Studi Kritis Hadis Larangan Mencela Sahabat Nabi SAW

Studi Kritis Hadis Larangan Mencela Sahabat Nabi SAW

Pada dasarnya mencela seorang Muslim adalah perkara yang haram baik itu dari kalangan sahabat Nabi ataupun bukan. Tetapi dalam penerapannya terjadi ketimpangan dan distorsi yang bercampur-aduk dengan berbagai kepentingan. Kita sepakat bahwa baik sahabat Nabi ataupun bukan adalah pribadi yang bisa saja melakukan kesalahan dan menyatakan kesalahan seorang muslim bukanlah termasuk tindakan Mencela.

  • Jika seorang Muslim berzina dan kita katakan berzina maka perkataan kita itu bukanlah itu suatu tindakan mencela.
  • Jika seorang Muslim berkhianat dan kita katakan ia berkhianat maka yang kita lakukan bukanlah Mencela.
  • Jika seorang sahabat Menyakiti Nabi SAW atau Ahlul Bait Nabi SAW dan kita katakan kalau perbuatan sahabat itu salah maka bukanlah perkataan kita itu Mencela.

Sungguh luar biasa melihat betapa banyak orang-orang yang tidak mengerti arti “Mencela”. Seolah-olah bagi mereka menyalahkan sebuah kemungkaran termasuk dalam kategori  “Mencela”. Apa sebenarnya yang meracuni pikiran mereka ini?, tidak lain adalah doktrin-doktrin tentang Sahabat yang mereka telan tanpa mempelajari sejarah dengan baik. Bagi mereka sahabat Nabi tidak boleh diungkapkan kesalahannya, tidak boleh dibicarakan kemungkarannya dan tidak boleh dikritik perbuatannya. Jika perbuatan sahabat Nabi melanggar syariat maka cukup berdiam diri dan jika ada yang berani mengungkapkannya maka orang tersebut harus dikatakan telah mencela Sahabat Nabi. Betapa Naifnya padahal Rasulullah sendiri tidak pernah berdiam diri atas kesalahan sahabatNya.

Mari kita lihat hadis yang sering dijadikan dasar untuk menutupi kesalahan dan kemungkaran Sahabat Nabi

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

Dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Janganlah Kalian mencela para SahabatKu. Seandainya salah seorang dari Kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai satu mud infaq salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih Bukhari 5/8 no 3673, Muslim dalam Shahih Muslim 4/1067 no 221 (2540), Sunan Tirmidzi 5/695 no 3861, Sunan Abu Dawud 2/626 no 4658, Sunan Ibnu Majah 1/57 no 161 dan Musnad Ahmad 3/11 no 11094.

Mari kita analisis hadis ini dengan seksama dan menggunakan logika yang benar. Hadis ini diriwayatkan oleh sahabat Nabi Abu Sa’id Al Khudri RA yang mendengar langsung perkataan Nabi SAW tersebut. Janganlah Kalian mencela para SahabatKu. Perkataan ini diucapkan Nabi SAW kepada orang-orang, dan orang-orang inilah yang termasuk dalam kata “Kalian”. Misalnya kalau kita berhadapan langsung dengan banyak orang dan kita berkata “Janganlah Kalian” maka yang dimaksud “Kalian” disini jelas orang-orang yang berhadapan dengan kita. Maka begitu juga hadis di atas. Kata “Kalian” menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang berhadapan dengan Nabi SAW. Rasulullah SAW berbicara dengan orang-orang dihadapan Beliau bahwa mereka jangan mencela Sahabat Nabi. Artinya disini ada dua entitas yang berbeda yaitu

  • Kalian yang berarti Orang-orang yang berhadapan dengan Nabi dimana Nabi SAW berbicara kepada mereka
  • SahabatKu yang berarti Sahabat Nabi yang diinginkan Nabi SAW agar jangan dicela.

Seandainya salah seorang dari Kalian berinfaq emas seperti gunung Uhud. Artinya Rasulullah SAW mengatakan kepada orang-orang tersebut yang berada di hadapan Nabi SAW, seandainya mereka berinfaq emas seperti gunung Uhud. Maka tidak akan menyamai satu mud infaq salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya. Mereka yang dimaksud disini adalah Sahabat Nabi. Rasulullah SAW mengatakan bahwa seandainya orang-orang yang berada di hadapan Nabi SAW tersebut berinfaq emas sebesar gunung uhud maka tidak akan bisa menyamai infaq salah seorang dari “Sahabat Nabi”. Perkataan ini jelas ditujukan kepada orang-orang Muslim di zaman Nabi karena hanya seorang Muslim yang bersedia berinfaq, dan jelas bukan ditujukan kepada orang-orang kafir. Jadi kata Kalian yang dimaksud dalam hadis ini menunjuk pada Orang-orang Muslim yang berhadapan dengan Nabi SAW ketika hadis tersebut diucapkan. Orang-orang inilah yang menurut Nabi infaqnya walau sebesar gunung uhud tidak bisa menyamai infaq satu mud atau setengahnya dari infaq Sahabat Nabi. Sehingga pertanyaan kita berikutnya adalah siapakah Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW?.

Ada yang mengatakan bahwa sahabat Nabi yang dimaksud adalah semua sahabat Nabi yang merujuk pada pengertian Ibnu Hajar

Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi SAW dalam keadaan mukmin (beriman kepadanya) dan meninggal dalam keadaan Islam”. Sehingga definisi ini mencakup orang yang berjumpa dengan Beliau dan ber-mulazamah lama atau sebentar, orang  yang meriwayatkan hadits dari beliau atau yang tidak, orang yang berperang bersama beliau atau tidak dan orang yang melihat beliau walaupun belum bermajelis dengannya dan orang yang tidak melihat beliau karena buta.

Definisi Ibnu Hajar jelas menunjukkan bahwa Sahabat Nabi adalah semua orang muslim yang berada di zaman Nabi dan bertemu dengan Beliau. Definisi ini jelas tidak bisa dicocokkan dengan pernyataan Nabi SAW di atas. Karena kalau kita menuruti definisi Ibnu Hajar maka kata “Kalian” yang berarti “Orang-orang Muslim yang berhadapan dengan Nabi” juga termasuk kedalam Sahabat Nabi. Padahal hadis di atas menjelaskan bahwa infaq Orang-orang itu (“Kalian”) walau sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai infaq satu mud atau setengahnya salah seorang dari Sahabat Nabi (“Mereka”). Nah kalau memang “Kalian” itu adalah sahabat Nabi sudah jelas infaqnya akan sama dengan “Mereka” (yang juga Sahabat Nabi). Buktinya Rasul SAW mengatakan tidak sama. Inilah kekacauan yang tidak terlihat karena pikiran yang cuma sekedar taklid.

Hadis di atas justru menunjukkan bahwa Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW di atas memiliki definisi yang berbeda dengan definisi Ibnu Hajar. Artinya yang dimaksudkan Nabi SAW adalah bukan semua sahabat yang berdasarkan definisi Ibnu Hajar yaitu setiap orang muslim yang beriman dan bertemu Nabi SAW.

Intinya ada ketimpangan antara Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW dalam hadis di atas dan Sahabat Nabi menurut definisi Ibnu Hajar. Sekarang mari kita lihat hadis berikut (juga riwayat Abu Sa’id) dalam Musnad Ahmad 3/28 no 11236 yang dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth

عن أبي سعيد الخدري ان النبي صلى الله عليه و سلم قال فأقول أصحابي أصحابي فقيل انك لا تدري ما أحدثوا بعدك قال فأقول بعدا بعدا أو قال سحقا سحقا لمن بدل بعدي

Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi SAW bersabda “Aku berkata “SahabatKu, SahabatKu,” maka dikatakan kepadaku “Sesungguhnya Engkau tidak mengetahui apa yang sudah mereka ubah sepeninggalMu”. Lalu aku berkata “Jauh, jauh” atau berkata “celakalah celakalah mereka yang mengubah sepeninggalKu”.

Berhadapan dengan hadis ini akankah kita katakan berdasarkan definisi Ibnu Hajar bahwa Sahabat Nabi di atas adalah semua orang muslim yang beriman kepada Nabi dan bertemu dengan Nabi SAW. Akankah kita mengatakan bahwa kata SahabatKu yang diucapkan oleh Nabi SAW adalah semua sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar. Jika iya maka berarti semua sahabat Nabi itu telah mengadakan hal-hal baru sepeninggal Nabi yang membuat mereka celaka. Sepertinya akan banyak orang yang tidak rela dengan penjelasan seperti ini.

Tetapi betapa anehnya ketika hadis larangan mencela Sahabat Nabi di atas yang juga menggunakan lafaz yang sama “SahabatKu” maka itu dikatakan semua sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar. Padahal matan hadisnya justru menunjukkan bahwa Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi bukanlah semua orang islam yang ada pada zaman Nabi. Lucu sekali jika dikatakan bahwa kata “sahabat Nabi” dalam hadis di atas adalah semua sahabat Nabi seluruhnya dan kata “Kalian” dalam hadis di atas adalah generasi setelah sahabat Nabi. Padahal matan hadisnya menjelaskan bahwa Rasulullah SAW berbicara langsung dengan orang-orang yang dimaksud. Apakah generasi setelah sahabat bisa muncul di hadapan Nabi SAW sehingga ketika berkata-kata Nabi SAW menggunakan lafaz “Kalian”. Sungguh mustahil.

Kata “Kalian” dalam hadis tersebut ditujukan kepada sebagian orang-orang islam yang ada di zaman Nabi dan orang-orang ini berdasarkan definisi Ibnu Hajar adalah sahabat Nabi. Orang-orang inilah yang dikatakan Nabi SAW bahwa infaq mereka walau sebesar gunung Uhud tidak menyamai infaq Sahabat Nabi (yang dimaksudkan oleh Nabi SAW bukan definisi Ibnu Hajar). Sepertinya Rasulullah SAW memiliki pengertian sendiri mengenai siapa yang dimaksud Sahabat Nabi dalam hadis di atas, pengertian yang berbeda dengan sahabat Nabi menurut definisi Ibnu Hajar.

Orang-orang yang mendengar hadis di atas ternyata tidak semuanya mematuhi perintah Nabi SAW. Sejarah membuktikan bahwa mereka yang pertama-tama melanggar hadis ini adalah mereka yang dikatakan sebagai Sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar. Diantara mereka adalah Muawiyah, Mughirah bin Syu’bah dan Busr bin Arthah. Mereka adalah orang-orang yang telah mencaci atau mencela sahabat Nabi yaitu Imam Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah orang islam yang hidup di zaman Nabi dan bisa dikatakan mereka juga mengetahui hadis Nabi SAW bahwa tidak boleh mencaci sahabat Nabi.

Sebelum mengakhiri tulisan ini kami akan membahas sedikit soal apa yang dimaksud Mencela atau Mencaci. Menunjukkan kesalahan Sahabat Nabi bukanlah termasuk Mencela atau Mencaci karena

  • Rasulullah SAW sendiri justru pernah menyatakan kesalahan Sahabat-sahabat Beliau.
  • Allah SWT pernah menyatakan fasiq kepada salah seorang Sahabat Nabi.
  • Rasulullah SAW pernah pula mengatakan bahwa ada Sahabat Nabi yang masuk neraka.

Mencela atau Mencaci adalah jika seseorang menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak pantas kepada seseorang padahal orang tersebut tidak bersifat seperti itu. Mencela atau Mencaci adalah jika seseorang menisbatkan perbuatan tercela kepada seseorang padahal orang tersebut tidaklah melakukan perbuatan tercela tersebut. Dan yah mungkin anda bisa menambahkan contoh-contoh yang lain hanya saja mengungkapkan kesalahan atau mengingatkan orang lain atas kesalahannya bukan termasuk dalam kategori mencela atau mencaci. Dan sudah seharusnya kita sebagai seorang Muslim tidak diperbolehkan mencaci atau mencela Muslim lainnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Nabi SAW bersabda “Mencaci seorang Muslim adalah kefasiqan dan Membunuhnya adalah kekufuran”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih Bukhari 1/19 no 48, Shahih Bukhari 8/15 no 6044 dan Shahih Bukhari 9/50 no 7076. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim 1/81 no (64) 116.

93 Tanggapan

  1. waduh dah keduluan nih. yo wis lah. lanjut….

  2. @ressay
    maksudnya? kayaknya saya gak mendului siapapun :mrgreen:

  3. siap siap badai nih, …hihihii….
    badai apologetik dan ahistoris…

  4. Keduluan dalam menulis topik itu.

  5. aku lagi nungguin spam dari seorang yang dua kali gagal dalam berdebat denganku.

    Aku baru tau sekarang trik berdiskusi dengan orang-orang yang terkena penyata skizoprenik (betul gak mas SP tuh tulisannya?)

  6. Utk Secondprince
    Anda amat berbakat dalam hal RO’YI SUATU dalil. Jika ada 1000 ulama seperti anda, maka aka nada 1000 pendapat ttg dalil diatas. Sehingga bisa berbeda dengan makna/persepsi asli hadis tsb yg disampaikan perawi seperti Bukhori dkk.
    Saya punya ipar, dulu ia pernah menipu, tapi sekarang sudah tobat dan jadi orang baik2. Jika saya mengirfomasikan bahwa ia dulu pernah menipu, maka belum disebut MENCELA. Tapi jika saya selalu meng ungkit2 terus dan tak habis2nya menyebut bahwa ia pernah menipu maka saya bisa disebut MENCELA.
    Jika Rasul menetapkan suatu hukum/sunah kepada sahabat, atau orang2 yg ada dihadapannya, maka bisa berlaku pula bagi semua umat islam sesudahnya.
    Contoh sabda nabi ; Kutinggalkan kepada KALIAN (KUM) dua perkara…………dst…
    Maka hukum tsb berlaku bukan hanya pada orang2 yg sedang dihadapan nabi, tapi juga bagi semua umat Islam.

  7. Jd ada dua tipe sahabat yg berbeda menurut hadis itu, yakni:
    1. Sahabat yg berinfak emas sebesar gunung Uhud
    2. Sahabat yg berinfak sebesar 1 mud saja tp tdk bisa disamai oleh infak sahabat tipe no 1, sehingga tipe sahabat no 2 lebih utama daripd no 1.
    Pertanyaannya, siapakah yg termasuk ke dua tipe itu? Mungkin mas SP tahu?

  8. 11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). (QS. 62:11)

    membaca ayat al-Quran di atas haram karena mencela sahabat……. sahabat kan sudah taubat diampuni. Jadi menceritakan keburukannya adalah mencela.!!
    itu yang anda maksud wahai laxmaxru…..,

    “sahabat adalah……” dan “Semua sahabat adil”
    Doktrin membuta tuli atas realitas.

  9. terpikir oleku, sngat banyak hadis2 kuttub as sithah yg sering menceritakan segala kesalahan para sahabat (munafik, berkhamr, membangkang, mencela Ahlulbait dsb) yg Mas SP sdh tampilkan di blog ini.

    andai para perawi dan pengumpul hadis sadar, mestinya mereka tdk perlu mengeluarkan hadis2 tsb.?

  10. @laxmaxru
    wah saya baru tahu itu definisi mencela seperti yang Anda sampaikan.

    Betul memang bahwa kalian itu tidak hanya pada sahabat Nabi berlakunya tetapi juga semuanya. Itu kaidah apa ya mas? Aku lupa euy.

    Tetapi permasalahannya, siapakah sahabat Nabi yang tidak boleh dicaci itu?

    Nabi berkata-kata dengan menyebut “kalian”. Tentunya (SAAT ITU) kalian itu adalah orang-orang yang satu zaman dengan Nabi yang kemudian menurut definisi dari Ibnu Hajar adalah sahabat Nabi.

    JIka kita berpegang pada definisi sahabat Nabi menurut Ibnu Hajar, maka riwayat diatas akan jadi begini nih:

    Janganlah sahabat Nabi (kalian) mencaci sahabat Nabi.

    Jadi maksudnya adalah para sahabat Nabi tidak boleh saling caci.

    Dan kalau itu kesimpulannya, maka orang yang pertama kali melanggar perintah itu adalah SAHABAT NABI sendiri. aneh yach….

  11. Utk Ressay :

    Anda kan punya teman, Tentu di antara teman2 anda barangkali dulu pernah ada yg berbuat salah namun ia sudah tobat.. Jika anda menceritakan ttg teman anda itu ttg kesalahannya yg dulu hanya sebagai info saja kepada teman yg lain barangkali belum disebut mencela, tetapi jika anda seringkali menceritakan ttg kejelekannya yg dulu bahkan selalu menjadi topik bahasan anda dan teman anda, padahal ia sudah tobat, maka anda bisa disebut mencela.

    Hukum2 dari nabi yg ditujukan kepada sahabat, atau orang2 disekitar nabi (walau bukan sahabat) maka berlaku juga bagi semua orang Islam. Walau iIbnu Hajar membedakan defenisi antara sahabat dan bukan sahabat, namun yg penting hukum dari nabi berlaku utk SEMUA orang Islam apakah sahabat atau bukan. Sebagai contoh hadis tsqalain, disitu nabi newajibkan kepada KALIAN (kum), berarti wajib bagi sahabat, wajib bagi orang2 yg ada dihadapan nabi (walau bukan sahabat) dan wajib bagi umat Islam sesudahnya.

  12. @SP sekali dayung dua tiga pulau terlampaui,…briliant

    Saya melihat main point ada di hadits yg terakhir
    “Mencaci seoarng Muslim adalah kefasikan dan membunhnya adalah kekufuran” bagaimana dengan orang2 yg mencaci sahabat apalagi yang membunuhnya? Coba kita lihat beberapa, kalau ada yg menambahkan sialan

    Yang mencaci Sayidina Ali
    Yang membunuh Amar bin yasir ra
    Yang membunuh Malik bin nuwairah ra.
    Yang membunuh para sahabat ahli badar ra di Madinah

    Oya hampir lupa senjata terakhir para penyembah sahabat “mereka kan sudah taubat” jadi tidak masalah dan mereka masih tetap sebagai sumber dan rujukan agama (clue,.ingat Zuhri atau para pembantai al Husain yg dikatagorikan Tsiqah sama mereka)

  13. Saya akan membahas sedikit mengenai beberapa kosakata hadits diatas:

    (لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي) : jangan mencela sahabatku. Kata (أَصْحَابِي ) menurut etimoligi bahasa Arab diambil dari kata (صُحْبَة ) bermakna hidup bersama. Abu Bakar Muhammad bin Al Thoyyib Al Baaqilaaniy (wafat tahun 463) berkata: “Ahli bahasa Arab sepakat bahwa perkataan ( صحابي) berasal dari kata (صُحْبَة ) dan bukan dari ukuran persahabatan yang khusus, bahkan ia berlaku untuk semua orang yang menemani seseorang, baik sebentar atau lama”. Kemudian ia menyatakan: “Hal ini menunjukkan secara bahasa hal ini berlaku kepada orang yang menemani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam walaupun sesaat di siang hari. Ini asal dari penamaan ini”.
    Sedangkan Imam Ahmad bin Hambal mendefinisikan sahabat dalam pernyataan beliau: “Setiap orang yang bersahabat dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setahun atau sebulan atau sehari atau sesaaat atau hanya melihatnya maka ia termasuk sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam “.. [Al Kifaayah Fi Ilmi Riwayah karya Abu Bakar Ahmad bin Ali Al Khothib Al Baghdadiy, cetakan tahun 1409 H, Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Beirut hlm 51.]

    Namun definisi yang rajih adalah definisi Al Haafidz Ibnu Hajar Rahimahullah yaitu: “Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam keadaan mukmin (beriman kepadanya) dan meninggal dalam keadaan Islam”.[Al Ishabah Fi Tamyiiz Al Shahabat karya Al Haafidz Ibnu Hajar]
    Sehingga definisi ini mencakup orang yang berjumpa dengan beliau dan ber-mulazamah lama atau sebentar, orang yang meriwayatkan hadits dari beliau atau yang tidak, orang yang berperang bersama beliau atau tidak dan orang yang melihat beliau walaupun belum bermajelis dengannya dan orang yang tidak melihat beliau karena buta.

    (فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ ) : Ucapan ini ditujukan kepada sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan dalil sebab adanya hadits ini adalah kisah yang disebutkan dalam hadits ini, yaitu perkataan Abu Sa’id :

    كَانَ بَيْنَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَبَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ شَيْءٌ فَسَبَّهُ خَالِدٌ

    Antara Khalid bin Al Walid dan Abdurrahman bin ‘Auf terjadi perseteruan, lalu Khalid mencelanya [HR. Muslim)].

    Nabi mengucapkan sabdanya di atas kepada Khalid bin Walid tatkala terjadi perselisihan antara dia dengan Abdurrahman bin Auf tentang Bani Judzaimah. Tidak diragukan bahwa Abdurrahman bin Auf dan sahabat lain yang setingkat dengannya lebih utama daripada Khalid bin Walid jika ditinjau dari sisi lebih dahulunya Abdurrahman bin Auf dan yang setingkat dengannya memeluk Islam. Oleh karena itu, Nabi bersabda, “Jangan kalian mencela sahabat-sahabatku.” Ini beliau tujukan kepada Khalid bin Walid dan sahabat yang setingkat dengannya.

    Tentunya sabda Rasulullah tersebut berlaku bagi siapa saja sesuai dengan keumuman lafalnya. Jika kepada Khalid bin Walid dan yang setingkat dengannya saja Rasulullah bersabda demikian, maka tentunya akan lebih utama lagi kepada orang-orang yang datang sesudah mereka. Termasuk kita yg hidup sekarang ini.

    Adapun sabda Nabi, “Demi Allah Yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau salah seorang dari kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai satu mud (infak) salah seorang dari mereka, dan tidak pula setengahnya.

    Dari sabda beliau ini, dipahami bahwa seandainya di antara kita ada yang menginfakkan emas sebesar gunung Uhud (padahal gunung Uhud adalah gunung yang sangat besar), maka tidak akan bisa menyamai infak para sahabat walau hanya satu mud, bahkan setengahnya.

    Padahal jenis amalnya sama (yaitu infak), yang diinfakkan juga sama, dan yang berinfak juga sama-sama manusia, namun hanya karena perbedaan (derajat) manusia yang satu dengan manusia yang lain itulah yang menjadikan berbedanya pahala infak yang diterima. Dalam hal ini, mereka adalah sahabat Nabi yang memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan, serta sikap ikhlas dan ittiba, yang kadarnya tidak bisa diraih oleh selain mereka.

    Larangan Rasulullah di atas menunjukkan bahwasanya mencela sahabat, baik secara umum maupun khusus (individu dari mereka), adalah haram hukumnya.

    Dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah,

    “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum peristiwa al-Fath. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah peristiwa itu.” (Q.S. al-Hadid:10)

    Jadi, sahabat yang berinfak dan berperang sebelum Perjanjian Hudaibiyah lebih utama dibandingkan dengan sahabat yang berinfak dan berperang sesudah itu. Adapun Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun 6 H. Dengan demikian, maka orang-orang yang masuk Islam lalu berinfak dan berperang sebelum itu lebih utama dibandingkan dengan yang sesudahnya. Seandainya ada pertanyaan bagaimana cara kita mengetahuinya, maka jawabannya adalah dengan melalui sejarah keislaman mereka, misalnya dengan merujuk kepada kitab al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah karya Ibnu Hajar atau kitab al-Isti‘ab fi Ma’rifat al-ash-hab karya Ibnu Abdil Bar atau kitab-kitab lain tentang para sahabat.

    Mencela atau Mencaci adalah jika seseorang menggunakan kata-kata yang kasar dan tidak pantas kepada seseorang padahal orang tersebut tidak bersifat seperti itu. Mencela atau Mencaci adalah jika seseorang menisbatkan perbuatan tercela kepada seseorang padahal orang tersebut tidaklah melakukan perbuatan tercela tersebut.

    Definisi diatas kok tidak sama dgn yg ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)?? Dikutip dari mana ya? Mungkin bisa dicantumkan agar lebih ILMIAH.

    Berikut saya kutip dari KBBI:

    CELA
    Definisi:
    1. sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna; cacat; kekurangan: tidak ada cacat — nya sedikit pun
    2. aib; noda (tentang kelakuan dsb)
    3. hinaan; kecaman; kritik:

    MENCELA = mengatakan bahwa ada celanya; mencacat; mengecam; mengkritik; menghina: dng terang-terangan.

    CACI
    Definisi:
    1. cela; cerca; damprat
    2. alat penggulung layar

    MENCACI = 1. mencacat keras; memaki; mencela; menistakan: ia ~ orang di depan umum sehingga orang itu marah-marah; 2 mengeluarkan perkataan yg tidak sopan; memaki-maki

  14. @Pecinta Ahlul Bait
    yah cuma kopipaste doang

    Ucapan ini ditujukan kepada sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan dalil sebab adanya hadits ini adalah kisah yang disebutkan dalam hadits ini,

    anehnya sebelumnya di thread Pembahasan Matan Hadis “Jika Kamu Melihat Muawiyah Di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia”. Anda malah berkata

    Saya ingin mendiskusikan dgn anda ttg hadits diatas.

    Kalo menurut saya yg bodoh ini matan hadits diatas ditujukan kepada selain sahabat atau kpd generasi setelah sahabat, termasuk kita skr ini.

    He he he anda menjawab seenaknya saja ya :mrgreen:

  15. @pencinta ahlul bait

    Setuju sekali saya.. memang begitulah asbabul wurud hadits tsb, anehnya si SP sama sekali tidak menyinggungnya.. kuciwa aku wuakakakak…

    Tentunya sabda Rasulullah tersebut berlaku bagi siapa saja sesuai dengan keumuman lafalnya. Jika kepada Khalid bin Walid dan yang setingkat dengannya saja Rasulullah bersabda demikian, maka tentunya akan lebih utama lagi kepada orang-orang yang datang sesudah mereka. Termasuk kita yg hidup sekarang ini.

    Inilah logika yang benar, sungguh luar biasa betapa naifnya orang-orang yang dihatinya terdapat penyakit dengki, berusaha dengan berbagai cara mencela mereka, kalo ditanya kenapa ga disebutkan juga kebaikan/kebenaran yang begitu banyak mereka lakukan yang terekam dalam hadits2 dan jumlahnya jauh lebih besar dari kekeliruan yg sahabat lakukan, jawabannya naif banget.. kan di blog2 salafy sudah sering disebutkan.. wuakakakak… berarti secara otomatis dia mengakui bahwa blognya adalah blog pencela sahabat… wuakakakak…

    Ato jawaban naif yg lain spt : “saya kan hanya memindahkan apa yang diriwayatkan oleh para ulama hadits” iya emang tetapi tanpa ada porsi berimbang dalam meriwayatkannya & menggiring pembaca (para punakawannya) untuk mencela para sahabat, (coba jika ahlul bait disalahkan, pasti mereka akan histeris.. untung kita ini ga kyk mereka dan selalu berusaha menjaga lisan kita terhadap ahlul bait dan sahabat.. wuakakakak)

    Ato kalo gak spt yg dikatakan antirafidhah, yaitu mengkambing hitamkan ulama hadits wuakakakak…

    Logika yang benar juga adalah kalo sahabat setingkat Abdurrahman bin Auf saja dilarang kita untuk mencelanya apalagi sahabat yg levelnya diatas beliau yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair dll.
    padahal bisa jadi Abdurrahman di posisi yg keliru dalam perselisihannya dg Khalid bin Walid, tetapi tetap Rasulullah melarang mencelanya. Demikian juga dalam riwayat yg menceritakan perselisihan antara Abu Bakar dan Umar, Rasulullah membela Abu Bakar dan setelah itu tak ada seorang sahabatpun yang berani menyakiti Abu Bakar sebagaimana diceritakan dlm hadits brkt ini :

    Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku duduk di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba Abu Bakar datang sambil memegang ujung pakaiannya sehingga kedua lututnya sampai terlihat. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun sahabat kalian (yang sedang datang kemari ini), maka dia telah bertengkar (dengan seseorang).” Lalu Abu Bakar mengucapkan salam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terjadi diskusi antara diriku dengan Ibnu Khaththab (Umar)! Memang aku terburu-buru marah kepadanya, namun aku menyesali kejadian tersebut sehingga aku meminta maaf kepadanya. Akan tetapi, dia enggan memaafkan kesalahanku. Oleh karena itu, aku pergi menghadapmu.” Rasulullah bersabda, “Allah akan mengampunimu, wahai Abu Bakar.” Rasulullah mengucapkan kalimat ini sebanyak tiga kali.

    Ternyata Umar menyesali perbuatannya sehingga dia berkunjung ke rumah Abu Bakar. Dia pun berkata, “Abu bakar telah berbuat salah (kepadaku).” Namun orang-orang berkata, “Tidak.” Akhirnya Umar datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengucapkan salam kepada beliau. Namun raut wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat berubah karena marah. Hal itu semakin membuat Abu Bakar merasa kasihan kepada Umar. Akhirnya Abu Bakar berlutut (di hadapan Rasulullah) sambil berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku malah merasa semakin berbuat zhalim (kepada Umar)!” Abu Bakar mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali.

    Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata, ‘Kamu adalah pendusta’. Berbeda dengan Abu Bakar yang membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan harta bendanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) sahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali. Sejak itulah Abu Bakar tidak pernah disakiti (oleh seorang pun dari kaum Muslimin. (HR. Bukhari)

    Lihatlah wahai orang yg sok jadi pengkritik, Umar saja dimarahi oleh Rasulullah karena enggan memaafkan Abu Bakar, padahal dalam kasus ini mungkin menurut kita (terutama yg sok jadi pengkritik) Abu Bakar ada di pihak yg keliru, tetapi Rasulullah marah dan tetap melarang kaum muslimin untuk menyakiti hati Abu Bakar karena derajat kedekatan & perjuangan Abu Bakar di sisi Rasulullah.. lihatlah diri kalian.. yg baru mengenal agama ini, kaum mutaakhirin, sudah sok menjadi hakim, sok jadi pengkritik dan pencela! mbok ngaca dulu dunk!

    CELA
    Definisi:
    1. sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna; cacat; kekurangan: tidak ada cacat — nya sedikit pun
    2. aib; noda (tentang kelakuan dsb)
    3. hinaan; kecaman; kritik:

    MENCELA = mengatakan bahwa ada celanya; mencacat; mengecam; mengkritik; menghina: dng terang-terangan. </blockquote?

    Setujuuu.. mari kita nantikan & nikmati orang-orang yang suka berapologi Ria.. mari yuukk.. wuakakakak….

  16. @SP

    anehnya sebelumnya di thread Pembahasan Matan Hadis “Jika Kamu Melihat Muawiyah Di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia”. Anda malah berkata

    Saya ingin mendiskusikan dgn anda ttg hadits diatas.

    Kalo menurut saya yg bodoh ini matan hadits diatas ditujukan kepada selain sahabat atau kpd generasi setelah sahabat, termasuk kita skr ini.

    He he he anda menjawab seenaknya saja ya :mrgreen:

    Oke deh saya minta maaf, saya lupa meralat pendapat saya di thread sebelah. Namanya juga orang bodoh dan sedang belajar MENCARI KEBENARAN.
    Saya umumkan bahwa “Pendapat saya yg baru adalah yg saya tulis di thread ini”.

    Sekarang bagaimana menurut STUDI KRITIS anda??

  17. Definisi “sahabat” saja msh lemah dan rancu, bagaimana bisa menjelaskan kejanggalan dan kontradiksi hadits tsb? Sampai jari-jemari dan lidah bengkok pun hal ini sampai kiamat tetap akan menjadi pertanyaan.

    Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam keadaan mukmin (beriman kepadanya) dan meninggal dalam keadaan Islam

    Coba lihat, bagaimana mereka bisa menentukan semua prilaku sahabat baik-baik saja (baca: adil) dgn definsi spt ini? Pantas saja Muawiyyah & Yazid mereka golongkan sahabat. Bahkan dengan ketidaktahuan mereka apakah kedua orang ini msh beriman atau tdk dan mati dalam keadaan Islam atau tdk, mereka tetap ngotot melakukan pembelaan.

    Kemudian, apa bedanya sahabat dgn kita sekarang? Kita jg beriman dan kita jg Insya Allah mati dl keadaan Islam. Apakah hanya karena mrk pernah bertemu dgn Rasul saw maka mereka layak disebut sahabat?

    Bagaimana sesungguhnya definisi sahabat oleh Rasul saw? Melihat kata-kata “mati dalam keadaan Islam” maka Rasul saw tentu tdk tahu menahu dgn istilah baru ini.

    PS.
    Menurut pengetahuan sy, sahabat adalah dua orang/lebih yg selalu bersama dalam suka dan duka, saling mengasihi, setia, dpt dipercaya, tdk khianat, tdk mau menyakiti, dll.

    Apakah dalam perjalanan hidupnya Rasul saw mendapatkan perlakuan spt dari seluruh orang-orang di sekitar Beliau?

    Salam

  18. @Pecinta Ahlul Bait

    Nabi mengucapkan sabdanya di atas kepada Khalid bin Walid tatkala terjadi perselisihan antara dia dengan Abdurrahman bin Auf tentang Bani Judzaimah. Tidak diragukan bahwa Abdurrahman bin Auf dan sahabat lain yang setingkat dengannya lebih utama daripada Khalid bin Walid jika ditinjau dari sisi lebih dahulunya Abdurrahman bin Auf dan yang setingkat dengannya memeluk Islam. Oleh karena itu, Nabi bersabda, “Jangan kalian mencela sahabat-sahabatku.” Ini beliau tujukan kepada Khalid bin Walid dan sahabat yang setingkat dengannya.

    Hal ini justru menguatkan hujjah saya di atas bahwa perkataan tersebut ditujukan kepada Khalid bin Walid dan orang-orang lain yang ada di sana yang menurut definisi Ibnu Hajar adalah sahabat Nabi. Mereka jelas bukan yang dimaksud oleh Nabi sebagai sahabat Nabi dalam hadis di atas. Buktinya Rasul SAW mengatakan infaq mereka(Khalid dan lain-lain) walau sebesar gunung uhud tidak menyamai infaq satu mud atau setengahnya salah seorang dari mereka Sahabat Nabi. Khalid dan lain-lain jelas bukan sahabat Nabi yang dimaksud dalam hadis di atas karena kalau memang termasuk sahabat Nabi dalam hadis di atas maka infaqnya akan sama kok 🙂

  19. @imem
    ah anda ini sama saja dengan antirafidhah sukanya menghina orang saja, atau memang sama kali ya :mrgreen:

    Logika yang benar juga adalah kalo sahabat setingkat Abdurrahman bin Auf saja dilarang kita untuk mencelanya apalagi sahabat yg levelnya diatas beliau yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair dll.

    Lha iya memang gak boleh mencela seorang Muslim 🙂

    padahal bisa jadi Abdurrahman di posisi yg keliru dalam perselisihannya dg Khalid bin Walid, tetapi tetap Rasulullah melarang mencelanya

    Lha yang mencela kan Khalid bin Walid, mencela itu kan keliru :mrgreen:

    Lihatlah wahai orang yg sok jadi pengkritik, Umar saja dimarahi oleh Rasulullah karena enggan memaafkan Abu Bakar, padahal dalam kasus ini mungkin menurut kita (terutama yg sok jadi pengkritik) Abu Bakar ada di pihak yg keliru, tetapi Rasulullah marah dan tetap melarang kaum muslimin untuk menyakiti hati Abu Bakar karena derajat kedekatan & perjuangan Abu Bakar di sisi Rasulullah.. lihatlah diri kalian.. yg baru mengenal agama ini, kaum mutaakhirin, sudah sok menjadi hakim, sok jadi pengkritik dan pencela! mbok ngaca dulu dunk!

    Memangnya di hadis yang anda bawa itu ada keterangan soal siapa yang keliru :mrgreen:
    btw Rasulullah SAW melarang menyakiti Sayyidah Fathimah dimana menyakiti Beliau sama dengan menyakiti Nabi SAW. Nah Abu Bakar dan Umar terbukti menyakiti Sayyidah Fathimah AS. Mau bilang apa anda? :mrgreen:

  20. @Imem

    Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua. Namun kalian malah berkata, ‘Kamu adalah pendusta’. Berbeda dengan Abu Bakar yang membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan harta bendanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan meninggalkan) sahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu sebanyak dua kali. Sejak itulah Abu Bakar tidak pernah disakiti (oleh seorang pun dari kaum Muslimin. (HR. Bukhari)

    Lihatlah wahai orang yg sok jadi pengkritik, Umar saja dimarahi oleh Rasulullah karena enggan memaafkan Abu Bakar, padahal dalam kasus ini mungkin menurut kita (terutama yg sok jadi pengkritik) Abu Bakar ada di pihak yg keliru, tetapi Rasulullah marah dan tetap melarang kaum muslimin untuk menyakiti hati Abu Bakar karena derajat kedekatan & perjuangan Abu Bakar di sisi Rasulullah

    Lihatlah wahai Imem, Rasul saw sendiri pun telah memarahi Umar serta orang-orang di sekitar Beliau karena mengatakan Beliau sebagai pendusta. Mengapa kemudian anda melarang kami mencela kepada mereka-mereka yg telah mencela Rasul saw?

    Salam

  21. @all
    Pada jaman Nabi SAW tdk ada kata sahabat. Kata sahabat mulai terdengar sesudah pemerinthan Muawiyah.
    Imam Ali as sendiri menyatakan bahwa ia hanya MURID Rasul. Siapa saja mengatakan Rasul adalah SAHABAT mereka atau mereka SAHABAT Rasul telah mengkufurkan firman2 Allah.
    Kalau dua orang bersahabat maka tingkat dan derajat mereka yang bersahabat SAMA. Allah memerintah kepada semua umat tanpa terkecuali, DENGAR DAN TAAT PADA RASUL, JIWA, HARTA DAN APA SAJA YANG DIMILIKI, APABILA DIKEHENDAKI RASUL HARUS DIKORBANKAN UNTUK RASUL.
    Bagaimana bisa dikatakan sahabat apabila salah satu mempunyai kedudukan dan derajat jauh lebih tinggi.
    Yang tepat adalah PENGIKUT dan bukan SAHABAT. Wasalam

  22. Saya setuju dgn SP. Harus ada pembagian yg jelas antara dari sekedar pengikut, teman, sahabat, keluarga, ahlul bait dan ahlul bait yg disucikan, siapa saja mereka?

  23. @laxmaxru
    [blockquote]Anda kan punya teman, Tentu di antara teman2 anda barangkali dulu pernah ada yg berbuat salah namun ia sudah tobat.. Jika anda menceritakan ttg teman anda itu ttg kesalahannya yg dulu hanya sebagai info saja kepada teman yg lain barangkali belum disebut mencela, tetapi jika anda seringkali menceritakan ttg kejelekannya yg dulu bahkan selalu menjadi topik bahasan anda dan teman anda, padahal ia sudah tobat, maka anda bisa disebut mencela.[/blockquote]

    Iya yah. Harusnya Bukhari dan Muslim tau tuh bahwa sahabat itu bisa jadi sudah bertobat. Jadi ndak usahlah diriwayatkan lagi tuh riwayat2 yang membongkar kebusukan beberapa sahabat Nabi. xixixixi…:mrgreen:

    [blockquote]Hukum2 dari nabi yg ditujukan kepada sahabat, atau orang2 disekitar nabi (walau bukan sahabat) maka berlaku juga bagi semua orang Islam. Walau iIbnu Hajar membedakan defenisi antara sahabat dan bukan sahabat, namun yg penting hukum dari nabi berlaku utk SEMUA orang Islam apakah sahabat atau bukan. Sebagai contoh hadis tsqalain, disitu nabi newajibkan kepada KALIAN (kum), berarti wajib bagi sahabat, wajib bagi orang2 yg ada dihadapan nabi (walau bukan sahabat) dan wajib bagi umat Islam sesudahnya.[/blockquote]

    iya, kalau kata “kalian” itu kita maksudkan sebagai sahabat Nabi, maka aneh bung nantinya.

    Janganlah kalian mencaci sahabatku.

    Janganlah kalian wahai sahabat Nabi mencaci sahabatku.

    hayoo…yang belajar bahasa indonesia, dimana letak kenehannya.

  24. @armand

    Coba lihat, bagaimana mereka bisa menentukan semua prilaku sahabat baik-baik saja (baca: adil) dgn definsi spt ini?

    Definisi diatas adalah pendapat jumhur ulama yg telah dikaji berdasarkan ilmu bahasa maupun ilmu syar’i. Dan perlu anda ketahui, bahwa kaidah umum yg telah disepakati dlm ilmu hadits menyatakan bahwa setiap perkataan dimaknai berdasarkan zhahir-nya, kecuali ada kata2 ataupun dalil yg membawa ke makna khusus.
    Termasuk dlm hadits diatas. Rosul hanya mengatakan “jangan mencela sahabatku”. Yg dimaknai dgn melihat zhahir-nya menurut etimologi bahasa arab. Seperti kutipan saya dibawah ini:

    Kata (أَصْحَابِي ) menurut etimoligi bahasa Arab diambil dari kata (صُحْبَة ) bermakna hidup bersama. Abu Bakar Muhammad bin Al Thoyyib Al Baaqilaaniy (wafat tahun 463) berkata: “Ahli bahasa Arab sepakat bahwa perkataan ( صحابي) berasal dari kata (صُحْبَة ) dan bukan dari ukuran persahabatan yang khusus, bahkan ia berlaku untuk semua orang yang menemani seseorang, baik sebentar atau lama”. Kemudian ia menyatakan: “Hal ini menunjukkan secara bahasa hal ini berlaku kepada orang yang menemani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam walaupun sesaat di siang hari. Ini asal dari penamaan ini”.

    Coba bandingkan dengan definisi anda yg entah dapat dari mana yg saya yakin anda bukan ORANG ARAB yg mengetahui uslub bahasa arab.

    PS.
    Menurut pengetahuan sy, sahabat adalah dua orang/lebih yg selalu bersama dalam suka dan duka, saling mengasihi, setia, dpt dipercaya, tdk khianat, tdk mau menyakiti, dll.

    Pantas saja Muawiyyah & Yazid mereka golongkan sahabat. Bahkan dengan ketidaktahuan mereka apakah kedua orang ini msh beriman atau tdk dan mati dalam keadaan Islam atau tdk, mereka tetap ngotot melakukan pembelaan.

    Justru saya balik bertanya kpd anda, mana bukti kalo mereka berdua meninggal tidak dlm keadaan islam. Kalo gak salah ndak ada tuh sejarah yg mengatakan mereka telah kafir.
    Bahkan justru Rosululloh-lah yg mengabarkan kpd kita bahwa salahsatu dr mereka yaitu Muawiyah akan terhindar dari azab. Ini menunjukkan kalo Muawiyah mati dlm keadaan islam.

    Nabi Shallalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

    ” اللهم اجعله هادياً مهدياً واهده واهد به . يعني معاوية “. أخرجه أحمد والترمذي وصححه الألباني في (السلسلة الصحيحة/1969)

    “Ya Alloh, jadikanlah Mu’awiyah sebagai pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk. Berikanlah petunjuk padanya dan petunjuk (bagi umat) dengan keberadaannya.” (HR Ahmad dan Turmudzi, Silsilah ash-Shahihah : 1969)

    Nabi Shallalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

    ” اللهم علم معاوية الكتاب والحساب وقه العذاب “. أخرجه أحمد وصححه الألباني في (السلسلة الصحيحة/ 3227)

    “Ya Alloh, anugerahkanlah kepada Mu’awiyah ilmu al-Kitab (al-Qur`an) dan al-Hisab (ilmu hitung) serta jauhkanlah beliau dari adzab.” (HR Ahmad, Silsilah ash-Shahihah : 3227).

    Apakah mungkin waktu itu Nabi Shallalallahu ‘alaihi wa Sallam mendoakan kebaikan tidak kepada sahabatnya?

  25. @pencinta……..?
    Semua yang anda samapaikan benar menurut anda dan antek2 Muawiyah. Silahkan anda berdoa utk Muawiyah. Tapi saya yakin Rasul tdk akan ridha mantunya dan cucunya dibunuh oleh manusia bernama muawiyah b. sofyan

  26. @rizal,
    “Anda juga menuduh Syiah selalu berandai-andai tentang Imam Mahdi ? Lagi2 anda ngawur. Coba buka mata anda lebar2 apa yg sedang terjadi khususnya di Iran yg saat ini menjadi representasinya Syi’ah. Apa iya Syi’ah dg gaibnya Imam Mahdi menjadi melempem ? Tidak mas. Dari dulu Syi’ah selalu dalam posisi tertindas. Tapi justru dalam posisi spt itu Syi’ah menjadi sangat kreatif dan bertambah solid. Sementara negara-negara Sunny masih bingung dengan konsep Negara Islam itu seperti apa,….”

    For all Anti-Syiah, (renungkan)
    betul apa yg dikatakan sdr.rizal. Negara2 Suni yg tdk begitu percaya akan kejadian Ghaib Imam Mahdi karena dianggap berkhayal, yang bebas aktif tanpa embargo, sampai skrg tertinggal jauh dlm hal kemampuan berfikir (teknologi) dg negara Iran, yg katanya(kata Suni) selalu berkhayal akan kehadiran Imam Mahdi as. yang Kebebasan Internasionalnya pun terbatas.

    Benar apa yg dikatakan para Imam Ahlulbait, bahwa nanti
    “Ilmu itu 27 huruf, semua yg dibawa para rassul tdk lebih daripada 2 huruf. Kelak bila Al Qaim bangkit, dia akan mengeluarkan 25 huruf sisanya dan menyebarkan sisanya keseluruh umat manusia (hingga bumi seluruhnya sejahtera).”
    Jadi memang warisan perbendaharaan ilmu itu ada pada pengikut Ahlulbait Nabi Saww, bukan pengikut Khulafaurrasyidin. Terbukti saat inikan ?

  27. Hal ini justru menguatkan hujjah saya di atas bahwa perkataan tersebut ditujukan kepada Khalid bin Walid dan orang-orang lain yang ada di sana yang menurut definisi Ibnu Hajar adalah sahabat Nabi

    Menurut saya “KALIAN” disini bukan hanya kpd Khalid bin Walid dan org2 yg ada disana saja, tapi kpd seluruh umat nabi Muhammad. Hal ini sudah dimaklumi karena Rosul sering sekali bahkan banyak menggunakan kata “KALIAN” seperti halnya yg banyak terdapat dlm Firman Alloh.
    Dan sudah dimaklumi juga bahwa Alquran maupun Hadits Rosul berlaku bagi seluruh umat manusia sampai akhir zaman.

    Beberapa contoh hadits yg terdapat kata “KALIAN”:

    Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhun:
    “Janganlah salah seorang di antara kalian mencela Ad-Dahr karena sesungguhnya Allah adalah Ad-Dahr (waktu).” HR.Muslim)

    Apakah yg dilarang mencela waktu itu hanya sahabat saja? Sedangkan kita boleh?

    Dari Hudzaifah bin Usaid al- Ghifari ra berkata, Nabi melihat kami sedang muzakarah (belajar), maka beliau bertanya, “Apa yang sedang kalian pelajari?” Kami menjawab, “Tentang Hari Qiyamat”. Nabi bersabda, “Qiyamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tanda yaitu Asap, Dajjal, Matahari terbit dari Barat, Isa bin Maryam turun (di bumi), Ya’juj dan Ma’juj, tiga Gerhana terjadi di Timur, Barat dan di Jazirah Arab, dan yang terakhir Api keluar dari Yaman yang menghalau manusia menuju mahsyar.” (HR Shahih Muslim Syarah Nawawi 18/27)

    Apakah kiamat tidak akan terjadi? Karena para sahabat telah wafat dan belum melihat semua tanda2 itu?

    Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
    إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
    “Jika kalian berjual-beli dengan cara ‘inah (salah satu bentuk riba, -pen), kalian memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang tak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama kalian”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (3462). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Muhaddits Al-Atsariy Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (11)]

    Apakah peringatan ini tidak berlaku bagi kita?

    Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
    يُوْشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ ؟ قَالَ : بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدَوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ الْوَهْنَ ” فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا الْوَهْنُ ؟ قَالَ : حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
    “Hampir saja ummat-ummat saling memanggil (menyerang) menuju kalian sebagaimana orang-orang yang mau makan saling memanggil kepada nampannya”. Ada yang bertanya, “Apakah karena kita sedikit saat itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian saat itu banyak, tapi kalian laksana buih ombak. Allah benar-benar akan mencabut perasaan segan terhadap kalian dari dada musuh kalian; Allah akan mencampakkan kelemahan dalam hati kalian”. Ada yang bertanya, “Apa kelemahan itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia, dan takut mati”.[HR. Abu Dawud dalam Kitab Al-Malahim (4297). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (958)]

    Apakah benar kejadian yg diceritakan Rosul tsb terjadi di zaman sahabat yg justru merupakan masa keemasan dmn musuh2 islam takut kpd islam?

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

    Dari Abû Mas’ûd Radhiyallâhu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

    اسْتَوُوْا وَلاَ تَخْتَلِفُوْا فَتَخْتَلِفُوْا قُلُوْبَكُمْ

    “Luruskanlah shaf dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan hati kalian akan berselisih.” (HR Muslim : 432)

    Apakah perintah meluruskan shaf itu hanya berlaku bagi sahabat saja?

    Dan masih banyak lagi hadits2 yg terdapat kata “kalian” yg maksudnya bukan hanya ditujukan kpd sahabat atau org2 yg hidup di zaman Rosul saja.

    Wallohu ‘alam.

  28. @Pecinta Ahlul Bait
    Larangan mencela itu pertama sekali ditujukan kepada orang-orang yang menurut definisi Ibnu Hajar adalah Sahabat Nabi dan tentu berdasarkan keumuman lafaznya hadis itu juga diperuntukkan untuk umat islam. Makanya di bagian akhir saya menampilkan hadis larangan mencela sesama Muslim. Satu-satunya yang saya kritik hanya pada poin bahwa anda dan orang-orang seperti anda main generalisasi seenaknya bahwa kata “Sahabat Nabi” yang dimaksudkan Nabi dalam hadis di atas berarti semua sahabat Nabi berdasarkan definisi Ibnu Hajar padahal matan hadisnya menentang penafsiran seperti itu 🙂
    Muawiyah dan Mughirah bin Syu’bah termasuk orang yang melanggar hadis tersebut karena mereka telah Mencaci atau Mencela Ali bin Abi Thalib. Padahal Mencaci Ali sama saja dengan mencaci Nabi, berarti Mereka telah mencaci Nabi. Bagaimana mungkin hal seperti ini didiamkan?. Apakah orang seperti mereka layak mendapatkan keutamaan hadis di atas, justru tindakan mereka layak dikecam berdasarkan hadis larangan mencela sahabat Nabi di atas.

  29. @pencinta………
    Lagi2 Abu hurairah.
    Nah ini hadits abu hurairah yang terdapat dalam SHAHIH BUKHARI jil.II hal.163
    Dalam SHAHIH MUSLIM jil II hal 309., bahwa abu hurairah berkata: Nabi SAW berkata: “Malaikat Maut datang kepada Musa
    dan berkata padanya, “Balaslah titah dari Tuhanmu!” Musa menampar mata Malaikat Maut serta mencungkil dengan tangannya.
    Malaikat Maut kembali kepada Allah dan berkata padaNya: “Kau mengutusku kepada hambaMu yang tidak mau mati dst….
    Dan banyak lagi haditsnya yang tidak pantas diatas namakan Nabi.
    Ternyata hadts2 demikian yang anda2 pakai. Sungguh sangat melecehkan Rasulullah SAW

  30. @SP
    orang2 seperti muawiyah layak dikecam karena telah melaknat Imam Ali? lho mas, itu nanti bakal jadi berputar-putar donk. Muawiyah katanya sahabat Nabi tuh. Jadi kita dan bahkan Nabi sendiri ndak boleh mengecam sahabat Nabi.

  31. @aburahat

    @pencinta……..?
    Semua yang anda samapaikan benar menurut anda dan antek2 Muawiyah.

    Lho, yg saya sampaikan adalah ucapan Rosululloh dan telah diakui merupakan hadits shohih yg merupakan BUKTI ILMIAH.

    Silahkan anda berdoa utk Muawiyah.

    Insya Alloh saya akan mendo’akan kebaikan bagi beliau sebagaimana Rosululloh mendo’akan kebaikan bagi beliau.
    Saya kan insya Alloh pecinta ahlulbait -khususnya penghulunya yaitu Rosululloh- yg berusaha mencontoh beliau. Dan mungkin tdk seperti anda yg hanya mengaku-ngaku pembela ahlulbait tapi selalu menyelisihi Rosululloh.

    Tapi saya yakin Rasul tdk akan ridha mantunya dan cucunya dibunuh oleh manusia bernama muawiyah b. sofyan

    Anda hanya berasumsi dan menuduh saja tanpa bisa membuktikan tuduhan anda.
    Coba keluarkan BUKTI bahwa Imam Ali dan Imam Hasan telah dibunuh oleh Muawiyah!

    COBA SEBUTKAN PARA PERAWINYA DAN KEDUDUKAN RIWAYAT TSB! Agar yg baca tau kalo anda ngga dianggap ngelantur!

  32. @ressay

    @SP
    orang2 seperti muawiyah layak dikecam karena telah melaknat Imam Ali? lho mas, itu nanti bakal jadi berputar-putar donk. Muawiyah katanya sahabat Nabi tuh. Jadi kita dan bahkan Nabi sendiri ndak boleh mengecam sahabat Nabi.

    Maksud anda, anda menginginkan kalo Mas SP ikut pemahaman anda yg menghalalkan mencela/mengecam Kaum Muslimin termasuk sahabat2 Rosul?

    Alhamdulillah Mas SP cukup objektif dlm MENCARI KEBENARAN. Beliau mengakui tidak bolehnya mencela kaum muslimin, apalagi sahabat. Seperti yg saya kutip dibawah ini:

    Logika yang benar juga adalah kalo sahabat setingkat Abdurrahman bin Auf saja dilarang kita untuk mencelanya apalagi sahabat yg levelnya diatas beliau yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair dll.

    Lha iya memang gak boleh mencela seorang Muslim 🙂

    Larangan mencela itu pertama sekali ditujukan kepada orang-orang yang menurut definisi Ibnu Hajar adalah Sahabat Nabi dan tentu berdasarkan keumuman lafaznya hadis itu juga diperuntukkan untuk umat islam. Makanya di bagian akhir saya menampilkan hadis larangan mencela sesama Muslim.

  33. Nabi Shallalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
    ” اللهم اجعله هادياً مهدياً واهده واهد به . يعني معاوية “. أخرجه أحمد والترمذي وصححه الألباني في (السلسلة الصحيحة/1969)
    “Ya Alloh, jadikanlah Mu’awiyah sebagai pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk. Berikanlah petunjuk padanya dan petunjuk (bagi umat) dengan keberadaannya.” (HR Ahmad dan Turmudzi, Silsilah ash-Shahihah : 1969)
    Hadis di atas sdh dibantah di sini https://secondprince.wordpress.com/2008/12/20/kedudukan-hadis-%E2%80%9Cya-allah-jadikanlah-muawiyah-seorang-yang-memberi-petunjuk%E2%80%9D/

    Nabi Shallalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
    ” اللهم علم معاوية الكتاب والحساب وقه العذاب “. أخرجه أحمد وصححه الألباني في (السلسلة الصحيحة/ 3227)
    “Ya Alloh, anugerahkanlah kepada Mu’awiyah ilmu al-Kitab (al-Qur`an) dan al-Hisab (ilmu hitung) serta jauhkanlah beliau dari adzab.” (HR Ahmad, Silsilah ash-Shahihah : 3227).
    Ini jg sdh dibantah di sini https://secondprince.wordpress.com/2009/02/22/kedudukan-hadis-%E2%80%9Cya-allah-ajarkanlah-muawiyah-al-kitab-dan-al-hisab%E2%80%9D/

    Al Mubarakfûri -pensyarah kitab Sunan at Turmudzi- menegaskan, “Ketahuilah bahwasannya telah datang banyak riwayat hadis tentang keutamaan Mu’awiyah, akan tetapi tidak ada darinya yang sahih sanadnya”. Demikian ditegaskan Ishaq ibn Rahawaih dan an Nasda’i serta para ulama selain keduanya.

  34. @pencinta
    Apa orang begitu cinta pada Muawiyah sehingga membantah sejarah yang sudah diakui segala pihak bahwa Muawiyah menyewa orang utk membnuh Imam Ali as dan meracuni Imam Hasan as melalui istrinya. Yang tdk akan menjelaskan.
    lagi malas ah

  35. @Nomad

    Bagaimana dgn HADITS SHOHIH di bawah ini:

    Rasulullah s.a.w. bersabda “Tentara dari umatku yang mula-mula berperang dengan mengarungi lautan sudah pasti mendapat syurga.” (Sahih Bukhari dan Muslim).

    Peristiwa perang pertama mengarungi lautan terjadi pada tahun 28 Hijrah yaitu semasa pemerintahan Sayyidina Utsman di bawah pimpinan Mu’awiyah .
    (Tarikh Khalifah bin Khayyat jilid 1, Nasabu al-Quraisyin, Al- Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII )

    Sahabat Saad bin Abi Waqqas r.a. berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih pandai memutuskan hukum selepas Sayyidina Utsman daripada tuan pintu ini (yang beliau maksudkan Mu’awiyah). (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Kemudian lagi sahabat Qabishah bin Jabir r.a. berkata: “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun, lebih layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan lebih luas tangan di dalam melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah” ( Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Abdullah bin Mubarak, seorang tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat tuan tentang Mua’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih utama?”. Mendengar soalan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak marah lalu berkata: “Kamu bertanyakan nisbah keutamaan di antara mereka berdua. Demi Allah! Debu yang masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad bersama-sama Rasulullah saw itu lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz” (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Lihatlah wahai PARA PENCELA SAHABAT/KAUM MUSLIMIN!
    Rosululloh saja menjanjikan surga bagi sahabat yg turut berjihad pada perang tsb yg dipimpin langsung oleh Muawiyah.

    Dan lihatlah pula persaksian sahabat lainnya yg sudah tdk diragukan kredibilitasnya. Salah satunya Sahabat Sa’ad Bin Abi Waqqas ra yg merupakan salah satu dari 10 sahabat yg Rosululloh sebutkan langsung namanya dijamin akan masuk surga.

    Apakah layak org yg telah dijamin masuk surga oleh Rosululloh karena telah berjuang bersama-sama Rosululloh mempertaruhkan harta dan jiwanya kemudian dicela, dicaci bahkan ada yg mengkafirkannya? (emang org kafir ada yg masuk surga?)

    Hebatnya, yg mencela ini adalah org2 yg mengaku pembela ahlulbait yg belum tentu bisa masuk surga seperti Muawiyah!
    Saya yakin Rosululloh dan para ahlulbait tidak akan ridho bila sahabat yg telah diridhoi oleh Alloh dan Rosul-Nya dgn jaminan surga dicela dan dicaci.

  36. @aburahat

    @pencinta
    Apa orang begitu cinta pada Muawiyah sehingga membantah sejarah yang sudah diakui segala pihak bahwa Muawiyah menyewa orang utk membnuh Imam Ali as dan meracuni Imam Hasan as melalui istrinya. Yang tdk akan menjelaskan.
    lagi malas ah

    Wakakakakak! Lihatlah pemirsa sekalian, Mas Aburahat ini bisanya cuma berdalih!
    Kalo cuma ngomong gitu semua orang juga bisa!
    Buktikan dong riwayatnya seperti yg saya minta!! Biar semua orang tau!

    lagi malas ah

    Oooo… emang pencela sahabat itu suka malas ya kalo disuruh membuktikan???
    Pantesan susah dapet hidayahnya. Abis banyak malasnya sih!

  37. sejarah lagi, sejarah lagi…
    dah tahu yg namanya sejarah itu tergantung siapa yg membuatnya. Kalo anda membaca sejarah versi Muawiyah, yaah sdh tentu sejarahnya ngebagusin Muawiyah La dan keturunannya.
    Repot ah..pasti muter2, wong udah jelas Muawiyah itu Munafik kok dibelain.

  38. mendingan ngebahas hadis yg Master SP nih sajiin. kasian nanti diskusi tulisannya ngga jelas ngalor ngidul kaya tulisan yg lainnya.
    yang seneng yaah…orang kaya @pecinta AHlulmuawiyah ini, sengaja diakan sukanya (kalo dah mentok argumennya….kaya yg udah2) ngacauin blognya Mas SP terus.

  39. @Pecinta Ahlulbait
    1. Katanya kita dilarang mencela sahabat Nabi.
    2. Pada faktanya bahwa Muawiyah bukan mencela Imam Ali tetapi bahkan sampai melaknat Imam Ali.
    3. Muawiyah adalah sahabat Nabi (menurut definisi Ibnu Hajar)
    4. Nabi mengecam orang yang mencela sahabat Nabi.
    5. Jadi kita mengecam Muawiyah yuk. Tapi muawiyah khan sahabat Nabi? Jadi Nabi salah donk karena sudah mengecam sahabat Nabi? aduh??????

  40. @Pecinta Ahlul Bait
    Saya akan menceritakan sekelumit kisah pembunuhan Imam Hasan . Tulisan berikut saya kutip dari judul buku Hasan Mujtaba Pangeran Sebatang Kara, penerbit Al Huda thn 2008 hal 272 – 274. “Riwayat2x mengenai uapaya pembunuhan Muawiyah thd Imam Hasan dgn racun ini sgt banyak sehingga menjadikannya sbg kasus plg jelas dlm sejarah”. Bisa dirujuk di kitab2x non Syi’ah spt Thabaqat ibn Sa’d dan Mawatil ath-Thalibin, Musttadrak al-Hakim, Syarh Najh al Balagah, Ibnu Abi Hadid, 4/17; Tadzkirat al Khawwah,222; Al Isti’ab,1/374.

    Kutipan seblmnya,
    Muawiyah memanggil Marwan bin Hakam utk membujuk Ja’dah binti Asy’ats bin Qaisy Kindi (salah seorg istri Imam Hasan) agar membubuhi racun ke dlm minuman Imam Hasan (minuman madu Imam Hasan dicampur dgn racun). Jika Imam Hasan meninggal dunia (krn racun itu), maka ia (Ja’dah) akan diberi ganjaran; yakni dikawinkan dgn Yazid dan diberi uang 1000 dirham.
    Ja’dah yg memiliki hubungan dekat kekerabatan dgn Asy’ats bin Qaisy (seorg munafik tekenal yg pernah 2 kali masuk Islam dan diataran keduanya pernah berbuat murtad & mungkar) secara kejiwaan merupakan manusia yg plg mungkin (krn kedekakartan dgn Imam Hasan) utk menerima proyek kriminal ini.
    Imam Ja’far Shadiq berkata, “Sungguh, Asy’ats berpartisipasi dlm menumpahkan darah Amirul Muknmin dan anaknya Ja’dah telah meracuni Imam hasan; sementara anaknya, Muhammad, turut serta dalam mengucurkan darah Imam Husain.” (Shulh Al Imam Al Hasan, 365)
    Imam Hasan berkata,” Telah membinasakan minuman (beracunnya) dan telah sempurna kebohongannya. Demi Allah ia tdk menepati janjinya dan tak ada kebenaran ucapannya” (Mas’udi dlm catatan Ibnu Katsir, 6/55)

  41. Oh ya ada yg ketinggalan, Imam Hasan berkata,” Telah membinasakan minuman (beracunnya) dan telah sempurna kebohongannya. Demi Allah ia tdk menepati janjinya dan tak ada kebenaran ucapannya” (Mas’udi dlm catatan Ibnu Katsir, 6/55). Ucapan Imam Hasan ini ditujukan kpd Muawiyah yg kita tahu sblmnya mengadakan perjanjian damai kpd Imam Hasan tp kemudian dia melanggarnya. Berikut ini sbgan isi perjanjiannya :(Shulh al Hasan, ALi Yassin hal 259, terdpt jg di Thabari, Ibnu Atsir, Ibnu Qutaibah AL Maqatil dll)
    1. Menyerahkan kekuasaan pd Muawiyah dan memintanya bertindak sesuai dgn kitab Allah dan Sunah Rasul SAW serta teladan para khalifah yg sheleh.
    2. Setelahnya kekuasaan diserahkan kembali kpd Imam Hasan, lalu setelah beliau akan diserahkan pd sodaranya Husain, sementara Muawiyah tdk dpt menyerahkan pd siapa pun
    3. Meninggalkan pencelaan pd Amirul Mukminin dan berqunut kpdnya dlm shalat serta tdk menyebutkan nama Imam Ali kecuali dgn ucapan yg baik.
    4. Menjaga keselamatan para sahabat Imam ALi dimana pun adanya.
    Org yg berjanji kemudian berkhianat adl ciri org munafik bukan?

  42. @laxmaxru,

    Lalu apa artinya perintah Allah dan Rasul-Nya dlm hadits Tsaqalain dan Ghadir Khum kalau para sahabat khususnya dan umat Islam umumnya yg ingkar kepada kedua hadits tsb. Tentu saja para sahabat dan umat Islam tsb telah tersesat di dalam agamanya. Dan Nabi saw bersabda : “Tidak akan diterima suatu ucapan kecuali jika disertai dengan amal, tidak akan diterima suatu ucapan dan amal kecuali jika disertai dengan niat, dan tidak akan diterima suatu ucapan, amal dan niat kecuali jika sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya”.

    Wassalam…

  43. Utk Ressay :
    Para penulis hadis seperti Bkhori, Nasai dll menyampaikan hadis apa adanya, baik ttg kesalahan para sahabat maupun ttg hal2 yg baik dari sahabat. Meraka menyampaikan info apa yg terjadi di jamannya. Info tsb hanya sebatas info saja, bukan termasuk katagori ngrasani. Memang akhirnya berpulang pada NIAT kita masing2, Jika kita menginfokan ttg hal2 yg jelek para sahabat dan hanya sebatas info saja maka belum di hukumi ngrasani. Tapi jika NIAT kita dalam membahas kejelekan sahabat utk tujuan mendiskreditkan sahabat maka bisa disebut ngrasani alias mencela sahabat.
    Jika nabi berkata utk KALIAN ttg wajibnya sesuatu sunah, maka bisa berlaku utk kita semua. Walau nabi berkata hanya pada orang2 yg ada di sekitar nabi apakah itu sahabat atau bukan (maaf saya tak ambil pusing dengan istilah sahabat yg diperdebadkan)

  44. @Nomad,

    Sangat jelas bahwa orang suka ingkar kepada janjinya sendiri disebut orang yg munafik. Apalagi kemudian berkhianat dan membunuh bisa disebut Rajanya Munafik. 🙂

  45. @laxmaxru

    Kamu itu semakin hari semakin ngaco dan dungu yah, hadits kamu sebut hanya info saja. Kamu tahu ngga apa artinya hadits?

  46. @Pencinta…

    Definisi diatas adalah pendapat jumhur ulama yg telah dikaji berdasarkan ilmu bahasa maupun ilmu syar’i. Dan perlu anda ketahui, bahwa kaidah umum yg telah disepakati dlm ilmu hadits menyatakan bahwa setiap perkataan dimaknai berdasarkan zhahir-nya, kecuali ada kata2 ataupun dalil yg membawa ke makna khusus.

    Sy tdk sedang memperdebatkan metodenya. Mau dgn metode yg bagaimana pun dan oleh siapa pun yg kita lihat dan perdebatkan adalah outputnya.

    Termasuk dlm hadits diatas. Rosul hanya mengatakan “jangan mencela sahabatku”. Yg dimaknai dgn melihat zhahir-nya menurut etimologi bahasa arab. Seperti kutipan saya dibawah ini:

    Terlepas dari kejanggalan hadits ini, apakah sahabat yg dimaksud Nabi saw sama dgn sahabat definisi anda punyai? Ini saja sdh merupakan persoalan tersendiri. Bagaimana anda bisa meyakinkan sy bahwa definisi anda mengenai sahabat bersesuaian dgn maksud Nabi saw? Mengapa ini sy ajukan? Sebab beberapa orang di sekitar Nabi saw yg anda anggap sahabat nyatanya kan sangat bermasalah? Coba anda pikirkan, bagaimana mungkin Nabi saw menganggap Muawiyyah sebag sahabat Beliau sementara Beliau mengecam prilaku Muawiyyah dan menunjukkan ketidaksukaan Beliau? Bagaimana mungkin Beliau menjadikan orang2 di sekitar Beliau sebagai sahabat namun melarikan diri secara pengecut di perang Uhud? Bagaimana mungkin Yazid bisa dianggap sahabat Nabi saw sementara Beliau “mengetahui” cucu tercinta Beliau dizalimi dan dibantai oleh anak Muawiyyah ini?

    Kata (أَصْحَابِي ) menurut etimoligi bahasa Arab diambil dari kata (صُحْبَة ) bermakna hidup bersama. Abu Bakar Muhammad bin Al Thoyyib Al Baaqilaaniy (wafat tahun 463) berkata: “Ahli bahasa Arab sepakat bahwa perkataan ( صحابي) berasal dari kata (صُحْبَة ) dan bukan dari ukuran persahabatan yang khusus, bahkan ia berlaku untuk semua orang yang menemani seseorang, baik sebentar atau lama”. Kemudian ia menyatakan: “Hal ini menunjukkan secara bahasa hal ini berlaku kepada orang yang menemani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam walaupun sesaat di siang hari. Ini asal dari penamaan ini”.

    Lalu bagaimana dgn mereka yg tdk pernah berjumpa dgn Rasul saw (tabi’in), apakah mrk juga disebut sebagai sahabat Nabi saw? Tolong kebingungan sy jangan ditambah2.

    Coba bandingkan dengan definisi anda yg entah dapat dari mana yg saya yakin anda bukan ORANG ARAB yg mengetahui uslub bahasa arab.
    PS.
    Menurut pengetahuan sy, sahabat adalah dua orang/lebih yg selalu bersama dalam suka dan duka, saling mengasihi, setia, dpt dipercaya, tdk khianat, tdk mau menyakiti, dll.

    Lalu menurut anda sendiri apa arti sahabat?

    Pantas saja Muawiyyah & Yazid mereka golongkan sahabat. Bahkan dengan ketidaktahuan mereka apakah kedua orang ini msh beriman atau tdk dan mati dalam keadaan Islam atau tdk, mereka tetap ngotot melakukan pembelaan.

    Justru saya balik bertanya kpd anda, mana bukti kalo mereka berdua meninggal tidak dlm keadaan islam. Kalo gak salah ndak ada tuh sejarah yg mengatakan mereka telah kafir.

    Aneh, andalah yg harus mampu memberikan bukti bahwa Muawiyyah dan kroni-kroninya mati dalam keadaan Islam. Sebab anda yg menyatakan dan menyimpulkan bahwa mrk termasuk sahabat. Menurut sy, jika mrk anda golongkan sahabat, maka mrk termasuk sahabat yg munafik. Permusuhan dan kebencian mrk thd ahlulbait Nabi saw dpt menjadi petunjuk kemunafikan mrk.

    Kepalsuan riwayat tentang keutamaan2 Muawiyyah yg anda sodorkan sdh pernah dibahas. Muawiyyah tdk memiliki keutamaan apa pun yg patut dipuji dan dibela.

    Salam

  47. Utk mengetahui org yg anda anggap itu sahabat Nabi yg setia atau bukan, dapat dilihat dari beberapa komentar Nabi Saww thdp mereka.
    biasanya, bila sahabat itu adalah sahabat yg mulia/mati dlm naungan Islam, Nabi dalam riwayatnya tdk pernah memberikan komentar yg jelek thp mereka, contoh sahabat Abu dzar, Hamzah, Ammar, Salman tdk akan ditemukan nabi SAWW berkomentar walau sekalipun yg buruk ttg mereka.
    Ini berbeda dg sahabat yg berkhianat/munafik, pasti akan banyak ditemukan cerita keburukan mereka dlm hadis.
    Logikanya, Nabi Saww tdk mgkn menceritakan keburukan org yg sdh jelas akan masuk surga…?!
    Karena ini adalah kemampuan seorang Nabi yg diberitahu akan akhir hidup para sahabatnya seperti apa.
    Wallahua’lambishowwab

  48. @Nomad

    Sejarah lagi.. sejarah lagi… Mana buktinya?? Wong sanadnya aja gak ada! Setiap org juga bisa bikin sejarah dgn sudut pandang/versinya masing2! :-q

    Riwayat2x mengenai uapaya pembunuhan Muawiyah thd Imam Hasan dgn racun ini sgt banyak”

    Maksudnya mereka meriwayatkan kembali dari orang yg mengarang-ngarang sejarah tsb! Biarpun banyak, kalo cuma “mengutip” dari org2 Syiah atau pro Syiah mah tetep aja gak ngaruh alias gak ILMIAH! 😎

    Bisa dirujuk di kitab2x non Syi’ah spt Thabaqat ibn Sa’d dan Mawatil ath-Thalibin, Musttadrak al-Hakim, Syarh Najh al Balagah, Ibnu Abi Hadid, 4/17; Tadzkirat al Khawwah,222; Al Isti’ab,1/374.

    Tetep aja gak ngaruh kalo gak ada sanadnya dari perawi yg adil mah. Apalagi bisa aja sumber “pengutipannya” sebenarnya dari org Syiah juga. Wong org2 islam non-Syiah aja banyak yg ngutip2 sejarah dari org kafir, apalagi dari org Syiah yg mereka anggap masih bagian dr umat islam.

    JADI KESIMPULANNYA:
    Sejarah yg benar hanya bisa diterima bila memenuhi kriteria seperti halnya dlm ilmu kritik hadits yaitu MEMILIKI BUKTI DAN SANAD YG DIMANA PARA PERAWINYA ADIL DAN TSIQOH!. KECUALI sejarah tsb diriwayatkan dan diterima oleh semua org tanpa ada yg menyanggahnya.

    Anda tentu tau, bahwa banyak pihak yg membenci Islam, termasuk YAHUDI. Maka hal yg mungkin dan masuk akal bila mereka yg ingin menghancurkan islam berusaha memanfaatkan perselisihan yg terjadi diantara para sahabat dgn mengarang-ngarang sejarah!

    Sekali lagi: MAAF, GAK ILMIAH!

  49. @Pecinta Ahlul Bait
    ngomong-ngomong soal sanad, apa yang akan anda katakan mengenai penukilan yang anda bawa ini

    Peristiwa perang pertama mengarungi lautan terjadi pada tahun 28 Hijrah yaitu semasa pemerintahan Sayyidina Utsman di bawah pimpinan Mu’awiyah .
    (Tarikh Khalifah bin Khayyat jilid 1, Nasabu al-Quraisyin, Al- Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII )

    Sahabat Saad bin Abi Waqqas r.a. berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih pandai memutuskan hukum selepas Sayyidina Utsman daripada tuan pintu ini (yang beliau maksudkan Mu’awiyah). (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Kemudian lagi sahabat Qabishah bin Jabir r.a. berkata: “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun, lebih layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan lebih luas tangan di dalam melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah” ( Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Abdullah bin Mubarak, seorang tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat tuan tentang Mua’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih utama?”. Mendengar soalan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak marah lalu berkata: “Kamu bertanyakan nisbah keutamaan di antara mereka berdua. Demi Allah! Debu yang masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad bersama-sama Rasulullah saw itu lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz” (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Adakah sanadnya? Nah coba tolong diperbaiki dulu biar menurut anda itu tampak ilmiah.
    Salam 🙂

  50. @Nomad

    Nih, Ane juga punya referensi sejarah yg justru bertentangan dgn versi anda! Kalo ini sih sebenarnya bersumber dari ulama yg justru diakui <B.kejujuran dan keilmuannya dalam bidang agama DI ZAMANNYA maupun di zaman sekarang. Bolehlah mereka dibandingkan dgn sumber2 anda!

    RIWAYAT HIDUP DAN WAFATNYA IMAM HASAN

    Dia adalah putra sulung Ali bin Abu Talib dengan Fatimah Postur dan paras mukanya mirip dengan Rasulullah. Dia diangkat sebagai khalifah sepeninggal ayahnya. Dia lebih mengutamakan tidak berperang, menghindari pertumpahan darah sesama muslim, untuk itu dia menyerahkan kursi ke khalifahan kepada Muawiah sampai dia meninggal dunia di Madinah.

    Beliau dilahirkan pada bulan Ramadlan tahun ke-3 Hijriyah menurut kebanyakan para ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar. (lihat Fathul Bari juz VII, hal. 464)

    Setelah ayah beliau Ali bin Abi Thalib radhiya­llahu ‘anhu terbunuh, sebagian kaum muslimin membai’at beliau, tetapi bukan karena wasiat dari Ali. Berkata Syaikh Muhibbudin al-Khatib bahwa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya juz ke-1 hal. 130 -setelah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib akan terbunuh- mereka berkata kepadanya: “Tentukanlah penggantimu bagi kami.” Maka beliau menjawab: “Tidak, tetapi aku tinggalkan kalian pada apa yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam….” Dan disebutkan oleh beliau (Muhibuddin Al-Khatib) beberapa hadits dalam masalah ini. (Lihat Ta’liq kitab Al-’Awashim Minal Qawashim, Ibnul Arabi, hal. 198-199). Tetapi setelah itu Al-Hasan menyerahkan ketaatannya kepada Mu’awiyah untuk mencegah pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin.

    Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab As-Shulh dari Imam Al-Hasan Al-Bashri, dia berkata: -Demi Allah- Al-Hasan bin Ali telah menghadap Mu’awiyah beserta beberapa kelompok pasukan berkuda ibarat gunung, maka berkatalah ‘Amr bin ‘Ash: “Sungguh aku berpen­dapat bahwa pasukan-pasukan tersebut tidak akan berpaling melainkan setelah membunuh pasukan yang sebanding dengannya”. Berkata kepadanya Mu’awiyah -dan dia demi Allah yang terbaik di antara dua orang-: “Wahai ‘Amr! Jika mereka sa­ling membunuh, maka siapa yang akan memegang urusan manusia? Siapa yang akan menjaga wanita-­wanita mereka? Dan siapa yang akan menguasai tanah mereka?” Maka ia mengutus kepadanya (Al-­Hasan) dua orang utusan dari Quraisy dari Bani ‘Abdi Syams Abdullah bin Samurah dan Abdullah bin Amir bin Kuraiz, ia berkata: “Pergilah kalian berdua kepada orang tersebut! Bujuklah dan ucapkan kepadanya serta mintalah kepadanya (perdamaian -peny.)” Maka keduanya mendatangi­nya, berbicara dengannya dan memohon pada­nya…) kemudian di akhir hadits Al-Hasan bin Ali meriwayatkan dari Abi Bakrah bahwa dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar dan Hasan bin Ali di sampingnya beliau sesaat menghadap kepada manusia dan sesaat melihat kepadanya seraya berkata:

    إِنَّ ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيْمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخارى مع الفتح ۷/٦٤۷ رقم ٢۷٠٤)

    Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid, semoga Allah akan mendamaikan dengannya antara dua kelompok besar dari kalangan kaum muslimin. (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, juz V, hal. 647, hadits no. 2704)

    Berkata Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah: “….Al-Husein menyalahkan saudaranya Al-Hasan atas pendapat ini, tetapi beliau tidak mau mene­rimanya. Dan kebenaran ada pada Al-Hasan sebagaimana dalil yang akan datang….” (lihat Al­Bidayah wan Nihayah, juz VIII hal. 17). Yang dimaksud oleh beliau adalah dalil yang sudah kita sebutkan di atas yang diriwayatkan dari Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu.

    Itulah keutamaan Al-Hasan yang paling besar yang dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bersatulah kaum muslimin hingga tahun tersebut terkenal dengan tahun jama’ah.

    Yang mengherankan justru kaum Syi’ah Rafidlah menyesali kejadian ini dan menjuluki Al-­Hasan radhiyallahu ‘anhu sebagai ‘pencoreng wajah-wajah kaum mukminin’. Sebagian mereka menganggapnya fasik sedangkan sebagian lagi bahkan mengkafirkannya karena hal itu. Berkata Syaikh Muhibbudin Al-Khatib mengomentari ucapan Rafidlah ini sebagai berikut: “Padahal termasuk dari dasar-dasar keimanan Rafidlah -bahkan dasar keimanan yang paling utama- adalah keyakinan mereka bahwa Al-Hasan, ayah, saudara dan sem­bilan keturunannya adalah maksum. Dan dari kon­sekwensi kemaksuman mereka, bahwa mereka tidak akan berbuat kesalahan. Dan setiap apa yang ber­sumber dari mereka berarti hak yang tidak akan terbatalkan. Sedangkan apa yang bersumber dari Al­-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma yang paling besar adalah pembai’atan terhadap amiril mukminin Mu’awiyah, maka mestinya mereka pun masuk dalam bai’at ini dan beriman bahwa ini adalah hak karena ini adalah amalan seorang yang maksum menurut mereka. (Lihat catatan kaki kitab Al-­Awashim minal Qawashim hal. 197-198).

    Tetapi kenyataannya mereka menyelisihi imam mereka sendiri yang maksum bahkan menyalahkannya, menfasikkannya, atau mengka­firkannya. Sehingga terdapat dua kemungkinan:

    Pertama, mereka berdusta atas ucapan mereka tentang kemaksuman dua belas imam, maka hancurlah agama mereka (agama Itsna ‘Asyariyyah).

    Kedua, mereka meyakini kemaksuman Al-Hasan, maka mereka adalah para peng­khianat yang menyelisihi imam yang maksum dengan permusuhan dan kesombongan serta kekufuran. Dan tidak ada kemungkinan yang ketiga.

    Adapun Ahlus Sunnah yang beriman dengan kenabian “kakek Al-Hasan” shallallahu ‘alaihi wa sallam berpendapat bahwa perdamaian dan bai’at beliau kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu bukti kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan amal terbesar Al-Hasan serta mereka bergembira dengannya kemudian menganggap Al­Hasan yang memutihkan wajah kaum mukminin.

    Demikianlah khilafah Mu’awiyah berlang­sung dengan persatuan kaum muslimin karena Al­lah Subhanahu wa Ta ‘ala dengan sebab pengor­banan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu yang besar yang dia -demi Allah- lebih berhak terhadap khilafah daripada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Arabi dan para ulama. Semoga Allah meridlai seluruh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahun ke 10 masa khilafah Mu’awiyah meninggallah Al-Hasan radhiyallahu `anhu pada umur 47 tahun. Dan ini yang dianggap shahih oleh Ibnu Katsir, sedangkan yang masyhur adalah 49 tahun. Wallahu A’lam bish-Shawab. Ketika beliau diperiksa oleh dokter, maka dia mengatakan bahwa Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu meninggal karena racun yang memutuskan ususnya. Namun tidak diketahui dalam sejarah siapa yang membunuh­nya. Adapun ucapan Rafidlah yang menuduh pihak Mu’awiyah sebagai pembunuhnya sama sekali tidak dapat diterima sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi dengan ucapannya: “Kami mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin karena dua hal: pertama, bahwa dia (Mu’awiyah) sama sekali tidak mengkhawatirkan kejelekan apapun dari Al-Hasan karena beliau telah menyerahkan urusannya kepada Mu’awiyah. Yang kedua, hal ini adalah perkara ghaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka bagaimana mungkin menuduhkannya kepada salah seorang makhluk-Nya tanpa bukti pada zaman yang berjauhan yang kita tidak dapat mudah percaya dengan nukilan seorang penukil dari kalangan pengikut hawa nafsu (Syi’ ah). Dalam keadaan fitnah dan Ashabiyyah, setiap orang akan menuduh lawannya dengan tuduhan yang tidak semestinya, maka tidak mungkin diterima kecuali dari seorang yang bersih dan tidak didengar darinya kecuali keadilan.” (Lihat Al-Awashim minal Qawashim hal. 213-214)

    Demikian pula dikatakan oleh Syaikhul Is­lam Ibnu Taimiyyah bahwa tuduhan Syi’ah tersebut tidak benar dan tidak didatangkan dengan bukti syar’i serta tidak pula ada persaksian yang dapat diterima dan tidak ada pula penukilan yang tegas tentangnya. (Lihat Minhajus Sunnah juz 2 hal. 225)

    Semoga Allah merahmati Al-Hasan bin Ali dan meridlainya dan melipatgandakan pahala amal dan jasa-jasanya. Dan semoga Allah menerimanya sebagai syahid. Amiin.

    Sumber: ahlulhadits.wp

  51. @SP

    Adakah sanadnya? Nah coba tolong diperbaiki dulu biar menurut anda itu tampak ilmiah.
    Salam

    Dalam riwayat Al-Bukhari dengan sanadnya yang sampai kepada Ummu Haram binti Milhan, istri ‘Ubadah bin AshShamith , secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah): “Pasukan perang yang pertama kali sebagai armada laut dari umatku telah mendapat surga.” Aku berkata: “Wahai Rasulullah apakah saya termasuk diantara pasukan itu?” Beliau menjawab: “Ya, engkau tergabung dalam pasukan itu.” Dan Mu’awiyah adalah panglima pasukan itu dan diantara pasukan ada Ummu Haram .

  52. @Pecinta Ahlul Bait
    ah anda ini tidak mengerti maksud saya, tolong dibaca baik-baik yang saya tanya soal sanad itu bukan hadis Bukhari tetapi penukilan anda yang ini

    Peristiwa perang pertama mengarungi lautan terjadi pada tahun 28 Hijrah yaitu semasa pemerintahan Sayyidina Utsman di bawah pimpinan Mu’awiyah .
    (Tarikh Khalifah bin Khayyat jilid 1, Nasabu al-Quraisyin, Al- Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII )

    Sahabat Saad bin Abi Waqqas r.a. berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih pandai memutuskan hukum selepas Sayyidina Utsman daripada tuan pintu ini (yang beliau maksudkan Mu’awiyah). (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Kemudian lagi sahabat Qabishah bin Jabir r.a. berkata: “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun, lebih layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan lebih luas tangan di dalam melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah” ( Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Abdullah bin Mubarak, seorang tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat tuan tentang Mua’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih utama?”. Mendengar soalan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak marah lalu berkata: “Kamu bertanyakan nisbah keutamaan di antara mereka berdua. Demi Allah! Debu yang masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad bersama-sama Rasulullah saw itu lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz” (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid VIII)

    Lihat baik-baik yang Bukharinya tidak saya quote tuh

  53. @SP
    Saya sudah bilang utk menjelasakan kepada orang yang sering menjawab tanpa akal. Selalu menjawab semau gue. Bukti yang kita ajukan walaupu benar ditolak tapi punya sendiri yang palsu dipertahankan.
    Hadts yang dibawakan yaitu hadits dari Qabishah b, Jabir seharusnya berbunyi:” Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun dalam MENIPU, lebih layak MENZALIM, lebih hebat MENCACI IMAM ALI as, lebih lembut hati dalam MERAYU WANITA, dan lebih PANJANG tangan didalam melakukan PEMBUNUAN daripada Muawiyah ( al-Bidayah Wa an-Nihayah jil. VII hal.? Bab.? )

  54. @SP

    Oke ntar saya cari. mudah2an ketemu.

    Seharusnya pertanyaan yg sama anda lontarkan kpd teman2 yg pro Syiah yg mungkin sdh sejak lama anda juga mengetahuinya. Sehingga pencelaan dan penistaan thd nama baik para sahabat tidak hanya berdasarkan pengetahuan mereka thd sejarah yg kebenarannya sampai skr pun masih diragukan keotentikan/ keilmiahannya.
    Atau anda juga “KORBAN” seperti mereka?
    Maaf kalo saya menuduh anda. Karena saya lihat anda lebih condong membela mereka dan tidak/belum saya temukan “SIKAP KRITIS” anda thd sejarah yg mereka yakini. Tidak sama halnya thd suatu HADITS yg biasa anda angkat pembahasannya.

    Coba anda amati dan bayangkan! Bagaimana bahayanya suatu keyakinan sehingga dapat meruntuhkan tatanan2 ILMU HADITS yg sudah teruji keilmiahannya hanya berdasarkan sejarah yg justru tdk teruji KEILMIAHANNYA.

    Anda pasti tau bahwa mereka (pemeluk Syiah) melancarkan celaan dan hujatan kepada sebagian sahabat bukan hanya berdasarkan pemahaman mereka thd suatu hadits shahih saja, tetapi yg paling mendasar adalah pengetahuan mereka thd sejarah yg mereka baca/dengar yg sama sekali tdk bisa disejajarkan dgn hadits yg memiliki metode ilmiah.

    Lihat saja komen2 mereka yg lebih banyak memakai argumen sejarah drpd hadits shahih. (seperti mslh terbunuhnya Imam Ali, Hasan, dan Husein)

    @armand

    Kepalsuan riwayat tentang keutamaan2 Muawiyyah yg anda sodorkan sdh pernah dibahas. Muawiyyah tdk memiliki keutamaan apa pun yg patut dipuji dan dibela.

    Bagaimana dgn hadits dibawah ini?

    Dalam riwayat Al-Bukhari dengan sanadnya yang sampai kepada Ummu Haram binti Milhan, istri ‘Ubadah bin AshShamith , secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah): “Pasukan perang yang pertama kali sebagai armada laut dari umatku telah mendapat surga.” Aku berkata: “Wahai Rasulullah apakah saya termasuk diantara pasukan itu?” Beliau menjawab: “Ya, engkau tergabung dalam pasukan itu.” Dan Mu’awiyah adalah panglima pasukan itu dan diantara pasukan ada Ummu Haram.

  55. @aburahat

    Saya sudah bilang utk menjelasakan kepada orang yang sering menjawab tanpa akal. Selalu menjawab semau gue. Bukti yang kita ajukan walaupu benar ditolak tapi punya sendiri yang palsu dipertahankan.

    Itu sih menurut anda. Kalo menurut saya justru bukti yg anda ajukan PALSU dan tidak ilmiah. Yang benar insya Alloh bukti yg kita ajukan.
    Walaupun sama2 sejarah seperti yg nomad ajukan, minimal yg menceritakan adalah seorang ulama yg sudah diakui kedalaman ilmunya baik pada zamannya maupun sesudahnya hingga sekarang, seperti Imam Ibnu Katsir rohimahulloh. Beliau telah menulis Kitab Tafsir Alquran yg tiada tandingannya dan banyak dipakai oleh kaum muslimin.

    Hadts yang dibawakan yaitu hadits dari Qabishah b, Jabir seharusnya berbunyi:” Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun dalam MENIPU, lebih layak MENZALIM, lebih hebat MENCACI IMAM ALI as, lebih lembut hati dalam MERAYU WANITA, dan lebih PANJANG tangan didalam melakukan PEMBUNUAN daripada Muawiyah ( al-Bidayah Wa an-Nihayah jil. VII hal.? Bab.? )

    Wow hebat Mas aburahat ini! Sepertinya anda tidak takut masuk neraka. Atau memang kulitnya kebal dr api neraka???
    Selamat! Sepertinya anda sudah mendapatkan sebuah tempat duduk di NERAKA, karena sudah berhasil membuat sebuah HADITS.

    Ups, maaf! jangan2 saya yg bodoh? emang ada hadits seperti yg Mas aburahat sampaikan???

  56. @pencita ……
    Siapa katakan itu hadits.. Itukan kata2 Qabishah.Tanyakan aja pada Qabishah betul tidak yang saya katakan.

  57. @aburahat

    Anda mau ngeles ya?? ternyata takut juga kalo diancam masuk neraka mah??
    Jelas2 sampeyan yg nulis! (nih saya cetak tebal). Masa sampeyan yg nulis gak sadar???

    hadits dari Qabishah b, Jabir seharusnya berbunyi;

    Kalo begitu apa maksudnya anda pake kata “seharusnya”, kalo itu memang hadits dr Qabishah??
    Atau sesungguhnya anda memang ingin mengolok-olok Muawiyah dgn hadits buatan anda itu?

    NGELES LAGIII…!!

    Astaghfirulloh aladzim!

  58. @pecinta Ahl…
    Ngga pa pa mang atuh kalo mengolok2 Muawiyah sih, HALAL.
    Tapi bagai mana yah dg Muawiyah dan keturunannya yg selama 80 tahun mencaci Ahlulbait AS ( Sayyidina Ali As) di setiap khotbah jum’at ???

  59. @Pecinta Ahlulbait:
    Berikut ini ada sebuah riwayat yg menjelaskan ketika Imam Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah dan pengikutnya maka kaum syiah menjadi bingung, mereka awalnya tidak mau menerima hal tersebut tetapi setelah mereka bertanya kepada Imam Hasan sendiri maka merekapun mendapatkan jawabannya dan dengan teguh tetap mengakui kalau Imamah adalah milik Imam Hasan. Dalam kitab Biharul Anwar jilid 44 hal 24 disebutkan sebagai berikut :

    “Abu Ja’far berkata, salah seorang pengikut Hasan yang bernama Sufyan bin Laila datang menghadap Hasan dengan menaiki onta, dia melewati imam Hasan yang sedang duduk di teras rumahnya, dia pun berkata : Assalamualaikum wahai penghina orang beriman!”. Hasan berkata padanya : turunlah kemari dan jangan tergesa-gesa. Dia pun turun dan mengikatkan ontanya pada tiang rumah seraya menghampiri Hasan. Hasan berkata padanya : barusan kamu bilang apa? Jawab Sufyan Saya mengatakan Assalamualaika wahai penghina orang beriman”. Hasan menjawab siapa yang memberitahu padamu hal itu? Dia menjawab ” kamu telah sengaja melepaskan kepemimpinan umat dan kau serahkan pada seorang taghut yang berhukum dengan selain hukum Allah. Hasan berkata : akan kuberitahukan padamu mengapa saya berbuat demikian, aku mendengar ayahku berkata, bahwa Nabi telah bersabda : hari hari tidak akan berlalu sampai memegang urusan umat ini orang yang ba;’umnya luas dadanya lebar, suka makan dan tidak pernah kenyang, dialah Muawiyah,karena inilah aku melakukan hal itu. Hasan bertanya pada Sufyan : Apa yang membuatmu kemari? Jawabnya : kecintaanku padamu wahai Hasan, yang membuatku datang kemari menemuimu. Lalu Hasan berkata : demi Allah, tidak ada seorang hamba yang mencintai kami walaupun dia sedang ditawan di negeri Dailam, maka kecintaan itu akan berguna baginya, sesungguhnya kecintaan manusia pada kami akan menggugurkan dosa sebagaimana angin yang menggugurkan daun dari pepohonan.”

    Kecintaan syiah kepada sang Imamlah yang membuat mereka pengikut syiah segera bertanya kepada sang Imam mengapa Imam menyerahkan khilafah kepada Muawiyah?. Mereka tidak suka kalau khilafah dipegang oleh para pembenci Imam ahlul bait, sehingga syiah pun menjadi bingung atas tindakan sang Imam. Walaupun begitu mereka tidak berlepas diri dari sang Imam bahkan mereka menghadap sang Imam untuk memperoleh kejelasan.

    Saya mohon ma’af tdk bs menampilkan sanad sbb ilmu dan perbendaharaan saya sgt kurang. Saya bukan seorg ustad, saya jg ga gitu ngerti sama ‘ulumul hadis.
    Saya msh belajar di sini. Tp saya harap anda jgn menyuruh saya & yg laen utk memakai sanad sementara anda sendiri tdk (kecuali hadis Bukhari yg anda kutip itu). Jika seseorg menyuruh org laen utk berbuat kebaikan tp sementara dia tdk melakukannya, itu namanya munafik.

  60. Sangat tdk mungkin orang yang katanya sahabat (Muawiyah La) masuk surga, tapi suka:
    1. Menghina Imam Ali as (siapapun setuju beliau salah
    seorang Ahlulbait Nabi) – Shahih Muslim
    2. memakan harta secara batil dan membunuh sebagian
    kaum Muslim – Shahih Muslim 3/1472 hadis no 1844
    3. Melakukan jual beli dg Riba – Hadis Riwayat Imam Malik
    dalam Al Muwatta juz 2 hal 634 hadis no 1302 / Shahih
    Muslim 3/1210 hadis no (1587)
    4. Peminum Khamer – Musnad Ahmad 5/347 no 22991

  61. @SP

    Maaf mas SP ada postingan anda yg belum saya komentari. Saya anggap ini penting karena anda kelihatannya melewatkan ayat alquran dlm postingan saya yg pertama.

    Hal ini justru menguatkan hujjah saya di atas bahwa perkataan tersebut ditujukan kepada Khalid bin Walid dan orang-orang lain yang ada di sana yang menurut definisi Ibnu Hajar adalah sahabat Nabi. Mereka jelas bukan yang dimaksud oleh Nabi sebagai sahabat Nabi dalam hadis di atas. Buktinya Rasul SAW mengatakan infaq mereka(Khalid dan lain-lain) walau sebesar gunung uhud tidak menyamai infaq satu mud atau setengahnya salah seorang dari mereka Sahabat Nabi. Khalid dan lain-lain jelas bukan sahabat Nabi yang dimaksud dalam hadis di atas karena kalau memang termasuk sahabat Nabi dalam hadis di atas maka infaqnya akan sama kok 🙂

    SAYA SETUJU. Memang sahabat yg dimaksud Rosul dlm hadits diatas adalah bukan Sahabat dlm arti umum seperti definisi Ibnu Hajar. Tetapi dalam arti khusus, yaitu sahabat yg derajatnya diatas Khalid Bin Walid, salah satunya adalah Abdurahman Bin Auf. Hal ini dijelaskan dlm alquran:

    “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum peristiwa al-Fath. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah peristiwa itu.” (Q.S. al-Hadid:10)

    Dengan melihat ayat diatas, maka itu menunjukkan bahwa terdapat tingkatan2 derajat sahabat. Yang dalam hal ini antara Sahabat Abdurahman Bin Auf yg ikut berperang sebelum Fathu Mekah dan Sahabat Khalid Bin Walid yg ikut berperang setelah Fathu Mekah.

    Oleh karena itu, kata “KALIAN” pada hadits tsb tidak berarti menunjukkan bahwa Khalid Bin Walid dan org2 yg ada disana bukan sahabat Nabi. Karena perkataan Rosul tsb bisa jadi bertujuan utk menunjukkan kepada para sahabat waktu itu SEKALIGUS juga kpd umatnya keseluruhan -termasuk kita-akan adanya perbedaan tingkatan derajat para sahabat.

    Selain itu sudah dimaklumi bahwa Rosul sering sekali bahkan banyak menggunakan kata “KALIAN” -seperti halnya yg banyak terdapat dlm Firman Alloh- yang maksudnya ditujukan kpd orang2 yg berhadapan langsung dgn beliau sekaligus kpd umatnya yg hidup sampai akhir zaman.
    Dan sudah dimaklumi juga bahwa Alquran maupun Hadits Rosul berlaku bagi seluruh umat manusia sampai akhir zaman.

    Jadi bisa saya simpulkan:

    1. Larangan mencela “Sahabatku” dlm hadits diatas menunjukkan dilarangnya mencela Sahabat yg telah berinfaq dan berperang sebelum Fathu Mekah.
    2. Kata “KALIAN” ditujukan kepada Sahabat Khalid Bin Walid dan orang2 yg ada dihadapan Rosul yg tingkatan derajatnya dibawah Sahabat yg telah ikut perang sblm Fathu Mekah. SEKALIGUS kpd seluruh umat Nabi Muhammad berdasarkan keumuman Hadits2 Rosul yg sudah dimaklumi dan disepakati berlaku sampai akhir zaman.
    3. Larangan Rasulullah di atas menunjukkan bahwasanya mencela sahabat, baik secara umum maupun khusus (individu dari mereka), adalah haram hukumnya.
    4. Hadits diatas menunjukkan/mengisyaratkan adanya tingkatan2 derajat Sahabat seperti yg dijelaskan pula dlm Alquran Surat Al Hadid: 10.

    Wallohu ‘alam…

  62. @abu zillan

    Sangat tdk mungkin orang yang katanya sahabat (Muawiyah La) masuk surga, tapi suka:
    1. Menghina Imam Ali as (siapapun setuju beliau salah
    seorang Ahlulbait Nabi) – Shahih Muslim
    2. memakan harta secara batil dan membunuh sebagian
    kaum Muslim – Shahih Muslim 3/1472 hadis no 1844
    3. Melakukan jual beli dg Riba – Hadis Riwayat Imam Malik
    dalam Al Muwatta juz 2 hal 634 hadis no 1302 / Shahih
    Muslim 3/1210 hadis no (1587)
    4. Peminum Khamer – Musnad Ahmad 5/347 no 22991

    Anda sungguh naif sekali. Masalah masuk surga atau neraka itu hak Alloh, bukan hak anda untuk mengira-ngira.
    Apalagi terdapat hadits shohih yg menyatakan Rosul menjanjikan bahwa Muawiyah pasti masuk surga krn termasuk yg pertama kali berperang di lautan. Silakan haditsnya dilihat di postingan saya sebelumnya.

    Apa anda tidak percaya dgn yg Rosululloh kabarkan???

  63. Salam

    @Pecinta Ahlulbait
    Jaafar bin Abu Tholib…. Itu siapa?

    Damaimu……

  64. @Pecinta Ahlulbait,

    Penjelasan anda mengenai Muawiyah sungguh sangat mengherankan, sudah jelas dia adalah pemberontak terhadap pemerintahan yg syah yaitu Imam Ali dan melakukan penghianatan terhadap Imam Hasan dan meracuninya. Namun anda membelanya dgn menampilkan hadits dhaif ciptaan Muawiyah. Sungguh terlalu… :mrgreen:

  65. @Pecinta Ahlulbait dan SP
    Sewaktu Khalid dan “kalian” mencela sahabat yg lebih tinggi kedudukannya, spt apa persis bentuk pencelaannya? Dlm bntk mencela dgn menyebut fakta kejelekannyakah, atw mencela tp kejelekan tsb tdk terdapat pada diri sahabat yg lebih tinggi kedudukannya?

  66. @pecinta Ahl..
    Betul, Surga dan Neraka adalah Urusan Allah SWT, tapi bukan berarti Rosulullah Saww tdk diberitahu mengenai hal itu lewat Malaikat Jibril, Toh.

    Mengenai MATinya MUAWIYAH La, kita mahfum bahwa dia MAti dalam keadaan Perintahnya melaknat dan mencaci Imam Ali as, di setiap mimbar Jumat belum dicabut hingga baru berakhir pd kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.
    Sungguh Naif sekali jika anda ingin menyelamatkan Muawiyah dalam hal ini.

  67. @Trivia

    Yang saya tau beliau adalah sahabat sekaligus sepupu Rosululloh. Anak pamannya nabi yaitu Abu Thalib.

    Damaimu juga…

  68. @dede

    @Pecinta Ahlulbait,

    Penjelasan anda mengenai Muawiyah sungguh sangat mengherankan, sudah jelas dia adalah pemberontak terhadap pemerintahan yg syah yaitu Imam Ali dan melakukan penghianatan terhadap Imam Hasan dan meracuninya. Namun anda membelanya dgn menampilkan hadits dhaif ciptaan Muawiyah. Sungguh terlalu… :mrgreen:

    Justru penjelasan anda yg sangat mengherankan?! Sudah jelas Muawiyah dipastikan masuk surga melalui HADITS SHAHIH diatas!
    Apakah layak sebuah sejarah murahan yg tidak diketahui datangnya dr mana karena TIDAK ADA SANADNYA dibandingkan dgn HADITS SHAHIH yg sudah diakui memiliki SANAD YG TERUJI KE-ILMIAHAN-NYA!

    Namun anda membelanya dgn menampilkan hadits dhaif ciptaan Muawiyah. Sungguh terlalu… :mrgreen:

    Boleh dong dibuktikan tuduhan anda diatas kalo memang hadits tsb dhaif dan ciptaan Muawiyah?!:mrgreen:

    PASTI ANDA GAK AKAN BISA!!
    Karena anda itu bisanya cuma menuduh saja tanpa bisa membuktikan secara ILMIAH!
    Wong pertanyaan saya di thread sebelah aja gak dijawab-jawab!! Berarti terbukti kalo anda itu SALAH!
    Seharusnya yg harus DICELA oleh teman2 anda itu ya ANDA!
    Udah NUDUH, SALAH, ee GAK MAU NGAKU SALAH LAGI!! Malu-maluin yg pro Syiah aja!! :mrgreen:

  69. @Pecinta Ahlulbait

    Dengan dalil Aqli saja sudah cukup bahwa seorang pemberontak, penghianat dan pembunuh seperti Muawiyah; tentu saja akan mendapat laknat dari Allah swt. Anda yg mestinya berpikir secara sehat itu, malah menyuruh orang lain mencela saya. Sembarangan menuduh orang mengaku salah. Mengaku Islam tapi tidak bisa membedakan yg haq dan yg bathil, kan aneh… :mrgreen:

  70. @Nomad

    @Pecinta Ahlulbait dan SP
    Sewaktu Khalid dan “kalian” mencela sahabat yg lebih tinggi kedudukannya, spt apa persis bentuk pencelaannya? Dlm bntk mencela dgn menyebut fakta kejelekannyakah, atw mencela tp kejelekan tsb tdk terdapat pada diri sahabat yg lebih tinggi kedudukannya?

    Dalam asbabul wurud hadits tsb tdk disebutkan celaannya seperti apa, hanya disebutkan bahwa mereka berdua berselisih. Sedangkan “kalian” (kalo yg anda maksud sahabat yg lain) tidak disebutkan ikut mencela.

    @SP & All

    Kalo boleh saya usul sedikit? Bagaimana kalo selama kita berdikusi, kita sama2 sepakat menggunakan BAROMETER yg jelas sudah diakui ke-ILMIAH-annya selama berabad-abad oleh mayoritas umat islam di dunia, yaitu ALQURAN DAN HADITS SHAHIH.
    Tidak ketinggalan dlm hal istilah/bahasa, kita harus merujuk pada tatanan ilmu bahasa yg resmi dan umum kita gunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga setiap orang tdk seenaknya mengeluarkan pendapat nyeleneh yg bertentangan dgn BAROMETER yg diakui ilmiah tsb hanya karena tdk sesuai dgn pemahamannya atau asumsi2 yg mungkin setiap org akan berbeda.
    Termasuk juga dlm hal SEJARAH. Kita harus sepakat dulu bahwa yg diterima adalah sejarah yg ILMIAH DAN BISA DIPERTANGGUNGJAWABKAN keotentikannya, misalnya ada periwayatan seperti halnya dlm ilmu hadits. Kecuali mungkin sejarah yg semua orang/pihak mengakui itu memang terjadi dan tdk ada yg menyanggahnya.

    Kenapa hal diatas saya usulkan kehadapan anda sekalian? Karena saya yakin semua orang yg berdiskusi disini betul2 sbg seorang PENCARI KEBENARAN yg ingin memperoleh kebenaran tidak hanya didapat melalui kepuasan keyakinan atau perasaan semata, tetapi dpt diterima oleh akal yg memang menuntut ke-ILMIAH-an. Walaupun tdk semua hal dpt terjangkau oleh akal. Tapi minimal kita telah berusaha memahaminya melalui bantuan BAROMETER2 yg saya sebutkan diatas.

    Selain itu dengan BAROMETER diatas, kita bisa menghindarai argumen2 yg saling menghina dikarenakan masing2 menggunakan BAROMETER2 pribadi seperti HAWA NAFSU ataupun TAQLID misalnya.

    Maaf apabila saya telah lancang. Saya cuma usul.
    Ada yg mau mengomentari? atau menambahkan?

  71. Jadi…. Jaafar bin Abu Thalib bukan Panglima Perang Di Lautan itu……

    Ya Latif
    Damainya Lautan itu

  72. @pe. . . . ahlul bait

    JADI KESIMPULANNYA:
    Sejarah yg benar hanya bisa diterima bila memenuhi kriteria seperti halnya dlm ilmu kritik hadits yaitu MEMILIKI BUKTI DAN SANAD YG DIMANA PARA PERAWINYA ADIL DAN TSIQOH!. KECUALI sejarah tsb diriwayatkan dan diterima oleh semua org tanpa ada yg menyanggahnya
    ……
    Sekali lagi: MAAF, GAK ILMIAH!

    ditanya @ Sp mana ? sanad tarikh yg anda kutip anda

    saya juga mau mengingatkan Hutang anda Mr Sok ilmiah..
    mana sanad sejarah anda yg katanya shohih…..dan bersambung …? mana…kok sampai sekarang nggak ada sanadnya….

    @pe….ahlulbait

    Kalo boleh saya usul sedikit? Bagaimana kalo selama kita berdikusi, kita sama2 sepakat menggunakan BAROMETER yg jelas sudah diakui ke-ILMIAH-annya selama berabad-abad oleh mayoritas umat islam di dunia, yaitu ALQURAN DAN HADITS SHAHIH

    ini org, selama ini masuk ke blog ini baca nggak sih…yg ditulis @ SP….kok keluar komentar seperti diatas….
    kalo baca , kok nggak masuk di otaknya… yah yg dibahas @SP itu apa….?
    mas lain kali kalo mau nulis dan masuk ke blog ini coba mbok diperharikan jgn cuma hidup dlm halusinasi…atau mbok dibawa otaknya kemana2 jgn ditinggal ….

  73. @dede

    @Pecinta Ahlulbait

    Dengan dalil Aqli saja sudah cukup bahwa seorang pemberontak, penghianat dan pembunuh seperti Muawiyah; tentu saja akan mendapat laknat dari Allah swt. Anda yg mestinya berpikir secara sehat itu, malah menyuruh orang lain mencela saya. Sembarangan menuduh orang mengaku salah. Mengaku Islam tapi tidak bisa membedakan yg haq dan yg bathil, kan aneh… :mrgreen:

    Islam dipahami melalui dalil aqli dan dalil naqli.
    Baiklah saya akan menjawab melalui dalil aqli dulu.
    Menurut AKAL SAYA, tidak setiap orang akan dilaknat apabila melakukan kesalahan/kemaksiatan. Tergantung kpd niat/hati dan keyakinan orang tersebut thd tindakannya tsb. Apakah disengaja atau tidak.
    Nah disini akal tdk bisa menjangkau, krn hanya Alloh-lah yg mengetahui isi hati manusia. Kecuali ada bukti yg bisa diterima oleh akal yg bisa menunjukkan kesalahan org yg sengaja melakukannya.
    Contoh: Apakah sama hukuman bagi 2 org yg makan dan minum di siang hari bulan romadhon. Sedangkan yg satu tdk disengaja krn lupa, yg satu lagi disengaja tetapi didepan org lain tdk mengakuinya? Dan akal waktu itu tdk dpt membuktikannya kesalahan 2 org tsb.

    Sama halnya thd sejarah yg anda bawa. Anda menuduh Muawiyah melakukan kemaksiatan yg anda tuduhkan. PADAHAL anda sendiri SECARA AKAL tdk dpt membuktikan ke-SHAHIH-an riwayat tsb. Malahan terdapat sejarah yg mengatakan SEBALIKNYA. Secara AKAL, sejarahnya saja tdk dapat diterima. Apalagi secara naqli ttg vonis yg anda tuduhkan bahwa Alloh melaknat Muawiyah.

    Malah saya akan bertanya kpd anda kalo memang anda bisa membedakan yg hak dan yg bathil. Silakan gunakan AQLI dan NAQLI anda.

    Bagaimana pendapat anda ttg HADITS SHAHIH dibawah ini:

    Dalam riwayat Al-Bukhari dengan sanadnya yang sampai kepada Ummu Haram binti Milhan, istri ‘Ubadah bin AshShamith , secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah): “Pasukan perang yang pertama kali sebagai armada laut dari umatku telah mendapat surga.” Aku berkata: “Wahai Rasulullah apakah saya termasuk diantara pasukan itu?” Beliau menjawab: “Ya, engkau tergabung dalam pasukan itu.” Dan Mu’awiyah adalah panglima pasukan itu dan diantara pasukan ada Ummu Haram.

  74. @Pencinta Ahlulbait

    Dalam menganalisa suatu kebenaran dalam agama harus dikaji berdasarkan dalil Aqli (akal sehat) dan dalil Naqli (Al Qur’an dan Al Hadits). Dalam penyajian dalil Naqli kalau pemahamannya berbeda, tentu saja penafsirannya berbeda pula. Karena masing2 pihak menampilkan hadits yg diklaim shahih menurut pendapatnya masing2. Oleh karena itu dibutuhkan seorang pemimpin yg setaraf dgn kenabian untuk membimbing umatnya sepeninggal Rasulullah saw. Suatu hal yg mustahil bagi Rasulullah saw meninggalkan umatnya kedalam perselisihan dan perdebatan panjang selama berabad-abad lamanya ini.

    Maka dari itu sudah tiba saatnya umat Islam kembali kepada perintah Allah dan Rasul-Nya dalam hadits Ats Tsaqalin (Al Qur’an dan Itrah Ahlulbait) dan hadits Ghadir Khum (pengangkatan Imam Ali as atas perintah Allah dan Rasulnya sebagai pemimpin umat Islam), sehingga umat Islam tidak tersesat dalam agama yg dirihai Allah swt. Dan tidak ada lagi perdebatan dan perselisihan yg panjang dan melelahkan ini.

    Wassalam…

  75. @Pencinta Ahlulbait

    Sepertinya pertanyaan anda sudah dijawab oleh komentar saya tsb diatas. :mrgreen:

  76. @bob

    ditanya @ Sp mana ? sanad tarikh yg anda kutip anda

    saya juga mau mengingatkan Hutang anda Mr Sok ilmiah..
    mana sanad sejarah anda yg katanya shohih…..dan bersambung …? mana…kok sampai sekarang nggak ada sanadnya….

    Ntar dong sabar.. saya kan belum nemu referensinya..

    Justru kalo mau adil yg pertama harus ditanya sanad tarikhnya itu ya orang2 Syiah dan yg seperti anda ini. Yg DARI DULU hanya nuduh dgn menggunakan sejarah. Padahal sejarahnya saja banyak versinya!
    Bukankah orang2 Syiah yg menjadikan SEJARAH sebagai salah satu sumber keyakinan/aqidah dalam beragama maupun mencela orang lain?

    Masih mending Ahlu Sunnah yg mengambil Aqidah dari Alquran dan Hadits yg shahih yg bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

  77. @Pencinta Ahlulbait

    Kata anda:

    Masih mending Ahlu Sunnah yg mengambil Aqidah dari Alquran dan Hadits yg shahih yg bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

    Komentar saya:

    Bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah menurut pemahamannya masing-masing :mrgreen:

  78. Salam

    Hadis Umm Haram itu bermasalah:

    Defects in Asnaad of this tradition
    Please note about this tradition that:

    This Tradition is narrated by only & only one chain.

    And all the narrators in this chain are Syrians (the headquarter of Muawiyyah and Bani Umiyyah). The people of Syria were famous for inventing narrations in support of Bani Umiyyah.

    Ibn Hajar al-Asqallani (one of top most Alim who is even respected by Nasibies) writes under the commentary of this tradition:

    قوله‏:‏ ‏(‏عن خالد بن معدان‏)‏ بفتح الميم وسكون المهملة، والإسناد كله شاميون

    i.e. all of it’s narrators belong to Syria

    Thawr bin Yazid [The Munafiq by Rasool’s Standards]:
    One of the Syrian Narrator is Thawr bin Yazid. Although none of the Syrian Narrator of this tradition had any love for Ahl al-Bayt, but this Thawr bin Yazid was the worst.

    Ibn Saad (Sunni Scholar whose book is very important for Rajal Work) writes about him:

    و كان جد ثور بن يزيد قد شهد صفين مع معاوية ، و قتل يومئذ ، و كان ثور إذا ذكر عليا قال : لا أحب رجلا قتل جدى

    Translation:

    The (Syrian Ancestors) of Thawr bin Yazid were along with Muawiyyah at battle of Saffin and they were killed in this war (by Army of Ali Ibn Abi Talib). Whenever this Thawr bin Yazeed used to hear the name of Ali (ibn Abi Talib), he used to say:”I don’t like to hear the name of that person who killed my Ancestors.

    Tabaqat Ibn Saad, Vol 7 under the topic: Thawr bin Yazid al Kalayee

    And Yahya ibn Mueen, who is considered one of most authentic Authority in Rajal even by Nasibies, he writes:

    “This Thawr bin Yazeed was included in that party which used to Curse Ali Ibne Abi Talib”..

    And Imam Malik never used to narrate from this Thawr bin Yazeed.

    Sheikh Ahmad Ali Suharanpuri is an Alim of Tableeghi Jama’at and he wrote a commentary of Bukhari. He writes (vol. 1, page 409):

    “The tradition of caesar’s city has been narrated by Thawr bin Yazid and he was (extreme) enemy of Ameer-ul-Momineen (Ali ibn Abi Talib).

    And biggest of all, the grand Hadith Master Ibn Hajar Asqallani writes (Book: Tehdhib-ul-Tehdib, vol 2, page 33):

    Thawr bin Yazeed bin Ziyad was a Qadarite قدرياً (a misguided sect for Ahle-Sunnah), his grandfather sided with Mu’awiya in Sifeen, and he was killed in this battle. When he referred to ‘Ali, he would say ‘I do not deem a person that killed my grandfather to be my friend’.

    Salam Damai

  79. @bob

    Wah wah wah… mr.bob ini kaya yg punya blog ini aja. Mas SP aja belum komentar..
    Saya kan minta ijin dulu…

    Kalo boleh saya usul sedikit?

    kalo ga boleh ya jgn dianggap usul saya itu

    ini org, selama ini masuk ke blog ini baca nggak sih…yg ditulis @ SP….kok keluar komentar seperti diatas….
    kalo baca , kok nggak masuk di otaknya… yah yg dibahas @SP itu apa….?
    mas lain kali kalo mau nulis dan masuk ke blog ini coba mbok diperharikan jgn cuma hidup dlm halusinasi…atau mbok dibawa otaknya kemana2 jgn ditinggal ….

    Dibaca kok! Tuh liat komentar2 saya diatas mengenai tulisan SP. Lebih banyak on topic kan dari pada komentar anda?! Silakan dibaca dgn teliti!

    bob, di/pada September 9th, 2009 pada 7:58 pm Dikatakan:

    siap siap badai nih, …hihihii….
    badai apologetik dan ahistoris…

    Jadi sebenarnya siapa yg berhalusinasi dan yg otaknya suka ditinggal???

  80. @pencita…..
    Benar saya tau itu bukan Hadits. Karena tidak mungkin Rasul mengucapkan yang demikian. Saya katakan itu Hadits karena kelompok anda2 menganggap setiap kata2 sahabat atau Aisyah adalah Hadits. Ump. Saya melihat Rasulullah sembahyang Sunnah berjama’ah.
    Anda berkata bahwa Qabishah berkata begini dan begitu mengenai Muawiyah. Maka saya katakan Hadits Qabishah, saya tidak mengatakan kata2 itu dari Rasul. Tapi khusus HADITS QABISHAH yang mengagungkan Muawiyah. Sedangkan Hadits Rasul mengacam Muawiyah.
    Mengerti anda tidak bahwa tulisan saya itu adalah menyatakan anda PEMBOHONG.

  81. @Pencinta ahlul bait

    Riwayat yg anda sampaikan itu menunjukkan keutamaan Ummu Haram, sama sekali bukan menunjukkan keutamaan Muawiyyah. Kata-kata “Muawiyyah adalah panglima pasukan itu” entah muncul darimana? Bukan bagian dari hadits itu kan? Lalu mana kalimat atau bukti bahwa Muawiyyah turut berperang seperti Ummu Haram?

    O ya, bagaimana dgn pertanyaan yg sebelumnya ini?

    Termasuk dlm hadits diatas. Rosul hanya mengatakan “jangan mencela sahabatku”. Yg dimaknai dgn melihat zhahir-nya menurut etimologi bahasa arab. Seperti kutipan saya dibawah ini:

    Terlepas dari kejanggalan hadits ini, apakah sahabat yg dimaksud Nabi saw sama dgn sahabat definisi anda punyai? Ini saja sdh merupakan persoalan tersendiri. Bagaimana anda bisa meyakinkan sy bahwa definisi anda mengenai sahabat bersesuaian dgn maksud Nabi saw? Mengapa ini sy ajukan? Sebab beberapa orang di sekitar Nabi saw yg anda anggap sahabat nyatanya kan sangat bermasalah? Coba anda pikirkan, bagaimana mungkin Nabi saw menganggap Muawiyyah sebag sahabat Beliau sementara Beliau mengecam prilaku Muawiyyah dan menunjukkan ketidaksukaan Beliau? Bagaimana mungkin Beliau menjadikan orang2 di sekitar Beliau sebagai sahabat namun melarikan diri secara pengecut di perang Uhud? Bagaimana mungkin Yazid bisa dianggap sahabat Nabi saw sementara Beliau “mengetahui” cucu tercinta Beliau dizalimi dan dibantai oleh anak Muawiyyah ini?

    Kata (أَصْحَابِي ) menurut etimoligi bahasa Arab diambil dari kata (صُحْبَة ) bermakna hidup bersama. Abu Bakar Muhammad bin Al Thoyyib Al Baaqilaaniy (wafat tahun 463) berkata: “Ahli bahasa Arab sepakat bahwa perkataan ( صحابي) berasal dari kata (صُحْبَة ) dan bukan dari ukuran persahabatan yang khusus, bahkan ia berlaku untuk semua orang yang menemani seseorang, baik sebentar atau lama”. Kemudian ia menyatakan: “Hal ini menunjukkan secara bahasa hal ini berlaku kepada orang yang menemani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam walaupun sesaat di siang hari. Ini asal dari penamaan ini”.

    Lalu bagaimana dgn mereka yg tdk pernah berjumpa dgn Rasul saw (tabi’in), apakah mrk juga disebut sebagai sahabat Nabi saw? Tolong kebingungan sy jangan ditambah2.

    Coba bandingkan dengan definisi anda yg entah dapat dari mana yg saya yakin anda bukan ORANG ARAB yg mengetahui uslub bahasa arab.
    PS.
    Menurut pengetahuan sy, sahabat adalah dua orang/lebih yg selalu bersama dalam suka dan duka, saling mengasihi, setia, dpt dipercaya, tdk khianat, tdk mau menyakiti, dll.

    Lalu menurut anda sendiri apa arti sahabat?

    Pantas saja Muawiyyah & Yazid mereka golongkan sahabat. Bahkan dengan ketidaktahuan mereka apakah kedua orang ini msh beriman atau tdk dan mati dalam keadaan Islam atau tdk, mereka tetap ngotot melakukan pembelaan.

    Justru saya balik bertanya kpd anda, mana bukti kalo mereka berdua meninggal tidak dlm keadaan islam. Kalo gak salah ndak ada tuh sejarah yg mengatakan mereka telah kafir.

    Aneh, andalah yg harus mampu memberikan bukti bahwa Muawiyyah dan kroni-kroninya mati dalam keadaan Islam. Sebab anda yg menyatakan dan menyimpulkan bahwa mrk termasuk sahabat. Menurut sy, jika mrk anda golongkan sahabat, maka mrk termasuk sahabat yg munafik. Permusuhan dan kebencian mrk thd ahlulbait Nabi saw dpt menjadi petunjuk kemunafikan mrk.

    Salam

  82. @Lamaru

    O…begitu ya, ck ck ck … :mrgreen:

  83. Jangan mempersoal keimanan para sahabat dan sakulsoleh yang hampir dengan Rasulullah s.a.w. Keimanan mereka dengan Allah begitu utuh dan jitu.

    Bukan keimanan manusia alaf milinium hari ini. Ada ilmu sedikit sudah lupa diri dan merasai diri sudah pandai. Jadi ila banyak cakap banyaklah jatuhnya.

    Jangan persoal akidah orang. Persoalkanlah akidah diri masing-masing. Mudah-mudahan dapat dibaiki apa yang kurang. Ini tidak asyik ngomel akidah orang dulu-dulu. Kasih kepada Allah tiada siapa yang dapat menembusi hati-hati manusia melainkan Allah Taala aje yang Maha Tahu.

  84. @abdullah bin ali
    Kita tidak membicarakan ke Imanan serta Aqidah siapa2
    Kita ini bukan hidup dizaman Rasul sehingga kita tau siapa yang menjadi panutan kita.
    Umat yang sekarang ini sedang mencari siapa yang akan menjadi PANUTAN kita.Agar jangan pada hari Allah menhizab, kita tidak termasuk golongan yang SESAT
    Anda mengatakan:Jangan mempersoal keimanan para sahabat dan sakulsoleh yang hampir dengan Rasulullah s.a.w. Keimanan mereka dengan Allah begitu utuh dan jitu.
    Ooh JAUH SEKALI BUNG. Perbandingan mereka dengan Rasulullah seperti setitik garam dalam Samudra yang luas.
    Kata2 anda yang demikian menyebabkan perdebatan yang akhirnya menyalahkan mereka disekeliling Rasul. Kata2 anda diatas kontradiksi.
    Disatu pihak anda anjurkan jangan mempermasalahkan mereka disisi lain anda menyuluh api untuk diperdebatkan dan menyalahkan
    (yang menurut anda SAHABAT). Mikir dong baru ngomong

  85. @Abdullah bin ali :
    Anda menyamakan keimanan sahabat hampir sama dengan Nabi saaw ? anda tau ga pernyataan anda itu sesat !!!!
    Ibnu Saad dalam kitabnya Thabaqat, juz 5 hlm.279 dengan sanad Suhail bin Abi Shalih bahwa Umar bin Abdul Aziz berkata ” Tidak dibunuh seseorang karena mencela orang lain, kecuali mencela Nabi”

  86. askum,
    ikut nimbrung saya pernah baca albidayah wan nihayah (semoga tdk khilaf) sahabat yang memimpin pasukan pernah menyeberangi lautan dengan naik kuda dalam mengejar musuh-musuhnya adalah A’la bin alhadrami terjadi pada jaman peralihan antara Rasul dan Abu Bakar, tapi koh dari debat diatas Muawiyah siapa yg bisa menjelasin yaaa….
    terimakasih

  87. asslm…………,
    ikutan ah

    @pencinta…… (muawiyah?)
    bangun….3x sadar donk
    kasian dech, sudah byk y menyadarkan tp ko ya tetep kekeuh.
    ikutan Taubatan Nasyuha yock…………, mumpung masih di dunia ntar kalu sdh di alam persinggahan (alam kubur) kan ga bisa bantu lagi.
    saran saya, sekali kali Tadabur Alquran (jgn dibaca terus/ pan perintah Allah Tadabur Qs 4:82), terus belajar Hadist disejajarkan dg Alquran jgn telan mentah2 mentang2 Shahih, pan kita dikasih akal (klu ga salah mrpkan hujah dr Allah). Klu bertentangan dg Alquran masa ttp mau dipakai, Apalagi y membawakan Hurairah.
    Mau tau spt apa Hurairah, silahkan cari buku Menggugat Abu Hurairah kar. Sharafudden Al-Musawi

    @ chengho, ressay dan semua y mencoba memberikan pencerahan kpd @pencinta…(muawiyah).
    kayanya sdh cukup, tinggal kita doain aja smoga dia dibukakan hatinya shhg akan melihat kebenaran y sesungguhnya.Smoga dia bkn termasuk dlm Qs 17 :72

    Salam

  88. […] SUMBER: Blog Analisis Pencari Kebenaran […]

  89. @SP

    Syafiin Komen ke blog 2ndPrince

    Salam bro

    Sebelumnya saya ucapkan selamat menempuh
    Ibadah puasa semoga Ibadah dan amalan kita (dan semua pengunjung blog ini) dibulan suci ramadan ini diterima Allah SWT Amin.

    Menanggapi apa yang anda katakan:

    Jadi kata Kalian yang dimaksud dalam hadis ini menunjuk pada Orang-orang Muslim yang berhadapan dengan Nabi SAW ketika hadis tersebut diucapkan.

    apa yg anda katakan betul… dan

    Orang-orang inilah yang menurut Nabi infaqnya walau sebesar gunung uhud tidak bisa menyamai infaq satu mud atau setengahnya dari infaq Sahabat Nabi. Sehingga pertanyaan kita berikutnya adalah siapakah Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW?.

    Jawabnya sahabat Nabi yg dimaksud oleh Nabi SAW itu adalah Khalid bin Walid…

    hal ini berdasarkan hadis yang saya dapatkan dalam Shahih Muslim persis seperti yg anda
    bawakan diatas tapi hadis ini JELAS-JELAS MENYEBUT YG DIMAKSUD adalah Khalid bin Walid ketika ia mencaci sahabat Nabi Abdurrahman bin Auf ra

    حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ كَانَ بَيْنَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَبَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ شَيْءٌ فَسَبَّهُ خَالِدٌ فَقَالَ ” -” رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

    حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح وَحَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ جَمِيعًا عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِ جَرِيرٍ وَأَبِي مُعَاوِيَةَ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمَا وَلَيْسَ فِي حَدِيثِ شُعْبَةَ وَوَكِيعٍ ذِكْرُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَخَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ

    صحيح مسلم – كتاب فضائل الصحابة – باب تحريم سب الصحابة

    Sumber: Hadis Online Situs Kementrian Agama Arab Saudi

    http://hadith.al-islam.com/Page.aspx?pageid=192&BookID=25&PID=4683

    (Sumber lain Hadis ini yg menyebut Khalid bin Walid dapat dirujuk di:

    أبو يعلى الموصلي – مسند أبي يعلى – الجزء : 2 – رقم الصفحة – 396

    إبن حبان – صحيح إبن حبان – الجزء 15 – رقم الصفحة 455

    العيني – عمدة القارئ – الجزء 16 – رقم الصفحة : 188

    إبن حجر – تغليق التعليق – الجزء 4 – رقم الصفحة 59

    السيوطي – اللمع في أسباب ورود الحديث – رقم الصفحة 87

    إبن عساكر – تاريخ مدينة دمشق – الجزء : 35 – رقم الصفحة 270

    المقريزي – إمتاع الأسماء – الجزء : ( 9 ) – رقم الصفحة : ( 118 )

    silihkan lihat disini: http://www.estabsarna.com/Mkhalfoon/10Khalid/7Ysob.htm

    ___________

    Maka pernyataan anda ini:

    Hadis di atas justru menunjukkan bahwa Sahabat Nabi yang dimaksud oleh Nabi SAW di atas memiliki definisi yang berbeda dengan definisi Ibnu Hajar. Artinya yang dimaksudkan Nabi SAW adalah bukan semua sahabat yang berdasarkan definisi Ibnu Hajar yaitu setiap orang muslim yang beriman dan bertemu Nabi SAW.

    Benar sekali….! Karena Nabi pun membedakan siapakah yang dimaksud sahabat beliau saw dan siapa yg bukan, jelas dalam kasus ini Abdurrahman bin Auf Seorang sahabat yg termasuk Assabiquna Awwalun dianggap sebagai sahabat beliau, sementara Khalid bin Walid yg masuk Islam belakangan tidak dikategorikan sebagai sahabat beliau saw..

    Apalagi kalo kita melihat sejarah Khalid bin Walid, ia juga pernah terlibat suatu perkara yg Nabi saw sampai mengatakan “Aku berlepas tangan dari perbuatan Khalid”, Khalid juga pernah bermasalah dengan Sayyida Ali kw, juga terlibat pembunuhan Sahabat Malik bin Nuwairoh dan mengawini paksa istrinya dan mengumpulinya tanpa menunggu masa Iddah. Jadi Tidak heran jika Rasul saw bersabda kepadanya:

    “Janganlah Kalian mencela para SahabatKu. Seandainya salah seorang dari Kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai satu mud infaq salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya”.

    Allahu A’lam bishshawab

  90. […] sudah membahas secara khusus dalam tulisan yang ini bahwa sahabat dalam hadis di atas bukan sahabat secara ishthilah yang masyhur dalam ilmu hadis. […]

  91. ya pecinta ahlul bait, kau tinggalkan orang2 ini kelihatannya lebih utama, sebenarnya kebenaran sdh jelas ttp hati orang2 ini sepertinya tlh tertutup. Seperti kisah 2 orang di padang pasir sehabis subuh, di kejauhan terlihat bayangan hitam bergerak-gerak, mereka berdua berbeda pendapat tentang bayangan hitam itu, yang pertama mengatakan itu anak rajawali yang kedua mengatakan itu anak kambing. keduanya sepakat mendekati untuk membuktikan kebenarannya. Setelah agak dekat bayangan hitam itu terbang, maka yang bertama mengatakan, “Benar kan, itu rajawali?”, tetapi yang kedua bilang, “Tidak, walaupun terbang itu tadi anak kambing” hahahahaha. Sudahlah gunakan waktumu untuk yang lebih bermanfaat.

  92. ya sudah, kalo menceritakan keburukan itu boleh. nanti kalo ada yang ninggal dan anda disuruh kasih sambutan, silakan anda sebut keburukan si mayit: koruptor, pezina, rampog dsb silakan anda lanjutkan sendiri daftarnya. bagaimana kalo si mayit orang2 yang sangat2 anda hormati dan anda sayangi? yang banyak berjasa kepada anda? yang telah mendidik anda sehingga menjadi berilmu? misalnya bapak ibu anda? kakek nenek anda? anak2 anda? imam-guru ngaji anda? pastinya ndak apa2 ya? kita kan bicara kebenaran seperti yang anda bilang: “mengungkapkan kesalahan atau mengingatkan orang lain atas kesalahannya bukan termasuk dalam kategori mencela atau mencaci.”

  93. @budi

    Maaf sepertinya anda gagal paham. Namanya mengkritik atau menyatakan kesalahan orang lain itu ada tujuan, caranya dan situasinya. Dalam diskusi ilmiah itu perlu, dalam hal mengambil hikmah atau pelajaran ya mengkritik itu perlu.

Tinggalkan komentar