Shahih : Hadis Imam Ali Pintu Kota Ilmu

Shahih : Hadis Imam Ali Pintu Kota Ilmu

Hadis Imam Ali pintu kota ilmu termasuk hadis yang dibenci oleh para salafy wa nashibi. Mereka bersikeras menyatakan hadis tersebut palsu dan dibuat-buat oleh orang syiah. Sebelumnya kami pernah membahas tentang hadis ini dan kami berpendapat bahwa hadis ini kedudukannya hasan tetapi setelah mempelajari kembali maka kami temukan bahwa hadis ini sebenarnya hadis yang shahih. Pada pembahasan kali ini kami akan membawakan hadis ini dengan sanad yang jayyid.

Sebelumnya kami akan menyampaikan fenomena menarik seputar hadis ini. Hadis ini telah dinyatakan palsu oleh sebagian ulama sehingga para ulama itu tidak segan-segan mencacat mereka yang meriwayatkan hadis ini. Dengan kata lain, berani meriwayatkan hadis ini maka si perawi siap-siap mendapat tuduhan seperti “dhaif” atau “pemalsu hadis” atau “rafidah busuk”. Hadis pintu kota ilmu masyhur diriwayatkan oleh Abu Shult Abdus Salam bin Shalih Al Harawi dan kasihan sekali orang ini dituduh sebagai yang memalsukan hadis tersebut sehingga tidak segan-segan banyak ulama yang berduyun-duyun mendhaifkan Abu Shult.

Fakta membuktikan ternyata Abu Shult tidak menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini. Bersamanya ada banyak perawi lain baik tsiqat, dhaif atau majhul yang juga meriwayatkan hadis ini. Bukankah ini salah satu indikasi kalau Abu Shult tidak memalsukan hadis ini. Dan ajaibnya seorang imam terkenal Ibnu Ma’in bersaksi kalau Abu Shult tidak memalsukan hadis ini bahkan Ibnu Ma’in menyatakan Abu Shult seorang tsiqat shaduq.

Ternyata para ulama tidak kehabisan akal, mereka membuat tuduhan baru yang akan mengakhiri semuanya. Tuduhannya tetap sama “Abu Shult memalsukan hadis ini” tetapi dengan tambahan “dan siapa saja yang meriwayatkan hadis ini selain Abu Shult maka dia pasti mencuri hadis tersebut dari Abu Shult”. Mengagumkan, perkataan ini jelas menunjukkan bahwa sebanyak apapun orang lain selain Abu Shult meriwayatkan hadis ini maka hadis ini akan tetap palsu keadaannya. Fenomena ini menunjukkan betapa canggihnya sebagian ulama sekaligus menunjukkan betapa konyolnya sebagian ilmu jarh wat ta’dil.

Mengapa konyol?. Karena jelas sekali dipaksakan. Mereka ingin memaksakan kalau hadis ini palsu dan yang memalsukannya adalah Abu Shult Al Harawi. Di bawah ini kami akan membawakan sanad yang menunjukkan kalau hadis ini tidaklah palsu dan Abu Shult bukanlah orang yang tertuduh memalsu hadis ini.

ثنا أبو الحسين محمد بن أحمد بن تميم القنطري ثنا الحسين بن فهم ثنا محمد بن يحيى بن الضريس ثنا محمد بن جعفر الفيدي ثنا أبو معاوية عن الأعمش عن مجاهد عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد المدينة فليأت الباب

Telah menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad bin Ahmad bin Tamim Al Qanthari yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Fahm yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Dharisy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far Al Faidiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah dari Al ‘Amasy dari Mujahid dari Ibnu Abbas RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya dan siapa yang hendak memasuki kota itu hendaklah melalui pintunya” [Mustadrak As Shahihain Al Hakim no 4638 dishahihkan oleh Al Hakim dan Ibnu Ma’in]

Hadis riwayat Al Hakim di atas telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat dan shaduq hasanul hadis. Mereka yang mau mencacatkan hadis ini tidak memiliki hujjah kecuali dalih-dalih yang dipaksakan. Berikut pembahasan mengenai perawi hadis tersebut dan jawaban terhadap syubhat dari para pengingkar.

Muhammad bin Ahmad bin Tamim Al Qanthari yang dikenal Abu Husain Al Khayyath adalah Syaikh [gurunya] Al Hakim dimana Al Hakim banyak sekali meriwayatkan hadis darinya. Al Hakim telah berhujjah dengan hadis-hadisnya dan menshahihkannya dalam Al Mustadrak. Selain itu Al Hakim menyebutnya dengan sebutan Al Hafizh [ini salah satu predikat ta’dil] dalam Al Mustadrak no 6908. Muhammad bin Abi Fawaris berkata “ada kelemahan padanya” [Tarikh Baghdad 1/299]. Pernyataan Ibnu Abi Fawaris tidaklah benar karena Al Hakim sebagai murid Abu Husain Al Khayyath lebih mengetahui keadaan gurunya dibanding orang lain dan Al Hakim telah menta’dilkan gurunya dan menshahihkan hadis-hadisnya. Adz Dzahabi dalam Talkhis Al Mustadrak juga tidak pernah mengkritik Abu Husain Al Khayyath bahkan ia sepakat dengan Al Hakim, menshahihkan hadis-hadis Abu Husain Al Khayyath.

Husain bin Fahm adalah seorang yang disebut Adz Dzahabi sebagai Al Hafizh Faqih Allamah yang berhati-hati dalam riwayat. [Siyar ‘Alam An Nubala 13/427]. Al Hakim menyatakan ia tsiqat ma’mun hafizh [Mustadrak no 4638]. Al Khatib juga menyatakan ia tsiqat dan berhati-hati dalam riwayat [Tarikh Baghdad 8/92 no 4190]. Disebutkan kalau Daruquthni menyatakan “ia tidak kuat”. Pernyataan Daruquthni tidak bisa dijadikan hujjah karena ia tidak menjelaskan sebab pencacatannya padahal Al Hakim dan Al Khatib bersepakat menyatakan Husain bin Fahm tsiqah ditambah lagi pernyataan “laisa biqawy” [tidak kuat] bukan pencacatan yang keras dan juga bisa berarti seseorang yang hadisnya hasan.

Muhammad bin Yahya bin Dharisy adalah seorang yang tsiqah. Ibnu Hibban memasukkan namanya dalam Ats Tsiqat juz 9 no 15450 dan Abu Hatim menyatakan ia shaduq [Al Jarh wat Ta’dil 8/124 no 556] dan sebagaimana disebutkan Al Mu’allimi kalau Abu Hatim seorang yang dikenal ketat soal perawi dan jika ia menyebut perawi dengan sebutan shaduq itu berarti perawi tersebut tsiqah [At Tankil 1/350]

Muhammad bin Ja’far Al Faidy adalah Syaikh [guru] Bukhari yang tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat juz 9 no 15466. Telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat diantaranya Al Bukhari [dalam kitab Shahih-nya] oleh karena itu disebutkan dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 5786 kalau ia seorang yang shaduq hasanul hadis. Sebenarnya dia seorang yang tsiqat karena selain Ibnu Hibban, Abu Bakar Al Bazzar menyatakan ia shalih [Kasyf Al Astar 3/218 no 2606] dan Ibnu Ma’in menyatakan ia tsiqat makmun [Al Mustadrak Al Hakim no 4637].

Ibnu Hajar menyebutkan biografi Muhammad bin Ja’far Al Faidy dalam At Tahdzib juz 9 no 128 dan disini Ibnu Hajar mengalami kerancuan. Ibnu Hajar membuat keraguan kalau sebenarnya dia bukanlah syaikh [guru] Al Bukhari. Dalam Shahih Bukhari disebutkan dengan kata-kata “haddatsana Muhammad bin Ja’far Abu Ja’far haddatsana Ibnu Fudhail” [Shahih Bukhari no 2471]. Menurut Ibnu Hajar, Muhammad bin Ja’far yang dimaksud bukan Al Faidy tetapi Muhammad bin Ja’far Al Simnani Al Qumasi yang biografinya disebutkan dalam At Tahdzib juz 9 no 131. Muhammad bin Ja’far Al Simnani disebutkan Ibnu Hajar kalau dia dikenal Syaikh Al Bukhari seorang hafiz yang tsiqat dan dia masyhur dikenal dengan kuniyah Abu Ja’far sedangkan Al Faidy lebih masyhur dengan kuniyah Abu Abdullah. Disini Ibnu Hajar melakukan dua kerancuan

  • Pertama, Muhammad bin Ja’far yang dimaksud Al Bukhari adalah Muhammad bin Ja’far Al Faidy karena Al Hakim dengan jelas menyebutkan Muhammad bin Ja’far Al Faidy dengan kuniyah Abu Ja’far Al Kufi dan dialah yang meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Fudhail bin Ghazwan Al Kufy [Al Asami wal Kuna juz 3 no 1044]. Bukhari sendiri menyebutkan kalau Muhammad bin Ja’far Abu Ja’far yang meriwayatkan dari Ibnu Fudhail tinggal di Faid dengan kata lain dia adalah Al Faidy [Tarikh Al Kabir juz 1 no 118]. Jadi memang benar kalau Muhammad bin Ja’far Al Faidy adalah Syaikh atau gurunya Al Bukhari.
  • Kedua, Ibnu Hajar dengan jelas menyatakan Muhammad bin Ja’far Al Simnani [Syaikh Al Bukhari] seorang hafiz yang tsiqat [At Taqrib 2/63] sedangkan untuk Muhammad bin Ja’far Al Faidy [Syaikh Al Bukhari] Ibnu Hajar memberikan predikat “maqbul” [At Taqrib 2/63]. Hal ini benar-benar sangat rancu, Muhammad bin Ja’far Al Simnani walaupun ia gurunya Al Bukhari tidak ada satupun ulama mutaqaddimin yang memberikan predikat ta’dil kepadanya bahkan Ibnu Hibban tidak memasukkannya dalam Ats Tsiqat sedangkan Muhammad bin Ja’far Al Faidy telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Jadi yang seharusnya dinyatakan tsiqat itu adalah Muhammad bin Ja’far Al Faidy.

Abu Muawiyah Ad Dharir yaitu Muhammad bin Khazim At Tamimi seorang perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat [At Taqrib 2/70]. Sulaiman bin Mihran Al ‘Amasy juga perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat [At Taqrib 1/392] dan Mujahid adalah seorang tabiin imam ahli tafsir perawi kutubus sittah yang juga dikenal tsiqat [At Taqrib 2/159]. Salah satu cacat yang dijadikan dalih oleh salafy adalah tadlis Al ‘Amasy. Al’Amasy memang dikenal mudallis tetapi ia disebutkan Ibnu Hajar dalam Thabaqat Al Mudallisin no 55 mudallis martabat kedua yaitu mudallis yang an’ anah-nya dijadikan hujjah dalam kitab shahih.

  • Imam Bukhari telah menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Shahih Bukhari no 1361, 1378, 1393
  • Imam Muslim menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Shahih Muslim no 2801
  • Imam Tirmidzi menyatakan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid hasan shahih dalam Sunan Tirmidzi 4/706 no 2585
  • Adz Dzahabi menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Talkhis Al Mustadrak 2/421 no 2613
  • Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir no 2993]
  • Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid shahih sesuai dengan syarat Bukhari Muslim [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Al Arnauth no 2993]
  • Syaikh Al Albani menshahihkan hadis dengan an’an-ah Al ‘Amasy dari Mujahid dalam Irwa’ Al Ghalil 1/253

Tentu saja mencacatkan hadis ini dengan dalih tadlis ‘Amasy adalah pencacatan yang lemah dan terkesan dicari-cari karena cukup dikenal di kalangan ulama dan muhaqqiq kalau an an-ah ‘Amasy bisa dijadikan hujjah.

.

Kesimpulan

Sanad riwayat Al Hakim di atas adalah sanad yang jayyid dan tidak diragukan lagi kalau para perawinya tsiqah sehingga kedudukan hadis tersebut seperti yang dikatakan Al Hakim dan Ibnu Ma’in yaitu shahih. Riwayat Al Hakim ini sekaligus bukti bahwa Abu Shult Al Harawi tidak memalsukan hadis ini. Hadis ini memang hadis Abu Muawiyah dan tidak hanya Abu Shult yang meriwayatkan darinya tetapi juga Muhammad bin Ja’far Al Faidy seorang yang tsiqat dan makmun.

30 Tanggapan

  1. Pertamax! Trims mas SP, sdh jawab request saya…

  2. Ketidaksukaan mereka terhadap Syiah pada akhirnya menjerumuskan mereka kepada kebencian terhadap Imam Ali, keluarga & itrahnya. Tidakkah mereka sadar begitu banyak riwayat dan begitu banyak bukti bahwa ilmu & pengetahuan Imam Ali as jauh melampaui manusia-manusia lain di sekitar Nabi saw? Dari siapakah ilmu & pengetahuan tsb diperoleh wahai para pembenci Ali?

    Apa pun dan bagaimana pun usaha mereka utk melemahkan hadits ini, cahaya terang ilmu & pengetahuan Imam Ali as yang menjadi keutamaan Beliau tdk akan pernah meredup dan hilang.

    Salam

  3. Ah….bela lagi ya hadis ini?

    Nnt…mereka pasti mencari jalan utk mencacatkan apapun dan sisi manapun, yg penting, Syiah tidak harus bergembira dgn hadis ini….dan org awam sunni, tidak harus tahu, mengapa Pintu Ilmunya Nabi saaw ditelantarkan…lalu diangkatnya “atap”, “dinding” dan “pagarnya” kota ilmu mendahului PINTU ILMU…

    Ada yg masih mahu pertahankan keyakinan lemah guna membela si atap, dinding dan pagar KOTA ILMU?

  4. @ Hadi,
    Ah Bang Hadi bisa aja,…..heh…heh….heh…… pas banget. Padahal dari Jaman Nebukadnezar, sampai jaman Ken Arok, belum pernah ada kota nyang make’ atap, apalagi dinding…….

    naaa… supaya atap, dinding dan pagar bisa “masuk”, maka ntar ketemu deh hadits “Istana Ilmu”, bukan “kota ilmu”., sehingga ntar bisa pula masukin “pilar”, “altar”, “jendela”, “lampu”, “meja dan kursi” serta perabot lainnya….. sehingga semua-mua idola dan tokoh favorit mereka bisa terakomodir…heh…heh….heh…… busyettt

  5. @SP
    Ada 2 pertanyaan nih mas SP:

    1. Tolong dijelaskan mereka yang medhaifkan hadits ini. Kemudian kita bandingkan diantara keduanya, siapa yang lebih salaf dan lebih saleh. Mungkin mereka yang mendhaifkan lebih salaf dari Al Hakim?

    2. Apakah mereka yang mendhaifkan pernah mempelajari riwayat hidup dan karya2 Imam Ali a.s.? Apakah ada yang lebih berilmu (setelah Rasulllah SAW) dibandingkan Imam Ali jika dilihat dari riwayat hidup dan karya2 mereka?

    Salam.

  6. @Hadi
    Mas Hadi, atap dan dinding, jendela adalah pelindung isi rumah.
    Kalau mas Hadi mengambil sesuatu dan masuk rumah lewat atap, lewat jendela dan jebol dinding, itu namanya mencuri.
    Jadi kalau hendak mendapatkan sesuatu dari khasanah rumah tsb maka ketuk pintu dengan sopan, ucapkan salam, sampaikan hajat mas Hadi dengan baik, hormat, takzim dan sopan. Tentunya sebelum datang pelajari dan kenali dulu mereka pemilik rumah tsb.

    Salam damai.

  7. @gadung

    Hehe…cara yg paling rapuh guna mengangkat tokoh idola mereka yg tidak memiliki walau sekelumit ilmu pun guna menandingi PINTU ILMUNYA NABI SAAW

    @truthseeker

    Mas truthseeker…benar sekali. Hanya melalui PINTUNYA inilah kita baru bisa bertemu pemiliknya KOTA ILMU…

    Salam Damai kembali

  8. @truthseeker

    Jadi kalau hendak mendapatkan sesuatu dari khasanah rumah tsb maka ketuk pintu dengan sopan, ucapkan salam

    Jika telah 3x salam tak jua dijawab, hendaknya tau diri untuk menjauhi rumah dan mencoba kembali di lain waktu.

    Salam

  9. @hadi + arman
    Kalau sudah paham dengan makna takzim, mestinya semuanya akan beres. Kalau datang dengan kesombongan dan merasa diri sejajar, yaa silakan masuk dari jendela dahh..
    Pertama, belajar dulu merendahkan suara untuk tidak lebih keras dari mereka (sampai Allah harus menurunkan perintah lewat ayat2-Nya). Mestinya ini tidak usah diajarkan yaa, kalau memang mereka takzim, hormat dan tidak merasa diri lebih/sejajar.

    Salam damai

  10. @armand,..

    wallaahhh… “kesuwen” bang kalau harus dateng lain waktu, gak usah masuk, si empunya kota aja suruh keluar. kalau gak mau,..” Bakaaarrr..”, hatta ada “siapapun” didalemnya. Pan gitcu contohnya. Sunnah sahabat pan kayak gitu,… masak lupa siihh….

  11. @GANDUNG
    Urusan beginian gak membedakan sunni wa syi’ah, semua kudu takzim, berkhidmat, jaga adab dan akhak di depan mereka.
    Mulut juga harus bersih.

    Salam damai.

  12. @Gandung

    Yah… kalo ada yg gitcu ga usah dicontoh lah mas… Mendzing nyari contoh yg laen.

    Salam

  13. maap…maapp…..
    tapi kayaknya saya juga gak mendikotomikan sunni wa syiah kok mas. gak ada kan di comment saya.
    eniwei, maapkan atas “keterlanjuran” saya.

  14. Kenapa hadis ini selalu dicacatkan? Karena (mungkin) tidak ada hadis lagi tentang (yang disebut) sahabat “berilmu tinggi”, misal Khalifah Abu Bakar berilmu, Khalifah Umar berilmu. Paling mereka punya hadis Khalifah Umar ditakuti iblis… Maaf kalo ada yang tersungging

  15. Kemuliaan Rasulullah SAW saja dipangkas apalagi Imam Ali. Kemuliaan Bani Hasyim dipangkas dengan mendhaifkan hadits2 sahih (koq bisa yaa salafus saleh dikoreksi oleh anak kemarin sore?), kemuliaan Bani Umayyah dicari2 dengan mensahihkan hadits yang dhaif/palsu.
    Fenomena apa ya ini? Nabinya dimuliakan, keluarga Nabinya dimuliakan malah ribut/protes…. 😦

    Salam damai

  16. Saya belum membaca seluruh artikel d blog ini..ingin rasanya mengkritisi semua. Tp sy ingin komen d sini dulu.
    1.kalimat anda bhwa hadis ali pintu kota ilmu dibenci salafi dan nasibi. Salafi yg mana maksd kamu? Byk loh yg mengaku kelompok mereka msg2 sbg salafi. Mgkn ada yg mendaifkan tp ada jg salafi yg tdk mendaifkan.
    Jd salafi yg mana? Bisa kasih tau buku karangan siapa dr salafi yg mendaifkan hadis tsb? Atau bs kasih linknya? Sy sndiri meyakini hds tsb shahih.
    2.Hadis tsb tdk menunjukkan syiah benar atau hrs menjadi pengikut ali. Hadis tsb hanya menunjukkan bhwa ali memiliki byk ilmu. Setiap sahabat memiliki kelebihan dan ilmu adl kelebihan ali.

  17. Wah jadi ingat orchestra Cinta Rasul-nya Haddad Alwi dan Sulis yg diaransir Dwiki Darmawan,” Ana madinatul ‘ilmi wa Ali babuha, ana madinatul ‘ilmi wa Ali babuha…” Keren abiss…

    Setelah Rasulullah SAW, Imam Ali-lah puncak ilmu itu

  18. eit jgn salah yah…kalo pun hadits ini dinyatakan shohih, kami punya alasan dari bunyi hadits ini, hadits ini mengatakan Imam Ali as itu cuma pintu, bukan gudangnya ilmu jadi masih kurang banyak. Bandingkan dengan tokoh kami yg mendapat ilmu dari atas sorban yg di grujukin atau yg didoakan hafalannya…heheheheeh….
    bgmn,…masih bisa ngeles kan :)…..

  19. Ass.
    Rupanya tokoh kami itu pambabal, digrujukin atau didoakan dulu baru dapat menghapal, Imam Ali tanpa itu menjadi pintu/jembatan/sanad bagi generasi berikutnya untuk mendapatkan limpahan Ilmu Rasulullah. begitu yaa.. maksud Mas bob yang budiman. Wassalam

  20. Setelah membaca kajian hadis ini perlu juga rasanya membaca ulasan Ibnu Jakfari atas hadis ini:

    Bantahan Vonis Palsu Atas Hadis “Ana Madinatul Ilmi”

    Bantahan Vonis Palsu Atas Hadis “Ana Madinatul Ilmi” (1)

  21. Kota ilmu pasti sangat kokoh. Tak akan ada yg bisa memasukinya kecuali lewat pintunya. Sepeninggal Rasulullah SAW, Imam Ali-lah sumber terpercaya ilmu Rasulullah SAW. Referensi utama dan pertama seluruh keilmuan Islam. Referensi kebenaran Islam.

  22. semua ilmu yg diketahui ummat pasti diketahui oleh ali as. tp ilmu yg di ketahui oleh ali as blum tentu di ketahui oleh ummat

    semua ilmu yg di sampaikan oleh rosul kepd ummat pastilah ali as yg terlebih dahulu diberitahu.

  23. @abraham
    coba anda sebutkan kelebihan sahabat yg tdk dimiliki imam ali?

  24. @Aldj
    anda bertanya pada mas Abraham tah? saya jawab ya 🙂
    kelebihan sahabat yang lain yang tidak dimiliki Imam Ali adalah
    1. mereka berpengalaman dalam menyembah berhala, membunuh anak-anak perempuan, minum khamer. sedangkan Imam Ali nda pernah tahu ilmu kyk gituan
    2. diantara mereka ada yang Berani menentang perintah Rasul, ingat kan tragedi kamis kelabu, perjanjian hudaibiah, atau bahkan baiat ghadir khum? sesuatu yang sama sekali Imam Ali tidak mungkin berani melakukanya
    3. jago lari….terutama lari dari medan perang, ingat kan balapan lari di perang Uhud, khaibar, dan ekspedisi mu’tah? Imam Ali bahkan jadi perisai hidup buat Rasul sehingga ada 80 luka di tubuh suci beliau
    4. terakhir diantara para sahabat ada yang mempunyai kelebihan dalam hal kreatifitas beribadah, shalat taraweh, asshalatu khairumminannaum, nda usah shalat kalo nda ada air, melarang haji tamattu, nda bayar zakat dianggap murtad. sesuatu yang Imam Ali nda akan mungkin melakukanya, beliau hanya Sami’na Wa Atho’na kepada rasulullah.

  25. Saudaraku sekalian. Menurut para ahli psikologi dunia. Dalam otak kita ada dua file : file positif dan negatif. Ibarat komputer, kita akan meng klik yang mana : file positif dan file negatif. Kalau yang di klik nya file positif, maka yang keluar adalah : Baik sangka, investigasi, check and recheck, meriset dg bersusah payah, hobi membaca berbagai literatur (termasuk literatur yg pada awalnya dianggap lemah), dan sebagainya. Tapi, kalau yg di klik nya file negatif, maka yang keluar adalah : Buruk sangka, dendam, hasad, malas investigasi, taklid butaaaaaa, tidak mau check and recheck, males meriset, mau gampangnya saja, membaca literatur tidak lengkap alias seadanya, dan sebagainya. Jadi, kita sangat percuma, berdebat atau memberikan informasi kepada orang-orang yang memiliki file negatif dalam otak atau akal pikiran. Syukron.

  26. @manshur alfakir
    Kalo file negatifnya di shift+delete saja gimana mas? Bisa ga? Biar susah utk me-restore-nya…

  27. @SP
    Ada seseorang disebuah jejaring sosial menilai tulisan anda di atas banyak melakukan “pengaburan fakta” dengan membandingkannya dengan kajian Syaikh Muhammad Ziyad berikut ini: http://www.alukah.net/sharia/0/492/ Mohon tanggapan dari mas @SP

  28. @Dafa Sani

    Sebelumnya saya sudah pernah membaca kajian tersebut. Sengaja saya tidak memfokuskan takhrij hadis madinatul ilmi karena kajian ulama tersebut sudah cukup bagi mereka yang ingin mengetahui takhrijnya. Oleh karena itu saya lebih fokus pada sanad yang menurut saya waktu itu bisa dijadikan hujjah.

    Pada awalnya [ketika tulisan di atas dibuat] saya berpandangan bahwa tadlis A’masyiy bisa dijadikan hujjah karena ia disebutkan Ibnu Hajar dalam thabaqat kedua dan sebagaimana disebutkan dalam kitab tersebut bahwa mudallis thabaqat kedua termasuk mudallis yang dijadikan hujjah dan banyak perawi yang masuk dalam thabaqat tersebut terdapat dalam Shahih Bukhariy dan Muslim.

    Tetapi saya mempelajari lebih lanjut dan meninjau ulang masalah tadlis A’masyiy dan pendapat yang saya pegang sekarang adalah tadlis A’masyiy lemah [cacat] sehingga tidak bisa dijadikan hujjah tetapi bisa dijadikan i’tibar hadisnya. Bagi mereka yang rajin mengikuti tulisan saya di blog ini maka akan mengetahui perubahan pendapat saya dalam masalah ini. Tadlis A’masyiy kedudukannya lemah kecuali jika ‘an anahnya tersebut dari perawi yang dikenal sebagai gurunya seperti Abu Wail, Abu Shalih, dan Ibrahim An Nakha’iy atau jika yang meriwayatkan darinya adalah Syu’bah dan Hafsh bin Ghiyats.

    Pendapat final saya mengenai hadis Madinatul Ilmi di atas adalah kedudukannya hasan lighairihi dengan keseluruhan jalan-jalannya. Insya Allah jika ada kesempatan saya akan membuat tulisan khusus mengenai hal ini.

    Kalau dibilang pengaburan fakta maka itu hanya persepsinya sendiri, tulisan di atas jelas memiliki dasar atau hujjah, walaupun hujjah tersebut ternyata setelah saya nilai ulang tidak begitu kuat. Silakan kalau orang tersebut memang jujur seharusnya dengan kajian yang ia nukil tersebut maka tidak ada hujjah di dalamnya untuk menyatakan hadis tersebut palsu.

Tinggalkan komentar