Tragedi Kamis Kelabu : Mengungkap Kekeliruan Salafy

Tragedi Kamis Kelabu : Mengungkap Kekeliruan Salafy

Salah satu situs salafy telah berpanjang lebar membahas tentang “Tragedi Kamis Kelabu”. Setelah kami baca maka kami dapati bahwa apa yang ia tulis adalah pembahasan liar yang tidak objektif dan hanya bertujuan membantah setiap apa yang dikatakan Syiah. Begitu bersemangatnya situs itu menulis bantahan terhadap Syiah sehingga ia terjerumus ke dalam kedustaan [yang mungkin ia sadari atau mungkin juga tidak]. Pembahasan yang kami tulis ini tidak dalam rangka membela apa yang menjadi hujjah Syiah melainkan untuk meluruskan kedustaan [yang selanjutnya akan kami sebut dengan kekeliruan] atau talbis yang terdapat dalam pembahasan situs salafy tersebut.

Kekeliruan pertama situs tersebut adalah perkataannya bahwa Nabi SAW pingsan atau tidak sadarkan diri dalam “tragedi kamis kelabu”. Berikut perkataan keliru yang ia tulis

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta kertas dan tinta untuk menuliskan (mendiktekan) beberapa nasehat agama bagi kaum muslimin. Tetapi, tiba-tiba setelah meminta kertas dan tinta, Nabi pingsan dan tidak sadarkan diri. Ketika Nabi terbaring tidak sadar, seseorang bangkit mengambil kertas dan tinta, tetapi Umar bin Khattab memanggil kembali orang tersebut. Umar merasa bahwa mereka seharusnya tidak mengganggu Nabi dengan meminta beliau untuk menuliskan nasehat, tetapi mereka seharusnya membiarkan beliau untuk mendapatkan kesadaran beliau kembali, beristirahat, dan menjadi pulih kembali. Oleh karena itu, Umar berkata kepada kaum Muslimin yang lain : “Nabi sedang sakit parah dan kalian mempunyai Al-Qur’an, Kitabullah sudah cukup buat kita”.

Bukti kekeliruan perkataan ini adalah tidak ada satupun riwayat shahih yang menunjukkan bahwa Nabi SAW tidak sadarkan diri atau pingsan seperti yang dikatakan penulis tersebut. Bahkan riwayat-riwayat shahih menunjukkan kalau Nabi SAW benar-benar dalam keadaan sadar.

عن ابن عباس قال لما حضر رسول الله صلى الله عليه و سلم وفي البيت رجال فيهم عمر ابن الخطاب فقال النبي صلى الله عليه و سلم ( هلم أكتب لكم كتابا لا تضلون بعده ) فقال عمر إن رسول الله صلى الله عليه و سلم قد غلب عليه الوجع وعندكم القرآن حسبنا كتاب الله فاختلف أهل البيت فاختصموا فمنهم من يقول قربوا يكتب لكم رسول الله صلى الله عليه و سلم كتابا لن تضلوا بعده ومنهم من يقول ما قال عمر فلما أكثروا اللغو والاختلاف عند رسول الله صلى الله عليه و سلم قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( قوموا ) قال عبيدالله فكان ابن عباس يقول إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه و سلم وبين أن يكتب لهم ذلك الكتاب من اختلافهم ولغطهم

Dari Ibnu Abbas yang berkata “Ketika ajal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah hampir tiba dan di dalam rumah beliau ada beberapa orang diantara mereka adalah Umar bin Khattab. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “berikan kepadaku, aku akan menuliskan untuk kalian wasiat, agar kalian tidak sesat setelahnya”. Kemudian Umar berkata “sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dikuasai sakitnya dan di sisi kalian ada Al-Qur’an, cukuplah untuk kita Kitabullah” kemudian orang-orang di dalam rumah berselisih pendapat. Sebagian dari mereka berkata, “berikan apa yang dipinta Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Agar beliau menuliskan bagi kamu sesuatu yang menghindarkan kamu dari kesesatan”. Sebagian lainnya mengatakan sama seperti ucapan Umar. Dan ketika keributan dan pertengkaran makin bertambah di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata “menyingkirlah kalian” Ubaidillah berkata Ibnu Abbas selalu berkata “musibah yang sebenar-benar musibah adalah penghalangan antara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan penulisan wasiat untuk mereka disebabkan keributan dan perselisihan mereka” [Shahih Muslim no 1637]

ابن عباس رضي الله عنهما يقول يوم الخميس وما يوم الخميس، ثم بكى حتى بل دمعه الحصى، قلت يا أبا عباس ما يوم الخميس؟ قال اشتد برسول الله صلى الله عليه وسلم وجعه، فقال (ائتوني بكتف أكتب لكم كتابا لا تضلوا بعده أبدا). فتنازعوا، ولا ينبغي عند نبي تنازع، فقالوا ما له أهجر استفهموه؟ فقال (ذروني، فالذي أنا فيه خير مما تدعونني إليه)

Ibnu Abbas RA berkata “hari kamis, tahukah kamu ada apa hari kamis itu?. Ibnu Abbas menangis hingga air matanya mengalir seperti butiran kerikil. Kami berkata “hai Abul Abbas ada apa hari kamis?. Ia menjawab “Hari itu sakit Rasulullah SAW semakin berat, kemudian Beliau SAW bersabda “Berikan kepadaku kertas, aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya. Kemudian mereka berselisih, padahal tidak sepantasnya terjadi perselisihan di sisi Nabi. Mereka berkata “beliau sedang menggigau, tanyakan kembali tentang ucapan beliau tersebut?. Namun Rasulullah SAW bersabda “Tinggalkanlah aku. Sebab keadaanku lebih baik daripada apa yang kalian ajak” [Shahih Bukhari no 2997]

Kedua hadis di atas dan hadis-hadis lainnya membuktikan bahwa Nabi SAW benar-benar dalam keadaan sadar ketika terjadi peristiwa tersebut. Setelah Nabi SAW meminta kertas dan terjadi perselisihan diantara sahabat Nabi, Rasulullah SAW saat itu masih sadar sehingga beliau SAW menyuruh mereka keluar karena tidak pantas terjadi perselisihan di sisi Nabi SAW. Begitu pula ketika sebagian sahabat mengatakan Nabi SAW menggigau dan meminta untuk menanyakan kembali kepada Nabi SAW. Nabi SAW malah menjawab mereka agar mereka menyingkir dan mengatakan bahwa keadaan Beliau lebih baik dari apa yang mereka serukan. [Memang perkataan “menggigau” sangat tidak pantas dalam peristiwa ini]

Penulis yang “aneh” itu malah menghiasi kekeliruannya dengan basa-basi untuk mengecoh kaum awam. Ia membuat analogi untuk kisah ini yaitu seorang guru yang tiba-tiba pingsan setelah meminta muridnya agar membawa kapur tulis. Menurutnya tidak masuk akal ketika guru siuman, sang murid menyodorkan kapur tulis. Kami katakan bahwa argumen ini jelas argumen yang skizofrenik. Membuat asumsi sendiri kemudian mencari-cari analogi untuk asumsi yang ia buat sendiri. Rasulullah SAW memang dalam kondisi sakit tetapi Beliau SAW dalam kondisi sadar, Beliau mengetahui dengan jelas bahwa para sahabat beliau sedang berkumpul di sisi Beliau. Beliau dalam kondisi sadar saat mengatakan “aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya”. Beliau dalam kondisi sadar sehingga dengan jelas mengetahui perselisihan yang terjadi sehingga menyuruh mereka keluar. Beliau SAW dalam kondisi sadar untuk menjawab mereka yang mengira beliau menggigau dan dengan jelas beliau mengatakan keadaan beliau lebih baik dari apa yang mereka katakan. Maka kita lihat betapa batilnya analogi yang diserupakan penulis tersebut. Penulis itu juga berkata

Sesudah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta kertas dan tinta, beliau  pingsan dengan tiba-tiba dan itulah sebabnya Umar ra meminta kepada orang-orang untuk tidak jadi mengambil kertas dan tinta karena Nabi sedang dalam keadaan sakit berat. Itu adalah merupakan pendapat Umar ra (dan tentunya kami sependapat dengan beliau), adalah merupakan sebuah kejahatan mengganggu Nabi dalam keadaan seperti itu.

Penulis ini terlalu bersemangat mensucikan kesalahan Umar sehingga ia tidak menyadari betapa perkataannya telah menuduh para sahabat lain. Jika ia beranggapan merupakan sebuah kejahatah mengganggu Nabi dalam keadaan seperti itu, maka bagaimana dengan sebagian sahabat yang memang ingin memenuhi permintaan Nabi. Apakah perbuatan sebagian sahabat itu bisa disebut “kejahatan”. Ditambah lagi orang lain pun bisa berbasa-basi, Kalau memang kondisi Nabi SAW sakit berat sehingga beliau tidak sadar dan pingsan atau membutuhkan banyak istirahat maka mengapa mereka para sahabat berkumpul di rumah Nabi SAW. Bukankah kalau menuruti gaya berbasa-basi penulis, orang yang sakit membutuhkan istirahat yang tenang, lihat saja di rumah sakit jumlah pengunjung yang membesuk saja dibatasi dan tidak boleh membuat keributan. Jadi bukankah seharusnya para sahabat membiarkan Nabi SAW beristirahat dengan tenang bukannya berkerumun sampai akhirnya maaf terjadi keributan.

Sudah jelas pemicu keributan itu adalah perkataan Umar. Seandainya Umar diam dan para sahabat memenuhi permintaan Nabi maka tidak akan ada keributan. Memenuhi permintaan Nabi SAW itu jelas tidak membuat kesusahan bagi Nabi SAW. Saat itu Nabi SAW dalam kondisi sadar sehingga beliau bisa berbicara dengan jelas, jadi jika para sahabat membawakan kertas dan tinta maka mungkin beliau akan mendiktekan sesuatu dan meminta salah seorang sahabat menuliskannya. Mendiktekan sesuatu sama halnya dengan berbicara, jika Nabi SAW bisa berbicara “meminta kertas dan tinta” atau “mengusir para sahabat keluar” atau “membantah mereka yang mengatakan beliau menggigau” maka Nabi SAW jelas bisa berbicara untuk mendiktekan wasiat Beliau SAW.

Dan yang paling lucu adalah analogi yang dibuatnya yaitu ketika seorang ayah mendapat serangan jantung setelah meminta anaknya membawakan remote TV. Ya ampun betapa lucunya talbis yang ia buat. Dari analogi ini ia menginginkan perkataan

Secara akal sehat, permintaan Nabi akan kertas dan tinta tidak relevan lagi, sebagai mana faktanya ketidaksadaran beliau harus diambil tindakan terlebih dahulu daripada permintaan beliau tersebut. Jika Nabi dalam keadaan sehat, dan meminta diambilkan kertas dan tinta, tetapi orang-orang menolaknya, maka situasi akan berbeda. Tetapi di sini, Nabi tidak sadarkan diri setelah permintaan tersebut dan itu merubah situasi seluruhnya.

Kita telah tunjukkan bahwa perkataannya soal Nabi SAW tidak sadarkan dirihanyalah perkataan yang dibuat-buat. Menurut akal sehatnyapermintaan Nabi SAW itu sudah tidak relevan dan dengan ini yang ia inginkan adalah menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Umar adalah perbuatan yang terbaik saat itu. Salafy memang terlalu bersemangat dalam membela sahabat bahkan demi membela sahabat mereka tidak segan-segan mengatakan “permintaan Nabi SAW sudah tidak relevan lagi”. Alhamdulillah akal sehat kami tidaklah seperti akal sehat penulis tersebut, bagi kami perkataan Nabi SAW itu adalah bentuk kecintaan Beliau kepada umatnya dan perkataan Umar adalah perkataan yang keliru dan tidak pantas karena pada akhirnya perkataan Umar malah menyulut terjadinya perselisihan dan keributan. Kami tidaklah ghuluw dalam membela sahabat Umar, kami tidaklah membenci sahabat Umar tetapi kami menyikapi sahabat secara objektif. Jika sahabat menyelisihi Rasul SAW maka kami memilih Rasulullah SAW.

Pembaca yang tanggap seharusnya mempertimbangkan bahwa pada hari Kamis Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sakit yang lebih parah daripada sebelumnya, dan mungkin hal ini sebabnya sehingga beliau meminta untuk dibawakan kertas dan tinta karena beliau sedang mengalami kesulitan bicara dengan keras dan beliau menghendaki untuk mendikte dengan pelan apa yang mesti ditulis oleh orang yang paling dekat dengan beliau  sehingga mereka dapat menyampaikannya kepada yang lain. Kita melihat bahwa saat itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengalami sakit yang tak tertahankan dan tidak dapat berbicara melainkan dengan rasa sakit dan tidak nyaman; itulah alasan mengapa Umar bin Khattab ra berharap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak berbicara seperti itu agar beliau tidak perlu merasakan sakit.

Pembaca yang tanggap akan melihat bahwa baru sebentar saja penulis itu sudah mengalami tanaqudh. Sekarang ia mengatakan bahwa Nabi SAW mengalami sakit tak tertahankan dan tidak dapat berbicara melainkan dengan rasa sakit dan tidak nyaman sehingga ini menjadi alasan bagi Umar untuk menolak permintaan Nabi SAW. Padahal sebelumnya dengan lugas sekali, penulis berkata

Umar bin Khattab berpikir – dan ini adalah benar –  bahwa permintaan akan kertas dan tinta tidak berlaku lagi sekarang karena Nabi sedang pingsan. Umar merasa mereka seharusnya membiarkan Nabi beristirahat.

Sungguh mengagumkan betapa penulis ini benar-benar mengetahui baik apa yang dipikirkan Umar atau apa yang benar-benar dirasakan Nabi SAW. Semua perkataan penulis hanya bertujuan untuk membela Umar, ia tidak sedikitpun memikirkan apakah perkataannya saling bertentangan satu sama lain.

Umar merasa – dan kami setuju dengannya – bahwa permintaan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat dilakukan lagi sehubungan dengan kenyataan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang tak sadarkan diri. Ini bukan masalah ketidaktaatan tetapi merupakan ijtihad sederhana Umar bahwa permintaan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak lagi dapat dilakukan dalam situasi seperti itu (Nabi sedang tidak sadarkan diri). Lebih jauh, posisi Umar adalah berdasarkan cintanya yang dalam kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dia tidak suka melihat beliau dalam keadaan kesakitan dan menderita.

Perkataan ini hanyalah basa-basi yang tidak sedikitpun bernilai hujjah. Kita yakin bahwa para sahabat mencintai Nabi SAW tidak hanya Umar. Kalau kita berbicara soal benar atau tidak maka tidak cukup hanya mengandalkan “cinta yang dalam”. Apakah para sahabat yang ingin memenuhi permintaan Nabi SAW tidak memiliki “cinta yang dalam” kepada Nabi SAW?. Kami yakin mereka juga punya dan karena kecintaan mereka yang begitu besarlah mereka ingin memenuhi permintaan Nabi SAW. Tidak sedikitpun mereka ingin menyusahkan Nabi, mereka akan berusaha agar permintaan Nabi SAW dipenuhi tanpa menyusahkan Beliau SAW.

Untuk menguatkan hujjahnya bahwa Nabi SAW pingsan atau tidak sadarkan diri, dengan terpaksa penulis itu berhujjah atau memanfaatkan kitab Syiah yang biasa ia dustakan. Sungguh betapa mengagumkan. Kenapa? Tentu saja karena ia tidak bisa menemukan bukti dalam kitab yang menjadi rujukannya. Kami perhatikan, penulis ini sangat lemah sekali dalam metodologi tetapi benar-benar bersemangat dalam berbasa-basi. Kami lihat ia dengan mudahnya mengutip riwayat tanpa membuktikan apakah riwayat yang ia kutip shahih atau tidak. Diantaranya ia mengutip kitab Tarikh At Tabari, Sirah Ibnu Ishaq dan kitab Al Irsyad. Apakah semua riwayat dalam kitab tersebut shahih? Apalagi nukilannya dari kitab Syiah? Kami heran bagaimana menyikapinya. Kalau sekedar asal menukil maka siapapun bisa, bahkan cukup banyak nukilan yang akan membatalkan semua hujjahnya diantaranya

عن عمر بن الخطاب قال كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم وبيننا وبين النساء حجاب فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اغسلوني بسبع قرب وأتوني بصحيفة ودواة أكتب لكم كتابا لن تضلوا بعده أبدا فقال النسوة ائتوا رسول الله صلى الله عليه وسلم بحاجته قال عمر فقلت اسكتهن فإنكن صواحبه إذا مرض عصرتن أعينكن وإذا صح أخذتن بعنقه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم هن خير منكم

Dari Umar bin Khattab yang berkata “kami berada di sisi Nabi shallalahu ‘alaihi wassalam dan terdapat hijab diantara kami dan para wanita. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wassalam bersabda “basuhlah aku dengan tujuh kantung air dan bawakan kepadaku kertas dan tinta, aku akan tuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak tersesat setelahnya selama-lamanya. Para wanita berkata “penuhilah permintaan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wassalam. Umar berkata “diamlah kamu seperti wanita Yusuf, jika Beliau sakit kamu menangisinya, dan jika Beliau sehat kamu membebaninya. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wassalam bersabda “mereka [para wanita] lebih baik dari kamu” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/371]

Adakah dari nukilan diatas Nabi SAW pingsan atau tidak sadar?..Bahkan Nabi SAW membela para wanita dan mengatakan kalau mereka lebih baik dari Umar dan sahabat yang sependapat dengan Umar. Kenapa? Karena para wanita tersebut mengatakan “penuhilah permintaan Nabi SAW”. Kalau cuma sekedar kutip-mengutip riwayat maka kami katakan akan ada banyak sekali kutipan yang membatalkan semua hujjah penulis tersebut..Keanehan lain dari penulis salafy itu adalah pembahasan kata “menggigau”. Kami melihat apa yang ia katakan soal “menggigau” hanyalah basa-basi yang tidak sedikitpun bernilai hujjah.

dalam konteks hadits, kata tersebut digunakan dalam memaknai seseorang yang pergi atau berangkat dari keadaan pikirannya yang asli; lebih spesifik, istilah ini dikenakan kepada orang yang memisahkan diri dari manusia dan dunia, seperti dalam keadaan kehilangan kesadaran. Dengan kata lain, orang yang bertanya “apakah Nabi mengigau” tidak berarti bahwa Nabi berbicara tanpa akal sehat atau beliau telah gila. Tetapi, lelaki tersebut hanya bertanya apakah Nabi dalam keadaan sadar atau tidak, dan kita tahu dari cerita syaikh Mufid mengenai kejadian tersebut bahwa Nabi dalam keadaan tidak sadar.

Telah disebutkan dalam riwayat shahih bahwa Nabi SAW dalam kondisi sadar ketika mengucapkan permintaan Beliau “Berikan kepadaku kertas, aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya”. Setelah Nabi SAW berkata seperti ini maka diantara sahabat muncul berbagai respon diantaranya Mereka yang ingin memenuhi permintaan Nabi SAW dan mereka yang terpengaruh dengan perkataan Umar bahwa Nabi SAW dikuasai sakitnya dan cukuplah Kitab Allah. Diantara mereka yang terpengaruh ucapan Umar itu ada yang mengatakan Nabi SAW menggigau dan mau menanyakan kembali kepada Nabi SAW

عن سعيد بن جبير عن ابن عباس أنه قال يوم الخميس وما يوم الخميس ثم جعل تسيل دموعه حتى رأيت على خديه كأنها نظام اللؤلؤ قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( ائتوني بالكتف والدواة ( أو اللوح والدواة ) أكتب لكم كتابا لن تضلوا بعده أبدا ) فقالوا إن رسول الله صلى الله عليه و سلم يهجر

Dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA berkata “hari kamis, tahukah kamu ada apa hari kamis itu kemudian Ibnu Abbas menangis hingga aku melihat air matanya mengalir seperti butiran mutiara. Ibnu Abbas berkata Rasulullah SAW bersabda “Berikan kepadaku tulang belikat dan tinta aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya. Kemudian mereka berkata Rasulullah SAW sedang menggigau [Shahih Muslim 3/1257 no 1637]

Riwayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa diantara para sahabat memang ada yang mengatakan “Rasulullah SAW menggigau” oleh karena itu sebagian sahabat lain menjadi terpengaruh dan berkata “tanyakan kembali kepada Rasul SAW”. Mendengar perkataan ini Rasulullah SAW berkata “Tinggalkanlah aku. Sebab keadaanku lebih baik daripada apa yang kalian ajak”. Perkataan Rasul SAW ini menjadi bukti bahwa Beliau dalam kondisi sadar dan Beliau tidak sedang menggigau.

Orang tersebut berkata “Tanya kepada beliau” dan “coba belajar dari beliau” dimana artinya bahwa dia berharap kepada mereka untuk melihat apakah Nabi sedang dalam keadaan sadar. Dalam dunia medis, dokter secara rutin menggunakan “Glasgow Coma Scale” (GCS Exam) untuk mengetes tingkat kesadaran pasien. Tes GCS dilakukan dengan menanyai pasien dengan berbagai pertanyaan untuk melihat respon si pasien, dan respon dari pasien menunjukkan tingkat kesadaran pasien tersebut. Dalam bahasa Inggris yang artinya untuk mengecek apakah seseorang dalam keadaan sadar atau tidak, hal terbaik yang dilakukan adalah bertanya kepadanya apakah dia baik-baik saja. Pada kenyataannya, ini adalah langkah pertama dari CPR: untuk mengecek apakah pasien dalam keadaan sadar atau tidak, hal pertama yang dilakukan adalah dia akan bertanya “are you OK?” (kamu baik-baik saja?) jika dia menjawab baik-baik saja, maka tidak ada masalah, tetapi jika tidak, tindakan CPR segera dilakukan.

Ucapan ini sungguh membuat kami tersenyum geli. Memang benar GCS digunakan untuk menilai kesadaran pasien dan memang benar bertanya “are you OK?” adalah langkah pertama CPR tetapi semua ini benar-benar tidak nyambung dengan keadaan Rasulullah SAW saat itu. GCS dilakukan jika memang keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran. Jika pasien tersebut masih sadar dalam arti ia mengenal siapa dirinya, dimana dirinya dan mengenal lingkungan sekitarnya maka tidak ada gunanya memakai GCS walaupun orang tersebut sakit berat. Sakit yang berat tidak selalu diiringi penurunan kesadaran. Apalagi saat itu Rasulullah SAW mengatakan sesuatu dengan jelas “aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya”. Perkataan ini memiliki struktur kalimat yang jelas dengan makna yang jelas pula, dan ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dalam keadaan sadar akan dirinya dan orang-orang sekitarnya serta menyadari apa yang Beliau SAW katakan.

Apalagi jika dianalogikan dengan CPR betapa jauhnya pengandaian itu. Misalnya nih ada si A tiba-tiba terjatuh atau mengalami kecelakaan di tengah jalan, nah kemudian ada si B yang lewat menolong A. A itu masih sadar dan berkata “tolong pindahkan aku dari tengah jalan dan tolong telepon ambulans”. Perkataan si A ini menunjukkan bahwa ia dalam kondisi sadar dan jelas tidak ada gunanya jika si B mau melakukan CPR. Lha CPR itu dilakukan kalau orang tersebut tidak sadar mengalami henti napas atau henti jantung, orang yang bisa berkata-katadengan struktur kalimat yang jelas dan makna yang jelas maka napas dan jantung orang tersebut bisa dibilang belum ada masalah [setidaknya gak perlu CPR]. Atau contoh lain si A pengusaha kaya yang sedang sakit keras, tiba-tiba ketika anak-anaknya berkumpul disisinya, ia berkata “tolong ambilkan kertas, aku mau menuliskan wasiat soal warisan sehingga nanti kalian tidak akan ribut sepeninggalku”. Tentu saja anak-anak yang mendengar ini akan memenuhi permintaan ayahnya. Justru terasa ganjil jika mendengar perkataan ayahnya ini, ada anak yang berkata “apakah ayah menggigau” atau dengan konyolnya si anak siap-siap melakukan CPR. Kami sungguh heran dengan ulasan penulis tersebut yang makin tidak karuan.

Kemudian penulis tersebut membawakan riwayat dari Syaikh Mufid untuk mendukung pandangannya. Anehnya kami justru melihat ada yang aneh dalam caranya memahami riwayat tersebut. Inilah riwayat Syaikh Mufid yang kami ambil dari tulisannya [kami tidak berhujjah dengan riwayat ini kecuali hanya menunjukkan kekeliruan pemahaman salafy tersebut]

Beliau [Nabi] tak sadarkan diri [pingsan] karena kelelahan yang menimpa beliau dan kesedihan yang dirasakan oleh beliau. Beliau tidak sadar dalam waktu yang singkat sementara kaum muslimin menangis dan istri-istri beliau serta para wanita, anak-anak kaum muslimin dan semua yang hadir berteriak meratap. Rasulullah kembali sadar dan melihat mereka. Kemudian beliau bersabda : “Ambilkan tinta dan kertas (dari kulit) sehingga aku dapat menulis untuk kalian, dan setelah itu kalian tidak akan tersesat”. Kembali beliau tidak sadarkan diri dan satu dari mereka yang hadir bangkit mencari tinta dan kertas. “Kembalilah”, Umar memerintahnya [orang tersebut]. “beliau mengigau.” Orang tersebut kembali. Orang-orang yang hadir menyesalkan kelalaian [yang telah mereka tunjukkan] dalam mengambil tinta dan kertas dan bertengkar satu sama lain. Mereka selalu mengatakan: “Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali, tetapi kita menjadi cemas akan kedurhakaan kita kepada Rasulullah, semoga Allah memberkati beliau dan keluarga beliau” Ketika beliau (Nabi) shalallahu ‘alaihi wa sallam kembali sadar…  [Kitab Al-Irsyad, oleh Syaikh Mufid, hal 130]

Setelah membawakan atsar ini, penulis yang aneh itu berkata

Dari cerita ini menjadi jelas bahwa kata-kata “apakah beliau mengigau” diucapkan ketika Nabi sedang tidak sadarkan diri (sebelum beliau kembali sadar)! Apakah seorang yang sedang tidak sadar (pingsan) dapat bicara? tentu tidak! Ini adalah pukulan telak atas argument Syi’ah, dan dimanapun syi’ah membuat kehebohan tentang kata-kata “apakah beliau mengigau”, maka kita akan langsung ke bagian ini.

Silakan perhatikan kata-kata dalam riwayat Syaikh Mufid “Rasulullah kembali sadar dan melihat mereka. Kemudian beliau bersabda : “Ambilkan tinta dan kertas (dari kulit) sehingga aku dapat menulis untuk kalian, dan setelah itu kalian tidak akan tersesat”. Kembali beliau tidak sadarkan diri dan satu dari mereka yang hadir bangkit mencari tinta dan kertas. “Kembalilah”, Umar memerintahnya [orang tersebut]. “beliau mengigau.”. Dari kalimat ini dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW dalam keadaan sadar ketika meminta kertas dan pena, kemudian setelah itu beliau tidak sadarkan diri. Salah seorang sahabat ingin mengambilkan kertas dan tinta tetapi Umar mencegahnya dan mengatakan beliau menggigau. Siapapun yang punya sedikit akal pikiran akan mengerti kalau ucapan Umar “menggigau” itu ditujukan terhadap perkataan Rasulullah SAW “ambilkan kertas dan tinta” oleh karena itulah Umar mencegah sahabat yang mau mengambil kertas dan tinta. Seolah-olah Umar mengatakan tidak perlu mengambil kertas dan tinta karena Rasulullah SAW sedang menggigau. Dan kita tahu dari riwayat Syaikh Mufid bahwa ucapan “ambilkan kertas dan tinta” diucapkan Rasulullah SAW dalam keadaan sadar. Jadi sungguh aneh sekali jalan pikiran penulis itu, apalagi dengan ngawurnya malah berkata

Jika kata-kata “apakah beliau mengigau” diucapkan ketika Nabi sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri, maka tidak ada yang namanya “bicara meracau” sebagaimana seorang yang sedang tidak sadarkan diri (pingsan) tidak dapat berbicara, apalagi berbicara meracau. Dengan kata lain, yang dimaksud dari kata “mengigau” sebenarnya adalah sebuah gangguan kesadaran. Jadi pengertiannya adalah; seseorang yang sedang tidur dalam ketidaksadaran dikatakan sebagai “berangkat” (hajara) dari manusia dan dunia ini.

Sudah jelas yang dimaksudkan “menggigau” oleh Umar adalah perkataan “ambilkan kertas dan tinta” oleh karena itu Umar mencegah sahabat yang mau membawakan kertas dan tinta dengan mengatakan kalau Rasulullah SAW menggigau jadi tidak perlu mengambil kertas dan tinta. Silakan pembaca memahaminya dan kami yakin tidak perlu akal yang brilian untuk memahaminya. Siapapun yang punya sedikit akal pikiran akan mampu memahami bahasa mudah yang seperti ini. Penulis itu sudah terjebak oleh nafsu pembelaannya yang terkesan mengkultuskan Umar sehingga ia membuat semua “pembelaan bergaya pengacara” untuk melindungi image sahabat Umar. Kami hanya ingin menunjukkan kepada pembaca sekalian jika penulis itu tidak memiliki kemampuan untuk memahami bahasa yang mudah seperti ini maka apa jadinya untuk bahasa yang lebih rumit dari ini.

Secara metodologi, penulis salafy itu sungguh tidak memiliki nilai sama sekali. Inti pembelaan dalam tulisannya adalah hujjahnya bahwa Nabi SAW tidak sadar dalam situasi tersebut dan satu-satunya bukti bagi hujjahnya ini adalah riwayat Syaikh Mufid yang tidak diketahui apakah shahih atau tidak. Anehnya ini adalah sumber syiah yang biasanya ia dustakan lantas mengapa sekarang ia berhujjah dengannya. Mana perkataan basa-basinya “mengambil hadis sunni yang mu’tabar”. Kita lihat wajah aslinya, ketika ia tidak menemukan hujjah untuk pembelaannya dari sumber sunni yang ia sebut mu’tabar [bahkan sumber mu’tabar justru mengancam image idolanya] maka tidak segan-segan ia mengambil dari sumber yang ia dustakan sendiri.

Yang membuat metodenya lebih lucu lagi adalah ia menolak kalau orang yang berkata menggigau itu adalah Umar padahal kalau ia berhujjah dengan riwayat Syaikh Mufid maka sungguh jelas yang berkata “menggigau” adalah Umar. Dan sebenarnya tidak hanya syiah yang menyatakan kalau yang berkata “menggigau” adalah Umar, Ibnu Taimiyyah syaikhnya salafiyyun ternyata juga mengatakan kalau yang berkata “menggigau” adalah Umar [Minhaj As Sunnah 6/202]. Sepertinya penulis salafy itu memang tidak berniat “berpegang pada dalil”, yang ia inginkan hanyalah mencari-cari pembelaan apapun caranya. Mau tanaqudh atau bertentangan atau berbasa-basi itu tidak menjadi masalah, karena mungkin sekali ia tidak mengerti bagaimana cara berhujjah dengan benar.

Kekeliruan kedua kedua situs tersebut adalah perkataannya bahwa yang dimaksud dengan tragedi dalam perkataan Ibnu Abbas itu adalah perselisihan para sahabat di hadapan Nabi. Berdasarkan riwayat-riwayat shahih justru yang dimaksud Ibnu Abbas dengan tragedi adalah penghalangan antara Nabi SAW dan wasiat yang akan Beliau SAW tulis. Hal ini tampak jelas dalam riwayat berikut

عن ابن عباس قال لما اشتد بالنبي صلى الله عليه وسلم وجعه قال (اتئوني بكتاب أكتب لكم كتابا لا تضلوا من بعده). قال عمر إن النبي صلى الله عليه وسلم غلبه الوجع، وعندنا كتاب الله حسبنا. فاختلفوا وكثر اللغط، قال (قوموا عني، ولا ينبغي عندي التنازع). فخرج ابن عباس يقول: إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين كتابه

Dari Ibnu Abbas yang berkata ketika sakit Nabi SAW semakin parah, Beliau bersabda “Berikan kepadaku kertas, aku akan tuliskan untuk kalian tulisan yang kalian tidak akan sesat setelahnya”. Umar berkata”Sesungguhnya Nabi SAW telah dikalahkan oleh sakitnya dan kita sudah memiliki Kitabullah dan cukuplah itu bagi kita. Lalu mereka berselisih dan terjadi keributan. Nabi SAW pun berkata”Menyingkirlah kalian dari-Ku, tidak sepantasnya terjadi perselisihan di hadapan-Ku”. Maka Ibnu Abbas berkata “Sesungguhnya bencana yang sebenar-benar bencana adalah penghalangan antara Rasulullah SAW dan penulisan wasiatnya” [Shahih Bukhari no 114]

Dari riwayat Ibnu Abbas tersebut diketahui dengan jelas bahwa yang dimaksud bencana oleh Ibnu Abbas itu adalah “penghalangan antara Rasulullah SAW dan penulisan wasiatnya”. Nabi SAW tidak jadi menuliskan wasiatnya itulah yang disesalkan oleh Ibnu Abbas. Dan memang yang menyebabkan Rasulullah SAW tidak jadi menuliskan wasiatnya adalah disebabkan perselisihan dan keributan dihadapan Nabi.

فكان ابن عباس يقول إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه و سلم وبين أن يكتب لهم ذلك الكتاب من اختلافهم ولغطهم

Ibnu Abbas selalu berkata “musibah yang sebenar-benar musibah adalah penghalangan antara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan penulisan wasiat untuk mereka disebabkan keributan dan perselisihan mereka” [Shahih Muslim no 1637]

Dan disebutkan dalam riwayat shahih bahwa penyebab terjadi perselisihan karena sebagian sahabat ingin memenuhi permintaan Nabi SAW dan sebagian yang lain menginginkan seperti apa yang dikatakan Umar RA. Jadi pemicu terjadinya keributan adalah perkataan Umar RA. Seandainya Umar diam atau memenuhi permintaan Nabi SAW untuk mengambilkan kertas dan tinta maka insya Allah tidak akan terjadi pertengkaran dan keributan sampai akhirnya wasiat tersebut dituliskan.

فمنهم من يقول قربوا يكتب لكم رسول الله صلى الله عليه و سلم كتابا لن تضلوا بعده ومنهم من يقول ما قال عمر فلما أكثروا اللغو والاختلاف عند رسول الله صلى الله عليه و سلم قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( قوموا )

Sebagian dari mereka berkata, “berikan apa yang dipinta Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Agar beliau menuliskan bagi kamu sesuatu yang menghindarkan kamu dari kesesatan”. Sebagian lainnya mengatakan sama seperti ucapan Umar. Dan ketika keributan dan pertengkaran makin bertambah di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata “menyingkirlah kalian” [Shahih Muslim no 1637]

Ringkasnya adalah sebagai berikut

  • Umar berkata “Nabi SAW dikuasai oleh sakitnya dan cukuplah kitab Allah bagi kita”. Sebagian sahabat mengikuti perkataan Umar dan sebagian lain ingin memenuhi permintaan Nabi SAW
  • Terjadi perselisihan dan keributan di hadapan Nabi SAW
  • Nabi SAW tidak jadi menuliskan wasiatnya [dan inilah yang dimaksud bencana oleh Ibnu Abbas]

Jadi perkataan penulis salafy tersebut

Apa yang kami temukan adalah bahwa Ibnu Abbas menyebut kejadian tersebut sebagai musibah tidak berkaitan dengan penolakan Umar, melainkan berkaitan dengan kenyataan bahwa sahabat saling berselisih pendapat di hadapan Nabi.

Adalah keliru, bagaimana mungkin dikatakan itu tidak ada kaitannya dengan penolakan Umar. Justru penolakan Umarlah yang memicu terjadinya perselisihan sahabat di hadapan Nabi karena yang berselisih itu adalah sebagian sahabat yang mengikuti ucapan Umar dan sebagian sahabat yang ingin memenuhi permintaan Nabi SAW. Posisi yang benar dalam hal ini adalah sahabat yang ingin memenuhi permintaan Nabi SAW. Karena sebagai umat islam, para sahabat diharuskan untuk mentaati perintah Nabi SAW terutama yang berkaitan dengan syariat apalagi apa yang ingin disampaikan Nabi SAW adalah sesuatu yang sangat penting dimana Beliau SAW berkata “berikan kepadaku, aku akan menuliskan untuk kalian wasiat, agar kalian tidak sesat setelahnya”.

Perkataan Ibnu Abbas yang menganggap penghalangan antara Nabi SAW dan wasiat Beliau SAW sebagai bencana justru mengisyaratkan bahwa Ibnu Abbas sangat mengharapkan agar wasiat tersebut dituliskan. Dan kami yakin Ibnu Abbas adalah sahabat yang sangat mencintai Nabi SAW, disinipun sebenarnya sangat jelas bahwa Nabi SAW itu dalam keadaan mampu menuliskan wasiat tersebut dalam arti Beliau SAW dalam kondisi sadar. Menurut Ibnu Abbas, Nabi SAW tidak jadi menuliskan wasiat tersebut karena penghalangan antara Nabi SAW dan kertas yang dipinta oleh Nabi SAW. Tidak hanya Ibnu Abbas RA, sahabat lain seperti Jabir RA menyatakan dengan jelas kalau Umar-lah yang menyelisihi perintah Nabi SAW dan menolak permintaan Nabi SAW

عن جابر أن النبي صلى الله عليه و سلم دعا عند موته بصحيفة ليكتب فيها كتابا لا يضلون بعده قال فخالف عليها عمر بن الخطاب حتى رفضها

Dari Jabir bahwa Nabi SAW menjelang wafatnya meminta lembaran dimana Beliau akan menuliskan tulisan agar tidak ada yang tersesat setelahnya kemudian Umar menyelisihi-nya sampai menolaknya [Musnad Ahmad 3/346 no 14768]

Atsar di atas dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth “shahih lighairihi” karena di dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah yang dhaif pada dhabitnya tetapi riwayat Ibnu Lahi’ah memiliki mutaba’ah sebagaimana yang disebutkan dalam Musnad Abu Ya’la 3/394 no 1871 dan berkata Syaikh Husain Salim Asad [pentahqiq kitab Musnad Abu Ya’la] “para perawinya perawi shahih”.

Dari atsar di atas diketahui bahwa Jabir RA justru menyatakan bahwa yang menyelisihi dan menolak Nabi SAW ketika beliau SAW wafat adalah Umar bin Khattab. Pernyataan ini menggugurkan logika basa-basi penulis salafy soal . Kami tidak menafikan kalau Umar mencintai Nabi SAW dan begitu pula sahabat Nabi yang lain yaitu Ibnu Abbas dan Jabir tetapi hal itu tidak berarti apa yang dikatakan Umar menjadi benar. Penolakan Umar adalah keliru apapun alasan yang mendasarinya baik itu karena kecintaan ataupun alasan lainnya. Perkataan Jabir ini menjadi bukti bahwa perkataan salafy soal Nabi SAW yang tidak sadar memang hanyalah bualan belaka. Jika memang Nabi SAW dalam keadaan tidak sadar maka mengapa Jabir RA mengatakan kalau Umar menyelisihi dan menolak Nabi SAW. Kalau memang Nabi SAW tidak sadar tentu para sahabat juga akan memaklumi sikap Umar dan tidak akan mengatakan “Umar menolak Nabi SAW”.

Permainan kata-kata lainnya dari penulis salafy itu yang maaf saja menentang perkatannya sendiri adalah

Logikanya, jika Nabi ingin menyampaikan pesan, maka beliau seharusnya mengatakan “pergi” hanya untuk orang-orang yang mencegah beliau dari hal itu, dan beliau seharusnya mengatakan “tetap tinggal” kepada mereka yang berharap memenuhi permintaan beliau. Apa yang mencegah Nabi untuk mengatakan hal yang mudah “Umar pergi” atau “pergi” ditujukan kepada kelompok yang menolak permintaan beliau?

Memang benar Rasulullah SAW mengatakan “pergi” dikarenakan para sahabat berselisih dan bertengkar di hadapan Nabi SAW. Perselisihan dan keributan di sisi Nabi SAW itu memang sungguh tidak pantas dan seharusnya yang dilakukan oleh para sahabat Nabi SAW adalah bersama-sama memenuhi permintaan Nabi SAW dengan mengambilkan kertas dan tinta agar Nabi SAW bisa mendiktekan wasiatnya. Sayangnya Umar dan sahabat lain menolak permintaan Nabi sehingga terjadi perselisihan. Sekarang perhatikanlah perkataan penulis salafy “Apa yang mencegah Nabi untuk mengatakan hal yang mudah “Umar pergi” atau “pergi” ditujukan kepada kelompok yang menolak permintaan beliau?” dan bandingkan dengan perkataannya sebelumnya “Kita melihat bahwa saat itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengalami sakit yang tak tertahankan dan tidak dapat berbicara melainkan dengan rasa sakit dan tidak nyaman; itulah alasan mengapa Umar bin Khattab ra berharap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak berbicara seperti itu agar beliau tidak perlu merasakan sakit”. Bagaimana bisa sekarang untuk membela Umar ia berkata “apa yang mencegah Nabi mengatakan hal yang mudah?”. Padahal sebelumnya ia berkata untuk membela Umar “Nabi SAW tidak dapat berbicara melainkan dengan rasa sakit dan tidak nyaman”. Sungguh betapa anehnya

فتنازعوا، ولا ينبغي عند نبي تنازع، فقالوا ما له أهجر استفهموه؟ فقال (ذروني، فالذي أنا فيه خير مما تدعونني إليه

Kemudian mereka berselisih, padahal tidak sepantasnya terjadi perselisihan di sisi Nabi. Mereka berkata “beliau sedang menggigau, tanyakan kembali tentang ucapan beliau tersebut?. Namun Rasulullah SAW bersabda “Tinggalkanlah aku. Sebab keadaanku lebih baik daripada apa yang kalian ajak” [Shahih Bukhari no 2997]

Jika kita memperhatikan riwayat ini, maka sebab lain yang membuat Rasululullah SAW menyuruh mereka pergi adalah perkataan sebagian sahabatnya soal “menggigau”. Dan yang mengatakan ini hanyalah para sahabat dari kelompok Umar dan yang sependapat dengannya. Hal ini sangat jelas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak menyukai perkataan kelompok Umar dan para sahabat yang mengikuti Umar.

Betapa banyaknya perkataan basa-basi yang diucapkan oleh penulis salafy yang membuat dirinya sendiri tidak menyadari kalau perkataannya telah merendahkan salah seorang sahabat. Perhatikan perkataannya

Jika Nabi telah menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah atas kaum muslimin, maka masyarakat luas akan merasa bahwa itu adalah tindakan seorang Tirani. Kebiasaan bangsa Arab saat itu dalam memilih pemimpin mereka sendiri adalah melalui musyawarah dan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, pendapat beberapa ulama, penarikan pengetahuan mengenai penunjukkan Abu Bakar ditarik kembali untuk kepentingan umat, sehingga mereka dapat memilih pemimpin mereka sendiri yang hal tersebut terlihat lebih adil.

Fakta sejarah menunjukkan kalau Abu Bakar malah menunjuk Umar sebagai khalifah atas kaum muslimin. Tentu dengan logika salafy itu maka masyarakat luas [yaitu para sahabat] akan merasa bahwa tindakan Abu Bakar itu adalah tindakan seorang tirani karena kebiasaan bangsa Arab dalam memilih pemimpin mereka adalah melalui musyawarah. Perkataan salafy itu menunjukkan kalau para sahabat menganggap Abu Bakar melakukan tindakan tirani, naudzubillah.

Apa yang dikatakan Umar sebenarnya hanyalah sebatas rasa kasihan dia terhadap kondisi nabi yang parah saat itu dan tidak lebih, Umar merasa orang-orang mengganggu Nabi yang sedang sakit parah dan susah untuk mengucapkan kata-kata, apalagi digambarkan juga oleh sumber Syi’ah bahwa saat itu Nabi dalam keadaan sebentar pingsan sebentar kemudian sadar lagi, hal ini sangat jelas dari perkataan tulus Umar tanpa ada tendensi apapun “sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan sakit parah dan di sisi kalian ada Al-Qur’an, cukuplah Kitabullah untuk kita”.

Perkataannya kalau Umar merasa orang-orang mengganggu Nabi yang sedang sakit parah adalah perkataan yang aneh. Kalau memang Nabi SAW sedang sakit parah dan merasa terganggu oleh orang-orang maka untuk apa para sahabat termasuk Umar berduyun-duyun datang kepada Nabi SAW. Dimana perasaan Umar, bukankah bisa saja dikatakan Nabi SAW sedang sakit dan membutuhkan istirahat yang tenang. Kami tidak menafikan Nabi SAW sedang sakit dan silakan saja kalau ada orang yang mau mengatakan Umar sangat mencintai Nabi, tidak ada masalah karena sahabat lain pun tidak kalah kecintaannya kepada Nabi. Yang dipermasalahkan disini adalah tidak pada tempatnya Umar menolak perkataan atau permintaan Nabi SAW apalagi dengan alasan “cukuplah Kitab Allah”. Bukankah kitab Allah memerintahkan agar kita mentaati perintah Rasulullah SAW, jadi sungguh aneh sekali orang yang mengatakan “cukuplah Kitab Allah” untuk menyelisihi Nabi SAW.

Begitu pula dengan alasan “Nabi SAW dikuasai sakitnya”. Justru Nabi SAW yang sakit harus diperlakukan dengan hati-hati dan dipenuhi permintaannya. Apalagi permintaan Nabi SAW tersebut disebabkan kecintaan Beliau SAW yang sangat besar kepada umatnya. Bukankah justru dengan perkataan Umar malah memicu terjadinya keributan yang benar-benar mengganggu Nabi SAW. Telah kami katakan sebelumnya Nabi SAW dalam keadaan sadar dan mampu berbicara, saat itu Beliau SAW menginginkan untuk mewasiatkan sesuatu agar umat tidak tersesat setelahnya. Coba bayangkan betapa besarnya keinginan Nabi SAW tersebut mengalahkan sakit yang Beliau derita. Sangat wajar jika Nabi SAW mengharapkan agar para sahabat memenuhi permintaan Beliau SAW. Tetapi faktanya muncul penolakan, perselisihan dan keributan. Dapatkah para pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh Nabi SAW? Yang kami dapati Nabi SAW begitu tidak menyukai perselisihan itu sehingga menyuruh mereka pergi.

Apa salahnya jika para sahabat termasuk Umar bersepakat mengambilkan kertas dan tinta?. Nabi SAW memang sakit parah tetapi Beliau SAW masih mampu untuk berbicara dengan jelas. Bagi kami yang diinginkan Nabi SAW saat itu adalah Beliau akan mendiktekan wasiatnya dan meminta salah seorang sahabat untuk menuliskannya di hadapan para sahabat lain. Nabi SAW memang sedang sakit tetapi saat itu Beliau SAW bisa berbicara dengan jelas. Jika memang sakitnya Nabi SAW dipermasalahkan maka para sahabat bisa meminta Beliau SAW untuk berbicara dengan pelan. Riwayat yang shahih justru menunjukkan kalau Nabi SAW dalam keadaan sadar dan bisa berbicara dengan jelas. Beliau SAW mampu berbicara “meminta kertas dan tinta” bahkan Beliau pun bisa berbicara menyuruh para sahabat pergi ketika mereka berselisih atau ketika Beliau SAW menjawab sebagian sahabat yang bicara soal “menggigau”. Jadi tidak diragukan lagi kalau kondisi Nabi SAW saat itu adalah dalam kondisi mampu untuk menyampaikan wasiat. Oleh karena itulah Ibnu Abbas menyayangkan penghalangan antara Nabi SAW dan wasiatnya dan begitu pula sahabat Jabir RA yang menyatakan kalau Umar telah menyelisihi dan menolak Nabi SAW.

Bukan berarti Umar menyepelekan Nabi atau menganggap apa yang akan dituliskan/didiktekan Nabi itu tidak penting, tetapi karena keadaan Nabi saat itulah yang membuat Umar berkata seperti itu, hal itu dia lakukan karena rasa sayangnya kepada Sang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mungkin anda sekalian mengetahui kisah bagaimana Umar seperti orang yang “kehilangan akal sehatnya” karena kesedihan yang begitu dalam ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dikhabarkan telah wafat, yang akhirnya disadarkan oleh Abu Bakar dengan dibacakan Al-Qur’an.

Kami tidak ada masalah untuk menerima kalau Umar mencintai Nabi SAW. Tetapi hal itu tidak mencegah kami untuk mengatakan kalau Umar RA keliru. Penolakannya disini tidak pada tempatnya apalagi terjadi ketika Nabi SAW sedang sakit berat. Kami juga merasa aneh dengan perkataan salafy “Umar seperti kehilangan akal karena kesedihan yang mendalam atas wafatnya Nabi SAW”. Para pembaca pasti akan tahu jika seseorang sangat mencintai kekasihnya dan merasakan kesedihan yang mendalam atas wafatnya kekasih yang ia cintai maka orang tersebut pasti akan berada di sisi kekasihnya untuk melepaskan jasad kekasihnya sampai ke liang kubur. Orang tersebut tidak akan terpalingkan oleh hal-hal lain karena akan terasa berat baginya berpisah dengan kekasih yang dicintai. Silakan pembaca memperhatikan apa yang terjadi pada Abu Bakar dan Umar ataupun sahabat Anshar lainnya, jasad Nabi SAW belumlah dikuburkan mereka telah berselisih di saqifah soal kepemimpinan. Apakah mereka tidak bisa bersabar sampai pemakaman Nabi SAW selesai?. Yang kami dapati pihak yang sangat besar kecintaannya kepada Nabi SAW adalah Ahlul Bait Beliau SAW yang dengan setia tetap mengurus pemakaman Nabi SAW sampai selesai.

Apa tepatnya wasiat Nabi SAW tersebut?. Kami katakan tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti. Yang bisa dilakukan adalah mengira-ngira apa tepatnya yang akan disampaikan Nabi SAW. Ada dua kemungkinan,

  • pertama yang akan disampaikan Nabi SAW adalah sesuatu yang baru atau
  • kedua sesuatu yang pernah disampaikan Nabi SAW sebelumnya, sehingga penekanan untuk dituliskan memiliki arti penting bahwa hal itu benar-benar sangat berat.

Kami memilih yang kedua karena bagi kami tidak mungkin Nabi SAW tidak jadi memberitahukan sesuatu yang baru jika memang itu dapat mencegah kesesatan bagi umatnya. Jadi wasiat Nabi SAW kemungkinan sudah pernah beliau sampaikan sebelumnya dan melihat redaksinya “tidak akan tersesat setelahnya” maka kami berpandangan bahwa wasiat tersebut adalah hadis Tsaqalain yaitu perintah agar umat berpegang teguh pada Kitabullah dan Itrah Ahlul Bait Rasul SAW.

يا أيها الناس ! إني قد تركت فيكم ما إن أخذتم به لن تضلوا , كتاب الله وعترتي أهل بيتي

Wahai manusia, sungguh aku tinggalkan bagi kalian apa yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah dan Itrah-ku Ahlul Bait-ku [Silsilah Ahadits Ash Shahihah no 1761]

Begitu beratnya wasiat ini hingga sekarang kita melihat ada orang-orang yang mengaku umatnya Rasulullah SAW tetapi menolak Ahlul Bait sebagai pedoman bagi umat islam. Kami menyebut mereka ini sebagai orang-orang yang terpengaruh dengan virus nashibi. Kami melihat mereka mengaku-ngaku mencintai Ahlul Bait tetapi aneh bin ajaib mereka menolak keutamaan Ahlul Bait sebagai pedoman umat islam, mereka membela bahkan menyanjung orang-orang yang menyakiti Ahlul bait dan mereka menuduh dusta kepada pengikut Syiah yang sangat mencintai Ahlul Bait. Tidak hanya itu mereka bahkan dengan mudah menuduh orang yang mencintai Ahlul Bait sebagai Syiah Rafidhah. Anehnya dengan sikap-sikap seperti itu mereka mengklaim [dengan tidak tahu malu] kalau merekalah yang benar-benar mencintai Ahlul Bait. Sungguh cinta yang aneh kalau tidak mau dikatakan penuh kepalsuan.

121 Tanggapan

  1. Memang pada dasarnya Salafy Nashibi sangat benci pada Nabi.saw dan Ahlulbait.as beliau sementara mereka butuh apa yg dibawa oleh beliau. Maka jalan yg mereka tempuh adalah merampok apa yg dibawa nabi.saw dgn mencampakkan nabi.saw dan pewarisnya.

  2. Tragedi Kelabu hari Kamis mengisyaratkan:

    1.Tidak ada KETAATAN pada Allah dan Rasulullah SAW.
    Ketataatan pada Rasul harusnya tidak mengenal waktu dan kondisi.
    Tidak ada Firman Allah yang berbunyi : Kalau Rasul dalam
    keadaan sakit jangan ditaati.
    2. Sunah Rasul ditolak dan hanya berpegang pada Alqur’an.
    3. Bahwa kata2 Rasul dalam keadaan sakit bukan Wahyu
    4.Sudah ada yang BERANI menentang Rasul.
    5. Menurut saya PASTI Umar telah mengetahui apa yang
    bakal ditulis Rasul sehingga dicegah.

    Semua yang ditulis Salafy yang dikopas SP tidak masuk akal karena dalam penjelasan2nya saling bertentangan.
    Dan apa yang ditulisnya merupakan DUGAAN tanpa Nash. Wasalam

  3. Pengacara Salafy itu namanya alfanarku aka antirafidah. Memang gayanya belepotan dlm membela Umar, sampai hrs memakai hadis Syi’ah yg katanya pendusta. Hehehe….

  4. Menurut saya tulisan2 Salafy-Nashibi semacam itu masuk kategori Fiksi (Tidak) Ilmiah alias Dusta. Tulisan seperti ini berbahaya sekali bila dibaca oleh kaum awam, apalagi bila daya kritisnya sangat kurang, bisa langsung ditelan mentah2. Menjadi tugas kita bersama untuk menjelaskan sejarah Islam seobyektif mungkin kepada keluarga dan org2 di sekitar kita agar mereka tdk terkelabuhi dusta Salafy-Nashibi.

  5. mari mulai sekarang jangan terlalu benci umar dan abubakar (nyatanya semua tdk ada yg membenci mereka kok, toh cerita2 ttg tingkahlaku tdk pantas mereka berdua dlm hal menyelisihi Nabi saww mengalir seperti yg tercantum pd riwayat2 yg soheh)
    Kedua mari kita jadikan umar&abubakar sbg manusia muslim yg biasa saja, yg tingkat keimanannya masih terlalu riskan utk dikatakan sbg tujuan doa kita ihdinassirotolmustaqim, hanya istimewanya yaitu mereka berdua hidup sejaman dg Nabi SAww, pernah jadi mertua Nabi Saww dan pernah jadi penguasa jazirah arab.
    Ketiga segala riwayat bakti setia mereka pd Nabi Saww, saat itu juga terbantahkan oleh segala riwayat mereka yg mbalelo dr awal2 tarbiyah mereka oleh Nabi hingga menjelang wafatnya Nabi Saww di kitab2 hadis yg sama.

  6. Betapa rapuhnya mazhab yang berpondasikan “kebohongan”.
    Namun bukan berarti tidak ada peminatnya.

    Salam damai

  7. disadari atw tdk disadari kaum ini akan membela umar mati2an wlw dgn taruhannya menghina rosul.
    naudzu billah..!

  8. Zaman IMITASI.
    Manusia sekasrang lebin senang terhadap yang imitasi.
    Diluar kelihatan asli tapi didalamnya palsu.
    Tringat saya akan Surah An- Aam ayat 112. Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan..
    Wasalam

  9. Sy jg sdh baca sebelumnya di blog itu. Pembelaan yg benar2 bahlul tdk menggunakan otak. Tulisan salafy tsb bukan saja merendahkan derajat Nabi saw juga hanya akan semakin menyulut perendahan martabat tokoh2 pujaan mereka. Apakah tdk ada di antara syiahphobia yg mampu menafsirkan riwayat Tragedi Kamis Kelabu ini shgg tokoh2 utama di dalamnya tetap dalam derajatnya masing2? Rasul saw tetap dgn derajat kemuliaannya, Umar cs tetap dgn kedudukannya sebagai manusia lemah yg bisa salah?

    Salam

  10. @armand
    Sabar. Mereka tidak merendahkan derajat Nabi cuma ingin meninggikan derajat si X. Bahwa si X lebih mengetahui kondisi Nabi sendiri. Wasalam

  11. Hmmm coba waktu itu ada 40 orang yah yg ngedukung ahlul bayt Imam Ali sa.

  12. ehm…ehm… (merenung sejenak…..) dan bertanya kepada diri sendiri… EMANGNYA SYIAH rafidha G DOYAN DUSTA APA… ATO MEREKA INI KAGAK NGARTI NYANG NAMANYA CINTA ITU ATAU MEREKA INI HMMMM…. hei tukang taqiyah berhentilah membuat asumsi yang didukung oleh nafsu dan dendam terhadap agama islam ini. islam ya islam, SYIAH YA SYIAH. LAKUM DIINUKUM WALIYADIN

  13. Dari tulisan di atas :

    Apa tepatnya wasiat Nabi SAW tersebut?. Kami katakan tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti. Yang bisa dilakukan adalah mengira-ngira apa tepatnya yang akan disampaikan Nabi SAW.

    hmmm… asumsi 🙄

  14. @mereka2 yang tidak mngakui kebenaran
    Apa yang ditulis oleh SP adalah hadits2 SHAHIH dari Kitab2 SHAHIH anda.
    Mengapa kalau suatu KEBENARAN diungkapakan lalu mencaci golongan lain? Bantah dong . Jangan asal mencaci.
    Soal apa WASIAT yang akan ditulis Rasul kita tidak ketahui.
    Masaalahnya bukan soal isinya. Tapi persoalanya adalah: dimana letak KETAATAN mereka pada Rasulullah SAW.
    Dan ingat siapa yang tidak mentaati Rasul ancaman Neraka Jahanam . Tempatnya sama dengan orang2 kafir. Wasalam

  15. @Abu Jufri: Buang dulu penyakit hati anda lalu tanggapilah dgn ucapan yg benar. Caci maki anda dan vonis sepihak anda pd Syiah tdk akan menjauhkan org dari Syiah justru akan memperbanyak jumlah Salafiyun yg berpindah ke Syiah. Gaya liar anda dlm menanggapi Syiah hanya cocok utk org2 yg hidup sebelum jaman Adam (manusia purba). Cocok, Salafy artinya “org2 jaman dulu alias MANUSIA PURBA”.

  16. Ada satu qorinah yg menunjukkan bahwa Nabi saw dlm keadaan sadar, yaitu bentakan Nabi “….qummu…” artinya enyahlah kalian dari sisiku. Kalau tdk sadar apa mungkin beliau berkata spt itu dan mengetahui situasi.

  17. @abu jufri:
    “ehm…ehm… (merenung sejenak…..) dan bertanya kepada diri sendiri… EMANGNYA SYIAH rafidha G DOYAN DUSTA APA… ATO MEREKA INI KAGAK NGARTI NYANG NAMANYA CINTA ITU ATAU MEREKA INI HMMMM…. hei tukang taqiyah berhentilah membuat asumsi yang didukung oleh nafsu dan dendam terhadap agama islam ini. islam ya islam, SYIAH YA SYIAH. LAKUM DIINUKUM WALIYADIN”

    islam umayyah atau abbasiyah ?

  18. Kalau mengacu kpd Surat Al Imran 144 :”……….apakah kalau engkau (Nabi saw) meninggal atau terbunuh kamu berbalik ke belakang (murtad/balik kepd nilai2 jahiliyyah)….” ternyata Al-Quran jauh2 hari sdh mengingatkan Nabi saw dan umat Islam akan adanya konspirasi sebagian sahabat yg tdk menginginkan Islam tegak diatas nilai2 jahiliyyah yg telah disingkirkan oleh Nabi saw.

    Bahwa Umar telah menggagalkan wasiat Nabi saw
    adalah fakta/bukti yg mendukung pernyataan QS Ali Imran 144 tsb. Begitu pula peristiwa Saqifah dst.nya adalah fakta2 sejarah yg mengungkapkan adanya komplotan yg menggagalkan naiknya kepemimpinan ilahiyah (Washi nabi) menaiki panggung sejarah.

    Kalau kita membaca bukunya Max Idomont, Jew, God and History, maka terbukti bahwa setiap misi nabi/rasul, disamping ada yg mendukung pasti ada sekelompok sahabatnya yg menggagalkan tercapainya misi yg diembannya. Contohnya Nabi Isa as setelah wafatnya dikhianati oleh para sahabatnya dan memalsukan kitab suci-Nya, tapi diberi label “asli”. Begitu juga misi yg diemban Nabi Muhammad saw tidak terlepas dari konspirasi para “sahabatnya”. Hanya saja Al-Quran-Nya masih tetap otentik, tetapi Sunnah Rasul-Nya (hadis) sdh diacak-acak bercampur dg yg palsu. Itulah makna ucapan Umar :”…..cukuplah Kitabullah di sisi kita….Dan hadis2 palsu dicampur dg yg asli yg juga diberi label asli atau “SAHIH”

    Fakta adanya hadis palsu yg melarang penulisan sunnah Rasul dan pembakaran hadis asli oleh Abu Bakar, Umar dan Usman yg diikuti oleh penguasa Umayyah d an Abbasiyah adalah fakta yg mendukung statement Ali Imran 144.
    Masalahnya kita sering mengabaikan statement Ali Imran 144 ini dan menganggapnya hanya konstatasi Allah yg tdk ada buktinya dlm sejarah.

    Tidak hanya Yahudi yg pandai memalsukan Kitab Suci dan mengatakan :”hadza min indillah”, org Arabpun tdk kalah brilyannya. Supaya Islamnya terlihat masih “asli” tetapi juga nilai2 jahiliyyahnya terakomodir, maka harus dilakukan kompromi antara nilai2 Islam dan nilai2 jahiliyyah, karena engga mungkin mereka mengawinkan kedua nilai yg saling bertolak belakang itu. Kira2 “deal”-nya : biarlah Al-Quran tdk diotak-atik tapi penafsiran/penjelasannya/rinciannya (sunnah Rasul/hadis) harus menurut gua (perhatikan rangkaian peristiwa2 Hari Kamis kelabu, Saqifah, Perang Shiffin/Tahkim, Karbala dst.) semuanya tdk memberi kesempatan sedikitpun kpd Ahlul Bait untuk melaksanakan misinya.

  19. @agoes

    Goes-goes, kok sewot amat sih 😆

  20. @yadi:
    Goes-goes, kok sewot amat sih

    Soalnya pernyataan abujufri juga sangat nyelekit…

  21. Selanjutnya dg didukung a.l. Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah maka lahirlah “Islam versi Muawiyah” sbg hasil kompromi atau kesepakatan para sahabat dg pihak penguasa dlm hal ini Muawiyah (tentunya dg menyingkirkan dan mengorbankan peran Ahlul Bait sbg imam umat Islam) dan momen itu diresmikan sbg tahun Jamaah,. Dan “benihnya” sdh ditanam oleh Umar sejak dia menggagalkan wasiat Nabi saw dan sekaligus pula bersama yg lainnya menggagalkan Ali sbg khalifah Nabi saw di Saqifah.

    Dampak munculnya Islam versi Muawiyah yg mengabaikan kepemimpinan ilahiyah Ahlul Bait benar2 sangat luar biasa pada “bangunan” kenegaraan Islam mulai dari masa Abu Bakar sampai dg munculnya negara “modern” Turki yg sekuler yg dibidani oleh Mustafa Kemal Pasha dan negara2 arab timur tengah, kecuali RII.

    Sekalipun masih menggunakan istilah “khalifah”, “sultan” atau “negara Islam”, tetapi pada hakekatnya kenegaraannya dibangun atas dasar pemisahan antara agama dan negara (sekuler), dimana para penguasa mendominasi seluruh kebijakan negara dan agama hanya merupakan urusan pribadi dg Tuhannya.

  22. Usaha Umar menggagalkan wasiat nabi.saw membuat Islam menjadi abu-abu dan kemudian hilang. Setelah itu muncul agama baru “made in muawiyah” yang kemudian dibungkus dgn nama “ahlusunnah wal jama’ah” utk mengecoh org2awam. Tujuan org menganut agama baru tsb adalah demi keuntungan materi semata.

  23. Absen dulu ah, Link sumber artikel yg dibahas koq gak ada yah? Kan pgn tahu org yg sdh kena virus nashibi, dicuci otaknya trs menjadi SALAhFIkir, dan jadi tambah mbulet2 ora karuan.
    Tapi harap dimaklumi, mereka kan melakukannya krn cinta, (cinta sahabat? cinta umar? Atau…?), emang kalo sudah cintrong mau jelek kek, mau salah kek semua kelihatan bagus dan benar, seribu cara seribu alasan dicari untuk membela. Pokoke apik, pokoke bener.
    Jadi inget baqarah ayat 10.

    Maaf om, Tiap hari lewat tapi jarang absen apalagi corat coret. Maklum wong cilik yg bs ngenet pake opmin dari jatah gratisan.

  24. palingan masih ada dari mereka yang masih keras kepala… tidak mudah menerima yang sudah logis… akan berupaya mencari alasan lain dengan jalan yang lainnya…, tapi tidak apalah selama mereka berupaya toh nanti juga mentok dan berakhir dengan dua pilihan, mau berada ke jalan yang sudah jelas benar? atau tetap dijalan sebelumnya yang ujungnya jurang kehinaan?…
    tapi yang paling masalah adalah sifat atau sikap dari segolongan mereka yang tidak berupaya sedikitpun dengan bersikap tidak mau tau hakikat jalan yang sedang mereka lalui, akhirnya saya berpandangan bahwa golongan ini bukanlah terdiri dari orang2 yang keras kepala melainkan orang2 yang hakikatnya tidak punya kepala sama sekali. ( tidak berakal )

  25. @rusman
    Allah berfirman; Kebathilan akan musnah dan Kebenaran akan bersinar. Wasalam

  26. Mau tanya, dari hadits pertama yang ditulis diatas, “kemudian ahlul bait berselisih pendapat”….Yang dimaksud ahlul bait disitu siapa saja ya ?

  27. @neon
    Sebutkan dibagian mana dari hadits tsb diatas yang ada kata2
    menurut anda : “kemudian ahlulbait berselisih pendapat”
    Karena saya tidak melihat ada kata2 yang demikian. Salam damai Wasalam

  28. @chany : فاختلف أهل البيت

  29. Kalau ahlul bait berselisih pendapat itu kira-kira yang harus diikuti yang mana ya ?

  30. @neon
    Ahlubait yang dimaksudkan dalam hadits tsb adalah keluaraga yang ada didalam Rumah dan bukan Ahlulbaiti.
    Supaya anda tahu bahwa keluarga dalam bahasa Alqur’an keluarga Rasul disebut dengan QURBA, ada AL dan Itrahti dan dzuriat.
    Jadi disini adalah AL yang berada dalam rumah disebut ahlulbait. Jadi artinya bukan sebagai mana anda inginkan yakni ahlubati. Wasalam

  31. @neon
    he..he..he.. anda lg mempertanyakan ke akuratan omongan rosul bahkan firman allah
    arah pertanyaan anda sdh nampak.
    itu pertanyaan jahil,krn hawa nafsu anda rosulpun anda rendahkan.

  32. chany : “Ahlubait yang dimaksudkan dalam hadits tsb adalah keluaraga yang ada didalam Rumah dan bukan Ahlulbaiti.”

    => maksudnya apa itu ? apa beda ahlul bait dengan ahlul baiti ?

  33. @neon.
    Anda bisa katakan kepada siapa saja untuk menyatakan pemilikan anda dengan mempergunakan akhiran i. Tatapi tidak kepada keluarga Rasul. Kalau dalam keluarga Rasul kita katakan Ahlulbaiti maka ini berarti khusus hanya untuk Imam Ali, Syaidati Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husein.
    Kalau kita ingin menyatakan keluarga Rasul maka kita akan katakan Ahlulbait Nabi. Yakni keluarga dirumah Nabi. Dan tidak Ahlulbaiti Nabi. (Baca QS 33 :33).

  34. Ok…Peristiwa tersebut terjadi dimana ? Jadi kalau disitu dikatakan ahlul bait, berarti ahlul bait-nya siapa ? Dan siapa saja ? — Nah kembali lagi ke pertanyaan awal

  35. @neon,

    kata “ahlul bait” dlm hadis diatas adalah dlm pengertian umum, yakni “org2 yg berada di dalam rumah”, bukan dlm pengertian khusus dlm konteks kepemimpinan pasca Nabi saw. Jadi kalau
    فاختلف أهل البيت berarti “telah berselisih orang2 yg berada dlm rumah, yaitu para sahabat Nabi baik yg pro penulisan wasiat maupun yg kontra.

    Perbedaan “ahlul bait dg “ahlul baiti” adalah yg pertama berarti “ahli rumah” atau “keluarga” dan yg kedua ” keluargaku” (possessive). Baik istilah “ahlul bait” maupun “ahlul baiti” masih merupakan istilah umum, kecuali kalau istilah tsb dikaitkan dg hadis Tsaqalain, yaitu keluarga suci Nabi yg merupakan washi Nabi Muhammad saw sbg penerus kepemimpinan ilahiyah sampai Hari Kiamat.

    Semoga bisa lebih jelas.

  36. @wahyudi : berarti ahlul bait yang ada disitu bukan keluarga ? Bisa diketahui dari mana ? Sedangkan anda menjelaskan arti ahlul bait sebagai “keluarga”.

  37. @neon
    Anda saya yakin bisa berbahasa Arab walaupun sedikit.
    Tapi kelihatan anda belum juga dapat menjangkau apa yang saya jelaskan. Memang saya tidak sekaligus menjelaskan.
    Karena saya ingin tahu tujuan anda.
    Baiklah saya akan jelaskan:
    1. I menunjukan kepemilikan
    2. Dalam QS 33 : 33 menyebut AHLULBAITI.
    3. Yang bersabda adalah Allah (firman)
    4. Anggota AHLULBAITI adalah
    a. Nabi Muhammad Rasulullah SAW
    b.Ali b. Abi Thalib
    c.Fatimah binti Rasulullah
    d.Hasan b. Ali
    e. Husein b. Ali
    Masihkah anda belum paham lagi? Jadi AHLULBAITI milik siapa? Mudah2an anda dan teman yang lain bisa memmahami. Betapa Mulia mereka ini. Masihkah kita menggap sepi terhadap mereka. Kemulian mereka telah dijelaskan oleh Rasul berdasarkan WAHYU dari Allah. Salam damai Wasalam

  38. @neon, chany, wahyudi

    Sy kira SP sdh banyak menulis mengenai siapa ahlulbayt dan kaitannya dgn surah Al-Ahzab: 33 di blog ini. Bagaimana kalau diskusi di sana.

    Salam

  39. @ Chany : Yang saya tanya ahlul bait yang disebut pada peristiwa diatas itu siapa saja ? Apakah mereka itu adalah seperti yang terakhir anda sebut ? Kalau bukan, darimana anda mengetahuinya ?

  40. @wahyudi : berarti ahlul bait yang ada disitu bukan keluarga ? Bisa diketahui dari mana ? Sedangkan anda menjelaskan arti ahlul bait sebagai “keluarga”.

    Bisa keluarga bisa ahli/org rumah atau org2 yg berada dlm rumah.
    Istilah keluarga tdk mesti ada hub darah. Bisa saja keluarga digunakan dlm konteks lebih luas spt keluarga besar suatu organisasi atau kumpulan orang yg diikat satu azas dan tujuan.

  41. @neon:

    adanya Umar cs yg kontra wasiat nabi di dlm rumah membuktikan adanya org2 selain keluarga Nabi/Bani Hasyim.

  42. @wahyudi :
    iya, Umar ra membuktikan disitu ada selain keluarga, tetapi “ahlul bait” disitu bukannya justru membuktikan ada juga keluarga disitu ?

    Lagipula situasinya menurut Ibn Abbas ra, “ajal Rasulullah SAW sudah hampir tiba”, lalu dimana semua keluarganya ? apa tidak ada yang mengetahui ?

    Oleh karena itu pertanyaannya sederhana, “siapa saja ahlul bait yang dimaksud disitu ?”

    –Belum dijelaskan.–

  43. @neon
    Telah saya jelaskan pada anda pd tgl 24 jam 1.09. Apa yang disebut Ahlulbait.
    Yang dimaksud dengan ahlulbait disini adalah semua keluarga Rasul termasuk Ahluylbaiti. Dan bukan AHLULBAITI yang berselisih pendapat, tapi selain KEEMPAT manusia suci tsb.
    Dan supaya anda tahu bahwa AHLULBAITI sudah mengetahui bakal terjadi situasi yang demikian, oleh karenanya mereka diam.
    Dan ini semua merupakan Sunatullah.Agar menjadi pelajaran dan contoh untuk umat yang kemudian. Allah menunjukan pada kita bagaimana orang2 yang telah mengucapkan DUA kalimat Syahadat dan menyatakan TAAT pada Allah dan Rasul, ternyata pada waktu Rasul telah mendekati ajal mereka berbalik. Wasalam

  44. @neon:
    “iya, Umar ra membuktikan disitu ada selain keluarga, tetapi “ahlul bait” disitu bukannya justru membuktikan ada juga keluarga disitu ?”

    Kan sy sdh bilang ada org2 selain keluarga Nabi / Bani Hasyim, artinya ada dua kelompok. Jadi yg anda bilang berselisih itu adalah antara kelompok yg pro wasiat yg diwakili oleh ahlul bait & para pendukungnya dan kelompok yg kontra wasiat yg diwakili oleh Umar cs. Hal spt ini sdh sangat jelas dan gamblang !

    @neon:
    “Lagipula situasinya menurut Ibn Abbas ra, “ajal Rasulullah SAW sudah hampir tiba”, lalu dimana semua keluarganya ? apa tidak ada yang mengetahui ?”

    Ya jelas ngumpul di situ.

    @neon:
    Oleh karena itu pertanyaannya sederhana, “siapa saja ahlul bait yang dimaksud disitu ?”

    Dlm hadis di situ tdk secara rinci disebutkan satu persatu nama2 para sahabat termasuk keluarga Nabi/Bani Hasyim yg berkumpul di rumah Nabi saw tsb. Tapi yg pasti tokoh2 sahabat spt Abu Bakar, Umar, Usman dll yg mewakili kelompok kontra wasiat dan Ali & keluarga, Abu Dzar, Salman, Miqdad dll yg mewakili
    kel pro wasiat hadir di rumah itu.

    Perlu anda ketahui bahwa tokoh2 spt Abu Bakar dan Umar SANGAT BERKEPENTINGAN HADIR pada momen itu. Sampai2 ketika diperintahkan oleh Nabi untuk menyertai pasukan Usamah berangkat ke perbatasan Romawi, mereka (Abu Bakar dan Umar) menolak. Anda tahu kenapa ? Karena mereka berdua punya misi menggagalkan :

    1. Wasiat Nabi secara tertulis
    2. Menggagalkan wasiat Nabi di Ghadir Khum secara de facto di Saqifah Bani Saidah.

    dan in fact kedua hal itu berhasil dilaksanakan.

    Kalau anda jeli pasti bisa melihat adanya benang merah antara kejadian Tragedi Hari Kamis – Saqifah – Penunjukan Umar – Pemilihan Usman (dimana Ali digagalkan menjadi khalifah) dan tegaknya Dinasti Umayyah + Abbasiyah yg sangat menindas Ahlul Bait dan para pengikutnya. Ini merupakan konspirasi Quraisy dlm menghadang terwujudnya kepemimpinan Ahlul Bait yg eklusif karena model kepemimpinan spt ini sangat tdk disukai oleh Quraisy yg punya tradisi memegang kekuasaan secara bergantian diantara kabilah2 yg artinya spt dikonstatir oleh ayat Inqilab (Ali Imran 144) sbg “balik lagi kpd nilai2 jahiliyyah”.

    Jelas atau pura2 rabun ?

  45. @neon
    klu yg anda maksud ahlulbait(alahzab 33),maka riwayat mengatakan,bahwa imam ali n sydt fatimah ada disitu.n riwayat pun tdk ada yg mengatakan bhw keduanya pd saat itu mengeluarkan ucapan berekenaan dgn perselisihan tsb.
    bisa jd perselisihan tsb,pembangkang diwakili umar(pasti) sedang pro rosul diwakili ibn abbas,krn banyak riwayat antara umar n ibn abbas sering terjadi perdebatan.
    mdh2an pertanyaan anda adlh niatan utk mencari kebenaran bkn cuma mencari2 kesalahan n mencari2 kelemahan dr ahlulbait.
    klu dasar niat anda sprt itu berarti anda berusaha melemahkan ucapan rosul n firman allah.
    Dan sampai kapan pun anda tdk akan temukan.

  46. Benarkah Abu Bakar dan Umar enggan atau menolak berangkat ke perbatasan romawi bersama pasukan Usamah bin Zaid?? Berarti yg dilaknat oleh nabi.saw saat itu adalah mereka berdua.

  47. @neon
    Saya coba jelaskan apa yang anda tanyakan dengan asumsi sementara anda berniat mencari kebenaran, bukan sedang memaksakan bahwa perdebatan terjadi antara Imam Ali, Sy Fatimah, Imam Hasan & Imam Husein. Karena terasa betul nuansa itu.. 😀
    Kita kembali pada makna ahlul bait di hadits ini, maknanya bisa 2:
    1. Ahlul Bait: Ahlul Kisa (Imam Ali, Sy Fatimah, Imam Hasan & Imam Husein.)
    2. Ahlul Bait: Orang2 yang sedan ada dalam rumah tsb.
    Nahh nanti kita lihat setelah penjelasan ini apakah anda akan ngotot pada ygmn.

    Pertama:
    Jika Ahlul Bait disini adalah ahlul Kisa, maka konsekuensinya adalah:
    1. Kita sedang menyatakan bhw mereka berdebat ttg larangan Umar, yang mana bagi mereka yang berakal adalah tidak mungkin. Mereka adalah sebaik2nya akhlak. Apakah anda akan katakan Sy Fatimah mendebat suaminya?, atau anda hendak katakan bahwa Imam Hasan atau Imam Husein mendeba/bertengkar dengan ayah atau ibunya?
    Seberapa jauh pengetahuan anda ttg keluarga ini akan menentukan pilihan anda.
    Jika ini yang terjadi maka anda harus buang semua hadits yang menunjukkan kemuliaan mereka.
    2. Apakah akan anda katakan bahwa ahlul kisa ini menyetujui ucapan kasar Sy Umar kpd ayah, kakek, guru mereka?, yaitu bahwa Rasulullah sedang mengigau??

    Kedua
    Jika ahlul bait ini adalah mereka yang ada di dalam rumah pada saat itu, maka semua rangkaian riwayat ini menjadi sangat jelas dan mudah dipahami. Yaitu bahwa disana ada 2 kelompok yaitu mereka yang setuju dengan Sy Umar dan mereka yang ingin memenuhi permintaan Rasulullah. Dapat juga dilihat bahwa mereka para perempuan yang berada dibalik tabir berbeda pendapat dengan Sy Umar.
    Dan saya yakin ahlu kisa tidak akan ikut berdebat (tidak akan terpancing berbdeabt di depan Rasulullah yg sedang sakit).

    *Bagaimana mungkin seorang Rasul yang begitu sempurna, yang dijamin semua kata2nya adalah wahyu, ketika ingin menyampaikan wasiat dengan kata2 yang begitu rapi dan jelas:
    “Berikan kepadaku kertas, aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya.
    Yang orang sehat seperti kita saja tidak bisa merangkai kata yang lebih baik dari ini. kemudian ada yang mengatakan mengigau.. hmmm.*
    Yang lebih parahnya mereka yang hidup di jaman ini ternyata berani sama kurang ajarnya kepada Rasul dengan membenarkan bahwa Rasul mengigau,. Tidak cukup kekurangajaran itu kemudian kalian tambahkan bahwa ahlul bait/ahlul kisa yang berdebat.. astagfirullah.
    Kalau saya memilih bahwa Sy Umar salah pada saat itu, jika saya salah saya yakin tidak ada dosa saya, namun jika saya memilih membenarkan bhw Rasulullah mengigau dan jika saya salah, saya yakin diharamkan surga bagi saya.

    Karena Allah telah memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih, maka dipersilakan anda menentukan pilihan anda.

    Salam damai

  48. @neon:
    Oleh karena itu pertanyaannya sederhana, “siapa saja ahlul bait yang dimaksud disitu ?”

    Dlm hadis di situ tdk secara rinci disebutkan satu persatu nama2 para sahabat termasuk keluarga Nabi/Bani Hasyim yg berkumpul di rumah Nabi saw tsb. Tapi yg pasti tokoh2 sahabat spt Abu Bakar, Umar, Usman dll yg mewakili kelompok kontra wasiat dan Ali & keluarga, Abu Dzar, Salman, Miqdad dll yg mewakili
    kel pro wasiat hadir di rumah itu.

    —–
    Setelah mengatakan tidak secara rinci disebutkan, tetapi bisa mengatakan siapa yang pro dan siapa yang kontra…..
    Wasiat Ali dan keluarga ? weleh weleh…
    —–

  49. he..he..he.. benarkan,ternyata @neon tdk berniat mencari kebenaran.

  50. @aldj:
    “he..he..he.. benarkan,ternyata @neon tdk berniat mencari kebenaran.”

    he he ternyata anda benar juga…

  51. mas neon ini apa yg sedang dikau cari ? kenapa yg sdh jelas masih mau dibikin kabur sih ?

  52. yang jelas yang mana ?

    *Dlm hadis di situ tdk secara rinci disebutkan satu persatu nama2 para sahabat termasuk keluarga Nabi/Bani Hasyim yg berkumpul di rumah Nabi saw tsb. Tapi yg pasti tokoh2 sahabat spt Abu Bakar, Umar, Usman dll yg mewakili kelompok kontra wasiat dan Ali & keluarga, Abu Dzar, Salman, Miqdad dll yg mewakili
    kel pro wasiat hadir di rumah itu.*

    Tau dari mana ?

  53. @neon
    Anda minta ditanggapi, saya sudah tanggapi, ehhh anda masih muter2 disitu. Coba anda tanggapi satu2 komentar saya.
    Bukankah tanggapan saya dalam rangka menjelaskan kpd anda.
    Walaupun saya agak pesimis kalau anda bersedia.

    Salam damai.

  54. @neon

    Pihak yg berlawanan dgn pemahaman anda sdh mengajukan argumen. Anda tdk mau menerima. Tdk ada paksaan. Sekrg giliran anda. Siapa ahlulbait yg dimaksud dalam riwayat tsb?

    Salam

  55. @neon:
    “yang jelas yang mana ?”

    perselisihan diantara sahabat, yg pro dan kontra wasiat (masih blm jelas ? pake lampu petromax, jangan neon).

    @neon:
    “Dlm hadis di situ tdk secara rinci disebutkan satu persatu nama2 para sahabat termasuk keluarga Nabi/Bani Hasyim yg berkumpul di rumah Nabi saw tsb. Tapi yg pasti tokoh2 sahabat spt Abu Bakar, Umar, Usman dll yg mewakili kelompok kontra wasiat dan Ali & keluarga, Abu Dzar, Salman, Miqdad dll yg mewakili
    kel pro wasiat hadir di rumah itu.*

    Tau dari mana ?”

    Rincian nama2 memang murni dari saya pribadi berdasarkan makna tersirat dari hadis tsb karena ada qarinah yg menyebutkan bahwa “ajal Rasulullah SAW sdh hampir tiba” atau “sedang sakit keras”, maka sdh dipastikan seluruh atau paling tdk sebagian besar keluarga dan sahabat hadir di tempat itu, baik dari kubu Umar maupun Ali.
    Mustahil dlm situasi teramat penting dmkian hanya beberapa org yg hadir.

    Spt mas armand sy juga minta anda untuk menjelaskan penafsiran anda mengenai tragedi hari Kamis tsb.

  56. Dari awal kan saya hanya menanyakan siapa ahlul bait yang ada disitu ? Karena saya memang tidak tahu.

    Mengapa perlu ada pertanyaan ? sebab redaksi asalnya memang أهل البيت , tetapi diterjemahkan sebagai orang-orang yang ada di dalam rumah.

    Begitu ditanya, jawabannya hanya berdasarkan :

    “Rincian nama2 memang murni dari saya pribadi berdasarkan makna tersirat”

    —————————-
    arman :”Pihak yg berlawanan dgn pemahaman anda sdh mengajukan argumen. Anda tdk mau menerima. Tdk ada paksaan. Sekrg giliran anda. Siapa ahlulbait yg dimaksud dalam riwayat tsb?”

    => Saya kan bertanya siapa ahlul bait yang ada disitu ? bukan mau menjelaskan. Masalah saya tidak mau menerima penjelasan, karena memang belum jelas :

    “Rincian nama2 memang murni dari saya pribadi berdasarkan makna tersirat…dst”

    Kalau ada yang yang mau menerima penjelasan seperti itu ya sok aja….Memang betul, tidak ada paksaan hehe

    ——————-
    truuthseeker : “@neon
    Anda minta ditanggapi, saya sudah tanggapi, ehhh anda masih muter2 disitu. Coba anda tanggapi satu2 komentar saya.
    Bukankah tanggapan saya dalam rangka menjelaskan kpd anda.
    Walaupun saya agak pesimis kalau anda bersedia.

    Salam damai.”

    Muter-2 disitu ? emang pertanyaannya udh terjawab ? tanggapan anda yang panjang sdh terbaca, dan tidak ada yang menjawab pertanyaan. coba aja baca sendiri tulisan anda, mana bagian yang menjawab pertanyaan. yang ada malah ngatain orang lain kurang ajar.

    *Tidak cukup kekurangajaran itu kemudian kalian tambahkan bahwa ahlul bait/ahlul kisa yang berdebat.. astagfirullah.*

    yang nambah siapa ? saya hanya mengutip ahlul bait berselisih pendapat, dan itu yang saya tanyakan. itu juga dari redaksi yang memang ada ditulis. saya tidak ada mengatakan ahlul kisa’…

    apa ada lagi komentar anda yang perlu saya tanggapi ?

  57. @neon
    Saya jadi bingung atas komentar2 anda.
    Begini aja:
    Menurut kami yang disebut ahlulbait dihadits tsb diatas adalah keluarga Rasul (mungkin Abbas b. Abdul Muthalib beserta istri dan anak cucunya, anak2 Abi Thalib dgn istrinya serta anak2nya diluar Imam Ali dllsb.
    Sekarang menurut anda Ahlulbait yang tersebut di hadits
    SIAPA SAJA?

  58. *Chany :
    @neon
    Saya jadi bingung atas komentar2 anda.
    Begini aja:
    Menurut kami yang disebut ahlulbait dihadits tsb diatas adalah keluarga Rasul (mungkin Abbas b. Abdul Muthalib beserta istri dan anak cucunya, anak2 Abi Thalib dgn istrinya serta anak2nya diluar Imam Ali dllsb.
    Sekarang menurut anda Ahlulbait yang tersebut di hadits
    SIAPA SAJA?*

    Silahkan saja kalau menurut anda seperti itu, mungkin ini mungkin itu…Saya juga tidak tahu, makanya bertanya.

  59. @neon
    Kalau seorang yang jujur. Ketika anda mengatakan anda betul2 tidak tahu yang mana yang dikatakan ahlul bait di hadits tsb maka ketika anda tidak setuju bahwa ahlul bait disana artinya mereka yang ada di rumah maka seyogyanya anda mebuat bantahan.
    Namun yang terjadi anda hanya menjawab tidak jelas dan memaksakan bahwa ahlul bait itu adalah ahlul kisa tsb.
    Tidak mengapa kalau anda punya pandangan berbeda, yaitu bhw ahlul bait di hadits tsb adalah ahlul kisa. Jika anda beranggapan spt itu maka seyogyanya anda ajukan argumen anda kenapa berpandangan spt itu.
    Nahh, dari semua pembicaraan/diskusi ini yang ada hanya anda minta penjelasan (walaupun sudah ada begitu banyak penjelasan) namun anda tidak pernah mengajukan argumen anda. Itulah yang dikatakan anda muter2 dan seolah2 anda hanya ingin mendengar jawaban yang menyatakan bahwa ahlul kisa lah yang bertengkar.
    Kalau dalam diskusi seorang hanya bermodalkan statement: “belum jelas” ya namanya itu muter2 dan tidak kemana2.

    tanggapan anda yang panjang sdh terbaca, dan tidak ada yang menjawab pertanyaan. coba aja baca sendiri tulisan anda, mana bagian yang menjawab pertanyaan. yang ada malah ngatain orang lain kurang ajar.

    Jawaban saya:

    Jika ahlul bait ini adalah mereka yang ada di dalam rumah pada saat itu, maka semua rangkaian riwayat ini menjadi sangat jelas dan mudah dipahami.

    Dari keseluruhan tulisan saya bahkan ajukan knp saya tdk memilih tafsir ahlul bait = ahlul kisa. Lengkap tohh??.. 😀
    Bagi banyak orang ini adalah jawaban yang tegas bahwa ahlul bait disitu adalah orang2 yang ada di dalam rumah bukan ahlul kisa.
    Jika anda tidak setuju dg jawaban saya itu, yaa fine2 saja. Tapi tidak bisa anda mengatakan bhw saya belum menjawab.
    Maka jika anda tidak setuju wajib bagi anda mengajukan argumen/alasan ketidak setujuan tsb. Dan apakah ada argumen anda itu?? Nol besar. Anda hanya kembali bertanya hal yang sama.
    Mudah2an paham.

    Salam damai.

  60. @ truthseeker

    Kalau seorang yang jujur. Ketika anda mengatakan anda betul2 tidak tahu yang mana yang dikatakan ahlul bait di hadits tsb maka ketika anda tidak setuju bahwa ahlul bait disana artinya mereka yang ada di rumah maka seyogyanya anda mebuat bantahan.
    Namun yang terjadi anda hanya menjawab tidak jelas dan memaksakan bahwa ahlul bait itu adalah ahlul kisa tsb.

    kapan saya memaksakan ahlul bait adalah ahlul kisa ? jangan gitu ah..

    Nahh, dari semua pembicaraan/diskusi ini yang ada hanya anda minta penjelasan (walaupun sudah ada begitu banyak penjelasan) namun anda tidak pernah mengajukan argumen anda. Itulah yang dikatakan anda muter2 dan seolah2 anda hanya ingin mendengar jawaban yang menyatakan bahwa ahlul kisa lah yang bertengkar.

    Ngga lah…cuma nanya…

    Jika anda tidak setuju dg jawaban saya itu, yaa fine2 saja. Tapi tidak bisa anda mengatakan bhw saya belum menjawab.

    that’s fine…anda sudah menjawab…dan bukan hanya anda saja yang sudah berusaha menjawab.

  61. Maaf, ikut urung rembuk 🙂

    Kalau menurut sy, “ahlul bait” yg dimaksud di riwayat itu memang memiliki kemungkinan adalah keluarga Nabi saw. Penulis riwayat sepertinya bermaksud mengabarkan bahwa telah terjadi perselisihan antara keluarga Nabi saw, sebab sebelumnya penulis menggunakan kata “bait” tanpa “ahlul” utk menunjukkan kejadian di dalam rumah. Yaitu pada kalimat: وفي البيت رجال فيهم عمر ابن الخطاب
    Penambahan “ahlul” kemudian seyogjanya bermakna “penghuni, pemilik atau ahli”.
    Jadi siapakah penghuni/pemilik rumah yg dimaksud?

    Sy agak berbeda dalam hal ini dgn @chany yg mengatakan bahwa ahlulbait ini antara lain Abbas b. Abdul Muthalib beserta istri dan anak cucunya, anak2 Abi Thalib dgn istrinya serta anak2nya diluar Imam Ali, karena 1 alasan utama. Tidak ada 1 riwayat pun yg sy pernah dengar menceritakan mrk2 pernah membuat Nabi saw kecewa/marah atau pun menentang dan bermusuhan dgn Imam Ali. Kecuali mas @chany punya riwayat lain.
    Ibnu Abbas sendiri jelas condong kepada penyampaian wasiat spt kutipan ini;

    beliau selalu berkata “musibah yang sebenar-benar musibah adalah penghalangan antara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan penulisan wasiat untuk mereka disebabkan keributan dan perselisihan mereka”.

    Menurut sy, kita hrs mencari tau siapa2 saja dalam keluarga Nabi saw yg kerap membuat Nabi marah, sering berselisih pendapat dan cenderung tdk suka dgn Imam Ali dan siapa yg dekat/sejalan dgn mereka?
    Jika kita sdh mendapatkan orang2 ini, maka makna “ahlul bait” dalam riwayat tsb memungkinkan bermakna keluarga Nabi saw. Namun bukan berarti tdk ada di luar keluarga Nabi saw yg tdk ikut berselisih dan bertengkar. Periwayat sy kira hanya menekankan betapa seriusnya perselisihan dan keributan yg terjadi yg ternyata melibatkan keluarga Nabi saw sehgg menjadi tdk penting mengabarkan / menyebutkan orang2 di luar keluarga Nabi saw.

    Kemungkinan lainnya adalah:
    Telah terjadi pemalsuan riwayat dgn memasukkan istilah ahlul bait ke dalam kelompok yg berselisih.

    Wallahu a’lam

    Salam

  62. @neon
    Tanggapan anda yang terakhir telah menjelaskan tujuan dari pertanyaan2 anda. Terima kasih sudah “memberi tahu”, sehingga mereka2 yg berprasangka baik kpd anda tidak perlu buang2 waktu.. :mrgreen:

    Salam damai

  63. @armand
    Saya tambahkan penjelasan saya yang saya tulis dengan kata DLSB. Dlsb disini yah konco2 Umar. yakni Aisyah binti Abubakar, Habsah bibti Umar, Abdullah b. Umar dll.
    Yang disatu pihak yakni Abbas cs Ra dan anak2nya Abi Thalib cs yang mendukung Rasul. Salam damai Wasalam

  64. @all
    penjelasannya sederhana, kata ahlul bait secara harfiah memang diterjemahkan sebagai orang rumah yang bisa berarti secara umum keluarga atau secara khusus keluarga tertentu dan bisa juga berarti orang yang berada di dalam rumah. Sehingga makna apa yang diambil itu tergantung dengan hadisnya. Hadis di atas itu kan kesaksian Ibnu Abbas dan dia sendiri mengatakan pada awalnya dengan kata-kata وفي البيت رجال فيهم عمر ابن الخطاب
    dan di dalam rumah terdapat orang-orang diantaranya Umar bin Khattab.
    Jadi ketika ia menjelaskan pada kalimat berikutnya.
    فاختلف أهل البيت
    maka berselisihlah orang-orang di dalam rumah
    makna inilah yang tepat sesuai dengan hadis tersebut. Hal ini juga telh dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Syarh-nya terhadap hadis tersebut bahwa kata ahlul bait itu maksudnya orang-orang di dalam rumah. semoga penjelasan ini bisa membantu 🙂

  65. @neon:
    “Begini aja:
    Menurut kami yang disebut ahlulbait dihadits tsb diatas adalah keluarga Rasul (mungkin Abbas b. Abdul Muthalib beserta istri dan anak cucunya, anak2 Abi Thalib dgn istrinya serta anak2nya diluar Imam Ali dllsb.”

    He he he dari awal udah ketebak arahnya mau ke mana..

    @neon:
    “Sekarang menurut anda Ahlulbait yang tersebut di hadits
    SIAPA SAJA?*

    he he muter2 terus….!

  66. Kesabaran
    28 Agustus 2006

    Allohlah yang akan membuat manusia itu mulia atau hina
    Dalam kitab-kitab telah tertulis nama-nama hambaNya yang Tuhan muliakan
    Para Rosul dan nabi serta orang-orang sholeh
    Perjalanan hidup mereka dikisahkan
    Lihatlah dirimu wahai manusia ?
    Apakah engkau akan bersabar?
    Sesungguhnya semua cobaan itu harus dihadapi
    Kesedihan, kematian, perpisahan merupakan ujian yang nyata
    Kiamat itu tidak akan ditunda, saatnya pasti tiba
    Kesibukan manusia membawanya lupa pada akherat
    Manusia jauh mementingkan dunia, dunia sungguh membebaninya

  67. Mohon izin berkomentar.
    Saya hanya ingin bertanya saja kepada Anda sekalian:
    Seandainya memang Nabi memandang bahwa menuliskan wasiat (tepatnya menyuruh menuliskan wasiat, karena Nabi saw adalah ummi) adalah suatu hal yang benar-benar harus dilakukan, bukankah beliau saw bisa melakukan itu setelah para sahabat disuruh pergi karena ribut, mengganggu ketenangan orang sakit? Mengapa Nabi saw tidak melakukan itu? Apakah kemudian saran Umar ra diterima oleh beliau (apapun alasan/latar belakangnya), dan karena segala keputusan beliau sebagai Nabi, maka disana ada nuansa wahyu sebagai tanda “persetujuan Allah swt”. Dimana kalau sekiranya Dia tidak sependapat, akan segera turun wahyu untuk mengoreksinya?
    Memang terkesan sangat subyektif dan berdasar pada persangkaan saya saja, namun saya berterima kasih bila ada yang sudi menjawab/menanggapi.

  68. @atasku

    Yup benar, emangnya yang namanya risalah (kalau memang wasiat tsb adlh termasuk risalah yg mesti disampaikan oleh Nabi SAW) bisa dihalangi begitu saja oleh seorang Umar? sedangkan kaum kafir Quraysi & Yahudi saja selama bertahun-tahun dg segala macam aksinya tdk mampu utk menghalangi risalah tsb.. pikir donk pikir kawan…

  69. @paiman
    Saya sangat mengharap jangan se-kali2 anda berpikir dengan logika anda MANA YANG BENAR DAN MANA YANG SALAH.
    Allah menciptakan Manusia dan Iblis ada maksudnya
    Allah menciptakan Baik dan Buruk ada Tujuannya
    Allah mengutus dan Nabi untuk memeberi peringatan, mengabarkan dan menjelaskan
    Allah menurunkan Alqur’an sebagai SAREYATNYA dan melalui Rasul disampaikan kepada Umat.
    Rasulullah SAW dalam bertindak atas perintah Allah.
    Tentang yang GAIB tidak satu makhluk yang mengetahui terkecuali dibukakan Allah HijabNya bagi orang tertentu.
    Dan kita mengetahui setelah melihat dan mempelajari.
    Dan semua yang kita lihat dan alami dialam FANA ini merupakan COBAAN ATAS IMAN KITA
    Masalah Hari Kamis yang kelabu:
    Adalah salah satu contoh dimana Iman /ketaatan kita pada perintah Rasul dicoba
    Dan mengapa Rasul kemudian tidak melanjutkan menulis WASIAT?
    Bisakah anda pikir MENGAPA? Sesudah saya jelaskan.?
    Islam merupakan Organisasi Allah Pemimpinnya harus dipilih/ditunjuk Allah dan bukan MANUSIA2 yang tidak suci/bersih.
    Orang yang akan memimpin harus dipersiapkan Allah untuk melanjutkan Amanat yang dibebankan pada Rasul.
    Dan Khaidir Ghum Rasul sudah sampaikan siapa yang akan melanjutkan pasca Rasulullah SAW.
    Dan Rasulullah mengetahui bahwa nanti ada yang tdk TAAT. Dan Rasul HENDAK membuat WASIAT secara tertulis tapi juga ditentang
    Disini dapat dilihat siapa2 yang TAAT dan siapa2 PEMBANGKANG.
    Dan atas perintah Allah Rasul tidak melanjutkan penulisan wasiat.
    Agar Firman Allah dalam Surah An-‘Aam ayat 65 terbukti.
    Dan siapa2 KENARAKA dan siapa yang SELAMAT.

  70. @1syahadat & paiman2
    Apakah anda meyakini bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi ataukah anda membenarkan tindakan Umar?. Dimana posisi anda?

    Al Kahfi :56 Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.

    Makanya di Islam mengenal ada mereka2 yang ta’at dan ada yang pembangkang.
    Ta’at dan membangkang adalah pilihan, dan tidak pernah Allah dan Rasul-Nya memaksakan kebenaran.

    Dan jika anda beranggapan bahwa peristiwa itu adalah satu2nya peristiwa penyampaian wasiat, maka anda salah. Karena kenyataannya walaupun dicegah, pada kenyataannya zaman ini wasiat itu tetap hidup dan tetap menjadi pilihan bagi yang ta’at dan pembangkang.

    Mengapa Nabi saw tidak melakukan itu? Apakah kemudian saran Umar ra diterima oleh beliau (apapun alasan/latar belakangnya), dan karena segala keputusan beliau sebagai Nabi, maka disana ada nuansa wahyu sebagai tanda “persetujuan Allah swt”. Dimana kalau sekiranya Dia tidak sependapat, akan segera turun wahyu untuk mengoreksinya?
    Memang terkesan sangat subyektif dan berdasar pada persangkaan saya saja, namun saya berterima kasih bila ada yang sudi menjawab/menanggapi.

    Inilah bahasa para pembangkang. Bisa2nya anda bersangka bahwa Umar bisa jadi benar dan Rasulullah merevisi keputusannya. Di satu saat anda mengatakan bhw disana ada nuansa wahyu, namun kemudian anda mengatakan bisa saja Allah menurunkan wahyu untuk mengoreksinya? Kalau memang Umar benar maka mestinya ada wahyu untuk itu, karena Allah tidak mungkin membiarkan Rasul-Nya dalam kesalahan. Bukankan argumen anda malah membuktikan bhw tidak ada koreksi oleh Allah atas marahnya Rasulullah kpd Umar.
    Saya jadi berfikir2, seberapa besar kecintaan, keta’atan, a penghormatan anda kepada Rasulullah dibandingkan kpd Umar??. Karena tidak pernah terlintas di pikiran dan hati saya bahwa Rasulullah salah pd saat itu dan Umar benar, dalam kondisi apapun.

    Salam damai.

  71. @Truthseeker08

    1. Saya meyakini peristiwa ini pernah terjadi. Bahkan menurut saya hikmah pentingnya adalah hadith tsb merupakan konfirmasi otentik bahwa Muhammad saw tidak meninggalkan surat wasiat. Wallahua’lam hal ini mungkin mencegah munculnya manusia yang mengaku-ngaku memiliki surat wasiat dari beliau saw.

    2. Saya sependapat dengan Umar ra, bahwa Rasulullah saw tidak perlu membuat wasiat tertulis dalam kondisi tsb. Catatan, Rasulullah saw tidak marah kepada Umar karena mencegahnya dari membuat surat, tapi beliau saw tidak ingin para sahabat berlaku riuh/ribut di dekat beliau yang sedang sakit (“Nabi saw marah” adalah prasangka; dalam hadith tsb tidak dijelaskan bahwa Nabi marah, hanya menyuruh para sahabat untuk keluar ruangan; bisa jadi karena beliau saw merasa tidak nyaman, ada keriuhan/keributan sementara beliau saw sedang sakit berat).

    3. Adalah murni prasangka saya bahwa Rasulullah saw tidak jadi membuat surat wasiat. Karena menurut saya kalau memang benar Nabi merasa HARUS menuliskan wasiat (dan tentunya Allah menetapkan demikian), niscaya beliau saw dapat meminta ahlul baytnya atau orang kepercayaannya yang lain, setelah para sahabat keluar dari ruangan. Saya sendiri berkeyakinan, jika Allah swt menakdirkan Nabi terakhirnya untuk membuat surat wasiat dalam kondisi kritis tsb, niscaya hal tsb akan terjadi.

    4. Apakah Rasulullah saw tidak jadi menulis surat wasiat lantaran wahyu dari Allah swt, wallahua’lam, karena semua keputusan yang beliau ambil tentunya akan diikuti dengan wahyu. Catatan: wahyu yang turun kepada NabiNya tidak selalu harus disampaikan kepada orang lain. Atau menurut Anda semua wahyu harus disampaikan kepada ummat. Rasulullah saw salah karena awalnya bermaksud menulis surat wasiat? Itu adalah persepsi/prasangka Anda dalam membaca tulisan saya, sebagaimana prasangka Anda menuduhkan berbagai macam kepada saya. Dan saya serahkan saja semua persepsi kepada Allah dan kepada masing-masing.

  72. @paiman2

    Yup benar, emangnya yang namanya risalah (kalau memang wasiat tsb adlh termasuk risalah yg mesti disampaikan oleh Nabi SAW)

    Agak lucu sih komen seperti ini. Nabi SAW bersabda “aku akan menuliskan sesuatu untuk kalian agar kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya” terus ada orang yang meragukan apakh itu termasuk risalah atau tidak. btw menurut anda sendiri Rasulullah SAW menyampaikan wasiat itu atau tidak? silakan dijawab 🙂

    @1syahadat

    Saya sependapat dengan Umar ra, bahwa Rasulullah saw tidak perlu membuat wasiat tertulis dalam kondisi tsb.

    Kalau begitu saya tanya anda, mengapa Ibnu Abbas menganggap itu sebagai musibah?. Apa alasan anda sependapat dengan Umar tetpi bertntangan dengan Ibnu Abbas 🙂

    Saya sendiri berkeyakinan, jika Allah swt menakdirkan Nabi terakhirnya untuk membuat surat wasiat dalam kondisi kritis tsb, niscaya hal tsb akan terjadi.

    Komentar ini arahnya mau kemana, kenapa bicara masalah takdir. Bukankah banyak para Nabi yang didustakan oleh kaumnya, itu kan takdir juga. Saya kurang menangkap relevansi takdir yang anda maksud dalam perkara ini. Kalau memang anda berpendapat Umar benar maka apa yang akan anda katakan mengenai keinginan Rasulullah agar menuliskan wasiat yang dimaksud.

  73. @1 syahadat
    Kalau benar anda sependapat dengan Umar b. Khattab. Maka anda termasuk dalam GOLONGAN PEMBANGKANG

    Maka saya ingin bertanya pada anda atas kata2 Umar ” CUKUP Al QUR’AN SEBAGAI PEGANGAN KITA”
    Apa maksud Umar dengan kata2 ini? Apakah cukup Alqur’an tanpa penjelasan Rasulullah SAW.

  74. @1syahadat

    1. Saya meyakini peristiwa ini pernah terjadi. Bahkan menurut saya hikmah pentingnya adalah hadith tsb merupakan konfirmasi otentik bahwa Muhammad saw tidak meninggalkan surat wasiat. Wallahua’lam hal ini mungkin mencegah munculnya manusia yang mengaku-ngaku memiliki surat wasiat dari beliau saw.

    Anda mengakui peristiwa ini terjadi namun disayangkan kefanatikan anda kepada sahabat (atau kebencian anda kpd syi’ah) mengakibatkan anda tidak objektif.
    Bagi saya pribadi bukanlah surat wasiat yang jadi esensi, namun adalah bahwa Rasulullah memiliki wasiat (apakah itu tertulis atau tidak) yang akan menyelamatkan umat. Ini tidak bisa ditolak, krn anda meyakini bhw Rasulullah mengucapkan itu.

    2. Saya sependapat dengan Umar ra, bahwa Rasulullah saw tidak perlu membuat wasiat tertulis dalam kondisi tsb.

    Catatan, Rasulullah saw tidak marah kepada Umar karena mencegahnya dari membuat surat, tapi beliau saw tidak ingin para sahabat berlaku riuh/ribut di dekat beliau yang sedang sakit (“Nabi saw marah” adalah prasangka; dalam hadith tsb tidak dijelaskan bahwa Nabi marah, hanya menyuruh para sahabat untuk keluar ruangan; bisa jadi karena beliau saw merasa tidak nyaman, ada keriuhan/keributan sementara beliau saw sedang sakit berat).
    Yang saya belum paham adalah, apakah anda paham konsekuensi dari anda sepaham dengan Umar r.a.? Konsekuensinya adalah tidak sepaham dengan Rasulullah dan anda termasuk dalam mereka yang membangkang. Apakah ada pemahaman pd anda bahwa ta’at kpd Rasulullah (berarti juga ta’at kpd Allah) dengan pengecualian. Apakah anda akan mengatakan bahwa anda ta’at kpd Rasulullah sepanjang Rasulullah tdk berseberangan dengan Umar r.a.??? Astagfirullah, naudzubillahimindzalik.
    Anda sadari atau tidak, anda sekarang memiliki aqidah 1. bahwa Umar r.a. lebih tahu dari Rasulullah mana yang lebih baik dan buruk untuk umat.
    2. Allah tidak mampu menjaga Rasul-Nya untuk tetap sadar.

    Catatan, Rasulullah saw tidak marah kepada Umar karena mencegahnya dari membuat surat, tapi beliau saw tidak ingin para sahabat berlaku riuh/ribut di dekat beliau yang sedang sakit (“Nabi saw marah” adalah prasangka; dalam hadith tsb tidak dijelaskan bahwa Nabi marah, hanya menyuruh para sahabat untuk keluar ruangan; bisa jadi karena beliau saw merasa tidak nyaman, ada keriuhan/keributan sementara beliau saw sedang sakit berat).

    Oooo..jadi menurut anda membangkang kpd Rasulullah adalah sah2 saja ketika Rasul tidak (menunjukkan) marah atas pembangkangan tsb??.. hmm aqidah baru lagi. Inikah aqidah yang mengaku mengikut sunnah Rasul.??

    3. Adalah murni prasangka saya bahwa Rasulullah saw tidak jadi membuat surat wasiat. Karena menurut saya kalau memang benar Nabi merasa HARUS menuliskan wasiat (dan tentunya Allah menetapkan demikian), niscaya beliau saw dapat meminta ahlul baytnya atau orang kepercayaannya yang lain, setelah para sahabat keluar dari ruangan. Saya sendiri berkeyakinan, jika Allah swt menakdirkan Nabi terakhirnya untuk membuat surat wasiat dalam kondisi kritis tsb, niscaya hal tsb akan terjadi.

    Jadi pemahaman anda pada takdir adalah:
    Semua yang sudah terjadi adalah ketetapana Allah, dan karena itu ketetapan Allah maka yang terjadi adalah yang sesuai kehendak Allah, dan itu berarti semua yang terjadi adalah yang benar, dan yang tidak terjadi adalah yang salah.
    Bagaimana anda menjelaskan kecaman2 Allah di AQ kpd orang2 kafir? Bukankah itu yang terjadi (sesuai dengan ketetapan dan takdir Allah). Jika Allah mengecam bukankah itu berarti Allah tidak setuju, kalau tidak setuju kenapa itu bisa terjadi????
    Apakah anda ingin mengatakan bahwa pembunuhan pada
    para Nabi oleh Yahudi adalah takdir sesuai kehendak Allah?? naudzubillahimindzalik.
    Paham apa ini?? Apakah krn penulisan surat wasiat tidak terjadi maka itu sesuai dengan kehendak Allah? Tidak sadarkah anda atas kesesatan berfikir anda?

    4. Apakah Rasulullah saw tidak jadi menulis surat wasiat lantaran wahyu dari Allah swt, wallahua’lam, karena semua keputusan yang beliau ambil tentunya akan diikuti dengan wahyu.

    Hehehe..lihatlah betapa ambigu dan tidak konsistennya anda.
    Di awal kalimat anda katakan wallahualam (anda tidak mau bersikap), namun kalimat kedua anda katakan semua sikap/perkataan Rasul adalah wahyu.
    Anda paham tidak kenapa anda terjebak dalam keragu2an spt ini?
    1. Karena nafsu anda ingin membela Umar r.a., namun juga
    2. Akal dan ilmu anda mengatakan bhw apa yang dikatakan Rasulullah adalah wahyu.
    Maka keraguan anda hanya bisa sirna jika anda dg ikhlas menerima bhw Rasulullah benar dan Umar r.a saat itu salah. Selesai..!!, dan anda akan menjadi seorang muslim yang ta’at dan jujur.
    Jika tidak, maka silakan anda minta pembelaan/syafaat Umar r.a. nanti di padang masyhar.
    hehehe..paling2 beliau akan berleoas diri dari kejahilan anda.

    Catatan: wahyu yang turun kepada NabiNya tidak selalu harus disampaikan kepada orang lain. Atau menurut Anda semua wahyu harus disampaikan kepada ummat. Rasulullah saw salah karena awalnya bermaksud menulis surat wasiat? Itu adalah persepsi/prasangka Anda dalam membaca tulisan saya, sebagaimana prasangka Anda menuduhkan berbagai macam kepada saya. Dan saya serahkan saja semua persepsi kepada Allah dan kepada masing-masing.

    Saya tidak sekedar berpersepsi, saya sedang menjelaskan konsekuensi dari logika2 anda yang bertabrakan dengan bahkan ilmu dan akal sehat anda sendiri. Jika anda lihat ada yang silakan anda bantah (kalau bisa).
    Semoga kunjungan anda ke blog ini adalah jalan yang Allah berikan bagi anda untuk bisa mencintai Rasulullah dan memuliakan Beliau SAW dengan tanpa syarat.

    Salam damai.

  75. Ralat:
    @1syahadat

    1. Saya meyakini peristiwa ini pernah terjadi. Bahkan menurut saya hikmah pentingnya adalah hadith tsb merupakan konfirmasi otentik bahwa Muhammad saw tidak meninggalkan surat wasiat. Wallahua’lam hal ini mungkin mencegah munculnya manusia yang mengaku-ngaku memiliki surat wasiat dari beliau saw.

    Anda mengakui peristiwa ini terjadi namun disayangkan kefanatikan anda kepada sahabat (atau kebencian anda kpd syi’ah) mengakibatkan anda tidak objektif.
    Bagi saya pribadi bukanlah surat wasiat yang jadi esensi, namun adalah bahwa Rasulullah memiliki wasiat (apakah itu tertulis atau tidak) yang akan menyelamatkan umat. Ini tidak bisa ditolak, krn anda meyakini bhw Rasulullah mengucapkan itu.

    2. Saya sependapat dengan Umar ra, bahwa Rasulullah saw tidak perlu membuat wasiat tertulis dalam kondisi tsb.

    Apakah anda paham konsekuensi dari anda sepaham dengan Umar r.a.? Konsekuensinya adalah anda tidak sepaham dengan Rasulullah dan anda termasuk dalam mereka yang membangkang. Apakah ada pemahaman pd anda bahwa ta’at kpd Rasulullah (berarti juga ta’at kpd Allah) boleh dengan pengecualian. Apakah anda akan mengatakan bahwa anda ta’at kpd Rasulullah sepanjang Rasulullah tdk berseberangan/berbeda dengan Umar r.a.??? Astagfirullah, naudzubillahimindzalik.
    Anda sadari atau tidak, anda sekarang memiliki aqidah 1. bahwa Umar r.a. lebih tahu dari Rasulullah mana/apa yang lebih baik dan buruk untuk umat.
    2. Allah tidak mampu menjaga Rasul-Nya untuk tetap sadar.

    Catatan, Rasulullah saw tidak marah kepada Umar karena mencegahnya dari membuat surat, tapi beliau saw tidak ingin para sahabat berlaku riuh/ribut di dekat beliau yang sedang sakit (“Nabi saw marah” adalah prasangka; dalam hadith tsb tidak dijelaskan bahwa Nabi marah, hanya menyuruh para sahabat untuk keluar ruangan; bisa jadi karena beliau saw merasa tidak nyaman, ada keriuhan/keributan sementara beliau saw sedang sakit berat).

    Oooo..jadi menurut anda membangkang kpd Rasulullah adalah sah2 saja ketika Rasul tidak (menunjukkan) marah atas pembangkangan tsb??.. hmm aqidah baru lagi. Inikah aqidah mereka yang mengaku pengikut sunnah Rasul.??

    3. Adalah murni prasangka saya bahwa Rasulullah saw tidak jadi membuat surat wasiat. Karena menurut saya kalau memang benar Nabi merasa HARUS menuliskan wasiat (dan tentunya Allah menetapkan demikian), niscaya beliau saw dapat meminta ahlul baytnya atau orang kepercayaannya yang lain, setelah para sahabat keluar dari ruangan. Saya sendiri berkeyakinan, jika Allah swt menakdirkan Nabi terakhirnya untuk membuat surat wasiat dalam kondisi kritis tsb, niscaya hal tsb akan terjadi.

    Jadi pemahaman anda pada takdir adalah:
    Semua yang sudah terjadi adalah ketetapana Allah, dan karena itu ketetapan Allah maka yang terjadi adalah yang sesuai kehendak Allah, dan itu berarti semua yang terjadi adalah yang benar, dan yang tidak terjadi adalah yang salah.
    Bagaimana anda menjelaskan kecaman2 Allah di AQ kpd orang2 kafir? Bukankah itu yang terjadi (sesuai dengan ketetapan dan takdir Allah). Jika Allah mengecam bukankah itu berarti Allah tidak setuju, kalau tidak setuju kenapa itu bisa terjadi????
    Apakah anda ingin mengatakan bahwa pembunuhan pada
    para Nabi oleh Yahudi adalah takdir sesuai kehendak Allah?? naudzubillahimindzalik.
    Paham apa ini?? Apakah krn penulisan surat wasiat tidak terjadi maka itu sesuai dengan kehendak Allah? Tidak sadarkah anda atas kesesatan berfikir anda?

    4. Apakah Rasulullah saw tidak jadi menulis surat wasiat lantaran wahyu dari Allah swt, wallahua’lam, karena semua keputusan yang beliau ambil tentunya akan diikuti dengan wahyu.

    Hehehe..lihatlah betapa ambigu dan tidak konsistennya anda.
    Di awal kalimat anda katakan wallahualam (anda tidak mau bersikap), namun kalimat kedua anda katakan semua sikap/perkataan Rasul adalah wahyu.
    Bagaimana anda memahami niat baik beliau untuk menyelamatkan umat dengan meninggalkan wasiat apakah itu wahyu?
    Anda paham tidak kenapa anda terjebak dalam keragu2an spt ini?
    1. Karena nafsu anda ingin membela Umar r.a., namun juga
    2. Akal dan ilmu anda mengatakan bhw apa yang dikatakan Rasulullah adalah wahyu.
    Maka keraguan anda hanya bisa sirna jika anda dg ikhlas menerima bhw Rasulullah benar dan Umar r.a saat itu salah. Selesai..!!, dan anda akan menjadi seorang muslim yang ta’at dan jujur.
    Jika tidak, maka silakan anda minta pembelaan/syafaat Umar r.a. nanti di padang masyhar.
    hehehe..paling2 beliau akan berleoas diri dari kejahilan anda.

    Catatan: wahyu yang turun kepada NabiNya tidak selalu harus disampaikan kepada orang lain. Atau menurut Anda semua wahyu harus disampaikan kepada ummat. Rasulullah saw salah karena awalnya bermaksud menulis surat wasiat? Itu adalah persepsi/prasangka Anda dalam membaca tulisan saya, sebagaimana prasangka Anda menuduhkan berbagai macam kepada saya. Dan saya serahkan saja semua persepsi kepada Allah dan kepada masing-masing.

    Saya tidak sekedar berpersepsi, saya sedang menjelaskan konsekuensi dari logika2 anda yang bertabrakan dengan bahkan ilmu dan akal sehat anda sendiri. Jika anda lihat ada yang silakan anda bantah (kalau bisa).
    Semoga kunjungan anda ke blog ini adalah jalan yang Allah berikan bagi anda untuk bisa mencintai Rasulullah dan memuliakan Beliau SAW dengan tanpa syarat.

    Salam damai.

  76. @truthseeker

    Maka keraguan anda hanya bisa sirna jika anda dg ikhlas menerima bhw Rasulullah benar dan Umar r.a saat itu salah. Selesai..!!, dan anda akan menjadi seorang muslim yang ta’at dan jujur.

    Sayangnya, mereka tidak akan melakukannya.

    Jika tidak, maka silakan anda minta pembelaan/syafaat Umar r.a. nanti di padang masyhar.

    Sayangnya, mereka akan melakukannya.

    Salam

  77. @All

    Silahkan Anda baca kitab Imam Bukhari, bahwa Ibnu Abbas ra hanyalah perawi hadith dalam hadith Kamis Kelabu tsb. Ibnu Abbas tidak termasuk sahabat yang sedang menjenguk Nabi saw saat itu. Lagi pula Ibnu Abbas sebetulnya bukan berbeda pendapat dengan Umar ra. Coba Anda pahami kata-kata Ibnu Abbas yang mengomentari peristiwa tsb (ingat, beliau bukan saksi/pelaku sejarahnya): “Sungguh sangat disayangkan bahwa Rasulullah (saw) sampai tercegah dari menuliskan wasiat karena perselisihan dan keributan tsb”. Adalah perselisihan/keributan itu yang disayangkan oleh Ibnu Abbas ra.

    Dalam konteks ini, Saya cenderung sependapat dgn Umar ra. Saya tegaskan bahwa Saya tidak berada dalam situasi tsb, sehingga pendapat Saya hanya murni prasangka (berprasangka baik thd Umar ra, sebagaimana sebagian orang berprasangka buruk thd beliau). Dan alasan Saya sbb:

    Nabi saat itu sedang sakit payah. Terbayangkah Anda akan seperti apa surat wasiat seorang Nabi? Beliau saw mungkin akan menuliskan wasiatnya sebagai pribadi/individu (mungkin ini bisa menjelaskan status tanah fadak, wallahua’lam), sebagai pemimpin agama, juga sebagai pemimpin negara. Seperti apa panjangnya surat wasiat tsb, dan jika seseorang sudah dalam kondisi sakit payah, mungkin akan menjadi beban baginya. Orang mungkin bisa bersu’udzon, bahwa Umar tidak mencintai Nabi saw, bahwa ia memiliki maksud buruk dengan menghalangi beliau saw menulis surat wasiat. Namun saya berhusnudzon kepadanya, bahwa Umar ra mengucapkan “cukuplah Kitabullah” karena tidak tega Nabi yang sedang sakit payah harus berkonsentrasi memikirkan tulisan di surat wasiatnya. Sehingga segala sesuatu yang perlu diselesaikan sepeninggal Nabi saw bisa diselesaikan dengan berhukum kepada Al Quran sebagai pedoman pokoknya. Wallahua’lam. Dan saya berlepas dari su’udzon semua pihak disini, biarlah Allah menyegerakan ketetapanNya.

    Kalau dengan itu Saya dikatakan mencintai Umar ra, insyaAllah memang demikian adanya. Kalau dengan itu Saya dipandang sebagai pembangkang, tidak cinta kepada Nabi saw, itu saya kembalikan kepada Allah, karena itu adalah logika yang didasarkan pada persepsi masing-masing. Saya hanya bisa mengatakan: Apakah Nabi saw pernah mengatakan bahwa Umar adalah pembangkang lantaran itu? Apakah Nabi marah karena Umar mencegahnya dari menulis surat wasiat? Wahai saudaraku, cobalah baca hadithnya seobyektif mungkin, tanpa menggunakan prasangka (buruk). Tidak dijelaskan itu semua, kecuali hanya prasangka.

    Jadi, terlalu jauh rasanya kalau saya dianggap menunggu syafa’at Umar di hari akhir karena hal tsb. Terlalu jauh prasangkanya. Saya tidak tahu apa isi hati/isi kepala orang lain, apakah itu isi kepala Nabi, Umar, Anda, dan siapapun. Melainkan hanya prasangka/persepsi Saya saja kepada masing-masing. Demikian pula Anda, tidak tahu apa isi hati/isi kepala orang lain, setidaknya isi hati/isi kepala Anda, melainkan hanya prasangka/persepsi, bahkan stigmatisasi. Apakah saya sunni? Demi Allah, Saya tidak merasa kalau Saya sunni, juga bukan syiah. Saya muslim – titik. Apakah saya membenci syiah? Mungkin sebaliknya, malah syiah yang membenci saya? Wallahua’lam, biarlah ketetapan Allah saja yang akan berlaku, dan kita semua akan lihat kelak di padang mahsyar 🙂

    Saya juga melihat masih ada yang belum bisa membedakan bahwa hadith tsb hanya terkait dengan wasiat tertulis (SURAT WASIAT). Bahwa peristiwa tsb ada hikmahnya, tidak pernah ada orang yang mengaku-ngaku memegang surat wasiat Nabi saw, kemudian disalahgunakan, dikeramatkan dsb, insyaAllah demikian. Sementara wasiat yang tidak tertulis, tentu banyak. InsyaAllah jika kita sedang menjalankan Islam dengan sebaik-baiknya, sesungguhnya kita sedang menjalankan salah satu wasiat utamanya. Atau masih ada yang mau membantah hal ini?

    Terakhir, Saya tegaskan sekali lagi bahwa Saya memang sedang berprasangka, bahwa Muhammad saw adalah Nabi/Rasul terakhir, bukan Nabi/Rasul yang masih memiliki Nabi/Rasul penerus. Jika sampai Allah swt berkehendak Nabi Muhammad saw SEHARUSNYA memiliki sebuah surat wasiat, maka Dia/Allah PASTI akan mewujudkan hal tsb, dan tidak ada sesuatu/seorangpun yang dapat mencegahnya, termasuk seorang Umar bin Khaththab. Adalah tragis jika sampai Allah berkehendak Nabi terakhirnya memiliki surat wasiat, namun ternyata tidak terwujud, apa lagi hanya karena ulah seorang Umar. Selanjutnya Saya serahkan kepada Anda sekalian, bagaimana Anda menyikapi prasangka Saya. Tapi setidaknya Saya berharap, cobalah dipikirkan dengan jernih, dengan membuang dulu jauh-jauh semua prasangka yang buruk-buruk.

    Wallahua’lam, terima kasih.

  78. Ralat di bagian *), silahkan mendelete postingan Saya sebelumnya untuk menghemat space.

    @All

    Silahkan Anda baca kitab Imam Bukhari, bahwa Ibnu Abbas ra hanyalah perawi hadith dalam hadith Kamis Kelabu tsb. Ibnu Abbas tidak termasuk sahabat yang sedang menjenguk Nabi saw saat itu. Lagi pula Ibnu Abbas sebetulnya bukan berbeda pendapat dengan Umar ra. Coba Anda pahami kata-kata Ibnu Abbas yang mengomentari peristiwa tsb (ingat, beliau bukan saksi/pelaku sejarahnya): “Sungguh sangat disayangkan bahwa Rasulullah (saw) sampai tercegah dari menuliskan wasiat karena perselisihan dan keributan tsb”. Adalah perselisihan/keributan itu yang disayangkan oleh Ibnu Abbas ra.

    Dalam konteks ini, Saya cenderung sependapat dgn Umar ra. Saya tegaskan bahwa Saya tidak berada dalam situasi tsb, sehingga pendapat Saya hanya murni prasangka (berprasangka baik thd Umar ra, sebagaimana sebagian orang berprasangka buruk thd beliau). Dan alasan Saya sbb:

    Nabi saat itu sedang sakit payah. Terbayangkah Anda akan seperti apa surat wasiat seorang Nabi? Beliau saw mungkin akan menuliskan wasiatnya sebagai pribadi/individu (mungkin ini bisa menjelaskan status tanah fadak, wallahua’lam), sebagai pemimpin agama, juga sebagai pemimpin negara. Seperti apa panjangnya surat wasiat tsb, dan jika seseorang sudah dalam kondisi sakit payah, mungkin akan menjadi beban baginya. Orang mungkin bisa bersu’udzon, bahwa Umar tidak mencintai Nabi saw, bahwa ia memiliki maksud buruk dengan menghalangi beliau saw menulis surat wasiat. Namun saya berhusnudzon kepadanya, bahwa Umar ra mengucapkan “cukuplah Kitabullah” karena tidak tega Nabi yang sedang sakit payah harus berkonsentrasi memikirkan tulisan di surat wasiatnya. Sehingga segala sesuatu yang perlu diselesaikan sepeninggal Nabi saw bisa diselesaikan dengan berhukum kepada Al Quran sebagai pedoman pokoknya. Wallahua’lam. Dan saya berlepas dari su’udzon semua pihak disini, biarlah Allah menyegerakan ketetapanNya.

    Kalau dengan itu Saya dikatakan mencintai Umar ra, insyaAllah memang demikian adanya. Kalau dengan itu Saya dipandang sebagai pembangkang, tidak cinta kepada Nabi saw, itu saya kembalikan kepada Allah, karena itu adalah logika yang didasarkan pada persepsi masing-masing. Saya hanya bisa mengatakan: Apakah Nabi saw pernah mengatakan bahwa Umar adalah pembangkang lantaran itu? Apakah Nabi marah karena Umar mencegahnya dari menulis surat wasiat? Wahai saudaraku, cobalah baca hadithnya seobyektif mungkin, tanpa menggunakan prasangka (buruk). Tidak dijelaskan itu semua, kecuali hanya prasangka.

    Jadi, terlalu jauh rasanya kalau saya dianggap menunggu syafa’at Umar di hari akhir karena hal tsb. Terlalu jauh prasangkanya. Saya tidak tahu apa isi hati/isi kepala orang lain, apakah itu isi kepala Nabi, Umar, Anda, dan siapapun. Melainkan hanya prasangka/persepsi Saya saja kepada masing-masing. Demikian pula Anda, tidak tahu apa isi hati/isi kepala orang lain, setidaknya isi hati/isi kepala “Saya”*) (sebelumnya tertulis “Anda”), melainkan hanya prasangka/persepsi, bahkan stigmatisasi. Apakah saya sunni? Demi Allah, Saya tidak merasa kalau Saya sunni, juga bukan syiah. Saya muslim – titik. Apakah saya membenci syiah? Mungkin sebaliknya, malah syiah yang membenci saya? Wallahua’lam, biarlah ketetapan Allah saja yang akan berlaku, dan kita semua akan lihat kelak di padang mahsyar 🙂

    Saya juga melihat masih ada yang belum bisa membedakan bahwa hadith tsb hanya terkait dengan wasiat tertulis (SURAT WASIAT). Bahwa peristiwa tsb ada hikmahnya, tidak pernah ada orang yang mengaku-ngaku memegang surat wasiat Nabi saw, kemudian disalahgunakan, dikeramatkan dsb, insyaAllah demikian. Sementara wasiat yang tidak tertulis, tentu banyak. InsyaAllah jika kita sedang menjalankan Islam dengan sebaik-baiknya, sesungguhnya kita sedang menjalankan salah satu wasiat utamanya. Atau masih ada yang mau membantah hal ini?

    Terakhir, Saya tegaskan sekali lagi bahwa Saya memang sedang berprasangka, bahwa Muhammad saw adalah Nabi/Rasul terakhir, bukan Nabi/Rasul yang masih memiliki Nabi/Rasul penerus. Jika sampai Allah swt berkehendak Nabi Muhammad saw SEHARUSNYA memiliki sebuah surat wasiat, maka Dia/Allah PASTI akan mewujudkan hal tsb, dan tidak ada sesuatu/seorangpun yang dapat mencegahnya, termasuk seorang Umar bin Khaththab. Adalah tragis jika sampai Allah berkehendak Nabi terakhirnya memiliki surat wasiat, namun ternyata tidak terwujud, apa lagi hanya karena ulah seorang Umar. Selanjutnya Saya serahkan kepada Anda sekalian, bagaimana Anda menyikapi prasangka Saya. Tapi setidaknya Saya berharap, cobalah dipikirkan dengan jernih, dengan membuang dulu jauh-jauh semua prasangka yang buruk-buruk.

    Wallahua’lam, terima kasih.

  79. khusnudzon ada pahalanya, sedangkan suudzon ada dosanya.. mending pilih khusnudzon aaahh.. 🙂

  80. *geleng2 kepala*
    Apa pada sadar tidak mereka dengan konsekuensi berprasangka baik kepada Umar r.a. = berprasangka buruk kepada Rasul.
    Pasti dibantah, bahwa kami berprasangka baik kepada Umar. .r.a. dan Rasul sekaligus… :mrgreen:
    Mereka tidak akan paham bahwa berprasangka Umar yang benar maka Rasul salah.

    Saya sih tidak mau berpanjang2 karena ini adalah pilihan. Kalian bisa memilih Rasul benar = Umar r.a. dimana memang Umar r.a. bisa saja salah.
    Atau kalian bisa memilih Rasul ketika itu salah (mengigau, tidak memahami kemampuan diri dll) dan Umar r.a. benar.

    Jadi saudara paiman2, jika anda konsisten dengan konsep maka anda pun harus berprasangka baik dengan mereka2 yang berbuat salah.

    Oyya, saya mau jelaskan sedikit tentang apa itu berprasangka.
    Berprasangka adalah menilai (membuat penilaian) atas sesuatu yang tidak zahir.

    Ketika saya memutuskan bahwa Rasul benar dan Umar r.a. salah maka itu bukan termasuk dalam berprasangka buruk kpd Umar r.a.
    Saya dikatakan berprasangka buruk kepada Umar r.a. jika saya melanjutkan analisa saya tentang apa yang mendasari (alam pikiran) Umar .r.a melakukan hal tsb (ketika Umar r.a tidak pernah menzahirkan/mengatakannya.

    Semoga paham yang dimaksud berprasangka dan tidak sembarang bangga dengan khusnudzon dan su’udzon… :mgreen:
    Kalau 1 syahadat memang sebagia besar dalilonya adalah prasangka, sedang saya sedang komentar yang zahir saja, tidak sedang berprasangka, (baik maupun buruk).
    Salam damai

  81. Saudaraku,

    Bantahan saya tidak seperti itu (kami berprasangka baik kepada Umar ra dan juga Rasulullah). Malah ini bukti zahir bahwa sekali lagi Anda masih berkutat di prasangka (buruk?).

    Bantahan Saya adalah: Anda berpijak pada logika yang didasarkan pada prasangka. Bahwa kalau tidak A, pasti cuma berarti A’.

    Kalau sebelumnya Saya akui bahwa Saya menggunakan prasangka, sekarang Saya coba menggunakan logika dengan sebuah analogi sederhana, yang mungkin akan dibantah lagi (di bagian ini Saya berprasangka lagi 🙂 ). Jika Anda mencintai seseorang, misalnya saja, anak Anda ataupun keponakan Anda, yang masih kecil, batita/balita (mohon jangan melihat kemampuan mengambil keputusan berdasarkan usia, Saya yakin Anda paham dengan yang Saya maksud), jika si anak ingin bermain korek api, atau pisau, kalau Anda benar-benar mencintai/menyayanginya, apakah Anda akan memenuhi permintaan si anak tsb? Apakah kalau kita tidak memenuhi permintaan si anak karena kita memandang kondisinya saat itu belum “capable” untuk bermain korek api/pisau, berarti kita tidak mencintai/menyayangi si anak? Sekali lagi Saya yakin dengan kemampuan bernalar Anda (sekalian), sehingga tidak perlu mengeluarkan bantahan konyol seperti “Rasulullah disamakan dengan anak kecil dan Umar adalah orang dewasa”, ataupun yang semacamnya. Ingat, konteks yang ada pada saat itu adala: Nabi sedang sakit payah.

    Satu pertanyaan Saya yang dari awal belum terjawab: Apa alasan Nabi saw untuk tidak jadi membuat SURAT WASIAT? Padahal para sahabat yang membuat keriuhan sudah keluar dari ruangan. Karena sebetulnya bisa saja beliau saw meminta ahlul baytnya, atau orang kepercayaan beliau lainnya (misalnya Ali ra yang terpelajar dan cerdik cendekia) untuk membuat SURAT WASIAT beliau. Apakah setelah para sahabat keluar ruangan kondisi Nabi saw begitu memburuknya sehingga tidak bisa melanjutkan kehendaknya untuk menuliskan surat wasiat? Apakah Nabi langsung kehilangan kesadaran (pingsan/koma), dsb? Mohon ada yang sudi menjawab. Karena jika setelah itu kondisi Nabi saw langsung drop, Saya malah jadi tambah yakin dengan pendapat Umar ra, bahwa Nabi saw sedang tidak dalam kondisi yang baik untuk berpikir keras seperti menuangkan surat wasiat.

    Terima kasih.

  82. @1syahadat

    Saudaraku, sebelum saya lanjutan, saya ingin memastikan bahwa saudara paham ilmu logika, apakah saudara paham?

    Sekali lagi Saya yakin dengan kemampuan bernalar Anda (sekalian), sehingga tidak perlu mengeluarkan bantahan konyol seperti “Rasulullah disamakan dengan anak kecil dan Umar adalah orang dewasa”, ataupun yang semacamnya.

    Bantahan kami tidaklah akan seperti itu, bantahan kami bersifat mendasar.
    Jika anda paham yang dimaksud dengan analogi maka anda akan berhati2 dalam mebuat analogi, dan tentunya ketika anda membuat analogi maka anda tidak kuatir ketika analogi tsb diterapkan/dibandingkan dengan yang dianalogikan. Jika anda enggan dibandingkan dengan yang anda analogikan maka itu bukanlah analogi (hanya sekedar cerita kosong yang tidak berkaitan).
    Saya akan tunjukkan kesewenang2an anda dalam membuat analogi.
    1. Anda menganalogikan kondisi kesehatan Rasul yang buruk adalah kondisi sebagaimana anak2 yang tidak paham apa yang sedang dilakukannya (baik bahaya dan mudharatnya). Ingat saya tidak membandingkan Rasulullah sebagai anak kecil, namun sebagai sifat bawaan orang yang sakit keras dan sifat bawaan anak kecil. Kalau pembandingan inipun dilarang maka saya tidak memahami apa yang anda maksud dengan analogi.
    Tidak masuk akal saya, pada saat yang bersamaan anda sedang melakukan analogi, namun pada saat yang bersamaan anda melarang saya membandingkan.. :mrgreen: Kalaulah anda tidak mampu membuat analogi, ya mbok jangan dipaksakan.

    2. Pada posisi Rasul ada kewajiban Umar r.a. untuk ta’at kepada Rasul, sedang pada posisi Bapak dan anak adalah sebaliknya. Jadi semestinya anda memposisikan Rasul sbg bapak, dan Umar r.a. sebagai anak kecil.

    3. Anda selalu berulang2 menyatakan (berprasangka) bahwa Rasul sakit keras (yang mana tidak mampu membuat keputusan2), pemikiran ini darimana?? Rasul adalah maksum, Rasul dijaga oleh Allah, Rasul paham betul kemampuan Beliau, Rasul adalah Amanah. Semua aqidah kepada Rasul menjadi gugur dengan oemahaman anda (koq bisa anda tidak sadari ini).

    Memangnya kenapa kalau Rasul mereka menulis wasiat Rasul? Darimana anda memastikan bahwa Rasul akan menyampaikan wasiat yang panjang?? prasangka??
    Kalau memang Umar .r.a kuatir akan kesehatan Rasul, kenapa bukan kesehatan yang dijadikan argumen, kenapa cukup Kitabullah, seolah2 Umar r.a. sudah tahu apa yang akan diwasiatkan.
    Jika cukup Kitabullah bukan sama saja Umar r.a. menolak sunnah? menolak hadits Tsaqalain?

    Satu pertanyaan Saya yang dari awal belum terjawab: Apa alasan Nabi saw untuk tidak jadi membuat SURAT WASIAT?

    Sudah dijawab jauh2 hari sebelumnya. Anda saja terlalu asik dengan pikiran anda sendiri sehingga tidak menyimak.
    Bahkan banyak dari pertanyaan saya yang anda tidak jawab.. :mrgreen:

    Pesan saya: Jangan main analogi jika tidak paham apa itu analogi.
    Salam damai.

  83. @1syahadat

    Ada beberapa hal yang saya simpulkan tentang anda:

    1. Anda suka berprasangka namun anda tidak paham apa itu prasangka, dan bagaimana kedudukannya dalam diskusi.

    2. Anda suka membuat analogi namun anda tidak paham apa itu analogi.

    3. Anda suka membuat statement absurd, tanpa memahami bahwa setiap statement mempunyai konsekuensi logisnya.

    4. Anda ingin semua tulisan/pertanyaan anda ditanggapi, namun anda tidak menanggapi tanggapan/pertanyaan orang lain.

    😀

    Salam damai

  84. @Truthseeker

    Tidak apa-apa dengan kesimpulan Anda yang sepenuhnya menjadi hak Anda. Bagi Saya itu ya prasangka Anda sendiri saja. Biarkan masing-masing memiliki prasangka sendiri, Saya kembalikan kepada Allah swt.

    Mengenai jawaban atas pertanyaan Saya, mohon maaf, sungguh Saya sebetulnya merasa sudah menyimak, dan setelah Anda bilang sudah dijawab – Saya coba baca lagi, tapi masih tidak ketemu. Kekurangan Saya sebagai manusia biasa, sepertinya. Mohon bisa ditunjukkan, atau dijawab lagi?
    Juga ditunjukkan mana pertanyaan kepada Saya yang belum dijawab.

    Saay juga mohon maklum atas kedangkalan pemahaman Saya tentang analogi. Karena memang baru setingkat itu sajalah yang Saya pahami. Daripada mencela saja, mungkin bisa gantian, Anda bisa kasih contoh analogi sederhana yang tepat, sehingga Saya bisa tergugah dan memahami logika Anda yang mungkin tidak terjangkau oleh kemampuan bernalar Saya? Sepemahaman Saya tidak ada analogi yang bisa disetarakan persis, karena analogi adalah seperti jembatan keledai, penyederhanaan bahasa agar lebih mudah dipahami, dan sering juga dipakai peribahasa. “Seperti musuh dalam selimut”, misalnya, tidak akan pernah masuk logika kalau kita berpikir dalam kerangka “Untuk apa musuh masuk-masuk ke dalam selimut?” (Maaf, saya berprasangka dan beranalogi lagi sekarang. Mungkin akan dibantah lagi).

    Wallahua’lam dan terima kasih. Saya juga tidak mengapa jika pada ujungnya nanti kita mencapai kesepakatan untuk tidak sepakat. 🙂

  85. @1syahadat

    Coba kita lihat lagi riwayat yg disodorkan SP

    Dari Ibnu Abbas yang berkata “Ketika ajal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah hampir tiba dan di dalam rumah beliau ada beberapa orang diantara mereka adalah Umar bin Khattab. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “berikan kepadaku, aku akan menuliskan untuk kalian wasiat, agar kalian tidak sesat setelahnya”. Kemudian Umar berkata “sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dikuasai sakitnya dan di sisi kalian ada Al-Qur’an, cukuplah untuk kita Kitabullah” kemudian orang-orang di dalam rumah berselisih pendapat. Sebagian dari mereka berkata, “berikan apa yang dipinta Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Agar beliau menuliskan bagi kamu sesuatu yang menghindarkan kamu dari kesesatan”. Sebagian lainnya mengatakan sama seperti ucapan Umar. Dan ketika keributan dan pertengkaran makin bertambah di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata “menyingkirlah kalian” Ubaidillah berkata Ibnu Abbas selalu berkata “musibah yang sebenar-benar musibah adalah penghalangan antara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan penulisan wasiat untuk mereka disebabkan keributan dan perselisihan mereka”

    Fakta-faktanya lbh baik sy uraikan;

    (1) Di dalam rumah Nabi saw ada beberapa sahabat, termasuk Umar

    (2) Nabi saw menjelang ajal.

    (3) Nabi saw meminta (alat tulis) agar beliau bisa menuliskan sebuah wasiat

    (4) Wasiat yg agar para sahabat tidak akan tersesat selama-lamanya

    Sebuah wasiat yg pasti sangat luar biasa. Jika wasiat ini tdk tersampaikan, maka para sahabat bisa tersesat.

    (5) Umar melarang untuk memberikan kepada Nabi saw (alat tulis)

    Tidakkah anda sadar bahwa Umar telah mencegah Nabi saw dari menyampaikan sebuah wasiat yg sangat luar biasa? Wasiat menjelang ajal beliau?

    Tidakkah anda sedih jika kemudian Nabi saw wafat tanpa sempat menuliskan wasiat beliau?

    (6) Umar mengatakan bahwa Nabi saw dikuasai oleh sakit beliau.

    Tidakkah anda melihat bahwa Umar seakan-akan lebih paham dari Nabi saw tentang penyakit beliau? Jika Umar bertanya kepada Nabi saw terlebih dulu msh lebih baik. Tapi tidak dilakukannya. Umar langsung menyebarkan keraguan.

    (7) Umar mengatakan bahwa cukuplah Kitabullah.

    Tidakkah anda heran sekonyong2 Umar mengatakan “cukuplah Kitabullah?” Darimana gagasan ini muncul kalau tdk Umar sdh menduga apa isi wasiat tsb? Bisakah anda menjelaskan ini?

    (8) Sahabat berselisih dan membuat kegaduhan

    Umar telah berhasil menyebarkan keraguan

    (9) Nabi saw mengusir para sahabat

    Sahabat diusir oleh Nabi saw dari rumah Nabi saw? Bagaimana jika anda dan teman-teman anda berselisih dan membuat gaduh di rumah guru anda yg sangat anda hormati kemudian diusir oleh guru anda?

    Apakah perlu kata-kata marah dalam periwayatan ini wahai 1syahadat? Jika anda menganggap hal ini biasa2 saja, maka sdh pasti aqidah kita berbeda.

    (10) Ibnu Abbas berkata “musibah yang sebenar-benar musibah adalah penghalangan antara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan penulisan wasiat untuk mereka disebabkan keributan dan perselisihan mereka”

    Bacalah kembali wahai 1syahadat. Musibah….Musibah….Musibah….Tidakkah anda faham bahwa itu musibah? Tidakkah anda faham?

    Salam

  86. @armand

    Saya sampaikan saja apa yang Saya dapati (ketik ulang) dari kitab hadith yang ada pada Saya, tanpa menyadur dari SP, tanpa mengurangi rasa hormat Saya kepada beliau pemilik blog. Sebelumnya mohon maaf, karena jadi panjang.

    Saya dapati setidaknya ada 6 hadith tentang Kamis Kelabu dari kitab sahihain sbb:

    Said bin Jubair meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata: Kamis, (lalu kemudian berkata): Ada apa dengan hari Kamis itu? Ia (Ibnu Abbas) kemudian menangis tersedu-sedu hingga air matanya mengalir seperti butiran kerikil. Aku (Sa’id) berkata: Wahai Ibnu Abbas, ada apa (yang begitu penting) di hari Kamis? Ia (Ibnu Abbas) berkata: Sakitnya Rasulullah (saw) mencapai kondisi yang serius (pada hari itu), dan kemudian beliau (saw) berkata: Datanglah padaku, sehingga aku dapat menuliskan untuk kalian wasiat yang tidak membuat kalian tersesat sepeninggalku. Mereka (sahabat) berselisih, dan tidaklah pantas berselisih di hadapan Nabi. Mereka (sahabat) berkata: Bagaimana keadaan beliau (Nabi saw)? Apakah beliau telah hilang kesadarannya? Cobalah dengarkan beliau (sekarang ini). Beliau (Nabi saw) berkata: Tinggalkan aku. Aku dalam kondisi yang lebih baik (daripada yang kalian perselisihkan itu). Aku membuat wasiat untuk 3 perkara: Singkirkan kemusyrikan dari jazirah Arab, tunjukkan keramahan kepada rombongan asing sebagaimana aku menunjukkan keramahan kepada mereka. Ia (perawi) berkata: Ia (Ibnu Abbas) diam pada bagian yang ketiga, atau ia (perawi) berkata: Tapi Aku sudah lupa. Hadith Imam Muslim #4014.

    Said bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia (IbnuAbbas) berkata: Hari Kamis, dan ada apa dengan hari Kamis itu? Kemudian air matanya mulai menetes sampai aku melihat di pipinya laksana untaian mutiara. Ia (perawi) berkata bahwa Rasulullah (saw) berkata: Bawakan aku sebuah alas tulis (meja) dan wadah tinta, sehingga aku dapat menuliskan untuk kalian wasiat (yang mana bila kalian mengikutinya) kalian tidak akan pernah tersesat. Mereka (sahabat) berkata: Rasulullah (saw) dalam keadaan tidak sadarkan diri. Hadith Imam Muslim #4015.

    Berkata Ubaidillah bin Abdullah: Ibnu Abbas berkata: Ketika sakitnya Rasulullah (saw) memburuk, beliau (saw) berkata: Berikan padaku kertas dan aku akan menuliskan untuk kalian wasiat yang mana jika kalian mengikutinya kalian tidak akan tersesat. Tapi Umar berkata: Nabi sedang sakit payah, dan kami memiliki Kitabullah pada kami dan cukuplah itu untuk kami. Tapi para sahabat berselisih tentang hal ini dan ada keriuhan dan keributan. Karena itu Nabi berkata kepada mereka: Pergilah (dan tinggalkan aku sendiri). Tidaklah pantas kalian bertengkar di hadapanku. Ibnu Abbas berkata: Adalah sungguh sangat disayangkan bahwa Rasulullah (saw) sampai tercegah dari menuliskan wasiat untuk mereka karena perselisihan dan keributan mereka”. Hadith Imam Bukhari #114.

    Berkata Said bin Jubair: Ibnu Abbas berkata: Kamis. Ada (kejadian penting) yang terjadi pada hari Kamis. Kemudian ia mulai menangis hingga air matanya membasahi tanah. Kemudian ia (Ibnu Abbas) berkata: Pada hari Kamis, sakitnya Rasulullah makin memburuk dan beliau (saw) berkata: Ulurkan padaku alat tulis sehingga aku bias meninggalkan wasiat tertulis yang mana jika kalian mengikutinya kalian tidak akan pernah tersesat. Orang-orang (yang hadir) berselisih mengenai hal ini dan mereka tidak pantas berselisih di depan Nabi. Mereka berkata: Rasulullah sedang sakit payah. Nabi (saw) berkata: Tinggalkan aku sendiri, karena kondisiku saat ini lebih baik dari apa yang kalian katakana tentang aku. Nabi (saw) di atas ranjang kepergiannya memberikan 3 perintah berbunyi: Usir musyrikin dari jazirah Arab, hormati dan berilah hadiah bagi rombongan asing sebagaimana kalian melihatku berlaku demikian kepada mereka. Aku lupa yang ketiga (Yaqub bin Muhammad berkata: Aku bertanya kepada Al Mughira bin Abdurrahman tentang jazirah Arab dan ia berkata: Itu termasuk Makkah, Madinah, Al Yamama dan Yaman. Yaqub menambahkan: dan Al Arj, di depan Tihama. Hadith Imam Bukhari #288.

    Berkata Said bin Jubair bahwa ia mendengar Ibnu Abbas berkata: Jumat. Dan tahukan engkau ada apa dengan hari Kamis itu? Setelah itu Ibnu Abbas menangis hingga batu di atas tanah dibasahi air matanya. Karena itu aku (Said) bertanya kepada Ibnu Abbas: Ada apa dengan hari Kamis itu? Ia (Ibnu Abbas) berkata: Ketika kondisi (kesehatan) Rasulullah memburuk, beliau (saw) berkata: Bawakan aku tulang pundak (alat untuk menulis), sehingga aku dapat menuliskan sesuatu untuk kalian yang mana jika kalian mengikutinya maka kalian tidak akan pernah tersesat. Orang-orang berselisih mengikuti pendapatnya masing-masing meskipun tidak pantas untuk berselisih di depan Nabi (saw). Mereka berkata: Ada apa dengan beliau? Apakah beliau mengigau? Tanyakan kepada beliau. Nabi (saw) menjawab: Tinggalkan aku karena aku dalam kondisi yang lebih baik dari yang kalian tanyakan padaku. Kemudian Nabi memerintahkan mereka untuk mengerjakan 3 perkara yaitu: Singkirkan kaum musyrikin dari jazirah Arab, tunjukkan sikap hormat kepada rombongan asing dengan memberi mereka hadiah sebagaimana yang kulakukan. Salah seorang perawi menambahkan: Yang ketiga adalah sesuatu yang baik dimana Ibnu Abbas tidak menyebutkannya, atau ia (Ibnu Abbas) menyebutkannya tapi aku lupa. Hadith Imam Bukhari #393.

    Berkata Ibnu Abbas: Kamis. Dan betapa pentingnya hari Kamis itu. Sakitnya Rasulullah (saw) makin memburuk (pada hari Kamis itu) dan beliau (saw) berkata: Ulurkan padaku sesuatu sehingga aku dapat menuliskan untuk kalian sesuatu yang mana jika kalian mengikutinya kalian tidak akan pernah tersesat. Orang-orang (yang hadir) berselisih tentang hal ini, dan adalah tidak pantas berselisih di depan seorang Nabi. Beberapa diantaranya berkata: Ada apa dengan beliau? (Apakah engkau mengira) beliau mengigau (karena sakit parah)? Tanyakan kepada beliau (untuk mengetahui kondisi beliau). Maka mereka mendekati Nabi (saw) dan bertanya lagi kepada beliau. Nabi (saw) berkata: Tinggalkan aku, karena kondisiku saat ini lebih baik daripada yang kalian katakan tentang aku. Kemudian beliau (saw) memerintahkan mereka untuk mengerjakan 3 perkara. Beliau berkata: Singkirkan kaum musyrikin dari jazirah Arab, hormati dan berilah hadiah kepada rombongan asing sebagaimana kalian melihatku berlaku demikian kepada mereka (Said bin Jubair, salah seorang perawi berkata bahwa Ibnu Abbas terdiam ketika sampai pada urutan yang ketiga, atau ia berkata: Aku lupa. Hadith Imam Bukhari #716.

    Cobalah dibaca, dirasakan nuansa kelabunya dan menangislah. Bukan lagi masalah surat wasiat, bukan lagi masalah Umar, bukan lagi masalah riuhnya para sahabat. Bukan itu semua. Melainkan betapa langit dan bumi saat itu sedang menangis mengetahui seorang manusia terbaik, penghulu para Nabi, pemimpin ummat yang terbesar, yang dinanti-nantikan syafa’atnya di hari ketika tiada sesuatu pun yang bisa menolong kita, yang mana Allah swt Sang Raja Diraja pun sampai bershalawat kepada beliau, Rasulullah saw sedang kepayahan menjelang ajalnya…

    Sampai disini, Saya benar-benar kehabisan kata-kata untuk sekarang ini.. Maaf, Saya hanya bisa mendoakan Semoga hadith-hadith tsb dapat kita baca dengan hati yang jernih, lapang, ikhlash, jauh dari prasangka buruk apapun. Singkirkan dulu logika, gunakanlah dahulu hati. Lembutkan dulu hati, baru kembalilah berlogika.

    Ya Rabb, Yang membolak balikkan hati manusia, kabulkanlah… Janganlah Engkau jadikan hati kami ini mengeras hingga tidak bisa merasakan yang mana kebenaranMu..

    Allahummashalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad.

  87. @1 syahadat
    Kita tidak mengalami kejadian Hari Kamis (menjelang wafat Rasul). Jadi tidak bisa merasakan hanya bisa membayangkan. Tapi anda lupa, bahwa beliau tidak bersedih atas kepulangan beliau untuk menghadap Yang Maha Hidup dan Maha Kuasa.
    Yang beliau PIKIRKAN dan SEDIHKAN umat sepinggal beliau.
    Dengan Ilmu yang telah Allah berikan pada beliau (terbuka hijab), beliau tahu apa. kapan dan bagaimana umatnya ini sepinggal beliau.
    Oleh karenanya, Rasulullah SAW berusaha dengan PETUNJUK dari Allah melalui WAHYU memerintah ubtuk membuat WASIAT.
    Tapi rupanya Umar b. Khattab juga “KASYAF” dan mengetahui apa yang bakal diwasiatkan Rasul.
    Maka Umar mengambil keputusan MENCEGAH ditulisnya Wasiat.
    Kamis KELABU berarti KESEDIHAN RASUL ATAS APA YANG AKAN TERJADI SEPENINGGAL RASULULLAH SAW.
    Salam damai wasalam

  88. @1syahadat

    Silahkan Anda baca kitab Imam Bukhari, bahwa Ibnu Abbas ra hanyalah perawi hadith dalam hadith Kamis Kelabu tsb. Ibnu Abbas tidak termasuk sahabat yang sedang menjenguk Nabi saw saat itu.

    Silakan perhatikan baik-baik hadis di atas tidak ada indikasi yang menyebutkan kalau Ibnu Abbas tidak berada di sana jadi kesaksian yang dikatakan Ibnu Abbas lebih mungkin dipahami kalau ia berada disana. Kalau anda mengatakan Ibnu Abbas tidak berada disana maka tolong tunjukkan buktinya. Kemudian yang paling aneh adalah anggapan anda bahwa Umar berada disana, maka saya tanya kepada anda, anda tahu dari mana kalau Umar berada disana?. Anda pasti akan menjawab ya dari hadis Ibnu Abbas, lha kalau anda menganggap Ibnu Abbas tidak berada disana maka bagaimana anda bisa membenarkan perkataan Ibnu Abbas kalau Umar ada disana?. Toh menurut anda Ibnu Abbas tidak berada disana, jadi darimana ia tahu. 🙂

    Lagi pula Ibnu Abbas sebetulnya bukan berbeda pendapat dengan Umar ra. Coba Anda pahami kata-kata Ibnu Abbas yang mengomentari peristiwa tsb (ingat, beliau bukan saksi/pelaku sejarahnya): “Sungguh sangat disayangkan bahwa Rasulullah (saw) sampai tercegah dari menuliskan wasiat karena perselisihan dan keributan tsb”. Adalah perselisihan/keributan itu yang disayangkan oleh Ibnu Abbas ra.

    Justru jika membaca hadis tersebut maka yang disayangkan atau yang dianggap musibah oleh Ibnu Abbas adalah tercegahnya Nabi SAW dari menulis wasiat. Buktinya adalah hadis di atas yang saya kutip dan rasanya tidak anda baca dengan baik
    عن ابن عباس قال لما اشتد بالنبي صلى الله عليه وسلم وجعه قال (اتئوني بكتاب أكتب لكم كتابا لا تضلوا من بعده). قال عمر إن النبي صلى الله عليه وسلم غلبه الوجع، وعندنا كتاب الله حسبنا. فاختلفوا وكثر اللغط، قال (قوموا عني، ولا ينبغي عندي التنازع). فخرج ابن عباس يقول: إن الرزية كل الرزية ما حال بين رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين كتابه

    Dari Ibnu Abbas yang berkata ketika sakit Nabi SAW semakin parah, Beliau bersabda “Berikan kepadaku kertas, aku akan tuliskan untuk kalian tulisan yang kalian tidak akan sesat setelahnya”. Umar berkata”Sesungguhnya Nabi SAW telah dikalahkan oleh sakitnya dan kita sudah memiliki Kitabullah dan cukuplah itu bagi kita. Lalu mereka berselisih dan terjadi keributan. Nabi SAW pun berkata”Menyingkirlah kalian dari-Ku, tidak sepantasnya terjadi perselisihan di hadapan-Ku”. Maka Ibnu Abbas berkata “Sesungguhnya bencana yang sebenar-benar bencana adalah penghalangan antara Rasulullah SAW dan penulisan wasiatnya” [Shahih Bukhari no 114].

    Jadi yang bencana itu menurut Ibnu Abbas adalah tercegahnya penulisan wasiat

  89. @1syahadat

    Cobalah dibaca, dirasakan nuansa kelabunya dan menangislah. Bukan lagi masalah surat wasiat, bukan lagi masalah Umar, bukan lagi masalah riuhnya para sahabat. Bukan itu semua. Melainkan betapa langit dan bumi saat itu sedang menangis mengetahui seorang manusia terbaik, penghulu para Nabi, pemimpin ummat yang terbesar, yang dinanti-nantikan syafa’atnya di hari ketika tiada sesuatu pun yang bisa menolong kita, yang mana Allah swt Sang Raja Diraja pun sampai bershalawat kepada beliau, Rasulullah saw sedang kepayahan menjelang ajalnya…

    Kenapa, dinamakan Kamis kelabu? Jelaslah bukan karna ajal menjelang bagi Nabi kita saw. Tapi karna tercegahnya penulisan wasiat oleh Nabi saw. Sy berharap anda dapat berlapang dada dan membuka hati dan pikiran anda utk menerima fakta yg tdk mengenakkan ini.

    Selain kesedihan membayangkan ajal beliau, sy bersedih karena 2 hal pokok;

    (1) Tercegahnya Nabi saw menuliskan wasiat yang semestinya kita sekrg telah merasakan nikmat wasiat tsb. Tapi apa mau dikata, akibat beberapa gelintir manusia yg entah di hati mrk ada mengandung apa, tercegahlah kita merasakan kenikmatannya.

    (2) Keberanian para sahabat membuat keributan dan kegaduhan di rumah Nabi saw sementara Nabi saw sakit dan menjelang ajal beliau.

    Lagipula, pernahkah anda pikirkan, jika ajakan anda untuk merasakan kesedihan karena ajalnya Nabi saw bahkan tidak menjadi perhatian dari segelintir sahabat di rumah itu?

    Menurut anda contoh segelintir sahabat itu yg kita ikuti ataukah ajakan anda utk bersedih?

    Salam

  90. @chany dan armand
    Saya menghormati pendapat Anda jika Anda lebih mengaitkan kesedihan Kamis Kelabu tsb dengan tercegahnya Nabi saw dalam menuliskan wasiat beliau. Juga kalau menurut Anda Umar ra berniat buruk menghalang-halangi beliau saw dalam menulis wasiat. Juga kalau menurut Anda kegaduhan yang terjadi disana adalah peristiwa yang dilandasi itikad buruk, untuk mengganggu Nabi saw yang sedang sakit hingga tercegah dari menuliskan wasiat. Serta kalau menurut Anda Rasulullah saw marah karena keinginannya menulis wasiat dicegah.

    Mudah-mudahan Anda juga menghargai bahwa Saya memandang kesedihan Kamis Kelabu lebih sebagai kesedihan ummat, bumi dan langit, lantaran Muhammad saw, sang manusia terbaik sepanjang zaman, hendak berpulang ke Rahmatullah. Juga memandang Umar ra tidak bertendensi buruk ketika menyebutkan “cukuplah Kitabullah”. Juga memandang keriuhan yang terjadi, bukan karena adanya niat buruk, melainkan kesedihan, bahkan kepanikan para sahabat, menyaksikan saat-saat terakhir dari orang yang paling dicintainya. Serta Rasulullah sesungguhnya tidak marah pada saat tsb, hanya merasa terganggu karena sedang sakit hebat, namun ada keriuhan di dekat beliau saw. Karena kalau beliau saw marah/tidak berkenan, ada banyak hadith yang menjelaskan wajah beliau memerah, dsb. Sementara ucapan Rasulullah saw yang menyuruh pergi tidak ada keterangan apa-apa. Bisa jadi ucapan tsb diucapkan dengan lirih, karena beliau memang sedang sakit payah. Namun bisa jadi pula beliau mengucapkan itu dengan nada tinggi. Wallahua’lam.

    Kita semua sama-sama tidak berada disana, jadi pasti tidak tahu persis seperti apa sebetulnya suasana ketika itu. Seperti yang Saya katakan sebelumnya, kita semua hanya berpersepsi, berprasangka, dan itulah yang mendasari logika kita. Menurut logika Anda begitu berdasarkan pada prasangka Anda, menurut logika Saya begini berdasarkan pada prasangka Saya. Wallahua’lam, Saya kembalikan saja semuanya kepada Allah swt.

    @SP
    Sebelumnya terima kasih atas ruang diskusi ini di blog Anda. Saya pegang buku hadith Bukhari dengan terjemahannya. Di bagian terjemahan ada catatan kaki untuk melihat ke hadith #288 dan menjelaskan bahwa Ibnu Abbas tidak menyaksikan langsung kejadian tsb, dan referensi kitab Fath al Bari (Saya belum punya). Wallahua’lam, posisi kita sama-sama mengandalkan apa yang kita baca/dengar dan kita yakini. Sesungguhnya kita sama-sama tidak tahu persis seperti apa kejadian yang sesungguhnya. Penjelasan tambahan dari Saya pribadi sbb:
    Sebenarnya cukup mudah melihat bahwa Ibnu Abbas bukanlah saksi/pelaku sejarah. Namun itu tidak terlihat di hadith #114, melainkan di hadith #288 dan hadith-hadith lainnya. Disana Ibnu Abbas yang merupakan narasumber hadith tsb TIDAK menggunakan kata ganti orang pertama jamak (misalnya “kami”) untuk menyebut “orang-orang/para sahabat yang hadir dan berselisih di depan Rasulullah saw”. Hadith yang lain bahkan menggunakan kata “mereka” sebagai kata ganti orang ketiga jamak. Silahkan dilihat lagi. Kalau saja Ibnu Abbas memang hadir dan menjadi saksi/pelaku sejarah, maka ia akan menggunakan kata “kami” yang menunjukkan kesertaannya. Dan hanya ada 1 hadith yang meriwayatkan bagian “komentar pribadi” Ibnu Abbas ini atas kejadian Kamis Kelabu. Lima hadith lainnya tidak menyebutkan komentar pribadi apa-apa dari para perawi, murni hanya meriwayatkan peristiwa tsb, kecuali Yaqub bin Muhammad yang menyisipkan pertanyaan ttg jazirah Arab pada hadith Bukhari #288 kepada perawi diatasnya.

    Mengenai lafaznya, Anda benar bahwa teks Arabnya jika diartikan hanya menyebutkan “Rasulullah saw tercegah dari menuliskan wasiat beliau”, tanpa keterangan “karena perselisihan/keributan”, sebagaimana di awal Saya sebutkan bahwa Saya hanya mengetik ulang dari sang penerjemah buku. Terima kasih atas nasehatnya.

    Dari ke6 hadith tsb izinkan Saya untuk memberi sedikit nasehat untuk kita semua. Meski Nabi saw tercegah dari menuliskan wasiat tertulis, ada 4 hadith yang meriwayatkan “wasiat lisan” Nabi saw, berupa 3 perintah. Wallahua’lam apakah ini yang akan ditulis oleh Nabi saw atau bukan, sehingga beliau saw tidak lagi meminta siapapun untuk menuliskan wasiat setelah para sahabat keluar ruangan, wallahua’lam. Namun hanya 2 yang disebutkan (atau mungkin diingat) oleh Ibnu Abbas selaku narasumber hadith, yaitu:

    – Agar para sahabat (pengikut Nabi saw) dan ummat Islam membersihkan jazirah Arab dari kemusyrikan.
    – Agar para sahabat dan ummat Islam memuliakan rombongan asing (dengan memberikan hadiah), sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi saw.

    Mengenai wasiat yang ketiga, wallahua’lam apa isinya dan apa yang telah terjadi dengannya. Kita bisa saja berhusnudzon maupun bersu’udzon karenanya. Mungkin Ibnu Abbas sebagai manusia biasa memang lupa. Atau mungkin ada konspirasi dsb. Bisa saja orang berspekulasi isi wasiat ketiga adalah penunjukkan Ali ra, misalnya. Namun secara pribadi Saya pikir agak janggal jika Ibnu Abbas sampai lupa kalau perintah ketiganya seperti itu. Kecuali jika kita berpikir dalam kerangka konspirasi, dimana karena kepentingan pihak-pihak tertentu, wasiat ketiga ini sengaja “dihapuskan dari catatan sejarah”, misalnya. Kalau Saya pribadi tidak ingin berspekulasi. Bagi Saya, biarlah hadith-hadith tsb Saya terima apa adanya. Dan biarlah momentum tsb menjadi momentum kedukaan yang luar biasa karena Nabi saw yang mulia sedang mendekati saat-saat terakhirnya. Dan biarlah masing-masing orang memiliki pemahaman/interpretasinya sendiri-sendiri.

    Wallahua’lam dan terima kasih.

  91. @1syahadat

    Kita semua sama-sama tidak berada disana, jadi pasti tidak tahu persis seperti apa sebetulnya suasana ketika itu.

    Lhah, lantas ngapain anda selama ini bertanya, beranalogi, membela Umar, merendahkan Nabi saw, kalau pada akhirnya anda menjatuhkan bom spt itu? Peryantaan itu mestilah dikeluarkan di awal-awal. Bukan saat anda terdesak sdh tdk mampu utk menjawab.

    Seperti yang Saya katakan sebelumnya, kita semua hanya berpersepsi, berprasangka, dan itulah yang mendasari logika kita. Menurut logika Anda begitu berdasarkan pada prasangka Anda, menurut logika Saya begini berdasarkan pada prasangka Saya.

    Anda katakan anda berlogika? Lucu juga. Jika sy cermati anda hanya membela tokoh anda tanpa memperhatikan alur logika. Yang penting tokoh sy benar dan tidak salah. Itulah landasan logika anda. Sehingga logika2 umum yg dipampangkan ke anda hanya anda lihat dgn sebelah mata dan acuh tak acuh. Jika demikian halnya, saya hanya bisa menyarankan ke anda untuk tdk lagi mempermasalahkan tulisan2 di dalam blog ini, bila anda tdk bersedia mengikuti logika2 umum.

    Oh ya, anda katakan sy (kami) telah berprasangka dan berpresepsi. Di bagian manakah keduanya itu? Tolong sebutkan saja. Sejauh ini kami hanya berbicara berdasarkan fakta2 yg disampaikan oleh ibnu Abbas. Andalah yg sy kira telah berprasangka dan berpresepsi, terutama terhadap junjungan anda dan junjungan sy Nabi Besar Muhammad saw.

    Wallahua’lam, Saya kembalikan saja semuanya kepada Allah swt.

    Sama-sama. Wallahu a’lam.

    Salam

  92. @armand

    Selama ini Saya berdiskusi, bertanya, bertukar pikiran. Alhamdulillah itu Saya dapatkan. Sedangkan apa-apa yang Kita yakini, kembali terserah Kita masing-masing, bukan? Ya, untuk berdiskusi dengan beradab, itu tujuan Saya. Tujuan Anda?

    Ya, Saya berlogika. Tidak mengapa jika Anda anggap logika Saya lucu, atau apapun. Memang begitulah adanya Saya. Barangkali memang baru segitulah level Saya. Mudah-mudahan forum ini tidak membatasi level berlogika orang. Alhamdulillah, Saya syukuri saja bahwa Saya bukan jenis orang yang suka mencela kemampuan berlogika orang lain yang berbeda dengan Saya, ataupun dengan logika umum sekalipun.

    Dalam konteks hadith-hadith Kamis Kelabu ini Saya tidak mengatakan bahwa Anda (kalian – menurut Anda) sedang berprasangka. Saya mengatakan bahwa KITA SEMUA sedang berprasangka. Sedang berlogika, yang berdasarkan pada prasangka.

    Contoh prasangka Anda adalah anggapan bahwa Saya sedang merasa terdesak. Apa Anda bisa membaca pikiran Saya, dan saat ini Saya sedang merasa terdesak? Saya katakan bahwa sungguh sedikitpun Saya tidak sedang merasa terdesak. Kalau Anda tetap yakin sebaliknya, silahkan saja. Lalu (logika yang berdasarkan pada) prasangka Anda kalau Saya sedang membela-bela Umar ra dan merendahkan Nabi saw. Kalau Kita semua baca lagi hadith-hadith itu dengan baik, niscaya Kita akan dapati, tidak ada siapapun yang perlu dibela-bela. Kalau Anda menyimpulkan itu semua berdasarkan pernyataan Saya bahwa Saya sependapat dengan Umar ra, dan kemudian itu Anda anggap sudah cukup untuk menyimpulkan apa yang Anda sebutkan, bahkan barangkali juga menyimpulkan siapa dan seperti apa Saya sebenarnya, tidak mengapa. Itu hak Anda. Dan adalah hak setiap orang untuk hidup diatas persangkaannya.

    Tapi alhamdulillah, setidaknya Kita sepakat dalam hal “wallahua’lam”. Hanya Allah Yang Mahatahu. Apalah artinya semua yang kita tahu ini 🙂

  93. setiap orang boleh-boleh saja mengaku dirinya berlogika, tidak ada masalah karena yang namanya pengakuan bernilai benar jika ada bukti yang menguatkannya. Lagipula logika ada yang benar dan ada yang salah. Untuk mengetahui mana yang benar cukup dengan melihat premis-premis yang disampaikan. Yang perlu diperjelas adalah terdapat perbedaan nyata antara logika yang benar dan prasangka-prasangka. Logika yang benar berlandaskan pada fakta dan menarik kesimpulan sesuai dengan fakta yang ada

  94. @ sayahadat

    saya kok melihat cari berfikir nya ente aneh…
    kata mereka langsung diartikan bahwa Ibnu abbas tdk ada dilokasi. knp ente tdk berfikir bahwa kata mereka itu menunjukkan bahwa Ibnu abbas tdk turut serta dalam perbuatan, Menncegah dan membuat kegaduhan yg membuat rasul saw marah.

    Dan aneh bin ajib kalo anda berteriak teriak ttg logika, tapi tdk terfikir bahwa konsekuensi ibnu abbas tdk dilokasi akan berakibat derajat hadits itu tdk bersambung ke rasul saw. dgn kata lain ini bukan hadits shahih.
    kenyataannya semua Mahzab mengatakan ini Hadits shohih .

    jadi yg berprasangka itu siapa sebenarnya, jgn 2 anda belum bisa membedakan logika dan prasangka..bro…

  95. bagi saya,
    kamis kelabu itu telah berlalu. historis, yang secara ilmiah dapat diperdebatkan (atas dasar nalar logis). dari sebuah kejadian mengakibatkan kejadian. dari sebab maka berakibat.
    dari keenganan umar berangkat ke medan perang dlam hubungan dengan sakit kerasnya nabi dan kenyataan kekhalifahan umar.

    bagi saya,
    keilmuan nabi tak terukur. kemampuan membaca zaman tak diragukan. saya yakin, nabi mengetahui apa yang akan terjadi. sahidnya cucu beliau telah diramalkan jauh hari.
    tidak ada yang tidak dalam pandangan ilmu beliau.
    islam yang beliau emban, membaca jalanya zaman.
    beliau mengatur srategi menjelang hijrah, mengalami kekalhan perang, terluka pada saat terkena tombak dan meninggal dunia. agama empirik-logis yang beliau bawa. persis seperti kenyataan saat ini, nilai logika yang memegang jalur utama peradaban.
    demikian juga ajaran beliau.
    ada konflik besar yang membayangi kamis kelabu itu, dan hikmah Allah telah memutuskan, beliau wafat tanpa wasiat tertulis.
    boleh jadi umar salah, boleh jadi tidak, itu hak Allah semata, tapi kenyataan jaman, menunjukan isam berkembang dengan liat, mudah menangkap arus jaman, berkembang dari ujung afrika hingga asia tenggara
    dengan berbagai ragam corak yang harusnya kita pandang saling melengkapi.
    islam mudah beradaptasi dalam bingkai akhlak yang terpuji.
    salah benar adalah hak Allah, dan demokrasi adalah pilihan saya, dan ahlul bait kecintaan saya.
    salam

  96. @bagus

    Pendapat anda bagus dalam tataran normatif. Tapi tidak cocok bila diterapkan dalam diskusi tragedi Kamis kelabu ini. Kesannya malah mengaburkan kebenaran, nggak jelas siapa yg benar dan siapa yg salah.

  97. @bagus

    boleh jadi umar salah, boleh jadi tidak, itu hak Allah semata,

    Apakah ketentuan anda ini hanya berlaku untuk Sy. Umar r.a. ataukah untuk semua manusia?

    tapi kenyataan jaman, menunjukan isam berkembang dengan liat, mudah menangkap arus jaman, berkembang dari ujung afrika hingga asia tenggara

    Apa hubungannya dengan tragedi Kamis kelabu?
    Yang saya tangkap adalah seolah2 anda ingin menyatakan bahwa karena Sy Umar menolak wasiat Rasulullah maka Islam menjadi lebih maju, apakah begitu? Tolong diperjelas. Dan saya sarankan lebih berhati2 (dan jelas) dalam berkomentar (ada konsekuensi2 logis yang mengikuti setiap komentar).

    Salah benar adalah hak Allah itu doktrin yang cukup jelas, tapi menjadi tidak jelas ketika anda sampaikan dalam konteks diskusi. Tolong diperjelas. Karena kesan saya adalah anda melarang segala diskusi yang menilai salah dan benar seseorang (ataukah hanya untuk Sy Umar r.a.??)

    Salam damai.

  98. @bagus

    Islam berkembang dari timur sampai barat adalah merupakan butterfly effect dari perjuangan Nabi SAW dan para sahabatnya. kepakan sayap butterfly pada masa mereka telah menjadi kepakan sayap yg dahsyat hingga bisa menggusur 2 kekuatan superpower dunia saat itu yaitu Romawi dan Persia

  99. @ sok tau banget
    Perlu anda sadari, Islam secara politik dan kekuasaan dikembangkan oleh para sahabat tapi Islam hakiki dikembangkan oleh Itrah Ahlulbait

    Yang menghancurkan Islam adalah Salafy melalui mulut dan tangan jahil bin munafik Ibnu Taimiyah (setan dari Bani Mudhar) dan Muhammad Bin Abdul Wahhab (setan dari Najed)

    Kedua setan itu kemunculannya telah diramalkan oleh Nabi.saw dalam banyak hadis beliau dan setan-setan itu diikuti oleh orang2 bodoh dan teroris.

    Sudah selayaknya anda bertaubat dari mazhab setan dari Najed itu lalu kembalilah kepada Islam yang sebenarnya yaitu ajaran Itrah Ahlulbait dan sahabat2 Nabi.saw yang tulus seperti Abu Zarr, Ibnu Abbas, dan sahabat setia lainnya, bukan ajaran Islam politik yang diajarkan oleh Muawiyah dan antek2nya.

  100. Buat Renungan :
    Surat Alhujarat :
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
    melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
    suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu
    terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
    [1409], sedangkan kamu tidak menyadari.

    [1409] Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras
    terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. Karena
    itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.

  101. Buat Renungan saja
    Surat Alhujarat :
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
    melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
    suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu
    terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
    [1409], sedangkan kamu tidak menyadari.

    [1409] Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras
    terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. Karena
    itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.

  102. Buat Renungan saja
    Surat Alhujarat :
    1.Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
    Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

    2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
    suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.

  103. @sok tau banget/bagus

    Islam berkembang dari timur sampai barat adalah merupakan butterfly effect dari perjuangan Nabi SAW dan para sahabatnya. kepakan sayap butterfly pada masa mereka telah menjadi kepakan sayap yg dahsyat hingga bisa menggusur 2 kekuatan superpower dunia saat itu yaitu Romawi dan Persia

    Setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Begitu pula setiap keburukan akan dibalas dgn keburukan. Sebab sesuatu yg baik akan berakibat baik. Sebab sesuatu yg buruk akan berakibat buruk. Ini semua sdh sunnatullah. Perjuangan Nabi saw dan para sahabat yg ikhlas telah melahirkan pemeluk-pemeluk Islam dgn kualitas dan kuantitas yg patut dipuji. Sebaliknya perbuatan sebagian sahabat yg buruk jg tanpa disadari telah melahirkan generasi-generasi manusia berwatak rendah seperti Muawiyyah, Yazid dan sebagian besar anak keturunannya. Juga akhirnya memunculkan Islam yg makin jauh dari apa-apa yg dicontohkan Nabi saw dan ahlulbaitnya sejak jaman bani Umayyah ke Abasiyyah hingga seperti yg sekarang ini kita saksikan.

    Menyinggung tentang berhasilnya menguasai Romawi dan Persia tidaklah perlu dibangga-banggakan amat sebagai hasil perjuangan pemerintahan saat itu. Ingat, luasnya kekuasan dan kuantitas penganut belum tentu menunjukkan kualitas. Begitu banyak negeri-negeri yg penduduknya bukan Islam dan tidak beriman pun pada jaman baheula telah berhasil memperluas daerah kekuasaannya hingga ke negeri-negeri seberang. Ingatkah anda dengan kerajaan Majapahit saat Gajah Mada menjadi Patihnya, kerajaan Mongol saat dipimpin oleh Jengiskhan, pemerintahan Romawi, dll? Bagaimana kualitas keimanan mereka? Bagaimanakah akhlak mereka?

    Yang patut kita banggakan dan kita cetak dalam sanubari kita semestinya adalah perjuangan Rasul saw dan sahabat-sahabatnya yang ikhlas dan setia mempertahankan keimanan dan eksistensi Islam dalam beberapa perselisihan dan peperangan mereka dengan kaum kafir Qurays dan kaum munafik di Medinah. Sayangnya anda dan sekte anda selama ini sdh tersihir dan terpesona dengan label sahabat shgg hanya mampu melihat apa yang dilakukan dan tidak dilakukan sahabat.

    Salam

  104. Annajam 2-3

    مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى
    2.kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.

    وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى

    3.dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.

    إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

    4.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

  105. @1syahadat
    @Paiman
    @All

    Saya akan buat satu pertanyaan yang batin kita masing bisa menjawabanya…..
    Rasul meminta kertas dan tinta…untuk menuliskan wasiat agar umat islam tidak tersesat selamanya. Pernyataan itu jelas…menyangkut urusan umat…urusan agama..dunia dan akhirat…tapi dengan ngotot sahabat umar menolaknya dengan mengatakan..”Nabi sedang mengingau, atau cukuplah di sisi kami kitab Alla”.
    Pertanyaannya adalah :
    #APAKAH UMAR LEBIH TAHU DARI RASULULLAH MUHAMMAD SAW DALAM URUSAN AGAMA DAN UMAT MELEBIHI RASUL??? SEHINGGA UMAR BERANI MENENTANGNYA. ketka nabi mengataka “agar kalian tidak tersesat selamanya”…….masyaallah.

    Silakan direnungkan…..

  106. @armand
    Itulah …… karakter wahabi salafy nawashib,…yg selalu dibanggabanggakan adalah KUANTITAS bukan KWALITAS…padahal sangat jelas dlm AL Quran bahwa Islam itu hanya melihat MUTU..bahwa kebanyakan manusia lalai…..bahwa kebanyakan manusia kufur….bahwa janganlah kalian condong pada kebyanyakan manusia…itulah kata AL QURAN.

    Salafiers telah sangat bangga bahwa mereka adalah kaum Mayoritas….kaum yg banyak memimpin wilayah ISLAM…kaum yang bangga telah didukung oleh AMERIKA dan Antek2nya. Ingat AMERIKA adalah negara yg banyak dukungan Mayoritas Negara2 didunia..salafiers merasa aman hidupnya di dunia karena bagian dari kaum Mayoritas dan tergabung dengan PENGUASA DUNIA…namun dia belum tentu aman dari azab dan hukum TUHAN YME.

    So…kalau begitu siapakah yg sebenarnya yg ikut Al QURAN yg telah mengingatkan kita akan kaum MAYORITAS yg cenderung menyesatkan ini…?

  107. komentnya bagus-bagus yah…
    Subhannallah…
    Allah Maha mengetahui dari apa yang tidak kita ketahui…:)

  108. ada baiknya, teman2 jangan langsung memfonis orang2 yang dukung umar sebagai wahabi, itu berdampak pada kaum suni lain yang terkesan dengan syiah lantas di caplok sebagai syiah….. niat kita luruskan, yaitu mencari kebenaran… agar bisa diterima oleh orang2 keliru dan tidak dengan ego mempertahankan kekeliruan, maka perlu disampaikan sesai estetika, etika dan logika…. sekedar saran all….. demi kebaikan bersama…. kekeliruan bukanlah sebuah malapetaka, mari ulurkan tangan untuk membantu sesama

  109. […] sumber asal – secondprince.wordpress […]

  110. dan tdk menjadi larangan mendiskusikan sejarah. Malah anjuran yg baik agar kekeliruan tdk terulang.
    Benar dan salah dng logika yg benar bisa dnalar, bisa dpilih.
    Dan kebesaran ibrahim menyatakan ya dng pisaunya memegang leher anaknya. Dan kebesaran muhammad yg melihat cucu2nya syahid.
    nabi tahu apa yg akan terjadi kelak kemudian hari. Namun juga nabi tdk bisa mencegah ketentuan yg harus terjadi.

  111. salafi dan syii ini ibarat mata pisau dua sisi yang penuh karat, berbahaya jika dipakai, tetapi sangat berguna jika dibersihkan karatnya.

  112. ehm mungkin ci umar mikir nya. akhirat toh masih lama ya d nikmatin aja d dunia sepuas”nya….
    gperlu jauh” liat ke jaman rasulullah. jaman sekarang ja banyak ust” n kyai” yang STMJ (sholat terus maksiat jalan)…

  113. Labaika Ya Husain. Ya Mahdi adrikni

  114. Wa minannaasi man yaquulu aamannaa billaahi wa bil yawmil aakhiri wa maa hum bimu’miniina.

  115. tiada kebanggaan yang agung kecuali menjadi pengikut Ahlulbait Nabi saw

  116. @dany

    Menurut saya, yang menjadi kebanggaan adalah kalau diakui oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Ahlul Bait sebagai pengikut mereka

  117.  Aba ‘Abdullah [‘alaihis salaam] mengatakan Ada tiga hal yang menjadi kebanggan seorang mukmin dan menjadi keindahan baginya dalam kehidupan dunia dan akhirat yaitu Shalat di akhir malam, tidak mengharapnya ia terhadap apa yang ada di tangan orang-orang, dan wilayah Imam dari keluarga Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam]

    Kemudian………..

    DIAKUI sebagai pengikut dari mereka AS, pada saat hari penghisaban nanti

    Insya Allah…….

    Rasanya buat saya pribadi sedikit kawatir, karena selama ini saya hanya bisa “mengklaim” diri saya sendiri sebagai pengikut dari keluarga Muhammad SAW tapi entahlah apakah mereka, AS ridha terhadap diri saya………..

  118. monggo tanggap bung SP

  119. Haayaah pengalaman ane isi artikel wahabi itu sebagian besar landasannya adalah waham. Gak usah repot tanggapin artikelnya paling isinya khayalan si pnulis saja. Ada orang yang perlu diajak diskusi tapi ada juga orang yang percuma diajak diskusi. Lebih bijak memilah biar tidak seperti menabur garam di laut. Coba nt ngajak diskusi orang orang dari kelompok wahabi Jabhat al Nusra atau ISIL apakah akan ada hasilnya atau malah leher ente yang ditebas. Gitu maksud ane

  120. […] yang lalu kami mendapat kiriman link yang katanya membantah tulisan kami tentang “Tragedi Hari Kamis”. Setelah kami membaca tulisannya, ternyata sang penulis tidaklah berbeda dengan para pengingkar […]

Tinggalkan komentar