Studi Kritis Riwayat Imam Ali Membakar Kaum Murtad : Bantahan Terhadap Salafy

Studi Kritis Riwayat Imam Ali Membakar Kaum Murtad : Bantahan Terhadap Salafy

Salah satu riwayat yang dijadikan hujjah salafy untuk menyalahkan Imam Ali adalah riwayat Imam Ali membakar kaum murtad. Salafy mengatakan bahwa kisah ini shahih dan Imam Ali telah keliru dengan membakar kaum murtad tersebut karena berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas RA tidak diperbolehkan menyiksa dengan siksaan Allah SWT yakni dengan api.

Salafy dengan senang hati membawakan riwayat-riwayat ini dan tanpa segan-segan mereka mengatakan kalau Imam Ali telah melakukan kesalahan. Sejak dahulu salafy memang tidak pernah menjadikan Imam Ali sebagai rujukan dan pedoman. Bagi mereka Imam Ali sama seperti sahabat lainnya bisa juga melakukan kesalahan padahal Rasulullah SAW sendiri telah menjelaskan kalau Imam Ali adalah ahlul bait yang menjadi pedoman umat islam agar tidak tersesat selalu bersama Al Qur’an sampai kembali kepada Rasulullah SAW di Al Haudh. Apakah seseorang yang dikatakan selalu bersama kebenaran dan selalu bersama Al Qur’an bisa melakukan kesalahan?. Begitulah ulah salafy yang mendustakan hadis-hadis shahih dan tanpa mereka sadari mereka telah merendahkan Imam Ali radiallahu ‘anhu. Berikut riwayat-riwayat yang dijadikan hujjah oleh salafy

.

.

Riwayat Ikrimah

حدثنا أحمد بن محمد بن حنبل، ثنا إسماعيل بن إبراهيم، أخبرنا أيوب، عن عكرمة : أن عليّاً عليه السلام أحرق ناساً ارتدُّوا عن الإِسلام، فبلغ ذلك ابن عباس فقال: لم أكن لأحرقهم بالنار، إن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: “لاتعذبوا بعذاب اللّه” وكنت قاتلهم بقول رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم، فإِن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: ” من بدل دينه فاقتلوه” فبلغ ذلك عليّا عليه السلام، فقال: ويح ابن عباس.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hanbal  telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim telah mengkhabarkan kepada kami Ayyuub, dari ‘Ikrimah Bahwa ‘Aliy ‘alaihis-salaam pernah membakar orang-orang yang murtad dari Islam. Lalu sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbaas hingga ia berkata “Sungguh, aku tidak akan membakar mereka dengan api. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan aku memerangi mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia’. Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy, dan ia berkata  ‘Waiha Ibna ‘Abbaas’ [Sunan Abu Daawud no. 4351].

Hadis ini jelas tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan bahwa Imam Ali membakar kaum murtad. Dalam matan hadis di atas baik Ikrimah maupun Ibnu Abbas hanyalah mendapat kabar yang sampai kepada mereka kalau Imam Ali membakar kaum murtad. Baik Ikrimah maupun Ibnu Abbas tidaklah menyaksikan peristiwa tersebut. Kabar itu sendiri tidak jelas berasal dari mana atau tidak jelas siapa yang menyampaikannya. Mengenai perkataan Ibnu Abbas dan hadis yang Ibnu Abbas sebutkan maka bisa ditetapkan bahwa itu shahih karena berasal dari Ikrimah dan Ikrimah menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan demikian tetapi khabar Imam Ali membakar kaum murtad sanadnya terputus karena tidak disebutkan siapa yang mengabarkan kepada Ikrimah dan siapa yang mengabarkan kepada Ibnu Abbas. Bisa jadi dari hadis di atas bahwa khabar tersebut sampai kepada Ikrimah kemudian Ikrimah menyampaikan kepada Ibnu Abbas. Ikrimah tidaklah bertemu Imam Ali dan riwayatnya dari Imam Ali adalah mursal sebagaimana yang dikatakan Abu Zur’ah [Jami’ At Tahshil Fi Ahkam Al Maraasil Abu Sa’id Al Alaaiy no 532]

Sebagian orang yang bukan ahlinya dalam ilmu hadis tidak mengerti illat yang terdapat dalam riwayat ini. Ia mengatakan bahwa riwayat ini adalah riwayat Ikrimah dari Ibnu Abbas bukan riwayat Ikrimah dari Ali. Orang tersebut jelas keliru, ia tidak bisa membedakan dengan jelas bahwa tidak semua isi atau matan hadis di atas adalah perkataan Ibnu Abbas. Matan hadis di atas dapat kita bagi menjadi tiga bagian

  • Khabar Imam Ali membakar kaum murtad, khabar ini disebutkan oleh Ikrimah kemudian Ikrimah menyebutkan bahwa telah sampai khabar tersebut kepada Ibnu Abbas. Tidak jelas dari mana khabar tersebut atau siapa yang menyampaikan kepada Ibnu Abbas. Sangat mungkin kalau ikrimah sendiri yang menyampaikan khabar tersebut kepada Ibnu Abbas atau khabar ini hanyalah khabar angin dan desas desus yang beredar sampai akhirnya terdengar oleh Ikrimah ataupun Ibnu Abbas. Bagian ini jelas tidak shahih
  • Perkataan Ibnu Abbas ketika mendengar khabar tersebut yaitu mengingkari apa yang dilakukan Imam Ali dan membawakan dua buah hadis Rasulullah SAW “siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia” dan “jangan menyiksa dengan siksaan Allah SWT”. Perkataan Ibnu Abbas ini shahih dan Ikrimah memang menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan demikian.
  • Perkataan Imam Ali ketika disampaikan kepada Beliau apa yang dikatakan Ibnu Abbas. Hadis di atas menyebutkan dengan lafaz “dan sampailah perkataan itu kepada Ali”. Kemudian Imam Ali menyebutkan “waiha Ibnu Abbas”. Tidak jelas siapa yang menyampaikan kepada Imam Ali padahal sanad riwayat di atas berakhir pada Ikrimah dan riwayat Ikrimah dari Ali adalah mursal. Jadi bagian ini pun tidak shahih.

.

.

Riwayat Anas Radiallahu ‘anhu

أخبرنا محمد بن المثنى قال: حدثنا عبد الصمد قال: حدثنا هشام عن قتادة، عن أنس أن عليا أتي بناس من الزط يعبدون وثنا فأحرقهم قال ابن عباس إنما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه.

Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa, ia berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas bahwa dihadapkan kepada ‘Ali orang dari Az-Zuth yang menyembah berhala. Kemudian ia membakar mereka. Ibnu ‘Abbaas berkata “Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Sunan Nasa’i 2/302 no 3528]

Riwayat Anas ini tidaklah tsabit karena di dalam sanadnya terdapat ‘an ‘anah Qatadah dan ia termasuk mudallis martabat ketiga [ Thabaqat Al Mudallisin no 92]. Selain itu kedudukan Anas disini sama halnya dengan kedudukan Ibnu Abbas, dimana ia tidak menyaksikan sendiri peristiwa tersebut melainkan hanya mendengar khabar yang sampai kepadanya. Sebagaimana halnya desas desus maka akan muncul hal yang simpang siur. Dalam riwayat Ikrimah sebelumnya, khabar yang sampai kepada Ibnu Abbas adalah orang-orang yang murtad dari islam sedangkan khabar yang sampai kepada Anas adalah orang Zuth yang menyembah berhala.

.

.

Riwayat Suwaid bin Ghafalah

حدثنا أبو بكر بن عياش عن أبي حصين عن سويد بن غفلة أن عليا حرق زنادقة بالسوق ، فلما رمى عليهم بالنار قال : صدق الله ورسوله ، ثم انصرف فاتبعته ، فالتفت إلي قال : سويد ؟ قلت ، نعم ، فقلت : يا أمير المؤمنين سمعتك تقول شيئا ؟ فقال : يا سويد ! إني بقوم جهال ، فإذا سمعتني أقول : ” قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” فهو حق

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Abu Hushain, dari Suwaid bin Ghafalah Bahwa ‘Aliy pernah membakar orang-orang zindiq di pasar. Ketika ia membakarnya, ia berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ia berpaling dan akupun mengikutinya. Ia melihat kepadaku dan berkata “Suwaid ?”. Aku berkata “Benar”. Aku lalu berkata “Wahai Amiirul-Mukminiin, aku telah mendengarmu mengatakan sesuatu”.’Aliy berkata : “Wahai Suwaid, sesungguhnya aku tinggal bersama kaum yang jahil. Jika engkau mendengarku mengatakan : ‘Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka itu benar” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10/141 & 12/391-392]

Riwayat di atas bisa jadi sanad yang terkuat dalam masalah ini dan memuat kesaksian Suwaid bin Ghafalah yang menyaksikan kejadian tersebut hanya saja riwayat tersebut mengandung illat yaitu kelemahan Abu Bakar bin ‘Ayyaasy. Ahmad terkadang berkata “tsiqat tetapi melakukan kesalahan” dan terkadang berkata “sangat banyak melakukan kesalahan”, Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat, Utsman Ad Darimi berkata “termasuk orang yang jujur tetapi laisa bidzaka dalam hadis”. Muhammad bin Abdullah bin Numair mendhaifkannya, Al Ijli menyatakan ia tsiqat tetapi sering salah. Ibnu Sa’ad juga menyatakan ia tsiqat shaduq tetapi banyak melakukan kesalahan, Al Hakim berkata “bukan seorang yang hafizh di sisi para ulama” Al Bazzar juga mengatakan kalau ia bukan seorang yang hafizh. Yaqub bin Syaibah berkata “hadis-hadisnya idhthirab”. As Saji berkata “shaduq tetapi terkadang salah”. [At Tahdzib juz 12 no 151]. Ibnu Hajar berkata “tsiqah, ahli ibadah, berubah hafalannya di usia tua, dan riwayat dari kitabnya shahih” [At Taqrib 2/366].

Kelemahan yang ada pada Abu Bakar bin ‘Ayyaasy terletak pada hafalannya sedangkan riwayat dalam kitabnya dikatakan shahih. Hanya saja tidak diketahui apakah riwayat ini berasal dari kitabnya tetapi terdapat petunjuk yang menguatkan kalau riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy ini bersumber dari hafalannya. Sebagaimana hal yang ma’ruf bahwa riwayat yang bersumber dari hafalan terkadang berbeda-beda tergantung dengan hafalan orang tersebut dan kepada siapa ia menyampaikan riwayat tersebut. Riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy di atas tidak hanya diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah tetapi juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dari Khallad bin Aslam

حدثنا خلاد بن أسلم ، قال : نا أبو بكر بن عياش ، عن أبي حصين ، عن سويد بن غفلة ، قال : أتى علي رضي الله عنه بزنادقة ، فخرج إلى السوق ، فحفر حفرة ، فأحرقهم بالنار ، ورفع رأسه إلى السماء ، وقال : « صدق الله ورسوله ، ثم انطلق حتى دخل الرحبة ، فتبعته ، فلما أراد أن يدخل البيت ، قال : ما لك يا سويد ؟ قلت : يا أمير المؤمنين كلمة سمعتها حين حرقت هؤلاء الزنادقة ، تقول : صدق الله ورسوله ، قال : يا سويد إذا سمعتني أقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فاعلم أني لأن أخر من السماء أحب إلي من أن أقول ما لم أسمع منه ، وإذا رأيتني أتكلم بأشباه هذا ، فإنما هو شيء أغيظهم ، أو كلمة نحوها

Telah menceritakan kepada kami Khalad bin Aslam yang berkata menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy dari Abu Hushain dari Suwaid bin Ghafalah yang berkata “datang kepada Ali orang-orang zindiq maka ia keluar ke pasar, membuat lubang dan membakar mereka dengan api, dan Beliau menengadahkan kepalanya ke langit dan berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian beliau pergi memasuki tanah lapang dan aku mengikutinya, ketika Beliau ingin masuk ke dalam rumah, beliau berkata “ada apa denganmu wahai Suwaid?”. Aku berkata “wahai Amirul mukminin aku mendengar engkau mengatakan ketika membakar mereka orang-orang zindiq “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Beliau berkata wahai Suwaid jika engkau mendengarku mengatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata maka ketahuilah runtuhnya langit lebih aku sukai daripada aku mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar dari Beliau SAW dan jika engkau melihatku mengatakan hal yang lain maka sesungguhnya itu sesuatu yang muncul dari kemarahan atau perkataan semisalnya [Musnad Al Bazzar 2/238 no 523]

Khallad bin Aslam seorang yang tsiqat sebagaimana yang dinyatakan daruquthni, Ibnu Hibban, Nasa’i dan Maslamah bin Qasim [At Tahdzib juz 3 no 325]. Riwayat Khallad dari Abu Bakar bin ‘Ayyaasy dan riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Abu Bakar bin ‘Ayyaasy memiliki perbedaan lafaz yang cukup jelas.

  • Dalam riwayat Khallad disebutkan kalau di pasar tersebut dibuat lubang sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah tidak disebutkan.
  • Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah terdapat perkataan “aku tinggal bersama kaum yang jahil” sedangkan dalam riwayat Khallad tidak disebutkan
  • Dalam riwayat Khallad terdapat lafaz “langit runtuh lebih aku sukai daripada aku mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah tidak disebutkan

Perbedaan lafaz-lafaz ini menunjukkan kalau riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy di atas bersumber dari hafalannya dan sebagaimana disebutkan bahwa hafalan Abu Bakar bin ‘Ayyaasy menjadi illat yang membuat riwayat ini tidak bisa dijadikan hujjah. Selain itu terdapat lafaz lain dari riwayat Suwaid yang menunjukkan kalau Imam Ali sebenarnya membunuh mereka terlebih dahulu baru kemudian melemparkan ke dalam lubang dan membakarnya

أخبرنا أبو سعيد ، حدثنا أبو العباس ، أخبرنا الربيع ، قال : قال الشافعي فيما بلغه عن أبي بكر بن عياش ، عن أبي حصين ، عن سويد بن غفلة ، أن عليا أتي بزنادقة فخرج إلى السوق فحفر حفرا فقتلهم ، ثم رمى بهم في الحفر ، فحرقهم بالنار

Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Abul Abbas yang mengabarkan kepada kami Rabi’ yang berkata Asy Syafii berkata telah disampaikan kepadanya dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Abu Husain dari Suwaid bin Ghafalah bahwa datang kepada Ali orang-orang zindiq, ia keluar ke pasar membuat lubang dan membunuh mereka kemudian ia melemparkan mereka ke dalam lubang dan membakar mereka dengan api [Ma’rifat As Sunan Wal Atsar Baihaqi no 5289]

Riwayat di atas kembali menguatkan hujjah kami bahwa riwayat ini berasal dari hafalannya Abu Bakar bin ‘Ayyasy dimana pada riwayat di atas dengan jelas disebutkan kalau Imam Ali membunuh orang-orang zindiq tersebut baru kemudian membakar jasad mereka. Hal ini tidak disebutkan dalam riwayat Suwaid yang lain tetapi semua riwayat tersebut memiliki illat yaitu kelemahan Abu Bakar bin ‘Ayyasy seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dan bila riwayat ini diterima maka penafsiran yang paling tepat adalah Imam Ali membunuh orang-orang zindiq tersebut baru kemudian membakar jasad mereka dengan api dan berdasarkan riwayat Suwaid diketahui bahwa hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Imam Ali sehingga Imam Ali berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Dan tentu saja pengingkaran Ibnu Abbas yang tidak menyaksikan peristiwa ini tidaklah beralasan mengingat Imam Ali telah membunuh orang-orang zindiq barulah membakarnya, jadi tidak bisa dikategorikan menyiksa dengan api atau siksaan Allah SWT.

.

.

Riwayat Ubaid bin Nisthaas

حدثنا عبد الرحيم بن سليمان عن عبد الرحمن بن عبيد عن أبيه قال : كان أناس يأخذون العطاء والرزق ويصلون مع الناس ، وكانوا يعبدون الاصنام في السر ، فأتى بهم علي بن أبي طالب فوضعهم في المسجد ، أو قال : في السجن ، ثم قال : يا أيها الناس ! ما ترون في قوم كانوا يأخذون معكم العطاء والرزق ويعبدون هذه الاصنام ؟ قال الناس : اقتلهم ، قال : لا ، ولكن أصنع بهم كما صنعوا بأبينا إبراهيم ، فحرقهم بالنار

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim bin Sulaimaan, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Ubaid, dari ayahnya, ia berkata “Ada sekelompok orang yang mengambil bagian harta dari baitul-maal, shalat bersama orang-orang lainnya, namun mereka menyembah berhala secara diam-diam. Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid  atau di penjara. ‘Aliy berkata : ‘Wahai sekalian manusia, apa pendapat kalian tentang satu kaum yang mengambil bagian harta dari baitul-maal bersama kalian, namun mereka menyembah berhala-berhala ini ?’. Orang-orang berkata ‘Bunuhlah mereka !’. ‘Aliy berkata ‘Tidak, akan tetapi aku melakukan sesuatu kepada mereka sebagaimana mereka dulu [yaitu para penyembah berhala] melakukannya kepada ayah kita Ibraahiim’.  Lalu ia membakar mereka dengan api” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 10/142 & 12/392]

Riwayat ini sanadnya shahih sampai Ubaid bin Nisthaas seorang tabiin kufah. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat, Al Ijli menyatakan tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 162]. Tidak diketahui tahun lahir dan tahun wafatnya tetapi disebutkan dalam biografinya kalau ia meriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah, Syuraih bin Al Harits dan Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud.

Dalam riwayat di atas tidak diketahui dari mana Ubaid bin Nisthaas mengetahui kabar tersebut. Ada dua kemungkinan, ia menyaksikan sendiri peristiwa tersebut dengan kata lain riwayatnya di atas berasal dari Imam Ali atau ia mendengar dari orang lain dimana ia tidak menyebutkannya. Kemungkinan yang lebih rajih adalah Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan kejadian tersebut. Tidak ada satupun keterangan dalam biografi Ubaid bin Nisthaas kalau ia meriwayatkan dari Ali atau bertemu dengan Ali radiallahu ‘anhu. Kami telah meneliti hadis yang diriwayatkan Ubaid bin Nisthaas dan kami hanya menemukan satu hadisnya yaitu riwayat Ibnu Majah dimana ia meriwayatkan dari Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud dari Ibnu Mas’ud. Riwayat ini dhaif karena Abu Ubaidah tidak pernah mendengar apapun dari Ibnu Mas’ud.

Ibnu Mas’ud wafat tahun 32 H, sedangkan peristiwa pembakaran kaum murtad tersebut [kalau memang terjadi] terjadi di atas tahun 36 H. Jadi pada saat itu Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud sendiri masih kecil maka apalagi Ubaid bin Nisthaas sebagai orang yang meriwayatkan hadis dari Abu Ubaidah, sangat mungkin Ubaid bin Nisthaas belum lahir saat peristiwa terjadi ataupun jika sudah lahir usianya pasti sangat kecil dan tidak memungkinkan untuk mendengar atau menyaksikan peristiwa tersebut.

Selain itu dalam matan riwayat di atas terdapat indikasi kalau Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan peristiwa tersebut  yaitu pada lafaz “Maka didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka di masjid atau di penjara”. Kalau memang Ubaid bin Nisthaas menyaksikan sendiri peristiwa ini maka tidak akan ada keraguan dimana mereka ditempatkan yaitu di masjid atau di penjara. Adanya keraguan menunjukkan kalau Ubaid bin Nisthaas hanya mendengar cerita yang sampai kepadanya.

.

.

Riwayat Syarik Al ‘Aamiriy

وزعم أبو المظفر الاسفرايني في الملل والنحل إن الذين أحرقهم علي طائفة من الروافض ادعوا فيه الألاهية وهم السبائية وكان كبيرهم عبد الله بن سبأ يهوديا ثم أظهر الإسلام وابتدع هذه المقالة وهذا يمكن أن يكون أصله ما رويناه في الجزء الثالث من حديث أبي طاهر المخلص من طريق عبد الله بن شريك العامري عن أبيه قال قيل لعلي أن هنا قوما على باب المسجد يدعون أنك ربهم فدعاهم فقال لهم ويلكم ما تقولون قالوا أنت ربنا وخالقنا ورازقنا فقال ويلكم انما أنا عبد مثلكم أكل الطعام كما تأكلون وأشرب كما تشربون إن أطعت الله أثابني إن شاء وإن عصيته خشيت أن يعذبني فأتقوا الله وأرجعوا فأبوا فلما كان الغد غدوا عليه فجاء قنبر فقال قد والله رجعوا يقولون ذلك الكلام فقال ادخلهم فقالوا كذلك فلما كان الثالث قال لئن قلتم ذلك لأقتلنكم بأخبث قتلة فأبوا إلا ذلك فقال يا قنبر ائتني بفعلة معهم مرورهم فخد لهم أخدودا بين باب المسجد والقصر وقال أحفروا فابعدوا في الأرض وجاء بالحطب فطرحه بالنار في الأخدود وقال اني طارحكم فيها أو ترجعوا فأبوا أن يرجعوا فقذف بهم فيها حتى إذا احترقوا قال اني إذا رأيت أمرا منكرا أوقدت ناري ودعوت قنبرا وهذا سند حسن

Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thaahir Al-Mukhlish dari jalan ’Abdullah bin Syariik Al-’Aamiriy, dari ayahnya ia berkata Dikatakan kepada ’Ali ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata kepada mereka ’Celaka kalian, apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab ’Engkau adalah Rabb kami’, pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Aliy berkata ’Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dan kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan. Ketika datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’. ’Ali pun berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata,’Wahai Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah galiannya’. Kemudian ia memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Ia berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Aliy melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, ia pun berkata : Ketika aku melihat perkara yang munkar Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar. Ini adalah sanad yang hasan” [Fathul-Baari Ibnu Hajar, 12/270].

Mengenai riwayat panjang di atas kami katakan Ibnu Hajar tidak menyebutkan sanadnya dengan lengkap. Lagipula bagaimana mungkin sanad tersebut dikatakan hasan kalau Syarik Al Aamiriy adalah seorang yang tidak dikenal kredibilitasnya dan hanya anaknya Abdullah bin Syarik yang meriwayatkan darinya. Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil dan hanya anaknya yang meriwayatkan darinya [Al Jarh Wat Ta’dil 4/365 no 1598]. Jadi Syarik Al Aamiriy seorang yang majhul ‘ain.

Jelas sekali tidak ada satupun dari riwayat pembakaran tersebut yang tsabit sanadnya, semuanya mengandung illat yang menyebabkan riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah. Apalagi jika diperhatikan dengan seksama maka ditemukan adanya kekacauan dalam riwayat-riwayat tersebut. Terkadang dikatakan kalau yang dibakar tersebut adalah orang-orang zindiq, terkadang dikatakan mereka adalah orang-orang yang murtad dari islam, terkadang dikatakan mereka adalah orang Zuth penyembah berhala dan terkadang dikatakan mereka menuhankan Ali. Kekacauan ini menunjukkan bahwa peristiwa ini hanyalah kabar angin atau desas desus yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.

Dan sayang sekali ternyata salafy itu malah ikut mengacaukan dengan menyebutkan kalau yang dibakar itu adalah kaum atheis, entah apa pengertian atheis dalam pandangannya. Kemudian yang lebih aneh lagi ia berusaha mengesankan kalau yang dibakar tersebut adalah pengikut Abdullah bin Saba’ atau Sabaiyyah padahal tidak ada satupun riwayat shahih tentangnya dan jelas-jelas berbagai hadis yang ia kutip menunjukkan kalau kaum tersebut dikatakan zindiq atau murtad dari islam, atau penyembah berhala, bahkan riwayat Syarik Al Amiiry  yang ia kutip yang menyebutkan kaum tersebut menuhankan Ali juga tidak menyebutkan adanya nama Abdullah bin Saba’. Salafy itu malah mengutip riwayat-riwayat tentang Abdullah bin Saba’ yang tidak ada kaitannya dengan pembakaran kaum murtad. Cara penarikan kesimpulan yang campur aduk ini memang khas dikenal dikalangan salafiyyun.

Keanehan lain yang muncul dari tulisannya adalah ia mengutip riwayat Abu Ishaq Al Fazari bahwa Imam Ali mengusir Abdullah bin Saba’ ke Al Madaain. Bukankah ini aneh, jika memang kaum yang menuhankan Imam Ali dikatakan Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya maka mereka telah mati dibakar lantas mengapa bisa sekarang ada cerita Abdullah bin Saba’ diusir ke Al Madaain. Bukankah ini menunjukkan kekacauan dalam berdalil yang muncul dari ketidakmampuan dalam memahami.

.

.

Syubhat Salafy dan Bantahannya

Ada syubhat yang disebarkan oleh salafy bahwa Imam Ali membenarkan apa yang dikatakan Ibnu Abbas. Hal ini disebutkan dalam riwayat Tirmidzi.

حدثنا أحمد بن عبدة الضبي البصري حدثنا عبد الوهاب الثقفي حدثنا أيوب عن عكرمة أن عليا حرق قوما ارتدوا عن الإسلام فبلغ ذلك ابن عباس فقال لو كنت أنا لقتلتهم لقول رسول الله صلى الله عليه و سلم من بدل دينه فاقتلوه ولم أكن لأحرقهم لقول رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تعذبوا بعذاب الله فبلغ ذلك عليا فقال صدق ابن عباس

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdah Adh Dhabiiy Al Bashri yang menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahaab Ats Tsaqafiiy yang menceritakan kepada kami Ayub dari Ikrimah bahwa Ali membakar kaum yang murtad dari islam maka sampailah itu kepada Ibnu Abbas. Ia berkata “Jika itu adalah aku maka aku akan membunuh mereka sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “barang siapa yang meninggalkan agamanya maka bunuhlah ia” dan aku tidak akan membakar mereka sebagaimana perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “janganlah menyiksa dengan siksaan Allah SWT” maka sampailah itu kepada Ali dan ia berkata “benarlah Ibnu Abbas” [Sunan Tirmidzi 4/59 no 1458]

Seperti yang telah kami singgung sebelumnya, salafy telah melakukan kekeliruan karena mereka tidak bisa membedakan lafaz-lafaz yang ada dalam riwayat Ikrimah di atas. Mengenai perkataan Imam Ali “benarlah Ibnu Abbas” adalah perkataan yang tidak shahih karena itu berasal dari Ikrimah sedangkan riwayat Ikrimah dari Ali adalah mursal sebagaimana yang dikatakan Abu Zur’ah [Jami’ At Tahshil Fi Ahkam Al Maraasil Abu Sa’id Al Alaaiy no 532]

Kemudian jika kita mengumpulkan semua riwayat di atas dari Ayub dari Ikrimah maka diketahui kalau lafaz “benarlah Ibnu Abbas” adalah lafaz yang syadz karena menyelisihi jama’ah tsiqat yang meriwayatkan dari Ayub.

  • Ismail bin Ibrahim meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Sunan Ibnu Majah 2/530 no 4351]
  • Ma’mar meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Mushannaf Abdur Razaq 5/213 no 9413]
  • Abdul Warits bin Sa’id meriwayatkan dari Ayub dari ikrimah dengan lafaz “waiha Ibnu Abbas” [Mustadrak Al Hakim no 6295]
  • Wuhaib bin Khalid meriwayatkan dari Ayub dari Ikrimah dengan lafaz “waiha putra ibunya Ibnu Abbas” [Musnad Ahmad 1/282 no 2552]

Lafaz ‘benarlah Ibnu Abbas” hanya diriwayatkan oleh Abdul Wahaab Ats Tsaqafi seorang yang tsiqat tetapi dikatakan kalau ia mengalami ikhtilath sebelum wafat. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat tetapi terdapat kedhaifan padanya”. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat dan mengatakan kalau ia mengalami ikhtilath [At Tahdzib juz 6 no 837]. Kemungkinan lafaz yang syadz ini muncul akibat ikhtilath darinya. Atau bisa jadi muncul dari Ahmad bin ‘Abdah Adh Dhabiy Al Bashri seorang yang tsiqat tetapi dikatakan nashibi [At Taqrib 1/41].

Salafy mengatakan kalau lafaz “waiha” dalam riwayat tersebut adalah pujian atau kekaguman sekaligus pembenaran terhadap yang dikatakan Ibnu Abbas. Tentu saja penafsiran waiha dengan pujian atau kekaguman ini berdasarkan pada lafaz “benarlah Ibnu Abbas” yang merupakan lafaz yang syadz padahal jika mau digabungkan seharusnya lafaz “benarlah Ibnu Abbas” itu yang mesti ditafsirkan dengan lafaz “waiha”. Lafaz “waiha” disini bermakna pengingkaran terhadap sikap Ibnu Abbas. Bukan berarti Imam Ali mengingkari hadis yang disampaikan Ibnu Abbas,  Beliau sendiri membenarkan hadis yang disampaikan Ibnu Abbas tetapi dalam situasi ini Imam Ali jelas lebih mengetahui permasalahannya dibanding Ibnu Abbas.

ثنا سفيان عن عمار عن سالم سئل بن عباس عن رجل قتل مؤمنا ثم تاب وآمن وعمل صالحا ثم اهتدى قال ويحك وأنى له الهدى سمعت نبيكم صلى الله عليه و سلم يقول يجيء المقتول متعلقا بالقاتل يقول يا رب سل هذا فيم قتلني والله لقد أنزلها الله عز و جل على نبيكم صلى الله عليه و سلم وما نسخها بعد إذ أنزلها قال ويحك وإني له الهدى

Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Ammar dari Salim ditanyakan kepada Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang membunuh seorang mu’min kemudian dia bertaubat melakukan amal saleh dan menjadi baik?. Ibnu Abbas menjawab “waihaka, bagaimana bisa ia mendapat petunjuk?. Aku pernah mendengar Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Orang yang terbunuh akan datang sambil memegang pembunuh. Dia berkata “wahai Tuhanku tanyakanlah padanya kenapa ia membunuhku?”. Demi Allah ini telah diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Nabi kalian dan tidak dihapus sejak ini diturunkan. Ibnu Abbas berkata “waihaka, bagaimana bisa ia mendapat petunjuk” [Musnad Ahmad 1/222 no 1941 Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “shahih dengan syarat Muslim”]

ثنا يعقوب ثنا أبي عن بن إسحاق حدثني محمد بن مسلم الزهري عن كريب مولى عبد الله بن عباس عن عبد الله بن عباس قال قلت له يا أبا العباس أرأيت قولك ما حج رجل لم يسق الهدى معه ثم طاف بالبيت إلا حل بعمرة وما طاف بها حاج قد ساق معه الهدى الا اجتمعت له عمرة وحجة والناس لا يقولون هذا فقال ويحك ان رسول الله صلى الله عليه و سلم خرج ومن معه من أصحابه لا يذكرون الا الحج فأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم من لم يكن معه الهدى ان يطوف بالبيت ويحل بعمرة فجعل الرجل منهم يقول يا رسول الله إنما هو الحج فيقول رسول الله صلى الله عليه و سلم انه ليس بالحج ولكنها عمرة

Telah menceritakan kepada kami Ya’qub yang berkata menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq yang menceritakan kepadaku Muhammad bin Muslim Az Zuhri dari Kuraib mawla Abdullah bin Abbas dari Abdullah bin Abbas, ia [Kuraib] berkata aku tanyakan kepadanya “wahai Abul Abbas apa maksud perkataanmu “tidaklah seseorang berhaji dengan tidak menggiring hewan kurban kemudian thawaf di baitullah kecuali halal dengan umrah. Dan tidaklah seorang melaksanakan haji dengan menggiring hewan kurban kecuali telah berkumpul padanya umrah dan haji. Padahal orang-orang tidak mengatakan demikian. Ibnu Abbas berkata “waihaka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat bersama para shahabatnya. Tidak ada yang mereka rencanakan kecuali haji kemudian Rasulullah SAW memerintahkan orang yang tidak membawa hewan kurban agar berthawaf di Baitullah dan halal dengan berumrah. Kemudian seseorang diantara mereka berkata “wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bukankah ini haji?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab “ini bukan haji tetapi umrah” [Musnad Ahmad 1/260 no 2360, dihasankan oleh Syaikh Al Arnauth]

Silakan perhatikan kedua hadis di atas, adakah orang yang tertimpa musibah atau orang yang meninggal dalam kedua hadis di atas?. Adakah Ibnu Abbas sedang menunjukkan pujian atau kekaguman dalam kedua hadis di atas?. Tidak ada, kata waihaka dalam kedua hadis di atas menunjukkan pengingkaran Ibnu Abbas terhadap apa yang dikatakan si penanya. Sehingga kalau mau diterjemahkan kata waihaka itu bisa berarti “kasihan engkau” atau “celaka engkau” yang keduanya menunjukkan penolakan Ibnu Abbas terhadap perkataan orang tersebut.

Begitu pula makna kata “waiha Ibnu Abbas” yang bisa diartikan “kasihan Ibnu Abbas” atau “celaka Ibnu Abbas” menunjukkan pengingkaran Imam Ali terhadap Ibnu Abbas. Tentu saja disini pengingkaran tersebut bukan berarti mengingkari hadisnya. Ada dua penafsiran yang mungkin

  • Jika kita menolak peristiwa pembakaran tersebut maka pengingkaran Imam Ali menunjukkan kalau Imam Ali tidaklah membakar mereka yang dimaksud. Sangat mungkin Imam Ali memberikan hukuman dan mengesankannya seolah-olah kaum tersebut dibakar seperti yang dikatakan oleh Ammar Ad Duhni. Walaupun kami mengakui tidak ada riwayat tsabit yang menunjukkan Ammar Ad Duhny menyaksikan peristiwa tersebut. Tetapi hal ini lebih sesuai dengan kedudukan Imam Ali sebagai orang yang selalu dalam kebenaran dan selalu bersama Al Qur’an. Dan lafaz “benarlah Ibnu Abbas” menunjukkan kalau Imam Ali membenarkan atau mengetahui hadis-hadis yang diucapkan oleh Ibnu Abbas.
  • Jika kita menerima peristiwa pembakaran tersebut maka pengingkaran Imam Ali menunjukkan kalau Imam Ali telah dikhususkan dalam arti, hal itu adalah apa yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepada Beliau. Isyarat ini dapat dilihat dalam riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyaasy dimana ketika Imam Ali membakar kaum tersebut, Beliau berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya” dan ketika ditanya oleh Suwaid beliau menjawab dengan jawaban “apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW adalah benar”. Bukankah ini menunjukkan kalau Imam Ali telah mendapat kabar khusus akan hal ini dari Rasulullah SAW. Jadi pengingkaran Imam Ali terhadap Ibnu Abbas menunjukkan kalau Imam Ali lebih mengetahui permasalahan ini daripada Ibnu Abbas dan justru penolakan Ibnu Abbas berasal dari ketidaktahuannya bahwa Imam Ali telah mendapat khabar khusus dari Rasulullah SAW. Sehingga dapat dimaklumi tidak adanya pengingkaran terhadap Imam Ali dari para sahabat senior termasuk yang berada di Kufah, hal ini disebabkan mereka lebih mengetahui permasalahannya dibanding Ibnu Abbas yang tidak berada di sana.

Kedua penafsiran ini lebih kuat dan lebih sesuai dengan kedudukan Imam Ali. Dimana Beliau adalah pribadi yang selalu dalam kebenaran, beliau adalah Ahlul Bait yang menjadi pedoman bagi umat agar tidak tersesat dan selalu bersama Al Qur’an tidak berpisah sampai kembali kepada Rasulullah SAW di Al Haudh. Sikap salafy yang menyalahkan Imam Ali tentu saja wajar bagi mereka karena mereka tidak pernah menerima hadis shahih bahwa Ahlul Bait adalah pedoman bagi umat agar tidak tersesat. Bagi kami pribadi riwayat pembakaran terhadap kaum murtad itu tidaklah tsabit sanadnya dan ini adalah pandangan yang kami nilai lebih kuat. Salam Damai

46 Tanggapan

  1. Hanya karena kebencian kpd syiah ahirnya melahirkan alasan2 yg dicari utk mendiskreditkan syiah. Apapun yg diyakini syiah disangkal dg membabi buta tanpa sadar terkadang melecehkan Rosul, Imam Ali juga keluarganya.

    قل لا أسألكم عليه أجرا إلا المودة في القربي

    Inikah balasan kita buat Rosul?
    Pada saat sahabat2 senior (ex:Abubakar, Umar, Utsman dsb) dikritik sedikit saja semua matian2 membela (demi menentang faham syiah), padahal semua meyakini beliau2 tidak maksum, bisa berbuat salah dan dosa.
    Kenapa semua malahan terbalik?
    Apakah akal fikiran dan hati kita sudah beku?
    Begitu banyak keutamaan dan pujian “khusus” dari Allah buat Imam Ali dalam Alquran seterang mentari.
    Akankah kita berpaling hanya krn “HADIS” yang semacam ini?
    Aduhai….Tiadalah Imam Ali bisa dibandingkan dg sahabat siapapun karna beliau ahlul bait yg disucikan Allah sesuci sucinya -> ويطهركم تطهيرا dan disebut oleh Allah dlm QS.3:61 sebagai diri Rosul.

  2. hihihiihih…. mau ngilangin jejak kalian yah……dasar kaki tangan penyembah Api… Masa Ali radhiallahuanhu mau disamakan dengan berhala… hiii syiah… syiah..g habis2nya mau nutup boroknya yang tak tertutup lagi… SLOGAN: cinta ahlu bait (tapi realita 100% terbalik) alias taqiyah….lanjut pak .. kan dapet pahala karena taqiyah/menipu…

  3. @abu jufri

    Tuduhan anda harus dijelaskan dgn dalil dong, jangan menuduh sembarangan tanpa dalil yg jelas, siapa yg menjadi tangan penyembah berhala? Sayyidina Ali ra sama dgn berhala? Syiah menutup boroknya dgn taqiyah/menipu? mana dalilnya? Klo anda hanya main tuduh tanpa dalil yg jelas. Itu namanya fitnah dan tuduhan anda bisa berbailik kpd diri anda sendiri.

    Wassalam

  4. @ sahabat
    begitulah ucapan wahabi/salafi bisanya hanya ngoceh dan olok2 doang.
    memang itulah krakter mereka dan ilmu yg mereka pelajari dari leluhurnya hanya gitu doang.
    kalo mereka keluarkan hadis / dalil sudah tau lako dalilnya bakal dikupas habis dan nasibnya kayak artikel diatas. dan kelihatan begonya. mendingan ngoceh aja sekalian.

  5. Otak mereka sudah dicuci olen Ben Bazz. Dan diisi dengan indokrinasi. Sudah tidak bisa berpikir sehat.

  6. @SP
    Kita ketahui dari sejarah bahwa Imam Ali as sepeninggal Rasul banyak yang memusuhi, apakah terang2 ataupun diam2.
    Saya ingin bertanya:
    1. Apakah tidak mungkin kalau musuh2 Imam Ali mengetahui hadits Rasulullah SAW yakni Lalu sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbaas hingga ia berkata “Sungguh, aku tidak akan membakar mereka dengan api. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan aku memerangi mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia’. Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy, dan ia berkata ‘Waiha Ibna ‘Abbaas’ [Sunan Abu Daawud no. 4351].
    Kemudian mereka merekayasa berita bahwa Imam Ali membakar mereka yang murtad. Salam damai wasalam

  7. @sahabat (Siapa?)
    Tuduhan…? Bukankah udah jelas tuh haditsnya shahih..? tapi seperti kebiasaan kalian mengotakatik hadits sunni (padahal kalian{syiah} tidak ada andil dalam Agama {Islam} ini).
    Api dan patung mungkin bagi kalian mempunyai persamaan (untuk disembah seperti perbuatan nenek moyang kalian dahulu (inget2 donggg…).
    kalo ama syiah pake dalil g bakalan mempan..kenape…? ya syiah mana mau pake dalil kecuali yang sesuai dengan ahwanyalah,tukang tipu/TUTI, Pendusta, benarlah Al Imam syafi’i Rahimahullah berkata+- : Tidak pernah kusaksikan suatu kaum dengan persaksian Yang paling pendusta melainkan daripada Syiah Rafidha. kayaknya mungkin ente lagi taqiyah yah. buang jauh2 atuh…Inget Dosa Mas……… wallahu’alam

  8. @abu jufri
    Anda bisa baca tidak? Dan apa anda bisa membedakan mana yang disebut HADITS dan yang mana ATSAR/RIWAYAT
    NGAWUR

  9. @sahabat and chany
    yang namanya abu jufri itu gak usah ditanggapin, dia cuma mau nyampah aja kok, Troll gitu loh :mrgreen:

  10. @seconprince and chany sahabatan
    WUPS… whehehe emang benerrr riwayat bukan hadits salah sebut om, btw nyang penting pointnya bokkk… ya tinggal ganti kalimat aja riwayat tersebut adalah sahih.
    http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/05/shahih-aliy-bin-abi-thaalib.html.
    ane ya jelas mengikuti alur metode beliau (ustadz abul jauza) daripada metode kalian (SYIAH) TUTI/tukang tipu orang awam, memanfaatkan slogan cinta ahl bait… MUAK EUY DENGERNYA

  11. @abu jufri
    ah silakan tuh, setiap orang punya dalil masing-masing, dan ada baiknya anda gak perlu pakai kata-kata menghina disini, biasa ajalah 🙂

  12. @secondprince
    ya… ya… ya….. what ever…

  13. @ Abu Jufri, begitulah mentalitas Secondprince dan kawan-kawan. ada sedikit syubhat pada sebuah riwayat maka dia langsung anggap lemah, meski syubhatnya itu selemah sarang laba-laba. Kalau bicara masalah ikhtilath rawi banyak tuh rawi yg ikhtilath, tapi apa semua itu menggugurkan haditsnya secara keseluruhan apalagi bila banyak syahidnya.

    Liat saja bagaimana dia berusaha mati-matian membela Ibnu Abi Darim yg telah dianggap dha’if oleh AlHakim sendiri, dia bilang penukilan Adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar tidak valid karena tidak ada sanad sampai ke Al-Hakim. Dia lupa bahwa kedua orang itu membaca wijadah) dari Al-Hakim dari kitab Tarikhnya yg memang termasuk kitab yg mafqud tidak sampai kepada kita.

    Dan kalau mau konsekuen jangan pernah pakai kitabnya Adz-Dzahabi maupun Ibnu Hajar kalau tidak ada sanad sampai kepada qa`il-nya.

  14. @secondprince,

    Wah jadi rame yah…kedatangan sdr Abu Jufri cs, klu nyampah disini mah dibakar aja atau bikin pupuk organik :mrgreen:

  15. @anti taqiyah

    @ Abu Jufri, begitulah mentalitas Secondprince dan kawan-kawan. ada sedikit syubhat pada sebuah riwayat maka dia langsung anggap lemah, meski syubhatnya itu selemah sarang laba-laba.

    kalau mau diksusi dalil silakan ditampilkan tetapi kalau cuma mengklaim ya gak ada gunanya, bagi saya justru syubhat salafy itu yang selemah sarang laba-laba. kalau memang lemah ya tunjukkan dimana kelemahannya.

    btw sebenarnya ungkapan ini agak lucu juga sih, sarang laba-laba itu kalau secara proporsional terususun dari bahan yang sangat kuat lho :mrgreen:

    Kalau bicara masalah ikhtilath rawi banyak tuh rawi yg ikhtilath, tapi apa semua itu menggugurkan haditsnya secara keseluruhan apalagi bila banyak syahidnya.

    Banyak juga tuh ikhtilath yang membuat hadis yang diriwayatkannya menjadi dhaif. Silakan tuh anda lihat kitab-kitab hadis. Kalau memang mau diskusi ya silakan atuh Mas to the point, kesannya kok kayak menggerutu 🙂

    Liat saja bagaimana dia berusaha mati-matian membela Ibnu Abi Darim yg telah dianggap dha’if oleh AlHakim sendiri, dia bilang penukilan Adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar tidak valid karena tidak ada sanad sampai ke Al-Hakim. Dia lupa bahwa kedua orang itu membaca wijadah) dari Al-Hakim dari kitab Tarikhnya yg memang termasuk kitab yg mafqud tidak sampai kepada kita.

    Lho itu kan dugaan anda dan saya mah justru membaca dari kitab Al Hakim-nya langsung yaitu Al Mustadrak kalau Al Hakim selalu menshahihkan hadis-hadis Ibnu Abi Darim. Dugaan dan bukti lebih kuat mana?. Silakan dipikirkan dengan baik. Jangan hanya karena tidak semahzab dengan anda maka anda mudah sekali menyalahkan. Sekali lagi kalau mau diskusi silakan tu de poin ok 😛

    Dan kalau mau konsekuen jangan pernah pakai kitabnya Adz-Dzahabi maupun Ibnu Hajar kalau tidak ada sanad sampai kepada qa`il-nya.

    Saya bisa kok bicara seperti itu kepada banyak para ulama salafy dan termasuk blog-blog salafy semisal abul jauza dan yang lainnya. Toh perkara seperti itu pernah mereka lakukan. Maaf ya hal seperti ini cukup banyak kok di karya-karya para ulama

    Mungkin yang cukup terkenal adalah penilaian Ibnu Ma’in. Ibnu Ma’in terkenal memiliki banyak murid sehingga cukup banyak perkataan baik jarh maupun ta’dil yang ternukil dari beliau dan diantaranya ada yang bertentangan. Tentu saja jika mau diterapkan metode tarjih maka pendapat Ibnu Ma’in dengan sanad shahih lebih didahulukan dari pada penukilan yang tidak ada sumber sanadnya.

    Begitu pula halnya dalam kasus yang anda sampaikan, penta’dilan Al Hakim terhadap Ibnu Abi Darim saya nilai lebih rajih karena dapat dilihat dari kitabnya sendiri. Jadi kalau anda tidak mengerti duduk persoalannya maka tidak perlu menyampaikan “sok konsisten” atau “tidak”. Persoalannya saya kira adalah yang mana yang lebih rajih bukannya konsisten atau tidak. 🙂

  16. Wah, kebakaran jenggot tuh mazhab Qarnu Syaithan dari Najed. Salafy…oh salafy…mereka orang apa keledai sih?

  17. artikelnya bermanfaat nih,..jadi tambah pengetahuan. salam kenal bro,…

    Promo !! Promo !! Internet Unlimited Bayar Sekali pakai sepuassnyaaa Klik disini

  18. @BL

    Begitu banyak keutamaan dan pujian “khusus” dari Allah buat Imam Ali dalam Alquran seterang mentari.
    Akankah kita berpaling hanya krn “HADIS” yang semacam ini?

    Tolong tunjukkan ayat al-Qur’an yang memuat pujian khusus kepada Imam Ali, jgn asbun dech!

  19. Intinya Imam Ali memang ga ma’shum, pernah keliru dalam ijtihad, pernah membantah Nabi SAW juga, sama kayak sahabat yg lain karena mereka manusia biasa, bukan TUHAN atao Malaikat. Tetapi mereka generasi Nabi SAW adalah generasi terbaik yang bisa dijadikan tauladan, kekeliruan yg mereka perbuat tidak ada artinya dibandingkan kebenaran yang mereka telah lakukan. Saya kadang heran dg orang yg sdh terdoktrin Syi’ah, intelegensianya kok bisa hilang dan terjerumus dalam doktrin “pokoknya” Imam Ali harus tidak boleh keliru walau sekalipun :mrgreen:

  20. @paiman dan teman2 yang sealiran.
    Kalau cuma ngomong aja tanpa dalil (nash) orang gila juga bisa. Perhatikan orang gila, mereka kalau ngomong seenaknya.

  21. @chany
    Lah ga nyadar ya, ente sendiri gimana? ngomong ngalor ngidul without any dalil :mrgreen:

  22. @paiman
    kt anda:
    Saya kadang heran dg orang yg sdh terdoktrin Syi’ah, intelegensianya kok bisa hilang dan terjerumus dalam doktrin “pokoknya” Imam Ali harus tidak boleh keliru walau sekalipun
    kt sy:
    sy heran dgn orang wahabi,ko suka cari2 dalil yg tdk jelas suka mencari2 kesalahan rosul n ahlulbaitnya.
    pdhal jelas2 bhw alquran n hadits mengatakan bhw mereka suci,
    maklum sih imam mereka muawiyah,yg kerjanya melaknat ahlulbait,n suka bikin hadits2 palsu.

  23. @paiman
    Saya tidak heran atas jawaban anda. Karena kelompok anda yang nyata2 didepan matapun bisa diputar balik.
    Memang kelompok anda2 senang menfitnah. Anda baca setiap komentar saya yang memerlukan bukti saya tunjukan NASH. Dan semua yang bisa membaca mengetahui.

  24. 1.aldj
    sy heran dgn orang wahabi,ko suka cari2 dalil yg tdk jelas suka mencari2 kesalahan rosul n ahlulbaitnya.

    2. chany
    Karena kelompok anda yang nyata2 didepan matapun bisa diputar balik
    Memang kelompok anda2 senang menfitnah

    @U 2
    SARAN ANE ENTE BE 2 COBA BELI KACA (KALO G DA KACA) TERUS COBA MENGACA.

  25. @abu jufri

    IDEM :mrgreen:

  26. @ Abu Jufri, sebenarnya andalah yang harus ngaca, sebaiknya anda tanggapi atau bantah saja dengan dalil apa yang ditampilkan oleh blog ini. Daripada anda melempar fitnah kesana kemari dengan tuduhan2 menggelikan, alangkah beradabnya bila anda menanggapi atau membantah tulisan2 di atas. Atau memeng anda memang orang yang belum beradab.

  27. @all
    nyantai ajalah, kan sudah saya bilang abu jufri dan cs gak usah ditanggapi serius, isinya kan begitu-begitu aja dari dulu. harapan saya sih semoga ia bisa belajar untuk lebih santun 🙂

  28. @paiman
    bknkah wahabi getol betul mengatakan bhw ayah n ibu rosul adlh seorang musyrik?andapunya dalil kuat utk hal ini?
    sadar tdk sadar anda sebenarnya sama dgn muawiyah cs yg sebenarnya didiri mereka ada kebencian trhdp rosul n keluarganya.
    @Ytse-jam
    biari aja si abu ju…
    anjing menggonggong kafilah berlalu

  29. @SP
    Masing2 ada penggemar dan fans.
    Tidak hanya yang baik2 memiliki fans, namun yang buruk pun tdk sedikit fans mereka.
    Beruntung juga ada abu jufri jadi yang satu kualitas (yang ngefans) dg abu jufri jadi ketauan… 😛

    Salam damai

  30. @all

    ada tanggapan lucu dari abul-jauzaa yang membuktikan kalau dirinya sangat tidak konsisten dalam ilmu hadis. ia berkata

    Ada bantahan pada artikel ini. Tapi kalau dibaca sebenarnya penyakitnya cuma satu, yaitu keyakinan : Beliau adalah pribadi yang selalu dalam kebenaran, beliau adalah Ahlul Bait yang menjadi pedoman bagi umat agar tidak tersesat dan selalu bersama Al Qur’an tidak berpisah sampai kembali kepada Rasulullah SAW di Al Haudh.

    Hal ini bukankah telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau ia keberatan maka itu menunjukkan bahwa terasa berat baginya membenarkan hadis-hadis shahih yang bertentangan dengan keyakinannya. dari awal seharusnya salafy tidak usah mengaku-ngaku pengikut sunnah 🙂

    Oleh karena itu, hujjah apapun yang menunjukkan kekeliruan ‘Aliy bin Abi Thaalib akan ditolak, bahkan dengan cara yang paling lucu sekalipun.

    Seseorang yang rendah hati ketika ditunjukkan kekeliruannya maka ia akan dengan insyaf melakukan introspeksi bukannya malah berkeras apalagi mengatakan tanggapan orang lain lucu. Bukankah bantahan yang dikemukakannya lebih pantas dikatakan lucu.

    Perkataannya bahwa hadits Ibnu ‘Abbas yang berasal dari ‘Ikrimah adalah mursal karena anggapan bahwa ‘Ikrimah tidak bertemu dengan ‘Aliy adalah mengada-ada.

    Perkataannya ini yang mengada-ada dan maaf ya tidak memahami tulisan orang lain. Jelas-jelas di atas telah dipaparkan dengan rinci illat yang dimaksud. perkataan Ibnu Abbas-nya shahih tetapi khabar yang sampai kepada Ibnu Abbas dan perkataan Ali adalah mursal. Kalau gak paham silakan dibaca lagi, mengulang-ngulang hujjah yang sudah dibantah hanya menunjukkan sikap keras kepala “pokoknya”.

    Telah disebutkan di atas dalam riwayat Asy-Syaafi’iy bahwa yang menyatakan ‘Aliy membakar orang-orang zindiq bukan dari ‘Ikrimah, tapi ada orang yang menyampaikan kepada Ibnu ‘Abbaas.

    Lho saya sendiri tidak menafikan kemungkinan ini, dan ini tidak menguatkan hujjahnya sedikitpun. Sudah jelas Ibnu Abbas tidak menyaksikan sendiri peristiwa yang dimaksud. Itu kan hanya khabar yang sampai kepadanya .

    Apalagi ‘Ikrimah punya mutaba’ah dari Anas yang memang haditsnya bisa dijadikan penguat. Lucunya, rekan Rafidlah itu menegaskan bahwa Anas tidak menyaksikan peristiwa pembakara itu. Darimana ia bisa berkesimpulan ? Aneh sekali.

    Maaf saja ya, riwayat Anas itu sendiri tidak tsabit karena tadlis Qatadah. mau menjadikan sebagai mutaba’ah ya silakan. Anas bin Malik bertempat tinggal yang sama dengan Ibnu Abbas dan jelas sekali dari hadis Anas kalau ia menyaksikan Ibnu Abbas mengatakan pengingkaran terhadap Imam Ali. Jadi kedudukan Anas bin Malik saat itu ya sama dengan Ibnu Abbas

    Dari sini saja sudah tampak akan tsabitnya khabar pembakaran tersebut.

    Dimana letak tsabitnya khabar itu. Ho ho justru yang tampak dengan jelas khabar itu malah tidak tsabit.

    Pembenaran ‘Aliy setelah sampainya pengingkaran Ibnu ‘Abbas pun sangat bisa terpahami dari hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidziy. Lucunya (lagi), ia mempertentangkan antara kalimat shadaqa Ibn ‘Abbaas dengan waiha Ibn ‘Abbas dengan alasan yang lagi-lagi mengada-ada. Padahal tidak ada pertentangan antara dua kalimat tersebut dalam bahasa ‘Arab.

    Lucu sekali sih orang ini. Ia tidak paham tulisan orang lain tetapi komentarnya panjang sekali. kalau dianalisis dengan baik lafaz “benarlah Ibnu Abbas” hanya diriwayatkan oleh satu orang yang menyelisihi jamaah tsiqat yang meriwayatkan dari Ayub. Pertanyaannya, bagaimana bisa lafaz ini dikatakan tsabit, sangat mungkin lafaz yang asli adalah “waiha” sedangkan lafaz “shadaqa” adalah kekeliruan dari salah satu perawinya. Dan illat [cacat] yang paling jelas adalah perkataan ini kan perkataan Imam Ali yang dikatakan Ikrimah sedangkan riwayat Ikrimah dari Imam Ali sudah jelas mursal.

    Penafsirannya bahwa waiha Ibn ‘Abbas merupakan pengingkaran ‘Aliy terhadap Ibnu ‘Abbaas adalah karena ‘aqidahnya yang menyatakan : ‘Aliy tidak mungkin keliru. Tidak lebih dari ini.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan Ahlul Bait adalah pedoman bagi umat islam dan Imam Ali adalah Ahlul Bait yang dimaksud. Kalau salafy menolak tidak ada urusannya disini. Kita berpegang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ada yang salah dengan itu, wahai yang mengaku-ngaku pengikut sunnah 🙂

    Perkataannya yang mengatakan lafadh At-Tirmidziy adalah syaadz adalah dikarenakan ia tidak paham ilmu mushthalah, tidak paham bahasa ‘Arab, plus keyakinan ghulluw-nya terhadap ‘Aliy.

    Tidak perlu menunjukkan gaya seolah-olah anda paham ilmu musthalah. Lafaz tersebut sudah jelas syaadz, soal bahasa Arab kayaknya saya sudah tampilkan dua hadis yang sangat tepat menunjukkan penggunaan kata waiha yang berarti penolakan atau pengingkaran. Jadi ini bukan lagi soal bahasa Arab tetapi soal penafsiran. Saya lebih memilih menafsirkan begitu karena lebih sesuai dengan kedudukan Imam Ali dan rekan salafy nashibi itu menafsirkan begitu karena ketidakpahamannya terhadap kedudukan Imam Ali.

    Antara kata shadaqa Ibn ‘Abbaas dan waiha Ibn ‘Abbaas bukanlah satu kata yang saling bertentangan. Sudah saya sertakan referensinya, tinggal dibuka. Oleh karena itu, ini bukan katagori syaadz.

    Syaadz itu tidak hanya dikatakan untuk hal yang bertentangan tetapi juga untuk lafaz yang menyendiri. lafaz yang tsabit adalah waiha dan lafaz ini bisa mengandung arti pengingkaran, penolakan dan makna ini yang lebih tepat. sedangkan lafaz shadaqa diriwayatkan menyendiri oleh satu orang perawi diantara jamaah tsiqat yang meriwayatkan dari Ayub. Bukankah murid-murid ayub mendengar hadis tersebut dari Ayub lah mengapa semua orang kecuali satu menyatakan lafaz “waiha” sangat mungkin lafaz “shadaqa” adalah penafsiran dari perawi tersebut. Ada satu lagi petunjuk yang menguatkan kalau lafaz waiha berarti penolakan. dalam salah satu riwayat disebutkan perkataan Imam Ali dengan lafaz “waiha ibunya Ibnu Abbas” nah lafaz ini lebih tepat ditafsirkan penolakan Imam Ali ketimbang pujian 🙂

    Dan tidak ada satu pun ulama mengatakan hadits itu syaadz kecuali rekan Raafidliy itu.

    Tidak usah deh rekan nashibi itu berhujjah dengan gaya basi seperti ini. Kita berhujjah sesuai dengan kaidah keilmuan, kalau mau bertaklid sama ulama yo wes tidak ada yang melarang, sangat dipersilakan.

    Justru perkataannya itu lah yang syaadz (atau bahkan munkar) karena menyelisihi para ulama ahli hadits. Silakan baca penjelasan Ibnu Shalah yang berkaitan dengan hadits syaadz ini.

    Sekarang malah dia sendiri yang tidak paham makna “syaadz”. Jika menyelisihi para ulama atau mungkin ulama-ulama kelompoknya dikatakan syaadz maka alangkah banyaknya para ulama lain yang dikatakan syaadz.

    Kritikannya terhadap riwayat Suwaid bin Ghafalah yang ia lakukan pun sangat-sangat tidak mengena. Ia mengkritik rawi Abu Bakr bin ‘Ayyaasy karena ada masalah pada hapalannya. Memang benar, itu pun telah saya sebutkan.

    Kami telah menunjukkan bahwa perawi ini memiliki kelemahan bahwa ia banyak melakukan kesalahan dan ini terkait dengan hafalannya bahkan ada yang mendhaifkannya. jadi cacat disini sangat relevan

    Tapi ingat, ia merupakan perawi yang dipakai oleh Bukhaari dan Muslim dalam Shahih-nya. Al-Bukhaariy (dalam Shahih-nya) mengambil riwayatnya melalui perantaraan Ibnu Abi Syaibah.

    Aneh, ini tidaklah menghapus cacat yang ada pada Abu Bakar bin ‘Ayyasy. rasanya ada juga tuh perawi yang dijadikan hujjah oleh Bukhari dan Muslim tetapi tetap dinyatakan dhaif oleh para ulama. Artinya adanya perawi dalam kitab Bukhari Muslim tidaklah menafikan cacat yang ada pada perawi tersebut.

    Selain itu, dapat kita lihat bahwa pertemuan antara Abu Bakr bin ‘Ayyaasy dengan ‘Utsmaan bin ‘Aashim adalah sebelum Abu Bakr bin ‘Ayyaasy berubah hapalannya (perhatikan tahun kelahiran dan kematian pada foot note 1).

    kelemahan yang ada pada Abu Bakr bin ‘Ayyasy itu terkait dengan hafalannya dimana ia banyak melakukan kesalahan dalam hadis. sampai-sampai ada yang mengatakan hadisnya dari hafalannya dhaif tetapi jika tertulis dalam kitabnya shahih. Nah kami telah buktikan kalau riwayat ini bersumber dari hafalannya dan sangat tepat untuk dikatakan dhaif. Apa urusannya dengan tahun kelahiran dan kematian

    Maka, riwayatnya ini sangat layak untuk dikatakan hasan. Ditambah lagi, riwayat tentang pembakarannya ini juga diikuti oleh riwayat-riwayat lainnya. Bagaimana bisa ia mendla’ifkan riwayat ini ?

    mengenai riwayat lain telah kita tunjukkan cacatnya yang semuanya berputar pada inqitha’ atau keterputusan kabar tersebut. satu-satunya yang menyaksikan kejadian itu ya ada pada riwayat Suwaid tetapi riwayat ini memiliki cacat seperti yang telah kami tunjukkan di atas.

    Tentang kritikannya terhadap ‘Ubaid bin Nisthaas, ini lebih mengada-ada. Ia mengatakan bahwa ‘Ubad ini tidak melihat peristiwa pembakaran itu. Lagi-lagi, bagaimana ia bisa menyimpulkan hal itu ? dengan peramalan ?

    Disebutnya mengada-ada karena bukan dia yang mengatakannya. Padahal maaf ya dia sendiri sering kali berhujjah dengan gaya yang sama. Alangkah naifnya manusia satu ini. Kami telah tunjukkan kemungkinan Ubaid bin Nisthaas tidaklah menyaksikan peristiwa di atas. tidak ada tuh kami memastikan sesuatu, kami hanya merajihkan kemungkinan yang kuat yaitu Ubaid bin Nisthaas tidak menyaksikan peristiwa yang dimaksud.

    Anaknya yang bernama ‘Abdurrahman adalah perawi yang menerima hadits dari Asy-Sya’biy, sedangkan Asy-Sya’biy ini menerima hadits dari ‘Aliy bin Abi Thaalib (meskipun hanya satu hadits), ‘Abdullah bin ‘Abbaas, dan yang lainnya dari kalangan shahabat besar.

    Dimana letak hujjahnya?. walaupun anaknya Ubaid meriwayatkan dari Sya’bi yang pernah meriwayatkan satu hadis dari Ali maka itu tidak menutup kemungkinan kalau Ubaid bisa saja lebih muda dari Asy Sya’bi dan berdasarkan hujjah kami di atas sangat memungkinkan kalau Ubaid baru lahir [atau malah belum lahir] dan jika pun sudah lahir masih sangat kecil untuk diterima riwayatnya.

    Di sini dapat dipahami bahwa ‘Abdurrahmaan adalah ashhaab dari Asy-Sya’biy. Sama halnya dengan ayahnya.

    Sekarang ia sendiri yang bergaya peramal menyatakan sesuatu yang anehnya berasal dari pikirannya sendiri.

    Bukanlah satu hal yang berlebihan jika ‘Ubaid bin Nisthaas ini minimal aqraan dari Asy-Sya’biy.

    hooo tidak ada yang berlebihan, bahkan bisa saja Ubaid ini lebih muda dari Asy Sya’bi.

    Lebih-lebih, ‘Ubaid menerima riwayat dari shahabat Al-Mughiiirah bin Syu’bah radliyallaahu ‘anhu,

    Silakan tunjukkan riwayat Ubaid dari Mughirah bin Syu’bah kalau memang ada, dan yah mungkin perlu diketahui kalau Mughirah ini wafat jauh setelah Imam Ali. So ini tidak menguatkan hujjah apapun. Jika Ubaid lahir pada masa Ali maka itu masih memungkinkan baginya untuk meriwayatkan dari Mughirah dan bagaimana mungkin Ubaid yang baru lahir bisa menyaksikan peristiwa pembakaran tersebut

    sedangkan anaknya sendiri masih menerima riwayat Anas bin Maalik dan Ibnu Abi Aufaa, sebagaimana dikatakan Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat (5/104).

    Tidak ada masalah dalam hal ini mengingat kedua sahabat itu wafat sangat jauh setelah Imam Ali wafat. so walaupun Ubaid riwayatnya mursal dari Ali maka anaknya masih mungkin meriwayatkan dari sahabat lain yang wafat jauh setelah Imam Ali.

    Maka, sangat-sangat memungkinkan jika ‘Ubaid ini menyaksikan peristiwa pembakaran itu, mengingat ia juga tinggal di Kuffah, sama seperti ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.

    Memang tinggal di kufah tetapi telah kami tunjukkan sangat memungkinkan kalau Ubaid sendiri belum lahir atau kalau sudah lahir masih sangat kecil yang belum memungkinkan untuk diterima riwayatnya.

    Tidak ada pernyataan satu ulama pun yang memursalkan hadits ‘Ubaid dari ‘Aliy, atau minimal mengisyaratkannya. Maka, riwayatnya dihukumi muttashil. Beda halnya dengan kasus Maalik Ad-Daar yang telah lalu, karena Al-Khaliiliy telah mengisyaratkan para ulama berbeda pendapat bersambung tidaknya riwayat Abu Shaalih dengan Maalik Ad-Daar.

    Tidak ada ulama yang memursalkan hadis Ubaid dari Ali ya karena tidak ada satupun ulama yang menyatakan Ubaid meriwayatkan dari Ali. Silakan lihat biografi Ubaid bin Nisthaas baik yang disebutkan Al Mizzi atau Ibnu Hajar atau Ibnu Abi Hatim atau Ibnu Hibban tidak ada satupun menyebutkan kalau Ubaid meriwayatkan dari Ali. Jadi sebenarnya dengan fakta ini saja sudah dapat dijadikan cacat. Para pembaca silakan lihat sendiri perkataan Abul-Jauzaa dalam tulisannya yang lain

    Taruhlah misal kita anggap bahwa shahabat tadi Mu’aawiyyah bin Al-Hakam, maka itu musykil. ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah ini adalah Ibnu ‘Utbah bin ‘Abdillah bin Mas’uud. Ia tidak dikenal mempunyai riwayat dari Mu’aawiyyah bin Al-Hakam. Begitu juga sebaliknya.

    Ubaid bin Nisthaas tidak dikenal tuh meriwayatkan dari Ali bahkan dalam riwayat di atas tidak ada ia menegaskan bahwa ia mengambil riwayat tersebut dari Ali. Berbeda halnya dengan riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Daar. Hampir semua ulama yang menulis biogarfi Malik Ad Daar menegaskan bahwa telah meriwaytkan darinya Abu Shalih. Jadi jauh sekali bedanya 🙂

    Jika kita mengingat kembali riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Daar. Al Khalilii mengisyaratkan ada yang menyatakan riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Daar mursal dan ada yang mengatakan Abu Shalih mendengar dari Malik Ad Daar. Kemudian disebutkan bahwa semua ulama yang menulis biografi Malik Ad Daar menegaskan periwayatan Abu Shalih dari Malik Ad Daar dan tidak ada yang mengatakan mursal. Seorang yang jujur berniat mencari kebenaran akan mengakui kalau yang lebih rajih dan benar adalah riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Daar dihukum muttashil tetapi ternyata salafy ini berkeras dengan dalil “pokoknya” kalau riwayat tersebut mursal. Dan sekarang justru ada kasus yang lebih pantas dikatakan mursal yaitu tidak ada satupun ulama yang menyatakan Ubaid bin Nisthaas meriwayatkan dari Ali, tidak diketahui tahun lahir dan tahun wafat tetapi diperkirakan berdasarkan periwayatan Ubaid dari Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud, Ubaid mungkin lahir di masa Ali atau setelah itu yang menunjukkan bahwa riwayat tersebut mursal atau tidak memungkinkan menerima periwayatan.

    Terakhir, adanya perbedaan lafadh tentang siapa yang dibakar ‘Aliy, tapi riwayat-riwayat itu bersatu dalam penegasan bahwa ‘Aliy memang pernah membakar orang-orang yang ia anggap melakukan kesyirikan.

    Adanya perbedaan lafaz menunjukkan bahwa kabar tersebut hanyalah kabar angin yang beredar kemana-mana. Dan ini menunjukkan bahwa sangat mungkin kabar tersebut tidak benar, mengingat tidak ada satupun riwayat tsabit tentangnya. dan terdapat kemungkinan kalau Imam Ali tidak membakar mereka tetapi membunuh mereka dan mengesankan seolah-olah membakar mereka. Hal ini yang disebutkan oleh Ammar Ad Duhny. Dan terdapat pula riwayat Suwaid yang menyebutkan kalau pada awalnya dibuat lubang kemudian mereka dibunuh setelah itu kemudian dimasukkan ke dalam lubang baru dibakar.

    Dikuatkan lagi dalam pernyataan ahli sejarah tentang hal itu, baik dari kalangan Ahlus-Sunnah maupun Syi’ah. Juga beberapa hadits lemah yang dapat menguatkannya.

    Sangat mungkin para ahli sejarah itu hanya bersandar pada riwayat-riwayat lemah dalam masalah ini. tumben sekali ada salafy yang mau berhujjah dengan gaya seperti ini.

    Selebihnya,(tentang siapa yang dibakar), maka ini dapat dilakukan tarjih atau penjamakan sebagaimana dilakukan Ibnu Hajar dalam Fathul-Baariy.

    Silakan, silakan. Bagi kami cukup sederhana. Jika suatu kabar menunjukkan keterangan yang berbeda-beda apalagi terkait satu peristiwa yang sama maka bisa jadi kabar tersebut sudah mengalami distorsi. Kami hanya ingin menunjukkan kemungkinan yang kami pilih lebih kuat dalam masalah ini.

  31. Allahuma Sahalli ‘ala syayyidina Muhammad, wa ‘ala aali syayyidiana Muhammad, Waththayyibin wa ththohirien

  32. Ahh kasian si SP, kemungkinan dia ini dr keluarga broken home atau gado2, mgkn Ibunya Syi’ah bapaknya Suni, tapi biasanya anak laki2 deket ama ibunya sich 🙂

  33. @sok tahu
    ha ha ha 😆 justru yang sedang anda bicarakan itu orang lain, Ibu-nya Syiah ayah-nya Sunni oh saya kenal banget orang itu, btw tapi keluarganya gak broken home kok. Kalau saya asli kedua orang tua saya sunni 🙂

  34. Allahumma shalli ‘ala sayyidina muhammad wa ‘ala aali sayyidina muhammad.

    Yang satu ini tdk ada unsur kerafidhahannya, yang satu itu jelas kenashibiannya.

    Semoga SP panjang umur. Sehat wal’afiat dan terus mendapatkan curahan pengetahuan dan rahmat dari Allah swt. Amin.

    Salam

  35. @sok tahu
    Komentar anda sama dengan nickname anda. Sayangnya kata2 yang keluar merupakan fitnah dan tuduhan

  36. Kata Quraish Shihab, seorang manusia itu dipengaruhi oleh 4 hal:
    -ayah
    -ibu
    -bacaan
    -lingkungan.

    okelah, orang tuanya keduanya sunny, tetapi masih ada 2 hal lagi yg masih dapat membentuk pola pikir seseorang. Makanya, hati2 memilih bacaan dan lingkungan kita.

  37. @rudy
    ya.. betul,makanya anda mesti hati2

  38. SP menagatakan: “btw sebenarnya ungkapan ini agak lucu juga sih, sarang laba-laba itu kalau secara proporsional terususun dari bahan yang sangat kuat lho ”

    Oh berarti firman Allah ini lucu juga ya?

    وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ [العنكبوت : 41]

  39. @anti taqiyah ala syiah
    walah walah pakai dibahas pula, ehem Mas kayaknya perkataan saya yang itu pakai mrgreen lho 🙂

    lagipula sebenarnya yang saya katakan itu ada benarnya benang laba-laba jauh lebih kuat dari baja dengan syarat ukurannya sama [ini yang saya maksud dengan kata-kata “secara proporsional”]. so sebenarnya anda mau cari masalah apa dengan mengutip ayat itu 🙂

    btw ada tuh yang bahas, silakan mampir ke sana http://joesti.wordpress.com/2010/01/22/belajar-dari-laba-laba/
    Salam damai 🙂

  40. […] Hadis-hadis tersebut tidak ada satupun yang selamat dari ‘illat [cacat] sehingga kami katakan pada tulisan sebelumnya bahwa kisah tersebut tidak tsabit. Kemudian kami meninjau kembali masalah ini dan kami temukan […]

Tinggalkan komentar