Studi Kritis Imam Ali Menamakan Putranya Abu Bakar, Umar dan Utsman.

Studi Kritis Imam Ali Menamakan Putranya Abu Bakar, Umar dan Utsman.

Tulisan ini tidak memiliki tujuan khusus kecuali hanya untuk memberikan deskripsi yang jelas dan analisis terhadap masalah yang sering diributkan oleh para Salafiyun. Salafiyun mengangkat masalah ini untuk menyerang mahzab Syiah, dimana jika Imam Ali menamakan putranya dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman maka itu berarti Imam Ali mengagumi dan berhubungan baik dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Saya tidak membela siapa-siapa disini, tugas saya hanya memaparkan data yang jelas dan mengoreksi kekeliruan asumsi-asumsi yang ada. Mengenai pandangan saya sendiri terhadap ketiga khalifah maka bagi saya “tidak ada masalah”.

Benarkah Imam Ali menamakan putranya dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman?. Tentu untuk menjawab masalah ini tidak ada yang bisa dilakukan kecuali dengan studi literatur. Untuk memudahkan pembahasan maka akan dibahas satu persatu.
.

.

Putra Imam Ali Yang Bernama Abu Bakar
Syaikh Sulaiman bin Shalih Al Khuraasy salah seorang Ulama Salafy  yang mengecam Syiah dalam kitabnya As’ilat Qadat Syabab Asy Syiah Ila Al Haq hal 7 mengatakan dengan pasti bahwa Imam Ali menamakan anak-anaknya dengan nama Abu Bakar, Umar dan Utsman yaitu nama ketiga khalifah. Ia berkata

علي رضي الله عنه كما في المصادر الشيعية يسمِّي أحد أبنائه من زوجته ليلى بنت مسعود الحنظلية  باسم أبي بكر، وعلي رضي الله عنه أول من سمَّى ابنه  بأبي بكر في بني هاشم

Ali radiallahuanhu yang menjadi rujukan Syiah menamakan salah satu dari anak-anaknya dari istrinya Laila binti Mas’ud dengan nama Abu Bakar, dan Ali radiallahuanhu adalah yang pertama dari Bani Hasyim yang menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar.

Jika melihat catatan kaki dalam kitab tersebut maka dapat dilihat bahwa Syaikh Sulaiman mengutip dari Kitab Al Irsyad Syaikh Mufid, Kitab Maqatil Ath Thalibiyyin Abu Faraj Al Asbahani dan Tarikh Al Yaqubi. Saya merujuk pada kitab-kitab yang disebutkan oleh Syaikh dan ternyata terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh Syaikh Sulaiman.
.

Dalam kitab Al Irsyad Syaikh Mufid hal 354 memang disebutkan nama anak-anak Imam Ali dan pada bagian anak Laila binti Mas’ud disebutkan

ومحمّدُ الأصغر المكًنّى أبا بكرٍ وعًبَيْدُاللهِ الشّهيدانِ معَ أخيهما الحسينِ عليهِ السّلامُ بالطّفِّ ، أُمُّهما ليلى بنتُ مسعود الدّارميّةُ

Muhammad Al Asghar dengan kunniyah Abu Bakar dan Ubaidillah yang syahid bersama saudaranya Al Husain Alaihissalam, Ibu mereka adalah Laila binti Mas’ud Ad Darimiyah.

Jadi Abu Bakar itu bukanlah nama sebenarnya tetapi hanyalah nama panggilan atau kunniyah sedangkan nama Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib sebenarnya adalah Muhammad Al Asghar. Hal ini berarti Imam Ali tidaklah menamakan putranya dengan nama Abu Bakar melainkan Muhammad.
.

Dalam Kitab Maqatil Ath Thalibiyyin Abu Faraj Al Asbahani hal 56, beliau mengatakan pada bagian “Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib”

لم يعرف اسمه ، وامه ليلى بنت مسعود بن خالد بن مالك بن ربعي بن سلم بن جندل بن نهشل بن دارم بن مالك بن حنظلة بن زيد مناة بن تميم

Tidak diketahui namanya, dan ibunya adalah Laila binti Mas’ud bin Khalid bin Malik bin Rabi’ bin Aslam bin Jandal bin Nahsyal bin Darim bin Malik bin Hanzhalah bin Zaid Manat bin Tamim.

Abu Faraj Al Asbahani mengaku tidak mengetahui nama asli Abu Bakar bin Ali, dalam hal ini ia menganggap bahwa Abu Bakar adalah nama panggilan atau kunniyah. Memang dalam kitab Tarikh Al Yaqubi 1/193 tidak disebutkan siapa namanya hanya menyebutkan Abu Bakar, hanya saja jika memang Syaikh Sulaiman bin Shalih merujuk pada kitab-kitab yang ia sebutkan maka sangat jelas bahwa nama Abu Bakar itu adalah kunniyah bukannya nama asli. Oleh karena itu menyatakan bahwa Imam Ali menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar adalah keliru. Di sisi ulama syiah sendiri, Abu Bakar bin Ali dikenal dengan nama Muhammad Al Asghar dan ada pula yang menyatakan namanya Abdullah.

Syaikh Muhammad Mahdi Syamsuddin dalam Kitabnya Ansharu Husain hal 135 memasukkan nama Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib sebagai salah satu dari mereka yang syahid di Karbala, beliau berkata

قال الاصفهاني : لم يعرف إسمه ( في الخوارزمي : إسمه عبد الله ) . أمه : ليلى بنت مسعود بن خالد بن مالك

Al Asfahani berkata “tidak diketahui namanya” (Al Khawarizmi berkata : namanya Abdullah). Ibunya adalah Laila binti Mas’ud bin Khalid bin Malik.
.

Sayyid Jawad Syubbar dalam kitabnya Adab Al Thaff 1/57 berkata

ابو بكر بن علي بن أبي طالب واسمه محمد الأصغر أو عبد الله وأمه ليلى بنت مسعود بن خالد

Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib, namanya Muhammad Al Asghar atau Abdullah dan Ibunya adalah Laila binti Mas’ud bin Khalid.

Jadi disisi Ulama syiah maka Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib adalah nama panggilan yang masyhur sedangkan nama aslinya ada yang mengatakan Muhammad Al Asghar dan ada yang menyatakan Abdullah. Oleh karena itu bagi Ulama Syiah “Imam Ali tidak menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar”.

Kalau melihat dari literatur Sunni maka saya pribadi belum menemukan adanya keterangan siapakah nama sebenarnya Abu Bakar, Ibnu Sa’ad dalam At Thabaqat Kubra 3/19 hanya menyebutkan bahwa Abu Bakar adalah putra dari Ali bin Abi Thalib dari istrinya Laila binti Mas’ud, tetapi keterangan Abul Faraj Al Asbahani dalam Maqatil Ath Thalibiyyin di atas sudah cukup untuk menyatakan bahwa Abu Bakar itu adalah nama panggilan atau kunniyah. Abu Faraj Al Asbahani memang dikatakan oleh Adz Dzahabi sebagai Syiah tetapi menurut beliau Abu Faraj seorang yang jujur.

Adz Dzahabi berkata tentang Abul Faraj Al Asbahani dalam kitabnya Mizan Al Itidal 3/123 no 5825

والظاهر أنه صدوق

Yang  jelas, dia seorang yang jujur.

Dalam Siyar A’lam An Nubala 16/201, Adz Dzahabi berkata kalau Abul Faraj Al Asbahani adalah seorang pakar sejarah, lautan ilmu, tahu tentang nasab, hari-hari bangsa arab dan menguasai syair. Adz Dzahabi juga menegaskan bahwa salah satu tulisannya adalah Maqatil Ath Thalibiyyin, kemudian pada akhirnya Adz Dzahabi berkata “la ba’sa bihi” atau tidak ada masalah dengan dirinya.

Dalam Lisan Al Mizan jilid 4 no 584, Ibnu Hajar juga mengatakan hal yang sama dengan Adz Dzahabi bahwa Abul Faraj seorang yang jujur. Ibnu Hajar juga berkata

وقد روى الدارقطني في غرائب مالك عدة أحاديث عن أبي الفرج الأصبهاني ولم يتعرض

Ad Daruquthni meriwayatkan sejumlah hadis dari Abul Faraj Al Asbahani dalam Ghara’ib Malik tanpa membantah atau menolak riwayatnya.

Semua keterangan di atas menyimpulkan baik di sisi Sunni maupun Syiah nama Abu Bakar putra Imam Ali adalah nama panggilan yang masyhur untuknya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Imam Ali tidak menamakan putranya dengan nama Abu Bakar. Selain itu Abu Bakar adalah panggilan yang masyhur dan tidak hanya dimiliki oleh Abu Bakar khalifah pertama yang nama aslinya sendiri adalah Abdullah bin Utsman.

Dalam Kitab Al Ishabah Ibnu Hajar 4/26 no 4570 disebutkan salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Abu Bakar bin Rabi’ah, di kitab Al Ishabah 4/90 no 4685 disebutkan bahwa Abdullah bin Zubair salah seorang sahabat Nabi juga memiliki kunniyah Abu Bakar dan dalam Al Ishabah 7/44 no 9625 terdapat salah seorang sahabat yang dipanggil dengan Abu Bakar Al Laitsiy yang nama aslinya adalah Syadad bin Al Aswad. Keterangan ini menunjukkan bahwa kunniyah Abu Bakar tidak mutlak milik khalifah pertama dan bisa disematkan pada siapa saja.

.

.

Putra Imam Ali Yang Bernama Umar
Syaikh Sulaiman bin Shalih juga menyebutkan dalam As’ilat Qadat Syabab Asy Syiah Ila Al Haq hal 5

رقية بنت علي بن أبي طالب، عمر بن علي بن أبي طالب ـ الذي توفي في الخامسة والثلاثين من عمره

وأمهما هي: أم حبيب بنت ربيعة

Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi Thalib yang wafat pada usia 35 tahun. Ibu mereka adalah Ummu Hubaib binti Rabi’ah.

Dalam hal ini memang benar nama putra Imam Ali tersebut adalah Umar, tetapi tidak benar jika dikatakan Imam Ali menamakan putranya Umar karena yang menamakan Umar adalah Khalifah Umar bin Khattab. Adz Dzahabi menyebutkan dalam As Siyar A’lam An Nubala 4/134 biografi Umar bin Ali bin Abi Thalib

ومولده في أيام عمر فعمر سماه باسمه ونحله غلاما اسمه مورق

Beliau lahir pada masa khalifah Umar dan Umar menamakan dengan namanya, kemudian memberikan kepadanya budak yang bernama Mawraq.

Al Baladzuri dalam Ansab Al Asyraf hal 192 juga mengatakan hal yang sama

وكان عمر بن الخطاب سمى عمر بن علي باسمه ووهب له غلاما سمي مورقا

Umar bin Khattab menamakan Umar bin Ali dengan namanya dan memberikan kepadanya budak yang bernama Mawraq.

Jadi pernyataan Syaikh Sulaiman Al Khuraasy bahwa Imam Ali menamakan anaknya dengan nama Umar adalah keliru, yang benar Umarlah yang menamakan anak Imam Ali dengan nama Umar.

Sebagian pengikut salafy yang mengetahui fakta ini tetap saja berdalih dan terus mengecam syiah, mereka mengatakan kalau memang Imam Ali membenci dan melaknat Umar maka tidak mungkin beliau mau anaknya dinamakan oleh Khalifah Umar dengan namanya. Cara berpikir seperti ini keliru. Keputusan Imam Ali yang membiarkan anaknya dengan nama Umar bukan berarti beliau mengagumi Umar bin Khattab dan bukan berarti pula saya mengatakan Imam Ali membenci dan melaknat Umar. Dalam hal ini nama Umar adalah nama yang umum sehingga tidak ada masalah bagi Imam Ali untuk menerimanya. Bahkan nama Umar adalah nama salah satu dari anak tiri Nabi yaitu Umar bin Abi Salamah yang dalam sejarah hidupnya pernah diangkat sebagai gubernur Bahrain oleh Imam Ali dan beliau sahabat yang tetap setia kepada Imam Ali dalam Perang Jamal. Oleh karena itu nama Umar bagi Imam Ali bukanlah nama yang jelek sehingga beliau harus menolaknya.
.

Dalam Al Ishabah Ibnu Hajar 4/588-597 didapatkan banyak sahabat yang bernama Umar diantaranya

  • Umar bin Hakim Al Bahz (Al Ishabah no 5739)
  • Umar bin Khattab (Al Ishabah no 5740)
  • Umar bin Sa’ad Al Anmari (Al Ishabah no 5741)
  • Umar bin Sa’id bin Malik (Al Ishabah no 5742)
  • Umar bin Sufyan bin Abad (Al Ishabah no 5743)
  • Umar bin Abi Salamah (Al Ishabah no 5744)
  • Umar bin Ikrimah bin Abi Jahal (Al Ishabah no 5745)
  • Umar bin Amr Al Laitsi (Al Ishabah no 5746)
  • Umar bin Umair Al Anshari (Al Ishabah no 5747)
  • Umar bin Auf An Nakha’i (Al Ishabah no 5748)
  • Umar bin La Haq (Al Ishabah no 5749)
  • Umar bin Malik (Al Ishabah no 5750)
  • Umar bin Malik bin Utbah (Al Ishabah no 5751)
  • Umar bin Muawiyah (Al Ishabah no 5753)
  • Umar bin Wahab Ats Tsaqafi (Al Ishabah no 5754)
  • Umar bin Yazid (Al Ishabah no 5755)

Jadi nama Umar adalah nama yang umum di kalangan sahabat dan tidak selalu mesti merujuk pada Khalifah Umar. Intinya Imam Ali tidak menganggap nama Umar sebagai nama yang jelek sehingga beliau harus menolaknya. Khalifah Umar boleh saja menganggap nama Umar bin Ali itu berasal dari namanya tetapi tidak bisa dikatakan kalau bagi Imam Ali nama Umar mesti merujuk pada Umar bin Khattab karena bisa saja dikatakan bahwa nama Umar itu adalah nama yang umum sehingga Imam Ali tidak keberatan untuk menerimanya atau nama Umar itu bagi Imam Ali mengingatkannya pada Umar bin Abi Salamah anak tiri Nabi dan salah seorang sahabat yang setia kepada Imam Ali.
.

.

Putra Imam Ali yang bernama Utsman

Syaikh Sulaiman bin Shalih Al Khurasy mengatakan dalam As’ilat Qadat Syabab Asy Syiah Ila Al Haq hal 4

عباس بن علي بن أبي طالب، عبدالله بن علي بن أبي طالب، جعفر بن علي ابن أبي طالب، عثمان بن علي بن أبي طالب أمهم هي: أم البنين بنت حزام بن دارم

Abbas bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Ummul Banin binti Hizam bin Darim.

Saya katakan memang benar Imam Ali memiliki satu putra yang bernama Utsman bin Ali bin Abi Thalib. Tetapi lagi-lagi keliru kalau dikatakan nama Utsman mesti merujuk pada Khalifah Utsman. Nama Utsman adalah nama yang umum pada masa Jahiliyah dan masa Nabi. Ayah Abu bakar khalifah pertama bernama Utsman bin Amir. Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/169 disebutkan bahwa nama sebenarnya Ayah Abu Bakar yang bergelar Abu Quhafah adalah Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah. Bukankah ini berarti nama Utsman sudah ada pada masa jahiliyah.

.
Pada masa sahabat cukup banyak sahabat yang bernama Utsman. Saya menemukan lebih dari 20 orang  sahabat yang bernama Utsman seperti yang tertera dalam Al Ishabah 4/447 no 5436  sampai 4/463 no 5461 diantaranya (hanya disebutkan sebagian)

  • Utsman bin Hakim (no 5437)
  • Utsman bin Hamid bin Zuhayr (no 5438)
  • Utsman bin Hunaif Al Anshari, Imam Tirmidzi mengatakan kalau beliau ikut perang Badar (no 5439)
  • Utsman bin Said Al Anshari (no 5442)
  • Utsman bin Amir, Abu Quhafah (no 5446)
  • Utsman bin Utsman Ats Tsaqafi (no 5451)
  • Utsman bin Affan (no 5452)
  • Utsman bin Mazh’un (no 5457)

Jadi nama Utsman itu adalah nama yang umum dan tidak bisa langsung dikatakan begitu saja merujuk pada Utsman bin Affan. Lagipula Abul Faraj Al Asbahani menyebutkan bahwa nama Utsman putra Ali dinamakan oleh Imam Ali dengan merujuk pada Utsman bin Mazh’un. Hal ini disebutkan dalam Maqatil Ath Thalibiyyin hal 55 ketika menerangkan tentang “Utsman bin Ali bin Abi Thalib”.

روى عن علي أنه قال . إنما سميته باسم أخي عثمان ابن مظعون

Diriwayatkan dari Ali yang berkata “Sesungguhnya aku menamakannya dengan nama saudaraku Utsman bin Mazh’un”.

Utsman bin Mazh’un adalah salah seorang sahabat Nabi yang cukup dikenal keutamaannya. Beliau wafat di masa Nabi SAW setelah perang Badar. Terkenal ucapan Nabi SAW atas beliau ketika salah satu putri Nabi SAW meninggal, beliau SAW berkata

الحقي بسلفنا الصالح الخير عثمان بن مظعون

Susullah pendahulu kita yang shalih lagi baik Utsman bin Mazh’un

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad Ahmad no 2127 dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Imam Ali memang menamakan putranya dengan nama Utsman yang merujuk pada Utsman bin Mazh’un.

.

.

.

Kesimpulan

Ada tiga kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini

  1. Imam Ali tidak menamakan putranya dengan nama Abu Bakar karena Abu Bakar adalah nama panggilan
  2. Imam Ali tidak menamakan putranya dengan nama Umar tetapi Khalifah Umar yang memberi nama Umar dan Imam Ali menerima nama tersebut karena nama Umar mengingatkan Beliau akan nama Umar bin Abi Salamah seorang sahabat yang setia kepada Imam Ali.
  3. Imam Ali menamakan putranya dengan nama Utsman yang diambil dari nama Utsman bin Mazh’un

.

.

Salam Damai

.

.

Catatan :

  • Mohon maaf  jika tulisan yang muncul tidak sesuai dengan yang diharapkan 🙂
  • Tulisan ini cuma bahan lama yang didaur-ulang :mrgreen:

94 Tanggapan

  1. @SP
    Sungguh tepat mas mengungkapkan kebohongan beberapa periwayat dari kelompok salafy.
    Umpamakan Imam Ali menamakan anak2nya dengan Abubakar, Umar dan Utsman. Itu menunujukan ke tinggian Akhlak. Imam Ali bukan membenci NAMA, tapi Imam Ali tidak menyenangi akhlak mereka. Dan Syiah juga sering menyalahkan mereka karena akhlak mereka. Apa arti sebuah nama? Wasalam

  2. Ah…lagi2 ada jawaban, lagi2 ada jawaban. Kalau begini, kapan Syiah bisa didiskreditkan?
    Terimalah hakikat wahai mereka yg ‘Syiahphobia’, bahawa kebenaran itu tetap akan terungkap juga akhirnya. Sebaiknya, mereka yg phobia sama syiah, mula cari jalan damai agar bisa membangunkan Islam bersama dan menghapuskan sengketa.
    Wassalam

  3. Semua keterangan di atas menyimpulkan baik di sisi Sunni maupun Syiah nama Abu Bakar putra Imam Ali adalah nama panggilan yang masyhur untuknya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Imam Ali tidak menamakan putranya dengan nama Abu Bakar. Selain itu Abu Bakar adalah panggilan yang masyhur dan tidak hanya dimiliki oleh Abu Bakar khalifah pertama yang nama aslinya sendiri adalah Abdullah bin Utsman.

    Dan yang paling masyhur diantara nama-nama tersebut adalah Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.. 🙂

    Jadi nama Umar adalah nama yang umum di kalangan sahabat dan tidak selalu mesti merujuk pada Khalifah Umar. Intinya Imam Ali tidak menganggap nama Umar sebagai nama yang jelek sehingga beliau harus menolaknya. Khalifah Umar boleh saja menganggap nama Umar bin Ali itu berasal dari namanya tetapi tidak bisa dikatakan kalau bagi Imam Ali nama Umar mesti merujuk pada Umar bin Khattab karena bisa saja dikatakan bahwa nama Umar itu adalah nama yang umum sehingga Imam Ali tidak keberatan untuk menerimanya atau nama Umar itu bagi Imam Ali mengingatkannya pada Umar bin Abi Salamah anak tiri Nabi dan salah seorang sahabat yang setia kepada Imam Ali.

    Duh, kok begitu dipaksakan banget sih… wuakakakak..

    Wah, kalo melihat nama-nama sahabat yg bernama Umar di atas, keliatan masih pada muda-muda mereka ya saat itu, kebanyakan adalah anak-anak para sahabat… ternyata banyak juga sahabat yang ngefans sama Umar bin Khattab ya, sehingga menamakan anak2 mereka Umar, bukan hanya Imam Ali saja… Maklumlah nama beliau termasyur di dunia saat itu… Persia aja digulung, Baitul Maqdis futuh pada masa beliau.. wah hebat tenan… bangga gw punya para pendahulu spt Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali…

  4. @abu rahat
    terimakasih komentarnya 🙂
    secara garis besar sepakat 🙂

    @hadi
    banyak juga manusia yang membutakan diri :mrgreen:

    @imem

    Dan yang paling masyhur diantara nama-nama tersebut adalah Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.. 🙂

    apa iya?ada buktinya nggak 🙂

    Duh, kok begitu dipaksakan banget sih… wuakakakak..

    ah gak perlu dipaksakan tertawa :mrgreen:
    btw saya gak pernah ketemu komen anda yang nggak “dipaksakan banget”

    Wah, kalo melihat nama-nama sahabat yg bernama Umar di atas, keliatan masih pada muda-muda mereka ya saat itu, kebanyakan adalah anak-anak para sahabat… ternyata banyak juga sahabat yang ngefans sama Umar bin Khattab ya, sehingga menamakan anak2 mereka Umar, bukan hanya Imam Ali saja… Maklumlah nama beliau termasyur di dunia saat itu… Persia aja digulung, Baitul Maqdis futuh pada masa beliau..

    ah dongengan baru lagi nih. Silakan dibaca lagi bukunya, nama-nama yang saya sebutkan itu adalah sahabat Nabi yang sudah dewasa sebelum “persia digulung” atau “baitul maqdis futuh” jadi mustahil banget kalau nama mereka berasal dari nama Umar bin Khattab. yang ini nih sangat dipaksakan banget :mrgreen:

    wah hebat tenan… bangga gw punya para pendahulu spt Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali…

    Silakan 🙂

  5. Ah dasar salafy cupet wawasan, otaknya disimpan di dengkul. Sudah jelas yg bernama Umar bin Khattab itu si pembuat bid’ah, masih bangga juga.

    Salam

  6. Apa yang dipikirkan Imam Ali dan mengapa Imam Ali menamakan anaknya Utsman dan membiarkan salah satu anak Beliau dinamakan Umar tentu dilandasi alasan-alasan yang tidak sederhana mengingat nama-nama itu tidak memiliki arti khusus seperti halnya nama-nama Abdullah, Abdurrahman, dll (koreksi ya jika keliru). Apa pun yang coba kita pikirkan mengenai alasan beliau, saya merasa kita tak akan dapat menjangkaunya, mengingat kita benar-benar tidak mengetahui kondisi saat itu dan mengingat pula pengetahuan Imam Ali as yg terlalu tinggi (hadits Madinatul ‘Ilmu) untuk diraba-raba. Kecuali tentunya jika pernah disebutkan oleh para Imam sesudahnya. Sehingga membicarakan mengapa Imam Ali as membiarkan anaknya diberi nama Umar dan memberi nama salah satu anaknya Utsman adalah ranah-ranah yang subjektif, dan sehingga mengatakan bahwa hal itu menunjukkan Imam Ali as memuliakan sahabat Umar & Utsman, adalah pula masih subjektif. Selain itu, menyimpulkan hal demikian juga sangat layak untuk dikritisi. Mengapa? Alasannya adalah riwayat-riwayat yang kita terima sebelumnya menunjukkan Umar & Utsman memiliki kekurangan-kekurangan dan kelemahan yang belum pantas untuk mendapat predikat “kemuliaan”, dan lebih dari itu, keduanya cenderung untuk melemahkan kedudukan dan kemuliaan Imam Ali ahlulbait Nabi saw.

    Ada 3 kemungkinan lain menurut saya, meskipun masih juga subjektif, mengapa Imam Ali melakukan hal-hal seperti di atas berkaitan dengan kepribadian dan akhlaknya yang tinggi.

    (1) Baliau as memberikan penghormatan kepada sahabat-sahabat Nabi saw atas kedekatan mereka dengan Nabi saw dan perjuangan-perjuangan mereka. Bagaimana pun, sisi kelemahan-kelemahan individu tidak menghilangkan usaha perjuangan mereka menegakkan agama Islam.
    (2) Beliau as berusaha menjaga keutuhan persatuan umat akibat tajamnya perselisihan pengikut Imam Ali as dan pengikut sahabat. Dengan menggunakan nama-nama Abubakar, Umar & Utsman, diharapkan menurunkan suhu permusuhan antara kedua kelompok.
    (3) Beliau as mencoba mencegah kebencian dan penghujatan dari beberapa pengikut Imam Ali terhadap sahabat-sahabat Nabi saw. Imam Ali as ingin menegaskan bahwa, mungkin, kecintaan kepada Beliau dan ahlulbait Nabi saw tidak pantas diselingi dengan kebencian dan penghujatan terhadap pribadi-pribadi lain. Potensi penghujatan kepada pribadi-pribadi tertentu ini juga kemungkinan sudah terbaca oleh Beliau dan dikhabarkan kepada keturunan-keturunan Beliau. Hal ini terbukti dengan tidak sedikitnya dzuriat Imam Ali as menggunakan nama-nama sahabat seperti Abubakar (Habib Abubakar Syakran, dll), Umar (Habib Umar Alattas, dll), Utsman (Habib Utsman bin Yahya, dll).

    Saya sendiri cenderung ketiga-tiganya, namun subjektivitas ini toh belum memiliki dalil yang kuat juga. Pengetahuan dan kepribadian Imam Ali as masih belum terjangkau. Hanya menurut saya prasangka baik adalah yang lebih utama. Wallahua’lam.

    Salam

  7. ah dongengan baru lagi nih. Silakan dibaca lagi bukunya, nama-nama yang saya sebutkan itu adalah sahabat Nabi yang sudah dewasa sebelum “persia digulung” atau “baitul maqdis futuh” jadi mustahil banget kalau nama mereka berasal dari nama Umar bin Khattab. yang ini nih sangat dipaksakan banget

    Kan baru dua yg disebutin… msh byk lho…waduh.. udah bilang mustahil lagi.. kira2 siapa yg terlalu memaksakan ya? yg brusaha mencari-cari kemungkinan2 yg lain? pdhal lebih lemah…wuakakakak..

    armand:

    dan sehingga mengatakan bahwa hal itu menunjukkan Imam Ali as memuliakan sahabat Umar & Utsman, adalah pula masih subjektif. Selain itu, menyimpulkan hal demikian juga sangat layak untuk dikritisi. Mengapa? Alasannya adalah riwayat-riwayat yang kita terima sebelumnya menunjukkan Umar & Utsman memiliki kekurangan-kekurangan dan kelemahan yang belum pantas untuk mendapat predikat “kemuliaan”, dan lebih dari itu, keduanya cenderung untuk melemahkan kedudukan dan kemuliaan Imam Ali ahlulbait Nabi saw.

    Ini pun juga subjective dan patut dikritisi… krn dibandingkan kekurangan2 mereka, kelebihan2 mereka jauh lebih banyak..

    (3) Beliau as mencoba mencegah kebencian dan penghujatan dari beberapa pengikut Imam Ali terhadap sahabat-sahabat Nabi saw. Imam Ali as ingin menegaskan bahwa, mungkin, kecintaan kepada Beliau dan ahlulbait Nabi saw tidak pantas diselingi dengan kebencian dan penghujatan terhadap pribadi-pribadi lain. Potensi penghujatan kepada pribadi-pribadi tertentu ini juga kemungkinan sudah terbaca oleh Beliau dan dikhabarkan kepada keturunan-keturunan Beliau. Hal ini terbukti dengan tidak sedikitnya dzuriat Imam Ali as menggunakan nama-nama sahabat seperti Abubakar (Habib Abubakar Syakran, dll), Umar (Habib Umar Alattas, dll), Utsman (Habib Utsman bin Yahya, dll).

    Boleh juga pendapat sampean…

  8. @imem

    Ini pun juga subjective dan patut dikritisi… krn dibandingkan kekurangan2 mereka, kelebihan2 mereka jauh lebih banyak..

    Nah bagus, tidak ada manusia yang tidak bisa dikritik kecuali mereka yang suci dan disucikan.

    Salam

  9. @Umar

    Ah dasar salafy cupet wawasan, otaknya disimpan di dengkul. Sudah jelas yg bernama Umar bin Khattab itu si pembuat bid’ah, masih bangga juga.

    Karena tiap orang memiliki persepsi yang berbeda 🙂

    @armand

    Apa yang dipikirkan Imam Ali dan mengapa Imam Ali menamakan anaknya Utsman dan membiarkan salah satu anak Beliau dinamakan Umar tentu dilandasi alasan-alasan yang tidak sederhana mengingat nama-nama itu tidak memiliki arti khusus seperti halnya nama-nama Abdullah, Abdurrahman, dll (koreksi ya jika keliru).

    Bisa saja, tetapi sbelumnya yang perlu dibahas itu adalah ketika seseorang mengatakan nama Umar dan Utsman itu diambil nama seseorang maka kita dapat bertanya, itu Umar yang mana? atau Utsman yang mana?. Misalnya nama Utsman di atas, salafy dengan begitu mudahnya mengklaim bahwa Utsman itu diambil dari nama Utsman bin Affan padahal terdapat riwayat dari Imam Ali yang mengatakan bahwa nama tersebut Beliau ambil dari Utsman bin Mazh’un. Bukankah disini kita bisa melihat siapa yang memaksakan diri dan hanya mengklaim. Mengenai nama Umar maka saya belum menemukan riwayat alasan Imam Ali tetapi merujuk pada kasus Utsman, seseorang tidak bisa seenaknya mengatakan bahwa Umar itu merujuk pada Umar bin Khattab mengingat nama Umar dimiliki oleh banyak sahabat lain misalnya Umar bin Abu Salamah. Kemungkinan ini bagi saya lebih kuat karena Umar bin Abi Salamah adalah sahabat yang setia dengan Imam Ali. Makanya saya katakan Imam Ali tidak pernah menganggap nama Umar sebagai nama yang jelek. 🙂

    Apa pun yang coba kita pikirkan mengenai alasan beliau, saya merasa kita tak akan dapat menjangkaunya, mengingat kita benar-benar tidak mengetahui kondisi saat itu dan mengingat pula pengetahuan Imam Ali as yg terlalu tinggi (hadits Madinatul ‘Ilmu) untuk diraba-raba. Kecuali tentunya jika pernah disebutkan oleh para Imam sesudahnya.

    Tentu yang dapat kita lakukan hanyalah menyimpulkan yang terbaik dari data yang ada.

    Sehingga membicarakan mengapa Imam Ali as membiarkan anaknya diberi nama Umar dan memberi nama salah satu anaknya Utsman adalah ranah-ranah yang subjektif, dan sehingga mengatakan bahwa hal itu menunjukkan Imam Ali as memuliakan sahabat Umar & Utsman, adalah pula masih subjektif. Selain itu, menyimpulkan hal demikian juga sangat layak untuk dikritisi.

    Saya setuju, ini memang subjektif. Saya tidak terlalu tertarik membahasnya kecuali hanya untuk memaparkan distorsi yang dilakukan para salafy.

    Alasannya adalah riwayat-riwayat yang kita terima sebelumnya menunjukkan Umar & Utsman memiliki kekurangan-kekurangan dan kelemahan yang belum pantas untuk mendapat predikat “kemuliaan”, dan lebih dari itu, keduanya cenderung untuk melemahkan kedudukan dan kemuliaan Imam Ali ahlulbait Nabi saw.

    No komen untuk yang ini, bagi saya wajar sekali seorang manusia yang tidak terjaga oleh Allah SWT memiliki kekurangan dan kelemahan.

    Baliau as memberikan penghormatan kepada sahabat-sahabat Nabi saw atas kedekatan mereka dengan Nabi saw dan perjuangan-perjuangan mereka. Bagaimana pun, sisi kelemahan-kelemahan individu tidak menghilangkan usaha perjuangan mereka menegakkan agama Islam.

    Bisa kok 🙂

    Beliau as berusaha menjaga keutuhan persatuan umat akibat tajamnya perselisihan pengikut Imam Ali as dan pengikut sahabat. Dengan menggunakan nama-nama Abubakar, Umar & Utsman, diharapkan menurunkan suhu permusuhan antara kedua kelompok.

    Yah mungkin saja, siapa yang bisa memustahilkan kemungkinan ini.

    Beliau as mencoba mencegah kebencian dan penghujatan dari beberapa pengikut Imam Ali terhadap sahabat-sahabat Nabi saw. Imam Ali as ingin menegaskan bahwa, mungkin, kecintaan kepada Beliau dan ahlulbait Nabi saw tidak pantas diselingi dengan kebencian dan penghujatan terhadap pribadi-pribadi lain. Potensi penghujatan kepada pribadi-pribadi tertentu ini juga kemungkinan sudah terbaca oleh Beliau dan dikhabarkan kepada keturunan-keturunan Beliau. Hal ini terbukti dengan tidak sedikitnya dzuriat Imam Ali as menggunakan nama-nama sahabat seperti Abubakar (Habib Abubakar Syakran, dll), Umar (Habib Umar Alattas, dll), Utsman (Habib Utsman bin Yahya, dll).

    Alasan yang bagus, tetapi balik lagi ke awal itu Umar yang mana? dan Utsman yang mana?.

    Saya sendiri cenderung ketiga-tiganya, namun subjektivitas ini toh belum memiliki dalil yang kuat juga. Pengetahuan dan kepribadian Imam Ali as masih belum terjangkau. Hanya menurut saya prasangka baik adalah yang lebih utama.

    Silakan, saya juga tidak memaksakan apapun 🙂

    @imem

    Kan baru dua yg disebutin… msh byk lho…waduh.. udah bilang mustahil lagi.. kira2 siapa yg terlalu memaksakan ya? yg brusaha mencari-cari kemungkinan2 yg lain? pdhal lebih lemah…wuakakakak..

    komentar yang lemah sekali dan maksa banget :mrgreen:

  10. (1) Baliau as memberikan penghormatan kepada sahabat-sahabat Nabi saw atas kedekatan mereka dengan Nabi saw dan perjuangan-perjuangan mereka. Bagaimana pun, sisi kelemahan-kelemahan individu tidak menghilangkan usaha perjuangan mereka menegakkan agama Islam.

    Saya sependapat Bung…. Sahabat (3 khulafaur rasyidin) dan ahlul bait saling memuliakan kok Bung.. ada beberapa riwayat mengenai hal tsb, jadi jika ada orang yang langsung berasumsi bahwa penamaan anak-anak Imam Ali dengan nama-nama Khulafaur Rasyidin adalah sebagai bentuk pemulyaan Imam Ali kepada mereka adalah sesuatu yang wajar, dan itu hanya salah satu indikator dr sekian banyak indikator yg ada mengenai hubungan antar mereka.. sejarah telah mencatat bagaimana mereka saling bahu-membahu menegakkan Dien ini.. dan hal ini sulit disangkal dengan alasan apapun.. terlalu sulit untuk membuat seolah-olah pada saat itu mereka tidak saling berkasih sayang..

    Indicator paling jelas yang gak mungkin bisa diingkari oleh mereka yg mengaku pengikut Imam Ali adalah bahwa Imam Ali membaiat khalifah Abu Bakar, khalifah Umar, menjadi calon dan panitia dalam pemilihan khalifah ke tiga yg akhirnya terpilih Utsman dan beliaupun membai’atnya juga. semua itu adalah aksi nyata Imam Ali… bukanlah hal yg dibuat-buat oleh beliau.. tetapi anehnya sebagian orang yg mengaku pengikut beliau, mencintai beliau selalu mengingkarinya… dan berusaha dg berbagai cara utk menyebarkan image yg tdk baik kpd 3 khalifah yg dibai’at oleh beliau.

    mereka tidak rela dan berusaha menyangkal dg berbagai cara jika ada riwayat yg menyebutkan Imam Ali memuliakan mereka.. padahal itu adlh kenyataan.. maka pengakuan mereka sebagai pengikut Imam Ali adalah dusta belaka, yg sebenarnya adalah mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja dan mereka ga sadar….

  11. @antirafidhah

    jadi jika ada orang yang langsung berasumsi bahwa penamaan anak-anak Imam Ali dengan nama-nama Khulafaur Rasyidin adalah sebagai bentuk pemulyaan Imam Ali kepada mereka adalah sesuatu yang wajar,

    boleh-boleh saja mau dikatakn wajar tetapi nyatanya itu keliru 🙂

    sejarah telah mencatat bagaimana mereka saling bahu-membahu menegakkan Dien ini..

    tergantung maksudnya sih, Ahlul bait menegakkan agama dengan mengajarkan ilmu kepada pengikut mereka tidak melalui pemerintahan. Anehnya ketika Ahlul Bait (Imam Ali dan Imam Hasan) memegang pemerintahan kok ada sebagian kaum muslimin yang memerangi mereka. Bahkan membantai Ahlul Bait dan keluarganya. Lagipula kalau yang anda maksud “mereka” adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, pada zaman mereka Imam Ali tidak menjabat kedudukan apapun dalam pemerintahan, benar nggak ya?.

    mereka tidak rela dan berusaha menyangkal dg berbagai cara jika ada riwayat yg menyebutkan Imam Ali memuliakan mereka.. padahal itu adlh kenyataan.. maka pengakuan mereka sebagai pengikut Imam Ali adalah dusta belaka, yg sebenarnya adalah mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja dan mereka ga sadar….

    Gak seperti itu ah, baik Sunni maupun Syiah memiliki pegangan hadis sendiri. Lucu sekali kalau anda menjudge orang syiah dengan hadis-hadis riwayat Sunni. Mereka berpegang pada ahlul bait termasuk Imam Ali dengan menggunakan kitab mereka. Perkara anda percaya atau tidk kitab mereka itu soal lain. Hanya saja anda tidak bisa menuduh mereka dusta karena sebenarnya mereka mengikut ahlul bait termasuk Imam Ali dengan riwayat yang ada pada mereka.

  12. Semua keterangan di atas menyimpulkan baik di sisi Sunni maupun Syiah nama Abu Bakar putra Imam Ali adalah nama panggilan yang masyhur untuknya, sehingga dapat disimpulkan bahwa Imam Ali tidak menamakan putranya dengan nama Abu Bakar. Selain itu Abu Bakar adalah panggilan yang masyhur dan tidak hanya dimiliki oleh Abu Bakar khalifah pertama yang nama aslinya sendiri adalah Abdullah bin Utsman.

    Abdullah bin Utsman dipanggil Abu Bakar karena jelas dia punya anak gadis, kalo Muhammad Al-Asghar? adakah dia punya anak gadis? berarti jelas ada yang dirujuk dg pemberian nama tsb…

    sekarang adakah nama Abu Bakar yg laen dlm sejarah Islam yg lebih masyhur dari pada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq? ato yg mempunyai hubungan khusus dengan Imam Ali?

    dan hal ini pun berlaku juga utk panggilan Abu Bakar kpd Abdullah bin Zubair yg umurnya jauh dibandingkan Abu Bakar Ash-Shiddiq..

    SP yg biasanya merujuk referensi Sunni eh, skrg merujuk ulama Syi’ah utk nama Abu Bakar ini.. ya jelas syi’ah bakal menyangkalnya, ga bakalan rela kalo Imam Ali memberi nama anaknya Abu Bakar, dan ada aja dech caranya.. wuakakakak…

    Khalifah Umar boleh saja menganggap nama Umar bin Ali itu berasal dari namanya tetapi tidak bisa dikatakan kalau bagi Imam Ali nama Umar mesti merujuk pada Umar bin Khattab karena bisa saja dikatakan bahwa nama Umar itu adalah nama yang umum sehingga Imam Ali tidak keberatan untuk menerimanya

    Menurut asumsi SP di atas, seolah-olah Imam Ali tidak menganggap Umar sama sekali, pdhal dg Imam Ali tidak menolak pemberian nama Umar thd anaknya oleh Khalifah Umar dengan namanya, itu suatu petunjuk yg amat jelas, tetapi oleh SP dicoba dialihkan ke asumsi yg laen..

    Dengan Imam Ali menyetujui Khalifah Umar yg memberi nama kepada anak beliau adalah suatu bentuk penghargaan yg begitu jelas dr Imam Ali thd Khalifah Umar saat itu… bukankah dg kita menyerahkan pemberian nama anak kita kepada seseorang adalah menunjukkan rasa penghargaan kita kpd orang tersebut? apapun nama yg akan diberikan oleh orang tsb kpd anak kita… iya ga?

  13. @imem

    Abdullah bin Utsman dipanggil Abu Bakar karena jelas dia punya anak gadis, kalo Muhammad Al-Asghar? adakah dia punya anak gadis? berarti jelas ada yang dirujuk dg pemberian nama tsb…

    Pertama adalah silakan tampilkan referensinya dulu setelah itu baru akan saya tanggapi. btw saya cuma menunjukkan kalau itu kunniyah. kalau anda tidak setuju maka andalah yang tampilkan buktinya.

    sekarang adakah nama Abu Bakar yg laen dlm sejarah Islam yg lebih masyhur dari pada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq? ato yg mempunyai hubungan khusus dengan Imam Ali?

    Memangnya Abu Bakar khalifah pertama punya hubungan khusus dengan Imam Ali ya?.

    dan hal ini pun berlaku juga utk panggilan Abu Bakar kpd Abdullah bin Zubair yg umurnya jauh dibandingkan Abu Bakar Ash-Shiddiq..

    Berlaku apanya, sebelum mencoba mengasumsikan apa-apa. Anda buktikan dulu kepada saya kapan Abdullah bin Zubair mendapatkan kunniyah Abu Bakar?.

    SP yg biasanya merujuk referensi Sunni eh, skrg merujuk ulama Syi’ah utk nama Abu Bakar ini.. ya jelas syi’ah bakal menyangkalnya, ga bakalan rela kalo Imam Ali memberi nama anaknya Abu Bakar, dan ada aja dech caranya.. wuakakakak…

    Gak dibaca dengan baik ya, ituh ulama salafy yang terkenal Syaikh Sulaiman Al Khurasy merujuk pada kitab siapa :mrgreen: . Saya kan mencoba melihat apa benar yang beliau rujuk. Btw Maqatil Ath Thalibiyyin diterima disisi Sunni kok 🙂
    Pertanyaan khusus buat anda. Dapatkah anda mencarikan untuk saya literatur Sunni yang shahih yang mengatakan kalau ada putra Imam Ali yang bernama Abu Bakar? :mrgreen:

    Menurut asumsi SP di atas, seolah-olah Imam Ali tidak menganggap Umar sama sekali,

    Itu kan asumsi anda, saya cuma menampilkan bahwa bagi Imam Ali nama Umar yang diberikan khalifah Umar bukanlah nama yang jelek karena merupakan nama yang umum dan bisa merujuk pada Umar bin Abi Salamah sahabat Imam Ali.

    pdhal dg Imam Ali tidak menolak pemberian nama Umar thd anaknya oleh Khalifah Umar dengan namanya, itu suatu petunjuk yg amat jelas, tetapi oleh SP dicoba dialihkan ke asumsi yg laen..

    Siapa yang mengalihkannya, jelas-jelas saya tulis disitu. Imam Ali tidak menolak karena nama itu memang bukan nama yang jelek. Lagipula kalau anda berkata “petunjuk jelas” maka petunjuk jelas apa?.

    Dengan Imam Ali menyetujui Khalifah Umar yg memberi nama kepada anak beliau adalah suatu bentuk penghargaan yg begitu jelas dr Imam Ali thd Khalifah Umar saat itu…

    Penghargaan apa?, Bagi saya Imam Ali tidak akan menolak kalau ada yang mau memberi nama putranya, asalkan nama itu bukan nama yang jelek. Penghargaan yang anda maksud kali lebih mungkin kalau memang Imam Ali yang meminta khalifah Umar memberi nama. Nyatanya tidak ada keterangan tentang itu.

    bukankah dg kita menyerahkan pemberian nama anak kita kepada seseorang adalah menunjukkan rasa penghargaan kita kpd orang tersebut? apapun nama yg akan diberikan oleh orang tsb kpd anak kita… iya ga?

    Mungkin anda kali yang seperti itu, kalau saya silakan saja seseorang mau memberikan nama anak saya tetapi keputusan akhir di tangan saya. Seandainya nama itu jelek dalam pandangan saya ya mana maulah :).
    Seperti biasa, saya tidak tertarik dengan asumsi, cukup dengn tunjukkan buktinya maka saya percaya.

  14. Wah nampaknya pada jago berasumsi. Beberapa temen saya di HMI heran qo ya ada orang yang merasa argumennya kuat padahal tidak lebih dari asumsi.

  15. Pertama adalah silakan tampilkan referensinya dulu setelah itu baru akan saya tanggapi. btw saya cuma menunjukkan kalau itu kunniyah. kalau anda tidak setuju maka andalah yang tampilkan buktinya

    jelas kalo di referensi sunni nama anak Imam Ali tsb adalah Abu Bakar

    Memangnya Abu Bakar khalifah pertama punya hubungan khusus dengan Imam Ali ya?.

    Ya jelas dunk, salah satu indikasi kedekatan mereka adalah bekas istri Abu Bakar Asma binti Umais diperistri oleh Imam Ali dan anak-nya Muhammad bin Abu Bakar diangkat menjadi anak angkat beliau.

    Apakah menurut SP orang yg mempunyai hubungan khusus dengan Nabi shalallahu alaihi wasalam, kemudian tidak ada hubungan khusus dg ahlul bait Nabi?

    Anda tidak menjawab apakah saat itu ada org yg bernama Abu Bakar yg lebih masyhur dibandingkan khalifah pertama?

    Berlaku apanya, sebelum mencoba mengasumsikan apa-apa. Anda buktikan dulu kepada saya kapan Abdullah bin Zubair mendapatkan kunniyah Abu Bakar?

    Kapan aja Ibnu Zubair mendapat kunyah Abu Bakar ya ga ada masalah, lha wong dia memang cucunya Abu Bakar Ash Shiddiq kok dari ibunya Asma’ binti Abu Bakar.

    Pertanyaan khusus buat anda. Dapatkah anda mencarikan untuk saya literatur Sunni yang shahih yang mengatakan kalau ada putra Imam Ali yang bernama Abu Bakar?

    Kan SP sndri sudah menyebutkannya, kenapa mesti saya lg utk menyebutkannya.

    Itu kan asumsi anda, saya cuma menampilkan bahwa bagi Imam Ali nama Umar yang diberikan khalifah Umar bukanlah nama yang jelek karena merupakan nama yang umum dan bisa merujuk pada Umar bin Abi Salamah sahabat Imam Ali.

    Anda mengatakan saya berasumsi, pdhal anda sendiri sedang berasumsi, inilah yg saya maksud anda terlalu memaksakan diri.. Apakah menurut anda suatu kemustahilan jika Imam Ali menerima nama Umar pemberian khalifah Umar sebagai nama anaknya adalah karena beliau menghargai khalifah Umar? lalu anda larikan ke Umar bin Abi Salamah apakah itu bukan asumsi? mana referensinya? menurut anda, mana yg lebih dihargai dlm kasus itu Umar bin Khattab (si pemberi nama) atau Umar bin Abi Salamah yg ga ada kaitannya sama sekali dalam peristiwa tsb?

    Penghargaan apa?, Bagi saya Imam Ali tidak akan menolak kalau ada yang mau memberi nama putranya, asalkan nama itu bukan nama yang jelek. Penghargaan yang anda maksud kali lebih mungkin kalau memang Imam Ali yang meminta khalifah Umar memberi nama. Nyatanya tidak ada keterangan tentang itu.

    Penerimaan dan persetujuan imam Ali atas pemberian nama yg dilakukan oleh Khalifah Umar adalah merupakan penghargaan Imam Ali thd Khalifah Umar.. apalagi nama yg diberikan adalah nama khalifah sendiri, jadi jelas nama Umar anaknya Imam Ali merujuk kepada si pemberi nama yaitu Khalifah Umar… jelas sekali kok ini…

    Mungkin anda kali yang seperti itu, kalau saya silakan saja seseorang mau memberikan nama anak saya tetapi keputusan akhir di tangan saya. Seandainya nama itu jelek dalam pandangan saya ya mana maulah .
    Seperti biasa, saya tidak tertarik dengan asumsi, cukup dengn tunjukkan buktinya maka saya percaya.

    bukan masalah jelek bagusnya nama yg diberikan, tetapi kesempatan yg diberikan Imam Ali kepada khalifah Umar untuk menyematkan nama-nya kepada anak Imam Ali adalah merupakan suatu bentuk penghargaan yg begitu jelas. kalo anda tanya mengenai bukti, anda sendirilah yg telah membuktikannya dengan menampilkan riwayat Umar memberi nama anak Imam Ali dengan namanya… sungguh jelas sekali bukti tsb dan bukan asumsi… hanya orang yg “terlalu pinter” aja yg menyangkal hal yg jelas kyk gini… 🙂

  16. Arahannya jelas bakal seperti dialog diblogku. Asumsi…
    Imem dan pengikutx berasumsi, tetapi ktika secondprince (katakanlah) berasumsi, mrk seolah2 ndak trima.

    Aku pikir argumen yang bersifat asumtif dan generalisasi hrs dsingkirkan dr diskusi. Itu jika menginginkan diskusi yg cerdas, bkn diskusi pandir2 konyol.

  17. @ressay

    Aku pikir argumen yang bersifat asumtif dan generalisasi hrs dsingkirkan dr diskusi. Itu jika menginginkan diskusi yg cerdas, bkn diskusi pandir2 konyol.

    Emangnya sampean tidak pernah berasumsi ya? coba cek sndri di blog sampean, bisa ga sampean menghitung artikel yg sampean postingkan di sana, berapa bnyk yg isinya adalah asumsi belaka? apakah berarti artikel2 anda itu bukan artikel yg cerdas? hanya artikel pandir2 konyol?

  18. @imem

    jelas kalo di referensi sunni nama anak Imam Ali tsb adalah Abu Bakar

    Kalau bisa diskusinya yang nyambung Mas, komentar saya yang anda blockquote di atasnya itu adlah pertanyaan saya untuk klaim anda Abdullah bin Utsman dipanggil Abu Bakar karena jelas dia punya anak gadis,. Itu lho yang saya tanya referensinya 😦
    *yah ada aja sih yang ngaku sunni tapi gak pernah baca literatur sunni*

    Ya jelas dunk, salah satu indikasi kedekatan mereka adalah bekas istri Abu Bakar Asma binti Umais diperistri oleh Imam Ali

    Hoo jadi kalau bekas istri anda nanti diperistri orang lain berarti anda dan orang lain itu punya hubungan khusus atau kedekatan khusus :mrgreen:

    dan anak-nya Muhammad bin Abu Bakar diangkat menjadi anak angkat beliau.

    Kan anaknya itu Mas, kalau logikanya saya jungkir balik. Aisyah RA yang anak Abu Bakar aja dikabarkan sampai berperang dengan Imam Ali dalam perang jamal, itu berarti hubungan khusus juga. Asumsinya terlalu jauh. Kalau suatu saat anda tiba-tiba mau mengangkat seseorang sebagai anak apakah itu berarti anda punya kedekatan khusus dengan orang tua kandung anak tersebut? :mrgreen:

    Apakah menurut SP orang yg mempunyai hubungan khusus dengan Nabi shalallahu alaihi wasalam, kemudian tidak ada hubungan khusus dg ahlul bait Nabi?

    apa hubungannya ya 🙄

    Anda tidak menjawab apakah saat itu ada org yg bernama Abu Bakar yg lebih masyhur dibandingkan khalifah pertama?

    Ini juga, mau nyangkut kemana 🙄

    Kapan aja Ibnu Zubair mendapat kunyah Abu Bakar ya ga ada masalah, lha wong dia memang cucunya Abu Bakar Ash Shiddiq kok dari ibunya Asma’ binti Abu Bakar.

    Lagi-lagi maksa banget, bukankah Muhammad bin Abu Bakar dan Abdurrahman bin Abu Bakar yang merupakan putra Abu Bakar, terus otomatis kunniyah mereka Abu Bakar juga? lho baru tahu saya :mrgreen:

    Kan SP sndri sudah menyebutkannya, kenapa mesti saya lg utk menyebutkannya.

    Makanya diperhatikan dengan baik dong komentar saya. Itu saya bilang “yang shahih”. Kalau memang anda serius mau mencari yang benar maka silakan cek di literatur Sunni, kira-kira valid gak sumber riwayat tentang itu 😉

    Anda mengatakan saya berasumsi, pdhal anda sendiri sedang berasumsi, inilah yg saya maksud anda terlalu memaksakan diri..

    oooh jadi karena anda berasumsi dan saya berasumsi maka anda mengatakan saya memaksakan diri. Logika yang baik sekali ituh :mrgreen:

    Apakah menurut anda suatu kemustahilan jika Imam Ali menerima nama Umar pemberian khalifah Umar sebagai nama anaknya adalah karena beliau menghargai khalifah Umar?

    sebagai sebuah asumsi boleh-boleh saja 😉

    lalu anda larikan ke Umar bin Abi Salamah apakah itu bukan asumsi? mana referensinya?

    Lha iya itu juga asumsi, tapi sebelumnya saya katakan nama Umar itu nama yang umum pada saat itu, 🙂

    menurut anda, mana yg lebih dihargai dlm kasus itu Umar bin Khattab (si pemberi nama) atau Umar bin Abi Salamah yg ga ada kaitannya sama sekali dalam peristiwa tsb?

    Gak tahu ya, namanya juga asumsi. Anda bisa saja bilang khalifah Umar tetapi saya juga bisa bilang itu Umar bin Abi Salamah karena beliau sahabat dekat Imam Ali. Jadi teringat suatu kemungkinan yang tidak menafikan kemungkinan yang lain 🙂

    Penerimaan dan persetujuan imam Ali atas pemberian nama yg dilakukan oleh Khalifah Umar adalah merupakan penghargaan Imam Ali thd Khalifah Umar..

    Boleh-boleh saja kalau disebut menghargai, sejak kapan Imam Ali tidak mengharagai orang lain 🙂

    apalagi nama yg diberikan adalah nama khalifah sendiri, jadi jelas nama Umar anaknya Imam Ali merujuk kepada si pemberi nama yaitu Khalifah Umar… jelas sekali kok ini…

    Lha iya jelas menurut anda, yang cuma tahu kalau nama Umar adalah nama satu-satunya milik Umar bin Khattab. Sedangkan bagi mereka yang tahu kenyataan sebenarnya, nama Umar saat itu adalah nama yang umum, jadi wajar saja Imam Ali menerima nama tersebut. Yang kita permasalahkan disini adalah bagi Imam Ali nama Umar itu merujuk kepada siapa?. Apakah Imam Ali berkeyakinan seperti anda bahwa nama tersebut merujuk pada Umar bin Khattab atau bagi Imam Ali nama itu seperti nama Umar yang memang sudah umum termasuk nama Umar bin Abu Salamah. NIh saya kasih tahu, satu-satunya yang jelas itu adalah Bukan Imam Ali yang menamakan dengan nama Umar 🙂

    bukan masalah jelek bagusnya nama yg diberikan,

    Poin saya disini bagi Imam Ali nama Umar bukan nama yang jelek dan seandainya Imam Ali tidak menyukai Umar bin Khattab, beliau masih mungkin menerima nama Umar tersebut karena Umar tidak selalu merujuk pada Umar bin Khattab, ada banyak Umar dan salah satunya Umar bin Abi Salamah sahabat Imam Ali 🙂

    tetapi kesempatan yg diberikan Imam Ali kepada khalifah Umar untuk menyematkan nama-nya kepada anak Imam Ali adalah merupakan suatu bentuk penghargaan yg begitu jelas.

    Suatu saat dikabarkan Ummu Hubaib melahirkan anak, maka Khalifah Umar bergegas menghampiri kediaman Imam Ali dan berniat menamakan anak tersebut Umar. Imam Ali toh tidak keberatan karena nama Umar tersebut tidak jelek, Beliau menghargai niat tulus khalifah Umar. Bagaimana kisahnya :mrgreen:

    kalo anda tanya mengenai bukti, anda sendirilah yg telah membuktikannya dengan menampilkan riwayat Umar memberi nama anak Imam Ali dengan namanya…

    Riwayat itu membuktikan kalau bukan Imam Ali yang memberi nama Umar tetapi Umar bin Khattab dan riwayat ini yang anda anggap sebagai penghargaan Imam Ali kepada Umar bin Khattab. Saya sih tidak keberatan dengan yang namanya “menghargai” asal tidak dilebih-lebihkan dengan kata mengagumi atau itu berarti Imam Ali tidak pernah berselisih dengan Umar. Bersikaplah proporsional 🙂

    sungguh jelas sekali bukti tsb dan bukan asumsi… hanya orang yg “terlalu pinter” aja yg menyangkal hal yg jelas kyk gini…

    Saya sudah biasa sekali menghadapi orang yang tidak bisa membedakan asumsi dan bukti. Biasanya orang begitu gak begitu care dengan yang namanya “referensi”.

    @ressay

    Imem dan pengikutx berasumsi, tetapi ktika secondprince (katakanlah) berasumsi, mrk seolah2 ndak trima.

    iya dibilang pula kalau saya maksa, memangnya mereka gak maksa ya? :mrgreen:

    Aku pikir argumen yang bersifat asumtif dan generalisasi hrs dsingkirkan dr diskusi. Itu jika menginginkan diskusi yg cerdas, bkn diskusi pandir2 konyol.

    ah saya sudah berputus asa untuk mengharapkan diskusi yang cerdas dengan mereka. Jadinya dengan terpaksa saya yang harus menyesuaikan diri :mrgreen:

  19. @imem
    Weiz, die bawa2 blog gw. Hahaha…
    Berargumenlah dengan ilmiah dan logis disini. Jangan hanya asumsi. Gitu cuy…

    @SP
    Itulah yg diinginkan dari mrk. Mrk ingin anda tdk konsisten dengan keilmiahan yang selama ini Anda tunjukkan.

    Tetap pertahankan argumen berbasiskan data dan logika, bukan data dan asumsi (akal without logika).

  20. Kalau bisa diskusinya yang nyambung Mas, komentar saya yang anda blockquote di atasnya itu adlah pertanyaan saya untuk klaim anda Abdullah bin Utsman dipanggil Abu Bakar karena jelas dia punya anak gadis,. Itu lho yang saya tanya referensinya

    *yah ada aja sih yang ngaku sunni tapi gak pernah baca literatur sunni*

    hehehe secara bahasa aja jelas kok nama tsb maksudnya, dan nama tsb berbeda dg Umar, Utsman dll

    Ya jelas dunk, salah satu indikasi kedekatan mereka adalah bekas istri Abu Bakar Asma binti Umais diperistri oleh Imam Ali

    Hoo jadi kalau bekas istri anda nanti diperistri orang lain berarti anda dan orang lain itu punya hubungan khusus atau kedekatan khusus

    Hehehe apakah itu yg anda maksud logika yg ilmiah, sesuatu yg khusus anda bawa ke yg umum?

    hehehe, jgn salah SP, di saat Asma’ binti Umais masih sebagai istri Abu Bakar, Asma’ adalah sangat akrab dg Fathimah istri Ali bagaikan kakak dan adik, walaupun saat itu dia adalah seorang istri khalifah, tetapi beliau sering mengunjungi Fathimah, bahkan Fathimah berwasiat sebelum wafatnya agar Asma’ yang memandikan dan mengkafaninya. dan hal itu dilaksanakan oleh beliau. dari awal dua keluarga tsb sudah dekat…

    Apakah menurut SP orang yg mempunyai hubungan khusus dengan Nabi shalallahu alaihi wasalam, kemudian tidak ada hubungan khusus dg ahlul bait Nabi?

    apa hubungannya ya

    Jelas sekali hubungannya… Abu Bakar adalah sahabat terdekat Nabi, terlalu banyak riwayat yg menyebutkan hal tsb.. SP bisa cek sendiri.. sedangkan Imam Ali adalah seorang yg amat memuliakan Nabi.. anda tahu sendirilah terusannyaa hehehe…

    Kan SP sndri sudah menyebutkannya, kenapa mesti saya lg utk menyebutkannya.

    Makanya diperhatikan dengan baik dong komentar saya. Itu saya bilang “yang shahih”. Kalau memang anda serius mau mencari yang benar maka silakan cek di literatur Sunni, kira-kira valid gak sumber riwayat tentang itu

    Sebaliknya valid ga kira2 referensi syi’ah yg SP kutip di atas? 😉

    Apakah menurut anda suatu kemustahilan jika Imam Ali menerima nama Umar pemberian khalifah Umar sebagai nama anaknya adalah karena beliau menghargai khalifah Umar?

    sebagai sebuah asumsi boleh-boleh saja

    Sebaliknya pemberian nama Umar kepada anak Imam Ali oleh Khalifah Umar karena Imam Ali merujuk kepada nama yg umum dan tidak jelek, juga boleh-boleh saja karena itu juga asumsi anda dan belum membuktikan apapun… iya ga?

    pdhal jelas2 nama itu diberikan oleh khalifah Umar, ya berarti nama Umar itu tidak akan wujud jika Umar tidak memberikannya.. iya toh?

    lalu anda larikan ke Umar bin Abi Salamah apakah itu bukan asumsi? mana referensinya?

    Lha iya itu juga asumsi, tapi sebelumnya saya katakan nama Umar itu nama yang umum pada saat itu,

    menurut anda, mana yg lebih dihargai dlm kasus itu Umar bin Khattab (si pemberi nama) atau Umar bin Abi Salamah yg ga ada kaitannya sama sekali dalam peristiwa tsb?

    Gak tahu ya, namanya juga asumsi. Anda bisa saja bilang khalifah Umar tetapi saya juga bisa bilang itu Umar bin Abi Salamah karena beliau sahabat dekat Imam Ali. Jadi teringat suatu kemungkinan yang tidak menafikan kemungkinan yang lain

    Anda sudah mengakuinya bahwa logika yg anda bangun di atas adalah asumsi, sedangkan anda secara tidak sengaja justru telah membuktikan bahwa nama Umar pada anak Imam Ali adalah merujuk kepada Khalifah Umar, bukan Umar bin Salamah…

    apalagi nama yg diberikan adalah nama khalifah sendiri, jadi jelas nama Umar anaknya Imam Ali merujuk kepada si pemberi nama yaitu Khalifah Umar… jelas sekali kok ini…

    Lha iya jelas menurut anda, yang cuma tahu kalau nama Umar adalah nama satu-satunya milik Umar bin Khattab. Sedangkan bagi mereka yang tahu kenyataan sebenarnya, nama Umar saat itu adalah nama yang umum, jadi wajar saja Imam Ali menerima nama tersebut. Yang kita permasalahkan disini adalah bagi Imam Ali nama Umar itu merujuk kepada siapa?. Apakah Imam Ali berkeyakinan seperti anda bahwa nama tersebut merujuk pada Umar bin Khattab atau bagi Imam Ali nama itu seperti nama Umar yang memang sudah umum termasuk nama Umar bin Abu Salamah.

    Ya jelas merujuk nama Umar lah, lha wong yang kasih nama Umar itu Khalifah Umar kok, dan secara sengaja menyematkan namanya pada anak Imam Ali kok.. justru saya lihat anda yg sdg berasumsi ria dg menbak-nebak apa yg dipikirkan Imam Ali.. hehehe..

    NIh saya kasih tahu, satu-satunya yang jelas itu adalah Bukan Imam Ali yang menamakan dengan nama Umar

    Ya jelas memang bukan Imam Ali, tetapi Khalifah Umar yg memberi nama dan justru ini merupakan bukti bahwa nama Umar tsb merujuk kepada Khalifah Umar bukan yg lain.. lha wong beliau yg kasih nama dan Imam Ali menyetujui, kok Umar yg lain yg dilibatkan.. hehehe lucu…

    Poin saya disini bagi Imam Ali nama Umar bukan nama yang jelek dan seandainya Imam Ali tidak menyukai Umar bin Khattab, beliau masih mungkin menerima nama Umar tersebut karena Umar tidak selalu merujuk pada Umar bin Khattab, ada banyak Umar dan salah satunya Umar bin Abi Salamah sahabat Imam Ali

    hehehe berasumsi lagi dech, mencoba berkelit lagi dech.. lha wong jelas Umar yg kasih Nama sama dg namanya, kok dilarikan ke Umar yg tidak ada sangkut pautnya dg kasus ini.. heran.. saya akui ada nama Umar yg laen, tetapi mengapa mesti dilibatkan, wong tidak ada kaitannya kok.

    Riwayat itu membuktikan kalau bukan Imam Ali yang memberi nama Umar tetapi Umar bin Khattab dan riwayat ini yang anda anggap sebagai penghargaan Imam Ali kepada Umar bin Khattab. Saya sih tidak keberatan dengan yang namanya “menghargai” asal tidak dilebih-lebihkan dengan kata mengagumi atau itu berarti Imam Ali tidak pernah berselisih dengan Umar. Bersikaplah proporsional

    apakah suatu yg mustahil menurut anda jika Imam Ali mengagumi 3 khalifah sebelumnya? bukankah terdapat bbrp riwayat pujian Imam Ali thd mereka? dan mereka pun juga mengagumi Imam Ali? dan saya tidak pernah menganggap bahwa mereka tidak pernah berselisih dlm suatu masalah, karena perbedaan pendapat itu wajar2 saja, tetapi mereka tidaklah bermusuhan itu yg jelas. jadi bersikaplah proposional juga 🙂

    @ressay

    mending anda tunjukkan “argumen ilmiah” anda itu. drpada komplen mlulu..

  21. Percuma saja menyampaikan argumen ilmiah dihadapan orang yang nampaknya begitu jijik dgn hal2 yang bbau ilmiah, tetapi bgitu bsahabat dgn hal2 yg bsifat asumtif.

  22. Umar anaknya Imam Ali merujuk kepada si pemberi nama yaitu Khalifah Umar… jelas sekali kok ini…

    Lha iya jelas menurut anda, yang cuma tahu kalau nama Umar adalah nama satu-satunya milik Umar bin Khattab. Sedangkan bagi mereka yang tahu kenyataan sebenarnya, nama Umar saat itu adalah nama yang umum, jadi wajar saja Imam Ali menerima nama tersebut. Yang kita permasalahkan disini adalah bagi Imam Ali nama Umar itu merujuk kepada siapa?. Apakah Imam Ali berkeyakinan seperti anda bahwa nama tersebut merujuk pada Umar bin Khattab atau bagi Imam Ali nama itu seperti nama Umar yang memang sudah umum termasuk nama Umar bin Abu Salamah.

    Ya jelas merujuk nama Umar lah, lha wong yang kasih nama Umar itu Khalifah Umar kok, dan secara sengaja menyematkan namanya pada anak Imam Ali kok.. justru saya lihat anda yg sdg berasumsi ria dg menbak-nebak apa yg dipikirkan Imam Ali.. hehehe..

    NIh saya kasih tahu, satu-satunya yang jelas itu adalah Bukan Imam Ali yang menamakan dengan nama Umar

    Ya jelas memang bukan Imam Ali, tetapi Khalifah Umar yg memberi nama dan justru ini merupakan bukti bahwa nama Umar tsb merujuk kepada Khalifah Umar bukan yg lain.. lha wong beliau yg kasih nama dan Imam Ali menyetujui, kok Umar yg lain yg dilibatkan.. hehehe lucu…

    Poin saya disini bagi Imam Ali nama Umar bukan nama yang jelek dan seandainya Imam Ali tidak menyukai Umar bin Khattab, beliau masih mungkin menerima nama Umar tersebut karena Umar tidak selalu merujuk pada Umar bin Khattab, ada banyak Umar dan salah satunya Umar bin Abi Salamah sahabat Imam Ali

    hehehe berasumsi lagi dech, mencoba berkelit lagi dech.. lha wong jelas Umar yg kasih Nama sama dg namanya, kok dilarikan ke Umar yg tidak ada sangkut pautnya dg kasus ini.. heran.. saya akui ada nama Umar yg laen, tetapi mengapa mesti dilibatkan, wong tidak ada kaitannya kok.

    Riwayat itu membuktikan kalau bukan Imam Ali yang memberi nama Umar tetapi Umar bin Khattab dan riwayat ini yang anda anggap sebagai penghargaan Imam Ali kepada Umar bin Khattab. Saya sih tidak keberatan dengan yang namanya “menghargai” asal tidak dilebih-lebihkan dengan kata mengagumi atau itu berarti Imam Ali tidak pernah berselisih dengan Umar. Bersikaplah proporsional

    apakah suatu yg mustahil menurut anda jika Imam Ali mengagumi 3 khalifah sebelumnya? bukankah terdapat bbrp riwayat pujian Imam Ali thd mereka? dan mereka pun juga mengagumi Imam Ali? dan saya tidak pernah menganggap bahwa mereka tidak pernah berselisih dlm suatu masalah, karena perbedaan pendapat itu wajar2 saja, tetapi mereka tidaklah bermusuhan itu yg jelas. jadi bersikaplah proposional juga

    @ressay

    mending anda tunjukkan “argumen ilmiah” anda itu. drpada komplen mlulu..

  23. Ass. Wr. Wb.

    Ingat nama Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah nama yg diberikan pada zaman jahilyah oleh orang tuanya dan mereka berdua pernah menyembah berhala, kemudian masuk Islam. Ternyata orang jahilyah juga bisa memberikan nama yg baik, hingga dikemudian hari mereka menjadi khalifah.

    Wass. Wr. Wb.

  24. @imem

    hehehe secara bahasa aja jelas kok nama tsb maksudnya, dan nama tsb berbeda dg Umar, Utsman dll

    ho ho ditanya referensi malah sekarang bilang secara bahasa, anda ambil sekenanya saj ya 🙂

    Hehehe apakah itu yg anda maksud logika yg ilmiah, sesuatu yg khusus anda bawa ke yg umum?

    Maaf yang mana yang khusus dan yang mana yang umum. Premis anda ini Ya jelas dunk, salah satu indikasi kedekatan mereka adalah bekas istri Abu Bakar Asma binti Umais diperistri oleh Imam Ali itu umum apa khusus?. Premis saya Hoo jadi kalau bekas istri anda nanti diperistri orang lain berarti anda dan orang lain itu punya hubungan khusus atau kedekatan khusus benar-benar sama kedudukannya dengan premis anda. Kalau anda bilang yang anda umum maka yang saya ya jadi umum juga, kalau anda bilang premis anda khusus maka premis saya khusus juga. So mana ada ceritanya dari khusus dibawa ke umum.

    hehehe, jgn salah SP, di saat Asma’ binti Umais masih sebagai istri Abu Bakar, Asma’ adalah sangat akrab dg Fathimah istri Ali bagaikan kakak dan adik, walaupun saat itu dia adalah seorang istri khalifah, tetapi beliau sering mengunjungi Fathimah, bahkan Fathimah berwasiat sebelum wafatnya agar Asma’ yang memandikan dan mengkafaninya. dan hal itu dilaksanakan oleh beliau. dari awal dua keluarga tsb sudah dekat…

    Kurang lengkap Mas, saat Sayyidah Fathimah wafat Asma’ memang memandikan tapi anehnya Abu Bakar suami Asma’ tidak menshalatkan sayyidah Fathimah. Bayangkan saja, jika ada orang yang wafat jangankan yang punya hubungan dekat, yang punya hubungan jauh saja masih menshalatkan. Kalau memang hubungan Abu Bakar sangat dekat kok gak menshalatkan ya 🙄

    Jelas sekali hubungannya… Abu Bakar adalah sahabat terdekat Nabi, terlalu banyak riwayat yg menyebutkan hal tsb.. SP bisa cek sendiri.. sedangkan Imam Ali adalah seorang yg amat memuliakan Nabi.. anda tahu sendirilah terusannyaa hehehe…

    Gak tahu ya faktanya Abu Bakar dan keluarga Imam Ali berselisih sehingga sayyidah Fathimah tidak mau berbicara dengan Abu Bakar sampai beliau wafat. Ah ya itu hubungan yang dekat versi anda kan :mrgreen:

    Sebaliknya valid ga kira2 referensi syi’ah yg SP kutip di atas?

    Apa gunanya bagi anda Mas yang baik? bukankah sebelumnya dengan angkuh anda berkata ya jelas syi’ah bakal menyangkalnya, ga bakalan rela kalo Imam Ali memberi nama anaknya Abu Bakar, dan ada aja dech caranya.. wuakakakak…. So kalau masih mau meributkan soal Abu Bakar itu maka silakan tampilkan referensi yang shahih menurut keyakinan anda, kalau nggak mau ya udah :mrgreen:

    Sebaliknya pemberian nama Umar kepada anak Imam Ali oleh Khalifah Umar karena Imam Ali merujuk kepada nama yg umum dan tidak jelek, juga boleh-boleh saja karena itu juga asumsi anda dan belum membuktikan apapun… iya ga?

    Lha iya sama kok kayak anda

    pdhal jelas2 nama itu diberikan oleh khalifah Umar, ya berarti nama Umar itu tidak akan wujud jika Umar tidak memberikannya.. iya toh?

    Ya iyalah Mas, lagian kalau Umar tidak jadi kasih nama ya Imam Ali yang akan kasih nama 🙂

    Anda sudah mengakuinya bahwa logika yg anda bangun di atas adalah asumsi,

    sama kok kayak Mas :mrgreen:

    sedangkan anda secara tidak sengaja justru telah membuktikan bahwa nama Umar pada anak Imam Ali adalah merujuk kepada Khalifah Umar, bukan Umar bin Salamah…

    Kapan ya saya bilang begitu, haiyah jangan mengada-ada lah Mas 😉

    Ya jelas merujuk nama Umar lah, lha wong yang kasih nama Umar itu Khalifah Umar kok, dan secara sengaja menyematkan namanya pada anak Imam Ali kok

    Masih gak ngerti juga. Simak cerita berikut. Ada si A yang istrinya mau melahirkan lalu ketua RT disana yang bernama Bambang Soebiawak bergegas ke rumah si A dan bilang pada si A kalau anaknya akan ia kasih nama Bambang. si A juga punya sahabat baik namanya Bambang Sulaiman. Nah kita permisalkan si A ini menghargai niat baik si ketua RT tetapi dia tidak begitu menyukai ketua RT, nah untuk menghindari perselisihan yang tidak mengenakkan dia terima saja nama si Bambang karena nama Bambang itu nama yang umum dan lagi ia punya sahabat baik yang bernama Bambang. Jadi walaupun A tidak begitu menyukai ketua RT tetap saja ia menerima nama anaknya Bambang dari ketua RT. Ketua RT boleh-boleh saja beranggapan bambang dari namanya. Tetapi penerimaan nama oleh si A tidak membuktikan kalau si A menyukai atau mengagumi ketua RT. ayo gimana :mrgreen:

    justru saya lihat anda yg sdg berasumsi ria dg menbak-nebak apa yg dipikirkan Imam Ali.. hehehe..

    Lho gak nyadar, sendirinya juga berasumsi kalau nama itu bagi Imam Ali merujuk pada Umar bin Khattab. Perhatikan baik-baik kalau anda ingin membuktikan Imam Ali mengagumi Umar bin Khattab dengan perkara nama itu, maka poin yang paling penting adalah apa yang dipikirkan Imam Ali. satu-satunya cara mengetahui ya dari riwayat dong kalau nggak ada ya itu lah berasumsi seperti anda dan saya juga 🙂

    Ya jelas memang bukan Imam Ali, tetapi Khalifah Umar yg memberi nama dan justru ini merupakan bukti bahwa nama Umar tsb merujuk kepada Khalifah Umar bukan yg lain.. lha wong beliau yg kasih nama

    Sip benar sekali sampean makanya bagi Umar bin Khattab nama Umar putra Ali merujuk pada namanya. dan juga bagi anda dan yang sependapat dengan anda.

    dan Imam Ali menyetujui, kok Umar yg lain yg dilibatkan.. hehehe lucu…

    Yang Imam Ali setujui ya nama Umar nya dong, nama Umar itu nama yang umum pada masa itu, lihat saja ada banyak makanya gak ada masalah bagi Imam Ali menerimanya. Seandainya nih Imam Ali tidak menyukai Umar bin Khattab, beliau masih mungkin menerima nama Umar karena beliau juga punya sahabat bernama Umar bin Abu Salamah. Disini kan tujuan anda adalah membuktikan hubungan baik Umar bin Khattab dan Imam Ali dengan masalah nama tersebut, sedangkan saya menunjukkan penerimaan nama tersebut tidak bisa digunakan untuk menunjukkan hubungan baik apalagi mengagumi.

    hehehe berasumsi lagi dech, mencoba berkelit lagi dech.. lha wong jelas Umar yg kasih Nama sama dg namanya, kok dilarikan ke Umar yg tidak ada sangkut pautnya dg kasus ini..

    Siapa yang berkelit, dari awal saya mengulang-ngulang itu terus. Anda bilang saya berasumsi ya saya terima saja dan nyatanya anda juga berasumsi. Imam Ali menerima nama Umar karena nama itu bukan nama yang jelek, just it.

    heran.. saya akui ada nama Umar yg laen, tetapi mengapa mesti dilibatkan, wong tidak ada kaitannya kok.

    Ada lah kaitannya, Umar-umar yang lain terutama Umar bin Abu Salamah menunjukkan kalau nama Umar itu nama yang umum dan bukan nama yang jelek.

    apakah suatu yg mustahil menurut anda jika Imam Ali mengagumi 3 khalifah sebelumnya?

    mungkin bukan hal yang mustahil yang penting kan ada buktinya, nah menjadikan perkara nama ini sebagai bukti kekaguman Imam Ali, itu maksa banget :mrgreen:

    bukankah terdapat bbrp riwayat pujian Imam Ali thd mereka?

    Oooh tentu sama halnya terdapat juga riwayat dimana Imam Ali mengecam mereka.

    dan mereka pun juga mengagumi Imam Ali?

    ooh kalau ada buktinya saya tidak keberatan menerima 🙂

    dan saya tidak pernah menganggap bahwa mereka tidak pernah berselisih dlm suatu masalah, karena perbedaan pendapat itu wajar2 saja, tetapi mereka tidaklah bermusuhan itu yg jelas

    yah bagus kalau begitu, memangnya saya pernah bilang bermusuhan. Gimana kalau saya kasih contoh, kasus Fadak

    jadi bersikaplah proposional juga

    oooh tentu makanya saya mengkritisi klaim-klaim para salafiyun ituh 🙂

  25. kasian si Imeem….
    kagak keliatan cerdas2nya sedikitpun di hadapan SP..
    makin ngomong makin kelihatan bahlulnya…

    susah memang kalo dari awal premis yg dibangun masalah nama identik dengan penghargaan dan pengakuan terhadap apapun yg dilakukan org tsb.

    two tumb lah buat sP…
    kirain mo ngeluarin literatur..si Imeem taunya…ngeluaran otot leher buat engkel2an…heheheheheh

  26. @Imem

    Aduh……., anda sepertinya ngomong asal keluar dari lidah anda tanpa mikir!

    Ga ngertikah mana fakta objektif, mana yang asumsi (subjektivitas)? Ngga fahamkah kalo asumsi tdk bisa digunakan sebagai dalil? Makanya SP bilang anda maksa.

    Fakta objektif: Umar bib Khattab memberikan nama “Umar” ke anaknya Imam Ali

    Semuanya menerima. Tidak ada yang menolak fakta ini. Kecuali ada fakta/riwayat lain yang berbeda.

    Asumsi Anda: Imam Ali menghargai Umar bin Khattab

    BOLEH SAJA. Namun tidak harus semua sepakat, karena BELUM TENTU BENAR. Masing-masing dengan perkiraannya mengenai apa yang dipikirkan Imam Ali

    Makanya SP ‘terpaksa’ berasumsi untuk menunjukkan ke anda bahwa asumsi anda tidak harus benar dan masih ada kemungkinan lain.

    Penting untuk anda: Adakah riwayat yg mendukung asumsi anda? Jika tidak ada, maka asumsi anda TIDAK HARUS BENAR.

    Masa sih musti diterangkan kayak begini? 🙄

    Salam

  27. @antirafidhah di June 6th

    jadi jika ada orang yang langsung berasumsi bahwa penamaan anak-anak Imam Ali dengan nama-nama Khulafaur Rasyidin adalah sebagai bentuk pemulyaan Imam Ali kepada mereka adalah sesuatu yang wajar

    Memuliakan adalah asumsi yang terlalu jauh. Sejarah mencatatnya tidak demikian. Anda bisa telaah kembali di pengangkatan Abubakar sebagai khalifah dan akibatnya, kisah tanah fadak beserta rentetannya, pengangkatan khalifah Umar dan Utsman. Dimana kesemuanya menunjukkan kurangnya bahkan tidakadanya penghormatan mereka thd kedudukan dan kemuliaan Imam Ali ahlulbait Nabi saw. Lalu bagaimana dan dari sisi mana anda mengharapkan Imam Ali as memuliakan mereka? Saya memperhatikan hal ini adalah sebagai pemaksaan asumsi (baca: pencucian otak) yang diturunkan dari generasi ke generasi salafiyyun, yang bertujuan untuk menyamarkan dan “menghaluskan” riwayat-riwayat perselisihan antara ahlulbait Nabi saw dengan beberapa sahabat.
    Sekedar penghormatan atas kedudukan mereka sebagai khalifah dan kontribusi mereka dalam menegakkan dan menyebarkan agama Islam adalah asumsi yang “masih dapat diterima”. Soeharto adalah sosok yang lumayan pas untuk menggambarkan hal ini.

    Salam

  28. Kata Pak Ali, asumsi is the Mother F**k up….

    peace bro…

    salam,

  29. Membaca tulisan di atas, terlihat pembelaan terlalu berlebihan.

    1. Tidak diketahuinya nama asli Abu Bakr bin ‘Ali bin Abi Thaalib tidak masalah. Karena nama ‘Abu Bakr’ memang nama kunyah, bukan nama asli. Justru masyhurnya kunyah tersebut menunjukkan keridlaan dari pemilik nama dan dari keluarga ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Dan sungguh sangat dimungkinkan bahwa panggilan Abu Bakr ini sudah diberikan semenjak kecil oleh keluarganya (‘Ali bin Abi Thaalib).

    2. Adapun tentang ‘Umar bin ‘Ali bin Abi Thaalib, maka memang benar ‘Umar-lah yang menamakan untuk pertama kali sesuai nukilan dalam As-Siyar lidz-Dzahabi. Namun setelah adanya penamaan dari ‘Umar bin Al-Khaththab tersebut ‘Ali bin Abi Thaalib setuju dan ridla ? Apalagi nama itu menjadi sangat masyhur dalam tarikh Islam. Jika saja memang nama ‘Umar itu sangat dibenci oleh ‘Ali dan ahlul-bait secara umum – apalagi kemudian itu didasarkan kebencian atas dasar agama – maka sangat mungkin bagi mereka (Ahlul-Bait) untuk berganti nama. Tentu saja dengan catatan jika nama itu memang nama jelek dan mengandung kesialan sebagaimana keyakinan Syi’ah. Tapi kenyataan tidak bukan ? Yang menjadi masalah adalah bahwa orang Syi’ah membenci nama ‘Umar dan bahkan menganggap nama ‘Umar itu mengandung kesialan. Inilah yang ingin ditekankan.

    3. Begitu pula dengan nama ‘Utsman. Orang Syi’ah sangat membenci nama ini karena nama ini ada kaitannya dengan ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu. Dan justru nama ini diberikan memang diberikan oleh keluarga ‘Ali.

    So, point yang ingin ditekankan oleh Syaikh Sulaiman Al-Khurasyi adalah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib ‘menamakan’ sebagian anak-anaknya dengan nama-nama Khulafaur-Rasyidin. Hal yang sangat berbeda dengan kaum Syi’ah dimana mereka membenci nama itu atau menghindari memakai nama itu gara-gara nama itu adalah nama shahabat yang dianggap ‘merebut’ kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thaalib.

    Sungguh sangat berbeda keadaan Syi’ah dengan ‘Ali dan ahlul-bait.

  30. @Imem
    Sdr Imem anda ngotot bahwa Imam Ali as menamakan anaknya Abubakar, Umar dan Utsman sedangkan SP mengatakan. Tidak benar Imam Ali as menamakan anak2nya dengan nama2 tsb. Saya heran. Tolong anda katakan anda hidup ber-sama2 Imam Ali as Atau hanya mendengar dari cerita2 orang. Kita sama2 hanya mendengar atau membaca dari kata2 orang. Terserah kita mau percaya atau tidak atas kata2 mereka. banyak firman2 Allah se-akan2 mengejek dengan Firman beliau qaul lihim (kata mereka) .Wasalam

  31. Wah seru bangeet….. 😆

    Ada hal yg menarik dari komentar pemilik blog dlm usahanya melawan kritikan Bung Imem, yg jarang saya temukan sebelumnya, yaitu komentar yg ini :

    Ya jelas merujuk nama Umar lah, lha wong yang kasih nama Umar itu Khalifah Umar kok, dan secara sengaja menyematkan namanya pada anak Imam Ali kok

    Masih gak ngerti juga. Simak cerita berikut. Ada si A yang istrinya mau melahirkan lalu ketua RT disana yang bernama Bambang Soebiawak bergegas ke rumah si A dan bilang pada si A kalau anaknya akan ia kasih nama Bambang. si A juga punya sahabat baik namanya Bambang Sulaiman. Nah kita permisalkan si A ini menghargai niat baik si ketua RT tetapi dia tidak begitu menyukai ketua RT, nah untuk menghindari perselisihan yang tidak mengenakkan dia terima saja nama si Bambang karena nama Bambang itu nama yang umum dan lagi ia punya sahabat baik yang bernama Bambang. Jadi walaupun A tidak begitu menyukai ketua RT tetap saja ia menerima nama anaknya Bambang dari ketua RT. Ketua RT boleh-boleh saja beranggapan bambang dari namanya. Tetapi penerimaan nama oleh si A tidak membuktikan kalau si A menyukai atau mengagumi ketua RT. ayo gimana

    Di Atas itu cerita sinetron ato apa ya :mrgreen: , kyknya pemilik blog ini yg jadi sutradaranya ya 😆 kalau si A ini yg dimaksud adalah Imam Ali, bgmna pemilik blog bisa tau kalau Imam Ali menerima nama pemberian Umar itu hanya karena nama tsb sama dg nama sahabatnya? apakah pemilik blog mengetahui isi hati dan pikiran Imam Ali? kalau dia mengatakan bahwa ini adalah kemungkinan yg terbaik, saya kira ada kemungkinan yg lebih baik dan paling bisa diterima saat itu adalah Imam Ali ridha Umar menamai anaknya, karena dia berhubungan baik dengan Umar… tht’s all, jika tidak, ga mgkn hal tsb bisa terjadi. ini adalah hal yg sangat manusiawi.. kalaupun dikatakan asumsi, maka ini adalah asumsi yg paling kuat diantara asumsi-asumsi laennya… dan tentunya sebagai pukulan telak buat kaum rafidhah (terutama yg di Iran) yg begitu anti banget dg nama-nama spt Abu Bakar dan Umar, karena Imam mereka menamakan anaknya dg nama2 tsb…

    Tetapi ga ada paksaan kok, lha wong dah pada gedhe, bisa mikir sndiri mana yg bener & mana yg dipaksakan utk jadi bener…

    Dan yang paling baik, mari nanti di akhirat sana kita sama2 tanyakan langsung kepada Imam Ali… gmn? setuju? sampai jumpa nanti di sana…

  32. @Anti Rafidhah
    Sebetulnya keduanya sama-sama ndak bener. Kedua asumsi diatas merasa dia mengetahui isi hati, apa yang dipikirkan oleh Imam Ali. Entah mana yang paling kuat, mana yang paling lemah, itu ndak ngaruh. Yang namanya asumsi, adalah pendapat tidak berdasarkan data dan fakta, tetapi berdasarkan pandangan subyektif murni.

    So, berhentilah berasumsi. Tunjukkan data.

  33. @halwa
    wah bahasanya Mas

    @samwan
    kayaknya anda gak baca tulisan saya deh, kok komentarnya udah ada semua jawabannya di tulisan saya 😉

    @abu rahat
    yah harap maklum :mrgreen:

    @antirafidhah

    Di Atas itu cerita sinetron ato apa ya :mrgreen: , kyknya pemilik blog ini yg jadi sutradaranya ya

    lha iya, ituh kan karena anda atau saudara imem gak mengerti dengan baik apa yang saya sampaikan, so penyampaian dengan cerita adalah cara yang paling primitif dan kalau ada yang masih belum ngerti, wah gimana ya 🙂

    kalau si A ini yg dimaksud adalah Imam Ali, bgmna pemilik blog bisa tau kalau Imam Ali menerima nama pemberian Umar itu hanya karena nama tsb sama dg nama sahabatnya?

    Itu kan asumtif bung 🙂

    apakah pemilik blog mengetahui isi hati dan pikiran Imam Ali?

    gak nyadar juga, apa anda dan mas imem mengetahui isi hati dan pikiran Imam Ali? :mrgreen:

    kalau dia mengatakan bahwa ini adalah kemungkinan yg terbaik,

    wah saya gak pernah bilang yang terbaik tetapi kayaknya masih lebih baik dibanding asumsi anda/imem.

    saya kira ada kemungkinan yg lebih baik dan paling bisa diterima saat itu adalah Imam Ali ridha Umar menamai anaknya

    ah itu kan kata anda, saya juga bisa mengatakan asumsi saya lebih baik. silakan buktikan kalau memang lebih baik 😉

    karena dia berhubungan baik dengan Umar…

    Ah ini dia kena deh, fallacy banget alias logika sirkuler. Bukankah anda dan mas imem itu awalnya mau menunjukkan bahwa Imam Ali dan Umar berhubungan baik dengan dasar penamaan anak Imam Ali. Lho kok sekarang kebalik malah mau membuktikan bahwa penamaan anak Imam Ali dikarenakan adanya hubungan baik.
    muter-muter aja terus. btw ada enaknya juga berbicara banyak dengan orang-orang seperti anda dan mas imem 🙂

    tht’s all, jika tidak, ga mgkn hal tsb bisa terjadi. ini adalah hal yg sangat manusiawi..

    ho ho perhatikan dengan baik dong, saya sudah buat contohnya. contoh seperti itu mungkin saja terjadi dan percuma saja klaim anda bahwa itu tidak mungkin terjadi.

    kalaupun dikatakan asumsi, maka ini adalah asumsi yg paling kuat diantara asumsi-asumsi laennya…

    asumsi lagi, kalau mau mengatakan asumsi anda paling kuat harus disertai petunjuk atau qarinah yang menguatkannya. Jika nggak ada, ya sama asumsi juga :mrgreen:

    dan tentunya sebagai pukulan telak buat kaum rafidhah (terutama yg di Iran) yg begitu anti banget dg nama-nama spt Abu Bakar dan Umar, karena Imam mereka menamakan anaknya dg nama2 tsb…

    weiit masalah anda sensi dengan rafidhah atau iran gak usah dibawa-bawa deh. So kelihatan betul subjektivitasnya. Mari kita kembali ke data yang objektif di atas. Imam Ali tidak menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar karena nama itu adalah kunniyah bukan nama asli dan bukan Imam Ali yang menamakan anaknya Umar. Jadi pernyataan anda Imam mereka menamakan anaknya dg nama2 tsb… adalah keliru 😉

    Tetapi ga ada paksaan kok, lha wong dah pada gedhe, bisa mikir sndiri mana yg bener & mana yg dipaksakan utk jadi bener…

    sejak kapan ya disini main paksa, duh jadi bingung 🙄

  34. @ressay

    Sebetulnya keduanya sama-sama ndak bener.

    wah wah :mrgreen:

    >Kedua asumsi diatas merasa dia mengetahui isi hati, apa yang dipikirkan oleh Imam Ali.

    kok kalau orang lain dia nyadar ya, tapi diri sendiri gak nyadar. suatu keanehan yang teramat sangattt :mrgreen:

    Entah mana yang paling kuat, mana yang paling lemah, itu ndak ngaruh. Yang namanya asumsi, adalah pendapat tidak berdasarkan data dan fakta, tetapi berdasarkan pandangan subyektif murni.

    setuju sekali, seharusnya kita cukup berhenti dimana data yang objektif itu berhenti selebihnya hanyalah kemungkinan yang bisa benar dan bisa salah juga

    So, berhentilah berasumsi. Tunjukkan data

    saya pribadi sih sudah tunjukkan data yang saya punya 😉
    maafkan kalau diskusinya jadi gak enak. Tujuan saya sih membuat mereka banyak bicara sehingga secara tidak sadar jatuh ke dalam fallacy, itu tuh logika sirkuler. Gak nyangka muncul secepat ini fallacynya :mrgreen:

  35. @SP
    Huahahahaha….kocak sumpah.

    Mungkin mereka dah ndak sabar untuk menunjukkan diri mereka dipenuhi dengan fallacy.

    nampaknya perlu ikut Sekolah Revolusi Kesadaran di HMI Hukum UNS tuh. Materi Daslog dan Fallacy. huahahaha…

  36. @all

    Jika kita ingin mencoba memahami sikap, tindakan, danperkataan Imam Ali, saran saya kenali dahulu beliau dengan baik. Berikut adalah pengenalan saya atas beliau (sebatas ilmu saya), silakan setuju silakan menolak:
    1. Beliau adalah hamba Allah yang berakhlak mulia, jadi jangan samakan/mengukur alasan2 tindakan dan perkataan beliau sebagaimana akhlak kita.
    2. Kemaslahatan umat bagi beliau sangat-sangat penting (beliau jauh dari egois), sehingga jangan dinilai seukuran kita yang egois. Sehingga janganlah naif jika beliau memiliki prioritas2 dalam sikap, dan tindakan2 beliau yang mana salah satunya mempertimbangkan kemaslahatan umat.
    3. Tidak kebencian di hati beliau termasuk kepada musuh2 beliau. Sehingga tidak mudah menjadi pengikut (syi’ah) beliau. Beliau mengernyitkan dahi jika ada yang ngaku2 pengikut beliau jika belum bisa menerima kemuliaan (keterbebasan dari kebencian) beliau.
    4. Jangan sekali2 membayangkan beliau manusia yang seperti kita yang suka ngembek (merajuk) dengan tidak mau berkomunikasi dengan orang2 yang telah menyalahi beliau. Ketika yang menyalahi beliau datang untuk kebaikan (minta nasihat, pendapat dll) sudah pasti beliau tidak akan bungkam.

    Yaa.. Ali… Yaa Ali.., betapa mulia akhlak mu, betapa pedih derita mu, betapa banyak fitnah yang ditimpakan pada mu. Yaa Allah telah Engkau tinggikan derajatnya dengan semua itu.
    Cobaan datang dari musuh2 mu, dan juga dari mereka yang mengaku pengikut mu namun menolak untuk mencontoh akhlak mu.

    Wassalam

  37. @SP

    kok kalau orang lain dia nyadar ya, tapi diri sendiri gak nyadar. suatu keanehan yang teramat sangattt

    Jadi sama dounk kita wuakakakak… ngatain orang suka berasumsi tapi nyatanya.. diri sendiri lebih parah, mari introspeksi..

    saya pribadi sih sudah tunjukkan data yang saya punya
    maafkan kalau diskusinya jadi gak enak. Tujuan saya sih membuat mereka banyak bicara sehingga secara tidak sadar jatuh ke dalam fallacy, itu tuh logika sirkuler. Gak nyangka muncul secepat ini fallacynya

    Iya dg data yg di atasnya dibangun asumsi2 yg lebih parah lagi wuakakakak..

    Eh sorry ya..

    @yasser eh kebalik ressay dink

    nampaknya perlu ikut Sekolah Revolusi Kesadaran di HMI Hukum UNS tuh. Materi Daslog dan Fallacy. huahahaha…

    Wuiih hebat ya yg sekolah di UNS & jd aktivis HMI.. UNS gitu loohh.. wuakakakak…

  38. @Imem

    Data objektif dari SP:
    Imam Ali tidak menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar karena nama itu adalah kunniyah bukan nama asli dan bukan Imam Ali yang menamakan anaknya Umar.

    Data objektif anda mana?

    Anda cuman cuap sana cuap sini, ketawa… ngakak lagi. Tapi anehnya saya tidak melihat ada satu pun informasi objektif yang menguatkan cuap anda. Apakah ocehan dan asumsi anda yang mau anda bilang objektif? Wah…! 🙄

    Salam

  39. @Imem
    Cuy, baca kembali komentarnya SP sebelum ini. Dia sengaja berasumsi untuk menyadarkan Anda bahwa sebetulnya pada nurani Anda yang terdalam Anda dan pembeo Anda itu menolak argumen yang sifatnya asumtif.

    Setidaknya dalam hal logika dan fallacy, saya lebih beruntung ketimbang Anda.

  40. eh eh kok ribut dengan nama sayang sekali waktu kita kalau hanya dibuang hanya maslah nama. Baik Syiah maupun Sunnah tidak perlu bingung tentang nama. Malah ada ulama Syiah yang bernama Yazid dan bernama Muawiyah. Kalau ingin tahu coba baca buku Murajaat (dialog sunni dan syiah) oleh Syarafudin Al Musawi. Yg mana beliau memberi contoh 100 nama ulama dari Syiah yang dipakai sanad oleh madzhab Sunni. Ulama yang ke 83 namanya Muawiyah dan ulama yg ke 99 namanya Yazid. Terutama bagi gol.Syiah yang extreem janganlah fanatik tidak mau memberi nama anaknya Abubakar atau Umar sedangkan nama Yazid saja masih dipakai oleh ulama Syiah! Renungkanlah!!

  41. Tidak hanya Ali ra, masih banyak lagi:
    1.Karena sangat cinta kepada tiga khalifah, maka Sayyidina
    Ali a.s. memberi nama putra-putra beliau dengan nama-nama mereka. Yaitu:
    Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib. Beliau mati syahid di Karbala’ bersama
    saudaranya, yaitu Husein a.s.
    Umar bin Ali bin Abi Thalib. Beliau ini mati syahid di Karbala’ bersama
    saudara beliau Husein a.s.
    Utsman bin Ali bin Abi Thalib. Beliau ini juga mati syahid di Karbala’ bersama
    saudara beliau Husein a.s.
    2. Hasan a.s. memberi nama putra-putra beliau dengan nama:
    Abu Bakar; Umar; dan Thalhah bin Hasan. Ketiga-tiganya mati syahid di
    Karbala’ bersama paman mereka Husein a.s.
    3. Husein a.s. memberi nama putra beliau dengan nama Umar bin
    Husein.
    4. Sang pemimpin ulama tabi’in Ali bin Husein Zainal Abidin,
    yaitu imam keempat (a.s.) juga memberi nama putri beliau dengan nama
    Aisyah. Juga memberi nama Umar, dan menurunkan keturunan bagi beliau
    sesudah beliau wafat.
    (Silahkan baca kitab berjudul “Kasyful Ghummah” (2/334), “al-Fushuul al-Muhimmah”; hal. 283.

    5.Demikian juga dengan para Ahlul Bait lainnya dari keturunan Abbas bin
    Abdul Muthalib, keturunan Ja’far bin Abi Thalib, Muslim bin Aqil, dan selain
    mereka.

  42. bagi saya cukup sederhana, saya anjurkan untuk menghormati dan mengakui abubakar, umar dan ustman sebagai khalifah terdahulu dan sahabat yg terdekat dg Nabi SAW . dan Imam ali as walaupun urutan ke 4 didalam kekhalifahan islam, tetapi ia urutan ke 2 sebagai manusia termulia setelah Rosulullah SAW diikuti oleh Ahlulbaytnya…..jadi segala rujukan (hadist dan tafsir) dan nasehat yg diambi, tetntunya yaah mesti dari manusia yg lebih unggul doong (kelas 1)……itu logika sederhananya…kalo ada yg mau merujuk ke para sahabat tentang hadist dan tafsir…..yaah itu mah terserah mereka, kalo mereka ingin menjadi umat kelas 2 di dunia………

  43. @pemerhati suni-syiah
    Setuju…!!

  44. Saya hanya ngasih komen kalau yang tahu persis hanyalah Ali Karamallah apa yang ada dibalik pemberian nama tersebut tetapi saya salut sama kalian sudah mau membuka diskusi ini bahkan bukan hal tabu, salut

  45. @secondprince

    anda seharusnya membuat lagi:

    1.Studi Kritis Imam Hasan Menamakan Putranya Abu
    Bakar, Umar dan Talhah bin Hasan
    2.Studi Kritis Imam Husein Menamakan Putranya Umar bin
    Husein.
    3.Studi Kritis Imam Ali bin Husein Zainal Menamakan
    Putrinya Aisyah.

    (makin kayak judul sinetron………………………….)

  46. Setelah wafatnya Fatimah Radhiyallahu ‘Anha, Ali Radhiyallahu ‘Anhu menikah dengan sejumlah wanita yang melahirkan beberapa anak, diantaranya: Abbas bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Umm al-Banin binti Hizam bin Darim. (Lihat: Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66))

    Juga Ubaidullah bin Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Laila binti Mas’ud ad-Darimiyah. (Lihat: Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66))

    Juga Yahya bin Ali bin Abi Thalib, Muhammad al-Ashgar bin Ali bin Abi Thalib, ‘Aun bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Asma’ binti Umais. (Lihat: Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66))

    Juga Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib, Umar bin ali bin abi Thalib-yang meninggal dunia pada usia 35 tahun. Ibu mereka adalah Ummu Habib binti Rabi’ah. (Lihat: Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66))

    Juga Umm al-Hasan binti Ali bin abi Thalib, Ramlah al-Kubra binti Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Ummu Mas’ud bin Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. (Lihat: Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifah al-A’immah, Ali al-Arbili (2/66))

    Pertanyaan untuk kaum Syi’ah: Apakah mungkin seorang ayah menamakan buah hatinya dengan musuh bebuyutannya??? Lalu bagaimana jika sang ayah ini adalah Ali bin Abi Thalib????

    Bagaimana mungkin Ali menamakan anak-anaknya dengan nama orang-orang yang kalian anggap bahwa mereka adalah musuh-musuhnya?! Apakah seorang yang berakal menamakan anak-anak yang dicintainya dengan nama musuh-musuhnya???!!

  47. @kembali ke aqidah yang benar
    gak perlu kok, nama-nama itu adalah nama yang umum, lagipula akhlak seseorang tidak ditentukan dari namanya 🙂

    @belajar

    Pertanyaan untuk kaum Syi’ah: Apakah mungkin seorang ayah menamakan buah hatinya dengan musuh bebuyutannya??? Lalu bagaimana jika sang ayah ini adalah Ali bin Abi Thalib????

    Saya juga mau denger jawaban orang syiah, walaupun bagi saya anda salah pertanyaan deh, nama Abu Bakar, Umar dan Utsman bukan hak paten ketiga khalifah, nama itu sudah ada di masa jahiliyah 🙂

  48. @belajar
    Anda masih belajarkan. Supaya anda tahu, APA ARTI SUATU NAMA?. Yang penting AKHLAK. Dan Imam Ali tdk pernah membenci orangnya tapi Imam Ali tdk setuju dengan sifat dan perbuatan. Begitu juga kita2 ini. Karena merekalah Islam sekarang rusak. Kita semua masih bodoh dalam beribadah pada Allah. Maka kita mencari mereka2 yang bisa menjadi panutan, tempat bertanya dan dpt memberi bimbingan. Siapa? Coba anda tunjukan. Saya rasa anda blm mampu karena anda masih belajar

  49. eh si belajar ke sini juga. Setelah aku sarankan. Bagus dek. Adek nurut ma kakak.

    Adek baca kembali tulisan SP dan komentar2 yang ada.

  50. Ada pepatah : jika kita mau tahu bagaimana ayahnya, maka lihatlah nama2 anaknya. Jika mau tahu sikap Ali thd sahabat, lihatlah nama2 anak Ali Ra.

    Jika mau tahu bagaimana anda, maka lihatlah nama2 anak anda.

    Jika anaknya bernama maradona, maka ayahnya adalah penggemar sepakbola khususnya Maradona

  51. maka lihatlah nama2 anaknya..

    Jika ada anak bernama abdurrahman, berarti ayahya pecinta abdurahman ibnu muljam laknatullah..!

    Asumsi ko pekok banget..!

  52. @Lahuntermaru

    Ada pepatah : jika kita mau tahu bagaimana ayahnya, maka lihatlah nama2 anaknya.

    pepatah dari mana? anda yang buat sendiri ya :mrgreen:

    Jika mau tahu sikap Ali thd sahabat, lihatlah nama2 anak Ali Ra.

    mau tahu sikap Imam Ali ya lihat sikapnya dong 🙂

    Jika mau tahu bagaimana anda, maka lihatlah nama2 anak anda.

    mau tahu bagaimana saya, ya kenali diri saya 🙂

    Jika anaknya bernama maradona, maka ayahnya adalah penggemar sepakbola khususnya Maradona

    gak juga, ada aja ayahnya gak suka sepakbola dan yang ngasih nama itu wak nya atau pamannya, nah lho 😛

  53. @maru :
    security di kantor saya namanya Soesilo Bambang. tapi agak susah juga kl dibilang bapaknya dia ngefans sama SBY, soalnya umurnya kira2 cuma beda 3 th tuaan SBY.

  54. Lamaru ini otaknya sedangkal comberan, percis spt wahabi, atw haulasyi’ah atw yg lebih parah hakekat.com!

  55. Ada pepatah, ini benar lho mas SP. Kalau ustadz kencing berdiri, muridnya kencing berlari. Tapi maaf kita tdk melihat ustadznya kita hanya tahu muridnya.
    Yang kita ketahui muridnya kencing berlari sambil lompat2an yah bagaimana ustadznya

  56. Lebih2 jika Imam Ali mau menerima pemberian dari Khalifah Umar bin Hattab utk nama anaknya yg sama dengan nama Umar itu sendiri, maka artinya Imam Ali ridho anaknya di panggil Umar yg merujuk pada Umar bin Hattab.

  57. @Lahuntermaru

    O…begitu ya, ckckckck :mrgreen:

  58. Utk Dede :

    Tahu nggak,,kenapa saya agak malas ikut blog yg ini, karena bung SP memposisikan Imam Ali Ra sbb :

    1. Imam Ali Ra tak mempertimbangkan unsur sakral dalam pemberian nama anak;
    2. Imam Ali Ra tak mempertimbangkan unsur kelayakan (ke pantas an), unsur doa, unsur harapan dalam pemberian nama utk anaknya.
    3. Imam Ali hanya diposisikan bahwa ia memberi nama ya sekedar nama, dengan mengambil nama2 yg sudah umum, katanya, seperti motto orang sekarang APALAH ARTI SEBUAH NAMA.

  59. @Lahuntermaru

    1. Imam Ali Ra tak mempertimbangkan unsur sakral dalam pemberian nama anak;

    sakral yang seperti apa, saya juga males kok kalau segalanya harus sesuai pikiran saudara

    2. Imam Ali Ra tak mempertimbangkan unsur kelayakan (ke pantas an), unsur doa, unsur harapan dalam pemberian nama utk anaknya.

    nama Umar rasanya nama yang pantas kok, dimana letak jeleknya nama itu.

    3. Imam Ali hanya diposisikan bahwa ia memberi nama ya sekedar nama, dengan mengambil nama2 yg sudah umum, katanya, seperti motto orang sekarang APALAH ARTI SEBUAH NAMA.

    Imam Ali gak menamakan anaknya Abu Bakar, Bukan Imam Ali yang memberi nama Umar dan Imam Ali memang memberi nama anaknya Utsman tetapi itu merujuk pada Utsman bin Maz’un.
    Yang saya heran adalah orang-orang seperti anda yang ngotot maunya nama-nama itu merujuk pada ketiga khalifah saja. Apa sih yang mau anda buktikan?. Apakah nama Umar itu cuma satu-satunya milik Umar bin Khattab, apakah nama Utsman itu satu-satunya milik Utsman bin Affan?. btw saya jauh lebih males diskusi dengan anda, terlalu main asumsi semata 🙂

  60. @Lahuntermaru

    Saya lebih mengetahui kemalasan anda untuk mengikuti blog ini, karena penjelasan @SP sukar terbantahkan oleh ASUMSI anda, hahaha… :mrgreen:

  61. Untuk Secondprince :

    Memang betul, Imam Ali amat PANTAS menerima pemberian nama Umat utk anaknya dari Khalifah Umar bin Hattab. dan Imam Ali Ra pun menilai amat PANTAS anaknya bernama Umar pembrian dari Umar bin Hattab karena Umar bin Hattab seorang yg mulya, sahabat Ali Ra, dan dari nama tsb ada unsur doa dan harapan ImamAli agar anaknya kelak seperti Umar bin Hattab sesuai dengan namanya.

  62. @Lahuntermaru

    dan Imam Ali Ra pun menilai amat PANTAS anaknya bernama Umar pembrian dari Umar bin Hattab karena Umar bin Hattab seorang yg mulya, sahabat Ali Ra, dan dari nama tsb ada unsur doa dan harapan ImamAli agar anaknya kelak seperti Umar bin Hattab sesuai dengan namanya.

    silakan saja berasumsi begitu tetapi apa buktinya?. lalu bagaimana anda menjelaskan hadis Shahih Muslim dimana Imam Ali menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai pendusta, pengkhianat dan tidak jujur. (anda sudah ditunjukkan hadis ini sebelumnya)

  63. Utk Secondprince :

    Justru anda pun berasumsi bahwa Ali tak memperimbangkan unsur doa dan harapan dalam pemberian sebuah nama pada anaknya. Seperti istilah jaman sekarang APALAH ARTI SEBUAH NAMA/

    Ok…bisa anda lihatkan hadis Muslim ttg ucapan Ali Ra tsb ? akan saya cek dengan kitab yg ada pada saya.( yaah…terpaksa lagi gua buka lemari gudang)

  64. Utk SP : juga akan saya buka lagi kitab hadis ttg keharusan pergi jika tak menjumpai Imam. walau pergi ke hutan dan hanya makan daun dan ranting kering. ( Tolongin donk..buka gudang yg masih sumpek berdebu…)

  65. @Lahuntermaru
    soal hadis Muslim itu silakan baca disini Khalifah Abu Bakar dan Umar Dalam Shahih Muslim

    Justru anda pun berasumsi bahwa Ali tak memperimbangkan unsur doa dan harapan dalam pemberian sebuah nama pada anaknya

    Lho yang beri nama kan bukan Imam Ali 🙂

  66. Oh…kisah tanah fadaq. Abubakar, Umar, Usman, Ali, adalah manusia. Hal yg biasa mereka berselisih, dan membuat kesalahan baik dalam ucapan, bertindak, dsb. Namun jika kita menilai orang, nilailah saat akhir, bukan saat awal. Di saat akhir, Abubakar, Umar, Ali, Usman, kompak2 saja, bahkan Ali Ra mau menerima pemberian nama Umar utk anaknya dari Khalifah Umar.

    Memang Umar memberi nama pada anak Ali, dan Ali pun ikhlas menerima. Jangan anda posisikan Imam Ali hanya sekedar menerima nama anaknya dengan sembarang nama tanpa pertimbangan unsur ke PANTES an, unsur doa dan harapan thd anaknya melalui sebuah nama.

  67. @Lahuntermaru

    Oh…kisah tanah fadaq. Abubakar, Umar, Usman, Ali, adalah manusia. Hal yg biasa mereka berselisih, dan membuat kesalahan baik dalam ucapan, bertindak, dsb.

    Oooh maaf ya Imam Ali adalah ahlul bait yang dijadikan pegangan bagi umat agar tidak tersesat seperti yang dijelaskan dalam hadis Ats Tsaqalain. selain itu dalam hadis shahih dikatakan bahwa Imam Ali selalu dalam kebenaran.

  68. Utk SP :

    Abubakar, Umar, Usman, Ali, semuanya ada ke fadl an nya masing2. Jika anda berpedoman pada Ali Ra yg selalu BENAR, maka ikutilah ia, mau ber baiat pada Abubakar, Umar, Usman. Tak membentuk kelompok sendiri yg memisah dari jamaah 3 khalifah tsb. Bahkan Ali dan Ahl Bait lain menamai anak2nya dengan nama2 3 khalifah tsb. Andapun harus ikhlas agar memulyakan 3 sahabat tsb.

  69. Whaduhh… cilakak …..maruuu…maruu…..

    pantes gudang anda berdebu, ga pernah di sentuh sih,… jadi anda cuman hobi numpuk buku, tapi ga hobi baca.

  70. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Irfan,

    Saya adalah ahlu sunnah, beberapa waktu ini saya banyak mendapat informasi tentang syiah, sehingga saya banyak berdiskusi dengan teman-teman, dan saya disarankan ke blog ini saya sungguh senang dapat ikut berdiskusi di sini, saya tidak akan mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh orang lain, saya akan menanyakan dari isu-isu yang beredar, demi sebuah kebenaranb ilmiah.

    saya tertarik memuali dengan keluarga Ali bin abi Thalib, saya memang tidka menguasai informasi, tapi saya dapatkan informasi berkenaan keluarga Ali, ini adalah copyanya,

    Saya peroleh dari :

    Pernikahan ‘Umar bin Al-Khaththaab dengan Ummu Kultsum binti ‘Aliy – Dalil Bolehnya Wanita Mukmin Menikah dengan Laki-Laki Kafir ?

    Pernikahan ‘Umar bin Al-Khaththaab dengan Ummu Kultsum binti ‘Aliy – Dalil Bolehnya Wanita Mukmin Menikah dengan Laki-Laki Kafir ?

    September 17, 2009 by alfanarku

    Mengenai pernikahan ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu dengan Ummu Kultsum rahimahallaah, ada beberapa sumber/keterangan yang menyebutkannya.

    Sumber Ahlus-Sunnah :

    Beberapa hadits dengan sanad shahih, diantaranya adalah :

    Pertama :

    حدثنا عبدان: أخبرنا عبد الله: أخبرنا يونس، عن ابن شهاب: قال ثعلبة بن أبي مالك: إن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قسم مروطا بين نساء من نساء المدينة، فبقي مرط جيد، فقال له بعض من عنده: يا أمير المؤمنين، أعط هذا ابنة رسول الله صلى الله عليه وسلم التي عندك، يريدون أم كلثوم بنت علي، فقال عمر: أم سليط أحق. وأم سليط من نساء الأنصار، ممن بايع رسول الله صلى الله عليه وسلم. قال عمر: فإنها كانت تزفر لنا القرب يوم أحد.

    Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah : Telah mengkhabarkan kepada kami Yunus, dari Ibnu Syihaab : Telah berkata Tsa’labah bin Abi Maalik : Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu pernah membagi beberapa pakaian kepada beberapa wanita Madinah. Dan ada satu pakaian yang bagus tersisa. Berkata sebagian orang yang bersama beliau : “Wahai Amiirul-Mukminiin, berikanlah pakaian ini kepada putri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi istrimu – yang dimaksudkan adalah Ummu Kultsum binti ‘Ali”. ‘Umar berkata : Ummu Saliith lebih berhak, dan ia adalah seorang wanita Anshaar yang berbaiat kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. ‘Umar menambahkan : “Dia telah membawakankan geriba (kantong air) kepada kami sewaktu perang Uhud” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 2881].

    Riwayat ini shahih tanpa ada keraguan sedikitpun,[1] walau sebagian kalangan Syi’ah membuat-buat dalih untuk menolak riwayat ini.[2]

    Kedua :

    أخبرنا أبو عبد الله محمد بن يعقوب وأبو يحيى أحمد بن محمد السمرقندي قالا ثنا محمد بن نصر الإمام ثنا يحيى بن يحيى أنبأ عبد العزيز بن محمد عن جعفر بن محمد عن أبيه أن أم كلثوم بنت علي رضى الله تعالى عنهما توفيت هي وابنها زيد بن عمر بن الخطاب في يوم فلم يدر أيهما مات قبل…..

    Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ya’quub dan Abu Yahyaa Ahmad bin Muhammad As-Samarqandiy, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Nashr Al-Imaam : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya : Telah memberitakan ‘Abdul-‘Aziiz bin Muhammad bin Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya : “Bahwasannya Ummu Kultsum binti ’Aliy radliyallaahu ta’ala ‘anhuma wafat pada hari yang sama dengan anaknya yang bernama Zaid bin ‘Umar bin Al-Khaththaab. Tidak diketahui siapa di antara keduanya yang lebih dahulu wafat…” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim 4/345-346, dan ia berkata : “Sanad hadits ini adalah shahih”. Disepakati oleh Adz-Dzahabiy. Dishahihkan pula oleh Al-Albaniy dalam Irwaaul-Ghaliil 6/154].

    Secara jelas disebutkan dalam hadits bahwa Zaid bin ‘Umar bin Al-Khaththaab adalah anak dari Ummu Kultsum binti ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum.[3]

    Ketiga :

    أخبرنا أبو سعد الماليني أنبأ أبو أحمد بن عدي الحافظ ثنا محمد بن داود بن دينار ثنا قتيبة بن سعيد ثنا عبد الله بن زيد بن أسلم مولى عمر بن الخطاب عن أبيه زيد بن أسلم عن أبيه أن عمر بن الخطاب رضى الله تعالى عنه أصدق أم كلثوم بنت علي رضى الله تعالى عنه أربعين ألف درهم

    Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’d Al-Maaliniy : Telah memberitakan kepada kami Abu Ahmad bin ‘Adiy Al-Haafidh : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Dawud bin Diinaar : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam Maula ‘Umar bin Al-Khaththaab, dari ayahnya (yaitu) Zaid bin Aslaam, dari ayahnya : Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ta’ala ‘anhu telah memberikan mahar kepada Ummu Kultsum binti ‘Aliy radliyallaahu ta’ala ‘anhu sebesar 40.000 dirham” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 7/233].

    Keempat :

    أخبرنا محمد بن رافع قال أنبأنا عبد الرزاق قال أنبأنا بن جريج قال سمعت نافعا يزعم : أن بن عمر صلى على تسع جنائز جميعا فجعل الرجال يلون الإمام والنساء يلين القبلة فصفهن صفا واحدا ووضعت جنازة أم كلثوم بنت علي امرأة عمر بن الخطاب وبن لها يقال له زيد وضعا جميعا والإمام يومئذ سعيد بن العاص وفي الناس بن عمر وأبو هريرة وأبو سعيد وأبو قتادة فوضع الغلام مما يلي الإمام فقال رجل فأنكرت ذلك فنظرت إلى بن عباس وأبي هريرة وأبي سعيد وأبي قتادة فقلت ما هذا قالوا هي السنة

    Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Raafi’, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdurrazzaq, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata : Aku mendengar Naafi’ berkata : “Bahwasannya Ibnu ‘Umar menyalatkan sembilan jenazah secara bersamaan. Jenazah laki-laki ditempatkan di dekat imam dan jenazah wanita ditempatkan di dekat arah kiblat. Masing-masing diletakkan dalam satu barisan, dimana jenazah Ummu Kultsum binti ‘Aliy – istri ‘Umar bin Al-Khaththaab – dan anaknya yang bernama Zaid, diletakkan sekaligus. Imam shalat pada waktu itu adalah Sa’iid bin Al-‘Aash. Dan di antara jama’ah tersebut terdapat Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Abu Sa’iid, dan Abu Qatadah. Lalu jenazah seorang anak laki-laki diletakkan di dekat imam. Ada seseorang yang berkata : Maka aku hal itu dan aku melihat ke arah Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’iid, dan Abu Qatadah, seraya kukatakan : ‘Mengapa demikian ?’. Mereka menjawab : ‘Yang demikian adalah sunnah” [Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy no. 1978. Diriwayatkan juga oleh ‘Abdurrazzaq 3/465/6337, Ibnul-Jaaruud dalam Al-Muntaqaa no. 267-268, Ad-Daruquthniy no. 194, dan Al-Baihaqiy 4/33 – dengan sanad shahih].

    Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata saat menyebutkan anak-anak perempuan ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu :

    وأما ((أم كلثوم الكبرى)) وهي بنت فاطمة؛ فكانت عند : عمر ابن الخطاب. وولدت له أولادًا قد ذكرناهم. فلما قُتل ((عمر)) تزوّجها ((عون بن جعفر ابن أبي طالب)) فماتت عنده.

    “Adapun Ummu Kultsuum Al-Kubraa, ia adalah anak dari Faathimah, istri dari ‘Umar bin Al-Khaththaab. Ia melahirkan beberapa orang anak yang telah kami sebutkan sebelumnya. Ketika ‘Umar dibunuh (wafat), maka ia dinikahi oleh ‘Aun bin Ja’far bin Abi Thaalib, dan kemudian meninggal di sisinya” [Al-Ma’aarif, hal. 211; Daarul-Ma’aarif, Cet. 2].

    Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

    وقال بن وهبٍ عن عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن أبيه عن جده: تزوج عمر أم كلثوم على مهر أربعين ألفاً وقال الزبير: ولدت لعمر ابنيه: زيداً ورقية وماتت أم كلثوم وولدها في يوم واحد …

    “Telah berkata Ibnu Wahb, dari ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya : ‘Umar menikahi Ummu Kultsum dengan mahar sebesar 40.000 (dirham). Telah berkata Az-Zubair : Melahirkan dua orang anak dari ‘Umar, yaitu Zaid dan Ruqayyah. Ummu Kultsum wafat bersama anaknya (Zaid) pada hari yang sama….” [Al-Ishaabah, 8/275 no. 1473; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut].

    Selain sumber referensi dari Ahlus-Sunnah, beberapa sumber referensi mu’tamad kaum Syi’ah pun menyebutkan fakta ini, diantaranya :

    Sumber Syi’ah :

    Beberapa hadits/riwayat yang sampai kepada imam Syi’ah dengan sanad shahih, diantaranya :

    Pertama :

    علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن هشام بن سالم، وحماد، عن زرارة، عن أبي عبد الله (عليه السلام) في تزويج أم كلثوم فقال: إن ذلك فرج غصبناه.

    ‘Ali bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari Hisyaam bin Saalim, dari Hammaad, dari Zuraarah, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam) saat berkomentar tentang pernikahan Ummu Kultsuum (dengan ‘Umar) : “Sesungguhnya itu adalah ‘kemaluan’[4] yang dirampas dari kami” [Diriwayatkan oleh Al-Kulainiy dalam Furuu’ Al-Kaafiy 5/347; Daarul-Adlwaa’, Beirut].

    Riwayat-riwayat yang berasal dari ‘Ali bin Ibraahiim ini dinilai shahih oleh Al-Khomainiy dalam Al-Hukumatul-Islamiyyah hal. 133.

    ‘Ali bin Ibraahiim ini dinilai : tsiqatun fil-hadiits, dlaabith, mu’tamad, shahiihul-madzhab. [Jami’ur-Ruwaat, 1/545].

    ‘Ali bin Ibraahim meriwayatkan hadits dari ayahnya yang bernama Ibraahim bin Haasyim Al-Qummiy, seorang yang dianggap tsiqah dalam periwayatan [lihat Jami’ur-Ruwaat 1/38 dan Mu’jamuts-Tsiqaat hal. 5].

    Ibnu Abi ‘Umair, ia bernama Muhammad bin Abi ‘Umair; seseorang yang menduduki tingkat tertinggi dalam periwayatan kaum Syi’ah. Abu Ja’fat Ath-Thuusiy berkata tentang dirinya : “Ia adalah manusia yang paling tsiqah (autsaqun-naas)”. Dan yang lebih penting lagi, ia termasuk golongan Ashhaabul-Ijma’. Maksudnya, apabila ada seorang perawi yang termasuk dalam golongan ini, maka rantai periwayatannya sampai kepada imam adalah shahih [lihat perincian masalah ini dalam kitab Miqbasul-Hidayah fii ‘Ilmid-Diraayah oleh Al-Mamaqani, 2/171-208].

    Kesimpulan : Riwayat di atas adalah shahih menurut standar penilaian periwayatan kaum Syi’ah.

    Mirip riwayat di atas, website Syiah (Al-Shia.com) juga membawakan riwayat dalam Al-Kaafiy sebagai berikut :

    أم كلثوم هذه هى بنت أمير المؤمنين عليه السلام قد خطبها اليه عمر في زمن خلافته فرده أولا فقال عمر ما قال وفعل مافعل

    “Ummu Kultsum yang merupakan anak perempuan Amiirul-Mukminiin ‘alaihis-salaam; dimana ‘Umar pernah melamarnya kepada ‘Ali di jaman kekhalifahannya (‘Umar). Pada awalnya ‘Ali menolaknya, namun kemudian ‘Umar mengatakan apa ia katakan dan melakukan apa yang ia lakukan (yaitu menikahi Ummu Kultsum)”.[5]

    Kedua :

    حميد بن زياد، عن ابن سماعة، عن محمد بن زياد، عن عبد الله بن سنان، عن معاوية ابن عمار، عن أبي عبد الله عليه السلام قال: سألته عن المرأة المتوفى عنها زوجها أتعتد في بيتها أو حيث شاءت؟ قال: بل حيث شاءت، إن عليا عليه السلام لما توفي عمر أتى أم كلثوم فانطلق بها إلى بيته

    Humaid bin Ziyaad, dari Ibnu Samaa’ah, dari Muhammad bin Ziyaad, dari ‘Abdullah bin Sinaan, dari Mu’awiyyah bin ‘Ammaar, dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam. Ia (Mu’awiyyah) berkata : “Aku bertanya kepada beliau (Abu ‘Abdillah) mengenai wanita yang suaminya meninggal; apakah ia harus ber-‘iddah di rumahnya atau di tempat lain sesuai dengan keinginannya ?. Maka beliau (Abu ‘Abdillah) menjawab : “Ia boleh ber-‘iddah di tempat sesuai dengan keinginannya. Sesungguhnya ‘Aliy ‘alaihis-salaam ketika ‘Umar wafat, ia mendatangi Ummu Kultsum, lalu membawanya ke rumahnya” [Diriwayatkan oleh Al-Kulainiy dalam Furuu’ Al-Kaafiy, 6/117; Daarul-Adlwaa’, Beirut].

    Humaid bin Ziyaad adalah seorang : ‘aalim jaliil al-qadr, luas ilmunya, banyak mempunyai tulisan, lagi tsiqah [Jami’ur-Ruwaat, 1/284].

    Ibnu Samaa’ah, ia bernama Al-Hasan bin Muhammad bin Samaa’ah; salah seorang fuqahaa Syi’ah yang terkemuka. Ia digambarkan sebagai seorang yang banyak mempunyai hadits, faqih, lagi tsiqah [Jami’ur-Ruwaat, 1/225].

    Muhammad bin Ziyaad, yang lengkapnya bernama Muhammad bin Al-Hasan bin Ziyaad Al-‘Attar. Seorang yang tsiqah [lihat Jami’ur-Ruwaat, 2/91].

    ‘Abdullah bin Sinaan, seorang imam Syi’ah yang terkenal di Kufah. Seorang yang tsiqah tanpa ada cela padanya [Jami’ur-Ruwaat, 1/487].

    Mu’awiyyah bin ‘Ammaar, seorang yang sangat terkenal dan memimpin periwayatan hadits Syi’ah dari Ja’far Ash-Shaadiq di Kuffah. Seorang yang juga dinilai tsiqah [Jami’ur-Ruwaat, 2/239].

    Kesimpulan : Riwayat di atas shahih menurut standar penilaian periwayatan kaum Syi’ah.

    Ketiga :

    محمد بن يحيى، وغيره، عن أحمد بن محمد بن عيسى، عن الحسين بن سعيد، عن النضر بن سويد، عن هشام بن سالم، عن سليمان بن خالد قال: سألت أبا عبد الله عليه السلام عن امرأة توفى زوجها أين تعتد، في بيت زوجها تعتد أو حيث شاءت؟ قال: بلى حيث شاءت، ثم قال: إن عليا عليه السلام لما مات عمر أتى ام كلثوم فأخذ بيدها فانطلق بها إلى بيته

    Muhammad bin Yahya dan yang lainnya, dari Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa, dari Al-Husain bin Sa’iid, dari An-Nadlr bin Suwaid, dari Hisyaam bin Saalim, dari Sulaiman bin Khaalid, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam mengenai wanita yang suaminya meninggal; dimanakah ia harus ber-‘iddah ? di rumah suaminya atau di tempat lain sesuai dengan keinginannya ?. Maka beliau (Abu ‘Abdillah) menjawab : “Ia boleh ber-‘iddah di tempat sesuai dengan keinginannya. Sesungguhnya ‘Aliy ‘alaihis-salaam ketika ‘Umar wafat, ia mendatangi Ummu Kultsum, lalu memegang tangannya dan membawanya ke rumahnya” [Diriwayatkan oleh Al-Kulainiy dalam Furuu’ Al-Kaafiy, 6/117; Daarul-Adlwaa’, Beirut].

    Muhammad bin Yahya Al-‘Attar Al-Qummiy seorang ulama terkenal di jamannya, tsiqah, dan banyak mempunyai hadits [lihat dalam Jami’ur-Ruwaat, 2/213].

    Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa Al-Qummiy, seorang ulama, fuqahaa, dan pemimpin kota Qumm [lihat Jami’ur-Ruwaat, 1/69]. Abu Ja’far Ath-Thusi dan Al-Hilliy menyebutnya sebagai seorang yang tsiqah [Ar-Rijaal hal. 366 dan Al-Khulaashah hal. 13].

    Al-Husain bin Sa’iid dideskripsikan sebagai : seorang terkemuka lagi agung dan tsiqah [lihat Jami’ur-Ruwaat, 1/241].

    An-Nadlr bin Suwaid adalah seorang Kufiy tsiqah dan shahiihul-hadiits [Jami’ur-Ruwaat, 2/292].

    Hisyaam bin Saliim adalah seorang yang dinilai sangat tsiqah (tsiqatun tsiqah) [lihat Jami’ur-Ruwaat, 2/315].

    Sulaiman bin Khaalid juga dinilai tsiqah [lihat Jami’ur-Ruwaat, 1/378].

    Riwayat ini telah dishahihkan oleh Al-Majlisiy dalam Mir’aartul-‘Uquul fii Syarh Akhbaari aalir-Rasuul (5/199).[6] Bahkan Al-Majlisiy dalam kitabnya tersebut memberikan bantahan secara khusus kepada Al-Mufiid yang menolak riwayat pernikahan Ummu Kultsum dengan ‘Umar bin Al-Khaththaab dalam kitab Bihaarul-Anwaar.[7]

    Zainuddin Al-‘Aamiliy yang bergelar Asy-Syahiidust-Tsaaniy berkata :

    وزوج النبي ابنته عثمان، وزوج ابنته زينب بأبي العاص بن الربيع، وليسا من بني هاشم، وكذلك زوّج علي ابنته أم كلثوم من عمر، وتزوج عبد الله بن عمرو بن عثمان فاطمة بنت الحسين، وتزوج مصعب بن الزبير أختها سكينة، وكلهم من غير بني هاشم

    “Nabi telah menikahkan putrinya dengan ‘Utsmaan, menikahkan putrinya Zainab dengan Abul-‘Aash bin Ar-Rabii’ – padahal keduanya (‘Utsman dan Abul-‘Aash) bukan berasal dari Bani Haasyim. Begitu pula ‘Aliy telah menikahkan putrinya Ummu Kultsum dengan ‘Umar. Begitu ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Utsmaan menikahi Faathimah binti Al-Husain; dan Mush’ab bin Az-Zubair telah menikahi saudara perempuan Faathimah yang bernama Sakiinah. Semuanya bukan berasal dari Bani Haasyim” [Masaalikul-Afhaam Syarh Syaraai’il-Islaam, Baab Lawaahiqil-‘Aqd, juz 1].

    Ahli Tarikh Syi’ah yang bernama Ahmad bin Abi Ya’quub juga menyebutkan kisah pelamaran ‘Umar bin Al-Khaththaab terhadap Ummu Kultsum pada ‘Ali bin Abi Thaalib [lihat Taariikh Al-Ya’qqubiy, 2/149-150].

    Pernah diajukan pertanyaan kepada ulama kontemporer Syi’ah, Al-Khuu’iy :

    السؤال : هل صحيح أن الخليفة الثاني قد تزوج من بنت الامام علي عليه السلام ؟
    الجواب : هكذا ورد في التاريخ والروايات .

    Soal : “Apakah benar/shahih bahwa khalifah kedua (‘Umar bin Al-Khaththaab) telah menikahi putrid Al-Imam ‘Aliy ‘alaihis-salaam (yaitu Ummu Kultsum) ?”.

    Jawab : “Begitulah yang terdapat dalam taariikh dan riwayat-riwayat”.[8]

    Dengan memperhatikan bukti dan fakta yang lebih terang daripada sinar matahari di siang hari sebagaimana telah disebutkan di atas, tidak ada keraguan lagi bahwa Ummu Kultsum binti ‘Aliy memang telah diperistri oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu dengan sepengetahuan ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhuma.[9]

    Permasalahan

    Allah ta’ala berfirman :

    وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا

    ”Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman” [QS. Al-Baqarah : 221].

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

    “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka” [QS. Al-Mumtahanah : 10].

    Dua ayat di atas adalah nash yang sangat tegas mengenai keharaman pernikahan antara seorang wanita mukmin dengan laki-laki kafir, baik ia dari kalangan Ahli Kitab atau musyrikin secara umum. Tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini.

    Bersamaan dengan itu, sebagaimana telah disebutkan, dalil shahih dan fakta sejarah telah menunjukkan ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu menikahkan putri kandungnyanya yang bernama Ummu Kultsuum dengan ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu. Padahal, sudah ma’ruf doktrin kekafiran ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu dalam theology Syi’ah. Bahkan beliau dijuluki salah satu berhala Quraisy – bersama Abu Bakr Ash-Shiddiq radliyallaahu ‘anhuma – wal-‘iyadzubillah !![10] Tidak ada seorang pun dari Syi’ah Raafidlah yang menyelisihi hal ini.

    Pertanyaan menggelitik yang mungkin timbul adalah : “Apakah mungkin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu sebagai pribadi ma’shum – yang terbebas dari dosa besar dan kecil[11] – melakukan kemaksiatan kepada Allah ‘azza wa jalla dengan menikahkan anak perempuannya kepada seorang ‘kafir’ ?”.

    Atau,…. malah hal itu beliau lakukannya karena beliau tidak meyakini kekafiran ‘Umar bin Al-Khathhaab radliyallaahu ‘anhu sebagaimana diyakini oleh orang Syi’ah Raafidlah ?

    Nampaknya kemungkinan terakhir inilah yang paling mungkin untuk pribadi beliau. Tidak pernah terlintas dibenak Ahlus-Sunnah untuk meyakini ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu telah melakukan kemaksiatan yang nyata kepada Allah ta’ala, walau ia ‘dipaksa’ oleh ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu.[12] Ahlus-Sunnah juga tidak beranggapan bahwa ‘Ali radliyallaahu ‘anhu menikahkan anaknya hanya karena takut atas gertakan atau kedudukan ‘Umar sebagai ‘amir. ‘Ali adalah sosok pemberani, penakluk benteng Khaibar, yang tidak pernah takut kepada siapapun, termasuk ‘Umar bin Al-Khaththab. Tidak pula dengan alasan taqiyyah. Darah dan jiwa siap beliau korbankan untuk membela al-haq. Lagi pula, pribadi Ummu Kultsum binti ‘Aliy yang suci tentu tidak akan sudi menyerahkan dirinya kepada ‘Umar jika memang ia benar-benar kafir.

    Keadaan sebenarnya adalah ‘Umar memang tidak pernah menjadi kafir sepeninggal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. ‘Umar radliyallaahu ‘anhu menikahi Ummu Kultsum rahimahallaah didasarkan atas kecintaannya pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhuma mengenai alasan mengapa ia ingin menikahi Ummu Kultsum :

    سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول كل سبب ونسب منقطع يوم القيامة إلا سببي ونسبي فأحببت أن يكون لي من رسول الله صلى الله عليه وسلم سبب ونسب

    “Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Setiap sebab dan nasab akan terputus pada hari kiamat, kecuali sebabku dan nasabku’. Oleh karena itu, aku ingin mempunyai sebab dan nasab dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 2036].

    Ia pun diterima sebagai keluarga oleh ‘Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhuma atas dasar Islam dan iman, serta kecintaan. ‘Ali bin Abi Thaalib pernah berkata perihal pujian dan kecintaannya kepada ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma :

    لله بلاء عمر، فقد أخمد الفتنة وأقام السنة، ذهب نقي الثوب، قليل العيب، أصاب خيرها وسبق شرها، أدى إلى الله طاعته.

    ”Allah telah memberikan cobaan kepada ’Umar. Sungguh ia telah memadamkan fitnah dan menegakkan sunnah. Ia pelihara kesucian dirinya dan sedikit aibnya. Ia telah mendapatkan kebaikan dari dirinya dan mengalahkan kejelekan (hawa nafsu)-nya. Ia telah tunaikan ketaatan kepada Allah” [Nahjul-Balaaghah, 2/222].

    إنك إن تسر إلى هذا العدو بنفسك فتلقهم بشخصك فتنكب، لا تكن للمسلمين كانفة دون أقضى بلادهم، وليس بعدك مرجع يرجعون إليه، فابعث إليهم رجلاً مجرّباً واحفز معه أهل البلاء والنصيحة، فإن أظهره الله فذاك ما تحب، وإن تكن الأخرى كنت ردءاً للناس ومثابة للمسلمين.

    “Sesungguhnya jika engkau berangkat menghadapi musuh ke medan perang lalu engkau terluka, umat Islam tidak lagi mempunyai benteng untuk melindungi negeri mereka. Mereka juga tidak punya tempat kembali jika ada permasalahan yang menimpa mereka. Maka, utuslah seorang laki-laki yang berpengalaman dan kirimkan bersamanya pasukan yang tahan uji dan ahli strategi. Apabila Allah memberikan kemenangan, maka itulah yang engkau harapkan. Namun jik sebaliknya, maka engkau tetap bisa menjadi pelindung bagi manusia dan tempat bertanya bagi kaum muslimin” [idem, 2/28].

    Terakhir, mari kita dengarkan sendiri apa perkataan Ummu Kultsum kepada ‘Umar dan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum saat mereka syahid :

    عن الأصبغ الحنظلي، قال : قالت أم كلثوم ابنة علي : ما لي ولصلاة الغداة ؟ قتل زوجي أمير المؤمنين صلاة الغداة، وقتل أبي صلاة الغداة.

    Dari Al-Ashbagh Al-Handhaliy, ia berkata : Telah berkata Ummu Kultsum putri ‘Aliy : “Ada apa denganku dan dengan shalat Shubuh ? Suamiku Amiirul-Mukminiin (yaitu ‘Umar bin Al-Khaththaab) dibunuh pada waktu shalat Shubuh. Begitu juga ayahku yang dibunuh pada waktu shalat Shubuh” [Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taarikh 42/555].

    Jika ia (Ummu Kultsum) merasa dipaksa untuk menikah dengan seorang kafir, tentu ia tidak akan berkata seperti di atas tentang diri ‘Umar. Bahkan sudah menjadi kewajiban baginnya untuk bersyukur karena terbebas dari belenggu kediktatoran ‘Umar. Namun kenyatan yang ada tidak seperti itu……

    Mereka, ahlul-bait Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan ‘Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu adalah satu keluarga dan saling mencintai. Sangat jauh berbeda dengan keadaan para pecinta palsu Ahlul-Bait dari kalangan Syi’ah Raafidlah.

    Allaahul-Musta’aan……

    [Abu Al-Jauzaa’, 24 Ramadlan 1430 H, Perumahan Ciomas Permai, Ciapus, Ciomas, Bogor – 16610].

    [1] Namun ada sekelompok Syi’ah yang menebar kerancuan kepada kaum muslimin dengan mengatakan riwayat tersebut tidak shahih, karena Tsa’labah bin Abi Maalik radliyallaahu ‘anhu seorang yang tidak diketahui identitasnya. Namanya tidak tercantum dalam Miizaanul-I’tidaal karangan Adz-Dzahabiy yang memuat biografi semua perawi hadits. Begitulah kata mereka.

    Kita jawab :

    Syubhat mereka sangat lemah, selemah sarang laba-laba. Nama Ts’labah bin Abi Maalik dapat dengan mudah ditemukan di beberapa referensi berikut :

    a) Ath-Thabaqaat Al-Kubraa oleh Muhammad bin Sa’d (w. 230 H).

    b) Ma’rifatuts-Tsiqaat oleh Abul-Hasan Al-‘Ijilliy (w. 261 H).

    c) At-Taariikh Al-Kabiir oleh Al-Bukhariy (w. 256 H).

    d) Al-Jarh wat-Ta’diil oleh Ibnu Abi Haatim (w. 327 H).

    e) Ats-Tsiqaat oleh Ibnu Hibbaan (w. 354 H).

    f) At-Ta’diil wat-Tajriih liman Kharaja ‘anhu-Bukhariy fil-Jamii’ish-Shahiih oleh Abul-Waliid Al-Baajiy (w. 474 H).

    g) Dan lain-lain.

    Sebagai contoh, Al-Bukhari rahimahullah berkata mengenai diri Tsa’labah bin Abi Maalik radliyallaahu ‘anhu :

    ثعلبة بن أبي مالك القرظي المديني كان كبيرا امام بني قريظة سمع عمر وحارثة بن النعمان وعن ابن عمر سمع منه ابن الهاد والزهري وابنه مالك

    “Tsa’labah bin Abi Maalik Al-Quradhiy Al-Madiiniy, seorang yang besar/agung, imam dari kalangan Bani Quraidhah. Ia mendengar riwayat dari ‘Umar (bin Al-Khaththaab), Haaritsah bin An-Nu’maan, dan Ibnu ‘Umar. Orang yang mendengar riwayat darinya adalah Ibnul-Haad, Az-Zuhriy, dan anaknya, Maalik” [At-Taariikh Al-Kabiir oleh Al-Bukhariy, 2/174; Al-Maktabah Al-Islamiyyah, Diyarbakir, Turki].

    Abul-Waliid Al-Baajiy rahimahullah berkata :

    ثعلبة بن أبي مالك أبو يحيى القرظي المديني إمام مسجد بني قريظة أخرج البخاري في الجهاد وغير موضع عن الزهري عنه عن عمر بن الخطاب وقيس بن سعد قال الكلاباذي له رؤية من النبي صلى الله عليه وسلم

    “Tsa’labah bin Abi Maalik, Abu Yahya Al-Quradhiy Al-Madiiniy; imam masjid Bani Quraidhah. Al-Bukhari membawakan riwayatnya dalam Kitaabul-Jihaad dan yang lainnya, dari Az-Zuhriy, darinya, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab dan Qais bin Sa’d. Al-Kalaabaadziy berkata : “Ia pernah melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [At-Ta’diil wat-Tajriih liman Kharaja ‘anhu-Bukhariy fil-Jamii’ish-Shahiih oleh Abul-Waliid Al-Baajiy, 1/447 no. 184, tahqiq : Ahmad Al-Bazzaar].

    Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

    ثعلبة” بن أبي مالك القرظي حليف الأنصار أبو مالك ويقال أبو يحيى له رؤية…….روى عن النبي صلى الله عليه وسلم وعن عمر وعثمان وجابر وحارثة بن النعمان وجماعة وعنه أبناه أبو مالك ومنظور والزهري والمسور بن رفاعة ومحمد بن عقبة بن أبي مالك القرظي وصفوان بن سليم وغيرهم. قلت: قال البخاري كان كبيرا أمام بني قريظة على دين اليهودية فتزوج امرأة من بني قريظة فنسب إليهم وهو من كندة وكان ثعلبة يؤم بني قريظة غلاما وكان قليل الحديث وقال أبو حاتم في المراسيل هو من التابعين وقال العجلي تابعي ثقة وذكره ابن حبان في الثقات.

    “Tsa’labah bin Abi Maalik Al-Quradhiy, sekutu Anshaar. Abu Maalik, dikatakan juga : Abu Yahyaa. Ia pernah melihat (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam). ….. Ia meriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Umar, ‘Utsmaan, Jaabir, Haaritsah bin An-Nu’maan, dan sekelompok lainnya. Meriwayatkan darinya : Kedua anaknya yang bernama Abu Maalik dan Mandhuur, Az-Zuhriy, Miswar bin Rifaa’ah, Muhammad bin ‘Uqbah bin Abi Maalik Al-Quradhiy, Shafwaan bin Sulaim, dan yang lainnya. Aku berkata : Telah berkata Al-Bukhari : Ia seorang yang besar/agung, imam Bani Quraidhah dalam agama Yahudi. Ia menikahi seorang wanita Bani Quraidhah, dan kemudian ia dinisbahkan kepada mereka (Bani Quraidhah). Ia sendiri berasal dari suku Kindah. Tsa’labah mengimami Bani Quraidhah saat ia masih muda, dan ia mempunyai sedikit hadits. Abu Haatim berkata dalam Al-Maraasil : Ia termasuk tabi’iin. Al-‘Ijilliy berkata : Tabi’iy tsiqah. Ibnu Hibaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat” [Tahdziibut-Tahdziib oleh Ibnu Hajar, 2/25 no. 39; Mathba’ah Daairatil-Ma’aarif An-Nidhaamiyyah, India].

    Tidak dicantumkannya seorang perawi oleh Adz-Dzahabiy dalam kitab Al-Miizaan bukanlah standar bahwa perawi tersebut tidak ada atau majhul. Kitab Al-Miizaan bukan satu-satunya sumber yang memuat seluruh biografi perawi hadits. Betapa banyak biografi seorang perawi yang tidak ada dalam kitab Al-Miizaan namun ada dalam kitab rijaal yang lain. Adz-Dzahabiy sendiri menuliskan keterangan tentang Tsa’labah bin Abi Maalik dalam kitabnya yang lain berjudul Al-Kaasyif :

    ثعلبة بن أبي مالك القرظي له رؤية وسمع عمر وعنه ابناه منظور وأبو مالك والزهري

    “Tsa’labah bin Abi Maalik Al-Quradhiy. Ia pernah melihat (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam) dan mendengar riwayat dari ‘Umar. Dua orang anaknya yang bernama Mandhuur dan Abu Maalik, serta Az-Zuhriy telah meriwayatkan darinya” [Al-Kaasyif fii Ma’rifati Man Lahu Riwayah minal-Kutubis-Sittah oleh Adz-Dzahabiy, 1/284 no. 711, ta’liq : Muhammad ‘Awwaamah, takhriij : Ahmad Al-Khathiib; Daarul-Qiblah, Jeddah].

    Bahkan, beberapa ulama Syi’ah pun menyebutkan tentang Tsa’labah ini. Saya sebutkan salah satu diantaranya adalah As-Sayyid Mushthafa At-Tafrisyiy. Ia berkata :

    ثعلبة بن أبي مليك القرظي من أصحاب الرسول صلى الله عليه وآله

    “Tsa’labah bin Abi Maliik Al-Quradhiy, termasuk salah seorang shahabat Rasul shallallaahu ‘alaihi wa aalihi” [Naqdur-Rijaal oleh As-Sayyid Mushthafa At-Tifrisyiy, 1/317; Muassasah Aalil-Bait, Qumm, Iran].

    [2] Tidak cukup dengan syubhaat di atas, kaum Syi’ah Raafidlah juga menebarkan syubhat lain dengan mengatakan bahwa kata : binti ‘Aliy (بنت علي) dalam hadits tersebut tidak ada dalam teks manuskrip. Kata tersebut merupakan tambahan (yang tidak ada dalam versi aslinya).

    Maksud mereka dengan perkataan tersebut adalah kalimat :

    أعط هذا ابنة رسول الله صلى الله عليه وسلم التي عندك، يريدون أم كلثوم بنت علي

    “Berikanlah pakaian ini kepada putri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi istrimu – yang dimaksudkan adalah Ummu Kultsum binti ‘Ali”.

    Kita jawab :

    Ini adalah satu kedustaan yang sangat nyata. Semua cetakan kitab Shahih Al-Bukhariy memuat hadits dengan lafadh sebagaimana telah disebutkan. Cetakan-cetakan tersebut telah di-tahqiq sesuai dengan manuskrip yang ada. Salah satu contoh versi manuskrip Shahih Al-Bukhari adalah sebagai berikut :

    bintali_manu_shot

    Ini adalah manuskrip kitab Shahih Al-Bukhariy oleh Dliyaa’ud-Diin Al-Maqdisiy rahimahullah yang tersimpan dalam perpustakan Al-Azhar (301201).

    [3] Beberapa referensi Syi’ah juga memuat riwayat yang senada. Ath-Thuusiy meriwayatkan dari Ja’far, dari ayahnya Al-Baaqir, bahwasannya ia berkata :

    ماتت أم كلثوم بنت علي وابنها زيد بن عمر بن الخطاب في ساعة واحدة لا يدرى أيهما هلك قبل , فلم يورث أحدهما من الآخر وصلى عليهما جميعا .

    “Ummu Kultsuum binti ‘Aliy dan anaknya (yang bernama) Zaid bin ‘Umar bin Al-Khaththaab wafat pada waktu yang bersamaan. Tidak diketahui siapa di antara keduanya yang lebih dahulu wafat. Tidak mewarisi antara satu dengan yang lain – semoga shalawat tercurahkan kepada mereka berdua” [lihat Tahdziibul-Ahkaam, 9/262].

    [4] Kalimat ini sangat kasar dalam bahasa ‘Arab.

    [5] Lihat : http://www.al-shia.com/html/ara/books/al-kafi-5/213.html.

    [6] Lihat : http://gadir.free.fr/Ar/Ehlibeyt/kutub2/Mirat_ul_Ukul/021.htm.

    [7] Lihat : http://gadir.free.fr/Ar/Ehlibeyt/kut…l_Ukul/020.htm dan http://www.yasoob.com/books/htm1/m013/13/no1321.html.

    [8] Lihat : http://www.al-khoei.us/fatawa2/index.php?id=9.

    [9] Beberapa alasan penolakan kaum Syi’ah ini seringkali terkesan lucu dan dipaksakan. Di antara dalih mereka yang lain bahwa Ummu Kultsum yang menjadi istri ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu adalah Ummu Kultsum binti Abu Bakr Ash-Shiddiq radliyallaahu ‘anhu yang dipelihara oleh ‘Ali, setelah ibunya – yang bernama Asmaa’ binti Umais diperistri olehnya. Tentu saja kita tolak pernyataan ini, sebab sangat jelas – baik dalam riwayat shahih Ahlus-Sunnah dan Syi’ah – disebutkan : Ummu Kultsum binti ‘Ali bin Abi Thaalib. Bukan Ummu Kultsum binti Abu Bakr Ash-Shiddiq radliyallaahu ‘anhum.

    Mereka juga menyebutkan dalih bahwa dalam sumber referensi Sunni dikatakan ketika Ummu Kultsum binti ‘Aliy menikah dengan ‘Umar bin Al-Khaththab tahun 17 Hijriyyah, waktu itu ia berusia 4 atau 5 tahun, sehingga ia (Ummu Kultsum) lahir pada tahun 12 atau 13 Hijriyyah. Padahal Faathimah Az-Zahraa’ – ibunya – meninggal pada tahun 11 Hijriyyah. Jika demikian, apakah mungkin Ummu Kultsum yang dinikahi ‘Umar itu adalah anaknya Faathimah, padahal ia lahir setahun atau dua tahun setelah wafatnya ? Mereka menyandarkannya pada kitab Taariikh Khamiis (2/267). Ini adalah satu trik yang sering mereka lontarkan untuk talbis kaum muslimin yang tidak punya akes kepada kitab. Padahal dalam kitab tersebut justru jelas disebutkan bahwa yang dilahirkan pada tahun 13 H adalah Ummu Kultsum binti Abu Bakr. Bukan Ummu Kultsum binti ‘Aliy bin Abi Thaalib !! Adapun Ummu Kultsum binti ‘Aliy, ia dlahirkan pada tahun 6 H, sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabiy rahimahullah :

    أم كلثوم بنت علي بن أبي طالب بن عبد المطلب بن هاشم الهاشمية شقيقة الحسن والحسين ، ولدت في حدود سنة ست من الهجرة ، ورأت النبي صلى الله عليه وسلم ولم ترو عنه شيئا …

    “Ummu Kultsuum binti ‘Aliy bin Abi Thaalib bin ‘Abdil-Muthallib bin Haasyim Al-Haasyimiyyah, saudara perempuan Al-Hasan dan Al-Husain. Lahir pada penghujung tahun 6 Hijriyyah. Pernah melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak meriwayatkan satu pun hadits dari beliau….” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 3/500 no. 114; Muassasah Ar-Risaalah, Beirut].

    Dan akhirnya, yang paling lucu di antara dalih mereka untuk menolak pernikahan ‘Umar bin Al-Khaththaab dengan Ummu Kultsum binti ‘Aliy – sebagaimana disebutkan oleh al-‘Allamah Muhibbuddin Al-Khathib – bahwa wanita yang diserahkan kepada ‘Umar oleh ‘Ali dan keluarganya adalah wanit lain yang dirubah wajahnya menyerupai Ummu Kultsum !! [lihat Al-Khuthuuthul-‘Aridlah oleh Muhibbuddin Al-Khathiib – edisi terjemahan : Mungkinkah Syi’ah & Ahlus-Sunnah Bersatu ?, hal. 42-43; Pustaka Muslim].

    [10] Dan inilah sebagian isi dari doa laknat kepada dua berhala Quraisy yang sering didendangkan oleh orang-orang Syi’ah :

    اللهم صل على محمد، وآل محمد، اللهم العن صنمي قريش، وجبتيهما، وطاغوتيهما، وإفكيهما، وابنتيهما، اللذين خالفا أمرك، وأنكروا وحيك، وجحدوا إنعامك، وعصيا رسولك، وقلبا دينك، وحرّفا كتابك…..

    “Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, laknat bagi dua berhala Quraisy, Jibt dan Thaghut, kawan-kawan, serta putra-putri mereka berdua. Mereka berdua telah membangkang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu, menolak kenikmatan-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, menjungkir-balikkan agama-Mu, merubah kitab-Mu…..dst.”.

    [11] Sebagaimana keyakinan Syi’ah terhadap imam-imam mereka.

    [12] Kalaupun kita terima alasan bahwa ‘Ali secara terpaksa menyerahkan anaknya kepada ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.

    Boleh dibilang artikel ini panjang dan saya mohon maaf.

    selama ini saya mencoba mempelajari antara pandangan sunnah dan syiah bahwa masing-masing berpolemik tentang benar tidaknya Umar bin Khatab menikahi anak Ali,

    bagaimana kira-kira pandangan rekan-rekan syiah, bila mendapatkan tanggapan semacam ini.

    Terimakasih

    Wasalam

  71. Ali tetap redha anaknya diberikan kuniyah Abu Bakar. Setakat pembacaan saya, hujah yang ada dalam blog ini ialah

    a) Itu adalah kunniyah (gelaran) saja dan bukannya nama betul

    b) Terdapat beberapa sahabah diberi nama gelaran Abu Bakar. Dalam Kitab Al Ishabah Ibnu Hajar 4/26 no 4570 disebutkan salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Abu Bakar bin Rabi’ah, di kitab Al Ishabah 4/90 no 4685 disebutkan bahwa Abdullah bin Zubair salah seorang sahabat Nabi juga memiliki kunniyah Abu Bakar dan dalam Al Ishabah 7/44 no 9625 terdapat salah seorang sahabat yang dipanggil dengan Abu Bakar Al Laitsiy yang nama aslinya adalah Syadad bin Al Aswad

    Jawapan kepada bidasan:

    Biarpun nama tersebut gelaran dan pernah digunakan oleh sahabah lain, itu tidak menghalang anaknya sendiri menggunakan gelaran tersebut

    Bahkan jika Ali sangat membenci Abu Bakar, dia tidak akan benarkan orang memanggil anaknya Abu Bakar sama sekali

    Ini menunjukkan Ali tidak ada masalah dengan para sahabah lebih-lebih lagi dengan Abu Bakar

    Inilah bukti jelas menunjukkan Abu Bakar bukan musuh Ali

    Tak logik kita nak redha anak kita diberikan gelaran musuh kita walaupun nama tersebut mungkin agak biasa

    Maka Abu Bakar bukanla musuh Ali

  72. Setakat pembacaan saya dalam blog ini, hujah-hujah syiah menolak Ali r.a redha nama anaknya Umar r.a ialah

    a) Umar yang menamakan anak tersebut dan bukannya Ali sendiri

    b) Dalam Al Ishabah Ibnu Hajar 4/588-597 didapatkan banyak sahabat yang bernama Umar. Lebih kurang 16 sahabah bernama Umar.

    c) Ali redha kerana nama Umar disini bukan merujuk Umar al-Khattab tapi merujuk kepada Umar bin Abi Salamah anak tiri Nabi dan salah seorang sahabat yang setia kepada Imam Ali.

    Jawapan kepada bidasan

    Tindakan Ali membenarkan Umar menamakan anaknya atas namanya sendiri menunjukkan mereka tidak bermusuhan

    Ini menjawab hujah (c) dimana ia memang khas merujuk kepada dirinya dan bukan Umar bin Abi Salamah

    Apakah mungkin anda membenarkan musuh anda menamakan anak anda atas nama dia?

    Biarpun nama itu umum, tindakan Umar diredhai oleh Ali dan biasanya kita membiarkan orang kita kagumi dan sayang menamakan anak kita

    Persoalannya, apakah syiah kini sanggup menamakan anak mereka Umar apabila Ali sendiri redha kepadanya?

  73. Setakat pembacaan saya dalam hujah di atas,

    Hujah syiah ialah

    a) Nama tersebut tidak merujuk kepada Uthman al-Affan tapi Uthman bin Maz’un

    b) Terdapat lebih 20 orang sahabat yang bernama Utsman seperti yang tertera dalam Al Ishabah 4/447 no 5436 sampai 4/463 no 5461 bahkan nama ayah Abu Bakar juga Uthman

    Jawapan kepada bidasan

    Tidak dinafikan nama tersebut mungkin merujuk khas kepada Uthman bin Maz’un. Namun itu juga secara tidak langsung menunjukkan Ali tidak membenci Uthman bin Affan

    Ini kerana secara logiknya, seseorang akan cuba mengelakkan menamakan anak dia kepada orang yang dia benci walaupun niatnya mungkin merujuk kepada orang yang dia sayang

    Jika diberi pilihan yang banyak, dia tidak akan mengambil satu nama yang boleh menimbulkan kontroversi.

    Mungkin ada yang kata seseorang itu tidak dibenci kerana namanya. Tapi dalam kes ini tidak demikian, apabila kita membenci seseorang, kita akan mengelakkan menggunakan namanya

    Tapi dalam masa yang sama, saya bersetuju fakta ini belum cukup menunjukkan Ali mencintai Uthman cuma ia menunjukkan Ali tidak bermusuhan dengan Uthman

  74. @Yusof
    Semua jawaban anda tidak nyambung jika ditujukan ke saya karena saya tidak pernah mengatakan kalau Imam Ali membenci Abu Bakar, Umar dan Utsman. Hujjah saya disini nama Abu Bakar [kuniyah], Umar dan Utsman adalah nama yang umum saat itu sehingga nama-nama itu bukan hak milik pribadi Abu bakar ra, Umar bin Khattab ra dan Utsman bin Affan ra 🙂

  75. @Yusof
    Anda baca darimana kalau Imam Ali membenci Abu Bakar ataupun Abu Bakar adalah musuh Imam Ali.
    Komentar anda ini hanya menunjukkan anda tidak kenal Imam Ali.
    Kebencian, dendam dan musuh hanya muncul dari Nafsu/Ego kepentingan pribadi. Dan Imam Ali jauh dari hal2 tsb.

    Saya ingin bertanya kepada anda:
    Ketika anda menegur seseorang dan menyatakan dia salah, apakah berarti anda membenci dia ataupun dia adalah musuh anda?
    Hanya cara pandang yang sempit dan dangkal saja yang memiliki pemahaman tsb.
    Kenali baik2 Imam Ali krw, sebelum anda membuat kesimpulan2 ttg Beliau krw.

    Salam damai.
    Salam damai.

  76. MELIHAT KENYATAAN INI, MAKA APA YANG DIINGINKAN KAUM SYI’AH UNTUK BERSATU DENGAN SUNNI, JELAS MASIH SANGAT JAUH ,,,,,
    BAGAIMANA TIDAK? DALAM HAL NAMA ANAK ALI BIN ABI THALIB RA SAJA MEREKA TIDAK COCOK (PADAHAL INI HANYA MASALAH UMUM). MAKA ANDA BISA BAYANGKAN BAGAIMANA DENGAN MASALAH (AQIDAH) YANG LEBI BESAR DARI ITU ………
    HAL INI JUGA MENUNJUKKAN BAHWA PERSATUAN YANG DIINGINKAN SYIAH HANYALAH PERSATUAN SEMU DEMI ALASAN-ALASAN TERTENTU …….

  77. […] Kritis Imam Ali Menamakan Putranya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tulisan yang kami petik dari SecondPrince ini adalah untuk memberikan deskripsi yang jelas dan analisis terhadap masalah yang sering […]

  78. DIALOG SYI’AH PERTAMA:
    Syi‘ah tadi bertanya:. . . . Wahai putra Rasulullah, siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ?
    Ja’far al-Shiddiq menjawab:. . . . Abu Bakar ( radhiallahu ‘anh ).
    Syi‘ah bertanya:. . . . Mana hujahnya dalam hal itu?
    Ja’far menjawab:. . . . Firman Allah Ta‘ala :
    إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
    “Kalau kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya Allah telahpun menolongnya, iaitu ketika kaum kafir (di Makkah) mengeluarkannya (dari negerinya Makkah) sedang ia salah seorang dari dua (sahabat) semasa mereka berlindung di dalam gua, ketika ia berkata kepada sahabatnya: “ Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita. ” Maka Allah menurunkan semangat tenang tenteram kepada ( Nabi Muhammad) dan menguatkannya dengan bantuan tentera ( malaikat) yang kamu tidak melihatnya”. [al-Taubah 9 :40 ]
    Ja’far melanjutkan: . . . Cuba fikirkan, apakah ada orang yang lebih baik dari dua orang yang nombor ketiganya adalah Allah ?? Tidak ada seorang pun yang lebih afdhal daripada Abu Bakar selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . .
    Maka Syi‘ah berkata: . . . Sesungguhnya ‘Ali bin Abu Thalib ‘alaihi salam telah tidur di tikar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ( demi menggantikannya dalam peristiwa hijrah) tanpa mengeluh ( jaza’ , ertinya tabah) dan tidak takut ( faza’ , ertinya ia tegar).
    Maka Ja’far menjawab: . . . Dan begitu pula Abu Bakar, dia bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa jaza’ dan faza’ . .
    Syi‘ah menyanggah: . . Sesungguhnya Allah Ta‘ala telah menyatakan berbeda dengan apa yang anda katakan !
    Ja’far bertanya: . . . Apa yang difirmankan oleh Allah ??
    Syi‘ah menjawab: … ketika ia berkata kepada sahabatnya: “ Janganlah engkau berdukacita, sesungguhnya Allah bersama kita” bukankah ketakutan tadi adalah jaza’ ??
    Ja’far menjelaskan: . . . Tidak, kerana Huzn (sedih) itu bukan jaza’ dan faza’ .. Sedihnya Abu Bakar adalah khuatir jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibunuh dan agama Allah tidak lagi ditaati. Jadi kesedihannya adalah terhadap agama Allah dan terhadap Rasul Allah, bukan sedih terhadap dirinya. Bagaimana ( dapat dikatakan dia sedih untuk dirinya sendiri padahal) dia disengat lebih dari seratus sengatan dan tidak pernah mengatakan “His” juga (tidak pernah) mengatakan “Uh” (tidak mengerang kesakitan).
    DIALOG SYI’AH KEDUA:
    Syi‘ah berkata: Sesungguhnya Allah Ta‘ala berfirman:
    إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
    “Sesungguhnya Penolong kamu hanyalah Allah, dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman, yang mendirikan sembahyang, dan menunaikan zakat sedang mereka rukuk”.[al-Maidah 5 :55 ]
    Ayat ini turun berkenaan ‘Ali bin Abu Thalib ketika mensedekahkan cincinnya ketika dia sedang rukuk, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikannya (ayat di atas) di dalam diriku dan Ahl al-Baitku.”[6]
    Ja’far menjelaskan: Ayat yang sebelumnya lebih agung daripadanya. Allah berfirman:
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
    “Wahai orang-orang yang beriman ! Sesiapa di antara kamu berpaling tadah dari agamanya (jadi murtad), maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Ia kasihkan mereka dan mereka juga kasihkan Dia”. [al-Maidah 5 :54 ]
    dan Ternyata perbuatan riddah (murtad, keluar dari Islam) terjadi besar-besaran sepeninggalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . . . Orang-orang kafir itu tertumpu di Nahawand,,, mereka berkata: . . “Orang yang selama ini mereka bela (Rasulullah) kini telah wafat (maka tidak perlu lagi membayar zakat).”
    Hingga ‘Umar radhiallahu ‘anh berkata (kepada Abu Bakar yang bertekad memerangi mereka):
    “Terimalah solat dari mereka dan biarkan (maafkan) zakat bagi mereka.”,,
    Maka dia (Abu Bakar) berkata:
    “Demi Allah seandainya mereka menghalangiku (tidak mahu menyerahkan sekalipun) seutas tali (pengikat haiwan, yakni untuk zakat haiwan ternakan) yang dulu mereka membayarkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , , pasti aku memerangi mereka biarpun seorang diri.” [7] Maka ayat ini (al-Maidah 5 :54) lebih utama untuk Abu Bakar radhiallahu ‘anh . .
    DIALOG SYI’AH KETIGA:
    Syi‘ah tersebut melanjutkan hujahnya: Sesungguhnya Allah Ta‘ ala telah berfirman:
    الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
    “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada waktu malam dan siang, dengan cara sulit atau terbuka” [al-Baqarah 2 :274 ].. Ayat ini turun berkenaan ‘Ali ‘alaihi salam .
    Dia memiliki empat dinar, satu dinar dia nafkahkan pada malam hari, satu dinar dia nafkahkan pada siang hari, satu dinar secara sembunyi-sembunyi dan satu dinar secara terang-terangan. Maka turunlah ayat ini. [ 8]
    Ja’far ‘alaihi salam menjelaskan: Abu Bakar memiliki yang lebih utama lagi di dalam Al-Quran.
    Allah berfirman:
    وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
    “Demi malam apabila ia menyelubungi segala-galanya”. [al-Lail 92 : 01 ]
    Ini adalah sumpah Allah.
    وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا
    “Dan siang apabila ia lahir terang-benderang” [al-lail 92:03]
    “Demi Yang menciptakan (makhluk-makhluk-Nya) lelaki dan perempuan; Sesungguhnya amal usaha kamu adalah berbagai-bagai keadaannya.”
    Jelasnya: adapun orang yang memberikan apa yang ada padanya ke jalan kebaikan dan bertaqwa; Serta ia mengakui dengan yakin akan perkara yang baik. [al-Lail 92 :02-06 ],, Ini ialah Abu Bakar.
    Maka sesungguhnya Kami akan memberikannya kemudahan untuk mendapat kesenangan. Ini ialah (bagi) Abu Bakar….
    Dan akan dijauhkan (azab neraka) itu daripada orang yang sungguh bertaqwa. [al-Lail 92 :17 ],, Ini ialah Abu Bakar.
    Yang mendermakan hartanya dengan tujuan membersihkan dirinya dan harta bendanya. [al-Lail 92 :18 ],, Ini ialah Abu Bakar.
    Sedang ia tidak menanggung budi sesiapapun, yang patut di balas. [al-Lail 92 :19 ],, Ini ialah Abu Bakar…
    Dia telah menafkahkan untuk (dakwah Rasulullah) sebanyak 40 ribu dinar sehingga baginda bersuka-cita. Kemudian turunlah Jibril ‘alaihi salam memberi khabar bahawa: “Allah yang Maha Tinggi dan Luhur memberikan salam untukmu ( wahai Rasulullah) dan Dia berkata ucapkan juga kepada Abu Bakar salam dari-Ku dan katakan kepadanya: Apakah engkau redha kepada Allah dalam kefakiranmu ini ataukah engkau tidak suka ?” Maka Abu Bakar menjawab: “Apa mungkin aku marah (tidak suka) kepada Rabb -ku ‘Azza wa Jalla ? Aku redha kepada Rabb -ku, aku redha kepada Rabb -ku, aku redha kepada Rabb -ku.”….. Dan Allah berjanji untuk meredhakannya.[9]
    DIALOG SYI’AH KE 4:
    Syi‘ah berhujah lagi: Sesungguhnya Allah berfirman:
    أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
    “Adakah kamu sifatkan hanya perbuatan memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan Haji, dan (hanya perbuatan) memakmurkan Masjid Al-Haram itu sama seperti orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat serta berjihad pada jalan Allah ? Mereka (yang bersifat demikian) tidak sama di sisi Allah.” [al-Taubah 9 :19 ]
    Ayat ini turun berkenaan ‘Ali ‘alaihi salam [10]
    Ja’far ‘alaihi salam menjawab:
    Abu Bakar memiliki sesuatu yang lebih afdal di dalam Al-Qur’an,, Allah berfirman:
    وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
    “Tidaklah sama di antara kamu, orang-orang yang membelanjakan hartanya serta turut berperang sebelum kemenangan ( menguasai Kota Mekah: Fath al-Mekah). Mereka itu lebih besar darjatnya daripada orang-orang yang membelanjakan hartanya serta turut berperang sesudah itu. Dan tiap-tiap satu puak dari keduanya, Allah janjikan (balasan) yang sebaik-baiknya. Dan ( ingatlah), Allah Maha Mendalam PengetahuanNya akan apa yang kamu kerjakan”. [al-Hadid 57 :10 ]
    Abu Bakar adalah orang yang pertama kali menafkahkan hartanya untuk Rasulullah, orang yang pertama berperang dan yang pertama berjihad (yakni ketika) orang-orang musyrik datang memukul Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai berdarah. Ketika Abu Bakar mendengar berita itu dia terus berlari mendatangi mereka lalu berkata: “Celaka kalian ! Apakah kalian akan membunuh orang yang mengatakan Rabb -ku adalah Allah padahal dia telah membawa bukti-bukti yang jelas dari Tuhan kalian ?”
    Maka mereka meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berbalik memukul Abu Bakar sehingga tidak jelas antara hidung dan wajahnya [11]
    Dia (Abu Bakar) adalah orang yang pertama berjihad di jalan Allah dan orang pertama yang berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , serta orang pertama yang menafkahkan hartanya.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
    “Tidak ada harta yang bermanfaat untukku seperti manfaatnya harta Abu Bakar.”[12]

  79. DIALOG SYI’AH KE 5:
    Syi‘ah terus berhujah: Sesungguhnya ‘Ali tidak pernah menyekutukan Allah walau sekelip mata.
    Maka Ja’far berhujah kembali: Sesungguhnya Allah telah memuji Abu Bakar dengan pujian yang mencukupi dari segala sudut. Allah berfirman:
    وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
    “Dan yang membawa kebenaran serta yang mengakui kebenarannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.[al- Zumar 39 :33 ]
    Dan yang membawa kebenaran ialah Muhammad shallallahu ‘ alaihi wasallam , serta yang mengakui kebenarannya ialah Abu Bakar. Semua orang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (setelah peristiwa Isra’ dan Mi,raj): “Engkau dusta” sedangkan Abu Bakar, hanya dia yang berkata: “Engkau benar.” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengannya: Ayat tashdiq ( pembenaran) secara khusus.
    Maka Abu Bakar adalah orang yang taqwa ( taqiy ), bersih ( naqiy ) , yang diridhai ( mardhi ), yang ridha ( radhiy ), yang adil ( ‘adl ), penegak keadilan ( mu‘addil ) dan yang menepati perjanjian ( wafiy ) .

  80. wahay kawan,..marilah kita sudahi sgala macam bentuk perendahan pada para sahabat Nabi Saw…
    Abu Bakar, Ustman dan umar bin khatab adalah sahabat dekat nabi sekaligus adalah diantaranya sebagai mertua Nabi Saw…..tak selayaknya kita merendahkan para mertua Nabi Saw tsb.

    marilah mulai sekarang hormatilah Abu Bakar, Umar dan Ustman setelah penghormatan kita pada Nabi Saw, Fatimah, Ali Bin Abutolib, Hasan dan Hussein Ra…
    dudukanlah mereka para sahabat setia Nabi saw sesuai dengan kedudukan mereka yakni di bawah kedudukan para Ahlulbayt NAbi SAw…Ok. salam kami cinta semuanya kok

  81. Ass. Kepada sdr ilham othmany, on Mei 28, 2012 at 5:53 pm said:
    Lama saya tidak membaca blog ini, saya tertarik mengomentari apa yang sdr tulis, sdr menulis:
    ‘Semua orang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (setelah peristiwa Isra’ dan Mi,raj): “Engkau dusta” sedangkan Abu Bakar, hanya dia yang berkata: “Engkau benar.” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengannya: Ayat tashdiq ( pembenaran) secara khusus.”

    1. Disana sdr menyebutkan : ‘Semua orang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (setelah peristiwa Isra’ dan Mi,raj): “Engkau dusta” dimanakah didalam Alquran ayat yang menyebutkan bahwa semua orang yang yang mengikuti nabi berkata mendustakannya..
    2. Sdr juga menyebutkan bahwa Alzumar 39;33 khusus berkaitan dengan peristiwa Isra’ dan Mi,raj, bisakah sdr menunjukkan kepada saya riwayat turunnya ayat tersebut…
    Munkin itu dulu dari saya, atas pencerahan dari sdr saya ucapakan tks, wassalam

  82. Allahumma Shalli ‘Alaa Muhammad wa Aali Muhammad ……..Di jalanMu segenap Langkahku ……Muhammad saw, Ali As, Fathimah As, Hasan As, Husein As…….

  83. Klo bgitu smoga Allah memuliakan abu bakr dan umar radiyallahu’anhuma. Bukan itu semoga Allah merahmati Ali Radiyallahu’anh yang telah menikahkan anaknya dengan umar alkahotob. Hubungan mereka begitu baik dan indah. kenapa anda merusaknya……

  84. “Saya tidak membela siapa-siapa disini, tugas saya hanya memaparkan data yang jelas dan mengoreksi kekeliruan asumsi-asumsi yang ada. Mengenai pandangan saya sendiri terhadap ketiga khalifah maka bagi saya “tidak ada masalah”.
    taqiyah ala Majos

  85. Kesimpulan:
    “Imam Ali tidak menamakan putranya dengan nama Umar tetapi Khalifah Umar yang memberi nama Umar dan Imam Ali menerima nama tersebut karena nama Umar mengingatkan Beliau akan nama Umar bin Abi Salamah seorang sahabat yang setia kepada Imam Ali.”
    anggap: Jika imam Ali benci sama umar lalu menerima pemberian nama dari umar berarti imam Ali adalah Begoo !!!
    Imam Ali yang bego atau penulis syiah yang bego????

    terlalu mengada-ada alasan, anak sd pun tau ini taqiyah

  86. @bur

    Wah maaf apa itu maksudnya anda yang sedang “taqiyah ala majos”?. Saya sih gak pernah taqiyah bro, uups “bur”

    anggap: Jika imam Ali benci sama umar lalu menerima pemberian nama dari umar berarti imam Ali adalah Begoo !!!
    Imam Ali yang bego atau penulis syiah yang bego????

    Saya gak pernah menganggap Imam Ali membenci Umar. Jadi itu khayalan anda saja bro, uups “bur” lagi.

    terlalu mengada-ada alasan, anak sd pun tau ini taqiyah

    Terlalu mengada-ada mana mungkin anak sd tahu apa itu taqiyah, lha anda saja tidak tahu apa itu taqiyah cuma bergaya sok tahu. kasihan sekali anda mas bro, uups mas bur

  87. @SP

    Maksud “taqiyah ala majos” itu kayak dialog ini

    Di sebuah TK kelas B

    Anak1: “Eh kamu ngambil nasi golengnya enggak”
    Anak2: “Iya, nasi golengnya enaaak, ini aku mau nambah taqiah, makjos
    lasa nasi golengnya. Buluan yuk ental nasi golengnya abis”
    Anak1: “Yok, aku juga mau nambah taqiah nasi golengnya makjos
    lasanya, heeemmm

    Begitulah maksud dari kalimat taqiah ala makjos.

  88. Wah menarik sekali nih…

    Mgkn benar namanya nama umum, tapi lah kok sampe besanan ya, ada anak keturunan Aliy yang menikah dengan anak keturunan Abu Bakar/Umar/Utsman ya…. *&%$# ayo studi literatur lagi….

  89. Saya Te Heran????

    *** kok di Teheran ada beberapa sinagog ya???
    *** kok adzannya beda dengan adzan di indo???
    *** kok kaligrafi syahadatnya beda dengan syahadat di indo (ada tambahan syahadat Aliy)???
    *** kok pemerintah Iran mengizinkan adanya Festival Majusi (festival Api) linknya http://foto.tempo.co/read/beritafoto/14967/Kemeriahan-Festival-Api-di-Iran/3
    *** seorang istri untuk bermut’ah tanpa izin dari suaminya, dan jika mut’ah dengan izin suaminya maka pahala yang akan didapatkan akan lebih sedikit *&^%$ ngilerrrrr pengen mut’ah

    Saya teh heran….

    *&%$#@ berpikir dan berlogika….

  90. Saya teh heran….

    Kok pada belum pernah ke Teheran ya…. 🙂

  91. @orangawam

    Pikiran anda itu lucu sekali, apa masalahnya jika anak keturunan Aliy menikah dengan anak keturunan ketiga khalifah. Memangnya dalam islam ada dosa keturunan gitu?. Tolong perbaiki dulu cara berpikirnya kasihan.

    Saya memang belum pernah ke Teheran, anda sudah pernah belum?. Kalau belum ya heranlah pada diri anda sendiri. Kalau sudah ngapain anda tanya-tanya saya soal Teheran disini 🙂

  92. Saya mah ga perlu ke sana atuh… Karena saya ga membela mati-matian Te Heran…

    Yg saya heran, pembela Te Heran mati-matian tapi belum pernah ke Te Heran… *&%$ 🙂

  93. Oooo berarti bener ya ada anak keturunan Ali yang nikah dengan anak keturunan Abu Bakar/Umar/Utsman….

    Tanya Kenapa syiah begitu ya, wong yang Ali dan keluarganya aja ga membenci Abu Bakar/Umar/Utsman….

    Syiah ini sistematis sekali ya dalam membuat rancu dan menghancurkan silsilah periwayatan Islam…. )(*&%$zuper sekali, salut, genius

  94. @orangawam

    Lha yang bela mati-matian Teheran itu siapa?. apa anda terbiasa komentar ngelantur ya?. Saya heran kok dari kemarin kebanyakan ngelantur. Apa ada saya membela mati-matian Teheran?. Aneh ya anda ini

    Tanya Kenapa syiah begitu ya, wong yang Ali dan keluarganya aja ga membenci Abu Bakar/Umar/Utsman….
    Syiah ini sistematis sekali ya dalam membuat rancu dan menghancurkan silsilah periwayatan Islam…. )(*&%$zuper sekali, salut, genius

    Wah saya gak tahu soal itu, silakan tuh tanyakan hal itu ke orang Syi’ah yang anda maksud. hehehe kalau saya lihat anda itu tipe orang yang tidak paham apa itu “sistematis” apa lagi makna “genius”?. Sungguh saya tidak salut :mrgreen:

Tinggalkan komentar