Ibnu Umar Dan Shalat Tarawih Berjama’ah

Ibnu Umar Dan Shalat Tarawih Berjama’ah

Memasuki bulan Ramadhan kami akan menambahkan sedikit tulisan yang berkaitan dengan shalat tarawih. Sebelumnya kami pernah membuat tulisan yang membahas masalah hukum shalat tarawih berjama’ah. Kesimpulan pandangan kami adalah shalat malam [tarawih] di bulan ramadhan sebaiknya [paling utama] dilakukan di rumah tetapi tidak mengapa jika mau shalat berjama’ah di masjid. Berikut kami akan menampilkan pandangan salafus salih diantaranya Ibnu Umar yang menganggap shalat malam di bulan ramadhan itu sebaiknya dilakukan di rumah

عبد الرزاق عن الثوري عن منصور عن مجاهد قال جاء رجل إلى بن عمر قال أصلي خلف الإمام في رمضان قال أتقرأ القرآن قال نعم قال افتنصت كأنك حمار صل في بيتك

‘Abdurrazaq dari Ats Tsawriy dari Manshur dari Mujahid yang berkata seorang laki-laki datang kepada Ibnu Umar dan berkata “bolehkah aku shalat di belakang imam pada bulan ramadhan?”. Ibnu Umar berkata “engkau bisa membaca Al Qur’an?” ia berkata “ya”. Ibnu Umar berkata “maka mengapa kamu diam berdiri seperti keledai, shalatlah di rumahmu” [Mushannaf ‘Abdurrazaaq 4/264 no 7742]

Atsar di atas diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat sehingga kedudukannya shahih, ‘Abdurrazaq dalam periwayatannya dari Sufyan Ats Tsawriy memiliki mutaba’ah

  • ‘Abdurrzaaaq bin Hammaam Al Himyaariy adalah seorang hafizh dan tsiqat perawi kutubus sittah dijadikan hujjah oleh Bukhari dan Muslim, ia mengalami perubahan hafalan di akhir hayatnya setelah ia buta [At Taqrib 1/599]. Tetapi riwayat dalam kitabnya adalah riwayat sebelum ia buta maka riwayatnya disini shahih.
  • Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats Tsawriy adalah perawi kutubus sittah seorang yang tsiqat hafizh faqih ahli ibadah imam dan hujjah termasuk pemimpin thabaqat ketujuh [At Taqrib 1/371].
  • Manshur bin Mu’tamar adalah perawi kutubus sittah dimana Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 2/215].
  • Mujahid bin Jabr adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat seorang imam dalam tafsir dan ilmu [At Taqrib 2/159]

‘Abdurrazaaq memiliki mutaba’ah dari Muhammad bin Katsir Al Abdiy seorang yang tsiqat [At Taqrib 2/127] sebagaimana disebutkan Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 2/494 no 4383. Dari Waki’ bin Jarrah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah [At Taqrib 2/284] sebagaimana disebutkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 2/397 no 7797. Dan dari Mu’ammal bin Ismail seorang yang shaduq tetapi hafalannya buruk [At Taqrib 2/231] sebagaimana yang disebutkan Ath Thahawiy dalam Syarh Ma’aani Al Atsar 1/351 no 1906

Atsar di atas menyebutkan dengan jelas pandangan Ibnu Umar terhadap sahalat tarawih di bulan ramadhan bahwa shalat itu dilakukan di rumah. Ibnu Umar sendiri memang diriwayatkan tidak melakukan shalat tarawih bersama orang-orang.

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ، قَالَ : حدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنَّهُ كَانَ لاَ يَقُومُ مَعَ النَّاسِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ، قَالَ : وَكَانَ سَالِمٌ وَالْقَاسِمُ لاَ يَقُومُانَ مَعَ النَّاسِ

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin ‘Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwasanya ia tidak shalat bersama orang-orang di bulan ramadhan. [Nafi’] berkata “Salim dan Qasim keduanya juga tidak shalat bersama orang-orang” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/396 no 7796]

حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرِِ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، قَالَ : كَانَ إبْرَاهِيمُ وَعَلْقَمَةُ لاَ يَقُومُانَ مَعَ النَّاسِ فِي رَمَضَانَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Al A’masyiy yang berkata “Ibrahim dan ‘Alqamah tidak shalat bersama orang-orang di bulan ramadhan” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/397 no 7800]

Kedua atsar di atas sanadnya shahih dan menunjukkan bahwa di bulan Ramadhan Ibnu Umar, Salim, Qasim, Ibrahim dan Alqamah [dimana mereka adalah sahabat dan tabiin sebagai salafus salih] tidak melakukan shalat tarawih berjama’ah bersama orang-orang di masjid . Sekali lagi kami ulangi supaya tidak ada yang salah memahami apa pandangan kami. Kami tidak menyalahkan shalat tarawih berjama’ah, bagi kami itu dibolehkan atau tidak masalah hanya saja kami lebih cenderung pada pendapat yang menyatakan sebaiknya shalat tarawih dilakukan di rumah.

66 Tanggapan

  1. Selamat menunaikan ibadah bulan ramadhan,semoga amal ibadah kita diterima allah swt.
    Mohon maaf lahir bathin.

  2. Kami mengambil yang afdlol aja sesuai sunnah Nabi (shalat malam dilakukan sendiri di rumah) karena Nabi tdk menganjurkan utk melakukan shalat malam secara berjamaah tetapi jika dilakukan berjamaah Nabi juga tdk melarangnya. Ini selaras dengan sabda Nabi bahwa shalat fardhu dikerjakan di masjid dan shalat sunnah di rumah.

    Fenomena yang terjadi di kalangan umat islam sekarang ini seolah2 shalat taraweh berjamaah di masjid2 adalah hal yg sangat dianjurkan oleh Nabi dan kenyataanya memang shalat taraweh berjamaah mengalahkan shalat fardhu berjamaah.
    Ini juga selaras dg sabda Nabi yang menjadi nyata dimana Nabi sangat khawatir terhadap umatnya jika shalat taraweh itu dianggap menjadi sesuatu yang diwajibkan.

    Hujjah agama sudah jelas yaitu Alquran, Sunnah Nabi dan Ahlul Bait Nabi. Adapun dari Umar yg diriwayatkan Imam Malik bahwa shalat taraweh berjamaah adalah sebaik2 bid’ah ini menunjukan seolah2 khulafa’u Rasyidin mempunyai hak menambah syariat. Padahal jaminan Allah terhadap syariat agama kita sudah sangat sempurna.

  3. Rasulullah SAW memberi pilihan kepada umat untuk memilih untuk berjamaah ataukah sendiri di rumah.
    Masing2 dipersilakan untuk memilih mana yang lebih afdol bagi dirinya.
    Ada mereka yang lebih afdol ketika berjamaah dan ada yang lebih afdol ketika di rumah.
    Dan tidak bisa dilakukan perdebatan mana yang lebih baik bagi dirinya. Karena keduanya membawa keafdolannya masing2 (dan subjektif).

    salam damai.

  4. “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!”” (Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73).

    ucapan umar adalah suatu yg jelas n tanpa keraguan bhwsanya dizaman rosul sholat malam dibulan ramadhan tdk berjama’ah.
    Dan lucunya umar pun tdk ikut dlm sholat tersebut,beliau cuma ngecek aja
    Istilah sholat taraweh sendiri masih patut dipertanyakan.

  5. Bagi sy asalkan kita memahami kekhawatiran Nabi saw dengan shalat sunnah (taraweh) yang dilaksanakan secara berjama’ah Insya Allah tdk mengapa dilaksanakan. Menghidupkan malam ramadlan dengan bertaraweh dimana laki-laki, perempuan berkerudung/mukena dengan berbondong2 ke masjid dan mushala, begitu juga tua, muda anak-anak, adalah merupakan pemandangan yang indah dilihat.

    Bid’ah dari Sayyidina Umar ini adalah bid’ah hasanah.

    Salam

  6. kadang berjamaah kadang tidak berjamaah….tapi kebanyakannya tak berjamaah sih beda aj rasanya…..:)

  7. Sebetulnya isu ini sudah dibahas dengan sangat panjang lebar di blog ini juga. Mari saya kutip kembali hadits yang dibahas tsb (hadits ini juga didukung oleh hadits lain dari Bukhari, an Nasa’i, Muslim, Abu Dawud dll)

    Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Fi Ramadhan Bab Targhib Fi Shalat Fi Ramadhan hadis no 248 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi:

    Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Aisyah istri Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW shalat di masjid pada suatu malam dan orang-orang pun shalat di belakangnya. Kemudian Beliau shalat di malam berikutnya dan lebih banyak orang yang shalat di belakangnya. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat dan Rasulullah SAW tidak menemui mereka. Pada pagi harinya, Beliau berkata ”Aku melihat apa yang kalian kerjakan, satu-satunya hal yang mencegah aku untuk keluar menemui kalian adalah karena aku khawatir shalat malam (bulan Ramadhan) akan menjadi wajib bagi kalian”. Hal ini terjadi di bulan Ramadhan.

    Bagi mereka yang ”menolak” tarawih berjama’ah maka mereka menafsirkan (memaksakan) bahwa tidak ada perintah (lisan) untuk melakukan tarawih berjamaah.
    Bagi mereka yang membolehkan/mensunahkan berjamaah, adalah terang benderang bahwa:
    1. Rasulullah SAW membiarkan apa yang Beliau SAW lihat sendiri, yang tentunya jika tidak boleh maka akan dilarang.
    2. Jelas pula bahwa Rasulullah mendukung tarawih berjamaah, hanya saja Beliau SAW tidak mau melakukannya dengan explisit karena kuatir menjadi wajib, artinya jika tidak ada kekuatiran ini maka Rasulullah SAW akan ikut keluar.

    Kembali kepada komentar (atsar yang dibawakan oleh aldj), maka jelas bahwa tarawih berjamaah sudah pernah ada di jaman Rasulullah SAW dan tidak dilarang, maka menjadi jelas pula bahwa tarawih berjamaah bukanlah bid’ah.
    Kemudian ketika Sy Umar mengatakannya sebagai bid’ah bukanlah itu berarti tarawih berjamaah adalah bid’ah (bid’ah hanya menurut Sy Umar). Mengapa beliau menyatakan sebagai bid’ah saya tidak tahu. Namun kita bisa saja menganalisa/menduga bahwa terjadinya tarawih berjamaah pada jaman Rasulullah SAW saya bersifat seketika dan kemudian tidak pernah lagi ada. Sehingga ketika akan dimulai lagi oleh Sy Umar maka beliau ”mengkategorikannya” sebagai bid’ah.
    Ataupun beliau menganggap bid’ahnya adalah pada mengorganisirnya, karena dulunya bejrama’ah dilakukan dengan spontan pada masa beliau dilakukan secara teroganisir.
    Yang jelas kita sepakatbahwa:
    1. Rasulullah SAW pernah tarawih sendiri di rumah (maka tarawih sendiri di rumah adalah sunnah).
    2. Rasulullah SAW membiarkan (membolehkan) jamaah bermakmum kepada Beliau SAW dalam shalat tarawih (shalat malam). Dan secara implisit mendukung/membiarkan/membolehkan (dan bukan hanya 1x atau 1 malam, namun berkali2 dan beberapa malam). Dan ini dapat ditafsirkan sebagai sunnah juga. Terlebih Beliau SAW sendiri yang menjadi imam tarawih.
    Wallahualam bi shawab.

    Salam damai.

  8. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al-Ahzab: 36)

    hadits yg dibawa truthseekers,tdklah memastikan bhw sholat tsb dilakukan diwaktu malam,krn hadits tsb tdk ada kalimat sholat mlm dibulan ramadhan.
    memakai suatu dalil yg belum jelas dgn meninggalkan dalil yg sdh jelas adalah kesalahan fatal.
    Dan ada lg dalil selain dalil dr umar n ibnu umar yg jelas menunjukan bhw sholat berjamaah dimalam hari dibln ramadhan adalah bidah,jg ada dalil hadits yg menunjukan bhw :

    “Hendaknya atas kalian untuk melakukan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat adalah yang dilakukan di rumah, kecuali shalat fardhu (wajib)” (Shohih Muslim dengan Syarh Imam Nawawi jilid 6 halaman 39, atau pada kitab Fathul Bari jilid 4 halaman 252).

    jd jelaslah dalil yg dibawa oleh truthseekers bukan lah sholat taraweh,krn bertentangan dgn dalil hadits diatas,krn taraweh adalah sholat sunah

  9. @armand
    apakah rosul tdk tau,klu berjamaah akan terlihat lebih indah?
    klu nilai positifnya ternyata lebih banyak tentu rosul akan menganjurkannya agar berjamaah,
    menurut sy apa bila ternyata dizaman rosul ternyata tdk pernah dilaksanakan,kemudian umar memerintahkan utk berjamaah,maka ini bukan termasuk bid’ah,tp lebih dr itu.
    Bagi sy utk kehati2an lebih baik tdk dilaksanakanberjamaah,agar kita tdk terkena QS;al ahzab 36.

  10. @truthseekers
    1.Ummul Mukmin Aisyah berkata: “Pada satu pertengahan malam, Rasulullah keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat di masjid. Beberapa orang mengikuti shalat beliau (sebagai makmum. red). Masyarakatpun mulai berdatangan karena kabar yang tersebar. Hal itu berjalan hingga malam ketiga. Masjidpun menjadi penuh. Pada malam keempat, setelah melaksanakan shalat Subuh Rasul berkhutbah di depan masyarakat dengan sabdanya: “…Aku khawatir perbuatan ini akan menjadi (dianggap) kewajiban sedang kalian tidak dapat melaksanakannya”. Sewaktu Rasulullah meninggal, suasana menjadi sedia kala” (Shahih Bukhari jilid 1 halaman 343)

    2.“Pernah seseorang datang kepada Ibnu Umar dan bertanya: “Pada bulan Ramadhan, apakah shalat tarawih kita lakukan dengan berjamaah?” Ibnu Umar berkata: “Apakah kamu bisa membaca al-Quran?” Ia (penanya tadi) menjawab: “Ya!?” lantas Ibnu Umar berkata: Lakukan shalat tarawih di rumah!” (Al-Mushannaf jilid 5 halaman 264 hadis ke-7742 dan ke-7743).

  11. salam bro syiah2 yang bersemadi dan hidup bermasyarakat di blog syiah ini… aq nak tanya ni..ditujukan kepada mana2 syiah yang mahu menjawab..

    apa status riwayat doa sanam quraisy di sisi syiah.. sahih ke x..(aq maksudkan doa syiah yg mlaknat Saidina Ab Bakar dan Umar ra, dan mengatakan mereka sebagai berhala quraisy)…klau doa tu tak sahih , kenapa ulama Iran ni baca doa tersebut..kemudian pengikut dia turut melaknat.. bukankah kalian mengatakan bahwa syiahtidak melaknat sahabat..cuba terangkan.

    lihat video ni

  12. @mat fique
    yg begini sih,pola wahabi punya pertanyaan,n sdh banyak dijawab ga usah syiah yg jawab,suni jg bisa jawab,
    1.tdk semua syiah berbuat seperti itu.
    2.untuk itu anda cari video dari pemimpin islam iran ayatollah ali khamenei.
    3.itukan sahabat dicela,pertanyaan sy bgmn klu sahabat dibunuh?

  13. Pada awalnya Rasulullah melakukan salawat tarawih secara spontan dan bersendirian.Apa-apa saja jika Rasulullah saw telah melakukan jadilah perbuatan itu suatu sunnah.Sayidina Umar telah mengadatkannya secara berjamaah supaya sunnah tersebut tidak mati karena jika matinya satu saja sunnah nabi merupakan malapetaka kepada seluruh ummat.

  14. kalau jaman sekarang mungkin hanya utk syiar aja……………sayangnya kalau jamaah sholat fardu kok dikit amat? harusnya jamaah sholat sunnah tidak mengalahkan jamaah sholat fardhu yaa………..

  15. Justru Sholat Tarawih sendirian dan dilakukan di rumah ato dimasjid itulah Sunnah Rasulullah saw itupun dulakukannya pada waktu tengah malam, jadi terserah mau mengikuti sunnah Rasulullah saw ato Sunnah Umar, yaaa terserah ente lah, hehehe

  16. @aldj

    hadits yg dibawa truthseekers,tdklah memastikan bhw sholat tsb dilakukan diwaktu malam,krn hadits tsb tdk ada kalimat sholat mlm dibulan ramadhan.

    Silakan dibaca lagi dengan cermat. Ada jelas dikatakan pertengahan malam.

    memakai suatu dalil yg belum jelas dgn meninggalkan dalil yg sdh jelas adalah kesalahan fatal.

    Maksudnya?

    Dan ada lg dalil selain dalil dr umar n ibnu umar yg jelas menunjukan bhw sholat berjamaah dimalam hari dibln ramadhan adalah bidah,jg ada dalil hadits yg menunjukan bhw :

    “Hendaknya atas kalian untuk melakukan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat adalah yang dilakukan di rumah, kecuali shalat fardhu (wajib)” (Shohih Muslim dengan Syarh Imam Nawawi jilid 6 halaman 39, atau pada kitab Fathul Bari jilid 4 halaman 252).

    Pertama pendapat Ibnu Umar bukanlah penentu syari’at.
    Kedua, disitu digunakan kata hendaknya (sebaiknya), dan kata tsb bukan kata larangan.
    ketiga, harap dilihat konteksnya. karena ada banyak sholat sunnah yang dilakukan di masjid.

    jd jelaslah dalil yg dibawa oleh truthseekers bukan lah sholat taraweh,krn bertentangan dgn dalil hadits diatas,krn taraweh adalah sholat sunah

    binun euy..

    salam damai

  17. @aldj, on Agustus 1, 2011 at 7:53 pm said:
    Apakah sedang membandingkan kedua dalil tsb?
    1. Keduanya tidak bisa dibandingkan, karena tidak sebanding.
    2. Jika dibaca dengan lebih hati2 tidak ada pertentangan di keduanya.

    salam damai.

  18. @Jack

    Justru Sholat Tarawih sendirian dan dilakukan di rumah ato dimasjid itulah Sunnah Rasulullah saw itupun dulakukannya pada waktu tengah malam, jadi terserah mau mengikuti sunnah Rasulullah saw ato Sunnah Umar, yaaa terserah ente lah, hehehe

    Tolong saya dengan menunjukkan dalil yang menunjukkan Rasulullah SAW shalat tarawih di masjid sendirian.
    Maaf, sampai sekarang saya masih tidak melihat pertentangan antara Sy Umar dengan Rasulullah SAW atas masalah tarawih ini.

    salam damai.

  19. @truthseekers
    hadits yg sy bawakan tdk ada menunjukan adanya sholat bulan ramadhan,
    salam damai

  20. @aldj
    Anggap saja shalat sunnah tsb bukan bulan Ramadhan, apakah kemudian jadi terlalarng dilakukan di Ramadhan?
    Ini saya kutipkan hadits yang saya sebutkan namun tidak saya kutip karena panjangnya (hadits ini saya copas dari diskusi di blog ini juga): https://secondprince.wordpress.com/2008/09/11/shalat-tarawih-dalam-timbangan-bagian-kedua/

    Aisyah RA berkata ”Manusia shalat di masjid Rasulullah SAW di bulan Ramadlan dengan terpisah-pisah. Seseorang yang mempunyai sedikit dari hafalan AlQur’an bersama lima atau enam orang atau kurang atau lebih daripada itu. Mereka shalat bersama seorang tadi. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan pada malam itu untuk meletakkan tikar di depan pintu kamarku. Aku pun melaksanakannya. Kemudian Rasulullah SAW keluar setelah shalat Isya’ yang akhir. Dan berkumpullah manusia yang ada di masjid dan Rasulullah SAW shalat bersama mereka sampai larut malam. Rasulullah kemudian kembali ke rumah dengan meninggalkan tikar begitu saja Pada pagi harinya manusia membicarakan shalat Rasulullah SAW bersama orang-orang yang ada di masjid pada malam itu. Maka masjid itu penuh dengan manusia.

    Kemudian Rasulullah SAW keluar pada malam yang kedua dan mereka pun shalat bersama Beliau. Manusia kembali membicarakan hal itu. Setelah itu bertambah banyaklah yang menghadiri masjid sampai penuh sesak). Pada malam yang ketiga Beliau pun keluar dan manusia shalat bersama beliau. Ketika malam yang keempat, masjid hampir tidak cukup. Kemudian Rasulullah SAW shalat Isya’ yang akhir bersama mereka dan masuk ke rumah beliau, sedang manusia tetap (di masjid). Rasulullah berkata kepadaku “Wahai Aisyah, bagaimana keadaan orang-orang bisa seperti itu?” Aku katakan “Wahai Rasulullah, manusia mendengar tentang shalatmu bersama orang yang ada di masjid tadi malam, maka mereka berkumpul untuk itu agar engkau mau shalat bersama mereka.” Maka beliau berkata ”Lipat tikarmu, wahai Aisyah!” Aku pun melaksanakannya. Rasulullah SAW bermalam di rumah dan tidak dalam keadaan lalai sedangkan manusia tetap pada tempat mereka. Mulailah beberapa orang dari mereka mengucapkan kata,“shalat” Sampai Rasulullah SAW keluar untuk shalat Shubuh.

    Setelah shalat fajar, beliau menghadap kepada manusia dan bertasyahud kemudian bersabda “Amma ba’du, wahai manusia, demi Allah, Alhamdulillah tidaklah aku tadi malam dalam keadaan lalai dan tidaklah keadaan kalian tersamarkan bagiku. Akan tetapi aku khawatir akan diwajibkan atas kalian (dalam riwayat lain : Akan tetapi aku khawatir shalat malam diwajibkan atas kalian) kemudian kalian tidak sanggup untuk melaksanakannya, maka berarti kalian dibebani amal-amal yang kalian tidak mampu. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan.“ Pada riwayat lain ada tambahan dari Az Zuhri yang berkata “Setelah Rasulullah SAW wafat, keadaannya demikian. Hal ini berlangsung sampai masa khilafah Abu Bakar dan pada awal khilafah Umar.” (Hadis Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan lainnya)

    Salam damai

  21. @ilham othmany, on Agustus 2, 2011 at 4:29 am said:

    Pada awalnya Rasulullah melakukan salawat tarawih secara spontan dan bersendirian.

    Harap lebih berhati2 dalam berfikir dan berstatement.
    1. Apa maksud anda secara spontan?
    2. Kapan itu yang dimaksud pada awalnya? Apakah ada dalil yang menyatakan itu?
    3. Bersendirian maksudnya pada hadits yang mana? Karena hadits yang saya kutipkan malah shalat tsb dilakukan berjamaah dan kemudian malah bersendirian.

    Sayidina Umar telah mengadatkannya secara berjamaah supaya sunnah tersebut tidak mati karena jika matinya satu saja sunnah nabi merupakan malapetaka kepada seluruh ummat.

    Jangan berlebihan dan jangan Ghuluw. Ada banyak sunnah yang tidak diadatkan dengan berjamaah dan tetap hidup sampai sekarang. Yang terjadi malah ada yang mencoba menghapusnya dengan fitnah bid’ah..:). Ini logika ngawur lhooo…
    Apalagi ditutup dengan kalimat akan jadi malapetaka kepada seluruh umat.
    Malapetaka bagi seluruh umat adalah jika umat meninggalkan AQ dan ahlul bayt sebagai pedoman.

    salam damai.

  22. Berkenaan keutamaan solat ini, Abu Hurairah r.a. menerangkan bahawa Rasulullah saw menganjurkannya pada malam Ramadhan dengan anjuran yang bukan berupa perintah yang tegas. Baginda bersabda:

    ((مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ)) [متفق عليه]

    Maksudnya: “Sesiapa yang berdiri (beribadat) pada malam Ramadhan kerana iman dan mengharapkan ganjaran (daripada Allah), diampunkan dosa-dosanya yang telah lepas.” [Sahih Muslim, no: 759]

    Takrif Solat Terawih:

    Menurut bahasa (lughah): Terawih bermaksud berehat, bersenang-senang, melapangkan nafas dan seumpamanya.

    Menurut istilah: Terawih ialah ibadat solat yang dilakukan pada waktu malam di bulan Ramadhan. Bermula waktunya selepas solat isya’ dan berakhir dengan masuk waktu subuh, tidak termasuk sunat ratibah isya’ dan solat witir.

    Dinamakan terawih kerana orang yang melakukannya akan berehat selepas empat rakaat (dua salam).

    Solat terawih termasuk solat tahajjud atau solatul-lail dengan membaca al-Fatihah pada setiap rakaat dan membaca ayat-ayat atau surah daripada al-Quran.

    Waktu Melakukan Solat Terawih.

    Sebagaimana hadis Rasulullah saw di atas: “Sesiapa berdiri (beribadat) pada malam Ramadhan…”. Berdasarkan hadis ini, tempoh menunaikan solat terawih ialah sesudah masuk waktu solat isyak sehingga sebelum masuk waktu solat subuh. Ini bererti sesiapa yang tidak dapat melakukannya pada awal malam boleh melakukannya pada pertengahan atau akhir malam.

    Hukum Solat Terawih

    Solat terawih hukumnya sunat mu’akad, iaitu amalan sunat yang amat dituntut. Rasulullah saw telah menganjurkannya dengan arahan yang tidak tegas, bererti hukumnya adalah sunat dan tidak wajib.

    Sejarah Terawih:

    Ummul Mukminin Aishah ra, meriwayatkan bahawa Rasulullah saw melakukan solat terawih di masjid beberapa malam (ada yang mengatakan empat malam) dalam bulan Ramadan bersama-sama para sahabat. [HR Bukhari dan Muslim].

    Pada malam kelima dan seterusnya hingga ke akhir bulan Ramadan, Baginda melakukan ibadat ini di rumah. Ini kerana Baginda saw bimbang para sahabat tersalah anggap dan menjadikannya sebagai solat fardu dan sudah tentu sukar bagi mereka untuk melakukannya.

    Abi Zar t meriwayatkan Nabi saw bangun bersolat bersama-sama mereka pada malam 23 sehingga satu pertiga malam, dan pada malam ke 25 sehingga separuh malam. Para sahabat berkata kepada Baginda saw: “Kalaulah tuan terus sempurnakan saki baki malam kami dengan solat sunat”. Maka Nabi saw bersabda:

    ((إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ)) [الترمذي، صحيح]

    Maksudnya: “Sesiapa yang berdiri (bersolat terawih) bersama imam sehingga dia (imam) beredar (selesai), dituliskan baginya ganjaran orang yang Qiyam semalaman (seumpama bersolat sepanjang malam).” [HR At-Tirmizi, sahih].

    Imam Ahmad mengamalkan hadis ini dan beliau bersolat bersama imam sehingga selesai dan beliau tidak akan beredar sehinggalah imam beredar.

    Berkata sebahagian ulama’: “Sesiapa yang bangun solat separuh malam bersama imam seumpama dia telah bangun solat sepenuh malam.”

    Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari Jabir ra bahawa Nabi Muhammad saw melakukan solat terawih sebanyak lapan rakaat, setelah itu diikuti solat witir.

    Khalifah Umar bin Al-Khatab ra ialah orang pertama yang mengerah umat Islam menunaikan solat terawih secara berjamaah di bawah pimpinan Ubai bin Kaab ra.

    Solat terawih dilakukan berjemaah pada setiap malam Ramadhan selepas solat isyak sebanyak 20 rakaat dan ditambah dengan tiga rakaat solat witir.

    Cara Perlaksanaan Solat Terawih.

    Solat Terawih boleh dilaksanakan secara berjamaah atau bersendirian. Berjamaah adalah lebih afdal merujuk kepada anjuran Rasulullah saw seperti hadis di atas.

    Namun jika menghadapi kesempitan untuk melaksanakannya secara berjamaah, maka dibolehkan melaksanakannya secara bersendirian. Rasulullah saw sendiri pada zaman baginda adakala melaksanakannya secara berjamaah dan adakala secara bersendirian. Ini bagi memberi kelapangan bagi umat, seandainya mereka menghadapi kesempitan masa atau tenaga.

    Menurut imam Al Ghazali rh walaupun solat terawih boleh dilaksanakan secara sendirian tanpa berjemaah, solat terawih yang dilakukan secara berjemaah lebih afdal, sama seperti pendapat Umar r.a. yang mengingatkan bahawa sebahagian solat nawafil telah disyariat dalam solat berjemaah.

    Bilangan Rakaat Solat Terawih.

    Solat terawih boleh dilaksanakan dalam jumlah lapan atau dua puluh rakaat, diiikuti dengan solat sunat witir. Kadangkala timbul persoalan berkenaan jumlah rakaat solat terawih yang sepatutnya dilaksanakan, lapan atau dua puluh rakaat?

    Persoalan jumlah rakaat bagi solat terawih telah menjadi tumpuan para ilmuan Islam sejak dari dulu. Mereka telah mengkaji dalil-dalil yang ada serta membandingkan antara pelbagai pandangan yang wujud. Hasilnya membuahkan tiga pendapat. Pendapat pertama: Jumlah rakaat solat terawih ialah 8 rakaat diikuti dengan 3 rakaat solat witir. Pendapat kedua: Jumlahnya ialah 20 rakaat diikuti dengan 3 rakaat solat witir. Pendapat ketiga: Jumlahnya tidak ditentukan. Seseorang itu bebas melaksanakan solat terawih dengan jumlah rakaat yang dipilihnya, kemudian ditutupi dengan solat witir.

    Ketiga-tiga pendapat di atas memiliki dalil dan hujah di sebaliknya dan kita boleh memilih mana-mana pendapat di atas. Yang penting, kita perlu menghormati orang lain seandainya mereka memilih pendapat yang berbeza dengan kita.

    Ibnu Umar ra menceritakan: Seorang lelaki datang bertanya Rasulullah saw tentang solat malam. Sabda Nabi saw:

    صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى.

    Maksudnya: “Solat malam ialah dua rakaat, dua rakaat. Apabila kamu bimbang masuk waktu subuh maka solatlah satu rakaat, menjadikan bilangan witir (ganjil) bagi rakaat yang telah engkau solat” [HR: Bukhari].

    Rasulullah saw tidak menyebut bilangan rakaat solat malam, malam pula panjang masanya, boleh dilakukan banyak solat, ini menunjukkan bahawa bilangan tidak dihadkan sekadar kepada 8 atau 20 rakaat.

    Berkata Imam Asy-Syafie: “Aku telah melihat orang ramai mendirikan solat terawih di Madinah 39 rakaat, di Makkah 23 rakaat, ini bukanlah satu perkara yang sempit (terikat dengan bilangan).”

    Katanya lagi: “Jika mereka panjangkan qiyam berdiri (dengan bacaan al-Quran), kurangkan rakaat adalah baik. Sekiranya mereka membanyakkan sujud (rakaat) dan meringankan berdiri (ringkaskan bacaan) juga adalah baik. Tetapi yang pertama adalah lebih aku sukai.”

    Pada umumnya masyarakat Islam di Malaysia mendirikan solat terawih sebanyak 20 rakaat tetapi ada juga yang hanya menunaikan sekadar lapan rakaat. Terpulang kepada masing-masing untuk menunaikan ibadat ini mengikut kemampuan dan keikhlasan diri sendiri terhadap Penciptanya. Yang pentingnya ialah selesaikan solat bersama imam, tidak hanya setakat separuh jalan.

    Antara Kualiti dan Kuantiti.

    Persoalan yang lebih penting dalam solat terawih ialah cara melaksanakannya. 8 atau 20 rakaat, yang penting ialah membaca surah al-Fatihah dan bacaan-bacaan solat yang lain dengan sempurna, betul dan khusyuk. Jangan disingkatkan, jangan dibaca senafas dan jangan dibaca dengan tujuan mengejar jumlah rakaat.

    Demikian juga dengan toma’ninah dalam solat, jadi yang penting ialah kualiti dan bukan kuantiti. Maka pastikan ia dilaksanakan secara baik (kualiti) dan tidak sekadar mengejar rakaat yang banyak (kuantiti).

    Antara aspek kualiti yang sering ditinggalkan ialah:

    1. Meninggalkan bacaan al-Qur’an secara tartil, iaitu sebutan kalimah-kalimah al-Qur’an secara jelas berdasarkan disiplin tajwid yang betul. Allah s.w.t. memerintah kita: “Dan bacalah al-Qur’an dengan tartil.” [Surah al-Muzammil:4]

    2. Meninggalkan bacaan doa iftitah sebelum al-Fatihah dan bacaan surah-surah selepas al-Fatihah. Ini satu kerugian kerana bacaan-bacaan itu memberi ganjaran pahala yang amat besar.

    3. Mengabaikan toma’ninah, iaitu kekal di dalam sesuatu posisi solat seperti rukuk, iktidal, sujud dan duduk di antara dua sujud. Tempoh kekal di dalam sesuatu posisi ialah sehingga bacaan dalam posisi itu dapat dilengkapkan dengan betul dan sempurna jumlahnya.

    Pernah seorang lelaki bersolat tanpa toma’ninah pada zaman Rasulullah saw. Melihat cara solat lelaki itu, Rasulullah saw memerintahkan beliau untuk mengulanginya [Sahih al-Bukhari, no: 757]. Tindakan Baginda itu menunjukkan toma’ninah ialah syarat sah solat. Sesiapa yang meninggalkannya bererti solatnya, sama ada solat terawih atau selainnya, adalah tidak sempurna.

    4. Tidak mengambil berat tentang melurus dan memenuhkan saf solat. Masing-masing sibuk mengejar rakaat, sedangkan Rasulullah saw telah memberi peringatan agar menjaga saf dengan sempurna dalam sabdanya:

    لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُم .

    Maksudnya: “Luruskan saf-saf solat kamu atau Allah akan tukarkan wajah-wajah kamu (hati-hati kamu berpecah dan tidak bersatu).” [HR Bukhari].

    Sabda Baginda saw lagi:

    سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ

    Maksudnya: “Luruskan saf-saf solat kamu, kerana saf yang lurus itu di antara tanda kesempurnaan solat.” [HR Bukhari].

    Berdasarkan perbincangan di atas, sama-samalah kita jadikan solat terawih pada tahun ini dan tahun-tahun akan datang dilaksanakan berdasarkan kualiti dan bukannya kuantiti.

    Semoga semua amalan baik kita diterima oleh Allah swt.

    Sekian.

    ِِِAkhukum, Abu Anas Madani.

    Pondok Sungai Durian, 4 Ramadhan 1430H.

    Sumber:http://www.abuanasmadani.com/?p=409

  23. @truthseekers

    sedikit pertanyaan dan pandangan dari saya. tentang hadis Aisyah, jelas berjemaah itu tidak di larang, cuma Nabi tidak mahu meneruskannya. lalu hadis tentang Umar melihat org2 solat bersedirian hingga dikumpulkan org2 itu untuk berjemaah.

    dan kata2 Umar “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)” seolah olah Umar tidak tahu yang ada sahabat pernah ikut menjadi makmum dalam solat sunat bulan ramadhan lalu Nabi SAW tidak menuruskannya. kerana itu perkataannya “menurutku”. dan perkataan Umar yg mengatakan itu bidaah mungkin kerana itu disangka perkara baru yang tidak ada pada zaman Nabi SAW oleh kerana Umar tidak tahu riwayat tentang Nabi SAW tidak mau meneruskan solat sunat berjemaah di bulan Ramadhan.

    dan apakah afdal untuk lebih menurut Umar dari Nabi SAW? kekhuatiran Nabi adalah menyeluruh untuk umatnya, katakanlah yang tahu agama dengan baik boleh membezakan yg wajib dan sunat. bagaimana pula yg tidak? contohnys ibu2 yang jahil yg memaksa anaknya untuk pergi berjemaah di masjid hanya kerana malu melihat anak org lain pergi? dan bila zaman bergerak org yang tidak mampu pergi tarawikh berjemaah akan memberi alasan ketidakmampuannya itu untuk tidak solat sunat tanpa tahu yg solat sunat boleh dibuat di rumah walau solat jemaah di masjid sudah selesai. (demi Allah ini berlaku ditempat saya). bukankah kekhuatiran Nabi itu patut kita utamakan kerana bila tetap diteruskan hasilnya tetap jadi seperti yg Nabi tidak mahu terjadi. bukankah lebih baik tidak membuat Nabi khuatir? kerana khuatir Nabi SAW mgkin tidak baik untuk sesetengah umatnya. kan sudah jelas ada umatnya yg jahil.

    pada pandangan saya ada yang mutasyabihat pada hadis ini yang maksudnya bukan kerana dikhuatiri akan dijadikan “kewajipan” sahaja, mungkin Nabi SAW khuatiri juga perkara2 lain. di tempat saya mungkin kekhuatiran Nabi SAW yg lain itu telah berlaku. satu contoh saya beri, seorang yang berniaga dr siang hngga malam hari dikatakan terlalu mencari harta hingga lupakan akhirat, walaupun mereka sendiri tidak tau org itu ada melakukan solat sunat selepas waktu berniaganya atau tidak. dan mungkin dia dipandang tidak baik hanya hasil kata2 sesetengah org itu. bagaimana pula kalo saya katakan kita khuatir seperti Nabi SAW khuatirlah yg menjadi sunnahnya?

    ini hanya pandangan saya peribadi 🙂 …salam damai..

  24. @al-Kazim

    dan kata2 Umar “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)” seolah olah Umar tidak tahu yang ada sahabat pernah ikut menjadi makmum dalam solat sunat bulan ramadhan

    Semua yang kita tulis (termasuk juga dari saya) tentang reaksi Sy Umar hanyalah asumsi ataupun dugaan kita saja. Jadi saya pikir kita tidak boleh berhujjah atas dugaan2 ini. Saya sendiri sudah menuliskan analisa (dugaan) saya atas kasus yang sama.

    lalu Nabi SAW tidak menuruskannya. kerana itu perkataannya “menurutku”. dan perkataan Umar yg mengatakan itu bidaah mungkin kerana itu disangka perkara baru yang tidak ada pada zaman Nabi SAW oleh kerana Umar tidak tahu riwayat tentang Nabi SAW tidak mau meneruskan solat sunat berjemaah di bulan Ramadhan.

    Saya sudah jelaskan pendapat saya tentang ini. Dan saya tidak akan ngotot dengan pendapat saya, begitu anda tentunya.. 😀

    dan apakah afdal untuk lebih menurut Umar dari Nabi SAW?

    Nahhh khan anda sudah berhujjah menggunakan asumsi anda. Seperti lagi2 penjelasan saya sebelumnya, saya tidak melihat adanya pertentangan di keduanya. Dan ketika saya melakukan tarawih berjamaah saya tidak pernah membayangkan sedang melaksanakan sunnah Sy Umar, saya yakini betul berjamaah juga sunnah Rasul SAW (bukankah sangat jelas bahwa Rasul SAW pernah mengimami tarawih juga). Apakah hanya karena ada atsar dari Sy Umar bahwa itu bid’ah maka sunnah akan menjadi bid’ah???.

    kekhuatiran Nabi adalah menyeluruh untuk umatnya,

    Jangan salah dan jangan terpeleset. kekuatiran Rasulullah SAW adalah atas kehadiran Beliau SAW dalam berjamaah selanjutnya, yaitu jangan sampai kehadiran Beliau SAW akan menjadikan shalat sunnah malam menjadi wajib. Ingat bukan Rasulullah SAW menyalahkan berjamaahnya (jika memang berjamaahnya yang salah maka tentunya Rasulullah SAW akan melarangnya). Maaf bagi saya ini sangat jelas, saya herankan mengapa menjadi bermasalah ketika masuk kepada mereka yang “menentang” tarawih berjamaah (syi’ah?). Atau mungkin sebagian syi’ah juga terjebak kepada hal yang sama (mempertahankan “kebiasaan” dan mencoba mensamarkan dalil).. 😀

    katakanlah yang tahu agama dengan baik boleh membezakan yg wajib dan sunat. bagaimana pula yg tidak? contohnys ibu2 yang jahil yg memaksa anaknya untuk pergi berjemaah di masjid hanya kerana malu melihat anak org lain pergi? dan bila zaman bergerak org yang tidak mampu pergi tarawikh berjemaah akan memberi alasan ketidakmampuannya itu untuk tidak solat sunat tanpa tahu yg solat sunat boleh dibuat di rumah walau solat jemaah di masjid sudah selesai. (demi Allah ini berlaku ditempat saya).

    Jika anda bicara tentang mereka yang tidak berilmu maka akan sangat banyak kesalahan2 yang terjadi. Tidak bisa menyalahkan hukum/aturan/syariat atas ketidaktahuan/kebodohan orang. Bukankah banyak kesilapan yang terjadi pada mereka yang tidak berilmu ketika bahkan sesuatu sudah begit jelasnya.

    bukankah kekhuatiran Nabi itu patut kita utamakan kerana bila tetap diteruskan hasilnya tetap jadi seperti yg Nabi tidak mahu terjadi. bukankah lebih baik tidak membuat Nabi khuatir? kerana khuatir Nabi SAW mgkin tidak baik untuk sesetengah umatnya. kan sudah jelas ada umatnya yg jahil.

    Ahhh..anda jangan terlalu jauh (paranoid). kekuatiran Rasulullah SAW adalah bukan kepada umatnya yang bodoh namun kepada keseluruhan umatnya termasuk yang berilmu. Nahh kenyataannya adalah bahwa Beliau SAW berhasil membuat umatnya tidak mewajibkan tarawih (dengan ketidakhadiran Beliau SAW pada malam berikutnya mebuat kita sekarang memahami sholat malam tetap sebagai sunnah).
    Sekali lagi..!! bukankah Rasulullah SAW tidak melarang (sedangkan Beliau SAW tahu betul umat sedang shalat sunnah di masjid).
    Apakah tidak pernah kita cari tahu kenapa Rasulullah SAW khusus datang malam itu ke masjid (sedangkan seringkali kita berhujjah bahwa sholat sunnah sebaiknya di rumah).

    pada pandangan saya ada yang mutasyabihat pada hadis ini yang maksudnya bukan kerana dikhuatiri akan dijadikan “kewajipan” sahaja, mungkin Nabi SAW khuatiri juga perkara2 lain. di tempat saya mungkin kekhuatiran Nabi SAW yg lain itu telah berlaku. satu contoh saya beri, seorang yang berniaga dr siang hngga malam hari dikatakan terlalu mencari harta hingga lupakan akhirat, walaupun mereka sendiri tidak tau org itu ada melakukan solat sunat selepas waktu berniaganya atau tidak. dan mungkin dia dipandang tidak baik hanya hasil kata2 sesetengah org itu. bagaimana pula kalo saya katakan kita khuatir seperti Nabi SAW khuatirlah yg menjadi sunnahnya?

    Kekuatiran Beliau SAW adalah pada umatnya yang tidak berilmu. Jadi kesalahan yang terjadi di umat yang seperti anda ceritakan adalah kesalahan karena tidak berilmu. Sedangkan kekuatiran Rasulullah SAW adalah kekuatiran diwajibkannya shalat malam.

    ini hanya pandangan saya peribadi 🙂 …salam damai..

    sama, ini juga pandangan saya pribadi yang bisa salah dan bisa benar… 🙂

    salam damai juga.

  25. @truthseekers
    apakah yg dilihat umar pada waktu itu,yaitu melihat jama’ah pd wkt itu sholat sendiri2,kemudian kalimat bid’ah dr umar,itu suatu asumsi?
    mohon penjelasan

  26. @aldj
    Apa yang mendasari Sy Umar mengkategorikan keputusannya sebagai bid’ah, seperti yang sebelumnya saya jelaskan bahwa saya tidak tahu alasan di balik itu. Namun juga saya sudah kemukakan kemungkinan2 yang bisa terjadi, dan juga perlu diingat bahwa Sy Umar tidak maksum.
    Bahkan saya berfikir, jika saat sekarangpun kita berbeda pendapat dengan apa yang dimaksud dengan bid’ah, bisa saja juga itu terjadi pada mereka saat itu. Dan itu adalah lumrah di segala waktu dan di segala bahasa terjadi perbedaan persepsi atas satu kata. Mereka yang kaku dan jkeras tentu cenderung untuk membid’ahkan semua yang nampak/sekilas berbeda/baru. Mereka yang luas dan fleksibel akan lebih berhati2 dalam menjudge sesuatu.
    Kembali ke pembahasan kita tentang tarawih berjamaah, saya rasa hadits yang ada sudah cukup untuk menjelaskan kedudukan tarawih berjamaah. Tidak bijak rasanya sesuatu yang sudah jelas dengan dalil yang lebih tinggi (hadits) kemudian dipertentangkan kepada dalil yang lebih rendah (atsar), kecuali atsar digunakan untuk mendukung atau lebih menjelaskan dalil/hadits.

    salam damai

  27. @truthseekers

    saya terima pandangan anda, dan mungkin pandangan saya di faham terlalu jauh pula. seringkasnya saya juga bersetuju solat sunat jemaah tidak pernah dilarang atau sesuatu yg salah cuma saja pendapat saya lebih afdal solat sendiri2 tanpa jemaah. afdal itu x bermakna kewajipan kan?

  28. @truthseekers
    adalah yg mesti dilihat,
    apakah hadits dr kitab imam malik (al muwatta) adalah sholat dibulan ramadhan?
    yg menguatkan bhw rosul tdk melaksanakan sholat tarawih secara berjamaah adalah
    1.umar mengatakan berjamaah adalah bidah
    2.jamaah yg dilihat umar pun sholat sendiri2
    3.dijaman abubakar tdk ada dalil bhw pada saat itu sholat tarawih dilakukan berjamaah
    4.dalil dr ibnu umar.
    5.beberapa ulama ahlusunah pun sprt imam as-sayyuti mengatakan bhw sholat tarawih berjamaah mulai dilakukan dijaman umar.

    kata anda:
    Mereka yang kaku dan jkeras tentu cenderung untuk membid’ahkan semua yang nampak/sekilas berbeda/baru. Mereka yang luas dan fleksibel akan lebih berhati2 dalam menjudge sesuatu.

    anda terlalu cepat memberikan kesimpulan

  29. iyyaa

  30. @SP
    e’hemm…

  31. lalu mengapa dijaman kepemimpinan Ali tdk melakukan shalat tarawih berjamaah??
    adakah Ali lebih pandai dari Baginda Nabi??
    atau..
    adakah kita lebih pintar dari Ali??

  32. @kanjeng bisa berbagi ilmu tentang shalat tarawih jaman Ali ?

  33. @kanjeng
    mohon dibagi ilmu tentang solat tarawih di zaman Khalifah Ali KW.
    Terimakasih sebelumnya.

  34. @al-Kazim
    Saya sudah menyatakan pendapat saya tentang pengertian saya tentang afdol (berjamaah atau bersendiri) di awal diskusi ini. Silakan baca lagi komentar saya:
    truthseeker08, on Agustus 1, 2011 at 1:00 pm

    Wallahualam bishawab.

    salam damai

  35. @aldj
    Hadits di Muwatta diperkuat oleh hadits dari Bukhari, Nasa’i, Muslim dll. Sangat jelas bahwa shalat tsb pada malam Ramadhan.
    Namun sekali lagi saya jelaskan, bahkan jika tidak disebut shalat tsb di Ramadhan, ketika boleh (berjamaah) di malam2 bukan Ramadhan, mengapa jikia dilakukan di ramadhan kemudian menjadi masalah?
    Kelima point yang disampaikan menjadi batal (perlu ditafsir ulang) karena ada hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah mengimami shalat sunnah malam (yang menurut Bukhari dll dilakukan di bulan Ramadhan).
    Menafsirkan Kelima point tsb sudah cukup jelas dengan penjelasan saya sebelumnya (jam 5:33 pm).
    Sekilas (seolah2) ada kontradiksi. Namun bagi saya terjelaskan dengan penjelasan tsb.

    Mereka yang kaku dan keras tentu cenderung untuk membid’ahkan semua yang nampak/sekilas berbeda/baru. Mereka yang luas dan fleksibel akan lebih berhati2 dalam menjudge sesuatu.

    Perhatikan kata yang miring dan ditebalkan.
    Namun esensi dari statement tsb adalah. Dalam berbahasa (mereka yang tidak maksum) bisa saja membawa persepsi yang saling berbeda atas kata yang diucapkannya. Ini juga suatu yang lumrah terjadi pada diri kita sehari2.

    Pesan saya jangan sampai kita terjebak pada ego mazhab, dimana ketika mazhab lain membid’ahkan amalan kita, kita berusaha keras membuat pembelaan. Namun ketika mazhab lain mengamalkan yang kita tidak amalkan, berganti kita membid’ahkan amalan tsb.

    salam damai.

  36. Amalan malam Ramadhan khusus shalat lail yg terkenal di dunia ahl bait yg di dunia lain dikenal dengan istilah Taraweh berjumlah 1000 (seribu rakaat)..dengan perincian :
    sepuluh malam pertama dan kedua 20 rakaat pd tiap malamnya yg terbagi pada 8 rakaat setelah maghrib dan 12 rakaat setelah Isya..jd totalnya 400 rakaat…sisanya yg 600 rakaat dilaksanakan pda 10 malam terakhir dengan perincian : 8 rakaat setelah Magrib dan 22 rakaat setelah Isya..total semuanya berjumlah 700 rakaat..nah..300 rakaatnya dikerjakan pada malam ganji, yaitu 100 rakaat pada malam 19, 100 rakaat pada malam 21 dan 100 rakaat pada malam 23..

  37. @truthseeker08
    “Pesan saya jangan sampai kita terjebak pada ego mazhab, dimana ketika mazhab lain membid’ahkan amalan kita, kita berusaha keras membuat pembelaan. Namun ketika mazhab lain mengamalkan yang kita tidak amalkan, berganti kita membid’ahkan amalan tsb.”…

    tatatertib amalannya menjadi gimana wahm kita dong..abuabu?

    bukankah ego kita sdh jelas mesti merujuk pada ego pd hadis tsaqolain?….kita manusia biasa tidaklah maksum ketika setiap amalan kita tdk merujuk pd ahlulbayt tsaqolain lalu apakah terjamin akan selamat?

  38. @truthseeker08
    “Pesan saya jangan sampai kita terjebak pada ego mazhab, dimana ketika mazhab lain membid’ahkan amalan kita, kita berusaha keras membuat pembelaan. Namun ketika mazhab lain mengamalkan yang kita tidak amalkan, berganti kita membid’ahkan amalan tsb.”…

    tatatertib amalannya menjadi gimana wahm kita dong..abuabu?

    bukankah ego kita sdh jelas mesti merujuk pada ego hadis tsaqolain?….kita manusia biasa tidaklah maksum ketika setiap amalan kita tdk merujuk pd ahlulbayt tsaqolain lalu apakah terjamin akan selamat?

  39. @dika

    tatatertib amalannya menjadi gimana wahm kita dong..abuabu?

    Maaf saya tidak merasa pernah mengatakan bahwa kita mengikuti sekehendak kita.
    Jika yang comment adalah yang anda kutip dari komentar saya, maka saya pastikan statement tsb tidak menunjukkan hal tsb.
    Statement tsb adalah mengomentari perilaku yang tidak konsisten dan tidak toleran thd mereka yang diluar mazhab. Artinya argumen kita jangan sampai terjebak dalam subjektivitas mazhab.

    Salam damai.

  40. RIWAYAT IBNU ASAKIR ASYSYAFII :
    Sesungguhnya Imam Syafi’i tidak shalat TARAWIH BERJAMAAH melainkan Beliau Shalat Dirumahnya.

    TARIKH DAMSYIQ JUZ 51 HAL 394, DARUL FIKR 1997

  41. hadits TSALATSALA

  42. Salam,
    .
    عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ احْتَجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَيْرَةً مُخَصَّفَةً أَوْ حَصِيرًا فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيهَا فَتَتَبَّعَ إِلَيْهِ رِجَالٌ وَجَاءُوا يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ ثُمَّ جَاءُوا لَيْلَةً فَحَضَرُوا وَأَبْطَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُمْ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ وَحَصَبُوا الْبَابَ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ مُغْضَبًا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا زَالَ بِكُمْ صَنِيعُكُمْ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُكْتَبُ عَلَيْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ
    Dari Zaid bin Tsabit RA bahwa Rasulullah SAW memasang tenda dari tikar pada sebuah tempat di masjid sehingga menjadi sebuah tempat untuk beliau shalat malam. Beberapa sahabat datang dan mereka shalat di belakang Nabi SAW. Kemudian pada malam berikutnya mereka datang lagi kesana tetapi Rasulullah SAW terlambat dan tidak keluar menemui mereka. Sehingga mereka mengeraskan suara mereka dan melempar pintu dengan batu kecil. Rasulullah SAW keluar dan berkata kepada mereka dengan marah “Janganlah demikian karena aku mengira (khawatir) bahwa shalat ini akan diwajibkan bagimu. Oleh sebab itu shalatlah di rumahmu masing-masing karena sebaik-baik shalat adalah di rumah kecuali shalat wajib”.

    Maaf maw nanya, dulu SP pernah nyebutin kalo hadits ini bersumber dari Shahih Bukhari. Boleh tau Kitab apa, Bab apa?

    Soalnya saya kesulitan melacak hadits ini kalo referensinya cuman: “Seperti yang dinyatakan dalam Shahih Bukhari juz 8 hal 27 no 6113″<–saya masih belum bisa ngelacak hadits ini di lidwa.com

    Syukran.

  43. @truseeker
    Rasulullah SAW memberi pilihan kepada umat untuk memilih untuk berjamaah ataukah sendiri di rumah.
    Masing2 dipersilakan untuk memilih mana yang lebih afdol bagi dirinya.
    Ada mereka yang lebih afdol ketika berjamaah dan ada yang lebih afdol ketika di rumah.
    Dan tidak bisa dilakukan perdebatan mana yang lebih baik bagi dirinya. Karena keduanya membawa keafdolannya masing2 (dan subjektif).

    mas sy kurang sependapat dengan anda
    Rasulullah saw tidaklah memberikan pilihan. Jika Rasulullah memberikan pilihan tentu beliau sudah mengatakannya kpd para sahabat yang ada dimesjid untuk mempersilahkan secara berjamaah atau sendiri2.

    Rasulullah melakukannya (berjamaah) karena ‘keterpaksaan’ bukan atas anjuran beliau, ingat Rasulullah itu sangat halus perasaannya, beliau tidak akan serta merta melarang. Sesungguhnya bagi manusia yang berperasaan peka, dgn tdk bersedianya rasulullah menemui mereka kembali (yg shalat berjamaah) adalah merupakan teguran ‘keras’, sampai2 besok paginya rasulullah harus menyampaikan kekhawatirannya.

    cukuplah kita berpegang pada kekhawatiran Rasulullah saw bukan pada asumsi kita ataupun sahabat.

    Mana yang lebih afdol ? klo menurut sy pribadi yang lebih afdol adalah yang mengikuti sunah Rasul bukan sunah sahabat.

    Mohon untuk direnungkan, bahwa rasulullah saw bukan cuma sekali mengalami (menjumpai) bulan ramadhan, tetapi sudah berkali-kali. Tetapi mengapa koq yang muncul cuma hadist yang menceritakan pembiaran Rasulullah yang selama 3 malam itu ? Apakah itu sengaja dimunculkan untuk mendukung sunahnya sahabat umar ? wallahualam bishawab.

  44. @Bahlul

    mas sy kurang sependapat dengan anda
    Rasulullah saw tidaklah memberikan pilihan. Jika Rasulullah memberikan pilihan tentu beliau sudah mengatakannya kpd para sahabat yang ada dimesjid untuk mempersilahkan secara berjamaah atau sendiri2.

    Rasulullah SAW akan lebih2 mengatakan kepada para sahabat jika itu terlarang, alih2 Beliau SAW membiarkan. 🙂

    Rasulullah melakukannya (berjamaah) karena ‘keterpaksaan’ bukan atas anjuran beliau, ingat Rasulullah itu sangat halus perasaannya, beliau tidak akan serta merta melarang.

    Wahhh rasanya agak berlebihan jika dikatakan terpaksa. Beliau SAW adalah seorang Rasul yang amanah, kehalusan budi pekerti Beliau SAW tidak menghalangi Beliau untuk menyampaikan yang benar (berperang pun Beliau SAW jalankan). Tidak sedikit pula kita temukan kecaman2 Beliau SAW ketika ada hal2 yang salah.

    Sesungguhnya bagi manusia yang berperasaan peka, dgn tdk bersedianya rasulullah menemui mereka kembali (yg shalat berjamaah) adalah merupakan teguran ‘keras’, sampai2 besok paginya rasulullah harus menyampaikan kekhawatirannya.

    Rasa2nya ada penjelasan atas ketidakhadiran Beliau SAW (jadi tidak lagi perlu diraba2 oleh perasaan), yakni Beliau SAW tidak lanjutkan (walaupun Beliau SAW ingin lanjutkan), hanya saja hal tsb tidak dilakukan agar (tetap sebagaimana yang sudah berjalan) tidak menjadi sesuatu yang akan diwajibkan.

    Mana yang lebih afdol ? klo menurut sy pribadi yang lebih afdol adalah yang mengikuti sunah Rasul bukan sunah sahabat.

    Setuju..!!
    Hanya saja saya disini saya melihat bahwa berjamaah maupun bersendiri adalah Sunnah Rasul.

    Mohon untuk direnungkan, bahwa rasulullah saw bukan cuma sekali mengalami (menjumpai) bulan ramadhan, tetapi sudah berkali-kali. Tetapi mengapa koq yang muncul cuma hadist yang menceritakan pembiaran Rasulullah yang selama 3 malam itu ?

    Sudah direnungkan. Dan saya tidak tahu kenapa hanya hadits tsb yang ada. Namun yang saya tahu, begitu juga untuk hal2 yang lain, yang juga sedikit hadits yang ditemukan. Namun jika melihat riwayat penyusunan hadits maka, parapengumpul sudah melakukan seleksi lebih lanjut untuk mengurangi pengulangan2 (panjang).
    Apakah itu sengaja dimunculkan untuk mendukung sunahnya sahabat umar ?
    Hehehe, saya sih tidak separanoid itu.. 😛

    wallahualam bishawab.

    sama. wallahualam bishawab.

    Salam damai.

  45. Ass.wr.wb.
    Mohon maaf sebelumnya,saya kurang begitu mengerti soal agama tetapi sebaiknya,tidaklah perlu kita pertentangkan,namun kita kembalikan kepada keyakinan kita masing-masing atas uraian Hadits yang telah ada,yang penting adalah sholat tarawih tidak mengalahkan sholat fardlu,dan tidak diartikan sebagai perbuatan yg memiliki keutamaan melebihi sholat fardlu.saya sepakat dengan pandangan bahwa Sholat tarawih di rumah adalah sunnah,dan sholat tarawih berjamaah di masjid atau musholla,tidak dilarang oleh rosululloh SAW,namun pekerjaan sholat tarawih itu sendiri tetaplah sunnah,tksh Wassalam.Wr.Wb.

  46. MENURUT SUNNAH RASUL SAW, SHALAT TARAWIH ATAU APAPUN SEBUTANNYA HENDAKNYA DILAKSANAKAN SENDIRI2 (DI MASJID ATAU DIRUMAH–di rumah sih lebih afdhol–) DENGAN DALIL SBB:

    1. Yahya menyampaikan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari Aisyah istri Nabi SAW bahwa Rasulullah SAW shalat di masjid pada suatu malam dan orang-orang pun shalat di belakangnya. Kemudian Beliau shalat di malam berikutnya dan lebih banyak orang yang shalat di belakangnya. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat dan Rasulullah SAW tidak menemui mereka. Pada pagi harinya, Beliau berkata ”Aku melihat apa yang kalian kerjakan, satu-satunya hal yang mencegah aku untuk keluar menemui kalian adalah karena aku khawatir shalat malam (bulan Ramadhan) akan menjadi wajib bagi kalian”. Hal ini terjadi di bulan Ramadhan. (Kitab Al Muwatta Imam Malik Kitab Shalat Fi Ramadhan Bab Targhib Fi Shalat Fi Ramadhan hadis no 248 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi:)

    2. Ummul Mukmin Aisyah berkata: “Pada satu pertengahan malam, Rasulullah keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat di masjid. Beberapa orang mengikuti shalat beliau (sebagai makmum. red). Masyarakatpun mulai berdatangan karena kabar yang tersebar. Hal itu berjalan hingga malam ketiga. Masjidpun menjadi penuh. Pada malam keempat, setelah melaksanakan shalat Subuh Rasul berkhutbah di depan masyarakat dengan sabdanya: “…Aku khawatir perbuatan ini akan menjadi (dianggap) kewajiban sedang kalian tidak dapat melaksanakannya”. Sewaktu Rasulullah meninggal, suasana menjadi sedia kala” (Shahih Bukhari jilid 1 halaman 343)

    Hadis Imam Malik diatas sahih atau tidak sepertinya harus diteliti lagi, sebab Hadis Bukhori di atas secara sanadnya terdapat pribadi yang bernama Yahya bin Bakir yang dihukumi lemah (dhaif) dalam meriwayatkan hadis. Hal itu bisa dilihat dalam kitab “Tahdzibul Kamal” jilid 20 halaman 40 dan atau Siar A’lam an-Nubala’ jilid 10 halaman 612. Dan hadis ini tidak menyatakan sholat tsb dilakukan di bulan romadhonatau sehingga itu menunjukkan shalat tarawih atau bukan.

    DARI KEDUA HADIS DIATAS (KALAUPUN SAHIH) SANGAT JELAS DIISYARATKAN BAHWA PADA DASARNYA RASULULLAH SAW BERNIAT MENGERJAKAN SHOLAT SUNNAH TSB SENDIRIAN WALAUPUN RASUL SAW TIDAK MENGATAKAN

    3. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya yang dinukil dari Abdurrahman bin Abdul Qori yang menjelaskan: “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!”” (Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73)

    KETIKA UMAR MENGATAKAN ” INILAH SEBAIK2 BID’AH” MAKA SUDAH DIPASTIKAN BAHWA SHOLAT TERAWIH BERJAMA’AH TIDAK PERNAH DILAKUKAN OLEH RASUL SAW.

    Al-Qosthalani dalam kitab Shahih Bukhari tadi mengatakan: “Ia mengakui bahwa itu adalah bid’ah karena Rasul tidak pernah memrintahkanya sehingga shalat sunah di malam Ramadhan harus dilakukan secara berjamaah. Pada zaman Abu Bakar pun tidak pernah ada hal semacam itu. Begitu pula tidak pernah ada pada malam pertama Ramadhan (di malam hari keluarnya perintah Umar tadi. red). Juga dalam kaitannya dengan jumlah rakaat (shalat tarawih) yang tidak memiliki asal” (Irsyad as-Sari jilid 5 halaman 4).
    Dan dalam kitab Fathul Bari, Umdah al-Qori dan beberapa kitab lain yang dikarya untuk mensyarahi Shahih Bukhari.

    As-Suyuthi dalam kitab “Tarikh al-Khulafa’” menjelaskan bahwa, pertama kali yang memerintahkan untuk melakukan shalat tarawih secara berjamaah adalah Umar bin Khatab.

    Abu Walid Muhammad bin Syuhnah dalam mengisahkan kejadian tahun 23 H kurang lebih mengatakan hal yg sama.

    Muhammad bin Saad sebagaimana yang tercantum dalam jilid ketiga kitab “at-Tabaqoot” sewaktu menyebut nama Umar bin Khatab.

    Ibnu Abdul Bar dalam kitab “al-Isti’ab” sewaktu mensyarahi pribadi Umar bin Khatab.

    ADAPUN SEBAIK2 SHOLAT SUNNAH DILAKUKAN DI RUMAH ADALAH MENURUT HADIS:

    Rasul saw bersabda: “Hendaknya atas kalian untuk melakukan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat adalah yang dilakukan di rumah, kecuali shalat fardhu (wajib)” (Shohih Muslim dengan Syarh Imam Nawawi jilid 6 halaman 39, atau pada kitab Fathul Bari jilid 4 halaman 252).

  47. masih belum bisa dipastikan hadits dr aisyah tsb selama 3 mlm adalah itu sholat tarawih,bisa jadi sholat tsb hanya sholat witir

  48. masih belum bisa dipastikan hadits dr aisyah tsb selama 3 mlm adalah itu sholat tarawih,bisa jadi sholat tsb hanya sholat witir

  49. @ABU BAKAR

    Ummul Mukmin Aisyah berkata: “Pada satu pertengahan malam, Rasulullah keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat di masjid.

    Berarti Rasulullah dengan sengaja shalat sunnah di masjid, yang artinya kafdolan shalat sunnah di rumah tidak menghalangi Rasulullah untuk shalat sunnah di masjid (mestinya tidak ada lagi dalil tsb digunakan untuk isu ini), tapi herannya masih juga ada..:) )

    Beberapa orang mengikuti shalat beliau (sebagai makmum. red). Masyarakatpun mulai berdatangan karena kabar yang tersebar. Hal itu berjalan hingga malam ketiga. Masjidpun menjadi penuh.

    Paragraf ini menunjukkan dengan jelas bahwa Rasulullah pernah berjamaah (shalat tarawih). Artinya sangat mengada2 kalau ada yang menyatakan bahwa tarawih berjamaah adalah sunnah Umar.

    Pada malam keempat, setelah melaksanakan shalat Subuh Rasul berkhutbah di depan masyarakat dengan sabdanya: “…Aku khawatir perbuatan ini akan menjadi (dianggap) kewajiban sedang kalian tidak dapat melaksanakannya”.

    Di paragraf ini Rasulullah tidak melakukan pelarangan untuk berjamaah, Beliau hanya membatasi diri Beliau untuk berjamaah agar shalat sunnah ini tidak menjadi wajib (yang nantinya akan memberatkan umat). Tidak ada kata2 bahwa Beliau melarang berjamaah. Sangat jelas bagi saya bahwa, Beliau hanya menghindarkan dari jatuhnya kewajibanpada shalat (sunnah) tsb. Jadi, kekhawatirannya adalah pada kehadiran Beliau bukan pada shalatnya umat di masjid.

    Sewaktu Rasulullah meninggal, suasana menjadi sedia kala”

    Ini kemungkinan menunjukkan bahwa mengapa Khalifah Umar ra menganggap dirinya melakukan bid’ah. Karena setelah Rasulullah meninggal maka tarawih adalah shalat yang bersendiri.

    salam damai.

  50. Menurut saya, kita sih tidak pernah tau apa sesungguhnya maksud Umar itu (membangkang atau ingin menciptakan ketoleransian) dan hanya Umarlah yg tahu, dan kalau dikatakan bahwa umar melakukan bid’ah itu hanyalah ‘anggapan Umar’ rasanya asumsi itu terlalu dipaksakan mengingat sdr Umar itu gemar sekali ‘merubah2’ sunnah rasulullah saw seperti yg banyak ditulis dalam sejarah juga hadis dan apalagi sholat tsb dilakukan sendiri2 pasca rasulullah saw meninggal sampai kepemimpinan Abu Bakar ( kurang lebih selama 2 TH), masa Umar tidak mengetahui bagaimana ummat bersholat tarawih yg dilakukan selama dua kali tsb dalam kurun waktu 2 th. Umar kan paling doyan protes terhadap Nabi saw apalagi terhadap Abu Bakar.

    Dan perlu dicermati sekali lagi adalah tentang Hadis Imam Malik dan Hadis Imam Bukhori yg di bawakan di forum ini adalah bertentangan satu dg yg lain mengenai ‘itu sholat sunnah romadhon atau bukan’!

    Dan bagaimana dengan pendapat Imam ‘Ali? itupun tidak pernah terjawab mengingat tidak adanya hadis2 dari Imam ‘Ali perihal sholat sunnah romadhon tsb.

    Sebagai tambahan, menurut berita 2 yg saya baca bahwa di Iran sendiri tidak ada sholat tarawih berjamaah.

    Salam Damai

  51. @ SEMUANYA

    ANDAIKATA HADIS IMAM MALIK DAN IMAM BUKHARI ITU SAHIH, PERTANYAANNYA ADALAH

    1. APAKAH RASULULLAH SAW SETELAH MELAKUKAN SHALAT SUNNAH MALAM TSB SELAMA 3-4 MALAM DI MASJID KEMUDIAN TIDAK MENGALAMI BULAN RAMADHAN LAGI? (WAFAT), HEHEHE

    2. KALAU WAFAT YA SELESAI, TAPI KALAU MASIH MENGALAMI KEADAAN RAMADHAN LAGI APAKAH SHALAT SUNNAH RAMADHAN BELIAU LAKUKAN TETAP MAMBIARKAN BERJAMAAH ATAU SENDIRI2? HEHEHE

    SALAM

  52. @Si Pengamat
    Hehehe karena jadi ribet dengan asumsi masing2, maka saya tanya singkat dan silakan dijawab singkat juga:
    “Apakah Rasulullah SAW pernah shalat “tarawih” berjamaah?”
    🙂
    salam damai.

  53. Jangan sampai sesuatu yang jernih menjadi/dibuat kabur hanya karena fanatisme mazhab.

    salam damai.

  54. @truthseeker08
    Rosulullah Saww merujuk pd beberapa hadist, termasuk hadist dari Aisyah dalam melakukan sholat sunnah “taraweh” menurut saya jelas sekali beliau tdk pernah mengajak berjamaah para sohabat yg ada di masjid, Beliau pergi ke masjid langsung melakukan solat taraweh dgn niat sendiri, lalu terlihat sepertinya para sohabat sertamerta melakukan tindakan makmumin di belakang Nabi Saww padahal tidak ada komando solat jamaah sebelumnya dr Imam solat (Rosulullah SAW)…wallahu a’lam

    salom

  55. @ truthseeker08

    Hehehe, “Apakah Rasulullah SAW pernah shalat “tarawih” berjamaah?” hmmm… sebeleum terjawab, ana juga bertanya kepada antum apakah hadis Imam Malik dan Bukhori tsb adalah PASTI SAHIH?

  56. @abuzillan
    Kita semua paham bahwa Rasulullah SAW tidak mengajak, namun kita juga paham (mestinya) Rasulullah SAW tidak menolak/melarang (kita ketahui bahwa shalat tsb bukan hanya 1x salam, dan juga hal tsb terulang pada malam2 selanjutnya).
    Ngeles2 yang menghendaki agar berjamaah adalah sunnah Umar dan tarawih berjamaah adalah salah (karena bertentangan dengan mazhab tertentu) bagi saya adalah terkesan maksa dan mengkaburkan nash yang sudah jelas. (maaf).

    salam damai.

  57. @Si Pengamat

    Maaf saya tidak di posisi untuk menyatakan hadits tsb adalah sahih atau tidak. Namun sepanjang yang saya ketahui mereka yang berdiskusi disini (baik yang setuju dengan taraweh berjamaah, maupun yang tidak) semua sama2 mengutip hadits ini sebagai dalil mereka (asumsi saya tentunya mereka semua menganggap hadits tsb sahih atau minimal tidak mempermasalahkannya).
    Dan anda satu2nya yang kemudian datang dengan mempertanyakan kesahihan hadits tsb (setelah sekian lama diskusi ini berjalan), sehingga terkesan pada saya anda berusaha menggagalkan keabsahan taraweh berjamaah dengan cara “apapun”.. 🙂

    @ALL
    Apa sebenarnya urgensinya/kegentingannya jika taraweh berjamaah adalah dibolehkan?
    Apakah hanya karena fanatisme mazhab? Sayang sekali. 😦
    Apakah hanya karena taraweh berjamaah terkenal dipopulerkan oleh khalifah Umar? Sayang sekali.. 😦

    salam damai.

  58. @ truthseeker08

    Hmmm.. ‘saya terkesan menggagalkan keabsahan sholat tarawih berjamaah dengan cara apaun’ hmmm… Ana rasa andalah yg terlalu memaksakan asumsi, apa lagi hanya mengandalkan ‘satu2nya’ hadis (andapun tidak yakin akan kesahihan hadis2 tsb) di atas.

    Asumsi saya bukannya tanpa dalil! Nyatanya pada masa khilafah Abu Bakar sama sekali tidak ada shalat Tarawih secara berjamaah!
    disamping pernyataan hadis Ibnu Umar di atas.

    Juga hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit. Di dalam hadits tersebut Zaid bercerita bahwa ketika Rasulullah Saw tidak lagi datang ke masjid, jamaah shalat itu berteriak-teriak dan melempar pintu rumah Rasulullah Saw dengan kerikil. Barangkali maksud mereka ingin membangunkan beliau, karena mereka menduga, barangkali beliau ketiduran atau lupa. Mengetahui mereka berbuat biadab seperti itu, beliau Saw keluar dengan sangat marah dan berkata kepada mereka: “Masih saja kalian ingin melakukan shalat nafilah berjamaah, sehingga aku menduga nantinya akan diwajibkan kepada kalian. Lakukanlah shalat nafilah itu di rumah-rumah kalian. Karena sesungguhnya sebaik-baik shalat seseorang adalah jika dilakukan di dalam rumahnya, kecuali shalat fardhu” (Lihat kitab as-Syarhul Kabir ‘alal muqni 1/749 oleh Ibnu Quddamah al-Maqdisi)

    Juga ulama sunni Al-Qasthalani dengan terus terang mengatakan bahwa

    1. Nabi Saw tidak menganjurkan shalat Tarawih itu dilakukan berjamaah.

    2. Pada masa Khalifah Abu Bakar pun tidak berjamaah.

    3. Shalat Tarawih itu tidak dilakukan pada awal malam (tetapi pada pertengahan malam).

    4. Tidak dilakukan setiap malam.

    5. Tidak dilakukan sebanyak seperti yang sekarang

    Sepertinya tidak adil kalau hanya membawakan hadis atau pendapat dari kalangan sunni saja tanpa membawakan hadis dari kalangan syiah.

    1. Abu al-Qasim Ibnu Qaulawaih (wafat th 369 H), salah seorang perawi Syi’ah, meriwayatkan sebuah hadits dari Imam al-Baqir dan Imam as-Shadiq As, bahwa kedua Imam maksum tersebut bersabda:

    “Ketika Amirul mukmini Ali As tinggal di kota Kufah, masyarakat mendatangi beliau dan berkata kepadanya: “Angkatlah seorang imam shalat buat kami untuk menjadi imam pada bulan suci Ramadhan!”. Beliau As menjawab: “Tidak”. Dan beliau As melarang mereka untuk melakukan jamaah pada bulan suci tersebut. Lalu mereka memprotes dan berkata: “(Wahai muslimin!), tangisilah Ramadhan..! Waa Ramadhaanaah….! (Betapa malangnya bulan Ramadhan…!)”. Al-Haris al-A’war segera mendatangi beliau bersama orang-orang dan ia berkata: “Wahai Amirul mukminin, kaum muslimin menjadi ribut, mereka memprotes ucapanmu!”. Ketika itu beliau As berkata: “Biarkanlah apa yang mereka inginkan. Biarkan seorang imam yang mereka pilih shalat bersama mereka!” (Lihat kitab as-Sara’ir 3/638 oleh Muhammad bin Idris)

    2. Beberapa orang perawi hadits Syi’ah, seperti Zurarah, Muhammad bin Muslim dan Fudhail pernah bertanya kepada Imam Abu Ja’far al-Baqir As dan Imam Abu Abdillah as-Shadiq As mengenai shalat nafilah lail secara berjamaah pada bulan suci Ramadhan. Kedua Imam maksum itu menjawab: “Sesungguhnya Nabi Saw apabila usai melakukan shalat (di masjid) pada akhir isya’ (menjelang tengah malam), pulang ke rumahnya. Kemudian beliau keluar lagi ke masjid pada akhir malam untuk melakukan shalat sunat. Pada malam pertama bulan suci Ramadhan, beliau Saw pernah keluar (ke masjid) untuk melakukan shalat sunat seperti yang biasa beliau lakukan sebelumnya. Ketika itu kaum muslimin berdiri berbaris di belakang beliau (menjadi makmum). Mengetahui hal itu, beliau keluar meninggalkan mereka dan melanjutkan shalatnya di rumah beliau. Hal semacam itu (menjadi makmum) mereka lakukan selama tiga malam. Pada malam keempat beliau Saw naik ke mimbar. Setelah memuji Allah Swt beliau Saw berkata: “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya shalat sunat pada malam Ramadhan, jika dilakukan secara berjamaah adalah bid’ah, shalat Dhuha juga bid’ah. Janganlah kalian melakukan shalat nafilah secara berjamaah pada malam bulan Ramadhan, jangan pula kalian melakukan shalat Dhuha. Karena hal itu merupakan maksiat. Ketahuilah sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat. Dan setiap kesesatan jalannya ke neraka”.

    Kemudian beliau Saw turun dari mimbarnya dan berkata: “Perbuatan yang sedikit tetapi sesuai dengan Sunnah, lebih baik dari perbuatan banyak dalam ke-bid’ah-an”. (Lihat kitab al-Faqih, kitab as-Shaum: 87 oleh as-Shaduq. Al-Kulayni juga di dalam kitabnya al-Kafi 4/154 )

    3. Imam Ja’far as-Shadiq As pernah berkata:

    “Ketika Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib As datang di kota Kufah, beliau menyuruh puteranya yang bernama al-Hasan As agar memberitahukan kepada kaum muslimin “Hendaknya mereka tidak melakukan shalat-shalat sunat pada bulan suci Ramadhan secara berjamaah di masjid”. Nah ketika perintah itu disampaikan oleh al-Hasan As kepada kaum muslimin, mereka banyak yang tidak menerima dan memprotes. Mereka menduga bahwa perintah itu sebagai kebijakan yang baru dari Imam Ali As. Karena tradisi shalat Tarawih secara berjamaah yang merupakan sunnah Umar, sudah begitu mendarah daging di kalangan mereka. Karenanya, ketika mendengar larangan itu mereka berteriak: “Waa Umaraah…Waa Umaraah…!!” Artinya: Kasihan sekali si Umar…kasihan sekali si Umar..!! Mendengar teriakan mereka seperti itu al-Hasan As pun kembali ke rumah. Setibanya di rumah, Imam Ali As bertanya kepadanya: “Teriakan apakah itu?”. Al-Hasan As menjawab: “Wahai Amirul mukminin, ketika perintah Antum saya sampaikan, mereka berteriak “Waa Umaraah, waa Umaraah..!!”. Melihat kondisi kaum muslimin masih seperti itu, kemudian Imam Ali As berkata kepada puteranya tersebut: “Qul Lahum: Shallu !”. Artinya: “Katakan kepada mereka: Lakukanlah shalat !”

    Kiranya itulah dalil2 yg bisa saya kutibkan dan semoga bermanfaat, dan kalau masih ada yg ngebantah silakan saja, itu hak anda. Bagi saya pribadi dalil diatas sudah sangat cukup dan gamblang akan hukumnya sholat nafilah atau terawih berjama’ah tsb.

    Salam damai

  59. Apa sebenarnya urgensinya/kegentingannya jika taraweh berjamaah adalah dibolehkan?
    Saya jawab: Hanya Umar yg tahu!

    Apakah hanya karena fanatisme mazhab? Sayang sekali. 😦
    Saya jawab: Tidak! tetapi fanatisme kpd Rasulullah saw, dan hal itu tidak sayang sekali. 🙂

    Apakah hanya karena taraweh berjamaah terkenal dipopulerkan oleh khalifah Umar? Sayang sekali..
    Saya jawab: Tidak! karena tidak dipopulerkan Rasululloh saw, dan hal itu juga tidak sayang sekali. 🙂

    Syukron, Salam damai

  60. @truthseekers

    “Apakah Rasulullah SAW pernah shalat “tarawih” berjamaah?” 🙂

    darimana keyakinan anda dr hadits tsb bhw sholat tsb adalah sholat tarawih

    Apakah hanya karena fanatisme mazhab? Sayang sekali. 😦

    masih belum ko,jgn buru2 dulu

  61. @Pengamat on Agustus 23, 2011 at 5:13 pm

    Ada yg ingin sy tanyakan (mungkin agak melenceng dari disukusi 🙂 ) sehubungan dgn riwayat yg saudara sampaikan di point (2);

    1.

    Pada malam pertama bulan suci Ramadhan, beliau Saw pernah keluar (ke masjid) untuk melakukan shalat sunat seperti yang biasa beliau lakukan sebelumnya

    Apakah Nabi saw biasa melakukan shalat sunnat di masjid?

    2.

    Hal semacam itu (menjadi makmum) mereka lakukan selama tiga malam

    Apakah maksud riwayat ini Nabi saw masih ke masjid untuk shalat sunnat dan dimakmuni oleh orang2?

    3.

    Shalat dhuha juga bid’ah

    Apakah maksudnya sebelum Nabi saw dilahirkan, shalat dhuha sdh menjadi kebiasaan di Makkah? Darimana dan kapan istilah shalat dhuha ini muncul?

    Salam

  62. @ armand

    Untuk Poin 1 & 2 menurut antum sendiri bagaimana?

    Untuk poin 3, mengenai sejarah sholat dhuha, maaf saya tidak sampai kesana, atau barangkali teman2 ada yg bisa menjawab, syukron.

    Salam damai

  63. @pengamat
    mengapa dalam kitab as sara’ir imam Ali membiarkan kaum muslimin sholat taraweh berjamaah yang sebelumnya dilarang beliau?

  64. menurut saya sih , kalau mau ikut nabi ( asumsinya hadist2 sola taraweh itu bener2 bener lho), maka salat tarawehlah berjamaah beberapa hari saja, kemudian dilanjutkan dengan salat sendiri2 dirumah masing2, gimana bro? kan jenggot dan celana cingkrang juga ngikut nabi to?

  65. Ambil baiknya saja

Tinggalkan komentar