Studi Kritis Hadis Yang Dijadikan Hujjah Salafy Dalam Mengutamakan Abu Bakar Dan Umar Di Atas Ali

Studi Kritis Hadis Yang Dijadikan Hujjah Salafy Dalam Mengutamakan Abu Bakar Dan Umar Di Atas Ali

Kebiasaan buruk salafy dan salafy nashibi adalah mereka merasa-rasa sebagai orang yang paling berpegang kepada Al Qur’an dan Sunnah dan merasa-rasa paling berpegang kepada salafus salih. Ditambah lagi dengan tingkah mereka yang sering mensesatkan mahzab lain dan mengumbar tuduhan kepada siapapun yang bertentangan dengan mereka maka tidaklah aneh jika keberadaan salafy menjadi kontroversial di kalangan umat islam. Salah satu mahzab dalam islam yang paling dibenci oleh salafy adalah Syiah. Begitu besarnya kebencian salafy terhadap Syiah sampai-sampai orang yang bukan Syiah-pun mereka tuduh sebagai Syiah hanya karena orang tersebut bertasyayyu’ atau lebih mengutamakan Ahlul Bait dibanding semua sahabat yang lain. Padahal tasyayyu’ di dalam islam memiliki landasan yang shahih [tentu bagi orang yang mengetahuinya].

Salafy sok berasa-rasa sebagai pemilik hadis-hadis sunni. Kalau salafy bisa menegakkan keyakinan mahzabnya dengan hadis-hadis sunni maka mengapa pula orang islam lain tidak bisa menegakkan keyakinannya dengan hadis-hadis sunni. Sejak kapan hadis-hadis sunni menjadi hak milik salafy. Salafy suka menuduh kalau orang islam selain mahzabnya tidak konsisten kalau berhujjah dengan hadis-hadis sunni padahal kenyataannya salafy sendiri sangat jauh dari konsisten. Diantara mereka ada yang tersinggung kalau dikatakan “nashibi” tetapi anehnya mulut mereka sendiri dengan lancangnya menyatakan “syiah” atau “rafidhah” atau “sesat” kepada orang lain. Memang mereka yang suka merendahkan orang lain sering lupa untuk berkaca pada dirinya sendiri.

.

.

Kami akan menunjukkan kepada para pembaca, contoh inkonsistensi salafy dalam berhujjah dengan hadis-hadis sunni. Kami akan membahas hadis-hadis yang dijadikan dalil keyakinan salafy untuk mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Imam Ali. Diantara mereka ada yang mengatakan kalau mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Ali adalah ijma’ para sahabat dan kaum muslimin. Perkataan ini tidaklah benar, para sahabat sendiri berselisih mengenai siapa yang paling utama, diantara sahabat Nabi ada yang mengutamakan Imam Ali diantara semua sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar] seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr

وروى عن سلمان وأبى ذر والمقداد وخباب وجابر وأبى سعيد الخدرى وزيد بن الأرقم أن على بن ابى طالب رضى الله عنه أول من أسلم وفضله هؤلاء على غيره

Diriwayatkan dari Salman, Abu Dzar, Miqdad, Khabbab, Jabir, Abu Said Al Khudri dan Zaid bin Al Arqam bahwa Ali bin Abi Thalib RA adalah orang yang pertama masuk islam dan mereka mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain [Al Isti’ab Ibnu Abdil Barr 3/1090] Ibnu Abdil Barr ketika menuliskan biografi salah seorang sahabat Nabi yaitu Amru bin Watsilah dengan kuniyah Abu Thufail, ia mengatakan kalau Abu Thufail seorang yang bertasyayyu’ mengutamakan Imam Ali di atas syaikhan yaitu Abu Bakar dan Umar [Al Isti’ab Ibnu Abdil Barr 4/1697].

Perselisihan soal tafdhil ini tidak hanya terjadi di kalangan para sahabat tetapi juga di kalangan kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hazm

اختلف المسلمون فيمن هو أفضل بعد الأنبياء عليهم السلام , فذهب بعض أهل السنة , وبعض المعتزله , وبعض المرجئة , وجميع الشيعة , إلى أن أفضل الأمة بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب رضي الله عنه , وقد روينا هذا القول نصاً عن بعض الصحابة رضي الله عنهم , وعن جماعة من التابعين والفقهاء , و ذهب بعض أهل السنة ,وبعض المعتزله , وبعض المرجئة , إلى أن أفضل الصحابة بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم ,أبوبكر ,ثم عمر .

Kaum muslimin berselisih mengenai siapa yang paling utama setelah para Nabi [alaihis salam]. Sebagian ahlu sunnah, sebagian mu’tazilah, sebagian murji’ah dan seluruh syiah menyatakan bahwa di kalangan umat yang paling utama setelah Rasulullah SAW adalah Ali bin Abi Thalib RA. Dan diriwayatkan perkataan ini dari sebagian sahabat, jama’ah tabiin dan fuqaha. Dan sebagian ahlus sunnah, sebagian mu’tazilah dan sebagian murjiah menyatakan sahabat yang paling utama setelah Rasulullah SAW adalah Abu Bakar kemudian Umar [Al Fishal Ibnu Hazm 4/181] Jadi perkara mengutamakan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar bukanlah monopoli kaum syiah, bahkan hal tersebut telah muncul di kalangan para sahabat Nabi sebagai salafus shalih yaitu Jabir RA, Abu Sa’id RA, Zaid bin Arqam RA, Salman RA, Miqdad RA dan Abu Thufail RA.

Hampir semua pengikut salafy ketika membahas keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Imam Ali, mereka membawakan atsar Ibnu Umar yang diriwayatkan dalam kitab shahih

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman dari Yahya bin Sa’id dari Nafi’ dari Ibnu Umar radiallahu ’anhuma yang berkata “Kami membandingkan diantara manusia di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka kami menganggap yang terbaik adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khaththab kemudian Utsman bin Affan radiallahu ‘anhum” [Shahih Bukhari no 3655]

Atsar Ibnu Umar ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih tetapi menjadikan hadis ini dalil keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali adalah tidak tepat. Hal ini disebabkan bahwa apa yang dinukil dari Ibnu Umar hanyalah pendapat sebagian sahabat saja dan riwayat Ibnu Umar di atas itu tidak lengkap, riwayat yang lebih lengkap adalah sebagai berikut

أخبرنا عبدالله قال ثنا سلمة بن شبيب قال مروان الطاطري قال ثنا سليمان بن بلال قال ثنا يحيى بن سعيد عن نافع عن ابن عمر قال كنا نفضل على عهد رسول الله  صلى الله عليه وسلم  أبا بكر وعمر وعثمان ولا نفضل أحدا على أحد

Telah mengabarkan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Salamah bin Syabib yang berkata Marwan Ath Thaathari berkata menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal yang berkata menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata “kami mengutamakan di masa hidup Rasulullah SAW Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian kami tidak mengutamakan satupun dari yang lain[As Sunnah Al Khallal no 580]

Atsar Ibnu Umar di atas juga shahih. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal seorang imam yang tsiqat [At Taqrib 1/477]. Salamah bin Syabib perawi Muslim yang tsiqat [At Taqrib 1/377] dan Marwan bin Muhammad Ath Thaathari perawi Muslim yang tsiqat [At Taqrib 2/172].

Diantara pengikut salafy ada yang dengan gaya lucu mengatakan kalau Atsar Ibnu Umar ini dalil yang qath’i keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali dengan dua alasan

  • Dalam atsar Ibnu Umar di atas terdapat kalimat penting yaitu “kami membandingkan” atau “kami mengutamakan”. Perkataan ini menunjukkan ucapan para sahabat seluruhnya dan tidak ada yang membantahnya.
  • Dalam atsar Ibnu Umar di atas terdapat lafaz “saat Rasulullah SAW hidup” atau “di zaman Rasulullah”. Salafy mengatakan lafaz ini menunjukkan kalau ucapan tersebut didengar oleh Rasulullah SAW dan Beliau SAW tidak membantahnya.

Kami jawab : Jika memang kita harus menuruti logika salafy di atas maka atsar Ibnu Umar menunjukkan dalil yang qath’i bahwa semua sahabat berpandangan orang yang paling utama setelah Nabi SAW adalah Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian mereka tidak mengutamakan satupun dari yang lain termasuk Imam Ali. Anehnya justru kesimpulan ini sangat bertentangan dengan keyakinan mahzab salafy, mengingat mereka sendiri mengutamakan Imam Ali sebagai yang keempat di atas sahabat yang lain. Menurut salafy, sahabat yang paling utama itu adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian Ali. Bukankah ini sangat bertentangan dengan atsar Ibnu Umar di atas bahwa setelah Utsman semua sahabat tidak mengutamakan satupun dari yang lain?. Ini adalah bukti pertama inkonsistensi salafy dalam berhujjah. Mereka berhujjah dengan gaya sepotong-sepotong, mengambil penggalan hadis yang sesuai dengan akidahnya saja.

Inkonsistensi salafy lainnya dapat para pembaca lihat dari diskusi atau pembahasan salafy soal nikah mut’ah. Dalam pembahasan nikah mut’ah terdapat hadis yang memuat lafaz yang sama persis dengan atsar Ibnu Umar di atas.

قال عطاء قدم جابر بن عبدالله معتمرا فجئناه في منزله فسأله القوم عن أشياء ثم ذكروا المتعة فقال نعم استمتعنا على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم وأبي بكر وعمر

Atha’ berkata “Jabir bin Abdullah datang untuk menunaikan ibadah umrah. Maka kami mendatangi tempatnya menginap. Beberapa orang dari kami bertanya berbagai hal sampai akhirnya mereka bertanya tentang mut’ah. Jabir menjawab “benar, memang kami melakukannya pada masa hidup Rasulullah SAW, masa Abu Bakar dan Umar”. [Shahih Muslim 2/1022 no 15 (1405) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi]

Kembali lagi kalau kita berhujjah dengan logika salafy maka atsar Jabir di atas menunjukkan kalau semua sahabat melakukan mut’ah di masa hidup Rasulullah SAW, masa Abu Bakar dan masa Umar atau Ijma’ sahabat membolehkan nikah mut’ah. Silakan para pembaca mengingat kembali, Salafy dengan lantangnya mengatakan kalau nikah mut’ah adalah zina, padahal berdasarkan atsar di atas maka semua sahabat melakukan mut’ah di masa Abu Bakar dan Umar. Apakah salafy berani mengatakan kalau semua sahabat telah berzina?. Naudzubillah

Menghadapi kemusykilan atsar Jabir di atas, ada diantara pengikut salafy yang mengatakan kalau atsar Jabir itu hanya menunjukkan bahwa sebagian kecil sahabat masih melakukan nikah mut’ah karena mereka belum tahu kalau nikah tersebut diharamkan. Sekarang kata “kami melakukan” diartikan sebagai “sebagian kecil” bukan “semua sahabat” atau “ijma’ sahabat”. Benar-benar tidak konsisten :mrgreen:

Kembali ke atsar Ibnu Umar di atas kami menafsirkan perkataan Ibnu Umar itu hanyalah pendapat sebagian sahabat saja dan tidak memiliki landasan qath’i dari Rasulullah SAW karena

  • Telah disebutkan sebelumnya kalau diantara para sahabat ada yang mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar. Selain itu telah shahih riwayat Jabir bin Abdullah yang mengatakan kalau Imam Ali adalah manusia terbaik [dalam riwayat Jabir ini pun terdapat lafaz “kami”]
  • Telah shahih dari Rasulullah SAW berbagai hadis yang mengutamakan Imam Ali di atas para sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar]

Kami sudah cukup banyak menuliskan hadis Rasulullah SAW tentang keutamaan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar, kami akan menyebutkan salah satunya

عن عبد الله رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الحسن والحسين سيدا شباب أهل الجنة وأبوهما خير منهما

Dari Abdullah RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Hasan dan Husain Sayyid [Pemimpin] pemuda surga dan Ayah mereka lebih baik dari mereka” [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4779, Al Hakim dan Adz Dzahabi menshahihkannya] Jika pengikut salafy itu mengakui kalau para sahabat [termasuk Abu Bakar dan Umar] adalah pemuda ahli surga maka tidak bisa tidak Sayyid bagi mereka adalah Imam Hasan dan Imam Husain. Kedudukan “Sayyid” menunjukkan kalau keduanya lebih utama dari para sahabat Nabi [yang juga termasuk pemuda ahli surga]. Jika Imam Ali dikatakan oleh Rasulullah SAW lebih baik atau utama dari Sayyid pemuda ahli surga maka sudah jelas Imam Ali lebih utama dari semua sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar]. Dalil ini yang lebih pantas dikatakan dalil qath’i.

عن بن عباس قال بعثني النبي صلى الله عليه وسلم الى علي بن أبي طالب فقال أنت سيد في الدنيا وسيد في الآخرة من احبك فقد احبني وحبيبك حبيب الله وعدوك عدوي وعدوي عدو الله الويل لمن ابغضك من بعدي

Dari Ibnu Abbas yang berkata “Nabi SAW mengutusku kepada Ali bin Abi Thalib lalu Beliau bersabda “Wahai Ali kamu adalah Sayyid [pemimpin] di dunia dan Sayyid [pemimpin] di akhirat. Siapa yang mencintaimu maka sungguh ia mencintaiku, kekasihmu adalah kekasih Allah dan musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah. Celakalah mereka yang membencimu sepeninggalKu [Fadhail Shahabah Ahmad bin Hanbal no 1092, dengan sanad yang shahih]

Hadis ini adalah dalil qath’i kalau Imam Ali lebih utama dari semua sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar] karena Rasulullah SAW menyatakan dengan jelas kedudukan Imam Ali sebagai “Sayyid” baik di dunia maupun di akhirat.

Bagi kami atsar Ibnu Umar di atas hanya pendapat sebagian sahabat yang merupakan ijtihad mereka. Atsar ini tidak bisa dijadikan hujjah jika terdapat atsar lain yang menyelisihinya ditambah lagi telah shahih dari Rasulullah SAW keutamaan Imam Ali yang begitu tinggi di atas para sahabat. Jadi atsar Ibnu Umar di atas dilihat dari sisi manapun tidak menjadi hujjah bagi salafy bahkan atsar itu berbalik menentang keyakinan mereka. Sungguh aneh mereka tidak menyadari inkonsistensi yang mereka alami, apakah mereka tidak mampu memahami apa itu “inkonsistensi”? atau sebenarnya mereka paham tetapi hati mereka tidak sanggup menerima.

.

.

.

Hadis lain yang sering dijadikan hujjah salafy untuk mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Imam Ali adalah perkataan Imam Ali bahwa Abu Bakar dan Umar umat terbaik setelah Nabi SAW.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا جَامِعُ بْنُ أَبِي رَاشِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو يَعْلَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ وَخَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ قُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ قَالَ مَا أَنَا إِلَّا رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir yang berkata telah mengabarkan kepada kami Sufyan yang berkata telah menceritakan kepada kami Jami’ bin Abi Raasyid yang menceritakan kepada kami Abu Ya’la dari Muhammad bin Al Hanafiah yang berkata “aku bertanya kepada ayahku “siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab “Abu Bakar”. Aku berkata “kemudian siapa?”. Beliau menjawab “Umar” dan aku khawatir ia akan berkata Utsman, aku berkata “kemudian engkau”. Beliau menjawab “Aku tidak lain hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin” [Shahih Bukhari no 3671]

Atsar Imam Ali di atas adalah atsar yang shahih tetapi kami tidak memahami atsar di atas seperti pemahaman salafy. Atsar di atas dengan jelas menunjukkan sikap tawadhu’ Imam Ali, buktinya adalah perkataan Imam Ali ketika ditanya tentang dirinya, Beliau menjawab “Aku tidak lain hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin”. Siapapun akan mengetahui berbagai keutamaan Imam Ali yang begitu tinggi dan dengan keutamaan tersebut Beliau jelas lebih utama dari lafaz “seorang laki-laki” tetapi Imam Ali mengatakannya untuk menunjukkan sikap tawadhu’ Beliau. Apakah salafy ketika berhujjah dengan hadis ini mereka menempatkan Imam Ali sebagai hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin?. Bukankah para sahabat, tabiin dan banyak umat muslim lain juga bisa dikatakan sebagai “seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin”. Lantas bagaimana bisa salafy mengutamakan Imam Ali sebagai yang keempat di atas sahabat lain dan para tabiin kalau Imam Ali sendiri beranggapan dirinya hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin?.

Sudah jelas memaknai atsar di atas secara zahir justru menimbulkan inkonsistensi di sisi salafy. Kami tidak memahami atsar Imam Ali di atas secara zahir, bagi kami atsar di atas menunjukkan pujian Imam Ali kepada Abu Bakar dan Umar, dan bagaimana kedudukan mereka di antara sahabat lainnya. Imam Ali tidak sedang membicarakan kedudukan dirinya oleh karena itu ketika ditanya tentang dirinya, Beliau menjawab dengan perkataan yang menunjukkan sikap tawadhu’ bukan dengan perkataan yang menjelaskan kedudukan sebenarnya tentang dirinya. Sedangkan kedudukan sebenarnya Imam Ali telah jelas disebutkan dalam berbagai hadis shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam [diantaranya yang telah kami sebutkan sebelumnya]

حدثنا عبد الله قال حدثني أبو صالح الحكم بن موسى قثنا شهاب بن خراش قثنا الحجاج بن دينار عن حصين بن عبد الرحمن عن أبي جحيفة قال كنت أرى أن عليا أفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت يا أمير المؤمنين إني لم أكن أرى أن أحدا من المسلمين من بعد رسول الله أفضل منك قال أولا أحدثك يا أبا جحيفة بأفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت بلى قال أبو بكر قال أفلا أخبرك بخير الناس بعد رسول الله وأبي بكر قال قلت بلى فديتك قال عمر

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shalih Al Hakam bin Musa yang menceritakan kepada kami Syihab bin Khirasy  yang berkata telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Diinar dari Hushain bin Abdurrahman dari Abu Juhaifah yang berkata “Aku berpendapat bahwa Ali adalah orang yang paling utama setelah Rasulullah SAW, aku berkata “wahai amirul mukminin aku tidak melihat ada seseorang dari kalangan kaum muslimin setelah Rasulullah SAW yang lebih utama daripada engkau”. Ali berkata “tidakkah engkau mau kuberitahukan kepadamu wahai Abu Juhaifah orang yang paling utama setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku berkata “tentu”. Beliau berkata “Abu Bakar”. Kemudian beliau berkata “tidakkah engkau mau kuberitahukan padamu orang yang paling baik setelah Rasulullah [SAW] dan Abu Bakar. Aku berkata “tentu, beritahukanlah”. Beliau menjawab “Umar” [Fadhail Ash Shahabah no 404]

Sama seperti sebelumnya, kami memahami bahwa perkataan Imam Ali di atas adalah bagian dari sikap tawadhu’ Beliau. Perhatikan baik-baik Abu Juhaifah adalah seorang sahabat Nabi SAW dan pendapatnya kalau Imam Ali orang yang paling utama setelah Rasulullah SAW menunjukkan bahwa atsar Ibnu Umar sebelumnya memang tidak berlaku untuk seluruh sahabat melainkan hanya sebagian sahabat sedangkan sahabat lain seperti Abu Juhaifah memandang Imam Ali sebagai orang yang paling utama. Dalam hadis di atas Imam Ali tidaklah mengingkari, mencela, marah atau menghukum Abu Juhaifah karena pandangannya yang mengutamakan dirinya. Tentu saja hal ini menunjukkan bathilnya hadis yang dijadikan hujjah oleh salafy bahwa Imam Ali akan mencambuk atau menghukum mereka yang mengutamakan dirinya atas Abu Bakar dan Umar. Bagi Imam Ali tidak ada masalah jika ada orang yang mengutamakan dirinya atas Abu Bakar dan Umar.

Anehnya ketika ditunjukkan atsar dari Abu Bakar yang mengakui kalau dirinya bukanlah orang yang terbaik, salafy dengan mudahnya mengatakan bahwa itu adalah bagian dari sikap tawadhu’ Abu Bakar. Abu Bakar pernah berkhutbah dihadapan manusia

قال أما بعد أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم فان أحسنت فأعينوني وإن أسأت فقوموني الصدق أمانة والكذب خيانة والضعيف فيكم قوي عندي حتى أرجع عليه حقه إن شاء الله والقوي فيكم ضعيف حتى آخذ الحق منه إن شاء الله لا يدع قوم الجهاد في سبيل الله إلا خذلهم الله بالذل ولا تشيع الفاحشة في قوم إلا عمهم الله بالبلاء أطيعوني ما أطعت الله ورسوله فاذا عصيت الله ورسوله فلا طاعة لي عليكم قوموا الى صلاتكم يرحمكم الله

Ia berkata “Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku orang yang terbaik diantara kalian maka jika berbuat kebaikan bantulah aku. Jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku, kejujuran adalah amanah dan kedustaan adalah khianat. Orang yang lemah diantara kalian ia kuanggap kuat hingga aku mengembalikan haknya kepadanya jika Allah menghendaki. Sebaliknya yang kuat diantara kalian aku anggap lemah hingga aku mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya jika Allah mengehendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah timpakan kehinaan dan tidaklah kekejian tersebar di suatu kaum kecuali adzab Allah ditimpakan kepada kaum tersebut. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mentaati Allah dan RasulNya maka tiada kewajiban untuk taat kepadaku. Sekarang berdirilah untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian. [Sirah Ibnu Hisyam 4/413-414 tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik, dinukil Ibnu Katsir dalam Al Bidayah 5/269 dan 6/333 dimana ia menshahihkannya].

Kalau diartikan secara zahir sudah jelas atsar Abu Bakar ini merupakan bantahan yang telak atas salafy. Bagaimana mungkin mereka mengakui kalau Abu Bakar orang yang paling baik setelah Rasulullah SAW kalau Abu Bakar sendiri justru mengakui kalau ia bukanlah orang yang terbaik diantara para sahabat Nabi. Jadi kalau hanya mengandalkan atsar sahabat maka akan muncul berbagai inkonsistensi dan kontradiksi. Satu-satunya pemecahan adalah dengan melihat berbagai hadis shahih dari Rasulullah SAW yang menunjukkan keutamaan dan kedudukan yang sebenarnya.

Pandangan kami soal “siapa yang paling utama” berdasarkan metode yang sangat berbeda dengan salafy. Metode yang kami gunakan adalah mengumpulkan hadis-hadis shahih dari Rasulullah SAW mengenai keutamaan para sahabat yaitu Imam Ali ataupun Abu Bakar dan Umar kemudian membandingkan antara keutamaan tersebut mana yang menjadi hujjah bagi yang lain. Dengan metode seperti ini dapat diketahui dengan jelas kedudukan sahabat yang sebenarnya. Sedangkan metode salafy adalah metode sepihak yang hanya mengandalkan hadis yang itu-itu saja dan mengabaikan berbagai hadis lain yang justru menunjukkan kedudukan yang sebenarnya. Contohnya adalah bagaimana bisa salafy mengabaikan hadis Tsaqalain sebagai keutamaan yang tinggi bagi Imam Ali?. Bagaimana bisa salafy mengabaikan kedudukan imam Ali sebagai maula bagi kaum mukminin [termasuk Abu Bakar dan Umar]?. Bagaimana bisa salafy mengabaikan kedudukan Imam Ali sebagai waly bagi setiap orang beriman [termasuk Abu Bakar dan Umar]?, dan masih banyak hadis-hadis lainnya.

.

.

.

Hadis lain yang dijadikan hujjah salafy dalam mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Ali adalah

حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحُسَيْنِ الْمَكِّيُّ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ إِنِّي لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ فَدَعَوْا اللَّهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيرِهِ إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَهُ عَلَى مَنْكِبِي يَقُولُ رَحِمَكَ اللَّهُ إِنْ كُنْتُ لَأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ لِأَنِّي كَثِيرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُنْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَإِنْ كُنْتُ لَأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَهُمَا فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ

Telah menceritakan kepadaku Walid bin Shalih yang berkata telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus yang berkata menceritakan kepada kami Umar bin Sa’id bin Abi Husain Al Makkiy dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ibnu Abbas radiallahu ‘anhuma yang berkata “Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab ketika ia telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan kedua sikunya di bahuku berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu karena aku sering mendengar Rasulullah SAW bersabda “aku bersama Abu Bakar dan Umar” atau “Aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar” atau “aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar”. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku melihat ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib [Shahih Bukhari no 3677]

Dalam hadis ini tidak ada sedikitpun petunjuk keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali. Hadis ini memuat doa Imam Ali agar Umar bergabung bersama Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Insya Allah perkara bergabung bersama Rasulullah SAW nanti adalah harapan setiap sahabat Nabi SAW dan bukan kekhususan Abu Bakar dan Umar. Begitu pula perkataan Rasulullah SAW “Aku bersama Abu Bakar dan Umar” tidaklah menunjukkan kekhususan terhadap mereka berdua. Bahkan banyak hadis shahih lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sangat dekat kepada Imam Ali. Pernahkah para pembaca mendengar hadis shahih yang menunjukkan kecintaan kepada Ali berarti kecintaan kepada Rasulullah SAW? Hadis shahih siapa yang menyakiti Ali maka menyakiti Rasulullah SAW?. Hadis shahih siapa yang mencaci Ali berarti mencaci Rasulullah SAW?. Hadis shahih siapa yang memisahkan diri dari Ali berarti memisahkan diri dari Rasulullah SAW?. Tidak diragukan lagi hadis-hadis tersebut menunjukkan betapa tingginya kedudukan Imam Ali di sisi Rasulullah SAW.

Masih banyak lagi hadis yang menunjukkan kedekatan Imam Ali kepada Rasulullah SAW, diantaranya ketika di Thaif Rasulullah SAW dan Ali memisahkan diri dari para sahabat dan terlihat mengadakan pembicaraan yang lama sehingga membuat sebagian sahabat mengeluh, ketika mereka mengadukan keluhan mereka kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW menjawab bahwa bukan Beliau yang berbicara dengan Imam Ali tetapi Allah SWT yang berbicara dengan Imam Ali. Tentu saja kekhususan seperti ini hanya dimiliki Imam Ali dan tidak pernah dimiliki Abu Bakar dan Umar.

عن أم سلمة رضى الله تعالى عنها قالت والذي أحلف به إن كان علي لأقرب الناس عهدا برسول الله صلى الله عليه وسلم عدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم غداة وهو يقول جاء علي جاء علي مرارا فقالت فاطمة رضى الله تعالى عنها كأنك بعثته في حاجة قالت فجاء بعد قالت أم سلمة فظننت أن له إليه حاجة فخرجنا من البيت فقعدنا عند الباب وكنت من أدناهم إلى الباب فأكب عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم وجعل يساره ويناجيه ثم قبض رسول الله صلى الله عليه وسلم من نومه ذلك فكان علي أقرب الناس عهدا

Dari Ummu Salamah radiallahu ta’ala ‘anha yang berkata “Demi Yang aku bersumpah dengan-Nya, sesungguhnya Ali adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW. Kami menjenguk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada suatu pagi dan Beliau berkata ‘Apakah Ali sudah datang? Apakah Ali sudah datang?’ Beliau tanyakan itu berkali-kali, lalu Fathimah berkata “sepertinya Anda mengutusnya untuk sebuah keperluan”. Kemudian datanglah Ali, Ummu Salamah berkata “kami mengira bahwa Beliau ada perlu dengannya maka kami keluar dari kamar dan duduk di dekat pintu. Dan aku yang paling dekat dengan pintu, maka Rasulullah SAW merundukkan kepalanya [ketubuh Ali] dan membisikkan sesuatu kepadanya, kemudian beliau wafat hari itu juga. Maka Ali adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW” [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4671 dimana Al Hakim dan Adz Dzahabi bersepakat menshahihkannya] Bukankah hadis di atas menunjukkan betapa dekatnya hubungan antara Imam Ali dan Rasulullah SAW?. Hadis ini tidak kalah utama dari atsar Ibnu Abbas di atas. Bagaimana bisa salafy mengabaikan berbagai hadis lain yang menunjukkan kedekatan Imam Ali dengan Rasulullah SAW. Kami tidak menolak atsar Ibnu Abbas yang dijadikan hujjah salafy, yang kami tolak adalah cara pendalilan versi salafy yang menjadikan atsar tersebut sebagai hujjah keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali, karena memang tidak ada penunjukkan yang demikian dalam atsar tersebut.

Sebenarnya kalau menuruti metode salafy maka perkataan Abu Bakar sebelumnya bahwa beliau bukanlah yang terbaik diantara sahabat Nabi yang lain adalah perkataan yang terang benderang dan cukup telak meruntuhkan syubhat salafy yang sok memakai dalil sunni untuk menguatkan keyakinannya. Abu Bakar sendiri mengakui kalau ia bukan yang terbaik lantas mengapa salafy malah mengatakan Abu Bakar umat terbaik?. Apakah salafy merasa lebih mengetahui dari Abu Bakar. Begitu pula kalau menuruti cara berpikir salafy, maka semua sahabat yang mendengar khutbah Abu Bakar tidak ada yang membantahnya. Jadi semua sahabat setuju dengan pernyataan Abu Bakar kalau dirinya bukanlah yang terbaik diantara mereka. Maka kita kembalikan permasalahan ini kepada salafy, tunjukkan sikap yang konsisten dalam berhujjah jika memang kalian mampu. Kalau tidak mampu maka diamlah, jangan merasa sok berdalil dengan hadis-hadis sunni.

.

.

.

Salafy berusaha mengingkari keutamaan hadis manzilah dengan berbagai syubhat. Syubhat-syubhat yang justru meruntuhkan keutamaan hadis manzilah. Sehingga jika kita atau salafy menerima syubhat-syubhat tersebut maka tidak tersisa keutamaan yang ada dalam hadis manzilah. Pembahasan hadis manzilah telah kami paparkan dalam thread khusus dan telah kami buktikan bahwa hadis manzilah menunjukkan keutamaan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar. Kami hanya akan membahas syubhat-syubhat salafy yang tidak ada nilainya sama sekali.

Salafy mengatakan kalau menjadikan hadis manzilah sebagai keutamaan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar akan menyebabkan pertentangan dengan atsar Imam Ali bahwa manusia terbaik setelah Rasulullah SAW adalah Abu Bakar.

Kami jawab : kalau salafy hanya berkeras pada cara mereka berdalil maka akan muncul berbagai inkonsistensi yang nyata, contohnya saja apakah mereka berani menganggap Imam Ali hanya sebagai seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin?. Bagi kami perkataan Imam Ali tidaklah bertentangan dengan hadis manzilah. Perkataan Imam Ali tersebut adalah bagian sikap tawadhu’ beliau sehingga Beliau tidak sedang membicarakan kedudukan Beliau yang sebenarnya oleh karena itu ketika ditanya tentang dirinya, Imam Ali menjawab dengan jawaban yang menunjukkan sikap tawadhu’ bukan menjelaskan kedudukan dirinya yang sebenarnya. Sedangkan kedudukan Imam Ali yang sebenarnya di sisi Nabi SAW tampak dalam berbagai hadis shahih yang diucapkan oleh Rasulullah SAW, nah diantaranya adalah hadis Manzilah.

Salafy mengatakan kalau Nabi SAW juga pernah membandingkan Abu Bakar dan Umar dengan para Nabi yaitu Abu Bakar dengan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Isa AS, Umar dengan Nabi Nuh AS dan Nabi Musa AS. Salafy berhujjah dengan perkataan berikut

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim mengenai tawanan perang. Ketika Nabi meminta pendapat Abu Bakar, ia mengusulkan tebusan. Ketika Nabi bertanya kepada ‘Umar, ia mengusulkan untuk dibunuh saja. Lalu Nabi bersabda: “Akan kuceritakan kepadamu tentang dua orang yang sepadan dengan kamu. Engkau, wahai Abu Bakar, sama dengan Ibrahim ketika ia berkata: Barangsiapa mengikuti aku, ia termasuk golonganku. Barangsiapa durhaka kepadaku, sesungguhnya Tuhan maha pengampun dan maha Pengasih (QS, Ibrahim, 14:36). Engkau juga sama dengan Nabi Isa ketika ia berkata: “Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Maha Mulia dan Maha Bijaksana”. (QS, al-Ma’idah, 5:118). Adapun engkau, wahai ‘Umar, sama seperti Nuh ketika ia berkata: “Ya Tuhanku janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara orang-orang kafir tinggal di atas bumi”. (QS, Nuh, 71:26). Engkau juga seperti Nabi Musa ketika ia berkata: “Ya Tuhan kami binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat siksaan yang pedih”. (QS, Yunus, 10:88).

Kami jawab : hujjah ini hanyalah pengulangan cara berhujjah syaikh mereka Ibnu Taimiyyah yang diikuti oleh Mahmud Az Za’bi dalam Al Bayyinat. Hujjah mereka ini tidak nyambung karena hadis yang mereka jadikan hujjah tidak sedang menjelaskan tentang keutamaan atau kedudukan Abu Bakar dan Umar. Siapapun akan melihat dengan jelas bahwa Nabi SAW sendiri menjelaskan maksud perkataan Beliau SAW “Engkau, wahai Abu Bakar, sama dengan Ibrahim ketika ia berkata dan “Engkau juga sama dengan Nabi Isa ketika ia berkata atau “Adapun engkau, wahai ‘Umar, sama seperti Nuh ketika ia berkata dan “Engkau juga seperti Nabi Musa ketika ia berkata”. Perhatikan perkataan “ketika ia berkata”, lafaz inilah yang menunjukkan apa yang sebenarnya sedang dianalogikan oleh Nabi SAW dalam hadis di atas. Jadi sebenarnya yang disamakan oleh Nabi SAW adalah sifat yang ada dalam jawaban Abu Bakar dan Umar dengan sifat yang ada dalam perkataan Nabi-Nabi tersebut. Sedangkan hadis manzilah sangat jelas menunjukkan tentang keutamaan dan kedudukan.

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا سليمان بن بلال ثنا الجعيد بن عبد الرحمن عن عائشة بنت سعد عن أبيها ان عليا رضي الله عنه خرج مع النبي صلى الله عليه و سلم حتى جاء ثنية الوداع وعلى رضي الله عنه يبكى يقول تخلفني مع الخوالف فقال أو ما ترضى أن تكون منى بمنزلة هارون من موسى الا النبوة

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla bani hasyim yang berkata menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal yang menceritakan kepada kami Al Ju’aid bin Abdurrahman dari Aisyah binti Sa’ad dari ayahnya bahwa Ali pergi bersama Nabi SAW hingga tiba di balik bukit. Saat itu Ali menangis dan berkata “Tidakkah engkau rela bahwa kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali Kenabian” [Musnad Ahmad 1/170 no 1463 dengan sanad yang shahih]

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الله بن نمير قال ثنا موسى الجهني قال حدثتني فاطمة بنت علي قالت حدثتني أسماء بنت عميس قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يا علي أنت مني بمنزلة هارون من موسى الا انه ليس بعدي نبي

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair yang berkata telah menceritakan kepada kami Musa Al Juhani yang berkata telah menceritakan kepadaku Fathimah binti Ali yang berkata telah menceritakan kepadaku Asma’ binti Umais yang berkata aku mendengar Rasulullah SAW berkata “wahai Ali engkau di sisiKu seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali tidak ada Nabi setelahku” [Musnad Ahmad 6/438 no 27507 dishahihkan oleh Syaikah Syu’aib Al Arnauth]

Kami tidak mengingkari bahwa hadis ini diucapkan Nabi SAW di perang tabuk tetapi terdapat pula penunjukkan kalau Nabi SAW mengucapkan hadis ini di saat lain selain perang Tabuk seperti yang telah kami bahas sebelumnya. Hadis Asma’ binti Umais dengan penyimakan langsung dari Rasulullah SAW itu didengar pada peristiwa lain selain perang tabuk. Perhatikan lafaz hadis yang diucapkan Rasulullah SAW “kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali Kenabian”. Lafaz ini adalah lafaz yang umum karena di dalam lafaznya terkandung pengecualian kedudukan yang tidak dimiliki Imam Ali yaitu Kenabian. Semua kedudukan Harun di sisi Musa dimiliki oleh Imam Ali di sisi Nabi SAW kecuali kenabian. Oleh karena itu sangat wajar jika para sahabat menganggap ini sebagai keutamaan yang besar dan sangat berharap kalau saja mereka bisa mendapatkannya. Berbeda halnya dengan hadis yang dijadikan hujjah salafy di atas, tidak ada satupun para sahabat yang menganggap itu sebagai keutamaan yang besar serta berandai-andai memilikinya.

Salafy berhujjah dengan hadis bahwa Rasulullah SAW menghendaki Abu Bakar sebagai khalil dan menurut salafy kedudukan ini menunjukkan Abu Bakar lebih utama dari imam Ali. Seperti biasa salafy itu terlalu terburu-buru dalam menarik kesimpulan. Silakan perhatikan hadis yang dimaksud

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا غَيْرَ رَبِّي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلَّا سُدَّ إِلَّا بَابَ أَبِي بَكْرٍ

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata “sesungguhnya manusia yang paling banyak jasanya dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku [boleh] mengambil khalil selain Rabbku niscaya aku mengambil Abu Bakar tetapi cukuplah [kedudukan] persaudaraan dalam islam dan kasih sayang. Tidak akan tersisa satu pintu di masjid yang tertutup kecuali pintu Abu Bakar” [Shahih Bukhari no 3654]

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِي وَصَاحِبِي

Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim yang berkata telah menceritakan kepada kami Wuhaib yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayub dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radiallhu ‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang berkata “seandainya aku [boleh] mengambil khalil dari umatku maka aku akan mengambil Abu Bakar tetapi cukuplah ia sebagai saudaraku dan sahabatku” [Shahih Bukhari no 3656] Jika diperhatikan dengan baik maka dalam hadis di atas tidak ada penetapan oleh Rasulullah SAW bahwa Abu Bakar adalah khalil Beliau. Diisyaratkan dalam hadis di atas adalah pengandaian jika Rasul SAW dibolehkan mengambil khalil dan kenyataannya kedudukan yang jelas bagi Abu Bakar dalam hadis di atas adalah saudara dan sahabat Nabi atau kedudukan dalam kasih sayang dan persaudaraan. Sama halnya dengan perkataan Nabi SAW “jika ada Nabi setelahku maka Umarlah orangnya” dimana dalam perkataan ini tidak ada pernyataan bahwa Umar adalah Nabi setelah Beliau SAW. Jadi poin pertama yang harus dimengerti dalam hadis ini adalah perandaian sangat berbeda dengan penetapan. Kedudukan yang ditetapkan oleh Nabi SAW terhadap Abu Bakar adalah saudara dan sahabat Beliau. Dan kedudukan saudara ini tidak lah terbatas kepada Abu Bakar saja mengingat Rasulullah SAW telah menyatakan pula kalau Imam Ali adalah saudara Beliau, sahabat Beliau, wazir dan pewaris Beliau SAW.

Dan jika mau dibandingkan antara Abu Bakar dan Ali, maka kedudukan saudara Rasulullah SAW yang dimiliki Imam Ali lebih bersifat khusus dan utama. Dalam hadis di atas disebutkan bahwa kedudukan saudara bagi Abu Bakar adalah persaudaraan dalam islam dan kasih sayang. Persaudaraan ini tidaklah bersifat khusus karena para sahabat lain juga memiliki kedudukan seperti itu yaitu persaudaraan dalam islam dan kasih sayang terhadap Nabi SAW, sedangkan kedudukan “saudara” yang dimiliki Imam Ali diakui Imam Ali sendiri bersifat khusus

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ نُمَيْرٍ , عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَصِيرَةَ , قَالَ : حَدَّثَنِي أَبُو سُلَيْمَانَ الْجُهَنِيُّ , يَعْنِي زَيْدَ بْنَ وَهْبٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ عَلِيًّا عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ : أَنَا عَبْدُ اللهِ , وَأَخُو رَسُولِهِ صلى الله عليه وسلم , لَمْ يَقُلْهَا أَحَدٌ قَبْلِي , وَلاَ يَقُولُهَا أَحَدٌ بَعْدِي إلاَّ كَذَّابٌ مُفْتَرٍ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dari Al Harits bin Hashirah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sulaiman Al Juhani yakni Zaid bin Wahb yang berkata aku mendengar Ali berkata di atas mimbar “aku adalah hamba Allah dan saudara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada seorangpun sebelumku yang mengatakannya dan tidak pula seorang pun setelahku mengatakannya kecuali ia seorang pendusta yang mengada-ada [Al Mushannaf 12/62 no 32742]

Atsar Imam Ali ini kedudukannya hasan. Diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Al Harits bin Hashirah seorang yang shaduq hasanul hadis.

  • Abdullah bin Numair Al Hamdani adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Ibnu Sa’ad menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 6 no 110]
  • Al Harits bin Hashirah adalah perawi yang shaduq hasanul hadis. Ia adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad dan perawi Nasa’i dalam Khasa’is Ali. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Ibnu Numair menyatakan tsiqat. Abu Dawud berkata “seorang syiah yang shaduq”. Al Uqaili mengatakan “tidak diikuti hadisnya”. [At Tahdzib juz 2 no 236]
  • Zaid bin Wahb Al Juhani adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Khirasy, Ibnu Sa’ad, Ibnu Hibban dan Al Ijli menyatakan “tsiqat” [At Tahdzib juz 3 no 781]

Atsar di atas menyatakan kekhususan kedudukan saudara Rasulullah SAW bagi Imam Ali sehingga Imam Ali mengatakan pendusta kepada mereka yang berani mengatakan hal yang seperti itu baik orang sebelum Beliau ataupun setelah Beliau. Perlu ditekankan kami tidak menafikan kedudukan “saudara Rasulullah SAW” bagi Abu Bakar tetapi kami menafsirkan bahwa kedudukan saudara yang dimiliki Abu Bakar berbeda dengan kedudukan saudara yang dimiliki Imam Ali, dimana bagi kami persaudaraan Rasulullah SAW dengan Imam Ali lebih khusus dan lebih utama.

Rasulullah SAW menjadikan perandaian “khalil” menunjukkan besarnya kecintaan dan kasih sayang antara Abu Bakar dan Rasulullah SAW, kami tidaklah mengingkari hal ini. Tetapi menjadikan ini dalil keutamaan Abu Bakar di atas Ali adalah keliru karena telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Rasulullah SAW justru lebih mencintai Ali dari Abu Bakar

ثنا أبو نعيم ثنا يونس ثنا العيزار بن حريث قال قال النعمان بن بشير قال استأذن أبو بكر على رسول الله صلى الله عليه و سلم فسمع صوت عائشة عاليا وهى تقول والله لقد عرفت ان عليا أحب إليك من أبي ومنى مرتين أو ثلاثا فاستأذن أبو بكر فدخل فأهوى إليها فقال يا بنت فلانة الا أسمعك ترفعين صوتك على رسول الله صلى الله عليه و سلم

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim yang berkata telah menceritakan kepada kami Yunus yang berkata telah menceritakan kepada kami Al ‘Aizar bin Huraits yang berkata Nu’man bin Basyir berkata “Abu Bakar meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendengar suara tinggi Aisyah yang berkata kepada Rasulullah SAW “Demi Allah sungguh aku telah mengetahui bahwa Ali lebih Engkau cintai daripada aku dan ayahku” sebanyak dua atau tiga kali. Abu Bakar meminta izin masuk menemuinya dan berkata “Wahai anak perempuan Fulanah tidak seharusnya kau meninggikan suaramu terhadap Rasulullah SAW” [Musnad Ahmad no 18333 tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain dengan sanad yang shahih]

Begitu pula telah diriwayatkan di dalam hadis yang shahih bahwa Imam Ali adalah manusia yang paling dicintai oleh Allah SWT. Kedudukan ini justru menunjukkan bahwa Imam Ali adalah manusia yang paling utama setelah Rasulullah SAW.

حدثنا سفيان بن وكيع حدثنا عبيد الله بن موسى عن عيسى بن عمر عن السدي عن أنس بن مالك قال كان عند النبي صلى الله عليه و سلم وسلم طير فقال اللهم آئتني بأحب خلقك إليك يأكل معي هذا الطير فجاء علي فأكل معه

Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Musa dari Isa bin Umar dari As Suddi dari Anas bin Malik yang berkata Rasulullah SAW suatu ketika memiliki daging burung kemudian Beliau SAW bersabda “Ya Allah datangkanlah hambamu yang paling Engkau cintai agar dapat memakan daging burung ini bersamaKu. Maka datanglah Ali dan ia memakannya bersama Nabi SAW” [Sunan Tirmidzi 5/636 no 3721 hadis shahih dengan keseluruhan jalannya]

Begitu pula dengan lafaz terakhir hadis Bukhari di atas soal penutupan pintu masjid selain Abu Bakar, tidak bisa dijadikan dalil sebagai keutamaan Abu Bakar di atas Ali karena telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih dan mutawatir kalau Rasulullah SAW menyatakan “tutuplah semua pintu masjid kecuali pintu Ali bin Abi Thalib”.

قال بن عباس وسد رسول صلى الله عليه وسلم أبواب المسجد غير باب علي فكان يدخل المسجد جنبا وهو طريقه ليس له طريق غيره

Ibnu Abbas berkata Rasulullah SAW memerintahkan agar semua pintu rumah-rumah yang berhubungan langsung dengan masjid Beliau ditutup, kecuali pintu rumah Ali. Oleh karena itu adakalanya Ali masuk ke masjid dalam keadan junub sebab ia tidak memiliki jalan lain kecuali lewat masjid itu [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4652 dimana Al Hakim dan Adz Dzahabi bersepakat menshahihkannya] .

.

Jadi dilihat dari sisi manapun tidak ada satupun dalil salafy yang bisa dijadikan hujjah untuk mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Ali. Bahkan hadis-hadis Rasulullah SAW yang shahih telah menunjukkan kalau kedudukan Imam Ali dan keutamaannya lebih tinggi dari Abu Bakar dan Umar [seperti yang telah kami tunjukkan di atas]. Berikut ini kami akan menunjukkan hadis lain keutamaan Imam Ali yang terdapat dalam Shahih Muslim

عن أبي حازم أخبرني سهل بن سعد أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال يوم خيبر لأعطين هذه الراية رجلا يفتح الله على يديه يحب الله ورسوله ويحبه الله ورسوله قال فبات الناس يدوكون ليلتهم أيهم يعطاها قال فلما أصبح الناس غدوا على رسول الله صلى الله عليه و سلم كلهم يرجون أن يعطاها فقال أين علي بن أبي طالب ؟ فقالوا هو يا رسول الله يشتكي عينيه قال فأرسلوا إليه فأتى به فبصق رسول الله صلى الله عليه و سلم في عينيه ودعا له فبرأ حتى كأن لم يكن به وجع فأعطاه الراية فقال علي يا رسول الله أقاتلهم حتى يكونوا مثلنا فقال انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم ثم ادعهم إلى الإسلام وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله فيه فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من أن يكون لك حمر النعم

Dari Abu Hazim yang berkata telah mengabarkan kepadaku Sahl bin Sa’ad bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda di hari Khaibar “Demi Allah, Sungguh bendera ini akan saya berikan besok hari kepada seorang lelaki yang mana Allah akan mengaruniakan kemenangan melalui tangannya.  Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan juga dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.” Maka semalam suntuk para sahabat membicarakan kepada siapakah kiranya bendera itu akan diserahkan.”[Sahl] berkata “Ketika tiba esok harinya, para sahabat berangkat dini menghadap Rasulullah SAW semuanya masing-masing berharap agar diserahi bendera itu. Tetapi beliau bersabda “Di mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah, dia sedang menderita sakit mata.” Beliau  s.a.w. bersabda: “Pergilah kalian  kepadanya  dan bawalah ia ke sini.” Maka dibawalah Ali kepada Beliau, lalu Rasulullah s.a.w. mengusapkan air ludah pada kedua matanya dan men-doa-kannya. Kemudian ia pun sembuh, sehingga seolah-olah ia tidak pernah menderita sakit seperti itu. Lalu Beliau SAW menyerahkan ben-dera itu kepadanya. Ali berkata “Wahai Rasulullah, apakah saya harus memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita?” Beliau bersabda “Bersikap tenanglah sampai engkau tiba di depan mereka, kemudian serulah mereka agar masuk ke dalam Islam dan jelaskan kepada mereka akan kewajiban-kewajiban atas mereka yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Demi Allah, sekiranya Allah berkenan mengaruniakan petunjuk [hidayah] kepada seseorang melalui dirimu, maka itu akan lebih baik bagimu daripada unta-unta merah” [Shahih Muslim 4/1872 no 2406]

Perhatikanlah baik-baik hadis di atas, terutama pada bagian “Maka semalam suntuk para sahabat membicarakan kepada siapakah kiranya bendera itu akan diserahkan.”[Sahl] berkata “Ketika tiba besok harinya, para sahabat berangkat dini menghadap Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, semuanya masing-masing berharap agar diserahi bendera itu”. Lafaz ini menunjukkan bahwa semua sahabat saat itu mengharapkan mendapat keutamaan yang tinggi yaitu penetapan dari Allah dan Rasulnya sebagai ”Orang yang mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya”. Dan tidak ada pula yang akan menyangkal kalau Abu Bakar dan Umar termasuk sahabat yang ikut dalam perang Khaibar, sehingga tentu saja merekapun berharap mendapatkan keutamaan tersebut dan memang diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab RA sangat mengharapkan keutamaan ini sehingga ia datang lebih dahulu dari Imam Ali agar Rasulullah SAW memberikan bendera itu kepadanya [Shahih Muslim 4/1871 no 2405] tetapi Rasulullah SAW justru memberikan keutamaan tersebut kepada orang yang saat itu sedang menderita uzur atau sedang sakit yaitu Imam Ali bin Abi Thalib. Bagi kami hadis ini lebih tepat menunjukkan keutamaan Imam Ali di atas semua sahabat yang lain termasuk Abu Bakar dan Umar.

Akhir kata kami ingin membahas sedikit sikap sinisme sebagian pengikut salafy terhadap kitab-kitab yang tidak mu’tabar menurut mereka. Maka ketahuilah wahai yang mengaku salafy, para ulama yang mu’tabar seperti Ibnu Hajar dan yang lainnya bahkan Syaikh Al Albani yang sangat kalian puji juga sering mengandalkan kitab-kitab yang menurut kalian tidak mu’tabar. Tidak jarang Ibnu Hajar berhujjah dengan kitab Ansab Al Asyraf Al Baladzuri dalam kitabnya Al Ishabah, silakan buka dan baca baik-baik maka kalian akan temukan Ibnu Hajar pernah berkata ”dan diriwayatkan oleh Al Baladzuri dengan sanad yang la ba’sa bihi” [Al Ishabah 2/98 no 1767]. Jadi tidak ada alasannya bagi salafy menolak hadis shahih walaupun itu terdapat dalam kitab yang menurut orang awam mereka ”tidak mu’tabar”.

20 Tanggapan

  1. PERTAMAX!

    Terima kasih. Argumentasi yg kuat dan bagus.

    Semoga Allah swt merahmati anda wahai SP dan semoga anugerah cahaya ilmu tidak pernah terputus bagi mas.

    Bagi sy mas telah membantu memberikan arah & menunjukkan mana yang lurus dan mana yang bengkok, mana yang asli mana yang palsu.

    Semoga @paiman, salafiyyun dan syiahphobia lainnya dapat membaca dan mencernanya dgn pikiran yg jernih dan hati yg bersih

    Salam

  2. Pada umumnya baik salafi maupun ahlu sunnah pada umumnya menganggap yg menentukan sahih atau tdknya suatu hadis hanya dari segi sanad. Padahal kesahihan suatu hadis ditentukan baik oleh sanad maupun matannya. Contohnya Sahih Bukhori walaupun dari segi sanad sebagian besar sahih, ternyata dari segi matan banyak bertentangan dg hadis yg sama2 sahih atau lebih sahih dan Al-Quran sbg tolok ukur kesahihan suatu hadis yg palng tinggi.

    Disamping itu juga pada kasus yg sama cenderung tidak mau mengambil hadis2 lain yg lebih sahih sbg perbandingan spt sdh ditunjukkan oleh mas SP. Ditambah kebiasaan buruk salafi yg suka memelintir makna suatu hadis atau mengutip hadis secara tdk utuh.

  3. @SP
    Saya pernah baca atsar bahwa Sy. Abu Bakar menyatakan (kurang lebih) bahwa seandainya aku tidak dicitapakan sebagai manusia dan lebih baik menjadi burung. Apakah ini atsar sahih, dan apakah ini bagian dari tawadhu?

    Salam damai.

  4. @SP
    Saya pernah katakan APA ARTI SEBUAH NAMA.
    Para salavian menginditaskan diri sebagai salafus salih dan termasuk kelompok SUNI.
    Siapa yang mengatakan yang mengakui mereka pengikut Salafus Shalehiin. Kan mereka sendiri. Dan mulai kapan mereka diakui sebagai anggota SUNI? Kapan mereka mendaftarkan diri dan diakui. Smua ini untuk menmanfaatkan keadaan.
    Paham dan jalan yang mereka jalani sama dengan Muawiyah. Yakni menghalakan segala CARA untuk mencapai tujuan. Mereka berkedok dibelakang Salafus Shalehin. Karena Salafus Sholehin adalah ulama2 yang kita hormati kemudian di Suni karena Suni banyak pengikutnya. (kan dulu mereka Wahabi, karena dbuka KEDOK mereka, maka merobah wajah menjadi salafy)
    Dengan dengan dmikian mereka mudah merekayasa Hadits2 kemudian mengatasnamakan Suni.
    Mengenai Atsar Umar. Saya tidak berprasangka jelek tapi kita coba menganalisa Atsar tsb.
    Umar telah menentang Rasul dengan merampas Hak Imam Ali, Tanah Fadak kemudian menyerang Ramah Imam Ali.
    Apabila Imam Ali ia masukan sebagai sahabat Utama, apa kata umat kemudian. Pasti ada yang mengatakan SAHABAT NABI UTAMA MERAMPAS HAK SAHABAT NABI UTAMA YANG LAIN.
    Jadi dasar ucapan Umar kira2 demikian. Dasar yang berlatar belakang jelek jangan dipakai sebagai petunjuk/pembenaran. Wasalam.
    .

  5. @truthseekers 08
    hehehe. Jangan memulai.
    Ikan dipasar masih banyak. Jangan dulu kelaut untuk memancing. Sekarang ini OMBAKnya tinggi. Salam damai Wasalam

  6. @chany
    😀
    Jangan salah paham.
    Pertanyaan ini hadir selaras dengan argumen2 SP tentang tawadhu.
    Atas atsar ini yang saya dapat jawaban dari salafy adalah bahwa itu adalah menunjukkan ketawadhuan Sy. Abu Bakar. Bagi saya jawaban ini tidak masalah, asal mereka konsisten. Cukup menggembirakan sebetulnya bahwa mereka mengenal bahwa Islam memuliakan mereka yang tawadhu.. :mrgreen:
    Nahh, artinya selaras dg argumen bahwa jawaban Imam Ali adalah menunjukkan ketawadhuan Beliau.
    Dan seterusnya adalah saya ingin menanyakan, bagaimana jika Sy Abu Bakar juga ditanyakan hal yang sama, apakah beliau akan menjawab: “yang paling mulia adalah AKU, ataukah beliau juga akan menunjukkan ketawadhuan beliau dengan menyebutkan orang lain?
    Semoga ini menjelaskan tujuan dari pertanyaan saya kepada SP.. 😉

    Salam damai.

  7. @truthseekrs
    klu tdk tahu berbaik sangka lebih baik,menjadikan atsar tsb sbg dalil bhw abubakar tawadhupun salah,klu kita tdk tahu apa maksud ucapan tsb
    @SP
    maaf mendahului,mohon koreksi

  8. @aldj
    ?

  9. Jika Abu Bakar sahabat sejati niscaya ia tidak menyesal menjadi seorang manusia, tetapi Abu Bakar menyesal
    menjadi seorang manusia, malah dia ingin menjadi akar dimakan oleh binatang kemudian mengeluarkannya. Abu Bakar berkata: “Ketika dia melihat seekor burung hinggap di atas suatu pohon, dia berkata: Beruntunglah engkau wahai burung. Engkau makan buah-buahan dan hinggap di pohon tanpa hisab dan balasan, tetapi aku lebih suka jika aku ini sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Kemudian datang seekor unta lalu memakanku. Kemudian aku dikeluarkan pula dan tidak menjadi seorang manusia.”[alMuhibb alTabari, al-Riyadh al-Nadhirah,I, hlm.134;IbnTaimiyyah,Minhaj al-Sunnah,III,hlm.130]
    jika Abu Bakar seorang wali Allah kenapa dia harus takut kepada hari hisab bahkan tidak ingin menjadi manusia? Sedangkan Allah telah memberi khabar gembira kepada wali-walinya didalam Surah Yunus(10):62-64

  10. @truthseekers
    he,,he,,he,, bkn mengkritisi,tp mengajak,krn sy jg tdk tahu pst knp abubakar berkata sprt itu,
    sbg mengatakan bag penyesalan yg terlambat,sbg lg ketawadhuannya

  11. @Ghulam
    Anda perlu rupanya membaca do’a2 ahlul bayt yang ma’sum.
    Dan kemudian comot dalil2 baik AQ maupun hadits seperti cara yang anda lakukan dalam menafsirkan atsar tsb diatas.

    Salam damai.

  12. @aldj
    Yang manapun dari keduanya adalah sesuatu yang baik.
    Kita semua juga diperintahkan untuk meminta ampun atas dosa dan kesalahan kita, bertobat dan menyesali semua kesalahan kita. Bukankah itu baik adanya.. 🙂
    Makin besar dan tinggi penyesalan kita, itu menunjukkan ma’rifat kita kepada Alllah SWT, bukan menunjukkan besarnya dosa. karena bagi mereka yang derajatnya tinggi. Sedikit kelalaian saja sudah mendatangkan penyesalan yang luar biasa.
    sedang kita yang awam ini, sudah melakukan banyak dosa dan kesalahan tapi masih bagus kalau ada penyesalan. Kalaupun ada juga sering sepintas lalu saja.

    Salam damai.

  13. @Truthseekers 08
    Anda jangan salah paham atas komentar saya diatas. Maksud saya jangan mmancibg perdebatan baru tentang Abubakar. Dan diskusi/perdebatan tsb akan jadi hangat karena pertanyaan anda tsb.
    Mungkin saya akan lebih keras dari sdr. kita ghulam mengomentari atas kata2 Abubakar.
    Menurut saya, mereka (tingkat sahabat) apabila mengatakan sesuatu dianggap perbuatan tawwadhu harus melihat latar belakang ke Imanannya serta ketaatannya kepada Allah dan Rasul. Abubakar beberapa kali telah menunjukan ketidak ta’atan pada Rasul. Beberapa kali melanggar hukum Allah (hukum yang harus berlaku ubtuk Khalid b. Walid, berbohong mengatas namakan Nabi dll). Apakah ucapannya ini merupakan tawwadu? . Bagi saya ucapan Abubakar tsb.merupakan penyelasan, sesudah ia sadar atas segala perbuatannya sebelum. Karena penyelasan dan bertaubatnya maka diharapkan Allah mengampunkan seperti Rasul harapkan ( HR Bukhari). Salam damai Wasalam

  14. Artikel yang bagus SP …

  15. @truth seekers
    menyesal blum tentu bertoubat,toh ada bbrp dalil bhw abubakar ingin mengembalikan haknya imam ali.tp sll terbentur dgn argumen umar.sehingga beliau urung mengembalikannya.
    Wah..kayanya jd OOT
    fokus ke inti ….

  16. HHmm… Di awal tulisan saja sudah kontroversial,, (ada sikap ketidakenakan terhadap salafy)

    No Comment dah ….

  17. Benar kata bung SP, salafy sering melakukan inkonsistensi dlm beragumentasi. Yang tak kalah parahnya, acap kali mereka mengutamakan dalil sekunder daripada dalil primer atau bahkan mengabaikannya sama sekali. Hal ini menunjukkan adanya kerancuan pada metode berfikir mereka.

    Dalam hal dalil “Siapa sahabat yg paling utama setelah Nabi SAW” misalnya, bagaimana bisa mereka mengutamakan atsar Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Imam Ali as atau sahabat yg lain daripada hadis shahih atau mutawatir Rasulullah SAW spt hadis Tsaqalain, Al Ghadir, Manzilah, Safinah dll. Bukankah ini berarti salafy mengutamakan perkataan sahabat daripada lisan suci Nabi SAW? Sadar nggak sih para salafy itu?

    Semoga “sentilan” bung SP di atas bisa menyadarkan para salafy untuk memperbaiki metode berfikir mereka yang selama ini rancu dan sudah menjadi ciri khas mereka. Semoga!

  18. Andai sj pd saat mereka melihat perbedaan kemudian mereka melepaskan dulu kefanatikan.
    ketdk mampuan mereka dlm melihat kebenaran,membuat mereka hanya bisa mengeluarkan kata2 tdk berguna.
    ini dikarnakan kefanatikan buta.
    Tp sangat kebetulan sekali,karakter mereka persis sama.
    keras,kaku,emosional n menganggap dirinya paling benar n orang yg berbeda dgn mereka adalah salah,pd hal kebenaran yg mereka pakai adalah kebenaran yg berdasarkan fanatisme.bukan kebenaran yg berupa fakta(dalil naqli n aqli)

  19. @Pemburu ilmu

    Good point..!!

    Salam damai.

  20. @truthseeker08
    Terima kasih. Menurut saya, komentar2 mas yg selama ini bagus, tajam dan lugas, dan tak jarang membuat lawan diskusi terkena skak mat.

    Btw, saya juga pernah membaca tentang perkataan Abu Bakar yg mas singgung di atas. Tapi saya blm jelas, beliau mengucapkan hal itu pada saat menjabat khalifah atau sebelum menjabat khalifah? Dan dlm konteks apa hal itu diucapkan?

Tinggalkan komentar