Pengakuan Ummu Salamah : Ahlul Bait Dalam Al Ahzab 33 Adalah Ahlul Kisa’

Pengakuan Ummu Salamah : Ahlul Bait Dalam Al Ahzab 33 Adalah Ahlul Kisa’

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya soal Al Ahzab 33 atau ayat tathiir. Jika sebelumnya Ummu Salamah mengakui kalau dirinya sebagai istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bukan sebagai ahlul bait yang dimaksud maka kali ini Ummu Salamah mengakui kalau ahlul bait dalam Al Ahzab 33 ditujukan untuk Ahlul Kisa’ yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alihi wasallam], Imam Ali, Sayyidah Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husain.

وأنبأنا أبو محمد عبد الله بن صالح البخاري قال حدثنا الحسن بن علي الحلواني قال حدثنا يزيد بن هارون قال حدثنا عبد الملك بن أبي سليمان عن عطاء عن أم سلمة وعن داود بن أبي عوف عن شهر بن حوشب عن أم سلمة  وعن أبي ليلى الكندي عن أم سلمة رحمها الله بينما النبي صلى الله عليه وسلم في بيتي على منامة له عليها كساء خيبري إذ جاءته فاطمة رضي الله عنها ببرمة فيها خزيرة فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم ادعي زوجك وابنيك  قالت : فدعتهم فاجتمعوا على تلك البرمة يأكلون منها ، فنزلت الآية : إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا  فأخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم فضل الكساء فغشاهم مهيمه إياه ، ثم أخرج يده فقال بها نحو السماء ، فقال اللهم هؤلاء أهل بيتي وحامتي فأذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا  قالت : فأدخلت رأسي في الثوب ، فقلت : رسول الله أنا معكم ؟ قال إنك إلى خير إنك إلى خير قالت : وهم خمسة : رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وعلي ، وفاطمة ، والحسن والحسين رضي الله عنهم

Telah memberitakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah bin Shalih Al Bukhari yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin ‘Ali Al Hulwaaniy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Atha’ dari Ummu Salamah dan dari Dawud bin Abi ‘Auf dari Syahr bin Hawsyaab dari Ummu Salamah dan dari Abu Laila Al Kindiy dari Ummu Salamah “sesungguhnya Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berada di rumahku di atas tempat tidur yang beralaskan kain buatan Khaibar. Kemudian datanglah Fathimah dengan membawa bubur, maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “panggillah suamimu dan kedua putramu”. [Ummu Salamah] berkata “kemudian ia memanggil mereka dan ketika mereka berkumpul makan bubur tersebut turunlah ayat Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya, maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengambil sisa kain tersebut dan menutupi mereka dengannya, kemudian Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengulurkan tangannya dan berkata sembari menghadap langit “ya Allah mereka adalah ahlul baitku dan kekhususanku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah sesuci-sucinya. [Ummu Salamah] berkata “aku memasukkan kepalaku kedalam kain dan berkata “Rasulullah, apakah aku bersama kalian?. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “kamu menuju kebaikan kamu menuju kebaikan. [Ummu Salamah] berkata “mereka adalah lima orang yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali, Fathimah, Hasan dan Husein raidallahu ‘anhum” [Asy Syari’ah Al Ajjuri 4/383 no 1650]

Hadis ini sanadnya shahih. Diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Syahr bin Hausab, ia perawi yang hadisnya hasan dengan penguat dari yang lain. Disini ia telah dikuatkan oleh riwayat Atha’ dari Ummu Salamah dan riwayat Abu Laila Al Kindiy dari Ummu Salamah.

  • Abu Muhammad ‘Abdullah bin Shalih Al Bukhari adalah ulama Baghdad yang tsiqat. Abu Ali Al Hafizh berkata “tsiqat ma’mun”. Abu Bakar Al Ismailiy berkata “tsiqat tsabit” [Tarikh Baghdad 11/159 no 5064]. Adz Dzahabi berkata “Imam shaduq” [As Siyar 14/243 no 145]
  • Hasan bin Ali Al Hulwaaniy adalah perawi Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah yang tsiqat. Yaqub bin Syaibah berkata “tsiqat tsabit”. Nasa’i berkata “tsiqat”. Al Khatib berkata “tsiqat hafizh”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 530]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh” [At Taqrib 1/207]
  • Yazid bin Harun bin Waadiy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Madini berkata “ia termasuk orang yang tsiqat” dan terkadang berkata “aku tidak pernah melihat orang lebih hafizh darinya”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Al Ijli berkata “tsiqat tsabit dalam hadis”. Abu Bakar bin Abi Syaibah berkata “aku belum pernah bertemu orang yang klebih hafizh dan mutqin dari Yazid”. Abu Hatim menyatakan ia tsiqat imam shaduq. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Yaqub bin Syaibah menyatakan tsiqat. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat ma’mun” [At Tahdzib juz 11 no 612]
  • Abdul Malik bin Abi Sulaiman adalah perawi Bukhari dalam Ta’liq Shahih Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad, Ibnu Ma’in, Ibnu Ammar, Yaqub bin Sufyan, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Tirmidzi menyatakan ia tsiqat. Al Ijli berkata ”tsabit dalam hadis”. Abu Zur’ah berkata ”tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 6 no 751]. Ibnu Hajar berkata ”shaduq lahu awham” [At Taqrib 1/616] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Abdul Malik bin Abi Sulaiman seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4184]
  • Atha’ bin Abi Rabah adalah perawi kutubus sittah tabiin yang dikenal tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “dia seorang yang tsiqat faqih alim dan banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 385]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat memiliki keutamaan dan banyak melakukan irsal” [At Taqrib 1/674]. Riwayat Atha’ dari Ummu Salamah dikatakan mursal tetapi hal ini tidak memudharatakan hadisnya karena ia dikuatkan oleh riwayat Syahr dan Abu laila Al Kindiy. Selain itu dalam riwayat lain disebutkan kalau Atha’ meriwayatkan hadis kisa’ dari Umar bin Abu Salamah.
  • Dawud bin Abi ‘Auf adalah perawi Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah. Sufyan menyatakan ia tsiqat. Ahmad dan Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “shalih al hadits”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Adiy berkata ia berlebihan dalam tasyayyu’ kebanyakan hadisnya tentang ahlul bait di sisiku ia tidak kuat dan tidak bisa dijadikan hujjah [At Tahdzib juz 3 no 375] Ibnu Hajar berkata “shaduq syiah pernah salah” [At Taqrib 1/281]
  • Syahr bin Hausab perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim dan Ashabus Sunan. Ia seorang yang diperbincangkan sebagian melemahkannya dan sebagian menguatkannya. Musa bin Harun berkata “dhaif”. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Ahmad berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat. Yaqub bin Syaibah berkata “tsiqat sebagian mencelanya”. As Saji berkata “dhaif tidak hafizh”.Abu Zur’ah berkata “tidak ada masalah padanya”. Abu Hatim berkata “tidak bisa dijadikan hujjah”. Ibnu Adiy berkata “tidak kuat dalam hadis dan tidak bisa dijadikan hujjah”. Ibnu Hibban berkata “ia sering meriwayatkan dari perawi tsiqat hadis-hadis mu’dhal dan sering meriwayatkan dari perawi tsabit hadis yang terbolak-balik. Al Baihaqi berkata “dhaif” [At Tahdzib juz 4 no 635]. Ibnu Hajar berkata “shaduq banyak melakukan irsal dan wahm” [At Taqrib 1/423]. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 162.
  • Abu Laila Al Kindiy adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Al Ijli berkata tabiin kufah yang tsiqat [At Tahdzib juz 12 no 995]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 2/460]. Terdapat dua nukilan dari Ibnu Ma’in yaitu riwayat Ahmad bin Sa’d bin Abi Maryam dari Ibnu Ma’in bahwa ia tsiqat dan riwayat dari Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah dari Ibnu Ma’in bahwa ia dhaif, yang rajih adalah riwayat Ibnu Abi Maryam karena ia seorang yang tsiqat sedangkan Ibnu Abi Syaibah diperbincangkan ia telah dilemahkan oleh sebagian ulama.

Hadis di atas dengan jelas menyebutkan bahwa Ahlul Bait yang dimaksudkan dalam Al Ahzab 33 adalah lima orang yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Imam Ali, Sayyidah Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husein. Hal ini dikuatkan oleh riwayat Syahr bin Hausab berikut

أَخْبَرَنَا أَبُو سَعْدٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَفْصٍ الْمَالِينِيُّ ، أَخْبَرَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ الْحَسَنُ بْنُ رَشِيقٍ بِمِصْرَ ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ الرَّازِيُّ ، حَدَّثَنِي أَبُو أُمَيَّةَ عَمْرُو بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الأُمَوِيُّ ، حَدَّثَنَا عَمِّي عُبَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ ، عَنِ الثَّوْرِيِّ ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ زُبَيْدٍ ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، : أَنَّ رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” دَعَا عَلِيًّا ، وَفَاطِمَةَ ، وَحَسَنًا ، وَحُسَيْنًا ، فَجَلَّلَهُمْ بِكِسَاءٍ ، ثُمَّ تَلا : إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا  قَالَ وَفِيهِمْ أُنْزِلَتْ

Telah mengabarkan kepada kami Abu Sa’d Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Hafsh Al Maaliiniy yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad Hasan bin Rasyiiq di Mesir yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Sa’id bin Basyiir Ar Raaziy yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Umayyah ‘Amru bin Yahya bin Sa’id Al Umawiy yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku ‘Ubaid bin Sa’id dari Ats Tsawriy dari ‘Amru bin Qais dari Zubaid dari Syahr bin Hausab dari Ummu Salamah radiallahu ‘anha bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husein kemudian menyelimutinya dengan kain kemudian membaca “Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya” dan berkata “untuk merekalah turunnya ayat” [Muudhih Awham Jami’ Wal Tafriq Al Khatib Baghdad 2/281]

Riwayat ini sanadnya shahih hingga Syahr bin Hausab. Diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya.

  • Abu Sa’d Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Hafsh Al Maaliniy adalah seorang yang tsiqat. Al Khatib berkata “tsiqat shaduq mutqin baik dan shalih” [Tarikh Baghdad 6/24 no 2511]
  • Abu Muhammad Hasan bin Rasyiiq adalah Imam Muhadis shaduq musnad Mesir sebagaimana yang disebutkan oleh Adz Dzahabi [As Siyar 16/280 no 197]
  • Ali bin Sa’id bin Basyiir Ar Raziiy adalah seorang yang tsiqat pernah melakukan kesalahan dan dibicarakan dalam sirahnya [Irshad Al Qadiy no 679]
  • ‘Amru bin Yahya bin Sa’id Al Umawiy dengan kuniyah Abu Umayah adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/749]
  • Ubaid bin Sa’id Al Umawiy adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/644]
  • Sufyan Ats Tsawriy adalah seorang yang disepakati tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh, faqih, ahli ibadah imam dan hujjah” [At Taqrib 1/371]
  • ‘Amru bin Qais Al Mala’iy seorang yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat mutqin ahli ibadah” [At Taqrib 1/744]
  • Zubaid bin Harits Al Yaamiy adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit ahli ibadah” [At Taqrib 1/308]

Riwayat Syahr bin Hausab di atas menyebutkan kalau ayat tathiir tersebut memang turun untuk Ahlul Kisa’ yang dipanggil oleh Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Hal ini senada dengan riwayat berikut

أخبرنا أبو القاسم علي بن إبراهيم أنا أبو الحسين محمد بن عبد الرحمن بن أبي نصر أنا يوسف بن القاسم نا علي بن الحسن بن سالم نا أحمد بن يحيى الصوفي نا يوسف بن يعقوب الصفار نا عبيد بن سعيد القرشي عن عمرو بن قيس عن زبيد عن شهر عن أم سلمة عن النبي (صلى الله عليه وسلم) في قول الله عز وجل ” إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا ” قال الحسن والحسين وفاطمة وعلي عليهم السلام فقالت أم سلمة يا رسول الله وأنا قال أنت إلى خير

Telah mengabarkan kepada kami Abu Qasim ‘Ali bin Ibrahim yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Abi Nashr yang berkata telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Qaasim yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hasan bin Saalim yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yahya Ash Shufiy  yang berkata telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Ya’qub Ash Shaffaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaid bin Sa’id Al Qurasiy dari ‘Amru bin Qais dari Zubaid dari Syahr bin Hausab dari Ummu Salamah dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tentang firman Allah ‘azza wa jalla “Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya” Beliau berkata “Hasan, Husain, Fathimah dan Ali [‘alaihimus salam]”. Ummu Salamah berkata “wahai Rasulullah, dan aku?” Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “engkau menuju kebaikan” [Tarikh Ibnu Asakir 14/139]

Abul Qasim ‘Ali bin Ibrahim adalah Syaikh Al Imam muhaddis yang tsiqat dan terhormat. Ibnu Asakir berkata “tsiqat” [As Siyar 19/359 no 212]. Abu Husain Muhammad bin Abi Nashr An Nursiy adalah Syaikh Al Alim Al Muqri dimana Al Khatib berkata “tsiqat” [As Siyar 18/84 no 37]. Yusuf bin Qasim Al Qadhiy adalah Al Imam Al Hafizh Al Muhaddis, Abdul Aziz bin Ahmad Al Kattaniy menyatakan ia tsiqat [As Siyar 16/361 no 258]. ‘Ali bin Hasan bin Salim disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat Ibnu Hibban juz 3 no 14514]. Ahmad bin Yahya bin Zakaria Al Audiy Ash Shufiy adalah ahli ibadah yang tsiqat [At Taqrib 1/48]. Yusuf bin Ya’qub Ash Shaffar seorang yang tsiqat [At Taqrib 2/348]. Ubaid bin Sa’di dan ‘Amru bin Qais telah disebutkan bahwa mereka tsiqat. Riwayat ini menjadi penguat bagi riwayat sebelumnya dan sangat jelas menyatakan kalau Ahlul Bait yang dimaksud dalam ayat tathiir adalah Imam Ali, Sayyidah Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husain.

حدثني إسحاق بن الحسن بن ميمون الحربي ، ثنا أبو غسان ، ثنا فضيل ، عن عطية ، عن أبي سعيد الخدري عن أم سلمة ، قالت : نزلت هذه الآية في بيتي إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا قلت : يا رسول الله ألست من أهل البيت ؟ قال : إنك إلى خير ، إنك من أزواج رسول الله قالت : وأهل البيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلي وفاطمة والحسن والحسين عليهم السلام

Telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Hasan bin Maimun Al Harbiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ghasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Fudhail dari Athiyah dari Abu Sa’id Al Khudri dari Ummu Salamah yang berkata ayat ini turun di rumahku ““Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya”. [Ummu Salamah] berkata “wahai Rasulullah bukankah aku adalah ahlul baitmu?”. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjawab “kamu menuju kebaikan kamu termasuk istri Rasulullah” [Ummu Salamah] berkata “dan ahlul bait adalah Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain” [Al Ghailaniyat Abu Bakar Asy Syafi’i no 237]

Abu Bakar Asy Syafi’i adalah Muhammad bin ‘Abdullah bin Ibrahim seorang Imam muhaddis mutqin hujjah faqih musnad Irak. Al Khatib berkata “tsiqat tsabit banyak meriwayatkan hadis”. Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun” [As Siyar 16/40-42 no 27]. Ishaq bin Hasan bin Maimun Al Harbi seorang yang tsiqat. Ibrahim Al Harbi menyatakan “tsiqat”. Abdullah bin Ahmad berkata “tsiqat”. Daruquthni juga menyatakan tsiqat [Tarikh Baghdad 7/413 no 3369]. Malik bin Ismail Abu Ghassan adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Al Ijli, Abu Hatim dan Yaqub bin Syaibah menyatakan ia tsiqat. Ibnu Sa’ad menyatakan ia shaduq. Ibnu Hibban dan Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 2]. Fudhail bin Marzuq termasuk perawi Bukhari [dalam Juz Raf’ul Yadain], Muslim dan Ashabus Sunan. Ats Tsawriy menyatakan ia tsiqat. Ibnu Uyainah menyatakan ia tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Abu Hatim menyatakan ia shalih shaduq banyak melakukan kesalahan dan tidak bisa dijadikan hujjah. Nasa’i berkata “dhaif”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan ia shaduq tasyayyu’ [At Tahdzib juz 8 no 546]. Pendapat yang rajih Fudhail seorang yang hadisnya hasan pembicaraan terhadapnya tidak menurunkan derajatnya dari derajat hasan. Ibnu Ady berkata “Fudhail hadisnya hasan kukira tidak ada masalah padanya” [Al Kamil Ibnu Adiy 6/19].

Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah Al Aufiy adalah tabiin yang hadisnya hasan. Ibnu Sa’ad berkata ”seorang yang tsiqat, insya Allah memiliki hadis-hadis yang baik dan sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/304]. Al Ijli berkata ”tsiqat dan tidak kuat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 1255]. Ibnu Syahin memasukkannya sebagai perawi tsiqat dan mengutip Yahya bin Ma’in yang berkata ”tidak ada masalah padanya” [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 1023]. At Tirmidzi telah menghasankan banyak hadis Athiyyah Al Aufiy dalam kitab Sunan-nya. Sebagian ulama mendhaifkannya seperti Sufyan, Ahmad dan Ibnu Hibban serta yang lainnya dengan alasan tadlis syuyukh. Telah kami buktikan kalau tuduhan ini tidaklah tsabit sehingga yang rajih adalah penta’dilan terhadap Athiyyah. Satu-satunya kelemahan pada Athiyah bukan terletak pada ‘adalah-nya tetapi pada dhabit-nya. Abu Zur’ah berkata “layyin”. Abu Hatim berkata “dhaif ditulis hadisnya dan Abu Nadhrah lebih aku sukai daripadanya” [At Tahdzib juz 7 no 414].

حدثنا فهد ثنا عثمان بن أبي شيبة ثنا حرير بن عبد الحميد عن الأعمش عن جعفر بن عبد الرحمن البجلي عن حكيم بن سعيد عن أم سلمة قالت نزلت هذه الآية في رسول الله وعلي وفاطمة وحسن وحسين  إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا

Telah menceritakan kepada kami Fahd yang berkata telah menceritakan kepada kami Usman bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Jarir bin Abdul Hamid dari ’Amasy dari Ja’far bin Abdurrahman Al Bajali dari Hakim bin Saad dari Ummu Salamah yang berkata Ayat ini turun untuk Rasulullah, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain yaitu Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya [Musykil Al Atsar Ath Thahawi 1/227]

Riwayat Hakim bin Sa’ad ini diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat kecuali Ja’far bin ‘Abdurrahman Al Bajaliy, ia dimasukkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat.

  •  Fahd bin Sulaiman bin Yahya dengan kuniyah Abu Muhammad Al Kufi. Beliau adalah seorang yang tsiqat dan tsabit sebagaimana dinyatakan oleh Adz Dzahabi  dan Ibnu Asakir [Tarikh Al Islam 20/416 dan Tarikh Ibnu Asakir 48/459 no 5635]
  • Usman bin Abi Syaibah adalah perawi Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ibnu Main berkata ”ia tsiqat”, Abu Hatim berkata ”ia shaduq” dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Tahdzib At Tahdzib juz 7  no 299]
  • Jarir bin Abdul Hamid, beliau telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Main, Al Ajli, Imam Nasa’i, Al Khalili dan Abu Ahmad Al Hakim. Ibnu Kharrasy menyatakannya Shaduq dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 2 no 116]
  • Al ’Amasy adalah Sulaiman bin Mihran Al Kufi. Beliau telah dinyatakan tsiqat oleh Al Ajli, Ibnu Main, An Nasa’i dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 4 no 386]
  • Ja’far bin Abdurrahman disebutkan oleh Ibnu Hajar bahwa Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Ta’jil Al Manfaah 1/ 387]. Imam Bukhari menyebutkan biografinya seraya mengutip Al A’masy yang berkata “telah menceritakan kepada kami Ja’far bin ‘Abdurrahman Abu Abdurrahman Al Anshari Syaikh yang aku temui di Wasith” [Tarikh Al Kabir juz 2 no 2174]. Disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat bahwa ia meriwayatkan hadis dari Hakim bin Saad dan diantara yang meriwayatkan darinya adalah Al ’Amasy. Ibnu Hibban berkata “Syaikh” [Ats Tsiqat juz 6 no 7050]. Lafaz “Syaikh” dalam ilmu hadis adalah salah satu lafaz ta’dil walaupun merupakan lafaz ta’dil yang ringan.
  • Hakim bin Sa’ad adalah perawi Bukhari dalam Adab Al Mufrad, dan perawi Imam Nasa’i. Ibnu Main dan Abu Hatim berkata bahwa ia tempat kejujuran dan ditulis hadisnya. Dalam kesempatan lain Ibnu Main berkata laisa bihi ba’sun [yang berarti tsiqah]. Al Ajli menyatakan ia tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib Ibnu Hajar juz 2 no 787]

Semua riwayat di atas dengan jelas menyatakan kalau Ummu Salamah mengakui bahwa ayat tathiir al ahzab 33 turun khusus untuk Ahlul Kisa’ atau lima orang yaitu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Sayyidah Fathimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain. Hadis ini juga menunjukkan kalau lafaz “kamu menuju kebaikan” atau lafaz “kamu termasuk istri Rasulullah” adalah lafaz penolakan yang halus dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa Ummu Salamah adalah istri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menuju kepada kebaikan tetapi bukan Ahlul Bait yang dimaksud dalam Al Ahzab 33 karena mereka adalah lima orang Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan yang diselimuti oleh Beliau : Sayyidah Fathimah, Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain. Hal ini senada dengan lafaz perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “ya Allah mereka adalah ahlul baitku dan kekhususanku” yang menunjukkan kalau itu adalah keutamaan khusus bagi mereka

Yang meriwayatkan dari Ummu Salamah adalah Abu Laila Al Kindiy, Syahr bin Hausab, Atha’ bin Abi Rabah, Hakim bin Sa’ad dan riwayat Athiyah dari Abu Sa’id dari Ummu Salamah. Walaupun terdapat kelemahan dalam sebagian riwayat tetapi kedudukan riwayat-riwayat tersebut saling menguatkan sehingga tidak diragukan lagi kalau riwayat Ummu Salamah tersebut shahih. Salam Damai

53 Tanggapan

  1. Eling-eling… ojo dilali-lali… wasiat penting tinggalane Kanjeng Nabi… cacahe loro kang wajib digondeli… Kitab al-Qurán lan Ahlulbayt ingkang suci…

  2. @abu nabiel
    owalah panjenengan ngomong opo, boton ngertos :mrgreen:

  3. ha..ha SP bisa juga basa jawa alus 😀

  4. @SP

    Arti begini;

    Eling-eling ulah dipoho-pohokeun, paninggalan Kangjeng Nabi, ngan dua anu wajib dicepeng pageuh, Kitab al-Qurán jeung Ahlulbayt nu suci… kitu panginten kirang langkungna mah 🙂

  5. salam dari malaysia, dahulu pernah ada satu artikel dari surat kabar disini yang meminta pelarangan untuk album nasyid hadad alwi dan sulis. alasan nya lagu2 nya terlalu memuji keluarga NABI, kerana itu adalah budaya syiah katanya.

    satu lagi kisah, seorang teman saya yang fahaman wahabi pernah bilang yang budaya Syiah sudah masuk ke malaysia sudah lama, alasannya lihat saja tongkat ali sama kacip fatimah (sejenis herba tradisional), mereka diam2 masuk ke negara ini. (dia tidak tahu fahaman saya masa itu sedangkan pada masa itu sudah ada dakwah ahlul bait terang terangan seperti di selangor dan kelantan, si wahabi ini agak ketinggalan jaman sedikit agaknya)

    melihat dua kisah ini dapat saya katakan pengikut wahabi akan menjadi nashibi tanpa mereka sedar pun! sangat menyedihkan.

    wassalam

  6. @all

    kata2 dg bhs jawa dr sdr abunabiel tsb mrpkn ungkapan para wali di jawa (wali 9), jd sejak dahulu sesungguhnya para wali (9) tsb sdh ber mazhab Ahlul Bayt…dan kebetlan angka 9 sama dengan jumlah para Imam makshum (setelah Imam Hussein)…dan salah satu nama asli dr wali 9 yaitu Sunan Kudus adlh ja’far shidiq…

  7. Salam,
    Tolong dibaca tafsir Quraisy Shihab mengenai ayat 33 Al Ahzab ini, biar tercerahkan.

  8. Salam wa rahmatollah. mohon lihat hujah ini, dan jika boleh, sila hantarkan pada saya jawabannya

    Surat al-Ahzab 33 ; Kritik Tafsir Syiah
    oLeh : Ahmad Hadidul Fahmi

    إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
    (sesungguhnya allah menghilangkan kotoran ahl al-bait dan mensucikannya)

    Adalah kesalahan fatal jika menafsirkan ayat tanpa melihat konteks, korelasi dan madlûl, wa al-’iyâdz billâh.

    وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
    Menetaplah di rumah kalian ( para wanita ), dan jangan berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyah. Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan patuhilah ( wahai para wanita) Allah dan rasul-Nya.

    Secara sederhana kita bisa melihat, bahwa ayat sebelumnya diturunkan untuk para wanita. Hal tersebut terlihat jelas, yakni dengan pemakaian Nun Jama’ Niswah (yaitu nun pada lafadz qar-na, tabarrajna, aqimna, dan athi’na) dalam ayat, yang secara implisit menegaskan ayat tersebut turun untuk para wanita. Lalu siapakah para wanita tersebut ?

    Mari kita simak perkataan Mujahid bin Zubair radiyallah ‘anhu:

    هي في نساء النبي صلى الله عليه وسلم ومن شاء باهلته
    Ayat ini diturunkan pada istri-istri nabi SAW, dan orang-orang yang ingin meninggalkannya.

    Berkata Mahmud al-Lusy dalam rûh al-ma’ânî mengutip hadis yang ditakhrij oleh Bazzar :

    عن أنس قال جئن النساء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلن : يا رسول الله ذهب الرجال بالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى فهل لنا عمل ندرك به فضل المجاهدين في سبيل الله تعالى فقال عليه الصلاة والسلام : « من قعدت منكن في بيتها فإنها تدرك عمل المجاهدين في سبيل الله تعالى »
    Dari Anas bin Malik, berkata, telah datang istri-istri nabi SAW, dan mereka (para istri) berkata : Hai rasulallah, para lelaki telah pergi berjihad di jalan Allah. Lalu apakah bagi kita (para wanita) ada perbuatan yang pahalanya sama dengan para mujahid yang berjihad di jalan Allah ? maka berkata rasulullah SAW : barang siapa yang duduk di rumah kalian, maka sesungguhnya dia sudah menemukan pahala seorang mujahid yang berjihad di jalan Allah.

    Kiranya saya tidak perlu memanjangkan masalah ini. karena pada ayat tersebut hampir tidak ada perbedaan yang signifikan diantara mufassir, yaitu turunnya ayat untuk para istri nabi SAW. Wallahu al-Musta’ân.

    Jika ayat diatas turun untuk para istri nabi, begitupun ayat setelahnya, yaitu pada inti masalah kita kali ini ; innâmâ yurîdullâh…..(sampai akhir ayat).

    Lalu apakah yang dimaksud al-rijsu dan ahl al-bait itu sendiri ?

    Al-rijsu secara bahasa adalah kotoran, dosa, maksiat, keraguan, syirik, dan syaithan. Menurut al-Sadiyy adalah dosa, menurut al-Zujaj fasiq, menurut Ibnu Zaid Syaithan, dan menurut Hasan Syirik, serta bermacam persepsi lainnya yang tidak perlu disebutkan satu persatu.

    Karena itu, Imam Ja’far al-Shadiq pun menafsirkan lafadz al-rijsu pada ayat diatas dengan makna ragu-ragu. Kita bisa melihat dalam salah satu riwayat dari beliau :

    إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ قال :, الرجس هو الشك

    Pada ayat (Sesungguhnya allah menghilangkan dosa dari kalian), beliau ( Ja’far al-Shadiq) berkata : yang dimaksud dengan al-rijsu adalah ragu-ragu.

    Lebih jauh, Imam Syiah yang lain, al-Baqir pun memaknai al-rijsu dengan ragu-ragu. Sedang menurut Ibnu Abbas adalah perbuatan syaithan yang tidak diridlai Allah. Dalam tafsir al-Khâzin disebutkan riwayat Ibnu Abbas :

    وقال ابن عباس : يعني عمل الشيطان وما ليس الله فيه رضا
    Berkata Ibnu Abbas : (yang dimaksud al-rijsu) adalah perbuatan Syeithan dan yang tidak diridlai oleh Allah.

    Sehingga tafsiran ayat tersebut secara keseluruhan adalah : hai para wanita, tinggallah di rumah-rumah kalian. Dan janganlah berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyyah. Dan ( saat berada di dalam rumah ), dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan patuhilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya, ( dengan keberadaan kalian di dalam rumah ) akan menghilangkan dosa dan perbuatan maksiat-maksiat lainnya.

    Lalu siapakah yang dimaksud ahl al-bait ? Nah, disinilah korelasi ayat sangat diperlukan. Jika ayat sebelumnya membahas tentang para istri nabi yang disucikan karena mereka mematuhi Allah dan Rasul-Nya untuk selalu berada di dalam rumah, maka sebuah keniscayaan yang dimaksud ahl al-bait adalah para istri nabi.

    Sebagai penguat, mari kita simak riwayat Sa’id bin Zubair yang termaktub dalam tafsir al-Khâzin :

    الرجس الشك وقيل السوء { أهل البيت ويطهركم تطهيراً } هم نساء النبي صلى الله عليه وسلم لأنهن في بيته
    Yang dimaksud al-rijsu adalah ragu-ragu. Menurut sebagian pendapat yaitu perbuatan jelek. Sedang pada ayat ( ahl al-bait dan mensucikannya ) adalah para istri nabi. Hal itu disebabkan mereka selalu berada di dalam rumah.

    Baiklah, mari kita lihat beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada istri-istri nabi dan sekaligus menyiratkan bahwa istri nabi adalah ahl al-bait :

    روي عن عكرمة رضي الله عنه ابن عباس رضي الله عنهما أن الآية نزلت في نساء النبي صلي الله عليه وآله وسلم خاصة
    Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya ayat tersebut ( ahl al-bait dan mensucikannya ) turun untuk para istri nabi SAW

    Lalu :
    عن عروة

    رضي الله عنه قال يعني أزواج النبي
    Dari Urwah, berkata : (yang dimaksud pada ayat ) adalah para istri nabi SAW.

    Kemudian :

    عن علقمة قال : نزلت في نساء النبي

    Dari Alqamah, berkata : (ayat tersebut) turun untuk para istri nabi SAW.

    Kritik Atas Tafsir Syiah
    Secara garis besar sudah bisa kita lihat, bahwa ayat tersebut diturunkan untuk istri-istri nabi. Makna diatas bukan hanya berasal dari riwayat-riwayat yang datang dari beberapa shahabat dan tabi’in, namun juga berasal dari harmonisasi dengan ayat sebelum dan setelahnya.

    Kesalahan Syiah disini yaitu menganggap ayat tersebut sebagai ayat yang independen. Dalam arti, tidak ada korelasi dengan ayat sebelumnya ; dengan menganggap ayat al-ahzab; ahl al-bait, sebagai struktur isti’nâfi (awalan ; kalimat baru). Mereka juga mengalami problematika bahasa (allughah), yakni pada lafadz ahl al-bait dan pemaknaan lafadz tahhara-yutahhiru itu sendiri. Sehingga, menurut mereka, penafsiran ahl al-bait hanya untuk ‘Ali, Fatimah, Hasanain (Hasan dan Husain), serta generasi yang mempunyai nasab dengan mereka.

    Menginjak masalah pertama, mari kita lihat ayat-ayat dalam al-Qur’an yang terdapat lafadz tahhara-yutahhiru :

    إذْ يُغشيكم النعاس أمنة منه وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به ويذهب عنكم رجزَ الشيطان
    Allah menjadikan kamu sekalian mengantuk sebagai suatu penentraman, dan Allah menurunkan untukmu hujan dari langit. Hal tersebut untuk mensucikanmu dari gangguan-gangguan syaithan serta untuk menguatkan hatimu dan memperteguh telapak kakimu.

    Ayat ini turun untuk pasukan nabi pada perang badar. Apakah ini menunjukkan bahwa 300 orang tersebut maksum ?
    Kemudian :

    ولكن يريد ليطهركم ويتم نعمته عليكم لعلكم تشكرون
    Tetapi Allah menghendaki untuk mensucikan kalian dan menyempurnakan nikmatNya supaya kalian bersyukur.

    Khitâb ayat ini pada seluruh umat muslim. Apakah berarti umat muslim yang disucikan menjadi maksum ?

    Serta firman Allah:

    فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
    Maka tidak lain jawaban mereka : Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu, karena mereka adalah orang-orang yang mendakwa dirinya bersih.

    Jika kita ikuti penafsiran mereka, maka Luth beserta keluarganya juga termasuk orang yang maksum.

    Lihat juga firman Allah untuk para shahabat nabi SAW :

    رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
    Mereka adalah orang-orang yang suka membersihkan diri. Dan allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.

    Apakah karena mengandung lafadz tatahhara-yatatahharu lantas bisa begitu saja dimaknai maksum ? jika dimaknai maksum, dari ayat diatas, tentu saja shahabat nabi yang jumlahnya ribuan terhindar dari dosa.

    Tentunya akan muncul pertanyaan : okelah, kita abaikan sejenak lafadz-lafadz pada ayat. Sekarang kita lihat pada kemaksuman nabi. Jika nabi maksum, maka sebuah keniscayaan akan kemaksuman keluarganya. Karena mereka (keluarga) mempunyai hubungan darah dengan nabi, dalam arti, kemaksuman tersebut timbul karena darah. Maka bisa dijawab :

    1 Jika memang karena darah, hubungan darah dalam islam yang diperhitungkan adalah pada laki-laki. Bukan perempuan. Silahkan lihat fenomena ibu tidak bisa menjadi saksi pernikahan anak laki-lakinya.

    2. kemaksuman nabi karena wahyu. Sedang 12 imam – menurut syiah – karena mempunyai hubungan darah dengan nabi. Jika memang imam 12 maksum, maka darah kewahyuan secara otomatis berpindah ke 12 imam, yang mempunyai implikasi 12 imam adalah pewaris kenabian (dalam arti sesungguhnya). Dan ini jelas kafir karena bertentangan dengan dzahir ayat bahwa Muhamad SAW adalah nabi terakhir. Wa al-’iyâdz billâh.

    3. Pernyataan mereka sendiri kontradiktif. Mereka menganggap Hasan maksum, dan Mu’awiyah kafir karena merebut kekuasaan dari ahl al-bait. Padahal menurut catatan sejarah, Hasan juga memba’iat Muawiyah. Bagaimana mungkin Hasan yang maksum mampu membai’at Muawiyah yang kafir? sehingga masalah kemaksuman Hasan cukup problematik.

    4. Mengenai kemaksuman adalah perkara aqidah. Dan perkara aqidah harus ditetapkan dengan dalil qath’iy (pasti dan jelas). Mereka tidak akan pernah mampu untuk menunjukkan dalil Qath’i tentang kemaksuman 12 imam sebagaimana maksumnya nabi, selain dari surat al-Ahzab tadi (yang sebenarnya dari surat al-Ahzabpun belum bisa dikatakan qath’y).

    Untuk masalah kedua (masalah bahasa ; penggunaan istilah ahl al-bait), mari kita simak pernyataan ulama berikut :

    وصح في روايات أخري أن أهل البيت يشمل الأزواج الطاهرات ويشمل المتصلين به صلي الله عليه وآله وسلم من النسب , فقد روي أنه صلي ضم إلي أهل الكساء وهم : علي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهم أجمعين بقية بناته وأقاربه وأزواجه وهذا هو المراد بالآية , وإن كان سبب النزول يدل علي الخصوص , بالأزواج , أو بأهل النسب . ثم خص العرف أهل البيت بنسل علي وفاطمة رضي الله عنهم أجمعين , والتعبير بقوله عنكم يشعر بالعموم وفيه تغليب المذكر علي المؤنث , وقوله : إنما يريد الله لا يدل علي أنهم معصومين والمخاطب علي الغائب
    Dan telah datang riwayat lain yang menyatakan bahwa yang dimaksud ahl al-bait mencakup para istri nabi yang suci (al-tâhirât), dan mencakup yang bersambung darah (mempunyai nasab) dengan rasulillah SAW ; Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Juga mencakup anak-anak wanita nabi SAW, serta kerabat beliau. Walaupun sabab al-nuzul ayat khusus untuk istri nabi, namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan yang mempunyai ikatan nasab dengan beliau (Ali, Fatimah, serta Hasan dan Husain), sebagai ahl al-bait. Namun untuk selanjutnya, kebiasaan penamaan ahl al-bait menjadi pada yang mempunyai hubungan nasab saja. Dan perkataan Allah pada lafadz : innammâ yurîdullâhu, tidak menyiratkan bahwa ahl al-bait adalah orang maksum.

    Demikian sekelumit perkataan mufassir tentang istilah ahl al-bait yang juga diperuntukkan pada istri-istri nabi. Pertanyaan selanjutnya, kenapa mereka disebut ahl al-bait?

    Mari kita simak perkataan Mahmud al-Lusy dalam rûh al-Maâni-nya :

    والظاهر أن المراد به بيت الطين والخشب لا بيت القرابة والنسب وهو بيت السكنى لا المسجد النبوي
    Sudah demikian jelas, yang dimaksud dengan al-bait (pada lafadz ahl al-bait) adalah bait dengan arti rumah biasa. Yakni rumah yang terbuat dari tanah liat dan kayu, bukan ahl-bait secara nasab. Inilah yang dimaksud bait al-sukna, bukan masjid nabawi.

    Sehingga bisa kita maknai ahl al-bait yang dimaksud pada ayat adalah para wanita (istri-istri nabi) yang menempati/mempunyai rumah-rumah. Penamaan tersebut muncul karena kebiasaan orang arab yang menghadiahkan rumah jika selesai melangsungkan pernikahan, sehingga istri bisa juga disebut dengan pemilik/penghuni rumah (ahl al-bait)

    Mungkin akan muncul pertanyaan, bagaimana dengan hadis ‘Aisyah dan Umi Salamah yang menyiratkan bahwa Ali, Fatimah, Hasan dan Husain-lah yang dimaksud pada ayat ?

    Maka bisa dijawab, hadis ‘Aisyah dan Umi Salamah bisa dijama’ (dikumpulkan) dengan penamaan ahl al-bait yang pertama ; istri-istri nabi. Karena ketika mengatakan ahl al-bait hanya yang mempunyai nasab, berarti hadis yang jumlahnya puluhan yang mengatakan istri-istri nabi juga termasuk ahl-bait muhmal (disia-siakan). Sedang jika memaknai ahl al-bait dengan hanya istri-istri nabi saja, berarti juga menyia-nyiakan hadis Umi Salamah dan ‘Aisyah. Jadi, metode yang ditempuh oleh jumhur al-mufassirin (sebagian besar mufassir) adalah dengan pengumpulan kedua hadis tadi (hadis yang mengatakan ahl al-bait sebagai istri-istri nabi, dan hadis yang menyatakan ahl al-bait dengan nasab). Karena dalam kaidah dikatakan: isti’mal al-dalil khairun min ihmâlihi ; menggunakan dalil lebih baik daripada mengabaikan.

    Baik…terakhir, saya akan tunjukkan ayat setelah “innamâ yurîdullâh…” yang akan semakin menguatkan bahwa ayat tersebut turun untuk istri-istri nabi.

    وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آَيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
    Dan ingatlah (para istri-sitri nabi) tentang apa yang dibacakan di rumah kalian ( istri-istri nabi) dari Ayat-ayat Allah dan Sunah nabi. Sesungguhnya Allah maha lembut juga maha mengetahui.

    Jika kita ikuti tafsir Syiah, maka pada ayat (waqar-na fî buyûtikunna), diselingi ayat yang independen (tidak ada hubungan dengan ayat sebelumnya) ; innamâ yurîdu, lalu muncul lagi ayat untuk meneruskan perbincangan “waqar-na fî buyûtikunna” ; yaitu wadzkurna mâ yutlâ. Tentu saja hal ini adalah pemahaman terbodoh dalam ilmu tafsir.

    Jika mereka menganggap para imam maksum, seharusnya mereka juga menganggap istri-istri nabi maksum. Karena puluhan hadis yang menyatakan bahwa istri-istri nabi juga termasuk pada istilah ahl al-bait sudah tidak terbantahkan lagi.

  9. Ass,
    Allhamdullilah, artikel ini sangat membantu saya sebagai org yg baru saja masuk lebih dalam ke Ahlulbayt, dikarenakan saya masih berumur 14 thn dan baru saja memasuki ahlulbayt, artikel ini sangat – sangat membantu saya…
    Terimakasih akan artikel ini
    Wass

  10. @Azmi al Haidari

    Ibn Hajar berkata: “Berdasarkan pada pendapat mayoritas ahli tafsir, (firman Allah ‘Sesungguhnya Allah berkehendak…kalimat terakhir dari ayat 33:33) diturunkan untuk Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, sebab penggunaan kata ganti laki-laki pada kata ‘ankum’ dan seterusnya.” (as-Sawaiq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, juz 2, hal. 421)

    Tidak usah bawa-bawa syi’ah, kitab yang dipakai bukan kitab syi’ah, ilmu haditsnya juga bukan ilmu hadits syi’ah. Jadi apa urusannya dengan syi’ah?.

    salam.

  11. Klaim mayoritas ahli tafsir?.. 😀
    Terdengar seperti argumen anak saya.. :mrgreen:
    Jangan lagilah klaim2 kosong seperti ini. Mungkin di komunitas anda hal seperti ini manjur, namun pada mereka yang kritis, klaim seperti ini hanya memancing senyum.

    Salam damai.. 🙂

  12. @Ibnu Hazmi al Haidari

    Terimakasih atas kritikan yang anda kutip. berikut tanggapan saya terutama tertuju kepada sang penulis : Ahmad Hadidul Fahmi

    Adalah kesalahan fatal jika menafsirkan ayat tanpa melihat konteks, korelasi dan madlûl, wa al-’iyâdz billâh.

    Termasuk kesalahan fatal juga, jika menafsirkan suatu ayat tanpa memperhatikan dengan baik riwayat asbabun nuzul ayat tersebut. Dan ada kalanya seseorang harus berhati-hati dengan metode yang campur aduk dalam menafsirkan, seolah-olah kelihatannya keren tetapi penuh dengan inkonsistensi.

    Secara sederhana kita bisa melihat, bahwa ayat sebelumnya diturunkan untuk para wanita. Hal tersebut terlihat jelas, yakni dengan pemakaian Nun Jama’ Niswah (yaitu nun pada lafadz qar-na, tabarrajna, aqimna, dan athi’na) dalam ayat, yang secara implisit menegaskan ayat tersebut turun untuk para wanita. Lalu siapakah para wanita tersebut ?

    Seharusnya sang penulis ini maju ke depan lagi. Bukankah yang dibicarakan ini adalah ayat tathhir [al ahzab 33] dimana dalam lafaznya tertulis jelas “kum” yang merupakan kata ganti untuk laki-laki atau gabungan laki-laki dan perempuan. Maka kita patut bertanya padanya, siapakah laki-laki yang dimaksud kalau dari awal sang penulis berpandangan ayat tersebut khusus untuk istri-istri Nabi.

    Kemudian ia mengutip berbagai arti “rijs” dalam riwayat dan menyimpulkan bahwa makna al ahzab 33 adalah

    Sehingga tafsiran ayat tersebut secara keseluruhan adalah : hai para wanita, tinggallah di rumah-rumah kalian. Dan janganlah berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyyah. Dan ( saat berada di dalam rumah ), dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan patuhilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya, ( dengan keberadaan kalian di dalam rumah ) akan menghilangkan dosa dan perbuatan maksiat-maksiat lainnya.

    Kita uji kesimpulannya ini untuk menilai apakah dirinya sendiri konsisten atau tidak dengan kesimpulannya. Lafaz pada ayat tathiir tersebut adalah “liyudzhiba ‘ankum rijs” artinya menghilangkan dosa dari kamu. Kamu disana menggunakan kata ganti “kum” yang tidak mungkin ditujukan khusus untuk wanita, tetapi bisa untuk gabungan laki-laki dan wanita atau semuanya laki-laki. Pertanyaannya, siapakah laki-laki yang dimaksud dalam ayat tersebut sehingga meminjam kalimat saudara Fahmi itu maka kesimpulannya juga akan menjadi

    Sehingga tafsiran ayat tersebut secara keseluruhan adalah hai para lelaki, tinggallah di rumah-rumah kalian. Dan janganlah berdandan sebagaimana dandanan wanita-wanita jahiliyyah. Dan ( saat berada di dalam rumah ), dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan patuhilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya, ( dengan keberadaan kalian di dalam rumah ) akan menghilangkan dosa dan perbuatan maksiat-maksiat lainnya.

    Saya yakin, saudara Fahmi sendiri tidak akan suka kesimpulan tafsir yang demikian, tapi maaf itu adalah kesimpulan anda sendiri yang saya sesuaikan dengan lafaz “kum” yang berarti “laki-laki dan wanita”.

    Baiklah, mari kita lihat beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada istri-istri nabi dan sekaligus menyiratkan bahwa istri nabi adalah ahl al-bait :

    روي عن عكرمة رضي الله عنه ابن عباس رضي الله عنهما أن الآية نزلت في نساء النبي صلي الله عليه وآله وسلم خاصة
    Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya ayat tersebut ( ahl al-bait dan mensucikannya ) turun untuk para istri nabi SAW

    Lalu :
    عن عروة

    رضي الله عنه قال يعني أزواج النبي
    Dari Urwah, berkata : (yang dimaksud pada ayat ) adalah para istri nabi SAW.

    Kemudian :

    عن علقمة قال : نزلت في نساء النبي

    Dari Alqamah, berkata : (ayat tersebut) turun untuk para istri nabi SAW.

    Kalau begitu ada baiknya ia membaca riwayat berikut

    عن حكيم بن سعد قال ذكرنا علي بن أبي طالب رضي الله عنه عند أم سلمة قالت فيه نزلت (إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا) قالت أم سلمة جاء النبي صلى الله عليه وسلم إلى بيتي, فقال: “لا تأذني لأحد”, فجاءت فاطمة, فلم أستطع أن أحجبها عن أبيها, ثم جاء الحسن, فلم أستطع أن أمنعه أن يدخل على جده وأمه, وجاء الحسين, فلم أستطع أن أحجبه, فاجتمعوا حول النبي صلى الله عليه وسلم على بساط, فجللهم نبي الله بكساء كان عليه, ثم قال: “وهؤلاء أهل بيتي, فأذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا, فنزلت هذه الآية حين اجتمعوا على البساط; قالت: فقلت: يا رسول الله: وأنا, قالت: فوالله ما أنعم وقال: “إنك إلى خير”

    Dari Hakim bin Sa’ad yang berkata “kami menyebut-nyebut Ali bin Abi Thalib RA di hadapan Ummu Salamah. Kemudian ia [Ummu Salamah] berkata “Untuknyalah ayat [Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya] turun . Ummu Salamah berkata “Nabi SAW datang ke rumahku dan berkata “jangan izinkan seorangpun masuk”. Lalu datanglah Fathimah maka aku tidak dapat menghalanginya menemui Ayahnya, kemudian datanglah Hasan dan aku tidak dapat melarangnya menemui kakeknya dan Ibunya”. Kemudian datanglah Husain dan aku tidak dapat mencegahnya. Maka berkumpullah mereka di sekeliling Nabi SAW di atas hamparan kain. Lalu Nabi SAW menyelimuti mereka dengan kain tersebut kemuian bersabda “Merekalah Ahlul BaitKu maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya”. Lalu turunlah ayat tersebut ketika mereka berkumpul di atas kain. Ummu Salamah berkata “Wahai Rasulullah SAW dan aku?”. Demi Allah, beliau tidak mengiyakan. Beliau hanya berkata “sesungguhnya engkau dalam kebaikan”. [Tafsir At Thabari 22/12 no 21739]

    Ummu Salamah sendiri mengakui kalau ayat tersebut turun untuk Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dan Ummu Salamah juga mengakui kalau dirinya bukan ahlul bait yang dimaksud dalam ayat tersebut. Ummu Salamah sebagai istri Nabi yang menyaksikan turunnya ayat tersebut jelas jauh lebih paham duduk persoalannya dibanding Ikrimah, Urwah dan Alqamah.

    Kritik Atas Tafsir Syiah
    Secara garis besar sudah bisa kita lihat, bahwa ayat tersebut diturunkan untuk istri-istri nabi. Makna diatas bukan hanya berasal dari riwayat-riwayat yang datang dari beberapa shahabat dan tabi’in, namun juga berasal dari harmonisasi dengan ayat sebelum dan setelahnya

    silakan kalau ia mau mengkritik tafsir Syiah tetapi saya sarankan agar ia terlebih dahulu memeriksa tafsirnya sendiri. Harmonisasi yang ia katakan dengan ayat sebelum dan sesudahnya justru melahirkan konsep yang sangat rancu yaitu ada laki-laki yang mendapatkan syariat “jangan berhias” dan “tetaplah di rumahmu” agar terhindar dari dosa-dosa.

    Kesalahan Syiah disini yaitu menganggap ayat tersebut sebagai ayat yang independen. Dalam arti, tidak ada korelasi dengan ayat sebelumnya ; dengan menganggap ayat al-ahzab; ahl al-bait, sebagai struktur isti’nâfi (awalan ; kalimat baru). Mereka juga mengalami problematika bahasa (allughah), yakni pada lafadz ahl al-bait dan pemaknaan lafadz tahhara-yutahhiru itu sendiri. Sehingga, menurut mereka, penafsiran ahl al-bait hanya untuk ‘Ali, Fatimah, Hasanain (Hasan dan Husain), serta generasi yang mempunyai nasab dengan mereka.

    Maaf saya tidak peduli siapa yang mengatakan itu apakah syiah atau sunni, pernyataan ayat tersebut independen itulah pernyataan yang benar. Ayat tersebut memang terpisah dari ayat sebelum dan sesudahnya. Tidak ada satupun riwayat asbabun nuzul ayat tathiir yang menyebutkan kalau ayat tersebut melekat dengan ayat sebelumnya yang khusus untuk istri2 Nabi. Justru menyatakan ayat tathiir turun dengan melekat pada ayat sebelumnya menimbulkan kerancuan yang nyata yaitu pertanyaan Ummu Salamah, mengapa ia perlu bertanya kepada Nabi [SAW] agar ikut masuk bersama mereka ahlul bait kalau ayat tersebut memang turun untuk istri2 Nabi. Masa’ sih Ummu Salamah gak nyadar kalau dia adalah istri2 Nabi sehingga pakai tanya-tanya.

    Menginjak masalah pertama, mari kita lihat ayat-ayat dalam al-Qur’an yang terdapat lafadz tahhara-yutahhiru :

    إذْ يُغشيكم النعاس أمنة منه وينزل عليكم من السماء ماء ليطهركم به ويذهب عنكم رجزَ الشيطان
    Allah menjadikan kamu sekalian mengantuk sebagai suatu penentraman, dan Allah menurunkan untukmu hujan dari langit. Hal tersebut untuk mensucikanmu dari gangguan-gangguan syaithan serta untuk menguatkan hatimu dan memperteguh telapak kakimu.

    Ayat ini turun untuk pasukan nabi pada perang badar. Apakah ini menunjukkan bahwa 300 orang tersebut maksum ?

    Ayat yang ia kutip adalah al anfal ayat 11 dan pertanyaan yang ia lontarkan justru sangat aneh. Artinya ia gak paham kalau iradah yang terdapat pada al anfal 11 adalah iradah tasyri’iyah artinya kehendak menyucikan itu adalah terikat dengan syariat. Syariat apakah itu?.

    Asbabun nuzul ayat tersebut [sebagaimana dapat dilihat dalam riwayat Ibnu Mundzir atau tafsir Ali bin Thalhah] yaitu saat perang badar dimana Orang-orang musyrikin di permulaan peperangan telah menguasai sumber-sumber air mendahului kaum Muslimin, sehingga orang-orang Islam menjadi kehausan. Mereka salat dalam keadaan junub dan berhadas (tanpa bersuci dengan air). Sedang di sekitar mereka hanya pasir belaka. Kemudian mereka digoda oleh setan, seolah-olah setan itu berkata: “Apakah kamu mengira bahwa ada Nabi di antara kamu dan kamu adalah wali-wali Allah. Sedangkan kamu salat dalam keadaan junub dan berhadas?” Karenanya Allah swt. menurunkan hujan dari langit, sehingga mengalirlah air di lembah itu. Maka kaum muslimin meminum air dan bersuci dengannya dan kuatlah hati mereka, serta hilanglah was-was mereka.

    Jadi syariat yang dimaksud adalah terikat pada syariat bersuci untuk beribadah kepada Allah SWT. Maksud ayat tersebut adalah Allah SWT menurunkan hujan dimana dengan air hujan itu kamu dapat bersuci sehingga dapat beribadah kepada Allah SWT dan menghilangkan was-was di hatimu yang muncul karena godaan syaithan. “Penyucian” yang dimaksud bukanlah keutamaan sebagaimana yang ada pada al ahzab 33. Kita tanya pada saudara Fahmi itu apakah ia mengakui kalau al ahzab 33 itu adalah keutamaan bagi ahlul bait?. Kalau iya, dimana letak keutamaan yang dimaksud? pada peyuciannya kah atau pada syariat perintah yang dimaksud?. Terus apa bedanya dengan penyucian pada surah al anfal yang ia katakan untuk sahabat2 pada perang badar. Mengapa tidak ada satupun para ulama yang mengutip penyucian itu sebagai keutamaan bagi sahabat badar? tetapi anehnya para ulama berbondong2 menyebutkan al ahzab 33 sebagai hadis keutamaan ahlul bait terutama Ali, Fathimah, Hasan dan Husain?.

    Dan kalau saudara Fahmi itu lebih jeli melihat ayat tersebut Allah SWT telah menurunkan hujan untuk menyucikan kamu telah dijadikan dalil oleh para ulama kalau air hujan itu adalah suci dan mensucikan untuk berwudhu’. Maka siapapun yang memakai air hujan tentu ia akan mendapat penyucian itu. Jika saudara Fahmi menganggap al ahzab 33 itu sama saja dengan al anfal ayat 11 maka sudah jelas siapapun yang memakai air hujan akan mendapatkan keutamaan yang besar yaitu penyucian sebagaimana keutamaan yang dimiliki ahlul bait yang disucikan. Absurd sekali kan

    Kemudian :

    ولكن يريد ليطهركم ويتم نعمته عليكم لعلكم تشكرون
    Tetapi Allah menghendaki untuk mensucikan kalian dan menyempurnakan nikmatNya supaya kalian bersyukur.

    Khitâb ayat ini pada seluruh umat muslim. Apakah berarti umat muslim yang disucikan menjadi maksum ?

    Al Maidah ayat 6 di atas adalah terkait dengan perintah wudhu’ [bersuci] yang Allah SWT syariatkan kepada umat islam. Jadi penjelasannya sama seperti al anfal ayat 11 di atas.

    Serta firman Allah:

    فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
    Maka tidak lain jawaban mereka : Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu, karena mereka adalah orang-orang yang mendakwa dirinya bersih.

    Jika kita ikuti penafsiran mereka, maka Luth beserta keluarganya juga termasuk orang yang maksum.

    Lihat juga firman Allah untuk para shahabat nabi SAW :

    رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
    Mereka adalah orang-orang yang suka membersihkan diri. Dan allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.

    Orang yang mendakwa dirinya bersih dan orang yang suka membersihkan diri jelas berbeda dengan orang yang disucikan oleh Allah SWT sesuci-sucinya. Siapapun boleh menyatakan dirinya bersih dan siapapun boleh membersihkan diri tetapi tidak siapapun mendapat anugerah disucikan oleh Allah SWT sesuci-sucinya.

    Apakah karena mengandung lafadz tatahhara-yatatahharu lantas bisa begitu saja dimaknai maksum ? jika dimaknai maksum, dari ayat diatas, tentu saja shahabat nabi yang jumlahnya ribuan terhindar dari dosa.

    Keslaahan paling nyata pada saudara itu adalah metode penafsirannya yang bathil. Ia hanya mencatut kata yang sama pada ayat lain tanpa melihat kalau penafsiran tiap ayat tersebut berbeda walaupun kata yang digunakan sama. Ini adalah hal yang lumrah dalam perkara tafsir.

    Untuk masalah kedua (masalah bahasa ; penggunaan istilah ahl al-bait), mari kita simak pernyataan ulama berikut :

    وصح في روايات أخري أن أهل البيت يشمل الأزواج الطاهرات ويشمل المتصلين به صلي الله عليه وآله وسلم من النسب , فقد روي أنه صلي ضم إلي أهل الكساء وهم : علي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهم أجمعين بقية بناته وأقاربه وأزواجه وهذا هو المراد بالآية , وإن كان سبب النزول يدل علي الخصوص , بالأزواج , أو بأهل النسب . ثم خص العرف أهل البيت بنسل علي وفاطمة رضي الله عنهم أجمعين , والتعبير بقوله عنكم يشعر بالعموم وفيه تغليب المذكر علي المؤنث , وقوله : إنما يريد الله لا يدل علي أنهم معصومين والمخاطب علي الغائب
    Dan telah datang riwayat lain yang menyatakan bahwa yang dimaksud ahl al-bait mencakup para istri nabi yang suci (al-tâhirât), dan mencakup yang bersambung darah (mempunyai nasab) dengan rasulillah SAW ; Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Juga mencakup anak-anak wanita nabi SAW, serta kerabat beliau. Walaupun sabab al-nuzul ayat khusus untuk istri nabi, namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan yang mempunyai ikatan nasab dengan beliau (Ali, Fatimah, serta Hasan dan Husain), sebagai ahl al-bait. Namun untuk selanjutnya, kebiasaan penamaan ahl al-bait menjadi pada yang mempunyai hubungan nasab saja. Dan perkataan Allah pada lafadz : innammâ yurîdullâhu, tidak menyiratkan bahwa ahl al-bait adalah orang maksum.

    Kalimat ini penuh sekali dengan tanaqudh atau inkonsistensi. Riwayat hadis kisa’ bukanlah soal peristilahan ahlul bait tetapi justru soal asbabun nuzul ayat tathiir tersebut [al ahzab 33]. Kalau ia mengakui Ali, Hasan dan Husain sebagai ahlul bait dalam al ahzab 33 maka berarti ia mengakui kalau Ali, Hasan dan Husain harus tetap tinggal dirumahnya, jangan berhias agar dapat terhindar dari dosa. Sekali lagi absurd dan bertentangan dengan kesimpulan yang ia buat sebelumnya kalau ayat tersebut khusus untuk istri2 Nabi

    Mari kita simak perkataan Mahmud al-Lusy dalam rûh al-Maâni-nya :

    والظاهر أن المراد به بيت الطين والخشب لا بيت القرابة والنسب وهو بيت السكنى لا المسجد النبوي
    Sudah demikian jelas, yang dimaksud dengan al-bait (pada lafadz ahl al-bait) adalah bait dengan arti rumah biasa. Yakni rumah yang terbuat dari tanah liat dan kayu, bukan ahl-bait secara nasab. Inilah yang dimaksud bait al-sukna, bukan masjid nabawi.

    Perkataan ini keliru, ahlul bait yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ahlul bait secara nasab buktinya terdapat riwayat yang mengatakan kalau itu terkhusus untuk ahlul kisa’ dan bukan istri Nabi dan perhatikan hadis kisa’ berikut riwayat Ibnu Abi Khaitsamah

    حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ ، قَالَ : نا إِسْمَاعِيلُ بْنُ نَشِيطٍ الْعَامِرِيُّ ، قَالَ : سَمِعْتُ شَهْرَ بْنَ حَوْشَبٍ ، قَالَ : جِئْتُ أُمَّ سَلَمَةَ أُعَزِّيهَا بِحُسَيْنٍ ، فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ سَلَمَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي بَيْتِهَا ، فَصَنَعَتْ لَهُ فَاطِمَةُ سَخِينَةً فَجَاءَتْهُ بِهَا ، فَقَالَ : انْطَلِقِي وَادْعِي لِي ابْنَ عَمِّكِ وَابْنَيْكِ ، أَوْ زَوْجَكِ وَابْنَيْكِ ، فَانْطَلَقَتْ فَجَاءَتْ بِهِمْ فَأَكَلُوا مَعَهُ مِنْ ذَلِكَ الطَّعَامَ ، قَالَتْ : وَرَسُولُ اللَّهِ عَلَى مَنَامَةٍ لَنَا ، فَأَخَذَ فَضْلَ كِسَاءٍ كَانَ لَنَا خَيْبَرِيٍّ كَانَ تَحْتَهُ ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ ، ثُمَّ قَالَ : ” اللَّهُمَّ هَؤُلاءِ عِتْرَتِي وَأَهْلُ بَيْتِي ، فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا ” ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَأَنَا مِنْ أَهْلِكَ ؟ قَالَ : ” وَأَنْتِ إِلَيَّ خَيْرٌ

    Perhatikan perkataan Rasulullah terhadap ahlul bait “ya Allah, mereka adalah Itrahku dan ahlul baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya”. Kata Ahlul Bait yang bergandengan dengan kata Itrah menunjukkan kalau ahlul bait yang dimaksud adalah ahlul bait dari segi nasab karena itrah adalah ikatan nasab bukan pernikahan.

    Mungkin akan muncul pertanyaan, bagaimana dengan hadis ‘Aisyah dan Umi Salamah yang menyiratkan bahwa Ali, Fatimah, Hasan dan Husain-lah yang dimaksud pada ayat ?

    Maka bisa dijawab, hadis ‘Aisyah dan Umi Salamah bisa dijama’ (dikumpulkan) dengan penamaan ahl al-bait yang pertama ; istri-istri nabi. Karena ketika mengatakan ahl al-bait hanya yang mempunyai nasab, berarti hadis yang jumlahnya puluhan yang mengatakan istri-istri nabi juga termasuk ahl-bait muhmal (disia-siakan). Sedang jika memaknai ahl al-bait dengan hanya istri-istri nabi saja, berarti juga menyia-nyiakan hadis Umi Salamah dan ‘Aisyah. Jadi, metode yang ditempuh oleh jumhur al-mufassirin (sebagian besar mufassir) adalah dengan pengumpulan kedua hadis tadi (hadis yang mengatakan ahl al-bait sebagai istri-istri nabi, dan hadis yang menyatakan ahl al-bait dengan nasab). Karena dalam kaidah dikatakan: isti’mal al-dalil khairun min ihmâlihi ; menggunakan dalil lebih baik daripada mengabaikan.

    Penggabungan yang ia maksudkan justru menghancurkan semua dalil yang ada. Dalil -dalil hadis tentang ahlul bait yang tidak berkaitan dengan al ahzab 33 tidak relevan digunakan disini. Karena banyak hadis menunjukkan bahwa ahlul bait adalah istri Nabi, keluarga Ali, keluarga Ja’far, Keluarga Aqil dan Keluarga Abbas. Secara umum mereka semua adalah ahlul bait Nabi tetapi ahlul bait yang dibicarakan dalam al ahzab 33 tidak mencakup semua ahlul bait tetapi khusus pada ahlul bait tertentu yaitu Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.

    Ada dalil bahwa al ahzab 33 turun khusus untuk istri-istri Nabi. Ada dalil bahwa al ahzab 33 turun khusus untuk ahlul kisa’ dan Ada dalil bahwa istri Nabi bukan ahlul bait dalam al ahzab 33. dalil-dalil ini tidak bisa dijamak karena saling kontradiktif. Penjamakannya bahwa ahlul bait dalam al ahzab 33 adalah istri2 Nabi beserta ahlul kisa’ jelas bertentangan dengan kedua dalil yang ada. Bukankah satunya bilang al ahzab 33 turun khusus untuk istri2 Nabi artinya pribadi lain selain istri tidak masuk. Bukankah dalil yang lain bilang al ahzab 33 turun khusus untuk ahlul kisa’ dan istri Nabi bukan ahlul bait dalam al ahzab 33 jadi bagaimana mungkin istri Nabi mau dimasukkan. Penjamakannya itu jelas tidak bisa dilakukan, yang bisa dilakukan adalah mentarjih riwayat tersebut. Riwayat asbabun nuzul al ahzab 33 untuk ahlul kisa’ lebih kuat dan lebih shahih serta lebih banyak riwayatnya.

    Baik…terakhir, saya akan tunjukkan ayat setelah “innamâ yurîdullâh…” yang akan semakin menguatkan bahwa ayat tersebut turun untuk istri-istri nabi.

    وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آَيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
    Dan ingatlah (para istri-sitri nabi) tentang apa yang dibacakan di rumah kalian ( istri-istri nabi) dari Ayat-ayat Allah dan Sunah nabi. Sesungguhnya Allah maha lembut juga maha mengetahui.

    Jika kita ikuti tafsir Syiah, maka pada ayat (waqar-na fî buyûtikunna), diselingi ayat yang independen (tidak ada hubungan dengan ayat sebelumnya) ; innamâ yurîdu, lalu muncul lagi ayat untuk meneruskan perbincangan “waqar-na fî buyûtikunna” ; yaitu wadzkurna mâ yutlâ. Tentu saja hal ini adalah pemahaman terbodoh dalam ilmu tafsir.

    Mungkin ada baiknya ia membaca al maidah ayat 3 untuk melihat apakah benar susunan seperti itu termasuk pemahaman terbodoh dalam ilmu tafsir. Lagipula bukankah yang paling bodoh itu adalah mengatakan kalau “kum” yang secara bahasa arab jelas untuk laki-laki dan perempuan eh ini dikatakan malah khusus untuk perempuan. Sungguh ada baiknya sebelum mengkritik kita memahami terlebih dahulu apa yang mau kita kritik.

    Jika mereka menganggap para imam maksum, seharusnya mereka juga menganggap istri-istri nabi maksum. Karena puluhan hadis yang menyatakan bahwa istri-istri nabi juga termasuk pada istilah ahl al-bait sudah tidak terbantahkan lagi.

    Dari sudut pandang saya saja yang bukan syiah, saudara Fahmi ini sudah jelas keliru sekali dalam memahami orang Syiah. Syiah tidak menyatakan seseorang itu maksum karena ia adalah ahlul bait secara istilah. Syiah menyatakan ahlul bait maksum berdasarkan riwayat shahih di sisi mereka dan ahlul bait yang mereka maksudkan itu ya para Imam mereka bukannya keluarga Ja’far, Keluarga Aqil, Keluarga Abbas dan istri2 Nabi lainnya [yang secara istilah mereka semua adalah ahlul bait]. Nah sejauh yang saya tahu itulah yang ada pada syiah dan saya rasa tidak perlu menjadi syiah untuk mengetahui hal-hal yang seperti itu. Ketidakmampuan para salafy dan pengkritik syiah lainnya dalam memahami “pandangan orang syiah” menunjukkan kalau salafy dan pengkritik syiah itu tidak memiliki kualitas yang baik sebagai seorang lawan berhujjah. Makanya diskusi yang ada gak akan pernah selesai dan yang muncul hanya kata “sesat bin sesat”, kasihan kasihan

  13. Masih banyak yang menganggap perbuatan manusia mendahului Firman Allah. Sungguh meremehkan KEMAHA TAHUAN Allah. Wasalam

  14. Kok tidak ada satu riwayat pun di atas dari kutubus sittah ya? tanya kenapa? :mrgreen:

  15. Karena dalam kaidah dikatakan: isti’mal al-dalil khairun min ihmâlihi ; menggunakan dalil lebih baik daripada mengabaikan.

    Sayangnya sulit bagi mereka yg mengikuti prakonsepsi utk mengikuti kaidah tsb :mrgreen:

    Jelas lebih shahih, sharih dan rajih bahwa ahlul bait dalam QS 33:33 yang dimaksud adalah Nabi SAW, Istri-istri Nabi, dan Ahlul Kisa’ dibandingkan jika kita harus mengeluarkan istri-istri Nabi dari makna ayat tsb.. sungguh dipaksakan :mrgreen:

  16. @stb
    Anda ini sudah linglung atau apa ya? Coba anda baca ulang komentar anda diinkinsisten

  17. Ayat Tathhir untuk Ahlu Kisa

    1. Ayat Tathhir diturunkan secara tersendiri

    2. Al-Quran tidak disusun berdasarkan turunnya

    3. Tidak seorang pun sahabat yang menyatakan bahwa Ayat Tathhir ditujukan kepada isteri-isteri Nabi.

    4. Tidak ada seorang pun isteri Nabi SAW yang mengaku bahwa dirinya termasuk atau yang dituju oleh Ayat Tathhir.

    5. Tidak ada pernyataan Nabi SAW bahwa isteri-isterinya termasuk pada orang yang dituju oleh ayat Tathhir

    6. Nabi SAW membatasi pengertian Ahlulbayt dalam ayat Tathhir dengan Kisa’

    7. Nabi SAW mencegah Ummu Salamah untuk masuk dalam Kisa’.

    8. Penempatan ayat Tathhir pada ayat QS. 33: 33 menetapi gaya bahasa al-Quran

    9. Memasukan isteri Nabi SAW dalam ayat Tathhir menyalahi ayat dan riwayat.

    10. Ayat Tathhir dan Ayat Mubahalah adalah saksi keagungan Ahlu Kisa.

  18. 11. Ummu Salamah mengaku bhw ayat Tathhir diturunkan hanya untuk Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan, Husein.

    Yg memasukan istri2 Nabi SAW kedlm ayat Tathhir, terlalu memaksakan kehendak (egois). :mrgreen:

  19. Yang menarik kata Kisa’ (beserta derivatnya) diulang sebanyak lima [5] kali dalam al-Quran sama dengan jumlah Ahlu Kisa dalam hadits, yaitu pada:
    1) QS. 2: 233
    2) QS. 2: 259
    3) QS. 4: 5
    4) QS. 5: 89
    5) QS. 23: 14

  20. @yusuf
    Terima kasih atas informasinya. Insya Allah anda selalu mendapat pentunjuk dari Allah dan ilmu yang anda terima bisa di shearing

  21. @SP, Tak terbantahkah, anehnya orang yang membantahnya mengatkan pemahaman SP kacau. Hal ini mereka lakukan demi menutupi pemahaman mereka yang kacau he he hehe. Ini artinya pemahaman yang kacau kok bilang kacau

  22. @irsavone
    Apabila mereka mengakui apa yang telah disampaikan SP, maka AQIDAH mereka berantakan. Dari pada berantakan lebih Ngawur. Itulah Sifat mereka yang FANATIK terhadap DOGMA.
    Pencari kebenaran akan mengakui kebenaran walaupun sesakit apapun

  23. @yusuf
    ikut matematika
    manusia suci 14…1+4=5
    angka 1(satu) dr 1+4 adlh rosul
    tdk perlu jd dalil utk pembenaran,hanya permainan angka

  24. @aldj
    Al – AHZAB : 33

    اِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ اْلبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا

    JUMLAH HURUF AYAT TATHIR

    اِنَّمَا 4
    يُرِيْدُ 4
    اللهُ 4
    لِيُذْهِب 5
    عَنْكُمُ 4
    الرِّجْسَ 5
    اَهْلَ 3
    اْلبَيْتِ 5
    وَ يُطَهِّرَكُمْ 7
    تَطْهِيْرًا 6

    TOTAL 47

    JUMLAH HURUF MANUSIA SUCI SESUDAH NABI SAW

    علي 3
    فاطمة 5
    حس 3
    حسين 4
    علي 3
    محمد 4
    جعفر 4
    موس 4
    علي 3
    محمد 4
    علي 3
    حسن 3
    محمد 4

    TOTAL 47

    Kalau dibilang ini kebetulan, maka ini adalah kebetulan yang menarik 🙂

  25. @yusuf
    Dalam hidup didunia ini TIDAK ADA YANG KEBETULAN. Senua dalam RENCANA dan PENGANDALIAN Allah serta PengaturanNya. Hanya prang2 atheis yang beranggapan bahwa ada kejadian yang tak terpikir oleh mereka, maka mereka katakan KEBETULAN. Wasalam

  26. @yusuf
    imam husein adalah manusia suci yg ke-5 dari turunannyalah 9 orang manusia suci itu ada
    5+9=14…1+4=5
    kebetulankah…?

  27. ”Ada dalil bahwa al ahzab 33 turun khusus untuk istri-istri Nabi. Ada dalil bahwa al ahzab 33 turun khusus untuk ahlul kisa’ dan Ada dalil bahwa istri Nabi bukan ahlul bait dalam al ahzab 33. dalil-dalil ini tidak bisa dijamak karena saling kontradiktif. Penjamakannya bahwa ahlul bait dalam al ahzab 33 adalah istri2 Nabi beserta ahlul kisa’ jelas bertentangan dengan kedua dalil yang ada. Bukankah satunya bilang al ahzab 33 turun khusus untuk istri2 Nabi artinya pribadi lain selain istri tidak masuk. Bukankah dalil yang lain bilang al ahzab 33 turun khusus untuk ahlul kisa’ dan istri Nabi bukan ahlul bait dalam al ahzab 33 jadi bagaimana mungkin istri Nabi mau dimasukkan. Penjamakannya itu jelas tidak bisa dilakukan, yang bisa dilakukan adalah mentarjih riwayat tersebut. Riwayat asbabun nuzul al ahzab 33 untuk ahlul kisa’ lebih kuat dan lebih shahih serta lebih banyak riwayatnya.”…….
    Kutipan pada tulisan mas @SP diatas saya rasa cukup untuk kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat 2 metode pendekatan yg berbeda menyangkut nash yg sedang diperbincangkan. Mas @SP mencoba memahami dengan pendekatan metode tarjih (dan menurut saya penetapan metode ini lebih dekat pada kebenaran) dan pada sisi yg lain @STB mencoba memahami lewat metode jama’ (walaupun ini tampak musykil bagi segolongan orang yg sependapat dgn mas@SP)….tetapi apapun itu: ini merupakan realitas yang hendaknya dapat diterima terutama oleh pihak2 yg slm ini ikut berpartisipasi dalam perjalanan panjang pencarian kebenaran….salam damai.

  28. @msaleh
    Pendapat bisa berbeda karena:
    1. Kita tdk hadir pada waktu Rasul berdoa untuk Ahlulbait.
    2. Periwayatan hadits ini disampaikan oleh manusia biasa sehingga bisa ber-macam2 (krn vested interest).
    Untuk mengetahui maka kita harus pelajari apa tujuan Allah berfirman demikian (QS:33:33) Tdk ada satupun Firman Allah dalam Al Qur’an tabpa maksud dan sia2,
    Kemudian golongan yang memasukan istri2 Nabi sebagai Ahlulbait. Apakah hanya Ummu Salamah?
    Apakah Siti Aisyah, Habxah dll tidak termasuk?
    Kalau termasuk apakah ada haditsnya.
    Dan kalau tdk ada, apakah mereka tdk CEMBURU, disebabkan hanya Ummu Salamah yang didoakan? Coba kita secara jujur mencari kebenaran. Wasalam.

  29. @chany
    Point 2 yang anda sebutkan adalah salah satu diantara kemusykilan yg barangkali luput untuk dipertimbangkan oleh sdr @STB dan yg sependapat dengannya…..mau apa lagi..?

  30. @msaleh
    Yah, apa mau dikata. Kita hanya ingin menyampaikan Firman Allah. Yakni sampaikan yang BENAR dari Rabmu

  31. @chany

    surat 33 ayat 33
    3+3+3+3= 12
    sama dengan khalifah Rasul SAW Yang Suci
    🙂

  32. @msaleh
    argumen yg dibentuk dr murni hasil olah fikir,tdk lah jd masalah ataw bisa diterima sbg realita swt pemikiran.
    tp argumen dr STB adlh pemikiran yg sdh bercampur dgn subyektivitas,yaitu mereka2 ini mempunyai suatu tujuan,dgn cara apapun berusaha melemahkan bahkan menghilangkan keutamaan ahlulbait,
    sehingga sangat jelas terlihat pemikran mereka sangat tdk konsisten.
    kita bisa lihat mereka yg pro dgn @stb hanya cuap2 n menghilang n dapat dipastikan yg pro @stb adlh hanya 1 golongan(wahabi),bahkan terkadang mereka adalah orang yg sama.
    tp yg pro dgn @sp dr berbagai gol n mereka jg memberikan sumbangsih pemikiran scr terus menerus

  33. @yusuf
    Biasanya kalau kebetulan hanya sekali dua. Tapi dalam hal ini bersinambungan dan satu dengan yang lain ada hubungannya

  34. Mungkinkah syiah akan membebaskan dan rela menumpahkan darah demi untuk membebaskan masjid aqsa..jawapannya tidak..kerana jawapannya boleh didapati di link ini:

    http://syariftambakoso.wordpress.com/mungkinkah-syiah/

    jadi kesungguhan iran hanyalah satu lakonan sahaja..konspirasi

  35. @mungkin
    Mungkinkah mahzab lain selain Syiah akan membebaskan dan rela menumpahkan darah demi untuk membebaskan masjid aqsa..jawapannya tidak..kerana jawapannya ada disini

  36. gaya lama wahabi,sdh ga laku..
    n ga nyambung

  37. @chany

    “Mungkinkah mahzab lain selain Syiah akan membebaskan dan rela menumpahkan darah demi untuk membebaskan masjid aqsa..jawapannya tidak..kerana jawapannya ada disini”

    disini itu dimana..di blog inikah..

    adakah anda sudah memca link yang saya kasih..lihat permainan si tua yahudi ahmadinejad..konon mahu membebaskan palestin..tapi dia sendiri mengiktiraf kitab yang ditulis oleh ulamanya yang mengatakan masjid aqsa tidak terdapat dibumi..haha, gila rupanya syiah ini..lol

  38. @mungkin
    Jawaban memang ada diblog ini sudah dibahas. Dan tdk ada satupun dari Wahaby/Salafy bisa bertahan silahkan cari sendiri
    Saya bisa jelaskan anda.
    Bahwa pada waktu HAMAS pemilihan di Palistina dan di EMBARGO Amerika dan tdk memberi bantuan. Hamas membentuk panitia para Ulama agar Hamas dibantu keuangan. Para Ulama Syiah dan Suni menyokong. Ulama Wahaby dengan keras menolak. Negara2 yabg dikuasai Wahabypun menolak pengusian dari Palestina, Mengapa? Karena TAKUT pada Amerika (Yahudi) dan Israel.
    Kita sudah keluar dari TOPIK. Tidaj ada komentar selanjut dari saya

  39. @ Sp saya baru masuk blog ini lagi

    kenapa sih blog ini ada moderasinya?

  40. SEKILAS INFO
    Judul Buku: Eksistensi Palestina di Mata Teheran dan Washington
    Penulis : Prof. Drs. Muhammad Rizza Sihbudi (Peneliti LIPI)
    Pengantar: Prof. DR. Amien Rais
    Penerbit: Mizan

    Iran adalah satu-satunya negara di dunia saat ini yang memasukkan kemerdekaan palestina
    dalam Undang-Undang Negaranya

    Cuplikannya bisa lihat di sini:
    http://www.mail-archive.com/hizb@hizbi.net/msg25659.html

    Artinya membebaskan palestina dari penjajahan zionis menjadi tugas pemerintah Iran siapa pun presidennya.

    Bandingkan dengan Fatwa Ulama Wahabi dan Sikap Kerajaan Saudi terhadap Palestina.

  41. @Yusuf
    Sampai sebegitu serius kah Iran dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina?
    Dimanakah saya bisa dapatkan info ini (Indonesia/english)?
    Apakah informasi ini akan menghentikan hasut dan fitnah thd Iran? Belum tentu..!!
    Kebenaran tidak selalu bisa menghentikan kejahatan yang sudah berkarat.
    Maka jika para salafy/wahabi masih terus bertahan dengan fitnah dan hasutnya, maka itu menjawab keheranan kita mengapa mereka begitu sulit menerima bhw orang lain bisa saja benar, dan mereka bisa saja salah.

    salam damai.

  42. @truthseekers
    jgn heran dimalaysia,wahabi gencar menyerang syiah dgn fitnah2 bodoh,yaitu mereka mengatakan bhw syiah iran punya ka’bah sendiri.
    klu syiah iran punya ka’bah sendiri maka indonesia punya lebih banyak lg.
    kenapa?
    krn mereka mengambil foto n film syiah diiran lg manasik haji.ha..ha…ha…
    yg membuat fitnah bodoh,yg percaya lebih bodoh lg.
    sekarang mereka lg gencar membuat kitab2 n dibagi gratis dibenua arab,n sbntr lg muncul diindonesia,yg isinya seolah2 syiah menggugat syiah
    tunggu sj beredarnya.

  43. @ Sp 😆

    Ummu Salamah adalah AHlul Bait, hanya orang bodoh yang mengatakannya bukan Ahlul BAit

    :mrgreen:

  44. @ YUCUP

    SEKILAS INFO
    Judul Buku: Eksistensi Palestina di Mata Teheran dan Washington
    Penulis : Prof. Drs. Muhammad Rizza Sihbudi (Peneliti LIPI)
    Pengantar: Prof. DR. Amien Rais
    Penerbit: Mizan
    Iran adalah satu-satunya negara di dunia saat ini yang memasukkan kemerdekaan palestina
    dalam Undang-Undang Negaranya
    Cuplikannya bisa lihat di sini:
    http://www.mail-archive.com/hizb@hizbi.net/msg25659.html
    Artinya membebaskan palestina dari penjajahan zionis menjadi tugas pemerintah Iran siapa pun presidennya.
    Bandingkan dengan Fatwa Ulama Wahabi dan Sikap Kerajaan Saudi terhadap Palestina.

    ya terang aja gitu karena itu penulisnya syiah…
    ini ngga objektif tau!!!

  45. @truthseeker08

    Buku itu sudah lama terbit, jadi agak sulit di toko.
    Di perpustakaan atau ke penerbit insya Allah ada.

    coba kontak ini:
    http://www.pustakabersama.net/cari.php?cari=Eksistensi+Palestina+di+Mata+Teheran+dan+Washington&opt=judul&perpus=csis

  46. @gus konak
    wah..parah anda.info yg ada sangat jelas,bkn masalh dr syiah atw bukan.intix bhw iran memasukanx dlm Undang Undang Negara Iran bkn utk dijadikan kedengkian,tp patut dijadikan contoh oleh negara lain.
    anda tdk baca koment dr @truthseekers

  47. @ngopi
    anda ngelantur,disini tdk ada yg mempersalahkan klu ummu salamah adlh ahlulbait.

  48. @aldj
    bukan ngelantur….hanya saja mungkin belum sempat ”ngopi” dari pagi tadi, sehingga terburu2 kasih koment yg terkesan nggak nyambung.

  49. Ketua MUI, Amidhan: “Sunni atau Ahlussunah Waljamaah itu menganggap Ahlulbait itu tidak hanya lima sosok tadi. Tapi semua orang atau kelompok yang taat dan melaksanakan ajaran Rasul dan Sahabat-sahabat. “Tidak dibatasi hanya yang lima tadi (pada ajaran Syiah),” ujar dia. ”
    http://us.nasional.vivanews.com/news/read/221489-mui–dewan-masjid-indonesia-bukan-sunni

    Baru denger kalau kita juga bisa jadi Ahlulbait dengan melaksanakan ajaran Rasul dan Sahabat. Ketua MUI? halah…..

  50. Ketua MUI, Amidhan: “Sunni atau Ahlussunah Waljamaah itu menganggap Ahlulbait itu tidak hanya lima sosok tadi. Tapi semua orang atau kelompok yang taat dan melaksanakan ajaran Rasul dan Sahabat-sahabat. “Tidak dibatasi hanya yang lima tadi (pada ajaran Syiah),” ujar dia. ”

    banyak banget dong yang dipanggil habib … wakakakaka …

  51. INFORMASI:
    Yahoo Baru saja membeli Site YAHOO MAKTOOB berbahasa arab versi Wahabi n AS untuk meracuni ummat Islam. Kalo yg sudah tahu ya syukur n klo yf lon tahu ini hanya sejedar info doank. Salam Damai.

  52. BEGITULAH KAUM SALAFI MEMANG SENANG MENUNJUKAN ATSAR BOHONG UNTUK MMENGECOH ORANG AWAM.
    Mereka menggunakan atsar ini bahwa seolah2 itu adalah pendapat para sahabat.Padahal itu hanya pendapat satu atau dua orang sahabat saja :

    Dari yazid annahwi dari Ikrimah dari Ibnu Abbas , tentang ayat “ innamaa yuridullah dst…” ayat ini turun untuk isteri-isteri nabi. Ikrimah berkata,” Siapa yang mau tahu, aku bersumpah bahwa sesungguhnya ayat tertsebut untuk isteri-isteri nabi.”

    Pernyataan tersebut juga dikutip oleh Thabari dan AlWahidi juga menyebutkannya dari jalur Said bin Jubair.Demikianlah, Apih Uyus terkecoh, dia mengannggap bahwa itu adalah hadist, padahal yang dia tunjukan tersebut adalah pendapat sahabat, atau sebuah pendapat yang dinisbatkan pada sahabat.

    Semua riwayat tersebut memiliki berbagaai kelemahan.pertama jalur-jalur yang menurut Ikrimah adalah penafsiran Ibnu Abbas bahwa Ahlul Bait adalah isteri-isteri nabi adalah cacat , oramg-orang yang meriwayatkannya tidak dapat dipercaya.

    Pada Jalur Ikrimah- terlepas dari perawi yang lain, nama Ikrimah saja sudah cukup menjadi alas an cacat dan gugurnya riwayat tersebut.Seluruh rijalnya tidak memenuhi standart tsiqat.

    Sementara pada jalur Said bin jubair juga cacat disebabkan adanya beberapa perawi yang dinilai sangat cacat oleh ulama rijal dikalagan ahjlusunnah diantaranya :
    • Khashif al harrani , adalah seorang budak setia bani Umayah.Imam Ahmad mengkategorikannya sebagai perawi lemah.”ia sangat kacau dalam periwayatannya.”Imam Nasai ,”Ia tidak kuat,”Muhammad bin Ishaq berkomentar ,” Ia tidak bias dijadikan bukti.”
    • Shalih bin Musa .ditengarai adalah seorang pembenci Ali.Yahya bin main berkata,” Ia tidak berarti sedikitpun juga, hadistnya tidak perlu ditulis.”Imam nasai berkata,” Ia perawi yang ditinggalkan.Hadisnya tidak layak dicatat.” Abu Nu`aim berkata<”Ia adalah perawi yang ditinggalkan.”Bukhari mengatakan,” Ia perawi yang membawa hadist-hadist munkar.”
    • Dst

    Selain itu , kita perlu mencermati PENDAPAT IBNU Abbas tersebut dengan beberapa asumsi:
    • Itu HANYA PENDAPAT Ibnu Abbas yang tidak lebnih dari seorang musafir pencari kebenaran biasa seperti halnya kita dan tidak maksum
    • Yang menyatakan bahwa itu adalah pendapat Ibnu Abbas adalah Ikrimah seorang.Ikrimah sendiri bermasalah
    • Tidak adanya pengakuan dari isteri-isteri Nabi bahwa mereka adalah ahlulbait yang di maksud dalam ayat Thahir.Sementara sayidina Ali, Hasan dan Husein mengakui diri mereka sebagai Ahlul bait nabi
    • Adanya atsar-atsar lain dari para sahabat lainnya yang menunjukan bahwa ayat Thahir turun untuk yang lima, mereka adalah nabi, Ali , Fatimah, Hasan dan Husein.

    Kembali ke pembahasan tentang siapa Ikrimah ,sebagaimana dihimpun oleh para ualama dalam kitab-kitab rijal yang mu`tabarah seperti Thabaqatnya Ibnu Saad, aDdhuafal Kabir, Tahdzib Alkamal, Wafayat Al a`yan, Mizan Al `itidal, Lisanul Mizan, Al Mughni fid Dhuafa, Tahdzib atTahdzib, setidaknyan ada beberapa pernyataan Ikrimah yang meragukan keberagamaannya :
    • Khalid bin Imran berkata ,” Kami berada di Maroko dan ketika itu disana ada Ikrimah.Saat itu musim haji.Ikrimah berkata,” Andai aku memegang kapak lalu aku arahkan kepada orang-orang yang melaksanakan haji ke kanan dan kekiri.
    • Dia disebut-sebut sebagai da`I khawarij .
    Addzahabi berkata ,” Orang-orang telah membicarakan Ikrimah, sebab ia penganut khawarij.”
    Imam Muslim tidak meriwayatkan darinya.menurut Ibnu Hajar Asqalani ,” penolakan Imam Muslim adalah karena komentar Imam Malik tentang Ikrimah.
    Imam Malik meriwayatkan agar orang-orang tidak mengambil hadist dari Ikrimah.
    Imam Ahmad berkata ,” ia adalah seorang Shufriah (sekte Khawarij)
    • Ya`kub Alhadhrami berkata ,”Ikrimah pernah berdiri di depan pintu masjid seraya berkata ,”tiada di dalamnya kecuali orang-orang kafir”
    • Selain itu ia disebut-sebut jarang melakukan shalat.Ismaili dalam Almadkhalnya bahwa saat disebut-sebut ia tidak melakukan shalat dengan tepat, Ayub berkata ,” Memangnya ia juga shalat?”
    • Ibnu Umar pernah menegur Nafi,” jangan berbohong atas namaku sebagaimana Ikrimah berbohong atas nama Ibnu Abbas.dan Ikrimah pernah diikat oleh Ali putra Ibnu Abbas karena berbohong atas nama ayahnya.
    • Ibnu Sirrin berkata ,” Ia adalah pembohong.Atha dan yahya bin Said Al Anshari juga menuduhnya sebagai pembohong.”
    • Ibnu Abi dzi`ib menyatakan bahwa Ikrimah adalah orang yang tidak dapat dipercaya.
    • Karena itulah kaum muslimin enggan mengurus jenazahnya tatkala ia wafat, sampai-sampai seseorang menyewa empat orang kulit hitam untuk mengangkatnya.Silakan rujuk Ibnu Hajar dalam hadyu asSari fi Muqoddimati Fathul Bari 2/ 179-181; Sayid Muhammad bin Aqil bin yahya dalam kitabnya Atbu Jamil hal 89-92.

    Disamping itu dalam riwayat Ikrimah ada nama Urwah, dan orangn inipun bermasalah :
    • Ibnu Abil Hadid mengatakan bahwa ia adalah seorang pembenci Ali (Syarh nahjul balaghah jilid 1 juz 4, hal 371)
    • Azzuhri meriwayatkan dari Urwah bin Zubair bahwa Aisyah menceritakan padanya,” Aku pernah disisi Rasulullah ketikaitu Abbas dan Ali datang lalu beliau bersabda kepadaku,” Hai Aisyah, sesungguhnya dua orang ini akan mati tidak atas dasar agamaku.”
    • Masalah tentang pernah tersihirnya nabi inipun diriwayatkan oleh Urwah. Para propaganda yang menyebarkan berita tentang tersihirnya Nabi , jelas-jelas meragukan kebenaran Qur`an: “ Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” ,surah al-Isra ayat 47,yang dengan terang benderang menerangkan pada kita bahwa para penyebar propaganda sesat yang mengatakan bahwa nabi pernah disihir adalah orang-orang yang zhalim :
    نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَسْتَمِعُوْنَ بِهِ إِذْ يَسْتَمِعُوْنَ إِلَيْكَ وَإِذْهُمْ نَجْوَى إِذْ يَقُوْلُ الظَّالِمُوْنَ إِنْ تَتَّبِعُوْنَ إِلاَّ رَجُلاً مَسْحُوْرًا
    “Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik, (yaitu) ketika ORANG-ORANG ZHALIM berkata: kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang terkena sihir.”
    Disamping Urwah, ada nama lain yang tidak kalah meragukannya sebagai rawi atsar Ikrimah bahwa ahlul bait adalah isteri-isteri nabi, Muqotil bin Sulaiman .orang ini sangat-sangat bermasalah :
    • Bukhari berkata tentangnya ,” Muqotil tidalklah bernilai sedikitpun.
    • Dalam Mizan I`tidal , Dzahabi berkata ,” muqotil sering berbohong.” .ia juga mengatakan ,” Para pemalsu hadiast adalah : Ibnu Abi Yahya di kota madinah, Alwaqidi di kota Baghdad dan Muqotil bin Sulaiman.”
    • Alzaujazani berkata,” Muqotil adalah dajjal yang berani.”
    • Ibnu Abi Hatim mengatakan,”Riwayat darinya menunjukan bahwa ia bukan orang jujur,”
    • Yahya berkata ,”hadist-hadist darinya tidaklah bernilai sedikitpun.”
    Demikianlah, atsar yang dibawakan kaum Salafi yang menyebutkan bahwa ahlul bait adalah isteri-isteri nabi ternyata diriwayatkan oleh rawi yang disebut-sebut pemalsu hadist, dajjal, dan sebagainya.Seperti itulah, kaum Salafi memang gemar mengecoh kaum awam dengan hal-hal penuh kebohonga dan kepalsuan.Semuaya tidak bernilai hujjah sedikitpun.Padahal saat mereka kaum Salafi menunjukan atsar tersebut mereka sangat berapi-apai , mereka membuat trik bahwa seolah-olah syiah mengada-ada, padahal sebenarnya merekalah yang mengada-ada dengan menunjukan atsar-atsar lemah seraya menyembunyika atsar-atsar lainnya yag jauh lebih banyak riwayatnya bahwa ahlul bait adalah mereka yang ada di dalam Kisa.
    Berikut pernyataan beberapa sahabat dan dari Rasulullah sendiri bahwa Ahlul Bait dalam Ayat Thahir adalah Ahlu Kisa yang lima :
    • Pernyataan Imam Ali sendiri bahwa beliau adalah yang dimaksud dalam ayat Thahir Imam Ali setelah ditikam sempat keluar rumah dan berpidato, diantaranya beliau menyebutkan ,” Wahai penduduk Irak bertakwalah pada Allah tentang kami, sebab kami adalah pemimpin kalian dan kami adalah ahlul bait yang telah disebutkan Allah dalam kitabnya.” (Syawahid Tanzil Alhakim Alhiskani 2/18, Ibnu Maghazili dalam almanaqib halaman 382 , At Thabrani dalam Mu`jam Kabir halaman 142, Dzahabi dalam Siyar A`lam wan Nubala 3/180, Ibnu Atsir dalam Ushul Ghabah 2/14
    • Imam Hasan berpidato panjang lebar , diantaranya beliau mengatakan,”Aku dari kalangan Ahlul Bait yang dihilangkan rijs darinya dan disucikan sesuci-sucinya.” (Alhakim dalam Mustadrak 3/172, Tafsir Thabari 4:/120, Syarah Nahjul Balaghah jilid 4 juz 16 halaman 11, Thabari 4/120, dan lainnya)
    • Ummu Salamah sendiri tidak mengakui dirinya adalah Ahlul Bait yang dimaksud dalam ayat Thahir bahkan ia pun berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang lima.dari hakim bin Saad dari Ummu Salamah , tentang ayat Thahir ia berkata ,”Sesungguhnya ia turun untuk Rasulullah, Ali, Fatimah, hasan dan Husein. (Syawahidut Tanzil Alhishani 2/81, hadist no 756, juga diriwayatkan dalam Ibnu Maghazih Almanaqib no 348, Bukhari dalam Tarikh Alkabir I/ 196, Bidayah Wan Nihayah 7/338), bahkan saat mendengar berita Imam Husein terbunuh Ummu Salamah berteriak pada warga Madinah,” sesungguhnya dia (Imam Husein) adalah dari ahlul bait.
    • Imron bin Muslim dari Athiyah dari Abu Said Alkhudri tentang ayat Thahir ia berkata ,” Rasulullah mengumpulkan Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein kemudian beliau telah mengitarkan kain keatas mereka dan kemudian berdoa ,” Ya Allah merekalah Ahlul Baitku.Ya Allah hindarkanlah rijs dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.”(syawahidut Tanzil Alhakim Alhiskani 2/ 23 hadist ke 658 ).
    • Abu Said Alkhudri berkata ,” ayat ini turun untuk lima orang.” Lalu ia membaca ayat Thahir dan menyebutkan nama mereka.”Rasulullah, Ali, Fatimah, Hasan dan husein.”( syawahidut Tanzil Alhakim Alhiskani 2/ 24 hadist ke 659).
    • Dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas tentang firman Allah “Innama yuridullah….dst”ia mengatakan,” Ayat itu turun untuk Rasulullah, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.Dan arti arrijs adalah keraguan.”( syawahidut Tanzil Alhakim Alhiskani 2/ 24 hadist ke 660)
    • Ibnu Umar berkata,” Ali termasuk Ahlul Bait yang tidak dapat dibandingkan dengannya seorang pun juga. (AlQunduzi Alhanafi dalam Yanabiul Mawaddah, juga diriwayatkan oleh Almuhhib Atthobari dalam Dzakha`irul Uqba)
    • Dari Amr bin Saad dari Saad bin Abi Waqosh,”ia berkata Muawiyah menjumpai Saad lalu bertanya ,” Apa yang mencegahmu untuk mencaci Abu Turob (Imam Ali) Saad menjawab bahwa ada tiga hal yang ada di beliau dan tidak dimiliki siapapun juga.kemudian Saad menguraikan panjang lebar diantaranya,”Dan ketika ayat Thahir turun beliau memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husein lalu bersabda ,” Ya Allah mereka inilah keluargaku.”( .”( syawahidut Tanzil Alhakim Alhiskani 2/ 21 hadist ke 656, juga dalam An Nasai Khasaisul Imam Ali hadist no 51, Alhakim dalam Mustadraknya 3/ 108 ).

    • Bahkan Rasulullah sendiri sebagaimana yang diriwayatkan Abu Said dengan tegas bersabda ,” Ayat thahir ini turun untuk lima orang, untukku, untuk Ali,Untuk Fatimah, untuk Hasan dan untuk Husein.” (diriwayatkan AlBazzar,juga diriwayatkan Ahmad, Thabrani, Manaqib n dan lain-lain)

    Dan keyakinan kami bahwa Ahlul Bait adalah Rassulullah, Ali , Fatimah , Hasan dan Husein bukalah seperti kebohongan yang mereka tuduhkan untuk mengecoh kaum awam bahwa hal ini diada2kan kaum syiah, sesungguhnya sebagian besar ulama ahlusunnah juga memiliki pendapat bahwa ahlul bait yang dimaksud dalam ayat Thahir adalah turun untuk lima orang, untuk Nabi, untuk Ali,Untuk Fatimah, untuk Hasan dan untuk Husein:
    • Syaukani berkata : Itu adalah pendapat Jumhur ulama
    • Ibnu Hajar dalam Shawaiqnya hal 143 berkata ,” Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa Sesungguhnya ia turun untuk Rasulullah, Ali, Fatimah, hasan dan Husein
    • Samhudi sebagaimana dinukil Sayid Alwi Alhaddad menuturkan ,”Pendapat bahwa Sesungguhnya ayat Thahir turun untuk Rasulullah, Ali, Fatimah, hasan dan Husein dipilih oleh jumhur Muhadis karena telah datang dari 14 saahabat : Ali, Hasan, Husein, Abdullah bin jafarr, Ibnu Abbas, Aisyah, Ummu Salamah, Wastilah, Anas, Saad, Abu hamra, dan Maqil.Riwayat tersebut tergolong mutawatir.” Selanjutnya ia menyebutkan ,” Menafsirkan bahwa ayat tersebut dengan selain ahlukisa adalah tertolak, bidah da mengada-ada.”( Qaulul Fashal Juz II)

    Jadi, bila ada yang mengatakan bahwa Ahlul Bait yang dimaksud dalam ayat Thohir adalah hal yang diada-adakan syiah, itu adalah kebohongan yang dibuat-buat untuk mengecoh kaum awam.Seperti yang saudara pembaca lihat sendiri, para mufasir dan ulama ahlusunnah pun sebagian besar meyakini bahwa Ayat Thahir turun untuk lima pribadi: Muhammad saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.

  53. @satriamuntazar

    sangat bermanfaat infonya..

Tinggalkan komentar