Kedustaan Muhammad Abdurrahman Al Amiry Terhadap Syi’ah Dalam Dialog Dengan Emilia Renita

Kedustaan Muhammad Abdurrahman Al Amiry Terhadap Syi’ah Dalam Dialog Dengan Emilia Renita

Sungguh menggelikan ketika seseorang menuduh suatu mazhab sebagai ajaran yang penuh kedustaan dan kedunguan ternyata terbukti dirinyalah yang sebenarnya dusta dan dungu. Mungkin saja sebelumnya ia tidak berniat menjadi dusta dan dungu hanya saja kebenciannya terhadap mazhab tersebut telah membutakan akal dan hatinya sehingga dirinya tampak sebagai pendusta

Inilah yang terjadi pada Muhammad Abdurrahman Al Amiry dalam tulisannya yang memuat dialog dirinya dengan pengikut Syi’ah yaitu Emilia Renita. Dialog tersebut membicarakan tentang nikah mut’ah, dimana para pembaca dapat melihatnya disini http://www.alamiry.net/2014/03/dialog-tuntas-bersama-emila-renita-az.html

.

.

.

Kedustaan Pertama

Al Amiry menanyakan kepada Emilia pernahkah ia melakukan mut’ah atau sudah berapa kali ia melakukan mut’ah. Pertanyaan ini dijawab oleh Emilia bahwa dalam mazhab Syi’ah hukum nikah mut’ah itu halal tetapi tidak semua yang halal itu wajib atau harus dilakukan.

Kemudian Al Amiry menjawab bahwa dalam Syi’ah nikah mut’ah itu bukan sekedar halal tetapi wajib karena ada riwayat Syi’ah yang mengancam orang yang tidak melakukan nikah mut’ah. Berikut riwayat yang dimaksud sebagaimana dikutip oleh Al Amiry

مَنْ خَرَجَ مِنَ الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَمَتَّعْ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهُوَ أَجْدَعُ

Barang siapa yang keluar dari dunia (wafat) dan dia tidak nikah mut’ah maka dia datang pada hari kiamat sedangkan kemaluannya terpotong” Tafsir manhaj ash shadiqin 2/489

Kami tidak memiliki kitab Tafsir Manhaj Ash Shadiqiin Al Kasyaaniy [dan kami ragu kalau si Amiry memiliki kitab tersebut] tetapi riwayat di atas dapat dilihat dari scan kitab tersebut yang dinukil oleh salah satu situs pembenci Syi’ah disini http://jaser-leonheart.blogspot.com/2012/05/sekilas-tentang-keutamaan-kawin-kontrak.html

Tafsir Manhaj Ash Shadiqin Kasyaaniy

Tafsir Manhaj Ash Shadiqin Kasyaaniy2

Nampak bahwa riwayat tersebut dinukil oleh Al Kasyaaniy dalam kitabnya tanpa menyebutkan sanad. Artinya riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah sampai ditemukan sanad lengkapnya dan dibuktikan dengan kaidah ilmu mazhab Syi’ah bahwa sanad tersebut shahih.

Salah seorang ulama Syi’ah yaitu Syaikh Aliy Alu Muhsin dalam kitabnya Lillah Wa Lil Haqiiqah 1/193 pernah berkomentar mengenai salah satu riwayat lain dalam kitab Tafsir Manhaj Ash Shadiqqin

Lillah Wa Lil Haqiiqah hal 193

Nukilan di atas menyebutkan bahwa hadis yang disebutkan Al Kasyaaniy tidak disebutkan dalam kitab hadis Syi’ah yang ma’ruf [dikenal] dan Al Kasyaniy menukilnya tanpa menyebutkan sanadnya dari Risalah tentang Mut’ah oleh Syaikh Aliy Al Karkiy.

Jika situasinya dibalik misalkan Emilia berhujjah dengan riwayat tanpa sanad dalam salah satu kitab tafsir ahlus sunnah maka saya yakin Al Amiry akan membantah dengan sok bahwa riwayat tersebut tidak bisa dijadikan hujjah karena tidak ada sanadnya. Maka tidak diragukan bahwa pernyataan Al Amiry kalau Syi’ah mewajibkan penganutnya melakukan mut’ah dan mengancam yang tidak melakukannya adalah kedustaan atas nama Syi’ah.

علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن علي بن يقطين قال: سألت أبا الحسن موسى (عليه السلام) عن المتعة فقال: وما أنت وذاك فقد أغناك الله عنها، قلت: إنما أردت أن أعلمها، فقال: هي في كتاب علي (عليه السلام)، فقلت: نزيدها وتزداد؟ فقال: وهل يطيبه إلا ذاك

‘Aliy bin Ibrahim dari Ayah-nya dari Ibnu Abi ‘Umair dari ‘Aliy bin Yaqthiin yang berkata aku bertanya kepada Abul Hasan Muusa [‘alaihis salaam] tentang mut’ah. Maka Beliau berkata “ada apa kamu terhadapnya [mut’ah], sungguh Allah telah mencukupkanmu darinya [hingga tidak memerlukannya]”. Aku berkata “sesungguhnya aku hanya ingin mengetahui tentangnya”. Beliau berkata “itu [mut’ah] ada dalam kitab Aliy [‘alaihis salaam]. Maka aku berkata “apakah kami dapat menambahnya [mahar] dan wanita dapat menambah [waktunya]”. Beliau berkata “bukankah ditetapkannya [aqad mut’ah] kecuali dengan hal-hal tersebut” [Al Kafiy Al Kulainiy 5/452]

Riwayat di atas dapat para pembaca lihat di link berikut. Riwayat tersebut sanadnya shahih di sisi mazhab Syi’ah, para perawinya tsiqat sebagaimana berikut

  1. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  2. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  3. Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
  4. ‘Aliy bin Yaqthiin seorang yang tsiqat jalil memiliki kedudukan yang agung di sisi Abu Hasan Muusa [‘alaihis salaam] [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 154 no 388]

Matan riwayat justru mengsiyaratkan tidak ada kewajiban dalam melakukan mut’ah dan tidak ada ancaman bagi yang tidak melakukannya. Hujjahnya terletak pada lafaz “ada apa kamu terhadapnya [mut’ah], sungguh Allah telah mencukupkanmu darinya” artinya si penanya tidak perlu melakukannya karena Allah telah mencukupkan dirinya [sehingga ia tidak memerlukan mut’ah]. Maksud mencukupkannya disini adalah telah memiliki istri. Kalau memang mut’ah itu wajib bagi setiap penganut Syi’ah dan mendapat ancaman bagi yang tidak melakukannya maka bagaimana mungkin Imam Syi’ah tersebut mengatakan lafaz yang demikian.

Berdasarkan riwayat di atas maka dalam mazhab Syi’ah hukum nikah mut’ah itu halal atau mubah dan tidak ada masalah bagi mereka yang tidak melakukannya karena memang tidak memerlukannya. Tidak ada dalil shahih di sisi Syi’ah mengenai kewajiban mut’ah dan ancaman bagi yang tidak melakukannya.

Memang Al Amiry bukan orang pertama yang berdusta atas nama Syi’ah dengan riwayat Al Kasyaniy dalam Tafsir Manhaj Ash Shaadiqin tersebut, sebelumnya sudah ada ustad salafiy [yang sudah cukup dikenal] yang melakukannya yaitu Firanda Andirja dalam salah satu tulisannya disini. Mungkin dengan melihat link tersebut, Al Amiriy akan merasa terhibur bahwa orang yang lebih baik darinya ternyata melakukan kedustaan yang sama.

Orang boleh saja bertitel ustad, alim ulama, berpendidikan S3 dalam ilmu agama tetapi yang namanya hawa nafsu dapat menutupi akal pikiran sehingga melahirkan kedunguan dan kedustaan. Biasanya orang-orang model begini sering dibutakan oleh bisikan syubhat bahwa mereka adalah pembela sunnah penghancur bid’ah jadi tidak perlu bersusah payah kalau ingin membantah Syi’ah, Syi’ah sudah pasti sesat maka tidak perlu tulisan ilmiah dan objektif untuk membantah kelompok sesat. Jadi jangan heran kalau para pembaca melihat dalam tulisannya yang membahas hadis mazhabnya akan nampak begitu ilmiah dan objektif tetapi ketika ia menulis tentang mazhab yang ia sesatkan maka akan nampak begitu dungu dan dusta.

.

.

.

Kedustaan Kedua

Dalam dialog antara Al Amiriy dan Emilia, Emilia mengatakan bahwa ia tidak melakukan mut’ah [bahkan haram baginya] karena secara syar’i nikah mut’ah tidak bisa dilakukan oleh istri yang sudah bersuami. Al Amiry kemudian menjawab dengan ucapan berikut

Maka tanggapan kami: “Justru, ulama anda sepakat akan kebolehan nikah mut’ah bagi seorang wanita yang sudah nikah alias sudah punya suami”. Disebutkan dalam kitab syiah:

يجوز للمتزوجة ان تتمتع من غير أذن زوجها ، وفي حال كان بأذن زوجها فأن نسبة الأجر أقل ،شرط وجوب النية انه خالصاً لوجه الله

“Diperbolehkan bagi seorang istri untuk bermut’ah (kawin kontrak dengan lelaki lain) tanpa izin dari suaminya, dan jika mut’ah dengan izin suaminya maka pahala yang akan didapatkan akan lebih sedikit, dengan syarat wajibnya niat bahwasanya ikhlas untuk wajah Allah” Fatawa 12/432

Ucapan Al Amiry di atas adalah kedustaan atas mazhab Syi’ah. Tidak ada kesepakatan ulama Syi’ah sebagaimana yang diklaim oleh Al Amiry. Begitu pula referensi yang ia nukil adalah dusta. Kita tanya pada Al Amiry, kitab Al Fatawa siapa yang dinukilnya di atas?. Ulama Syi’ah mana yang menyatakan demikian?. Silakan kalau ia mampu tunjukkan scan kitab tersebut atau link yang memuat kitab Syi’ah tersebut.

Saya yakin Al Amiry tidak akan mampu menjawabnya karena ucapan dusta tersebut sebenarnya sudah lama populer di media sosial dan sumbernya dari twitter atau facebook majhul yang mengatasnamakan ulama Syi’ah. Ia sendiri menukilnya dari akun twitter yang mengatasnamakan ulama Syi’ah Muhsin Alu ‘Usfur sebagaimana dapat para pembaca lihat dalam tulisan Al Amiry disini

http://www.alamiry.net/2013/07/syiah-adalah-agama-seks-agama-mutah.html

twitter muhsin al usfur

Dan sudah pernah saya sampaikan bantahan mengenai kepalsuan twitter tersebut atas nama ulama Syi’ah dalam tulisan disini. Petunjuk lain akan kepalsuannya adalah jika para pembaca mengklik link tersebut yang dahulu mengatasnamakan ulama Syi’ah Muhsin Alu ‘Usfur maka sekarang sudah berganti menjadi Kazim Musawiy.

twitter kazim musawi

Dan di tempat yang lain para pembaca akan melihat seseorang mengaku Ayatullah Khumainiy yang juga menukil ucapan dusta tersebut. Mungkin kalau Al Amiriy melihatnya ia akan menyangka kalau akun facebook tersebut memang milik ulama Syi’ah Ayatullah Khumainiy.

fb khumaini

Alangkah dungunya jika seorang alim menuduh mazhab Syi’ah begini begitu hanya berdasarkan akun akun media sosial yang tidak bisa dipastikan kebenarannya, dimana siapapun bisa seenaknya berdusta atas nama orang lain atau memakai nama orang lain.

.

.

.

Kedustaan Ketiga

Ketika Al Amiry membantah Emilia dengan menyebutkan riwayat yang melaknat orang yang tidak nikah mut’ah, Al Amiry menukilnya dari kitab Jawahir Al Kalam

Maka kami tanggapi: “Thoyyib, akan kami buktikan riwayat yang melaknat orang yang tidak melakukan nikah mut’ah” Disebutkan dalam salah satu kitab syiah:

أن الملائكة لا تزال تستغفر للمتمتع وتلعن من يجنب المتعة إلى يوم القيامة

“Bahwasanya malaikat akan selalu meminta ampun untuk orang yang melakukan nikah mutah dan melaknat orang yang menjauhi nikah mutah sampai hari kiamat” Jawahir Al kalam 30/151

Riwayat yang sebenarnya dalam Jawahir Al Kalam lafaznya tidaklah seperti yang ia sebutkan, melainkan sebagai berikut [dapat dilihat disini]

ما من رجل تمتع ثم اغتسل إلا خلق الله من كل قطرة تقطر منه سبعين ملكا يستغفرون له إلى يوم القيامة، ويلعنون مجتنبها إلى أن تقوم الساعة

Setiap orang yang melakukan nikah mut’ah, kemudian ia mandi junub maka Allah akan menciptakan dari setiap tetesan air mandinya sebanyak tujuh puluh malaikat yang akan memohonkan ampunan baginya sampai hari kiamat. Dan para malaikat itu akan melaknat orang yang menjauhinya [mut’ah] sampai hari kiamat [Jawahir Al Kalam 30/151, Syaikh Al Jawaahiriy]

Jadi sisi kedustaannya adalah lafaz riwayat yang ia nukil tidak sama dengan apa yang tertulis dalam kitab Jawahir Al Kalam. Kedustaan ini masih tergolong ringan dan masih bisa untuk diberikan uzur misalnya Al Amiry menukil riwayat dengan maknanya walaupun lafaznya tidak sama persis [biasanya kalau orang menukil bil ma’na (dengan makna) maka ia tidak akan repot menuliskan lafaz dalam bahasa arab] atau Al Amiry tidak membaca langsung kitab Jawahir Al Kalam dan ia menukil dari kitab lain yang tidak ia sebutkan tetapi seolah disini ia mengesankan bahwa ia mengambilnya langsung dari kitab Jawahir Al Kalam.

Sesuai dengan kaidah ilmu mazhab Syi’ah, riwayat tersebut dhaif. Sanad lengkapnya dapat dilihat dalam kitab Wasa’il Syi’ah sebagaimana berikut [dapat dilihat disini]

وعن ابن عيسى، عن محمد بن علي الهمداني، عن رجل سماه عن أبي عبد الله (عليه السلام) قال: ما من رجل تمتع ثم اغتسل إلا خلق الله من كل قطرة تقطر منه سبعين ملكا يستغفرون له إلى يوم القيامة ويلعنون متجنبها إلى أن تقوم الساعة

Dan dari Ibnu Iisa dari Muhammad bin ‘Aliy Al Hamdaaniy dari seorang laki-laki yang ia sebutkan dari Abi ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata Barang siapa yang melakukan nikah mut’ah, kemudian ia mandi junub maka Allah akan menciptakan dari setiap tetesan air mandinya sebanyak tujuh puluh malaikat yang akan memohonkan ampunan baginya sampai hari kiamat. Dan para malaikat itu akan melaknat orang yang menjauhinya [mut’ah] sampai hari kiamat [Wasa’il Syi’ah 21/16, Al Hurr Al Aamiliy]

Sanad di atas dhaif karena terdapat perawi yang majhul dalam sanadnya yaitu pada lafaz sanad “seorang laki-laki yang ia sebutkan”. Adapun riwayat lainnya yang dinukil Al Amiry dari Tafsir Manhaj Ash Shaadiqin

أن المتعة من ديني ودين آبائي فالذي يعمل بها يعمل بديننا والذي ينكرها ينكر ديننا بل إنه يدين بغير ديننا. وولد المتعة أفضل من ولد الزوجة الدائمة ومنكر المتعة كافر مرتد

“Nikah mutah adalah bagian dari agamku dan dagama bapak-bapakku dan orang yang melakukan nikah mutah maka dia mengamalkan agama kami, dan yang mengingkari nikah mutah dia telah mengingkari agama kami, dan anak mutah lebih utama dari anak yang nikah daim dan yang mengingkari mutah kafir murtad” Minhaj Ash Shodiqin hal. 356.”

Maka riwayat di atas sama seperti riwayat sebelumnya yang dinukil Al Kasyaaniy tanpa sanad dalam kitabnya sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

.

.

.

Penutup

Secara pribadi saya menilai dialog antara Al Amiry dan Emilia tersebut tidak banyak bermanfaat bagi orang-orang yang berniat mencari kebenaran. Keduanya baik Al Amiry dan Emilia nampak kurang memahami dengan baik hujjah-hujjah yang mereka diskusikan. Apalagi telah kami buktikan di atas bahwa Al Amiry telah berdusta atas mazhab Syi’ah. Saya tidak berniat secara khusus membela saudari Emilia, saya sudah lama membaca dialog tersebut hanya saja baru sekarang saya menuliskan kedustaan Al ‘Amiry karena saya lihat semakin banyak orang-orang awam [baca : situs- situs] yang disesatkan oleh tulisan dialog Al ‘Amiry tersebut.

39 Tanggapan

  1. Thx pak kyai.

    Ulasan yg bagus sekali.

  2. Sesuai benar dengan pernyataan mantan ulama Salafy yang sudah bertobat dan menjadi sunni sejati, beliau berkata:

    Demikian juga Salafy membolehkan berbohong atas namamu lebih dari kelompok lain. Saya sudah uji mereka (dengan pergaulan dengan mereka), karena itu saya tidak mempercayai mereka dalam ucapan apapun yang mereka katakan tentang orang lain kecuali jika saya mengetahui sendiri kebenaran apa yang mereka ucapkan.

    Selengkapnya baca disini:

    Syekh Hasan bin Farhan al Maliky: Bukti Kebohongan “Syaikhul Islam” Ibnu Taimiyyah | Abu Salafy –

    Syekh Hasan bin Farhan al Maliky: Bukti Kebohongan “Syaikhul Islam” Ibnu Taimiyyah

  3. salafi wahabi menjelaskan mengenai mazhab syiah, bagaikan pendeta kristen menjelaskan tentang islam, atau bagaikan aswaja menjelaskan mengenai wahabi, ya tidak akurat wong yang menerangkan bukan yang punya mazhab , apalagi yang menjelaskan itu lawan sebrang dari mazhab yang dijelaskan, bagaikan seorang komunis menjelaskan mengenai kapitalisme

  4. Hadeuh bosan euuy. Kenapa mutah yang selau dibawa2 hati ini rasanyaaa……………nyeri, nyeri, nyeri moal benang di ubaran. Aduh alah ieuh tega teh teuing. Meungpeung urang can batian pek geura serahkeun talak tilu sakalian.

  5. […] Kedustaan Muhammad Abdurrahman Al Amiry Terhadap Syi’ah Dalam Dialog Dengan Emilia Renita […]

  6. Rasanya untuk menggapai kebenaran itu perlu sabar, ikhlas dan tekun belajar terus tabayyun dari dua sisi tanpa rasa memihak, nanti insyaalllah hidayah akan turun. wallahu a’lam

  7. @SP

    Anda menilai debat tersebut tidak banyak memberi manfaat bagi pencari kebenaran, dan anda beranggapan bahwa Al Amiri dan Emilia tidak menguasai hujjah-hujah yang sedang di diskusikan. Tapi kalau boleh saya berkomentar, ada sebagian orang terlahir dengan kemampuan artikulasi yang luar biasa atau dikaruniakan daya ingat yang tajam. Bertasbihlah kepada Allah bagi mereka-mereka yang dikaruniakan bakat seperti itu. Sedang bagi mereka-mereka yang tidak dilahirkan dengan bakat tersebut janganlah mereka dikerdilkan dengan kalimat yang seolah-olah membanggakan kita diri sendiri.

  8. @rezak

    Anda menilai debat tersebut tidak banyak memberi manfaat bagi pencari kebenaran, dan anda beranggapan bahwa Al Amiri dan Emilia tidak menguasai hujjah-hujah yang sedang di diskusikan. Tapi kalau boleh saya berkomentar, ada sebagian orang terlahir dengan kemampuan artikulasi yang luar biasa atau dikaruniakan daya ingat yang tajam. Bertasbihlah kepada Allah bagi mereka-mereka yang dikaruniakan bakat seperti itu. Sedang bagi mereka-mereka yang tidak dilahirkan dengan bakat tersebut janganlah mereka dikerdilkan dengan kalimat yang seolah-olah membanggakan kita diri sendiri.

    Saya menyatakan hal tersebut dari apa yang saya baca pada dialog mereka. Al Amiriy berhujjah dengan riwayat-riwayat Syi’ah dan telah ditunjukkan di atas bahwa hal itu adalah dusta. Ini bukti bahwa ia tidak paham hujjah yang ia gunakan. Emilia tidak banyak menanggapi hujjah Al Amiriy, ia malah berhujjah dengan riwayat dalam kitab Sunni yang dengan mudah dibantah oleh Al Amiriy. Saya menilai bantahan Al Amiriy bukan bantahan yang kuat yang sebenarnya bisa dibantah lagi secara ilmiah. Tetapi saya tidak melihat Emilia membantahnya dengan baik. Ini bukti bahwa Emilia kurang memahami dengan baik hujjah yang ia gunakan.

    Hal ini tidak ada hubungannya dengan kemampuan artikulasi yang luar biasa atau daya ingat tajam. Ini hanya tergantung dengan persiapan dan pemahaman yang baik. Siapapun orangnya jika ingin berdialog dengan orang lain maka ia harus mempersiapkan dengan baik hujjah yang akan ia gunakan dan memahami dengan baik hujjah tersebut. Akan lebih baik jika ia sudah memperkirakan bantahan yang akan muncul dari lawan dialognya dan mempersiapkan hujjah bantahannya.

    Tidak ada niat saya membanggakan diri sendiri. Alangkah rendahnya jika seseorang bangga dengan hal-hal seperti ini. Bagaimana mungkin dengan ilmu secuil seseorang bisa merasa bangga?. Keduanya saya rasa lebih berilmu dibanding saya, Al Amiriy sudah lama bergelut dengan ilmu-ilmu agama bisa dilihat dari pendidikannya, Emilia lebih tua dari saya, lebih mengenal islam Syi’ah dan menjadi penganut Syi’ah bahkan ia sudah memiliki beberapa karya tulis tetapi hal-hal itu tidak menafikan fakta yang saya lihat mengenai dialog tersebut

    Kebenaran itu objektif, siapapun orangnya dan setinggi apapun kedudukannya tetap saja perkataannya harus ditimbang dengan standar kebenaran. Oleh karena itu jika dikatakan hujjah seseorang tidak bernilai atau ia ternyata kurang memahami hujjah dengan baik bukan berarti ia sedang dikerdilkan. Apa yang harus dikatakan kalau faktanya begitu?. Apakah kita katakan hujjahnya baik dan ilmiah hanya untuk menjaga nama baiknya?. Kesalahan itu bisa terjadi pada siapa saja, jauh lebih penting belajar dari kesalahan daripada berpuas dengan harga diri semu.

    Perkataan yang saya gunakan di atas bukan “tidak menguasai hujjah-hujjah yang sedang didiskusikan” tetapi “kurang memahami dengan baik hujjah-hujjah yang mereka diskusikan”. Saya tidak melihat hal ini sebagai sesuatu yang anda isyaratkan mengkerdilkan mereka. Coba kasih saya contoh bahasa yang pas menurut anda, mungkin saya bisa belajar dari anda cara mengungkapkan perkara ini tanpa mengkerdilkan mereka dan seolah membanggakan diri sendiri sebagaimana yang anda maksudkan.

  9. Nikah Mut’ah itu halal, tetapi tidak usah dilakukan jika tidak diperlukan.
    (Benar beginikan? Ini kesimpulan saya stlh membaca diatas.)

    Pertanyaan: Kondisi yg bagaimanakah seseorang bisa nikah mut’ah?
    Apakah seperti duda/janda yg perlu melakukan nikah mut’ah? atau bagaimana?

  10. DULU SBLM REVOLUSI IRAN ANTARA SYIAH DAN SUNNI ADEM2 SJ,,, KOK SETELAHNYA SEMUA PD SERANG IRAN DAN SYIAH KAFIR,,, KLO DIURUT2 BUKAN DIPIJET2,,, MK KESIMPULANNYA CUMA MASALAH POLITIK SJ. TPI SAYANGNYA PIHAK SUNNI LEBIH BERPIHAK PD PAMAN SAMIRY YG JELAS2 ITU SDH DIINGATKAN DLM QURAN AKAN MEMBUAT ISLAM TERPECAH BELAH.

  11. Insyaallah, nikah mut”ah itu memang halal. Diskusi soal ini perlu cara jujur dan ikhlas, jangan dengan rasa benci dan egois. Kalau ada yg simpulkan wanita bersuami harus mut’ah lagi, saya yakin, sadar atau tidak, dia mengkaji berdasar kebencian. Yg demikian bukan diskusi cari kebenaran namanya, tapi cari pembenaran egois, Ini berbahaya. Wallahu a’alam.

  12. Secara akal sehat nikah mut ah gak bisa diterima, dan rasanya tidak mungkin sekali tuhan mengizinkannya,dengan alasan apapun karena lbh byk mudorotnya dan dengan syarat apapun dan dalam logikabapapin, akan lebih baik bagi manusia menahan hawa nafsunya dengan berpuasa. Ini akan sangat mudah diselewengkan jika di ditetaplan dalam hukum, gak mungkin tuhan memberikan ketetapan hukum yg sarat akan kontroversi apalagi diperuntukan sampai akhir zaman, lebih masuk akal hal ini buatan manusia untuk kepentingan pribadi dan dijadikan landasan hukum, karna manusia ya tmpatnya salah. Bukannya kita diberi tuhan akal untuk berfikir

  13. @Putra:
    Secara akal sehat, poligami juga tidak bisa diterima, Potong tangan juga ga bisa diterima, rajam, dst..dst..
    Akal sehat tunduk di hadapan nash yang jelas.

  14. Lebih adil kalau diadakan penelitian menggunakan metodologi ilmiyah dari sudut pandang ilmu sosial dan psikologi mengenai nikah mutah ini. Dosen ilmu sosial serta dosen ilmu psikologi dari negara-negara islam berkumpul untuk melakukan riset di negara Iran. Mereka bisa mewawancarai orang-orang yang telah melakukan nikah mutah, meneliti dan melihat secara langsung dampak sosial atau psikologis dari nikah mutah di masyarakat. Apakah nikah mutah merupakan solusi sosial serta membawa dampak positif bagi masyarakat atau malah berdampak negatif. Bagaimanakah dengan jiwa serta tumbuh kembang anak yang lahir dari hasil nikah mutah atau bagaimana dengan status sosial serta masa depan wanita yang telah menyelesaikan kontrak nikahnya. Apakah ada hubungan langsung antara nikah mutah dengan menurunnya penyakit-penyakit sosial di masyarakat. Dan masih banyak parameter lainnya yang dapat diuji dan dianalisa. Studi ini sebaiknya dilakukan secara komprehensif dengan mengambil sampel populasi yang besar dan banyak. Hasil penelitian kemudian dipresentasikan dalam suatu simposium. Para alim faqih atau mufti dapat dilibatkan untuk mengeluarkan fatwa sebagai keputusan finalnya.

  15. Bahkan seandainya seluruh manusia menolak, apa yang ditetapkan oleh Allah tidak akan berubah.

    @Encep:
    Katakanlah dilakukan penelitian ilimiah tentang poligami, dan aspek sosial serta psikologinya kepada masyarakat. Yang ternyata hasilnya lebih banyak orang yang menolak poligami apakah poligami akan diharamkan?

  16. @Sekar

    Mungkin kita akan berdosa besar kalau poligami diharamkan. Tapi kalau nikah mutah diharamkan sepertinya tidak apa-apa. Saya bukan ustad jadi tidak paham betul.

  17. @Sekar

    Apa yang ditetapkan Allah tidak akan berubah, sampean kayak ISIS dong slogannya kan La hukma illa Lillah. Potong tangan, rajam, di salib, dibakar hidup-hidup diadopsi sama ISIS. Silahkan sampean hijrah gabung ISIS saja, memangnya dunia ini sempit. NKRI jelas bukan tempat ideal buat sampean tinggal karena NKRI tidak menerapkan hukuman rajam, salib, potong tangan, potong leher, dibakar hidup-hidup.
    Kata sampean akal sehat tunduk dihadapan nash, memangnya akal sehat sampean bisa nerima NKRI tidak menerapkan hukum Islam. Atau akal sehat sampeyan harus tunduk dihadapan nash. Gih, beli tiket sama bikin passpor saja. #ISIS#IslamNusantara

  18. @guardian
    Anda tidak memahami antara tidak dapat diubah dan tidak dilaksanakan. Bahwa poligami halal tidak akan dapat diubah lagi, karena sesudah Rasulullah tidak bakal ada nabi lagi (tidak ada risalah baru lagi) tetapi apakah poligami wajib dilaksanakan. Hukum seperti potong tangan, rajam, hukum mati bisa ditetapkan ketika lingkungan mendukung. Sebagai contoh adalah, ketika Nabi memulai menyebarkan Islam, beliau tidak langsung menerapkah hukum2 Islam.
    Ada logika yang harus dibenahi dalam pemahaman anda.
    BTW:
    1) Islam tidak mengenal hukum bakar hidup2.
    2) Darimana anda ngambil kesimpulan kalau saya tidak menerima NKRI?

  19. @Sekar

    Maaf, Saya kontak via yahoo messenger itu emailnya, tolong dicek kalau sempat. Ada yang mau saya tanyakan 🙂

  20. @Sekar

    Ada logika yang harus dibenahi dalam pemahaman sampeyan

    1. Mengapa sampeyan nulis poligami itu halal sehingga tidak dapat diubah. maksudna tidak dapat diubah apakah kaum pria sampai kiamat diperbolehkan untuk berpoligami? sampeyan kyknya masih bingung dengan posisi poligami menurut para ulama apakah halal, sunnah atau mubah ditambah sampeyan masih kacau mbedain halal, boleh dan mubah. Btw ada tuh ulama yang ngelarang poligami.
    2. Ketika nabi awal mulai berdakwah memang hukum2 Islam belum diperintahkan oleh Allah. Sekiranya Allah telah memerintahkan nabi tentu akan melaksanakan perintah itu. Apakah alasan Allah menahan perintah hukum Islam diawal2 dakwah nabi dikarenakan lingkungan belum mendukung seperti dugaan sampeyan.

    Betul dalam Islam tdk ada hukum bakar hidup2. Tak Kira sampeyan datang dari kelompok pendukung ISIS. Pendukung ISIS pasti anti NKRI yo wes kalau sampeyan bukan fansnya ISIS

  21. @sekar

    Secara akal sehat, poligami juga tidak bisa diterima, Potong tangan juga ga bisa diterima, rajam, dst..dst..
    Akal sehat tunduk di hadapan nash yang jelas.

    Saya melihat ketergesa2an dalam anda membuat kesimpulan. Jangan karena tidak mampu menjelaskan dengan akal sehat kemudian kita menganggap akal sehat bisa bertentangan (tunduk) dengan terhadap nash (yang benar).
    Tidak mungkin kebenaran bertentangan dengan akal sehat. Poligami dan semua doktrin lainnya sangat2 masuk akal sehat dan sistem lain di islam. Kalau anda kesulitan menerima penjelasan saya yang no body, silahkan anda ikuti di youtube debat2 antara islam dan kelompok humanis.

    salam.

  22. @Sekar

    Hukum rajam dan potong tangan bagi penduduk Mekah dan Medinah pra Islam sudah tidak asing lagi. Terlebih komunitas Yahudi dan Nasrani telah lama bersinggungan dengan penduduk kota itu. Bahkan di beberapa kota pagan kuno di Timur Tengah hukuman rajam telah lama diterapkan jauh sebelum Musa menerima 10 perintah Tuhan. Jadi saya melihat penduduk asli Mekah maupun Madinah tidak akan terheran2 dan merasa asing dengan hukum Islam ataupun akhirnya menolak sekiranya Allah memerintahkan hukum Islam untuk diterapkan di awal dakwah Nabi.

    @truthseeker08

    Tidak mungkin kebenaran bertentangan dengan akal sehat.

    Tidak selalu harus seperti itu. Dalam beberapa hal bisa saja terjadi kebenaran bertentangan dengan akal sehat.

    Karena dalam beragama dan sebagai orang yang beriman terkadang kita harus meyakini akan kebenaran meskipun bertentangan dengan akal sehat saya contohkan saja salah satunya percaya kepada hal-hal ghaib seperti malaikat.

    Akal sehat tanpa dibungkus Iman maka kita akan melesat cepat bak anak panah yang dilepas dari busurnya tak tentu arah. Akal sehat yang terlalu ketat dibungkus oleh Iman maka seakan2 kita hidup di masa lampau.

  23. Pelangi senja
    Sejak kapan percaya kepada hal2 yang ghaib bertentangn dengan akal sehat? Akal sehat saya bisa menerima dengan mudah 🙂

    salam

  24. @truthseeker08

    Tentu saja! dan sudah seharusnya percaya kepada hal ghaib seperti malaikat mudah diterima oleh akal sehat anda, anda orang yang beriman dan percaya adanya Tuhan kan? Tidak ada yang istimewa tuh dari pernyataan anda itu 😀

  25. @Pelangi senja
    Jadi maksud anda akal sehat orang yang beriman dengan tidak beriman itu beda?. Lebih baik anda pahami dulu dengan cermat apa itu akal sehat, jangan2 anda tidak bisa membedakan antara akal sehat dengan ilmiah… 🙂

    salam.

  26. @truthseeker08

    Orang tidak beriman yang anda maksudkan itu siapa? Apakah orang ateis kah?

    Baiklah, silahkan anda pikirkan sendiri apakah akal sehat orang beriman dan orang ateis berbeda atau sama dalam memahami permasalahan yang kita bahas sekarang.

    Pertanyaan saya selanjutnya……

    Apa yang membuat akal sehat anda sulit untuk menerima bahwa imam yang diberi pentunjuk adalah para Imam Ahlul Bait. Apakah sama atau berbeda akal sehat anda dengan sdr. Jafar dalam memahami permasalahan yang saya sebutkan diatas ? 🙂

    Saya tidak menyalahkan anda sepenuhnya bila anda mudah untuk mengobral kata di sini. Mungkin karena usia anda masih sangat muda sekali 🙂

  27. @PS
    Saudara PS, ketika kita bicara akal sehat maka kita bicara akal yang memang sehat/benar, apakah di orang beriman ataupun di orang kafir akan sama dan akan tetap ada. Pada orang kafir bukan mereka tidak memiliki akal sehat, ketika mereka dalam kekafiran itu artinya mereka ttidak menggunakan akal sehat (bukan tidak punya). Sehingga kita bisa melihat tidak sedikit orang kafir yang bisa mendapat hidayah ketika mereka menggunakan akal sehat mereka. Sebaliknya tidak sedikit juga “muslim” yang tidak menggunakan akal sehatnya sehingga bertingkah laku layaknya “kafirun”.
    kembali kepada hal2 ghaib, tidaklah bertentangan dengan akal sehat. Tidak juga bisa serta merta dikatakan bertentangan dengan sains. Yang bisa dikatakan hanyalah bahwa hal2 ghaib tersebut belum bisa dijelaskan atau dijangkau oleh sains. Menurut akal sehat sangat tidak bermasalah.

    Apa yang membuat akal sehat anda sulit untuk menerima bahwa imam yang diberi pentunjuk adalah para Imam Ahlul Bait. Apakah sama atau berbeda akal sehat anda dengan sdr. Jafar dalam memahami permasalahan yang saya sebutkan diatas ?

    Kesalahan anda:
    Pertama: yang menolak statement bukan akal sehat saya. ketika ada banyak teori (yang semuanya masuk akal sehat, maka pilihan kita atas beberapa teori tersebut bukan menjadikan kita gagal dalam menggunakan akal sehat) maka pilihan atas teori tersebut tidak sekedar berhenti pada masuk atau tidak dalam akal sehat, tapi ada dasar2 analisa lain sehingga saya memilih teori yang berbeda dengan anda.
    Kedua: saya tidak pernah mengatakan/menolak bahwa Imam yang diberi petunjuk adalah para Imam Ahlul Bayt (silahkan baca lagi yang teliti dan kerahkan kemampuan akal anda untuk membedakan dan memahami statement saya).
    Saya tidak akan jawab dulu sampai anda memahami dimana salahnya anda 🙂

    PS: terima kasih atas pujian “kemudaan saya” 🙂
    Maaf juga kalau balasan2nya agak lama, karena moderasi di SP cukup lama. Mungkin saya masuk kategori “hampir blacklist”.di blog ini.

    Salam.

  28. @truthseeker08

    Saudara TS08, Silahkan saja itu pendapat anda. Tapi saya melihat anda berusaha untuk menyederhanakan permasalahan disini dengan cara membebankan semuanya kepada akal sehat. Bagi saya akal sehat tidaklah berdiri sendiri. Ada banyak sekali faktor X yang berperan mendukung akal sehat. Oleh karenanya saya cenderung untuk tidak memisahkan akal sehat dengan faktor2 yang mendukungnya itu, keduanya saling berkaitan. Sehingga meskipun orang beriman dan ateis masing2 memiliki akal sehat akan tetapi karena faktor yang mendukung akal sehat mereka tidak sama maka akal sehat mereka jelas berbeda.

    Ketika anda berbicara mengenai hidayah kepada orang ateis, disini sekali lagi anda menyederhanakan konsep hidayah sebatas pada pemahaman akal sehat semata, itu terlihat konyol. Hidayah adalah hal ghaib dan sepenuhya hak milik Allah. Sama halnya dengan seorang muslim yang bertingkah seperti firaun tidak dapat dikaitkan semata2 hanya kepada akal sehat orang itu.

    Mungkin mudah bagi anda untuk memahami hal2 ghaib dalam agama, tapi tidak semua manusia seperti anda bukan. Bagaimanakah cara akal sehat anda tidak mempermasalahkan 1001 macam pertanyaan yang mungkin timbul dalam kaitannya dengan hal2 ghaib dalam agama. Bisa anda bagi tipsnya disini.

    Ketika anda mengatakan:
    ada dasar2 analisa lain sehingga anda memilih teori yang berbeda dengan saya.
    Maka pertanyaan saya, anda memahami “dasar2 analisa lain” itu menggunakan jempol anda kah atau anda gunakan akal sehat anda lagi?…jangan2 anda sebetulnya paham bahwa akal sehat tidaklah berdiri sendiri. Ada banyak faktor X yang mendukung yang pada akhirnya membedakan akal sehat anda dengan orang lain.

    saya tidak pernah menuduh bahwa anda meyakini Imam yang diberi petunjuk terbatas HANYA kepada para Imam Ahlul Bayt saja. (silahkan baca lagi yang teliti dan kerahkan kemampuan akal anda untuk membedakan dan memahami statement saya).
    Saya tidak akan menanggapi dulu sampai anda memahami dimana salahnya anda😀

  29. Syi’ah syi’ah semakin hebat saja kau menebar dusta

  30. @Bayu

    Maaf siapa yang anda tuduh Syi’ah disini? dan siapa yang anda tuduh menebar dusta disini?. Tolong silakan dibuktikan karena kalau tidak bisa maka silakan akui kalau andalah yang sedang berdusta

  31. Udah ,emg Syiah g pernah bener g sah bnyk ngelak .

  32. Bagaimana setatus anak dari hasil mut,ah apakahnantinanya akan bisa di mutah lagi oleh bapak biologisnya?

Tinggalkan komentar