Imam Hasan Dan Bani Umayyah Di Mimbar Nabi

Imam Hasan Dan Bani Umayyah Di Mimbar Nabi

Imam Hasan Alaihis Salam adalah cucu Rasulullah SAW yang sangat mulia. Sejarah hidupnya dipenuhi kemuliaan yang tidak dimengerti oleh sebagian orang yang mengaku pengikut Rasulullah SAW. Sebagian orang tersebut lebih suka mengikuti Muawiyah dan memerangi Imam Hasan AS. Bagaimana bisa kesucian cucu Rasul SAW dibandingkan dengan Muawiyah?. Ketika Rasul SAW mengatakan berpeganglah kepada Ithrah Ahlul Bait maka sebagian orang tersebut malah memisahkan diri dari Imam Hasan.

Tulisan kali ini akan membahas penyelewengan yang dilakukan sebagian orang yang ingin mendistorsi sejarah. Minimnya pengetahuan mereka membuat mereka menyebarkan klaim-klaim demi melindungi Muawiyah dan pengikutnya. Mereka mengatakan Imam Hasan menyerahkan kekhalifahan karena mengakui kredibilitas Muawiyah. Klaim yang sangat naïf, Imam Hasan mendamaikan kedua kelompok kaum muslimin karena Beliau AS tidak menyukai pertumpahan darah dan beliau mengetahui bahwa ketentuan Allah SWT pasti terjadi. Rasulullah SAW telah mengabarkan kepada Imam Hasan bahwa bani Umayyah akan menguasai mimbar Nabi walaupun Nabi SAW tidak menyukainya oleh karena itu bagi Imam Hasan AS lebih baik Beliau menyelamatkan banyak darah kaum muslimin karena ketentuan Allah SWT pasti terjadi. Hal inilah yang sukar atau tidak mungkin dipahami oleh para pecinta Muawiyah.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi 5/444 no 3350

بسم الله الرحمن الرحيم حدثنا محمود بن غيلان حدثنا أبو داود الطيالسي حدثنا القاسم بن الفضل الحداني عن يوسف بن سعد قال قام رجل إلى الحسن بن علي بعد ما بايع معاوية فقال سودت وجوه المؤمنين أو يا مسود وجوه المؤمنين فقال لا تؤنبني رحمك الله فإن النبي صلى الله عليه و سلم أري بني أمية على منبره فساءه ذلك فنزلت { إنا أعطيناك الكوثر } يا محمد يعني نهرا في الجنة ونزلت { إنا أنزلناه في ليلة القدر * وما أدراك ما ليلة القدر * ليلة القدر خير من ألف شهر } يملكها بنو أمية يا محمد قال القاسم فعددناها فإذا هي ألف يوم لا يزيد يوم ولا ينقص

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Daud Ath Thayalisi yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Qasim bin Fadhl Al Huddani dari Yusuf bin Sa’ad yang berkata “Seorang laki-laki datang kepada Imam Hasan setelah Muawiyah dibaiat. Ia berkata “Engkau telah mencoreng wajah kaum muslimin” atau ia berkata “Hai orang yang telah mencoreng wajah kaum mukminin”. Al Hasan berkata kepadanya “Janganlah mencelaKu, semoga Allah merahmatimu, karena Rasulullah SAW di dalam mimpi telah diperlihatkan kepada Beliau bahwa Bani Umayyah di atas Mimbar. Beliau tidak suka melihatnya dan turunlah ayat “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadaMu nikmat yang banyak”. Wahai Muhammad Al Kautsar adalah sungai di dalam surga. Kemudian turunlah ayat “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan . Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan”. Bani Umayyah akan menguasainya wahai Muhammad. Al Qasim berkata “Kami menghitungnya ternyata jumlahnya genap seribu bulan tidak kurang dan tidak lebih”.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak As Shahihain 3/187 no 4796 dan beliau menshahihkannya dan diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwah hal 510-511 semuanya dengan sanad yang berakhir pada Al Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Saad atau Yusuf bin Mazin Ar Rasibi.
.

.

Kedudukan Hadis

Hadis ini adalah hadis yang shahih dan telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqah. Tidak ada keraguan dalam sanad hadis ini kecuali mereka yang mencari-cari dalih untuk membela Bani Umayyah. Berikut perawi hadis tersebut

  • Mahmud bin Ghailan. Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 109 bahwa ia adalah perawi Bukhari Muslim, Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Majah. Disebutkan pula bahwa ia meriwayatkan hadis dari Abu Daud Ath Thayalisi dan dinyatakan tsiqat oleh Maslamah, Ibnu Hibban dan An Nasa’i. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/164 menyatakan ia tsiqat.
  • Abu Daud At Thayalisi. Namanya adalah Sulaiman bin Daud, Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Tahdzib juz 4 no 316 bahwa ia adalah perawi Bukhari dalam Ta’liq Shahih Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan. Sulaiman bin Daud telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama diantaranya Amru bin Ali, An Nasa’i, Al Ajli, Ibnu Hibban, Ibnu Sa’ad Al Khatib dan Al Fallas. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/384 menyatakan bahwa ia seorang hafiz yang tsiqat.
  • Al Qasim bin Fadhl. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 8 no 596 dan ia adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Al Qasim bin Fadhl meriwayatkan hadis dari Yusuf bin Sa’ad dan telah meriwayatkan darinya Abu Daud Ath Thayalisi. Beliau telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama diantaranya Yahya bin Sa’id, Abdurrahman bin Mahdi, Ibnu Ma’in, Ahmad, An Nasa’i, Ibnu Sa’ad, At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Syahin. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/22 menyatakan ia tsiqat.
  • Yusuf bin Sa’ad atau Yusuf bin Mazin Ar Rasibi. Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 11 no 707 menyebutkan bahwa ia adalah perawi Tirmidzi dan Nasa’i dan meriwayatkan hadis dari Imam Hasan. Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa Ibnu Main telah menyatakan ia tsiqat. Disebutkan dalam Su’alat Ibnu Junaid 1/319-320 no 186 bahwa Ibnu Main telah menyatakan tsiqat pada Yusuf bin Sa’ad. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/344 menyatakan bahwa Yusuf bin Sa’ad Al Jumahi atau Yusuf bin Mazin tsiqat.

Sudah jelas hadis ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat sehingga kedudukannya shahih tetapi dalih ternyata selalu bias dicari-cari. At Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi no 3350 setelah meriwayatkan hadis ini ia berkata

هذا حديث غريب لا نعرفه إلا من هذا الوجه من حديث القاسم بن الفضل وقد قيل عن القاسم بن الفضل عن يوسف بن مازن و القاسم بن الفضل الحداني هو ثقة وثقه يحيى بن سعيد و عبد الرحمن بن مهدي و يوسف بن سعد رجل مجهول ولا نعرف هذا الحديث على هذا اللفظ إلا من هذا الوجه

Hadis ini gharib, tidak dikenal kecuali dari hadis Al Qasim bin Fadhl dan dikatakan pula dari Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Mazin. Al Qasim bin Fadhl Al Huddani seorang perawi yang tsiqat, ia telah dinyatakan tsiqat oleh Yahya bin Sa’id dan Abdurrahman bin Mahdi. Sedangkan Yusuf bin Sa’ad adalah perawi yang majhul. Hadis dengan lafal di atas tidak diketahui kecuali dari jalur tersebut.

Pernyataan Tirmidzi bahwa Yusuf bin Sa’ad majhul adalah keliru. Yusuf bin Sa’ad telah dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Ma’in sebagaimana yang dikutip Ibnu Hajar dan telah meriwayatkan darinya banyak perawi tsiqah sehingga dalam At Taqrib Ibnu Hajar memberikan predikat tsiqat.

Syaikh Al Albani telah memasukkan hadis ini dalam Dhaif Sunan Tirmidzi no 3350 seraya berkata

ضعيف الإسناد مضطرب ومتنه منكر

Hadis dhaif sanadnya Mudhtharib dan matannya mungkar

Pernyataan Syaikh hanyalah mengikut apa yang disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir 8/442, hadis ini dinyatakan mudhtharib karena diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir At Thabari 24/533 dengan sanad dari Qasim bin Fadhl dari Isa bin Mazin, oleh karena itu Ibnu Katsir menyebut sanad ini idhtirab. Pernyataan ini jelas kekeliruannya

  • Isa bin Mazin tidak diketahui biografinya sehingga dalam hal ini sanad riwayat Ibnu Jarir adalah dhaif, bagaimana mungkin hadis bersanad dhaif menjadi penentu suatu hadis shahih sebagai mudhtharib
  • Al Tirmidzi tidak menyendiri meriwayatkan hadis tersebut dari Yusuf bin Mazin, ia juga telah dikuatkan oleh Al Hakim dan Al Baihaqi sedangkan Ibnu Jarir menyendiri dalam menyebutkan Isa bin Mazin. Oleh karena itu jauh lebih mungkin untuk dikatakan bahwa Ibnu Jarir melakukan kekeliruan dalam menuliskan hadis tersebut.

Hadis tersebut tidak memenuhi syarat mudhtharib karena hadis yang dipermasalahkan Ibnu Katsir berstatus dhaif sehingga tidak dapat dipertentangkan dengan hadis Yusuf bin Mazin. Mengenai pernyataan matan yang mungkar, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya telah mengkritik perkataan Al Qasim bin Fadhl “Kami menghitungnya ternyata jumlahnya genap seribu bulan tidak kurang dan tidak lebih”. Seandainyapun kritik Ibnu Katsir tersebut benar maka yang keliru adalah perkataan Qasim bin Fadhl bukan hadisnya. Aneh sekali, bagaimana mungkin dikatakan hadisnya mungkar hanya karena penafsiran Qasim terhadap hadis tersebut keliru. Dan seandainya pernyataan Qasim bin Fadhl benar maka tidak ada gunanya perkataan Ibnu Katsir bahwa hadis tersebut mungkar. Ataukah bagi Ibnu Katsir dan Al Albani menyebutkan keburukan Bani Umayyah adalah hal yang mungkar?. Sudah jelas itu cuma ulah yang dibuat-buat untuk menolak hadis tersebut demi melindungi Muawiyah dan Bani Umayyah.

100 Tanggapan

  1. Ass wr wb mas SP,

    Hadits yang disajikan diatas tentang 1000 bulan itu adalah masa berkuasanya dinasti Bani Umayyah ya? seperti perkataan sahabat yang bernama Al Qasim tsb.

    Sy coba iseng cek ke Wikipedia kekuasaan dinasti Bani Umayyah terhitung sejak Muawiyah merebut kekuasaan dari Imam Hasan tahun 661M sampai dengan keturunannya Marwan II tahun di tahun 750M. Berati Bani Umayyah berkuasa kurang lebih 1068 bulan atau yah kurang lebih seribu bulan seperti yang dikatakan oleh sahabat Al Qasim, kebetulan sematakah atau????

  2. @cahayamusafir
    iya betul bgt mas..tafsir seribu bulan itu ttg kekuasaan bani umayyah..tapi dikurangi dgn kekuasaanx umar bin abdul azis,mgkn bs genap 1000bln..karena umar bin abdul azis berbeda dgn bani umayyah yg lain,beliau mencintai ahlulbait dan mengembalikan tanah fadak kepada ahlulbait nabi saaw..

  3. Tidak merupakan keanehan apabila mereka yang berhak (ahlulbait) tidak berperang atau tidak berusaha merebut ke KHALIFAAN, karena Iman mereka kepada Allah sudah mencapai tingkat tertinggi. Mereka telah yakin akan ketetapan Allah. Dan mereka2 yang menduduki ke Khalifaan menyangka adalah Rahmat dari Allah dan Allah Ridha. Padahal pemberian itu adalah cobaan yang mengakibatkan Allah mengazhab mereka. Wasalam

  4. Jika hadits di atas shahih, maka kepemimpinan Bani Umayyah telah dikehendaki oleh Allah, dan Imam Hasan mendapatkan pahala yang sangat besar karena beliau mendamaikan kedua pasukan muslim yang berperang, maka kenapa ya orang2 syi’ah skrg pada komplen dengan kepemimpinan Mu’awiyah sedangkan Imam Hasan tentunya atas perintah Allah dan rasul-Nya telah menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah (menurut hadits di atas) demi menta’ati perintah Allah dan mendapatkan pahala yang lebih besar di akhirat, apakah orang-orang yang komplen itu mengikuti para pencela Imam Hasan?

    Shadaqa Rasul Shalallahu Alaihi Wassalam yang bersabda mengenai cucunda tercinta pemuda penghuni surga Imam Hasan Radhiyallahu Anhu:

    “Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin, dan Allah ‘Azza wa Jalla mendamaikan dengannya antara dua kelompok dari kaum muslimin yang saling bertikai.” (HR. Bukhari, no. 3746, Tirmidzi no. 3773, Abu Daud no. 4662 dan lihat Al Irwa’ no. 1597)

  5. @imem: Yg ptg diridoi ga? Disetujui Allah blm tentu diridoi oleh Nya. Yg dicari oleh muslim adl keridhoan Allah SWT. Ammar bin Yassir jg diprediksikan dibunuh oleh kaum pembangkang dan itu tjd atw disetujui oleh Allah SWT, tp pembunuhan tsb diridoi ga? Anda mau jwb diridoi, krn pelakunya sdg ijtihad ?

  6. Sama spt Iblis, dia memohon kpd Allah agar diberikan umur yg panjang dan boleh menyesatkan umat manusia. Allah SWTpun mengabulkannya. Tp apakah Allah ridho dgn si Iblis? Apakah nanti di hari kiamat iblis akan masuk ke surga ?

  7. Ass wr wb,

    @imem,
    perkataan anda benar bahwa kepimpinan Bani Umayyah adalah kehendak Allah dan pahala besar atas Imam Hasan yang telah mendamaikan kedua pasukan muslim. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kalau Imam Hasan mendapat pahala besar karena telah menghentikan perang demi mentaati perintah Allah, apa kemudian yang menjadi dasar pahala bagi Muawiya? Apakah setelah didamaikan dan kemudian Muawiya naik sebagai khalifah kemudian kesalahan2x Muawiya dan orang-2x yang berjalan disisinya juga dihapuskan Allah?Apa yang dikejar oleh Muawiya sehingga begitu bernafsunya dia akan tampuk kekuasaan?Bukankah Imam Hasan penghulu pemuda surga yang dosa-2x telah terampuni lebih jauh memenuhi syarat sebagai pemimpin umat Islam. Muawiya sepatutnya malu atas dirinya bila harus ‘bersaing’ dengan Imam Hasan.

    sedikit saya kutip ucapan Zainab binti Ali (sa) ketika beliau menjawab cemoohan seorang penguasa atas diri dan saudara-saudaranya pasca peristiwa karbala:

    Penguasa:”Apa pendapatmu tentang apa yang Allah telah lakukan terhadap keluargamu dan saudaramu”

    Zainab menjawab:”Sungguh aku tidak melihat ketentuan Allah melainkan indah, mereka adalah sekelompok orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk mati terbunuh dan mereka pun bergegas menuju kematian itu dan Allah akan mempertemukan kamu dengan mereka dan lihatlah siapa yang menang di hari itu”

    Semoga bisa menjadi renungan…

  8. Belain trus , biar semakin jelas bagi dunia kepandiran mu.. .Memang benar yah hidayah itu jauh bila kita tdk menggunakan akal

  9. @imem
    Muawiyah pasti tw dnk dgn hadis yg anda bawakan diatas ttg imam hasan as sbg penghulu pemuda surga?harusnya dia tunduk kepada imam hasan as..nyatanya tidak..cuma satu yg membuat muawiyah tak peduli ttg hadis keutamaan imam hasan as itu,yaitu KEBENCIAN MUAWIYAH TERHADAP IMAM ALI AS!!!hal ini disebabkan keluarga pendahulu muawiyah dibunuh oleh zulfikar imam ali as..

  10. @imem
    Mereka tidak mengklaim kekhalifaan. Karena semua tahu bahwa ia bukan KHALIFA tapi RAJA bani Umayah.
    Kita sebagai umat Islam menklaim perbuatan dan tingkah lakunya. Dan semua kita lakukan berdasarkan perintah Allah NAHI MUNGKAR

  11. @imem
    Imem menulis:

    “Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin, dan Allah ‘Azza wa Jalla mendamaikan dengannya antara dua kelompok dari kaum muslimin yang saling bertikai.” (HR. Bukhari, no. 3746, Tirmidzi no. 3773, Abu Daud no. 4662 dan lihat Al Irwa’ no. 1597)

    Tugas mendamaikan kumpulan dari kaum Muslimin (apakah mereka itu dari org2 yg sesat maupun tidak) adalah tugas2 seorang pemimpin. Dan itulah yg dilakukan Imam Hasan a.s – pemimpin sebenar yg diiktiraf Allah dan RasulNya. Dan pada masa pertikaian Imam Hasan a.s dan Muawiyyah, Imam Hasan lah yg telah jelas ditunjuk sebagai pemimpin (lihat kembali hadis). Lalu bagaimana Muawiyyah boleh tega mengaku dirinya sebagai pemimpin pada masa kepimpinan Imam Hasan a.s (yg diperakui Allah dan RasulNya), sehingga begitu berani pula merebutnya secara paksa?

  12. ck..ck..ck.. Imem…Imem.

  13. Ada dua org di kalangan Salafi Nashibi yg dipertahankan dan dibela mati2an yaitu Muawiyah dan Abu Hurairah, karena kedua tokoh itu boleh dibilang merupakan pilar ajaran salafi. Dalam sejarah kita mengetahui bahwa Abu Hurairah merupakan org dekat Muawiyah bahkan diangkat menjadi gubernur. Pada masa ini Abu Hurairah banyak memproduksi hadis2 palsu pesanan Muawiyah. Boleng dibilang kedua org ini saling membutuhkan. Muawiyah membutuhkan Abu Hurairah untuk membuat hadis2 keutamaan dirinya atau para sahabat yg berseberangan dg Ali. Sebaliknya Abu Hurairah yg sangat miskin dan papa sangat membutuhkan Muawiyah untuk menjamin kehidupannya.

  14. Apa jadinya dg ajaran salafi kalau ternyata kedua tokoh ini sepak terjangnya sangat merugikan bahkan menghancurkan Islam ?

  15. Utk : Secondprince :
    Mungkin perlu saya tambahkan penjelasan hadis diatas. Nabi dihibur Tuhan melalui turunnya 2 surah diatas. Setelah surat tsb turun, lalu malaikat Jibril berkata pada nabi : Yamlikuha (ba’da) Ya Muhamad. Kemudian Qosim (iseng) menghitung bahwa kekuasaan Bani Umayah selama 1000 bulan( 83 th), tak lebih tak kurang. Seolah2 ia (Qosim) menampilkan suatu kebetulan angka sama yaitu 1000 bulan, walau tak ada hubungan antra surah Al Qodar dengan Umayah.
    Ok…nabi, dan juga Hasan bin Ali mungkin tak suka pada berkuasanya Muawiyah. Berkuasanya Muawiyah bukan merupakan pelanggaran agama kan…? Jika suatu pelanggaran agama, mana mungkin Hasan mau ber baiat dengan Muawiyah. Tentu ia akan mengamalkan suatu hadis lain bahwa jika nanti anda tak menjumpai imam maka tinggalkan dan kalau perlu pergi ke hutan walau hanya makan dengan ranting dan daun kering. Artinya nabi pun meng isyaratkan bahwa akan ada suatu saat nanti tak dijumpai Imam (pemimpin yg memenuhi syarat sebagai imam), maka tinggalkanlah lalu pergilah ( ke hutan jika perlu). Nyatanya Imam Hasan tak pergi hijrah meninggalkan kota kekuasaan Negara. Artinya Muawiyah menjadi sebagai Khalifah tak merupakan suatu pelanggaran agama, iapun diakui sebagai Imam. Disaat yg sama tak ada golongan yg ber baiat pada Hasan bin Ali, artinya Hasan belum jadi Imam.
    Pendirian/sikap Hasan bin Ali pun ditiru Abu Khurairah, sehingga ia bersedia saja jadi Gubernur Madinah. Dan itu bukan pelanggaran agama.
    Nabipun pernah mengisyaratkan bahwa Usman bin Affan akan jadi khalifah, yg mana Ali Ra pada saat itu tak hijrah meninggalkan Usman bin Affan, artinya Usman sebagai Khalifah bukan sebagai suatu pelanggaran agama.

  16. Ralat :

    Setelah turunnya 2 surah diatas, maka Jibril berkata pada nabi Muhammad : Yamliku ha banu Umayah (ba’da) ya Muhamaad

  17. Sipemimpi jadi Tarzan sekarang sedang bermimpi Imam Hasan membaiat Muawiyah. Bermimpi terus anda, pengganti ASUMSI

  18. @Lahuntermaru

    Ok…nabi, dan juga Hasan bin Ali mungkin tak suka pada berkuasanya Muawiyah. Berkuasanya Muawiyah bukan merupakan pelanggaran agama kan…?

    Menurut anda mengapa Rasul saw tdk suka dgn kepemimpinan Muawiyyah? Ketahuilah wahai Lamaru, sudah pasti jika Rasul saw tdk suka, maka itu berarti telah terjadi pelanggaran. Terserah anda mau mengatakan pelanggaran agama atau apa.

    Apakah karena hanya ingin membela Muawiyyah atau katakanlah ingin mengcounter paham Syiah yg tdk menyukai Muawiyyah lantas anda lalai dalam menjaga kesopanan anda terhdp Rasul saw? Apakah anda juga sdh terjebak dgn mereka2 yang bermaksud meninggikan derajat Muawiyyah dan tanpa sadar merendahkan martabat Rasul saw?

    Sudah jelas kok Rasul saw tidak suka, begitu pula Imam Hasan, manusia-manusia pilihan Allah swt, lalu mengapa mesti dilemahkan hanya utk Muawiyyah?

    Jika suatu pelanggaran agama, mana mungkin Hasan mau ber baiat dengan Muawiyah

    Apakah anda sdh membaca mengapa Imam Hasan as menyerahkan kekhalifahannya ke Muawiyyah?
    Mengapa Muawiyyah yg malah anda bela? Mengapa anda tdk membela Imam Hasan yg dirampas kekhalifahannya? Bukankah Imam Hasan adalah anak Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali, cucu Nabi saw terkasih, sementara Muawiyyah anak Abu Sufyan musuh utama Nabi saw dan Hindun si Pemakan Jantung Hamzah?

    Sungguh menyedihkan! Hanya karena ketidaksukaan dengan Syiah, akal dan hati menjadi tertutup!

  19. @Lahuntermaru

    Ok…nabi, dan juga Hasan bin Ali mungkin tak suka pada berkuasanya Muawiyah. Berkuasanya Muawiyah bukan merupakan pelanggaran agama kan…?

    Menurut anda mengapa Rasul saw tdk suka dgn kepemimpinan Muawiyyah? Ketahuilah wahai Lamaru, sudah pasti jika Rasul saw tdk suka, maka itu berarti telah terjadi pelanggaran. Terserah anda mau mengatakan pelanggaran agama atau apa.

    Apakah karena hanya ingin membela Muawiyyah atau katakanlah ingin mengcounter paham Syiah yg tdk menyukai Muawiyyah lantas anda lalai dalam menjaga kesopanan anda terhdp Rasul saw? Apakah anda juga sdh terjebak dgn mereka2 yang bermaksud meninggikan derajat Muawiyyah dan tanpa sadar merendahkan martabat Rasul saw?

    Sudah jelas kok Rasul saw tidak suka, begitu pula Imam Hasan, manusia-manusia pilihan Allah swt, lalu mengapa mesti dilemahkan hanya utk Muawiyyah?

    Jika suatu pelanggaran agama, mana mungkin Hasan mau ber baiat dengan Muawiyah

    Apakah anda sdh membaca mengapa Imam Hasan as menyerahkan kekhalifahannya ke Muawiyyah?
    Mengapa Muawiyyah yg malah anda bela? Mengapa anda tdk membela Imam Hasan yg dirampas kekhalifahannya? Bukankah Imam Hasan adalah anak Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali, cucu Nabi saw terkasih, sementara Muawiyyah anak Abu Sufyan musuh utama Nabi saw dan Hindun si Pemakan Jantung Hamzah?

    Sungguh menyedihkan! Hanya karena ketidaksukaan dengan Syiah, akal dan hati menjadi tertutup!

  20. @Lamaru

    Nabipun pernah mengisyaratkan bahwa Usman bin Affan akan jadi khalifah, yg mana Ali Ra pada saat itu tak hijrah meninggalkan Usman bin Affan, artinya Usman sebagai Khalifah bukan sebagai suatu pelanggaran agama.

    Supaya clear, apakah anda ingin mengatakan bahwa jika Imam Ali hijrah, maka pemimpin yg diangkat pada waktu itu telah melakukan suatu pelanggaran agama? Sebaiknya anda berpikir dulu sebelum mengutarakan pendapat anda

  21. Utk Truthseeker :

    Betul sekali, jika Imam Ali hijrah meninggalkan 3 Khalifah, maka dapat di katakan bahwa imam Ali mengamalkan suatu hadis bahwa akan akan ada suatu saat tidak dijumpai imam (yg memenuhi kriteria sbg imam) maka tinggalkan dan jika perlu ke hutan walau hanya makan daun dan ranting kering.

    Nyatanya Ali tidak hijrah, maka ke khalifahan 3 sahabat tersebut sesuai dengan kriteria dalam Islam ( tak melanggar agama).

    Suatu kesalahan jika Nabi tak suka sesuatu, maka sesuatu itu dihukumi adalah pelanggaran agama. Contoh : Nabi tak suka dekat dengan orang yg makan bawang, apakah nabi melarang kita makan bawang ?

    Nabi tak suka pakaian warna kuning, apakah kita dilarang memakai pakaian warna kuning ?

  22. Begitu pula Nabi tak suka Muawiyah sebagai khalifah, bukan berarti itu pelanggaran agama. Andai saja itu pelanggaran agama, maka tentu Hasan akan diperintahkan nabi memerangi atau meninggalkan Muawiyah.

  23. Utk Truthseeker :

    Sesungguhnya saya juga tak suka melihat Muawiyah menjadi Khalifah setelah Ali Ra. Tapi apa mau dikata, Imam Hasan saja melepaskan ke khalifan tsb, jadi kita nunut saja apa yg telah dilakukan oleh Hasan Ra junjungan kita. Namun ada hikmah yg bisa dipetik bahwa suatu Jamaah/Umat bisa saja dipimpin oleh seseorang bukan keturunan nabi, sah sah saja.

  24. @Lahuntermaru

    Apakah anda lupa atas penjelasan saya yakni Rasulullah saw pernah mengatakan kepada Imam Ali as bahwa umat akan menyimpang di Saqifah Bani Sa’idah. Maka dari itu jelas bahwa kekuasaan Muawiyah adalah kelanjutan dari kekuasaan Abubakar cs, karena dipilih berdasarkan pilihan manusia. Sedangkan menurut ajaran Ahlulbait bahwa pimpinan umat Islam dipilih oleh Allah dan Rasul-Nya. 🙂

  25. @Lahuntermaru

    maka tentu Hasan akan diperintahkan nabi memerangi atau meninggalkan Muawiyah

    Memang Imam Hasan memerangi Muawiyah karena Muawiyah tidak mau mengakui kekhalifahan Imam Hasan, beliau Imam Hasan adalah Imam dan Khalifah yang sah. So ngapain Muawiyah memerangi Imam Hasan. apakah begitu tindakan muslim yang baik?. Memerangi khalifah yang sah?ck ck ck perhatikan dulu yang itu 😛

  26. Blog ini BUKAN mencari KEBENARAN….TAPI mencari AIB!
    Mencari KORENG! yang BAU-BAU dicari!

    biar Allah SWT yg akan membuka aib pemilik koreng eh blog ini (dkk) kelak…

  27. @kamen’i
    Kita harus tau dimana tempat bau supaya jangan terperosok kedalam tempat berbau.

  28. @kamen’i

    Blog ini BUKAN mencari KEBENARAN….TAPI mencari AIB!
    Mencari KORENG! yang BAU-BAU dicari!

    Maaf yang anda sebut koreng dan bau itu berasal dari kitab-kitab hadis. Jadi berhati-hatilah berbicara

    biar Allah SWT yg akan membuka aib pemilik koreng eh blog ini (dkk) kelak…

    Semoga Allah SWT mengampuni anda dan juga saya 🙂
    salam

  29. Jika anda tdk mampu menyelesaikan masalah, bisa jadi anda lah termasuk masalah tersebut.

  30. Utk SP

    Ok.. Hasan mau memerangi Muwaiyah, namun tak jadi, dan justru menyerahkan ke khalifahan kepada Muawiyah. Jika Hasan tak setuju, ngapain ia menyerahkan secara resmi ? Kenapa tak memilh menyingkir/hijrah saja agar umat Islam tahu bahwa ia tak setuju dengan ke kahlifanan Muawiyah ? agar umat Islam tak salah persepsi…

    Kan ada hadis bahwa suatu saat kelak jika tak dijumpai Imam maka tinggalkanlah dan jika perlu ke hutan walau hanya makan daun dan ranting kering.

  31. @Lahuntermaru

    Kan ada hadis bahwa suatu saat kelak jika tak dijumpai Imam maka tinggalkanlah dan jika perlu ke hutan walau hanya makan daun dan ranting kering.

    Hadis dari mana? 🙄 , Tolong disebutkan sumber beserta teks hadisnya, biar saya tahu kalau apa yang anda kutip memang valid 🙂

  32. @SP

    Dari dulu juga @Lahuntermaru tidak mengerti mengenai hadits, makanya dia bingung kalo disodorkan untuk membahahas hadits. Cuma bisa ber-Asumsi doang :mrgreen:

  33. @kamen’i

    Anda juga mungkin tidak mengerti akan adanya hadits yg ditampilkan oleh @SP tsb diatas, jadi bicaranya berdasarkan hawa nafsu belaka ya, atau anda yg ingkar thdp sunnah Nabi saw? :mrgreen:

  34. @Lamaru

    Suatu kesalahan jika Nabi tak suka sesuatu, maka sesuatu itu dihukumi adalah pelanggaran agama. Contoh : Nabi tak suka dekat dengan orang yg makan bawang, apakah nabi melarang kita makan bawang ?
    Nabi tak suka pakaian warna kuning, apakah kita dilarang memakai pakaian warna kuning ?

    Ya Lamaru, ketidaksukaan Rasul saw dgn contoh2 yg anda berikan adalah sifat manusiawi Rasul saw, yg erat kaitannya dgn selera. Ini jg dimiliki semua orang. Ini tdk ada problem. Sementara tahukah anda mengapa Rasul menyatakan ketidaksukaan thd (kepemimpinan) Muawiyah? Karena selerakah? Atau karena prilaku dan akhlak si Muawiyah?

    Btw, apakah anda jg merasa tdk ada problem jika anda juga termasuk yg tdk disukai Rasul saw?

  35. @kamen’i

    Blog ini BUKAN mencari KEBENARAN….TAPI mencari AIB!
    Mencari KORENG! yang BAU-BAU dicari!

    Sebaiknya pernyataan ini tdk keluar. Anda bahkan secara tdk sadar telah menegaskan ke kami bahwa tokoh2 Islam yg anda bela ternyata mengandung penuh aib. bau dan koreng.

  36. @Lamaru

    Sesungguhnya saya juga tak suka melihat Muawiyah menjadi Khalifah setelah Ali Ra.

    Anda suka atau tdk itu tdk penting. Yang penting adalah bagaimana anda menyikapi ketidaksukaan Rasul saw thd (kepemimpinan) Muawiyah? Seberapa banyak pengetahuan yang anda miliki tentang prilaku & akhlak Muawiyyah? Bagaimana itikad dan sikap anda melihat pengambilalihan kekhalifahan oleh Muawiyyah? Bagaimana sikap anda jika anda harus memilih antara Imam Hasan dan Muawiyyah?

    Tapi apa mau dikata, Imam Hasan saja melepaskan ke khalifan tsb, jadi kita nunut saja apa yg telah dilakukan oleh Hasan Ra junjungan kita.

    Pernyataan ini benar namun apa yg melatarbelakanginya yg keliru.

    Namun ada hikmah yg bisa dipetik bahwa suatu Jamaah/Umat bisa saja dipimpin oleh seseorang bukan keturunan nabi, sah sah saja.

    Ngaco dan seenaknya.

  37. Utk Truthsekker :

    bahwa suatu Umat/Jamaah dipimpin oleh seseotrang bukan keturunan nabi sah sah saja :
    Buktinya :
    Jamaat/Umat Islam di era khalifah Abubakar, Umar, Usman, dan Alipun bergabung didalam jamaah tsb.

    Imam Hasan pun tak pergi meninggalkan kekuasan Muawiyah sebagai tanda tak setuju. Yg jelas ia secara resmi menyerahkan ke khalifahan kepada Muawiyah. Jika saja itu suatu pelanggaran agama, mana mau Imam Hasan berbuat seperti itu, mendukung suatu pelanggaran.

  38. @lamaru

    Imam Hasan pun tak pergi meninggalkan kekuasan Muawiyah sebagai tanda tak setuju. Yg jelas ia secara resmi menyerahkan ke khalifahan kepada Muawiyah.

    Tahukah anda mengapa Imam Hasan harus menyerahkan kekhalifahannya ke Muawiyyah? Hal ni sdh sy tekankan ke anda, namun anda tdk mau peduli. Sebaiknya anda pelajari dulu riwayat pengambilalihan kekhalifahan oleh Muawiyyah agar anda tdk terus keliru bersikap.

    Jika saja itu suatu pelanggaran agama, mana mau Imam Hasan berbuat seperti itu, mendukung suatu pelanggaran.

    Sy tdk tau apa yg anda maksudkan dgn pelanggaran agama segala. Apakah menurut anda pemberontakan, perampasan hak, termasuk pelanggaran agama atau bukan?

  39. Utk Truthsekker :

    Memberontak terhadap Imam/Khalifah yg sah merupakan pelanggaran agama., Saya setuju. eperti yg dilakukan Muawiyah yaitu memberontak thd Halifah Ali Ra. JIka Muawiyah berkuasa setelah berontak thd Ali, maka itu pelanggaran agama. Namun fakta mengatakan bahwa Muawiyah menjadi khalifah setelah ada penyerahan resmi dari Hasan Ra. Jika hal tsb merupakan pelanggaran agama, mana mungkin Hasan mau menyerahkan ke khalifahan kepada Muawiyah

  40. @Lahuntermaru
    saya yakin anda tidak tahu sejarah. Imam Hasan itu sudah jadi khalifah tetapi Muawiyah tetap saja memeranginya or memberontak, jelas saja itu penyimpangan agama. mau berdalih apa lagi bung

  41. Ok…Saat Ali Ra terbunuh, maka 2 orang yg mrengklaim sebagai Khalifah bersamaan yaitu Hasan dan Muawiyah ( yg sudah lama mengincar khalifah sejak Ali masih hidup). Lalu nyaris Hasan dan Muawuyah perang, namun Hasan mengalah. Ia rela melepadskan ke Khalifahan kepada Muawiyah secara resmi namun bersyarat. Andai ke khalifan Muawiyah sebagai suatu pelanggaran agaama, maka mana mungkin Hasan mau membiarkan pelanggaran terjadi dengan menyerahkan khalifah kepada Muawiyah secara resmi, karena bisa menimbulkan persepsi umat sesudahnya bahwa Hasan setuju.

  42. @Lahuntermaru

    Ok…Saat Ali Ra terbunuh, maka 2 orang yg mrengklaim sebagai Khalifah bersamaan yaitu Hasan dan Muawiyah ( yg sudah lama mengincar khalifah sejak Ali masih hidup)

    Jangan ngelantur ah, yang khalifah itu ya Imam Hasan, Muawiyah itu pemberontak 🙂

  43. Mungkin anda yg melantur. Dua golongan masing2 mengakui bahwa Hasan di satu gol, dan Muawiyah di golongan lain, sebagai khalifah. lalu Hasan mengalah..Andai pelanggaran agama, tak mungkin Hasan mau menyerutujui dengan resmi bahwa ia menyerahkan ke khalifan kepada Muawiyah.

  44. Lahuntemaru, munkin imam hasan melakukan itu untuk menghindari pertumpahan darah umat islam terus-menerus, dimana dia melihat bahwa mudharat lebih banyak dari manfaatnya jika umat islam terus berperang, meskipun dia dalam jalan kebenaran tapi bayangkan jika pengikut muawiyah terbunuh dalam perang mati sebagai bughah, tetapi jika berdamai pasti ada kesempatan bertobat diakhir hayat, disamping itu muawiyah yang hilm munkin memenangkan perang dengan zhalim, tetapi itu bisa menyebabkan Ahlul bait nabi akan habis, padahal diakhir jaman Imam Mahdi akan lahir dari Ahlul Bait, bahkan munkin Islam tidak bisa sampai kekita Indonsia kalau Ahlul Bait tiada, seperti kita maklumi Islam masuk keindonesia melalui jalur keturunan Imam Ja’far Ashshidiq yang melahirkan Walisongo di Indonesia, dari pada anda mendepat terus blog ini, baiknya anda mendebat Situs Fith Freedom yang berisi para Murtadin yang menghujat Islam, ampun-maaf, wassalam

  45. @ibnu aspani

    baiknya anda mendebat Situs Fith Freedom yang berisi para Murtadin yang menghujat Islam, ampun-maaf, wassalam

    bukannya malah jadi blunder tuh, karena dia bakalan ngomong kagak pake refferensi kecuali asumsi…hihi

  46. Utk Ibnu Aspani :

    Jika utk melaksanakan pembelaan thd aqidah, kebenaran agama, Ahl Bait tak mengenal takut. Namun karena naiknya Muawiyah sebagai Khalifah belum di golongkan sebagai pelanggaran aqidah agama maka Hasan rela melepaskan ke khalifahan kepada Muawiyah agar umat Islam terhindar dari perpecahan/pertumpahdarahan.

  47. @Lahuntermaru
    anda tidak perlu mengukur akhlak sang Imam dengan logika anda yang rendah. Bagi Imam Hasan darah kaum muslimin lebih utama untuk diselamatkan dan silakan bandingkan dengan Muawiyah yang terus-terusan memerangi Ahlul Bait. Dari awal yang namanya memerangi Ahlul Bait adalah pelanggaran agama karena melanggar Hadis Tsaqalain. silakan saja kalau mau membela muawiyah yang memerangi Ahlul Bait 🙂

  48. @SP dan teman-temannya

    Saya mau tanya sama anda sekalian tentang tindakan imam Hasan apakah BENAR atau SALAH:

    1. Apakah BENAR keputusan Imam Hasan yg mengutamakan keselamatan kaum muslimin sehingga mau berdamai dan membiarkan kekhalifahan jatuh ke tangan Muawiyah?

    2. Apakah SALAH keputusan Imam Hasan yg membiarkan kekhalifahan jatuh ke tangan Muawiyah dan malah memilih berdamai -padahal waktu itu pasukan beliau sangat banyak dan sangat mungkin untuk menang-, sehingga akibatnya ahlulbait dibantai khususnya pada zaman kepemimpinan Yazid.

    Monggo dijawab…

  49. @Pecinta Ahlul Bait

    Apakah BENAR keputusan Imam Hasan yg mengutamakan keselamatan kaum muslimin sehingga mau berdamai dan membiarkan kekhalifahan jatuh ke tangan Muawiyah?

    keputusan yang benar

    -padahal waktu itu pasukan beliau sangat banyak dan sangat mungkin untuk menang-, sehingga akibatnya ahlulbait dibantai khususnya pada zaman kepemimpinan Yazid.

    Gak pernah baca sejarah ya Mas, kalau gak ada apa-apa mana mungkin Imam Hasan mau menyerahkan kekhalifahan. Pada saat itu terjadi fitnah atau makar yang dibuat oleh pengikut Muawiyah sehingga memecah belah umat islam di pihak Imam Hasan. Lagipula Mas itu tidak bisa menempatkan sebab akibat dengan benar. Ahlul Bait dibantai mah bukan karena Imam Hasan turun dari khilafah tetapi karena Yazid putra Muawiyah yang memrintahkan pasukannay untuk membantai Ahlul Bait. Sungguh betapa keterlaluan sikap kalian terhadap Ahlul bait, ngakunya sebagai pengikut ahlul bait tetapi komentarnya senantiasa berpihak pada mereka yang memerangi Ahlul Bait. Saya tanya nih Mas, memerangi Ahlul bait seperti yang dilakukan Muawiyah dan Yazid itu benar atau tidak? jawab dengan jujur 🙂

  50. halaaaah…semakin muak saya akan segala usaha pembelaan atas para pembatai Imam Hussein As dan parapembangkang atas Imam Ali As. Sejarah tak terbantahkan…

    apa yg bisa saya terima walau setetes alasan akan segala kejadian terkeji sepanjang hayat alam semesta itu ?????
    tak tersisa sedikitpun!

    Ya Allah AWZ….saya dan keluarga berlepas diri dari mereka yg berusaha membela para pembantai Kekasih Mu yg suci lagi mulia…

  51. utk SecondPrince :
    Anda bersasumsi bahwa Ahl Bait lebih mengutamakan darah (jiwa kaum muslimin).
    Padahal keselamatan kaum muslimin di akhirat jauh lebih penting dari darah/jiwa. Ahl bait tak takut mati, walau darah berceceran yg penting aqidah terselamatkan. Naum karena nailnya Muawiyah sebagai khalifah tidak melanggar aqidah maka Hasan Ra rela melepaskan ke khalifahan agar darah kaum muslin terjaga dan aqidah pun tak rusak.

  52. Rasulullah saw bersabda:

    “Demi Dzat yang telah mengutusku dengan membawa kebenaran, jika seseorang dari kalian membawa amalan sebesar gunung pada hari kiamat, akan tetapi ia tidak berwilayah kepada Ali bin Thalib a.s., maka Allah akan mencampakkannya ke dalam api neraka”.

    Wassalam…

  53. @Lahuntermaru
    Saya tanya nih Mas, memerangi Ahlul bait seperti yang dilakukan Muawiyah dan Yazid itu benar atau tidak? Memerangi Ahlul Bait melanggar hadis Tsaqalain tidak?. kalau anda bilang melanggar ya sesat atuh Mas. Ngapain ngikutin yang sesat. Jangan sibuk dengan asumsi anda saja :mrgreen:

  54. Utk SP :
    Memerangi Ahl Bait adalah tindakan MELANGGAR Agama. Namun menerima ke khalifahan yg di serahkan Hasan Ra secara resmi kpd Muawiyah bukan pelanggaran agama kan ? walau kita mungkin taksuka, tapi apa boleh buat, Hasan Ra yg menyerahjkan secara resmi. Imam Hasan kan selalu BENAR dalam tindakannya, maka kita benarkan pula tindakan Hasan dalam menyerahkan ke khalifahan kepada Muawiyah. Kita kan nunut saja dengan junjungan kita Ahl Bait.

  55. @Lahuntermaru

    Memerangi Ahl Bait adalah tindakan MELANGGAR Agama

    siiip tuh udah dapet kesimpulannya berarti Muawiyah dan Yazid itu Melanggar Agama

    Namun menerima ke khalifahan yg di serahkan Hasan Ra secara resmi kpd Muawiyah bukan pelanggaran agama kan ?

    Oh tentu Imam Hasan adalah seorang Imam yang mulia, tindakan beliau adalah demi menyelamatkan darah umat Islam bukan mengakui Muawiyah. Nyatanya Muawiyah tetap seorang pelanggar agama dan anda sendiri sudah mengakuinya 🙂

  56. Utk Secondprince :
    Sepertinya anda ber asumsi bahwa Hasan lebih mementingkan menjaga darah kaum muslimin daripada menjaga aqidah utk keselamatan kaum muslimin di akhirat kelak….aneh…

    Memang Muawiyah adalah seorang yg kurang baik akhlaknya. Namun proses penyerahan Khalifah ke Muawiyah oleh Hasan bukan pelanggaran agama. Dan Muawiyah sebagai Khalifah bukan suatu pelanggaran agama, karena Hasan lah yg menyerahkan ke kifahan tsb walau Muawiyah seorang yg kurang baik akhlaknya. Apa mau dikata…Kita mungkin tak suka. Namun dapat diambil khikmahnya bahwa suatu jamaah/Umat bisa saja dipimpin oleh seorang yg bukan keturunan nabi, sah sah saja.

  57. @Lahuntermaru

    Sepertinya anda ber asumsi bahwa Hasan lebih mementingkan menjaga darah kaum muslimin daripada menjaga aqidah utk keselamatan kaum muslimin di akhirat kelak….aneh…

    andalah yang berasumsi, kalau mau aqidah selamat ya berpegang teguhlah pada Ats Tsaqalain jangan diperangi toh, memerangi ahlul bait sudah pasti sesat :mrgreen:

    Kita mungkin tak suka. Namun dapat diambil khikmahnya bahwa suatu jamaah/Umat bisa saja dipimpin oleh seorang yg bukan keturunan nabi, sah sah saja.

    Silakan saja begitu, nyatanya Nabi juga gak suka kok. btw ntar jangan2 anda bakal bilang bahwa Yazid sebagai khalifah bukan pelanggaran agama walaupun ia membantai keluarga Nabi, aduh duh sampean aneh sekali.

  58. Dasar Lamaru itu orang aneh, karena memahami Islam dgn hawa nafsunya sendiri (asumsi). Jadi aja pemahaman Islamnya asing (aneh) :mrgreen:

  59. Utk Secondprince :

    Jika anda berasumsi bahwa ahl bait juga mementingkan aqidah disamping darah umat Islam, artinya anda tak mmpersoalkan penyerahan khalifah oleh Hasan ke Muawiyah, toh Hasan pasti menjaga aqidah umat Islam, dan penyerahan ke khalifahan kpada Muawiyah tak merusak aqidah umat islam, alias sah sah saja.

  60. @Lahuntermaru

    Ah anda itu kenapa dungu itu dipelihara sih, kan sudah dijelaskan bahwa Imam Hasan as menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah karena menjaga supaya tidak tertumpahnya darah umat Islam dari perang saudara. Dan Muawiyah disini posisinya sebagai penghianat dari kekhalifahannya yang sah. Muter lagi muter lagi, lagi kok muter… :mrgreen:

  61. @SP

    Apakah BENAR keputusan Imam Hasan yg mengutamakan keselamatan kaum muslimin sehingga mau berdamai dan membiarkan kekhalifahan jatuh ke tangan Muawiyah?

    keputusan yang benar

    Kalo anda mengakui bahwa keputusan Imam Hasan BENAR, maka anda dan kaum syiah seharusnya mengikuti beliau. Karena walaupun terpaksa beliau tetap taat dan patuh kepada pemimpin, yg dlm hal ini adalah Muawiyah. Ini merupakan konsekwensi dari sikap beliau yg rela memberikan kepemimpinan kpd Muawiyah.
    Ini merupakan sikap yg tepat dan menunjukkan tingginya pemahaman beliau thd syariat islam yg diajarkan oleh kakeknya yaitu Rosululloh sholallohu alaihi wassalam. Dimana beliau Rosululloh telah bersabda:

    Dari Hudzaifah ibnul Yaman radliallahu anhu berkata, bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan datang sesudahku para pemimpin, mereka tidak mengambil petunjukku dan juga tidak melaksanakan sunnahku. Dan kelak akan ada para pemimpin yang hatinya seperti hati syaithon dalam jasad manusia. “Maka aku berkata, “Yaa Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku mendapati hal ini?” Beliau berkata, “Hendaklah engkau mendengar dan taat pada amir/pemimpinmu, walaupun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu” (HSR Muslim)

    Dari Auf bin Malik radliallahu anhu berkata, berkata Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Ketahuilah barangsiapa yang di bawah seorang wali/pemimpin dan ia melihat padanya ada kemaksiatan kepada Allah, maka hendaklah ia membenci kemaksiatannya. Akan tetapi janganlah (hal ini menyebabkan) melepaskan ketaatan kepadanya” (HSR Muslim)

    Dari Ummu Salamah radliallahu anha berkata, “Telah besabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan ada sesudahku para penguasa, yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridho dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa -pent). Maka para sahabat berkata. “Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau menjawab, “Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian” (HSR Muslim)

    Gak pernah baca sejarah ya Mas, kalau gak ada apa-apa mana mungkin Imam Hasan mau menyerahkan kekhalifahan. Pada saat itu terjadi fitnah atau makar yang dibuat oleh pengikut Muawiyah sehingga memecah belah umat islam di pihak Imam Hasan

    Ini ada sedikit referensi. Mohon dibaca teliti ya…

    Telaah Terhadap Pemikiran Syiah Imamiyah (bag 3)

    Kelompok ini meyakini adanya rentetan imamah (kepemimipinan) yang dimulai dengan Ali bin Abu Thalib dan seterusnya turun temurun kepada anak-anak keturunannya yang semuanya berjumlah dua belas, imam berikut ditunjuk langsung oleh imam pendahulunya dan begitu seterusnya, dan penunjukan Ali sendiri sebagai imam menurut mereka dilakukan oleh Rasulullah saw, selanjutnya Ali menunjuk penggantinya yaitu al-Hasan bin Ali dan begitu seterusnya seperti yang telah dijelaskan di awal makalah ini.

    Penulis telah menjelaskan bahwa Nabi saw tidak pernah menunjuk Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah setelahnya, apa yang mereka klaim bahwa beliau menunjuknya sebagai penggantinya hanyalah bualan dan omong kosong mereka, dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan bahwa Ali bin Abu Thalib juga tidak pernah menunjuk al-Hasan sebagai khalifah setelahnya dan al-Hasan bin Ali juga tidak pernah melakukan itu. Pembaca akan mengetahui sejauh mana mereka membual sampai-sampai mereka berani menyelisihi imam mereka sendiri yang mereka klaim sebagai orang-orang yang ma’shum alias terjaga dari dosa dan salah.

    Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya 1/30 no. 1078 dari Waki’ dari al-A’masy dari Salim bin Abu al-Ja’ad dari Abdullah bin Sabu’ berkata, aku mendengar Ali berkata –dan dia menyebutkan bahwa dia akan dibunuh-, mereka berkata, “Angkatlah pengganti bagi kami.” Ali menjawab, “Tidak, akan tetapi aku membiarkan kalian kepada apa yang mana Rasulullah saw membiarkan kalian kepadanya.” Mereka berkata, “Lalu apa yang engkau katakan kepada Tuhanmu jika engkau menghadap kepadaNya?” Ali berkata, “Aku berkata, ‘Ya Allah, Engkau membiarkanku pada mereka selama Engkau menghendaki, kemudian Engkau mengambilku kepadaMu dan Engkau ada pada mereka. Jika Engkau berkehendak maka Engkau memperbaiki mereka, jika Engkau berkehendak maka Engkau membuat mereka rusak.”

    Imam Ahmad 1/156 no. 1339 meriwayatkan hadits sepertinya dari Aswad bin Amir dari al-A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’. Sanad masing-masing dari kedua hadits ini adalah shahih.

    Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah 5/250-251 menukil dari Imam al-Baihaqi dari hadits Hushain bin Abdur Rahman dari Imam asy-Sya’bi dari Abu Wail Syaqiq bin Salamah al-Asadi salah seorang tabiin terkemuka bahwa telah dikatakan kepada Ali, “Apa tidak sebaiknya engkau mengangkat pengganti bagi kami?” Ali menjawab, “Rasulullah saw tidak menunjuk pengganti sehingga aku harus menunjuk penganti, akan tetapi jika Allah menginginkan kebaikan bagi manusia, maka Dia akan mengumpulkan mereka sesudahku di atas orang terbaik mereka sebagimana Allah mengumpulkan setelah nabi mereka di atas orang terbaik mereka.” Hadits ini sanadnya jayid.

    Ibnu Katsir juga menukil 7/323 dari Imam al-Baihaqi hadits Habib bin Abu Tsabit al-Kahili al-Kufi dari Tsa’laba bin Yazid al-Himmani, salah seorang Syi’ah Kufah, ditsiqohkan oleh An-Nasa`i bahwa dikatakan kepada Ali, “Mengapa Anda tidak mengangkat pengganti?” Dia menjawab, “Tidak, akan tetapi aku meninggalkan kalian sebagaimana Rasulullah saw meninggalkan kalian.” Lihat as-Sunan al-Kubro 8/149.

    Lihatlah pembaca, Ali bin Abu Thalib imam mereka yang pertama yang mereka yakini ma’shum menolak mengangkat pengganti setelahnya, lalu dari tong sampah manakah mereka memulung bualan bahwa Ali menunjuk pengganti? Kalau mereka meyakini Ali bin Abu Thalib ma’shum, mengapa mereka menolak hal ini ataukah prinsip ishmah yang mereka klaim juga berasal dari tong sampah bualan juga? Benar begitulah adanya.

    Kita lihat apakah al-Hasan bin Ali juga menunjuk pengganti sesudahnya seperti yang mereka klaim?
    Sejarah berkata tidak. Simaklah apa yang ditetapkan oleh Imam Qadhi Abu Bakar Ibnu al-Arabi dalam salah satu bukunya yang agung al-Awashim min al-Qawashim, beliau berkata, “Adapun ucapan Rafidhah bahwa Ali mewasiatkan khilafah kepada al-Hasan maka ia batil. Ali tidak mewasiatkan kepada siapa pun, akan tetapi baiat untuk al-Hasan terlaksana, al-Hasan lebih berhak daripada Muawiyah dan daripada banyak orang selainnya. Keluarnya al-Hasan bertujuan yang sama dengan keluarnya bapaknya yaitu mengajak kelompok pembangkang untuk tunduk kepada kebenaran dan masuk ke dalam ketaatan, lalu mediasi berakhir dengan pengunduran dirinya dari perkara ini demi melindungi darah umat agar tidak tertumpah dan bukti kebenaran janji nabi malhamah di mana beliau bersabda di atas mimbar, “Anakku ini adalah sayid, mudah-mudahan Allah mendamaikan dengannya dua kelompok besar dari kaum muslimin.” Maka janji terlaksana, dan baiat untuk Muawiyah sah dan hal itu demi mewujudkan harapan Nabi saw.”

    Kita melihat dan tidak memungkiri bahwa al-Hasan bin Ali dibaiat sebagai khalifah setelah bapaknya, al-Hasan sebagai khalifah terlaksana melalui baiat bukan penunjukan dari Ali bin Abu Thalib, setelah al-Hasan dibaiat dia menyerahkan perkara khilafah kepada Muawiyah bin Abu Sufyan, dia memilih mundur demi melindungi darah umat dari pertumpahan, dan hal itu merupakan salah satu keutamaan al-Hasan dan bukti kebenaran dari sabda kakeknya Rasulullah saw. Jika terbukti bahwa al-Hasan telah menyerahkannya kepada Muawiyah lalu dimana penunjukan darinya terhadap pengganti sesudahnya yang mereka klaim itu?

    Hadits diatas diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya dalam kitab Fadhail ash-Shahabah tentang manaqib al-Hasan dan al-Husain dari al-Hasan al-Bashri bahwa dia mendengarnya dari Abu Bakrah dan bahwa Abu Bakrah melihat Nabi saw di atas mimbar mengatakan hal itu sementara al-Hasan bin Ali berada di samping beliau.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhaj as-Sunnah 2/242 berkata, “Hadits ini menjelaskan bahwa perdamaian di antara dua kelompok merupakan perkara terpuji yang dicintai Allah dan rasulNya. Adapun apa yang dilakukan oleh al-Hasan dari itu maka ia termasuk keutamaan dan jasa besarnya yang dipuji oleh Nabi saw. Seandainya berperang hukumnya wajib atau dianjurkan niscaya Rasulullah saw tidak memuji ditinggalkannya wajib atau mustahab.”

    Melengkapi keterangan ini penulis turunkan kisah perdamaian diantara al-Hasan dengan Muawiyah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya di Kitab ash-Shulh dari Imam al-Hasan al-Bashri.

    Al-Hasan al-Bashri berkata, demi Allah al-Hasan bin Ali menghadapi Muawiyah dengan pasukan seperti gunung besar. Amru bin al-Ash berkata, “Sungguh aku benar-benar melihat pasukan yang tidak mundur sebelum membunuh kawannya.” Muawiyah berkata kepadanya –demi Allah dia yang terbaik dari dua orang, “Wahai Amru, jika mereka membunuh mereka dan mereka membunuh mereka lalu siapa yang membantuku mengurusi perkara manusia, siapa yang membantuku mengurusi istri-istri mereka dan siapa yang membantuku mengurusi harta mereka?” Lalu Muawiyah mengutus dua orang laki-laki dari Quraisy dari Bani Abd Syams, Abdur Rahman bin Samurah dan Abdullah bin Amir bin kuraiz. Muawiyah berkata kepada keduanya, “Pergilah kalian berdua kepada orang ini (yakni al-Hasan bin Ali), tawarkan kepadanya (yakni apa yang dia inginkan), katakan kepadanya (apa yang membuatnya rela) dan mintalah kepadanya (yakni apa yang menurut kalian berdua maslahat, terserah kalian berdua). Lalu dua orang ini datang kepada al-Hasan, keduanya masuk kepadanya, berbicara, berkata dan menawarkan. Al-Hasan berkata kepada keduanya, “Kami Bani Abdul Mutthalib telah mendapatkan dari harta ini, dan sesungguhnya darah umat ini telah banyak tertumpah (sehingga membutuhkan harta besar untuk membuat umat ini rela terhadap darahnya).” Keduanya berkata, “Dia menawarkan kepadamu begini begini, bertanya dan meminta kepadamu.” Al-Hasan berkata, “Lalu siapa yang menjamin ini untukku?” Keduanya berkata, “Kami penjaminnya untukmu.” Al-Hasan tidak meminta sesuatu kepada keduanya kecuali keduanya berkata, “Kami penjaminnya untukmu.” Maka al-Hasan berdamai dengan Muawiyah.

    Yang menggelikan adalah gara-gara perdamaian ini al-Hasan difasikkan oleh mereka bahkan ada yang mengkafirkannya. Ya Allah kami berlindung dari kekufuran dan perkataan buruk. Qadhi Abu Bakar Ibnu al-Arabi berkata, “Kemudian Ali terbunuh. Rafidhah berkata, Ali mewasiatkan khilafah kepada al-Hasan, lalu al-Hasan menyerahkannya kepada Muawiyah, maka dikatakan kepada al-Hasan, ‘Orang yang menghitamkan wajah orang-orang mukmin.’ Dia pun difasikkan oleh jama’ah Rafidhah dan dikafirkan oleh satu kelompok karena itu.”

    Penulis menutup pembicaraan dengan menukil ucapan berharga dari Syaikh Muhibbuddin al-Khathib dalam ta’liqnya atas al-Awashim min al-Qawashim, beliau berkata, “Di antara unsur iman Rafidhah, bahkan unsur iman mereka yang pertama adalah keyakinan bahwa al-Hasan, bapak dan anaknya adalah ma’shum plus sembilan orang dari keturunan saudaranya. Konsekuensi dari ishmah mereka –dan di garis depan mereka adalah al-Hasan setelah bapaknya- adalah bahwa mereka tidak salah, apa yang berasal dari mereka adalah benar dan kebenaran tidak saling bertentangan, dan perkara terpenting yang dilakukan oleh al-Hasan bin Ali adalah bahwa dia membaiat Amirul Mukminin Muawiyah. Jadi semestinya mereka masuk ke dalam baiat ini, meyakininya sebagai kebenaran karena ia adalah perbuatan orang ma’shum menurut mereka, akan tetapi yang bisa dilihat dari keadaan mereka adalah bahwa mereka kafir kepadanya, menyelisihi imam mereka yang ma’shum padanya. Hal ini tidak terlepas dari kedua kemungkinan: mereka berdusta dalam klaim ishmah bagi imam-imam mereka yang dua belas, maka agama mereka runtuh dari dasarnya karena dasarnya menurut mereka adalah akidah ishmah, tidak ada dasar selainnya atau mereka tetap meyakini al-Hasan ma’shum, dan bahwa baiat al-Hasan untuk Muawiyah adalah perbuatan orang yang ma’shum. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang pembangkang terhadap agama, penyelisih orang yang ma’shum dalam apa di mana dia cenderung kepadanya dan bertemu Allah dengannya. Pembangkangan terhadap agama ini merupakan wasiat sebagian dari mereka kepada yang lain, generasi demi generasi, tingkatan demi tingkatan agar keteguhan mereka dalam menyelisihi imam yang ma’shum berdasar kepada penentangan, kesombongan, kengototan dan kekufuran. Kami tidak tahu kemungkinan yang mana yang menjerumuskan mereka ke dalam kubangan kebinasaan dalam skala lebih besar daripada kemungkinan yang lain yang juga menjerumuskan, padahal tidak ada yang ketiga. Orang-orang yang berkata dari mereka bahwa al-Hasan adalah “Orang yang menghitamkan wajah orang-orang beriman.” Ucapan mereka hanya ditafsiri dengan “orang yang menghitamkan wajah orang-orang yang beriman kepada thaghut.” Adapun orang-orang yang beriman kepada kakek al-Hasan saw maka mereka meyakini bahwa perdamaiannya dengan Muawiyah dan baiatnya kepadanya termasuk tanda kebenaran nubuwah, karena ia mewujudkan apa yang diprediksikan oleh Rasulullah saw pada cucunya sayid pemuda pnduduk surga bahwa dia akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum muslimin sebagaimana penjelasannya akan hadir. Setiap orang yang berbahagia dengan prediksi ini dan dengan perdamaian ini menganggap al-Hasan adalah orang yang memutihkan wajah orang-orang beriman.”

    Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang menjadikan dusta sebagai agama. Naudzu billah.

    Lagipula Mas itu tidak bisa menempatkan sebab akibat dengan benar. Ahlul Bait dibantai mah bukan karena Imam Hasan turun dari khilafah tetapi karena Yazid putra Muawiyah yang memrintahkan pasukannay untuk membantai Ahlul Bait.

    Justru apabila kita membaca hadits diatas (yg di bold), mungkin saja Imam Hasan bisa menang kalo terjadi peperangan. Ini terlihat dari ucapan amr bin al ash dan tawaran perdamaian dari Muawiyah. (Apalagi kalo didasari semangat untuk membunuh Muawiyah seperti dalam hadits “Jika kamu melihat Muawiyah di mimbarku maka bunuhlah ia” yg menurut anda hasan lighairihi).
    Jadi alasan saya cukup beralasan dong! Maksud saya kalo Imam Hasan bisa menang, maka Muawiyah maupun anaknya tidak akan banyak berkutik. Dan mungkin saja pembantaian ahlibait tdk akan terjadi.

    Sungguh betapa keterlaluan sikap kalian terhadap Ahlul bait, ngakunya sebagai pengikut ahlul bait tetapi komentarnya senantiasa berpihak pada mereka yang memerangi Ahlul Bait.

    O ya??? Coba tunjukkan komentar saya yg berpihak kpd yg memerangi ahlulbait!
    Justru disini saya berusaha menempatkan sahabat sesuai dgn yg Alloh dan Rosul tempatkan. Mereka sahabat radiallohu anhum secara pribadi bisa saja melakukan kesalahan. Tetapi mereka juga memiliki keutamaan2 yg banyak disebutkan baik dlm Alquran maupun Hadits. Dan kita hrs menjaga adab kita thd mereka. Tidak seperti komentar2 sampah yg berserakan di blog ini yg terang2an mencela para sahabat Rosululloh. Padahal Rosululloh sendiri telah melarang kita untuk mencela para sahabat beliau.

    عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

    Dari Abu Sa’id Al Khudriy Radhiyallahu’anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda: ‘Janganlah kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti gunung uhud tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya. (HSR. Bukhori, Muslim)

    Imam Abu Zur’ah ar-Razi berkata : ”Jika engkau melihat ada seseorang yang merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka ketahuilah sesungguhnya ia adalah Zindiq! Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah haq di sisi kami, dan al-Qur’an itu haq, dan yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Sesungguhnya mereka menghendaki mencela persaksian kita dengan tujuan membatalkan al-Kitab dan as-Sunah. Mencela mereka lebih utama karena mereka adalah Zindiq…!!!” (Dikeluarkan oleh al-Khathib di dalam al-Kifaayah fi ’ilmir Riwaayah hal. 67)[16]

    Imam Barbahari berkata di dalam Syarhus Sunnah : ”Jika kau melihat ada seseorang mengkritik sahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang jahat ucapannya dan pengikut hawa nafsu, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Jika kau mendengar sahabat-sahabatku disebut maka tahanlah lisanmu.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Mas’ud dan haditsnya shahih.[17]).

    Saya tanya nih Mas, memerangi Ahlul bait seperti yang dilakukan Muawiyah dan Yazid itu benar atau tidak? jawab dengan jujur 🙂

    Saya berpendapat mereka telah tergelincir kedlm kesalahan. Tapi saya tdk bisa menilai sejauh mana kesalahan mereka, karena sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa Yazid tdk memerintahkan untuk membunuh, hanya memerintahkan Ibnu Ziyad untuk mencegah Imam Hasan menjadi penguasa negeri Irak.

    Pasti anda akan bilang itu alasan yg mengada-ada. Karena dlm versi anda sendiri yg mungkin didapat dari ulama2 atau buku2 syiah menyebutkan kisah yg berbeda bahkan hal2 yg tragis dan menyudutkan Muawiyah dan Yazid yg akhirnya terjatuh kedalam pencelaan thd sahabat.

    Ada baiknya anda bersikap objektif dlm membaca sejarah. karena bagaimanapun sejarah kedudukannya tdk seperti hadits yg telah memiliki sistem kritik hadits (ilmu mustholah hadits).
    Dibawah ini ada sedikit tanya jawab seorang penanya kepada seorang ustadz. Mudah2an bisa membuka wawasan anda.

    Shahabat Nabi Saling Berbunuhan: Bagaimana Posisi Kita?

    Assalamu”alaikum Waraohmatullohi Wabarokatuh

    Ana mau bertanya…

    Peristiwa Perpecahan Umat Islam yang dimulai pada masa kekhalifahan Ali Bin Abi Thallib Ra. Dan masa kekhalifahan setelahnya merupakan sesuatu yang sangat disayangkan…
    Ana paham bahwa kita sebagai muslim tidak sepatutnya mencap buruk kepada para salafus sholeh tersebut… Karena mereka (para sahabat terutama) sudah dijamin Alloh dengan ridho-Nya.

    Namun, bukan untuk mencari siapa yang benar dan menyalahkan yang lain, ana ingin diberi penjelasan tentang hal apa yang membuat “mereka” samapai seperti itu (terutama saat perang jamal” antara Sahabat Ali Ra. Dengan Ibunda Aisyah rah dan Sahabat Muawiyah Ra.

    Apa saja pertimbangan dari masing-masing pihak sehingga mereka sampai memutuskan untuk perang melawan sesama muslim.

    Di luar mana yang benar dan yang salah, ana ingin ustadz menjelaskan mengapa mereka sampai memutuskan begitu, dari kedua sisi… Mengapa ada peristiwa yang menimpa husein Ra. Dan serentetan peristiwa lainnya yang sangat banyak.

    Apakah semua itu ada kaitannya dengan kemunculan Syi”ah

    Harap Ustadz mau menjawabnya dan ana juga ingin tau di mana ana bisa mencari jawaban lebih rincinya…

    Jazakalloh… Assalamualaikum

    [Harap jawaban juga dikirimkan ke e-mail saya]
    jawaban

    Assalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Barangkali kami tidak akan menjelaskan duduk persoalan yang anda tanyakan, karena ada hal yang justru lebih penting lagi untuk kita ketahui bersama, terkait dengan masalah ini. Yaitu tentang keshahihan sejarah yang kita anggap sebagai sejarah Islam. Benarkah memang ada cerita seperti itu? Sejauhmana kedudukan sejarah itu dibandingkan dengan standar keshahihan suatu hadits?

    Jawabannya memang masih belum jelas, sama tidak jelasnya dengan kerumitan sejarah Islam itu sendiri. Tetapi yang perlu kita ketahui adalah bahwa para shahabat nabi itu adalah orang-orang yang telah diridhai Allah SWT, bahkan hal itu ditegaskan secara eksplisit di dalam Al-Quran.

    Juga perlu dipahami bahwa para shahabat nabi adalah orang-orang yang langsung dibinalewat tangan Rasulullah SAW, sehingga melecehkan para shahabat sama saja artinya dengan melecehkan Rasulullah SAW.

    Dan yang paling penting, kalau kita sampai menyatakan bahwa para shahabat itu jelek karena saling berbunuhan antar sesama mereka, maka kita sebenarnya sudah membunuh agama Islam itu sendiri. Mengapa? Karena kita tidak kenal Islam kecuali lewat tangan para shahabat nabi. Kalau kita sudah mendeskreditkan satu di antara para shahahabat, lalu akan ada saudara kita yang akan membalas mendiskreditkan shahabat yang lainnya. Dan akhirnya semua shahabat pun akan kebagian penilaian negatif dari kita. Dan selesailah agama Islam.

    Keshahihan Sejarah Islam: sebuah pe-er besar

    Dibandingkan dengan periwayatan hadits, apa yang kita pahami sebagai ”sejarah Islam” sebenarnya sangat dhaif dari segi keshahihannya. Kalau dalam dunia hadits, para ulama telah berhasil mengukir sejarah dengan tinta emas dalam hal keberhasilan mereka membuat sistem kritik hadits, maka dalam dunia sejarah, kritik itu tidak pernah terjadi.

    Dalam dunia hadits kita mengenal Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Tirmizy dan lainnya yang terkenal dengan ketekunan mereka dalam menyeleksi keshahihan suatu hadits, hingga ilmu naqd (kritik) hadits menjadi sebuah fenomena satu-satunya di dunia Islam, bahkan di dunia ilmu pengetahuan.

    Misalnya Al-Bukhari, beliau telah menghabiskan umurnya untuk menelusuri satu persatu tiap riwayat hadits yang didapatnya. Konon dari 50 ribuan hadits yang ditelitinya, hanya 5 ribuan saja yang masuk ke dalam kitab Shahihnya. Itu pun dengan pengulangan-pengulangan. Kalau tidak diulang-ulang, ada yang menghitung bahwa jumlahnya hanya sekitar 2000-an saja.

    Padahal jumlah hadits ada jutaan riwayat. Setelah diperas dan diperas dengan sejumlah kriteria yang ”teramat” ketat, tingga 2000-an saja.

    Ini menunjukkan bahwa tidak semua riwayat yang kita dapat dari nabi SAW bisa kita terima begitu saja. Harus ada sistem yang baku dan standar untuk menyeleksinya. Itu pun baru sebatas kritik pada sanadnya, belum pada matan (teks)-nya.

    Bagaimana dengan sejarah Islam?

    Adakah sistem kritik sanad periwayatan sebagaimana hadits nabi SAW? Jawabnya, unfortunetly, kita belum punya.

    Di dalam ilmu sejarah Islam, boleh dibilang nyaris sama sekali kita tidak punya sistem yang baku untuk mengkritisi riwayat-riwayat sejarah umat Islam. Semua riwayat sejarah itu datang begitu saja, ditulis oleh siapa saja, dikarang dan direkayasa oleh kalangan mana saja, termasuk oleh orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Yang terakhir ini justru lebih mendominasi, sayangnya.

    Kalau kita baca ”sejarah umat Islam” hari ini, terutama yang diajarkan di sekolah dan kampus Islam, boleh dibilang nyaris semuanya ditulis oleh orang kafir. Kalau pun penulisnya muslim, tapi rujukannya tetap dari penulis sejarah yang kafir. Kalau pun ada buku sejarah karya umat Islam, maka sejarawan muslim itu tetap tidak bisa lepas dari penelitian dan kabar orang kafir.

    Kita Membaca Sejarah Diri Sendiri Lewat Tulisan Musuh-musuh kita

    Bayangkan, kita membaca sejarah diri sendiri lewat tulisan musuh-musuh kita. Seolah antara kita dan sejarah kita sendiri ada dinding tebal yang tak tembus apapun. Sehingga hanya lewat tulisan musuh-musuh kita saja lah kita baru kenal sejarah kita sendiri.

    Contoh Pertama: Masuknya Islam ke Nusantara

    Bukankah sejarah masuknya agama Islam di Indonesia yang katanya baru terjadi pada abad ke-13, hanyalah karangan Dr. Snouck Hurgronje? Padahal kalau dikritisi lebih jauh, ternyata Hurgonje sangat jauh meleset dari asumsinya itu.

    Dan hari ini terbukti, seorang putera umat Islam, telah berhasil merontokkan sejarah versi orang kafir yang terlanjur resmi jadi kurukulum nasional itu. Adalah Prof. Dr. Buya Hamka yang dengan sangat valid berhasil menegaskan bahwa agama Islam tiba di negeri ini bukan di abad ke-13, melainkan di abad ke-7. Yakni masih di zaman para shahabat nabi SAW. Bahkan beliau memastikan bahwa salah seorang shahabat nabi, yaitu Yazid bin Mu”awiyah telah menginjakkan kaki di Nusantara ini.

    Tetapi versi sejarah Islam yang resmi di kurikulum formal tetap saja versi orang kafir yang telah menjajah negeri ini. Rupanya para pembuat kurikulum sejarah lebih percaya pada hadits riwayat Hurgronje dari pada riwayat Hamka.

    Contoh Kedua: Sejarah Umat Islam Bagaikan Cerita Silat

    Lebih jauh lagi, buku-buku sejarah Islam itu tidak lebih dari cerita silat yang isinya hanya darah, pembunuhan, air mata, dendam kesumat dan turun temurun, perebutan tahta kekuasaan. Tidak lebih kotor dari cerita tentang pembantaian biadab model Hitler, Musolini, Lenin dan Stalin.

    Kalau ada seorang non muslim yang baca versi sejarah yang sekarang dianggap sebagai sejarah Islam, 99% mereka akan punya gambaran bahwa umat Islam tidak lebih dari cerita silat. Dari stu dinasti ke dinasti yang lain. Para pendekar saling berbunuhan, saling dendam antar keturunan, saling tikam, saling mengkhianati, saling tebas leher, teman jadi lawan dan lawan jadi teman.

    Semua isi cerita dari awal sampai akhir, sangat berbeda dengan isi Quran dan sunnah. Bagaimana mungkin sebuah umat yang dibina langsung oleh nabi, hidup di bawah naungan Quran dan sunnah, punya warisan intelektual yang sedemikan kaya, kok tidak beda dengan cerita Shaolin?

    Sekarang pertanyaannya adalah: siapakah yang telah menulis semua itu? Dari mana cerita-cerita tentang pertumpahan darah itu berasal? Siapa yang meriwayatkannya? Sejauh mana validitas dan keshahihannya?

    Jawabnya adalah semua itu datang dari para ahli sejarah. Tentang validitasnya? Kebanyakn orang tidak peduli, fasik atau tidak, tsiqah atau tidak, dha”if atau tidak. Jangankan hal itu, bahwa agamanya pun ternyata bukan Islam.

    Apa agama mereka? Non muslim, yahudi atau nasrani. Kalau pun ada orang Islam yang jadi ahli sejarah, guru mereka adalah non muslim yang kerjanya memang memusuhi Islam.

    Inilah kenyataan pahit yang harus kita telan, setiap kita bicara tentang sejarah umat Islam. Wajar kalau Dr. Muhammad Qutub, adik kandung Sayyid Qutub, pernah menyatakan bahwa kita harus menulis ulang sejarah Islam. Sebab yang diklaim sebagai sejarah Islam pada hari ini sebenarnya bukan sejarah Islam, melainkan sekedar cara pandang musuh-musuh Islam terhadap sejarah Islam.

    Sedangkan sejarah Islam sendiri sebagai sebuah realitas, tidak pernah terbukti validitasnya. Kalau disandingkan dengan keshahihan hadits Bukhari, maka semua sejarah itu tidak lebih dari sekedar hadits-hadits dha”if, bahkan maudhu” (palsu).

    Karena tidak pernah ada serangkaian tes, juga tanpa sistem kritik yang baku dan ketat, tanpa proses penelitian atas kepribadian para pembawa riawayatnya.

    Sejarah Islam Versi Non Muslim = Israiliyat

    Maka yang sering disebut dengan ”sejarah Islam” sekarang ini, secara hukum tidak jauh kedudukannya dari cerita israiliyat belaka. Di mana kita bisa saja menerima hal itu tapi bisa saja menolaknya mentah-mentah.

    Mengapa demikian?

    Karena yang menyampaikan kepada kita tidak lain adalah sama-sama Bani Israil juga. Cerita-cerita bohong tentang nabi-nabi terdahulu disampaikan oleh bani Israil tanpa kepastian kebenarannya. Maka cerita-cerita tentang ”sejarah umat Islam” yang sekarang ini kita baca, tidak lebih baik shahih dari kisah Israiliyat juga. Karena diriwayatkan oleh mereka, yaitu non muslim dari Bani Israil (Yahudi dan Nasrani).

    Sudah Adakah Rintisan Ke Arah Sana?

    Mengingat musuh-musuh Islam sangat memanfaatkan kelemahan di bidang ini. Dan ribuan judul buku dan makalah telah mereka keluarkan untuk menohok umat Islam, maka sudah ada sebagian dari ulama yang mulai menulis kajian ini secara lebih kritis.
    Meskipun belum sampai menjadi sebuah sistem kritik yang baku seperti dalam ilmu kritik hadits.
    Kita mengenal kitab Al-”Awashim minal Qawashim, karya Al-Qadhi Abu Bakar Al-Arabi yang lumayan bisa dijadikan rujukan untuk meluruskan sejarah Islam. Versi arabnya bisa anda download di sini. http://www.saaid.net/book/16.zip

    Juga ada beberapa kitab lainnya yang berupaya mengkritisi dengan versi umat Islam, misalnya kitab Dimaa” ”alaa qamishi Utsman bin Affan (darah di kemeja Utsman bin Affan), karya Dr. Ibrahim Abdul Fattah Al-Mutanawi. Beliau juga menulis kitab Tha”natun fii Qalbi Ali bin Thalib (Tikaman di jantung Ali bin Abi Thalib).

    Buku lainnya yang menarik untuk anda baca adalah Shubuhat wa abathil ”an Mu”awiyah (Isu dan tuduhan seputar Muawiyah) karya Abu Abdullah Az-Zahabi. Beliau juga menulis kitab lain yang tidak kalah hebatnya, yaitu Abathil allati tumha minat-tarikh (kekeliruan yang harus dihapus dari sejarah). Juga ada kitab lain yang jangan sampai ditinggalkan, misalnya kitab Istisyhadu Al-Husain: Dirasat Naqdiyah Tahliliyah (Syahidnya Al-Husein: Studi kritis dan pemecahan).

    Yang sudah dalam terjemahan adalah karya Prof DR. Muhammad Amhazun. Beliau menulis berdasarkan riwayat dari Imam At-Thabari dan para muhaditsin yang lainnya. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Dr. Daud Rasyid MA dengan judul “FITNAH KUBRO (Tragedi Pada Masa Sahabat) Klarifikasi Sikap serta Analisa Historis Dalam Perspektif Ahli Hadits dan Imam Al-Thabary”. Penerbitnya adalah LP2SI Al-Haramain, Jakarta.

    Semoga Allah melahirkan dari umat muslimin di abad ini orang-orang yang akan memperbaharui penulisan sejarahnya, agar kelemahan umat yang satu ini bisa ditambal. Amien

    Wallahu a”lam bishshawab, wassalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Ahmad Sarwat, Lc

    Sekarang saya mau balik tanya. tolong jawab dgn jujur!

    Apakah menurut anda sahabat Abu Bakar, Umar, dan Usman meupakan khulafaur rasyidin? Dan mereka merupakan calon penduduk surga seperti yg telah Rasululloh kabarkan dalam beberapa hadits Shahih?

  62. @Pecinta Ahlulbait

    Makanya mas mending mengikuti Syi’ah yg mencintai Itrah Ahlulbait Nabi saw berdasarkan QS Al Maidah 67, hadits Tsaqalain dan Ghadir Khum, sehingga anda tidak akan tersesat. Dan anda tidak tertipu oleh hadits Israiliat dan hadits palsu ciptaan Muawiyah.

    Wassalam…

  63. Hadis Tsqalain termuat dalam Sunan Tirmiji, maka akan saya sampaikan bagaimana penjelasan Ra oleh Tirmiji thd hadis tersebuT keopada murid2 lansungnya:
    Ada dalam bab keutamaan Ahl Bait :
    Cerita padaku Nasru Abdirohman Al Kuffy khabarkanpadaku Zaid bin Hasan dari Ja’far bin Muhamaad dari bapaknyadari Jabir bin Abdullah berkata : kulihat Rasulullah SAW berhaji di hari arafah dan nabi duduk diatas onta Quswa (onta mewah yg berwarna merah dengan tanda kuping yg dipotong) ber khotbah : …..(mengucapkan hadis tsqalain)……
    Penjelasan yg disampaikan Tarmiji kepada murid2nya langsung bahwa kita harus mengikuti Kitabullah yaitu kita harus mempedomani kitab Quran dengan menuntut ilmu didalamnya, mengimani isi ceritanya, mengikuti perintah2 di dalamnya, dan menjauhi larangan2 di dalamnya dan ikhlas karena Allah. Sedangkan berpegang teguh pada Ahl Bait adalah kita harus mengikuti/mempedomani perlakuan para Ahl Bait (perlakuan/sikap thd sunnah dan perlakuan/sikap thd para sahabat), bagaimana cara ibadah mereka kita ikuti, bagaimana cara bersikap mereka thd sahabat kita ikuti, bagaimana nasihat2 mereka, kita ikuti. (maaf bahasa bebas, beginilah persepsi Imam Tarmiji))

    Tambahan dari saya :
    Karena para Ahl Bait memulyakan para sahabat (Abubakar, Umar, Usman) pada saat akhir, maka ikutilah sikap Ali/Ahl Bait. Karena Ali Ra tak sibuk berfatwa utk mengajak orang2 meninggalkan kepemimpinan 3 khalifah, tak membuat kelompok yg terpisah, maka ikuti. Jangan kita justru sibuk mengajak orang2 agar tak mengakui 3 khalifah. Ini bertentangan dengan Tsqalain.

  64. @Lahuntermaru

    Istilah Khulafur Rasyidin mulai dikenal semenjak berkuasanya Muawiyah, sedangkan pada zaman Rasulullah saw tidak dikenal sama sekali. Sedangkan istilah Syi’ah sendiri yang pertama mengucapkannya adalah Rasulullah saw dalam sabdanya kepada Imam Ali as bahwa Syi’ah Ali as akan datang pada akhir zaman dalam keadaan ridha dan diridhai Allah swt, sedangkan musuhnya akan datang dalam keadaan tertengadah, karena kesesatannya dari agama Islam yg diridhai disisi Allah swt.

    Wassalam…

  65. @Pecinta Ahlulbait

    Makanya mas mending mengikuti Syi’ah yg mencintai Itrah Ahlulbait Nabi saw berdasarkan QS Al Maidah 67, hadits Tsaqalain dan Ghadir Khum, sehingga anda tidak akan tersesat. Dan anda tidak tertipu oleh hadits Israiliat dan hadits palsu ciptaan Muawiyah.

    Wassalam…

    Begini ni org yg sudah terkena syubhat Syiah dan bisanya cuma taqlid sama ulama2 syiah yg tukang mut’ah alias melacur. ngomongnya ngelantur dan gak bisa ngejawab komen ane! Bukannya Syiah yg tukang pake hadits PALSU???

    Makanya mas mending mengikuti Syi’ah

    Kaciaaaan deh lu..! ngajak2 n nawarin orang supaya gabung sama agama yg udah jelas2 ciptaan YAHUDI.
    EMANG KAGAK LAKU AGAMANYA YA MAS?! Kaya jualan aja! Kebiasaan jual beli perempuan sih ya? buat di mut’ah eh dilacur..?
    ELING.. MAS.. ELING…!

  66. @Pecinta Ahlulbait

    Mut’ah pernah disyari’atkan oleh Rasulullah saw dan berlaku hingga akhir zaman. Justru ente yg bertaqlid buta kepada sahabat yg tersesat di jalan Allah dan Rasul-Nya. Makanya cepat TOBAT sebelum ajal menjemput. 🙂

  67. @Pencita Ahlulbait
    Nama dan kata2 anda menyatakan bahwa nama yang anda pakai utk menghina Ahlulbait. Ahlulbait tdk pernah mengatakan sesuatu yang Rasul tdk pernah katakan. Tetapi anda mencantumkan dalam tulisan anda yang anda kata HADITS Rasul
    Kebohongan kedua anda mengatakan Imam Hasan as TAAT pada Muawiyah. Anda menyangka Imam Hasan sekerdil anda

  68. guobblog bin tolol bin jahil para pemuja muawiyah la. itu ?!

    kalian seperti org2 yahudi, merasa pintar di dalam ilmu perolehan duniawi, tetapi kosong didalam ilmu pemahaman Iman dan ketaqwaan …….

  69. Utk Dede, Aburahat :

    Jika anda taat pada tsqalain, maka kerjakanlah apa yg dikerjakan Ahl bait dan jangan kerjakan apa yg tak dikerjakan ahl bait.

    Contoh : Disaat berkuasanya 3 khalifah (Abubakar, Umar, Usman), Imam Ali tak pernah sibuk berdakwah utk mengajak orang2 utk membentuk jamaah sendiri yg memisahkan diri dari umat dan tak mengakui kepemimpinan 3 khalifah tsb. Tapi kenapa anda sibuk tak mengakui 3 khalifah tsb ? suatu perbuatan yg tak dikerjakan oleh Ali Ra, berarti anda tak mengikuti tsqalain.

  70. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan .

    Apakah alquran turun seluruhnya pada malam itu? Apakah ayat yang pertama turun pada malam itu? Bukankah ayat pertama tidak turun pada malam hari?

    http://qarrobin.wordpress.com/2009/08/01/night-of-power-beyond-einstein-and-heisenberg/

  71. Utk SP :

    Saya baru ketemu dalil bahwa jika kita tak ketemu Jamaah atau Imam maka tinggalkanlah mereka. Saya baru Copas, nggak sempat buka buku hadis, eh malah kebertulan sudah ketemu di situs lain. Ini terjemahan saja ya…:

    (seseorang bertanya pada nabi)

    Saya bertanya, ‘Maka apa yang engkau perintahkan kepada kami jika kami menjumpai hal itu?’ Beliau menjawab. “Tetapi (jangan tingkalkan) jamaah kaum muslimin!” Aku berkata, “Jika mereka (muslimin) tidak memiliki jamaah dan Imam?” Maka beliau menjawab. “Berlepaslah kamu dari semua firqah-firqah (golongan-golongan),walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai engkau meninggal dunia sedang engkau dalam keadaan demikian.” [Dikeluarkan oleh Imam Bukhari no. 3411, dan ini lafazh bagi dia,dikeluarkan pula oleh Muslim, Al-Hakim dan yang lain

  72. @Lahuntermaru

    Saya baru ketemu dalil bahwa jika kita tak ketemu Jamaah atau Imam maka tinggalkanlah mereka.

    Ini kata-kata yang tidak bermakna lho, kalau memang gak ketemu ya apa yang mesti ditinggalkan.

  73. @lahuntermaru

    Memberontak terhadap Imam/Khalifah yg sah merupakan pelanggaran agama.

    Bukan spt ini yg saya katakan. Jika itu maksud anda, maka sy ingin bertanya, bagaimana dengan sikap Imam Husein yg melawan kekuasaan Yazid? Menurut anda, apakah Imam Husein telah melakukan pelanggaran agama karena memberontak kepada khalifah yg “sah”?

    Namun fakta mengatakan bahwa Muawiyah menjadi khalifah setelah ada penyerahan resmi dari Hasan Ra.

    Jadi Imam Hasan menyerahkan kekhalifahannya ke Muawiyyah?

    Salam

  74. @garrobin
    Memang benar seluruh firman Allah dalam Alqur’an yang tersimpan di Luahim mahfud diturunkan pada malam itu. Yang disebut Lailatul Qadr.

  75. @Lahuntermaru

    Hahaha… dulu mr. asumsi, sekarang mr. copas :mrgreen:

  76. @garrobin
    Tambahan. Dan pada malaam itu seloruh firman Allah sudah masuk kedalam hati Rasulullah SAW

  77. @ Lahuntermaru: Imam ‘Ali pd masa ke3 khalifah tsb tdk mengikuti expedisi perang. Fatimah AS pd masa tsb menuntut hak tanah Fadak dari khalifah Abu Bakr. Jd kita hrs mengikuti perbuatan Imam ‘Ali dan Fattimah AS kan?

  78. =

  79. Utk Secondprince :

    Menurut penjelasan Bukhori kepada murid2nya ttg hadis diatas bahwa jika kelak kita tak lagi menemui Jamaah dan Imam di tempat kita berada, maka tinggalkan kaum ini walau harus ngungsi ke hutan dan makan akar pohon.

    Andai Hasan Ra menganggap Muawiyah tak layak sebagai Imam/khalifah maka ia lebih memilih berperang atau hijrah (utk mengamalkan hadis ini) meninggalkan Muawiyah dan kaum yg mengakui Muawiyah sebagai Khalifah.

  80. @SP

    Ini kata-kata yang tidak bermakna lho, kalau memang gak ketemu ya apa yang mesti ditinggalkan.

    Coba anda baca yg teliti dong!

    “Berlepaslah kamu dari semua firqah-firqah (golongan-golongan),walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai engkau meninggal dunia sedang engkau dalam keadaan demikian.”

    Jadi maksudnya kalo nggak ketemu Jamaah dan Imam yg diakui oleh seluruh kaum muslimin, maka berlepaslah/ tinggalkan Firqoh-firqoh yg ada -yg mungkin mereka saling klaim sebagai kelompok/Imam yg paling benar-.

  81. @Dede

    Mut’ah pernah disyari’atkan oleh Rasulullah saw dan berlaku hingga akhir zaman. Justru ente yg bertaqlid buta kepada sahabat yg tersesat di jalan Allah dan Rasul-Nya. Makanya cepat TOBAT sebelum ajal menjemput. 🙂

    Nikah Mut’ah pernah diijinkan oleh Nabi, tetapi lantas di haramkan untuk selamanya :

    Dalil hadits yang mengaramkan antara lain adalah:
    Dari Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut’ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat.” (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

    Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah dengan wanita pada perang Khaibar dan makan himar ahliyah. (HR Bukhari dan Muslim).

    Hadits ini diriwayatkan oleh dua tokoh besar dalam dunia hadits, yaitu Al-Bukhari dan Muslim. Mereka yang mengingkari keshahihahn riwayat dua tokoh ini tentu harus berhadapan dengan seluruh umat Islam.

    Bahkan sanad pertamanya langsung dari Ali bin Abi Thalib sendiri. Sehingga kalau ada kelompok yang mengaku menjadi pengikut Ali ra tapi menghalalkannya, maka dia telah menginjak-injak hadits Ali bin Abi Thalib.

    Al-Baihaqi menukil riwayat dari Ja’far bin Muhammad bahwa beliau ditanya tentang nikah Mut’ah. Jawabannya adalah bahwa nikah Mut’ah itu adalah zina.

    Tujuan nikah mut’ah bukan membangun rumah tangga sakinah, melainkan semata-mata mengumbar hawa nafsu dengan imbalan uang.

    Apalagi bila dikaitkan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihat. Semua itu jelas tidak akan tercapai lantararan nikah mut’ah memang tidak pernah bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Tetapi untuk sekedar kenikmatan seksual sesaat.

    Tidak pernah terbersit dalam benak pelaku nikah untuk nantinya punya keturunan daripernikahan seperti itu. Bahkan ketika dahulu sempat dihalalkan di masa Nabi yang kemudian segera diharamkan, para shahabat pun tidak pernah berniat membentuk rumah tangga dari pernikahan itu.

    Ungkapan bahwa nikah mut’ah itu adalah zina dibenarkan oleh Ibnu Umar. Dan sebagai sebuah kemungkaran, pelaku nikah mut’ah diancam dengan hukum rajam, karena tidak ada bedanya dengan zina.

    @dede
    Sekalian jawab dong pertanyaan saya ttg tuduhan anda di thread sebelah!

    Btw, kalo mnrt anda mut’ah halal, boleh dong ibu atau saudara perempuan anda saya mut’ah atau tawarkan sama org lain diluar sana yg memang punya duit dan pengen memuaskan hasrat seksualnya? pasti pada antri deh!
    Silakan DIJAWAB….

  82. @pecintaahlulbait
    “Tujuan nikah mut’ah bukan membangun rumah tangga sakinah, melainkan semata-mata mengumbar hawa nafsu dengan imbalan uang.”

    MasyaAllah…sadar ente. ente udah menghina NabiSAWW yg mencetuskan Nikah Mut’ah. Lantas irukah maksud dari Rosulullah SAWW menganjurkan Nikah Mut’ah ?
    Ente mesti banyak2 interospeksi, jgn selalu mengumbarsegala fitnah yg kagak jelas

  83. Seandainya bahwa pernyataan ente bener, mengenai awal dan akhirnya status nikah Mut’ah, ENTE Kagak dibenarkan utk mengatakan bahwa alasan diadakannya nikah Mut’ah oleh Rosulullah SAWW adalah utk hawanafsu semata….

    tobat ente !

  84. @Chengho

    Sahih Bukhari volume 6 Book 60 number 139:

    Diriwayatkan Abdullah Ibn Mas’ud: Kami biasa ikut dalam perang suci di bawa oleh Nabi dan tidak ada wanita (Istri) bersama kami. Jadi kami katakan(Pada nabi). apakah kami harus mengebiri diri? Namun Nabi melarang kami melakukan itu dan kemudian ia mengijinkan kami untuk mengawini wanita (sementara) dengan memberikannya garment dan kemudian Nabi mengutip “janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu,” (Al Maidah 5:87)

    Saya tidak menghina Rosululloh. Bahkan dgn berdasarkan hadits diatas sebenarnya Rosul memberikan rukshoh utk menyalurkan hasrat seksual yg memang dibutuhkan kala itu dan pasti didasari oleh fitroh manusia yg memiliki hawa nafsu utk melakukannya.

    Sekarang saya bertanya kpd anda:
    Kalo memang mut’ah dihalalkan sampai kiamat, maka apa tujuan dan manfaatnya?

    Malahan sekarang faktanya banyak mudhorotnya khususnya bagi wanita dan anak2 yg ditelantarkan tanpa mendapat hak waris dari Bapaknya. Belum ditambah penyakit kelamin akibat gonta ganti pasangan.

  85. @Pecinta Ahlulbait

    1. Mut’ah bukan hanya dibolehkan oleh Rasul dan dipraktekan oleh sahabat, mut’ah juga diatur di AQ.
    2. Semua argumentasi anda dalam rangka menolak mut’ah, dapat digunakan untuk menolak poligami. Pandangan anda tentang mut’ah tidak ada bedanya dengan pandangan mereka yang menentang poligami terhadap poligami.

    Ketidakpahaman seseorang ttg poligami tidak menjadikan poligami dihapus. Begitu juga, ketidakpahaman anda atas mut’ah tidak serta merta menjadikan mut’ah harus dihapus.

    Wassalam

  86. Mut’ah memang pernah dihalalkan, tetapi kemudian diharamkan oleh Rasulullah di Khaibar, dan Imam Ali salah satu yang menjadi saksinya.. berbeda dengan poligami, tidak ada pengharaman atasnya..

  87. @pe…..alulbait
    Anda ngaur dengan hadits tafsiran anda. Allah sendiri tdk mencabut firman2Nya dalam Surah AnNisaa’ dan Al Ahzab.
    Kok senaknya anda mengatakan Rasul mengizinkan kawin Mu’tah hanya sementara. Anda anggap Rasul tdk mengerti mengenai firman Allah?
    Ciiih, ciih, anda menghina Rasul. Jadi jangan ngomong segoblok itu

  88. @rafidhah

    “”Kok senaknya anda mengatakan Rasul mengizinkan kawin Mu’tah hanya sementara. Anda anggap Rasul tdk mengerti mengenai firman Allah?
    Ciiih, ciih, anda menghina Rasul. Jadi jangan ngomong segoblok itu

    Anda tidak membaca dgn teliti ya??? atau mata anda yg buta? (atau mungkin hati anda juga?)

    Dari Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut’ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat.” (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

    Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah dengan wanita pada perang Khaibar dan makan himar ahliyah. (HR Bukhari dan Muslim).

    Yang ngomong itu Rosululloh dan Imam Ali yg dianggap oleh anda maksum.
    Jadi anda anggap Rosululloh dan Imam Ali GOB***?
    Astaghfirulloh aladzim…!

  89. @SP

    Kalo boleh saya minta anda membikin thread STUDI KRITIS TENTANG NIKAH MUT’AH. APAKAH HALAL ATAU HARAM?
    Agar anda saya nilai betul2 PENCARI KEBENARAN.
    Pasti sangat bermanfaat bagi teman2 yg mengunjungi blog anda yg luar biasa ini yg mereka mungkin benar2 sedang mencari KEBENARAN.

  90. Hehehe…tamu minta disediakan lebih. Mbok ya santap dulu saja yang ada.

  91. Aku mau dong nikah mut’ah habis lebaran nanti, mana tahu ketemu cewek spt manohara, ajak nikah satu jam lalu pisah lagi. Enak dong mantap dong, hayo…siapa mau….I love you full

  92. Damainya…. @lamaru

    Tidak perlu sombong wahai @lamaru. Andai kamu mahu teguh pada satu pernikahan dan menjaganya. Tidak perlu untuk nikah muta’ah. Cuma yang menjadi persoalannya….. Adakah kamu mampu untuk melakukan nikah muta’ah? Mampukah anda untuk memegang syarat2 nikah muta’ah yang telah ada diperkatakan?

    Damai @lamaru

    wasSalam

  93. @ressay

    Hehehe…tamu minta disediakan lebih. Mbok ya santap dulu saja yang ada.

    Sudah disantap kok! Ya siapa tau aja yg punya blog punya santapan lain yg saya kira dibutuhkan oleh PARA PENCARI KEBENARAN yg berkunjung ke blog ini. Mungkin TERMASUK ANDA JUGA.
    Kalo gak ngasih ya gak apa2. Tapi saya yakin beliau bersedia, wong dia orangnya BAIK, KRITIS dan PINTAR lagi…

    Kayanya anda belum menyantap yg ini ya?

    @rafidhah

    “”Kok senaknya anda mengatakan Rasul mengizinkan kawin Mu’tah hanya sementara. Anda anggap Rasul tdk mengerti mengenai firman Allah?
    Ciiih, ciih, anda menghina Rasul. Jadi jangan ngomong segoblok itu

    Anda tidak membaca dgn teliti ya??? atau mata anda yg buta? (atau mungkin hati anda juga?)

    Dari Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut’ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat.” (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

    Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah dengan wanita pada perang Khaibar dan makan himar ahliyah. (HR Bukhari dan Muslim).

    Yang ngomong itu Rosululloh dan Imam Ali yg dianggap oleh anda maksum.
    Jadi anda anggap Rosululloh dan Imam Ali GOB***?
    Astaghfirulloh aladzim…!

    GIMANA RASANYA?? santapan diatas buat rafidhah dan juga anda.
    Lihat tuh! Saya mah baik. Biarpun tamu tapi mau ngasih santapan buat anda…

  94. @laxmaxru,

    Ngga lucu ah … :mrgreen:

  95. Sedari kemaren saya tanya, itu mau mut,ah sama siapa di haibar. Sama perempuan yahudi ? Maksudnya
    Memang mut’ah boleh sama wanita yahudi ? Mas .
    Hadits itu kagak nalar mas.

  96. Kesipulannya
    Kalo di sunni itu menurut lamarun dkk
    Ayat hukum dlm alquran bisa dibatalkan oleh hadits nabi
    Berarti minimal ada satu ayat yg kagak ada gunanya di alquran
    (Sebenarnya ada dua kalo hadits abubakar ttg warisan nabi dimasukkan).

    Yurisprudensi hebat juga nih ngawurnya
    Alquran yg dijamin kebenarannya dan keberadaannya oleh Allah bisa dibatalkan oleh
    Hadits yg tdk dijamin sama sekali kebenaranya oleh Allah

    Dungu..

  97. Utk BOB :

    Bob rupanya juga mem persepsikan ayat Al Quran berdasar pikirannya sendiri atau mengikuti orang yg menafsirkan berdasar pikirannya sendiri, bukan dari penjelasan nabi

  98. @Latmatru
    saya masih menunggu teks hadis yang menunjukkan asumsi anda bahwa Imam Ali pernah memimpin perang di zaman Khalifah Umar, bukankah anda berulang kali komentar seperti itu. btw komen anda akan saya anggap spam sampai anda bisa menunjukkan teks hadisnya, salam damai :mrgreen:
    *buktikan kalau anda tidak asal bicara*

  99. KISAH NYATA DI BANDUNG
    WANITA SYI’AH YANG MALANG

    Untuk kedua kalinya wanita itu pergi ke dokter Hanung, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin di kota Bandung. Sore itu ia datang sambil membawa hasil laboraturium seperti yang diperintahkan dokter dua hari sebelumnya. Sudah beberapa Minggu dia mengeluh merasa sakit pada waktu buang air kecil (drysuria) serta mengeluarkan cairan yang berlebihan dari vagina (vagina discharge).

    Sore itu suasana di rumah dokter penuh dengan pasien. Seorang anak tampak menangis kesakitan karena luka dikakinya, kayaknya dia menderita Pioderma. Disebelahnya duduk seorang ibu yang sesekali menggaruk badannya karena gatal. Di ujung kursi tampak seorang remaja putri melamun, merenungkan akne vulgaris (jerawat) yang ia alami.

    Ketika wanita itu datang ia mendapat nomor terakhir. Ditunggunya satu per satu pasien yang berobat sampai tiba gilirannya. Ketika gilirannya tiba, dengan mengucap salam dia memasuki kamar periksa dokter Hanung. Kamar periksa itu cukup luas dan rapi. Sebuah tempat tidur pasien dengan penutup warna putih. Sebuah meja dokter yang bersih. Dipojok ruang sebuah wastafel untuk mencuci tangan setelah memeriksa pasien serta kotak yang berisi obat-obatan.

    Sejenak dokter Hanung menapat pasiennya. Tidak seperti biasa, pasiennya ini adalah seorang wanita berjilbab rapat. Tidak ada yang kelihatan kecuali sepasang mata yang menyinarkan wajah duka. Setelah wawancara sebentar (anamnese) dokter Hanung membuka amplop hasil laboratorium yang dibawa pasiennya. Dokter Hanung terkejut melihat hasil laboratorium. Rasanya ada hal yang mustahil. Ada rasa tidak percaya terhadap hal itu. Bagaimana mungkin orang berjilbab yang tentu saja menjaga kehormatannya terkena penyakit itu, penyakit yang hanya mengenai orang yang sering berganti-ganti pasangan seksual.

    Dengan wajah tenang dokter Hanung melakukan anamsese lagi secara cermat.

    # “Saudari masih kuliah?”
    # “Masih Dok”
    # “Semester berapa?”
    # “Semester tujuh Dok”
    # “Fakultasnya?”
    # “Sospol”
    # “Jurusan komunikasi massa ya?”

    Kali ini ganti pasien terkahir itu yang kaget. Dia mengangkat muka dan menatap dokter Hanung dari balik cadarnya.

    # “Kok dokter tahu?”
    # “Aah,…….. tidak, hanya barang kali saja!”

    Pembicaraan antara dokter Hanung dengan pasien terakhirnya itu akhirnya seakan-akan beralih dari masalah penyakit dan melebar kepada persoalan lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah penyakit itu.

    # “Saudari memang penduduk Bandung ini atau dari luar kota?”

    Pasien terkahirnya itu tampaknya mulai merasa tidak enak dengan pertanyaan dokter yang mulai menyimpang dari masalah-masalah medis itu. Dengan jengkel dia menjawab.

    # “Ada apa sih Dok …. Kok tanya macam-macam?”
    # “Aah enggak,… barangkali saja ada hubungannya dengan penyakit yang saudari derita!”

    Pasien terkahir itu tampaknya semakin jengkel dengan pertanyaan dokter yang kesana-kemari itu. Dengan agak kesal ia menjawab:

    # “Saya dari Pekalongan”
    # “Kost-nya?”
    # “Wisma Fathimah, jalan Alex Kawilarang 63”
    # “Di kampus sering mengikuti kajian islam yaa”
    # “Ya, … kadang-kadang Dok!”
    # “Sering mengikuti kajian Bang Jalal?”

    Sekali lagi pasien itu menatap dokter Hanung.

    # “Bang Jalal siapa?”
    Tanyanya dengan nada agak tinggi.

    # “Tentu saja Jalaluddin Rahmat! Di Bandung siapa lagi Bang Jalal selain dia… kalau di Yogya ada Bang Jalal Muksin”

    # “Ya,…. kadang-kadang saja saya ikut”
    # “Di Pekalongan,… (sambil seperti mengingat-ingat) kenal juga dengan Ahmad Baraqba?”

    Pasien terakhir itu tampak terkejut dengan pertanyaan yang terkahir itu, tetapi dia segera menjawab

    # “Tidak! Siapa yang dokter maksudkan dengan nama itu dan apa hubungannya dengan penyakit saya?”

    Pasien terakhir itu tampak semakin jengkel dengan pertanyaan-tanyaan dokter yang semakin tidak mengarah itu. Tetapi justru dokter Hanung manggut-manggut dengan keterkejutan pasien terakhirnya. Dia menduga bahwa penelitian penyakit pasiennya itu hampir selesai.

    Akhirnya dengan suara yang penuh dengan tekanan dokter Hanung berkata,

    # “Begini saudari, saya minta maaf atas pertanyaan-pertanyaan saya yang ngelantur tadi, sekarang tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur demi untuk therapi penyakit yang saudari derita,…”

    Sekarang ganti pasien terakhir itu yang mengangkat muka mendengar perkataan dokter Hanung. Dia seakan terbengong dengan pertanyaan apa yang akan di lontarkan oleh dokter yang memeriksanya kali ini.

    # “Sebenarnya saya amat terkejut dengan penyakit yang saudari derita, rasanya tidak mungkin seorang ukhti mengidap penyakit seperti ini”
    # “Sakit apa Dok?”.

    Pasien terakhir itu memotong kalimat dokter Hanung yang belum selesai dengan amat penasaran.

    # “Melihat keluhan yang anda rasakan serta hasil laboratorium semuanya menyokong diagnosis gonore, penyakit yang disebabkan hubungan seksual”.

    Seperti disambar geledek perempuan berjilbab biru dan berhijab itu, pasien terakhir dokter Hanung sore itu berteriak,

    # “Tidak mungkin!!!”

    Dia lantas terduduk di kursi lemah seakan tak berdaya, mendengar keterangan dokter Hanung. Pandang matanya kosong seakan kehilangan harapan dan bahkan seperti tidak punya semangat hidup lagi.

    Sementara itu pembantu dokter Hanung yang biasa mendaftar pasien yang akan berobat tampak mondar-mandir seperti ingin tahu apa yang terjadi. Tidak seperti biasanya dokter Hanung memeriksa pasien begitu lama seperti sore ini. Barangkali karena dia pasien terakhir sehingga merasa tidak terlalu tergesa-gesa maka pemeriksaannya berjalan agak lama. Tetapi kemudian dia terkejut mendengar jerit pasien terakhir itu sehingga ia merasa ingin tahu apa yang terjadi.

    Dokter Hanung dengan pengalamannya selama praktek tidak terlalu kaget dengan reaksi pasien terakhirnya sore itu. Hanya yang dia tidak habis pikir itu kenapa perempuan berjilbab rapat itu mengidap penyakit yang biasa menjangkiti perempuan-perempuan rusak. Sudah dua pasien dia temukan akhir-akhir ini yang mengidap penyakit yang sama dan uniknya sama-sama mengenakan busana muslimah. Hanya saja yang pertama dahulu tidak mengenakan hijab penutup muka seperti pasien yang terakhirnya sore hari itu. Dulu pasien yang pernah mengidap penyakit yang seperti itu juga menggunakan pakaian muslimah, ketika didesak akhirnya dia mengatakan bahwa dirinya biasa kawin mut’ah. Pasiennya yang dahulu itu telah terlibat jauh dengan pola pikir dan gerakan Syi’ah yang ada di Bandung ini. Dari pengalaman itu timbul pikirannya menanyakan macam-macam hal mengenai tokoh-tokoh Syi’ah yang pernah dia kenal di kota Kembang ini dan juga kebetulan mempunyai seorang teman dari Pekalongan yang menceritakan perkembangan gerakan Syi’ah di Pekalongan. Beliau bermaksud untuk menyingkap tabir yang menyelimuti rahasia perempuan yang ada didepannya sore itu.

    # “Bagaimana saudari,… penyakit yang anda derita ini tidak mengenali kecuali orang-orang yang biasa berganti-ganti pasangan seks. Rasanya itu tidak mungkin terjadi pada seorang muslimah seperti diri anda. Kalau itu masa lalu saudari baiklah saya memahami dan semoga dapat sembuh, bertaubatlah kepada Allah, … atau mungkin ada kemungkinan lain,…?”

    Pertanyaan dokter Hanung itu telah membuat pasien terakhirnya mengangkat muka sejenak, lalu menunduk lagi seperti tidak memiliki cukup kekuatan lagi untuk berkata-kata. Dokter Hanung dengan sabar menanti jawaban pasien terakhirnya sore itu. Beliau beranjak dari kursi memanggil pembantunya agar mengemasi peralatan untuk segera tutup setelah selesai menangani pasien terakhirnya itu.

    # “Saya tidak percaya dengan perkataan dokter tentang penyakit saya!” katanya terbata-bata.

    # “Terserah saudari,… tetapi toh anda tidak dapat memungkiri kenyataan yang anda sandang-kan?”

    # “Tetapi bagaimana mungkin mengidap penyakit laknat tersebut sedangkan saya selalu berada di dalam suasana hidup yang taat kepada hukum Allah?”

    # “Sayapun berprasangka baik demikian terhadap diri anda,… tetapi kenyataan yang anda hadapi itu tidak dapat dipungkiri?”

    Sejenak dokter dan pasien itu terdiam. Ruang periksa itu sepi. Kemudian terdengar suara dari pintu yang dibuka pembantu dokter yang mengemasi barang-barang peralatan administrasi pendaftaran pasien. Pembantu dokter itu lantas keluar lagi dengan wajah penuh dengan tanda tanya mengetahui dokter Hanung yang menunggui pasien terakhirnya itu.

    # “Cobalah introspeksi diri lagi, barangkali ada yang salah,… sebab secara medis tidak mungkin seseorang mengidap penyakit ini kecuali dari sebab tersebut”.

    # “Tidak dokter,… selama ini saya benar-benar hidup secara baik menurut tuntunan syari’at islam,… saya tetap tidak percaya dengan analisa dokter!”.

    Dokter Hanung mengerutkan keningnya men-dengar jawaban pasien terakhirnya itu. Dia tidak merasa sakit hati dengan perkataan pasiennya yang berulang kali mengatakan tidak percaya dengan analisanya. Untuk apa marah kepada orang sakit. Paling juga hanya menambah parah penyakitnya saja, dan lagi analisanya toh tidak menjadi salah hanya karena disalahkan oleh paiennya. Dengan penuh kearifan dokter itu bertanya lagi….

    # “Barangkali anda biasa kawin mut’ah?”

    Pasien terakhir itu mengangkat muka.

    # “Iya dokter!” “Apa maksud dokter?”
    # “Itukan berarti anda sering kali ganti pasangan seks secara bebas!”
    # “Lho,… tapi itukan benar menurut syari’at Islam Dok!”

    Pasien terakhir itu membela diri

    # “Ooo,… jadi begitu,… kalau dari tadi anda mengatakan begitu saya tidak bersusah payah mengungkapkan penyakit anda. Tegasnya anda ini pengikut Syi’ah yang bebas berganti-ganti pasangan mut’ah semau anda. Ya itulah petualangan seks yang anda lakukan. Hentikan itu kalau anda ingin selamat”.

    # “Bagaimana dokter ini, saya kan hidup secara benar menurut syari’at Islam sesuai dengan keyakinan saya, dokter malah melarang saya dengan dalih-dalih medis”.

    Sampai disini dokter Hanung terdiam. Sepasang giginya terkatup rapat dan dari wajahnya terpancar kemarahan yang sangat terhadap perkataan pasien terakhirnya yang tidak punya aturan itu. Kemudian keluarlah perkataan yang berat penuh tekanan.

    # “Terserah apa kata saudari membela diri,…. Anda lanjutkan petualangan seks anda. Dengan resiko anda akan berkubang dengan penyakit kelamin yang sangat mengerikan itu, dan sangat boleh jadi pada suatu tingkat nanti anda akan mengidap penyakit AIDS yang sangat mengerikan itu,…..atau anda hentikan dan bertaubat kepada Allah dari mengikuti ajaran bejat itu kalau anda menghendaki kesembuhan”.

    # “Ma…maaf Dok, saya telah membuat dokter tersinggung!”

    Dokter Hanung hanya mengangguk menjawab perkataan pasien terakhirnya yang terbata-bata itu.

    # “Begini saudari,…tidak ada gunanya resep saya berikan kepada anda kalau toh tidak berhenti dari praktek kehidupan yang selama ini anda jalani. Dan semua dokter yang anda datangi pasti akan bersikap sama,…sebab itu terserah kepada saudari. Saya tidak bersedia memberikan resep kalau toh anda tidak mau berhenti”.

    # “Ba…BBaik Dok,…Insya Allah akan saya hentikan!”

    Dokter Hanung segera menuliskan resep untuk pasien yang terakhirnya itu, kemudian menyodorkan kepadanya.

    # “Berapa Dok?”
    # “Tak usahlah,…saya sudah amat bersyukur kalau anda mau menghentikan cara hidup binatang itu dan kembali kepada cara hidup yang benar menurut tuntunan yang benar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Saya relakan itu untuk membeli resep saja”.

    Pasien terakhir dokter Hanung itu tersipu-sipu mendengar jawaban dokter Hanung.

    # “Terimah kasih Dok,…permisi!”

    Perempuan itu kembali melangkah satu-satu di peralatan rumah Dokter Hanung. Ia berjalan keluar teras dekat bougenvil biru yang seakan menyatu dengan warna jilbabnya. Sampai digerbang dia menoleh sekali lagi ke teras, kemudian hilang di telan keramaian kota Bandung yang telah mulai temaran di sore itu.

    Sumber: Buku Mengapa Kita Menolak Syi’ah, Hal.254-256, dikutip dari ASA edisi 5, 1411 H.
    Dikutip dari : http://haulasyiah.wordpress.com/2009/08/28/akhir-petualangan-si-pasien-terakhir/

    “Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Az-Zukhruf : 43)

  100. @Pencinta…

    Itu adalah cerita lama yg menjadi fitnah terhadap Syi’ah, semestinya orang2 yg ikut seminar di Astiqlal harus sudah bertobat sedari dulu. Saya punya Buku Mengapa Kita Menolak Syi’ah ada 4 buah, kalo anda belum punya silahkan hunbungi saya.

    Wassalam

Tinggalkan komentar