Studi Kritis Hadis Larangan Menyiksa Dengan Azab Allah SWT : Dilema Salafy Nashibi

Studi Kritis Hadis Larangan Menyiksa Dengan Azab Allah SWT : Dilema Salafy Nashibi

Salafy nashibi menjadikan hadis larangan menyiksa dengan azab Allah SWT untuk merendahkan Imam Ali. Mereka dengan senang hati menyalahkan Imam Ali dan mengatakan perbuatan Imam Ali itu bertentangan dengan fitrah manusia. Kami pernah membantah hal ini dengan menyatakan Imam Ali tidaklah menyiksa kaum tersebut dengan api tetapi membunuh mereka terlebih dahulu baru kemudian membakar jasad mereka. Perbuatan Imam Ali ini jelas tidak masuk dalam kategori “menyiksa dengan azab Allah”.

Nashibi yang lemah akalnya tetap saja menyatakan bahwa hal itu tidak ada bedanya dan ia bersikeras perbuatan Imam Ali menyalahi fitrah manusia. Tulisan ini kami buat untuk menunjukkan kelemahan akal nashibi dalam berhujjah. Jika perbuatan “membunuh baru kemudian membakar jasad” termasuk dalam “menyiksa dengan azab Allah” maka nashibi akan menghadapi konsekuensi yang kami yakin mereka sendiri tidak akan menerimanya. Silakan ikuti pembahasan ini dengan hati-hati.

Hadis larangan menyiksa dengan azab Allah SWT atau dengan api ternyata bersifat umum, berlaku untuk semua jenis makhluk bahkan binatang sekalipun. Hal ini nampak dalam hadis shahih berikut

حدثنا أبو صالح محبوب بن موسى أخبرنا أبو إسحاق الفزاري عن أبي إسحاق الشيباني عن ابن سعد قال أبو داود وهو الحسن بن سعد عن عبد الرحمن بن عبد الله عن أبيه قال كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في سفر فانطلق لحاجته فرأينا حمرة ( طائر صغير ) معها فرخان فأخذنا فرخيها فجاءت الحمرة فجعلت تعرش فجاء النبي صلى الله عليه و سلم فقال ” من فجع هذه بولدها ؟ ردوا إليها ولدها ” ورأى قرية نمل قد حرقناها فقال ” من حرق هذه ؟ ” قلنا نحن قال ” إنه لا ينبغي أن يعذب بالنار إلا رب النار “

Telah menceritakan kepada kami Abu Shalih Mahbuub bin Muusa yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Ishaq Al Fazaari dari Abi Ishaq Asy Syaibani dari Ibnu Sa’d, Abu Dawud berkata Ia adalah Hasan bin Sa’d dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah dari ayahnya yang berkata kami bersama Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam perjalanan, kemudian beliau pergi menunaikan hajatnya. Kami melihat hummarah [burung kecil] bersama kedua anaknya. Kami menangkap kedua anak burung itu maka hummarah [burung kecil] tersebut membentangkan sayapnya. Kemudian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang dan berkata “siapa yang mengganggunya dengan menangkap anak-anaknya? Kembalikanlah anak-anaknya kepadanya. Kemudian Beliau melihat sarang semut yang kami bakar dan berkata “siapa yang telah membakarnya?”. Kami berkata “kami”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “sesungguhnya tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Rabb yang menciptakan api” [Shahih Sunan Abu Dawud 2/789 no 5268, Syaikh Al Albani berkata “shahih”]

Dari hadis di atas dapat diambil faedah bahwa hadis larangan menyiksa dengan api juga berlaku terhadap binatang. Jika membunuh binatang dan membakar jasad mereka dinyatakan termasuk dalam larangan “menyiksa dengan api” maka hal ini menjadi sangat musykil.

Dimana letak kemusykilannya?. Jika anda menyembelih ayam, kambing, sapi atau unta kemudian anda membakar jasad binatang-binatang itu maka anda termasuk menyiksa dengan api atau azab Allah SWT dan itu dilarang [sesuai hadis di atas]. Faktanya hal ini sudah menjadi kebiasaan umum bagi umat islam. Pernahkah anda memakan ayam bakar atau kambing bakar?. Kami yakin anda pasti pernah memakannya. Nah menurut keyakinan salafy nashibi, hal itu termasuk dalam menyiksa dengan api yang diharamkan.

Jadi maksud sebenarnya hadis larangan “menyiksa dengan api” adalah membakar hidup-hidup sedangkan membakar jasad mereka [yang sudah mati] tidak termasuk kedalamnya. Disini kami tidak sedang menyatakan kalau membakar jasad manusia itu hukumnya sama dengan membakar jasad binatang. Kami hanya menunjukkan makna sebenarnya dari hadis “larangan menyiksa dengan api”.

Apa yang dilakukan Imam Ali terhadap suatu kaum dengan membakar jasad mereka [setelah membunuh mereka] adalah kekhususan yang diberikan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], hal ini tampak dalam suatu riwayat dimana ketika Imam Ali membakar mereka, Beliau berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Perkataan ini menunjukkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan kabar kepada Imam Ali mengenai kaum tersebut dan apa yang harus dilakukan terhadap mereka.

Kalau ada orang yang menyalahkan perbuatan Imam Ali dengan hadis “larangan menyiksa dengan api atau azab Allah” maka ia telah keliru dalam menempatkan hadis tersebut. Seperti yang kami jelaskan, hadis larangan menyiksa dengan api bermakna larangan membakar hidup-hidup, karena pada dasarnya yang dinamakan “menyiksa” itu diperuntukkan bagi “orang yang masih hidup sehingga masih bisa merasakan siksaan” bukan untuk orang mati atau jasad yang sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

Salafy nashibi yang berulang-ulang menyalahkan Imam Ali dalam perkara ini hanya menunjukkan kemunafikan yang ada pada diri mereka. Sikap keras hati mereka dalam perkara ini karena mereka membenci syiah yang meyakini kema’shuman Imam Ali. Mereka menjadikan hal ini untuk membuktikan kalau Imam Ali tidak ma’shum. Salafy nashibi menentang keyakinan ma’shumnya ahlul bait karena menurut mereka yang ma’shum hanyalah Nabi dan Rasul. Sayang sekali sebenarnya nashibi itu telah mangalami tanaqudh [kontradiksi].

حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا المغيرة ( يعني ابن عبدالرحمن الحزامي ) عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة
أن النبي صلى الله عليه و سلم قال نزل نبي من الأنبياء تحت شجرة فلدغته نملة فأمر بجهازه فأخرج من تحتها ثم أمر بها فأحرقت فأوحى الله إليه فهلا نملة واحدة

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Mughirah [yaitu Ibnu ‘Abdurrahman Al Hizaamiy dari Abi Az Zanaad dari Al ‘A’raaj dari Abu Hurairah bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “seorang Nabi dari kalangan para Nabi berhenti di bawah pohon lalu dia digigit seekor semut, kemudian Ia memerintahkan untuk mengeluarkan makanan dan mengeluarkan semua semut dari sarangnya kemudian ia memerintahkan untuk membakar semua semut itu. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya “bukankah seekor semut saja” [Shahih Muslim 4/1759 no 2241]

Bukankah dari hadis shahih diketahui bahwa hanya Allah SWT yang boleh membakar dengan api?. Apakah perbuatan salah seorang Nabi di atas termasuk “menyiksa dengan api”?. Bukankah Nabi itu ma’shum?. Bukankah hal ini bertentangan dengan apa yang diyakini oleh salafy nashibi terkait kema’shuman Nabi dan Rasul. Mereka sibuk mencela apa yang dilakukan Imam Ali tetapi apa yang akan mereka katakan tentang hadis di atas, apakah mereka akan mencela Nabi di atas atau mencari-cari pembelaan atas apa yang diperbuat oleh Nabi tersebut. Kami tidak menyalahkan Imam Ali ataupun Nabi tersebut, kami sekali lagi hanya ingin menunjukkan kontradiksi salafy nashibi dan kelemahan akal mereka dalam berhujjah. Jika mereka sibuk mempermasalahkan kema’shuman para Imam di sisi Syiah [dengan hadis ini] maka mengapa mereka tidak sibuk mempermasalahkan kema’shuman Nabi dan Rasul dalam keyakinan mereka. Salam Damai

23 Tanggapan

  1. Salafy nashibi memang lemah akalnya golongan dia tdk mampu untuk memberdayakan akalnya dg baik karena sekte wahabi sudah mengkebirikan peran akal. Makannya untuk menganalisis matan suatu hadis atau sejarah hasilnya sekte wahabi banyak yg r ancu dan kontradiksi.

    Ikrimah adalah salah satu perawi yg membenci Ahlul bait Nabi dan jelas2 ikrimah tdk bertemu dg Imam Ali sa.

  2. Tidakkah mereka membaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Ali : “Tidaklah seseorang yang mencintaimu kecuali dia adalah seorang mukmin dan tidak membencimu kecuali dia adalah seorang munafik”?

    Anehnya hadits ini selalu terpampang di salah blog nashibi.

    Salam

  3. Hmm… diantara kawan2 yang bermazhab ahlulbait, ada yang pernah menemukan riwayat pembakaran ini dalam kitab2 hadits ahlulbayt ga?

  4. nasibi salafi mmg amik 1 hadis tafsir ikut kpala… dia udah xnmpak hadis2 lain.. mahu kata bodoh ya apa2 aja..

  5. @armand

    Terpampang di blog siape?
    Tak heran kelakuan salafy munafik semua. Jika seorang Muslim berani membuat marah ahlul bait yang kemarahannya sama dengan kemarahan Tuhan, maka mereka berbuat apa saja..

    Salafy itu pengikut setia muawiyah laknatullah, maka semua sifat muawiyah menurun kepada mereka. Termasuk kekejaman dan inkonsistensi..

  6. Saya lihat penghujahan Sp menggunakan hadith nabi membakar semut itu tidak benar

    Mari kita teliti semula hadith tersebut

    حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا المغيرة ( يعني ابن عبدالرحمن الحزامي ) عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة
    أن النبي صلى الله عليه و سلم قال نزل نبي من الأنبياء تحت شجرة فلدغته نملة فأمر بجهازه فأخرج من تحتها ثم أمر بها فأحرقت فأوحى الله إليه فهلا نملة واحدة

    Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang berkata telah menceritakan kepada kami Mughirah [yaitu Ibnu ‘Abdurrahman Al Hizaamiy dari Abi Az Zanaad dari Al ‘A’raaj dari Abu Hurairah bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “seorang Nabi dari kalangan para Nabi berhenti di bawah pohon lalu dia digigit seekor semut, kemudian Ia memerintahkan untuk mengeluarkan makanan dan mengeluarkan semua semut dari sarangnya kemudian ia memerintahkan untuk membakar semua semut itu. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya “bukankah seekor semut saja” [Shahih Muslim 4/1759 no 2241]

    1. Kita dapati dari hadith ini, nabi tersebut tidaklah dilarang untuk membakr semut cumanya dia ditegur kerana membunuh semua semut.

    2. Hadith ini menunjukkan syariat nabi tersebut tidaklah sama dengan kita. Kita sedia maklum syariat nabi tidak semestinya sama.Sebagai contoh, syarat taubat pada jaman Musa a.s ialah membunuh diri. Maka hendaklah dibuktikan dahulu bahawa larangan membakar binatang juga termasuk dalam syariat nabi yang terdahulu

  7. al-Imam Nawawi dalam syarah sahih muslim menjelaskan pembakaran haiwan merupakan syariat umat terdahulu

    وَهَذَا الْحَدِيثُ مَحْمُولٌ عَلَى أَنَّ شَرْعَ ذَلِكَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِيهِ جَوَازُ قَتْلِ النَّمْلِ وَجَوَازُ الْإِحْرَاقِ بِالنَّارِ وَلَمْ يَعْتِبْ عَلَيْهِ فِي أَصْلِ الْقَتْلِ وَالْإِحْرَاقِ بَلْ فِي الزِّيَادَةِ على نملة واحدة قوله تعالى فهلانملة واحدة فَهَلَّا عَاقَبْتَ نَمْلَةً وَاحِدَةً هِيَ الَّتِي قَرَصَتْكَ لِأَنَّهَا الْجَانِيَةُ وَأَمَّا غَيْرُهَا فَلَيْسَ لَهَا جِنَايَةٌ وأما فى شرعنا فلايجوز الْإِحْرَاقُ بِالنَّارِ لِلْحَيَوَانِ إِلَّا إِذَا أَحْرَقَ إِنْسَانًا فَمَاتَ بِالْإِحْرَاقِ فَلِوَلِيِّهِ الِاقْتِصَاصُ بِإِحْرَاقِ الْجَانِي وَسَوَاءٌ فِي مَنْعِ الْإِحْرَاقِ بِالنَّارِ الْقَمْلُ وَغَيْرُهُ لِلْحَدِيثِ المشهور لايعذب بِالنَّارِ إِلَّا اللَّهُ

  8. @Karim
    maaf saya gak mau repot repot cukup anda perhatikan lafaz hadis
    إنه لا ينبغي أن يعذب بالنار إلا رب النار
    Tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Rabb yang menciptakan api.

    Hadis tersebut bersifat umum dan satu-satunya yang boleh mengazab dengan api adalah Allah SWT yang menciptakan api. Itulah zahir hadis di atas. Kalau anda mau memalingkan makna umumnya dengan dalih “tidak untuk umat terdahulu” demi melindungi kemaksuman Nabi maka saya bisa memakluminya 🙂

  9. Saya ingin bertanya kepada SP

    Riwayat sahih manakah menyatakan Rasulullah s.a.w pernah membunuh dan membakar mayat musuhnya?

  10. @Ahmad
    maaf apa pentingnya pertanyaan anda buat saya. Saya tidak berhujjah dengan hadis yang anda tanya. Kalau anda ingin membantah saya maka andalah yang harus menunjukkan bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang membunuh dan membakar mayat orang kafir?. Saya sendiri berpandangan bahwa Imam Ali telah mendapat kekhususan dalam hal ini dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].

    Lebih baik anda fokus pada inti tulisan yang saya sampaikan bahwa hadis larangan menyiksa dengan api tidak mencakup “membakar jasad yang sudah mati”. Hujjahnya sudah saya sampaikan di atas.

  11. Sp,

    Maknanya tindakan Ali r.a membakar mayat selepas membunuh menurut sunnah nabi hanya anggapan semata-mata ya?? Tiada hadith yang menyokongnya ya?

  12. @Ahmad
    maaf bung tolong dibaca kalimat saya yang ini

    Apa yang dilakukan Imam Ali terhadap suatu kaum dengan membakar jasad mereka [setelah membunuh mereka] adalah kekhususan yang diberikan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], hal ini tampak dalam suatu riwayat dimana ketika Imam Ali membakar mereka, Beliau berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”. Perkataan ini menunjukkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan kabar kepada Imam Ali mengenai kaum tersebut dan apa yang harus dilakukan terhadap mereka.

    perdebatan dalam perkara ini muncul dari sebagian nashibi yang berhujjah dengan riwayat Ibnu Abbas untuk menyalahkan Imam Ali dan menolak hadis Tsaqalain. Jadi saya berusaha meluruskan hujjah nashibi tersebut

    Kalau anda mau ikut-ikutan menyalahkan Imam Ali dalam perkara ini maka saya tanya hadis mana yang menyalahkan Imam Ali. Kami pribadi menganggap Imam Ali adalah rujukan bagi umat seperti yang dinyatakan dalam hadis Tsaqalain

  13. Ikut nimbrung ya. Cuma sharing aja 😀

    Menurut saya, dalam menilai suatu hadis kita tidak boleh hanya terpaku pada kualitas sanad, tetapi juga matan.

    Berkaitan dengan bagaimana memperlakukan jasad/Mayit, Allah Ta’ala mensyariatkan untuk menguburkannya di dalam tanah dengan berbagai ketentuannya, seperti kedalaman tanah misalnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul bau dan berbagai manfaat lainnya.

    Nah lalu pertanyaan saya, atas dasar apa Imam Ali s.a membakar jasad orang kafir tersebut?

    Jika Imam melakukannya atas dasar perbuatan si mayit pada masa hidupnya, hukum syariat mana yang dijadikan pijakan? Jika yang dijadikan pijakan adalah kekhususan yang diberikan oleh Nabi saww dan tidak diperuntukan bagi selainnya termasuk kepada para Imam sesudahnya ini sudah keluar dari konsep Imamah, sebab kaedah perilaku (Syariat) berlaku bagi seluruh umat manusia dimana Nabi dan para Imam berperan sebagai tolak ukur kebenaran disamping Al-Quran.

    Mohon maaf jika ada salah kata dan sedikit belepotan bahasanya..

  14. @Argan Ali
    Anda bertanya, atas dasar apa Imam Ali s.a membakar jasad orang kafir tersebut?
    SP telah menjelaskan bahwa perbuatan itu KHUSUS utk Imam Ali.berarti terkecuali Imam Ali tdk diperkenanan siapapun dia. Wasalam

  15. @Argan Ali

    silakan nimbrung, memang benar dalam menilai suatu hadis kita juga harus memperhatikan matannya. Tetapi kita juga jangan terjebak sehingga dengan mudah meragukan matan hadis hanya karena kita tidak suka atau tidak kita pahami.

    Kalau Mas bertanya apa dasar Imam Ali membakar jasad kaum zindiq yang dimaksud, maka saya katakan Imam Ali melakukannya atas apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada Beliau. Ini dasar saya dalam memahami hadis tersebut. Qarinahnya dapat dilihat dari sebagian riwayat dimana Imam Ali ketika membakar kaum zindiq tersebut, beliau berkata “benarlah Allah dan Rasul-Nya”.

    Jadi pada sisi ini pertanyaan Mas apa hukum syariat yang melandasi itu adalah pertanyaan yang tidak tepat. Apa yang ditetapkan oleh Rasululullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Ahlul Bait adalah syariat.

    Kekhususan yang diberikan terhadap Imam Ali [dalam kasus ini] tidaklah keluar dari konsep Imamah dalam hadis Tsaqalain. Para Imam Ahlul Bait sering mengalami keadaan khusus yang tidak dialami oleh Imam lainnya sehingga keputusannya juga berbeda. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah menetapkan hukuman khusus kepada orang-orang tertentu terhadap perbuatan yang mereka lakukan

    حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ فَهَؤُلَاءِ سَرَقُوا وَقَتَلُوا وَكَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَحَارَبُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ

    Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayuub dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik yang berkata “sekelompok orang dari ‘Ukl atau Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan udara Madinah hingga mereka sakit. Beliau memerintahkan untuk mendatangi unta dan meminum air seni dan susunya. Maka merekapun berangkat menuju kandang unta, ketika mereka sembuh mereka membunuh pengembala unta Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan mengambil unta-untanya. Kemudian sampai berita itu kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu siang]. Maka Beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi utusan Beliau datang membawa mereka. Beliau memerintahkan agar mereka dihukum, tangan dan kaki dipotong dan mata mereka dicungkil lalu mereka dibuang ke pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi. Abu Qilabah berkata “mereka telah mencuri, membunuh, kafir setelah beriman dan memerangi Allah SWT dan Rasul-Nya [Shahih Bukhari no 233]

    Kaum zindiq dimasa Imam Ali itu keadaannya mirip seperti ini, mereka mengaku islam ikut memakan sebagian harta kaum muslim tetapi diam-diam menyembah berhala bahkan mungkin diam-diam mereka menyebarkan ajarannya [karena mereka memiliki kitab-kitab yang juga ikut dibakar]. Jadi jika hukuman untuk mereka berbeda dengan orang murtad biasa, itu masih bisa dipahami.

    Contoh lain Imam Hasan dalam perkaranya dengan Muawiyah menetapkan keputusan yang berbeda dengan Imam Ali bukan karena bertentangan tetapi karena keadaan atau kondisi yang dihadapi saat itu berbeda

  16. @chani

    Karena terkecuali Imam Ali tidak boleh melakukannya itulah sehingga muncul pertanyaan dalam diri saya.

    @SP

    Hukuman yang Rasulullah saww terapkan kepada sekelompok orang yang berasal dari Urainah dalam Riwayat Bukhari yang Mas bawakan itu mengandung kebenaran, namun juga ada salahnya.

    Allah Azza wa Jalla menegaskan:

    “Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu hukum qishash pada orang­orang yang terbunuh; orang merdeka dengan orang merdeka , dan hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan. Akan tetapi barangsiapa yang diampunkan untuknya dari saudaranya seba­hagian, maka hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan turiaikan kepadanya dengan cara yang baik. Demikianlah keringanan daripada Tuhanmu dan rahmat. Tetapi barangsiapa yang (masih) melanggar sesudah demikian, maka untuknya adalah azab yang pedih.” [Al-Baqoroh/178]

    Perhatikan ayat qishas yang berbicara tentang hukuman bagi pembunuh diatas, bukankah hadit riwayat Bukhari yang Mas SP bawakan itu bertentangan dengan ayat tersebut? Sementara segala sesuatu yang bertentangan dengan Al-Quran tidak dapat diterima. Dan Nabi saww yang memiliki sifat ma’shum tidak akan pernah berbuat sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Allah. Tentu Mas SP faham akan hal ini.

    Back to Topic:

    Memang benar bahwa apa yang ditetapkan Rasulullah dan Ahlul Bait adalah syariat, namun permasalahan yang saya tanyakan apakah benar Membakar jasad kaum zindiq itu telah ditetapkan oleh Rasulullah dan dikhususkan bagi Imam Ali saja yang boleh melakukannya?

    Perbedaan sikap antara Imam Hasan dan Imam Husein (shallallahu alaihim) tidak tepat dijadikan contoh, sebab perbuatan keduanya memiliki dasar di dalam nash. Perbedaan sikap keduanya dikarenakan situasi dan kondisi yang berbeda. Seandainya Imam Hasan s.a berada pada posisi Imam Husein s.a tentu Imam Hasan akan berbuat hal serupa, begitu pula sebaliknya. Nah sedangkan dalam kasus Imam Ali, perbuatan membakar jasad kaum zindiq dengan alasan apapun saya tidak menemukan dalilnya di dalam Al-Quran dan hadis. Sehingga hingga sekarang pun tidak ditemukan hukum fiqih membakar jasad kaum zindiq, munafik di dalam mazhab apapun. Seandainya sekarang ada orang yang memiliki perilaku yang sama dengan orang zindiq apakah juga akan dibunuh lalu dibakar? Jika tidak maka sama saja menyalahai konsep Al-Adlu (Keadilan Ilahi).

    Sebagai tambahan, syariat itu sendiri bermakna jalan yang lurus dan jelas menuju kebahagiaan hidup, lalu kenapa perbuatan Imam Ali tersebut tidak boleh ada yang menirunya? Saya katakan bertentangan dengan konsep Imamah, karenan di dalam konsep Imamah setiap perkataan dan perbuatan para aimmah a.s merupakan panutan bagi umat manusia.

    Btw lain ceritanya jika perbuatan Imam Ali tersebut merupakan hukum qishas, dimana sebelumnya orang zindiq tersebut membunuh seseorang kemudian ia membakarnya setelah mati 😀

    CMIIW.

  17. Ralat :
    Sebelumnya :
    Seandainya sekarang ada orang yang memiliki perilaku yang sama dengan orang zindiq apakah juga akan dibunuh lalu dibakar

    Diralat :
    Seandainya sekarang ada orang yang memiliki perilaku yang sama dengan orang zindiq yang jasadnya dibakar Imam Ali apakah juga akan dibunuh lalu dibakar

  18. @Argan Ali

    Hukuman yang Rasulullah saww terapkan kepada sekelompok orang yang berasal dari Urainah dalam Riwayat Bukhari yang Mas bawakan itu mengandung kebenaran, namun juga ada salahnya.

    Kalau metode yang Mas gunakan seperti itu maka ada beberapa kasus lain yang akan Mas permasalahkan juga. Misalnya kebolehan poligami yang terbatas pada empat istri, silakan lihat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kekhususan yang ditetapkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memiliki hikmah dan tujuan tersendiri terlepas kita tahu atau tidak secara pasti apa hikmahnya.

    Memang benar bahwa apa yang ditetapkan Rasulullah dan Ahlul Bait adalah syariat, namun permasalahan yang saya tanyakan apakah benar Membakar jasad kaum zindiq itu telah ditetapkan oleh Rasulullah dan dikhususkan bagi Imam Ali saja yang boleh melakukannya?

    Ya itu yang saya pahami, dikhususkan karena pada dasarnya hukuman murtad cukup dibunuh saja. Jika ada tambahan “jasadnya dibakar” maka itu kekhususan yang tentu ada dasarnya jika itu dilakukan Imam Ali. Seperti yang saya katakan, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang mengabarkannya kepada Imam Ali

    Seandainya sekarang ada orang yang memiliki perilaku yang sama dengan orang zindiq apakah juga akan dibunuh lalu dibakar? Jika tidak maka sama saja menyalahai konsep Al-Adlu (Keadilan Ilahi).

    Namanya kekhususan maka itu tidak bisa ditetapkan untuk kasus lain kecuali jika kasus lain itu juga mendapat kekhususan dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]

    Sebagai tambahan, syariat itu sendiri bermakna jalan yang lurus dan jelas menuju kebahagiaan hidup, lalu kenapa perbuatan Imam Ali tersebut tidak boleh ada yang menirunya? Saya katakan bertentangan dengan konsep Imamah, karenan di dalam konsep Imamah setiap perkataan dan perbuatan para aimmah a.s merupakan panutan bagi umat manusia.

    Namanya perbuatan khusus tidak menjadi sesuatu yang harus ditiru orang lain. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] boleh beristri lebih dari empat orang maka apa orang lain harus menirunya

    Btw lain ceritanya jika perbuatan Imam Ali tersebut merupakan hukum qishas, dimana sebelumnya orang zindiq tersebut membunuh seseorang kemudian ia membakarnya setelah mati

    Sebagai suatu kemungkinan ya sah sah saja, yang kita bicarakan disini adalah “mengapa itu dilakukan” dan riwayatnya tidak berbicara banyak soal itu maka wajar ada banyak kemungkinan.Boleh saya tanya dimana posisi Mas, apakah Mas menyatakan bahwa Imam Ali keliru? atau Mas beranggapan kisah ini tidak pernah terjadi?.

  19. @SP

    Apa yang di lakukan Imam Ali menurut hadis itu menyangkut hukum balasan atas suatu perbuatan. Di dalam konsep keadilan Ilahi yang saya yakini tidak ada yang namanya pengkhususan individu dalam memberlakukan hukum syariat, misal jika sekarang ada orang yang memiliki perilaku yang sama persis dengan orang zindiq yang dibakar Imam tidak mendapat hukuman yang sama (dibakar jasadnya). Tidaklah mungkin Allah SWT memberlakukan hukuman yang berbeda atas suatu perbuatan yang sama dengan kondisi yang sama pula.

    Rasulullah dan Ahlul Baytnya tidak mungkin keliru. Saya masih beranggapan kisah ini tidak pernah terjadi. Setidaknya, alasan pembakaran jasad itu yang menjadi permasalahannya.

  20. @Argan Ali

    Rasulullah dan Ahlul Baytnya tidak mungkin keliru. Saya masih beranggapan kisah ini tidak pernah terjadi. Setidaknya, alasan pembakaran jasad itu yang menjadi permasalahannya.

    Makanya posisi kita berbeda dalam memahami hadis ini, Saya memahaminya dalam sudut pandang menerima kisah ini dan berusaha menafsirkannya sesuai dengan keutamaan Imam Ali tetapi Mas menolak kisah tersebut dengan alasan yang sudah Mas kemukakan. Penafsiran saya bukan sesuatu yang mutlak dan bisa menjelaskan keraguan yang Mas hadapi berkenaan kisah itu, secara riwayatnya sendiri tidak bercerita banyak soal alasan mengapa Imam Ali melakukannya. Jadi bisa dilihat bahwa arah diskusi ini hanya membicarakan soal kemungkinan atau asumsi yang mungkin tidak akan menjadi hujjah pasti buat Mas Argan.

  21. @SP

    Sampean benar Mas, makanya dari awal kan saya sudah bilang cuma sharing 😀

    Allahualam.

  22. mudah mudahan berguna bagi umat muslim

  23. Kalau pake raket nyamuk gimana ustadz? Boleh nggak ya? Karena saya tidak tahu apakah nyamuk itu mati terbakar atau mati kena aliran listrik (setrum) terlebih dahulu baru setelah itu terbakar?

    Mohon penjelasannya ya 🙂
    Terima kasih

Tinggalkan komentar