Fiqh Syi’ah Boleh Meludah Di Masjid Ataukah Fiqh Sunni? Contoh Imam Ma’shum Atau Rasulullah

Fiqh Syi’ah Boleh Meludah Di Masjid Ataukah Fiqh Sunni? Contoh Imam Ma’shum Atau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]

Blog penebar fitnah yang ngaku-ngaku pengikut sunnah gemar sekali membuat tuduhan terhadap mazhab Syi’ah. Kali ini tuduhannya adalah bahwa Syi’ah membolehkan meludah di Masjidil Haram dan itu mengikut contoh Imam ma’shum.

.

.

Bagaimanakah sebenarnya pandangan mazhab Syi’ah mengenai perkara ini. Pertama kali adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’anul Kariim

وَإِذْ بَوَّأْنَا لإبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud [QS. Al-Hajj : 26].

Masjid adalah tempat yang dimuliakan bagi kaum muslimin. Ada beberapa hal yang termasuk larangan dilakukan di masjid sebagai satu adab penghormatan termasuk larangan meludah di dalamnya

أحمد بن محمد عن محمد بن يحيى عن غياث بن إبراهيم عن جعفر عن أبيه عن آبائه عليهم السلام ان عليا عليه السلام قال: البزاق في المسجد خطيئة وكفارته دفنه

Ahmad bin Muhammad dari Muhammad bin Yahya dari Ghiyaats bin Ibrahiim dari Ja’far dari Ayahnya dari ayah-ayahnya [‘alaihimus salam] bahwa Aliy [‘alaihis salaam] berkata “meludah di dalam masjid adalah kesalahan dan kaffarahnya adalah menimbunnya” [Tahdzib Al Ahkam Syaikh Ath Thuusiy 3/256]

Riwayat ini kedudukannya shahih di sisi Syiah, para perawinya tsiqat dalam Ilmu Rijal Syi’ah

  1. Ahmad bin Muhammad bin Iisa seorang yang tsiqat [Mu’jam Rijal Al Hadits Sayyid Al Khu’iy 3/85 no 902]
  2. Muhammad bin Yahya Al Khazzaaz, seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 359 no 964]
  3. Ghiyaats bin Ibrahiim At Tamimiy seorang yang tsiqat, meriwayatkan dari ‘Abu Abdullah [Imam Ja’far] [Rijal An Najasyiy hal 305 no 833]

Ini adalah adab yang berlaku bagi kaum muslimin baik Ahlus sunnah maupun Syi’ah, tetapi para pendusta berusaha menuduh dan merendahkan mazhab Syi’ah dengan mengutip riwayat berikut

محمد بن يعقوب ، عن الحسين بن محمد ، عن عبد الله بن عامر ، عن علي بن مهزيار قال : رأيت أبا جعفر الثاني (عليه السلام) يتفل في المسجد الحرام فيما بين الركن اليماني والحجر الاسود ، ولم يدفنه.

Muhammad bin Ya’quub dari Al-Husain bin Muhammad, dari ‘Abdullah bin ‘Aamir, dari ‘Aliy bin Mahziyaar, ia berkata “Aku pernah melihat Abu Ja’far Ats-Tsaaniy [‘alaihis-salaam] meludah di Masjidil Haraam di tempat antara Rukun Yamaniydan Hajar Aswad tanpa menimbunnya” [Wasaailusy Syii’ah no. 6384. Juga dalam Al-Kaafiy 3/370].

Riwayat ini telah dijelaskan oleh Muhammad Taqiy Al Majlisiy bahwa ini adalah kekhususan para Imam

الظاهر أنه لبيان الجواز (أو يقال) إنه من خصائصهم ( ع ) لأنه ليس في بصاقهم خباثة بل يتشرف المسجد به

Yang nampak bahwa riwayat tersebut sebagai penjelasan bolehnya meludah di dalam masjid [atau dikatakan], sesungguhnya ia termasuk kekhususan para imam [‘alaihis-salaam] karena tidak ada dalam ludah mereka najis, dan bahkan masjid menjadi mulia dengannya [Raudhatul Muttaqiin Fii Syarh Man Laa Yahdhurruhu Al Faqiihlish-Shaduuq, 2/203]

.

.

Sebenarnya riwayat tentang kebolehan meludah di masjid juga terdapat dalam hadis-hadis ahlussunnah sebagaimana berikut

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب جميعا عن ابن علية قال زهير حدثنا ابن علية عن القاسم بن مهران عن أبي رافع عن أبي هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم رأى نخامة في قبلة المسجد فاقبل على الناس فقال ما بال أحدكم يقوم مستقبل ربه فيتنخع امامه أيحب أحدكم ان يستقبل فيتنخع في وجهه فإذا تنخع أحدكم فليتنخع عن يساره تحت قدمه

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb keduanya berkata dari Ibnu ‘Ulayyah dari Qaasim bin Mihraan dari Abu Raafi’ dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melihat dahak pada dinding kiblat masjid Kemudian Beliau menghadap kepada orang-orang seraya bersabda “Bagaimana pendapat kalian, jika ada orang sedang shalat menghadapi Tuhan-nya, lalu dia meludah ke hadapan-Nya? Senangkah kalian bila kalian sedang dihadapi seseorang, lalu orang itu meludahi muka kalian?. Oleh karena itu jika salah seorang dari kalian meludah ketika shalat, maka hendaklah dia meludah ke kiri atau ke bawah kaki kalian… [Shahih Muslim no 550]

Faedah yang dapat diambil dari hadis ini adalah larangan meludah ke arah kiblat di dalam masjid pada saat shalat tetapi jika ingin meludah maka dibolehkan meludah ke kiri atau ke bawah kaki, dan tentu saja ini masih di dalam masjid. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pun pernah melakukan hal ini dan Beliau tidak menimbunnya tetapi menggosoknya dengan sandal Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam]

حدثنا عبيد الله بن معاذ العنبري حدثنا أبي حدثنا كهمس عن يزيد بن عبد الله بن الشخير عن أبيه قال صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فرأيته تنخع فدنكها بنعله

Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin Mu’adz Al ‘Anbariy yang berkata telah menceritakan ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Kahmas dari Yazid bin ‘Abdullah bin Asy Syikhkhiir dari Ayahnya yang berkata aku shalat bersama Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan aku melihat Beliau meludah kemudian menggosok-gosoknya dengan sandal-nya [Shahih Muslim no 554]

.

Sedikit catatan mengenai ludah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], diriwayatkan dengan sanad shahih bahwa ludah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] suci tidaklah mengandung najis bahkan berkhasiat menyembuhkan sakit

ثم إن عروة جعل يرمق أصحاب النبى – صلى الله عليه وسلم – بعينيه . قال فوالله ما تنخم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – نخامة إلا وقعت فى كف رجل منهم فدلك بها وجهه وجلده ، وإذا أمرهم ابتدروا أمره ، وإذا توضأ كادوا يقتتلون على وضوئه ، وإذا تكلم خفضوا أصواتهم عنده ،

Kemudian Urwah memperhatikan para sahabat Nabi dengan kedua matanya. Ia berkata,”Demi Allah! Tidaklah Rasulullah mengeluarkan dahak, kecuali mengenai tangan salah seorang dari mereka, lalu menggosokkannya ke wajah dan kulitnya. Dan jika Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan mereka, maka mereka segera melaksanakannya. Juga jika Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berwudhu, maka mereka seakan-akan berperang memperebutkan sisa air wudhunya. Dan jika berbicara, mereka merendahkan suara-suara mereka di sisinya…[Shahih Bukhari no 2732]

فقال أين علي فقيل يشتكي عينيه فأمر فدعي له فبصق في عينيه فبرأ مكانه حتى كأنه لك يكن به شيء

Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “dimana Aliy?”. Maka dikatakan ia sakit kedua matanya. Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memanggilnya kemudian meludahi kedua matanya hingga sembuh seolah-olah belum terkena penyakit sedikitpun…[Shahih Bukhari no 2783]

Akhir kata sebenarnya tidak ada alasan menjadikan perkara ini sebagai bahan celaan terhadap mazhab Syi’ah mengingat perkara yang sama juga ditemukan dalam kitab mazhab Ahlus Sunnah. Begitulah fitnah dari orang yang hatinya sudah dipenuhi dengan kebencian terhadap Syi’ah, ia tidak bisa melihat kebenaran dengan objektif karena yang nampak di matanya hanyalah apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.

Note : Tulisan penebar fitnah yang dimaksud dapat dilihat disini http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/05/fiqh-syiah-4-boleh-meludah-di-kabah.html

4 Tanggapan

  1. Bung SP,

    Tidak bisa berkata-kata lagi. Habis pujian dari saya untuk anda..

    Bagus sekali penjelasan anda.
    Many Thanks.

  2. Semoga Allah senantiasa Meridhai mas SP yang giat membela para Kekasih-Nya… Shalawat dan al Fatihah atas segala kebaikan Allah SWT untuk mas SP…

  3. Insya Allah, bila cahaya kebenaran itu telah menyapa hati maka tidak ada jin ataupun manusia yang mampu untuk menggantikannya.
    Bukanlah hijab Suni atau Syiah yang menentukan kemulian akhlak seseorang. Tetapi kemuliaan akhlak seseorang itu dapat terlihat dari lisannya

  4. saya sangat mengharapkan adanya counter pendapat dari fihak yang berbeda dengan dalil dan argumen ilmiah supaya memperkaya keilmual pembaca, masalah mau ikut pendapat yang mana, biarlah masing2 mendapat kemerdekaan menentukan pilihan sendiri.

Tinggalkan komentar