Hadis Safinah : Imam Ali Bagi Umat Seperti Bahtera Nuh dan Pintu Pengampunan Bani Israil

Hadis Safinah : Imam Ali Bagi Umat Seperti Bahtera Nuh dan Pintu Pengampunan Bani Israil

Hadis Safinah atau Bahtera Nuh menjelaskan kalau Ahlul Bait adalah pintu keselamatan bagi umat islam. Ahlul Bait layaknya bahtera Nuh bagi umat barang siapa yang menaikinya maka ia akan selamat.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُعَلَّى بْنِ مَنْصُورٍ ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ ، عَنْ أَبِي الأَسْوَدِ ، عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ ، مَنْ رَكِبَهَا سَلِمَ وَمَنْ تَرَكَهَا غَرِقَ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Mu’alla bin Manshur yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah dari Abul Aswad dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya bahwa Nabi SAW bersabda “Ahlul Baitku seperti bahtera Nuh barang siapa yang menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang meninggalkannya akan celaka [Kasyf Al Astar Zawaid Musnad Al Bazzar 3/222 no 2613]

Hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Abdullah bin Lahii’ah dia seorang yang dhaif tetapi dapat dijadikan i’tibar. Abdullah bin Lahii’ah dinyatakan dhaif dari segi dhabit atau hafalannya.

  • Yahya bin Mu’alla bin Manshur adalah perawi Ibnu Majah yang tsiqat. Al Khatib berkata “tsiqat”. [At Tahdzib juz 11 no 461]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/316]. Dalam Tahrir At Taqrib ia dinyatakan tsiqat [Tahrir At Taqrib no 7650]
  • Ibnu Abi Maryam adalah Sa’id bin Hakam bin Muhammad perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Hatim, Ibnu Hibban dan Ibnu Ma’in berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 4 no 23]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit faqih” [At Taqrib 1/350]
  • Abdullah bin Lahii’ah adalah perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ahmad bin Shalih menyatakan ia tsiqat. Mereka memperbincangkan hafalannya dimana dikatakan ia mengalami ikhtilath setelah kitabnya terbakar. Abu Hatim dan Abu Zur’ah menyatakan bahwa hadisnya ditulis dan dapat dijadikan i’tibar [At Tahdzib juz 5 no 648]. Ibnu Hajar berkata “shaduq dan mengalami ikhtilath setelah kitabnya terbakar” [At Taqrib 1/526]
  • Abul Aswad adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Nawfal perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Hatim, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Syahin menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 9 no 508]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/105]
  • Amir bin Abdullah bin Zubair adalah tabiin perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad, Ibnu Ma’in, Nasa’i, Ibnu Hibban, Al Ijli dan Ibnu Sa’ad menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 5 no 117]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/462]

Hadis Abdullah bin Zubair yang diriwayatkan Ibnu Lahii’ah dikuatkan oleh hadis Abdullah bin Abbas riwayat Hasan bin Abi Ja’far berikut

حدثنا علي بن عبد العزيز حدثنا مسلم بن إبراهيم ثنا الحسن بن أبي جعفر عن أبي الصهباء عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركب فيها نجا ومن تخلف عنها غرق

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdul ‘Aziz yang berkata telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasan bin Abi Ja’far dari Abu Shahba’ dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Ahlul Baitku seperti bahtera Nuh barang siapa yang menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang meninggalkannya akan celaka” [Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 3/46 no 2638]

Hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat dan shaduq hasanul hadis kecuali Hasan bin Abi Ja’far ia seorang yang dhaif tetapi hadisnya dapat dijadikan i’tibar. Cacat yang ada pada Hasan bin Abi Ja’far karena di dalam hadisnya terdapat hal-hal yang diingkari dan ini dikarenakan waham [kesalahan] atau hafalan yang tidak dhabit sedangkan dirinya sendiri adalah seorang yang shaduq.

  • Ali bin Abdul ‘Aziz adalah Syaikh Thabrani yang tsiqat. Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun” [Su’alat Hamzah no 389]. Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq” [Al Jarh Wat Ta’dil 6/196 no 1076]
  • Muslim bin Ibrahim adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Al Ijli, Abu Hatim, Ibnu Sa’ad menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Qani’ berkata “shalih” [At Tahdzib juz 10 no 220]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat ma’mun” [At Taqrib 2/177]
  • Hasan bin Abi Ja’far adalah perawi Ibnu Majah dan Tirmidzi yang dhaif tetapi ia bukanlah seorang pendusta melainkan seorang yang jujur dan hadisnya dapat dijadikan i’tibar. Ia dinyatakan dhaif karena sering meriwayatkan hadis mungkar. Amru bin Ali berkata “shaduq munkar al hadits, yahya tidak meriwayatkan darinya”. Nasa’i menyatakan dhaif. Bukhari berkata “munkar al hadits”. Abu Hatim berkata “tidak kuat, dia seorang syaikh shalih hanya saja sebagian hadis-hadisnya terdapat hal yang diingkari”. Abu Zur’ah berkata “tidak kuat”. Ibnu Hibban mengatakan kalau ia seorang yang baik, rajin beribadah, doanya selalu diijabahkan hanya saja ia melakukan kekeliruan dalam meriwayatkan hadis dari hafalannya sehingga tidak bisa dijadikan hujjah dan ia memiliki keutamaan. Muslim bin Ibrahim yang meriwayatkan darinya berkata “ia termasuk orang yang paling baik”. Abu Bakar bin Abil Aswad berkata “Ibnu Mahdi awalnya meninggalkan hadisnya tetapi kemudian Ibnu Mahdi meriwayatkan darinya “[periwayatan Ibnu Mahdi berarti Hasan tsiqah menurutnya]. Ibnu Ady menyatakan bahwa Hasan bin Abi Ja’far memiliki hadis-hadis shalih [baik], hadis-hadisnya lurus dan shalih, di sisiku ia bukanlah seorang pendusta ia seorang yang shaduq. Cacat yang ada pada Hasan bin Abi Ja’far karena di dalam hadisnya terdapat hal-hal yang diingkari dan ini dikarenakan waham atau hafalan yang tidak dhabit sedangkan dirinya sendiri adalah seorang yang shaduq. [At Tahdzib juz 2 no 482]
  • Abu Shahba’ Al Kufi adalah orang kufah shaduq hasanul hadis. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat. [At Tahdzib juz 12 no 644]. Ibnu Hajar berkata “maqbul” [At Taqrib 2/420] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau ia seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 8180]
  • Sa’id bin Jubair adalah tabiin perawi kutubus sittah yang tsiqat. Abu Qasim Thabari berkata “ia tsiqat imam hujjah kaum muslimin”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat seraya berkata “fakih ahli ibadah yang memiliki keutamaan” [At Tahdzib juz 4 no 14]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit fakih” [At Taqrib 1/349]

Kedua hadis di atas saling menguatkan sehingga derajatnya naik menjadi hasan lighairihi. Ibnu Hajar Al Haitsami berkata tentang hadis Safinah ini “hadis ini memiliki banyak jalan yang saling menguatkan satu sama lain” [Ash Shawaiq Al Muhriqah 2/445]. Al Hafizh As Sakhawi menyatakan hadis ini hasan [Al Baladaniyaat hal 186]. Sebagian orang yang dengki kepada kemuliaan Ahlul Bait telah menolak hadis ini dan menyatakan kalau hadis Safinah palsu. Alhamdulillah Imam Ali sendiri sebagai Ahlul Bait Nabi SAW telah mengakui bahwa kedudukannya bagi umat seperti bahtera Nuh dan pintu pengampunan bani Israil.

حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَمَّارٌ عَنِ الأَعْمَشِ عَنِ الْمِنْهَالِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ إنَّمَا مَثَلُنَا فِي هَذِهِ الأُمَّةِ كَسَفِينَةِ نُوحٍ وَكِتَابِ حِطَّةٍ فِي بَنِي إسْرَائِيلَ

Telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Hisyaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Ammar dari Al A’masy dari Minhal dari Abdullah bin Al Harits dari Ali yang berkata “Sesungguhnya kedudukan kami bagi umat ini seperti bahtera Nuh dan pintu pengampunan bani Israil” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 32110]

Kedudukan Atsar ini Shahih. Para perawinya adalah perawi terpercaya hanya saja Al A’masy dikenal sebagai mudallis tetapi hal ini tidak mencacatkan atsar tersebut karena Al A’masy adalah mudallis martabat kedua yaitu mudallis yang ‘an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih.

  • Mu’awiyah bin Hisyaam adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim dan Ashabus Sunan. Abu Dawud dan Al Ijli menyatakan “tsiqat”. Abu Hatim dam Ibnu Sa’ad berkata “shaduq”. As Saji berkata “shaduq yahiim”. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan mengutip Utsman bin Abi Syaibah yang berkata “shaduq tidak bisa dijadikan hujjah” [At Tahdzib juz 10 no 403]. Ibnu Hajar memberikan predikat “shaduq lahu awham” [At Taqrib 2/197] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Muawiyah bin Hisyaam seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 6771]. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 5535]
  • Ammar adalah Ammar bin Ruzaiq perawi Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in, Abu Zur’ah, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin dan Ali bin Madini menyatakan “tsiqat”. Abu Hatim, Nasa’i dan Al Bazzar berkata “tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 7 no 648]. Ibnu Hajar menyatakan “tidak ada masalah” [At Taqrib 1/706] dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Ammar bin Ruzaiq seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4821]
  • Al A’masy adalah Sulaiman bin Mihran Al A’masyi perawi kutubus sittah yang tsiqat. Al Ijli dan Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 4 no 386]. Ibnu Hajar menyebutkannya sebagai mudallis martabat kedua yang ‘an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih [Thabaqat Al Mudallisin no 55]
  • Minhal bin Amru adalah perawi Bukhari dan Ashabus Sunan yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Nasa’i dan Al Ijli berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Daruquthni berkata “shaduq” [At Tahdzib juz 10 no 556]. Ibnu Hajar menyatakan “shaduq pernah melakukan kesalahan” [At Taqrib 2/216] tetapi pernyataan ini tidaklah benar sehingga dalam Tahrir At Taqrib dikoreksi kalau Minhal bin Amru seorang yang tsiqat [Tahrir Taqrib At Tahdzib no 2918]
  • Abdullah bin Al Harits Al Anshari adalah tabiin yang tsiqat perawi kutubus sittah. Abu Zur’ah, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Sulaiman bin Harb berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “ditulis hadisnya” [At Tahdzib juz 5 no 331]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/485]

Sebagian pengikut salafy berusaha melemahkan atsar ini dengan menyebarkan syubhat kalau atsar ini dhaif karena tadlis Al A’masy. Syubhat ini terlalu lemah untuk dibantah yang hanya menunjukkan kedangkalan ilmu hadis yang mereka miliki. Jika tadlis Al A’masy merupakan suatu cacat maka alangkah banyaknya hadis dalam kutubus sittah yang menjadi dhaif. Cukuplah disebutkan kalau ahli hadis seperti Al Hakim dan Adz Dzahabi bersepakat menshahihkan hadis ‘an anah Al A’masy dari Minhal [Talkhis Al Mustadrak 1/96 no 110] bahkan para muhaqqiq seperti Syaikh Syu’aib Al Arnauth menshahihkan hadis ‘an anah A’masy dari Minhal seraya berkata “shahih sesuai syarat Bukhari” [Musnad Ahmad 2/13 no 4622] begitu pula Syaikh Salafy Al Albani juga menyatakan shahih hadis ‘an anah A’masy dari Minhal [Shahih Sunan Abu Dawud no 3212 dan Shahih Sunan Ibnu Majah no 339]

2 Tanggapan

  1. pertamax….

  2. Setahu saya yang dimaksudkan dengan BAHTERA NUH adalah suatu permisalan untuk TAQWAH. Hingga saya menafsirkan hadits tsb sbb. Ahlulbaitku adalah mereka yang bertaqwa, siapa yang merujuk kepada mereka SELAMAT dan siapa yang meninggalkan mereka akan celaka/sesat.
    Penafsiran saya ini berdasarkan:
    1.Firman Allah dalam Surah Thaha ayat 132 Perintahkan pada keluarga mu mendirikan sembahyang dan bersabar dan jangan meminta reziki. Aku pemberi reziki SEBAGAI AKIBAT KETAKWAAN MEREKA
    2. hADTIS TSAQALAIN. wASALAM

Tinggalkan komentar