Takhrij Hadis Ulama Adalah Pewaris Para Nabi

Takhrij Hadis Ulama Adalah Pewaris Para Nabi

Terdapat hadis masyhur yang sering dikutip oleh para da’i dalam menyampaikan dakwah dan kami juga melihat sebagian pengikut salafiyun mengutip dan berhujjah dengan hadis ini. Hadis yang dimaksud yaitu hadis Ulama adalah pewaris para Nabi. Dalam tulisan kali ini kami akan membahas kedudukan sebenarnya hadis ini

Hadis tersebut masyhur diriwayatkan oleh sahabat Abu Darda’ radiallahu ‘anhu dan diriwayatkan dengan banyak jalan dari Abu Darda’ yaitu jalan Katsir bin Qais, Utsman bin Ayman, Atha’ Al Khurasaniy dan Utsman bin Abi Sawdah. Berikut adalah salah satu matan hadisnya

حدثنا محمود بن خداش البغدادي حدثنا محمد بن يزيد الواسطي حدثنا عاصم بن رجاء بن حيوة عن قيس بن كثير قال قدم رجل من المدينة على أبي الدرداء وهو بدمشق فقال ما أقدمك يا أخي ؟ فقال حديث بلغني أنك تحدثه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أماجئت لحاجة ؟ قال لا قال أما قدمت لتجارة ؟ قال لا قال ما جئت إلا في طلب هذا الحديث  قال فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول من سلك طريقا يبتغي فيه علما سلك الله له طريقا إلى الجنة وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضاء لطالب العلم وإن العالم ليستغفر له من في السموات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواب إن العلماء ورثة الأنبياء إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ وافر قال أبو عيسى ولا نعرف هذا الحديث إلا من حديث عاصم بن رجاء بن حيوة وليس هو عندي بمتصل هكذا حدثنا محمود بن خداش بهذا الاسناد وإنما يروي هذا الحديث عن عاصم بن رجاء بن حيوة عن الوليد بن جميل عن كثير بن قيس عن أبي الدرداء عن النبي صلى الله عليه و سلم وهذا أصح من حديث محمود ابن خداش ورأي محمد بن إسماعيل هذا أصح

Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Khidaasyi Al Baghdadiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yazid Al Wasithiy  yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aashim bin Rajaa’ bin Haywaah dari Qais bin Katsiir yang berkata seorang laki-laki dari Madinah datang kepada Abu Darda’ ketika ia berada Di Damasykus. Abu Darda’ bertanya “apa keperluanmu datang kesini wahai saudaraku?”. Ia berkata “ada perkataan yang sampai kepadaku bahwa engkau menyampaikan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Abu Darda’ berkata “tidakkah kamu ada keperluan lain?”. Ia berkata “tidak”. Abu Darda’ bertanya “tidakkan kamu datang untuk berdagang?”. Ia berkata “tidak”. Ia berkata “tidaklah aku datang kecuali untuk mencari hadis”. Abu Darda’ berkata aku mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu maka Allah akan membuka jalan baginya menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan membentangkan sayapnya karena keridhaan mereka kepada para penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang alim akan dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi bahkan oleh ikan paus yang ada di lautan. Keutamaan ahli ilmu di atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan di atas bintang-bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu, maka barang siapa yang mengambil ilmu itu sesungguhnya ia telah mengambil bagian yang banyak. Abu Isa [At Tirmidzi] berkata “kami tidak mengenal hadis ini kecuali dari hadis ‘Aashim bin Rajaa’ bin Haywah dan tidaklah hadisnya disisi kami muttashil [bersambung]. Seperti inilah Mahmud bin Khidasy menceritakan hadis ini kepada kami dan sesungguhnya telah diriwayatkan hadis ini dari ‘Aashim bin Rajaa’ bin Haywaah dari Walid bin Jamil dari Katsir bin Qais dari Abu Darda’ dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam], hadis ini lebih shahih dari hadis Mahmud bin Khidasy dan Muhammad bin Isma’il [Bukhari] juga berpandangan bahwa hadis ini lebih shahih. [Sunan Tirmidzi 5/48 no 2682]

.

.

Hadis Katsir bin Qais dari Abu Darda’

Hadis dengan sanad di atas juga diriwayatkan dalam Musnad Ahmad 5/196 no 21763 dan Tarikh Ibnu Asakir 50/47 yaitu dari Muhammad bin Yazid dari ‘Aashim bin Rajaa’ dari Qais bin Katsir. Kemudian diriwayatkan dalam Sunan Ad Darimi 1/110 no 342, Sunan Ibnu Majah 1/81 no 223, Sunan Abu Dawud 2/341 no 3641, Shahih Ibnu Hibban 1/289 no 88, Musnad Asy Syammiyyin Ath Thabraniy 2/224 no 1231, Syu’aib Al Iman Baihaqi 2/262 no 1296, Musykil Al Atsar Ath Thahawiy no 982, Mu’jam Ibnu Arabiy no 1609, Jami’ Bayan Al Ilm Wa Fadlhu Ibnu Abdil Barr no 173-175, Musnad Asy Syihab no 975, Syarh Sunnah Al Baghawiy no 129, Mu’jam As Shahabah Ibnu Qani’ 5/445 no 1484, Tarikh Ibnu Asakir 50/46 & Tarikh Ibnu Asakir 25/247 semuanya dengan jalan sanad dari ‘Abdullah bin Dawud dari ‘Aashim bin Rajaa’ dari Dawud bin Jamil dari Katsir bin Qais dari Abu Darda’.

Disebutkan dalam Tarikh Ibnu Asakir 50/46 dan Jami’ Bayan Al Ilm Ibnu Abdil Barr no 177 dengan jalan sanad dari Fadhl bin Dukain dari ‘Asim bin Rajaa’ dari orang yang menceritakan kepadanya dari Katsir bin Qais dari Abu Darda’. Berdasarkan riwayat sebelumnya maka orang yang dimaksud tidak lain adalah Dawud bin Jamil.

Hadis Abu Darda’ ini sanadnya dhaif karena di dalamnya terdapat perawi yang dhaif yaitu Katsir bin Qais. Katsir bin Qais atau Qais bin Katsir termasuk perawi Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Yang meriwayatkan darinya hanya Dawud bin Jamil. Ia telah didhaifkan oleh Daruquthni. Ibnu Sumai’ berkata “dhaif urusannya” [At Tahdzib juz 8 no 760]. Ibnu Hajar berkata “dhaif” [At Taqrib 2/40].

‘Aashim bin Rajaa’ tidak mendengar langsung hadis ini dari Katsir bin Qais melainkan melalui perantaraan Dawud bin Jamil [ada yang mengatakan Walid bin Jamil] sebagaimana yang disebutkan oleh At Tirmidzi dan Al Bukhari bahwa riwayat ini lebih shahih. Dawud bin Jamil, dikatakan juga Walid termasuk perawi Abu Dawud dan Ibnu Majah. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Daruquthni berkata “majhul”. Al Azdiy berkata “dhaif majhul” [At Tahdzib juz 3 no 344]. Ibnu Hajar berkata “dhaif” [At Taqrib 1/278]

Diriwayatkan oleh Al Ajjuriy dalam kitab Akhlaq Al Ulama’ hal 22 dan Al Khatib dalam Talkhis Al Mutsasyabbih 2/735 dengan jalan sanad dari Bisyr bin Bakar dari Al Awza’iy dari ‘Abdus Salam bin Sulaiman dari Yazid bin Samurah dari Katsir bin Qais dari Abu Darda’ secara marfu’. Sedangkan Baihaqi dalam Syu’aib Al Iman 2/262 no 1297 dan Al Khatib dalam Talkhis Al Mutasyabbih 2/735 menyebutkan dengan jalan sanad dari Sufyan Ats Tsawriy dari Al Awza’iy dari Katsir bin Qais dari Yazid bin Samurah dari Abu Darda’ secara marfu’.

Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 3229 dalam biografi Yazid bin Samurah menyebutkan hadis “ulama pewaris para Nabi”. Bukhari berkata “Ahmad bin Isa berkata telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakar yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Awza’iy yang berkata telah menceritakan kepadaku ‘Abdus Salam bin Sulaim dari Yazid bin Samurah dan yang lainnya dari ahli ilmu. Dan berkata Ishaq dari ‘Abdurrzaq dari Ibnu Mubarak dari Al Awza’iy dari Katsir bin Qais dari Yazid bin Samurah dari Abu Darda’. Yang pertama lebih shahih [Tarikh Al Kabir juz 8 no 3229].

Pernyataan Bukhari disepakati oleh Ibnu Hibban dalam biografi Yazid bin Samurah ia mengatakan siapa yang meriwayatkan Katsir bin Qais dari Yazid bin Samurah dari Abu Darda’ maka itu keliru dan sanadnya terbalik [Ats Tsiqat juz 7 no 11779].

Menurut kami pernyataan mereka berdua perlu ditinjau kembali. Sufyan Ats Tsawriy dan Ibnu Mubarak keduanya meriwayatkan dari Al Awza’iy dari Katsir bin Qais dari Yazid bin Samurah dari Abu Darda’. Riwayat Bisyr bin Bakar tidak bisa menafikan riwayat Sufyan dan Ibnu Mubarak dari Al Awza’iy karena keduanya tsiqat tsabit. Kesimpulannya sanad tersebut mengalami idhthirab dan tidak bisa ditarjih mana yang lebih kuat.

Seandainya pun riwayat pertama lebih shahih seperti yang dikatakan Bukhari maka tetap saja riwayat tersebut dhaif karena ‘Abdus Salam bin Sulaim tidak dikenal kredibilitasnya. Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil dan yang meriwayatkan darinya hanya Al Awza’iy [Al Jarh Wat Ta’dil 6/45 no 237]. Begitu juga Al Bukhari menyebutkan biografinya tanpa jarh dan ta’dil dan yang meriwayatkan darinya hanya Al Awza’iy [Tarikh Al Kabir juz 6 no 1721]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 9303]. Kedudukan perawi seperti ini dalam ilmu hadis adalah majhul ‘ain dan tautsiq Ibnu Hibban tidak memiliki qarinah yang menguatkan.

Begitu pula dengan Yazid bin Samurah. Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil kemudian yang meriwayatkan darinya hanya ‘Abdus Salam bin Sulaim [Al Jarh Wat Ta’dil juz 9/268 no 1125]. Al Bukhari juga menyebutkan biografinya tanpa jarh dan ta’dil [Tarikh Al Kabir juz 8 no 3229]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 11779]. Yang rajih ia adalah perawi yang majhul ‘ain dan tautsiq Ibnu Hibban tidak memiliki qarinah yang menguatkan.

.

.

.

Hadis Utsman bin Ayman dari Abu Darda’

Hadis Abu Darda’ ini juga diriwayatkan dalam Tarikh Ibnu Asakir 38/318-319 dengan jalan sanad dari Walid bin Muslim dari Khalid bin Yazid Al Muriy dari Utsman bin Ayman dari Abu Darda’. Sedangkan Baihaqi dalam Syu’aib Al Iman 2/263 no 1699 menyebutkan dengan jalan sanad dari Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Khalid bin Yazid bin Abi Malik dari Utsman bin Aiman dari Abu Darda’. Khalid bin Yazid yang meriwayatkan dari Utsman bin Aiman yang tsabit adalah Khalid bin Yazid bin Abi Malik sebagaimana yang disebutkan oleh Baihaqi sedangkan riwayat Ibnu Asakir yang menyebutkan Khalid bin Yazid adalah Khalid bin Yazid bin Shubaih Al Muriy tidak tsabit sanadnya karena diriwayatkan oleh Walid bin Muslim dengan ‘an anah padahal ia seorang mudallis martabat keempat [Thabaqat Al Mudallisin no 127].

Riwayat Utsman bin Aiman ini dhaif karena Khalid bin Yazid bin Abi Malik. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak ada apa-apanya”. Ibnu Ma’in menuduhnya dusta dan berkata “tidak ada apa-apanya”. Nasa’i berkata “tidak tsiqat”. Daruquthni berkata “dhaif”. Abu Zur’ah Ad Dimasyq, Ahmad bin Shalih dan Al Ijli menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban menyatakan ia shaduq tetapi banyak salahnya. Abu Dawud terkadang berkata “dhaif” terkadang berkata “matruk al hadits”. Yaqub bin Sufyan menyatakan dhaif. Ibnu Jarud, As Saji dan Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [At Tahdzib juz 3 no 232]. Ibnu Hajar berkata “dhaif” [At Taqrib 1/265]. Selain itu Utsman bin Aiman sendiri tidak dikenal kredibilitasnya dan yang meriwayatkan darinya hanya Khalid bin Yazid bin Abi Malik

.

.

.

Hadis Atha’ Al Khurasaniy dari Abu Darda’

Al Ajjuriy dalam kitab Al Akhlaq Al Ulama’ hal 22-23 dan Al Khatib dalam Faqih Al Mutaffaqih 1/17 meriwayatkan hadis Abu Darda’ dengan jalan sanad dari Hisyam bin ‘Ammar dari Hafsh bin Umar dari Utsman bin Atha’ dari ayahnya dari Abu Darda’ secara marfu’. Hadis ini sanadnya dhaif jiddan.

  1. Hafsh bin Umar Al Bazzar Asy Syammiy adalah perawi yang majhul. Abu Hatim berkata “majhul” [At Tahdzib juz 2 no 720]. Ibnu Hajar berkata “majhul” [At Taqrib 1/227]. Adz Dzahabiy berkata “majhul” [Al Kasyf no 1161]
  2. Utsman bin Atha’ Al Khurasaniy adalah perawi yang sangat dhaif. Ibnu Ma’in berkata “dhaif”. ‘Amru bin Ali berkata “mungkar al hadis” terkadang berkata “matruk al hadis”. Nasa’i berkata “tidak tsiqat”. Ibnu Khuzaimah berkata “tidak dijadikan hujjah”. Duhaim menyatakan tidak ada masalah padanya. Abu Hatim berkata “ditulis hadisnya tetapi tidak dijadikan hujjah”. Ali bin Junaid berkata “matruk”. Al Hakim Abu Abdullah berkata “ia meriwayatkan dari ayahnya hadis-hadis palsu”. As Saji berkata “sangat dhaif”. Ibnu Barqiy berkata “tidak tsiqat”. Ibnu Hibban berkata “tidak boleh berhujjah dengan riwayatnya”. Abu Nu’aim Al Ashbahaniy berkata ia meriwayatkan dari ayahnya hadis-hadis mungkar. Ibnu Adiy berkata “termasuk yang ditulis hadisnya” [At Tahdzib juz 7 no 288]. Ibnu Hajar berkata “dhaif” [At Taqrib 1/663]
  3. Atha’ bin Abi Muslim Al Khurasaniy tidak bertemu dengan Abu Darda’ maka riwayatnya terputus. Ibnu Ma’in berkata “tidak diketahui kalau ia bertemu dengan salah seorang sahabat” [Jami’ Al Tahsil Fii Ahkam Al Marasil no 522]

Al Khatib menyebutkan dalam Tarikh Baghdad 2/286 hadis Abu Darda’ dengan jalan sanad dari Ibnu Mubarak dari Yunus bin Yazid dari Atha’ Al Khurasaniy dari Abu Darda’ secara marfu’. Para perawi Al Khatib adalah perawi tsiqat tetapi sanadnya dhaif karena inqitha’. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya Atha’ Al Khurasaniy tidak bertemu dengan Abu Darda’.

.

.

.

Hadis Utsman bin Abi Sawdah dari Abu Darda’

Hadis Utsman bin Abi Sawdah dari Abu Darda’ disebutkan oleh Abu Dawud setelah ia membawakan riwayat Katsir bin Qais yaitu sebagai berikut

حدثنا محمد بن الوزير الدمشقي ثنا الوليد قال لقيت شبيب بن شيبة فحدثني به عن عثمان بن أبي سودة عن أبي الدرداء بمعناه يعني عن النبي صلى الله عليه و سلم

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Waziir Ad Dimasyiq yang berkata telah menceritakan kepada kami Walid yang berkata aku menemui Syabib bin Syaibah dan ia menceritakan kepadaku dari Utsman bin Abi Sawdah dari Abu Darda’ dengan maknanya yakni dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. [Sunan Abu Dawud 2/341 no 3642]

Hadis ini juga mengandung kelemahan, Syabiib bin Syaibah adalah perawi yang majhul dikatakan ia adalah Syu’aib bin Ruzaiq [At Taqrib 1/412]. dan kelemahan lain yaitu Walid bin Muslim, Ibnu Hajar berkata “tsiqat dan banyak melakukan tadlis taswiyah” [At Taqrib 2/289]. Perawi yang melakukan tadlis taswiyah hadisnya shahih jika ia menyebutkan tashrih sima’ secara jelas pada setiap thabaqat sanadnya dimulai dari Syaikhnya . Riwayat di atas Walid tidak menyebutkan sima’ Syabib dari Utsman dan Utsman dari Abu Darda’ maka riwayatnya dhaif.

Dalam Tahdzib Al Kamal 12/368 no 2692 biografi Syabib bin Syaibah Asy Syammiy, Al Mizziy mengutip riwayat dari ‘Amru bin Utsman Al Himshi dari Walid dari Syu’aib bin Ruzaiq dari Utsman bin Abi Saudah. Berdasarkan riwayat ini ada yang mengatakan Syabiib bin Syaibah adalah Syu’aib bin Ruzaiq karena kedua perawi ini meriwayatkan dari Utsman bin Abi Sawdah dan telah meriwayatkan darinya Walid bin Muslim. Pernyataan ini kurang tepat karena tidak memperhatikan sighat yang dipakai oleh Walid bin Muslim.

Syabib bin Syaibah adalah perawi majhul dan ia bukanlah Syu’aib bin Ruzaiq. Syu’aib bin Ruzaiq seorang yang diperbincangkan. Daruquthni menyatakan ia tsiqat tetapi pada akhirnya ia menyatakan dhaif [Mausu’ah Qaul Daruquthni Fii Rijal no 1626]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata hadisnya dijadikan i’tibar selain riwayatnya dari Atha’ Al Khurasaniy. Duhaim berkata “tidak ada masalah padanya”. Al Azdiy berkata “lemah” dan Ibnu Hazm berkata “dhaif” [At Tahdzib juz 4 no 602]. Ibnu Hajar berkata “shaduq sering keliru” [At Taqrib 1/419]

Walid bin Muslim dia seorang mudalis martabat keempat [Thabaqat Al Mudallisin no 127]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat dan banyak melakukan tadlis taswiyah” [At Taqrib 2/289]. Ketika ia menyebutkan riwayat dari Syabib bin Syaibah, Walid bin Muslim menyatakan ia bertemu dengannya lagsung dan menceritakan hadis kepadanya tetapi ketika Walid bin Muslim meriwayatkan dari Syu’aib bin Ruzaiq ia membawakan riwayatnya dengan ‘an anah. Maka sumber riwayat tersebut sebenarnya dari Syabib bin Syaibah dari Syu’aib bin Ruzaiq dari Utsman bin Abi Sawdah dari Abu Darda’ dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Ketika ia meriwayatkan hadis ia menghilangkan salah satu nama perawinya terkadang Syabib bin Syaibah dan terkadang Syu’aib bin Ruzaiq. Hal ini sesuai dengan kebiasaan Walid bin Muslim yang sering melakukan tadlis taswiyah.

.

.

.

Hadis Penguat Riwayat Abu Darda’

Hadis Abu Darda’ memiliki syahid dari hadis sahabat lain yaitu dari Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin ‘Abbas dan Jabir bin ‘Abdullah. Tetapi semua riwayat tersebut dirwayatkan dengan sanad yang dhaif dan palsu.

  1. Hadis ‘Abdullah bin Mas’ud diriwayatkan dalam Tarikh Al Jurjan As Sahmiy no 616 biografi Abu Thayyib Qais bin Manshur dengan dari Nu’man bin Tsabit dari Hammad dari Alqamah dari Ibnu Mas’ud. Sanad ini dhaif karena di dalamnya terdapat Abu Thayyib Qais bin Manshur, ayahnya Manshur Al Aththar Al Jurjaniy dan Mutsanna bin Hilal Al Bashriy mereka tidak dikenal kredibilitasnya alias majhul.
  2. Hadis Jabir bin ‘Abdullah disebutkan Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 6/127 dan Ibnu Jauzi dalam Al Ilal Al Mutanahiyah no 81 dengan jalan sanad dari Dhahhak bin Hajwah dari Al Faryabi dari Sufyan Ats Tsawriy dari Muhammad bin Munkadir dari Jabir. Hadis ini sanadnya dhaif jiddan karena Dhahhak bin Hajwah, Ibnu Adiy berkata “mungkar al hadis dari para perawi tsiqat” [Al Kamil Ibnu Adiy 4/99-100]. Ibnu Hibban berkata “tidak boleh berhujjah dengannya dan tidak boleh meriwayatkan darinya” [Al Majruhin no 513]
  3. Hadis ‘Abdullah bin ‘Abbas diriwayatkan oleh Ibnu Asakir 37/103-104 dengan jalan sanad dari Ahmad bin Isa dari Ibrahim bin Malik dari Syu’bah dari Al Hakam dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas secraa marfu’. Hadis ini maudhu’ karena Ahmad bin Isa dan Ibrahim bin Malik. Tentang Ahmad bin Isa, Ibnu Adiy berkata “memiliki riwayat-riwayat mungkar”. Daruquthni berkata “tidak kuat”. Ibnu Thahir berkata “pendusta pemalsu hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Adh Dhu’afa dan berkata “tidak boleh berhujjah dengannya”. Maslamah berkata “pendusta menghadiskan hadis-hadis palsu”.[Lisan Al Mizan juz 1 no 755]. Ibrahim bin Malik dikatakan Ibnu Adiy hadis-hadisnya palsu [Lisan Al Mizan juz 1 no 271]

.

.

.

Ringkasan

Hadis-hadis di atas tidak kuat sebagai syahid yang akan mengangkat derajat hadis Abu Darda’. Secara keseluruhan hadis ulama adalah pewaris para Nabi kedudukannya dhaif. Apakah kedhaifan jalan-jalan tersebut bisa saling menguatkan?. Jawabannya tidak, hadis Abu Darda’ dhaif dengan keseluruhan sanadnya, ringkasnya sebagai berikut

  1. Hadis Katsir bin Qais dari Abu Darda’ dhaif karena dua perawi dalam sanadnya yang dhaif, sedangkan sanad lain tidak bisa dijadikan i’tibar karena idhthirab.
  2. Hadis Utsman bin Ayman dari Abu Darda’ dhaif karena dua perawi dalam sanadnya, yang satu dhaif jiddan dan yang satunya majhul.
  3. Hadis Atha’ Al Khurasaniy dari Abu Darda’ dhaif karena inqitha’ atau sanadnya terputus antara Atha’ dan Abu Darda’
  4. Hadis Utsman bin Abi Sawdah dari Abu Darda’ dhaif karena perawinya ada yang majhul dan karena tadlis taswiyah Walid bin Muslim dimana tidak setiap thabaqat sanad di atas Walid bin Muslim menggunakan sighat sima’ langsung.

Sedangkan hadis-hadis yang bisa dijadikan syahid sebagian diriwayatkan oleh para perawi majhul dan sebagian diriwayatkan oleh perawi yang dhaif jiddan dan pemalsu hadis. Kesimpulannya hadis tersebut dhaif dengan seluruh jalan-jalannya.

22 Tanggapan

  1. @SP

    Pertama-tama…ana memohon ma’af apabila ada kata-kata ana yg antum nilai “berlebihan” terkait koment-koment yg ana berikan pada Blog. sebelah ( yg serupa tapi tidak sama itu ) yang mana hal ini terpaksa ana lakukan disebabkan nama ana telah dibawa-bawa dengan penuh prasangka dengan anggapan ana adalah antum itu sendiri.

    Yang kedua yg ingin ana tanyakan terkait postingan antum diatas adalah :
    Bagaimanakah sikap kita yg sebaiknya terhadap warisan ilmu yg telah ditinggalkan oleh para ulama, meskipun ilmu tersebut tidak lagi bisa dikatakan sebagai “warisan Nabi” dengan sebab lemahnya hadis tersebut sebagaimana yg telah antum jelaskan ? Demikian….syukron sebelumnya.

  2. Menurut pendapat saya, pada dasarnya pernyataan bahwa ‘Ulama adalah Pewaris Nabi’ adalah pernyataan yg bernuansa politis penguasa belaka untuk membuat opini kepada publik akan ‘wajibnya bertaklid atau mengikuti ulama2 yg pro penguasa’ agar apapun yg dilakukan penguasa dengan dukungan para ulama yg menjadi boneka2 penguasa tsb. tentunya tidak akan dikritik ataupun dihujat oleh ummat sehingga dbuatlah hadis2 spt di atas.

    Dan akibat dari adanya hadis2 palsu tsb (menurut saya) dampaknya begitu luar biasa terhadap ummat perihal kepatuhan mereka terhadap apa2 yg dikatakan oleh para ulama2 itu tanpa adanya bantahan sedikitpun dari ummat walaupun perkataan dan anjuran2 itu tidak sesuai dengan Al-Quran serta sunnah Rasul begitu terasa sampai sekarang, khusunya di negeri ini!

    Padahal sudah jelas dan gamblang, bahwa pewaris Nabi itu adalah insan2 suci yg dipilih langsung dan diakui oleh Allah swt.!

    Salam Damai

  3. Tepat sekali apa yg disampaikan Si Pengamat….!

  4. Menurut saya sih justru hadist tersebut mengisyaratkan apa yang dimaksudkan oleh Alquran, bahwa sesungguhnya hamba-hamba Kami yang memiliki rasa takut hanya ulama (orang-orang yang berilmu).

  5. Dalam hadis tsb istilah “Ulama” masih masih bersifat umum. Padahal tidak semua ulama takut kpd Allah. Artinya tidak otomatis setiap ulama menjadi pewaris ilmu dan ketakwaan para Nabi. Itulah sebabnya hadis tsb dipertanyakan.

  6. @Muhammad Ali :
    Menurut saya sih justru hadist tersebut mengisyaratkan apa yang dimaksudkan oleh Alquran, bahwa sesungguhnya hamba-hamba Kami yang memiliki rasa takut hanya ulama (orang-orang yang berilmu).

    tanya kang :
    kalau begitu terjemahannya “yg memiliki rasa takut hanya ulama” bagaimana ahli ibadah dalam beribadah apa tidak takut kpd Allah, para nabi juga apa tidak takut kepada Allah…

  7. To : iwanoel

    Memang kata ulama itu masih bersifat umum, sedangkan yang Allah maksud pada ayat tersebut adalah ulama-ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya karena begitu takutnya kepada Allah. Sedangkan kita tahu bahwa di segala zaman ada ulama dunia yang tidak mengamalkan ilmunya bahkan memutarkan balikkan ayat, ulama seperti ini tidak merasa takut pada Allah.

    To: arsy
    Kata ulama itu artinya orang yang memiliki ilmu, sedangkan orang yang ahli ibadahpun disebut ulama karena dia beribadah berdasarkan ilmu.Sedangkan nabi itu melebihi ulama, karena nabi itu mengetahui ilmu dan menyampaikan ilmu.

  8. INILAH SEBENARNYA ULAMA’ PEWARIS NABI SAW ITU

    Pewaris ilmu Nabi saw bukanlah sembarang manusia, tetapi ia adalah pilihan Allah dan Rasul-Nya. Tidaklah mudah mengemban samudera ilmu Ilahi yang sangat luas kecuali orang yang memiliki legalitas dari Allah dan Rasul-Nya.

    At-Tirmidzi Al-Hanafi meriwayatkan dalam Al-Kawkab Ad-Durri bahwa Umar bin Khaththab berkata: Ketika Rasulullah saw menjalin persaudaraan di antara sahabat-sahabatnya, beliau bersabda:

    “Inilah Ali saudaraku di dunia dan di akhirat, khalifahku dalam keluargaku, washiku bagi ummatku, pewaris ilmuku, pemutus hukum dalam agamaku, apa yang dimilikinya dariku dan darinya apa yang kumiliki, manfaatnya adalah manfaatku, dan mudharratnya adalah mudharratku; barangsiapa yang mencintainya ia mencintaiku, dan yang membencinya ia membenciku.”

    Hadis ini terdapat di dalam kitab:
    1. Al-Kawkab Ad-Durri, halaman 134.
    2. Yanabi’ul Mawaddah, halaman 251.

  9. Mau Ali kek,mau hasan kek, mau Husain kek, yang jelas nabi tidak mempusakakan dinar dan dirham.Nabi hanya mempusakakan ilmu.

  10. Allahumma sholi ala muhammad wa ali muhammad, syukran Ust, atas pencerahanya…

  11. @ Muhammad Ali :
    “Menurut saya sih justru hadist tersebut mengisyaratkan apa yang dimaksudkan oleh Alquran, bahwa sesungguhnya hamba-hamba Kami yang memiliki rasa takut hanya ulama (orang-orang yang berilmu).”
    Kang kenapa tidak diterjemhakan saja:
    sesungguhnya hamba-hamba Kami yang memiliki rasa takut hanya orang-orang yang berilmu.”
    Sehingga Mau Para Rasul, Nabi, atau siapapun yang memiliki Ilmu berdasarkan hukum-hukum Allah termasuk kategori didalam ayat tsb
    ==========================
    ilham othmany, on Agustus 23, 2011 at 10:41 pm said:
    Mau Ali kek,mau hasan kek, mau Husain kek, yang jelas nabi tidak mempusakakan dinar dan dirham.Nabi hanya mempusakakan ilmu.
    .
    Kalau begitu ustadz tidak berpegang kepada yang ini donk :
    Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali
    Muslim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Shuja’ bin Makhlad dari Ulayyah yang berkata Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Abu Hayyan dari Yazid bin Hayyan yang berkata ”Aku, Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Setelah kami duduk bersamanya berkata Husain kepada Zaid ”Wahai Zaid sungguh engkau telah mendapat banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah SAW, mendengarkan hadisnya, berperang bersamanya dan shalat di belakangnya. Sungguh engkau mendapat banyak kebaikan wahai Zaid. Coba ceritakan kepadaku apa yang kamu dengar dari Rasulullah SAW. Berkata Zaid “Hai anak saudaraku, aku sudah tua, ajalku hampir tiba, dan aku sudah lupa akan sebagian yang aku dapat dari Rasulullah SAW. Apa yang kuceritakan kepadamu terimalah,dan apa yang tidak kusampaikan janganlah kamu memaksaku untuk memberikannya.
    Lalu Zaid berkata ”pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum seraya berpidato, maka Beliau SAW memanjatkan puja dan puji atas Allah SWT, menyampaikan nasehat dan peringatan. Kemudian Beliau SAW bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”
    Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah setelah wafat Nabi SAW”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbes”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya.

  12. @ilham

    Mau Ali kek,mau hasan kek, mau Husain kek, yang jelas nabi tidak mempusakakan dinar dan dirham.Nabi hanya mempusakakan ilmu

    Seorang Nabi memang mewariskan ilmu. Begitu pula Nabi Muhammad saw mewariskan ilmunya ke pribadi-pribadi yang pantas dan mampu menerimanya.

    Tapi ingat bahwa di sisi lain Nabi juga seorang manusia.

    Bukankah Allah swt telah menetapkan bagaimana kewajiban seorang manusia (ayah) terhadap keluarganya yang akan ditinggalkannya? (lihat Annisaa: 7, 8, 12).

    Apakah anda akan mengatakan bahwa khusus para Nabi tidak dikenakan ayat ini?

    Salam

  13. @armand
    Maunya si ilham othmany, kalau yang baik2 (ilmu) tidak boleh didapat oleh keluarga Rasul, kalau yang tidak nyaman baru boleh (warisan).
    Tidak percaya?? Tanya saja sama Ilham Othmany, ilmu Rasulullah diwariskan ke siapa (siapa ya ahli waris Nabi)?
    Kita tunggu akan ngeles apa lagi dia?.. 😛
    Konsekuen atau tidak dia bahwa para Nabi hanya mewariskan ilmu..
    Ujung2nya bisa2 para Nabi tidak mewariskan apa2 kepada keluarganya.

    salam damai

  14. koreksi

    Tidak nyaman (tidak mendapatkan warisan).

  15. Terimakasih atas pencerahannya ^_^

  16. Lebih tepat kata2 ulama dalam hadis itu bermakna orang2 yg benar2 mengetahui ilmu, dan barang pasti ahlulbayt as lah yg dimaksud dalam hadis iitu… ini jawaban alternatif kalau memang hadis ini shahih..

    syukran atas pencerahanya… maju terus…

  17. kalau yg namanya ulama otu mapu membedakan yg hak dan yg batil. tidak mudah tunduk dengan kekuasaan. kalau yg haus kekuasaan dan gamapng tunduk itu namanya ulama suu. ulama sejati tidak meng harap grlar dari jammah. dan jamaah tidak boleh mengkultuskan.

    untuk yang sembarangan memvonis hadis ini palsu, sudah sampai mana keilmuan kita. kalaui mengingkari hadis sahih konsekuensinya besar sob. ini permasalahan yg mengunakan tidak tepat.

  18. tugas Nabi diutus kedunia adalah untuk berdakwah mengajak manusia pada jalan Allah dan meninggalkan laranganNya… berhubung krn Rasulullah SAW adalah Nabi/Rasul terakhir .. maka yg diharapkan meneruskan tugas Rasul (berdakwah) menyeru pd manusia ttg kebenaran ajaran Allah adalah para Ulama… mungkin inilah salah satu alasan mengapa Ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi…
    Wallahu ‘alam…

  19. Heran aku…aku orang baru belajar Islam…kalau hadist yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Imam Tir mizi bahkan Imam Bukhari di atas telah anda takhrij dan klaim sebagai Hadist Dhoif….saya tidak yakin kalau ilmu anda lebih baik dari mereka…atau saya juga tidak yakin kalau anda lebih bisa “dipercaya” dari mereka…sehingga saya juga tentu berhak meragukan hasil analisa anda…..atau juga tidak saya pakai sama sekali pendapat anda……mohon maaf…saya baru belaja agama…karena saya hanya insinyur mesin…

  20. @hilman
    Lha nabi bisa salah dan ditegur Allah swt, apalagi cuma ulama hadist, seberapun pinter dan alimnya dia juga bisa salah, tapi tidak ada jaminan Allah akan tegur dia, jadi ya ummat sesudahnya lah yang harus pandai2 memilih dan memilah, masa harus ditelan bulat2 hanya karena orang dulu kasih stempel shohih?

  21. @Hilman, perhatikan ulasan SP diatas, bhw yg menentukan sahih atau dhaifnya adalah bukan SP tapi ulama hadis juga. SP hanya mengutip dan menyimpulkan pandangan para ulama hadis terkait hadis yg menjadi topik diatas.

  22. Belajar dulu ya ilmu hadits…masa’ hadist bukhari muslim didhoifkan…anda sudah hadits kah…coba apa anda hapal 10 saja hadits yg bersambung sanadnya sampai rasulullah,.

Tinggalkan komentar