Analisis Hadis “Kitab Allah dan SunahKu”

ANALISIS HADIS “KITAB ALLAH DAN SUNAHKU”

Al Quranul Karim dan Sunnah Rasulullah SAW adalah landasan dan sumber syariat Islam. Hal ini merupakan kebenaran yang sifatnya pasti dan diyakini oleh umat Islam. Banyak ayat Al Quran yang memerintahkan umat Islam untuk berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah SAW, diantaranya

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah .Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya. (QS ; Al Hasyr 7).

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang berharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS ; Al Ahzab 21).

Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah .Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu) maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS ; An Nisa 80).

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan “kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS ; An Nur 51-52).

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu Ketetapan , akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS ; Al Ahzab 36).

Jadi Sunnah Rasulullah SAW merupakan salah satu pedoman bagi umat islam di seluruh dunia. Berdasarkan ayat-ayat Al Quran di atas sudah cukup rasanya untuk membuktikan kebenaran hal ini. Tulisan ini akan membahas hadis “Kitabullah wa Sunnaty” yang sering dijadikan dasar bahwa kita harus berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW yaitu

Bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan SunahKu. Keduanya tidak akan berpisah hingga menemuiKu di Al Haudh.”.

Hadis “Kitabullah Wa Sunnaty” ini adalah hadis masyhur yang sering sekali didengar oleh umat Islam sehingga tidak jarang banyak yang beranggapan bahwa hadis ini adalah benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Pada dasarnya kita umat Islam harus berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah yang merupakan dua landasan utama dalam agama Islam. Banyak dalil dalil shahih yang menganjurkan kita agar berpegang kepada As Sunnah baik dari Al Quran (seperti yang sudah disebutkan) ataupun dari hadis-hadis yang shahih. Sayangnya hadis”Kitabullah Wa Sunnaty” yang seringkali dijadikan dasar dalam masalah ini adalah hadis yang tidak shahih atau dhaif. Berikut adalah analisis terhadap sanad hadis ini.

.

.

Analisis Sumber Hadis “Kitab Allah dan SunahKu”

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” ini tidak terdapat dalam kitab hadis Kutub As Sittah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah, Sunan An Nasa’i, Sunan Abu Dawud, dan Sunan Tirmidzi). Sumber dari Hadis ini adalah Al Muwatta Imam Malik, Mustadrak Ash Shahihain Al Hakim, At Tamhid Syarh Al Muwatta Ibnu Abdil Barr, Sunan Baihaqi, Sunan Daruquthni, dan Jami’ As Saghir As Suyuthi. Selain itu hadis ini juga ditemukan dalam kitab-kitab karya Ulama seperti , Al Khatib dalam Al Faqih Al Mutafaqqih, Shawaiq Al Muhriqah Ibnu Hajar, Sirah Ibnu Hisyam, Al Ilma ‘ila Ma’rifah Usul Ar Riwayah wa Taqyid As Sima’ karya Qadhi Iyadh, Al Ihkam Ibnu Hazm dan Tarikh At Thabari. Dari semua sumber itu ternyata hadis ini diriwayatkan dengan 4 jalur sanad yaitu dari Ibnu Abbas ra, Abu Hurairah ra, Amr bin Awf ra, dan Abu Said Al Khudri ra. Terdapat juga beberapa hadis yang diriwayatkan secara mursal (terputus sanadnya), mengenai hadis mursal ini sudah jelas kedhaifannya.

Hadis ini terbagi menjadi dua yaitu

  1. Hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang mursal
  2. Hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang muttasil atau bersambung

.

.

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” Yang Diriwayatkan Secara Mursal

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” yang diriwayatkan secara mursal ini terdapat dalam kitab Al Muwatta, Sirah Ibnu Hisyam, Sunan Baihaqi, Shawaiq Al Muhriqah, dan Tarikh At Thabari. Berikut adalah contoh hadisnya

Dalam Al Muwatta jilid I hal 899 no 3

Bahwa Rasulullah SAW bersabda” Wahai Sekalian manusia sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu berpegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitab Allah dan Sunah RasulNya”.

Dalam Al Muwatta hadis ini diriwayatkan Imam Malik tanpa sanad. Malik bin Anas adalah generasi tabiit tabiin yang lahir antara tahun 91H-97H. Jadi paling tidak ada dua perawi yang tidak disebutkan di antara Malik bin Anas dan Rasulullah SAW. Berdasarkan hal ini maka dapat dinyatakan bahwa hadis ini dhaif karena terputus sanadnya.

Dalam Sunan Baihaqi terdapat beberapa hadis mursal mengenai hal ini, diantaranya

Al Baihaqi dengan sanad dari Urwah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda pada haji wada “ Sesungguhnya Aku telah meninggalkan sesuatu bagimu yang apabila berpegang teguh kepadanya maka kamu tidak akan sesat selamanya yaitu dua perkara Kitab Allah dan Sunnah NabiMu, Wahai umat manusia dengarkanlah olehmu apa yang aku sampaikan kepadamu, maka hiduplah kamu dengan berpegang kepadanya”.

Selain pada Sunan Baihaqi, hadis Urwah ini juga terdapat dalam Miftah Al Jannah hal 29 karya As Suyuthi. Urwah bin Zubair adalah dari generasi tabiin yang lahir tahun 22H, jadi Urwah belum lahir saat Nabi SAW melakukan haji wada oleh karena itu hadis di atas terputus, dan ada satu orang perawi yang tidak disebutkan, bisa dari golongan sahabat dan bisa juga dari golongan tabiin. Singkatnya hadis ini dhaif karena terputus sanadnya.

Al Baihaqi dengan sanad dari Ibnu Wahb yang berkata “Aku telah mendengar Malik bin Anas mengatakan berpegang teguhlah pada sabda Rasulullah SAW pada waktu haji wada yang berbunyi ‘Dua hal Aku tinggalkan bagimu dimana kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunah NabiNya”.

Hadis ini tidak berbeda dengan hadis Al Muwatta, karena Malik bin Anas tidak bertemu Rasulullah SAW jadi hadis ini juga dhaif.

Dalam Sirah Ibnu Hisyam jilid 4 hal 185 hadis ini diriwayatkan dari Ibnu Ishaq yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda pada haji wada…..,Disini Ibnu Ishaq tidak menyebutkan sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW oleh karena itu hadis ini tidak dapat dijadikan hujjah. Dalam Tarikh At Thabari jilid 2 hal 205 hadis ini juga diriwayatkan secara mursal melalui Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Abi Najih. Jadi kedua hadis ini dhaif. Mungkin ada yang beranggapan karena Sirah Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq sudah menjadi kitab Sirah yang jadi pegangan oleh jumhur ulama maka adanya hadis itu dalam Sirah Ibnu Hisyam sudah cukup menjadi bukti kebenarannya. Jawaban kami adalah benar bahwa Sirah Ibnu Hisyam menjadi pegangan oleh jumhur ulama, tetapi dalam kitab ini hadis tersebut terputus sanadnya jadi tentu saja dalam hal ini hadis tersebut tidak bisa dijadikan hujjah.

.

.

Sebuah Pembelaan dan Kritik

Hafiz Firdaus dalam bukunya Kaidah Memahami Hadis-hadis yang Bercanggah telah membahas hadis dalam Al Muwatta dan menanggapi pernyataan Syaikh Hasan As Saqqaf dalam karyanya Shahih Sifat shalat An Nabiy (dalam kitab ini As Saqqaf telah menyatakan hadis Kitab Allah dan SunahKu ini sebagai hadis yang dhaif ). Sebelumnya berikut akan dituliskan pendapat Hafiz Firdaus tersebut.

Bahwa Rasulullah bersabda “wahai sekalian manusia sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya”

Hadis ini sahih: Dikeluarkan oleh Malik bin Anas dalam al-Muwattha’ – no: 1619 (Kitab al-Jami’, Bab Larangan memastikan Takdir). Berkata Malik apabila mengemukakan riwayat ini: Balghni………bererti “disampaikan kepada aku” (atau dari sudut catatan anak murid beliau sendiri: Dari Malik, disampaikan kepadanya………). Perkataan seperti ini memang khas di zaman awal Islam (sebelum 200H) menandakan bahawa seseorang itu telah menerima sesebuah hadis daripada sejumlah tabi’in, dari sejumlah sahabat dari jalan-jalan yang banyak sehingga tidak perlu disertakan sanadnya. Lebih lanjut lihat Qadi ‘Iyadh Tartib al-Madarik, jld 1, ms 136; Ibn ‘Abd al-Barr al Tamhid, jld 1, ms 34; al-Zarqani Syarh al Muwattha’, jld 4, ms 307 dan Hassath binti ‘Abd al-‘Aziz Sagheir Hadis Mursal baina Maqbul wa Mardud, jld 2, ms 456-470.
Hasan ‘Ali al-Saqqaf dalam bukunya Shalat Bersama Nabi SAW (edisi terj. dari Sahih Sifat Solat Nabi), ms 269-275 berkata bahwa hadis ini sebenarnya adalah maudhu’. Isnadnya memiliki perawi yang dituduh pendusta manakala maksudnya tidak disokongi oleh mana-mana dalil lain. Beliau menulis: Sebenarnya hadis yang tsabit dan sahih adalah hadis yang berakhir dengan “wa ahli baiti” (sepertimana Khutbah C – penulis). Sedangkan yang berakhir dengan kata-kata “wa sunnati” (sepertimana Khutbah B) adalah batil dari sisi matan dan sanadnya.
Nampaknya al-Saqqaf telah terburu-buru dalam penilaian ini kerana beliau hanya menyimak beberapa jalan periwayatan dan meninggalkan yang selainnya, terutamanya apa yang terkandung dalam kitab-kitab Musannaf, Mu’jam dan Tarikh (Sejarah). Yang lebih berat adalah beliau telah menepikan begitu sahaja riwayat yang dibawa oleh Malik di dalam kitab al-Muwattha’nya atas alasan ianya adalah tanpa sanad padahal yang benar al-Saqqaf tidak mengenali kaedah-kaedah periwayatan hadis yang khas di sisi Malik bin Anas dan tokoh-tokoh hadis di zamannya.

Kritik kami adalah sebagai berikut, tentang kata-kata hadis riwayat Al Muwatta adalah shahih karena pernyataan Balghni atau “disampaikan kepada aku” dalam hadis riwayat Imam Malik ini adalah khas di zaman awal Islam (sebelum 200H) menandakan bahwa seseorang itu telah menerima sesebuah hadis daripada sejumlah tabi’in, dari sejumlah sahabat dari jalan-jalan yang banyak sehingga tidak perlu disertakan sanadnya. Maka Kami katakan, Kaidah periwayatan hadis dengan pernyataan Balghni atau “disampaikan kepadaku” memang terdapat di zaman Imam Malik. Hal ini juga dapat dilihat dalam Kutub As Sunnah Dirasah Watsiqiyyah oleh Rif’at Fauzi Abdul Muthallib hal 20, terdapat kata kata Hasan Al Bashri

“Jika empat shahabat berkumpul untuk periwayatan sebuah hadis maka saya tidak menyebut lagi nama shahabat”.Ia juga pernah berkata”Jika aku berkata hadatsana maka hadis itu saya terima dari fulan seorang tetapi bila aku berkata qala Rasulullah SAW maka hadis itu saya dengar dari 70 orang shahabat atau lebih”.

Tetapi adalah tidak benar mendakwa suatu hadis sebagai shahih hanya dengan pernyataan “balghni”. Hal ini jelas bertentangan dengan kaidah jumhur ulama tentang persyaratan hadis shahih seperti yang tercantum dalam Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulumul Hadis yaitu

Hadis shahih adalah Hadis yang muttashil (bersambung sanadnya) disampaikan oleh setiap perawi yang adil(terpercaya) lagi dhabit sampai akhir sanadnya dan hadis itu harus bebas dari syadz dan Illat.

Dengan kaidah Inilah as Saqqaf telah menepikan hadis al Muwatta tersebut karena memang hadis tersebut tidak ada sanadnya. Yang aneh justru pernyataan Hafiz yang menyalahkan As Saqqaf dengan kata-kata padahal yang benar al-Saqqaf tidak mengenali kaedah-kaedah periwayatan hadis yang khas di sisi Malik bin Anas dan tokoh-tokoh hadis di zamannya.

.

Pernyataan Hafiz di atas menunjukan bahwa Malik bin Anas dan tokoh hadis zamannya (sekitar 93H-179H) jika meriwayatkan hadis dengan pernyataan telah disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah SAW atau Qala Rasulullah SAW tanpa menyebutkan sanadnya maka hadis tersebut adalah shahih. Pernyataan ini jelas aneh dan bertentangan dengan kaidah jumhur ulama hadis. Sekali lagi hadis itu mursal atau terputus dan hadis mursal tidak bisa dijadikan hujjah karena kemungkinan dhaifnya. Karena bisa jadi perawi yang terputus itu adalah seorang tabiin yang bisa jadi dhaif atau tsiqat, jika tabiin itu tsiqatpun dia kemungkinan mendengar dari tabiin lain yang bisa jadi dhaif atau tsiqat dan seterusnya kemungkinan seperti itu tidak akan habis-habis. Sungguh sangat tidak mungkin mendakwa hadis mursal sebagai shahih “Hanya karena terdapat dalam Al Muwatta Imam Malik”.

.
Hal yang kami jelaskan itu juga terdapat dalam Ilmu Mushthalah Hadis oleh A Qadir Hassan hal 109 yang mengutip pernyataan Ibnu Hajar yang menunjukkan tidak boleh menjadikan hadis mursal sebagai hujjah, Ibnu Hajar berkata

”Boleh jadi yang gugur itu shahabat tetapi boleh jadi juga seorang tabiin .Kalau kita berpegang bahwa yang gugur itu seorang tabiin boleh jadi tabiin itu seorang yang lemah tetapi boleh jadi seorang kepercayaan. Kalau kita andaikan dia seorang kepercayaan maka boleh jadi pula ia menerima riwayat itu dari seorang shahabat, tetapi boleh juga dari seorang tabiin lain”.

Lihat baik-baik walaupun yang meriwayatkan hadis mursal itu adalah tabiin tetap saja dinyatakan dhaif apalagi Malik bin Anas yang seorang tabiit tabiin maka akan jauh lebih banyak kemungkinan dhaifnya. Pernyataan yang benar tentang hadis mursal Al Muwatta adalah hadis tersebut shahih jika terdapat hadis lain yang bersambung dan shahih sanadnya yang menguatkan hadis mursal tersebut di kitab-kitab lain. Jadi adalah kekeliruan menjadikan hadis mursal shahih hanya karena terdapat dalam Al Muwatta.

.

.

.

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” Yang Diriwayatkan Dengan Sanad Yang Bersambung.

Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dari sumber-sumber yang ada ternyata ada 4 jalan sanad hadis “Kitab Allah dan SunahKu”. 4 jalan sanad itu adalah
1. Jalur Ibnu Abbas ra
2. Jalur Abu Hurairah ra
3. Jalur Amr bin Awf ra
4. Jalur Abu Said Al Khudri ra

.

.

Jalan Sanad Ibnu Abbas

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Ibnu Abbas dapat ditemukan dalam Kitab Al Mustadrak Al Hakim jilid I hal 93 dan Sunan Baihaqi juz 10 hal 4 yang pada dasarnya juga mengutip dari Al Mustadrak. Dalam kitab-kitab ini sanad hadis itu dari jalan Ibnu Abi Uwais dari Ayahnya dari Tsaur bin Zaid Al Daily dari Ikrimah dari Ibnu Abbas

bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”.

Hadis ini adalah hadis yang dhaif karena terdapat kelemahan pada dua orang perawinya yaitu Ibnu Abi Uwais dan Ayahnya.

1. Ibnu Abi Uwais

  • Dalam kitab Tahdzib Al Kamal karya Al Hafiz Ibnu Zakki Al Mizzy jilid III hal 127 mengenai biografi Ibnu Abi Uwais terdapat perkataan orang yang mencelanya, diantaranya Berkata Muawiyah bin Salih dari Yahya bin Mu’in “Abu Uwais dan putranya itu keduanya dhaif(lemah)”. Dari Yahya bin Mu’in bahwa Ibnu Abi Uwais dan ayahnya suka mencuri hadis, suka mengacaukan(hafalan) hadis atau mukhallith dan suka berbohong. Menurut Abu Hatim Ibnu Abi Uwais itu mahalluhu ash shidq atau tempat kejujuran tetapi dia terbukti lengah. An Nasa’i menilai Ibnu Abi Uwais dhaif dan tidak tsiqah. Menurut Abu Al Qasim Al Alkaiy “An Nasa’i sangat jelek menilainya (Ibnu Abi Uwais) sampai ke derajat matruk(ditinggalkan hadisnya)”. Ahmad bin Ady berkata “Ibnu Abi Uwais itu meriwayatkan dari pamannya Malik beberapa hadis gharib yang tidak diikuti oleh seorangpun.”
  • Dalam Muqaddimah Al Fath Al Bary halaman 391 terbitan Dar Al Ma’rifah, Al Hafiz Ibnu Hajar mengenai Ibnu Abi Uwais berkata ”Atas dasar itu hadis dia (Ibnu Abi Uwais) tidak dapat dijadikan hujjah selain yang terdapat dalam As Shahih karena celaan yang dilakukan Imam Nasa’i dan lain-lain”.
  • Dalam Fath Al Mulk Al Aly halaman 15, Al Hafiz Sayyid Ahmad bin Shiddiq mengatakan “berkata Salamah bin Syabib Aku pernah mendengar Ismail bin Abi Uwais mengatakan “mungkin aku membuat hadis untuk penduduk madinah jika mereka berselisih pendapat mengenai sesuatu di antara mereka”.

Jadi Ibnu Abi Uwais adalah perawi yang tertuduh dhaif, tidak tsiqat, pembohong, matruk dan dituduh suka membuat hadis. Ada sebagian orang yang membela Ibnu Abi Uwais dengan mengatakan bahwa dia adalah salah satu Rijal atau perawi Shahih Bukhari oleh karena itu hadisnya bisa dijadikan hujjah. Pernyataan ini jelas tertolak karena Bukhari memang berhujjah dengan hadis Ismail bin Abi Uwais tetapi telah dipastikan bahwa Ibnu Abi Uwais adalah perawi Bukhari yang diperselisihkan oleh para ulama hadis. Seperti penjelasan di atas terdapat jarh atau celaan yang jelas oleh ulama hadis seperti Yahya bin Mu’in, An Nasa’i dan lain-lain. Dalam prinsip Ilmu Jarh wat Ta’dil celaan yang jelas didahulukan dari pujian(ta’dil). Oleh karenanya hadis Ibnu Abi Uwais tidak bisa dijadikan hujjah. Mengenai hadis Bukhari dari Ibnu Abi Uwais, hadis-hadis tersebut memiliki mutaba’ah atau pendukung dari riwayat-riwayat lain sehingga hadis tersebut tetap dinyatakan shahih. Lihat penjelasan Al Hafiz Ibnu Hajar dalam Al Fath Al Bary Syarh Shahih Bukhari, Beliau mengatakan bahwa hadis Ibnu Abi Uwais selain dalam As Shahih(Bukhari dan Muslim) tidak bisa dijadikan hujjah. Dan hadis yang dibicarakan ini tidak terdapat dalam kedua kitab Shahih tersebut, hadis ini terdapat dalam Mustadrak dan Sunan Baihaqi.

2. Abu Uwais

  • Dalam kitab Al Jarh Wa At Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim jilid V hal 92, Ibnu Abi Hatim menukil dari ayahnya Abu Hatim Ar Razy yang berkata mengenai Abu Uwais “Ditulis hadisnya tetapi tidak dapat dijadikan hujjah dan dia tidak kuat”. Ibnu Abi Hatim menukil dari Yahya bin Mu’in yang berkata “Abu Uwais tidak tsiqah”.
  • Dalam kitab Tahdzib Al Kamal karya Al Hafiz Ibnu Zakki Al Mizzy jilid III hal 127 Berkata Muawiyah bin Salih dari Yahya bin Mu’in “Abu Uwais dan putranya itu keduanya dhaif(lemah)”. Dari Yahya bin Mu’in bahwa Ibnu Abi Uwais dan ayahnya(Abu Uwais) suka mencuri hadis, suka mengacaukan(hafalan) hadis atau mukhallith dan suka berbohong.

Dalam Al Mustadrak jilid I hal 93, Al Hakim tidak menshahihkan hadis ini. Beliau mendiamkannya dan mencari syahid atau penguat bagi hadis tersebut, Beliau berkata ”Saya telah menemukan syahid atau saksi penguat bagi hadis tersebut dari hadis Abu Hurairah ra”. Mengenai hadis Abu Hurairah ra ini akan dibahas nanti, yang penting dari pernyataan itu secara tidak langsung Al Hakim mengakui kedhaifan hadis Ibnu Abbas tersebut oleh karena itu beliau mencari syahid penguat untuk hadis tersebut .Setelah melihat kedudukan kedua perawi hadis Ibnu Abbas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hadis ”Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Ibnu Abbas adalah dhaif.

.

.

Jalan Sanad Abu Hurairah ra

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad Abu Hurairah ra terdapat dalam Al Mustadrak Al Hakim jilid I hal 93, Sunan Al Kubra Baihaqi juz 10, Sunan Daruquthni IV hal 245, Jami’ As Saghir As Suyuthi(no 3923), Al Khatib dalam Al Faqih Al Mutafaqqih jilid I hal 94, At Tamhid XXIV hal 331 Ibnu Abdil Barr, dan Al Ihkam VI hal 243 Ibnu Hazm.
Jalan sanad hadis Abu Hurairah ra adalah sebagi berikut, diriwayatkan melalui Al Dhaby yang berkata telah menghadiskan kepada kami Shalih bin Musa At Thalhy dari Abdul Aziz bin Rafi’dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra

bahwa Rasulullah SAW bersabda “Bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan SunahKu.Keduanya tidak akan berpisah hingga menemuiKu di Al Haudh”.

Hadis di atas adalah hadis yang dhaif karena dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak bisa dijadikan hujjah yaitu Shalih bin Musa At Thalhy.

  • Dalam Kitab Tahdzib Al Kamal ( XIII hal 96) berkata Yahya bin Muin bahwa riwayat hadis Shalih bin Musa bukan apa-apa. Abu Hatim Ar Razy berkata hadis Shalih bin Musa dhaif. Imam Nasa’i berkata hadis Shalih bin Musa tidak perlu ditulis dan dia itu matruk al hadis(ditinggalkan hadisnya).
  • Al Hafiz Ibnu Hajar Al Asqalany dalam kitabnya Tahdzib At Tahdzib IV hal 355 menyebutkan Ibnu Hibban berkata bahwa Shalih bin Musa meriwayatkan dari tsiqat apa yang tidak menyerupai hadis itsbat(yang kuat) sehingga yang mendengarkannya bersaksi bahwa riwayat tersebut ma’mulah (diamalkan) atau maqbulah (diterima) tetapi tidak dapat dipakai untuk berhujjah. Abu Nu’aim berkata Shalih bin Musa itu matruk Al Hadis sering meriwayatkan hadis mungkar.
  • Dalam At Taqrib (Tarjamah :2891) Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqallany menyatakan bahwa Shalih bin Musa adalah perawi yang matruk(harus ditinggalkan).
  • Al Dzahaby dalam Al Kasyif (2412) menyebutkan bahwa Shalih bin Musa itu wahin (lemah).
  • Dalam Al Qaulul Fashl jilid 2 hal 306 Sayyid Alwi bin Thahir ketika mengomentari Shalih bin Musa, beliau menyatakan bahwa Imam Bukhari berkata”Shalih bin Musa adalah perawi yang membawa hadis-hadis mungkar”.

Kalau melihat jarh atau celaan para ulama terhadap Shalih bin Musa tersebut maka dapat dinyatakan bahwa hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan sanad dari Abu Hurairah ra di atas adalah hadis yang dhaif. Adalah hal yang aneh ternyata As Suyuthi dalam Jami’ As Saghir menyatakan hadis tersebut hasan, Al Hafiz Al Manawi menshahihkannya dalam Faidhul Qhadir Syarah Al Jami’Ash Shaghir dan Al Albani juga telah memasukkan hadis ini dalam Shahih Jami’ As Saghir. Begitu pula yang dinyatakan oleh Al Khatib dan Ibnu Hazm. Menurut kami penshahihan hadis tersebut tidak benar karena dalam sanad hadis tersebut terdapat cacat yang jelas pada perawinya, Bagaimana mungkin hadis tersebut shahih jika dalam sanadnya terdapat perawi yang matruk, mungkar al hadis dan tidak bisa dijadikan hujjah. Nyata sekali bahwa ulama-ulama yang menshahihkan hadis ini telah bertindak longgar(tasahul) dalam masalah ini.

Mengapa para ulama itu bersikap tasahul dalam penetapan kedudukan hadis ini?. Hal ini mungkin karena matan hadis tersebut adalah hal yang tidak perlu dipermasalahkan lagi. Tetapi menurut kami matan hadis tersebut yang benar dan shahih adalah dengan matan hadis yang sama redaksinya hanya perbedaan pada “Kitab Allah dan SunahKu” menjadi “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu”. Hadis dengan matan seperti ini salah satunya terdapat dalam Shahih Sunan Tirmidzi no 3786 & 3788 yang dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi. Kalau dibandingkan antara hadis ini dengan hadis Abu Hurairah ra di atas dapat dipastikan bahwa hadis Shahih Sunan Tirmidzi ini jauh lebih shahih kedudukannya karena semua perawinya tsiqat. Sedangkan hadis Abu Hurairah ra di atas terdapat cacat pada salah satu perawinya yaitu Shalih bin Musa At Thalhy.

Adz Dzahabi dalam Al Mizan Al I’tidal jilid II hal 302 berkata bahwa hadis Shalih bin Musa tersebut termasuk dari kemunkaran yang dilakukannya. Selain itu hadis riwayat Abu Hurairah ini dinyatakan dhaif oleh Hasan As Saqqaf dalam Shahih Sifat Shalat An Nabiy setelah beliau mengkritik Shalih bin Musa salah satu perawi hadis tersebut. Jadi pendapat yang benar dalam masalah ini adalah hadis riwayat Abu Hurairah tersebut adalah dhaif sedangkan pernyataan As Suyuthi, Al Manawi, Al Albani dan yang lain bahwa hadis tersebut shahih adalah keliru karena dalam rangkaian sanadnya terdapat perawi yang sangat jelas cacatnya sehingga tidak mungkin bisa dikatakan shahih.

.

.

Jalan Sanad Amr bin Awf ra

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Amr bin Awf terdapat dalam kitab At Tamhid XXIV hal 331 Ibnu Abdil Barr. Telah menghadiskan kepada kami Abdurrahman bin Yahya, dia berkata telah menghadiskan kepada kami Ahmad bin Sa’id, dia berkata telahmenghadiskan kepada kami Muhammad bin Ibrahim Al Daibaly, dia berkata telah menghadiskan kepada kami Ali bin Zaid Al Faridhy, dia berkata telah menghadiskan kepada kami Al Haniny dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Awf dari ayahnya dari kakeknya

Bahwa Rasulullah bersabda “wahai sekalian manusia sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya.


Hadis ini adalah hadis yang dhaif karena dalam sanadnya terdapat cacat pada perawinya yaitu Katsir bin Abdullah .

  • Dalam Mizan Al Itidal (biografi Katsir bin Abdullah no 6943) karya Adz Dzahabi terdapat celaan pada Katsir bin Abdullah. Menurut Daruquthni Katsir bin Abdullah adalah matruk al hadis(ditinggalkan hadisnya). Abu Hatim menilai Katsir bin Abdullah tidak kuat. An Nasa’i menilai Katsir bin Abdullah tidak tsiqah.
  • Dalam At Taqrib at Tahdzib, Ibnu Hajar menyatakan Katsir bin Abdullah dhaif.
  • Dalam Al Kasyf Adz Dzahaby menilai Katsir bin Abdullah wahin(lemah).
  • Dalam Al Majruhin Ibnu Hibban juz 2 hal 221, Ibnu Hibban berkata tentang Katsir bin Abdullah “Hadisnya sangat mungkar” dan “Dia meriwayatkan hadis-hadis palsu dari ayahnya dari kakeknya yang tidak pantas disebutkan dalam kitab-kitab maupun periwayatan”
  • Dalam Al Majruhin Ibnu Hibban juz 2 hal 221, Yahya bin Main berkata “Katsir lemah hadisnya”
  • Dalam Kitab Al Jarh Wat Ta’dil biografi no 858, Abu Zur’ah berkata “Hadisnya tidak ada apa-apanya, dia tidak kuat hafalannya”.
  • Dalam Adh Dhu’afa Al Kabir Al Uqaili (no 1555), Mutharrif bin Abdillah berkata tentang Katsir “Dia orang yang banyak permusuhannya dan tidak seorangpun sahabat kami yang mengambil hadis darinya”.
  • Dalam Al Kamil Fi Dhu’afa Ar Rijal karya Ibnu Adi juz 6 hal 63, Ibnu Adi berkata perihal Katsir “Dan kebanyakan hadis yang diriwayatkannya tidak bisa dijadikan pegangan”.
  • Dalam Al Kamil Fi Dhu’afa Ar Rijal karya Ibnu Adi juz 6 hal 63, Abu Khaitsamah berkata “Ahmad bin Hanbal berkata kepadaku : jangan sedikitpun engkau meriwayatkan hadis dari Katsir bin Abdullah”.
  • Dalam Ad Dhu’afa Wal Matrukin Ibnu Jauzi juz III hal 24 terdapat perkataan Imam Syafii perihal Katsir bin Abdullah “Katsir bin Abdullah Al Muzanni adalah satu pilar dari berbagai pilar kedustaan”

Jadi hadis Amr bin Awf ini sangat jelas kedhaifannya karena dalam sanadnya terdapat perawi yang matruk, dhaif atau tidak tsiqah dan pendusta.

.

.

Jalur Abu Said Al Khudri ra

Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Abu Said Al Khudri ra terdapat dalam Al Faqih Al Mutafaqqih jilid I hal 94 karya Al Khatib Baghdadi dan Al Ilma ‘ila Ma’rifah Usul Ar Riwayah wa Taqyid As Sima’ karya Qadhi Iyadh dengan sanad dari Saif bin Umar dari Ibnu Ishaq Al Asadi dari Shabbat bin Muhammad dari Abu Hazm dari Abu Said Al Khudri ra.

Dalam rangkaian perawi ini terdapat perawi yang benar-benar dhaif yaitu Saif bin Umar At Tamimi.

  • Dalam Mizan Al I’tidal no 3637 Yahya bin Mu’in berkata “Saif daif dan riwayatnya tidak kuat”.
  • Dalam Ad Dhu’afa Al Matrukin no 256, An Nasa’i mengatakan kalau Saif bin Umar adalah dhaif.
  • Dalam Al Majruhin no 443 Ibnu Hibban mengatakan Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada perawi yang tsabit, ia seorang yang tertuduh zindiq dan seorang pemalsu hadis.
  • Dalam Ad Dhu’afa Abu Nu’aim no 95, Abu Nu’aim mengatakan kalau Saif bin Umar adalah orang yang tertuduh zindiq, riwayatnya jatuh dan bukan apa-apanya.
  • Dalam Tahzib At Tahzib juz 4 no 517 Abu Dawud berkata kalau Saif bukan apa-apa, Abu Hatim berkata “ia matruk”, Ad Daruquthni menyatakannya dhaif dan matruk. Al Hakim mengatakan kalau Saif tertuduh zindiq dan riwayatnya jatuh. Ibnu Adi mengatakan kalau hadisnya dikenal munkar dan tidak diikuti seorangpun.


Jadi jelas sekali kalau hadis Abu Said Al Khudri ra ini adalah hadis yang dhaif karena kedudukan Saif bin Umar yang dhaif di mata para ulama.

.

.

Hadis Tersebut Dhaif

Dari semua pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis “Kitab Allah dan SunahKu” ini adalah hadis yang dhaif. Sebelum mengakhiri tulisan ini akan dibahas terlebih dahulu pernyataan Ali As Salus dalam Al Imamah wal Khilafah yang menyatakan shahihnya hadis “Kitab Allah Dan SunahKu”.
Ali As Salus menyatakan bahwa hadis riwayat Imam Malik adalah shahih Walaupun dalam Al Muwatta hadis ini mursal. Beliau menyatakan bahwa hadis ini dikuatkan oleh hadis Abu Hurairah yang telah dishahihkan oleh As Suyuthi,Al Manawi dan Al Albani. Selain itu hadis mursal dalam Al Muwatta adalah shahih menurutnya dengan mengutip pernyataan Ibnu Abdil Barr yang menyatakan bahwa semua hadis mursal Imam Malik adalah shahih dan pernyataan As Suyuthi bahwa semua hadis mursal dalam Al Muwatta memiliki sanad yang bersambung yang menguatkannya dalam kitab-kitab lain.

.

.

.

Tanggapan Terhadap Ali As Salus

Pernyataan pertama bahwa hadis Malik bin Anas dalam Al Muwatta adalah shahih walaupun mursal adalah tidak benar. Hal ini telah dijelaskan dalam tanggapan kami terhadap Hafiz Firdaus bahwa hadis mursal tidak bisa langsung dinyatakan shahih kecuali terdapat hadis shahih(bersambung sanadnya) lain yang menguatkannya. Dan kenyataannya hadis yang jadi penguat hadis mursal Al Muwatta ini adalah tidak shahih. Pernyataan Selanjutnya Ali As Salus bahwa hadis ini dikuatkan oleh hadis Abu Hurairah ra adalah tidak tepat karena seperti yang sudah dijelaskan, dalam sanad hadis Abu Hurairah ra ada Shalih bin Musa yang tidak dapat dijadikan hujjah.

Ali As Salus menyatakan bahwa hadis mursal Al Muwatta shahih berdasarkan

  • Pernyataan Ibnu Abdil Barr yang menyatakan bahwa semua hadis mursal Imam Malik adalah shahih dan
  • Pernyataan As Suyuthi bahwa semua hadis mursal dalam Al Muwatta memiliki sanad yang bersambung yang menguatkannya dalam kitab-kitab lain.

Mengenai pernyataan Ibnu Abdil Barr tersebut, jelas itu adalah pendapatnya sendiri dan mengenai hadis “Kitab Allah dan SunahKu” yang mursal dalam Al Muwatta Ibnu Abdil Barr telah mencari sanad hadis ini dan memuatnya dalam kitabnya At Tamhid dan Beliau menshahihkannya. Setelah dilihat ternyata hadis dalam At Tamhid tersebut tidaklah shahih karena cacat yang jelas pada perawinya.

.

Begitu pula pernyataan As Suyuthi yang dikutip Ali As Salus di atas itu adalah pendapat Beliau sendiri dan As Suyuthi telah menjadikan hadis Abu Hurairah ra sebagai syahid atau pendukung hadis mursal Al Muwatta seperti yang Beliau nyatakan dalam Jami’ As Saghir dan Beliau menyatakan hadis tersebut hasan. Setelah ditelaah ternyata hadis Abu Hurairah ra itu adalah dhaif. Jadi Kesimpulannya tetap saja hadis “Kitab Allah dan SunahKu” adalah hadis yang dhaif.

.
Salah satu bukti bahwa tidak semua hadis mursal Al Muwatta shahih adalah apa yang dikemukakan oleh Syaikh Al Albani dalam Silisilatul Al Hadits Adh Dhaifah Wal Maudhuah hadis no 908

Nabi Isa pernah bersabda”Janganlah kalian banyak bicara tanpa menyebut Allah karena hati kalian akan mengeras.Hati yang keras jauh dari Allah namun kalian tidak mengetahuinya.Dan janganlah kalian mengamati dosa-dosa orang lain seolah-olah kalian Tuhan,akan tetapi amatilah dosa-dosa kalian seolah kalian itu hamba.Sesungguhnya Setiap manusia itu diuji dan selamat maka kasihanilah orang-orang yang tengah tertimpa malapetaka dan bertahmidlah kepada Allah atas keselamatan kalian”.

Riwayat ini dikemukakan Imam Malik dalam Al Muwatta jilid II hal 986 tanpa sanad yang pasti tetapi Imam Malik menempatkannya dalam deretan riwayat–riwayat yang muttashil(bersambung) atau marfu’ sanadnya sampai ke Rasulullah SAW.

Syaikh Al Albani berkata tentang hadis ini

”sekali lagi saya tegaskan memarfu’kan riwayat ini sampai kepada Nabi adalah kesalahan yang menyesatkan dan tidak ayal lagi merupakan kedustaan yang nyata-nyata dinisbatkan kepada Beliau padahal Beliau terbebas darinya”.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Syaikh Al Albani tidaklah langsung menyatakan bahwa hadis ini shahih hanya karena Imam Malik menempatkannya dalam deretan riwayat–riwayat yang muttashil atau marfu’ sanadnya sampai ke Rasulullah SAW. Justru Syaikh Al Albani menyatakan bahwa memarfu’kan hadis ini adalah kedustaan atau kesalahan yang menyesatkan karena berdasarkan penelitian beliau tidak ada sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW mengenai hadis ini.

.

Yang Aneh adalah pernyataan Ali As Salus dalam Imamah Wal Khilafah yang menyatakan bahwa hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” adalah dhaif dan yang shahih adalah hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu”. Hal ini jelas sangat tidak benar karena hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu” sanad-sanadnya tidak shahih seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan di atas. Sedangkan hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” adalah hadis yang diriwayatkan banyak shahabat dan sanadnya jauh lebih kuat dari hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu”.

.

Jadi kalau hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu” dinyatakan shahih maka hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” akan jadi jauh lebih shahih. Ali As Salus dalam Imamah wal Khilafah telah membandingkan kedua hadis tersebut dengan metode yang tidak berimbang. Untuk hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” beliau mengkritik habis-habisan bahkan dengan kritik yang tidak benar sedangkan untuk hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu” beliau bertindak longgar(tasahul) dan berhujjah dengan pernyataan ulama lain yang juga telah memudahkan dalam penshahihan hadis tersebut. Wallahu’alam.

56 Tanggapan

  1. Ass..
    Aku juga setuju memang hadis tentang “Kitabullah dan Itrahku..” lebih shahih dari pada “Kitabullah dan Sunnahku..”
    Tetapi Itrah Nabi (Ahlul Bait Nabi saw) juga menerangkan Sunnah Nabi Saw juga kan?? Jadi sama aja bro.. Bedanya, kalo pake hadis “Kitabullah dan Sunnahku..” selain harus menjalankan sunnah Nabi SAW, kita dituntut untuk lebih mengenal dan mencintai Ahlul Bait Nabi SAW serta mengikutinya. Berbeda dengan yang pake hadis “Kitabullah dan Sunnahku..”, mereka ini krg mengenal atau tidak mengenal Siapa Ahlul Bait yang dimuliakan itu.. Tapi apa gunanya kalo mengaku mengikuti Ahlul Bait Nabi tapi tidak pernah atau malas-malasan mengamalkan Sunnahnya ? Bukankah Ahlul Bait Nabi Saw tugasnya adalah menjabarkan Sunnah Nabi SAW dengan benar, lengkap, dan dengan pemahaman yang benar?

    Hidup persatuan !!!
    Hidup Khilafah Islamyah !!

    Wass.

  2. Weit salah ketik
    “Bedanya, kalo pake hadis “Kitabullah dan Sunnahku..” selain harus menjalankan sunnah Nabi SAW, kita dituntut untuk lebih mengenal dan mencintai Ahlul Bait Nabi SAW serta mengikutinya”
    Maaf salah ketik kalimat tsb, harusnya “Bedanya, kalo pake hadis “Kitabullah dan Itrahku..” selain harus menjalankan sunnah Nabi SAW, kita dituntut untuk lebih mengenal dan mencintai Ahlul Bait Nabi SAW serta mengikutinya”

  3. @Ja’far

    dasarnya sama aja tetapi saya kan bahas dari segi sanadnya, nah sanadnya itu hadis “kitabullah dan sunahku” menurut saya dhaif.
    dua hadis itu sengaja saya bandingkan untuk menghindari penafsiran yang keliru masalah hadis Tsaqalain.
    Orang-orang yang berhujjah dengan hadis “Kitabullah dan sunahku” mereka akan berkata dua hal itu adalah hal yang pasti benar makanya jadi pedoman.
    Tetapi anehnya kalau dikasih tahu hadis Tsaqalain, ada yang bilang tidak shahih, dan kalau yang bilang shahih mereka akan berkata bahwa hadis itu sekedar menunjukkan keutamaan ahlul bait atau kita harus mencintai mereka.
    Kenapa mereka tidak menafsirkan hadis Tsaqalain sama seperti menafsirkan hadis “Kitabullah dan Sunahku”, kenapa mereka tidak berkata Kitab Allah dan Ahlul Bait adalah dua hal yang pasti benar makanya jadi pedoman.
    Itu yang mendorong saya membandingkan kedua hadis ini
    thanks komennya 🙂

  4. Duh….. gimana Ya……… Otax’s Qw G Nyampe kayaknya Nieh

    Diem Aj, boleh G ya………………….

    *_*

  5. @ Tse Men The Kid’s
    ah Mas suka merendah
    boleh boleh 🙂

  6. […] pembahasan sebelumnya sudah dibuktikan bahwa hadis ini memiliki sanad yang dhaif dan yang lebih shahih adalah hadis dengan redaksi wa itraty ahlul baity atau hadis Tsaqalain. […]

  7. Jujur, ana agak bingung dengan arah tulisan artikel ini. Jika memang kesimpulannya lebih kuat hadist “Kitabullah dan Ahlulbait” lha yo wes sekarang lah saatnya memulai mempelajari siapakah ahlulbait menurut ahlulbait sendiri.

    Juga bagaimana mereka menjelaskan qur’an dengan hadist2 yang sanadnya pasti senantiasa tersambung kepada Rasulullah SAW. Udah gitu jelas bahwa pengikut mereka dalam sejarahnya senantiasa lebih cerdas walau tertindas.

    Heran deh… kok masih pada bingung sih?

  8. ah sederhana kok
    tulisan ini cuma analisis terhadap sanad hadisnya
    tentu saja kita harus mengenal Ahlul bait dan mengambil hikmah dari mereka
    salam 😀

  9. wah yang ini menarik
    padat tuh analisisnya
    saya save
    *boleh gak boleh tetap aja saya save*

  10. […] hadis di atas. Bahkan Menurut saya hadis di atas yang memuat kata “Al Quran dan SunahKu” memiliki sanad yang dhaif, anda dapat melihat dalam tulisan saya tentang itu. Dengan membandingkan hadis Tsaqalain dan hadis […]

  11. hemmm pakar hadist berkomentar

  12. @bersatu
    silakan komentar

  13. @ second
    hoy coy udah dapat gak kitabnya, atau tolong cekkan salah satu ulama’ rujukan ya namanya Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam ( sebenarnya bisa tak sebut sampai baginda Nabi ) TOLONG SAMPEAN CEK APA ULAMA’ TERSEBUT BISA DIJADIKAN RUJUKAN ???? TRIMS

  14. mengenai pembahasan keshohihan hadits tsb nanti bisa dibahas sendiri…

    sekarang bicara al qur’an dulu dalam banyak ayat bukankah banyak sekali perintah untuk berpegang kepada sunnah nabi….untuk menjadikan rasul sebgai uswah, hakim dst….

    kalau Allah memerintahkan umatNya untuk taat kepada Nabi maka bagi kita umat yang jauh dari masa nabi, jalan apakah yang bisa mengantarkan kita untuk bisa menjalankan implementasi ayat al qur;an tsb untuk menjalankan sunnah nabi?….

    pastilah sejarah/hadits/sunnah yang menjadi pegangan kita…jadi kalau Allah memerintahkan umatNya utk menjalankan sunnah maka Dia pasti menciptakan manusia2 yang akan menjaga sunnahNya…diantaranya adalah para shahabat….

    dari jalan shahabat kita bisa mengenal nabi, ataukah saudara2 disini semua bisa mengenal nabi tanpa melalui jalan shahabat???…

    ahlu bait adalah shahabat juga, tapi apakah kita hanya membatasi shahabat hanya pada ahlulbait saja….
    aisyah ra adalah juga ahlul bait, karena isteri rasulullah….he..he…
    abubakar ra adalah juga ahlu bait karena mertua rasulullah….
    ali ra juga ahlul bait karena menantu rasulullah….
    umar ra juga ahlul bait karena menantu rasulullah…

    jelas kan….persoalan insyaallah selesai..

    he..he…he….

  15. @bersatu
    Ulama mana saja bisa dijadikan rujukan Mas, jika dalilnya shahih dan benar 🙂

    @Dody Kurniawan

    sekarang bicara al qur’an dulu dalam banyak ayat bukankah banyak sekali perintah untuk berpegang kepada sunnah nabi….untuk menjadikan rasul sebgai uswah, hakim dst….

    Dari awal sudah saya tulis kok Ayat Al Quran yang anda maksud jadi saya jelas menyatakan Adalah Qathi Taat kepada Allah dan RasulNya

    kalau Allah memerintahkan umatNya untuk taat kepada Nabi maka bagi kita umat yang jauh dari masa nabi, jalan apakah yang bisa mengantarkan kita untuk bisa menjalankan implementasi ayat al qur;an tsb untuk menjalankan sunnah nabi?….

    Tentu kita selalu butuh perantara dari Mereka yang menyampaikan

    pastilah sejarah/hadits/sunnah yang menjadi pegangan kita…jadi kalau Allah memerintahkan umatNya utk menjalankan sunnah maka Dia pasti menciptakan manusia2 yang akan menjaga sunnahNya…diantaranya adalah para shahabat…

    Begini Mas silakan saja berpandangan tetapi sebelumnya Rasulullah SAW menyatakan dengan jelas bahwa umat islam agar tidak sesat berpegang teguh pada Al Quran dan Ahlul Bait, tidak disebutkan tentang sahabat
    Yang menjaga sunnah atau hadis jika menurut pengertian anda maka tidak hanya sahabat tetapi juga tabiin, tabiittabiin, dan perawi hadis sampai ulama hadis. Mereka semua manusia tentu dan bisa diambil ilmunya dan tentu sebagai manusia mereka juga bisa keliru 🙂

    dari jalan shahabat kita bisa mengenal nabi, ataukah saudara2 disini semua bisa mengenal nabi tanpa melalui jalan shahabat???…

    Saya perjelas, Islam Sunni dominan mengambil agama dari sahabat tetapi Islam Syiah mengambil agama dari Ahlul Bait

    ahlu bait adalah shahabat juga, tapi apakah kita hanya membatasi shahabat hanya pada ahlulbait saja….

    Ahlul Bait adalah ahlul bait dan sahabat adalah sahabat
    untuk apa membatasi ahlul bait pada sahabat, yang jadi masalah jika disuruh berpegang teguh pada Ahlul Bait maka mengapa berpusing-pusing soal siapa sahabat 🙂

    aisyah ra adalah juga ahlul bait, karena isteri rasulullah….he..he…

    Sayangnya ada hadis shahih yang menyatakan bahwa Istri Nabi bukan Ahlul Bait Beliau SAW

    abubakar ra adalah juga ahlu bait karena mertua rasulullah….

    sayangnya Mas tidak ada dalilnya kok kalau Abu Bakar adalah Ahlul Bait, itu maaf cuma pandangan anda yang menganggap bahwa Ahlul Bait berarti setiap keluarga Rasulullah SAW, kalau begitu Abu Lahab adalah Ahlul bait juga, masa’ sih

    ali ra juga ahlul bait karena menantu rasulullah…

    Imam Ali AS adalah Ahlul Bait karena begitulah yang dinyatakan Rasulullah SAW sendiri dalam hadis yang shahih

    umar ra juga ahlul bait karena menantu rasulullah…

    Ini juga gak ada dalilnya kok

    jelas kan….persoalan insyaallah selesai..

    he..he…he….

    Dari dulul juga memang sudah jelas kok
    Salam

  16. kitab Allah (al-Qur’an) itu dijamin keterpeliharaannya!
    maka hanya ada sebuah kitab Allah,
    Sunnah itu tidak dijamin keterpeliharaanya,
    maka ada bermacam-macam kitab hadis. maka darinya timbul khilaf yang banyak dalam agama. lalu apa ertinya berpegang dgn kedua2nya tiada akan sesat?

    Kitab Allah itu dijamin keterpeliharaanya dan ahlulbait itu gandinganya yg tak akan berpisah sehingga bertemu Rasul di Haud.. bukankah ahlulbait itu mereka yg bersih suci dari al-rijs (kotoran dalaman, kotoran jiwa, dan segala jenis kotoran spiritual) al-ahzab ayat 33. dua gandingan yg bersih suci.. pasti selamat diikuti..

  17. kitab Allah (al-Qur’an) itu dijamin keterpeliharaannya!
    maka hanya ada sebuah kitab Allah,
    hadis-hadis itu tidak dijamin keterpeliharaanya,
    maka ada bermacam-macam kitab hadis. maka darinya timbul khilaf yang banyak dalam agama. lalu apa ertinya berpegang dgn kedua2nya tiada akan sesat?

    Kitab Allah itu dijamin keterpeliharaanya dan ahlulbait itu gandinganya yg tak akan berpisah sehingga bertemu Rasul di Haud.. bukankah ahlulbait itu mereka yg bersih suci dari al-rijs (kotoran dalaman, kotoran jiwa, dan segala jenis kotoran spiritual) al-ahzab ayat 33. dua gandingan yg bersih suci.. pasti selamat diikuti..

  18. @secondprince
    Mas SP, sy setuju dg penjelasan thd komentar mas Dody. Saya hanya ingin menambahkan dg bahasa saya.. 😀

    @Dody Kurniawan

    kalau Allah memerintahkan umatNya untuk taat kepada Nabi maka bagi kita umat yang jauh dari masa nabi, jalan apakah yang bisa mengantarkan kita untuk bisa menjalankan implementasi ayat al qur;an tsb untuk menjalankan sunnah nabi?….

    Tepat sekali mas DK, itulah knp Allah mempersiapkan semuanya, shg sebelum hadits tsaqalain disampaikan, Rasulullah belum menyelsaikan amanat (islam), dan setelah hadits tsaqalain disampaikan turunlah ayat yg menyatakan bhw islam telah sempurna. Knp begitu crucial hadits tsaqalain? Krn Allah sangat mengerti atas makhluk-Nya yg penuh dg ego & hawa nafsu.
    1. Manusia akan tergoda menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kepentingan mereka. Lihatlah btp banyaknya kitab tafsir yg ada.
    2. Perbedaan waktu yg jauh menyebabkan terjadinya distorsi sejarah dan pengetahuan ttg sunnah Rasul.Lihatlah btp banyak hadits dhaif dan btp banyak buku hadits yg berbeda yg hadir dr sunnah yg satu.
    3. Allah menjamin Al-Qur’an akan terjaga, tdk begitu dg catatan sunnah Rasul.
    4. Hanya makhluk yg suci saja yg bs menjaga kemurnian Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
    Sehingga keberadaan (ittrati) ahl bayt yg telah Allah sucikan menjadi tdk bisa tdk hrs ada. Mrk lah yg akan menjaga kemurnian islam (yg sayangnya ditolak oleh mayoritas umat islam, shg beginilah skr islam yg ada).

    pastilah sejarah/hadits/sunnah yang menjadi pegangan kita…jadi kalau Allah memerintahkan umatNya utk menjalankan sunnah maka Dia pasti menciptakan manusia2 yang akan menjaga sunnahNya…diantaranya adalah para shahabat….

    Cb mas DK telaah dg lbh jujur (bkn hanya krn claim sunni bhw mrk yg menjaga sunnah Rasul). Betapa besar perbedaan antar sahabat sendiri dlm melaksanakan islam.
    Btp khalifah Umar mengatakan sdh cukup Al-Qur’an bagi kita, “ada 2 hal yg oleh Rasul dihalalkan, oleh Umar diharamkan. Khalifah Abu Bakar mengumpulkan catatan hadits utk dibakar. Khalifah Umar dlm memilih penerus beliau, beliau mensyaratkan selain mengikuti Qur’an dan Rasul, jg wajib mengikuti ketentuan2 khalifah2 sebelumnya, dan Imam Ali menolak itu, apakah tdk cukup Al-Qur’an dan sunnah Rasul shg ada tambahan ketetapan para khalifah?
    Jika sunni dikatakan pewaris sunnah Rasul, knp di sunni terbagi menjadi 4 mazhab, bukankah berarti bhw sunni tdk dpt menjaga kemurnian ajaran Rasul?. mengapa sholat antar sunni berbeda?, knp antar sunni mempunyai hukum yg berbeda thd warisan dan hukum2 islam lainnya? Sunnah Rasul ygmn yg dijaga?.

    dari jalan shahabat kita bisa mengenal nabi, ataukah saudara2 disini semua bisa mengenal nabi tanpa melalui jalan shahabat???…

    Mas DK apakah salah mengenal nabi melaui ahl bayt???.
    Jika mas DK katakan mengenal nabi melalui sahabat, sahabat ygmn? bukankah begitu banyak perbedaan dlm catatan sejarah sunni? Sahabat “A” mengatakan melihat Rasulullah begini, sahabat “B” mengatakan melihat Rasulullah begitu..dst.
    mengenai siapakah ahl bayt itu, dipersilakan mas DK membaca hadits2 yg shohih dr Bukhari/Muslim/An-Nasai dll, krn tdk sedikit mrk yg membenci Imam Ali, az-Zahra, Imam Hasan, Imam Husein. Dr kebencian ini mrk mencoba mensabot kemulian2 yg telah Allah nisbahkan kpd ahl bayt.
    “Mas DK jangan tuduh saya syi’ah yaa..” :D. . Saya cm seorg syafi’i yg kritis saja koq… :mrgreen:

  19. […] Analisis versi makro hadis “Al Qur’an dan SunnahKu” […]

  20. @secondprince
    saya ingin tanya seputar kitab rujukan yg memuat jarh thd Saif bin Umar.
    1.) Jarh dari Ibnu Mu’in thd Saif bin Umar tertulis dalam kitab Al-Mizan. Apakah yang dimaksud adalah kitab Mizan al-I’tidal karya Al-Dzahabi?
    2.) Jarh thd Saif bin Umar yg dinyatakan oleh Nasai, Abu Dawud, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Daruquthni, Ibnu Hajar, Ibnu Sakan, Ibnu ‘Adiy, & Al-Suyuthi belum disebutkan kitab rujukan yg memuat jarh tsb. Bisakah dilengkapi info kitab rujukannya?
    Terima kasih atas bantuannya. Salam ‘alaykum.

  21. @SP :
    ass….
    menanggapi postingan anda “secondprince, di/pada April 2nd, 2008 pada 9:38 pm Dikatakan: …..”
    untuk mas dody kurniawan ….
    maaf,,beribu maaf … saya kok jadi kegelian dan tertawa2 sendiri membacanya …sekali lg maaf ya mas dody …
    wassalam…

  22. Intinya Mas SP ini membenci Abu Bakar dan para sahabat lain? Jujur saja Mas, jangan muter-muter. Sekarang saya tanya apa pendapat anda ttg Abu Bakar dan Umar.

  23. @anti rafidhah
    heh gak perlu ganti nickname kok. saya tidak pernah membenci sahabat Nabi. apa buktinya bagi mereka atau siapa saja yang mau mentuduhkan hal seperti itu kepada saya. Pendapat saya soal Abu Bakar dan Umar mereka sahabat Nabi yang tidak selalu benar, mereka bisa saja salah. Jadi ya biasa saja 🙂

  24. Emang ganti nick name jadi dosa?
    itu justru penegasan bahwa saya anti rafidhah justru lebih jelas bukan?
    Baiklah, lalu apa pendapat anda ttg kekhalifahan Abu Bakar dan Umar dan Utsman, apakah mereka merampas hak Ali?
    Lalu apa pendapat anda ttg orang-orang syiah yg mengatakan mereka itu layak dilaknat dan kekal di neraka?
    Saya hanya ingin membuktikan anda ini rafidhah atau bukan, kalau sudah jelaskan saya jadi tenang…:D

  25. @anti rafidhah

    Emang ganti nick name jadi dosa?
    itu justru penegasan bahwa saya anti rafidhah justru lebih jelas bukan?

    kapan saya bilang berdosa, sok sensi amat? lagian kalau memang berdosa apa peduli saya dengan dosa anda 🙂

    Baiklah, lalu apa pendapat anda ttg kekhalifahan Abu Bakar dan Umar dan Utsman, apakah mereka merampas hak Ali?

    ho ho maaf ya saya sudah malas menanggapi pertanyaan begitu, lagian ini thread tentang apa. silakan yang sopan sedikit kalau bertamu ke rumah orang 🙂

    Lalu apa pendapat anda ttg orang-orang syiah yg mengatakan mereka itu layak dilaknat dan kekal di neraka?

    bukan urusan saya, yang penting saya gak pernah begitu :mrgreen:

    Saya hanya ingin membuktikan anda ini rafidhah atau bukan, kalau sudah jelaskan saya jadi tenang…:D

    apa kepentingannya? lagian anda mau tenang atau tidak itu juga bukan urusan saya. 😛

  26. Lho memang saya ngak sopan? Saya kan cuma minta klarifikasi, karena ada indikasi ke arah sana dari tulisan-tulisan yg lalu, masak gitu aja marah…:))

  27. @antirafidhah
    siapa yang marah 🙄 heh saya kan cuma menasehati anda kalau anda gak mau terima nasehat saya yo wes, apa peduli saya :mrgreen:.

    Saya kan cuma minta klarifikasi, karena ada indikasi ke arah sana dari tulisan-tulisan yg lalu,

    lha kalau memang begitu ya komentar di tulisan-tulisan itu dong. biasakanlah berkomentar sesuai dengan tema tulisan, itu kan nasehat yang baik 🙂

  28. Tentu saya kan berkomentar di tulisan-tulisan anda berikutnya, saya kan baru liat blog anda jadi ya saya komentari yg ada hubungannya dgn komentar saya sebelumnya saja. Ok saya akan komentari nanti tulisan-tulisan anda.

  29. @antirafidhah
    Masa anda mau melihat blog SP? yang benar aja.
    Atau anda bukan anti tafidhah yang selama ini ngawur dalam komentar.

  30. maaf bukan mau tapi BARU

  31. @SP

    Mas, kenapa QS. An-Nisaa’:59 tidak dimasukkan dalam posting tsb diatas?

  32. @ Anti Rafidhah

    anda ini aneh….ujug-ujug dateng langsung marah-marah ga jelas juntrungnya.

    anda tahu nda artinya rafidhah? blm apa2 kok udah mencak-mencak, sifat yang seperti ini sifatnya orang salafi yang membabi buta.

    @DK
    mas ada yang lupa ya? sekalian aja Muawiyah La’natullahu ‘alaih termasuk Ahlul Bait karena beliau kan kakak Ipar Rasul (Kakak Ummu Habibah, istri Rasul) hehehhe….

  33. @ Abu rahat: Emang kenyataannya saya baru liat, dan kebetulan saya tertuju pada artikel yg saya komentari itu, dan padahari yg sama saya sudah mengomentari beberapa kali, anda liat dong tanggal dan jam tulisannya.

    @ Abu Daffa: Saya merasa tidak sedang marah-marah, ya maaf kalau anda menganggapnya demikian. Waktu itu saya hanya ingin mengklarifikasi dari saudara SP ini, kalaupun dia mau menjelaskan dgn tegas, supaya saya menanggapinya juga langsung ke inti perbedaan antara sunni dan rafidhi, tapi berhubung dianya tidak bersedia ditanya seperti itu ya saya memaklumi dan tidak akan mendesak.
    Satu hal lagi, dari mana anda tahu saya ini salafy? Salafy yg mana yg anda maksud? Saya hanya membanggakan diri sebagai ahlus sunnah, dan tidak setuju dgn pengistilahan apapun di luat itu, jadi kalau anda mengira saya orang salafy maka anda salah alamat, meski bisa saja dalam banyak hal saya ada persamaan.

  34. @antirafidhah.
    Kalau begitu mungkin saya salah. Tetapi saya yakin bahwa sudah ber-bulan sdr antirafidhah sering berdialog dengan saya dalam blog ini. Terkecuali ada antirafidhah lain yang telah mengunjungi blog ini ber-bulan lalu

  35. @Anti Rafidhah

    Soalan anda ttg samada Syiah membenci, melaknat dan mengatakan Abu Bakar, Umar layak ke neraka, sama aja dgn pertanyaan Syiah pada Sunni, apakah anda yakin Ibubapa dan paman Nabi Abu Talib adalah ahli neraka?

    Anda berasa rimas ttg hal sahabat, namun tenang ttg hal ibubapa dan paman Nabi saaw?

  36. @Anti rafidhah
    “Saya hanya membanggakan diri sebagai ahlus sunnah, …”

    ahlussunah kok Kitab hadistnya banyak dari si Abu Kucing …

  37. @antirafidhah
    Anda berkata: “kalaupun dia mau menjelaskan dgn tegas, supaya saya menanggapinya juga langsung ke inti perbedaan antara sunni dan rafidhi”
    Saya ingin menanyakan , apa maksud kata2 anda tsb.
    Kami tidak pernah membicarakan rafidhah, dan tidak ada kata yang menuju kearah itu. Tolong anda helaskan. Jangan timbulkan perpecahan dalam blog ini. Wasalam

  38. Assalamu’alaikum..
    Saya hanya ingin menanyakan beberapa hal:
    1)Apa maksud anda menulis artikel ini?
    2)Apakah anda pikir jumlah hadits hanya ada sedikit saja?
    3)Apakah anda pikir tidak ada hadits yang serupa dengan hadits yang anda kemukakan yang derajat hadits nya lebih sohih?
    4)Apakah anda pikir derajat suatu hadits hanya ditentukan dari sanadnya saja?
    Saya harap sebelum anda berbicara, anda pahami terlebih dahulu nash-nash Al-Qur’an yang telah anda tuliskan diatas tadi, kemudian ada tambahan dari saya pahami juga QS.An-Nisa:59. Selain itu pahamilah lebih banyak mengenai ilmu hadits.
    Jazakallahu khoir.

  39. he..he…

    dan ternyata dari kitab syiah sendiri (al Kafi) ada keharusan berpegang kepada al qur’an dan sunnah nabi saw.. Ehmmm

    Chapter 20

    Chapter on the need to refer to the book and Sunnah

    That there is nothing about lawful and unlawful matters that may have been left without a rule in the book and the Sunnah.

    H 178, Ch. 20, h 1

    Muhammad ibn Yahya has narrated from Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Isa from Ali ibn Hadid from Murazim from abu ‘Abdallah (a.s.) who has said the following.
    “Allah, the Most holy, the Most High has certainly revealed an explanation for all things even, by Allah, He has not left untold anything that His servants would need up to the Day of Judgment. He has done so, so that people would not be able to say if only so and so would have been said in the Quran. The fact is that He has already said it in the holy Quran.”

    H 179, Ch. 20, h 2

    Ali ibn Ibrahim has narrated from Muhammad ibn ‘Isa from Yunus from Husayn ibn al-Mundhir from ‘Umar ibn Qays from abu Ja’far (a.s.) who has said the following.
    “I heard Imam abu Ja‘far (a.s.) saying, ‘Allah, the Most holy, the Most high, has not left untold anything that the ’ummah would need except that He has revealed in His book and has explained them to His messenger. He has made a limit for everything and an indication for it to point forwards to it and He has made a limit for those who would trespass those limits.”

    H 180, Ch. 20, h 3

    Ali has narrated from Muhammad from Yunus from aban from Sulayman ibn Harun who has said the following.
    “Abu ‘Abdallah (a.s.) has said, ‘All that Allah has created has a limit like the limits of a house, in which case what is of house is of the house and what is of the road and the walkway is of the walkway. Even the law for the compensation for a scratch, and a penalty in form of a lash or half a lashing.’”

    H 181, Ch. 20, h 4

    Ali has narrated from Muhammad ibn “isa from Yunus from Hammad from abu ‘Abdallah (a.s.) who has said the following.
    “There is no case for which there is not a law in the book or the Sunnah, the noble tradition of the holy Prophet (s.a.)”

    H 182, Ch. 20, h 5

    Ali ibn Ibrahim has narrated from his father from Muhammad ibn ‘Isa from Yunus from Hammad from ‘Abdallah ibn Sinan from abu al-Jarud who has said the following.
    “Abu Ja‘far (a.s.) has said, ‘When you speak of anything ask me for its law in the book of Allah. He also has said in his Hadith, ‘The holy Prophet prohibited much squabbling and brawling, spoiling of property and much questionings.’” A person then asked, “O descendent of the holy Prophet, where is this in the holy Quran?” The Imam (a.s.) replied, “Allah, the Most Glorious, the Most Majestic, says, ‘There is nothing good in much of their secret talks except for that which is for charity, justice, or for reconciliation among people to . . . (4:114)

    Do not give to people weak of understanding your property for which God has made you to supervise . . .. (4:5)

    Believers, do not ask about things which, if revealed to you, would disappoint you . . .. (5:101)”

    H 183, Ch. 20, h 6

    Muhammad ibn Yahya has narrated from Ahmad ibn Muhammad from ibn Faddal from Al-Thaqafi‘laba ibn Maymun from one he narrated from al-Mu‘alla ibn Khunays who has said the following.
    “Abu ‘Abdallah (a.s.) has said, ‘There is no issue which would be disputed between two people but that there is a principle for it the book of Allah, the Most Majestic, the Most Glorious, only the man’s power of Intelligence is not able to reach it.’”

    H 184, Ch. 20, h 7

    Muhammad ibn Yahya has narrated from certain persons of his people from Harun ibn Muslim from Mas‘ada ibn Sadaqa from abu ‘Abdallah (a.s.) who has said the following.
    “Imam Ali (a.s.) said, ‘O people, Allah, the Most Holy, the Most High, has sent to you the holy Prophet (s.a.) and gave him the book with truth while you all were illiterate (ignorant) about the book and the One Who revealed it and about the messenger and the One Who sent him in a period of time wherein no messenger had been sent, during a prolonged delinquency of the nations with wide spread ignorance, over-looming afflictions, the crumbling of the established social order, blindness towards the truth, the practice of injustice, the destruction of religion, the raging of wars, at the time of paling away of the gardens of the worldly life, the withering away of the branches therein, the scattering away of its protectors, the loss of hope of its fruits, the drying out of its waters and the decadence of its lighthouses. At such a period of time the elements of wickedness had been manifest everywhere. The world seemed aggressive, rough and frowning at the face of its inhabitants, regressing instead of helping to progress and with wicked fruits. Its food was but carrion, its slogan fear and the swords as overall garments. You were totally crushed and the eyes of the inhabitants of the world had turned blind, their days dark. They had boycotted their relatives, caused much bloodshed and buried their baby-girls alive, expecting thereby goodness of life and worldly tranquility. They would not cherish any hope in the rewards of Allah or preserve any fear of the punishment of Allah. Their living were blind and filthy and their dead in the fire in total despair.

    “At such time came to them a copy of what was in the ancient pages (of guidance) and a confirmation of what existed with them, containing a complete account of the lawful and unlawful matters. That is the holy Quran ask it for the answers but it will not speak to you. I can tell you about it. In it there is the knowledge of the past and the knowledge of what comes in the future up to the Day of Judgement. Therein is the rule (needed) among you and to settle your disputes that may arise therein.’”

    H 185, Ch. 20, h 8

    Muhammad ibn Yahya has narrated from Muhammad ibn ‘Abd al-Jabbar from ibn Faddal from Hammad ibn ‘Uthman from ‘Abd al-‘Ala’ ibn A‘yan who has said the following.
    “Abu ‘Abdallah (a.s.) would say, ‘I was born of the descendents of the holy Prophet (s.a.) while I knew the book of Allah wherein is the knowledge of how the world was first created and the knowledge of all that may come up to the Day of Judgement. Therein is the news of the heavens and the earth, the news of the Paradise and the Fire hell, the news of things of the past, those that will come into existence. I know all of these just as I can see in the palm of my hands. Allah says, “In it there is an explanation of everything.’”

    H 186, Ch. 20, h 9

    A number of our people has narrated from Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Isa from Ali ibn Ni‘man from ’Isma‘il ibn Jabir from abu ‘Abdallah (a.s.) who has said the following.
    “In the book of Allah there is the news of things before you, the reports of the matters after you and the laws to settle your disputes and we know it all.”

    H 187, Ch. 20, h 10

    A number of our people has narrated from Ahmad ibn Muhammad ibn Khalid from ‘Isma’il ibn Mihran from Sayf ibn ‘Umayra from abu al-Maghra from Sama‘a from abu al-Hassan Musa (a.s.) who has said the following.
    “I asked the Imam, ‘Is everything in the book of Allah and the Sunnah of His messenger or you have a say in it?’ The Imam replied, “As a matter of fact, everything is in the book of Allah and the Sunnah of His messenger (s.a.)’

    (Kitab Al Kafi – al Kulaini, Pasal 20)

    dengan demikian tulisan dari al ustadz ibnu jakfari terbantahkan sendiri oleh kitab mereka sendiri…

  40. @Firstprince
    Aku juga pingin mengajukan beberapa pertanyaan. Sudi kiranya Anda menjawab:

    1. Mengapa Anda masih bertanya soal maksud dari tulisan SP diatas? Apakah itu belum cukup terang?

    2. Ukuran sedikit itu brapa?

    3. Hadits yang mana? riwayat siapa? dalam kitab apa?

    4. Lalu hadits itu ditentukan derajat berdasarkan apa saja?

    @Dody
    Mohon maaf, nampaknya Anda tidak dapat memahami apa yang ditulis oleh mas SP.

    Sepanjang yang saya ketahui dan pahami, SP tidak pernah menyinggung soal apakah pegangan kita, dalam tulisannya diatas. Dia menyinggung soal komparasi antara hadits dengan matan “kitab Allah dan Sunnahku” serta hadits dengan matan “Kitab Allah dan Al-Itrah”.

  41. @Dody

    You have been sarcatically laughing you heart out all the time at places ey? We call that as stupidity

    As the references you brought as per se, it meant that the laws of syar’i are only to be referred to the book of Allah and the traditions, as Imams, are not meant to bring up a new comendments, they are enforcing and the guardians to them. There where the Tsaqalain tradition, stands.

    Would that be a crystal clear brief explanation for you then?

  42. ah masa sih..?
    berbagai hukum syara’ dalam al-Quran yg bersifat publik tidak bisa diterapkan, orang2 syiah santai2 aja tuh. Selama manut sama imam insya Allah selamat.

    Ada imam sebagai ‘perantara’ kepada imam ghaib tapi acuh terhadap tidak diterapkannya hudud. Entah rukhsah versi syiah atau gmn ini.. imam as good for nothing… kumpulan orang cari selamat membabi buta!

  43. @1917

    typical org yg kagak ngarti aturan diskusi heheh..
    lagi bahas hadits suni…kok jadi bahas ttg syiah…
    udah gitu oot

    ini kagak ngerti aturan ape OON sih ni org ..hihii

    hush sana pindah ke situs org syiah…
    itu juga kalo omongan ente bisa dipertanggung jawaban bukan asal..bunyi…kaya….

  44. @1917

    Anda mengerti bagaimana seharusnya hukum syara’ itu diterapkan? Anda yakin, org Syiah tidak menerap hukum syara’? Apa anda sudah baca kitab2 risalah maraji’? Anda pasti selain Syiah, sudah menerap hukum syara’?
    Anda kira saat Abu Bakar dan Umar memerintah, mereka sendiri sudak memakai hukum syara’?

    Imam mana yg anda maksudkan sbg perantara kpd Imam Ghaib?

    As if, your comments itself are good for nothing…kelompok org yg bertaklid membabi buta

  45. @dodykurniawan
    Saya tdk bisa bahasa Inggris seperti anda. Tapi saya bisa mengerti hadits yang anda sampaikan. Tapi pada jawaban anda yerakhir dengan bahasa Indonesia. Maka saya mengambil kesimpulan bahwa anda tidak mengerti apa yang anda tulis.
    Saya ingin menanyakan anda. Siapa tang lebih mengerti Sunah Nabi? Orang diluar keluarga Nabi atau Keluarga Nabi?
    Kedua. Al Qur’an terdiri dari Firman Allah yang Muhkamah dan Mutahsyabihat. Firman yang2 Muhkamah aja para sahabat tidak menafisrkan dengan benar, apalagi Muthsyabihat. Siapa yang harus menafsirkan?
    Supaya anda tahu bahwa para Imam dan Ahlulbait lebih mengetahui/paham makna Alqur’an dan Hadits Rasul serta lebih mengetahui Sunah Rasul dari pada makhluk lain. Siapapun DIA
    Mereka yang menyebut dirinya Suni (suni yang benar) tetap merujuk kepada para Imam dan Ahlulbait Nabi.
    Contoh, Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’e

  46. @aburahat

    Dody cuba membantah ttg hadis Tsaqalain yg katanya, dari sumber Syiah sendiri, tidak ada bicara ttg itu…

    Malangnya, hadis2 yg dia bawakan tidak langsung berkaitan dgn hadis Tsaqalain…

    Kami pasti…dia sendiri ada masalah besar dlm Bahasa Inggeris….lihat aja apa yg ditampilkannya….gak releven dgn perbahasan…

  47. @hadi
    Benar, oleh karena itu saya katakan siapa yang paling menguasai Sunah dan hadits Nabi, pasti Itrahti Ahlulbait. Kalau mereka menyampaikan Hadits dan Sunah Rasul pasti dapat dipercaya. Apakah sdr Dody tidak pernah baca betapa begitu banyak hadits palsu (bukan dari Rasul) yang terdapat dalam Bukhari Muslim yang mereka berikan TRADE MARK. Kita Shahih sesudah Alqur’an?

  48. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al-Hujuraat:013]

    Kalian tinggalkan 1 sahaja ayat alQuran, hari ini Islam bukan lagi Din yang sejahtera.

    Usah berbahas jika Kitab Allah itu belum berada di dalam dada kalian.

    Sebenarnya, Al Qur`an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. [Al-`Ankabuut:049]

    Nabi s.a.w. sudah melaksana tanggungjawabnya. Siapa pula penerusnya jika bukan kalian?

    Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. [Yunus:014]

    Adakah ini suri tauladan yang ditunjukkan Nabi s.a.w.?

    Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al-Ahzab:021]

    Sesungguhnya, alQuran itu terpelihara sebagaimana janji Allah. Rujuklah alQuran tentang apa yang dibicarakan. Benar; “Taatilah Allah, Rasul dan Ulil Amri di antara kalian” Siapakah Ulil Amri? Tentu saja yang melaksana atau meneruskan atau mengulangi perjuangan rasul-rasul terdahulu. Mereka itulah ‘Ahlul Bait’.

    Kesimpulannya, ini adalah salah satu daripada ujian-ujian Allah bagi hamba-Nya yang mahu beriman dan mahu ambil pelajaran.

    Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quraan untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? [Al-Qamar:017, 022, 032 & 040]

    Agar kalian berfikir….. Salam:)

  49. […] hadis di atas. Bahkan menurut saya hadis di atas yang memuat kata “Al Quran dan SunahKu”memiliki sanad yang dhaif, anda dapat melihat dalam tulisan saya tentang itu. Dengan membandingkan hadis Tsaqalain dan hadis […]

  50. […] hadis di atas. Bahkan menurut saya hadis di atas yang memuat kata “Al Quran dan SunahKu”memiliki sanad yang dhaif, anda dapat melihat dalam tulisan saya tentang itu. Dengan membandingkan hadis Tsaqalain dan hadis […]

  51. […] hadis di atas. Bahkan Menurut saya hadis di atas yang memuat kata “Al Quran dan SunahKu” memiliki sanad yang dhaif, anda dapat melihat dalam tulisan saya tentang itu. Dengan membandingkan hadis Tsaqalain dan hadis […]

  52. Ass..
    afwan ana awam dengan pembahasan tentang semua ini.
    yang ssaya mau tanyaka kenapa dan sejak kapan Syaidina Ali mendapatkan gelar “AS” ? bukan kah “as” adalah gelar para Anbya ?
    dan bukan kah rasululloh telah memberikan gelar ” karramallohu wajhahu” ??

  53. @abu zubair
    saya awam dalam agama , tapi sedikit tahu bhs arab, kalau Alaihi salaam memang kenapa?? tahukah anda apabila misalnya bertemu orang islam di negara arab dan anda berkata ” hey anda mendapat salam dari si Fulan” maka jawaban yang lazim adalah ” alayk wa alayhi salaam” jadi apa pula dipermasalahkan AS untuk Ali bin Abi thalib?? orang perorang biasa saja boleh kok disebut alayhi salaam, itu kan artinya ” salam untuknya”

  54. Enga jelas???

  55. […] ini berasa dari artikel yang ditulis oleh ust seconprince dengan judul : ANALISIS HADIS “KITAB ALLAH DAN SUNAHKU” , blog syiahNews, mengubahnya dalam bentuk display sehingga dapat dipergunakan lebih praktis di […]

Tinggalkan komentar