Bantahan Terhadap Salafy Yang Menolak Keilmuan Imam Ali Di Atas Semua Sahabat

Bantahan Terhadap Salafy Yang Menolak Keilmuan Imam Ali Di Atas Semua Sahabat

Sepertinya Salafy tidak henti-hentinya untuk membuat keraguan seputar keutamaan Ahlul Bait. Kali ini mereka menyebar syubhat tentang keilmuan Imam Ali. Salafy menolak bahwa Imam Ali memiliki ilmu di atas semua sahabat. Anehnya salafy sendiri mengakui bahwa Imam Hasan telah bersaksi mengenai keutamaan Imam Ali di atas semua sahabat

عن عمرو بن حبشي قال خطبنا الحسن بن علي بعد قتل علي رضي الله عنهما فقال لقد فارقكم رجل بالأمس ما سبقه الأولون بعلم ولا أدركه الآخرون ان كان رسول الله صلى الله عليه و سلم ليبعثه ويعطيه الراية فلا ينصرف حتى يفتح له وما ترك من صفراء ولا بيضاء الا سبعمائة درهم من عطائه كان يرصدها لخادم لأهله

Dari Amr bin Hubsy yang berkata “Hasan bin Ali berkhutbah kepada kami setelah terbunuhnya Ali RA, Beliau berkata “Sungguh kemarin, seorang laki-laki telah meninggalkan kalian, dimana orang-orang terdahulu tidak dapat menandinginya dalam hal keilmuan dan orang-orang yang datang kemudian tidak dapat menyainginya. Jika Rasulullah SAW mengutusnya dan menyerahkan bendera pasukan kepadanya maka dia tidak akan pulang hingga negri itu berhasil ditaklukan. Dia tidak meninggalkan uang kuning (dinar) dan uang putih (dirham) kecuali 700 dirham yang merupakan pemberian Rasulullah dan telah dia persiapkan untuk pembantu keluarganya.

Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad Ahmad 1/199 no 1720 dan Fadhail Ash Shahabah no 922 dan no 1013, Al Khallal dalam As Sunnah 2/353 no 471 dan diriwayatkan dengan jalan Hubairah dan dia adalah Ibnu Yarim dalam Musnad Ahmad 1/199 no 1719, Shahih Ibnu Hibban 15/383 no 6936, dan Ibnu Saad dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/38.

Atsar ini kedudukannya shahih dan telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqah. Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Washiullah Abbas telah menshahihkannya dan memang begitulah keadaannya. Sebagian salafy menolak bahwa keilmuan Imam Ali di atas semua sahabat, Atsar yang jelas ini berusaha ditakwilkan maknanya agar keutamaan Imam Ali tetap di bawah ketiga khalifah.

.

.

Tanggapan :

Salafy berkata

Perlu diketahui bahwa riwayat di atas bukan merupakan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, namun merupakan perkataan Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhuma. Jadi statusnya adalah mauquf.

Perlu diketahui bahwa Imam Hasan adalah Ahlul Bait yang merupakan pegangan umat islam agar tidak tersesat sebagaimana telah dijelaskan Nabi SAW dalam hadis Tsaqalain. Oleh karena itu perkataan Imam Hasan adalah hujjah, mauquf Ahlul Bait adalah hujjah bagi umat islam.

Salafy berkata

Sanjungan tersebut dikatakan Al-Hasan bin ‘Aliy saat terjadi fitnah beberapa saat setelah terbunuhnya ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu secara dhalim oleh ‘Abdurrahman bin Muljam – semoga Allah memberikan balasan setimpal atas dosa-dosanya. Banyak orang terfitnah sehingga membenci ‘Aliy dan merendahkan kedudukannya. Kemudian, Al-Hasan bin ‘Aliy tampil di atas mimbar untuk mengingkari mereka dan menegaskan keutamaan ‘Aliy di sisinya dan di sisi shahabat secara umum. Dan memang, ‘Aliy bin Abi Thaalib merupakan shahabat yang paling afdlal saat itu

Pernyataan ini hanyalah klaim semata, hadis tersebut diucapkan oleh Imam Hasan di hadapan mereka umat islam yang membaiatnya dan tidak diragukan kalau pengikut Imam Hasan sebelumnya juga adalah pengikut yang setia kepada Imam Ali. Maka kita dapat bertanya, siapa yang dimaksud salafy dengan banyak orang yang membenci Ali dan merendahkan kedudukannya?. Apakah Muawiyah dan pengikutnya? Bukankah mereka berada nan jauh disana dan tidak menyaksikan khutbah ini. Kaum khawarijkah? Bukankah mereka yang telah diperangi oleh Imam Ali di perang Nahrawan.  Jika pun ada yang menyusup di antara pengikut Imam Hasan maka mereka tidak akan berani mencaci dan merendahkan kedudukan Imam Ali. Hal seperti itu justru lebih mungkin dilakukan oleh Muawiyah dan pengikutnya. Dalam khutbah di atas Imam Hasan mengingatkan kepada para pengikutnya betapa mereka telah kehilangan manusia yang begitu mulia dan salah satu kemuliaannya adalah keilmuan beliau yang tidak dapat ditandingi oleh orang terdahulu dan kemudian.

Salafy berkata

Apa yang dikatakan Al-Hasan bukan dimaksudkan untuk mengunggulkan ‘Aliy di atas Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman radliyallaahu ‘anhum ajma’iin. Uslub yang dipakai oleh Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhuma ini mirip dengan yang dilakukan kakeknya, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Ini hanyalah usaha yang lemah untuk mengiring hadis agar tunduk pada pandangannya. Teks hadisnya menjelaskan bahwa keilmuan Imam Ali tidak dapat dicapai oleh mereka yang terdahulu dan tentu disini termasuk ketiga khalifah. Apa dasarnya mengecualikan mereka? atau karena mahzabnya tidak mengizinkan siapapun melebihi ketiga khalifah maka dengan seenaknya hadis tersebut mesti dipalingkan dari makna zhahirnya. Mari kita lihat uslub yang dimaksudkan salafy. Salafy membawakan hadis berikut sebagai analogi

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال: بعث النبي صلى الله عليه وسلم بعثا، وأمر عليهم أسامة بن زيد، فطعن بعض الناس في إمارته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (إن تطعنوا في إمارته، فقد كنتم تطعنون في إمارة أبيه من قبل، وايم الله إن كان لخليقا للإمارة، وإن وكان لمن أحب الناس إلي، وإن هذا لمن أحب الناس إلي بعده

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memberangkatkan pasukan dengan menunjuk Usamah bin Zaid sebagai panglima. Kemudian ada sejumlah orang yang mencela/mengkritik tentang kepemimpinannya tersebut. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika kalian mencela penunjukkan Usamah sebagai panglima berarti kalian juga mencela penunjukkan ayahnya sebagai panglima pada masa sebelumnya. Demi Allah, Zaid memang layak memimpin pasukan, dan dia tergolong orang yang paling aku cintai. Sedangkan anaknya ini (Usamah) juga termasuk orang yang paling aku cintai” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3730, Muslim no. 2426, At-Tirmidziy no. 3816, Ahmad dalam Al-Musnad 2/110 dan Fadlaailush-Shahaabah no. 1525].

Salafy mengatakan bahwa perkataan Rasul terhadap Zaid dan Usamah sebagai orang yang paling aku cintai bukan berarti mengunggulkan Zaid dan Usamah di atas Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Menurut kami tidak ada masalah dengan itu. Perkataan orang yang paling dicintai Rasul SAW bisa saja dikatakan Rasul kepada Ahlul Bait atau sahabatnya. Tetapi salafy seharusnya konsisten dalam hal ini dan seharusnya mereka juga tidak pantas menjadikan dalil hadis Amr bin Ash (bahwa yang paling dicintai Rasul SAW adalah Abu Bakar dan Aisyah) sebagai bukti keunggulan Abu Bakar di atas semua sahabat.

Uslub hadis tentang Usamah berbeda dengan hadis khutbah Imam Hasan. Dalam khutbah Imam Hasan, perkataan beliau dengan jelas mengkhususkan kalau ilmu Imam Ali di atas orang terdahulu dan terkemudian, zahir teks menafikan adanya yang menyamai ilmu Imam Ali di kalangan orang-orang tersebut. Sedangkan hadis Ibnu Umar dengan perkataan “orang yang paling aku cintai” tidaklah menafikan ada orang lain yang mendapatkan perkataan serupa.

Salafy bisa dikatakan tidak pernah bisa memahami hadis Tsaqalain dengan baik karena isi hadis Tsaqalain benar-benar bertentangan dengan mahzab mereka. Buktinya adalah mereka salafy tidak membedakan antara Ahlul Bait dengan sahabat. Bagi mereka baik sahabat dan Ahlul bait sama-sama memiliki keutamaan sehingga tidak perlu dibuat dikotomi padahal Rasulullah SAW sendiri dalam hadis Tsaqalain telah membuat dikotomi yang jelas bahwa para sahabat diharuskan untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait. Hal inilah yang tidak pernah bisa dipahami oleh salafy sehingga bagi mereka perkataan Ahlul Bait dan perkataan sahabat memiliki nilai hujjah yang sama. Perhatikan hadis Tsaqalain berikut

Dalam kitab Ma’rifat Wal Tarikh Yaqub bin Sufyan Al Fasawi 1/536 disebutkan hadis Tsaqalain dengan sanad yang shahih.

حَدَّثَنَا يحيى قَال حَدَّثَنَا جرير عن الحسن بن عبيد الله عن أبي الضحى عن زيد بن أرقم قَال النبي صلى الله عليه وسلم  إني تارك فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله عز وجل وعترتي أهل بيتي وإنهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض

Telah menceritakan kepada kami Yahya yang berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hasan bin Ubaidillah  dari Abi Dhuha dari Zaid bin Arqam yang berkata Nabi SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh padanya maka kalian tidak akan sesat yaitu Kitab Allah azza wa jalla dan ItrahKu Ahlul BaitKu dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaKu di Al Haudh.

Ucapan Nabi SAW di atas diucapkan kepada para sahabatnya dan termasuk juga kepada ketiga khalifah. Berdasarkan hadis di atas maka para sahabat diharuskan untuk berpegang teguh kepada Itrah Ahlul Bait agar tidak tersesat. Nah bagaimana mungkin sahabat mau disamakan dengan Ahlul Bait?. Jelas sekali kedudukan Ahlul Bait dalam hadis Tsaqalain lebih tinggi dari kedudukan para sahabat termasuk ketiga khalifah. Jadi tidak ada gunanya perkataan salafy

Kalaupun toh kita pahami tanpa memandang ‘illat riwayat, maka pujian atau sanjungan serupa (yaitu pujian satu shahabat terhadap yang shahabat lainnya) semisal di atas adalah banyak.

Perkataan sahabat tentang sahabat lain tidak bisa disamakan dengan perkataan Ahlul Bait. Sahabat Nabi bukanlah hujjah jika ia mauquf sedangkan Ahlul Bait adalah hujjah walaupun ia mauquf. Pujian seorang sahabat terhadap sahabat lain terkadang hanya pendapatnya semata yang tidak selalu benar. Contohnya adalah  Sanjungan Qabiishah bin Jaabir terhadap ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhuma sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 472 dengan sanad shahih

عن قبيصة بن جابر، قال  ما رأيت رجلا قط أعلم بالله ولا أقرأ لكتاب الله ولا أفقه في دين الله من عمر

Dari Qabiishah bin Jaabir, ia berkata : “Tidaklah aku melihat seorang laki-laki pun yang lebih mengetahui (berilmu) terhadap Allah, lebih bagus bacaannya terhadap Kitabullah, dan lebih paham terhadap agama dibandingkan ‘Umar”

Perkataan Qabishah(sebenarnya ia bukan sahabat tetapi mukhadramun) tidaklah menjadi hujjah mutlak karena Umar terbukti menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat seperti pelarangan beliau terhadap haji tamattu yang masyhur dalam kitab-kitab hadis.

Sedangkan perkataan Rasulullah SAW terhadap sahabatnya seperti Muadz bahwa ia paling mengetahui halal dan haram itu tidak mengandung uslub yang mengkhususkan bahwa sahabat lain tidak ada yang menyamainya, apalagi ilmu agama itu tidak hanya terbatas halal dan haram saja. Perkataan Nabi SAW tentang Ahlul Bait dalam hadis Tsaqalain justru lebih bernilai sebagai hujjah dan mencakup semua ilmu agama karena Ahlul Bait adalah pegangan sahabat dan umat islam agar tidak tersesat. Tidak ada kesulitan bagi kami menerima riwayat-riwayat seperti itu tetapi kami tidak seperti salafy yang dengan seenaknya main generalisasi mengkhususkan yang umum atau mengumumkan yang khusus demi kepentingan mahzabnya.

Salafy berkata

Pujian-pujian mereka (para shahabat) kepada yang lain menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang tawadlu’ yang mengerti siapa saja yang harus ditinggikan dan siapa saja yang harus direndahkan (yaitu orang-orang munafik dan kafir). Setiap shahabat mempunyai keutamaan.

Kami tidak meragukan bahwa setiap sahabat memiliki keutamaan tetapi kami tidak sembarangan menundukkan keutamaan sahabat. Kami menempatkan keutamaan sahabat itu sesuai pada tempatnya. Menempatkan lebih tinggi pada orang yang memang lebih tinggi keutamaannya dan menempatkan lebih rendah pada orang yang rendah keutamaannya. Kami tidak seperti salafy yang bahkan tidak bisa membedakan kata-kata kelimuan dengan keutamaan, kami tidak seperti salafy yang tidak bisa membdakan kata-kata keilmuan dengan kata-kata dicintai.

Seolah mengerti yang umum dan parsial salafy itu malah berkata

Dan di antara keutamaan-keutamaan yang dimiliki, mereka semua telah berijma’ (sepakat) untuk mengutamakan Abu Bakr dan ‘Umar dibandingkan shahabat yang lain – dalam keutamaan yang bersifat global/umum (bukan keutamaan yang bersifat parsial).

Apa maksud perkataan itu?. Dimana letak ijma’ yang dimaksud, jika memang hanya bersandar pada atsar Ibnu Umar maka akan kami tunjukkan nanti hadis yang akan membungkam salafy. Lucunya sekarang salafy bicara soal umum dan parsial, padahal yang sedang dibahas itu adalah aspek keilmuan Imam Ali. Apakah keilmuan itu keutamaan yang bersifat global atau parsial?. Nyatanya bahkan dalam hal parsial pun salafy tidak rela kalau ada yang melebihi ketiga khalifah. Salafy menggunakan atsar Ibnu Umar sebagai bukti akan adanya ijma’ sahabat. Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata

كنا نفاضل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر ثم عمر ثم عثمان ثم نسكت

Kami mengutamakan di jaman Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam : Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian kami diam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 7251, Ibnu Abi Syaibah 12/9, Ahmad 2/14, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1195, dan Ath-Thabaraniy no. 13301; shahih].

Inikah ijma’ sahabat yang dimaksud salafy. Mereka berhujjah dengan hadis ini padahal hadis ini malah memberatkan keyakinan mereka sendiri. Bukankah salafy mengatakan bahwa mereka mengutamakan Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali. Bukankah ijma’ sahabat berdasarkan atsar Ibnu Umar adalah mengutamakan Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian para sahabat diam. Begitu pula salafy yang berhujjah dengan perkataan Imam Ali bahwa beliau hanyalah seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin, kalau memang begitu lantas atas dasar apa salafy mengutamakan Ali setelah Utsman. Seharusnya salafy juga diam sebagaimana halnya ijma’ sahabat yang mereka maksudkan.

Kemudian perhatikan hadis berikut yang menggunakan uslub yang sama dengan hadis Ibnu Umar

قال عطاء قدم جابر بن عبدالله معتمرا فجئناه في منزله فسأله القوم عن أشياء ثم ذكروا المتعة فقال نعم استمتعنا على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم وأبي بكر وعمر

Atha’ berkata “Jabir bin Abdullah datang untuk menunaikan ibadah umrah. Maka kami mendatangi tempatnya menginap. Beberapa orang dari kami bertanya berbagai hal sampai akhirnya mereka bertanya tentang mut’ah. Jabir menjawab “benar, memang kami melakukannya pada masa hidup Rasulullah SAW, masa Abu Bakar dan Umar”. [hadis Shahih Muslim 2/1022 no 15 (1405) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi]

Bukankah salafy mengakui kalau mut’ah itu diharamkan dan nikah mut’ah sama halnya dengan zina. Perhatikan perkataan Jabir dengan menggunakan kata “kami”. Jika dianalogikan dengan atsar Ibnu Umar di atas dimana kata “kami” ditafsirkan salafy sebagai ijma’ sahabat maka dalam hal ini atsar Jabir mengatakan (dengan logika salafy) bahwa sahabat telah berijma’ membolehkan dan melakukan nikah mut’ah itu artinya mayoritas sahabat sudah berzina [berdasarkan perkataan salafy kalau nikah mut’ah itu sama saja dengan zina]. Naudzubillah

Salafy berkata

Kalaupun misal kita pertentangkan – (dan sebenarnya kita tidak pernah mempertentangkannya) – antara perkataan Al-Hasan bin ‘Aliy dengan ‘Aliy yang dua-duanya membicarakan tentang diri ‘Aliy radliyallaahu ‘anhuma; siapakah yang lebih pantas untuk didahulukan ? Tentu saja perkataan ‘Aliy tentang dirinya-lah yang lebih didahulukan daripada selainnya, sebagaimana ma’ruf dalam kaidah-kaidah tarjih ilmu ushul.

Ini adalah cara berpikir salafy yang campur aduk, atsar Imam Hasan dengan jelas berbicara soal keilmuan sedangkan atsar Imam Ali yang dikutip salafy tidak sedikitpun menyinggung soal keilmuan. Dan ngomong-ngomong soal tarjih bahwa perkataan seseorang tentang dirinya mesti didahulukan maka apa yang akan dikatakan salafy ketika melihat atsar tentang Abu Bakar dimana ia berkhutbah

قال أما بعد أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم فان أحسنت فأعينوني وإن أسأت فقوموني الصدق أمانة والكذب خيانة والضعيف فيكم قوي عندي حتى أرجع عليه حقه إن شاء الله والقوي فيكم ضعيف حتى آخذ الحق منه إن شاء الله لا يدع قوم الجهاد في سبيل الله إلا خذلهم الله بالذل ولا تشيع الفاحشة في قوم إلا عمهم الله بالبلاء أطيعوني ما أطعت الله ورسوله فاذا عصيت الله ورسوله فلا طاعة لي عليكم قوموا الى صلاتكم يرحمكم الله

Ia berkata “Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik diantara kalian maka jika berbuat kebaikan bantulah aku. Jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku, kejujuran adalah amanah dan kedustaan adalah khianat. Orang yang lemah diantara kalian ia kuanggap kuat hingga aku mengembalikan haknya kepadanya jika Allah menghendaki. Sebaliknya yang kuat diantara kalian aku anggap lemah hingga aku mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya jika Allah mengehendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah timpakan kehinaan dan tidaklah kekejian tersebar di suatu kaum kecuali adzab Allah ditimpakan kepada kaum tersebut. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mentaati Allah dan RasulNya maka tiada kewajiban untuk taat kepadaku. Sekarang berdirilah untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian. [Sirah Ibnu Hisyam 4/413-414 tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik, dinukil Ibnu Katsir dalam Al Bidayah 5/269 dan 6/333 dimana beliau menshahihkannya].

Perhatikan perkataan Abu Bakar “bukanlah aku yang terbaik diantara kalian”, jika memang perkataan seseorang tentang dirinya mesti didahulukan maka perkataan Abu Bakar bahwa ia bukan orang yang terbaik diantara para sahabat Nabi lebih bernilai hujjah. Ibnu Katsir dalam Al Bidayah mengatakan bahwa kata-kata Abu Bakar itu hanyalah bagian dari sikap tawadhu’ beliau saja karena beliau jelas orang yang terbaik diantara semua sahabat. Begitulah pembelaan seenaknya dan jika memang begitu maka dengan mudahnya dapat dikatakan perkataan Imam Ali bahwa yang paling baik adalah Abu Bakar dan Umar sedangkan diri Beliau hanyalah seorang dari kaum muslimin juga adalah bagian dari tawadhu’ beliau karena telah banyak hadis shahih yang menunjukkan keutamaan Beliau diatas semua sahabat termasuk ketiga khalifah.

Selanjutnya mari kita ikuti logika bathil salafy yang berhujjah dengan hadis keutamaan Abu Bakar tetapi mereka tidak bisa menempatkannya dengan baik.  Hadis pertama yang dibawakan salafy adalah hadis Abu Bakar menjadi Imam shalat. Hadis seputar masalah ini tidak hanya terbatas pada apa yang dikutip salafy saja, ada hadis-hadis lain yang akan memberatkan hujjah salafy. Hadis perihal Abu Bakar sebagai Imam shalat mengandung kesimpangsiuran yang akan tampak oleh para peneliti tetapi ghaib dalam pandangan para muqallid. Kami akan membawakan dua hadis yang menunjukkan kesimpangsiuran sekaligus memberatkan hujjah salafy.

عن أنس بن مالك قال لم يخرج النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثاً، فأقيمت الصلاة فذهب أبو بكر يتقدم، فقال نبي الله صلى الله عليه وسلم بالحجاب فرفعه، فلما وضح وجه النبي صلى الله عليه وسلم، ما نظرنا منظراً كان أعجب إلينا من وجه النبي صلى الله عليه وسلم حين وضح لنا، فأومأ النبي صلى الله عليه وسلم بيده إلى أبي بكر أن يتقدم، وأرخى النبي صلى الله عليه وسلم الحجاب فلم يُقدَر عليه حتى مات

Dari Anas bin Malik yang berkata “Selama tiga hari Rasulullah SAW tidak keluar untuk menjadi Imam shalat maka pada hari ketiga setelah iqamat dikumandangkan dan Abu Bakar bersiap-siap untuk maju, Nabi berkata “bukalah tirai rumah ini”. Ketika wajah Nabi muncul maka seketika kami merasa tidak ada pemandangan yang lebih indah dari wajah Nabi yang muncul kepada kami namun beliau mengisyaratkan agar Abu Bakar tetap menjadi Imam dan kemudian Beliau menutup kembali kain rumahnya. Pada hari itulah beliau SAW wafat. [Shahih Bukhari no 681 dan Shahih Muslim no 419]

Hadis di atas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak shalat bersama para sahabat sebanyak 3 hari artinya Abu Bakar menjadi Imam shalat selama 3 hari. Selama tiga hari itu Rasulullah SAW tidak muncul dan muncul kembali pada hari ketiga di hari wafatnya Beliau SAW. Kemudian lihat riwayat yang dikutip salafy berikut

عن عبيدالله بن عبدالله؛ قال: دخلت على عائشة فقلت لها: ألا تحدثيني عن مرض رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ قالت: بلى. ثقل النبي صلى الله عليه وسلم. فقال “أصلى الناس؟” قلنا: لا. وهم ينتظرونك. يا رسول الله! قال “ضعوا لي ماء في المخضب” ففعلنا. فاغتسل. ثم ذهب لينوء فأغمي عليه. ثم أفاق فقال “أصلى الناس؟” قلنا: لا. وهم ينتظرونك. يا رسول الله! فقال “ضعوا لي ماء في المخضب” ففعلنا. فاغتسل. ثم ذهب لينوء فأغمي عليه. ثم أفاق. فقال “أصلى الناس؟” قلنا: لا. وهم ينتظرونك. يا رسول الله! فقال” ضعوا لي ماء في المخضب” ففعلنا. فاغتسل. ثم ذهب لينوء فأغمي عليه. ثم أفاق فقال “أصلى الناس؟” فقلنا: لا. وهم ينتظرونك، يا رسول الله! قالت والناس عكوف في المسجد ينتظرون رسول الله صلى الله عليه وسلم لصلاة العشاء الآخرة. قالت فأرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى أبي بكر، أن يصلي بالناس. فأتاه الرسول فقال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرك أن تصلي بالناس. فقال أبو بكر، وكان رجلا رقيقا: يا عمر! صل بالناس. قال فقال عمر: أنت أحق بذلك. قالت فصلى بهم أبو بكر تلك الأيام. ثم إن رسول الله صلى الله عليه وسلم وجد من نفسه خفة فخرج بين رجلين. أحدهما العباس، لصلاة الظهر. وأبو بكر يصلي بالناس. فلما رآه أبو بكر ذهب ليتأخر. فأومأ إليه النبي صلى الله عليه وسلم أن لا يتأخر. وقال لهما “أجلساني إلى جنبه” فأجلساه إلى جنب أبو بكر. وكان أبو بكر يصلي وهو قائم بصلاة النبي صلى الله عليه وسلم. والناس يصلون بصلاة أبي بكر. والنبي صلى الله عليه السلام قاعد

Dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah, ia berkata : Aku pernah masuk ke tempat ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa, lalu aku bertanya kepadanya : “Tidakkah engkau sudi memberitahuku tentang sakit Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Ia menjawab : “Tentu. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sakit berat. Beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang telah shalat ?’. Kami menjawab : ‘Belum, mereka menunggumu wahai Rasulullah’. Beliau bersabda : ‘Ambilkan aku air dalam bejana’. Kami pun mengambilkannya. Beliau mandi, lalu keluar hendak menuju pintu masjid, kemudian beliau pingsan. Setelah sadar beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat ?’. Kami menjawab : ‘Belum, mereka menunggumu wahai Rasulullah’. Beliau bersabda : ‘Ambillkan aku air dalam bejana’. Kami pun mengambilkannya. Kemudian beliau mandi, lalu keluar menuju masjid, namun beliau pingsan lagi. Setelah sadar, beliau bertanya : ‘Apakah orang-orang sudah shalat ?’. Kami menjawab : ‘Belum, mereka menunggumu wahai Rasulullah’. ‘Aisyah berkata : “Ketika itu orang-orang beri’tikaf dimasjid sambil menunggu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat ‘Isya’. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada Abu Bakr untuk mengimami shalat. Utusan itu menemui Abu Bakr, lalu berkata : ‘Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruhmu untuk menjadi imam shalat’. Abu Bakr – dan dia adalah orang yang sangat halus perasaannya – berkata : ‘Wahai ‘Umar, imamilah orang-orang shalat !’. ‘Umar menjawab : ‘Engkau lebih berhak menjadi imam’. Maka Abu Bakr menjadi imam shalat selama beberapa hari. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam merasa tubuhnya agak sehat. Lalu beliau keluar untuk shalat Dhuhur dengan dipapah oleh dua orang, salah satunya adalah Al-‘Abbas radliyalaahu ‘anhu. Pada saat Abu Bakr akan menjadi imam shalat, ia melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu mundur. Maka, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberinya isyarat agar ia jangan mundur. Nabi berkata kepada kedua orang yang memapah beliau : Dudukkan aku di samping Abu Bakr’. Abu Bakr shalat dengan berdiri mengikuti shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan orang-orang mengikuti shalat Abu bakr. Dan Nabi (ketika itu) shalat sambil duduk” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 713 dan Muslim no. 418].

Hadis diatas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh Abu Bakar menjadi imam shalat kemudian hal itu berlangsung beberapa hari hingga Rasulullah datang untuk shalat dzuhur. Jika kita menerima bahwa shalat Rasulullah SAW yang terakhir itu adalah shalat dzuhur dan setelah itu selama tiga hari Rasul SAW tidak ikut shalat berjama’ah hingga beliau wafat ( 3 hari berdasarkan hadis Anas sebelumnya) maka itu berarti Abu Bakar mengimami shalat lebih dari 3 hari yaitu beberapa hari sebelum shalat Dzuhur Rasul SAW dan 3 hari selepas shalat dzuhur Rasul SAW. Padahal dalam hadis Anas disebutkan dengan jelas bahwa Rasul SAW tidak shalat berjamaah selama 3 hari.

Kemudian jika kita menafsirkan bahwa beberapa hari yang dimaksud dalam hadis Aisyah (yang dikutip salafy) adalah tiga hari yang dimaksud maka pada hari ketiga itu berarti Rasulullah SAW ikut shalat berjama’ah tetapi hal ini bertentangan dengan riwayat Anas bahwa Rasul SAW di hari ketiga tidak ikut shalat berjamaah. Disebutkan dalam Al Bidayah bahwa Abu Bakar menjadi imam sebanyak 17 shalat dan ada yang berkata 20 shalat (dalam Tahdzib Al Bidayah disebutkan 19 shalat). Hari kamis dimulai Ashar Maghrib Isya kemudian hari Jum’at(5) Sabtu(5) dan Ahad(5) serta fajar hari senin. Itu berarti

  • Abu Bakar mulai menjadi imam shalat ashar hari kamis
  • Nabi SAW dipapah dua orang untuk shalat dzuhur berjama’ah pada hari Kamis

Dua hal ini akan tampak rancu, hadis Aisyah menyebutkan bahwa Abu Bakar mulai menjadi imam shalat pada waktu isya’ bukan waktu ashar. Dan seandainya Nabi SAW shalat dzuhur berjama’ah pada hari kamis dimana ketika itu Abu Bakar sudah ditunjuk menjadi imam maka bagaimana mungkin dikatakan Abu Bakar mulai jadi imam waktu kamis shalat ashar. Hadis Aisyah justru menyebutkan bahwa Abu Bakar menjadi imam saat isya’ kemudian itu berlangsung beberapa hari hingga akhirnya Nabi SAW dipapah Abbas RA dan Ali RA mengikuti shalat dzuhur. Jika dikatakan shalat dzuhur itu terjadi hari kamis maka Abu Bakar telah menjadi imam beberapa hari sebelumnya. Hal ini justru bertentangan dengan riwayat Anas bahwa Abu Bakar menjadi imam selama 3 hari dimulai dari hari kamis. Inilah yang kami maksud dengan riwayat yang simpangsiur.

Kemudian ada kesimpangsiuran lain yang nampak dalam hadis berikut

عن عبد الله بن زمعة بن الأسود بن المطلب بن أسد قال لما استعز برسول الله صلى الله عليه و سلم وأنا عنده في نفر من المسلمين قال دعا بلال للصلاة فقال مروا من يصلي بالناس قال فخرجت فإذا عمر في الناس وكان أبو بكر غائبا فقال قم يا عمر فصل بالناس قال فقام فلما كبر عمر سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم صوته وكان عمر رجلا مجهرا قال فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم فأين أبو بكر يأبى الله ذلك والمسلمون يأبى الله ذلك والمسلمون قال فبعث إلى أبي بكر فجاء بعد ان صلى عمر تلك الصلاة فصلى بالناس قال وقال عبد الله بن زمعة قال لي عمر ويحك ماذا صنعت بي يا بن زمعة والله ما ظننت حين امرتنى الا أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أمرك بذلك ولولا ذلك ما صليت بالناس قال قلت والله ما أمرني رسول الله صلى الله عليه و سلم ولكن حين لم أر أبا بكر رأيتك أحق من حضر بالصلاة

Dari Abdullah bin Zam’ah Bin Al Aswad bin Muthalib bin Asad, dia berkata “Ketika Rasulullah SAW sakit aku berada di sisinya bersama beberapa orang dari kaum muslimin, kemudian Bilal mengumandangkan adzan maka Rasulullah SAW bersabda “perintahkan agar seseorang menjadi imam kaum muslimin”. Maka aku keluar dan disana aku bertemu Umar, sementara Abu Bakar ketika itu tidak kelihatan. Aku berkata “berdirilah Umar untuk menjadi Imam shalat”, maka Umar berdiri dan mulai bertakbir. Ketika Rasulullah SAW mendengar suara Umar-Umar dikenal dengan suaranya yang keras-. Rasulullah SAW berkata “Mana Abu Bakar? Sesungguhnya Allah dan kaum muslimin tidak akan rela dengan ini, Sesungguhnya Allah dan kaum muslimin tidak akan rela dengan ini”. Maka diutus orang untuk mencari Abu Bakar dan akhirnya beliau datang setelah Umar selesai melaksanakan shalat dan Abu Bakar kembali shalat mengimami orang-orang. Abdullah bin Zam’ah berkata “Umar berkata kepadaku, celakalah engkau wahai Ibnu Zam’ah apa yang telah kau perbuat terhadapku?. Demi Allah aku tidak mengira apa perintahmu tadi kecuali itu perintah Rasulullah SAW, kalau aku tahu maka aku tidak akan berani menjadi Imam shalat. Aku berkata “Demi Allah aku tidak pernah diperintahkan Rasulullah SAW untuk memilihmu namun ketika kulihat Abu Bakar tidak ada maka engkaulah yang kuanggap berhak untuk menjadi Imam shalat”.

Hadis ini Shahih [Diriwayatkan Ahmad dalam Musnad Ahmad 4/322 dan dishahihkan dalam tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain no 18808, dalam tahqiq Syaikh Syu’aib beliau mengkritik hadis ini karena an’an ah Ibnu Ishaq dan dia mudallis tetapi kritikan ini lemah karena dalam hadis lain Ibnu Ishaq menyebutkan penyimakan dengan jelas seperti dalam Sunan Abu Dawud no 4660 dimana Syaikh Al Albani berkata hasan shahih dan Al Mustadarak Al Hakim no 6703 dan beliau menshahihkannya].

Hadis ini tampak jelas bertentangan dengan hadis yang dikutip salafy, ada beberapa poin yang akan dibahas

  • Umar pertama-tama menjadi Imam shalat, di hadis ini beliau dengan rela menerima perintah menjadi imam tanpa perlu menunggu Abu Bakar padahal di hadis Aisyah (yang dikutip salafy) Umar malah menganggap Abu Bakar yang berhak menjadi imam.
  • Kalau memang Umar rela bahwa dirinya menjadi imam, maka bagaimana dengan perkataan Rasul SAW “Sesungguhnya Allah dan kaum muslimin tidak akan rela dengan ini, Sesungguhnya Allah dan kaum muslimin tidak akan rela dengan ini”.
  • Abu Bakar tidak ikut menghadiri shalat berjama’ah yang diimami Umar. Abu Bakar datang ketika Umar sudah selesai shalat. Anehnya Abu Bakar kembali mengimami orang-orang shalat, seolah-olah shalat yang diimami Umar tidak sah sehingga harus diulang.

Ada yang paling musykil dalam hadis ini yaitu Abu Bakar yang awalnya tidak ikut shalat berjama’ah sehingga perlu dicari atau dipanggil terlebih dahulu. Nah kira-kira apa yang akan dikatakan oleh salafy padahal Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu berkata

لَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْ الصَّلَاةِ إِلَّا مُنَافِقٌ قَدْ عُلِمَ نِفَاقُهُ أَوْ مَرِيضٌ إِنْ كَانَ الْمَرِيضُ لَيَمْشِي بَيْنَ رَجُلَيْنِ حَتَّى يَأْتِيَ الصَّلَاةَ وَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يُؤَذَّنُ فِيهِ

”Sungguh aku telah melihat keadaan kami (yaitu keadaan para shahabat)! Tidaklah ada yang meninggalkan shalat berjama’ah (di masjid) kecuali orang munafik yang jelas kemunafikannya; atau orang yang yang sakit. Jika ia seorang yang sakit, tentu ia bisa berjalan dengan dipapah oleh dua orang sehingga dia bisa mendatangi shalat berjama’ah. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita ’sunnah-sunnah huda’ (= ajaran agama). Dan di antara sunnah-sunnah huda tersebut adalah shalat berjama’ah di masjid yang di dalamnya dikumandangkan adzan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 654].

Itulah sekelumit hal-hal yang tampak simpang siur dari riwayat Abu Bakar menjadi Imam shalat, belum lagi jika riwayat ini dibenturkan dengan riwayat penunjukkan dan perintah Rasul SAW  mengenai Sarriyah Usamah maka akan tampak kemusykilan yang lain yang perlu diteliti lebih lanjut. Bagi kami tidak masalah jika salafy mengklaim keutamaan Abu Bakar sebagai Imam shalat tetapi bukan berarti keilmuan Abu Bakar melebihi keilmuan Imam Ali. Anehnya salafy malah melupakan sabda Rasulullah SAW dihadapan banyak sahabat yaitu perkataan Rasul SAW di ghadirkum dimana saat itu Rasulullah SAW memegang tangan Ali dan menyatakan bahwa Ahlul bait adalah pegangan Umat islam termasuk Abu Bakar agar tidak tersesat. Hadis Tsaqalain adalah sebaik-baik bukti bahwa ilmu Imam Ali berada diatas semua sahabat sehingga para sahabat diperintahkan untuk berpegang padanya.

Mari kita bahas hadis terakhir yang menjadi hujjah salafy yaitu Hadits tentang wasiat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menemui Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu sepeninggal beliau.

عن محمد بن جبير بن مطعم، عن أبيه؛ أن امرأة سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا. فأمرها أن ترجع إليه. فقالت: يا رسول الله! أرأيت إن جئت فلم أجدك؟ – قال أبي: كأنها تعني الموت – “فإن لم تجديني فأتي أبا بكر”.

Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya : Bahwasannya ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang sesuatu perkara. Maka beliau memerintahkannya untuk kembali lagi (di lain waktu). Maka wanita itu berkata : “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku datang namun aku tidak dapat menemuimu ?” – Ayahku (Jubair bin Muth’im) berkata : ‘Sepertinya yang ia maksudkan jika beliau wafat’ – . Maka beliau bersabda : “Apabila engkau tidak dapat menemuiku, maka temuilah Abu Bakr” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3659, Muslim no. 2386, dan yang lainnya].

Hadis ini dijadikan hujjah salafy bahwa Rasul SAW telah menunjuk Abu Bakar sebagai orang yang akan menyelesaikan perkara wanita tersebut jika wanita tersebut tidak menemui Nabi SAW. Kami tidak menolak hadis ini tetapi tindakan asal generalisasi seenaknya salafy yang mengatakan hadis ini menunjukkan keilmuan Abu Bakar diatas semua sahabat lain adalah sesuatu yang keliru. Perkataan Rasul SAW tentang Abu Bakar berlaku untuk wanita tersebut tidak ada keterangan itu juga berlaku bagi yang lain. Selain itu di hadis tersebut tidak ada keterangan soal ilmu apalagi dikatakan Abu Bakar mewarisi semua ilmu Rasul SAW. Itu namanya menarik-narik dalil agar sesuai dengan keinginannya. Dalil yang sangat jelas adalah Rasul SAW telah menunjuk Imam Ali sebagai pemimpin (wali) bagi setiap orang mukmin

ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لعلي أنت ولي كل مؤمن بعدي

Rasulullah SAW bersabda kepada Ali “Engkau adalah pemimpin (wali) bagi setiap mukmin setelahku”. [diriwayatkan dalam Musnad Abu Daud Ath Thayalisi no 829 dan 2752, Sunan Tirmidzi no 3713, Khasa’is An Nasa’i no 89, Musnad Abu Ya’la no 355, Shahih Ibnu Hibban no 6929, Musnad Ahmad 5/356 dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dan Al Mustadrak 3/134, Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 4/468 menyatakan sanadnya kuat, Syaikh Al Albani memasukkan hadis ini dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 2223].

Hadis di atas sangat jelas menunjukkan bahwa Imam Ali adalah wali atau pemimpin bagi setiap orang beriman sepeninggal Nabi SAW termasuk diantaranya ketiga khalifah. Untuk membungkam syubhat yang mengatakan bahwa kata wali bukan berarti pemimpin maka kami katakan silakan lihat sendiri khutbah Abu Bakar yang kami kutip sebelumnya. Khutbah tersebut diucapkan setelah beliau dibaiat sebagai khalifah dan perhatikan kata yang ia gunakan, ia tidak menggunakan kata khalifah tetapi wali untuk menyatakan kepemimpinannya. Maka teranglah bagi kita bahwa pemahaman salafy yang mendistorsi atsar Imam Hasan RA diatas adalah salah.

Akhir kata kami akan tutup pokok bahasan yang panjang ini dengan riwayat bukti keilmuan Abu Bakar dan Umar

عن بن أبي مليكة قال قال عروة لابن عباس حتى متى تضل الناس يا بن عباس قال ما ذاك يا عرية قال تأمرنا بالعمرة في أشهر الحج وقد نهى أبو بكر وعمر فقال بن عباس قد فعلها رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال عروة كانا هما أتبع لرسول الله صلى الله عليه و سلم واعلم به منك

Dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata “Urwah berkata kepada Ibnu Abbas “sampai kapan engkau akan menyesatkan manusia wahai Ibnu Abbas?. Ibnu Abbas berkata “Apa itu wahai Urayyah?”. Urwah menjawab “Engkau menyuruh kami melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji padahal Abu Bakar dan Umar telah melarangnya”. Ibnu Abbas pun berkata “Itu telah dilakukan oleh Rasulullah SAW”. Urwah berkata “Mereka berdua (Abu Bakar dan Umar) juga mengikuti Rasulullah SAW dan lebih mengetahui daripada engkau”. [diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 1/252 no 2277 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Ahmad Syakir].

Rasulullah SAW tidak pernah melarang umrah pada bulan-bulan haji. Hal ini telah ditegaskan oleh Ibnu Abbas dan banyak sahabat lain (lagipula umat islam sekarang justru mempraktekkan umrah pada bulan haji) jadi bagaimana mungkin Abu Bakar dan Umar melarang sesuatu yang telah ditetapkan Rasulullah SAW. Dan tampaknya Urwah bin Zubair terlalu mengagung-agungkan Abu Bakar dan Umar sehingga baginya mereka jauh lebih mengetahui walaupun perkataan mereka bertentangan dengan sunah Rasul SAW. Wallahu’alam

17 Tanggapan

  1. Wooiii.. pertamax.. 😆

    Uraian yang panjang lebar.. tetapi ternyata lemah argumentasinya dan hanya klaim semata. argumentasi yg sangat khas kesyi’ahannya dan seringkali sudah dijawab… kecewa dech saya 😆

  2. @antirafidhah
    btw yang cuma klaim kan anda (kelihatan jelas kok), kalau memang lemah ya tunjukkan dong. kerjaan sampean cuma bisa menggerutu doang. siapapun pasti kecewa dengan komentar model menggerutu kayak anda itu :mrgreen:
    btw argumen saya gak ada hubungannya sama syiah, situ aja yang kena penyakit syiahphobia. Setiap ada yang berhujjah dengan ahlul bait eh sampean main asal tuduh syiah :mrgreen:

  3. @Antirafidhah/Salafiyyun

    Begini saja, jika anda2 msh keras kepala dan bebal, bahwa Imam Ali as dan ahlulbaitnya memiliki keilmuan yg jauh dari sahabat Nabi lain, tolong tunjukkan ke kami sebuah riwayat saja mengenai ketinggian ilmu Abubakar/Umar/Utsman atau sahabat lain seperti apa yg pernah kita dengar riwayat mengenai ketinggian Imam Ali as dalam menjawab berbagai pertanyaan, baik dari kalangan muslimin sendiri maupun dari kaum di luar Islam. Jika anda tdk pernah mendengar atau membaca
    riwayat mengenai ketinggian Imam Ali as ini, maka dgn senang hati akan sy tampilkan.

    Klaim2 kalian yg tanpa bukti dan terpaku pada doktrin menunjukkan betapa lemahnya akal dan piciknya beragama.

    Salam

  4. Askum,
    Ya Allah, Ihdinashshiratal Mustaqiem,
    semoga mas SP tetap sehat, kuat, mendapat pencerahan dan membawa pencerahan, Jadi kebaikan dunia dan akhirat, amien

  5. Salam,

    Begiulah buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, sebagaimana para sesembahannya dianggap paling berilmu padahal jahil

    Typical banget

  6. Salam

    Dia jadi yg pertama mempamer kedunguannya di sini…iya kan?

    Kecewa kami semua deh…

  7. Ayat itu dituju kepada yg mengklaim…PERTAMAX…

  8. Ini adl hadis yg sering dipakai hujjah oleh salafy : (copas dr blog tetangga)

    Hadis Jubair ibn Muth’im
    وعن جُبير بن مطعم قال : ” أتت امرأة إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأمرها أن ترجع اليه ، فقالت : إن جئت ولم أجدك – كأنها تقول الموت – ، قال : إن لم تجديني فأتي أبا بكر” رواه البخاري ومسلم .

    “Dari Jubair ibn Muth’im ia berkata, “Ada seorang wanita datang menemui Nabi saw. lalu beliau memerintahkannya agar kembali kepada beliau di waktu lain, maka wanita itu berkata, ’Jika aku datang lalu tidak mendapatimu –maksudnya beliau wafat-, bagaimana? Maka Nabi bersabda, “Jika engkau tidak mendapatiku maka datangi Abu Bakar.’” (HR. Bukahri & Muslim)

    Hadis Ibnu Abbas
    وعن إبن عباس رضي الله عنه قال : جاءت إمرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم تسأله شيئاً ، فقال : تعودين ، فقالت : يا رسول الله إن عدت فلم أجدك – تعرض بالموت – ، فقال : إن جئت فلم تجديني فأتي أبا بكر فإنه الخليفة بعدي ” رواه إبن عساكر .
    “Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, “Ada seorang wanita datang menemui Rasulullah saw. untuk meminta sesuatu, lalu beliau bersabda, ‘Kembalilah di waktu lain!’ Ia berkata, ‘Jika aku kembali lalu aku tidak mendapatimu –mati maksudnya-. Maka beliau bersabda, ‘Jika engkau kembali dan tidak mendapatiku maka datangi Abu Bakar, karena sesungguhnya ia adalah Khalifah setelahku.’” (HR. Ibnu ‘Asâkir)

    Adapun dua riwayat tersebut adalah bertolak belakang dengan riwayat shahih yang deriwayatkan melalui jalur para parawi yang tsiqah dari Dzuaib bahwa, “Ketika Nabi saw. menjalang wafat, Shafiyyah (istri beliau) berkata, ‘Wahai Rasulullah, semua istri Anda memiliki keluarga yang menjadi tempat berlindung mereka, sedangkan engkau telah mendeportasi keluargaku, lalu jika terjadi apa yang terjadi (wafat maksudnya), kepada siapakah aku ini berlindung?’ Maka rasulullah saw. bersabda, ‘Kepada Ali ibn Abi Thalib.’”

    Baca Majma’ az Zawâid,9/112-113, ia berkata, “Hadis ini diriwayatkan ath Thabarani dan seluruh perawinya adalah perawi hadis shahih.”

  9. @Normad

    Sungguh JAHIL mereka yang mensahihkan hadits tsb dgn mengatas namakan Rasul dan perawi adalah Ibnu Abbas. Mereka menganggap hadits yang disampaikan Bukhari & Muslim lebih benar dari Firman Allah dalam Alqur’an.
    Apakah demkian jelek akhlak Rasul sehingga menolak permintaan seorang wanita yang meminta tolong?
    Dimana letak Firman Allah yang mengatakan Rasul mempunai AKHLAK ADHIIM ( sangat Mulia) dan RAKHMAT LIL ALAMIN?
    Mereka2 yang menganggap hadits tsb adalah ucapan Rasul adalah SESAT. Wasalam

  10. @rafidhah

    Wah…hati2 dgn klaim sesat….

    Salam

  11. Tulisan2 di blog ini sangat argumentatif dan memiliki rujukan/dalil yg jelas. Penuh ketelitian & usaha keras. Sayangnya bantahan2 terhadapnya dari Salafiyyun hampir semuanya tdk mampu mengimbangi, sebaliknya malah penuh dgn klaim2 dan tuduhan yg nol argumen. Tuduhan syiah lah, larangan mencela lah, tdk boleh itu tdk boleh ini lah.

    Jika anda wahai para salafiyyun sdh tdk mampu berargumen & tak mampu mempertahankan keshahihan ajaran dan keyakinan anda alangkah baiknya anda tinggalkan saja dan ucapkan Selamat Tinggal kepada guru2 anda, Muhammad bin Abdul Wahab, Bin Bazz dan Albani.

    Sy paham mengapa pengikut Yesus begitu sulit utk diajak berdialog mengenai keesaan Tuhan. Bagi mereka cukup dengan mengimani paham (doktrin) Trinitas, tanpa perlu memastikan apakah logika dapat menerima atau tdk.

    Salam

  12. @armand
    sayangnya pemilik blog salafiyun itu juga mengidap penyakit syiahphobia (yah namanya juga salafy), lha masa’ ketika saya memuliakan Imam Ali dan berhujjah dengan keutamaan Ahlul bait (hadis Tsaqalain) malah saya dituduh orang syiah. Memangnya di dunia ini islam hanya salafy sama syiah doang, bakal marah ituh para ulama Alawiyyun dan pengikutnya. :mrgreen:
    *OOT MODE ON*

  13. @armand

    seperti biasa tulisan anda = addendum ad Poniyem & subyektif banget… wuakakak

    @SP

    Lha anda malah mengidap penyakit Salafyphobia (namanya juga syi’ah), lha masa’ ketika kita memuliakan Abu Bakar dan keutamaan beliau di atas sahabat2 yg laen berdasarkan hadits2 shahih dianggap hanya keyakinan Salafy saja, padahal seluruh Sunni (termasuk Alawiyyun) juga berkeyakinan spt itu mas.. bakal marah ituh para ulama Alawiyyun dan pengikutnya.. Kalo syi’ah seh emang beda .. wuakakak..

    *OOT MODE ON*

  14. @imem

    ketika kita memuliakan Abu Bakar dan keutamaan beliau di atas sahabat2 yg laen berdasarkan hadits2 shahih dianggap hanya keyakinan Salafy saja, padahal seluruh Sunni (termasuk Alawiyyun)

    Jangan sok tahu deh, situ mah bisanya cuma mengklaim doang plus menghina-hina orang, akhlak yang memalukan :mrgreen:

  15. @Imem

    Daripada cuman bisa klaim2, lbh baik anda tunjukkan bagaimana yg tdk subjektif itu. Misalnya menunjukkan ke sy bukti bahwa tokoh2 yg anda sanjung memang memiliki keilmuan yg luar biasa sehingga mengklaimnya di atas ilmunya Imam Ali as. Adakah dialog antara tokoh2 anda (Abubakar, Umar, Utsman) dgn kaum di luar Islam, atau dalam kalangan Islam saja yg memperlihatkan keilmuan mereka seperti apa yg dilakukan Imam Ali as? Atau jika anda kesulitan, khutbah mereka? Tulisan2 mereka? Mana bung! Mari kita diskusikan.

    Menurut sy sih Qurays Shihab atau bahkan Zainuddin MZ msh lebih memberikan manfaat ilmu dibanding mrk.

    Mau anda sebut sy Addendum ad Poniyem kek, Addendum ad Ponari kek sama sekali ga ada artinya.

    Salam

  16. @armand
    yah jangan yang diharap deh Mas, kalau ustadnya yang salafiyun itu bisanya cuma mengklaim, apalagi yang mesti diharapkan dari si imem just muqallid. imem atau antirafidhah itu hanya bisa menggerutu saja. Saya masih menunggu komentar lain yang lebih berkualitas bukan cuap-cuap membela diri terutama dari pemilik blog yang ngakunya salafiyun itu :mrgreen:

  17. orang-orang salafy itu kan orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran dan tidak siap dengan adanya perbedaan. mereka buta mata dan buta hati, mengingkari adanya surat al-Ahzab:33, mengingkari adanya ayat al-Mubahallah, tidak mau menerima kenyataan bahwa peristiwa ghadir kum adalah realitas historis yang tidak terbantahkan. penolakan mereka thd sumber2 yg menyatakan keutamaan imam ali diatas para sahabat lain mengingatkan kita akan isi dari QS at-Taubah: 101 dan al-Hujurat: 6 yang berisi tentang kemunafikan para sahabat. juga pembangkangan muawyah dan keturunannya thd imam ali dan ahlul baytnya. segera tobat saudara-saudara salafy mumpung masih ada waktu, jgn seperti firaun mengaku beriman setelah sakaratul maut.

Tinggalkan komentar