LOGIKA TIRAN SANG PEMBUNUH MODEL BARU

LOGIKA TIRAN SANG PEMBUNUH MODEL BARU

Judul yang aneh dan kesannya berlebihan, memang pada dasarnya begitu, ya mungkin karena keterbatasan pelampiasan ekspresi dalam suatu tulisan yang membuat seseorang menampilkannya dalam bentuk bahasa yang dilebihkan. Tulisan ini adalah sebuah bentuk kepedulian(keprihatinan tepatnya) bagi pikiran-pikiran tertentu yang bercorak layaknya Penguasa. Pikiran yang membunuh setiap apapun yang menjatuhkan pikirannya, ya pikiran yang telah menjadi Tiran bagi dirinya dan orang lain. Pikiran yang menjadi sesuatu yang bernyawa sehingga apapun yang mengancamnya harus dibunuh, benar-benar seperti Tiran.

.

Peristiwa Pertama

Di suatu tempat, Ada beberapa orang yang berada disitu dan sebutlah Si Saya salah satunya. Karena bosan akhirnya Si Saya memilih untuk mengajak bicara seseorang,

“Menurut saya pendapatmu tentang Musik itu tidak benar, boleh-boleh saja mendengarkan musik”.
Jawabnya ”Nggak, kamu salah banyak dalil dari Al Quran dan Hadis yang menyatakan Musik itu haram”.
“Tapi kan ada juga hadis yang mengindikasikan bahwa musik itu dibolehkan, lagipula Ayat Al Quran yang kamu maksud, setelah saya baca tidak jelas menyatakan haramnya musik. Jujur saja kalau saya membacanya itu gak ada kaitannya langsung dengan nyanyian dan musik”
Jawabnya ” Semua itu sudah menjadi dalil oleh ulama-ulama, kamu Jangan menafsirkan sesuai dengan hawa nafsumu”
“Maaf saya menafsirkannya dengan pikiran saya dan juga pendapat ulama kok”
Jawabnya ”Memangnya siapa ulama yang kamu maksud?”
“Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Musik dan Lagu”
(tertawa)Jawabnya ”Lebih baik kamu Jangan baca buku-buku dia, dia itu menyimpang dari ulama salaf”
“Kata siapa, penjelasannya bagus dan dalilnya juga kuat kok”
Jawabnya ”kamu jangan tertipu ,pembid’ah itu memang manis bicaranya”.
“Kamu pernah baca bukunya”

Jawabnya ”lah kamu ini gimana, kan aku yang larang kamu baca buku dia ,jadi mana mungkin aku membaca bukunya”.
“Tapi kan lebih baik kalau dibaca dulu buat perbandingan”.
Jawabnya ”Untuk apa kan haramnya sudah jelas, lagipula mana ada sih seorang ulama menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah SWT, kalau ada itu sudah sesat namanya dan buku yang sesat kayak gitu haram dibaca” .

Akhirnya Si Saya itu bungkam, pikirannya untuk berdiskusi sudah terbunuh dengan serangan terakhir yang mematikan.

.

.

Peristiwa Kedua

Kali yang lain tentu dengan Tiran yang lain, Si Saya dan seseorang yang tentunya dirahasiakan namanya sedang berdiskusi tentang Tanda-tanda Kebesaran Allah SWT

sampai Si Saya berkata“Manusia itu harus banyak bersyukur dengan bertafakur memikirkan penciptaan langit dan bumi. Lihat saja kekuasaan Allah SWT yang telah menjadikan sistem tata surya dengan planet-planet yang mengitari matahari yang semuanya begitu teratur, kamu tahu Azaz Antropi dalam Fisika, salah satunya jika pada awalnya kedudukan bumi bergeser sedikit saja dari orbitnya maka kehidupan di bumi ini tidak akan terbentuk”.
Jawabnya ”Yang benar matahari yang mengelilingi bumi, bumi ini pusat tata surya”
????……(oooooh dalam hati Si Saya baru ingat) “Kalau menurut saya, bumi mengelilingi matahari itu sudah menjadi hal yang dasar dalam Ilmu Astronomi, banyak yang membuktikan hal itu, lagipula dari pelajaran Fisika di sekolah dulu seperti itu yang diajarkan”.
Jawabnya ”Itu Cuma konspirasi yang dibuat-buat oleh orang kafir untuk mengelabui orang Islam, karena yang benar menurut Salafus salih adalah matahari mengelilingi bumi”.
“Saya tahu memang ada ulama yang berpendapat begitu tetapi setelah saya baca dalilnya baik Al Quran maupun hadis penunjukannya tidaklah jelas ,tidak menafikan kalau bumi mengelilingi matahari, itu Cuma sekedar penafsiran”.
Jawabnya ”Kita harus menafsirkan sesuai pemahaman salafus salih karena Itulah yang benar , tidak boleh menafsirkan dengan hawa nafsu”.
“Saya menafsirkan dengan akal saya”
Jawabnya ”Tidak boleh mendahulukan akal dari Al Quran dan Hadis”

Si Saya terbunuh lagi setelah bangkit dari kematiannya, dalam hati muncul suara-suara “sungguh tidak berperikepikiran benar”.
.


.

Peristiwa Ketiga

Pengalaman ini ternyata tidak berhenti

Selanjutnya Si Saya suatu ketika ditanya seseorang “eh Syiah itu apa?”. Si Saya menjawab “Syiah itu orang Islam yang sangat mencintai Keluarga Nabi SAW, kenapa tanya itu?”.
Jawabnya “Ah nggak, kemarin ngobrol sama temen tentang politik dunia seperti masalah Nuklir Iran dan lain-lain terus gak tahu gimana ceritanya dia cerita juga masalah Syiah? Kalau gak salah ada juga masalah bentrokan fisik Sunni dan Syiah, dia cerita banyak tentang Sunni dan kalau kita ini Sunni begitulah tapi dia cerita sedikit tentang Syiah. Jadi Syiah itu orang Islam kan”.
Sebelum Si Saya sempat menjawab ada yang menimpali dari samping ”Bukan, Syiah itu Aliran sesat, Mereka itu suka mencaci sahabat nabi dan banyak ajaran yang gak ada kaitannya dengan islam”.
Si Penanya bingung ”oh begitu ya”.
Si Saya tidak tinggal diam ”Bukan seperti itu, itu cerita yang tidak benar ,yang penting mereka itu Islam, Cuma pemahamannya ada yang berbeda dengan Islam sunni”.
Si Penimpal menimpal lagi ”Salah, banyak ulama yang menyatakan mereka itu bukan Islam, ada banyak buku yang membahas masalah ini”. Kemudian si Penimpal menoleh kepada Si Saya dan berkata ”Aku heran kok kamu bisa bilang kayak gitu, aku tahu kamu pintar tapi kamu harus lebih banyak membaca tentang ini” .
Si Saya menjawab ”Oh iya tentu saja aku banyak membaca masalah ini juga dari tipe buku yang kamu baca, tetapi aku juga baca buku-buku dari Ulama Syiah sendiri yang pada umumnya adalah bantahan terhadap buku yang tipe kamu itu”.
Si Penimpal menjawab “Pantas saja kamu itu sudah terpengaruh dengan propaganda Syiah”.
Si Saya dengan rasa tidak suka berkata ”Propaganda Bagaimana? Aku kan Cuma membandingkan apa yang dituduhkan terhadap Syiah dengan pernyataan Ulama Syiah sendiri, juga mempelajari dalil-dalil apa yang menjadi landasan mahzabnya dalilnya dari Al Quran dan Hadis kok, bila perlu kita bisa bicara panjang tentang ini. Lagi pula untuk mengetahui pasti tentang Syiah kita tidak bisa mengabaikan pernyataan orang Syiah sendiri kan”.
Si Penimpal berkata “Orang-orang Syiah itu pembohong mereka itu sering membuat hadis palsu untuk menunjang mahzabnya Al Qurannya saja beda dengan Al Quran kita”.
Si Saya menjawab “Enggak ah Al Qurannya sama, itu Cuma fitnah dan mereka juga menggunakan hadis-hadis yang diterima oleh orang Sunni”
Jawaban Si Penimpal “Hadis-hadis yang mereka bilang itu tidak benar, mereka menafsirkannya sesuai dengan hawa nafsu mereka”.
Si Saya berkata “ Rasanya kan lebih baik kalau kamu baca dulu buku ulama Syiah sebelum bicara seperti itu”
Si Penimpal berkata ”Buku aliran sesat buat apa dibaca ntar terpengaruh, lagipula orang Syiah itu pendusta banyak ulama yang bilang kalau mereka itu orang yang paling pendusta, jadi untuk apa baca buku Syiah”.
Si Saya berkata “Cara kamu itu tidak benar, itu menghukum secara sepihak namanya, pantas saja kamu menuduh yang bukan-bukan tentang Syiah”.
Si Penimpal berkata ”kamu itu sudah terpengaruh dengan Syiah lebih baik kamu tidak usah baca-baca buku kayak gitu, baca buku-buku ulama Salafus salih saja biar nggak sesat jadinya”.
Si Saya berkata “Aku sudah baca buku-buku yang kata kamu Salafus salih itu, jadi kenapa kita tidak diskusi mendalam soal ini, kita bahas satu-persatu biar jelas”
Si Penimpal berkata “Aku masih perlu banyak belajar buat diskusi, lagipula semuanya sudah jelas kok”.

Si Saya mengakhiri “Ya sudah kalau begitu” dalam hatinya ada suara yang berkata “muncul satu Tiran lagi”.

.

.

Pembahasan
Tiga peristiwa di atas adalah contoh mereka yang menggunakan Logika Tiran, membunuh pendapat orang lain karena berbeda dengan pendapatnya sendiri. Adalah wajar setiap orang punya pendapat masing-masing, dan sebenarnya terserah orang juga mau berpendapat seperti apa. Tapi ada sesuatu yang perlu diperhatikan yaitu Hubungan sesama manusia, ketika seseorang meyakini sesuatu dan menyuarakan pendapatnya kepada orang lain baik dengan sengaja ataupun tidak maka seharusnya dia sadar kalau dia telah berhubungan dengan teritori orang lain, nah disinilah letak permasalahannya.

Teritori orang lain adalah sepenuhnya milik orang tersebut, dan pada area ini orang tersebut punya kekuasaan untuk menyatakan pendapatnya yang mungkin timbul karena ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain. Tiran-tiran ini telah melanggar batas teritori orang lain, mempersempitnya sehingga orang tersebut tidak punya area untuk Menyampaikan pendapatnya lebih lanjut, memang ini sih tergantung orang tersebut juga karena dia bisa menjadi menjijikkan juga dan menjadi Tiran yang lain, dan terjadilah perang antar Tiran. Tetapi bagi orang yang berperikepikiran atau bagi orang yang punya niat baik dengan dirinya sendiri tentu dia akan menjauhkan diri dari niat untuk membalas pendapat orang lain karena sekedar sakit hati. Yang dimaksud itu dia tidak akan melanjutkan diskusinya dengan cara-cara Tiran yang menjijikkan yaitu dengan melanggar batas teritori orang lain, lebih baik baginya untuk menghentikan kezaliman ini dengan mengakhiri diskusi .

Lihat dialog pertama, Si Saya telah menyatakan pendapatnya “Menurut saya pendapatmu tentang Musik itu tidak benar, boleh-boleh saja mendengarkan musik”. Kemudian Tiran itu menjawab ”Nggak, kamu salah banyak dalil dari Al Quran dan Hadis yang menyatakan Musik itu haram”. Pada batas ini bisa dibilang semua masih dalam teritori masing-masing. Tetapi pada saat Si Saya mencoba membuka alasan yang mendasari pernyataannya, Si Tiran telah menghempaskan dengan pernyataannya “ Semua itu sudah menjadi dalil oleh ulama-ulama, kamu Jangan menafsirkan sesuai dengan hawa nafsumu”. Di sini Si Tiran mulai menjadi Tiran, dia mulai mempersempit ruang gerak pikiran Si Saya, Padahal Si Saya baru ingin memulai diskusi lebih lanjut tentang dalil-dalilnya dengan berkata “Tapi kan ada juga hadis yang mengindikasikan bahwa musik itu dibolehkan, lagipula Ayat Al Quran yang kamu maksud, setelah saya baca tidak jelas menyatakan haramnya musik. Jujur saja kalau saya membacanya itu gak ada kaitannya langsung dengan nyanyian dan musik”. Tapi Si Tiran itu telah menusuknya dengan menyatakan bahwa pendapat Si Saya itu Cuma berdasar hawa nafsunya sambil menggunakan Argumentum Ad Populum sudah menjadi dalil oleh ulama-ulama. Dalam batas ini Si Saya bisa saja berpikir apa gunanya melanjutkan diskusi lebih lanjut apapun yang saya katakan dia cukup menusuknya dengan Pedang “itu hawa nafsumu”.

Tetapi dengan sedikit sabar dan penuh kedongkolan Si Saya tetap melanjutkan pendapatnya dengan menyebutkan ulama yang menjadi dasar pendapatnya, dia berharap nama ulama ini dapat menggugah si Tiran untuk membahas masalahnya dengan saling berbagi dalil dan argumen secara ilmiah layaknya diskusi yang berkualitas. Sayangnya Si Tiran kembali menusuk ”Lebih baik kamu Jangan baca buku-buku dia, dia itu menyimpang dari ulama salaf”. Dan menusuk lagi ”kamu jangan tertipu ,pembid’ah itu memang manis bicaranya”. Si Saya sepertinya terluka cukup parah tapi dia belum juga menyerah perjuangan masih belum berakhir, kali ini dia membalas dengan mengatakan apakah si Tiran sudah baca bukunya dan wah ternyata si Tiran tidak pernah membacanya ,tentu saja dengan itikad baik Si Saya berkata “Tapi kan lebih baik kalau dibaca dulu buat perbandingan”. Si Tiran justru menusuknya dengan serangan terakhir yang mematikan ”Untuk apa kan haramnya sudah jelas, lagipula mana ada sih seorang ulama menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah SWT, kalau ada itu sudah sesat namanya dan buku yang sesat kayak gitu haram dibaca” . Tepat menusuk Jantung pikiran Si Saya, dia pun bungkam jadi dari tadi ternyata saya cuma sendirian, yah mau bagaimana lagi apapun yang dikatakan Si Saya bagi si Tiran semua sudah jelas pendapatnya yang benar dan Si Saya salah, si Tiran tidak ada niat untuk diskusi rupanya dia cuma mau menunjukan kekuasaannya di hadapan Si Saya. Si Saya akhirnya pergi dan si Tiran berpuas diri ,dia tidak tahu kalau dalam hati Si Saya bersyukur “Untung saya tidak menderita penyakit ganas seperti itu”.

Contoh yang sederhana memang, kalau dilihat lebih lanjut tidak ada satupun pendapat (lebih tepat tusukan) si Tiran itu yang logis semua cuma berdasar dugaan, tuduhan tak berdasar dan Argumentum Ad Populum yang diputar-diputar ”Untuk apa kan haramnya sudah jelas, lagipula mana ada sih seorang ulama menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah SWT, kalau ada itu sudah sesat namanya dan buku yang sesat kayak gitu haram dibaca”. Ulama yang dimaksud itu tidak menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT, justru dia menyatakan bahwa menurut pendapatnya itu halal dan menolak pendapat ulama yang mengatakan itu haram jadi yang benar ulama itu menghalalkan apa yang dinyatakan haram oleh ulama lain, rasanya tidak sulit untuk mengerti masalah ini. Memang si Tiran itu karena pengaruh penyakitnya tidak dapat memahami dengan benar perkataan orang lain, dia cuma bisa melihat dirinya sendiri dan orang lain dibawahnya, yah mungkin penyakit ini akibat kemewahan pikiran kelompoknya atau ulamanya yang dia telan sepuas-puasnya, kenikmatan yang membuatnya menjadi begitu grandiosa sehingga dia memandang orang lain yang tidak memiliki kemewahan itu sebagai orang yang miskin agamanya.

Mari kita lihat dialog yang kedua dengan Tiran yang lain, pada dialog ini Si Saya berbicara tentang kekuasaan Allah SWT dan salah satunya yaitu mengenai keteraturan dalam sistem tata surya. Menanggapi ini Si Tiran menyatakan bahwa Si Saya itu salah yang benar Matahari mengelilingi bumi. Kemudian Si Saya menjawab“Kalau menurut saya, bumi mengelilingi matahari itu sudah menjadi hal yang dasar dalam Ilmu Astronomi, banyak yang membuktikan hal itu, lagipula dari pelajaran Fisika di sekolah dulu seperti itu yang diajarkan”. Kalau dilihat Si Saya menggunakan Argumentum Ad Populum yang berdasarkan fakta, maksudnya yang dibicarakannya itu memang ada. Dalam Ilmu Fisika khususnya Astronomi hal itu memang menjadi konsensus yang disepakati di seluruh dunia saat ini.

Dan jawaban si Tiran adalah ”Itu Cuma konspirasi yang dibuat-buat oleh orang kafir untuk mengelabui orang Islam, karena yang benar menurut Salafus salih adalah matahari mengelilingi bumi”. Ini adalah sebuah serangan ,sangat jelas sekali kalau si Tiran itu tidak bisa menolak apa yang dinyatakan oleh Si Saya tetapi dia membalik masalahnya bahwa konsensus itu adalah konspirasi orang kafir, si Tiran menggunakan Argumentum Ad Populum yang berdasarkan angan-angannya semata. Menggunakan argumen yang seperti ini adalah bentuk kekonyolan cara berpikir yang menunjukkan Oksidentalisme paranoid si Tiran. Oleh karena itu wajar sekali Si Saya tidak menanggapi kekonyolan ini ,dia cuma menanggapi bagian terakhir tentang Salafus salih dengan kata-kata “Saya tahu memang ada ulama yang berpendapat begitu tetapi setelah saya baca dalilnya baik Al Quran maupun hadis penunjukannya tidaklah jelas ,tidak menafikan kalau bumi mengelilingi matahari, itu Cuma sekedar penafsiran”. Pernyataan Si Saya adalah pembuka yang jelas untuk membahas masalah ini dengan dalil dan argumen yang ilmiah, dia mengawali dengan garis besar pendapatnya dan sudut pandangnya dalam masalah ini, menanggapi ini orang yang diajak bicara dapat merespon dengan bertanya Bagaimana tepatnya penafsiran yang Si Saya bicarakan, tetapi Si Tiran tidak memahami isyarat ini dia justru mempersempit area Si Saya dengan berkata ”Kita harus menafsirkan sesuai pemahaman salafus salih karena Itulah yang benar , tidak boleh menafsirkan dengan hawa nafsu”. Nyata sekali kalau Si Tiran ini tidak mau mendengar dalil Si Saya, baginya sudah cukup pemahaman salafus salihnya dan setiap yang bertentangan dengan itu dia nyatakan menafsirkan dengan hawa nafsu, padahal sedikitpun dia belum mendengar apa tepatnya penafsiran Si Saya.

Dalam batas ini Si Saya cukup terluka oleh serangan itu oleh karenanya dia membela dirinya dengan berkata “Saya menafsirkan dengan akal saya” yang ingin ditekankannya adalah dia menggunakan kemampuan berpikirnya untuk memahami Al Quran dan Hadis yang dimaksud, tetapi si Tiran entah karena berpura-pura tidak mengerti atau memang tidak mengerti apa yang dibicarakan menjawab dengan tikaman ”Tidak boleh mendahulukan akal dari Al Quran dan Hadis”. Pernyataan ini cukup telak membuat Si Saya berpikir si Tiran ini tidak mengerti sedikitpun pembicaraan, kalau sudah begini apa yang mau dikatakan lagi. Memang mereka para Tiran ini mempersempit teritori orang lain dengan argumen atau kata-kata yang seolah-olah benar padahal tidak atau tidak pada tempatnya. Dan seandainya ada yang membantah argumennya dia akan membalasnya dengan sengit dan terburu-buru seolah-olah pikiran itu berbahaya sehingga perlu secepatnya dimatikan.

Dialog yang terakhir mengenai masalah Sunni dan Syiah terjadi karena ada seseorang yang bertanya kepada Si Saya dan Si Saya menjelaskan apa yang dia tahu, tetapi si Penimpal datang walaupun tidak tak terduga (menurut Si Saya) dan mengatakan kalau Si Saya itu salah, percakapan Selanjutnya membuktikan kalau si Penimpal itu ternyata Tiran juga. Dimulai dari pernyataan si Tiran “ Pantas saja kamu itu sudah terpengaruh dengan propaganda Syiah”. Sebelumnya Si Saya cuma mengatakan kalau dia membaca banyak buku tentang Syiah termasuk karya ulama Syiah sendiri, tetapi si Tiran menjawab dengan tuduhan aneh seperti itu, makanya Si Saya menjawab ”Propaganda Bagaimana? Aku kan Cuma membandingkan apa yang dituduhkan terhadap Syiah dengan pernyataan Ulama Syiah sendiri, juga mempelajari dalil-dalil apa yang menjadi landasan mahzabnya dalilnya dari Al Quran dan Hadis kok, bila perlu kita bisa bicara panjang tentang ini. Lagi pula untuk mengetahui pasti tentang Syiah kita tidak bisa mengabaikan pernyataan orang Syiah sendiri kan”. Ini adalah cara yang terang-terangan untuk mengajak si Tiran berdiskusi dengan dalil dan argumen yang ilmiah (mungkin Si Saya menyadari kalau si Tiran ini tidak dapat menangkap isyarat dalam kata-kata yang halus seperti pengalamannya sebelumnya dengan Tiran yang lain).

Dan tidak tak terduga si Tiran menyerang niat baik Si Saya dengan kata “Orang-orang Syiah itu pembohong mereka itu sering membuat hadis palsu untuk menunjang mahzabnya Al Qurannya saja beda dengan Al Quran kita”. Lihat baik-baik yang ingin si Tiran ini katakan bahwa tidak ada gunanya membandingkan atau membaca buku ulama Syiah karena mereka semua pembohong, Si Saya berpikir kalau sudah begitu apalagi yang bisa dibicarakan, tapi walaupun begitu Si Saya tetap menjawab “Enggak ah Al Qurannya sama, itu Cuma fitnah dan mereka juga menggunakan hadis-hadis yang diterima oleh orang Sunni”.

Si Saya ingin membantah si Tiran tentang tuduhannya terhadap Al Quran Syiah dan hadis palsu yang dikatakan si Tiran, tentu saja Si Saya ingin si Tiran menanggapi dengan menanyakan Si Saya apa dalilnya bicara begitu? Tapi lain yang diharapkan Si Tiran Malah menyerang Si Saya dengan berkata “Hadis-hadis yang mereka bilang itu tidak benar, mereka menafsirkannya sesuai dengan hawa nafsu mereka”. Si Saya membatin saya rasa kamulah yang bicara dengan hawa nafsu, Padahal kamu belum pernah membaca buku ulama Syiah . Si Saya kembali membela diri dengan berkata“ Rasanya kan lebih baik kalau kamu baca dulu buku ulama Syiah sebelum bicara seperti itu”. Si Saya berharap pernyataan ini akan menggugah Si Tiran, paling tidak akan membuatnya menyadari kalau dia menyatakan sesuatu padahal dia belum membaca buku ulama syiah yang dia bicarakan. Ternyata si Tiran itu benar-benar tidak menyadari dan menjawab dengan serangan selanjutnya ”Buku aliran sesat buat apa dibaca ntar terpengaruh, lagipula orang Syiah itu pendusta, banyak ulama yang bilang kalau mereka itu orang yang paling pendusta, jadi untuk apa baca buku Syiah”.

Sebelumnya Serangan seperti ini akan mematikan niat Si Saya untuk melanjutkan diskusi tetapi mungkin karena pengalamannya Si Saya tetap bertahan dan kembali ke medan laga dia berkata “Cara kamu itu tidak benar, itu menghukum secara sepihak namanya, pantas saja kamu menuduh yang bukan-bukan tentang Syiah”. Alih- alih tersudut si Tiran Malah semakin garang dan melancarkan serangan Argumentum Ad Hominem ”kamu itu sudah terpengaruh dengan Syiah lebih baik kamu tidak usah baca-baca buku kayak gitu, baca buku-buku ulama salafus salih saja biar nggak sesat jadinya”. Secara tidak langsung yang ingin si Tiran katakan Si Saya sudah mulai sesat. Si Saya tidak senang dituduh macam-macam oleh karena itu dia membela diri sambil menyatakan ajakan yang terakhir “Aku sudah baca buku-buku yang kata kamu salafus salih itu, jadi kenapa kita tidak diskusi mendalam soal ini, kita bahas satu-persatu biar jelas”. Jawaban si Tiran sama seperti sebelumnya penolakan yang diiringi serangan akhir “Aku masih perlu banyak belajar buat diskusi, lagipula semuanya sudah jelas kok”. Si Saya mendengar dirinya sendiri berkata tanpa suara “oh jadi kamu belum banyak belajar untuk bisa melontarkan semua tuduhan yang kamu sampaikan dan saya rasa kamu tidak akan belajar kalau kamu pikir semuanya sudah jelas, saya heran apa yang kamu pelajari, kasihan sekali orang-orang yang tidak tahu apa artinya belajar”. Akhirnya Si Saya menutup diskusi yang memuakkannya dengan berkata “Ya sudah kalau begitu” .

Seperti yang dikemukakan Si Saya ternyata si Tiran itu tidak mengerti apa artinya belajar, bagi si Tiran itu satu-satunya yang ia sebut belajar adalah menelan semua ajaran kelompoknya dan ulamanya bulat-bulat(atau apapun bentuknya) karena hanya itu yang benar dan selain dari itu adalah ajaran hawa nafsu. Dia tidak punya cukup mata untuk melihat bahwa ulamanya bukan satu-satunya ulama yang ada di dunia, tetapi Bagaimana mungkin dia bisa melihat itu kalau dia sendiri tidak bisa memperhatikan kalau orang lain punya sesuatu yang dengan seenaknya dia bunuh. Berkali-kali kita lihat si Tiran menyabet dengan pedang “itu hawa nafsumu”, seolah-olah dia bisa melihat menembus hati manusia seraya melupakan dirinya yang penuh nafsu membunuh, Ya nafsu membunuh pikiran orang lain yang sadar atau tidak sering sekali dilakukannya.

Tiran-tiran seperti ini dan cara berpikirnya benar-benar menjijikkan dan menyebalkan, mereka ini dengan penyakitnya benar-benar menyebabkan orang lain mengalami “Sindroma Tak Ada Gunanya” jika berbicara dengan mereka. Tetapi kita melihat mereka ini dengan penuh grandiosa menyebut mereka golongan yang selamat, golongan yang benar, dan golongan yang berada di atas jalan yang lurus.

Cara berpikir Tiran seperti ini jelas tidak baik dan sedapat mungkin harus dihindari. Keberadaan orang lain harus menjadi perhatian bagi siapapun yang ingin hidup bersama orang lain. Perbedaan pendapat tentunya dapat ditolerir selagi setiap orang dapat menghormati teritori masing-masing. Memang ini adalah bentuk ideal dari yang diharapkan, pada kenyatannya ada saja orang seperti Tiran ini yang suka melanggar batas teritori orang lain atau orang yang kelewat nyaman dalam teritorinya sehingga tidak bisa menerima apapun pendapat orang lain, yang dimaksud itu orang yang tidak mau mendengar pendapat orang lain tetapi paling tidak dia tidak membunuhnya seperti yang dilakukan para Tiran. Kedua tipe yang seperti ini cukup menyulitkan dalam interaksi antarmanusia sebagai makhluk yang punya pikiran masing-masing, tapi bisa ditekankan kalau tipe pertama yaitu para Tiran itu lebih berbahaya bagi kehidupan pikiran-pikiran manusia yang akan berinteraksi dengannya.

Sebelum mengakhiri tulisan ini saya akan menambahkan sedikit untuk mencegah kritik atau komentar yang tidak penting yang mungkin muncul dari para Tiran yang tersinggung atau dari siapapun yang akan menyatakan bahwa tulisan anda itu tidak benar, Musik itu memang haram, Matahari memang mengelilingi bumi dan Syiah itu memang sesat. Kalau memang ada yang seperti ini saya mohon maaf untuk kelancangan saya mengatakan kepadanya bahwa anda tidak mengerti sedikitpun apa yang saya bicarakan. Tulisan ini yang menampilkan dialog-dialog tentang masalah tertentu tidaklah membahas mengenai substansi dari permasalahan dialog tersebut tetapi hanya membicarakan cara berpikir Tiran dalam dialog itu, terlepas dari kenyataan kebenaran ada pada pihak siapa, karena seandainyapun para Tiran yang benar ,itu tidak membuatnya berhak mematikan pikiran-pikiran orang yang mau berdialog dengannya. Untuk masalah substansi dialog tersebut dalam kesempatan lain mungkin akan dibicarakan, Insya Allah.

9 Tanggapan

  1. Kayanya Ma kenal tuh sama si Saya itu,, :mrgreen:
    anw, Ma lumayan suka tulisan yang ini,, 🙂

    iya kok,, kalo udah di bilang kaya gitu,, ga bisa apa apa lagi ya,, Mau terus dibahas juga udah tau ga bakal nyambung,, jadi gimana coba,,?? diam dan senyum,, 😀

    itu jatohnya waham grandiosa ya?? 😉

    Bharma,, ga boleh mendewakan akal kata’nya’,, 😆

  2. Ahem, kayanya saya juga bisa menangkap pihak mana yang begitu sering menggunakan logika tiran untuk `membunuh` ini. :mrgreen:

    Tapi salut juga, keseragaman logika berpikir seperti ini terbangun cukup baik, metode seperti apa ya yang digunakan? Bukankah ini menarik? 🙄

    Btw, pertama kali kemari, salam kenal 🙂

  3. @ Ayuk
    kenal ya masa’sih!siapa? lumayan suka yang ini kenapa dengan yang lain? nggak kok ntar aku ajarin buat Horcrux biar gak mati2, bener kan grandiosa yg kayak gitu, gak mendewakan akal cuma dipake’ biasa-biasa aja.
    @ Hiruta
    salam kenal juga, begitu jelas memang siapa yang dimaksud, menarik memang ntar kalau sempat juga coba dibahas kenapa muncul cara berpikir seperti ini.

  4. islam yang mana ya

  5. @ almascatie
    wah Mas tebak sendiri aja
    kan tergantung orangny
    he he he Mas suka pura-pura gak tahu 🙂

  6. Tulisan yang menarik dan benar adanya
    Mungkin ketika anda mengunjungi website milik faithfreedom.org, anda akan berjumpa dengan sekelompok orang yang menggunakan Logika Tiran seperti yang anda sebutkan tadi untuk Mengharamkan Islam!
    Bahkan mereka menggunakan kutukan yang keras dan kata-kata yang tidak senonoh.
    Sekali lagi
    Tulisan yang menarik dan benar adanya

  7. @ antifaithfreedom
    wah saya sering kesana lho
    he he he tapi saya rada muak tulisan disana 🙂

  8. Seseorang berkata kepada Imam Husain bin Ali ra, “Duduklah hingga kita berdebat tentang agama.” Beliau berkata, “Kemari, aku ini lebih mengetahui tentang agamaku, petunjukku tersingkap bagiku. Jika kamu tidak mengetahui tentang agamamu, maka pergilah dan tuntutlah ilmu agama. Apa manfaat bagiku dengan perdebatan ini, karena sesungguhnya setan menggoda dan membisikkan sesuatu pada seseorang sambil berkata,’Berdebatlah dengan orang-orang tentang agama, supaya mereka tidak mendugamu sebagai orang yang lemah dan bodoh.’ Perdebatan itu tidak lebih dari empat macam, yaitu :

    Pertama, kamu dan temanmu berdebat tentang apa yang kalian berdua mengetahuinya. Dalam hal ini kalian telah meninggalkan nasihat dan mencari kesalahan serta menghilangkan ilmu itu.

    Kedua, kalian berdebat tentang apa yang kalian berdua tidak mengetahuinya, maka kalian telah menampakkan kebodohan dan berselisih tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui.

    Ketiga, kalian berdebat sedangkan kamu mengetahui hal yang diperdebatkan dan kawanmu tidak, maka kamu telah menzalimi temanmu dengan mencari kesalahannya.

    Keempat, kalian berdebat sedangkan temanmu mengetahui hal yang diperdebatkan dan kamu tidak, maka kamu tidak menghormatinya meskipun kedudukannya tidak jatuh.

    Ini semua adalah hal yang sia-sia. Barangsiapa yang bersikap adil dan menerima kebenaran serta meninggalkan perdebatan, maka dia telah meneguhkan keimanannya dan memperbaiki persahabatan agamanya serta menjaga akalnya.”

    Sumber : Mukhtasar Shahifah Husainiyah, Muthahhari Press.
    Sumber asli : Tuhaf al-‘Uqul ‘an ali al-Rasul Kalimat al-mam al-Husain

    ——————
    semoga bermanfaat …. wassalam…
    kalo bisa sih dibahas juga tuh ttg s*d*mi yg di faithfreedom…bikin gregetan.. trmkasih sblmnya

  9. @abubalul
    Terima kasih atas pencerahan anda. Benar apa yang anda sampaikan.
    Hanya saya ingin menanyakan tolong dijelaskan.
    1. Kita pada masa ini melihat dan mengalami perbedaan yang mendasar dalam agama mengenai USHUL dan FURU’ karena masing2 mereka mengajukan pahamnya/mahzab dan tafsiran Alqur’an.
    2. Tidak adanya orang tempat RUJUKAN.
    3. Masing2 mengatakan mereka BENAR
    4. Sedangkan kita nanti akan menghadap Allah dengan mempertanggung jawab paham yang kita ANUT. Apakh dengan TAKLID saja sudah benar? Kalu ternyata yang kita anut SALAH, siapa yang akan bertanggung jawab dihadapan Allah?
    4. Menurut saya, sebenarnya kita tidak berdebat tapi berdiskusi untuk mendapat KEBENARAN.
    5. Pertanyaan saya BAGAIMANA KITA MENGETAHUI YANG BENAR DAN SALAH?
    Terima kasih. Wasalam .

Tinggalkan komentar