Kedudukan Hadis “Nabi SAW Melihat Allah SWT Dalam Sebaik-baik Bentuk” [4]

Hadis Jabir bin Samurah

Hadis Jabir dalam perkara ru’yah ini kami temukan dalam kitab As Sunnah Ibnu Abi Ashim, hadis ini tidaklah tsabit sanadnya dan tidak bisa dijadikan hujjah. Hadis ini termasuk hadis yang tidak menyebutkan kalau ru’yah itu terjadi di dalam mimpi

ثنا أبو بكر بن أبي شيبة ثنا يحيى بن أبي بكير ثنا إبراهيم ابن طهمان ثنا سماك بن حرب عن جابر بن سمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله تعالى تجلى لي في أحسن صورة فسألني فيما يختصم الملأ الأعلى قال قلت ربي لا أعلم به قال فوضع يده بين كتفي حتى وجدت بردها بين ثديي أو وضعهما بين ثديي حتى وجدت بردها بين كتفي فما سألني عن شيء إلا علمته

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abi Bakir yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahman yang berkata telah menceritakan kepada kami Simmak bin Harb dari Jabir bin Samurah yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah SWT telah menampakkan diri kepadaku dalam sebaik-baik bentuk. Maka Dia bertanya kepadaku “apakah kamu tahu mengenai apa Al Mala’ul A’la (para malaikat) bertengkar?”.  Aku menjawab “wahai Rabbku aku tidak mengetahuinya”. Maka Dia meletakkan tangannya diantara kedua bahuku hingga aku merasakan dingin diantara kedua dadaku. Kemudian tidaklah Dia bertanya kepadaku kecuali Aku mengetahuinya. [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 465]

Hadis ini adalah hadis yang dhaif karena Simmak bin Harb. Ia dita’dilkan sebagian orang dan dilemahkan oleh sebagian yang lain. Tetapi pendapat yang melemahkan lebih diunggulkan karena terdapat alasan yang jelas untuk melemahkannya yaitu hadisnya mudhtharib, hafalannya yang buruk alias tidak dhabit dan ia mengalami ikhtilat. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 4 no 405 dimana ia mengutip bahwa

  • Syu’bah dan Sufyan Ats Tsawri mendhaifkannya
  • Ahmad bin Hanbal menyatakan hadisnya mudhtharib
  • Ibnu Ma’in menyatakan Simmak tsiqat tetapi ia juga mengatakan kalau Simmak sering memusnadkan hadis-hadis yang tidak dimusnadkan oleh yang lainnya.
  • Ibnu Ammar mengatakan mereka (para ulama) berkata tentangnya “Ia sering salah dan diperselisihkan hadis-hadisnya”
  • Ibnu Mubarak menyatakan “ia dhaif dalam hadis”
  • Shalih bin Muhammad Al Jazarah menyatakan ia didhaifkan
  • Ibnu Kharrasy menyatakan ada kelemahan di dalam hadisnya
  • Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “ia banyak melakukan kesalahan”
  • An Nasa’i menyatakan kalau Simmak bin Harb tidak bisa dijadikan hujjah jika menyendiri dan ia menerima riwayat dengan talqin
  • Al Bazzar mengatakan kalau Simmak mengalami kekacauan hafalan sebelum wafat

Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/394 menyatakan kalau Simmak bin Harb jujur tetapi riwayatnya dari Ikrimah mudhtharib, ia mengalami kekacauan hafalan dan ia menerima riwayat dengan talqin. Ad Daruquthni dalam Al ‘Ilal 4/120 mengatakan kalau Simmak bin Harb hafalannya buruk. Ibnu Jauzi memasukkan Simmak bin Harb dalam kitab Ad Dhu’afa Wal Matrukin no 1552.

Bagi kami Simmak bin Harb tidak bisa dijadikan hujjah dalam hadis ini dengan beberapa alasan. Simmak bin Harb hadisnya mudhtharib seperti yang dikatakan Ahmad bin Hanbal walaupun sebagian orang mengatakan bahwa riwayatnya yang mudhtharib khusus dari Ikrimah saja. Kami katakan benar riwayatnya dari Ikrimah terbukti mudhtharib dan hadis Ru’yah adalah hadis yang mudhtharib [berdasarkan pembahasan sebelumnya] sehingga bisa jadi Simmak juga mengalami kekacauan pula disini. Selain itu Ibnu Ma’in mengatakan kalau Simmak sering memusnadkan hadis yang tidak dimusnadkan oleh yang lain dan An Nasa’i mengatakan Simmak menerima riwayat dengan talqin, tentu saja semua itu penyakit yang membuat hadisnya sangat meragukan. Ditambah lagi dia adalah seorang yang hafalannya buruk dan mengalami ikhtilat sebelum wafatnya. Jadi hadis Simmak bin Harb dalam hal ini tidak bisa dijadikan hujjah.
.

.

Hadis Abu Umamah

Hadis Abu Umamah juga diriwayatkan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim. Sama seperti yang lainnya hadis ini tidak lepas dari illat yang menjatuhkannya ke derajat dhaif.

ثنا يوسف بن موسى ثنا جرير عن ليث عن ابن سابط عن أبي أمامة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال تراءى لي ربي في أحسن الصورة ثم ذكر الحديث

Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa yang berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Laits dari Ibnu Sabith dari Abi Umamah dari Nabi SAW yang berkata “Rabbku memperlihatkan diri kepadaku dalam sebaik-baik bentuk” –kemudian Beliau menyebutkan hadis-. [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 466]

Hadis ini dhaif dan mengandung dua illat yang menjatuhkannya

  • Laits bin Abi Sulaim, dia walaupun dita’dilkan sebagian orang tetapi juga dilemahkan oleh banyak orang lainnya karena hafalannya yang buruk, hadisnya mudhtharib dan mengalami ikhtilath. Dalam At Tahdzib juz 8 no 835 disebutkan kalau ia dilemahkan oleh Ibnu Ma’in, Ibnu Uyainah, Abu Zar’ah, Yahya bin Sa’id, Ibnu Sa’ad dan yang lainnya. Ibnu Hibban dan Al Bazzar menyatakan ia mengalami ikhtilat. Abu Zur’ah dan Al Bazzar menyatakan bahwa hadisnya mudhtharib.
  • Ibnu Saabith tidak mendengar dari Abu Umamah. Hal ini seperti yang dikatakan Ibnu Ma’in yang dikutip dalam Al Marasil Ibnu Abi Hatim 1/127 no 217 dan Jami’ Ahkam Al Marasil Al Hafiz Abu Sa’id ‘Alaiy no 428. Jadi hadis ini dhaif karena sanadnya munqathi’ (terputus).

Hadis Abu Umamah dhaif karena kelemahan hafalan salah seorang perawinya yaitu Laits bin Abi Sulaim dan sanadnya munqathi’.
.

.

Hadis Abu Rafi’

Hadis ru’yah riwayat Abu Rafi’ dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam kitabnya Mu’jam Al Kabir

حدثنا جعفر بن محمد بن مالك الفزاري الكوفي ثنا عباد بن يعقوب الأسدي ثنا عبد الله بن إبراهيم بن الحسين بن علي بن الحسن عن أبيه عن جده عن عبيد الله بن أبي رافع عن أبي رافع قال خرج علينا رسول الله صلى الله عليه و سلم مشرق اللون فعرف السرور في وجهه فقال رأيت ربي في أحسن صورة فقال لي يا محمد أتدري يم يختصم الملأ الأعلى ؟ فقلت  يا رب في الكفارات قال وما الكفارات ؟ قلت إبلاغ الوضوء أماكنه على الكراهيات والمشي على الأقدام إلى الصلوات وانتظار الصلاة بعد الصلاة

Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad bin Malik Al Fazari Al Kufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Abbad bin Yaqub Al Asdi yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ibrahim bin Husain bin Ali bin Husain dari ayahnya dari kakeknya dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari Abi Rafi’ yang berkata “Rasulullah SAW keluar kepada kami dengan wajah yang cerah dan tampak kegembiraan di wajahnya kemudian Beliau SAW berkata “Aku melihat Rabbku dalam sebaik-baik bentuk dan Dia berkata kepadaku “Wahai Muhammad apakah kamu tahu mengenai apa Al Mala’ul A’la (para malaikat) bertengkar?”. Aku menjawab “Wahai Rabbku tentang Al Kafarat?”. Dia berfirman “Apa itu Al Kafarat?” Aku menjawab “Menyempurnakan wudhu’ dalam keadaan yang tidak disukai, berjalan untuk shalat berjama’ah dan menunggu waktu shalat setelah shalat”. [Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 1/317 no 938]

Hadis ini adalah hadis yang dhaif jiddan dikarenakan dua illat (penyakit) dalam sanadnya yaitu

  • Ja’far bin Muhammad bin Malik Al Fazari Al Kufi, dia adalah Syaikh (guru) Thabrani yang dikatakan dhaif dan pemalsu hadis sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Tarajum Syuyukh Thabrani no 331.
  • Abdullah bin Ibrahim bin Husain dan ayahnya tidak dikenal biografinya dalam kitab hadis sebagaimana yang disebutkan Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 1/543 no 1222 jadi mereka berdua tidak dikenal.

Oleh karena itu hadis Abu Rafi’ ini kedudukannya sangat dhaif dan tidak layak dijadikan hujjah.
.

.

Kesimpulan

Hadis Jabir bin Samurah dhaif karena kelemahan salah seorang perawinya yang membuat hadisnya meragukan. Hadis Abu Umamah dhaif karena sanadnya terputus dan hadis Abu Rafi’ dhaif jiddan karena perawinya yang sangat dhaif dan sebagian tidak dikenal.

22 Tanggapan

  1. Al quran adalah al furqan, setiap hadits harus diuji dengan al quran, kalo bertentangan maka hadits itu palsu

    saya bukan ahli hadits, tapi dari buku shabbir ahmed yang saya baca, banyak para perawi hadits berasal dari persia. Al quran juga melarang kita berpecah belah, misalnya dalam mazhab. di zaman 4 khalifah sebenarnya umat muslim bersatu, bangsa Persia lah yang membuat makar dan memecahbelah muslim

    Salam damai salam persahabatan

  2. hehehehehe….tanggapan yang aneh…

  3. @qarrobin

    Al quran adalah al furqan, setiap hadits harus diuji dengan al quran, kalo bertentangan maka hadits itu palsu

    ooh tentu, itu kaidah yang benar tetapi kita tetap berhati-hati menerapkannya. jangan sampai penafsiran kita yang sesuka hati terhadap Al Qur’an kita samakan dengan Al Qur’an itu sendiri.

    saya bukan ahli hadits, tapi dari buku shabbir ahmed yang saya baca, banyak para perawi hadits berasal dari persia

    yang anda maksud itu ulama penulis kitab hadis kali seperti Bukhari dkk, tapi gak masalah kok asalnya darimana. Lgpula kajian shabbir itu juga belum tentu benar. Saya sih tidak melihat ada bukti untuk asumsinya itu.

    Al quran juga melarang kita berpecah belah, misalnya dalam mazhab. di zaman 4 khalifah sebenarnya umat muslim bersatu, bangsa Persia lah yang membuat makar dan memecahbelah muslim

    persoalan sederhana, bangsa Persia yang mana yang anda katakan memecah belah muslim?. Persia itu ada banyak orangnya, apa semuanya?

  4. @qarrobin

    Justru yg aneh org Sunni yg sering menjelek-jelekan org Persia tapi ironisnya mengangkat org2 Persia spt Bukhori, Al-Ghazali, Abdul Qadir Jaelani dll menjadi imamnya. Sementara org Syi’ah Persia sendiri mengangkat org2 Arab sbg imamnya spt Imam Ali dan keturunannya. He he lucu…

  5. @SP

    ooh tentu, itu kaidah yang benar tetapi kita tetap berhati-hati menerapkannya. jangan sampai penafsiran kita yang sesuka hati terhadap Al Qur’an kita samakan dengan Al Qur’an itu sendiri.

    Mudah2an mereka paham ini. Karena kenyataan di lapangan banyak (mereka) mengklaim tafsir mereka sebagai Al-Qur’an itu sendiri. Sehingga terjadilah perang tafsir yang berlanjut dengan saling hujat (bahkan bunuh2an yaa?..)

    Salam damai.

  6. tuan ijin tak copy.smoga brmanfaat.tapi kok huruf arabnya kok gak nyambung di word-ku ya.alias putus2 per huruf.kok gak spt biasanya.

  7. Zakariyya, arabnya pindah dulu ke power point baru pindah ke word,..

  8. sekali lagi sudah dijelaskan secara komprehensif di sini :

    http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/11/kedudukan-hadis-nabi-saw-melihat-allah.html

  9. @antirafidhah
    gak ada yang komprehensif disana, semua yang ada di sana sudah diterangkan dalam semua pembahasan disini. Silakan dibaca dengan benar 🙂

  10. Hadits Jabir bin Samurah yg diriwayatkan Ibnu Abi ‘Ashim itu sesuai dgn syarat Muslim seratus persen, perhatikan riwayat Muslim berikut:
    حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ طَهْمَانَ حَدَّثَنِي سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ
    قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ
    (Shahih Muslim bab Fadhlu nasabin Nabi saw)
    seratus persen sanad Muslim sama dgn sanad Ibnu Abi ‘Ashim, kalau mau melemahkan riwayat ini maka lemahkan pula riwayat Muslim di atas.
    Adapun menyamakan kasusnya dgn kasus riwayat Ismail bin Abu Uwais sebagaimana yg dilakukan Ibnu Hajar maka itu perlu alasan yg kuat. seperti yg dikemukakan oleh Al-HAfizh terhadap riwayat Ismail bin Abu Uwais yaitu bahwa Bukhari meriwayatkan dari usul kitabnya Ismail. Apakah ada alasan yg sama untuk Simak dalam riwayat Muslim sehingga anda bisa membuat kaidah kalau riwayat Simak yg dipercaya hanya yg ada dalam shahihain?!
    Kalau tidak, maka itu namanya tarjih biduuni murajjih, jadi tidak bisa diterima.
    Kalau anda ingin katakan bahwa riwayat Muslim di atas lemah lantaran Simak, berarti anda telah membuat pendapat baru yg belum pernah diungkap siapapun bahkan para penulis kitab Al-Ilal, dimana mereka tidak pernah mempersolkan riwayayat Simak dalam Shahih Muslim.

  11. @pria idaman

    Hadits Jabir bin Samurah yg diriwayatkan Ibnu Abi ‘Ashim itu sesuai dgn syarat Muslim seratus persen, perhatikan riwayat Muslim berikut:
    حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ طَهْمَانَ حَدَّثَنِي سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ
    قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ
    (Shahih Muslim bab Fadhlu nasabin Nabi saw)
    seratus persen sanad Muslim sama dgn sanad Ibnu Abi ‘Ashim, kalau mau melemahkan riwayat ini maka lemahkan pula riwayat Muslim di atas.

    Anda ini aneh, perawi yang saya permasalahkan itu adalah Simmak bin Harb. Saya sudah jelaskan alasan kedhaifannya dengan membawakan hujjah perkataan ulama. Selain itu saya juga berlandaskan pada kaidah jarh yang beralasan lebih didahulukan daripada ta’dil. Apa yang anda lakukan tidak menguatkan apapun. Memangnya Imam Muslim itu harga mati dan tidak bisa diganggu gugat penilaiannya?.

    Adapun menyamakan kasusnya dgn kasus riwayat Ismail bin Abu Uwais sebagaimana yg dilakukan Ibnu Hajar maka itu perlu alasan yg kuat. seperti yg dikemukakan oleh Al-HAfizh terhadap riwayat Ismail bin Abu Uwais yaitu bahwa Bukhari meriwayatkan dari usul kitabnya Ismail.

    Lho sama persis kan. Muslim berhujjah dengan Simmak sebagaimana Bukhari [dan Muslim juga] berhujjah dengan Ismail bin Abi Uwais. Tetapi faktanya Ismail bin Abi Uwais terbukti dhaif dan jarh terhadapnya keras dan beralasan maka dari itu Ibnu Hajar melakukan usaha penyelamatan dengan menyatakan hadis Ibnu Abi Uwais selain di kitab shahih tidak bisa dijadikan hujjah. Begitu pula dengan Simmak, tidak ada gunanya anda membawakan sanad Muslim ketika saya telah membawakan jarh yang beralasan kepada Simmak.

    Apakah ada alasan yg sama untuk Simak dalam riwayat Muslim sehingga anda bisa membuat kaidah kalau riwayat Simak yg dipercaya hanya yg ada dalam shahihain?!

    Itu cuma opsi yang saya tawarkan kepada anda atau siapa saja yang merasa risih ketika saya membawakan jarh yang jelas kepada Simmak dengan dalih dijadikan hujjah oleh Muslim. Kalau kaidah Ibnu Hajar itu bisa ia lakukan untuk menyelamatkan Bukhari Muslim karena berhujjah dengan Ismail bin Abi Uwais maka kaidah yang sama bisa digunakan untuk menyelamatkan Muslim karena berhujjah dengan Simmak. Bisa dicerna kata-kata saya. 🙂

    Kalau tidak, maka itu namanya tarjih biduuni murajjih, jadi tidak bisa diterima. Kalau anda ingin katakan bahwa riwayat Muslim di atas lemah lantaran Simak, berarti anda telah membuat pendapat baru yg belum pernah diungkap siapapun bahkan para penulis kitab Al-Ilal, dimana mereka tidak pernah mempersolkan riwayayat Simak dalam Shahih Muslim.

    Lo saya tanya kepada anda?. Kira-kira berapa banyak ulama yang melemahkan Ismail bin Abi Uwais. Terus bukankah Bukhari dan Muslim berhujjah dengan hadisnya. Nah saya tanya lagi, apakah itu berarti ulama tersebut membuat pendapat baru?. Silakan cermati dan cerna dulu perkataan orang lain sebelum buru-buru membantah 🙂

  12. Kok jadi muter begini? Saya kan sudah jelaskan bahwa kata Ibnu Hajar riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Abi Uwais itu dari kitab dasarnya Ibnu Abi Uwais sehingga kemungkinan besar adalah shahih. Apakah Simak juga punya kasus serupa, sehingga Anda harus membedakan riwaayat yg ada pada shahih Muslim dgn riwayat yg ada pada Ibnu Abi ‘Ashim padahal sanadnya seratus persen sama?
    Saya akan menerima pendapat anda kalau anda bisa membuktikan bahwa riwayat Simak yg bisa diterima hanya yg ada dalam riwayat Muslim. Jadi pilihan anda cuma dua, memberikan bukti bahwa riwayat Simak di luar Muslim adalah dha’if sebagaimana Ibnu Hajar memberikan bukti itu untuk riwayat Ibnu Abi Uwais pada Al-Bukhari, atau mendhaifkan riwayat Muslim karena ada Simak bin Harb.

    Setiap orang akan ada yg menjarh dan menta’dil, makanya para muhaqqiqin menyimpulkan derajat apa yg sesungguhnya pantas diberikan kepada rawi. Terbukti Al-Hafizh Ibnu Hajar menyimpulkan Simmak ini shaduq sebagaimana dalam At-Taqrib dan Adz-Dzahabi menyimpulkannya tsiqah sebagaimana dalam kitabnya: “Man Takallama fiihi wa huwa muwatstsaq aw shalihul hadits”.

  13. @pria idaman

    aneh sekali baik anda maupun saudara abul-jauzaa itu sama saja. suka membahas hal yang bukan pokok masalah. Hujjah saya itu mengenai dhaifnya Simmak itu sudah cukup jelas, silakan dilihat itu adalah jarh yang beralasan. kalau anda atau siapapun mau taklid siapa saja, ya gak penting buat saya.

    Kok jadi muter begini? Saya kan sudah jelaskan bahwa kata Ibnu Hajar riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Abi Uwais itu dari kitab dasarnya Ibnu Abi Uwais sehingga kemungkinan besar adalah shahih.

    lho mau dari manapun kalau memang bersumber dari Ibnu Abi Uwais ya dhaif, yang jadi pokok pencacatan itu ya kredibilitasnya Ibnu Abi Uwais yang dikenal dhaif. dan kedhaifannya itu dalam bentuk jarh yang beralasan. btw Muslim juga berhujjah dengan Ibnu Abi Uwais, nah alasan apa lagi yang anda gunakan sekarang?.

    Apakah Simak juga punya kasus serupa, sehingga Anda harus membedakan riwaayat yg ada pada shahih Muslim dgn riwayat yg ada pada Ibnu Abi ‘Ashim padahal sanadnya seratus persen sama?

    tuh anda masih aja berhujjah soal sanad yang sama. Yang saya permasalahkan itu hanya Simmak bin Harb seorang perawi, nah terdapat alasan yang cukup untuk menyatakan hadisnya dhaif. Alasan itulah yang seharusnya dibahas. baik Simmak maupun Ibnu Abi Uwais memiliki jarh yang beralasan untuk dikatakan dhaif.

    Jadi pilihan anda cuma dua, memberikan bukti bahwa riwayat Simak di luar Muslim adalah dha’if sebagaimana Ibnu Hajar memberikan bukti itu untuk riwayat Ibnu Abi Uwais pada Al-Bukhari, atau mendhaifkan riwayat Muslim karena ada Simak bin Harb.

    btw riwayat Simmak ada kok yang dhaif dan terbukti mudhtharib seperti riwayatnya dari Ikrimah

    Setiap orang akan ada yg menjarh dan menta’dil, makanya para muhaqqiqin menyimpulkan derajat apa yg sesungguhnya pantas diberikan kepada rawi. Terbukti Al-Hafizh Ibnu Hajar menyimpulkan Simmak ini shaduq sebagaimana dalam At-Taqrib dan Adz-Dzahabi menyimpulkannya tsiqah sebagaimana dalam kitabnya: “Man Takallama fiihi wa huwa muwatstsaq aw shalihul hadits”.

    btw jangan berlindung di balik nama muhaqqiq yang terkadang bisa anda tolak seenaknya. Ibnu Hajar juga menyebutkan kalau Simmak itu riwayatnya mudhtharib dari Ikrimah, ikhtilath, dan menerima talqin. kira-kira itu jarh bukan. lucunya Ibnu Abi Uwais itu juga dinilai shaduq oleh Ibnu Hajar dengan embel2 yukhti’u padahal ia seorang yang dhaif. kalau mau membahas, langsung ke pokok bahasannya yaitu jarh pada Simmak bin Harb.

  14. Kapan saya menolak perkataan para muhaqqiq seenaknya, jangan asal, kalau anda temukan orang lain berbuat begitu ya sampaikan saja kepada orang itu janga ke saya.
    Satu hal lagi, kan sudah saya jelaskan bahwa memang riwayat Ikrimah yg dha’if itu adalah yg dari Ikrimah, apa perlunya anda membahasnya lagi di sini??
    Makanya, kalau semua orang dicari siapa yg menjarh, maka Imam Abu Hanifah juga dijarh mufassar oleh Ibnu Qutaibah dan lain-lain, apakah lalu jarhnya langsung diterima?!
    Saya kan sudah jelaskan alasan Ibnu Hajar menolak riwayat Ibnu Abi Uwais, lalu anda yg mau menyamakannya dgn Simak, padahal anda tidak pnya bukti untuk menganalogikan kasus Ibnu Abi Uwais dgn Simak, jadi memang pilihan anda tinggal satu yaitu melemahkan riwayat Muslim, bagaimana?

  15. @pria idaman

    Kapan saya menolak perkataan para muhaqqiq seenaknya, jangan asal, kalau anda temukan orang lain berbuat begitu ya sampaikan saja kepada orang itu janga ke saya.

    lho yang Ibnu Jauzi itu apa bukan anda 😛

    Satu hal lagi, kan sudah saya jelaskan bahwa memang riwayat Ikrimah yg dha’if itu adalah yg dari Ikrimah, apa perlunya anda membahasnya lagi di sini??

    cuma contoh agar anda dan para pentaklid yang asal taklid itu mengerti apa itu yang namanya mudhtharib. Mengapa riwayat Simmak dari Ikrimah mudhtharib, itu karena terkadang ia meriwayatkan hadis tersebut dari Nabi SAW, terkadang dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW, terkadang dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW. Makanya disebut mudhtharib, lucunya kok gak ada nih yang bilang “lho bisa saja dikompromikan, bisa saja Simmak meriwayatkan memang dari ketiganya yaitu dari Nabi SAW, dari Ikrimah dan dari Ibnu Abbas”. Itu namanya mudhtharib bung dan sama kasusnya dengan kasus Ibnu ‘Aaisy :mrgreen:

    Makanya, kalau semua orang dicari siapa yg menjarh, maka Imam Abu Hanifah juga dijarh mufassar oleh Ibnu Qutaibah dan lain-lain, apakah lalu jarhnya langsung diterima?!

    Apa harus saya sebutkan syaikh salafy yang mencacatkan hadis Abu hanifah? bicara saja terus kemana-mana :mrgreen:

    Saya kan sudah jelaskan alasan Ibnu Hajar menolak riwayat Ibnu Abi Uwais, lalu anda yg mau menyamakannya dgn Simak, padahal anda tidak pnya bukti untuk menganalogikan kasus Ibnu Abi Uwais dgn Simak, jadi memang pilihan anda tinggal satu yaitu melemahkan riwayat Muslim, bagaimana?

    lho jelas-jelas Simmak dan Ibnu Abi Uwais itu dhaif dengan jarh mufassar. Saya ingin tanya pada anda ini, menurut anda Ibnu Abi Uwais itu dhaif atau tidak? tolong dijawab dengan jujur, kalau menurut anda dhaif maka kok bisa dijadikan hujjah oleh Bukhari dan Muslim?. Jadi anda sebenarnya gak punya pilihan toh, btw saya juga bisa tuh mengajukan pertanyaan seperti itu :mrgreen:

  16. he he he Mantabs, ayo di puter-puter…atau jawab yg jujur, dhaif atau tidak ???

  17. jawab aja yg jujur, biar tambah pinter mumpung lg dapet guru yg sabar.

    @sp……………..,
    top dech

  18. Wah ternyata dah ada tambahan nih, maaf tiga hari saya tidak bisa ol karena kesibukan.
    Bagi saya Ibnu Abi Uwais dha’if, tapi khusus riwayatnya dalam Al-Bukhari yg diterima sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Muqaddimah Fathul Bari, dan itu juga sudah dinyatakan oleh SP, dan alasannya sudah saya sebutkan di atas berdasrkan pengakuan Ibnu Abi Uwais sendiri.
    Sedangkan untuk SImak bin Harb saya anggap haditsnya yg sesuai dgn syarat Muslim adalah hasan, karena tidak ada alasan menyamakannya dgn Ibnu Abi Uwais seperti “tawaran” saudara SP bahwa hanya dalam riwayat Muslim saja riwayatnya bisa diterima sedang dalam riwayat orang lain tidak.
    Apakah para ahli hadits ada yg mengatakan seperti itu?

  19. @Pria idaman

    Bagi saya Ibnu Abi Uwais dha’if, tapi khusus riwayatnya dalam Al-Bukhari yg diterima sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Muqaddimah Fathul Bari, dan itu juga sudah dinyatakan oleh SP, dan alasannya sudah saya sebutkan di atas berdasrkan pengakuan Ibnu Abi Uwais sendiri.

    Maaf kalau anda mengakui Ibnu Abi Uwais dhaif maka mengapa anda menerima alasan “berdasarkan pengakuan Ibnu Abi Uwais sendiri”. Bukankah kesaksian perawi dhaif tidak diterima. Alasan itu tidak tegak dengan hujjah tetapi seperti yang saya bilang usaha penyelamatan. Lagipula Ibnu Abi Uwais tidak hanya dijadikan hujjah oleh Bukhari tetapi juga oleh Muslim. Nah apakah ada alasan khusus pula yang berkaitan dengan Muslim?.

    Sedangkan untuk SImak bin Harb saya anggap haditsnya yg sesuai dgn syarat Muslim adalah hasan, karena tidak ada alasan menyamakannya dgn Ibnu Abi Uwais seperti “tawaran” saudara SP bahwa hanya dalam riwayat Muslim saja riwayatnya bisa diterima sedang dalam riwayat orang lain tidak.
    Apakah para ahli hadits ada yg mengatakan seperti itu?

    Silakan saja kalau anda mau berpendapat demikian. Seperti yang sudah saya tuliskan dahulu ada yang memang mendhaifkan hadis Simmak diantaranya An Nasa’i yang menganggap hadis Simmak itu tidak bisa dijadikan hujjah jika menyendiri karena ia menerima talqin. Bukankah An Nasa’i itu ahli hadis. Saya kira wajar-wajar saja meragukan hadis Simmak jika memang ada keraguan seputar hadis tersebut karena jarh yang dikenakan pada Simmak memang beralasan. 🙂

  20. sebenarnya dalam hadist2 bukhari-muslim, kita bisa ambil hadis2 yang benar saja dan buang semua yang salah karena jelas sekali kalau dlm Kitab hadist Bukh-Mus banyak sekali hadis2 yg kontroversial satu sama lainnya.
    Hanya saja Ulama Suni sdh terlanjur memberi Cap Shahih pd kedua Kitab Hadistnya itu..sangat disayangkan.

  21. […] secara rinci soal kejadian melihat Allah SWT tersebut yang terjadi di dalam mimpi sedangkan hadis Simmak bin Harb dan yang lainnya tidak menyebutkan soal mimpi padahal justru yang menjadi hujjah adalah mimpinya. Bukankah yang […]

Tinggalkan komentar