidah Fathimah menurutnya tidak berkonsekuensi apa-apa bagi Abu Bakar bahkan menurutnya Sayyidah Fathimah telah tersilap atas sikap marahnya. Salafy yang bermental nashibi itu mau mementahkan hadis “kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Nabi”. Bagaimana caranya? Ia berusaha membawakan riwayat bahwa Nabi pun pernah marah kepada Ahlul Bait. Inti dari Syubhat-nya kalau Abu Bakar mau dicela atas kemarahan Sayyidah Fathimah maka Ahlul Bait juga pantas dicela atas kemarahan Nabi. Kalau ahlul bait tidak layak dicela atas kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka Abu Bakar pun tidak layak dicela atas kemarahan Sayyidah Fathimah.

حدثنا أبو اليمان قال: أخبرنا شعيب، عن الزهري قال: أخبرني علي بن الحسين: أن الحسين بن علي أخبره: أن علي بن أبي طالب أخبره: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم طرقه وفاطمة بنت النبي عليه السلام ليلة، فقال: (ألا تصليان). فقلت: يا رسول الله، أنفسنا بيد الله، فإذا شاء أن يبعثنا بعثنا، فانصرف حين قلنا ذلك ولم يرجع إلي شيئا، ثم سمعته وهو مول، يضرب فخذه، وهو يقول: {وكان الإنسان أكثر شيء جدلا}.

Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Aliy bin Al-Husain : Bahwasannya Al-Husain bin ‘Aliy pernah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi dan membangunkannya dan Faathimah di satu malam, lalu bersabda : “Tidakkah kalian berdua akan shalat (tahajjud) ?”. Lalu aku (‘Aliy) menjawab : “Wahai Rasulullah, jiwa-jiwa kami berada di tangan Allah. Seandainya Dia berkehendak untuk membangunkan kami, niscaya Dia akan membangunkan kami”. Maka beliau berpaling ketika kami mengatakan hal itu dan tidak kembali lagi. Kemudian kami mendengar beliau membaca firman Allah sambil memukul pahanya : ‘Manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah’ (QS. Al-Kahfi : 54)” [Shahih Bukhaariy no. 1127. Lihat juga no. 4724 & 7347 & 7465].

Nashibi itu membawakan riwayat di atas dan sebelumnya ia berkata “Nah, sekarang saya ajak Pembaca sekalian untuk menyaksikan pengakuan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah marah dan menghardik dirinya”.

Perhatikan kata-kata yang ia ucapkan bahwa Ali [radiallahu ‘anhu] mengaku Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah marah dan menghardik dirinya. Kemudian lihat kembali riwayat di atas dan silakan dicek para pembaca “adakah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah dan menghardik Ali bin Abi Thalib?”. Tidak ada, itu cuma khayalan atau persepsinya yang lahir dari mental nashibi dan kebencian terhadap orang yang ia tuduh Syiah.

Siapa yang dihardik oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam riwayat di atas?. Kalau ia tidak mampu memahami riwayat tersebut maka kami bisa memberikan bantuan untuk memahaminya. Tentu kami memaklumi keterbatasan dirinya dalam memahami riwayat yang berkaitan dengan ahlul bait. Riwayat di atas menyebutkan peristiwa dimana Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengajak Sayyidah Fathimah dan Imam Ali untuk shalat malam. Imam Ali menjawab “Wahai Rasulullah, jiwa-jiwa kami berada di tangan Allah. Seandainya Dia berkehendak untuk membangunkan kami, niscaya Dia akan membangunkan kami”. Jawaban ini tidak disukai oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sehingga Beliau langsung pergi dan mengutip ayat “manusia ada makhluk yang paling banyak membantah”.

Sekarang kita tanya pada salafy nashibi itu, adakah pelanggaran Syariat disini yang menurut nashibi itu telah membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah dan menghardik ahlul bait. Tidak ada, ketidaksukaan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kekecewaan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah karena pada saat itu jawaban Imam Ali terkesan enggan melakukan shalat malam yang memang bukan perkara yang diwajibkan. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menginginkan Ahlul Bait-nya agar bersegera dalam beribadah baik itu yang diwajibkan atau tidak. Kami tidak menolak riwayat ini tetapi kami yakin setelah Imam Ali mendengar jawaban Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menyiratkan ketidaksukaan dan kekecewaan maka Imam Ali dan Sayyidah Fathimah bersegera melakukan ibadah shalat malam seperti yang dianjurkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Silakan lihat, kami tidak ada kesulitan sedikitpun untuk menerima riwayat tersebut. Kami juga tidak perlu membuat pembelaan ngawur dan mengait-ngaitkannya dengan kasus Abu Bakar. Apa mau nashibi itu dengan mengutip riwayat ini dan mengaitkannya dengan kasus Abu Bakar?. Apa yang ia inginkan dengan menunjukkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah marah kepada Ahlul Bait?.

Kami mengakui kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah tidak suka, kecewa atau marah terhadap Ahlul Bait. Terdapat riwayat yang menyebutkan soal itu dan dalam riwayat tersebut juga dijelaskan kalau Ahlul Bait bersegera dalam mengikuti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ahlul Bait menjadikan kemarahan atau ketidaksukaan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] itu sebagai hujjah sehingga mereka bersegera meninggalkan perkara yang tidak disukai Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan Abu Bakar yang berkeras pada pendiriannya sehingga Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara dengannya sampai Beliau wafat.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ سَلَّامٍ أَنَّ جَدَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا أَسْمَاءَ حَدَّثَهُ أَنَّ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَهُ أَنَّ ابْنَةَ هُبَيْرَةَ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي يَدِهَا خَوَاتِيمُ مِنْ ذَهَبٍ يُقَالُ لَهَا الْفَتَخُ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَعُ يَدَهَا بِعُصَيَّةٍ مَعَهُ يَقُولُ لَهَا يَسُرُّكِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ فِي يَدِكِ خَوَاتِيمَ مِنْ نَارٍ فَأَتَتْ فَاطِمَةَ فَشَكَتْ إِلَيْهَا مَا صَنَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَانْطَلَقْتُ أَنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ خَلْفَ الْبَابِ وَكَانَ إِذَا اسْتَأْذَنَ قَامَ خَلْفَ الْبَابِ قَالَ فَقَالَتْ لَهَا فَاطِمَةُ انْظُرِي إِلَى هَذِهِ السِّلْسِلَةِ الَّتِي أَهْدَاهَا إِلَيَّ أَبُو حَسَنٍ قَالَ وَفِي يَدِهَا سِلْسِلَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا فَاطِمَةُ بِالْعَدْلِ أَنْ يَقُولَ النَّاسُ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَفِي يَدِكِ سِلْسِلَةٌ مِنْ نَارٍ ثُمَّ عَذَمَهَا عَذْمًا شَدِيدًا ثُمَّ خَرَجَ وَلَمْ يَقْعُدْ فَأَمَرَتْ بِالسِّلْسِلَةِ فَبِيعَتْ فَاشْتَرَتْ بِثَمَنِهَا عَبْدًا فَأَعْتَقَتْهُ فَلَمَّا سَمِعَ بِذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَجَّى فَاطِمَةَ مِنْ النَّارِ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad : Telah menceritakan kepada kami Hammaam : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa : Telah menceritakan kepadaku Zaid bin Salaam : Bahwasannya kakeknya pernah menceritakan kepadanya : Bahwasannya Abu Asmaa’ pernah menceritakan kepadanya : Bahwasannya Tsaubaan maulaa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan kepadanya : “Anak perempuan Hubairah pernah bertamu ke kediaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedangkan di tangannya ada cincin-cincin emas bernama Al-Fatah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memukul-mukulkan tongkat kecil ke tangannya, dan bersabda kepadanya : “Apakah engkau senang jika Allah mengenakan cincin-cincin dari api neraka ke tanganmu?”. Anak perempuan Hubairah itu lalu mendatangi Fathimah dan mengadukan apa yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepadanya. Tsaubaan berkata : Aku dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beranjak, lalu beliau berdiri di balik pintu. Dan kebiasaan beliau bila meminta ijin masuk (rumah), beliau berdiri di balik pintu. Lalu Faathimah berkata kepada anak perempuan Hubairah : “Lihatlah kalung ini yang dihadiahkan Abu Hasan (yaitu ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu) kepadaku”. Saat kalung emas itu ada di tangan Faathimah, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk menemuinya dan bersabda : “Wahai Fathimah ! Demi tegaknya keadilan, (senangkah engkau) seandainya orang-orang berkata : ‘Faathimah binti Muhammad mengenakan kalung dari api neraka ?”. Lalu beliau mencela Faathimah dengan keras, setelah itu beliau pergi dan tidak duduk. Kemudian Faathimah memerintahkan agar kalung itu dijual, kemudian harganya dibelikan budak kemudian dimerdekakan. Saat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengar hal itu, beliau bertakbir dan bersabda : “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari neraka” [Musnad Ahmad 5/278 no 22451 dengan sanad yang shahih].

Riwayat di atas juga pernah dikutip oleh salafy nashibi itu dan ia berkata “Pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits ini adalah bahwa Faathimah binti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pribadi maksum. Ia bisa berbuat keliru, karena barangkali ia belum mengetahui larangan tersebut dari ayahnya shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.

Kami sendiri tidak pernah menyatakan Sayyidah Fathimah maksum seperti yang disinggung nashibi ini. Pandangan kami soal Ahlul Bait adalah mereka adalah pegangan dalam Syariat sebagai salah satu tsaqalain yang harus dipegang teguh sepeninggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Perkara berbagai riwayat yang menunjukkan ketidaktahuan ahlul bait atau mereka pernah salah dan diingatkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] itu tidak menafikan fakta bahwa pada akhirnya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] memberikan jaminan bahwa mereka adalah pegangan umat islam agar tidak tersesat.

Berbicara soal konsep maksum, mari kita tanya nashibi itu apakah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah salah dan lupa? adakah contoh riwayat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah salah dan lupa?. Kalau menurut nashibi itu ada maka kami tanya lagi apakah itu berarti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak maksum?. Sepertinya nashibi sendiri mengalami inkonsistensi dalam menyatakan kemaksuman Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Mereka mengatakan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bisa salah dan lupa tetapi mereka tetap menyatakan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maksum.

Ia juga berkata : Selain itu, dapat kita ketahui bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah karena melihat adanya pelanggaran syari’at. Tidaklah ia mengecam dengan keras dan mengancam dengan api neraka jika perbuatan itu bukan satu larangan dalam syari’at.

Kalau begitu kami tanya wahai nashibi, mana pelanggaran syariat yang anda maksud. Apakah seorang wanita memakai perhiasan emas adalah pelanggaran syariat dalam islam?. Kami pribadi tidak melihat ada pelanggaran syariat disitu tetapi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] khawatir bahwa hal-hal yang duniawi seperti itu dapat melalaikan pemakainya sehingga terjatuh dalam api neraka. Apalagi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menginginkan agar Ahlul bait-nya hidup dalam keadaan zuhud. Inilah yang tampak dalam ketidaksukaan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tersebut.

Bagaimanakah sikap Sayyidah Fathimah terhadap hal ini?. Lihat baik-baik ternyata Sayyidah Fathimah bersegera melepaskan kalung emas tersebut karena hal itu membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak suka. Kami jelas berbeda dengan salafy yang bermental nashibi, ia mengira duduk persoalannya adalah wanita dilarang atau diharamkan memakai perhiasan emas dan Sayyidah Fathimah tidak tahu akan hal itu. Sehingga ketika Sayyidah Fathimah memakai kalung emas Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjadi marah. Jadi intinya salafy itu menuduh Imam Ali memberikan barang haram kepada Sayyidah Fathimah dan sayyidah Fathimah memakai barang haram tersebut. silakan pembaca lihat betapa kejinya tuduhan nashibi kepada Ahlul bait

Lucunya salafy ini tidak membaca bahwa dalam riwayat di atas Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pergi tanpa mencabut kalung tersebut dari Sayyidah Fathimah. Kalau memang hal itu diharamkan maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] akan segera mencabutnya. Tidak terpikirkan oleh kami Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pergi dan membiarkan Sayyidah Fathimah memakai kalung emas yang diharamkan.

Salafy berkata : Keridlaan Faathimah tidak membuat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kendur, karena syari’at tidaklah diukur dari keridlaan ataupun kemarahan seseorang selain beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Syari’atlah yang menjadi tolok ukur dalam menghukumi sesuatu.

Lha salafy ini tidak mengerti apa yang ia ucapkan. Kalau ia bisa berkata Syariat tidak diukur dari keridhaan ataupun kemarahan seseorang selain Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah syariat. Riwayat di atas justru menunjukkan bagaimana Ahlul Bait bersegera meninggalkan apa yang tidak disukai Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] walaupun itu termasuk perkara yang dibolehkan.

Bukankah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mengatakan kalau kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahannya. Apa yang membuat Sayyidah Fathimah marah maka membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah, itulah hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Bukankah hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah syariat. Jadi kemarahan Sayyidah Fathimah adalah hujjah sebagaimana halnya kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Seharusnya sikap Abu Bakar setelah menyaksikan kemarahan Sayyidah Fathimah maka ia merujuk sikap dan pernyataannya kemudian membenarkan Sayyidah Fathimah karena kemarahannya adalah kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Bukankah Ahlul Bait ketika mereka melihat ketidaksukaan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mereka bersegera meninggalkan perkara tersebut walaupun perkara tersebut dibolehkan. Tidak ada satupun diantara mereka yang berkata “memakai perhiasan emas bagi wanita itu halal” [walaupun Nabi memang menghalalkannya].

Fakta riwayat menunjukkan Abu Bakar malah berkeras pada hadis yang ia riwayatkan sehingga Sayyidah Fathimah marah kepadanya sampai Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat. Kalau hadis tersebut benar maka sangat tidak mungkin Sayyidah Fathimah menunjukkan kemarahannya, Beliau akan berpegang pada hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tersebut. Kemarahannya menunjukkan bahwa ia menolak hadis yang disampaikan Abu Bakar.

Jika ahlul bait dan sahabat bertentangan dalam masalah Syariat maka kami berpegang pada Ahlul Bait. Abu Bakar boleh saja mengaku ia meriwayatkan hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tetapi Sayyidah Fathimah adalah ahlul bait yang menjadi pegangan bagi umat termasuk Abu Bakar, Sayyidah Fathimah adalah orang yang kemarahannya adalah kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sayyidah Fathimah adalah orang yang paling tahu dalam masalah ini dibanding Abu Bakar.

Salafy nashibi bersikeras membela Abu Bakar bahwa hadis Abu Bakar benar kalau begitu maka konsekuensinya salafy nashibi menuduh Sayyidah Fathimah mendustakan hadis shahih [kami berlindung kepada Allah SWT dari tuduhan seperti ni]. Lha apa lagi artinya Sayyidah Fathimah marah sampai beliau wafat kepada Abu Bakar [padahal Abu Bakar hanya menyampaikan hadis tersebut] selain Sayyidah Fathimah mendustakan hadis yang dibawa Abu Bakar. Kan tidak masuk akal Sayyidah Fathimah menerima hadis tersebut tetapi marah sampai Beliau wafat. Akankah salafy nashibi menjawab dilema yang mereka hadapi? Jangan-jangan mereka malah tidak paham dilema yang kami sampaikan. Yah akal yang kerdil dan kebencian kepada ahlul bait memang sudah jadi penyakit lama kaum nashibi.

61 Tanggapan

  1. Saya agak keliru dengan kata-kata berikut

    ‘tetapi kami yakin setelah Imam Ali mendengar jawaban Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menyiratkan ketidaksukaan dan kekecewaan maka Imam Ali dan Sayyidah Fathimah bersegera melakukan ibadah shalat malam seperti yang dianjurkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]’

    Dimanakah lafaz hadith menyebutkan demikian? Ataupun ia hanya asumsi semata-mata??

    Keduanya, Abu Bakar beranggapan bahawa dia benar dalam kes tersebut. Jika Abu Bakar r.a merasakan salah, dah tentu dia akan meminta maaf akan tindakannya. Tapi itu bukanlah bermaksud Fatimah berdusta. Ini kefahaman yang dipaksakan.

  2. Selain itu, kata-kata ini sangatlah benar

    ‘Kami mengakui kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah tidak suka, kecewa atau marah terhadap Ahlul Bait’

    Maka terjawablah hadith kemarahan Fatimah membawa kepada kemarahan Rasululah s.a.w

    Ini menunjukkan Rasulullah s.a.w juga pernah marah kepada ahlul bait dan tidak wajar mana-mana pihak menghentam ahlul bait dan sahabah menggunakan hadith fatimah marah

    Adapun reaksi ahlul bait untuk menghilangkan marah tersebut tidak menafikan baginda pernah marah kepada mereka

    Para sahabah juga pernah menghilangkan reaksi kemarahan baginda

    Anas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah ditanya oleh para sahabat dengan pertanyaan yang bertubi-tubi sampai membuat Rasulullah marah. Kemudian beliau naik mimbar seraya bersabda: “Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu kepadaku pada hari ini kecuali apa yang telah aku jelaskan kepada kalian”. Anas ra berkata: Kemudian aku layangkan pandangan ke kanan dan ke kiri tiba-tiba setiap orang mengusap mukanya dengan pakaiannya karena menangis… Kemudian Umar ra bangkit seraya berkata: “Kami telah ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai Din, dan Muhammad sebagai Rasul. Kami berlindung kepada Allah dari fitnah”. (Muttafaq ‘alaih, Al Lu’lu’u wal Marjan (1523)).

    Maka puak nasibi dan rafidi tidak boleh berhujah dengan hadith fatimah marah

  3. [quote]Perhatikan kata-kata yang ia ucapkan bahwa Ali [radiallahu ‘anhu] mengaku Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah marah dan menghardik dirinya. Kemudian lihat kembali riwayat di atas dan silakan dicek para pembaca “adakah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah dan menghardik Ali bin Abi Thalib?”. Tidak ada, itu cuma khayalan atau persepsinya yang lahir dari mental nashibi dan kebencian terhadap orang yang ia tuduh Syiah.[/quote]

    Saya rasa tidak seperti itu, justru Nabi Muhammad marah dengan cara lebih halus agar Saidina Ali menyadari dari kekeliruaannya. Coba perhatikan kalimat berikut ini Kemudian kami mendengar beliau membaca firman Allah sambil memukul pahanya : ‘Manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah’ (QS. Al-Kahfi : 54)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1127. Lihat juga no. 4724 & 7347 & 7465]..

  4. Dari tulisan ini kita bisa melihat bahwa;

    (1) Sahabat merasa khawatir dan takut akan kemarahan Nabi saw kepada mereka. Sehgg riwayat2 menunjukkan mereka segera mengakui kesalahan dan menginsafinya.

    (2) Nabi saw telah menyaksikan bahwa beberapa prilaku sahabat telah membuatnya marah. Inilah saya kira salah satu alasan mengapa Baginda Nabi saw mengeluarkan sabdanya bahwa kemarahan Fatimahnya adalah kemarahan Nabi saw. Hal ini untuk mencegah sahabat melakukan tindakan yang membuat marah Fatimah.

    (3) Sebagian sahabat (Abubakar) tidak mempunyai respek terhadap ahlulbait/Fatimah dengan tidak menyerahkan hak Tanah Fadaq ke Fatimah.

    @rejeki

    Abu Bakar beranggapan bahawa dia benar dalam kes tersebut. Jika Abu Bakar r.a merasakan salah, dah tentu dia akan meminta maaf akan tindakannya. Tapi itu bukanlah bermaksud Fatimah berdusta. Ini kefahaman yang dipaksaka

    Ya jelaslah. Kalau bukan Abubakar yg berdusta tentu Fatimah yg berdusta. Abubakar merasa mempunyai dasar utk menolak permintaan Fatimah atas Tanah Fadaq. Menurut anda apakah permintaan Fatimah atas itu tdk berdasar?

    Salam

  5. @rejeki

    Dimanakah lafaz hadith menyebutkan demikian? Ataupun ia hanya asumsi semata-mata??

    Yup itu asumsi berdasarkan hadis-hadis lain yang menunjukkan bahwa ahlul bait bersegera meninggalkan apa-apa yang membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah.

    Keduanya, Abu Bakar beranggapan bahawa dia benar dalam kes tersebut. Jika Abu Bakar r.a merasakan salah, dah tentu dia akan meminta maaf akan tindakannya. Tapi itu bukanlah bermaksud Fatimah berdusta. Ini kefahaman yang dipaksakan.

    Kalau abu abakar benar maka apa yang akan anda katakan kepada Sayyidah Fathimah yang marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar sampai beliau wafat. Apa anda mau mengatakan Sayyidah Fathimah marah dan menolak hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?

    Selain itu, kata-kata ini sangatlah benar

    ‘Kami mengakui kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah tidak suka, kecewa atau marah terhadap Ahlul Bait’

    Maka terjawablah hadith kemarahan Fatimah membawa kepada kemarahan Rasululah s.a.w

    Bukan begitu, justru itu menjadi bukti bahwa kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah hujjah. Jadi kalau setelah itu Rasulullah mengatakan kemarahan fathimah adalah kemarahannya maka kemarahan Fathimah juga menjadi hujjah

    Ini menunjukkan Rasulullah s.a.w juga pernah marah kepada ahlul bait dan tidak wajar mana-mana pihak menghentam ahlul bait dan sahabah menggunakan hadith fatimah marah

    penarikan kesimpulan anda yang tidak wajar. Apakah karena Rasulullah pernah marah kepada ahlul bait maka hadis kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Rasulullah menjadi tidak berlaku. Dimana logikanya itu? Sangat tidak nyambung

    Adapun reaksi ahlul bait untuk menghilangkan marah tersebut tidak menafikan baginda pernah marah kepada mereka
    Para sahabah juga pernah menghilangkan reaksi kemarahan baginda

    Justru disitulah letak hujjahnya. Bukti kalau kemarahan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sebagai hujjah adalah ahlul bait bersegera meninggalkan apa-apa yang membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah. Abu Bakar membuat Sayyidah Fathimah marah padahal kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka sudah seharusnya Abu Bakar bersegera meninggalkan apa yang membuat Sayyidah Fathimah marah sebagaimana Ahlul Bait bersegera meninggalkan apa yang membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah. Faktanya Abu Bakar berkeras sehingga Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara kepadanya sampai Beliau wafat.

    @Muhammad Ali

    Saya rasa tidak seperti itu, justru Nabi Muhammad marah dengan cara lebih halus agar Saidina Ali menyadari dari kekeliruaannya. Coba perhatikan kalimat berikut ini Kemudian kami mendengar beliau membaca firman Allah sambil memukul pahanya : ‘Manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah’ (QS. Al-Kahfi : 54)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1127. Lihat juga no. 4724 & 7347 & 7465].

    Kalau anda membahasakan “marah dengan cara yang lebih halus” maka saya membahasakan “ketidaksukaan dan kekecewaan”. Itu tidak jadi masalah, tetapi kalau bahasanya jadi “marah dan menghardik ahlul bait” maka sudah jelas itu dusta, siapa yang dihardik Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Dan lafaz mana yang merupakan “hardikan”?.

  6. Sp,

    Tidak berbicara dalam hadith membawa banyak maksud. Saya memilih Fatimah r.a tidak berbicara berkenaan urusan itu (tanah fadak) sehinggala dia wafat. Bukan bermakna dia tidak berbicara langsung dengan Abu Bakar. Lagipun ada hadith lain menyatakan tidak boleh bermusuh dengan saudara muslim melebihi 3 hari

    Kamu masih berdegil dengan mengatakan kemarahan Fatimah itu hujah namun dalam masa yang sama mengakui ahlul bait juga dimarahi. Bagi saya itu telah jelas ahlul bait juga mengundang kemurkaan Allah dengan menggunakan standard kamu

    Reaksi untuk menghilangkan kemarahan tidak menafikan kemarahan itu telah terjadi. Bahkan anda sendiri hanya menggunakan asumsi kepada tindakan ahlu bait tersebut

    Abu Bakar tidak menyerahkan fadak kerana beranggapan dia di pihak benar. JIka dia memberikan fadak kepada Fatimah, maka ternyata syiah sendiri akan mengatakan dia melanggari nas yang dia sendiri riwayatkan. Maka apa saja tindakan Abu Bakar tetap akan dikritik

    Bahkan terbukti dalam hadith yang lain para sahabah cepat2 menghilangkan kemarahan RAsulullah s.a.w

    Ternyata menggunakan hadith ‘kemarahan Fatimah adalah kemarahan aku’ dengan mudah akan membawa kepada kesalahan yang fatal

  7. @rejeki..”Abu Bakar tidak menyerahkan fadak kerana beranggapan dia di pihak benar. JIka dia memberikan fadak kepada Fatimah, maka ternyata syiah sendiri akan mengatakan dia melanggari nas yang dia sendiri riwayatkan. Maka apa saja tindakan Abu Bakar tetap akan dikritik”

    kapan pihak syiah mengatakan jika abubakar menyerahkan Fadak pd Sy.Fatimah as berarti melanggar nas..??? ngawur
    semestinya Abubakar berpijak pada Hadis Nabi Saww,”Fatimah selalu dalam kebenaran, atau Kebenaran bersama Ali, Ali bersama Kebenaran”

    anda berkata, “….Maka apa saja tindakan Abu Bakar tetap akan dikritik”.

    bukankah anda pun seperti itu? apa saja tindakan ahlulbayt as. tetap akan di kritik?…yaaa kalo seperti ini terserah anda..ini hanya sebuah pilihan kok untuk anda, dalam kasus ini (walaupun banyak kasus lainnya antara sebahagian sahabat dan ahlulbayt as) tidak mungkin kedua-duanya benar atau kedua-duanya salah (Sy.FAtimah dan Abubakar)…anda sendiri berkata…”Abu Bakar tidak menyerahkan fadak kerana beranggapan dia di pihak benar. JIka dia memberikan fadak kepada Fatimah, maka ternyata syiah sendiri akan mengatakan dia melanggari nas yang dia sendiri riwayatkan. Maka apa saja tindakan Abu Bakar tetap akan dikritik

  8. telah menjadi takdir. yg benar belum tentu benar

  9. @rejeki

    Tidak berbicara dalam hadith membawa banyak maksud. Saya memilih Fatimah r.a tidak berbicara berkenaan urusan itu (tanah fadak) sehinggala dia wafat. Bukan bermakna dia tidak berbicara langsung dengan Abu Bakar.

    Itu kan maksud yang anda bawa-bawa sendiri. Lafaz hadisnya jelas kok “marah dan tidak berbicara sampai beliau wafat”. Kalau anda mau bawa-bawa dalih anda snediri ya bisa. Hadis Abu Bakar pun bisa dicari-cari dalihnya, maksud dari “kami tidak mewariskan” adalah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewariskan dinar dan dirham tetapi mewariskan tanah fadak kepada ahli warisnya. Maksud “semuanya menjadi sedekah” adalah semua dinar dan dirham yang ditinggalkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] saat itu menjadi sedekah sedangkan tanah Fadak tetap menjadi hak ahli warisnya. Hayoo mau bilang apa anda, apa di dunia ini cuma anda yang bisa menyatakan “hadith itu membawa banyak maksud”. Sejelas apapun dalil, dalih selalu bisa dicari-cari. Jangan anda pikir cuma anda yang bisa berdalih ini itu.

    Lagipun ada hadith lain menyatakan tidak boleh bermusuh dengan saudara muslim melebihi 3 hari

    Lho siapa yang bilang bermusuhan, anda pernah dengar tidak hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] membenci bani Umayyah sampai Beliau wafat. Nah mereka bani Umayyah itu juga muslim. Apa anda mau bilang Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melanggar hadis tersebut.

    Kamu masih berdegil dengan mengatakan kemarahan Fatimah itu hujah namun dalam masa yang sama mengakui ahlul bait juga dimarahi. Bagi saya itu telah jelas ahlul bait juga mengundang kemurkaan Allah dengan menggunakan standard kamu

    Kalau anda mau mengartikan setiap yang dimarahai Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka langsung mendapat murka dari Allah SWT walaupun yang bersangkutan telah meninggalkan apa yang membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah maka Abu Bakar dan Umar juga mendapat kemurkaan dari Allah SWT karena mereka juga pernah membuat marah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

    Bagi saya, anda tidak paham hujjah saya dalam masalah ini. Kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan itu menunjukkan bahwa Abu Bakar keliru. Kalau Abu Bakar benar, Sayyidah Fathimah tidak akan marah karena sebagaimana Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] juga tidak akan marah kalau seseorang menyampaikan hal yang benar.

    Reaksi untuk menghilangkan kemarahan tidak menafikan kemarahan itu telah terjadi. Bahkan anda sendiri hanya menggunakan asumsi kepada tindakan ahlu bait tersebut

    Oh berarti kalau menurut anda, Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] terus-terusan marah walaupun ahlul bait dan sahabat telah meninggalkan apa yang membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah. Jangan melantur, kalau apa yang membuat marah sudah ditinggalkan maka kemarahan itu sudah dinafikan, artinya yang bersangkutan memang paham bahwa kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah hujjah.

    Abu Bakar tidak menyerahkan fadak kerana beranggapan dia di pihak benar. JIka dia memberikan fadak kepada Fatimah, maka ternyata syiah sendiri akan mengatakan dia melanggari nas yang dia sendiri riwayatkan. Maka apa saja tindakan Abu Bakar tetap akan dikritik

    Sayyidah Fathimah marah itu karena sayyidah Fathimah menganggap dirinyalah yang benar. Jika Abu Bakar yang benar maka Sayyidah Fathimah akan menerima hadis tersebut tanpa ada rasa marah dan tidak suka. Mengapa? Karena kita berbicara tentang seorang putri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang selalu taat kepada ayahnya. Mustahil Sayyidah Fathimah akan marah karena hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] jika memang hadis tersebut benar.

    Bahkan terbukti dalam hadith yang lain para sahabah cepat2 menghilangkan kemarahan RAsulullah s.a.w

    Artinya sahabat itu paham kalau kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah hujjah makanya mereka cepat-cepat menghilangkan kemarahan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sendiri yang mengatakan kalau kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Beliau maka kemarahan Sayyidah Fathimah juga menjadi hujjah.

    Ternyata menggunakan hadith ‘kemarahan Fatimah adalah kemarahan aku’ dengan mudah akan membawa kepada kesalahan yang fatal

    Yang melakukan kesalahan fatal adalah mereka yang membenarkan Abu Bakar karena itu berarti mereka menuduh Sayyidah Fathimah tidak rela terhadap keputusan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] sehingga Beliau marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar sampai beliau wafat.

  10. Sp,

    Anda tidak menerima pandangan saya maka itu terserah pada anda. Bagi saya,apabila Fatimah tidak mahu berbicara hingga wafat, ia membawa maksud tidak mahu berbicara berkenaan fadak lagi

    Ini sepertimana yang disokong oleh ulama Azhar, Prof Dr Ibrahim Sya’wat, kata beliau

    Semenjak hari itu Fatimah tidak bercakap lagi dengan Abu Bakar dalam persoalan yang berkaitan dengan harta pesaka tinggalan ayahandanya. Inilah juga yang dilaporkan oleh al-Tirmidhi dari sesetengah gurunya, iaitu makna Fatimah yang berkata kepada Abu Bakar dan Umar “Saya tidak akan bercakap lagi dengan anda berdua” ialah difokuskan kepada bercakap tentang harta pesaka tersebut. [Kesalahan-Kesalahan Fakta-Fakta Sejarah Yang Perlu Dibetulkan, buku 2, ms. 27].

    Kemudiannya, apakah semua jalur dan lafaz hadith menerangkan memang Fatimah marah ataupun ia hanyalah anggapan perawi???

    Ini seperti yang dijelaskan oleh Muhaddith terkenal India, al-Luknawi. Ini adalah anggapan dari perawi hadith sahaja.

    Beliau membuat kesimpulan begini kerana melihat Fatimah tidak memberikan sebarang reaksi dan komen kepada Abu Bakar, apabila Abu Bakar menyatakan para Nabi tidak mewarisi sebarang harta.

    Fathimah sebenarnya menyesali sikap yang keluar dari dirinya sendiri. Beliau tidak berkata apa-apa kepada Abu Bakar kerana menyesali sikapnya sendiri, atau dengan lain perkataan, beliau memarahi dirinya sendiri kerana telah bertemu dengan khalifah untuk sesuatu harta dunia sedangkan kehidupan Abu Bakar sendiri telah diredhai oleh Allah. Beliau pula adalah seorang yang suka melakukan kebajikan, bertanggungjawab dan tidak pernah menzalimi seseorang.

    Maka bagi saya ia bukan dalih tapi ia mempunyai sandarannya. Anda boleh saja menakwil maksud hadith Abu Bakar itu tapi kefahamannya tidak difahami Abu Bakar seperti itu

    Saya masih belum mengkaji hadith bani umayyah itu maka saya tidak akan komen akannya.

    Saya tidak sama sekali mengatakan apabila baginda marah maka serta merta ia akan mendatangkan kemurkaan baginda. Namun, konteksnya perlu dilihat dengan betul

    Bagi saya, kefahaman literal anda dengan mudah menjadikan kemarahan Fatimah sebagai kemarahan Rasululah s.a.w tidak boleh diterima. Ini kerana ahlul bait juga pernah mendatangkan kemarahan baginda.

    Bahkan dalam kitab-kitab syiah sendiri banyak riwayat sahih menyatakan Fatimah r.a marah kepada Ali r.a.

    Fatimah r.a sebagai manusia biasa boleh saja marahkan Abu Bakar r.a (saya berpegang ia adalah anggapan perawi). Sebagai manusia biasa, ia sesuatu yang lumrah.

    Saya sama sekali tidak berpandangan Nabi s.a.w perlu terus marah dan reaksi untuk menghilangkan kemarahan tidak perlu. Itu bukan point saya

    Point saya ialah reaksi menghilangkan kemarahan tidak menafikan hakikatnya dia telah dimarahi. Reaksi menghilangkan kemarahan adalah isu yang lain.

    Sepertimana anda beranggapan Fatimah putri Rasulullah s.a.w seorang yang taat, maka saya juga beranggapan Abu Bakar seorang yang taat.

    Bahkan jika ia ketahui tindakan ia salah dan Fatimah benar, maka sudah pasti dia akan melaksanakannya. Ini kerana dia tiada kepentinagn duniawi dan dia sendiri menghalang anaknya dari mendapat harta warisan

    Kemarahan nabi memang menjadi hujah namun kemarahan fatimah belum tentu menjadi hujah. Menjadikan kemarahan Fatimah dalam semua kasus sebagai hujah kepada kemarahan Rasulullah s.a.w tidaklah mutlak. Ia masih bergantung kepada penafsiran

    waAllahu a’lam

  11. KEKONYOLAN SYIAH

    Dalam banyak-banyak mazhab dalam Islam mazhab syiahlah yang paling konyol dan paling goblok sekali.Coba dong tanya sama orang Yahudi siapakah umat Yahudi yang terbaik selain dari Musa.Pasti jawapannya ialah sahabat-sahabat nabi Musa.Kemudian coba tanya sama umat nasrani siapakah umat nasrani yang paling baik selain nabi Isa.Pasti jawapannya ialah sahabat-sahabat nabi Isa.Tapi coba tanya sama syiah siapakah umat Islam yang paling jahat sekali.Pasti jawapannya ialah sahabat-sahabat Nabi Muhammad itu sendiri!Konyolkan?

  12. @rejeki

    Anda tidak menerima pandangan saya maka itu terserah pada anda. Bagi saya,apabila Fatimah tidak mahu berbicara hingga wafat, ia membawa maksud tidak mahu berbicara berkenaan fadak lagi

    Ya terserah anda, kita disini hanya menunjukkan hujjah masing-masing. Jangan dikira hanya anda sendiri yang bisa berdalih ini itu demi membela sahabat. Kami sudah tunjukkan kekeliruan hujjah anda. Anda mau menerima silakan, ndak juga gapapa

    Ini sepertimana yang disokong oleh ulama Azhar, Prof Dr Ibrahim Sya’wat, kata beliau
    Semenjak hari itu Fatimah tidak bercakap lagi dengan Abu Bakar dalam persoalan yang berkaitan dengan harta pesaka tinggalan ayahandanya. Inilah juga yang dilaporkan oleh al-Tirmidhi dari sesetengah gurunya, iaitu makna Fatimah yang berkata kepada Abu Bakar dan Umar “Saya tidak akan bercakap lagi dengan anda berdua” ialah difokuskan kepada bercakap tentang harta pesaka tersebut. [Kesalahan-Kesalahan Fakta-Fakta Sejarah Yang Perlu Dibetulkan, buku 2, ms. 27].

    Maaf ya, ulama yang anda maksud justru sedang menyimpangkan fakta sejarah. Jika hadis-hadis shahih bisa didistorsi sesuai dengan makna yang ia kehendaki maka bukan fakta sejarah yang harus dibetulkan tetapi pikirannya itu yang perlu dibetulkan. Kami pribadi berpegang pada hadisnya yang jelas menyatakan Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar sampai Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam wafat]. Perkara ada ulama yang mau menyimpangkannya ke makna lain itu adalah urusannya sendiri

    Kemudiannya, apakah semua jalur dan lafaz hadith menerangkan memang Fatimah marah ataupun ia hanyalah anggapan perawi???
    Ini seperti yang dijelaskan oleh Muhaddith terkenal India, al-Luknawi. Ini adalah anggapan dari perawi hadith sahaja.

    Orang yang biasa berdalih, ia akan enak betul mengutip siapapun asalkan membantunya untuk mencari dalih. Sekarang anda mau bilang itu anggapan perawi saja. Sungguh Inkonsisten, jadi kalau anda ditanya apakah Sayyidah Fathimah marah? Anda bilang itu anggapan perawi. Padahal sebelumnya anda berusaha keras mencari dalih bahwa maksudnya “tidak berbicara masalah fadak”.

    Beliau membuat kesimpulan begini kerana melihat Fatimah tidak memberikan sebarang reaksi dan komen kepada Abu Bakar, apabila Abu Bakar menyatakan para Nabi tidak mewarisi sebarang harta.

    Reaksinya jelas sekali, Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara kepada Abu Bakar sampai beliau wafat. Ini menjadi bukti kalau Sayyidah Fathimah menolak hadis yang disampaikan Abu Bakar.

    Fathimah sebenarnya menyesali sikap yang keluar dari dirinya sendiri. Beliau tidak berkata apa-apa kepada Abu Bakar kerana menyesali sikapnya sendiri, atau dengan lain perkataan, beliau memarahi dirinya sendiri kerana telah bertemu dengan khalifah untuk sesuatu harta dunia sedangkan kehidupan Abu Bakar sendiri telah diredhai oleh Allah. Beliau pula adalah seorang yang suka melakukan kebajikan, bertanggungjawab dan tidak pernah menzalimi seseorang.

    Begini nih ciri orang berdalih, suka meloncat dalih kesana kesini. Sekarang anda mengatakan Sayyidah Fathimah memarahi dirinya sendiri. Cukuplah, orang seperti anda adalah orang yang selalu mencari-cari dalih untuk menyimpangkan makna hadis, apapun yang penting bisa disimpangkan maknanya. Jelas dalam hadisnya bahwa yang dimarahi adalah Abu Bakar tetapi “pikiran yang aneh” berdalih bahwa yang dimarahi adalah Sayyidah Fathimah sendiri.

    Maka bagi saya ia bukan dalih tapi ia mempunyai sandarannya. Anda boleh saja menakwil maksud hadith Abu Bakar itu tapi kefahamannya tidak difahami Abu Bakar seperti itu

    Sandaran mana yang anda maksud?. Namanya sandaran itu ada dalilnya. Yang anda lakukan hanya mengutip orang yang juga berdalih sama seperti anda. Sedangkan sandaran saya adalah hadisnya yang jelas-jelas menyatakan Sayyidah Fathimah marah dan tidak berbicara sampai Beliau wafat.

    Saya masih belum mengkaji hadith bani umayyah itu maka saya tidak akan komen akannya.

    Maksudnya anda belum pernah dengar hadisnya kalii. Saya ragu dengan apa yang anda maksud “mengkaji”. Kalau begitu selamat mengkaji

    Saya tidak sama sekali mengatakan apabila baginda marah maka serta merta ia akan mendatangkan kemurkaan baginda. Namun, konteksnya perlu dilihat dengan betul

    Maaf bung, anda tidak berkata itu sebelumnya. Anda enak saja mengatakan bahwa perkara ahlul bait meninggalkan apa yang membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak menafikan kemarahan Beliau. Jadi konteks mana yang anda lihat? Palsu ah

    Bagi saya, kefahaman literal anda dengan mudah menjadikan kemarahan Fatimah sebagai kemarahan Rasululah s.a.w tidak boleh diterima. Ini kerana ahlul bait juga pernah mendatangkan kemarahan baginda.

    Sudah dibilang pernyataan anda ini gak nyambung. Ahlul Bait pernah dimarahi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka anda bilang kemarahan Sayyidah Fathimah bukan kemarahan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Saya tanya menurut keyakinan anda Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah ditegur oleh Allah SWT tidak?. Kalau menurut anda pernah maka dengan logika anda maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak bisa menjadi hujjah toh Beliau sendiri pernah ditegur oleh Allah SWT.

    Kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah hadis shahih. Kalau anda mau menolak dengan alasan membela Abu Bakar maka orang lain bisa gampang menolak hadis Abu Bakar dengan alasan membela Sayyidah Fathimah. Posisinya adalah siapa yang lebih anda bela. Anda membela Abu Bakar dan saya membela Sayyidah Fathimah.

    Bahkan dalam kitab-kitab syiah sendiri banyak riwayat sahih menyatakan Fatimah r.a marah kepada Ali r.a.

    Wah bukan urusan saya soal kitab Syiah, tumben anda paham kitab-kitab syiah. Apa itu sudah melalui fase “mengkaji” seperti yang anda katakan soal hadis membenci bani umayyah?.

    Fatimah r.a sebagai manusia biasa boleh saja marahkan Abu Bakar r.a (saya berpegang ia adalah anggapan perawi). Sebagai manusia biasa, ia sesuatu yang lumrah.

    Maaf, ini pernyataan naïf. Sayyidah Fathimah marah kepada Abu Bakar setelah ia menyampaikan hadis Nabi tidak mewariskan. Apa menurut anda sesuatu yang lumrah, marah karena mendengar hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Kecuali hadis yang dimaksud itu keliru nah maka marah itu menjadi benar. Ada tuh sahabat Abu Sanabil dimasa Nabi [shalallahu ‘alaihi wasallam] keliru menyampaikan pendapatnya maka mendngar itu Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “Abu Sanabil berdusta”.

    Saya sama sekali tidak berpandangan Nabi s.a.w perlu terus marah dan reaksi untuk menghilangkan kemarahan tidak perlu. Itu bukan point saya

    Poin anda itu yang penting orang lain keliru dan anda yang benar. Jelas-jelas sebelumnya anda Cuma focus pada “kemarahan Nabi” tanpa memperhatikan “reaksi untuk menghilangkan kemarahan”.

    Point saya ialah reaksi menghilangkan kemarahan tidak menafikan hakikatnya dia telah dimarahi. Reaksi menghilangkan kemarahan adalah isu yang lain.

    Dan yang perlu anda pahami hujjah saya bukan disitu. Saya menyalahkan Abu Bakar karena setelah ia mendengar kemarahan Sayyidah Fathimah ia tidak merujuk pendapatnya dan berkeras artinya ia tidak ada sedikipun reaksi untuk menghilangkan kemarahan Sayyidah Fathimah. Padahal kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahan Nabi [shalallahu ‘alaihi wasallam]

    Sepertimana anda beranggapan Fatimah putri Rasulullah s.a.w seorang yang taat, maka saya juga beranggapan Abu Bakar seorang yang taat.

    Lho silakan, bagi saya kedudukan Sayyidah Fathimah lebih mulia daripada Abu Bakar. Ahlul Bait yang menjadi pegangan bagi umat islam adalah Sayyidah Fathimah. Sikap Abu Bakar seharusnya mengembalikan permasalahan ini kepada Sayyidah Fathimah karena Beliau adalah pegangan bagi umat sepeninggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Abu Bakar sebagai manusia biasa, bisa saja salah dalam mengutip hadis tersebut.

    Bahkan jika ia ketahui tindakan ia salah dan Fatimah benar, maka sudah pasti dia akan melaksanakannya. Ini kerana dia tiada kepentinagn duniawi dan dia sendiri menghalang anaknya dari mendapat harta warisan

    Kita gak bicara soal Abu Bakar mengambilnya untuk kepentingan duniawi. Kalau seperti itu maka sudah pasti apa yang dilakukan Abu Bakar sangat jelek sekali. Yang kita bicarakan adalah siapakah yang benar dalam masalah ini, Sayyidah Fathimah atau Abu Bakar.

    Kemarahan nabi memang menjadi hujah namun kemarahan fatimah belum tentu menjadi hujah. Menjadikan kemarahan Fatimah dalam semua kasus sebagai hujah kepada kemarahan Rasulullah s.a.w tidaklah mutlak. Ia masih bergantung kepada penafsiran

    Nah itulah kerja anda, hadis shahih dicari-cari dalihnya agar tidak menyudutkan keyakinan anda. Hadis shahih berkata apa-apa yang membuat Fathimah marah maka membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah, terus anda mencari dalih dan berkata “ah itu tergantung penafsiran”. Orang lain juga bisa bilang “Nabi tidak mewariskan” itu tidak mutlak, tergantung penafsiran mungkin maksudnya Nabi tidak mewariskan uang dinar dan dirham karena semua uang itu menjadi sedekah tetapi Nabi tetap mewariskan tanah Fadak kepada ahlul baitnya.

  13. aku jadi pusing baca koment2 diatas,nanti orang2 kafir pd seneng baca artikel ini karena sesama muslim pada ga mau kalah malah berantem sdr,menurutku ahlul bait itu org2 yg paling mulia setelah Nabi jd jangan diertentangkan dg sahabat ya……………….

  14. @ ilham othmani
    Wah begini rupanya orang2 wahabi nashibi sudah mulai kelihatan karakter aslinya pertama pura2 lembut namun kemudian menampakan watak aslinya.
    Tidak ada suatu ucapanpun yg diucapkannya melainkan ada makaikat pengawas yg selalu hadir. (QS al Qaf 16).

    Tulisan anda itu product wahabi asli dimana saya ikut kajian wahabi ataupun membaca literatur wahabi hal yang semacam itu sering disebutkan.

    Kita menyatakan dan menerima tentang para sahabat apa yang dikabarkan dari hadis2 sunny yang shahih jika DI ANTARA PARA SAHABAT itu ada yang Kafir, Munafik, Membunuh, Di laknat oleh Allah dan Rasulnya, masuk Neraka dan mencela Sahabat.

    Apa perlu saya sebutkan nama2nya…?

  15. @ilham othmany
    sdh sy katakan ke anda semakin anda menulis semakin kebodohan anda nampak,semua yg anda tulis buat kami hasil dr keputus asaan anda,jd tdk ada pengaruhnya suatu tulisan dr anda,krn tdk ada sisi2 kebenaran.
    mau sy buktikan bhw tulisan anda semakin menunjukan kebodohan anda.?
    coba anda sebutkan siapa sahabat Musa? n siapa keluarga musa? mana yg anda lebih kenal dr sahabat musa dengan harun saudara musa?
    dr tulisan anda,anda kurang kenal dgn harun,mungkin anda lebih mengenal firaun sbg musuh musa,seperti juga anda lebi mengenal Muawiyah dr pada ali.
    faham ya nashibi?

  16. Ilham Othmani itu rupanya telah terpengaruh oleh komentar2 komunitas agama lain yg menjelek2an Islam untuk mati2an mempertahankan keyakinan mereka, sehingga karena seringnya dia berdialog dengan mereka maka dia berkomentar seperti itu untuk mempertahankan keyakinannya yg salah dalam hal menilai para sahabat, hehehe

    Sahabat salah kok mati2an dibela…. nggak masuk akal …. nggak masuk akal, apa jadinya agama ini kalo orang yg salah dikatakan benar dan dapat satu pahala, ancooor… ancooor (bhs madura yg artinya hancur berantakan) hehehe

  17. @ ilham othmani itu kayaknya orang yahudi yah??? kok begitu mengikuti ajaran yahudi… Yahudi buta2 bela sahabat dia pun ikutin bela sahabat.. xpakai otak terus.

    yahudi makan tahi, dia pun ikut makan tahi.. ha3..

  18. @pencinta ahlul bait
    Sebenarnya ajaran syiahlah yang telah terpengaruh dengan jarum Yahudi.Yahudi coba merusakkan Islam dengan cara meruntuhkan kredibiliti para sahabat karena para sahabatlah pembawa-pembawa agama.Cari tau dong kisah Abdullah bin Saba dan konco-konco.Merekalah yang jadi biang keladi huru hara dalam masyarakat Islam sejak dari awal.Sehingga terbunuhnya Khalifah Usman.Sehingga berlakunya peperangan Jamal.Ternyata Yahudi berjaya.Kelahiran Syiah adalah dibidani oleh Yahudi dan sampai sekarang pun Syiah dan yahudi masih bekerjasama buat merusakkan Islam.Banyak tuh ulama Syiah adalah keturunan Yahudi yang ngaku-ngaku keturunan ahlul bait.Tuh..Ahmadinejad dalam tubuhnya mengalir darah Yahudi.Banyak tu ajaran syiah adalah adoptasi ajaran Yahudi Talmud.

  19. Yang Tersisa Dari Karbala

    Ada cerita menarik dari Karbala yang sengaja dirahasiakan oleh syi’ah, Anda mau tahu? bacalah selengkapnya…

    Ada bagian penting yang sering tertinggal dari sejarah Imam Husein, nampaknya bagian yang penting ini sangat jarang sekali dibahas, sehingga pembaca yang ditakdirkan melewatkan pandangannya pada tulisan kali ini sangat beruntung, karena menemukan pembahasan yang hampir belum pernah dibahas.

    Kali ini pembaca akan menikmati uraian tentang anak-anak Imam Husein. Sebagaimana kita ketahui bersama, Imam Husein adalah seorang cucu Nabi, manusia yang dicintai oleh Nabi sebagaimana kita mencintai cucunya. Bahkan konon seorang kakek lebih mencintai cucunya dari ayah si cucu yang merupakan anaknya sendiri. Kecintaan Nabi kepada Imam Husein begitu besar,begitu juga kepada kakaknya yaitu Imam Hasan. Kita sebagai orang beriman yang mencintai Nabi wajib mencintai mereka yang dicintai Nabi, termasuk cucundanya yang satu ini, sebagai bukti kecintaan kita kepada Kakeknya. Namun kecintaan kita kepada sang Kakek haruslah lebih besar.

    Waktu kemudian berlalu sehingga Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu mangkat dan mengangkat Yazid sebagai khalifah. Imam Husein yang enggan berbaiat kepada Yazid segera melarikan diri ke Mekkah. Sesampai di mekkah penduduk kota Kufah mengirimkan surat yang jumlahnya mencapai 12.000 pucuk surat, yang isinya meminta sang Imam untuk berangkat ke Kufah, di mana penduduknya sudah bersiap sedia untuk membaiat Imam Husein sebagai khalifah. Di antara isi surat itu adalah memberitahu sang Imam bahwa di Kufah terdapat 100.000 pasukan yang siap berdiri di belakangnya untuk melawan Bani Umayyah (Lihat: kitab Faji’atu Thaff, hal. 6, karangan Muhammad Kazhim Al Qazweini). Membaca surat itu, sang Imam yakin akan kesiapan 100.000 penduduk kufah yang telah siap dengan pedang terhunus untuk melawan “kezhaliman bani Umayah”. Imam Husein akhirnya berangkat menuju kufah bersama keluarganya. Namun kali ini imam tertipu. Sebelum sampai ke kota Kufah rombongan beliau dicegat oleh tentara suruhan Ibnu Ziyad yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad. Ketika rombongan sang Imam dicegat, kita tidak mendengar 100.000 pasukan yang konon siap membela Imam Husein itu ikut membela dan berperang melawan musuhnya, kita tidak tahu kemana perginya mereka, begitu juga 12.000 orang yang menuliskan surat ketika sang Imam berada di Mekkah. Jika 100.000 orang yang mengaku pembela Imam itu ikut berada di padang Karbala, pasti “tentara bani umayah” dapat dengan mudah dikalahkan. Mereka yang memanggil sang Imam begitu saja lari dari tanggung-jawab. Mereka tega membiarkan cucu sang Nabi terakhir dijadikan bulan-bulanan, mereka tega darah suci keluarga nabi tumpah akibat larinya mereka dari tanggung-jawab. Di dunia mereka bisa lari, namun di akhreat kelak tidak. Sang Imam beserta rombongannya dibiarkan begitu saja menjadi korban pengkhianatan mereka yang mengaku sebagai pengikut dan pembelanya. Rupanya inilah karakter mereka yang mengaku-aku dan sok menjadi pembela Ahlul Bait sejak zaman para imam.

    Akhirnya sang Imam pun Syahid menjadi korban pengkhianatan mereka yang mengaku menjadi pembelanya. Sang Imam Syahid beserta para keluarganya, di antaranya adalah : saudara sang Imam, putra Ali bin Abi Thalib : Abu Bakar, Umar, Utsman. (Bisa dilihat di kitab Ma’alimul Madrasatain karangan Murtadha Al Askari, jilid. 3, hal. 127. Juga dalam kitab Al Irsyad karangan Muhammad bin Nukman Al Mufid, hal. 197, Kitab I’lamul Wara karangan Thabrasi, hal. 112, juga kitab Kasyful Ghummah karangan Al Arbali, jilid. 1, hal. 440). Ini adalah sebagian referensi saja, yang lainnya sengaja tidak kami sebutkan karena terlalu banyak. Sementara putra Imam Husein di antaranya : Abu Bakar bin Husain dan Umar.

    Sampai di sini mungkin pembaca belum tersadar akan sebuah fenomena yang menarik. Kita lihat di sini Imam Ali dan Imam Husein menamakan anaknya dengan nama para perampas haknya. Kita ketahui bahwa syiah meyakini bahwa khilafah bagi Ali telah ternashkan dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, sedangkan mereka yang tidak mengakui adanya nash dianggap merasa lebih pandai dari Nabi. Dalam sejarah diyakini oleh syiah bahwa Abu Bakar telah merampas hak yang semestinya menjadi milik Ali. Di antara bentuk protes Ali adalah khotbah syaqsyaqiyyah yang tercantum dalam sebuah literatur penting syiah yaitu kitab Nahjul Balaghah. Namun yang aneh di sini adalah Ali yang memberi nama anaknya dengan nama si perampas hak yang sudah tentu bagi syi’ah adalah dibenci Allah.

    Begitu juga menamai anaknya dengan nama Umar, sang penakluk yang telah mengubur kerajaan persia untuk selamanya, dan orang yang konon (menurut syiah) telah memukul bunda Fatimah hingga keguguran. Sering kita dengar bahwa Umar telah memukul Fatimah, perempuan suci, putri Nabi dan istri Ali hingga janin yang dikandungnya gugur, sungguh nekad orang yang berani memukul putri Nabi. Namun dalam sejarah tidak disebutkan pembelaan Ali terhadap istrinya yang dipukul, malah memberi nama anaknya dengan nama orang yang memukul putri Nabi yang sekaligus adalah istrinya. Sementara di sisi lain kita tidak pernah menemukan bahwa Ali memberi nama anaknya dengan nama ayahnya yang “tercinta” yaitu Abu Thalib. Begitu juga para imam Ahlul Bait tidak pernah tercantum bahwa mereka memberi nama anak mereka dengan nama Abu Thalib. Apakah para imam Ahlul Bait lebih mencintai Abu Bakar dibanding cinta mereka pada Abu Thalib, kakek mereka sendiri?. Ternyata fakta berbicara demikian. Mengapa tidak ada seorang imam ma’shum – terbebas dari kesalahan dan dosa – yang memberi nama anaknya dengan nama Abu Thalib? Jika ada yang mengatakan bahwa para Imam Ahlul Bait memberi nama anak mereka dengan nama-nama musuh karena basa basi (taqiyah), apakah para imam begitu penakut sehingga harus berbasa basi dalam hal nama anak?

    Ataukah para imam begitu hina mau dipaksa orang lain untuk memberi nama anaknya sendiri? [hakekat/syiahindonesia.com].

    Wahai sekelian kaum syiah!Kalian akan masuk neraka yang snagat panas jika mati tidak sempat bertobat.Kembalilah ke akidah sunnah karena hanya di dalam sunnah ada kejayaan.

  20. @ilham othmany
    Mau tanya, sampeyan nyuruh org syi’ah kembali ke akidah sunnah, maksudnya Ahlusunnah wal jama’ah? Tp yg mana? Kan ada 4, terus dr 4 itu yg mana yg paling benar dan mewakili ahlussunnah wal jama’ah? Tolong sebutkan dalil yg mengharuskan kita mengikuti imam2 ahlussunnah! Apakah ada kata2 ahlussunnah wal jama’ah di dlm hadits atau dlm Al Qur’an?

  21. @ferick
    Ilham othmany hanyalah seorang nashibi penghayal,sama seperti gurunya Dr.Moh Asri Zainul Abidin hanyalah penghayal,mereka2 ini sdh berputus asa dgn kebenaran yg sdh terungkap.lalu membuat cerita hayalan.
    Jadi biarin aja mereka berkhayal..
    Anda lihat saja setelah ini dia buat lagi cerita hayalan

  22. @othmani

    Namun kali ini imam tertipu. Sebelum sampai ke kota Kufah rombongan beliau dicegat oleh tentara suruhan Ibnu Ziyad yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad

    Imam Husein tertipu? Jangan memandang rendah Beliau wahai Othmani. Bagaimana mungkin tertipu padahal Beliau sdh mengetahui kejadiannya? Kedatangan Beliau kesana memang untuk menjemput takdir yg sdh dikhabarkan ke Beliau.

    Akhirnya sang Imam pun Syahid menjadi korban pengkhianatan mereka yang mengaku menjadi pembelanya

    Yang memerintahkan pembantaian dan yang melakukan pembantaian adalah lebih buruk dari penghianatan. Kalau memang bicara golongan, pernahkah terpikirkan oleh saudara dari golongan manakah Yazid dan para pembantai Imam Husein sekeluarga?

    Tragedi ini adalah ulah angkara murka manusia yg mencintai keduniawian. Tdk ada kaitannya dgn golongan dan kelompok.

    Salam

  23. Kalian semua syiah karena kalian telah diracun cerita-cerita palsu buatan ibnu saba dan konco-konco.

  24. @aldj
    Kyknya sih begitu, makanya yg dipaparkan jg selalu abdullah bin saba.. Basi banget ♓έέ:D♓έέ:D

    @ilham othmany
    Wah ktnya org syi’ah bodoh2, berarti sampeyan pinter kan? Jd ya tolong dijawab bos pertanyaan saya itu..
    Terus abdullah bin saba itu siapa ya bos? Bisa ditrace ga silsilah keturunan dr siapa si saba itu? Kl ga bisa berarti fiktif lah

  25. Abdullah bin saba bukan tokoh fiktif.Ceritanya mutawattir dalam sejarah.Ajarannya Syiah Sabaiyah juga banyak dibahas dalam kitab-kitab yang membicarakan aliran-aliran syiah.Walaupun syiah sabaiyah sebagai sebuah institusi sudah tidak ada lagi namun pemikirannya menyerap ke dalam ajaran syiah yang ada sekarang.Misalnya ajaran tentang raj’ah adalah idea dari Abdullah bin Saba.Ajaran tentang al bada’ adalah cedokan dari pemikiran Mukhtar ibnu Al Thaqafi.Ajaran dosa turunan adalah cedokan dari ajaran nasrani.Ajaran taqiyah adalah cedokan dari Yahudi Talmud.Ajaran imam suci adalah berasal dari Persia Majusi.Ahlul bait hanyalah alat utk mencapai cita-cita politik mereka yang kotor.Syiah yang benar yang ramai perawi-perawi mereka diiktiraf oleh sunni dulu memang ada tapi telah pupus dan ditenggelamkan oleh syiah yang sesat.Syiah yang sesat ini tidak pantas disebut syiah ahlul bait.Mereka adalah syiah Rafidhah yang telah diramalkan kedatangannya dalam hadis-hadis rasulullah.

  26. betulkan sy bilang…si nashibi penghayal n semakin menghayal…

  27. @aldj
    mereka (si ilham o) bukannya berputus asa pd kebenaran…tetapi berat ninggalin FAtwanya si bin baaz yg membolehkan nikah dengan niat cerainya..
    @ferick…
    salafywahabinashibi apanx yg di bilang pintar…wong gurunx aja bilang bumi itu datar & matahari mengelilingi bumi….hahahaha kekonyolan ala salafywahaboy yg sangat lucu

  28. @aldj
    Gpp, dia lg semangat tuh, mungkin baru dpt info dr ustadnya, fresh from the oven. Sayang semangatnya dipakai utk memukul sesuatu yg dia sendiri blm tau dan blm mengerti isinya..

    @ilham othmany
    Kitab yg mana yg bilang kisah abdullah bin saba ini mutawattir? Hadits2 Rasulullah yg mana yg mengisahkan ttg syi’ah rafidhah? Sampeyan aja blm jwb pertanyaan2 sy yg diatas tuh bos.. Helloo..

  29. @abuzillan
    Hehee makanya sy pengen tau kepintarannya, soalnya saya yg hanya syi’ah (pengikut) Rasul SAW dan ahlul baitnya as pengen belajar mas sama bos ilham othmany yg ahlinya sunnah Rasul..

  30. Dr. Amahzun di dalam thesis beliau “Tahqiq Mawaqif al-Sahabah fi al-Fitnah min Riwayaat al-Imam al-Thabari wa al-Muhaddithin“ menyimpulkan bahawa golongan yang menafikan atau mengesyaki kewujudan Abdullah bin Saba”™ itu terdiri daripada segelintir Orientalis dan pengkaji Arab serta kebanyakan Syiah kontemporari.

    Suatu perkara yang sangat menghairankan, bagaimana seseorang itu boleh tanpa malu menafikan kewujudan Abdullah bin Saba”™, sedangkan biografi dan komentar ulama mengenainya memenuhi buku-buku, bukan sahaja dari kumpulan Ahli Sunnah malah Syiah sendiri.

    Kisah mengenai Abdullah bin Saba”™ dan fitnah yang dinyalakannya untuk memecah belahkan umat Islam di era Uthman bin Affan, bukan hanya termaktub setakat di dalam Tarikh al-Thabari yang disandarkan kepada riwayat Saif ibn “˜Amr al-Tamimi sahaja. Abdullah bin Saba”™ dan kisahnya bertebaran di pelbagai sumber lain. Bezanya, riwayat di dalam Tarikh al-Thabari itu lebih terpeinci berbanding riwayat yang lain, itu sahaja. Lantas riwayat itu sering dinukil oleh para penulis yang mencari maklumat.

    AL-THABARI DAN TARIKHNYA

    Suka saya tegaskan bahawa manhaj al-Thabari di dalam kitabnya sudah dinyatakan dengan jelas di dalam Muqaddimah kitab itu sendiri. Tarikh al-Thabari bukanlah sebuah teks sejarah yang telah sedia dipakai sebagai rujukan. Ia adalah bahan mentah.

    Al-Thabari memasukkan SEMUA riwayat yang sampai kepadanya ke dalam buku itu tanpa dibezakan di antara maklumat dusta, mahu pun benar. Namun setiap riwayat disertakan dengan sanad, dan sanad itulah yang perlu dikaji untuk dibezakan antara maklumat yang baik, mahu pun dusta; atas peringatan oleh al-Thabari sendiri.

    Walaupun ramai ahli sejarah termasuk Ibn Khaldun tidak begitu menyetujui pendekatan al-Thabari yang sekadar meriwayat tanpa analisa, namun kaedah al-Thabari itu mempunyai kelebihannya yang tersendiri. Tarikh al-Thabari menjadi rujukan luas seseorang itu melihat bagaimana satu-satu peristiwa diriwayatkan dari dimensi Ahli Sunnah, Syiah, Khawarij dan sebagainya. Dengan syarat, sanad dianalisa dan diambil kira.

    Keburukan mana-mana riwayat di dalam Tarikh al-Thabari bukan suatu celaan ke atas Imam al-Thabari kerana manhajnya sudah dinyatakan dengan jelas. Tegasnya, Tarikh al-Thabari bukan buku untuk si malas, atau mereka yang suka dengan ‘rumah pasang siap!’

    Apa-apa pun, menafikan kewujudan Abdullah bin Saba”™ adalah suatu penghinaan kepada para ulama yang telah membahaskannya, dan suatu penyelewengan sejarah yang penuh dusta.

    ABDULLAH BIN SABA”™ DI SISI AHLI SUNNAH

    Keterangan mengenai perihal Abdullah bin Saba”™ telah dinyatakan oleh Abdul Rahman bin Abdullah bin al-Harith al-Hamdani atau lebih dikenali sebagai A”™sya Hamdan. Beliau meninggal dunia pada tahun 83H / 707M) [A”™sya Hamdan, Diwan, ms. 148, al-Thabari, Tarikh al-Rusul, jilid 6 ms. 83].

    Maklumat mengenai hal ini juga terdapat di dalam kitab al-Irjaa”™ oleh al-Hasan bin Muhammad bin al-Hanafiyyah (meninggal dunia 95H / 713M) [Diriwayatkan oleh Ibn Abi Umar al-“˜Adani di dalam kitab al-Iman, ms. 249].

    Terdapat juga riwayat mengenai Abdullah bin Saba”™ di dalam riwayat daripada al-Sya”™bi (meninggal dunia 103H / 721M) [Ibn “˜Asakir, Tarikh Dimasyq (manuskrip), jilid 9 ms. 331)

    Dr. Amahzun terus menyenaraikan lebih daripada 30 sumber Ahli Sunnah dari pelbagai zaman, bermula dari kurun pertama Hijrah, membawa ke era Abu al-Hasan al-Asy”™ari sampailah ke zaman al-Suyuthi (meninggal 911H / 1505)

    ABDULLAH BIN SABA”™ DI SISI SYIAH SENDIRI

    Kehadiran Abdullah bin Saba”™ di dalam sejarah kehuru-haraan fitnah, bukanlah kisah yang direka-reka oleh Ahli Sunnah untuk membuktikan kemasukan anasir Yahudi di dalam gerakan Syiah.

    Keterangan mengenai Ibn Saba”™ ini turut memenuhi kitab-kitab yang dikarang oleh Syiah sendiri sebagaimana yang dinukilkan daripada Sa”™ad bin Abdullah al-Qummi Abu al-Qasim, iaitu seorang Muhaddith Syiah Imamiah (meninggal dunia 301H / 913M). Al-Qummi menyatakan bahawa Abdullah bin Saba”™ adalah orang pertama yang mencela Abu Bakr, Umar, Uthman dan para Sahabat, melepaskan diri dari mereka dan mendakwa bahawa Ali yang menyuruhnya berbuat demikian (Al-Qummi, al-Maqaalaat wa al-Firaq, ms. 20).

    Begitu juga dengan riwayat yang dinyatakan oleh al-Hasan bin Musa bin al-Hasan al-Nubikhti, Abu Muhammad (meninggal dunia 310H / 922M) di dalam kitabnya Firaq al-Syiah, ms. 23.

    Juga Abu Hatim al-Razi (meninggal dunia 322H / 933M), di dalam kitabnya Al-Zeenah fee al-Kalimaat al-Islaamiyyah, ms. 305.

    Seterusnya seorang ilmuan Jarh wa Ta”™dil Syiah iaitu al-Kishi (meninggal dunia 340H / 951M) meriwayatkan dengan sanad kepada Abu Ja”™far Muhammad al-Baqir dengan katanya, “Sesungguhnya Abdullah bin Saba”™ menuntut Nubuwwah, mendakwa bahawa Amir al-Mu”™minin – “˜alayhi al-Salaam – adalah Allah – jauh dan Maha Tinggilah Allah dari dakwaan itu dengan ketinggian yang agung [al-Kishi, al-Rijaal, ms. 98 -99.

    Al-Kishi juga menyatakan riwayat yang diambil daripada Aban bin Uthman yang berkata bahawa “aku mendengar Abu Abdillah Jaafar al-Sadiq berkata, “laknak Allah ke atas Abdullah bin Saba yang mendakwa adanya Rububiyyah pada Amirul Mukminin sedangkan demi Allah, Amirul Mukminin (Ali) itu adalah seorang hamba yang taat kepada Allah. Celakalah ke atas sesiapa yang berdusta ke atas kami. Ada kaum yang memperkatakan tentang kami apa yang tidak kami perkatakan tentang diri kami sendiri. Kami berlepas diri kepada Allah dari mereka, kami berlepas diri kepada Allah dari mereka” [al-Kishi, Ma”™rifah Akhbaar al-Rijaal, ms. 70]

    Abu Ja”™far al-Thusi (meninggal dunia 460H / 1067M) juga menyatakan bahawa Ibn Saba”™ kembali kepada kufur dan menzahirlah al-Ghuluw (melampau) [Abu Ja”™far al-Thusi, Tahdzeeb al-Ahkaam, jilid 2 ms. 322.

    Di dalam thesis PhD Dr. Amahzun, beliau terus menyenaraikan hampir 20 sumber Syiah dari pelbagai era yang menyatakan tentang Abdullah bin Saba”™ itu sendiri. Maka dakwaan bahawa al-Thabari bersendirian membawa kisah palsu ini yang dinisbahkan kepada Saif ibn Amr al-Tamimi, merupakan suatu penyelewengan fakta di dalam penyalaan fitnah dan kekeliruan di dalam masyarakat, khususnya “˜pembaca ringan”™ yang tiada upaya menelaah sumber rujukan asal.

    Ihsan Ilahi Zahir yang mempunyai kajian meluas terhadap Syiah sama ada di dalam sumber berbahasa Arab dan Parsi, berkata di dalam kitabnya al-Syiah wa al-Tashayyu”™ (ms. 64), “Tokoh-tokoh Syiah mutakhir seperti al-Mudzaffari di dalam kitabnya Tarikh al-Syiah turut mengakui akan kewujudan Abdullah bin Saba”™. Begitu juga dengan tokoh seperti al-Sayyid Muhsin al-Amin di dalam ensiklopedianya. Dan selain daripada mereka itu adalah ramai dan ramai…”

    Syiah kontemporari sememangnya mempopularkan trend yang menggambarkan Abdullah bin Saba”™ sebagai seorang yang diragui kewujudannya, malah mungkin sekadar lagenda yang jauh dari realiti. Antara tulisan Syiah semasa ini adalah Ali al-Wardi di dalam kitabnya Wu”™adz al-Salatheen, ms. 273, Kamil Mustafa al-Shibi di dalam kitabnya Al-Silah bayn al-Tasawwuf wa-l-Tashayyu”™ , ms. 41 dan 43 serta Abdullah al-Fayadh di dalam Tarikh al-Imamiyyah, ms. 95 dan Murtadha al-”˜Askari di dalam kitabnya bertajuk Abdullah bin Saba”™, jilid 1 ms. 148.

    KESIMPULAN

    Tuduhan yang cuba memencilkan kisah kewujudan Abdullah bin Saba”™ kepada satu sumber sahaja iaitu Tarikh al-Thabari melalui susur galur Saif ibn “˜Amr al-Tamimi yang dibelasah habis-habisan bagi menghapuskan saki baki wujudnya Abdullah bin Saba”™ ini, adalah suatu tuduhan dangkal dan menyelewengkan fakta sejarah.

    Populariti idea ini adalah lanjutan daripada dakwaan batil Taha Hussein yang menuduh bahawa kisah Abdullah bin Saba”™ direka-reka oleh Ahli Sunnah untuk menentang Syiah, dan ia adalah idea tempang yang tidak dapat berdiri walau sedetik kerana kitab-kitab Hadith dan Rijal, kitab Ansab, Thabaqat, Adab, Linguistik dan kajian-kajian terpeinci di dalam pelbagai thesis, sama ada oleh Sunni mahu pun Syiah, tidak dapat meninggalkan ruang untuk kewujudan Abdullah bin Saba”™ dinafikan.

    Abdullah bin Saba”™ tetap tsabit dan kekal di dalam sejarah sebagai pemain utama di dalam penyalaan api fitnah yang membawa kepada pembunuhan Uthman bin “˜Affan Radhiyyallahu “˜anhu dan tragedi itu akan terus dikenang sebagai suatu bencana kepada perpaduan umat Islam yang terjejas hingga ke hari ini.

    Kecualilah jika masih tanpa segan silu mahu membutakan mata dari hakikat ini semua.

    “Wahai anak Adam, jika sudah tiada rasa malu, buat sahajalah apa yang kamu mahu”

    Wahai ahli-ahli bid’ah dikuatiri kalian akan mati di dalam suul khatimah jika mati tidak sempat bertobat!Kembalilah ke akidah sunnah karena hanya inilah golongan yang selamat.

    Ringkasan tulisan Dr. Muhammad Amahzun, “Tahqiq Mawaqif al-Sahabah fi al-Fitnah min Riwayaat al-Imam al-Thabari wa al-Muhaddithin“ 1415H / 1994, Riyadh: oleh Maktabah al-Kauthar dan Dar At-Thayyibah lin Nasyr wat Tauzi”™, jilid 1 mukasurat 284 – 317
    Sumber:http://saifulislam.com/?p=231

  31. jgn2 difikir si penghayal nashibi ini ketika tulisannya tdk ditanggapi dia fikir lawannya dia kalah dalam hujjah…
    walaaah… menghayal…

    @ferick
    si nashibi penghayal ga akan jawab pertanyaan anda,lha wong dia lg menghayal ko.
    biarin lewat aja

  32. Tulisannya bos ilham di bacanya mumet banget, bisa ga simpel trs jelas..? benar kata aldj nashibi satu ini lagi menghayal..!!

    Riwayat ibnu saba dari saif bin amr at tamimi dhoif, baik yg terdapat dlm tarikh at Thabari maupun yg terdapat dlm ibnu atsakir. Banyak ulama yg mendhoifkan saif.

    Kayanya bos ilham lagi senang mengarang… Mari rekan2 kita simak karangan berikutnya.

  33. @aldj
    Bener jg bos ilham ini asik2 sendiri aja copypaste sementara dia ga pernah jawab pertanyaan2 saya yg simple… Kumaha iyeu teh? Piye toh?

    @husainahmad
    Menurut bos ilham sih ga dhaif tuh kisah si saba itu mas husainahmad..

  34. Weleh weleh..Pertanyaan apa yang saya gak jawab?Soal tanah fadak?Kan saya dah jawab.Cuman kalian gak bisa menerima hakikat ahlul bait bisa tersilap.

  35. tuhkan betul…selama ini dianya menghayal,seabrek pertanyaan ga dijwb, pake nanya “pertanyaan mana yg blum dijawab”

  36. @ilham
    Wah rupanya sampeyan ga nyimak pertanyaan2 sy yg tgl 5 agustus 2011.. Keasikan copas riwayat dhaif ya bos?

  37. ilham othmany, on Agustus 7, 2011 at 6:33 pm said:
    Weleh weleh..Pertanyaan apa yang saya gak jawab?Soal tanah fadak?Kan saya dah jawab

    Saya:
    Tanah Fadak adalah bersertifikat hak milik Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib.
    Lalu Abu Bakar mengambil tanah itu.
    Menurut Hukum Islam boleh tidak ?

  38. Di antara tuduhan keji yang dilontarkan oleh Syiah kepada umat Islam ialah seperti yang diriwayatkan oleh Al-Majlisi dalam Bihar Al-Anwar, jilid XXIV, hal. 311, bab. 67 dan oleh Al-Kulaini dalam Ar-Raudhah riwayat nomor 431, dari Imam Al-Baqir, bahwasanya ia berkata, “Demi Allah, wahai Abu Hamzah, sesungguhnya semua manusia itu anak-anak pelacur, kecuali golongan kita.”

    Diriwayatkan oleh Al-Iyasyi dalam Tafsir Al-Iyasyi, jilid. II, hal. 234, Daar At-Tafsir – Qumm Iran, dari Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq, bahwasanya ia berkata, “Setiap anak yang lahir pasti sedang didatangi iblis. Jika tahu ia dari golongan kita, si iblis terhalang darinya. Dan jika tahu ia bukan dari golongan kita, si iblis akan memasukkan jari telunjuknya ke anus anak itu sehingga tersumbat. Jika anak itu laki-laki, iblis akan menyerang wajah. Dan jika anak itu perempuan, iblis akan mengincar kemaluannya yang nanti akan menjadi seorang pelacur.”

    Diriwayatkan oleh Al-Majlisi dalam Bihar Al-Anwar, jilid XI, hal. 85, bab “Tentang Keutamaan Berziarah ke Kubur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Hari Arafah, Hari Raya Fithri dan Hari Raya Adha.” Dan juga diriwayatkan oleh Ash-Shaduq dalam Faqih Man La Yahdhuruhu Al-Faqih, jilid II, hal. 431, Tentang Pahala Ziarah ke Kubur Nabi dan Para Imam, Daar Al-Adhwa’ – Bairut, dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam, ia –perawi– berkata, “Sesungguhnya Allah lebih dahulu memandang para peziarah kubur Al-Husein pada sore Hari Arafah, sebelum Dia memandang orang-orang yang sedang wukuf di Arafah. Benarkah begitu?.” Ia menjawab, “Benar. Karena di antara orang-orang yang sedang wukuf di Arafah terdapat anak-anak zina. Sementara di antara para peziarah (kubur Husein) tersebut tidak terdapat anak-anak zina.”

    Al-Allamah Abdullah Syibr dalam kitabnya Tasliyah Al-Fu’ad fi Bayan Al-Mauti wa Al-Ma’ad, hal. 162, Daar Al-A’lami – Bairut, menulis pasal yang ia beri nama, “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti manusia akan dipanggil dengan menggunakan nama-nama ibu mereka, kecuali kaum Syiah.” Ia menuturkan beberapa riwayat, yang antara lain, “….Pada hari kiamat kelak manusia akan dipanggil dengan menggunakan nama-nama ibu mereka, kecuali golongan kami. Sesungguhnya mereka (Syiah) akan dipanggil dengan menggunakan nama-nama ayah mereka, karena kelahiran mereka yang sangat bagus.”

    Diriwayatkan oleh Al-Kulaini dalam Al-Kafi VI, hal. 391, Daar Al-Adhwa’ – Bairut, dari Ali bin Asbath, dari Abul Hasan Ar-Ridha ‘Alaihis salam, ia berkata, “Aku pernah mendengar ia menyebut-nyebut Mesir, lalu mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah kalian makan dalam bejananya dan janganlah kalian membasuh kepala kalian dengan airnya, karena sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan sifat cemburu dan menimbulkan sifat tidak punya rasa cemburu.”

    A. Tuduhan Keji Syiah Terhadap Aisyah Radhiyallahu ‘anha

    Orang-orang Syiah menganggap bahwa firman Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi dalam surat At-Tahrim: 10,

    ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

    “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shaleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); “Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” )Qs. At-Tahrim: 10).

    Adalah menyinggung tentang Aisyah dan Hafshah Radhiyallahu ‘anhuma.

    Sebagian ulama Syiah menafsiri kalimat, Fakhaanataahumaa ‘lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya masing-masing’ dalam firman Allah tadi, dengan melakukan perzinaan. Semoga Allah melindungi kita dari padanya.

    Seorang tokoh ulama dan ahli tafsir Syiah, Al-Qummi dalam kitabnya Tafsir Al-Qummi ketika menafsiri ayat tadi mengatakan, “Demi Allah, yang dimaksud dengan kalimat, Fakhaanataahumaa ‘lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya masing-masing’, tidak lain ialah berselingkuh atau tegasnya berbuat zina. Oleh karena itu, hukuman had harus dijatuhkan kepada si Fulanah atas kejahatan yang telah dilakukannya di jalan ( ). Dan si Fulan mencintainya, sehingga ketika si Fulanah hendak pergi ke …. Si Fulan berkata kepadanya, “Kamu tidak boleh pergi tanpa ditemani mahram. Akhirnya si Fulanah menyerahkan dirinya untuk dinikahi si Fulan.”

    Saudara kami sesama Muslim, orang-orang Syiah mengamalkan taqiyah ketika mereka menggunakan kalimat fulanah, bukan menyebut langsung nama Aisyah. Atau mereka memakai kode tanda kurung kosong atau titik-titik. Semua itu termasuk cara taqiyah mereka.

    Salah satu bukti yang menguatkan kalau yang dimaksud dengan kalimat fulanah adalah Aisyah, ialah riwayat-riwayat dusta yang dikemukakan oleh Syiah. Di sana disebutkan, “Sesungguhnya ketika turun firman Allah surat Al-Ahzab ayat 6,

    النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

    “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka…” (Qs. Al-Ahzab: 6).

    dan Allah mengharamkan kaum muslimin atas istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggal beliau, Thalhah marah-marah. Ia mengatakan, “Kami diharamkan atas istri-istri Muhammad. Sementara ia bisa menikahi wanita-wanita kami. Seandainya nanti Muhammad telah dimatikan oleh Allah, kami akan benar-benar bergoyang di antara gelang-gelang istrinya, sebagaimana ia bergoyang di antara gelang-gelang wanita kami.”

    Riwayat tadi juga dikemukakan oleh Al-Bahrani dalam Al-Burhan, jilid. III, hal. 333-334, oleh Sulthan Al-Janabidzi dalam Bayan As-Sa’adah, jilid III, hal. 253, Zainuddin An-Nabathi dalam As-Shirath Al-Mustaqim, jilid. III, hal. 23 dan 25.

    Aisyah Radhiyallahu ‘anha dituduh berbuat zina oleh seorang ulama Syiah yang bergelar Al-Hafidz Rajab Al-Barsi dalam kitabnya Masyariq Anwar Al-Yaqin, hal. 86, cet. Al-A’lami – Bairut, ia mengatakan, “Sesungguhnya Aisyah berhasil mengumpulkan uang sebanyak empat puluh dinar dari hasil perselingkuhan, lalu ia membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membenci Ali.”

    Aisyah Radhiyallahu ‘anha dituduh berzina oleh seorang ulama Syiah, Al-Majlisi ketika ia mengemukakan suatu riwayat yang menyebutkan, bahwa Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ali Radhiyallahu ‘anhu pernah tidur satu ranjang dan dalam satu selimut, dalam kitabnya Bihar Al-Anwar, jilid XI, Daar Ihya’ At-Turats Al-Arabi – Bairut. Riwayat selengkapnya ialah, Ali bercerita, “Aku bepergian bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak membawa seorang pelayan pun selain aku. Dan beliau hanya membawa selembar selimut satu-satunya. Aisyah ikut bersama beliau. Beliau tidur dengan posisi diapit oleh Aisyah dan aku. Kami bertiga dalam satu selimut. Ketika bangun untuk melakukan shalat malam, beliau menurunkan selimut dengan tangannya dari bagian tengah antara aku dan Aisyah, sehingga selimut menyentuh alas yang ada di bawah kami.”

    B. Tuduhan Keji Syiah Terhadap Umar Radhiyallahu ‘anhu

    Orang-orang Syiah menuduh bahwa Umar menderita penyakit di anusnya yang hanya bisa disembuhkan dengan air kencing laki-laki. Tuduhanya yang menjijikkan ini diceritakan oleh Al-Allamah Syiah, Ni’matullah Al-Jazairi dalam kitabnya Al-Anwar An-Nu’maniyah, jilid I, bab. I, hal. 63, cet. Al-A’lami – Bairut. Mereka juga menyatakan bahwa Umar suka disodomi.

    Seorang ulama Syiah ahli tafsir Syiah, Al-Iyasyi dalam kitabnya Tafsir Al-Iyasyi, jilid. I, hal. 302 dan seorang ulama Syiah yang juga ahli tafsir, Al-Bahrani dalam kitabnya Al-Burhan, jilid I, hal. 416, bahwasanya seseorang menemui Abu Abdillah. Ia mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaika, wahai Amirul Mukminin.” Seketika Abu Abdillah berdiri dan berkata, “Jangan begitu. Itu tadi adalah nama yang hanya patut bagi Ali ‘Alaihis salam. Siapapun selain beliau yang disebut seperti itu dan ia suka, berarti ia orang yang tidak punya rasa malu. Dan jika tidak suka, berarti ia sedang diuji. Dan itulah makna firman Allah dalam kitab-Nya surat An-Nisa’ ayat 117, “Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syetan yang durhaka.”

    Orang itu bertanya, “Lalu apa yang harus aku ucapkan kepada Al-Qaim anda?”

    Abu Abdillah menjawab, “Ucapkan kepadanya, ‘Assalamu ‘alaika, wahai yang sisa (keuntungan) dari Allah. Assalamu ‘alaika, wahai putra Rasulullah’.”

    Padahal telah diketahui bahwa Umar Al-Faruq Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang pertama kali dipanggil Amirul Mukminin.

    Al-Allamah Syiah, Zainuddin An-Nabathi dalam kitabnya Ash-Shirath Al-Mustaqim, jilid. III, hal. 28, menghina Umar bin Khathab dengan mengatakan, “Asal usul Umar adalah orang jahat…. Neneknya adalah seorang pelacur.”

    C. Tuduhan Keji Syiah Terhadap Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu

    Seorang ulama Syiah, Zainuddin An-Nabathi dalam kitabnya Ash-Shirath Al-Mustaqim, jilid. III, hal. 30, bahwasanya seorang perempuan dihadapkan kepada Utsman untuk dijatuhi hukuman had. Dan setelah menggauli perempuan tersebut, Utsman menyuruh untuk menjatuhkan hukuman rajam kepadanya.

    Dalam sumber yang sama ia juga mengatakan, “Sesungguhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang bisa dipermainkan. Dan bahwasanya ia adalah seorang yang banci.”

    Tuduhan keji tersebut juga dikemukakan oleh Ni’matullah Al-Jazairi dalam kitabnya Al-Anwar An-Nu’maniyah, jilid. I, bab. I, hal. 65, cet. Tauzi’ Al-A’lami – Bairut.

  39. ilham othmany, on Agustus 10, 2011 at 11:46 pm said:
    Di antara tuduhan ……

    Wahai Tuanku ilham othmany JIKA ANDA MEMANDANG ISLAM ADALAH HUKUM MAKA JAWABLAH DENGAN KAIDAH HUKUM ISLAM. Lepaskan urusan syiah/suni dalam hal ini.

    Bayangkan anda punya anak perempuan. Lalu anda wariskan tanah kepadanya. Tiba-tiba ada orang yang mengambil tanah itu dari tangan anak anda, apa yang akan anda lakukan ?

    Sayang seribu kali sayang kepintaran anda tidak bisa menjawab urusan Hukum Islam ini. Apalah arti Islam dalam diri anda ?!

    Coba saya pandu anda dengan KACAMATA KUDA agar anda bisa melihat dari sudut pandang HUKUM ISLAM saja.

    Apa hukumnya MENGAMBIL HAK ORANG LAIN ?

    Saya bekali anda dengan PERTANYAAN INI agar seumur hidup anda lurus dalam menapaki kehidupan yang berdasarkan Hukum Islam. Inilah satu-satunya jalan yang diridhoi Alloh.

    Lembutkan hati anda. Jika anda seorang wanita, tak pantas anda berhati keras-membatu begitu.

    Jika anda buta, saya bantu anda agar bisa melihat. Saya yakin fitrah hati anda TIDAK MAU MELANGGAR HUKUM ISLAM. Hukum Islam harus mengalir dalam darah anda.

    ————

    ilham othmany, on Agustus 7, 2011 at 6:33 pm said:
    Weleh weleh..Pertanyaan apa yang saya gak jawab?Soal tanah fadak?Kan saya dah jawab

    Saya:
    Tanah Fadak adalah bersertifikat hak milik Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib.
    Lalu Abu Bakar mengambil tanah itu.
    Menurut Hukum Islam boleh tidak ?

  40. @abu haqi
    he..he..he.. anda ko respon banget,anda tdk lihat si penghayal nashibi itu ilmux cuma copas.

  41. @ abu haqi
    Kalau semasa Sayidatina Fatimah menuntut tanah itu dari Abu Bakar dia mengemukakan hadis nabi yang mengatakan nabi telah menghibbbahkan tanah itu kepadanya masalahnya adalah selesai.Tetapi dia telah menuntutnya sebagai pusaka.Buktinya Dia dan Sayidina Ali telah mengemukakan ayat Al Quran tentang nabi Sulaiman yang mewarisi Nabi Daud.Jadi dia hanya mendasarkan kepada ijtihadnya terhadap ayat Al Quran.Ini membuktikan nabi memang tidak pernah menghibbahkan tanah itu kepadanya.Sedangkan Abu Bakar jelas telah mengemukakan hadis nabi bahawa nabi tidak dapat dipusakai.

  42. aldj:
    he..he..he.. anda ko respon banget

    Tak mengapa.
    Saya suka maen balon sama anak saya. Balon itu kalau dipencet disini akan nyembul disana, nanti disana dipencet nyembul lagi di tempat lain. Bahkan sampai diplintir pun dia akan membagi dirinya. Nanti akan tiba masanya anak saya gemes….dibledosin tu balon.

    ilham othmany:
    …Abu Bakar dia mengemukakan hadis nabi…

    Hadis yang bertentangan dengan Hukum Islam harus ditolak. Hadis yang dipakai othmany itu salah. Dalam AlQuran disebutnya “beriman kepada yang bathil”.

    Hukum Islam nya : Tanah Fadak adalah hak milik Fatimah (sejak sebelum Nabi wafat).
    Hadis nya ilham othmany : “Abu Bakar mengambil tanah fadak itu”.
    Jika ini dibenarkan……maka rusaklah Hukum Islam. Dan salah seorang perusak Hukum Islam adalah sdr ilham othmany. ilham othmany memakai hadis untuk menghancurkan Hukum Islam. Ruarrrrr biasa……no problemo……

  43. @abu haqi
    Sdh keliatan kl bos ilham ini adalah pembela setia Abu Bakar, krn sdh terkena doktrin semua sahabat ‘udul alias adil alias maksum? Krn kl salah berijtihad dpt satu pahala, kl benar dpt dua.. Rumusnya siapa pula itu…
    Mungkin dia lupa siapa itu Ahlul Kisa’ yg dido’akan Rasulullaah SAW agar disucikan dr kesalahan dan dosa..

  44. ferick, on Agustus 14, 2011 at 3:43 pm said:
    @abu haqi
    Sdh keliatan kl bos ilham ini adalah pembela setia Abu Bakar

    Saya jadi ingat sejarah Kanjeng Junjungan Nabi Tercinta, beliau itu diperintah oleh Alloh agar membersihkan ka’bah, jangan ada berhala. Sederhana sekali. Tapi apa yang terjadi ? Kanjeng Nabi harus menempuh jalan memutar, hijrah dulu ke Madinah. Bukankah patung-patung itu benda mati, tinggal dibuang….selesai. Ternyata tidak sesederhana itu. Persoalan besarnya adalah “para penjaga dan pembela patung/berhala”. Para pembela patung itu siap mati melawan Nabi. Persoalan menjadi semakin kompleks, manakala para pembela patung merasa harga diri, kehormatan, kekuasaan, pengaruh mereka terancam. Akhirnya tergelar lah episode Nabi Terakhir ini 23 tahun menyelesaikan tugas suci “membuang patung”.

    Itu baru patung yang dipertahankan….benda mati…..apalagi yang lebih dari itu.

    Congratulation to you……bos ilham (pinjam istilah ferick).

  45. waow, diskusi yang menarik.. yang satu merasa benar dari yang lain dan sepertinya tak akan pernah ketemu. artinya bisa dikatakan ini debat kusir ya meski sama2 menggunakan dalil?
    sy memang mash bodoh dalam berislam, tpi setahu sya Abu bakar adlh sosok yang tak mendurhakai Rasul sejak awal risalah sampe beliau wafat, sedang Sayyidah Fatimah juga demikian. lalu yg jadi pertnayaan sya, yang salah siapa? Abu bakar, Fatimah, orang2 setelah beliau, atau orang2 sekarang yang memutarbalikkan hadist, dalil,riwayat,dsb? bukankah para sahabat dan ahlul bait seharusnya sling melengkapi? Apakah orang sekaliber Abu bakar berani merampas hak(apalagi kpada Fatimah) sedang ia orang yang bergelar sidiq?
    jngan kliru, jika tak ada sahabat yg menyertai perjuangan Nabi(yg diturunkan Allah) tentu tak akan ada ahlul bait? para sahabat (termasuk Imam Ali) saja saling melengkapi ko..
    maaf, ini logika saya yang mungkin dianggap bodoh, ini hanya pertanyaan yg bergelayut di kepala, hehehe..

  46. Sp mengatakan,

    “Kami mengakui kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah tidak suka, kecewa atau marah terhadap Ahlul Bait. Terdapat riwayat yang menyebutkan soal itu dan dalam riwayat tersebut juga dijelaskan kalau Ahlul Bait bersegera dalam mengikuti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ahlul Bait menjadikan kemarahan atau ketidaksukaan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] itu sebagai hujjah sehingga mereka bersegera meninggalkan perkara yang tidak disukai Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tersebut”

    Bantahan

    Bukan semua perkara yang membawa kemarahan kepada Rasulullah s.a.w akhirnya dihilangkan oleh ahlul bait

    Kita ambil contoh, Fatimah r.a sendiri pernah membuat ‘Aliy r.a marah dan tidak ada bukti Faatimah r.a menghilangkan kemarahan tersebut

    حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: ” جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي الْبَيْتِ، فَقَالَ: أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ؟ قَالَتْ: كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ: انْظُرْ أَيْنَ هُوَ، فَجَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ وَأَصَابَهُ تُرَابٌ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ، وَيَقُولُ: قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ ”

    Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim, dari Abu Haazim, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah Faathimah namun tidak mendapatkan ‘Aliy dalam rumah tersebut. Beliau bertanya : “Dimanakah anak pamanmu ?”. Faathimah menjawab : “Telah terjadi sesuatu antara aku dengannya, lalu marah kepadaku kemudian ia keluar dan tidak tidur siang bersamaku”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang : “Carilah, dimanakah ia berada !”.

    Lalu orang tersebut datang dan berkata : “Wahai Rasulullah, ia sedang tiduran di masjid “. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendatanginya, dimana waktu itu ‘Aliy sedang berbaring, dan selendangnya terjatuh dari sisinya dan terkena tanah. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membersihkan tanah tersebut darinya dan berkata : “Bangunlah Abu Turaab, bangunlah Abu Turaab !” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 441].

    Dalam teks ini dapat kita fahami, Faathimah r.a membuat ‘Aliy r.a marah

    Kedudukan ‘Aliy r.a lebih utama dari Faathimah r.a, maka jika membuat Fatimah r.a memberi kesan kepada syariat, apatah lagi membuat Ali r.a marah

    Maka jika saya mengaplikasikan logika SP disini

    ‘’ Bukankah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mengatakan kalau kemarahan Sayyidah Fathimah adalah kemarahannya. Apa yang membuat Sayyidah Fathimah r marah maka membuat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah, itulah hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Bukankah hadis Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah syariat. Jadi kemarahan Sayyidah Fathimah adalah hujjah sebagaimana halnya kemarahan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]’

    Dah tentu saya mengatakan kemarahan ‘Aliy r.a juga syariat.

    Nah! kini timbul persoalan, Atas sebab apa imam ma’shum marah ?. Karena kehormatan Allah dilanggar ?.

    Mungkinkah Faathimah r.a – yang juga ma’shum – melanggar kehormatan Allah atau melakukan kemunkaran di mata ‘Aliy ?.

    Atau,…. ‘Aliyr.a marah kepada Faathimah tanpa sebab ?. Jika memang demikian, kemarahan ‘Aliy tersebut bukanlah kemarahan yang syar’iy.

    Kesimpulan mudah, Kemarahan ‘Aliy r.a ataupun Faathimah r.a bukanlah timbangan dalam syari’at.

    Keduanya adalah manusia biasa yang – betapapun tinggi kedudukannya – bisa salah, sama seperti shahabat lainnya. Kemarahan mereka (‘Aliy r.a , Faathimah r.a , atau shahabat lainnya) kadang dapat diterima, kadang pula tidak dapat diterima.

  47. @SP
    Mas agar dicek kebenaran riwayat yang disampaikan oleh sdr.Halim atau Hujah atas kebenarannya. Sebab diragukan bahwa ada riwayat seperti ini. Dan apabila pun ada dalam Bukhari saya tetap tdk yakin kesahihan. Karena ada riwayat2 yang dikatakan terdapat dalam Shaih Bukhari ternyata dhaif. Apalagi yang menyampaikan orang bermuka dua. Wasalam

  48. @Hujjah

    Bukan semua perkara yang membawa kemarahan kepada Rasulullah s.a.w akhirnya dihilangkan oleh ahlul bait

    Kita ambil contoh, Fatimah r.a sendiri pernah membuat ‘Aliy r.a marah dan tidak ada bukti Faatimah r.a menghilangkan kemarahan tersebut

    Maaf silakan belajar cara berhujjah dengan benar. Anda mengatakan tidak semua perkara yang membawa kemarahan kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] akhirnya dihilangkan oleh ahlul bait. tetapi anda membawakan buktinya sebagai contoh Sayyidah Fathimah membuat Ali marah dan tidak ada bukti Fatimah menghilangkan kemarahan Ali. Lho apa dalam aqidah anda, Ali adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kalau cara berhujjah anda sembarangan maaf saya juga malas menanggapinya

    Silakan jawab dengan objektif. Apakah kemarahan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah syariat?. Apakah ada hadis shahih bahwa kemarahan Fathimah adalah kemarahan Rasulullah?. Jawab kedua pertanyaan itu baru anda menyimpulkan apakah kemarahan Fathimah itu syariat atau bukan.

    Soal riwayat yang anda bawa maka saya mau tanya apa buktinya Imam Ali terus terusan marah kepada Sayyidah Fathimah sampai wafat?. atau apa buktinya Sayyidah Fathimah setelah itu tidak menghilangkan apa yang membuat marah Imam Ali?. Lengkapi dulu hujjah anda, berhujjah dengan hujjah yang buntung ya gak ada artinya

  49. @SP
    Terima kasih dengan komentar mas terhadap riwayat yang dikemukakan sdr kita Hujah saya puas. Berarti apa yang disampaikan perlu diragukan. Wasalam

  50. Ternyata Sp tidak tahu berhujjah

    Riwayat yang dibawakan jelas menunjukkan Ali r.a marah kepada Fatimah r.a

    Dengan menggunakan logika anda sendiri, saya boleh saja berasumsi kemarahan itu kekal kerana tidak ada riwayat yang menafikannya

    Tapi maaf, saya bukan nasibi. Saya hanya menggunakan kaedah logik anda untuk menhujat jawapan anda

    Anda tanyakan,

    ‘Soal riwayat yang anda bawa maka saya mau tanya apa buktinya Imam Ali terus terusan marah kepada Sayyidah Fathimah sampai wafat?. atau apa buktinya Sayyidah Fathimah setelah itu tidak menghilangkan apa yang membuat marah Imam Ali?. Lengkapi dulu hujjah anda, berhujjah dengan hujjah yang buntung ya gak ada artinya’

    Soalan ini tidak relevan. Sp perlu buktikannya dan bukan saya

    Saya bagi contoh, jika saya buktikan Sp pencuri. Maka Sp perlu buktikan Sp perlu menafikannya dengan bukti dan bukannya tanggungjawab saya untuk membuktikan Sp tidak mencuri

    Sp kena buktikan ada riwayat lain Fatimah r.a telah menghilangkan kemarahannya itu.

    Bagi saya Fatimah r.a sama sekali tidak marah kepada Ali r.a dan lafaz ‘marah’ dalam Sahih Bukhari adalah mudraj yang dilakukan az-Zuhri.

    Namun biasanya syiah sama sekali tidak akan menerimanya dan pasti bermatian-matian mempertahankan Fatimah r.a

  51. @hujjah
    blog sampah kayak gini ngapain antum ladenin, cari faidah yang lain saja. sia-sia waktu antum!

  52. Saya tdk mengerti suatu eiwayat yang dibukukan dalam shahih Bukhari yang menurut saya tdk jelas.

    1.Masalah apa sehingga Saidati Fatimah as marah (banyak meriwayatkan bahwa beliau sangat lemah lembut)
    2.Masalah sebesar apa sehingga seorang suami meninggalkan istrinya (saidati Fatimah as. *(Imam Ali terkenal dengan jiwa yang tak pernah membenci musuh)
    3.Apakah Sahl bin Sa’ad hadir bersama Rasul ketiga dialog Rasul dgn Fatimah as
    4. Apakah Sahl b. Sa’ad hadir disamping Rasul waktu terjadi dialog antara Rasul dan Imam Ali as di Mesjid.
    Menurut saya harus jelas kalau tdk merupakan cerita bohong untuk menjatuhkan keagungan akhlak mereka.
    Banyak terdapat berita2 bohong sejinis ini dalam kerajaan Muawiyah. Wasalam

  53. kerajaan muawiyah=kerajaan kelompok yg mengajak ke neraka=kerajaan musuh ahlulbayt Nabi Saw=kerajaan salafy nashibi=kerajaan kaum berjenggot naga…heheheh

  54. @hujjah
    nih bukti Sayyidah Fatimah akhirnya tdk marah lagi pd suaminya tercinta (Imam Ali as) adalah wasiatnya menjelang kewafatannya kepada Iamam Ali as. di kitab soheh Bukhori:
    – Bahkan Fatimah as berwasiat/berbicara kepada Imam Ali as (berbicara/berwasiat adalah bukti sdh hilangnya marah beliau) agar beliau as dimakamkan di malam hari dan tak membiarkan seorangpun datang kepada beliau as, Abubakar dan Umar tidak boleh diberitahu tentang kematian dan penguburan beliau as, serta Abubakar tidak diijinkan shalat atas jenazah beliau..Referensi Ahlusunnah :Shahih Bukhari, juz 3, Kitab “Al-Maghazi”, Bab “Perang Khaibar”. [Lihat Catatan Kaki no. 34]

    sangat jaaauh berbeda dengan riwayat di Buhori yg menceritakan tentang marahnya Sy. Fatimah pd Abu Bakar, jelas terkisahkan bahwa marahnya Sy Fatimah as hingga beliau mendiamkan/tdk mau berbicara pd Abu bakar berlangsung sampai 6 bulan/wafatnya Sy Fatimah as..

  55. @syiah sinting..
    pengecut lu..ngga sanggup berargumen… bisanya cuman mencela dan lari dari tanggung jawab ….terlihat tumpulnya logika berpikir anad….keahlian lu kebanyakan ngurusin masalah jenggot naga

  56. @syiah sinting
    Saya akan ceritakan pada anda kejadian sebenarnya betapa yang anda sebut sampah itu.
    Freeport di Papua adalah tambang tembaga (berdasarkan kontrak Indonesia Amerika). Mereka menambang tembaga dan sampah2nya agar tdk mengotori perairan Indonesia dibawah ke Amerika. Dan bukan rahasia lagi bahwa sampah2 yang dibawah ke Amerika itu adalah EMAS dan URANIUM. Sampah2 yang nilai sangat tinggi. Sedangkan tembaga ditinggalkan’dilaporkan kepada pemerintah Indonesia. Nah begitu blog ini menurut anda blog sampah. Sampah bernilai tinggi sedangkan anda adalah tembaga yang tidak dimasukan/di ikut sertakan dengan sampah. Kalaupun ada termasmasuk dalam sampah tersebut akan dibuang kelaut karena memberatkan pesawat (blog) tsb. Betapa rendah nilai tembaga dibandingkan sampah yang dibawa dengan Hercules ke Amerika

  57. @Hujjah

    Ternyata Sp tidak tahu berhujjah
    Riwayat yang dibawakan jelas menunjukkan Ali r.a marah kepada Fatimah r.a
    Dengan menggunakan logika anda sendiri, saya boleh saja berasumsi kemarahan itu kekal kerana tidak ada riwayat yang menafikannya

    Maaf itu pendapat anda sendiri bukan logika yang saya pakai. Buktikan bagian logika mana yang saya pakai. Apa dalam riwayat yang anda bawakan ada keterangan bahwa Imam Ali marah kepada Sayyidah Fathimah sampai wafat?. Maaf sudah saya tunjukkan pada anda cara berhujjah yang benar. Lihat kalimat anda baik-baik wahai orang yang menyebut dirinya “hujjah”. Anda sebelumnya berkata

    Bukan semua perkara yang membawa kemarahan kepada Rasulullah s.a.w akhirnya dihilangkan oleh ahlul bait
    Kita ambil contoh, Fatimah r.a sendiri pernah membuat ‘Aliy r.a marah dan tidak ada bukti Faatimah r.a menghilangkan kemarahan tersebut

    Kalimat anda yang pertama menunjukkan bahwa tidak semua perkara yang membawa kemarahan pada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] akhirnya dihilangkan ahlul bait. Kalimat ini sangat jelas hanya dilontarkan oleh seorang yang nashibi. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa ahlul bait masih memiliki perkara yang membawa kemarahan pada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].

    Apa bukti yang menguatkan kalimat anda ini?. Anda menyampaikan pada kalimat kedua yaitu “kita ambil contoh Fathimah sendiri pernah membuat Ali marah dan tidak ada bukti Fathimah menghilangkan kemarahan tersebut”. Anda ini sedang melantur atau tidak tahu cara berhujjah, bukankah anda ingin menunjukkan bahwa tidak semua perkara yang membuat marah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dihilangkan oleh ahlul bait maka seharusnya contoh yang anda bawa ya riwayat ahlul bait yang membuat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] marah dan ahlul bait tetap berkeras tidak mau menghilangkan hal yang membuat marah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Tetapi anda malah melompat jauh dengan membawa riwayat Fathimah membuat marah Imam Ali. Menggelikan sekali, dan setelah saya tunjukkan bahwa hujjah anda gak nyambung eh anda malah katakan saya yang tidak tahu cara berhujjah. Sungguh parah sekali

    Tapi maaf, saya bukan nasibi. Saya hanya menggunakan kaedah logik anda untuk menhujat jawapan anda

    Apa gunanya penyangkalan anda?. Apa ketika saya bersaksi bahwa saya bukan syiah, anda dan teman teman anda itu mau mendengarkan? eh malah saya justru dikatakan munafik?. Kalau anda tidak suka dikatakan nashibi maka jangan menuduh orang lain. Diam, dan belajarlah untuk berempati pada orang lain yang berbeda pandangan dengan anda.

    Boleh boleh saja kalau anda mau menggunakan kaidah logika yang saya pakai. Tetapi tolong pelajari logika dulu dengan baik dan perhatikan dengan cermat logika yang saya pakai. Jangan persepsi anda yang ngawur anda atas namakan sebagai kaidah logika saya. Itu namanya ngaku ngaku

    Anda tanyakan,
    ‘Soal riwayat yang anda bawa maka saya mau tanya apa buktinya Imam Ali terus terusan marah kepada Sayyidah Fathimah sampai wafat?. atau apa buktinya Sayyidah Fathimah setelah itu tidak menghilangkan apa yang membuat marah Imam Ali?. Lengkapi dulu hujjah anda, berhujjah dengan hujjah yang buntung ya gak ada artinya’
    Soalan ini tidak relevan. Sp perlu buktikannya dan bukan saya

    Makanya saya katakan belajar logika yang benar. Apa dalam riwayat yang anda bawa ada lafaz yang menunjukkan Imam Ali terus terusan marah atau Sayyidah Fathimah terus terusan membuat marah Imam Ali. Tidak ada kok, itu persepsi anda sendiri yang perlu anda buktikan. Riwayatnya hanya menyebutkan Imam Ali marah saat itu dan tidak ada bukti yang menunjukkan Beliau terus terusan marah. Kalau logika anda dipakai maka saya bisa katakan bahwa banyak para sahabat yang terus terusan dimarahi oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] karena banyak riwayat yang menunjukkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah marah kepada sahabatnya. Allah SWT pernah menegur keras Abu Bakar dan Umar atas kesalahan mereka bersuara tinggi [keras] di hadapan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka dengan logika anda, anda harus mengatakan kalau Abu Bakar terus terusan bersuara keras [tinggi] di hadapan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sampai ia wafat.

    Saya bagi contoh, jika saya buktikan Sp pencuri. Maka Sp perlu buktikan Sp perlu menafikannya dengan bukti dan bukannya tanggungjawab saya untuk membuktikan Sp tidak mencuri

    Analogi anda salah, yang benar seperti berikut. Jika anda membuktikan saya mencuri kemarin maka anda perlu membuktikan saya akan terus mencuri setiap hari sampai saya wafat. Jelas anda harus membuktikan bahwa saya terus terusan mencuri. Jika tidak bisa maka anda sedang memfitnah. Tuduhan ”terus terusan mencuri” jelas sangat sangat berat dibanding tuduhan “pernah sekali mencuri”. Kalau anda tidak bisa membedakannya maka saya persilakan anda belajar ilmu logika dengan baik dan benar

    Sp kena buktikan ada riwayat lain Fatimah r.a telah menghilangkan kemarahannya itu.

    Oh sudah jelas kok, kedudukan Sayyidah Fathimah sebagai putri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sudah cukup untuk menyatakan bahwa Sayyidah Fathimah akan menghilangkan hal yang membuat marah suaminya. Selagi tidak ada lafaz yang menunjukkan “terus terusan membuat marah” atau lafaz yang menunjukkan Sayyidah Fathimah mempertahankan apa yang membuat marah Imam Ali maka bisa dipastikan Sayyidah Fathimah akan menghilangkan hal yang membuat marah Imam Ali. Begitulah akhlak ahlul bait, Cuma seorang nashibi yang perlu meminta bukti hal yang seperti itu.

    Bagi saya Fatimah r.a sama sekali tidak marah kepada Ali r.a dan lafaz ‘marah’ dalam Sahih Bukhari adalah mudraj yang dilakukan az-Zuhri.

    Oooh silakan, hujjah basi para nashibi itu sudah sering diulang-ulang. Pengertian mudraj saja tidak paham, heh malah mau melemahkan riwayat shahih dengan alasan mudraj. Menggelikan

    Namun biasanya syiah sama sekali tidak akan menerimanya dan pasti bermatian-matian mempertahankan Fatimah r.a

    Ini mah bukan urusan sama syiah. Hadis yang saya jadikan hujjah adalah hadis shahih Bukhari, kalianlah para nashibi yang mati-matian membela orang yang menzalimi ahlul bait. Orang seperti kalian gak pantes ngaku ngaku mencintai ahlul bait. Silakan berhujjah dengan objektif, gak usah bawa bawa syiah 😛

  58. syiah,,,, anda mau berdalil dengan apa??? dengan kitab shohih ente yang telah dicek keshohihannya oleh imam ente??? hah,,, mana mungkin ana/kami percaya saja dengan apa yang anda paparkan sedang anda beraqidah taqiyyah??? sesungguhnya kamulah golongan paling berdusta lagi paling bodoh… ana masih bengong aja kalau ingat hadits onta yang ada di kitab anda, penuduhan terhadap burung pipit,,,haha sangat konyol,, berdusta dengan kebodohan,,,

  59. Pada Hadits Tsaqalain menjelaskan bahwa Ahlul Bayt diberikan otoritas sbg salah satu pedoman umat Rasulullah saw, tidak terkecuali Abu Bakar dan yg lain. Kalo memang Abu Bakar ngaku Ahlusunah harusnya tunduk pada Fathimah r.a selaku Ahlu Bayt. Dalih pembenaran apapun dari Abu Bakar tetap saja termansukh oleh Hadist Tsaqalain tsb, dan hemat saya kata kuncinya adalah apapun Dalil Abu Bakar tetap termansukh oleh Hadits Tsaqalain, disinilah titik temu pada mereka yg bukan pengikut Ahlul Bayt untuk kembali ke jalur yg Benar (Ahlusunah). Hadits Tsaqalain adalah ucapan Nabi saw, kalo tidak mau dgn kata Nabi saw ya bukan Ahlusunah.. Sebenarnya simple aja memahami Ahlusunah, ndak usah pusing2 kebingungan menisbatkan nama ke sesiapa; apa itu manhaj ini kek, mazhab itu kek ??

  60. Saudara saudaraku, tinggalkanlah orang yang mencela sahabat mulia abu bakar. Mereka hendak mencari cari kesalahannya, sementara melupakan kebaikan kebaikan manusia yang paling banyak berkorban dalam persahabatan dengan nabi ini.

Tinggalkan komentar