Kedustaan Muhammad Abdurahman Al Amiry : Fatwa Imam Besar Syi’ah Yang Mengancam Emilia Renita

Kedustaan Muhammad Abdurahman Al Amiry : Fatwa Imam Besar Syi’ah Yang Mengancam Emilia Renita

Dalam salah satu tulisan Al Amiry yang dapat para pembaca lihat disini, http://www.alamiry.net/2014/03/fatwa-imam-besar-syiah-yang-mengancam.html

Al Amiry telah berdusta atas mazhab Syi’ah dan dengan kedustaan tersebut ia merendahkan salah satu pengikut Syi’ah Emilia Renita. Yang dipermasalahkan oleh Al Amiry si pendusta ini [kalau sedang bicara tentang Syi’ah] adalah alasan yang dikatakan Emilia bahwa ia tidak melakukan mut’ah karena sudah memiliki suami. Al Amiry membawakan berbagai hujjah dusta untuk menyudutkan Emilia Renita.

Kami telah membuktikan kedustaan Al Amiry ketika ia mencatut twitter yang mengatasnamakan ulama Syi’ah Muhsin Alu Usfur. Cukuplah untuk dikatakan bahwa hanya orang dungu atau pura-pura dungu yang percaya begitu saja dan berhujjah dengan akun–akun palsu untuk menuduh mazhab lain dengan tuduhan yang berat.

.

.

.

Ketika Emilia Renita meminta fatwa asli dari kitab ulama Syi’ah maka Al Amiry menjawab dengan menunjukkan kitab salah seorang ulama Syi’ah yaitu Sayyid Khumainiy. Berikut nukilan yang dikutip Al Amiry

يستحب أن تكون المتمتع بها مؤمنة عفيفة ، و السؤال عن حالها قبل التزويج و أنها ذات بعل أو ذات عدة أم لا ، و أما بعده فمكروه ، و ليس السؤال و الفحص عن حالها شرطا فى الصحة

“Disunnahkan agar perempuan yang dimut’ah adalah seorang mu’minah yang menjaga iffah, dan disunnahkan juga untuk menanyakan statusnya sebelum nikah mut’ah apakah dia masih memiliki suami atukah tidak dan masih dalam masa iddah ataukah tidak. Adapun menanyakan statusnya setelah nikah mut’ah maka hukumnya makruh. Dan bertanya hal tersebut serta memeriksa statusnya bukanlah syarat sahnya nikah mut’ah” Tahrir Al Wasilah Hal. 906 Masalah ke 17

Kemudian setelah menukil pernyataan ulama Syi’ah Sayyid Khumainiy di atas, Al Amiry sok memberikan syarh [penjelasan] yang menurut kami hanya menunjukkan kerendahan akalnya dalam memahami lafaz kalimat. Al Amiry berkata

Menurut ajaran syiah, jika wanita tersebut memang benar telah memiliki suami, maka lelaki yang memut’ahnya tidak boleh menanyakan status wanita tadi. Cukuplah baginya untuk melanjutkan nikah mut’ah tanpa bertanya
Seandainya nikah mut’ah bersama seorang wanita yang sudah mempunyai suami adalah haram, maka seharusnya nikah mut’ah mereka batal. Akan tetapi Imam mereka tidak membatalkannya. Bahkan menganggapnya sah dengan memerintahkan lelaki tadi untuk tidak menanyakan status wanita tersebut.
Fatwa tersebut menyatakan bahwasanya bertanya tentang status wanita tersebut sebelum dilakukannya nikah mut’ah hanyalah sunnah dan bukanlah wajib. Sehingga dapat diambil hukum bahwasanya nikah mut’ah bersama wanita yang masih memiliki suami adalah sah karena hukum menanyakan statusnya sebelum menikah adalah sunnah dan bukanlah wajib.
Sebaliknya yang menanyakan status wanita tersebut setelah dilakukan akad nikah mut’ah adalah makruh dan dibenci walaupun secara nyata dia masih memiliki suami. Ini lebih menguatkan akan sah nya nikah mut’ah walaupun dilakukan oleh wanita yang masih memiliki suami.
Lebih jelas lagi, silahkan lihat fatwa terakhir, bertanya akan status seorang wanita yang sudah memiliki suami bukanlah syarat sah nikah mut’ah. Sehingga seorang syiah yang nikah mut’ah bersama seorang wanita yang telah bersuami tanpa bertanya terlebih dahulu hukumnya adalah sah, karena dia bukan dari syarat sah nikah mut’ah.

Kebetulan kami memiliki kitab Tahriir Al Wasiiilah Sayyid Al Khumainiy dalam bentuk scan pdf yang kami dapatkan dari situs Syi’ah. Nukilan yang disebutkan Al Amiry tersebut kami dapatkan dalam kitab Tahriir Al Wasiilah 2/265 masalah 17

Tahrir Wasilah

Tahrir Wasilah jilid 2 hal 265 Masalah 17

Apakah dalam perkataan Sayyid Khumainiy di atas ada pernyataan-pernyataan demikian?. Al Amiry ini menambah-nambah sendiri apa yang tidak dikatakan Sayyid Khumainiy. Al Khumainiy berkata

يستحب أن تكون المتمتع بها مؤمنة عفيفة

Dianjurkan melakukan mut’ah dengan wanita mu’min yang menjaga kesucian dirinya

Artinya jika hendak melakukan nikah mut’ah maka menikahlah dengan wanita mu’min yang baik-baik dan menjaga kesucian dirinya

و السؤال عن حالها قبل التزويج و أنها ذات بعل أو ذات عدة أم لا

Dan menanyakan keadaan dirinya sebelum menikah apakah ia memiliki suami atau masih dalam masa iddah atau tidak

Dari kalimat ini saja sebenarnya akan dapat diketahui seandainya nikah mut’ah itu sama-sama dibolehkan baik bagi wanita yang bersuami atau tidak, maka apa perlunya menanyakan hal tersebut. Seandainya nikah mut’ah itu sama-sama dibolehkan baik bagi wanita yang dalam masa iddah atau tidak, maka apa perlunya menanyakan hal tersebut.

و أما بعده فمكروه ، و ليس السؤال و الفحص عن حالها شرطا فى الصحة

Adapun bertanya setelahnya maka hal itu dibenci, dan bukanlah menanyakan dan memeriksa keadaan dirinya adalah syarat sahnya

Hakikat dari perkataan Sayyid Al Khumainiy di atas adalah jika ingin menikah mut’ah maka hendaknya mencari wanita mu’min yang baik yang menjaga kesucian dirinya kemudian sebelum menikah tanyakanlah keadaan dirinya apakah ia sudah bersuami atau tidak dan apakah ia sedang dalam masa iddah atau tidak. Karena kedua hal tersebut yaitu bersuami dan dalam masa iddah adalah penghalang bagi nikah baik itu nikah da’im atau nikah mut’ah.

Adapun jika menanyakan keadaan dirinya setelah menikah maka hal itu dibenci. Itu berarti tanyakanlah hal tersebut sebelum menikah. Tentu saja ini bisa dimaklumi karena sudah selayaknya jika seseorang ingin menikah dengan seorang wanita maka ia harus tahu keadaan wanita tersebut baik melalui persaksian dirinya atau melalui keterangan dari keluarganya.

Kalimat terakhir yaitu menanyakan status wanita tersebut dan memeriksa statusnya bukanlah syarat atas sahnya nikah mut’ah. Dalam mazhab syi’ah nikah mut’ah itu sah dengan adanya akad nikah mut’ah yang menyebutkan keterangan waktu dan maharnya. Menanyakan status dan memeriksa status wanita memang bukan syarat sahnya nikah mut’ah.

Jika sesuatu itu disebut sebagai syarat sah maka ia harus ada dan jika tidak ada maka hukumnya tidak sah. Jika seseorang tidak menanyakan dan tidak memeriksa status wanita tersebut karena sudah jelas bagi dirinya akan keadaan wanita tersebut [misalkan keluarganya telah mengabarkan kepadanya tanpa ia perlu bertanya atau memeriksa wanita itu] maka tetap saja pernikahan itu sah.

Dan pernyataan Sayyid Al Khumainiy tersebut bukan berarti membolehkan seseorang menikahi wanita yang telah bersuami dan bukan juga membolehkan untuk meneruskan pernikahan dengan istri yang ternyata baru diketahui bahwa ia memiliki suami. Silakan Al Amiry membaca kitab Tahriir Al Wasiilah maka ia akan menemukan pernyataan berikut

Tahrir Wasilah jilid 2 hal 232 Masalah 24

إذا ادعت امرأة أنها خلية فتزوجها رجل ثم ادعت بعد ذلك أنها كانت ذات بعل لم تسمع دعواها ، نعم لو أقامت البينة على ذلك فرق بينهما ، و يكفى فى ذلك بأن تشهد بأنها كانت ذات بعل فتزوجت حين كونها كذلك من الثانى من غير لزوم تعيين زوج معين

Jika seorang wanita mengaku bahwa ia tidak memiliki suami dan ia dinikahi oleh seorang laki-laki kemudian setelah itu, ia mengaku memiliki suami maka jangan didengar pengakuannya. Memang, kalau wanita tersebut membawa bukti atas pengakuannya itu, maka harus dipisahkan keduanya. Dan cukuplah dalam hal demikian itu orang yang bersaksi bahwa ia memiliki suami sebelumnya dan ia menikah lagi dengan suaminya sekarang dalam keadaan masih demikian tanpa harus menyebutkan dengan jelas siapa suami sebelumnya. [Tahrir Al Wasilah Sayyid Al Khumainiy 2/232 masalah 24]

Maka dari itu bisa saja suatu pernikahan baik nikah da’im atau nikah mut’ah [yang pada awalnya telah sah] kemudian menjadi batal atau harus dipisahkan keduanya karena terdapat pembatal nikah yang baru diketahui setelah pernikahan itu dinyatakan sah misalnya istri tersebut baru diketahui terbukti sudah punya suami sebelumnya.

Pada intinya adalah Al Amiry berdusta atas ulama Syi’ah Sayyid Al Khumainiy. Al Amiry mengesankan kepada para pembacanya bahwa Sayyid Al Khumainiy membolehkan menikahi wanita yang sudah bersuami padahal faktanya Sayyid Al Khumainiy tidak pernah membolehkan menikahi wanita yang sudah bersuami.

.

.

.

Kemudian Al Amiry membawakan riwayat Imam Ja’far dalam kitab Syi’ah yang menurut anggapannya dapat ia jadikan hujjah untuk menyerang Emilia. Al Amiry berkata

Bahkan Imam mereka Ja’far Ash Shodiq telah menegur seseorang karena dia memeriksa status wanita mut’ahnya yang telah memiliki suami. Disebutkan dalam kitab mereka:

قال: قلت اني تزوجت امرأة متعة فوقع في نفسي أن لها زوجا ففتشت عن ذلك فوجدت لها زوجا قال: ولم فتشت؟!

Seseorang berkata: Aku berkata: seseungguhnya aku menikahi seorang wanita secara mut’ah, maka terbesit dalam pikiranku bahwasanya dia memiliki seorang suami. Maka aku memeriksa hal tersebut dan aku mendapatkannya dia masih memiliki seorang suami. Maka Ja’far berkata: “Kenapa engkau malah memeriksa statusnya ?!” Tahdzib Al Ahkam 218/13 dan Wasa’il Asy Syiah 246/6

Lihat, apa yang dilakukan oleh Imam Mereka Ja’far Ash Shodiq yang melarang seseorang karena dia telah memeriksa dan menanyakan status wanita mut’ahnya yang telah memiliki suami. Jika Emilia mau bukti dengan minta screenshootnya, maka akan kami berikan kepadanya, baik dari kitab tahdzib Al Ahkam ataupun Wasa’il Asy Syiah. Jangan kira kami sembarang copas, karena kami punya kitab ini semua dan kami screenshoot langsung dari kitab mereka. Alasan apa lagi yang akan dilakukan oleh dedengkot syiah satu ini ??

Berikut riwayat beserta sanad lengkapnya dalam kitab Tahdzib Al Ahkam oleh ulama Syi’ah Syaikh Ath Thuusiy

روى محمد بن أحمد بن يحيى عن علي بن السندي عن عثمان بن عيسى عن إسحاق بن عمار عن فضل مولى محمد بن راشد عن أبي عبد الله عليه السلام قال: قلت اني تزوجت امرأة متعة فوقع في نفسي أن لها زوجا ففتشت عن ذلك فوجدت لها زوجا قال: ولم فتشت؟

Muhammad bin Ahmad bin Yahya dari ‘Aliy bin As Sindiy dari ‘Utsman bin Iisa dari Ishaaq bin ‘Ammaar dari Fadhl maula Muhammad bin Raasyid dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata aku menikahi seorang wanita secara mut’ah maka muncul dari diriku bahwa ia memiliki suami. Maka aku menyelidiki hal tersebut dan menemukan bahwa ia memiliki suami. Beliau berkata “mengapa engkau menyelidikinya?”. [Tahdzib Al Ahkam Syaikh Ath Thuusiy 7/253]

Riwayat di atas sesuai dengan kaidah ilmu dalam mazhab Syi’ah kedudukannya dhaif karena

  1. Aliy bin As Sindiy dia perawi yang tidak tsabit tautsiq terhadapnya [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadiits hal 398]
  2. Fadhl maula Muhammad bin Raasyid seorang yang majhul [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadiits hal 458]

Justru terdapat riwayat shahih dalam kitab Al Kafiy Al Kulainiy yang mengisyaratkan tidak bolehnya menikahi mut’ah wanita yang bersuami.

عدة من أصحابنا عن أحمد بن محمد بن عيسى عن الحسين بن سعيد عن فضالة عن ميسر قال قلت لأبي عبد الله (عليه السلام) ألقى المرأة بالفلاة التي ليس فيها أحد فأقول لها هل لك زوج؟ فتقول لا، فأتزوجها؟ قال نعم هي المصدقة على نفسها

Dari sekelompok sahabat kami dari Ahmad bin Muhammad bin ‘Iisa dari Husain bin Sa’iid dari Fadhalah dari Maysar yang berkata aku berkata kepada Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] “aku menemui seorang wanita di tengah padang luas dan tidak ada seorangpun bersamanya, maka kukatakan kepadanya “apakah engkau memiliki suami”. Maka ia berkata “tidak”, bolehkah aku menikahinya?. Beliau berkata “boleh, dia adalah saksi yang membenarkan keadaan dirinya” [Al Kafiy Al Kulainiy 5/462]

Di sisi Al Kulainiy lafaz “sekelompok sahabat kami” dari Ahmad bin Muhammad bin Iisa tidak bermakna majhul sebagaimana yang dinukil An Najasyiy

وقال أبو جعفر الكليني: كل ما كان في كتابي عدة من أصحابنا عن أحمد بن محمد بن عيسى، فهم محمد بن يحيى وعلي بن موسى الكميذاني وداود بن كورة وأحمد بن إدريس وعلي بن إبراهيم بن هاشم

Abu Ja’far Al Kulainiy berkata “setiap apa yang ada dalam kitabku, sekelompok sahabat kami dari Ahmad bin Muhamad bin ‘Iisa maka mereka adalah Muhammad bin Yahya, Aliy bin Muusa Al Kumaydzaaniy, Dawud bin Kawrah, Ahmad bin Idris dan Aliy bin Ibrahim bin Haasyim [Rijal An Najasyiy hal 377-378 no 1026]

Maka dari itu sanad riwayat Al Kafiy di atas kedudukannya shahih berdasarkan kaidah ilmu dalam mazhab Syi’ah. Berikut keterangan mengenai para perawinya

  1. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 353 no 946]. Ahmad bin Idris Al Qummiy seorang yang tsiqat faqiih shahih riwayatnya [Rijal An Najasyiy hal 92 no 228]. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim seorang yang tsiqat dalam hadis dan tsabit [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ahmad bin Muhammad bin Iisa Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 351]
  3. Husain bin Sa’id bin Hammaad seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 355]
  4. Fadhalah bin Ayuub Al Azdiy disebutkan oleh An Najasyiy bahwa ia tsiqat dalam hadis dan lurus dalam agamanya [Rijal An Najasyiy hal 310-311 no 850]
  5. Maysar bin ‘Abdul Aziz termasuk sahabat Imam Baqir dan Imam Shaadiq, seorang yang tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadiits hal 634]

Riwayat di atas mengisyaratkan bahwa menikahi wanita yang memiliki suami adalah tidak boleh, karena kalau memang dibolehkan maka tidak ada gunanya perawi tersebut bertanya kepada Imam Ja’far dan jawaban Imam Ja’far tersebut akan menjadi rancu. Toh kalau tidak ada bedanya sudah bersuami atau tidak yaitu sama-sama boleh dinikahi, maka tidak ada gunanya pernyataan Imam Ja’far bahwa “ia adalah saksi yang membenarkan keadaan dirinya”.

Jawaban Imam Ja’far ini justru menjelaskan bahwa pengakuan seorang wanita akan dirinya menjadi hujjah yang dapat diterima oleh karena itu pernyataan wanita tersebut bahwa ia tidak memiliki suami menjadikannya boleh untuk dinikahi. Artinya jika wanita tersebut memiliki suami maka tidak boleh dinikahi.

Dan dalil paling kuat di sisi mazhab Syi’ah mengenai haramnya menikahi wanita yang sudah bersuami baik secara nikah da’im atau nikah mut’ah adalah Al Qur’an An Nisaa’ ayat 24

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan [diharamkan juga kamu menikahi] wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [Allah telah menetapkan hukum itu] sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian, [yaitu] mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya, sebagai suatu kewajiban dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS An Nisaa’ ayat 24]

.

.

.

Penutup

Kami heran dengan orang-orang alim yang karena kebenciannya terhadap mazhab Syi’ah maka mereka merendahkan diri menjadi orang dungu dan pendusta. Apakah mereka pikir tidak ada orang yang akan mengungkap kedunguan dan kedustaan mereka?. Zaman sekarang ini dunia ilmu sudah semakin mudah untuk dicapai hanya tinggal kemauan dan usaha. Jadi kami sarankan untuk orang-orang seperti Al Amiry agar belajar dulu dengan baik mengenai mazhab Syi’ah sebelum anda sok tahu mencelanya.

Alangkah malangnya orang-orang awam yang disesatkan oleh orang-orang alim dengan kedunguan dan kedustaan. Biasanya orang-orang awam itu hanya ikut-ikutan sok tahu dan ikut-ikutan mencela. Jika ditunjukkan kebenaran kepada orang-orang awam tersebut kemudian diungkapkan kedustaan orang alim yang mereka ikuti maka mereka malah mendustakan kebenaran dan membela kedustaan. Maka kami sarankan kepada para pembaca jangan mau menjadi orang awam, belajarlah dan timbanglah semua pengetahuan yang didapat dengan timbangan kebenaran.

7 Tanggapan

  1. intinya sudah jelas, bantahan SP ini malah jauh lebih dungu dari al-amiri. 😛
    Kasian ente SP, mau mendungukan orang lain justru ente yang malah keliatan dungu 😛

  2. Insyaallah, bahasan ini perlu direnungkan secara jujur dan ikhlas. Orang yg jujur beriman sungguh butuh kebenaran, sekalipun ia pahit dan pengikut sedikit. Semoga Allah beri hidayah dan rahmt-Nya.

  3. […] ini, trnyata banyak manipulasi/kepalsuan yg dibuat utk menyerang syiah. Beberapa diantaranya sbb: https://secondprince.wordpress.com/2014/12/06/kedustaan-muhammad-abdurahman-al-amiry-fatwa-imam-besa… […]

  4. […] ini, trnyata banyak manipulasi/kepalsuan yg dibuat utk menyerang syiah. Beberapa diantaranya sbb: https://secondprince.wordpress.com/2014/12/06/kedustaan-muhammad-abdurahman-al-amiry-fatwa-imam-besa… […]

Tinggalkan komentar